Buku Pengetahuan Bahan Makanan Ternak

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Tujuan dan Manfaat

Sumber Bahan Makanan Ternak Istilah-istilah Dalam Ilmu Makanan Ternak

BAB II ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK

Analisa Proksimat Analisa Air Analisa Abu Analisa Protein Kasar Analisa Lemak Kasar Analisa Serat Kasar Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N) Penyajian Data Analisa Proksimat

Analisa Van Soest Peralatan untuk analisis Van soest

Bahan Kimia Neutral Detergent Fiber (NDF)

Analisa Energi Prinsip Dasar Penggunaan Energi Oleh Ternak

BAB III KIMIA MAKANAN TERNAK

Kualitas Protein Chemical Score Secara EAAI = Essential Amino Acid Index

Supplementary Effect

BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI

Butir-butiran dan Limbahnya Jagung (Zea mays )

Dedak Padi (Oriza sativa) Pollard (dedak gandum – Triticum sativum lank) Ampas Bir Shorgum (Shorgum bicolor) Biji Kedele (Glycine max) Bungkil Kedele Ampas Tahu Ampas Kecap Kacang Tanah (Arachis hypogea) Bungkil Kacang Tanah

Umbi-umbian dan Limbahnya Ubi Kayu Onggok Daun Ubi Kayu Ubi Jalar Jerami Ubi Jalar

Limbah Industri Perkebunan Bungkil Kelapa (Cocos nucifera) Limbah Industri Coklat (Theobroma cacao) Limbah Industri Kelapa Sawit

Limbah Industri Gula (Saccharum officinarum) Pucuk Tebu Ampas Tebu (bagasse) Tetes

Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus) Limbah Pertanian Hijauan

Rumput-rumputan (Graminae)

Rhodesgrass, rumput Rodhes (Chloris gayana Kunt) Guinea grass, green panic (Panicum maximum Jacq) Australia grass, Common paspalum (Paspalum dilatatum poiret) Elephan grass, Napier grass (Pennisetum purpureum Schumach) King grass (Pennisetum purpurhoides) Signal grass, (Brachiaria decumbens Stapf) Sudan grass, rumput sudan Blady grass (Imperata cilindrica (L) Raeuschel) Rumput lapang, alam, liar

Kacang-kacangan (Leguminosa)

Sentro, butterfly pee (Centrosema pubexcent Benth) Colopogonium (Colopogonium mucunoides Desv) Puero (Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth) Stylo (Stylosanthes guianensis (Aublet) Swartz) Carribian Stylo (Stylosanthes hamata (L.) Taub) Glycine wightii (Wight & Arnot) Calliandra calothyrsus (Messsn) Gliciridia sepium ( Jacq.) Leucana leucocephala (Lamk) de Wit Sesbania grandiflora (L.) Poiret

BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK HEWANI

Asal Ternak dan Limbah Ternak Tepung Daging Tepung Darah Tepung Hati

Susu dan Limbah Pengolahan Susu Susu Skim Butter Milk Whey

Limbah Peternakan Ayam Tepung Ikan Tepung Kepala Udang

BAB V BAHAN MAKAN TERNAK INKONVENSIONAL

Klasifikasi Bahan Makanan Ternak Inkonvensional Bijian dan butiran Bungkil jagung Biji Kecipir (Psophocarpus Tetrabonolobus (L.) DC ) Biji Kapuk (Ceiba Petanra) Bungkil Biji Kapas (Gossypium Irsutum)

Lembah peternakan/hewan Isi Rumen

Limbah Penetasan Tepung Limbah Kodok Tepung Bekicot Keong Mas Cacing Tanah (Lumbricus sp.)

Protein sel tunggal (PST) Organisme Non Photosynthetic Organisme Photoynthetic

BAB VI PAKAN SUPLEMEN

Suplemen Protein Suplemen Asam Amino Suplemen Mineral

Klasifikasi Pakan Mineral Perlunya Suplemen Mineral Petunjuk Suplementasi Mineral Garam (NaCl) Kalsium (Ca) dan Phosphor (P)

Suplemen Vitamin Vitamin A Vitamin D Vitamin E Vitamin K

Biotin Choline Folacin (Asam Folat) Inositol Niacin (asam nikotinat, nicotinamide)

Asam pantothenat (vitamin B 3 )

Para Amino Benzoic Acid (PABA)

Riboflavin (vtamin B 2 )

Thiamin (vitamin B 1 ) Vitamin B 6 (pyridoxin, pyridoxal, pyridoxamine)

Vitamin B 12 (cobalamin) Vitamin C (asam askorbat, asam dehydroaskorbat)

BAB VII PAKAN ADITIF

Pengikat Pelet Bahan Anti Jamur Probiotik Enzim Pigmen Bahan Flavor Kontrol Bau Bahan Pengontrol Cacing Anticoksidal

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

Ada banyak cara yang digunakan untuk menentukan kualitas bahan makan ternak. Secara garis besar penentuan kualitas dapat dilakukan secara fisik, kimia

dan biologis. Seorang ahli kimia dalam menentukan kualitas bahan makanan ternak akan mempertimbangkan kualitas pakan dari segi kandungan protein, lemak atau kandungan zat makanan lainnya. Lain halnya dengan ahli nutrisi mereka selanjutnya akan memikirkan juga kualitas makanan berdasarkan biologis seperti antara lain kecernaaannya dan nilai biologis lainnya. Lebih luas lagi di industri makanan ternak, manajer industri pakan akan memikirkan hal lain seperti daya tahan bila dalam bentuk pellet dan stabilitas air apabila disimpan, sedangkan manajer peternakan lebih banyak mempertimbangkan pengaruhnya terhadap produksi dan pertumbuhan ternaknya.

