ANALISA KUALITAS PRODUK SEPEDA PHOENIX DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MEMINIMUMKAN KECACATAN PRODUK DI PT RODA LANCAR ABADI - SIDOARJO.

(1)

ANALISA KUALITAS PRODUK

SEPEDA PHOENIX DENGAN METODE SIX SIGMA

UNTUK MEMINIMUMKAN KECACATAN PRODUK

DI PT RODA LANCAR ABADI - SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh :

EVI MARINA P

0832010023

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah berkat rahmat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Laporan Penelitian Tugas Akhir (Skripsi) dengan

judul “Analisa Kualitas Produk Sepeda Phoenix Dengan Metode Six Sigma

Untuk Meminimumkan Kecacatan Produk di PT. Roda Lancar Abadi - Sidoarjo” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan Program Sarjana Strata - 1 (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Terselesaikannya Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya tak lepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Allah SWT karena atas ijin-NYA lah laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini bisa

terselesaikan tepat pada waktunya.

2. Orang Tua saya yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada saya.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto,MP. Selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM. Selaku ketua jurusan Teknik Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Bapak Ir. Moch Tutuk Safirin, MT. Selaku Dosen Pembimbing I

7. Bapak Drs Pailan, Mpd. Selaku Dosen Pembimbing II

8. Dosen penguji Seminar 1 & 2 maupun Dosen Penguji Skripsi saya.

9. Ibu Khusnul Kamila selaku pembimbing lapangan di PT. Roda Lancar

Abadi – Sidoarjo dan Seluruh karyawan PT. Roda Lancar Abadi – Sidoarjo yang telah meluangkan waktunya terhadap penelitian saya.

10.Teman - teman dan Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

Skripsi saya.

11.Seluruh Assisten Laboratorium Pemrograman Komputer dan SSI Teknik


(3)

Dalam penulisan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya masih dapat di katakan jauh dari sempurna dan saya mohon maaf jika penulisan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini terdapat kesalahan. Dan semoga Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Surabaya, 25 November 2011

Hormat kami


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Peruumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Asumsi ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian kualitas ... 7

2.2 Six Sigma ... 10

2.3 DMAIC (define, measure, analyze, improve, control) ... 13

2.3.1 Define……….………. 13

2.3.2 Measure ……….……….…... 15


(5)

2.3.4 Improve... 18

2.3.5 Control... 19

2.4 CTQ (critical to quality)………. ... 20

2.5 DPMO (defects per million opportunities) ... 20

2.6 Kapabilitas Proses (process capability)... 22

2.6.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Atribut ... 23

2.7 Pareto ... 24

2.8 Diagram SIPOC (supplier, input, process, output, costumer)….. 27

2.9 Diagram Sebab - Akibat………. ... ..28

2.10 Failure Mode and Effect Analyze (FMEA)... ..30

2.11 Brainstorming ... ..33

2.12 Sepeda………. ... ..35

2.12.1 Bahan Baku Sepeda ... ..35

2.12.2 Proses Produksi Sepeda ... ..36

2.13 Penelitian Pendahulu………. ………37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 39

3.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 39

3.2.1 Identifikasi Variabel……….. 39

3.2.2 Definisi Operasional Variabel………40

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.4 Metode Pengolahan Data ... 41


(6)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Define ... .47

4.1.1 Identifikasi Obyek Penelitian………..47

4.1.2 Penyusunan Diagram SIPOC……… 49

4.2. Measure ... 50

4.2.1 Menentukan CTQ………. 50

4.2.2 Mengukur Baseline Kinerja……… .58

4.3 Analyze... 67

4.3.1 Analisis Hasil Pengukuran……….………. 67

4.3.2 Menentukan Akar Penyebab……….…………..…... 68

4.4 Improve ... 78

4.5 Control. ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 82

5.2. Saran... 83

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Konsep Six Sigma Motorola Dengan Distribusi Normal ... 10

2.2 Proses DMAIC... 13

2.3 Contoh Pareto... 26

2.4 Contoh Diagram SIPOC ... 28

2.5 Contoh Fish Bone Chart... 30

3.1 Langkah – Langkah Penelitian ... 43

4.1 Diagram SIPOC Produk Sepeda Phoenix ... 49

4.2 Diagram Pareto Bulan Januari 2011 ... 51

4.3 Diagram Pareto Bulan Februari 2011 ... 52

4.4 Diagram Pareto Bulan Maret 2011 ... 53

4.5 Diagram Pareto Bulan April 2011 ... 54

4.6 Diagram Pareto Bulan Mei 2011 ... 55

4.7 Diagram Pareto Bulan Juni 2011 ... 56

4.8 Diagram Pareto Bulan Januari _ Juni 2011... 57

4.9 Diagram Sebab Akibat hasil las tidak presisi ... 69

4.10 Diagram Sebab Akibat pengecatan yang tidak sempurna... 71

4.11 Diagram Sebab Akibat pemotongan pipa yang tidak rata... 73

4.12 Diagram Sebab Akibat pipa pecah dalam mesin penekuk pipa ... 74


(8)

DAFTAR TABEL

1.1 Data defect CTQ ... 2

2.1 Tabel Konversi Sigma Motorola... 21

2.2 Severity... 31

2.3 Occurrence... 32

2.4 Detection... 32

2.5 Contoh Penggunaan Nilai Risk Priority Number (RPN) ... 33

4.1 Data Pemeriksaan Pada Bulan Januari 2011- Juli 2011... 48

4.2 Data Defect CTQ ... 49

4.3 Data Persentasa Defect Bulan Januari 2011... 51

4.4 Data Persentasa Defect Bulan Februari 2011... 52

4.5 Data Persentasa Defect Bulan Maret 2011 ... 53

4.6 Data Persentasa Defect Bulan April 2011... 54

4.7 Data Persentasa Defect Bulan Mei 2011... 55

4.8 Data Persentasa Defect Bulan Juni 2011 ... 56

4.9 Data Persentasa Defect Bulan Januari _ Juni 2011 ... 57

4.10 Nilai DPMO dan Sigma Bulan Januari 2011 ... 59

4.11 Nilai DPMO dan Sigma Bulan Februari 2011 ... 60

4.12 Nilai DPMO dan Sigma Bulan Maret 2011 ... 62

4.13 Nilai DPMO dan Sigma Bulan April 2011 ... 63

4.14 Nilai DPMO dan Sigma Bulan Mei 2011 ... 64

4.15 Nilai DPMO dan Sigma Bulan Juni 2011... 66


(9)

4.17 COPQ (Cost of Poor Quality)Pada Level Sigma dan DPMO ... 68 4.18 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)... 79


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Sejarah Perusahaan PT. Roda Lancar Abadi ... A1

Proses Produksi Sepeda di PT. Roda Lancar Abadi ... A2

Tabel Acuan ... B Tabel Pengumpulan Data ... C1

Perhitungan Data Persentase Defect... C2

Perhitungan Nilai Sigma Menggunakan Kalkulator Sigma... C3

Perhitungan RPN Pada FMEA... C4

Tabel Konversi Kapabilitas Sigma... D Daftar Klaim Customer... E


(11)

ABSTRAKSI

PT. Roda Lancar Abadi yang berlokasi di Jl. Raya Sadang no 14 Kletek, Sukodono - Sidoarjo adalah salah satu industri besar di Indonesia yang bergerak dalam bidang produksi sepeda. PT. Roda Lancar Abadi berusaha melakukan pembenahan dalam hal produksi, hal ini di karenakan masih adanya defect dari setiap hasil produksi. Pembenahan ini di harapkan dapat menekan biaya produksi, yaitu dengan semakin kacilnya kecacatan dari hasil produksi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui baseline kinerja dan

faktor –faktor yang mempengaruhi kualitas dan menentukan tindakan perbaikan untuk memperbaiki kualitas produk sepeda. Metode yang digunakan untuk menganalisis kualitas produk sepeda ini (pada hal ini hanya di khususkan untuk

sepeda dengan merk Phoenix) adalah siklus perbaikan terus-menerus DMAIC.

Dengan metode ini nantinya akan diperoleh tingkat DPMO dan level sigma dari

kualitas produk yang mereka buat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja proses selama bulan Januari – Juni 2011 menghasilkan tingkat DPMO = 207 dan level sigma = 5 dengan pemeriksaan sebanyak 56000 dan defect sebanyak 58. Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil tersebut adalah karena tidak dilakukan perawatan yang rutin pada mesin, operator yang kurang teliti, serta lingkungan kerja yang kurang nyaman, dan untuk memperbaikinya harus dilakukan pembenahan pada faktor – faktor tersebut.


(12)

ABSTRAKSI

PT. Roda Lancar Abadi located on Jl. Sadang Raya No.14 Kletek, Sukodono – Sidoarjo is one of the major industries in Indonesia are engaged in the production of bicycles. PT. Roda Lancar Abadi tried to reform in terms of production, it is in because of the persistence of the defect of each production. This reform is expected to reduce production costs, namely by increasing small disability of the output.

The purpose of this study was to determine baseline performance and the factors that affect the quality and determine corrective actions to improve product quality bicycles. The method used to analyze the quality of this bike product (in this case only on bikes with brands specialize to Phoenix) is a cycle of continuous improvement DMAIC. By this method will be obtained and the level DPMO sigma levels of quality products they make.

