PENGGUNAAN METODE GUIDED DISCOVERY DALAM (1)

PENGGUNAAN METODE GUIDED DISCOVERY DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA MATERI CAHAYA PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 MASOHI (Penelitian Tindakan Kelas)

SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Akademik Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura

OLEH

SAPIA PATTISAHUSIWA 2010-43-124 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON 2016

MOTTO

Waktu kadang lambat bagi yang menunggu, tetapi terlalu cepat bagi yang terburu-buru. Terlalu panjang bagi yang gundah, tetapi terlalu pendek bagi yang berbahagia. Bagi yang selalu bersyukur, waktu senantiasa adalah kebahagiaan. Bersyukur membuka kekayaan hidup, bersyukur mengubah apa yang dimiliki menjadi cukup.

(Penulis)

No one is in control of your happiness but you, therefore, you have the power to change anything about yourself of your life that you want to change.

( Anonymus )

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat, petunjuk dan bimbingan-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Penggunaan Metode Guided Discovery

Dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep Fisika Materi Cahaya Pada Siswa

Kelas VIII SMP Negeri 3 Masohi”. Sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari segala hambatan dan tantangan yang senantiasa penulis hadapi namun atas berkat dan rahmat dari Allah SWT, lewat berbagai bantuan dan dorongan dari semua pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih dan perhargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Th. Lauren M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas Pattimura.

2. Dr. E. K. Huliselan M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Pattimura.

3. Dr. I. H. Wenno, M.Pd., selaku ketua program studi pendidikan fisika yang selama ini membantu dan membimbing penulis dalam perkuliahan.

4. Dra. K. Esomar, M.Pd., selaku mentor dan sekaligus pembimbing I atas segala bantuan dan bimbingan serta arahannya kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini.

5. Bapak Noke Kasaulya, S.Pd, M.Sc., selaku pembimbig II atas segala bantuan dan bimbingan serta arahannya kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini.

6. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Fisika yang telah memberikan pengetahuan serta dorongan kepada penulis selama berada dalam lembaga pendidikan ini.

7. Kepala SMP Negeri 3 Masohi dan dewan guru serta pegawai yang telah memberikan waktu dan tempat selama penulis melakukan penelitian.

8. Keluarga besar Polhaupessy, Pattisahusiwa, Patty, dan yang tersayang onco Lama, Menda dan Ashy buat semangat dan motivasinya.

9. Keluarga tercinta, Ayahanda dan Ibunda yang tersayang yang sejak kecil membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran serta membiayai perkuliahan penulis. Untuk kakakku Umhy, Nur, Adhia, Amat, Alwan dan adikku Maken terima kasih atas bantuan, dukungan dan doanya.

10. Sahabat-sahabatku Rat, Icha, Rais, Dhino dan Baken atas semangat dan doanya selama ini, hal yang terindah dalam hidup salah satunya adalah memiliki kalian.

11. Teman-teman Pendidikan Fisika angkatan 2010 ( Ligia, Cici, Haris, Isye, Didi, Mances, Ucha, Emy), adik-adikku angkatan 2011 ( Amha, Ocha, Dwi, Vhy Dan Idha) dan seluruh mahasiswa fisika yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan yang diberikan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung selama studi hingga kini.

12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala sumbangan pikiran, saran maupun kritikan yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini ke dapan.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penulisan ini dapat bermamfaat bagi kepentingan perkembangan dunia pendidikan, khususnya dunia pengajaran. Kepada Allah SWT-lah dikembalikan budi baik dari semua pihak yang membantu. Amin.

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

16

2.1 Sintak Metode Pembelajaran Guided Discovery…………………..

42

3.1 Tingkat Penguasaan Konsep Dan Kualifikasi Gain Skor………….

42

3.2 Tingkat Penguasaan Dan Kualifikasinya……………….………….

44

4.1 Kualifikasi Dan Skor Pencapian Siswa Pada Kemampuan Awal…

45

4.2 Kualifikasi Dan Skor Pencapian Siswa Pada Kemampuan Akhir…

4.3 Kualifikasi Dan Peningkatan Penguasaan Konsep Pertemuan Pertama. 47

4.4 Kualifikasi Dan Skor Pencapian Siswa Pada Kemampuan Awal…… 48

4.5 Kualifikasi Dan Skor Pencapian Siswa Pada Kemampuan Akhir… 49

4.6 Kualifikasi Dan Peningkatan Penguasaan Konsep Pertemuan Kedua 51

52

4.7 Rata-Rata Peningkatan Penguasaan Konsep Siklus I……………..

PENGGUNAAN METODE GUIDED DISCOVERY DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA MATERI CAHAYA PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 MASOHI (Penelitian Tindakan Kelas) SAPIA PATTISAHUSIWA ABSTRAK

Penelitian dengan metode pembelajaran Guided Discovery bertujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep fisika pada materi cahaya. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dua pertemua dan setiap pertemuan terdiri dari empat tahapan yaitu, perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas

VIII 3 SMP Negeri 3 Masohi. Metode analisis yang digunakan adalah deskripsi prosentase. Data penelitian yang diperoleh adalah data hasil peningkatan penguasaan konsep siswa yang didapat dari uji Gain skor antara nilai post-test dan pre-test siswa. Hasil penelitian dari siklus I sampai siklus II, menunjukkan adanya peningk`atan penguasaan konsep siswa. Dari hasil penelitian diperoleh peningkatan rata-rata penguasaan konsep siswa pada siklus I adalah 0,63 dengan kategori sedang dan 0,80 pada siklus II dengan kategori tinggi.