Umumnya dalam penentuan bahan makanan ternak secara kimia masih menggunakan metode analisa proksimat (Weende ) yang telah dikembangkan mulai 100 tahun lalu. Metode ini tetap merupakan dasar penentuan kualitas yang banyak digunakan di dunia peternakan. Bahan makanan dibagi dalam 6 fraksi terdiri dari kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Walaupun perkembangan teknologi dalam analisa kimia sudah sedemikian maju, namun analisa tersebut merupakan analisa kelanjutan atau perluasan dari analisa proksimat ini.

Beberapa hal yang menyebabkan analisa komposisi kimia perlu ditentukan seperti misalnya kadar air bahan makanan. Hal ini sangat berpengaruh untuk stabilitas penyimpanan disamping dari segi nilai gizinya. Apabila kadar airnya lebih tinggi daripada kadar air yang seharusnya untuk penyimpanan, maka bahan makanan itu akan mudah dicemari mikroba yang dapat menghasilkan racun (mycotoxin) sehingga dapat membahayakan baik untuk ternaknya sendiri ataupun untuk konsumen hasil produksi ternak tersebut.

Kadar protein kasar makanan yang dianalisa metode Kjeldahl, walaupun tidak terlalu berarti untuk manusia, akan tetapi masih sangat berguna untuk menentukan nilai protein bahan makanan yang dapat didegradasi dan yang tidak dapat didegradasi pada hewan ruminansia. Dengan demikian cara ini masih merupakan metode yang penting untuk penentuan protein walaupun beberapa metode telah dikembangkan.

Penentuan serat dengan menggunakan metode serat deterjen asam Van Soest, dalam beberapa hal lebih baik dariapa penentuan serat kasar dengan metode Weende. Perbedaan utama antara serat deterjen asam dan serat kasar adalah sebagian pentosan dari bahan ektrak tanpa nitrogen (Beta-N) akan teranalisa sebagai serat deterjen asam. Serat deterjen asam dapat digunakan untuk mengasumsikan kecernaan bahan makanan dengan lebih tepat. Walaupun demikian keragaman sering terjadi karena nilai ini sangat tergantung pada derajat lignifikasi dari dinding sel yang menentukan kandungan ligninnya.

Akhir -akhir ini telah banyak digunakan mikroskop untuk pengawasan mutu bahan makanan ternak. Mikroskop dapat digunakan sebagai pelengkap analisa kimia dalam uji cepat untuk penentuan ada tidaknya pemalsuan bahan makanan Akhir -akhir ini telah banyak digunakan mikroskop untuk pengawasan mutu bahan makanan ternak. Mikroskop dapat digunakan sebagai pelengkap analisa kimia dalam uji cepat untuk penentuan ada tidaknya pemalsuan bahan makanan

TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan

Setelah memperoleh dan mempelajari mata kuliah ini mahasiswa :

1. Mampu mengerjakan/melakukan uji-uji pakan secara fisik, organoleptik dan kimiawi.

2. Menyebutkan pakan yang sesuai dengan kelompok pakannya dan menyebutkan kandungan zat makanan utamanya.

3. Menyebutkan kelemahan/kekurangan/kandungan anti nutrisi pakan-pakan tertentu.

4. Menyebutkan pakan inkonvensional dan pakan harapan.

Manfaat

Setelah mempelajari PBMT mahasiswa :

1. Mampu memilih pakan yang tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya.

2. Mampu mengantisipasi penggunaan pakan yang mengandung anti nutrisi.

3. Mampu memanfaatkan pakan inkonvensional dengan mengantisipasi kelemahan dan kelebihannya.

Sumber Bahan Makanan Ternak

Berdasarkan kandungan serat kasarnya bahan makanan ternak dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu bahan penguat (konsentrat) dan hijauan. Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serealia (misalnya jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau atau kedelai), umbi-umbian (misalnya ubi kayu atau ubi jalar), dan buah-buahan (misalnya kelapa atau kelapa sawit). Konsentrat juga dapat berasal dari hewan seperti tepung daging dan tepung ikan. Disamping itu juga dapat berasal dari

industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah atau hasil ikutan dari produksi bahan pangan seperti dedak padi dan pollard, hasil ikutan proses ekstraksi seperti

bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung darah dan tepung bulu, dan limbah proses fermentasi seperti ampas bir.

Hijauan dapat berupa rumput-rumputan dan leguminosa segar atau kering serta silase yang dapat berupa jerami yang berasal dari limbah pangan (jerami padi, jerami kedelai, pucuk tebu) atau yang berasal dari pohon-pohonan (daun gamal dan daun lamtoro).

