Aplikasi Six Sigma Untuk Menganalisis Faktor-Faktor Penyebab Kecacatan Produk Crumb Rubber Sir 20 Pada PT.Hadi Baru

(1)

APLIKASI SIX SIGMA UNTUK MENGANALISIS

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KECACATAN PRODUK CRUMB

RUBBER SIR 20 PADA PT.HADI BARU

DRAFT TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

IVAN VITHO BARATA SIMANJUNTAK NIM. 080403213

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

(3)

(4)

I-4

ABSTRAK

PT. Hadi Baru adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan karet yang pada dasarnya menggunakan bahan baku berupa getah pohon karet yang diolah, sehingga dapat menghasilkan bahan setengah jadi yaitu crumb rubber. Perusahaan sudah menjalani berbagai macam program pengendalian kualitas untuk menghasilkan produk yang baik dan sesuai dengan standard kualitas yang ditetapkan. Pada kenyataan dilapangan masih saja ditemukan banyak produk cacat hingga jumlah produk yang cacat bisa mencapai angka 20% pada akhir proses produksi. Ini mengakibatkan perusahaan mengalami kerugiaan.

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini, perlu dilakukannya penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor dominan penyebab kecacatan produk crumb rubber SIR 20 dengan menggunakan metode DMAIC Six Sigma. Diharapkan dengan menggunakan Six Sigma, permasalahn tingginya angka kecacatan dapat segera teratasi pada PT Hadi Baru .

Penelitian menunjukkan jumlah produk cacat faktor yang dominan untuk faktor kadar PRI dan kadar kotoran dengan jumlah data 26 sampel selama bulan juli 2012. Jumlah CTQ 5 dan hasil nilai Sigma 2,46 dengan hasil uji kenormalan Kolmogorov Smirnov Test didapat, bahwa data berdistribusi normal. Dari hasil penelitian didapat penyebab terjadi kecacatan dengan FMEA adalah karena bahan baku kualitas rendah karena banyak mengandung kotoran (remah kayu, tanah dan lainnya), proses pencucian kurang bersih menggunakan air yang kotor serta proses penjemuran dan pengeringan kurang baik dengan waktu yang relatif cepat (kurang dari 7 hari)

Beberapa usulan perbaikan unuk mengatasi permasalahan yang ada pada lantai produksi adalah : melakukan seleksi bahan baku yang ketat dengan memperhatikan tingkat kotoran yang terkandung pada bahan baku, melakukan pencucian dengan menggunakan air yang bersih, melakukan proses penjemuran yang sempurna yaitu selama 7-12 hari, dan pemeriksaan secara berkala pada mesin. Perlunya kesadaran, serta meningkatkan komitmen bagi pekerja untuk melaksanakan tugas dengan sebaik–baiknya merupakan tindakan mendasar yang harus dibangun.

Kata kunci : Six Sigma DMAIC, Critical to Quality, Failure Mode and Effect Analysis, Kaizen.


(5)

I-5

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Kasih dan Karunia-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini dengan baik.

Tugas Sarjana dengan judul “Aplikasi Six Sigma untuk Menganalisis Faktor-Faktor Penyebab Kecacatan Produk Crumb Rubber SIR 20 pada PT. Hadi Baru”, bertujuan memenuhi persyaratan akademis penyelesaian program sarjana Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang ada pada penulis dalam penyelesaian tugas Sarjana ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan tugas sarjana ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tugas sarjana ini bermanfaat bagi pembaca.

.

Medan, Febuari 2013 Penulis


(6)

I-6

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendorong penulis untuk dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini, Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada :

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Industri yang telah memberikan izin pelaksanaan Tugas Sarjana ini dan dukungan serta perhatian yang diberikan kepada penulis.

2. Ibu Ir. Elisabeth Ginting, MSi, selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

3. Ibu Ir. Anizar, MKes, selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik Industri, Kak Dina, Bang Mijok, Bang Nur, Bang Ridho, Kak Rahma, Bang Kumis atas bantuan dan tenaga yang telah diberikan dalam memperlancar penyelesaian Tugas Sarjana ini.

5. Bapak Sofjan Ismail, selaku Direktur dan karyawan-karyawan PT. Hadi Baru yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu karena telah memberikan izin kepada penulis dan pengarahan selama di lapangan untuk melaksanakan penelitian di perusahaan tersebut.


(7)

I-7

6. Kedua orang tua terbaik yang saya miliki, ayahanda Erwin Mario Simanjuntak dan Ibunda Rosmala Nurshita br Simangunsong yang telah memberikan dukungan sepenuhnya berupa dukungan moral, materil dan dukungan doa untuk kelancaran dalam penulisan laporan ini.

7. Adik tersayang saya, Vanny Vitha Melanie Simanjuntak dan tante Siti, yang telah mendukung dan membantu penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini. 8. Keluarga besar Sutan Manahan Laut Simanjuntak dan Gokkon Hendrik

Simangunsong serta keluarga Tengku Anib Bsc dan keluarga Santun. L. Tobing SE.

9. Sahabat - sahabat penulis T. M. Razid dan keluarga, Margaretha Anastasia Girsang Amd, Frederick SH, Dodi Simanjuntak SKM dan Super Sawan (david, Keke, Khaterin, Adel-Ferry, Mardes-Roy, Jere-Tari dan pipin) yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada saya.

10.Teman - teman sekampus Yudha, Ade, Riza, Fuad, Randi Cardo, Randi Bangun, Yudha Kurtak, Benect, Raga, Yansen, Febrian, Adel, Margret, Arma, Yana, Dea dan semua teman-teman ex-D4 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat, motivasi selama ini..

Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Febuari 2012


(8)

I-8

D A F T A R I S I

BAB HALAMAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv I. PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang Masalah ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Batasan dan Asumsi Penelitian ... I-4 1.5. Manfaat Penelitian ... I-5 1.6. Sistematika Penulisan ... I-6

II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-3 2.3.1. Struktur Organisasi ... II-3 2.3.2. Tugas dan Tanggung Jawab ... II-5


(9)

I-9

D A F T A R I S I (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.3.3. Tenaga Kerja dan Kerja Perusahaan ... II-5 2.4. Proses Produksi ... II-7 2.4.1. Stanar Mutu Produk ... II-7 2.4.2. Bahan Baku, Bahan Tambahan, dan Bahan Penolong ... II-8 2.4.2.1. Bahan Baku ... II-8 2.4.2.2. Bahan Tambahan ... II-9 2.4.2.3. Bahan Penolong ... II-10 2.4.3. Uraian Proses Produksi ... II-10 2.4.4. Mesin dan Peralatan ... II-15 2.4.4.1. Mesin Produksi ... II-15

2.4.4.2. Peralatan (Equipment) ... II-15

III. LANDASAN TEORI ... III-1 3.1. Defenisi Kualitas ... III-1

3.1.1. Pengendalian Kualitas ... III-2 3.2. Metode Six Sigma ... III-4 3.3. Critical to Quality ... III-8 3.4. Defects per Million Opportunities ... III-9 3.5. Tahapan-tahapan Six Sigma ... III-9 3.5.1. Define ... III-9


(10)

I-10

D A F T A R I S I (Lanjutan)

BAB HALAMAN

3.5.1.1. Diagram SIPOC ... III-10 3.5.1.2 Peta Kerja ... III-11 3.5.1.2.1. Peta Proses Operasi ... III-12 3.5.2. Measure ... III-13 3.5.3. Analyze ... III-19 3.5.3.1. Diagram Pareto ... III-19 3.5.3.2. Diagram Sebab-Akibat ... III-20 3.5.3.3. Failure Mode and Effect Analysis ... III-22 3.5.3.4. Eksperimen Faktorial ... III-28 3.5.4. Improve ... III-33 3.5.4.1. Defenisi Kaizen ... III-33 3.5.5. Control ... III-37

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Lokasi Penelitian ... IV-1 4.2. Jenis Penelitian ... IV-1 4.3. Kerangka Berfikir... IV-1

4.4. Pengumpulan Data ... IV-3 4.5. Prosedur Penelitian... IV-4 4.6. Metode Pengumpulan Data ... IV-5


(11)

I-11

D A F T A R I S I (Lanjutan)

BAB HALAMAN

4.7. Instrumen Penelitian... IV-6 4.8. Metode Pengolahan Data... IV-6 4.9. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-9 4.10. Kesimpulan dan Saran ... IV-9

V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Produksi dan Produk Cacat ... V-1 5.1.2. Data Produk Cacat Crumb Rubber SIR 20 per Hari ... V-2 5.1.2.1. Data Kecacatan Kadar Kotoran ... V-2 5.1.2.2. Data Kecacatan Kadar Zat Menguap ... V-4 5.1.2.3. Data Kecacatan Kadar PRI ... V-5 5.1.2.4. Data Kecacatan Kadar Nitrogen ... V-6 5.1.2.5. Data Hasil Pengamatan Produk Cacat Crumb

Rubber SIR 20 Berdasarkan Faktor Suhu Pengeringan, Lama Pengeringan dan jenis

Mesin ... V-7 5.2. Pengolahan Data... V-8 5.2.1. Define ... V-8


(12)

I-12

D A F T A R I S I (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.1.1. Penentuan Tujuan dan Kriteria Six Sigma ... V-8 5.2.1.2. Penggambaran Proses Produk ... V-9 5.2.1.3. Penentuan Karakteristik Kualitas (CTQ) ... V-12 5.2.2. Measure ... V-13 5.2.21. Perhitungan Nilai DPMO dan nilai Sigma ... V-13 5.2.2.2. Penentuan % CTQ ... V-14 5.2.2.3. Uji Kenormalan Data dengan Metode

Kolmogorof Smirnov Test dan PenentuanBatas

Kontrol untuk Kecacatan Kadar Kotoran ... V-16 5.2.2.3.1. Uji Kenormalan Data untuk

Kecacatan Kadar Kotoran ... V-16 5.2.2.3.2. Penentuan Batas Kontrol ... V-20 5.2.2.4. Uji kenormalan Data dengan Metode

Kolmogorof Smirnov Test dan Penentuan Batas

Kontrol untuk Kadar PRI ... V-22 5.2.2.4.1. Uji Kenormalan Data untuk

Kecacatan Kadar PRI ... V-22 5.2.2.4.2. Penentuan Batas Kontrol ... V-25


(13)

