Laporan Pendahuluan Rencana Zonasi Wilay

KATA PENGANTAR

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah Yang maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan dokumen tugas mata kuliah Perencanaan Kawasan Pesisir III yang berjudul “Laporan Pendahuluan Zonasi Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten Tulungagung ” dengan lancar. Selama proses penulisan penulis banyak mendapatkan bantuan dari pihak-pihak lain sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan optimal. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini yaitu:

1. Bapak Putu Gede Ariastita ST.MT. dan Ibu Dian Rahmawati, ST.MT., sebagai dosen mata kuliah Praktek Perencanaan Pesisir yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan laporan ini serta memberikan ilmu yang sangat bermanfaat,

2. Instansi pemerintah dan masyarakat Tulungagung yang telah membantu memberikan segala informasi terkait data pengerjaan penyelesaian laporan ini,

3. Orang tua yang selalu memberikan motivasi,

4. Teman-teman PWK 2013 yang telah banyak membantu kelancaran penyusunan laporan ini,

5. Serta semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian laporan ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu

Sekian, semoga laporan ini dapat bermanfaat secara luas bagi perkembangan wilayah perencanaan serta rekomendasi ke depannya. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Surabaya, 22 Februari 2016

Penulis

Praktek Perencanaan Pesisir Page i

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan dimana batasnya dapat didefinisikan baik dalam konteks struktur administrasi pemerintah maupun secara ekologis. Sebagai negara kepulauan, laut dan wilayah pesisir memiliki nilai strategis dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya sehingga berpotensi menjadi primemover pengembangan wilayah nasional. Bahkan secara historis menunjukkan bahwa wilayah pesisir ini telah berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat karena berbagai keunggulan fisik dan geografis yang dimilikinya. Agar pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir dapat terselenggara secara optimal, diperlukan upaya penataan ruang sebagai salah satu bentuk intervensi kebijakan dan penanganan khusus dari pemerintah dengan memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya. Selain itu, implementasi penataan ruang perlu didukung oleh program-program sektoral baik yang terselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat, termasuk dunia usaha.

Sesuai dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014, terdapat 3 (tiga) struktur yang menyusun pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, yakni perencanaan, pemanfaatan, serta pengawasan dan pengendalian. Struktur perencanaan memuat perencanaan yang bersifat spasial (keruangan) yaitu Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP-3-K. Pada pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa “Pemerintah daerah wajib menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP- 3-K) sesuai dengan kewenangan masing-masing ”. RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 407, bahwa “Segala peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan daerah wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada undang- undang ini”, sehingga kewenangan pengelolaan laut 0-12 mil sepenuhnya berada di provinsi.

dan Perikanan No.PER.30/MEN/2010 tentang Perencanaan Pengelolaan WP-3-K, Pemerintah Daerah Provinsi berwenang menyusun RZWP-3-K provinsi dan Rencana Zonasi Bagian Wilayah

Berdasarkan

Peraturan

Menteri

Kelautan

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZBWP-3-K), dan dapat menyusun Rencana Zonasi Rinci pada zona tertentu.

Dalam rangka memberikan acuan bagi semua pihak terkait dalam penyusunan rencana zonasi WP-3-K Provinsi, baik untuk kalangan pemerintah, swasta, maupun masyarakat pada umumnya, maka perlu disusun pedoman penyusunan Rencana Zonasi WP-3-K Provinsi. Hingga saat ini wilayah pesisir Tulungagung belum dimanfaatkan secara optimal. Sumberdaya laut belum berperan sebagai komoditi dan aset ekonomi yang berfungsi dan kemampuannya perlu dilestarikan untuk keberlanjutan proses produksi. Pemanfaatan sumberdaya laut terkadang tidak dilakukan secara bijaksana dan kurang memperhatikan kaedah-kaedah pelestarian lingkungan. Berkaitan dengan amanah UU No. 27 Tahun 2007 dan pentingnya dokumen perencanaan pengelolaan wilayah pesisir sebagai dasar untuk pemanfaatan wilayah pesisir Kabupaten Tulungagung menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Desa Tulungagung untuk mendukung terciptanya penataan ruang laut dan pesisir secara serasi, seimbang dan berkelanjutan.

Melihat urgensitas dan pentingnya penyusunan dokumen rencana zonasi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kabuoaten Tulungagung maka untuk mengembangkan Pulau Tulungagung dengan mengedepankan seluruh potensi yang dimiliki perlu dibuat suatu perencanaan yang lebih optimal. Dengan melakukan pemanfaatan yang menyeluruh dan terintegrasi (komperehensif) dapat menciptakan Kabupaten Tulungagung yang mandiri.

1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran

1.3.1 Tujuan Penyusunan RZBWP-3-K Kabupaten Tulungagung adalah :

1. Menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten Tulungagung sebagaimana amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014.

2. Menyerasikan perencanaan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tulungagung;

3. Menyusun rencana implementasi pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Tulungagung;

4. Menyusun rencana monitoring pengendalian ruang wilayah pesisir Kabupaten Tulungagung.

1.3.2 Sasaran Penyusunan RZBWP-3-K Kabupaten Tulungagung adalah :

1. Terwujudnya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten Tulungagung yang berkelanjutan.

2. Terwujudnya keterpaduan/integrasi perencanaan tata ruang wilayah pesisir dan wilayah darat secara harmonis, selaras dan seimbang.