Klasifikasi berdasarkan kandungan gizinya bahan makanan ternak dapat dibagi atas sumber energi (misalnya dedak ubi kayu), sumber protein yang berasal dari tanaman (misalnya bungkil kedelai dan bungkil kelapa) dan sumber protein hewani (tepung darah, tepung bulu dan tepung ikan). Selain sumber protein dan sumber energi, beberapa bahan makanan dapat digolongkan sebagai sumber mineral (misalnya tepung tulang, kapur dan garam), serta sumber vitamin (misalnya ragi dan minyak ikan). Beberapa bahan seperti antibiotika, preparat hormon, preparat enzim, dan buffer dapat digunakan untuk meningkatkan daya Klasifikasi berdasarkan kandungan gizinya bahan makanan ternak dapat dibagi atas sumber energi (misalnya dedak ubi kayu), sumber protein yang berasal dari tanaman (misalnya bungkil kedelai dan bungkil kelapa) dan sumber protein hewani (tepung darah, tepung bulu dan tepung ikan). Selain sumber protein dan sumber energi, beberapa bahan makanan dapat digolongkan sebagai sumber mineral (misalnya tepung tulang, kapur dan garam), serta sumber vitamin (misalnya ragi dan minyak ikan). Beberapa bahan seperti antibiotika, preparat hormon, preparat enzim, dan buffer dapat digunakan untuk meningkatkan daya

Pengelompokan yang lain adalah berdasarkan penggunaannnya. Pakan berdasarkan penggunaannya dibagi atas bahan makanan konvensional (seperti

bungkil kedelai dan dedak) dan nonkonvensional (seperti ampas nenas dan isi rumen).

Komposisi kimia bahan makanan ternak sangat beragam karena tergantung pada varieteas, kondisi tanah, pupuk, iklim, cara pengolahan, lama penyimpanan dan lain -lain. Berdasarkan penelitian, beberapa padi yang berasal dari beberapa pola tanam yang berbeda digiling disuatu penggilingan yang sama maka keragaman dedak padi dari beberapa pola tanam berbeda te rsebut tidak banyak berbeda komposisinya. Sedangkan bila padi dari beberapa pola tanam yang sama digiling dibeberapa penggilingan, maka komposisi dedak padi tersebut akan beragam. Dari hal ini cara pengolahan lebih menyebabkan keragaman komposisi dedak padi dibandingkan dengan pola tanam.

Umumnya bahan makanan ternak yang berasal dari limbah pertanian/industri tidak dapat digunakan sebagai bahan satu-satunya (pakan tunggal) dalam ransum baik untuk hewan ruminansia maupun non ruminansia, oleh karena kandungan zat-zat makanannya tidak dapat memenuhi standar kebutuhan ternak. Disamping itu, bahan-bahan makanan tersebut sering mempunyai kendala-kendala baik berupa racun maupun antinutrisi sehingga penggunaannya pada ternak perlu dibatasi.

Istilah-istilah Dalam Ilmu Makanan Ternak

Beberapa istilah yang sering dijumpai dalam pengetahuan bahan makanan ternak diantaranya :

⇒ Ampas : Residu limbah industri pangan yang telah diambil sarinya melalui proses pengolahan secara basah (ampas kelapa, ampas kecap, ampas tahu, ampas bir, ampas ubi kayu/onggok).

⇒ Abu / ash / mineral : Sisa pembakaran pakan dalam tungku/tanur 500 – 600

0 C sehingga semua bahan organik terbakar habis. ⇒ Analisis proksimat (Proximate analysis ) : Analisa kimiawi pada pakan/bahan

yang berlandaskan cara Weende yang akan menghasilkan air, abu, protein kasar, lemak dan serat kasar dalam satuan persen.

⇒ Analisis Van Soest : Metoda analisa berdasarkan kelarutannya dalam larutan detergen asam dan detergen netral. ⇒ BETN (Bahan Ekstrak Tanpa N) / NFE (Nitrogen Free Extract) : Karbohidrat bukan serat kasar. Dihitung sebagai selisih kandungan kerbohidrat dengan serat kasar. Merupakan tolak ukur secara kasar kandungan karbohidrat pada suatu pakan/ransum.

⇒ Bahan kering (Dry Matter) : Pakan bebas air. Dihitung dengan cara 100 – kadar air, di mana kadar air diukur merupakan persen bobot yang hilang

C sampai beratnya tetap. ⇒ Bahan makanan ternak / pakan (Feeds, Feedstuff) : Semua bahan yang

setelah pemanasan pada suhu 105 0

dapat dimakan ternak.

⇒ Bahan organik (Organik matter) : Selisih bahan kering dan abu yang secara kasar merupakan kandungan karbohidrat, lemak dan protein.

⇒ Bahan organik tanpa nitrogen (BOTN) / Non nitrogenous organik matter : Selisih bahan organik dengan protein kasar yang merupakan gambaran kasar kandungan karbohidrat dan lemak suatu bahan/pakan.

⇒ Dedak (Bran) : Limbah industri penggilingan bijian yang terdiri dari kulit luar dan sebagian endosperm seperti dedak padi, dedak gandum (pollard), serta dedak jagung.

⇒ Energi bruto / Gross energy (GE) : Jumlah kalori (panas) hasil pembakaran pakan dalam bom kalorimeter. ⇒ Fodder : Hijauan dari kelompok rumput bertekstur kasar seperti jagung dan sorghum beserta bijinya yang dikeringkan untuk pakan. ⇒ Hijauan makanan ternak (Forage) : Pakan yang berasal dari bagian vegetatif tumbuhan/tanaman dengan kadar serat kasar > 18 % dan mengandung energi tinggi.