The results showed that the performance of the process during January – June 2011 yielding a level DPMO = 207 and sigma = 5 with the examination of as many as 56000 and 58 defects. Factors – factors affecting these results is because they do not do regular maintenance on the machine, the less scrupulous operators, as well as less comfortable working environment, and to fix it must be done revamping the factors – these factors.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Adanya persaingan antar produk yang semakin ketat dewasa ini menuntut setiap perusahaan memberikan yang terbaik bagi konsumennya. Kualitas merupakan salah satu jaminan yang harus diberikan dan dipenuhi oleh perusahaan kepada pelanggan. Termasuk pada kualitas produk. Karena kualitas suatu produk merupakan salah satu kriteria penting yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih produk. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara terus – menerus dari perusahaan sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan pelanggan.

PT. Roda Lancar Abadi yang berlokasi di Jl. Raya Sadang no 14 Kletek, Sukodono - Sidoarjo merupakan salah satu industri besar di Indonesia yang bergerak dalam bidang manufaktur yang mengolah dari bahan baku berupa pipa panjang dari berbagai jenis ukuran menjadi sepeda dengan berbagai jenis dan ukuran. PT Roda Lancar Abadi berusaha melakukan pembenahan baik dalam hal produksi maupun manajemen. Pembenahan di harapkan dapat menekan biaya produksi, yaitu semakin kecilnya kecacatan dari hasil produksi. Sejalan dengan meningkatnya kualitas produk di harapkan agar lebih bisa bersaing dengan pasar baik dalam maupun luar negeri.

Saat ini kualitas produk sepeda di PT. Roda Lancar Abadi dapat dikatakan

belum maksimal, hal ini ditunjukkan oleh adanya defect pada hasil produksi yang


(14)

Tabel 1.1 Data Defect CTQ

Bulan Total pemeriksaan (unit) Total defect (unit) Persen (%)

Januari 2011 5000 10 0.2%

Februari 2011 7500 8 0.11%

Maret 2011 10000 7 0.07%

April 2011 11000 10 0.1%

Mei 2011 11500 10 0.09%

Juni 2011 11000 13 0.11%

Jumlah 56000 58 0.1%

Sumber : data internal perusahaan

Dari tabel 1.1 menunjukkan defect terendah terdapat pada bulan Maret dengan defect sebanyak 7 unit dengan total pemeriksaan sebanyak 10000 unit dan persentase sebesar 0.07%.Dan defett tertinggi terdapat pada bulan Juni dengan defect sebanyak 13 unit dengan total pemeriksaan sebanyak 11000 unit dan persentase sebesar 0.11%.Dan untuk defect keseluruhan pada bulan Januari – Juni dengan total defect sebanyak 58 dengan total pemeriksaan sebanyak 56000 dengan persentase sebesar 0.1%.

Untuk itu Six sigma paling tepat didefinisikan sebagai metode peningkatan

proses bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktifitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, serta mencapai tingkat pendayagunaan asset yang lebih tinggi,

Penggunaan metode DMAIC untuk menganalisis kualitas akan dapat mengetahui pokok karakteristik kualitas apa saja yang diinginkan oleh pelanggan yang selanjutnya akan diukur kinerja proses produksi dari segi tingkat DPMO


(15)

Sigma, tingkat kegagalannya adalah 3.4 kegagalan per satu juta kesempatan. Metode ini disusun berdasarkan sebuah metodologi penyelesaian yang sederhana

– DMAIC, yang merupakan singkatan dari define (merumuskan), measure

(mengukur), analyze (menganalisa), improve (meningkatkan/memperbaiki), dan

control (mengendalikan) yang menggabungkan bermacam-macam perangkat

statistic serta pendekatan perbaikan proses lainnya.

Dengan demikian diharapkan penelitian menggunakan metode DMAIC ini mampu meningkatkan kualitas produk dan menekan jumlah cacat produk seminimal mungkin.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

“ Berapa tingkat kualitas dari produk sepeda Phoenix di PT. Roda Lancar Abadi pada kondisi saat ini?”

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan hanya pada produk sepeda Phoenix

2. Pengambilan data dilakukan pada bulan juli 2011

3. Peneliti hanya menerapkan satu siklus DMAIC

4. Tahap Improve hanya sebatas usulan pada pihak perusahaan


(16)

1.4 Asumsi

Adapun asumsi-asumsi dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tidak ada perubahan kebijakan manajemen selama penelitian berlangsung.

2. Proses produksi berjalan stabil dan tidak ada perubahan yang berarti.

3. Tim brainstorming pihak perusahaan dianggap sudah mampu mengetahui permasalahan yang ada.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

 Mengukur tingkat kualitas (level sigma) di PT. Roda Lancar Abadi saat ini.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Manfaat Bagi Perusahaan :

- Dengan adanya penerapan metode six sigma, pihak perusahaan dapat

memperbaiki kualitas produknya.

- Dapat menambah pengetahuan mengenai prioritas tindakan perbaikan dan


(17)

2. Bagi Peneliti :

- Menambah pengetahuan mengenai proses produksi pembuatan sepeda

Phoenix.

- Menambah pengetahuan mengenai analisis kualitas produk dengan

pendekatan six sigma.

3. Manfaat bagi Universitas

- Menambah bahan masukan/referensi mengenai kebenaran teori Six

Sigma.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat, asumsi, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi tentang landasan teori-teori yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian sebagai penunjang untuk mengolah dan menganalisa data-data yang diperoleh secara langsung maupun

tidak langsung yaitu teori tentang six sigma.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang langkah-langkah dalam melakukan penelitian, mulai dari lokasi pencarian data, metode pengambilan


(18)

data, identifikasi variabel, dan metode pengolahan data, yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian selama pelaksanaan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi tentang data-data yang telah terkumpul, kemudian diolah dengan menggunakan metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini merupakan penutup tulisan yang berisi kesimpulan dan saran mengenai analisa yang telah dilakukan sehingga dapat memberikan suatu rekomendasi sebagai masukan ataupun perbaikan bagi pihak perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengendalian Kualitas

Ada dua segi umum tentang kualitas yaitu kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat kualitas. Kualitas rancangan adalah istilah teknik terkait dengan perbedaan dalam variasi tingkat kualitas yang memang disengaja meliputi jenis bahan, daya tahan, keandalan, misalnya semua mobil mempunyai tujuan dasar memberikan angkutan yang aman bagi konsumen, tetapi mobil–mobil berbeda dalam ukuran, penentuan, rupa, dan penampilan. Perbedaan–perbedaan ini adalah hasil perbedaan rancangan yang disengaja antara jenis–jenis mobil itu, jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan, daya tahan dalam proses pembuatan, keandalan yang diperoleh melalui pengembangan teknik mesin dan bagian–bagian penggerak, dan

perlengkapan atau alat-alat yang lain. (Montgomery, 1998).

Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk yang sesuai dengan

spesifikasi dan kelonggaran yang diisyaratkan oleh rancangan. Kualitas kecocokan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan kualitas (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan) yang digunakan, seberapa jauh prosedur jaminan kualitas ini diikuti, dan motivasi angkatan kerja untuk mencapai

kualitas. (Montgomery, 1998).

Pengendalian kualitas didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari pemeriksaan atau pengujian analisis dan tindakan-tindakan yang harus diambil


(20)

dengan memanfaatkan kombinasi seluruh peralatan dan teknik-teknik, guna

mengendalikan kualitas produk dengan ongkos minimal (Montgomery, 1998).

Dalam istilah “Kendali Kualitas”, mengandung pengertian bahwa “Kualitas” bukan berarti terbaik di dunia industri kata itu berarti “terbaik dalam memuaskan

kebutuhan pelanggan tertentu” (Montgomery, 1998).

Montgomery mengemukakan 2 hal penting dari kebutuhan konsumen yaitu fungsi dan harga produk, dua syarat ini tercemin dalam beberapa

kondisi-kondisi produk, diantaranya :

1. Kondisi Spesifikasi dimensi dan karakteristik

2. Umur produk dan keandalan

3. Standar yang relevan

4. Biaya rekayasa, pembuatan dan mutu

5. Pembuatan (persyaratan produksi)

6. Fungsi, pemeliharaan dan pemasangan di lapangan

7. Biaya-biaya operasi dan pemakaian konsumen

Berdasarkan hal diatas jelaslah kualitas tidak hanya berkaitan dengan mutu teknis produk, tetapi juga nilai ekonomisnya, sehingga kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam produk dan jasa.

Tujuan pelaksanaan pengendalian kualitas adalah :

1 Pencapaian kebijaksanaan dan target perusahaan secara effesien

2 Perbaikan hubungan manusia

3 Peningkatan moral karyawan


(21)

Dengan mengarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan diatas akan terjadi peningkatan produktivitas dan probabilitas usaha. Secara khusus dapat pula diungkapkan bahwa tujuan pengendalian kualitas adalah :

1. Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan

2. Penurunan ongkos kualitas secara keseluruhan (Lindsay, 2007)

Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya terdiri dari 4 langkah yaitu :

1. Menetapkan standar, yaitu standar kualitas biaya, standar kualitas prestasi

kerja, standar kualitas keamanan dan standar kualitas keandalan yang diperlukan untuk suatu produk

2. Menilai kesesuaian antara produk yang dibuat dengan standar

3. Mengambil tindakan bila diperlukan, yaitu mencari penyebab timbulnya

masalah dan mencari pemecahan masalah

4. Perencanaan peningkatan, berupa pengembangan usaha-usaha yang

continue untuk memperbaiki standar-standar biaya, prestasi keamanan dan keandalan.

Kegiatan pengendalian kualitas yang menunjang tercapainya standar kualitas tertentu tersebut, melibatkan unsur–unsur manusia, mesin, peralatan, spesifikasi dan metode pengujian.