Dengan demikian penggunaan metode pembelajaran guided discovery tersebut dapat diterapkan oleh guru fisika, karena mampu membantu siswa dalam meningkatkan penguasaan konsep materi pelajaran fisika.

Kata Kunci: Metode Pembelajaran Guided Discovery, Penguasaan Konsep Siswa, Cahaya

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peningkatkan mutu pendidikan di sekolah harus dilakukan melalui proses pembelajaran. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang proses belajar mengajar di sekolah telah muncul dan berkembang seiring pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009: 4). Pembelajaran merupakan aktivitas yang utama dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan sistem lingkungan atau kondisi belajar yang lebih kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan mengajar yang merupakan proses membimbing kegiatan belajar (Sardiman, 2007: 25).

Proses belajar mengajar merupakan kegiatan interaksi antara guru, peserta didik dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Interaksi dan komunikasi timbal balik antara guru dan peserta didik merupakan ciri dan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar ini tidak sekedar hubungan komunikasi antara guru dan peserta didik, tetapi merupakan interaksi edukatif yang tidak hanya penyampaian materi pelajaran melainkan juga menanamkan sikap dan nilai pada diri peserta didik yang sedang belajar ( Nuryani dkk, 2008: 4).

Proses pembelajaran yang sama harus dialami oleh semua mata pelajaran, dan pada semua tingkatan termasuk pembelajaran IPA-Fisika di SMP Negeri 3

Masohi. Khususnya di kelas VIII 3 ini materi cahaya termasuk materi yang sulit karena membutuhkan analisa yang kongkrit dan merupakan materi yang sifatnya nyata, dan juga merupakan salah satu materi yang pokok bahasan pada materi ini sering dialami dalam kehidupan sehari-hari. Pada tanggal 23 Desember 2014 penulis melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran IPA-Fisika guna mengetahui situasi dan kondisi pembelajaran di SMP Negeri 3 Masohi Kabupaten Maluku Tengah. Adapapun permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran fisika di SMP Negeri 3 Masohi adalah kurangnya atau rendahnya hasil belajar siswa. Siswa menghindari dalam mengerjakan tugas fisika baik yang di sekolah maupun yang di rumah. Selain itu penyajian materi oleh guru tidak menarik dan tidak efektif, guru sangat terikat pada metode ceramah, dan tanya jawab, metode yang digunakan guru juga tidak relevan dengan materi yang diajarkan.

Akibat dari situasi di atas siswa menjadi bosan mendengarkan penjelasan guru, dan siswa tidak tertarik pada mata pelajaran fisika, bahkan siswa benci dengan pelajaran ini. Situasi ini membuat penulis merasa perlu melakukan

perbaikan pada proses pembelajaran pada kelas VIII 3 SMP Negeri 3 Masohi. Melalui analisa pada siswa, dan karakteristik materi serta sarana dan prasarana yang tersedia, maka penulis menetapkan perbaikan pada proses pembelajaran. Dan alternatif solusi yang diberikan adalah perbaikan pada penggunaan metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang dipilih adalah metode guided discovery.

Metode guided discovery merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif, di mana siswa akan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, sehingga hasil yang diharapkan akan baik, tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan. Melalui metode ini siswa belajar menguasai cara kerja ilmiah yang dapat dikembangkan sendiri, serta siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan masalah yang dihadapi (Suryosubroto, 2009:177).

Penelitian yang difokuskan pada metode guided discovery atau yang dikenal dengan penemuan terbimbing, akan melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru, dan melakukan discovery, sedangkan guru membimbing kearah yang benar. Dalam metode ini guru perlu memiliki keterampilan membimbing apabila siswa mengalami kesulitan, dan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah yang dihadapi namun tidak berarti guru menggunakan metode ceramah reflektif (Hamalik, 2003: 188).

Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penilitian mengenai penggunaan metode guided discovery . Penilitian ini berjudul

“ Penggunaan Metode Guided Discovery Dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep Fisika Materi Cahaya Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Masohi ”.

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi dari permasalahan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Hasil belajar IPA (Fisika) siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 3 Masohi masih rendah

2. Masih terdapat siswa yang tidak mengerjakan tugas baik tugas disekolah maupun dirumah

3. Siswa tidak aktif dalam mengikuti pembelajara fisika di sekolah

4. Metode pembelajaran yang digunakan guru IPA-Fisika SMP Negeri 3 Masohi kurang mengaktifkan siswa.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah pembelajaran dengan menggunakan metode guided discovery dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika materi cahaya pada siswa di kelas VIII SMP Negeri 3 Masohi?

D. Cara Pemecahan Masalah

Cara memecahkan masalah adalah cara, prosedur, atau tindakan yang akan dilakukan dalam pemecahan masalah (Mulyasa, 2009: 63). Dari permasalahan yang ada maka cara pemecahan masalah yang akan digunakan adalah penggunaan metode pembelajaran gueded discovery, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pemberian rangsangan yaitu guru mengajukan persoalan atau meminta siswa mendengarkan masalah yang akan disampaikan oleh guru.

2. Pernyataan/ identifikasi masalah yaitu guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan pendapat dalam membentuk rumusan masalah atau hipotesis, guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis.

3. Mengumpulkan data yaitu guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengumpulkan data untuk menjawab pertanyaan serta hipotesis yang telah dibuat.

4. Pengolahan data yaitu Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui diskusi.

5. Pembuktian yaitu guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.

6. Menarik Kesimpulan yaitu guru membimbing siswa dalam memberi kesimpulan.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan maka, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep fisika materi cahaya yang diajarkan dengan menggunakan metode guided discovery pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Masohi.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis.