⇒ Hijauan kering (Hay ) : Hijauan makan ternak (HMT) yang dikeringkan dengan kadar air biasanya < 10 %. ⇒ Jerami (Straw) : Hijauan limbah pertanian setelah biji dipanen dengan kadar serat kasar umumnya tinggi, bisa berasal dari gramineae maupun leguminoceae.

⇒ Karbohidrat : Senyawa C, H dan O bukan lemak. Merupakan selisih BOTN dan lemak.

⇒ Bungkil : Bahan limbah industri minyak seperti bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, bungkil kedele, dll.

⇒ Lemak kasar (Ether extract) : Semua senyawa pakan/ransum yang dapat larut dalam pelarut organik. ⇒ Lignin : Bagian serat detergen asam yang tidak larut dalam H 2 SO 4 72 % dan

terbakar habis pada tanur 500 – 600 0 C pada metoda analisis Van Soest. ⇒ Pakan imbuhan / Feed additive : Zat yang ditambahkan dalam ransum untuk

memperbaiki daya guna ransum yang bersifat bukan zat makanan. ⇒ Protein kasar (PK) / Crude protein : Kandungan nitrogen pakan/ransum dikalikan faktor protein rata -rata (6,25) karena rata-rata nitrogen dalam protein adalah 16 %, sehingga faktor perkalian protein 100/16 = 6,25. Terdiri dari asam -asam amino yang saling berikatan (ikatan peptida), amida, amina dan semua bahan organik yang mengandung Nitrogen.

⇒ Ransum (Ration, Diet) : Sejumlah pakan/campuran pakan yang dijatahkan untuk ternak dalam sehari. ⇒ Ransum konsentrat : Campuran pakan yang mengandung serat kasar < 18 % dan tinggi protein. ⇒ Selulosa : Rangkaian molekul glukosa dengan ikatan kimia β - 1,4 glukosida dan terdapat dalam tanaman. ⇒ Se rat detergen asam (SDA, ADF) : Bagian dinding sel tanaman yang tidak larut dalam detergen asam pada metoda analisis Van Soest. ⇒ Serat kasar (SK) / Crude fiber (CF) : Bagian karbohidrat yang tidak larut setelah pemasakan berturut-turut, masing-masing 30 menit pada H 2 SO 4 1,25 % (0,255 N) dan NaOH 1,25 % (0,312 N).

⇒ Setara protein telur (Chemical score) : Kadar asam amino esensial pembatas protein suatu bahan dibandingkan dengan asam amino protein telur sebagai

standar.

⇒ Silase / Silage : Hasil pengawetan hijauan dalam bentuk segar dengan cara menurunkan pH selama penyimpanan.

⇒ Silika (SiO 2 ) / Insoluble ash : Bagian serat detergen asam yang tidak larut

2 SO 4 72 % dan tersisa sebagai abu pada pembakaran 500 – 600 C pada metoda analisis Van Soest. ⇒ Zat makanan (Nutrient) : Zat organik dan inorganik dalam pakan yang dibutuhkan ternak untuk mempertahankan hidup, memelihara keutuhan tubuhnya dan mencapai prestasi produksinya.

dalam H 0

⇒ Pakan tambahan (Feed supplement) : Pakan/campuran pakan yang sangat tinggi kandungan salah satu zat makanannya, seperti protein suplemen, mineral suplemen, vitamin suplemen, dll.

⇒ Total digestible nutrient (TDN) : Total energi zat makanan pada ternak yang disetarakan dengan energi dari karbohidrat. Dapat diperoleh secara uji biologis ataupun perhitungan menggunakan data hasil analisis proksimat.

⇒ Asam amino esensial (EAA) : Asam amino yang kerangka karbonnya tidak cukup/tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus cukup tersedia dalam protein makanan/ransum sehari-hari.

⇒ Asam amino pembatas (Limiting amino acid ) : Asam amino esensial yang paling kurang dalam protein suatu pakan dibandingkan dengan asam amino tersebut dalam protein telur. Erat kaitannya dengan kualitas protein.

⇒ Probiotik : Kultur mikroorganisme yang dapat merangsang/meningkatkan pertumbuhan dari mikroorganisme saluran pencernaan yang diinginkan.

BAB II ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK

Kualitas nutrisi bahan makanan ternak merupakan faktor utama dalam menentukan kebijakan dalam pemilihan dan penggunaan bahan makanan

tersebut sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksinya. Kualitas nutrisi bahan pakan terdiri atas komposisi nilai gizi, serat dan energi serta aplikasinya pada nilai palatabilitas dan daya cerna. Penentuan komposisi nilai gizi secara garis besarnya dapat dilakukan dengan analisa proksimat, dimana dapat ditentukan kandungan air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Dengan analisa proksimat komponen-komponen fraksi serat tidak dapat tergambarkan secara terperinci berdasarkan manfaatnya dan kecernaan pada ternak. Untuk dapat menyempurnakannnya, komponen-komponen serat tersebut dapat dianalisa secara terperinci dengan menggunakan analisa Van Soest.