I-13

D A F T A R I S I (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.3. Analyze ... V-28 5.2.3.1. Analisis Cause & Effect Diagram ... V-28 5.2.3.1.1. Analisis Cause & Effect Diagram

pada Kadar PRI ... V-28 5.2.3.1.2. Analisis Cause & Effect Diagram

pada Kadar Kotoran ... V-30 5.2.3.2. Analisis Failure Mode and Effect Analysis ... V-33 5.2.3.3. Analisis Eksperimen Faktorial ... V-36 5.2.4. Improve ... V-48 5.2.4.1. Menetapkan Sasaran dan Alternatif Perbaikan V-48 5.2.4.2. Implentasi Kaizen ... V-49 5.2.5. Control ... V-55

VI. ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1. Analisis Diagram Pareto ... VI-1 6.2. Analisis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... VI-1

6.3. Analisis ANAVA ... VI-11

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2


(14)

I-14

D A F T A R I S I (Lanjutan)

BAB HALAMAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

I-15

D A F T A R T A B E L

TABEL HALAMAN

2.1. Jenis Produk yang Dihasilkan PT. Hadi Baru ... II-3 2.2. Perincian Tenaga Kerja PT. Hadi Baru s.d Bulan April 2012 ... II-6 2.3. Standar Spesifikasi Produk ... II-7 2.4. Mesin yang Digunakan ... II-23 2.5. Peralatan yang Digunakan ... II-24 3.1. Perbedaan True 6-Sigma dengan Motorola’s 6-Sigma ... III-8 3.2. Rating Severity ... III-24 3.3. Rating Occurrence ... III-26 3.4. Rating Detection ... III-27 5.1. Jumlah Produksi dan Produk Cacat Crumb Rubber SIR 20 Bulan

Juli 2012 ... V-1 5.2. Produk Cacat Kadar Kotoran ... V-3 5.3. Produk Cacat Kadar Zat Menguap ... V-4 5.4. Produk Cacat Kadar PRI ... V-5 5.5. Produk Cacat Kadar Nitrogen ... V-6 5.6. Hasil Pengamatan Produk Cacat Crumb Rubber ... V-7 5.7. Defenisi dari Setiap CTQ ... V-12 5.8. Nilai DPMO dan Nilai Six Sigma Produk Crumb Rubber SIR 20 ... V-14 5.9. Persentase CTQ Potensial Produk Crum Rubber SIR 20 ... V-15 5.10. Persentase Komulatif CTQ Potensial Produk Crumb Rubber ... V-15


(16)

I-16

D A F T A R T A B E L (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.11. Uji Kenormalan Data dengan Kolgomorov-Smirnov Test untuk Kadar

Kotoran ... V-18 5.12. Perhitungan Batas Kontrol Peta p Kadar Kotoran ... V-21 5.13. Uji Kenormalan Data dengan Kolgomorov-Smirnov Test untuk Kadar

PRI ... V-24 5.14. Perhitungan Batas Kontrol Peta p Kadar PRI ... V-26 5.15. FMEA Produk Cacat Crumb Rubber SIR 20 ... V-35 5.16. Urutan Penyebab Kegagalan Proses Berdasarkan Nilai RPN ... V-36 5.17. Urutan Data Jumlah Produk Cacat Crumb Rubber SIR 20 ... V-38 5.18. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov untukJumlah

Kecacatan ... V-40 5.19. Hasil Observasi Jumlah Produk Cacat Crumb Rubber Akibat

Perbedaan Taraf Faktor ... V-42 5.20. Daftar Data a x b x c ... V-42 5.21. Daftar Data a x b ... V-42 5.22. Daftar Data a x c ... V-43 5.23. Daftar Data b x c ... V-43 5.24. Daftar ANAVA untuk Eksperimen Faktorial 2 x 2 x 2 x 3 ... V-47 5.25. Usulan Perbaikan Produk Crumb Rubber SIR 20 ... V-53 6.1. Rata-Rata Hasil Respon Terhadap Taraf Faktor ... VI-2


(17)

I-17

D A F T A R G A M B A R

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. Hadi Baru ... II-4 2.2. Blok Diagram Proses Produksi ... II-14 3.1. Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Normal Bergeser

1,5 –Sigma ... III-7 3.2. Diagram SPOC ... III-11 3.3. Diagram Pareto... III-20 3.4. Diagram Sebab Akibat ... III-22 3.5. Aturan Pemeriksaan Terhadap Lot... III-34 4.1. Kerangka Konseptual ... IV-3 5.1. Diagram SIPOC Proses Produksi Crumb Rubber SIR 20 ... IV-10 5.2. Operation Process Chart Produk Crumb Rubber SIR 20 ... IV-11 5.3. Diagram Pareto Jenis Kecacatan Produk Crumb Rubber SIR 20 ... IV-18 5.4. Peta Kontrol p Kadar Kotoran ... IV-22 5.5. Peta Kontrol p Kadar PRI ... IV-27 5.8. Cause & Effect Diagram pada Kadar PRI ... IV-30 5.9. Cause & Effect Diagram pada Kadar kotoran ... IV-33


(18)

I-18

D A F T A R L A M P I R A N

LAMPIRAN

HALAMAN

1. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab di PT. Hadi Baru ... L-1 2. Data Jumlah Produksi dan Produk Cacat PT. Hadi Baru Bulan Juli ... L-2 3. Tabel Kolmogorof-Smirnov ... L-3 4. . Standar Spesifikasi Crumb Rubber SIR 20 PT. Hadi Baru ... L-4


(19)

I-4

ABSTRAK

PT. Hadi Baru adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan karet yang pada dasarnya menggunakan bahan baku berupa getah pohon karet yang diolah, sehingga dapat menghasilkan bahan setengah jadi yaitu crumb rubber. Perusahaan sudah menjalani berbagai macam program pengendalian kualitas untuk menghasilkan produk yang baik dan sesuai dengan standard kualitas yang ditetapkan. Pada kenyataan dilapangan masih saja ditemukan banyak produk cacat hingga jumlah produk yang cacat bisa mencapai angka 20% pada akhir proses produksi. Ini mengakibatkan perusahaan mengalami kerugiaan.

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini, perlu dilakukannya penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor dominan penyebab kecacatan produk crumb rubber SIR 20 dengan menggunakan metode DMAIC Six Sigma. Diharapkan dengan menggunakan Six Sigma, permasalahn tingginya angka kecacatan dapat segera teratasi pada PT Hadi Baru .

Penelitian menunjukkan jumlah produk cacat faktor yang dominan untuk faktor kadar PRI dan kadar kotoran dengan jumlah data 26 sampel selama bulan juli 2012. Jumlah CTQ 5 dan hasil nilai Sigma 2,46 dengan hasil uji kenormalan Kolmogorov Smirnov Test didapat, bahwa data berdistribusi normal. Dari hasil penelitian didapat penyebab terjadi kecacatan dengan FMEA adalah karena bahan baku kualitas rendah karena banyak mengandung kotoran (remah kayu, tanah dan lainnya), proses pencucian kurang bersih menggunakan air yang kotor serta proses penjemuran dan pengeringan kurang baik dengan waktu yang relatif cepat (kurang dari 7 hari)

Beberapa usulan perbaikan unuk mengatasi permasalahan yang ada pada lantai produksi adalah : melakukan seleksi bahan baku yang ketat dengan memperhatikan tingkat kotoran yang terkandung pada bahan baku, melakukan pencucian dengan menggunakan air yang bersih, melakukan proses penjemuran yang sempurna yaitu selama 7-12 hari, dan pemeriksaan secara berkala pada mesin. Perlunya kesadaran, serta meningkatkan komitmen bagi pekerja untuk melaksanakan tugas dengan sebaik–baiknya merupakan tindakan mendasar yang harus dibangun.

Kata kunci : Six Sigma DMAIC, Critical to Quality, Failure Mode and Effect Analysis, Kaizen.


(20)

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Setiap industri pada umumnya berusaha menjaga agar produk yang dihasilkan mampu memenuhi keinginan dan kepuasan konsumen. Hal ini mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan standar dan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Kualitas merupakan salah satu jaminan yang harus diberikan dan dipenuhi perusahaan terhadap konsumennya, karena kualitas merupakan salah satu kriteria penting yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih sebuah produk. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem pengendalian kualitas untuk mempertahankan, memperbaiki dan meningkatkan kualitas secara terus-menerus pada perusahaan, agar produk yang dihasilkan selalu sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.

Beberapa metode pendekatan yang dapat digunakan untuk menjamin sebuah kualitas sesuai standar telah banyak dikembangkan. Beberapa metode pendekatan diantaranya TQM (Total Quality Management) dan Six Sigma

merupakan sebuah teknik pengukuran kualitas yang sederhana. terstruktur dan memiliki prosedur sistematis. Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui metode (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Dengan mengaplikasikan metode


(21)

I-2

Six Sigma maka akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, antara lain peningkatan produktivitas melalui pengurangan produk cacat.

Pregiwati Pusporin (tahun 2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pengendalian Kualitas Produk dengan Pendekatan Metode Six Sigma pada PT Inhutani I Gresik. Penelitian bertujuan untuk mengurangi kecacatan produk dalam proses produksi dengan penerapan metode six sigma. Hasil yang dicapai berupa peningkatan level kualitas sigma dari 2,69 menjadi 3,62 serta penurunan DPMO dari 214.663 menjadi 17.164. Penelitian yang sejenis juga dilaksanakan oleh Shanty Kusuma Dewi (tahun 2009) berjudul Minimasi Defact Produk dengan Metode Six Sigma, pada PT X industri pembuatan benang di Malang Jawa Tengah. Penelitian berisi tentang upaya perusahaan dalam memenuhi permintaan pasar dalam menghasilkan produk yang baik dan seragam dalam proses produksi dengan memperoleh hasil yang dicapai berupa peningkatan nilai sigma dari 3,05 menjadi 3,8 dan penurunan DPMO hingga mencapai 29,87%. Kedua penelitian menunjukan keberhasilan penerapan metode Six Sigma dalam pengendalian produk cacat dalam proses produksi sehingga angka tingkat kecacatan menurun.

Perusahaan PT. Hadi Baru adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan crumb rubber yang pada dasarnya menggunakan bahan baku berupa getah pohon karet yang diolah sehingga dapat menghasilkan bahan setengah jadi yaitu berupa karet remah dengan mutu yang bervariasi, yaitu SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Spesifikasi produk dengan mutu SIR 20 mencapai 98% dari total produksi.