3. Terciptanya kelestarian lingkungan hidup wilayah pesisir dan laut dalam satu kesatuan perencanaan secara terpadu.

1.3.3 Fungsi Penyusunan RZBWP-3-K Kabupaten Tulungagung adalah :

1. Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

2. Sebagai acuan dalam penyusunan RPWP-3-K dan RAPWP-3-K

3. Sebagai instrumen penataan ruang di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil

4. Memberikan kekuatan hukum terhadap alokasi ruang di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil

5. Untuk memberikan rekomendasi dalam pemberian perizinan di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil

6. Sebagai acuan dalam rujukan konflik di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil

7. Sebagai acuan dalam pemanfaatan ruang di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil

8. Sebagai acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan di WP3K.

1.3.4 Manfaat Penyusunan RZBWP-3-K Kabupaten Tulungagung adalah :

1. Memfasilitasi akselerasi pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil

2. Mengidentifikasi daerah-daerah yang sesuai untuk dimanfaatkan

3. Mendorong pemanfaatan ruang dan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang efisien

4. Mengurangi kemungkinan dampak negatif dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulaupulau kecil

5. Mengidentifikasi daerah-daerah yang penting secara ekologi dan kelangsungan kehidupan habitat pesisir dan pulau-pulau kecil dan mengurangi konflik dengan pemanfaatan ekonomi

6. Menjamin dan memastikan alokasi ruang untuk keanekaragaman hayati dan konservasi alam

7. Mendorong kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan melalui keterlibatan dalam proses perencanaan

8. Melindungi ruang yang secara turun-temurun dimanfaatkan untuk kepentingan sosial budaya masyarakat seperti untuk upacara adat, wilayah ulayat, wilayah suci laut

9. Mengurangi konflik pemanfaatan ruang baik antara pemanfaatan yang tidak kompatibel maupun konflik antara pemanfaatan manusia dan kelestarian lingkungan alam

1.3. Ruang Lingkup

1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah kegiatan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten Tulungagung, meliputi seluruh kawasan pesisir Kabupaten Tulungagung yang meliputi empat kecamatan yaitu wilayah Kecamatan Besuki, Kecamatan Pucanglaban, Kecamatan Tangunggunung, dan Kecamatan Kalidawir

dengan total luas 401,79 Km 2 . Kabupaten Tulungagung secara astronomis terletak dengan total luas 401,79 Km 2 . Kabupaten Tulungagung secara astronomis terletak

 Utara : Kec. Bandung, Kec. Campurdarat, Kec. Boyolangu, Kec. Selojeneng, Kec. Ngunut, Kec. Rejotangan  Barat

: Kabupaten Trenggalek

 Selatan

: Samudera Hindia

 Timur

: Kabupaten Blitar

1.3.2 Ruang Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan penyusunan RZWP3K Kabupaten Tulungagung meliputi:

1. Studi awal tentang kebijakan dan strategi pengembangan Kabupaten Tukungagung terutama RTRW Kabupaten Tulungagung yang telah disusun

2. Pertemuan awal yang diadakan dalam rangka pembahasan konsep RZWP3K

3. Penyusunan konsep integrasi RTRW Kabupaten Tulungagung dengan konsep RZWP3K yang disusun

4. Penyusunan katalog data yang dibutuhkan dalam penyusunan RZWP3K

5. Pengumpulan data, meliputi :  Inventarisasi data sekunder potensi sumberdaya kelautan dan perikanan  Pengolaan data sekunder berupa peta  Indentifikasi data sekunder oseanografi termasuk pola arus, batimetri dan

teresterial  Indentifikasi data sekunder kondisi ekosistem seperti trumbu karan, padang

lamun dan mangrove  Identifikasi data sekunder sosial ekonomi dan budaya  Interpretasi dan pengolahan hasil interpretasi citra pada daerah studi  Survey lapangan pada wilayah perencanaan yang digunakan untuk

pencarian data primer  Melakukan pemetaan terhadap kondisi eksisting, potensi dan isu

permasalahan yang ada pada peta (berdasarkan hasil interpretasi citra dan ground check) dengan skala 1 : 50.000

6. Analisis, meliputi:

 Analisis hasil interpretasi Citra.  Analisis kebijakan pemanfaatan ruang yang ada  Analisis potensi dan pola pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan.  Analisis kesesuaian lahan dan kesesuaian perairan  Analisis kegiatan ekonomi di wilayah pesisir dan laut Kabupaten

Tulungagung, khususnya di bidang kelautan dan perikanan.  Analisis mitigasi bencana di wilayah perencanaan

7. Penetuan tujuan pengelolaan untuk paket – paket sumberdaya

8. Penyusunan draft rencana zonasi, meliputi :  Penyusunan struktur ruang.  Rencana kawasan konservasi  Rencana Kawasan Pemanfaatan Umum  Rencana Kawasan Strategis  Arahan Pemanfaatan Ruang

9. Pertemuan dalam rangka pembahasaan daft rencana zonasi RZWP3K Kabupaten Tulungagung

10. Penyusunan laporan

1.4. Sistematika Pelaporan

Pembahasan pada Laporan Pendahuluan RZBWP-3-K Kabupaten Tulungagung ini disusun berdasarkan tatanan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang penyusunan laporan pendahuluan sebagai awal dari tahap pelaporan dalam rangka penyusunan RZBWP-3-K Kabupaten Tulungagung, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, serta sistematika pelaporan.

BAB II Kajian Kebijakan dan Kajian Literatur

Bab ini mengeksplorasi beberapa tinjauan RZBWP-3-K Kabupaten Tulungagung, teori, konsep, serta kebijakan perencanaan kawasan peisisr terkait wilayah studi Kabupaten Tulungagung Tulungagung.

BAB III Gambaran Umum Wilayah

Bab ini mendiskripsikan secara umum kondisi wilayah Pulau Tulungagung, potensi dan permasalahan yang terjadi serta isu stategis di kawasan perencanaan.

BAB IV Metodologi

Bab ini memuat metode inventarisasi data dan metode analisis melalui analytical tools, serta output yang diharapkan.

BAB V Manajemen Kegiatan

Bab ini berisi tentang rencana kegiatan yang direncanakan, jadwal pelaksanaan kegiatan dan organisasi pelaksana kegiatan, rumusan tugas, serta tanggung jawab tenaga ahli.

BAB VI Lampiran

Bab ini berisi tentang lampiran desain survei.