1. Manfaat teoritis

a. Dengan menggunakan metode pembelajaran guided discovery dapat mendorong siswa unruk berpikir dan bekerja atas inisitif sendiri , objektif, jujur dan terbuka.

b. Menjadi bahan rujukan bagi peneliti berikutnya yang ingin mendalami tentang metode guided discovery.

2. Manfaat praktis

a. Bagi siswa Penggunaan metode guided discovery dapat memberikan suasana baru bagi siswa dalam belajar.

b. Bagi guru Dapat menjadi salah satu alternatif metode pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan penguasaan konsep fisika siswa.

c. Bagi penulis Penggunaan metode guided discovery diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan strategi belajar dilapangan yang berguna bagi profesi peneliti di masa akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis

1. Hakikat Belajar

Mengenai teori belajar (Winkel, 2007: 59) berpendapat bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung interaktif aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas. Sedangkan menurut Hilgard berpendapat belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium ataupun di dalam lingkungan alamiah. Belajar bukan hanya sekedar mengumpulkan pengetahuan akan tetapi merupakan proses mental yang terjadi pada diri seseorang sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku.

Menurut Susanto (2013: 4) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak. Sedangkan menurut Sanjaya (Prastowo, 2013: 49), belajar adalah suatu proses aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif, baik perubahan dalam aspek pengetahuan, afektif, maupun psikomotorik.

Selanjutnya menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut Hergenhahn dan Olson (2008: 8) mengemukakan bahwa belajar adalah “perubahan perilaku atau potensi perilaku yang relatif permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak bisa dinisbahkan ke temporary body states (keadaan tubuh temporer) seperti keadaan yang disebabkan oleh sakit, keletihan atau obat-obatan”.

Dari beberapa pendapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalamannya (mengalami) sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Seseorang dikatakan telah belajar bila telah mengalami perubahan tingkah laku (behavior). Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan pengetahuan atau pemahaman (cognitive), sikap atau nilai (afective), dan keterampilan motorik (psichomotorik).

2. Konsep Fisika

Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Mengkonstruksi pengetahuan menurut Piaget dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif yang terbentuk melalui proses pengalaman (Sanjaya, 2006: 123-124). Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema sedangkan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada sehingga terbentuk skema baru. Asimilasi dan akomodasi terbentuk berkat pengalaman siswa (Sanjaya, 2006: 257).

Menurut Menurut Gagne (Bell, 1978: 110-111) belajar terjadi dalam empat fase yang berurutan yaitu:

1. Apprehending phase (fase pemahaman) yaitu fase balajar yang pertama dimana siswa menyadari adanya stimulus atau sekumpulan yang disajikan di dalam situasi belajar. Kesadaran itu akan mengantarkan siswa untuk mengerti karakteristik kumpulan stimulus itu. Segala sesuatu yang dipahami siswa tersebut akan di ”kode” kan tersendiri oleh setiap individu dan dicatat dan disimpan dalam ingatan.

2. Acquisition phase (fase penguasaan) merupakan fase belajar kedua dimana siswa sedang memperoleh atau memproses fakta, ketrampilan, konsep atau prinsip yang dipelajari.

3. Storage phase (fase ingatan) merupakan fase dimana setelah seseorang memperoleh suatu pengetahuan baru, pengtahuan itu harus disimpan atau diingat.

4. Retrieval phase ( fase pengungkapan kembali) adalah fase belajar dimana kemampuan siswa untuk menyebutkan kembali informasi yang telah diperoleh dan disimpan dalam ingatan. Dari uraian fase belajar tersebut, fase penguasaan berada pada urutan nomor

dua atau setelah pemahaman dalam aspek kognitif. Hal ini memberikan pengertian bahwa untuk menguasai konsep dalam suatu pembelajaran, siswa diharuskan untuk memahami konsep terlebih dahulu yang selanjutnya siswa dapat memproses atau terampil menggunakan konsep yang telah dipahami. Menurut Arifin (2001: 12), konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apapun dua atau setelah pemahaman dalam aspek kognitif. Hal ini memberikan pengertian bahwa untuk menguasai konsep dalam suatu pembelajaran, siswa diharuskan untuk memahami konsep terlebih dahulu yang selanjutnya siswa dapat memproses atau terampil menggunakan konsep yang telah dipahami. Menurut Arifin (2001: 12), konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apapun

Selanjutnya menurut Pradina (2010: 11) mengungkapkan bahwa penguasaan konsep diperoleh dari proses belajar, sedangkan belajar merupakan proses kognitif yang melibatkan tiga proses yang hampir bersamaan yaitu memperoleh informasi yang baru, transformasi informasi, dan menguji relevansi ketetapan pengetahuan. Seseorang dikatakan menguasai konsep apabila orang tersebut mengerti benar konsep yang dipelajarinya sehingga mampu menjelaskan dengan menggunakan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Penguasaan konsep dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengungkapkan kembali suatu objek tertentu berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh objek tersebut (Pradina, 2010: 11).