(22)

I-3

Pengendalian kualitas pada pabrik PT. Hadi Baru dilakukan pada saat penerimaan bahan baku, proses maturasi, proses pembentukan crumb, standar produk, pendeteksian metal sampai dengan finishing product. Beberapa faktor yang menjadi penentu mutu crumb rubber yaitu Kadar kotoran (0.08 – 0.14 %), Kadar abu (0.5 – 0.7 %), Kadar zat menguap (0.18 – 0.35 %), Kadar PRI (70 – 80 %), dan Kadar nitrogen (0.2 – 0.3 %). Perusahaan sudah menjalani berbagai macam program pengendalian kualitas untuk menghasilkan produk yang baik dan sesuai dengan standard kualitas yang ditetapkan. Akan tetapi dari data hasil uji di laboratoriom quality control, produk yang dihasilkan dari proses produksi tidak selalu menghasilkan kualitas yang seragam dan terkadang keluar dari spesifikasi.

Pada kenyataan dilapangan masih saja ditemukan banyak produk cacat hingga jumlah produk yang cacat bisa mencapai angka 20% pada akhir proses produksi, seperti karet produk kurang masak secara sempurna, pada bagian permukaan produk masih terasa lengket, terdapat bercak putih pada bagian dalam produk dan masih ditemukan sampah berupa remahan kayu serta benda asing lainnya. Bila berlangsung secara terus-menerus dapat menjadi masalah yang cukup serius bagi PT. Hadi baru. Perlu dilakukan langkah perbaikan untuk meminimisasi jumlah produk cacat di lantai produksi. Salah satu langkah perbaikan yang dapat digunakan oleh PT. Hadi Baru adalah dengan menggunakan


(23)

I-4

1.2.Rumusan Permasalahan

Latar belakang di atas mengemukakan bahwa yang menjadi inti permasalahan pada PT. Hadi Baru yaitu tingginya tingkat produk cacat (defect) pada produk crumb rubber SIR 20 yang terjadi karena ketidakmampuan proses dalam memenuhi spesifikasi standar kualitas produk.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor dominan penyebab kecacatan produk crumb rubber SIR 20 dengan menggunakan metode DMAIC Six Sigma.

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:

1. Mengidentifikasi tipe produk dengan persentase cacat terbesar, dan jenis kecacatan produk yang paling dominan.

2. Menghitung nilai Defect Per Million Opportunity (DMPO) dan sigma (σ) level di perusahaan saat ini.

3. Menganalisis penyebab kritis terjadinya cacatpada produk.

4. Menentukan alternatif tindakan perbaikan yang dapat menekan jumlah produk cacat.

1.4. Asumsi dan Batasan Penelitian

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Semua mesin dan peralatan yang digunakan selama proses produksi dapat berfungsi dengan baik.


(24)

I-5

2. Tidak ada perubahan urutan operasi secara tiba-tiba yang dapat mempengaruhi dalam proses produksi.

3. Pekerja dianggap telah menguasai pekerjaannya dengan baik dan benar. 4. Kondisi lingkungan pabrik dalam keadaan stabil dan normal

Sedangkan batasan yang ditetapkan adalah:

1. Kecacatan yang diteliti adalah kecacatan pada produk crumb rubber SIR 20. 2. Parameter kecacatan yang terpilih adalah parameter dengan produk cacat

terbanyak.

3. Penelitian dilakukan sampai pada pemberiaan usulan perbaikan.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait, yaitu :

a. Bagi Mahasiswa

- Upaya mendapatkan pengalaman dalam menerapkan konsep-konsep ilmiah selama menjalani perkuliahan dan membandingkannya dengan permasalahan yang ada di perusahaan.

- Pengembangan konsep berpikir dalam menganalisis suatu masalah dengan pendekatan ilmiah dan mencari solusi yang mungkin diterapkan.

b. Bagi Perusahaan

- Membantu pihak perusahaan bagian produksi dalam melakukan evaluasi terhadap tingginya jumlah kecacatan pada produk crumb rubber SIR 20.


(25)

I-6

- Membantu pihak perusahaan dalam rangka meningkatkan laba setelah rancangan yang baru dibuat.

c. Bagi Universitas

- Hasil penelitian dapat menjadi sumber referensi tambahan dalam bidang akademik.

- Dapat mempererat kerja sama antara perusahaan dengan Departemen Teknik Industri serta memperkenalkan Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Sistematika yang digunakan dalam penulisan Tugas Sarjana ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah dan asumsi penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Memaparkan sejarah dan gambaran umum perusahaan, aspek teknologi, organisasi dan manajemen.

BAB III LANDASAN TEORI

Berisi teori-teori yang digunakan dalam pengumpulan dan pengolahan data serta analisis pemecahan masalah.


(26)

I-7

Menjelaskan tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penyusunan laporan tugas akhir.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Mengumpulkan data-data yang diperoleh dari penelitian serta melakukan pengolahan data yang membantu dalam pemecahan masalah.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Menganalisis hasil pengolahan data dan usulan tindakan pemecahan masalah terhadap kondisi nyatadi perusahaan.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Memberikan kesimpulan yang didapat dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang bermanfaat bagi perusahaan yang bersangkutan.


(27)

II-1

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan.

PT. Hadi Baru didirikan tanggal 1 Agustus 1964 di hadapan notaris, Roesli SH, di Medan dengan akte No. 97/HB/1/1961 tertanggal 17 Januari 1961 dengan nama Perusahaan Dagang dan Perindustrian Hadi disingkat PT. Hadi. Perusahaan ini memiliki luas ± 10 Ha yang berlokasi di Jalan Medan-Binjai Km 16,75 Desa Sumber Melati Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Sejak tanggal 3 Oktober 1963 terjadi perubahan pengurusan dari pemegang saham yang juga di hadapan notaris, Roesli, SH, di Medan dengan akte No. 55. Lalu terjadi lagi perubahan pengurus serta anggaran dasar melalui akte No. 29 di hadapan notaris Panusunan Batubara, SH di Medan pada tanggal 18 Januari 1964, nama perusahaan menjadi PT. Hadi Baru dan telah didaftarkan pada Departemen Kehakiman No. J.A. 5/19/8 tanggal 29 Januari 1964 dan diumumkan dalam lembaran berita Negara Republik Indonesia No. 37 tanggal 8 Mei 1964.

Sejak hal tersebut, perusahaan bergerak dalam proses remilling, yaitu pengolahan getah karet menjadi berbentuk lembaran – lembaran (remilled brown crape). Pada tahun 1972 status perusahaan disahkan menjadi swasta nasional (PMDN) dan produksinya berubah dari remilling menjadi crumb rubber (karet remah) dengan mutu Standard Indonesia Rubber (SIR), setelah mendapat izin dari Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan surat keputusan No. 288/Kp/IX/1970 tertanggal 14 September 1970.


(28)

III-2

Produksi crumb rubber di PT.Hadi Baru terdiri dari SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Hasil produksi dari PT.Hadi Baru seluruhnya diekspor ke luar negeri seperti: Amerika Serikat, Jerman, Kanada dan Eropa.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Hadi Baru bergerak di bidang usaha manufacturing produk crumb rubber dengan mutu SIR 20 mencapai 98% dari total produksi. Selain itu, PT. Hadi Baru juga menghasilkan crumb rubber dengan mutu SIR 5 dan SIR 10.

Kualitas crumb rubber yang dihasilkan tersebut berdasarkan syarat- syarat spesifikasi sebagai berikut:

1. Kadar kotoran (dirt content)

Kadar kotoran menjadi kriteria paling penting dalam spesifikasi mutu crumb rubber karena berpengaruh pada ketahanan retak dan kelenturan barang- barang yang terbuat dari karet nantinya.

2. Kadar abu (ash content)

Kadar abu berguna untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan- bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan.

3. Kadar zat menguap (volatile content)

Kadar zat menguap berguna untuk menjamin karet yang disajikan cukup kering.

4. Plasticity Retention Index (PRI)

PRI menggambarkan ketahanan karet (plastisitis) .


(29)

III-3

5. Kadar nitrogen

Kadar nitrogen untuk menjamin jumlah maksimal nitrogen yang boleh terdapat pada karet.

Jenis produk yang dihasilkan oleh PT. Hadi Baru dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jenis Produk yang Dihasilkan PT. Hadi Baru

Jenis Produk

Kadar Kotoran

Kadar Abu

Kadar Zat Menguap

Kadar PRI

Kadar Nitrogen

SIR 5 0,05 0,50 0,18 70 0,30

SIR 10 0,10 0,70 0,18 70 0,30

SIR 20 0,14 0,70 0,18 70 0,30

Sumber : PT. HADI BARU

2.3. Organisasi dan Manajemen 2.3.1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi yang dianut perusahaan ini adalah struktur organisasi garis dan fungsional. PT.Hadi Baru membuat pembagian tugas berdasarkan jenis pekerjaan atau fungsi, dimana kegiatan-kegiatan yang sejenis atau fungsi-fungsi manajemen yang sama dikelompokkan ke dalam satu kelompok kerja. Tugas, wewenang dan tanggung jawab berjalan vertikal menurut garis lurus mulai dari pimpinan tertinggi sampai pada bawahan masing-masing. Struktur organisasi perusahaan seperti yang terlihat pada keterangan Gambar 2.1.


(30)

III

-4

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. HADI BARU

Direktur Utama

Sekretaris Direktur

Produksi

Kepala Administrasi Manager

Pabrik

K. Bagian Penerimaan

K. Bagian Laboratorium

K. Bagian Produksi

K. Bagian Gudang

K. Bagian Bengkel

Personalia Kantor

Bagian Pembelian

Bagian Pemasaran

Bagian Keuangan

Krani I Krani II

Karyawan Karyawan Karyawan

Karyawan Karyawan

Karyawan


(31)

III-5

2.3.2. Tugas dan Tanggung Jawab

Menggerakkan suatu organisasi berarti dibutuhkan orang-orang yang memegang jabatan tertentu, dimana masing-masing orang melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang sesuai dengan jabatannya. Dalam uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk masing-masing bagian sesuai dengan struktur organisasi perusahaan. Tanggung jawab yang diberikan harus seimbang dengan wewenang yang diterima. Tugas dan wewenang dari masing-masing bagian pada PT. Hadi Baru dapat dilihat pada lampiran.