BAB II KAJIAN KEBIJAKAN DAN KAJIAN LITERATUR

2.1. Tinjauan Terhadap RZWP3K Provinsi Jawa Timur

2.1.1. Issu Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur

Di wilayah pesisir merupakan area yang juga memiliki potensi untuk terjadinya bencana alam maupun bencana non alam yang biasanya diakibatkan karena proses yang berkesinambungan terhadap dampak dari tindakan manusia dalam memperlakukan lingkungan. Bencana seharusnya dapat dihindari sedini mungkin dalam upaya mitigasi bencana.Bencana merupakan serangkaian peristiwa yang mengancam atau mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Maka dalam kemungkinan terjadinya bencana, perlu mitigasi yang merupakan serangkaian upaya untuk mengurang resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Pemahaman karakteristik bencana yang akan mengancam ini perlu diketahui oleh aparatur pemerintah dan masyarakat terutama yang tinggal di wilayah yang rawan bencana, karena ini bagian dari suatu upaya mitigasi karena dengan pengenalan karakteristik tersebut, kita dapat memahami perilaku dari ancaman sehingga dapat diambil langkah-langkah yang diperlukan dalam mengatasinya atau paling tidak mengurangi kemungkinan dampak yang ditimbulkannya.

A. RTRW Provinsi Jawa Timur

Isu strategis wilayah meliputi : - Isu kemampuan lahan/ carrying capacity dan isu konversi lahan - Isu kesenjangan ekonomi, sarana dan prasarana, SDM - Isu bencana alam dan kerentanan - Isu bencana lumpur LAPINDO dan implikasi sosial ekonomi - Isu konversi hutan lindung dan lahan sawah pertanian terutama yang

beririgasi.

- Isu kurang terintegrasinya sektor-sektor pertanian, serta antara sistem produksi, koleksi, dan distribusi sehingga belum optimal pengembangan dan peningkatan nilai tambah produksi sektor pertanian

- Isu globalisasi, urbanisasi, dan pertumbuhan perkotaan yang mengarah kepada urban sprawl dan megacities terutama di kota-kota utama di Jatim - Isu ketahanan pangan - Isu pengembangan potensi-potensi infrastruktur strategis seperti

infrastruktur transportasi, infrastruktur energi dan telekomunikasi, seperti Suramadu, pengembangan pelabuhan di Tuban, Lamongan, Gresik, hingga Situbondo, pengembangan sumber-sumber energi alternatif dan pengolahannya.

B. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Isu strategis wilayah, meliputi :

Integrasi Penataan Ruang

Adapun isu – isu yang terkait dengan penataan ruang antara lain :

1. Banyak terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang walaupun ada peraturan perundangannya;

2. Belum ada rencana tata ruang khusus wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Jawa Timiur termasuk kabupaten/kota

3. Pendirian bangunan dan/atau kegiatan lain di sempadan pantai menyebabkan kerusakan hutan mangrove di jalur hijau ( green belt). kerusakan terumbu karang ( coral reef) karena pengeboman dan/atau bahan kimia beracun ( potasium sianida)

4. Aktivitas maupun jumlah orang yang ingin memanfaatkan sumberdaya wilayah pesisir makin meningkat,

5. Terjadi tumpang tindih pengelolaan dan pemanfaatan pesisir antar sektor, sesuai kepentingan masing-masing (konflik kewenangan);

6. Terjadi perubahan karakter pola permukiman akibat berkembangnya aktifitas sosial ekonomi masyarakat

7. Pembangunan pola permukiman berkembang secara sporadik dan kurang terencana;

8. Terdapat pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak sesuai dengan fungsi dan peruntukan,

9. Estetika pantai hilang karena pola pembangunan yang membelakangi pantai serta adanya pembangunan di sempadan pantai.

Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim Global

Secara umum isu-isu yang berkaitan dengan mitigasi bencana antara lain :

1. Masyarakat belum memahami mitigasi bencana beserta langkah lanjut yang harus dilakukan;

2. Bencana tsunami, gelombang besar, pemanasan global terjadi secara tiba- tiba dan tidak bisa diprediksi;

3. Banjir rob berakibat kehilangan lahan akibat kenaikan paras air laut;

4. Bangunan pantai yang tidak terencana dengan baik, penambangan material pantai, penebangan hutan bakau

5. Kerentanan masyarakat lebih tinggi dampak keterbatasan sarana prasarana;

6. Pemasangan tanda bahaya secara dini ( early warning system) terbatas jumlahnya; kalau sudah dipasang rentan hilang;

Pemanfaatan Pulau Kecil dan Pulau Terluar

Provinsi Jawa Timur mempunyai sekitar 445 pulau kecil yaitu di Kabupaten : Pacitan (31), Tulungagung (19), Blitar (28), Malang (100), Situbondo (5), Sumenep (121), Gresik (13), Sampang (1), Trenggalek (57), Sidoarjo (4), Banyuwangi (15), Jember (50), Probolinggo (1), dan Bangkalan (1). Sebanyak lebih kurang 20% berpenghuni, sedangkan sisanya yaitu 80% merupakan pulau yang tidak berpenghuni. Diantara pulau-pulau tersebut terdapat 3 (tiga) pulau berada di perbatasan Australia yakni P.Panekan dan P.Sekel (Kab.Trenggalek), dan P.Nusa Barong (Kab.Jember). Secara umum isu-isu berkaitan dengan pulau-pulau kecil dan pulau terluar antara lain :  Pulau kecil sebagian besar tidak berpenghuni, biasanya memiliki sumberdaya

perikanan laut bernilai ekonomis dini  Pulau kecil menawarkan berbagai keindahan bawah laut  Pulau kecil letak dan geografis kauh dan terisolir  Transportasi dan perhubungan merupakan salah satu faktor yang sulit

sehingga pengawasan dan pengamanan menjadi kendala  Letak pulau kecil terpencil menjadi sarang bagi kegiatan illegal yang dapat merusak lingkungan dan ekosistem

 Perlu investasi besar untuk pengembangan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya

Pengembangan Transportasi Laut

Keterhubungan antar wilayah pesisir masih kurang, terutama untuk menjangkau pulau-pulau kecil.Kondisi ini menyebabkan masih sulitnya menjangkau ke wilayah tersebut.Kesulitan ini tentunya menghambat pengembangan ekonomi maupun pelayanan sarana dan prasarana wilayah.Kondisi ini tentunya perlu diatasi dengan pengembangan pelabuhan pelabuhan perintis yang menghubungkan antar pulau-pulau kecil tersebut. Dari sisi prasarana kondisi transportasi laut di Jawa Timur belum optimal.Kapal yang melayani transportasi laut di Jawa Timur kondisinya relatif sudah tua.Kondisi ini menyebabkan belum optimalnya pelayanan transportasi laut. Di samping itu, infrastruktur penunjang, seperti pelabuhan dan dermaga di bebarapa tempat masih belum optimal untuk memberikan pelayanan transportasi laut.