Untuk mengetahui sumbangan energi dari masing-masing komposisi gizi yang terkandung dalam bahan makanan ternak ataupun ransum dapat ditentukan

dengan kandungan energi bruto (GE) yang dapat diukur dengan menggunakan analisa energi dengan Bomb Calorimeter.

Untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih akurat dan menggambarkan kondisi kandungan nilai gizi bahan makanan ternak yang sebenarnya, faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu : pengambilan sample (metode sampling), penggunaan alat dan bahan kimia yang sesuai, metode analisa dengan tingkat ketelitian yang tinggi serta satuan hasil analisa. Berdasarkan hasil analisa kimianya selanjutnya dapat ditentukan klasifikasi bahan makanan sebagai sumber protein, energi atau mineral dan vitamin. Hal ini sangat diperlukan dalam membuat formula-formula ransum yang sesuai dengan standar kebutuhan ternak selain juga tetap mempertimbangkan harga ransum.

1. Analisa Proksimat

Bahan makanan ternak akan selalu terdiri dari zat-zat makanan yang terutama diperlukan oleh ternak dan harus kita sediakan. Zat makanan utama antara lain protein, lemak dan karbohidrat perlu diketahui sebelum menyusun ransum. Untuk itu perlu dilakukan analisa laboratorium guna mengetahuinya.

Henneberg dan Stohmann dari Weende Experiment Station di Jerman membagi pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu : kadar air, abu, protein, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Pembagian zat makanan ini kemudian dikenal sebagai Skema Proksimat (Gambar 1).

Untuk melakukan analisa proksimat bahan harus bentuk tepung dengan ukuran maksimum 1 mm. Bahan berkadar air tinggi misalnya rumput segar perlu diketahui dahulu berat awal (segar), berat setelah penjemuran/pengeringan oven

70 o C agar dapat dihitung komposisi zat makanan dari rumput dalam keadaan segar dan kering matahari.

Beta -N

Keterangan : BM : Bahan Makanan BK

: Bahan Kering BO : Bahan Organik BOTN : Bahan Organik Tanpa Nitrogen SK

: Serat Kasar Beta-N: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen = 100% - (air + abu + PK + lemak + SK)%.

Gambar 1. Skema Pembagian Zat-zat Makanan Menurut Analisa Proksimat

Analisa Air

Analisis kadar air bahan menggunakan oven dengan temperatur sedikit diatas temperatur didih air yaitu 105 o

C. Sampel dimasukan ke dalam oven beberapa waktu sehingga tercapai berat tetap. Kadar air adalah selisih berat awal dan akhir dalam satuan persen. Umumnya pakan yang telah mengalami

pengeringan matahari/oven 70 o C masih mengandung kadar air. Dari analisis ini akan diperoleh kadar bahan kering (bahan yang sudah bebas air/uap air) dengan

cara 100% dikurangi dengan kadar air.

Analisa Abu

Abu adalah bagian dari sisa pembakaran dalam tanur dengan temperatur 400-600 o

C yang terdiri atas zat-zat anorganik atau mineral. Dari abu ini dapat dilanjutkan untuk mengetahui kadar mineral.

Analisa Protein Kasar

Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen. Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 13-

19%). Metode yang sering digunakan dalam analisa protein adalah metode Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destialsi, titrasi dan perhitungan. Dalam 19%). Metode yang sering digunakan dalam analisa protein adalah metode Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destialsi, titrasi dan perhitungan. Dalam

Tabel 1. Beberapa faktor protein bahan makanan ternak.

Bahan

N dalam Protein (%)

Faktor Protein

Jagung

16.0 6.25 Dedak gandum

15.8 6.31 Bungkil kapas

18.9 5.30 Protein Bijian

17.0 5.90 Ikan

16.0 6.25 Susu

15.8 6.38 Telur dan daging

Sumber : Crampton (1968)

Analisa Lemak Kasar

Metode yang digunakan antara lain extraksi soxhlet dengan pelarut lemak petroleum ether. Analisis lemak dipergunakan istilah lemak kasar karena dalam analisis ini yang diperoleh adalah suatu zat yang larut dalam proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik antara lain ether, petroleum ether atau chloroform. Kemungkinan yang terlarut dalam pelarut organik ini bukan hanya lemak tetapi juga antara lain : glyserida, chlorophyl, asam lemak terbang, cholesterol, lechitin dan lain-lain dimana zat-zat tersebut tidak termasuk zat makanan tetapi terlarut dalam pelarut lemak.

Analisa Serat Kasar

Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang tidak larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing 30 menit.

Termasuk dalam komponen serat kasar ini adalah campuran hemisellulosa, sellulosa dan lignin yang tidak larut. Dalam analisa ini diperoleh fraksi lignin, sellulosa dan hemisellulosa yang jus tru perlu diketahui komposisinya khusus untuk hijauan makanan ternak atau umumnya pakan berserat. Untuk memperoleh data yang lebih akurat tentang fraksi lignin dan sellulosa dapat dilakukan analisa lain yang lebih spesifik dengan metode analisa serat Van Soest.

Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N)

Untuk memperoleh beta-N adalah dengan cara perhitungan : 100% - (Air + Abu + Protein Kasar + Lemak Kasar + Serat Kasar)%. Dalam fraksi ini termasuk karbohidrat yang umumnya mudah tercerna antara lain pati dan gula.