2.3.3. Tenaga Kerja dan Kerja Perusahaan

Tenaga kerja pada PT. Hadi Baru pada bulan Desember 2008 berjumlah 302 orang, yang terdiri atas tenaga kerja pria dan wanita dengan tingkat pendidikan yang bervariasi dari SD, SLTP, SMU, dan Sarjana. Karyawan di PT. Hadi Baru rata-rata adalah lulusan SD yaitu buruh pabrik yang bertindak sebagai tenaga kasar pada perusahaan tersebut. Status kepegawaian dari keseluruhan tenaga kerja pada perusahaan ini terdiri dari :

1. Karyawan bulanan, yaitu karyawan tidak terlibat langsung dengan proses produksi.

Contoh : pegawai kantor, satpam, dll

2. Karyawan harian tetap, yaitu karyawan yang terlibat langsung dalam proses produksi.

Contoh : karyawan bagian penimbangan, karyawan bagian penjemuran, karyawan bagian penggilingan, dll.


(32)

III-6

Perincian tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Perincian Tenaga Kerja PT. Hadi Baru s.d Bulan April 2012

Jabatan Jumlah (orang)

1. Bagian Kantor 1. Komisaris 2. Direksi 3. Staf kantor 4. Karyawan 5. Kebersihan 6. Keamanan II. Bagian Pabrik

1.Kepala bagian dan staf pabrik 2. Laboratorium

3. Bengkel 4. Gudang

5. Karyawan bagian produksi a. Karyawan giling/jemur b. Karyawan timbang

c. Karyawan press d. Karyawan pallet 6. Keamanan 7 3 7 5 2 1 21 9 23 10 79 38 68 4 21 4

Total 302

Sumber : PT. HADI BARU

Jam kerja di PT. Hadi Baru dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : 1. Jam kerja kantor

a. Hari Senin s.d. Jumat : Pukul 07.00 – 15.00 WIB Istirahat : Pukul 11.00 – 12.00 WIB b. Hari Sabtu : Pukul 08.00 – 13.00 WIB


(33)

III-7

2. Jam Kerja Pabrik

a. Karyawan Non-Shift, yaitu: karyawan bagian penimbangan bahan baku, pembuatan pallet dan laboratorium

Hari Senin s.d. Sabtu : Pukul 07.00 – 15.00 Istirahat : Pukul 11.00 – 12.00

b. Karyawan Shift, yaitu karyawan bagian pencincangan dan pembersihan, penggilingan, pembutiran, pengeringan, dan pengepressan.

Shift I : Pukul 07.00 – 14.00 Shift II : Pukul 14.00 – 21.00

2.4. Proses Produksi

2.4.1. Standard Mutu Produk

Standar spesifikasi produk utama dari perusahaan ini adalah crumb rubber dengan mutu SIR 20 dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Standar Spesifikasi Produk Variabel Spesifikasi Spesifikasi Standar (%)

Kadar kotoran 0,08 – 0,14

Kadar abu 0,5 – 0,7

Kadar zat menguap 0,18 – 0,35

Kadar PRI 70 – 80

Kadar nitrogen 0,2 – 0,3


(34)

III-8

2.4.2. Bahan Baku, Bahan Tambahan, dan Bahan Penolong

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi pada PT. Hadi Baru dapat dikelompokan menjadi 3 jenis, yaitu bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan.

2.4.2.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan yang menjadi bahan utama dalam pembuatan suatu produk dan jumlahnya dari waktu kewaktu tidak berubah untuk produk yang sejenis. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan crumb rubber adalah getah karet alam (slab/bokar) yang dihasilkan dari penyadapan pohon karet yang umumnya ditanam secara massal dalam pekebunan milik pemerintah, swasta atau dari perkebunan rakyat.

Hasil penyadapan pohon karet umumnya berupa: 1. Lateks atau susu karet

Lateks mengandung kira-kira 25 – 40 % bahan karet mentah (crude rubber) dan 60 – 70 % serum (air dan zat-zat yang larut di dalamnya).

2. Cup lump

Cup lump merupakan karet yang membeku pada mangkuk penampungan, yang berasal dari sisa-sisa lateks yang masih menetes setelah pengutipan lateks.

3. Getah tarik

Getah tarik merupakan kumpulan getah yang berasal dari lateks yang membeku pada permukaan sadapan


(35)

III-9

4. Getah tanah

Getah tanah merupakan kumpulan getah yang berasal dari lateks yang tumpah ke tanah ketika pengosongan mangkuk getah.

5. Slab

Slab merupakan bekuan lateks hasil perkebunan rakyat. Slab ada yang bersih dengan kadar karet 60 –70 % dan ada yang kotor (mengandung kayu, tanah dan bahan-bahan lain) dengan kadar karet ± 50 %.

PT. Hadi Baru menggunakan cup lumb dan slab sebagai bahan baku untuk pembuatan crumb rubber, bahan baku tersebut didatangkan dari perkebunan rakyat, PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan PTP (Perusahaan Terbatas Perkebunan), yang berasal dari daerah Sumatera Utara, daerah Sumatera Barat dan daerah Aceh.

2.4.2.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan pada proses produksi crumb rubber merupakan bahan yang tidak ikut dalam proses produksi tetapi merupakan bagian dalam produk. Bahan tambahan yang digunakan pada proses produksi crumb rubber adalah: 1. Plastik

Plastik ini berupa kemasan plastik yang digunakan untuk membungkus bongkahan karet yang sudah selesai dipres. Kemasan plastik ini dibeli dari toko lalu diberi merek PT. Hadi Baru.

2. Palet

Palet adalah peti yang terbuat dari kayu, yang merupakan tempat penyusunan


(36)

III-10

2.4.2.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi dan ditambahkan ke dalam proses produksi yang sifatnya hanya membantu atau mendukung kelangsungan proses produksi untuk mendapatkan produk yang diinginkan tetapi bukan bagian dalam pembuatan produk akhirnya. Bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi crumb rubber adalah air. Kegunaan air dalam proses produksi crumb rubber adalah mencuci bahan baku dari kotoran-kotoran yang melekat antara lain pasir, kayu, batu dan lain-lain pada proses produksi.

Kebutuhan air dalam pabrik dipenuhi dari sebuah sungai kecil yang mengalir di samping pabrik dengan cara mengalirkannya melalui pipa ke sebuah sumur berdiameter 3 meter. Air dalam sumur dihisap dengan pompa untuk kemudian ditampung pada sebuah menara air dengan ketinggian 9,5 meter, dan dari menara air inilah seluruh kebutuhan air pada pabrik dipasok.

2.4.3. Uraian Proses Produksi

Proses pembuatan crumb rubber melalui beberapa tahapan proses produksi yang diuraikan sesuai dengan urutan-urutan prosesnya yaitu:

1. Stasiun Kerja Penyortiran dan Penimbangan

Pada stasiun kerja penyortiran dan penimbangan ini, bahan baku yang diterima dari pemasok diperiksa dan disortir terlebih dahulu. Bahan baku untuk pembuatan crumb rubber ini biasanya disebut dengan BOKAR (Bahan Olah Karet). Cara penyortiran bahan baku (bokar) pertama sekali adalah bokar


(37)

III-11

disortir secara kasat mata mana yang termasuk SIR 5, SIR 10 atau SIR 20 kemudian bokar dipotong dengan coagulum cutter. Hasil penyortiran kemudian ditimbang sesuai dengan kualitas masing-masing lalu ditumpuk untuk menunggu proses selanjutnya.

2. Stasiun Kerja Pencincangan dan Pembersihan

Bahan Olah Karet (BOKAR) yang digunakan yang berasal dari tempat penumpukan di stasiun kerja penyortiran diangkut dengan shovel loader ke dalam bak air yang kemudian diangkut dengan shovel holder ke mesin slab cutter I. Pada mesin slab cutter tersebut bokar dicincang menjadi potongan-potongan kecil sebesar kepalan tangan. Hasil olahan dengan mesin slab cutter

I diangkut ke bak pembersihan I dengan belt conveyor sambil disiram dengan air agar kotorannya terpisah, fungsi bak pembersihan ini adalah supaya pasir, tanah, batu, dan kayu yang masih bercampur dengan bahan olahan karet tenggelam akibat berat jenisnya yang lebih besar. Setelah dicuci dalam bak pembersihan I, bokar diangkut ke mesin slab cutter II dengan bucket elevator. Prinsip kerja slab cutter I sama dengan slab cutter II, perbedaannya adalah hasil olahan mesin slab cutter II berukuran lebih kecil. Butiran –butiran karet dari slab cutter II dijatuhkan di dalam Vibrating Screen dengan corong gravitasi, vibrating Screen berfungsi untuk memisahkan kotoran dan butiran-butiran karet hasilnya ditampung oleh Belt Conveyor untuk diangkut ke bak pembersihan II yang berfungsi untuk memisahkan kotoran. Kemudian butiran-butiran karet diangkut dengan Bucket Elevator ke mesin Hummer Mill, yang mencincang bokar menjadi potongan-potongan kecil. Gerakan di dalam


(38)

III-12

Hummer Mill juga menyebabkan kotoran-kotoran yang berada di dalam gumpalan karet menjadi terpisah. Hasil keluaran dari Hummer Mill dijatuhkan ke Vibrating Screen dengan corong gravitasi, diayak di Vibrating Screen

dengan ukuran diameter lubang 0.5 cm dan disirami air secara terus menerus. Butiran-butiran karet yang lolos dari Vibrating Screen dialirkan ke bak pembersihan III dengan Belt Conveyor untuk memisahkan kotoran. Kemudian butiran-butiran karet diangkut dengan Bucket Elevator ke RotaryCutter. Hasil olahan Rotary Cutter yang berupa potongan-potongan kecil bokar dimasukkan ke dalam bak pembersihan IV dan terjadi pemisahan kotoran.

3. Stasiun Kerja Penggilingan dan Pembentukan Lembaran

Butiran-butiran karet diangkut ke stasiun kerja ini dengan menggunakan

Bucket Elevator. Proses awal dari tahap ini adalah pembentukan lembaran oleh mesin Creeper I. Lembaran karet hasil dari Creeper I ini masih berbentuk agak kasar dan kadang masih terputus-putus. Lembaran kemudian diangkut ke

Creeper II dengan Belt Conveyor untuk diproses menjadi lembaran yang lebih panjang. Hasil olahan Creeper II ini diangkut dengan Belt Conveyor ke mesin

Shredder untuk dicincang kembali menjadi potongan-potongan kecil yang langsung ditampung dalam bak pembersihan. Kemudian, butiran-butiran karet diangkut dengan Bucket Elevator ke Creeper III untuk dibentuk kembali menjadi lembaran. Proses selanjutnya adalah melalui mesin Creeper IV, V, VI, VII dan VIII dengan pola proses yang sama. Lembaran karet yang dihasilkan oleh Creeper VIII mencapai panjang sekitar 7 m kemudian diangkut dengan Hand Truck ke stasiun penjemuran.