Reklamasi Pantai yang Berdampak Kerusakan Pada Lingkungan

Adapun isu-isu yang berkembang dalam kaitan dengan reklamasi antara lain:

1. Sering menimbulkan konflik dengan masyarakat adat/masyarakat lokal karena mereka merasa dirugikan

2. Menutup akses dan kegiatan masyarakat dalam menjalankan usaha pemanfaatan sumberdaya

3. Menimbulkan perubahan fisik lingkungan yang menyebabkan menurunnya ekosistem maupun potensi sumberdaya pesisir

4. Menggunakan bahan dasar pasir laut dan/atau terumbu/batu karang berdampak negatif terhadap lingkungan dan ekosistem.

Pencemaran dan Konservasi Sumberdaya Hayati

Rusaknya ekosistem pesisir dan laut mengakibatkan penurunan potensi ikan, hal ini dapat dilihat khususnya di Selat Madura, ruang ikan berada di luar peraiarn selat, sedangkan di pesisir potensinya sudah sangat berkurang. Kerusak ekosistem tersebut akibat ulah manusia melakukan kegiatan/usaha, seperti pengurugan, pengambilan ikan dengan peledak, jaring bondet, pukat harimau atau trawl mini, buangan limbah, dan sebagainya. Secara umum isu-isu berkaitan dengan kerusakan dan pencemaran lingkungan antara lain :

1. Kurang ketatnya pengawasan limbah oleh instansi terkait

2. Rendahnya kepedulian masyarakat pesisir terhadap pengelolaan sampah dan kebersihan lingkungan

3. Buangan minyak kotor dari kapal ikan, nelayan, dsb

4. Kerusakan daerah aliran sungai (DAS) dan hutan di daratan meningkatkan terjadinya erosi dan sedimentasi yang dapat mengancam ekosistem di laut

5. Semakin berkurangnya hutan bakau di wilayah pesisir;

9. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai kawasan yang kaya akan sumberdaya alam

10. Kurangnya pembinaan dan kerjasama antar seluruh stakeholder dalam menjaga dan memperbaiki ekosistem mangrove

11. Terjadinya penurunan kualitas air laut akibat aktivitas industri, pelabuhan, penambangan dan limbah rumah tangga

12. Peningkatan volume sampah di pantai akibat meningkatnya kegiatan ekonomi masyarakat

Ekosistem mangrove mengalami degradasi cukup mengkhawatirkan; hutan mangrove di Jawa Timur 85.000 hektar atau 6,24% luas hutan. Hingga saat ini hutan mangrove yang mengalami kerusakan mencapai 13.000 hektar akibat tekanan berbagai kepentingan di wilayah pesisir. Pada sisi lain luasan terumbu karang belum diketahui secara pasti, namun demikian tingkat kerusakannya mencapai 60% yang disebabkan oleh penangkapan ikan menggunakan potasium maupun bahan peledak. Upaya memperbaiki ekosistem mangrove dan terumbu karang tersebut ditempuh dengan rehabilitasi hutan mangrove di kabupaten/kota yang rusak parah.Dilakukan penanaman terumbu karang buatan di daerah yang mengalami kerusakan ekosistem, seperti di perairan pantai Utara dan Selat Madura berupa ban bekas atau keranjang beton.Perbaikan ekosistem mangrove dan terumbu karang pada prinsipnya berkaitan erat dengan penyediaan habitat baru dalam ruang laut sebagai tempat berlindung, mencari makan, dan tempat asuhan ikan, crustacea dan molusca. Adapun isu – isu terkait dengan Konservasi Keanekaragaman hayati antara lain :

1. Menurunnya populasi beberapa jenis ikan di perairan laut;

2. Kerusakan hutan mangrove dan terumbu karang;

3. Penggunaan bahan peledak dan bahan beracun potasium;

4. Belum ada realisasi penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah

5. Bekum ada penelitian luasan terumbu karang, termasuk tingkat kerusakannya;

Pengembangan

dan Peningkatan Kesejahteraan

Isu-isu terkait dengan pembangunan ekonomi, wisata bahari dan kesejahteraan masyarakat wilayah pesisir adalah:

1. Masih ada peluang pengembangan perikanan, meliputi perikanan budidaya, perikanan tangkap, usaha produktif pengolahan hasil perikanan dan kelautan;

2. Kurangnya pelayanan modal usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir.

3. Tersedianya sarana dan prasarana lain yang mendukung kegiatan perekonomian masyarakat;

4. Terdapatnya kawasan pelabuhan perikanan, pelabuhan umum, dan pelabuhan khusus.

5. Potensi sektor pariwisata bahari di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;

6. Peluang pasar hasil sumber daya laut secara nasional dan internasional cukup besar

7. Sumber daya wilayah pesisir dan lepas pantai belum termanfaatkan secara optimal

8. Potensi sumberdaya alam yang melimpah dan peluang investasi

9. Kawasan pesisir dan pantai belum seluruhnya dikelola oleh Pemerintah maupun Masyarakat

Isu-isu terkait dengan potensi obyek wisata bahari adalah:

1. Usaha pariwisata bahari belum memberikan nilai ekonomi yang memadai

2. Pengembangan paket wisata bahari belum terpadu

3. Kurang tersedianya fasilitas wisata bahari yang terjangkau masyarakat dan penyebaran panduan potensi wisata bahari sangat terbatas