Bahan Makanan

Air Oven 105 Bahan kering

Isi sel Detergen netral

Dinding sel (NDF)

Nitrogen

Lignosellulosa

Dinding sel

Detergen asam

Lignin tidak larut pengabuan

Lignin

HBr 48% Silika

Gambar 2. Skema Pembagian Fraksi Serat Berdasarkan Analisa Van Soest

Penyajian Data Analisa Proksimat

Dalam menyajikan data komposisi zat makanan dari analisa proximat dapat dilakukan dalam komposis i persen berdasarkan segar (dikembalikan dengan menghitung berat awal segar), kering matahari (untuk ransum dan butiran/bijian serta limbah industrinya) dan berdasarkan bahan kering. Data berdasarkan bahan kering ini dipergunakan untuk membandingkan kualitas antar bahan makanan ternak. Manfaat lain dari komposisi data proximat adalah untuk menduga koefesien cerna (berdasarkan rumus Schneider) dan menghitung TDN berdasarkan NRC.

2. Analisa Van Soest

Metode ini digunakan untuk mengestimasi kandungan serat dalam pakan dan fraksi-fraksinya kedalam kelompok-kelompok tertentu didasarkan atas keterikatanya dengan anion atau kation detergen (metode detergen). Metode ini dikembangkan oleh Van Soest (1963), kemudian disempurnakan oleh Van Soest dan Wine (1967) dan oleh Goering dan Van Soest (1970). Tujuan awalnya metode ini adalah untuk menentukan jumlah kandungan serat dalam pakan ruminan tetapi kemudaian dapat digunakan juga untuk menentukan kandungan serat baik untuk nonruminant maupun dalam pangan.

Metode detergen terdiri dari 2 bagian yaitu : Sistem netral untuk mengukur total serat atau serat yang tidak larut dalam detergen netral (NDF) dan sistem detergen asam digunakan untuk mengisolasi sellulosa yang tidak larut dan lignin serta beberapa komponen yang terikat dengan keduanya (ADF).

a. Peralatan untuk analisis Van Soes

Alat yang digunakan untuk menganalisa NDF dan ADF secara umum adalah sama dengan peralatan yang digunakan untuk penentuan serat kasar (Proximat) walaupun ada beberapa kekhasan untuk sebagian alat. Hal paling penting adalah Alat yang digunakan untuk menganalisa NDF dan ADF secara umum adalah sama dengan peralatan yang digunakan untuk penentuan serat kasar (Proximat) walaupun ada beberapa kekhasan untuk sebagian alat. Hal paling penting adalah

Peralatan utama yang diperlukan untuk analisis ini adalah : 1). Gelas beaker : Kapasitas 600 ml, 2). Hot plate : 400 watt masing-masing untuk satu gelas dengan alat kontrol, 3). Kondensor : Alat pendingin ini berhubungan dengan air yang mengalir dan bentuknya biasanya bulat sehingga pas masuk dibagian mulut gelas beaker 600 ml, 4) Crusibel atau kertas saring. Peralatan pendukung lainnya adalah sama dengan alat yang digunakan waktu penentuan serat kasar.

Sampel bisa disaring dengan menggunakan gelas saring (crusibel) atau kertas saring Whatman no. 54 atau 54l. Penggunaan kertas saring akan lebih mudah apabila tidak diperlukan analisis lebih lanjut seperti penentuan lignin, silika dll. Kertas saring juga lebih memudahkan apabila ingin meneruskan menganalisa kandungan N didinding sel karena hasil saringan ini dapat langsung dimasukan kedalam labu Kjeldahl. Penggunaan crusibel atau kertas akan menghasilkan nilai

analisis yang sama apabila dilakukan dengan benar. Apabila menggunakan kertas saring biasanya akan ditempatkan pada cawan yang sudah ada bolongan dibagian bawahnya sehingga akan memudahkan waktu penyaringan dengan

menggunakan vacum. Kehati-hatian sangat diperlukan dengan kertas saring dibanding dengan crusibel, dimana ketas saring mudah sobek juga ketika akan diangkat dari tempat penyaringan ketempat pengeringan.

Tanur sebagai alat untuk pengabuan perlu juga diperhatikan dimana seharusnya suhu yang dicapai tidak melewati 500 o

C, untuk itu alat pengontrol suhu sangat diperlukan. Suhu yang melewati 500 o

C bisa melelehkan crusibel dan kemungkinan mempengaruhi hasil perhitungan.

b. Bahan Kimia

Pencampuran bahan kimia dalam sistem detergen ini memerlukan pengukuran yang benar dan tempat yang cukup memadai untuk pembuatan larutan sesuai dengan yang direncanakan, baik menyangkut volume maupun beratnya.