Dengan adanya pengendalian diharapkan penyimpangan-penyimpangan yang muncul dapat dikurangi dan proses dapat diarahkan pada tujuan yang dicapai. Oleh karena itu fungsi pengendalaian kualitas ini harus dilaksanakan


(22)

2.2 Six Sigma

Six Sigma, pertama kali dikembangkan oleh Bill Smith, Vice President Motorola Inc.. (Harry, Mikel J., 1988). Six Sigma, yang dikenal luas sebagai teknik yang memungkinkan suatu perusahaan mencapai kesempurnaan dalam mutu produk yang dihasilkan, pertama kali dikembangkan sebagai desain praktis

untuk peningkatan proses manufaktur dan mengeliminasi kerusakan (defect),

namun akhirnya diaplikasikan secara luas dalam berbagai tipe perusahaan. Dalam

Six Sigma, defect diartikan sebagai segala keluaran dari proses yang tidak memenuhi spesifikasi pelanggan atau segala hal yang dapat mengakibatkan keluaran (produk) yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.

T

- 1,5 sigma +1,5 sigma

mean

LSL USL

- 6sigma - 3sigma - 2sigma - 1sigma + 1sigma + 2sigma + 3sigma + 6 sigma

Gambar 2.1 Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Normal bergeser 1,5–Sigma.


(23)

Doktrin utama dari Six Sigma, adalah :

 Usaha yang terus-menerus untuk mencapai hasil proses yang secara stabil dan

terprediksi (yaitu pengurangan variasi dalam proses) merupakan hal terpenting dalam kesuksesan bisnis

 Manufaktur (proses produksi) dan proses bisnis harus memiliki karakteristik

yang dapat diukur, dianalisis, ditingkatkan dan dikontrol

 Pencapaian peningkatan kualitas yang berkelanjutan membutuhkan komitmen

dari seluruh organisasi, utamanya dari Top Manajemen.

Dalam Six Sigma dikenal istilah DPMO (Defect Per Million Opportunities),

yaitu besarnya kemungkinan terjadinya kerusakan (defect) dalam setiap sejuta

kesempatan. Jadi, misalnya suatu perusahaan, seperti Motorola Inc., telah mencapai level 3,4 DPMO maka dalam setiap 1 juta proses/produk kemungkinan

terjadi 3,4 proses/produk yang cacat. Sehingga jika dibuat rejection rate-nya

sebesar 0,00034% (bandingkan dengan rejection rate industri farmasi rata-rata 5 –

10%). Motorola Inc., mengklaim bahwa dengan melaksakan jurus ini, mereka bisa

menghemat lebih dari US$ 17 juta (About Motorola University.

http://motorola.com/content).

Six Sigma , terbagi menjadi 2 metode, yaitu DMAIC dan DMADV. DMAIC digunakan untuk proyek-proyek yang ditujukan untuk peningkatan pada

perusahaan yang telah exist, dan DMADV digunakan untuk produk baru atau

proses desain.


(24)

Define, yaitu penetapan masalah yang juga bisa merupakan keluhan dari pelanggan, tujuan dari suatu proyek, atau spesifikasi yang diinginkan

Measure, yaitu pengukuran aspek-aspek kunci dari proses yang ada saat ini dan proses pengumpulan data-data yang relevan

Analysis, yaitu melakukan analisa terhadap data-data yang telah dikumpulkan untuk dilakukan penyelidikan dan memverifikasi hubungan sebab-akibat (akar permasalahan).

Improve, yaitu perbaikan atau optimalisasi dari proses yang ada saat ini

berdasarkan analisis data menggunakan teknik-teknik misalnya design

experiment, poka yoke atau pembuktian kesalahan yang selanjutnya menciptakan atau menetapkan standar baru

Control, yaitu pengendalian atau pemantauan terhadap proses atau standar baru yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa setiap penyimpangan

harus telah dikoreksi sebelum terjadi defect (kerusakan).

Sedangkan DMADV (juga dikenal dengan nama DFSS – Define For Six Sigma)

adalah singkatan dari:

Define, yaitu pemastian bahwa hasil akhir dari desain akan konsisten dengan keinginan/kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan

Measure, yaitu ukur dan identifikasi hal-hal kritis yang berpengaruh terhadap kualitas, kapabilitas produk, kapabilitas proses produksi dan resiko

Analysis, yaitu Analisis untuk pengembangan dan desain alternatif, ciptakan desain dengan level yang tinggi dan evaluasi kapabilitas desain untuk mendapatkan desain yang terbaik


(25)

Design, yaitu detail dari desain, optimasi dan rencanakan verifikasi dari desain.

Verify, yaitu pemastian desain, set-up, implementasi dari proses produksi dan

sampaikan rancangan tersebut kepada pemilik proses.( Pande, 02)

2.3 DMAIC (Define, measure, analyze, improve, control)

DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus–menerus menuju

target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu

pengetahuan dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah–langkah proses yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran–pengukuran baru, dan

menetapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma. (

Gaspersz, 2002).

2.3.1 Define

Define merupakan langkah operasional pertama dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk

dilakukan adalah identifikasi produk dan/atau proses yang akan diperbaiki. Kita harus menetapkan prioritas utama tentang masalah-masalah dan/atau kesempatan


(26)

peningkatan kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek terbaik adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sesuai dengan kebutuhan, kapabilitas dan tujuan organisasi. Langkah kedua yaitu pernyataan

tujuan proyek harus ditetapkan untuk setiap proyek Six Sigma yang terpilih.

Pernyataan tujuan yang benar adalah apabila mengikuti prinsip SMART sebagai berikut :

Specific Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus bersifat spesifik yang dinyatakan dengan tegas. Tim peningkatan

kualitas Six Sigma harus menghindari pernyataan-pernyataan

tujuan yang bersifat umum dan tidak spesifik. Pernyataan tujuan seyogianya menggunakan kata kerja, seperti : menaikkan, menurunkan, menghilangkan, dll.

Measurable Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat diukur menggunakan indikator pengukuran yang tepat guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan-ulang, dan tindakan perbaikan diwaktu mendatang. Pengukuran harus mampu memunculkan fakta-fakta yang di-nyatakan secara kuantitatif menggunakan angka-angka.

Achievable Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat

dicapai melalui usaha-usaha yang menantang

(challenging effort).

Result-oriented Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus berfokus pada hasil-hasil berupa pencapaian target-target kualitas yang


(27)

per million opportunities), peningkatan kapabilitas proses (cpm;cpmk), dll.

Time-bound Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus menetapkan batas waktu pencapaian tujuan itu dan harus dicapai

secara tepat waktu. (Pande,2002)

2.3.2 Measure

Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam

tahap Measure, yaitu :

1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang

berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.

2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada

tingkat proses, output dan outcome.

Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu kita harus membedakan apakah data yang diukur itu merupakan data variabel atau data atribut. Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel

bersifat continue. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter

pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi,

diameter, volume.Data atribut merupakan data kualitatif yang dihitung

menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut bersifat diskrit. Contoh data atribut karakteristik kualitas


(28)

adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan lain-lain.

3. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses, output,

dan outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja (performance baseline)

pada awal proyek Six Sigma. Baseline kinerja dalam proyek Six Sigma

biasanya diterapkan menggunakan satuan pengukuran DPMO dan tingkat

kapabilitas sigma (sigma level). Sesuai dengan konsep pengukuran yang

biasanya diterapkan pada tingkat proses, output dan outcome, maka baseline

kinerja juga dapat ditetapkan pada tingkat proses, output dan outcome.

Pengukuran biasanya dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output dari

proses dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. (Pzydek, 2002)

2.3.3 Analyze

Tahap ini merupakan langkah operasional ketiga dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah

beberapa hal sebagai berikut :

1. Menentukan kapabilitas/kemampuan dari proses.

Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas Six Sigma


(29)

produk menuju tingkat kegagalan nol. Kemampuan proses didefinisikan sebagai “ukuran statistik dari variansi yang inheren pada suatu peristiwa tertentu dalam proses yang stabil.”

Cpm =

2 2

6 x T s

LSL USL

 

Dimana : Cpm = indeks kapabilitas proses (Process Capability Indeks)

USL = batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit)

LSL = batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit)

T = target

s = standart deviasi

x = arithmetic mean

Kriteria penilaian indeks kapabilitas proses sebagai berikut : Cpm > 2,00 : maka proses dianggap mampu (capable)

Cpm = 1,00 – 1,99 : maka proses dianggap mampu namun perlu upaya upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia.

Cpm < 1,00 : maka proses dianggap tidak mampu (not capable)

Semakin tinggi Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas yang diinginkan pelanggan.

Menurut (Gasperz, 2002) bahwa analisis kapabilitas proses Cpm dan

Cpk tidak dapat diterapkan pada data atribut karena data tersebut

mengikuti pola distribusi binomium. Data atribut sering berbentuk kategori


(30)

2. Mengidentifikasi sumber–sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan,

dapat menggunakan Fishbone diagram (cause andeffect diagram). Dengan

analisa cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah

masalah, atau dalam beberapa kasus, merupakan akibat atau hasil yang diinginkan dan membuat daftar terstruktur dari penyebab potensial.

Setelah akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan, dimasukkan ke

dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan

sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu : 1) Manpower ( tenaga kerja ).

2) Machines ( mesin-mesin ). 3) Methods ( metode kerja ).

4) Material ( bahan baku dan bahan penolong ).

5) Media (surat kabar). 6) Motivation ( motivasi ). 7) Money ( keuangan ).