Menurut Bloom ( Gulo, 2004 : 58-69), kemampuan kognitif penguasaan konsep meliputi: Menurut Bloom ( Gulo, 2004 : 58-69), kemampuan kognitif penguasaan konsep meliputi:

1) Mengetahui sesuatu yang khusus

a) Mengetahui terminologi Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan mengenal atau mengingat kembali istilah atau konsep tertentu yang dinyatkan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal atau nonverbal.

b) Mengetahui fakta tertentu Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan untukmengenal atau mengingat kembali tanggal, peristiwa, orang, tempat, dan lain-lain

2) Pengetahuan tentang cara untuk memproses atau melakukan sesuatu

a) Mengetahui kebiasaan atau cara mengetengahkan ide atau pengalaman

b) Mengetahui urutan atau kecenderungan yaitu prosrs, arah, dan gerakan suatu gejala atau fenomena pada waktu yang berkaitan

c) Mengetahui penggololongan atau pengkategorian, yaitu mengetahui kelas, kelompok, perangkat atau susnan yang digunakan dalam bidang tertentu atau memproses sesuatu

d) Mengetahui kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi fakta, prinsip, pendapat atau perlakuan

e) Mengetahui metodolohi, yaitu perangkat cara yang digunakan untuk mencari, menemukan, atau menyelesaikan masalah e) Mengetahui metodolohi, yaitu perangkat cara yang digunakan untuk mencari, menemukan, atau menyelesaikan masalah

g) Mengetahui prinsip dan generalisasi

h) Mengetahui teori dan struktur

b. Pemahaman (comprehension) Kemampuan memahami dapat juga disebut dengan istilah ”mengerti”. Seseorang siswa dikatakan telah mempunyai kemampuan mengerti atau memahami apabila siswa tersebut dapat menjelaskan sustu konsep tertentu dengan kata-kata sendiri, dapat membandingkan, dapat membedakan dan dapat mempertentangkan konsep tersebut dengan konsep lain.

Kemampuan yang tergolong dalam kemampuan mamahami adalah:

1. Translasi, yaitu kemampuan untuk mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa perubahan makna. Misalnya simbol berupa kata-kata (verbal) diubah menjadi gambar, bagan atau grafik.

2. Interpretasi, yaitu kemampuan untuk menjelaskan makna yang terdapat di dalam simbol, baik simbol verbal maupun nonverbal. Misalnya kemampuan menjelaskan konsep atau prinsip dan tori tertentu.

3. Ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk melihat kecenderungan atau arah atau kelanjutan dari suatu temuan.

c. Penerapan (application) meliputi kemampuan: Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip, proseduar atau teori tertentu. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini c. Penerapan (application) meliputi kemampuan: Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip, proseduar atau teori tertentu. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini

d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menguaraikan suatu bahan 9 fenomena atau bahan pelajaran) ke dalam unsur-unsurnya, kemudian menghubung-hubungkan bagian dengan bagian dengan cara bagaimana dia disusun dan diorganisasikan. Menurut Bloom, ada tiga jenis kemampuan analisis yaitu analisis unsur, analisis hubungan dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi.

e. Sintesis (synthesis) meliputi: Sintesis

mengumpulkan dan mengorganisasikan semua unsur atau bagian, sehingga membentuk satu keseluruhan secara utuh. Dengan kata lain, suatu kemampuan intelektual yang mengkombinasikan semua unsur yang relevan guna membentuk suatu pola atau sruktur yang sama sekali baru

f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi adalah kemampuan untuk mengambil keputusan, menyatakan pendapat atau memberi penilaian berdasarkan kriteria-kriteria baik kualitatif maupun kuantitatif. Evaluasi dapat dibedakan berdasarkan kriteria pembenaran yang digunakan, yaitu:

1) Pembenaran berdasarkan kriteria internal dilakukan dengan memperhatikan konsistensi atau kecermatan susunan secara logis unsur-unsur yang ada 1) Pembenaran berdasarkan kriteria internal dilakukan dengan memperhatikan konsistensi atau kecermatan susunan secara logis unsur-unsur yang ada

2) Pembenaran berdasarkan kriteria eksternal dilakukan berdasarkan kriteria- kriteria yang bersumber di luar obyek yang diamati.

Dengan demikian, penguasaan konsep fisika merupakan produk dari suatu kegiatan belajar seseorang untuk mengerti dan memahami suatu obyek- obyek atau benda-benda melalui pengamatan dan pengalaman seseorang dalam menyelesaikan masalah fisika, sehingga penguasaan konsep ini menjadi konsep yang tidak mudah hilang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan konsep harus didasarkan pada pemahaman konsep. Jika dua hal tersebut dapat dipahami dan dikuasai maka suatu materi dapat mudah diingat oleh peserta didik dan jika suatu saat ditanya oleh guru tentang konsep yang telah ia pelajari maka peserta didik akan mudah untuk mengungkapkannya. Agar siswa dapat mengingat suatu konsep fisika untuk jangka waktu yang lama maka siswa harus memperoleh konsep tersebut dengan cara menggunakan kehidupan sehari-hari yang diformulasikan dengan pembelajaran fisika, tentunya dengan bantuan guru sebagai fasilitator. Seorang siswa dapat dikatakan menguasai konsep jika:

a. Mengetahui ciri-ciri suatu konsep

b. Mengenal beberapa contoh dan bukan contoh dari konsep tersebut

c. Mengenal sejumlah sifat-sifat dan esensinya

d. Dapat menggunakan hubungan antar konsep d. Dapat menggunakan hubungan antar konsep

f. Dapat mengenal kembali konsep itu dalam berbagai situasi

g. Dapat menggunakan konsep untuk menyelesaikan masalah fisika Hal ini akan membawa dampak pada proses berikutnya yaitu siswa dapat

mengolah fakta atau terampil menggunakan suatu konsep fisika dalam menyelesaikan suatu soal fisika sebagai tolak ukur dalam penguasaan konsep. Jika hal tersebut di atas sudah dimiliki oleh siswa, maka siswa akan mudah mengingat dan mengungkapkan kembali apa yang telah ia pelajari karena suatu konsep sudah tertanam dalam ingatannya dan harus dipertahankan dengan cara menggunakan konsep tersebut dengan teratur. Dalam pembelajaran fisika, belajar konsep secara sederhana dapat dilakukan dengan mendengarkan, melihat, menangani, dan berdiskusi. Dalam belajar konsep dapat juga digunakan media pembelajaran untuk memperjelas siswa menguasai suatu konsep. Dalam menyampaikan konsep yang satu dengan konsep yang lain harus tidak bertentangan atau dengan kata lain disampaikan secara sistematis.