4. Sepanjang pantai, pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki keindahan dan daya tarik wisata;

5. Terumbu karang dan hamparan pasir putih di beberapa lokasi merupakan pesona alam yang perlu dilestarikan

6. Beberapa lokasi pantainya potensial untuk dikembangkan sebagai wisata surving, dan pemancingan .

7. Menurunnya kualitas pantai, perairan dan terumbu karang yang menjadi andalan utama untuk pengembangan wisata bahari

8. Masih ada sikap dan perilaku masyarakat kurang mendukung/menerima kunjungan wisata

9. Adanya penggalian/penambangan di kawasan pesisir yang dapat merusak ekosistem dan keindahan pantai.

Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya

Wilayah pesisir merupakan salah satu sentra perikanan di Jawa Timur, hal ini terlihat dari adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong di Lamongan dan Prigi di Trenggalek yang dikelola Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan di Pacitan, Mayangan di Kota Probolinggo, Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) sebanyak 9 (sembilan) lokasi yang dikelola Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur merupakan pusat pendaratan ikan dari berbagai daerah di Indonesia. Demikian pula halnya dengan potensi budidaya tambak luas baku 57.511,64 Ha dengan luas bersih sekitar 50.137,94 Ha, dan pengolahan hasil perikanan yang tersebar di wilayah pesisir. Namun demikian dari sisi produksi tampaknya budidaya tambak mengalami penurunan seiring dengan menurunnya kualitas lingkungan di sekitarnya, khususnya produksi udang. Dengan demikian menjadi penting terhadap pemilihan komoditi budidaya sesuai dengan kondisi kualitas lingkungan saat ini. Adapun isu-isu terkait dengan Kondisi Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya adalah ebagai berikut :

1. Perairan Laut Jawa, Selat Madura, dan Selat Bali merupakan wilayah padat tangkap dan mengalami overfishing (gejala tangkap lebih)

2. Merupakan sentra produksi pengolahan hasil perikanan dalam kerangka pengembangan minapolitan mengingat terbukanya pasar domestik dan sentra pariwisata di wilayah pesisir

3. Produksi tambak terus mengalami penurunan utamanya jenis komoditi udang

4. Belum berkembangnya budidaya laut di wilayah pesisir utamanya di Madura Kepulauan

5. Degradasi fisik habitat pesisir

6. Konflik penggunaan ruang dan sumber daya

7. Pencurian ikan ( illegal fishing) dan pembuangan limbah ke laut

8. Kemiskinan penduduk wilayah pesisir khususnya nelayan dan pembudidaya ikan tradisional

Pengembangan Kawasan Industri

Pembangunan kawasan-kawasan industri ini lebih banyak dilakukan di wilayah pesisir, misalnya kawasan industri di Surabaya (SIER), Pasururan (PIER), muapun yang akan direncanakan seperti di Lamongan (LIS), Tuban, dan Bangkalan. Selain pengembangan kawasan industri ( Industrial estate).

Pengelolaan Pertambangan, Minyak dan Gas Bumi

Potensi sumberdaya mineral dan energi Provinsi Jawa Timur cukup besar diantaranya bahan gallian industri, bahan galian bangunan, batu ornament dan mineral logam. Pemakaian gas alam sampai saat ini di dominasi industri besar, sumber gas alam diambil dari daerah Pagerungan, Terang/Sirasun, Muriah, Wunut Sidoarjo, dan S.Saubi. Hasil penambangan terdiri dari berbagai macam komposisi gas, yakni metana, etana, propana, butana, serta jenis-jenis gal lain. Sampai dengan tahun 2008 tercatat sebanyak 31 kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS), yang sudah berproduksi maupun yang masih dalam kegiatan eksplorasi, maupun pembukaan blok-blok baru. Terdapat banyak sumur tua migas yang saat ini tidak produktif lagi, adapun sumur-sumur yang telah ditutup dan tidak produktif dibuat sebelum tahun 1970 (sumur-sumur tua) yang jumlahnya sekitar 1.575 sumur, secara administratif tersebar di Kabupaten Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, Mojokerto, Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, dan Kota Surabaya. Teknologi yang digunakan untuk ,mengelola sumu tua tersebut dengan teknologi konvensional baik secara tradisional maupun teknologi tepat guna. Teknologi tradisional dengan penimbaan tenaga manusia, hewan ternak maupun mesin pengerek.Sedangkan teknologi tepat guna memakai peralatan mesin submersible. Isu-Isu yang berkaitan dengan pertambangan umum maupun minyak dan gas bumi adalah sebagai berikut :

1. Belum meratanya hasil pembangunan, kesempatan kerja dan berusaha di bidang pertambangan;

2. Belum intensifnya upaya meningkatkan nilai tambah hasil tambang;

3. Perubahan peraturan perundangan dan pelayanan perizinan;

4. Kerusakan lingkungan dan peningkatan pengawasan;

5. Informasi, data potensi dan kegiatan penambangan kurang di update;

6. Bagi hasil minyak dan gas bumi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan kontraktor tidak dilaksanakan secara transparan;

7. Berdasarkan UU No.22 Tahun 2001 tentang Migas, kewenangan bidang migas berada di pusat, dalam hal ini pemerintah daerah tidak banyak dilibatkan;

8. Pemerintah daerah belum diberi kewenangan pengelolaan sumur tua migas;

9. Keresahan masyarakat sebagai dampak kegiatan eksplorasi maupun produksi minyak;

10. Penambangan legal maupun ilegal di kawasan pesisir merusak lingkungan

11. Terdapat tambang pasir besi yang depositnya cukup besar ;

Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM)

Rendahnya kualitas SDM di wilayah pesisir tidak hanya terjadi pada masyarakat pesisir saja, tetapi juga terjadi pada SDM instansi terkait.Secara umum isu-isu berkaitan dengan rendahnya SDM pesisir adalah :

1. Rendahnya taraf pendidikan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil

2. Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan,

3. Minimnya Sekolah Menengah Kejuruan bidang Kelautan/Perikanan

4. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat, sehingga sebagian besar masyarakat tidak mampu melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi.