( Pzydek, 2002 )

2.3.4 Improve

Tahap Improve merupakan langkah operasional keempat dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah ini dilakukan setelah sumber–sumber

dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi. Pada tahap ini ditetapkan


(31)

Sigma. Tool yang digunakan untuk tahap improve ini adalah FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).

Pada tahap ini tim peningkatan kualitas Six Sigma harus memutuskan apa

yang harus dicapai serta alasan kegunaan rencana tindakan itu harus dilakukan, dimana rencana tindakan itu akan dilakukan, bilamana rencana tindakan itu akan dilakukan, siapa yang akan menjadi penanggung jawab dari rencana tindakan itu, bagaimana melaksanakan, dan berapa besar biaya untuk melaksanakan serta

manfaat positif yang diterima dari implementasi rencana tindakan itu.(Gasper,

2002)

2.3.5 Control

Tahap ini merupakan langkah operasional kelima dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil–hasil peningkatan kualitas di

dokumentasikan dan disebarluaskan, praktek–praktek terbaik yang sukses dalam peningkatan proses standardisasikan dan disebarluaskan, prosedur–prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standard, serta kepemilikan atau

tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung

jawab, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini.

Tujuan dari standardisasi adalah menstandardisasikan sistem kualitas

Six Sigma yang telah terbukti menjadi terbaik dalam bisnis kelas dunia.

Hasil–hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus

distandardisasikan, dan selanjutnya dilakukan peningkatan terus–menerus pada

jenis masalah yang lain melalui proyek–proyek Six Sigma yang lain mengikuti


(32)

2.4 CTQ (critical to quality)

CTQ merupakan karakteristik kualitas yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap suatu produk. CTQ dapat diklasifikasi kedalam tiga kategori, seperti yang disarankan oleh professor dari jepang, Noriaki Kano:

1. Penyebab ketidak puasan : sesuatu yang diharapkan didalam suatu produk atau

jasa. Pada sebuah mobil, radio, pemanas, dan fitur-fitur keselamatan yang penting merupakan beberapa contoh yang tidak diminta langsung oleh pelanggan tetapi diharapkan ada di dalam produk tersebut. Jika fitur-fitur ini tidak ada, maka pelanggan akan merasa tidak puas.

2. Penyebab kepuasan : sesuatu yang diinginkan oleh pelanggan. Banyak

pembeli mobil menginginkan atap mobil, jendela otomatis, atau rem antikunci. Meskipun kebutuhan-kebutuhan ini tidak diminta oleh pelanggan. Memenuhi kebutuhan ini akan menciptakan kepuasan.

3. Pembuat senang : fitur baru atau otomatis yang tidak diharapkan pelanggan.

Adanya fitur yang tidak diharapkan, seperti tombol prakiraan cuaca di radio atau kontrol audio khusus di kursi belakang yang terpisah yang memberi kesempatan pada anak-anak untuk mendengarkan music yang berbeda dari

orang tua mereka, menghasilkan persepsi kualitas yang lebih tinggi. (Pzydek,

2002).


(33)

Defect adalah kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh

pelanggan. Sedangkan Defects per Opportunity (DPO) merupakan ukuran

kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang

menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan. Dihitung menggunakan formula DPO = banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan dibagi dengan (banyaknya unit yang diperiksa dikalikan banyaknya CTQ potensial yang menyebabkan cacat atau kegagalan itu). Besaran DPO ini, apabila

dikalikan dengan konstanta 1.000.000, akan menjadi ukuran Defect Per Million

Opportunities (DPMO).

Defects Per Million Opportunities (DPMO) merupakan ukuran kegagalan

dalam program peningkatan Six Sigma , yang menunjukkan kegagalan per satu

juta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma Motorola, sebesar

3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat

dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai dalam satu

unit produk tunggal terdapat rata–rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik CTQ adalah hanya 3,4 kegagalan per satu juta kesempatan.

Saat ini pihak Motorola telah membuat gambaran kapabilitas sebuah proses dalam perbandingan antara sigma dan DPMO yang ditunjukkan di tabel 2.1

Tabel 2.1 Tabel konversi Sigma Motorola

Presentase yang

memenuhi spesifikasi DPMO Sigma

30,9 % 69,2 % 93,3 % 99,4 %

690.000 308.000 66.800

6.210

1 2 3 4


(34)

99,98 % 99,9997 %

320 3,4

5 6

(Sumber : Gasperz, V., 2002)

Keterangan :

- Pada nilai DPMO sebesar 690.000 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 1 sigma dengan prosentase sebesar 30,9 %

- Pada nilai DPMO sebesar 308.000 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 2 sigma dengan prosentase sebesar 69,2 %

- Pada nilai DPMO sebesar 66.800 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 3 sigma dengan prosentase sebesar 93,3 %

- Pada nilai DPMO sebesar 6.210 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 4 sigma dengan prosentase sebesar 99,4 %

- Pada nilai DPMO sebesar 320 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 5 sigma dengan prosentase sebesar 99,98 %

- Pada nilai DPMO sebesar 3,4 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 6 sigma dengan prosentase sebesar 99,9997 %

2.6 Kapabilitas Proses (Process Capability)

Kapabilitas proses adalah kemampuan proses untuk memproduksi atau

menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan.

Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas Six Sigma ditunjukkan

melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju


(35)

kapabilitas proses menjadi sangat penting untuk dipahami dalam implementasi

program Six Sigma.

Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu :

1 Data Attribut (Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung

menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan

analisis. Data attribut bersifat diskrit. Contoh data attribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat karena corelap, dana lain-lain. Data attribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans/ketidaksesuaian atau cacat/kegagalan terhadap spesifikasi kualitas yang ditetapkan.

2 Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur

menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah ; diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat,

panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel. (Pzydek,

2002).

2.6.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Attribut

Berikut ini akan dibahas tentang teknik memperkirakan kapabilitas proses


(36)

melalui perhitungan-bukan pengukuran langsung). Pada umumnya data atribut hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK.

Menurut (Gaspersz, 2002) Langkah-langkahnya :

1. Proses apa yang ingin anda tahu ?

2. Berapa banyak unit yang dikerjakan melalui proses?

3. Berapa banyak unit transaksi yang gagal

4. Hitung tingkat cacat berdasarkan langkah 3

(langkah 3) / (langkah 2)

5. Tentukan banyaknya CTQ potensial yang dapat mengakibatkan cacat

Banyaknya karakteristik CTQ

6. Hitung peluang tingkat cacat per karakteristik CTQ

(langkah 4) / (langkah 5)

7. Hitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan (DPMO)

(langkah 6) x 1.000.000

8. Konversi DPMO (langkah 7) ke dalam nilai sigma

9. Buat kesimpulan

DPO = Banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan

(Banyaknya unit yang diperiksa x banyaknya kegagalan)

DPMO = DPO x 1.000.000


(37)

Analisis pareto adalah proses dalam mempersingkat kesempatan untuk menentukan yang mana dari kesempatan potensial yang banyak harus dikejar lebih dahulu. Ini juga dikenal sebagai “memisahkan sedikit yang penting dari

banyak yang sepele”. Dengan bentuknya yang seperti batang, diagram pareto

dapat membantu untuk mengidentifikasikan kejadian-kejadian atau penyebab masalah yang paling umum. Diagram pareto hanya digunakan pada data yang bersifat diskrit, tujuannya adalah mempermudah pihak perbaikan kualitas untuk menentukan jenis-jenis kesalahan manakah yang harus menjadi prioritas utama perbaikan dalam upaya untuk peningkatan kualitas.

Analisis pareto harus digunakan pada berbagai tahap dalam suatu program peningkatan kualitas untuk menentukan langkah mana yang diambil berikutnya. Analisis pareto digunakan untuk menjawab pertanyaan seperti”departemen apa yang harus memiliki tim SPC berikutnya?” atau “pada jenis kerusakan apa kita

seharusnya mengkonsentrasikan usaha kita?” (pyzdek, 2002)

Sedangkan menurut (Gaspersz, 2002) pareto adalah grafik batang yang

menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.

Pada dasarnya diagram pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi untuk :

 Menentukan frekuensi relative dan urutan pentingnya masalah-masalah atau


(38)

 Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat rangking terhadap masalah-masalah atau penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.

Gambar 2.3 Contoh Pareto

(Sumber : www.google.com)

Langkah-langkah pembuatannya :

1. Menentukan masalah apa yang akan diteliti.

2. Membuat suatu ringkasan daftar atau table yang mencatat frekuensi kejadian

dari masalah yang telah diteliti dengan lembar periksa.

3. Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari

yang tertinggi ke yang terendah.

4. Menggambar 2 buah garis vertikal dan garis horizontal.


(39)

7. Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas penyebab utama dari masalah yang sedang terjadi.

2.8 Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer)

SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer) digunakan untuk

menunjukkan aktivitas mayor, atau subproses dalam sebuah proses bisnis,

bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses, yang disajikan dalam Supplier,

Input, Process, Output, Costumer. Dalam mendefinisikan proses-proses kunci beserta pelanggan yang terlibat dalam suatu proses yang dievaluasi dapat didekati

dengan model SIPOC (supplier-Inputs- Process- Output-Costumer). Model

SIPOC adalah paling banyak digunakan manajemen dalam peningkatan proses. Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas,

yaitu: (Gasperz,2002)

Suppliers adalah orang atau kelompok orang yang memberikan informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat dianggap sebgai

petunjuk pemasok internal (internal suppliers).

Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers) kepada proses.

Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi-dan secara ideal

menambah nilai kepada inputs (proses trnasformasi nilai tambah kepada


(40)

Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri

manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi

(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi kunci dari proses.

Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang menerima

outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses

sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal customers).

Gambar 2.4 Contoh Diagram SIPOC

(Sumber : www.google.com)

2.9 Diagram Sebab-Akibat

Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan factor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut diagram tulang ikan


(41)

ishikawa (ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh prof.

Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1943.(gaspersz,2002)

Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan berikut:

 Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah

 Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah

 Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat dapat dikemukakan sebagai berikut :

 Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak

untuk diselesaikan.

 Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat

(effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas , kemudian gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak.

 Tuliskan faktor-faktor penyebab utama yang mempengaruhi masalah kualitas

sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak. Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor; manusia, mesin, peralatan, material, metode, lingkungan, dll, atau stratifikasi melalui langkah-langkah actual dalam proses. Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori dapat


(42)

 Tuliskan penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-penyebab utama, serta penyebab-penyebab-penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai tulang berukuran sedang.

 Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab

sekunder, serta penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan sebagai tulang berukuran kecil.

 Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-faktor

penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas.

 Catatlah informasi yang perlu di dalam diagram sebab-akibat itu.

Gambar 2.5 Contoh Fish bone chart

(Sumber : www.google.com)

2.10 Failure Mode and Effect Analyze (FMEA)

FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan). Dengan mendasarkan aktifitas pada FMEA, seorang manajer, tim perbaikan, atau pemilik proses dapat memfokuskan enerji dan sumber daya pada pencegahan, monitoring, dan rencana-rencana tanggapan yang paling mungkin untuk


(43)

Langkah – langkah proses implementasi FMEA adalah sebagai berikut :

 Tetapkan dan gambarkan proses yang akan dianalisa (tahapan define dari

DMAIC)

 Tetapkan keseriusan nilai (dengan Brainstorming) untuk :

1. Keseriusan (severity) akibat kesalahan terhadap proses lokal, proses

lanjutan dan konsumen

2. Tingkat keseringan terjadinya suatu kesalahan (occurance) karena

penyebab potensial

3. Cara mendeteksi kesalahan akibat penyebab potensial muncul (detection)

(tahapan measure dari DMAIC)

Brainstorming kesalahan dari tiap tahapan proses, potensial causes dan

alat deteksi kesalahan yang ada (tahapan Analyze dari DMAIC)

 Masukan kriteria nilai yang sesuai untuk masing – masing akibat atau

efek kesalahan, penyebab potensial dan alat kontrol

 Dapatkan RPN (Risk Potensial Number) dengan menganalisa S.O.D

(Severity, Occurance, Detection)

 Rumus RPN = Severity x Occurance x Detection

Severity menunjukkan nilai keseriusan masalah yang timbul pada proses

setempat, proses selanjutnya dan end user. Adapun nilai – nilai yang

menggambarkan severity bisa diinterpretasikan seperti pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Severity

Rating Kriteria Deskripsi

1. Negligigible Severity Pengaruh buruk yang dapat diabaikan

2. Mild Severity Pengaruh buruk yang ringan atau sedikit

3. Mild Severity Pengaruh buruk yang ringan atau sedikit

4. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat

(masih berada dalam batas toleransi)


(44)

(masih berada dalam batas toleransi)

6. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat

(masih berada dalam batas toleransi)

7. High Severity Pengaruh buruk yang tinggi

(berada di luar batas toleransi)

8. High Severity Pengaruh buruk yang tinggi

(berada di luar batas toleransi)

9. Potensial Safety Problems Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya

(berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial)

10. Potensial Safety Problems Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya

(berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial)

Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah yang terjadi karena

potential cause. Adapun nilai – niali yang menggambarkan occurrence bisa diinterpretasikan seperti pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Occurrence

Rating Tingkat kegagalan Deskripsi

1. 1 dalam 1.000.000 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang

mengekibatkan mode kegagalan

2. 1 dalam 20.000 Kegagalan akan jarang terjadi

3. 1 dalam 4.000 Kegagalan akan jarang terjadi

4. 1 dalam 1.000 Kegagalan agak mungkin terjadi

5. 1 dalam 400 Kegagalan agak mungkin terjadi

6. 1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi

7. 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi

8. 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi

9. 1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

10. 1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

Detection merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi potential cause. Adapun nilai – nilai yang menggambarkan detection bisa diinterpretasikan seperti pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Detection

Rating Degree Deskripsi

1. Very high Secara otomatis proses bisa mendeteksi kesalahan yang terjadi

2. Very high Hampir semua kesalahan bisa dideteksi oleh alat kontrol (visual

pada bentuk barang dan ada doublechecking)

3. High Alat kontrol cukup awal untuk mendeteksi kesalahan (visual


(45)

pada kode barang)

5. Moderate Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan (visual pada jumlah

barang)

6. Moderate Alat kontrol cukup bisa mendeteksi kesalahan (visual pada

susunan barang)

7. Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan rendah

(pengamatan fisik)

8. Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan sangat

rendah (perubahan warna)

9. Very low Alat kontrol tidak bisa diandalkan untuk mendeteksi kesalahan

(feeling berdasar pengalaman masa lalu)

10. Nil Tidak ada yang bisa digunakan untuk mendeteksi kesalahan

 Pusatkan perhatian pada RPN yang tertinggi dan lakukan perbaikan pada

potential cause-nya atau alat kontrolnya atau bahkan pada efeknya. (tahapan

improve pada DMAIC)

 Tetapkan implementasi action plan (tahapan improve pada DMAIC)

 Ukur perubahan RPN yang terjadi (tahapan control pada DMAIC)

 Jika RPN-nya (baru) masih lebih besar RPN tertinggi terdahulu, maka kembali

ke tahapan Brainstorming hingga nilai RPN-nya turun.

Pada tabel 2.5 diberikan contoh penggunaan nilai RPN.

Tabel 2.5Contoh penggunaan nilai Risk Priority Number (RPN)

S O D RPN Artinya

8 8 1 64 Sering terjadi dan cukup serius akibatnya meskipun ada

alat control otomatis untuk memberitahukan kesalahan proses yang terjadi

8 1 9 72 Jarang terjadi dan cukup serius akibatnya dan alat control

yang ada belum bisa diandalkan untuk memberitahukan kesalahan proses yang terjadi

1 8 9 72 Sering terjadi dan akibat yang ditimbulkan tidak serius dan

alat control yang ada belum bisa diandalkan untuk memberitahukan kesalahan proses yang terjadi


(46)

Brainstorming membantu membangkitkan ide-ide alternative dan persepsi

dalam suatu tim kerja sama (teamwork) yang bersifat terbuka dan bebas (tidak

malu-malu). Brainstorming dapat digunakan berkaitan dengan hal-hal berikut:

(gaspersz,2002)

 Menentukan penyebab yang mungkin dari masalah-masalah dalam proses atau

solusi terhadap masalah masalah itu.

 Memutuskan masalah apa (atau kesempatan peningkatan apa) yang perlu

diselesaikan.

 Anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan menyumbangkan ide-ide

kreatif mereka.

 Menginginkan untuk menjaring sejumlah besar persepsi alternatif

 Kreatifitas merupakan outcome yang diinginkan.

 Fasilitator dapat secara efektif mengelola tim kerja sama itu.

( Gasper, 2001)

Untuk dapat melaksanakan brainstorming, dapat mengikuti langkah-langkah

berikut :

 Menyatakan pertanyaan masalah secara jelas

 Semua anggota dari kelompok harus berpikir dan membuat catatan-catatan.

 Setiap ide atau respon yang diberikan oleh anggota kelompok tidak boleh

dikritik atau diberi komentar.

 Setiap ide atau respon dari anggota kelompok dicatat tanpa memberikan

komentar.

 Setiap anggota kelompok diminta memberikan ide atau respon, tidak boleh


(47)

 Setiap anggota kelompok menyiapkan suatu rangking dari ide-ide atau respon yang diterima itu.

 Rangking individual terhadap ide-ide atau respon tersebut kemudian

diperbandingkan.

 Memperioritaskan untuk memilih ide-ide terbaik dari berbagai ide atau respon

yang dikemukakan itu.

2.12 Sepeda

Sepeda adalah kendaraan roda dua paling sederhana, murah, mudah di operasikan dan ramah lingkungan karena sepeda di gerakkan oleh tenaga manusia dengan mengayuhkan kaki pada pedal. Ada beberapa macam jenis sepeda yaitu

mountain bike, kids bike, road bike dll. Jenis-jenis sepeda tersebut dapat dikembangkan lagi, sehingga dari satu sepeda akan memiliki beberapa macam model, misalkan sepeda gunung.

Sepeda gunung (MTB) mempunyai banyak tipe dan tipe-tipe tersebut tidak

sama antar merek. Sepeda MTB digolongkan menjadi 2 tipe yakni hard tail (ht)

dan full suspension (fs).

1. Hard tail

Disebut hard tail karena memang ekornya keras dan tanpa adanya shock dan

pada umumnya hard tail di pergunakan untuk dirtjump (melompat-lompat

melewati rintangan) dan free ride.

2. Full suspension

Sepeda full suspension memiliki rear shock sehingga bisa terasa lembut dan


(48)

2.12.1 Bahan Baku Sepeda

Bahan baku yang di gunakan dalm proses produksi sepeda adalah berupa pipa dan plat yang nantinya akan di proses lebih lanjut menjadi komponen komponen sepeda dan kemudian komponen tersebut akan di rakit menjadi sebuah sepeda.