3. Metode Pembelajara Guided Discovery

a. Pengertian Metode Pembelajaran Guided Discovery

Metode guided discovery adalah metode pengajaran yang melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru,siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat dan benar. Pembelajaran dengan menggunakan metode guided discovery sebagian besar perencanaannya dibuat oleh guru. Selain itu, guru menyediakan kesempatan bimbingan atau petunjuk yang lebih luas kepada siswa. Dalam hal ini siswa tidak merumuskan Metode guided discovery adalah metode pengajaran yang melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru,siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat dan benar. Pembelajaran dengan menggunakan metode guided discovery sebagian besar perencanaannya dibuat oleh guru. Selain itu, guru menyediakan kesempatan bimbingan atau petunjuk yang lebih luas kepada siswa. Dalam hal ini siswa tidak merumuskan

Gagasan awal diambil dari Rousseau, Dewey, Piaget, dan Bruner. Menurut Bruner Pembelajaran guided discovery adalah pendekatan kognitif dalam pembelajaran dimana guru menciptakan situasi sehingga, siswa dapat belajar sendiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep dan prinsip- prinsip. Siswa didorong untuk mempunyai pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau pengetahuan bagi dirinya. Jadi dalam guided discovery yang sangat penting adalah siswa sungguh terlibat pada persoalannya, menemukan prinsip-prinsip atau jawaban lewat suatu percobaan (Suparno, 2007: 72).

Sund berpendapat bahwa guided discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya, mengamati, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Yang dimaksud konsep misalnya: segitiga, demokrasi, panas, energi dan sebagainya. Sedangkan prinsip misalnya: logam apabila dipanasi mengembang, lingkungan berpengaruh terhadap kehidupan organisme (Roestiyah, 2008: 20).

Metode guided discovery selalu dalam situasi problem solving, dimana pelajar dihadapkan pada pengalaman sendiri dan pengetahuan awal mereka, untuk menemukan kebenaran atau pengetahuan baru yang harus dipelajari. Anggapan dasar dari model pembelajaran guided discovery adalah bahwa apa yang dipelajari sendiri akan dimengerti lebih baik.

b. Langkah-langkah Pembelajaran Discovery sebagai berikut: Fase

Kegiatan guru

Simulation Guru mengajukan persoalan atau meminta siswa mendengarkan masalah yang akan disampaikan oleh guru.

(Stimulasi/ Pemberian Rangsangan) Problem Statement

Guru memberikan kesempatan pada siswa (Pernyataan/ identifikasi masalah) untuk mengemukakan pendapat dalam membentuk rumusan masalah atau hipotesis, guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan

permasalahan dan memprioritaskan hipotesis.

Data Collection Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengumpulkan data

untuk (mengumpulkan data)

menjawab pertanyaan serta hipotesis yang telah dibuat.

Data processing Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui diskusi.

( pengolahan data) Verification

Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil

(Pembuktian) pengolahan data yang terkumpul. Generalization (Menarik

Guru membimbing siswa dalam memberi kesimpulan.

Kesimpulan) Sumber : (Eggen dkk, 2012: 182-188) Kesimpulan) Sumber : (Eggen dkk, 2012: 182-188)

Metode guided discovery mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan sehingga perlu adanya pemahaman dalam melaksanakan metode tersebut. Suryosubroto (2009: 185) memaparkan beberapa kelebihan metode penemuan sebagai berikut:

a. Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.

b. Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh; dalam arti pendalaman dari pengertian; retensi, dan transfer.

c. Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.

d. Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.

e. Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya,

sehingga ia lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar.

f. Metode ini dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan.

g. Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan kepada

mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide.

h. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak. Selain itu Suryosubroto (2009: 186) juga memaparkan beberapa kelemahan

metode penemuan sebagai berikut:

a. Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini.

b. Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar.

c. Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.

d. Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan.

e. Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.

f. Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berfikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.

Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa metode guided discovery tidak hanya memiliki banyak kelebihan, tetapi juga beberapa kelemahan. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman yang mendalam mengenai metode ini supaya dalam penerapannya dapat terlaksana dengan efektif.

A. Ruang Lingkup Materi

1. Cahaya.

a. Pengertian Cahaya

Cahaya adalah gelombang elektomagnetik yang merambat lurus (Tranggono, 2004: 74). Dikatakan Panjang gelombang (λ) cahaya antara 4000 À – 7600 À dan dapat merambat tanpa medium atau zat antara. Begitupun cepat

rambat cahaya di ruang hampa adalah 3 x 10 8 m/s. Benda yang disekitar kita dapat kita lihat apabila ada cahaya yang mengenai

benda tersebut (Tranggono, 2004: 75). Dijelaskan bahwa Cahaya yang mengenai

Sehingga semua benda yang dapat memancarkan cahaya disebut sumber cahaya. Adapun sifat yang dimiliki cahaya yaitu merambat lurus, menembus benda, dapat dipantulkan, cahaya dapat dibiaskan, dan cahaya merupakan gelombang elektromagnetik.

Menurut Tranggono (2004: 75) berdasarkan panjang gelombangnya, cahaya dibedakan menjadi tampak dan cahaya tidak tampak.