(39)

III-13

4. Stasiun Kerja Penjemuran

Lembaran karet dari stasiun kerja sebelumnya dijemur pada rak-rak penjemuran yang dibuat bertingkat-tingkat. Fungsi penjemuran penyeragaman kualitas.

5. Stasiun Kerja Peremahan dan Pembutiran

Lembaran karet kering dari penjemuran dibawa ke mesin Shredder dengan

Hand Truck. Pada mesin tersebut, lembaran dicincang menjadi butiran- butiran kecil dan langsung ditampung pada bak pembersihan. Butiran-butiran tersebut kemudian diangkut dengan Bucket Elevator ke corong pengisi yang berfungsi untuk memudahkan pengisian butiran-butiran Bokar ke dalam Troli

Biscuit Crumb. Troli tersebut terdiri atas kotak-kotak besi yang berjumlah 24 buah. Setelah penuh, troli-troli tersebut dimasukkan ke dalam Drier.

6. Stasiun Kerja Pengeringan

Troli yang sudah terisi penuh dengan butiran-butiran Bokar dimasukkan ke dalam Drier. Pada tahap pertama Bokar dipanaskan dengan Burner 1 dengan suhu 1350 selama 50 menit didalam mesin Drier. Setelah itu dipanaskan lagi di Burner 2 dengan suhu 1150 selama 50 menit dalam mesin Drier. Setelah dipanaskan Bokar didinginkan dengan Blower dengan suhu 31 0 C selama 210 menit.

7. Stasiun Kerja Penimbangan dan Pengepresan

Butiran-butiran yang keluar dari drier dikeluarkan dari dalam Troli, lalu ditimbang dengan berat 35 kg. Kemudian Crumb Rubber tersebut dipres menjadi berbentuk empat persegi dengan ukuran 28 in. x 14 in. x 6,5 in. Lama


(40)

III-14

pengepresan adalah kurang lebih 30 detik. Lalu dibawa ke Metal Detector

untuk mendeteksi kandungan logam pada Crumb Rubber.

8. Stasiun Kerja Pengepakan

Bongkahan Crumb Rubber yang telah dipres dibungkus dengan plastik bermerk lalu disusun di dalam palet. Satu palet berisi 36 bal. Kemudian produk crumb rubber dipres supaya rata dan ditutup, kemudian diangkut ke gudang produk jadi.

Blok diagram proses produksi dapat dilihat pada gambar 2.2.

Penyortiran dan Penimbangan

Pencincangan dan Pembersihan

Penggilingan dan Pembentukan Lembaran

Penjemuran

Peremahan dan Pembutiran

Pengeringan

Penimbangan dan Pengepresan

Pengepakan


(41)

III-15

2.4.4. Mesin dan Peralatan 2.4.4.1.Mesin Produksi

Mesin-mesin yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Mesin yang Digunakan

No Nama Mesin Spesifikasi

Merek Tipe Jumlah Power

1 Slab Cutter Goldsta GTQ 750

Gear Box 2

motor 75 Hp, 380 V, rpm 1470

2 Hammer Mill Goldsta GTQ 750

Gear Box 1

motor 75 Hp, 380 V, rpm 1470

3 Rotary Cutter Goldsta GTQ 750

Gear Box 1

motor 75 Hp, 380 V, rpm 1470

4 Creeper Goldsta GTQ 750

Gear Box 8

motor 75 Hp, 380 V, rpm 1470

5 Shredder Goldsta GTQ 750

Gear Box 2

motor 75 Hp, 380 V, rpm 1500

6 Drier Goldsta - 1 380 V, rpm 1500 (blower)

7 MesinPress

Hidrolik ASEA IEC 40 3

motor 75 Hp, 380 V, rpm 1500

Cylinder Pressure 1500 Psi

Sumber : PT. Hadi Baru


(42)

III-16

Peralatan yang digunakan sebagian besar adalah peralatan material handling. Peralatan Yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. PeralatanYang digunakan

No Nama Spesifikasi

Jumlah Fungsi

1 Bak Pembersihan 6

membersihkan okar dari kotoran berupa tanah, kayu. batu dan pasir dengan memanfaatkan prinsip berat jenis.

2 Shovel Loader 1 Mengangkut bokar dari gudang bahan baku ke bak air 3 Belt Conveyor 9 Mengangkut remahan karet dari Slab Cutter I ke bak

pembersihan I, dari Creeper I hingga ke Creeper VIII.

4 Bucket Elevator 6 Mengangkut remahan karet dari bak pembersihan 5 TimbanganDuduk 3 Menimbang crumb rubber yang akan di-packing

6 Hand Truck 5 Mengangkut lembaran-lembaran karet hasil pengolahan

Creeper ke stasiun kerja penjemuran

7 Timbangan bokar 3 Menimbang bokar telah disortir untuk menimbang beratnya

8 Lift 4 Mengangkut lembaran-lembaran karet ke tempat Penjemuran

9 Trolley 20

Mengangkut butiran karet dari tempat pencucian ke mesin pengering serta mengangkatnya ke stasiun penimbangan

10 Forklift 2 Menyusun produk yang telah dipak ke gudang 11 Pisau pemotong 8 Memotong kelebihan-kelebihan hasil penimbangan

crumbrubber agar sesuai dengan berat yang dipak

12 Gancu 5 Membantu operator mengangkat dan menurunkan

crumb rubber

13 Solder 5 Merekatkan plastik pembungkus crumb rubber


(43)

II-1

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Defenisi Kualitas1

Pembendaraan ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991):” Kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapan memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar.

Istilah kualitas memang tidak terlepas dari manajemen kualitas yang mempelajari setiap area manajemen operasi, dari perencanaan lini produk dan fasilitas sampai penjadwalan dan memonitor hasil. Kualitas merupakan fungsi usaha yang lain ( pemasaran, sumber daya manusia, keuangan gudang dan lain-lain)

Pada dasarnya performansi kualitas dapat ditentukan dan diukur berdasarkan karakteristik kualitas yang terdiri dari beberapa sifat atau dimensi berikut :

1. Fisik : panjang, berat, diameter, tegangan, kekentalan dll.

2. Sensoris (berkaitan dengan pancaindra): rasa penampilan warna, bentuk, model.

3. Orientasi waktu: kehandalan, kemampuan pelayanan, kemudahan pemeliharaan, ketepatan waktu penyerahan produk dll.

1

Iskandar indranata.2008.Pendekatan Kualitatif Untuk Pengendalian Kualitas.Jakarta : Penerbit


(44)

III-2

4. Orientasi biaya: berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga atau ongkos dari suatu produkyang harus dibayarkan oleh konsumen.

3.1.1. Pengendalian Kualitas

Dr. Juran (1962) mendukung pendelegasian pengendalian kualitas kepada tingkat paling bawah dalam organisasi melalui penempatan karyawan ke dalam swakendali (self-control). Pengendalian kualitas melibatkan beberapa aktivitas yaitu :

1. Mengevaluasi kerja aktual (actual performace) 2. Membandingkan aktual dengan target / sasaran

3. Mengambil tindakan atas perbedaan antara aktual dan target.

Pengendalian kualitas adalah kegiatan – kegiatan dalam rangka untuk menjaga dan mengarahkan kualitas produk atau jasa yang dihasilkan agar sesuai dengan standar yang diinginkan. Pada organisasi yang sudah ada spesifikasinya kualitas bahan dan produk maka pengendalian kualitas bertujuan agar bahan dan produk memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Namun demikian, didalam melaksanakan pengendalian kualitas perlu dipertimbangkan faktor manfaat dan biaya. Faktor ini ikut mendorong timbulnya teknik-teknik pengendalian kualitas yang diteliti, tidak merusak dan ekonomis.

Pada dasarnya suatu pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat yaitu tingkat proses, tingkat output dan tingkat outcome.

Pengendalian proses statistika dapat diterapkan pada tingkat pengukuran performansi kualitas. Bagaimanapun, pengukuran performansi kualitas yang akan


(45)

III-3

dilakukan seharusnya memeprtimbangkan setiap aspek dari proses operasional yang mempengaruhi persepsi pelanggan tentang nilai kualitas. Perlu dicatat pula bahwa informasi tentang kebutuhan pelanggan yang diperoleh melalui riset pasar harus didefenisikan dalam bentuk yang tepat dan pasti melalui atribut-atribut dan variabel-variabel. Selanjutnya atribut-atribut dan variabel-variabel dari produk inilah yang kemudian merupakan basis dari pengendalian proses statistika.

Adapun yang menjadi pertimbangan dalam pengukuran performansi kualitas adalah :

1. Performansi (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk itu

2. Features, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya

3. Keandalan, berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan produk itu 4. Serviceability, berkaitan dengan kemudahan dan ongkos perbaikan

5. Konformansi, berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan

6. Durability, berkaitan dengan daya tahan atau masa pakai dari produk 7. Estetika, berkaitan dengan desain dan kemasan dari produk itu

8. Kualitas yang dirasakan bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengonsumsi produk itu seperti meningkatkan gengsi, moral dan lain-lain.


(46)

III-4

Motorola adalah suatu perusahaan manufaktur didunia yang mensupply bahan semikonduktor dan peralatan elektronik system untuk masyarakan umum dan meliter. Motorola mempelajari mengenai kualitas dengan cara yang sulit. Di akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an perusahaan menanggapi tekanan yang kompetitif dengan menggunakan kampaye publisitas yang mencela kompetisi yang tidak fair dan meminta penyelesaian perlindungan secara politis. Akhirnya Motorola mengakui kualitas rendah . Bob Galvin yang merupakan CEO Motorola, memulai perusahaan pada jalur kualitas dan menjadi tokoh bisnis sebagian besar karena hasil yang dia capai dalam kualitas di Motorola. Untuk pencapaian kualitas dan tujuan pemenuhan pelanggan sepenuhnya, Motorola berkosentrasi pada beberapa inisiatif operasional kunci. Pada daftar yang paling atas adalah” Kualitas six sigma”,suatu pengukuran statistik variasi dari suatu hasil yang diharapkan.2

Six sigma merupakan proses disiplin tinggi yang membantu kita mengembakan dan mengghantarkan produk mendekati sempurna. Six sigma

merupakan inisiatif bisnis untuk mendapatkan dan menghilangkan penyebab kesalahan atau cacat pada ouput proses bisnis yang penting dimata pelanggan3

2

Pyzdek, Thomas. 2002. The Six sigma Handbook, Panduan lengkap Untuk Greenbelts,

Blackbelts, dan Manajer pada Semua Tingkatan. Jakarta: Salemba Empat. Hal.1-2

3

Hendradi, Tri C.2006.Statistik Six sigma dengan Minitab.Yogyakarta: CV Andi.Hal 2

. Defenisi lain mengatakn bahwa six sigma merupakan pendekatan disiplin untuk perbaikan keadaan yang fokus menghasilkan produk yang lebih baik dan pelayanan yang lebih cepat dan murah. Perhatian pada perbaikan terhadap proses kapabilitas melalui pengumpulan data yang teliti, analisis dan aksi:


(47)

III-5

•Peningkatan nilai untuk konsumen

•Menghilangkan biaya yang tidak memiliki nilai tambah4

Defenisi itu juga akurat karena istilah six sigma sendiri merujuk pada target kinerja operasi yang diukur secara statistik dengan hanya 3,4 cacat untuk setiap juta aktivitas atau peluang.