Bahan baku yang di gunakan oleh PT. Roda Lancar Abadi masih menggunakan produk dalam negeri, sehingga harga bahan baku 40% lebih mahal dari pada harga bahan baku yang di keluarkan oleh Negara RRC, yang berakibat harga jual sepeda buatan Indonesia menjadi lebih mahal.

2.12.2 Proses Produksi Sepeda

Menurut PT. Roda Lancar Abadi menggunakan 3 proses untuk membuat geometri (bentuk dan ukuran) dari suatu bahan menjadi sepeda yang di kelompokkan menjadi beberapa dasar proses pembuatan (proses manufaktur), yaitu :

1. Proses permesinan

Proses pemotongan logam disebut sebagai proses permesinan karena proses pembuatannya dengan cara membuang material yang tidak diinginkan pada benda kerja, sehingga di peroleh produk akhir dengan bentuk, ukuran yang diinginkan.

2. Proses pembentukan logam

Proses pembentukan logam adalah proses melakukan perubahan bentuk pada benda kerja dengan cara memberikan gaya luar sehingga terjadi deformasi plastis.


(49)

3. Proses pengelasan

Proses pengelasan adalah proses dimana melakukan penyambungan dua bagian logam dengan cara pencairan dan pembekuan pada daerah yang akan di sambung.

Setelah proses pembentukan geometri, proses selanjutnya adalah

4. Proses pengecatan dan pengeringan

5. Proses perakitan

6. Proses pengepakan

2.13 Penelitian Pendahulu

Sebagai komparasi untuk penelitian yang terkait maka dicantumkan pula judul, pembahasan, dan kesimpulan dari penelitian pendahulu

 Judul : ANALISIS PENINGKATAN KUALITAS DENGAN METODE

DMAIC (DEFINE, MEASURE, ANALYZE, IMPROVE, AND CONTROL) TERHADAP PROSESPERAKITAN SEPEDA MOTOR

 Oleh : FIRMAN VERDI SANTOSO

http://library.gunadarma.ac.id/abstraction_30499334-skripsi_fti.pdf

 Asbtrak : Peningkatan yang signifikan terjadi tidak hanya dalam hal teknologi yang digunakan tetapi juga dari sisi kualitas produk atau jasa yang dihasilkan. Akibatnya, setiap perusahaan baik yang bergerak dibidang manufaktur maupun yang bergerak dibidang non-manufaktur saling bersaing untuk menjadi yang terbaik dimata para pelanggan (customer). Penulisan ini membahas usulan peningkatan kualitas dengan menggunakan Metode DMAIC. Penulisan ini menitik beratkan pada proses perakitan sepeda motor


(50)

tipe �xyz� pada PT. XYZ sebagai proses yang berpengaruh terhadap adanya

ketidakpuasan konsumen akan produk dari PT. XYZ. Berdasarkan tabel konversi Six Sigma, nilai DPMO = 225086 berada pada tingkat 2,255 sigma dengan kapabilitas proses sebesar 0,0997 untuk periode Juli-Agustus 2003. Tahap perbaikan (improve) difokuskan kepada rear fender miring sebagai cacat terbesar dengan prosentase 34% dari seluruh jenis cacat dengan terlebih dahulu dianalisis dengan menggunakan diagram tulang ikan (fishbone) pada tahap analisis. Dan Tahap pengendalian difokuskan pada faktor metode, faktor manusia, faktor lingkungan, dan faktor material.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT Roda Lancar Abadi yang beralamatkan di Jalan Raya Sadang no-14 Kletek Sukodono Sidoarjo. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan juli 2011 s/d data yang dibutuhkan terpenuhi.

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel 3.2.1 Identifikasi Variabel

Identifikasi variabel berada di tahap Define, tahap ini merupakan awal dari

siklus DMAIC pada pola berpikir Six Sigma. Dimana variabel yang ditentukan

adalah sebagai berikut:

1. Variabel Bebas

Variabel yang mempengaruhi variabel lain dalam penelitian (variabel terikat). Dalam penelitian ini variabel yang dimaksud antara lain:

 Pengelasan yang tidak rata sehingga menimbulkan benjolan di luar

 Hasil las tidak presisi dan tidak center

 Pemotongan pipa yang tidak rata

 Pipa pecah dalam mesin penekuk pipa

 Pengecatan yang tidak sempurna

2. Variabel Terikat

Variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas. Variabel terikat yang dipengaruhi variabel bebas disini adalah :


(52)

 Nilai DPMO dan level Sigma 3.2.2 Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Bebas

 Pengelasan yang tidak rata sehingga menimbulkan benjolan di luar

Yaitu proses punyambungan dua logam disertai dengan busur nyala api,yang dimana hal ini disebabkan karena kondisi benda kerja yang kurang bersih dan kurangnya keahlian yang dimiliki pegawai.

 Hasil las tidak presisi dan tidak center

Yaitu hasil penyambungan dua logam yang disertai dengan busur nyala api,yang dimana produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan tingkat kemiringan yang sudah di tentukan.

 Pemotongan pipa yang tidak rata

Yaitu pemotongan pipa yang tidak rata pada ujung-ujungnya sehingga sering menimbulkan hasil pemotongan yang serong

 Pipa pecah dalam mesin penekuk pipa

Yaitu proses pembentukan pipa dengan menggunakan mesin penekuk pipa, akibat dari penekanan yang berlebihan oleh operator.Sehingga pipa yang di bentuk pecah.

 Pengecatan yang tidak sempurna

Yaitu proses pewarnaan pada pipa yang tidak rata sehingga masih terjadi pipa yang tidak terselimuti oleh cat yang dapat mengakibatkan korosi pada pipa.

2. Variabel Terikat


(53)

Yaitu Nilai yang dicapai dalam perhitungan defect (cacat) dalam satu juta

produk yang kemudian akan dikonversikan dengan ukuran-ukuran Six

sigma dimana nilai itu berada.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk bahan penelitian ialah menggunakan data sekunder yaitu :

Data yang diperoleh dari data bagian produksi yang sudah berbentuk arsip di PT.Roda Lancar Abadi. Yaitu data hasil produksi, data kecacatan produk. Teknik-teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dilapangan adalah :

1. Observasi

Pengumpulan data yang dilakukan secara pengamatan langsung di lapangan.

2. Interview

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan tanya jawab pada karyawan bagian produksi, data yang terkumpul kemudian diolah berdasarkan teori-teori yang mempunyai maksud dan tujuan seperti yang telah ditetapkan.

3.4 Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang dilakukan adalah berdasarkan siklus

DMAIC (define, measure, analyze, improve, control) yang dijelaskan sebagai

berikut: 1. Define

Menentukan obyek penelitian dan membuat Diagram SIPOC (supplier,


(54)

2. Measure

Menentukan CTQ dari obyek yang telah ditentukan dan mengukur baseline kinerja dalam DPMO dan level Sigma.

DPO =

DPMO = DPO x 1.000.000

Untuk level sigma dapat dilihat pada tabel konversi sigma 3. Analyze

Menganalisa hasil dari DPMO dan Nilai sigma.Menganalisa penyebab

terjadinya cacat terbesar dengan brainstorming untuk menentukan fishbone

diagram

4. Improve

Memberikan usulan perbaikan dari potensial cacat sekaligus prioritas

perbaikan dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analyze).

5. Control

Memantau dan menjaga hasil dari perbaikan yang telah dilakukan, tapi dalam hal ini dilakukan oleh pihak perusahaan sendiri.


(55)

3.5 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah

Langkah-langkah pemecahan masalah ada pada gambar 3.1 berikut ini:


(56)

Penjelasan langkah-langkah Pemecahan Masalah : 1. Mulai

Penelitian mulai dilakukan.

2. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan tahap penelusuran referensi, yang bersumber dari buku, jurnal, maupun penelitian yang telah ada sebelumnya.

3. Studi Lapangan

Studi lapangan merupakan tahap penelusuran informasi awal dari PT. Roda Lancar Abadi

4. Perumusan masalah

Yaitu langkah penggabungan informasi dari studi lapangan dan studi pustaka untuk merumuskan masalah.

5. Tujuan penelitian

Yaitu perencanaan hasil yang ingin diketahui. 6. Identifikasi variable

Yaitu menentukan variable yang akan dipakai. 7. Pengumpulan Data

Yaitu tahap untuk mengumpulkan data-data yang akan diolah dalam

penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk bahan penelitian ialah menggunakan dua macam data yaitu :

1. Data Primer

Dimana data yang diperoleh dengan mengajukan beberapa pertanyaan pada sumber data secara langsung di PT.Roda Lancar Abadi


(57)

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari data bagian produksi yang sudah berbentuk arsip di PT.Roda Lancar Abadi

Teknik-teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dilapangan adalah :

1. Observasi

Pengumpulan data yang dilakukan secara pengamatan langsung di lapangan.

2. Interview

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan tanya jawab pada karyawan bagian produksi, data yang terkumpul kemudian diolah

berdasarkan teori-teori yang mempunyai maksud dan tujuan seperti yang telah ditetapkan.

8. Define

Menentukan obyek penelitian dan mengidentifikasi CTQ

9. Measure

Menentukan CTQ dari obyek yang telah ditentukan dan mengukur baseline kinerja dalam DPMO dan level Sigma.

DPO =

DPMO = DPO x 1.000.000

Untuk level sigma dapat dilihat pada tabel konversi sigma 10. Analyze

Menganalisa hasil dari DPMO dan Nilai sigma

Menganalisa penyebab terjadinya cacat terbesar dengan alat brainstorming


(58)

11. Improve

Memberikan usulan perbaikan dari potensial cacat sekaligus prioritas perbaikan dengan menggunakan metode FMEA.