1) Cahaya tampak dapat ditangkap mata, dengan panjang gelombang 4 x 10 -7 –

7 x 10 -7 m.

2) Cahaya tidak tampak, dengan panjang gelombang di luar kisaran cahaya tampak, misalnya sinar gamma, sionar X, sinar ultraviolet, dan sinar inframerah.

b. Perambatan Cahaya

1. Arah Perambatan Cahaya

Cahaya merambat melalui garis lurus. Misalkan kita menyorotkan senter pada suatu tempat yang gelap, tampak bahwa cahaya senter merambat lurus.

2. Pebentukan Bayangan

Ketika cahaya merambat lurus dihalangi oleh benda tak tembus cahaya maka akan terbentuk bayangan dari benda pada layar yang diletakan di belakang benda.

3. Proses melihat benda

Mata bisa melihat benda di sekitar kita karena benda tersebut dapat memantulkan cahaya. Cahaya mengenai benda kemudian dipantukan kemata, sehingga terlihat oleh mata. Benda dapat menghasilkan cahaya disebut sumber Mata bisa melihat benda di sekitar kita karena benda tersebut dapat memantulkan cahaya. Cahaya mengenai benda kemudian dipantukan kemata, sehingga terlihat oleh mata. Benda dapat menghasilkan cahaya disebut sumber

1) Benda bening adalah benda yang dapat meneruskan hampir selurus cahaya yang datang pada benda tersebut, misalnya kaca.

2) Benda tembus cahaya adalah benda yang meneruskan hanya sebagian cahaya yang datang pada benda tersebut, misalnya kain tipis.

3) Benda tak tembus cahaya adalah benda yang tidak dapat meneruskan seluruh cahaya yang diterimanya, misalnya kayu.

c. Pemantulan Cahaya

Apabila cahaya mengenai suatu permukaan yang mengkilap, cahaya tersebut umumnya dipantulkan kembali, contoh kaca jam tangan. Dari berbagai benda yang dapat memantulkan cahaya, cermin merupakan alat yang paling baik untuk memantulkan cahaya(Tranggono, 2004: 78).

1. Macam-macam Berkas Cahaya

Cahaya biasanya disebut berkas cahaya atau berkas sinar. Berkas cahaya dibedakan menjadi 3 yaitu:

1) Divergen (berkas cahaya yang memancarkan) yaitu sinar datang dari suatu titik.

2) Konvergen (berkas cahaya yang mengumpulkan) yaitu sinar yang menuju ke satu titik.

3) Paralel yaitu sinar sejujur satu sama lain.

2. Hukum Pemantulan Cahaya

Hukum pemantulan cahaya terdiri dari 2 teori yaitu (Tranggono, 2004: 81):

1) Besarnya sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (r) secara matematis ditulis: i = r

2) Sinar datang (sinar jatuh), garis normal, dan sinar pantul terletak dalam

Gambar 2.1. Hukum pemantulan cahaya (Puspita,2009: 225) Berdasarkan bidang pantulnya, pemantulan cahaya di bedakan menjadi dua (Puspita, 2009: 225):

1) Pemantulan baur adalah pemantulan cahaya yang jatuh pada benda dengan permukaan kasar, cahaya tersebut akan dipantulakan dengan arah yang tidak menentu atau sembarang.

Gambar 2.2. Pemantulan baur

2) Pemantulan teratur adalah pemantulan dari cahaya yang jatuh pada benda dengan permukaannya licin (mengkilap). Cahaya tersebut akan dipantulkan pada arah tertentu secara teratur.

2. Pengertian Cermin

Cermin adalah benda padat yang salah satu sisinya halus dan mengkilap yang dilapisi amalgam perak sehingga memantulkan seluruh cahaya yang datang (Karim, 2008: 280). Cermin dibedakan menjadi 3, yaitu : cermin datar, cermin cekung , dan cermin cembung (Tranggono, 2004: 82).

1. Cermin Datar

Sebuah cermin yang permukaannya datar sempurna disebut cermin datar.

a. Sifat-sifat bayangan pada cermin datar

Sifat-sifat bayangan pada cermin datar menurut Tranggono(2004: 82) adalah:

1) Bayanganya sama dengan bendanya

2) Bayangannya yang terbentuk sama tegak, seperti posisi tegaknya benda di depan cermin.

3) Jarak benda ke cermin sama dengan jarak bayangan

4) Banyangan cermin tertukar sisinya

5) Bayangan bersifat maya ( tdak dapat ditangkap oleh layar)

6) Pemantulan pada cermin datar .

b. Pembentukan bayangan pada cermin datar

Ada tiga langkah untuk melukiskan pembentukan cahaya pada cermin datar

1) Lukislah sinar pertama yang datang dari benda pada cermin datar dipantulkan sesuai dengan hukum pemantulan, yaitu sudut datang = sudut pantul

2) Lukislah sinar kedua yang datang dari benda menuju ke cermin dan dipantulkan sesuai hukum pemantulan

3) Perpanjangan sinar pantul pertama dan sinar pantul kedua dibelakang cermin akan berpotong. Perpotongan ini yang merupakan letak bayangan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melukiskan banyangan pada cermin datar yaitu:

1) Sinar selalu berasal (datang dari sisi depan cermin atau sisi mengkilat dan dipantulkan kembali kesisi depan

2) Bayangan nyata dibentuk oleh perpotongan langsung sinar-sinar pantul dilukiskan dengan garis utuh, bayangan maya (tidak nyata) dibentuk oleh perpotongan perpanjangan sinar-sinar pantul (dilukiskan dengan garis putus- putus).