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk (barang dan/atau jasa) diproses pada tingkat kualitas Six sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Sehingga 6-sigma otomatis lebih baik daripada 4-sigma, 4-sigma lebih baik dari 3-sigma. Six sigma juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa (dramatic) di tingkat bawah. Six sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses (process capability).

Terdapat enam aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam aplikasi konsep Six sigma, yaitu :

1. Identifikasi pelanggan.

4

Oakland, S Jhon, Statistical Process Controll, Fifth Edition, Great Britain by Biddles Ltd,


(48)

III-6

2. Identifikasi produk.

3. Identifikasi kebutuhan dalam memproduksi produk untuk pelanggan. 4. Definisi proses.

5. Menghindari kesalahan dalam proses dan menghilangkan semua pemborosan yang ada.

6. Tingkatkan proses secara terus menerus menuju target Six sigma.

Apabila konsep six sigma akan diterapkan dalam bidang manufaktur, perhatikan enam aspek berikut:

1. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan anda 2. Mengklasifikasi semua karakteristik kualitas sebagai CTQ (critical to quality)

individual.

3. Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui pengendalian material, mesin, proses-proses kerja, dll.

4. Menentukan batas maksimun toleransi untuk setiap CTQ sesuai dengan keinginan pelanggan (menentukan USL dan LSL ddari setiap CTQ).

5. Menentukan maksimun variasi proses untuk setiap CTQ ( menentukan nilai maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ).

6. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target six sigma, yang berarti memiliki indeks kemampuan proses, Cpm minimum sama dengan dua (Cpm ≥ 2).

Pendekatan pengendalian proses 6-sigma Motorola (Motorola’s Six sigma process control) mengizinkan adanya pergesaran nilai rata-rata (mean) setiap CTQ individual dari proses industri terhadap nilai spesifikasi target (T) sebesar ±


(49)

III-7

1,5-sigma, sehingga akan menghasilkan 3,4 DPMO (defects per million opportunities). Dengan demikian berdasarkan konsep Six sigma Motorola, berlaku toleransi penyimpangan (mean - target) = (μ - T) = ± 1,5σ, atau μ = T ± 1,5σ.

Proses Six sigma dengan distribusi normal yang mengizinkan nilai rata-rata (mean) proses bergeser 1,5σ dari nilai spesifikasi target kualitas (T) yang

diinginkan oleh pelanggan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Normal Bergeser 1,5 -Sigma

Perlu dicatat dan dipahami sejak awal bahwa konsep Six sigma Motorola dengan pergeseran nilai rata-rata (mean) dari proses yang diizinkan sebesar 1,5σ

(1,5 standar deviasi maksimum) adalah berbeda dari konsep Six sigma dalam distribusi normal yang umum dipahami selama ini yang tidak mengizinkan pergesearan dalam nilai rata-rata (mean) dari proses. Perbedaan ini ditunjukkan dalam Tabel 3.1 5

Tabel 3.1. Perbedaan True 6-Sigma dengan Motorola’s 6-Sigma

5

Vincent, Gaspers, Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas (Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), pp. 9-11

+ 6σ

- 6σ

T

+ 1,5σ

- 1,5σ

UCL LSL


(50)

III-8

True 6-Sigma Process

(Normal Distribution Centered)

Motorola’s 6-Sigma Process

(Normal Distribution Shifted

1,5-Sigma)

LSL – USL LSL – USL DPMO LSL – USL LSL – USL DPMO

± 1-sigma 68,27% 317.300 ± 1-sigma 30,8538% 691.462

± 2-sigma 95,45% 45.500 ± 2-sigma 69,1462% 308.538

± 3-sigma 99,73% 2.700 ± 3-sigma 93,3193% 66.807

± 4-sigma 99,9937% 63 ± 4-sigma 99,3790% 6.210

± 5-sigma 99,999943% 0,57 ± 5-sigma 99,9767% 233 6-sigma 99,9999998% 0,002 ± 6-sigma 99,99966% 3,4 Sumber : Vincent Gaspersz, 2002

3.3. Critical to Quality (CTQ)6

3.4. Defects per Million Opportunities (DPMO)

Atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Merupakan elemen dari suatu produk, proses, atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada pelanggan. Karakteristik kualitas (CTQ) kunci seyogiyanya berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan, yang diturunkan langsung dari persyarata-persyaratan output dari pelanyanan.

Adalah ukuran kegagalan dalam program peningkatan kualitas six sigma, yang menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas six sigma Motorola sebesar 3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi

6

Vincent, Gaspers, Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas (Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), pp. 6


(51)

III-9

diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal darai suatu karakteristik CTQ ( critical to quality) adalah 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO).

3.5. Tahapan-tahapan Six Sigma

Merupakan proses untuk peningkatan terus menerus menuju target six sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. Penentuan kualitan Six Sigma dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

3.5.1. Define

Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan dan membangun tim. Fase ini tidak banyak menggunakan statistik (Hendradi 2006). Define merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas six sigma. Pada fase ini Tahap ini mendefinisikan tindakan-tindakan yang harus dilakukan. Sebelum mendefinisikan proses kunci beserta pelanggan dalam proyek six sigma, disini kita perlu mengetahui model proses SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer) dan peta kerja.


(52)

III-10

SIPOC merupakan suatu alat yang berguna dan paling banyak dipergunakan dalam menajemen dan peningkatan proses. Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama dalam system kualitas yaitu:

Suppliers – merupakan orang atau kelompok orang yang memberikan informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub-proses, maka sub-proses sebelumnya dapat dianggap sebagai pemasok internal (internal suppliers).

• Inputs – adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers)

kepada proses.

Process – merupakan sekumpulan langkah yang mentransformasi secara ideal, menambah nilai kepada inputs (proses transformasi nilai tambah kepada input). Suatu proses biasanya terdiri dari bebarapa sub-proses.

Output – merupakan produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri manufaktur output dapat berupa barang setengah jadi ataupun barang jadi.

Costumers – merupakan orang atau kelompok orang, atau sub-proses yang menerima output. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub-proses, maka sub-proses berikutnya dapat diangkat sebagai pelanggan internal. Dibawah ini merupakan contoh dari diagram SIPOC.


(53)

III-11

sumber

Gambar 3.2. Diagram SIPOC

3.5.1.2. Peta Kerja7

Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta-peta ini dapat melihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari mulai masuk ke pabrik (berbentuk bahan baku); kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti: transportasi opersasi mesin, pemerikasaan, dan perakitan, sampai akhirnya menjadi barang jadi, baik produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap.

3.5.1.2.1. Peta Proses Operasi (Operation Process Chart)

7


(54)

III-12

Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan, mulai dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai. Kegunaan peta proses operasi antara lain:

1. Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya. 2. Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku.

3. Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik

4. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai 5. Sebagai alat untuk latihan kerja

Prinsip-prinsip pembuatan peta proses operasi adalah sebagai berikut: 1. Pertama-tama pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses

Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain, seperti: nama objek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan, cara lama atau cara sekarang, nomor peta dan nomor gambar.

2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.

3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan terjadinya perubahan proses.


(55)

III-13

4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.

5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.

3.5.2. Measure

Measure adalah fase mengukur tingkat kinerja saat ini. Sebelum mengukur tingkat kinerja, pastikan terlebih dahulu sistem pengukuran dapat mengetahui tingkat variasi yang terjadi apakah berasal dari kesalahan pengukuran atau diakibatkan oleh variasi produk. Measure (Pengukuran), merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas six sigma. Berikut dijelaskan mengenai tahapan dari measure.

1) Pada tahap ini menetapkan karakteristik kualitas dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.

Karakteristik kualitas (Critical to Quality) merupakan kunci yang ditetapkan seyogyanya berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan, yang diturunkan secara langsung dari persyaratan-persyaratan output dan pelayanan.

2) Perhitungan Tingkat Sigma8

8

Peter SPande, Neuman, Robert P., Cavanagh, Roland R, Op.cit, hlm. 237-246

Untuk menghitung tingkat sigma ada beberapa langkah yang harus ditempuh, antara lain sebagai berikut :


(56)

III-14

Defect per Unit (DPU). Ukuran ini mereflesikan jumlah rata – rata dari defect, semua jenis, terhadap jumlah total unit dari unit yang dijadikan sampel. Dimana:

D = Jumlah defective atau jumlah kecacatan yang terjadi dalam proses produksi

U = Jumlah unit yang diperiksa

Defect Per Opportunity (DPO). Menunjukkan proporsi cacat atas

jumlah total peluang dalam sebuah kelompok. Dimana:

OP (Opportunity) = karaketristik yang berpotensi untuk menjadi cacat.

Defect Per Million Opportunities (DPMO). DPMO mengindikasikan

berapa banyak cacatakan muncul jika ada satu juta peluang.

Dimana :

Ukuran Sigma: cara muda untuk mendapatkan angka sigma, dapat mengkonversikan atau menterjemahkan ukuran defect yang biasanya DPMO, dengan menggunakan tabel konversi. Atau bisa juga menggunakan Microsoft Excel dengan formula berikut.


(57)

III-15

3) Uji Kenormalan Data Metode Kolmogorov-Smirnov.

Metode Kolmogorov-Smirnov, yang merupakan uji kenormalan paling populer, didasarkan pada nilai D. Langkah-langkah penyelesaian dan penggunaan rumus namun pada signifikansi metode Kolmogorov-Smirnov menggunakan tabel pembanding Kolmogorov-Smirnov. Adapun rumus perhitungannya yaitu:9

Rumus untuk menguji nilai signifikan = [FT – FS]

Keterangan :

Xi = Angka pada data

Z = Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal FT = Probabilitas komulatif normal

FS = Probabilitas komulatif empiris

FT = komulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi Zi, dihitung dari luasan kurva mulai dari ujung kiri kurva sampai dengan titik Z.