12. Kesimpulan dan Saran

Menjawab dari tujuan dan memberikan saran-saran yang dapat digunakan untuk perbaikan dan pengembangan selanjutnya

13. Selesai


(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di PT. Roda Lancar Abadi maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Kinerja proses selama bulan Januari – Juni 2011 diukur dengan tingkat DPMO

dan level sigma dengan pemeriksaan sebanyak 56000 dan defect sebanyak 58 adalah : DPMO = 207

5.2 Saran

Pada akhir penelitian ini dapat diberikan beberapa saran bagi perusahaan adalah sebagai berikut:

 Mempertimbangkan usulan perbaikan dari peneliti untuk diimplementasikan

di perusahaan.

 Mengimplementasikan metode DMAIC sebagai metode untuk perbaikan

proses secara terus menerus.

 Usulan perbaikan dengan metode FMEA yang diberikan untuk mengurangi

jumlah defect adalah :

Prioritas 1 : Memberikan pelatihan kepada karyawan bagian produksi agar tidak sering melakukan kesalahan dalam melakukan pekerjaannya

Prioritas 2 : Melakukan perawatan berkala dengan menjadwalkan


(60)

Prioritas 3 : Memberikan arahan dan himbauan pada operator, untuk lebih teliti dan berkosentrasi dalam melakukan pekerjaannya

Prioritas 4 : Membersihkan kotoran sebelum proses produksi dimulai dan menambah ventilasi sebagai sirkulasi udara.


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Define

Tahap define adalah langkah pertama dalam siklus DMAIC dimana pada tahap ini dilakukan identifikasi obyek penelitian yang dimaksudkan untuk menentukan sasaran yang akan dilakukan penelitian terhadapnya. Pada tahap ini juga dilakukan pemetaan terhadap obyek penelitian dengan menggunakan diagram SIPOC untuk mengetahui aliran produksinya.

4.1.1 Identifikasi Obyek Penelitian

PT. Roda Lancar Abadi memproduksi berbagai jenis sepeda untuk

keperluan memenuhi pesanan pelanggan dan stok. Phoenix adalah salah satu dari

sekian banyak produk sepeda yang diproduksi di perusahaan tersebut.

Penelitian difokuskan pada proses pembuatan produk sepeda Phoenix yang

pengambilan datanya dari data historis bulan Januari – juni 2011. Data tersebut berupa data pemeriksaan produk jadi. Berdasarkan informasi, data pemeriksaan tersebut diambil secara sistematik sampling. Data tersebut disajikan dalam tabel 4.1 berikut ini.


(62)

Tabel 4.1 Data Pemeriksaan Pada Bulan Januari 2011 – Juli 2011

Bulan Total pemeriksaan (unit) Total defect (unit)

Januari 2011 5000 10

Februari 2011 7500 8

Maret 2011 10000 7

April 2011 11000 10

Mei 2011 11500 10

Juni 2011 11000 13

Jumlah 56000 58

Sumber : data internal perusahaan

Metode DMAIC terfokus pada cacat dan variasi dengan diawali

pengidentifikasian unsur – unsur Critical To Quality (CTQ) dari produk sepeda

Phoenix. CTQ merupakan atribut-atribut dari produk yang dipentingkan oleh konsumen. Hasil pengidentifikasian menunjukkan bahwa CTQ pada sepeda

Phoenix adalah : pengelasan yang tidak rata sehingga menimbulkan benjolan di luar, hasil las tidak presisi dan tidak center, pemotongan pipa yang tidak rata, pipa pecah dalam mesin penekuk pipa dan pengecatan yang tidak sempurna. Adapun rinciannya ada pada tabel 4.2 berikut.


(63)

Tabel 4.2 Data Defect CTQ

Bulan

Pengelasan yang tidak rata

Hasil las tidak presisi Pemotongan pipa yang tidak rata Pipa pecah dalam mesin penekuk pipa Pengecatan yang tidak sempurna

Januari 2011 2 2 1 3 2

Februari 2011 1 2 3 1 1

Maret 2011 0 2 1 2 2

April 2011 1 2 3 1 3

Mei 2011 0 5 0 3 2

Juni 2011 2 4 3 1 3

Total 6 17 11 11 13

Sumber : data internal perusahaan

4.1.2 Penyusunan Diagram SIPOC

Untuk dapat menganalisis menggunakan pendekatan DMAIC, maka perlu diketahui proses produksi dari produk tersebut. Adapun proses produksi dari

produk Phoenix dapat dipetakan melalui diagram SIPOC (Suppliers, Inputs,

Process, Outputs, Customers) pada gambar 4.1 berikut.

           

Gambar 4.1 Diagram SIPOC Produk sepeda Phoenix

Supplier  Input  Process  Output  Customer 

‐  PT. Jaya Logam  ‐  PT. Sepindo  ‐  PT.Prima Jaya 

‐  Pipa Steel  ‐ Plat 

‐  Sepeda Phoenix  ‐  Pemesan  ‐  Stok 

  Permesinan Pembentukan

Logam

Pengelasan Perakitan Pengecatan


(64)

Keterangan :

Supplier : Untuk memasok bahan baku sepeda Phoenix didatangkan dari 3

supplier yaitu PT. Jaya Logam dan PT. Sepindo selaku pemasok pipa steel, dan PT.Prima Jaya selaku pemasok plat.

Input : Bahan baku yang digunakan adalah berupa pipa steel dan plat..

Process : Proses pembuatannya adalah melalui tahap permesinan, pembentukan logam, pengelasan, perakitan, pengecatan dan pengepakan.

Output : keluaran yang dihasilkan adalah sepeda Phoenix

Customer : Produk jadi diperuntukkan untuk pemesan atau untuk keperluan stok.

4.2 Measure

Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam siklus DMAIC dimana pada tahap ini dilakukan pengukuran terhadap obyek penelitian yaitu

sepeda Phoenix. Pengukuran dilakukan dari segi tingkat kecacatan serta mengukur

baseline kinerja dalam kurun waktu Januari – juni 2011. Untuk baseline kinerja, yang akan dicari adalah tingkat DPMO dan level sigma.

4.2.1 Menentukan CTQ

Karakteristik kualitas berhubungan langsung dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan oleh karena itu karakteristik kualitas kunci harus mewakili keinginan dan kebutuhan pelanggan serta kinerja proses operasional.

Hasil pengidentifikasian menunjukkan bahwa CTQ pada produk sepeda


(65)

luar, hasil las tidak presisi dan tidak center, pemotongan pipa yang tidak rata, pipa pecah dalam mesin penekuk pipa dan pengecatan yang tidak sempurna.

a. Persentase Defect Bulan Januari 2011

Tabel 4.3 Data Persentase defect Bulan Januari 2011

CTQ Jumlah

defect

Persen defect (%)

Komulatif defect (%)

Pipa pecah dalam mesin penekuk pipa 3 30 30

Pengelasan yang tidak rata 2 20 50

Hasil las tidak presisi 2 20 70

Pengecatan yang tidak sempurna 2 20 90

Pemotongan pipa yang tidak rata 1 10 100

Total 10 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, maka dapat dibuat diagram pareto seperti pada gambar 4.2 dibawah ini.

Ju ml a h d e fe c t P e rc e n t Jenis defect Count

20.0 20.0 10.0

Cum % 30.0 50.0 70.0 90.0 100.0

3 2 2 2 1

Per cent 30.0 20.0

Pem oton

gan pipa

tida k ra

ta

Peng elas

an ti dak

rata

Peng ecat

an ti dak

sem purn

a

Hasi l las

tida k pr

esis i Pipa pec ah 10 8 6 4 2 0 100 80 60 40 20 0

Pe r se nt a se de f e ct bula n Ja nua r i


(66)

Dari gambar 4.2 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada

bulan januari 2011 adalah Pipa pecah dalam mesin penekuk pipa dengan persentase

sebesar 30 %

b. Persentase Defect Bulan Februari 2011

Tabel 4.4 Data Persentase Defect Bulan Februari 2011

CTQ Jumlah

defect

Persen defect (%)

Komulatif defect (%)

Pemotongan pipa yang tidak rata 3 37.5 37.5

Hasil las tidak presisi 2 25 62.5

Pengelasan yang tidak rata 1 12.5 75

Pipa pecah dalam mesin penekuk pipa 1 12.5 87.5

Pengecatan yang tidak sempurna 1 12.5 100

Total 8 100

Berdasarkan tabel 4.4 diatas, maka dapat dibuat diagram pareto seperti pada gambar 4.3 dibawah ini.

J u m la h d e fe c t P e rc e n t

Je n is d e f e ct

Co u n t

1 2 . 5 1 2 . 5 1 2 . 5 Cu m % 3 7 . 5 6 2 . 5 7 5 . 0 8 7 . 5 1 0 0 . 0

3 2 1 1 1

Pe r ce n t 3 7 . 5 2 5 . 0

Pip a pe c

a h

Pen g e la s

a n t i d ak

rat a

Pen g e ca t

an t i d ak

sem p ur n

a

Has i l la s

t id a k pr

e sis i

Pem o ton

g an p ip a

t id a k ra

t a 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

1 0 0 8 0 6 0 4 0 2 0 0


(67)

Dari gambar 4.3 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada

bulan februari 2011 adalah Pemotongan pipa yang tidak rata dengan persentase

sebesar 37.5 %

c. Persentase Defect Bulan Maret 2011

Tabel 4.5 Data Persentase Defect Bulan Maret 2011

CTQ Jumlah

defect

Persen defect (%)

Komulatif defect (%)

Hasil las tidak presisi 2 28.57143 28.57143

Pipa pecah dalam mesin penekuk pipa 2 28.57143 57.14286

Pengecatan yang tidak sempurna 2 28.57143 85.71429

Pemotongan pipa yang tidak rata 1 14.28571 100

Pengelasan yang tidak rata 0 0 100

Total 7 100

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, maka dapat dibuata diagram pareto seperti pada gambar 4.4 dibawah ini.