Tabel 2. Larutan untuk Neutral-Detergent Fiber (NDF)

Neutral Detergent Fiber (NDF)

1. Distilled water 1 liter 2. Sodium lauryl sulfate, lab grade

30 gram 3. Disodium ethylenediaminetetraacetate (EDTA) dihydrate crystal, reagent grade

18.61 gram 4. Sodium borate decahydrate, reagent grade

6.81 gram 5. Disodium hydrogen phosphate, anhydrous, reagent grade

4.56 gram

11.48 gram 6. 2-ethoxyethanol (ethylene glycol monoethyl ether), purified grade

Kalau menggunakan yang hydrous 10H 2 O

10 ml

Larutan dibuat pertama dengan cara melarutkan EDTA dan Na 2 B 4 O 7 .10H 2 O. Kemudian ditambahkan Na 2 HPO 4 atau Na 2 HPO 4. 10H 2 O, sambil diaduk dengan menggunakan stirer yang sekaligus berfungsi sebagai hot plate untuk mempermudah kelarutan. Ethylene glycol monoethyl ether ditambahkan sebagai mana perlunya untuk mengontrol busa supaya tidak berlebihan. Untuk memastukan larutan detergen ini netral bisa dilakukan pengecekan pH dan biasanya akan berkisar antara 6.9 -7.1. Apabila larutan disimpan ditempat yang

suhunya dibawah 18 o

C deterjen biasanya akan mengendap tetapi dpat dilarutkan kembali dengan pemanasan. Total larutan akan mencapai lebih dari volume yang dibuat karena adanya penambahan volume dari bahan kimia. Sebagai contoh apabila membuat larutan sebanyak 18 liter maka dengan adanya penambahan kimia tersebut total larutan bisa mencapai 18.5 liter.

Untuk menganalisis bahan pakan ata u pangan yang mengandung patinya sangat tinggi biasanya ditambahkan enzim pencerna pati seperti :

Amyloglucosidase, hog pancreas amylase, Bacillus subtilis amylase dan termamyl.

Larutan ADF dibuat dengan cara pertama dibuat dulu larutan asam sulfat 0.5 M (1 N) dan boleh sedikit adanya variasi larutan sebesar 0.98 – 1.02 N. Apabila menggunakan larutan asam sulfat murni bisa dibuat dengan cara menambahkan

49.0 gram asam sulfat murni kedalam air sehingga didapat sebanyak 1 liter (ini akan sama dengan larutan 1 N). Kemudian ditambahkan 20 gram CETAB dan

diaduk dengan stirer sampai larut. Penambahan CETAB kedalam larutan asam sulfat 1 N kemungkinan sedikit akan menaikan volumenya.

Tabel 3. Larutan untuk Acid-Detergent Fiber (ADF)

Acid Detergent Fiber (ADF)

1. Sulfuric acid 1 N, reagent grade, sebanyak 1 liter.

1 liter

Apabila menggunakan H 2 SO 4 murni tiap liter larutan

49.04 gram

20 gram grade

2. Cetyltrimethylammonium Bromida (CETAB), technical

c. Neutral Detergent Fiber (NDF)

Komponen serat yang tergabung dalam NDF merupakan bahan yang tidak dapat larut dari matrix dinding sel tanaman. Serat tersebut secara kovalen terikat sangat kuat dengan ikatan hidrogen, kristallin atau ikatan intramolekular lain yang mereka sangat resisten terhadap larutan yang masih berada pada tingkat konsentrasi physiologis. Karena larutan NDS tidak bersifat hidrolitik maka hampir semua ikatan-ikatan tersebut masih berada dalam residu NDF. Hal ini dapat dilihat apabila dibandingkan antara nilai daya cerna in vitro dan in vivo dari NDF. Terdapat sedikit perbedaan daya cerna akibat dari adanya pengahancuran beberapa komponen seperti silica dan tannin oleh neutral detergen.

Tidak semua komponen dari dinding sel terikat ke dalam matrik. Pektin, sebagai contoh hampir 90% nya dapat dilarutkan oleh NDS, demikian juga pektin Tidak semua komponen dari dinding sel terikat ke dalam matrik. Pektin, sebagai contoh hampir 90% nya dapat dilarutkan oleh NDS, demikian juga pektin

Serat biasanya digunakan sebagai indeks negatif dari kualitas pakan, dimana secara umum menggambarkan bagian dari komponen pakan yang tidak dapat dicerna. Meskipun NDF telah mencakup semua komponen yang tidak

dapat dicerna, dibandingkan dengan ADF (NDF - hemiselulosa) atau Serat Kasar (lignin + hemiselulosa + selulosa), korelasi NDF dengan daya cerna pada ruminan sering tidak bisa menggambarkan hasil yang diinginkan. Hal ini telah

menyebabkan digunakanya ADF sebagai standar untuk menguji daya cerna hijauan, meskipun NDF lebih baik hubunganya dengan ruminasi (mamah biak), efisiensi dan konsumsi pakan. Standar kebutuhan serat untuk ruminansia hanya bisa dinyatakan dengan nilai NDF, hal ini disebabkan hemiselulosa mempunyai pengaruh yang besar. Nilai NDF adalah kandungan semua serat yang teranalisis, dan ini satu-satunya cara yang bisa menggambarkan kandungan serat meskipun dari bahan hijauan atau konsentrat yang berbeda. Untuk itu NDF adalah satu- satunya analisis serat yang bisa merangking komponen pakan mulai dari yang tidak berserat, sedikit mengandung serat sampai pada bahan yang sangat tinggi seratnya seperti jerami dan selulosa.