Persyaratan :

a. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif)

b. Data tunggal / belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi c. Dapat untuk n besar maupun n kecil.


(58)

III-16

Siginifikansi :

Signifikansi uji, nilai | FT – FS | terbesar dibandingkan dengan nilai tabel

Kolmogorov Smirnov. Jika nilai | FT – FS | terbesar kurang dari nilai tabel

Kolmogorov Smirnov, maka Ho diterima ; H1 ditolak. Jika nilai | FT – FS | terbesar lebih besar dari nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka Ho ditolak ; H1 diterima. Tabel Nilai Quantil Statistik Kolmogorov Distribusi Normal

1. Keunggulan Kolmogorov Smirnov (KS) a. Tidak memerlukan data yang berkelompok b. Bisa digunakan untuk sampel yang kecil c. Tidak bersifat kategorik

d. Lebih fleksibel, dapat mengestimasi variasi standar deviasi 4) Mengidentifikasi proses dengan grafik pengendali.

Pada penelitian ini data yang akan diteliti adalah data atribut. Kontrol adalah fase mengontrol kinerja proses (X) dan menjamin cacat tidak muncul. Alat yang paling umum digunakan adalah diagram kontrol. Fungsi umum diagram kontrol adalah:

a. Membantu mengurangi variabilitas b. Memonitor kinerja setiap saat

c. Memungkinkan proses koreksi untuk mencegah penolakan d. Trend dan kondisi diluar kendali terdeteksi secara cepat


(59)

III-17

1. Diagram kontrol variabel yaitu memiliki tipe data kontinu dan datanya diperoleh sebagai hasil pengukuran sebagai contoh, pengukuran berat, suhu, tekanan dan lain-lain, sedangkan

2. Diagram kontrol atribut yaitu memiliki tipe data diskrit dan datanya diperoleh sebahai hasil perhitungan. Sebagai contoh, menghitung jumlah cacat atau proporsi cacat produk.10

a) Peta p11

Peta p digunakan untuk mengamati proporsi produk cacat dibandingkan dengan keseluruhan produksi. Secara simbolis, dapat ditulis yaitu:

n X p=

Di mana: p = Proporsi produk cacat di dalam sampel atau subgrup n = Jumlah semua sampel yang diambil dalam inspected

X = Jumlah produk cacat di dalam sampel atau subgrup Prosedur yang umum digunakan untuk membuat Peta p:

1. Menentukan karakteristik kualitas.

2. Menentukan ukuran subgrup dan metodenya. 3. Mengumpulkan data.

4. Menghitung nilai tengah dan batas-batas kontrolnya (UCL dan LCL). Nilai tengah dihitung dengan rumus:

=

n x p

10

Hendradi, Tri C.2006.Statistik Six sigma dengan Minitab.Yogyakarta: CV Andi.Hal 160-174

11

Pyzdek, Thomas. 2002. The Six sigma Handbook, Panduan lengkap Untuk Greenbelts,


(60)

III-18

Sedangkan UCL dan LCL dapat dihitung dengan rumus:

n p p p

UCL= +3 (1− )

n p p p

LCL= −3 (1− )

Di mana: p = Rata-rata proporsi produk cacat dari seluruh subgrup n = Jumlah sampel yang diperiksa di dalam subgrup 5) Menghitung nilai revisi dari nilai tengah dan batas-batas kontrol.

d d new n n np np p − − =

di mana: npd

n

= Jumlah produk cacat dari subgrup yang berada di luar batas kontrol

d

p

= Jumlah subgrup yang terdapat melewati batas kontrol 0 = pnew

n p p p

UCL= 0 +3 0(1− 0)

n p p p

LCL= 0 −3 0(1− 0) b) Peta np

Grafik np dapat diterapkan kepada setiap variabel dimana pengukuran kinerja yang tepat adalah hitungan suatu unit dan ukuran sub kelompok dipertahankan tetap. Perhatikan bahwa grafik np dapat dipergunakan, grafik p

juga dapat digunakan.

Sebagaimana halnya semua grafik kontrol, grafik np terdiri dari tiga pedoman: garis tengah, suatu batas kontrol bawah, dan suatu batas kontrol atas. Baris tengah adalah rata-rata hitungan kerusakan sub kelompok dan dua batas kontrol ditetapkan pada kurang atau lebih 3 standar deviasi. Jika proses adalah


(61)

III-19

dalam kontrol statistik, maka sebenarnya semua hitungan subkelompok akan berada diantara batas kontrol, dan mereka akan berfluktuasi secara acak sekitar baris tengah. Adapun rumusnya yaitu :

Np = hitungan kerusakan sub kelompok

k subkelompo jumlah

k subkelompo kecaca

hitungan dari

n penjumlaha

np = tan

Menghitung nilai tengah dan batas-batas kontrolnya (UCL dan LCL) UCL = np + 3 np (1− p)

LCL = np - 3 np (1− p)

3.5.3. Analyze(Analisa)

Merupakan langkah ketiga dalam program peningkatan kualitas six sigma, pada tahap ini dilakukan beberapa hal:

3.5.3.1. Diagram Pareto.12

Dinamakan diagram pareto, sesuai dengan penemunya seorang bangsa Italia bernama, Wilfredo Pareto pada tahun 1848-1923. Dalam diagram Pareto dikenal dengan istilah “ Vital Few-Trival Many”, yang artinya sedikit tetapi vital atau sangat penting, banyak tetapi kurang vital atau hasilnya kurang penting (sedikit). Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut rangking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan masalah yang paling penting untuk segera

12

Iskandar Indranata, Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas (Jakarta : Penebit


(62)

III-20

diselesaikan (rangking tertinggi). Diagram Pareto juga dapat mengidentifikasi masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas dan memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk menyelesaikan masalah (Mitra,1993).

Sesuai dengan konsep Pareto (pembagian 80 : 20), berlaku hal-hal sebagai berikut:

• 80% dari sales dihasilkan oleh 20% jumlah salesman.

• 80% income RI dihasilkan oleh 20% dari jumlah jenis mata pencarian penduduk.

• 80% dari kesalahan yang terjadi di organisasi dilakukaan oleh 20% dari seluruh karyawan.

Gambar 3.3. Diagram Pareto

3.5.3.2.Diagram Sebab Akibat (Cause-Effect Diagram)13

Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Diagram ini digunakan untuk menganalisis persoalan dan

13

Iskandar Indranata, Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas (Jakarta : Penebit


(63)

III-21

faktor yang menimbulkan persoalan tersebut. Diagram sebab akibat ini juga disebut juga Ishikawa Diagram karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943 dipabrik Kawasaki Steel Works .

Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut :

• Untuk menimbulkan sebab-sebab variasi dalam proses

• Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah • Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalh

• Untuk memberikan petunjuk mengenai macam-macam data yang perlu dikumpulkan

• Membantu dalam penyelidikan/pencarian fakta lebih lanjut.

Diagram sebab akibat ini juga dapat diaplikasikan pada organisasi, manufaktur.

Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab akibat antara lain :

• Menentukan dahulu apa yang menjadi masalah atau penyimpangan yang penting dan mendesak untuk diselesaikan.

• Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat. Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas, kemudian gambarkan tulang belakang (anak panah dari kiri ke kanan).

• Tuliskan faktor-faktor penyebab utama yang menimbulkan masalah sebagai tulang besar (yang ditulis hanyalah kemungkinan bersifat garis besar atau kelompok suatu sumber daya tertentu), juga ditempatkan dalam kotak.


(64)

III-22

• Dari penggolongan kemungkinan sebab secara garis besar, kemudian dijabarkan secara lebih rinci dinyatakan sebagai tulang berukuran sedang. • Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah

faktor-faktor penting terterntu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap masalah utama.

• Akhirnya langkah terakhir adalah memriksa apakah item dlam diagram mempunyai hubungan sebab akibat secara signifikan.

Sebagai contoh sederhana lihat diagram sebab akibat pada Gambar 3.7. berikut ini.

Gambar 3.4. Diagram Sebab Akibat

3.5.3.3.Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) 14

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan sebuah metode sistematis untuk mengidentifikasi kegagalan potensial dengan tujuan mencegah terjadinya kegagalan dan meminimisasi probabilitas kegagalan. Dalam penggunaan FMEA, akan diidentifikasi setiap mode kegagalan potensial, efek yang ditimbulkan, tingkat keparahan dan petunjuk terjadinya. Setelah penyebab

14

Praveen gupta. 2004. The Six sigma Performance Handbook, A Statistikal Guide to Optimizing


(65)

III-23

kegagalan diidentifikasi, mode kegagalan dan efeknya diminimisasi melalui tindakan perbaikan. FMEA umumnya digunakan untuk mengembangkan solusi sebuah permasalahn (problem). Umumnya FMEA digunakan pada tahap pengembangan produk ataupun proses. Penggunaan FMEA terbagi atas 2 bidang yaitu desain (FMEA Design) dan proses (FMEA Process). Namun yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah FMEA proses

Pada dasarnya sasaran dari proses manufakturing adalah menghasilkan produk yang memenuhi semua spesifikasi sepanjang waktu. Suatu FMEA proses akan mengidetifikasi penyimpangan-penyimpangan melalui deteksi atau pencegahan perubahan dalam variabel- variabel proses seperti kondisi diluar spesifikasi yang ditetapkan misalnya ukuran yang tidak tepat, tekstur dan warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat dan lain-lain.

Manfaat penggunaan FMEA proses dalam peningkatan kualitas Six Sigma

adalah mengidentifikasi masalah-masalah potensial sebelum produk itu diproduksi, membantu menghindari scrap dan pekerjaan ulang (rework), mengurangi biaya kegagalan produk yang dialami oleh pelanggan sehingga akan meningkatkan kepuasan pelanggan, dan menjamin suatu start-up produksi yang lebih mulus.15

a. Fungsi dan spesifikasi : menentukan fungsi dari item/part yang dipelejari : kegunaan, tujuan dan objek dari desain.

Metodologi FMEA terdiri dari penilaian mode kegagalan untuk severity,

penyebab potensial untuk occurance, dan pengendalian untuk detection.