5. Rendahnya Pengetahuan tentang kebaharian

6. Rendahnya penguasaan teknologi pengelolaan sumberdaya laut

7. Masih kurangnya prioritas pemerintah untuk memacu peningkatan kualitas SDM masyarakat pesisir.

8. Minimnya kegiatan pelatihan berbasis kelautan, perikanan dan pengelolaan pesisir

2.1.2. Rencana Struktur Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur

A. Rencana Sistem Wilayah Pengembangan

Perwilayahan di Provinsi Jawa Timur direncanakan dalam Wilayah Pengembangan (WP) dengan kedalaman penataan struktur pusat permukiman perkotaan. Perwilayahan Jawa Timur dibagi dalam 8 Wilayah Pengembangan (WP), sedangkan untuk wilayah pesisir yaitu :

1. WP Gerbangkertosusila Plus, meliputi : Kota Surabaya, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten

Bangkalan, Kabupaten dan Kota Pasuruan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep, dengan pusat pelayanan di Kota Surabaya.

2. WP Malang Raya, meliputi : Kota dan Kabupaten Malang, Kota Batu, dengan pusat pelayanan di Kota Malang.

3. WP Kediri dan sekitarnya, meliputi : Kota dan Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Tulungagung, dengan pusat pelayanan di Kota Kediri.

4. WP Probolinggo – Lumajang, meliputi : Kota dan Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang, dengan pusat pelayanan di Kota Probolinggo.

5. WP Jember dan sekitarnya, meliputi : Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Situbondo, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Jember.

6. WP Banyuwangi, meliputi : Kabupaten Banyuwangi, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Banyuwangi

B. Sistem Pusat Pelayanan dan Pengembangan Pulau-Pulau Kecil

Rencana pengembangan struktur pusat-pusat pelayanan di Gugus Pulau Kangean dibuat secara hirarki dan ditempatkan secara berjenjang dan terpadu sesuai skala pelayanannya, yang masing-masing mempunyai keterkaitan fungsional. Adapun hirarki pusat-pusat pelayanan yang akan dikembangkan di Gugus Pulau Kangean terbagi atas :

1. Pusat Pengembangan Primer atau Pusat Pelayanan Utama, dengan Skala pelayanan kabupaten dan regional. Untuk wilayah pulau-pulau di Kecamatan Sapekenpusat

Sapeken. Sektor yang dikembangkan: pemerintahan, perikanan tangkap, industri perikanan, pusat pemasaran produk-produk perikanan, sektor jasa kelautan (pelabuhan penumpang, pelabuhan pendaratan ikan), dan pariwisata.

pengembangannya

adalah

2. Pusat Pengembangan Sekunder atau Sub Pusat Pelayanan Utama, merupakan pusat pelayanan atau pengembangan sekunder yang dialokasikan tersebar merata ke setiap pulau dengan skala pelayanan sekunder, yang pengembangannya disesuaikan dengan ketersediaan sarana dan prasarana perikanan dan daya dukung sumberdaya pesisir dan laut. Wilayahnya adalah Pulau Kangean sebelah Utara dengan pusat pengembangan Batu Guluk dan Kangayan. Pengembangan di sektor: perikanan tangkap, industri perikanan, 2. Pusat Pengembangan Sekunder atau Sub Pusat Pelayanan Utama, merupakan pusat pelayanan atau pengembangan sekunder yang dialokasikan tersebar merata ke setiap pulau dengan skala pelayanan sekunder, yang pengembangannya disesuaikan dengan ketersediaan sarana dan prasarana perikanan dan daya dukung sumberdaya pesisir dan laut. Wilayahnya adalah Pulau Kangean sebelah Utara dengan pusat pengembangan Batu Guluk dan Kangayan. Pengembangan di sektor: perikanan tangkap, industri perikanan,

3. Pusat Pengembangan Lokal atau Pusat Pelayanan Lingkungan Pemukiman,yaitu merupakan suatu pusat orientasi pelayanan kebutuhan penduduk yang berada di setiap pulau terutama pulau-pualu yang dihuni dengan pusat pengembangan Saobi, Tanjung Kiaok, Sakala, dan Pegerungan Besar. Sektor yang dikembangkan antara lain: perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri perikanan, jasa kelautan (tambatan perahu), dan wisata bahari.

2.2. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penetapan Ruang Wilayah Kabupaten Tulungagung Tahun 2012 – 2032

A. Tujuan Penataan Ruang

Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Tulungagung dirumuskan berdasarkan:

1) Visi dan misi pembangunan wilayah Kabupaten Tulungagung,

2) Karakteristik wilayah kabupaten,

3) Isu strategis, dan

4) Kondisi obyektif yang diinginkan.

(1) Visi-Misi Kabupaten Tulungagung

Visi PemerintahKabupaten Tulungagungberdasarkan RPJP Tahun 2005 – 2025 adalah :

“MEWUJUDKAN TULUNGAGUNG YANG SEJAHTERA, MANDIRI DAN BERDAYA SAING”

Sedangkan Misi Pembangunan Kabupaten Tulungagung adalah :

1) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia masyarakat Kabupaten Tulungagung sehingga berdaya untuk aktif berpartisipasi dalam proses pembangunan daerah

2) Memajukan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Tulungagung secara merata dan berkeadilan, melalui pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis agribisnis dan agroindustri.

3) Mewujudkan kemandirian Kabupaten Tulungagung dalam membangun perekonomian daerah berbasis pengembangan daya saing daerah.

4) Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Tulungagung yang bersih dan berwibawa berlandaskan azas-azas tata pemerintahan yang baik.

(2) Karakteristik Kabupaten Tulungagung

Kabupaten Tulungagung terletak pada dua bentang alam yaitu kawasan pantai selatan dan kawasan pegunungan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka karakteristik potensi unggulan Kabupaten Tulungagungadalah pertanian, perikanan, industri, dan pariwisata.

(3) Isu Strategis

Sedangkan isu strategis di Kabupaten Tulungagung adalah sebagai berikut:  Konflik Lahan dimana pengendalian konversi kawasan pertanian beririgasi

teknis menjadi kawasan permukiman dan perkotaan. Selain itu juga permukiman penduduk di wilayah yang mempunyai ketinggian antara 25 dpl - 100 dpl cenderung menyebar.

 Konservasi hutan dengan pengendalian konversi kawasan hutan lindung menjadi lahan pertanian.