Ju m la h d e fe c t P e r c e n t

Je n is d e f e ct

Co u n t

2 8 . 6 1 4 . 3 0 . 0 Cu m % 2 8 . 6 5 7 . 1 8 5 . 7 1 0 0 . 0 1 0 0 . 0

2 2 2 1 0

Pe r ce n t 2 8 . 6 2 8 . 6

Ot h er

Pem oton

g an pip a

tida k ra

ta

Pipa pec

a h

Peng e cat

an ti d ak

sem p urn

a

Has i l la s

tid a k p r

e sis i 7 6 5 4 3 2 1 0

1 0 0 8 0 6 0 4 0 2 0 0

P e r se n t a se d e f e ct b u l a n M a r e t


(68)

Dari gambar 4.4 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada

bulan Maret 2011 adalah hasil las tidak presisi, pipa pecah dalam mesin penekuk pipa,

dan pengecatan yang tidak sempurna dengan persentase sebesar 28.57143%

d. Persentase Defect Bulan April 2011

Tabel 4.6 Data Persentase Defect Bulan April 2011

CTQ Jumlah

defect

Persen defect (%)

Komulatif defect (%)

Pemotongan pipa yang tidak rata 3 30 30

Pengecatan yang tidak sempurna 3 30 60

Hasil las tidak presisi 2 20 80

Pengelasan yang tidak rata 1 10 90

Pipa pecah dalam mesin penekuk pipa 1 10 100

Total 10 100

Berdasarkan tabel 4.6 diatas, maka dapat dibuat diagram pareto seperti pada gambar 4.5 dibawah ini.

Ju m la h d e fe c t P e rc e n t

Je n is d e f e c t

Co u n t

2 0 . 0 1 0 . 0 1 0 . 0 Cu m % 3 0 . 0 6 0 . 0 8 0 . 0 9 0 . 0 1 0 0 . 0

3 3 2 1 1

Pe r c e n t 3 0 . 0 3 0 . 0

Pip a pe c

a h

Pen g e la s

a n t i d ak

rat a

Hasi l la s

t id a k p r

e sis i

Pen g e ca t

a n ti dak

sem p ur n

a

Pem o ton

g an p ip a

t id a k ra

t a 1 0 8 6 4 2 0

1 0 0 8 0 6 0 4 0 2 0 0

P e r s e n t a s e d e f e c t b u l a n A p r i l


(69)

Dari gambar 4.5 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada

bulan April 2011 adalah pemotongan pipa yang tidak rata dan pengecatan yang tidak

sempurna dengan persentase sebesar 30 %

e. Persentase Defect Bulan Mei 2011

Tabel 4.7 Data Persentase Defect Bulan Mei 2011

CTQ Jumlah

defect

Persen defect (%)

Komulatif defect (%)

Hasil las tidak presisi 5 50 50

Pipa pecah dalam mesin penekuk pipa 3 30 80

Pengecatan yang tidak sempurna 2 20 100

Pengelasan yang tidak rata 0 0 100

Pemotongan pipa yang tidak rata 0 0 100

Total 10 100

Berdasarkan tabel 4.7 diatas, maka dapat dibuat diagram pareto seperti pada gambar 4.6 dibawah ini.

Ju m la h d e fe c t P e r c e n t

Je n is d e f e c t

Co u n t

0 . 0

Cu m % 5 0 . 0 8 0 . 0 1 0 0 . 0 1 0 0 . 0

5 3 2 0

Pe r c e n t 5 0 . 0 3 0 . 0 2 0 . 0

Ot h e r

Pen g e ca t

a n t i d ak

s em p ur n

a

Pip a pe c

a h

H asi l las

tid a k p r

e sis i 1 0 8 6 4 2 0

1 0 0 8 0 6 0 4 0 2 0 0

P e r s e n t a s e d e f e c t b u l a n M e i


(1)

(2)

4.4 Improve

Setelah sumber-sumber penyebab dari masalah teridentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan rencana perbaikan (action plan) untuk menurunkan jumlah defect, penetapan rencana tindakan perbaikan tersebut bertujuan untuk peningkatan kualitas.

Pada dasarnya rencana perbaikan mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas alternatif yang dilakukan dalam mengimplementasi rencana perbaikan tersebut.

Rencana perbaikan tersebut didapatkan dengan cara mengkombinasikan hasil brainstorming pihak perusahaan dengan kondisi lokasi penelitian proses pembuatan sepeda Phoenix. Alat bantu yang digunakan dalam menentukan prioritas rencana perbaikan adalah Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).

Dengan pengerjaan FMEA ini kita akan dapat memberikan usulan perbaikan pada perusahaan. Secara teknis penetapan penilaian keseriusan akibat kesalahan potensial terhadap proses dan konsumen (severity), frekuensi terjadinya kesalahan yang terjadi karena kesalahan potensial (occurance), dan terhadap alat kontrol akibat potential cause (detection) dengan jalan brainstorming. Dari hasil penetapan tersebut akan didapatkan nilai RPN (risk potential number) yang nilainya didapatkan dengan jalan mengalikan nilai SOD (severity, occurance, dan detection). berikut adalah hasil dari brainstorming tersebut.


(3)

Table 4.18 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

No  Faktor  Potential 

Problem  Root Cause  S  O  D  RPN 

Usulan 

Tindakan 

Perbaikan 

Pengelasan 

yang  tidak 

presisi 

Kurang teliti 

4 4  7  112  Memberikan 

himbauan pada 

operator agar  tidak 

melakukan 

kesalahan dan  bekerja lebih  fokus 

Terdapatnya 

benjolan pada  hasil 

pengelasan 

Kurangnya 

skill 

4  4  7  112 

Memberikan 

pelatihan pada  operator agar  tidak  melakukan  kesalahan    1.    Manusia  Mesin  Terhambat  Kurang  tanggap 

3  2  2  12  Memberikan 

arahan sesuai  dengan kondisi  Sering  terjadi 

kesalahan 

dalam 

pemotongan 

pipa 

Kurang teliti  2  3  3  18  Memberikan 

arahan  untuk 

lebih  dahulu 

mengukur  pipa 

sebelum  di 

lakukan 

pemotongan 

2.  Matode 

Mesin mudah 

kotor atau 

terhambat 

Kurang  bersih 

2  3  3  18  Memberikan 

arahan untuk  lebih teliti 

dalam  melakukan  perawatan  mesin  3.   

Mesin  Kotor,  kurang 

pelumas,  dan 

terhambat 

Kurang 

perawatan 

3  3  3  27  Melakukann 

perawatan 

berkala pada 

mesin 

   

4.  Lingkungan 

Kerja 

Sering  terjadi 

kesalahan 

dalam 

pengerjaan 

Kurangnya 

pencahayaan 

4  3  7  84  Menambah 

lampu lampu  dalam ruang  bekerja 


(4)

Konsentrasi  operator  kurang 

Sirkulasi 

udara  yang 

kurang baik 

3  3  7  63  Menambah 

jumlah  ventelasi.dan 

dilakukan 

pembenahan 

sirkulasi dengan  baik. 

Analisa tabel :

Prioritas 1 : nilai RPN 112

Memberikan himbauan dan pelatihan pada operator agar tidak sering melakukan kesalahan.

Prioritas 2 : nilai RPN 84

Menambah lampu lampu dalam ruang bekerja Prioritas 3 : nilai RPN 63

Menambah jumlah ventelasi.dan dilakukan pembenahan sirkulasi dengan baik.

Prioritas 4 : nilai RPN 27

Melakukan perawatan berkala pada mesin Prioritas 5 : nilai RPN 18

Memberikan arahan untuk lebih dahulu mengukur pipa sebelum di lakukan pemotongan dan lebih teliti dalam melakukan perawatan mesin.

Prioritas 6 : nilai RPN 12


(5)

4.5 Control

Pada tahap ini merupakan tahap operasional terakhir. Tetapi pada penelitian ini tidak dapat melaksanakan kontrol karena pada tahap improve hanya sebatas usulan Sehingga pada tahap ini hasil-hasil pengukuran didokumentasikan untuk dijadikan pedoman kerja.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Evans dan Lindsay, (2007), Pengantar Six Sigma, Salemba Empat.

Gaspersz, V., (2001), Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas, Gramedia Pustaka Utama.

Gaspersz, V., (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma: Terintegrasi dengan ISO 9001: 2001, MBNQA, dan HACCP, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Montgomery, D.C., 1998, Introduction to Statistical Quality Control, Wiley.

Pande, dkk., (2002), The Six Sigma Way, Andi Yogyakarta.

Purnama, N., (2006), Manajemen Kualitas Perspektif Global, Ekonisia, Yogyakarta.

Pyzdek, T., (2002), The Six Sigma Handbook, Salemba Empat.

Priyambodo, Lean Six Sigma, WordPress.com

Yuliana, R., (2008), Peningkatan Kualitas Produk Sepeda Dengan Menggunakan Pendekatan Six Sigma Di Pabrik Sepeda, Surabaya.