15

Vincent Gaspersz.2005. Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO


(66)

III-24

b. Mode kegagalan potensial : suatu mode kegagalan adalah kegagalan atau kecacatan apa saja dalam desain atau perubahan –peubahan dalam produk yang menyebabkan produk itu tidak berfungsi sebagai mana seharusnya. Contoh model kegagalan adalah patah/retak, meledak , bocor, terlepas.

c. Akibat potensial dari mode kegagalan : merupakan dampak yang diakibatkan oleh daerah yang rusak. Jelas bahwa ika mode kegagalan dapat berdampak pada keselamatan atau tidak dipenuhinya persyaratan-persyaratan.

Contoh : operasi tidak teratur, tidak terpenuhi tindakan-tidakan pengaturan. d. Rating keparahan (severity), merupakan suatu perkiraan yang menyangkut

keseriusan dari efek kegagalan potensial pada fungsional produk atau pada saat digunakan oleh pelanggan. Severity dapat menjadi masukan dalam mengurangi efek yang merugikan pada proses secara langsung. Rating keparahan diberi nilai pada skala satu sampai sepuluh, dengan sepuluh dinyatakan sebagai tingkat yang paling parah, dan 1 mengimplikasikan efek yang paling kecil/minimal. Adapun tabel rating keparahan (severity) dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Rating Severity

Efek Rank Kriteria

Berbahaya tanpa ada peringatan

10

Kegagalan pada produk hampir dipastikan mengakibatkan bahaya yang sangat tinggi dan bertentengan pada hukum yang berlaku

Berbahaya dan ada peringatan

9 Kegagalan pada produk menimbulkan kemungkinan bahaya yang tinggi. Masih didalam hukum yang belaku

Sangat

tinggi 8

Terjadi downtime dan berdampak pada financial/keuangan. Pengguna tidak puas


(67)

III-25

Tabel 3.2. Rating Severity (Lanjutan)

Tinggi 7 Terjadi downtime pada proses. Pengaruh buruk/ masalah mempengaruhi kinerja/tampilan produk. Pengguna tidak puas Sedang 6 Adanya gangguan pada proses hilir. Produk dalam keadaan

aman namun kinerja menurun. Pengguna tidak puas

Rendah 5

Dampak akan mempengaruhi keseluruhan proses.Penurunan pada kinerja atau tampilan secara bertahap. Pengguna tidak puas

Sangat

rendah 4

Proses hilir mungkin dipengaruhi. Pengguna akan mengalami sedikit dampak negatif pada produk

Kecil 3 Pengguna mungkin akan memberitahukan efek tapi efek sedikit pada proses dan produk

Sangat kecil 2 Tidak ada efek pada hilir proses. Efek dapat diabaikan pada produk

Tidak ada 1 Kemungkinan dapat diberitahukan oleh operator proses. Tidak diberitahukan oleh pengguna produk

Sumber : Dydem, 2003

e. Rating kejadian (occurrence) menggambarkankemungkinan terjadinya mode kegagalan. Frekuensi terjadinya kegagalan dapat diestimasi melalui pengalaman pada proses dan data historis kinerja. Pada data historis/pengalaman, frekuensi terjadinya kegagalan dapat diestimasi dengan melihat data kegagalan pada proses yang sama. Nilai rating occurence

diberikan skala antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai kumulatif yang tinggi atau sangat sering atau selalu terjadi, dan nilai 1 mengimplikasikan situasi yang sangat jarang atau tidak pernah terjadi. Adapun tabel rating kejadian (occurrence) dapat dilihat pada Tabel 3.3.


(68)

III-26

Tabel 3.3. Rating Occurrence

Kemungkinan Rank Kriteria Tingkat

kegagalan

Sangat tidak mungkin 1 Kegagalan tidak mungkin

terjadi 1 dalam 1.000.000

Jarang kemungkinan 2 Kegagalan jarang terjadi 1 dalam 20.000 Sangat kecil

kemungkinan 3

Sangat sedikit kegagalan

mungkin terjadi 1 dalam 15.000 Kecil kemungkinan 4 Sedikit kegagalan mungkin

terjadi 1 dalam 1.000

Cukup rendah

kemungkinan 5

Terkadang kegagalan mungkin

terjadi 1 dalam 400

Sedang kemungkinan 6 Jumlah kegagalan yang terjadi

sedang 1 dalam 80

Cukup tinggi

kemungkinan 7

Jumlah kegagal agak tinggi

mungkin terjadi 1 dalam 40

Tinggi kemungkinan 8 Jumlah kegagalan yang terjadi

tinggi 1 dalam 20

Sangat tinggi

kemungkinan 9

Jumlah kegagalan sangat

mungkin terjadi 1 dalam 8

Tinggi sekali

kemungkinan 10

Kegagalan dapat dipastikan

terjadi 1 dalam 2

Sumber : Dydem, 2003

f. Rating deteksi (detection), menggambarkan kemungkinan relatif terjadinya kegagalan yang dapat dideteksi melalui kontrol yang tepat (seperti inspeksi, pengujian, atau pengendalian proses). Detection diberikan skala nilai dari 1 sampai 10, dimana nilai 10 mengimplikasikan kesulitan dalam pendeteksian, dan nilai 1 mengimplikasikan kepastian pendektesian. Adapun tabel rating deteksi (detection) dapat dilihat pada Tabel 3.4.

g. Tindakan Rekomendasi merupakan masukan ide-ide mengenai peningkatan proses, jika rangking detection tidak memuaskan


(69)

III-27

Tabel 3.4. Rating Detection

Deteksi Rank Kriteria

Sangat tinggi

sekali mungkin 1 Kontrol akan hampir pasti mendeteksi adanya efek Sangat tinggi

kemungkinan 2

Kontrol memiliki probabilitas sangat tinggi untuk mendeteksi adanya kegagalan

Kemungkinan

tinggi 3 Memiliki efektivitas tinggi untuk dideteksi Kemungkinan

cukup tinggi 4 Memiliki efektivitas cukup tinggi untuk dideteksi Kemungkinan

sedang 5 Memiliki efektivitas sedang untuk dideteksi Kemungkinan

agak rendah 6 Memiliki efektivitas cukup rendah untuk dideteksi Kemungkinan

rendah 7 Memiliki efektivitas rendah untuk dideteksi Kemungkinan

sangat rendah 8

Memiliki efektivitas sangat rendah di setiap kategori yang berlaku

Hampir tidak

mungkin 9

Kontrol memiliki probabilitas sangat rendah untuk mendeteksi adanya efek

Sangat tidak

mungkin 10

Kontrol akan hampir pasti tidak mendeteksi adanya efek

Sumber : Dydem, 2003

Penerapan FMEA dapat dilakukan dengan langkah-langkah yaitu: 16 1. Defenisikan/pastikan item yang diamati.

2. Pastikan fungsi/kegunaan masing-masing item yang diamati. 3. Identifikasi jenis kesalahan yang mungkin muncul dari tiap item. 4. Tentukan penyebab kesalahan yang muncul dari tiap item.

5. Identifikasi dampak dari tiap kesalahan/kegagalan yang muncul tanpa mempertimbangkan kontrol yang ada.

16

Dyadem.2003.Guidelines for Failure Mode and Effect Analysis, For Automotive, Aerospace and

General manufacturing Industries. CRC Press, Boca Raton London new Uork Washington, D.C.


(70)

III-28

6. Identifikasi dan buat urutan kendali untuk tiap kegagalan yang muncul.

7. Tentukan langkah pencegahan dan langkah yang diusulkan didasarkan pada resiko yang diamati.

3.5.3.4. Eksperimen Faktorial

Eksperimen dengan satu faktor, secara umum dinyatakan dengan perlakuan, yang terdiri atas beberapa taraf. Analisa dilakukan untuk menyelidiki apakah terdapat perbedaan yang berarti mengenai efek rata-rata tiap faktor ataukah tidak. Akan tetapi sering terjadi bahwa kita ingin menyelidiki secara bersamaan efek beberapa faktor yang berlainan, misalnya efek perubahan temperatur, tekanan, dan konsentrasi zat reaksi. Dalam hal ini tiap perlakuan merupakan kombinasi perlakuan. Jika semua atau hampir semua kombinasi antara taraf setiap faktor kita perhatikan, maka eksperimen yang terjadi karenanya dinamakan eksperimen faktorial. Dikatakan dengan cara lain, eksperimen faktorial adalah eksperimen yang semua (hampir semua) taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan atau disilangkan dengan semua (hampir semua) taraf tiap faktor lainnya yang ada dalam eksperimen itu.

1. Model Acak Desain Eksperimen Faktorial a x b x c17

Apabila eksperimen factorial ini meliputi 3 buah faktor. Namakanlah faktor-faktor itu A,B dan C masing – masing dengan menggunakan desain acak sempurna, dalam tiap kombinasi perlakuan terdapat n buah unit eksperimen atau

17


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Penentuan Level Faktor untuk Meminimisasi Jumlah Kecacatan Produk Crumb Rubber SIR 20 dengan Menggunakan Metode Response Surface pada PT. Hadi Baru

2 62 116

Analisa Kadar Nitrogen Dalam Crumb Rubber Mutu Sir 20 Dan Crumb Rubber Mutu Sir 3 Metode Kjeldhal

43 205 56

Analisa Perbandingan Konsentrasi Zat Menguap Dalam Crumb Rubber Mutu Sir 20 Dan Crumb Rubber Mutu Sir 3wf

0 26 45

INDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KECACATAN PRODUK MIE SNACK UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. SIANTAR TOP TBK SURABAYA.

3 13 90

IDENTIFIKASI FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KECACATAN (DEFECT) PADA PRODUK VELG MOBIL JENIS DAVINO DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA DI PT. PRIMA ALLOY STELL SIDOARJO.

17 50 129

Analisis Penentuan Level Faktor untuk Meminimisasi Jumlah Kecacatan Produk Crumb Rubber SIR 20 dengan Menggunakan Metode Response Surface pada PT. Hadi Baru

0 0 14

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Analisis Penentuan Level Faktor untuk Meminimisasi Jumlah Kecacatan Produk Crumb Rubber SIR 20 dengan Menggunakan Metode Response Surface pada PT. Hadi Baru

0 1 13

Aplikasi Six Sigma Untuk Menganalisis Faktor-Faktor Penyebab Kecacatan Produk Crumb Rubber Sir 20 Pada PT.Hadi Baru

0 0 24

Aplikasi Six Sigma Untuk Menganalisis Faktor-Faktor Penyebab Kecacatan Produk Crumb Rubber Sir 20 Pada PT.Hadi Baru

0 0 18

IDENTIFIKASI FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KECACATAN (DEFECT) PADA PRODUK VELG MOBIL JENIS DAVINO DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA DI PT. PRIMA ALLOY STELL SIDOARJO

1 1 20