 Konservasi alam dengan Ekowisata: pengembangan potensi wisata alam dengan tetap memperhatikan pelestarian alam sekitar dan mempertahankan kawasan Tulungagung sebagai kawasan dengan zona resapan tinggi.

 Pengembangan kawasan agrowilis sebagai kawasan agropolitan regional yang menjadi kawasan strategis propinsi.  Peningkatan aksesbilitas: dengan akan dibangunnya prasarana jalan lintas selatan yang menghubungkan kawasan jawa bagian selatan, peningkatan akses serta perbaikan pola jaringan transportasi kabupaten yang tidak memusat ke wilayah kota kabupaten serta pengembangan lingkar wilis untuk mendukung pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang serta rencana pengembangan lingkar timur dan lingkat barat.

 Rencana strategis pengembangan perkeretaapian meliputi jalur lingkar: Surabaya (Semut) – Surabaya (Gubeng) – Wonokromo – Sidoarjo – Bangil – Lawang – Malang – Blitar – Tulungagung - Kediri – Kertosono – Surabaya dan rencana pengembangan jalur perkeretaapian ganda ditujukan pada jalur-jalur

perkeretaapian Malang – Kepanjen – Blitar – Tulungagung – Kertosono.  Pengembangan energi: terdapat rencana pengembangan sumber energy mikrohidro, solar cell, maupun biogas dan energi angin perlu diwaspadai agar daya dukung lahan tetap terjaga dan tidak membahayakan penduduk.

 Kerusakan lingkungan: Musim hujan berdampak erosi dan mengakibatkan banjir di sebagian wilayah terutama terjadi pada lahan yang intensif diolah  Kerusakan lingkungan: Musim hujan berdampak erosi dan mengakibatkan banjir di sebagian wilayah terutama terjadi pada lahan yang intensif diolah

 Pengembangan industri: pengembangan dan pengendalian secara bertahap yang didukung dengan pengembangan aksesibilitas.  Pengembangan kawasan pesisir dimana terdapat jalan lintas selatan (JLS). Namun pengembangan ini mengalami kesulitan dikarenakan wilayah selatan juga terdapat kawasan lindung dan kawasan karst.

(4) Kondisi Obyektif yang Harapkan

Berdasarkan hasil kegiatan diskusi (FGD), wawancara dari seluruh stakeholders yang terkait, maka kondisi obyektif yang diinginkan adalah pengembangan pertanian dan perikanan yang didukung oleh pariwisata dan industri menjadi satu sektor unggulan yang saling terkait di Kabupaten Tulungagung. Berdasarkan potensi ruang kabupaten secara umum serta visi dan misi yang telah ditetapkan di Kabupaten Tulungagung beserta kebijakan diatasnya, maka tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Tulungagung yang menjadi bahan pertimbangan adalah:

“Mewujudkan Daerah berbasis agropolitan ditunjang industri, pariwisata, dan berbasis pada potensi lokal berkelanjutan”

B. Kebijakan Penataan Ruang

Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arah tindakan yang harus ditetapkan untuk mencapai tujuan penataan ruang Wilayah Kabupaten Tulungagung. Kebijakan penataan ruang Wilayah Kabupaten Tulungagung berfungsi sebagai :  Sebagai dasar untuk memformulasikan strategi penataan ruang wilayah

kabupaten;  Sebagai dasar untuk merumuskan struktur dan pola ruang wilayah kabupaten;  Memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW

kabupaten; dan  Sebagai dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten dirumuskan berdasarkan :  Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten;  Karakteristik wilayah kabupaten;

 Kapasitas sumber daya wilayah kabupaten dalam mewujudkan tujuan penataan ruangnya; dan

 Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten dirumuskan dengan kriteria :  Mengakomodasi kebijakan penataan ruang wilayah nasional dan kebijakan

penataan ruang wilayah provinsi yang berlaku pada wilayah kabupaten bersangkutan;

 Jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada wilayah kabupaten bersangkutan;  Mampu menjawab isu-isu strategis baik yang ada sekarang maupun yang diperkirakan akan timbul di masa yang akan datang; dan  Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

C. Strategi Penataan Ruang

Strategi dari penataan ruang wilayah Kabupaten Tulungagung dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Pemantapan kawasan agropolitan mandiri dan ramah lingkungan

dengan strategi meliputi:

a. menetapkan kawasan pengembangan agropolitan;

b. menetapkan sektor unggulan pengembangan agropolitan;

c. mengembangkan infrastruktur pendukung agropolitan; dan

d. mengembangkan sumber daya manusia pada kawasan agropolitan. (2) Pengembangan industri berdaya saing tinggi dalam menarik investasi berdasarkan potensi lokal dengan strategi meliputi:

a. mengembangkan kawasan industri berwawasan lingkungan;

b. mengembangkan dan memberdayakan industri besar, menengah, serta kecil dan mikro; dan

c. mengembangkan pusat promosi dan pemasaran. (3) Pengembangan pariwisata secara berkelanjutan dengan strategi meliputi:

a. mengembangkan pariwisata berbasis ekowisata;

b. mengembangkan prasarana dan sarana pendukung pariwisata; dan

c. mengembangkan kawasan pariwisata unggulan. (4) Pemantapan struktur pusat pelayanan bersinergis dengan strategi meliputi: c. mengembangkan kawasan pariwisata unggulan. (4) Pemantapan struktur pusat pelayanan bersinergis dengan strategi meliputi:

b. meningkatkan fungsi kawasan perdesaan sebagai pendukung pengembangan agropolitan dan minapolitan; dan

c. meningkatkan interaksi desa-kota dalam meningkatkan efisiensi pengembangan agropolitan dan minapolitan. (5) Pengembangan sistem sarana dan prasarana wilayah dengan strategi meliputi:

a. mengembangkan sistem transportasi intermoda;

b. meningkatkan jaringan energi dan pelayanan secara interkoneksi;

c. mengembangkan jaringan sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air baku dan pengairan pertanian;

d. meningkatkan jangkauan pelayanan jaringan komunikasi; dan

e. mengembangkan sarana prasarana lingkungan permukiman. (6) Pengendalian secara ketat terhadap pemanfaatan ruang kawasan lindung dengan strategi meliputi:

a. mempertahankan fungsi kawasan hutan lindung;

b. meningkatkan kualitas kawasan resapan air di wilayah selatan Kabupaten;

c. memantapkan kawasan perlindungan setempat;

d. memantapkan fungsi dan nilai manfaatnya pada kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;

e. mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana; dan

f. memantapkan kawasan lindung geologi disertai dengan pemantapan zonasi.