Gambar 2.4. Pembentukan bayangan cermin datar (Wasis, 2008: 240)

3. Cermin Cekung

a. Pemantulan pada cermin cekung

Cermin cekung adalah cermin yang bentuknya melengkung seperti bagian dalam bola (Karim, 2008: 282). Dijelakan bahwa cermin cekung bersifat konvergen (mengumpulkan sinar), sehingga cermin cekung disebut juga cermin positif karena jari-jari cermin berada di depan cermin.

Ada tiga aturan yang diperlukan untuk melukiskan pembentukan bayangan pada cermin cekung (Karim, 2008: 283).

1) Lukis dua buah sinar istimewa (umumnya digunakan sinar 1 dan sinar 2)

2) Sinar selalu datang dari bagian depan cermin dan dipantulkan juga kebagian depan. Perpanjangan sinar-sinar dibelakang cermin dilukiskan sebagai garis putus-putus.

3) Jika kedua sinar pantul pada butir (1) berpotongan didepan cermin, bayangan yang dihasilkan bersifat nyata dan terbalik jika kedua sinar tersebut tidak berpotongan didepan cermin, melainkan perpotongannya didapat dari perpanjangan sinar pantul dibelakang cermin, bayangan yang dihasilkan bersifat maya, tegak dan dilukiskan dengan garis putus-putus.

b. Bagian-bagian cermin cekung

Bagian-bagian cermin cekung adalah(Karim, 2008: 283):

1) Titik O dinamakan titik pusat bidang cermin.

2) Titik focus (F)

3) Titik pusat kelengkungan (C), yaitu titik pusat kelengkungan bola yang membentuk cermin cekung.

4) Garis normal yang melalui titik C dan O dinamakan sumbu utama.

5) Jarak C ke O adalah jari-jari kelengkungan cermin.

c. Sinar-sinar istimewa pada cermin cekung

Sinar-sinar istimewa pada cermin cekung antara lain(Karim, 2008: 284):

1) Sinar datang melalui sumbu utama cermin dipantulakan menuju titik focus

2) Sinar datang melalui titik focus F, akan dipantulkan sejajar sumbuh utama.

3) Sinar datang melalui titik pusat kelengkungan C akan dipantulkan kembali melalui titik pusat kelengkungan tersebut.

1) Sumbu utama

2) Sumbu utama

3) Sumbu utama

Gambar 2. . Sinar-sinar Istimewa cermin cekung (Karim, 2008: 284)

d. Sifat-sifat banyangan yang terbentuk pada cermin cekung

Sifat-sifat bayangan yang terbentuk pada cermin cekung yaitu (Puspita, 2009: 30):

1) Terletak antara F dan P: benda terletak setelah titik P sifat banyangan yang terbentuk adalah terbalik, nyata, diperkecil, pembentukan banyanyannya seperti ditunjukan pada Gambar 2.6(a).

2) Benda terletak antara F dan P: sifat bayangan yang terbentuk adalah terbali, nyata, diperbesar, terletak setalh titik P, pembentukan banyangannya seperti ditujukan pada Gambar 2.6(b).

3) Benda terletak pada titik F: Tidak atau akan terbentuk banyangan atau banyangan yang ada di tak hingga pembentukan bayangannya seperti ditujukan pada Gambar 2.6(c).

4) Benda terletak antara F dan O: Sifat bayangan yang terbentuk adalah tegak, maya, diperbesar, terletak sebelum titik, pembentukan bayangannya seperti ditunjukan pada Gambar 2.6(d).

a)

Gambar 2.6. Pembentuk bayangan pada cermin cekung (Puspita, 2009: 30) Rumus cermin cekung…………………………………………………………(1)

Keterangan: s = Jarak benda (cm) s ’ = Jarak bayangan (cm)

f = Jarak focus (cm)

4. Cermin Cembung

Cermin cembung adalah cermin yang terbuat dari irisan bola yang permukaan luarnya mengkilap, yang bersifat menyebarkan sinar (divergen) Cermin cembung adalah cermin yang terbuat dari irisan bola yang permukaan luarnya mengkilap, yang bersifat menyebarkan sinar (divergen)

Sinar-sinar istimewa pada cermin cembung sebagai berikut(Karim, 2008: 287):

1) Sinar datang sejajar sumbu utama dipantulkan seakan-akan dari titik focus

F, pembetukan bayangannya seperti pada Gambar 2.7(a).

2) Sinar datang seolah-olah menuju titik focus F akan dipantulkan sejajar sumbu utama, pembentukan bayanganya seperti ditujukan pada Gambar 2.7(b).

3) Sinar datang menuju ketitik pusat kelengkungan akan dipantulkan dari titik pusat kelengkungan tersebut, pembentukan bayangannya seperti ditujukan pada Gambar 2.7(c).

a) Sumbu utama

b) Sumbu utama

c) Sumbu utama

Gambar 2.7. Sinar-sinar istimewa pada cermin cembung(Karim, 2008: 287)

b. Bagian-bagian cermin cembung

Bagian-bagian cermin cembung yaitu (Karim, 2008: 287):

1) Titik O dinamakan pusat bidang cermin

2) Titik F dinamakan titik focus

3) Titik C dinamakan titk pusat kelengkungan cermin 3) Titik C dinamakan titk pusat kelengkungan cermin

Sifat-sifat bayangan yang terbentuk pada cermin cembung yaitu (Karim, 2008: 287):

1) Maya (terletak dibelakang cermin)

2) Tegak

3) Diperkecil

d. Melukis pembentukan bayangan pada cermin cembung

Untuk melukis pembentukan bayangan pada cermin cembung hanya diperlukan dua buah sinar istimewa, misalnya sinar istimewa. Hasil pembentukan bayangan ini menunjukan fakta bahwa bayangan yang dibentuk oleh cermin cembung memiliki sifat yang sama, yaitu maya, tegak, dan lebih kecil daripada bendanya.