(7) Pengembangan kawasan budidaya sesuai daya tampung dan daya dukung lingkungan dengan strategi meliputi:

a. mengembangkan kawasan hutan produksi dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan;

b. mengembangkan kawasan hutan rakyat dalam mendukung kearifan lokal;

c. mengamankan lahan pertanian berkelanjutan dan menjaga suplai pangan nasional;

d. mengembangkan minapolitan untuk meningkatkan produk dan nilai tambah perikanan;

e. mengembangkan kawasan pertambangan berbasis teknologi ramah lingkungan; e. mengembangkan kawasan pertambangan berbasis teknologi ramah lingkungan;

g. mengembangkan kawasan pesisir potensial di bagian selatan Kabupaten. (8) Pengembangan kawasan strategis di wilayah Kabupaten dengan strategi meliputi:

a. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan ekonomi khusus di Kabupaten sebagai salah satu kawasan andalan;

b. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan strategis sosial dan budaya;

c. meningkatkan

kawasan strategis pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal; dan

d. memantapkan fungsi kawasan strategis perlindungan ekosistem dan lingkungan hidup. (9) Peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara dengan strategi meliputi:

a. mengembangkan budi daya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;

b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagai zona penyangga; dan

c. memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan.

2.3. Kebijakan dan Strategi Penetapan Kawasan Pesisir dan Kepulauan

Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Pesisir dan Kepulauan adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan dari tujuan Terciptanya keseimbangan dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah perkotaan dan perdesaan baik di wilayah daratan dan kepulauan guna menciptakan kesejahteraan di bidang ekonomi, social dan budaya melalui pembangunan fisik dan nonfisik dan Terciptanya suatu kawasan yang berjatidiri dan beridentitas yang berlandaskan pada nilai-nilai agama, budaya dan kearifan lokal guna mencapai kemajuan yang mandiri, adalah :

a. Optimalisasi pengembangan Kawasan Kepulauan di Kabupaten Tulungagung;

b. Mempertahankan dan memperbaiki ekosistem wilayah kepulauan.

2. Kebijakan terciptanya keseimbangan dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah perkotaan dan perdesaan baik di wilayah daratan dan kepulauan guna menciptakan kesejahteraan di bidang ekonomi, social dan budaya melalui pembangunan fisik dan nonfisik dapat dicapai dengan strategi :  Melakukan optimasi pola ruang Kawasan Kepulauan di Kabupaten Tulungagung

sebagai kawasan permukiman, pelabuhan, pariwisata dan industri perikanan serta kawasan lindung sehingga tetap terjadi keseimbangan pengembangan kawasan;

 Melindungi ekosistem pesisir yang rentan terhadap perubahan fungsi kawasan; serta  Peningkatan kegiatan kepariwisataan dan penelitian di Kawasan Kepulauan.

3. Kebijakan terciptanya suatu kawasan yang berjatidiri dan beridentitas yang berlandaskan pada nilai-nilai agama, budaya dan kearifan lokal guna mencapai kemajuan yang mandiri dapat dicapai dengan strategi:  Peningkatan pemanfaatan dan pengembangan laut, pesisir dan perikanan darat

serta pariwisata secara terpadu;  Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam memelihara ekosistem pesisir dan wilayah kepulauan.  Meningkatkan nilai ekonomi kawasan lindung melalui pemanfaatan bakau dan terumbu karang sebagai sumber ekonomi perikanan dengan cara penangkapan yang ramah lingkungan dan mendukung keberlanjutan;

 Menjadikan kawasan lindung sebagai obyek wisata dan penelitian ekosistem pesisir; serta

 Menghindari pembukaan areal tambak baru pada hutan mangrove

2.4. Konsep Teoritis

2.4.1. Konsep Perencanaan Ruang

Konsep perencanaan ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Beberapa konsep perencanaan ruang antaranya:

a. Comprehensive Planning

Perencanaan komprehensif adalah perencanaan terpadu ( integrated) dalam pengertian bahwa perencanaan itu mencakup seluruh aspek penting (esensial) dalam paradigma perencanaan pembangunanan nasional. Model komprehensif digunakan untuk menganalisis perubahan-perubahan dalam sistem secara Perencanaan komprehensif adalah perencanaan terpadu ( integrated) dalam pengertian bahwa perencanaan itu mencakup seluruh aspek penting (esensial) dalam paradigma perencanaan pembangunanan nasional. Model komprehensif digunakan untuk menganalisis perubahan-perubahan dalam sistem secara

Kelebihan perencanaan ini bersifat ”keahlian”. Karena itu, perencana dituntut memahami perencanaan baik dari sisi teknis maupun filosofis. Pada umumnya, perencanaan ini dilakukan bersifat perorangan, namun tidak menutup kemungkinan bersifat kolektif atau kelompok dengan asumsi kepentingan individu menyesuaikan kepentingan kelompok. Karakter dasar perencanaan bersifat komprehensif (menyeluruh), yakni mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga semua masalah ingin coba diselesaikan. Kelemahan dalam perencanaan ini biasanya kurang dapat memperhitungkan sumber daya yang tersedia, karena berasumsi bahwa sumber daya dapat dicari dan diusahakan. Pembuat keputusan dipegang para ahli/perencana, sedangkan masyarakat hanya diberikan sedikit peran, biasanya hanya dalam bentuk publik hearing yang sifatnya serimonial. Dalam hal ini, perencana menganggap paling tahu atas segala permasalahan. Di samping itu, perencanaan bersifat reduksionisme, determenistik dan obyektif sehingga bersifat sektoral.

b. Structure Planning