Sumbu utama

Gambar 2.8 Pembentukan bayangan cermin cembung (Karim, 2008: 288) Rumus cermin cembung…………………………………………………………(2)

Keterangan: s = Jarak benda (cm) s ’ = Jarak bayangan (cm)

f = Jarak focus (cm) dengan f = bernilai negatif (-)

B. Kerangka Berpikir

Metode pembelajaran Guided Discovery merupakan metode pembelajaran yang mengharuskan siswa mengamati, mengidentifikasi hasil temuan dari kegiatan pengamatan, mengolah dan mengkomunikasikan jawaban sementara , mengumpulkan informasi dari jawaban sementara, menguatkan jawaban siswa dengan meminta siswa untuk berdiskusi kelompok, mempresentasikan hasil diskusi, membuktikan benar tidaknya hasil diskusi dengan bimbingan guru, dan membuat kesimpulan. Dalam hal ini, guru bertugas untuk membimbing siswa agar menemukan data-data atau kejadian-kejadian yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan. Hal ini akan menuntun siswa dalam penyelidikan sehingga ditemukannya sebuah konsep dari suatu pokok bahasan fisika. Melalui hasil penemuannya sendiri, seorang siswa diharapakan akan jauh lebih menguasai akan suatu pokok bahasan yang sedang dipelajari. Di samping itu, hasil temuan yang diperoleh para siswa sendiri diharapkan dan bertahan lebih lama didalam ingatan dibandingkan hasil yang mereka peroleh dari penjelasan guru secara langsung, sehingga siswa akan tetap mampu mengingat meteri yang telah dipelajari.

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2006: 71). Berdasarkan uraian kajian pustaka di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas yaitu “Apabila dalam pembelajaran Fisika menggunakan metode pembelajaran guided discovery dengan langkah-langkah yang tepat maka Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2006: 71). Berdasarkan uraian kajian pustaka di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas yaitu “Apabila dalam pembelajaran Fisika menggunakan metode pembelajaran guided discovery dengan langkah-langkah yang tepat maka

VIII SMP Negeri 3 Masohi.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII 3 SMP Negeri 3 Masohi tahun pelajaran 2014/2015.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian Penelitian ini di laksanakan di kelas VIII 3 SMP Negeri 3 Masohi.

2. Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama dua minggu yaitu pada tanggal 18-24 Agustus 2015.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli spikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Zainal, 2008: 13). Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tersebut agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih professional (Basrowi, 2008: 28). Sementara itu PTK menurut Arikunto (2008: 3) merupakan gabungan definisi dari tiga kata sebagai berikut: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli spikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Zainal, 2008: 13). Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tersebut agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih professional (Basrowi, 2008: 28). Sementara itu PTK menurut Arikunto (2008: 3) merupakan gabungan definisi dari tiga kata sebagai berikut:

b. Tindakan adalah gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian berbentuk siklus kegiatan.

c. Kelas adalah sekelompok peserta didik yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru.

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah gejala yang bervariasi, juga diartikan suatu atribut yang dianggap mencerminkan atau mengungkapkan pengertian (Wenno, 2010: 46). Dimana variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah penguasaan konsep fisika siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran guided discovery.

E. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Pelaksanan Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 tahap berikut:

Perencanaan I

Refleksi I

Pelaksanaan I

SIKLUS I

Pengamatan I

Perencanaan II

Refleksi II

SIKLUS II

Pelaksanaan II

Pengamatan II

Hasil

Gambar 3.1. Tahapan Penelitian Tindakan Kelas.

Menurut Taggart (Zainal, 2008: 30) prosedur pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas mencakup:

a. Penetapan fokus permasalahan

1) Merumuskan adanya masalah.

2) Analisis masalah.

3) Perumusan masalah.

b. Perencanaan tindakan

1) Membuat skenario pembelajaran.

2) Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan dikelas.

3) Mempersiapkan instrumen untuk menganalisis data mengenai proses dan 3) Mempersiapkan instrumen untuk menganalisis data mengenai proses dan

d. Pengamatan Pada bagian pengamatan, dilakukan perekaman data yang meliputi proses dan hasil dari pelaksanaan kegiatan. Tujuan dilakukan pengamatan adalah mengumpulkan bukti hasil tindakan agar dapat dievaluasi dan dijadikan landasan dalam melakukan refleksi.

e. Refleksi Pada bagian refleksi dilakukan analisis data mengenai proses, masalah, dan hambatan yang dijumpai dan dilanjutkan dengan refleksi terhadap dampak pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan.

2. Rencana dan pelaksanaan tindakan.

Dalam pelaksanan penelitian tindakan ini penulis melakukan penelitian dengan dua siklus. Adapun alur penelitian yang dilakukan peneliti sebagai berikut:

Perencanaan I

Mempersiapkan RPP, soal tes, LKS dan perangkat

Pelaksanaan I Refleksi I

• Guru memberikan tes awal • Membuat simpulan

pembelajaran pada materi cahaya

sebelum tindakan sementara berhasil • Guru melakukan atau belum

• Hasil analisis

pembelajaran dengan dijadikan bahan

SIKLUS I

metode Guided Discovery masukan siklus

sesuai dengan RPP yang di selanjutnya

buat.

Pengamatan I

• Peserta didik melakukan

Pengumpulan data kemudian dianalisis.

tes tertulis I

Perencanaan II

Mempersiapkan RPP, soal tes, LKS dan perangkat