Perkembangan lain dengan ditemukanya serat melalui analisis NDF adalah adanya kenyataan bahwa komponen yang larut mempunyai pengaruh phisiologis yang berbeda dengan matrik yang tidak larut. Pada ruminan komplek yang terlarut semuanya dapat difermentasikan, sehingga dalam hal ini juga komponen yang terlarut oleh larutan detergen netral termasuk didalamnya pati dan gula-gula terlarut lainya mengalami hal yang sama. Demikian juga NDF telah diakui sebagai komponen bahan pangan yang diperlukan dalam menu pada makanan manusia.

Protein NDF. Ekstraksi dengan larutan detergen netral tidak melarukan semua protein dalam matrik dinding sel, tetapi sebagian tetap terikat secara

kovalen pada polysakarida dinding sel. Sebagian juga terikat akibat adanya reaksi Maillard akibat pemanasan dan sebagian lagi mungkin terendapkan bersama tanin. Hanya sebanyak 80 % diperkirakan protein dapat terlarut dengan larutan detergen netral selebihnya diduga hanya protein yang rendah daya larutnya atau terikat dengan matrik dinding sel sehingga merupakan bagian yang tidak dapat dicerna. Untuk alasan tersebut maka bagian prote in yang terlarut dengan larutan detergen netral dapat digunakan sebagai cara untuk mengetes protein terlarut dari suatu bahan pakan.

Prosedur analisis. Timbang bahan sampel sebanyak 0.5 – 1 g (kering udara dan sudah digiling) masukan kedalam gelas beaker 600 ml. Tambahkan 100 ml larutan detergen netral dan 2-3 tetes decalin. Simpan ditempat pemanasan (hot plate) tunggu antara 5-6 menit sampai mulai panas kemudaian dihitung waktu pemanasanya selama 60 menit sambil di reflux dengan aliran air untuk menghindari sampel yang nempel didinding gelas dan tidak terendam larutan (Gambar 2). Apabila mengerjakan lebih dari satu sampel bisa ditambah 3 menit Prosedur analisis. Timbang bahan sampel sebanyak 0.5 – 1 g (kering udara dan sudah digiling) masukan kedalam gelas beaker 600 ml. Tambahkan 100 ml larutan detergen netral dan 2-3 tetes decalin. Simpan ditempat pemanasan (hot plate) tunggu antara 5-6 menit sampai mulai panas kemudaian dihitung waktu pemanasanya selama 60 menit sambil di reflux dengan aliran air untuk menghindari sampel yang nempel didinding gelas dan tidak terendam larutan (Gambar 2). Apabila mengerjakan lebih dari satu sampel bisa ditambah 3 menit

berikutnya) pada suhu 105 o C dalam oven yang dilengkapi dengan sistem kipas. Setelah ditimbang akan didapatkan berat kering resisu NDF, kemudian sampel

dibakar dalam tanur 500 o

C cukup selama 3 jam. Pindahkan kedalam oven sampai suhunya kembali menjadi 105 o

C kemudain ditimbang. Bahan yang tersisa pada crusible adalah abu dari dinding sel.

3. Analisa Energi

Kata energi berasal dari bahasa Yunani yaitu : En = in artinya dalam dan Ergon artinya kerja. Sehingga kata energi diartikan sebagai dalam bentuk kerja. Energi ada beberapa macam diantaranya :

1. Energi mekanik

2. Energi Cahaya

3. Energi panas

4. Energi nuklir

5. Energi aliran panas dan

6. Energi molekuler atau energi kimia yang sangat berperanan sekali dalam bidang ilmu makanan ternak dan nutrisi.

Prinsip Dasar

Adanya perubahan energi kimia dalam molekul bahan makanan ke dalam bentuk energi kinetik dari suatu reaksi metabolic yang dapat menimbulkan kerja atau panas. Menurut La voisier dan La place tahun 1780 dari Perancis bahwa panas yang diproduksi hewan berasal dari oksidasi zat organik bahan makanan yang disuplai, dapat dijadikan sumber energi akibatnya nilai energi yang dihasilkan dapat dijadikan criteria nilai gizi pakan atau ransum yang dikonsumsi hewan tersebut.

Pembakaran bahan makanan berlangsung sebagai berikut : CHO + O 2 CO 2 +H 2 O + gas + panas. Pembakaran makanan tersebut menggunakan oksigen (O 2 ) dan menghasilkan

energi bruto atau gross energi (GE). Pengukuran energi brotu ini menggunakan alat Bomb Calorimeter (perubahan suhu akibat pembakaran pakan dengan oksigen). Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan satuan-satuan atau indicator angka sebagai jumlah energi yang dinyatakan dalam satuan :

1. Kalori (kal) yaitu jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan

temperatur 1 gram air dari suhu 14.5 o C menjadi 15.5 C.

2. Them adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk menaikkan suhu 1 ton air

1 o C.

3. British Them Unit = BTU adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 liter air 1 o F.

4. Joule = 107 Erg adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk memindahkan

1 liter air/barang sejauh 0.7375 kaki.

Nilai setara kalori untuk energi adalah sebagai berikut :

1. 1 kalori (kal) setara 4.184 Joule (J) Crampton

2. 1 kalori (kal) setara 5.183 Internasional Joule (Kleiber)

3. 1 BTU setara 0.252 kkal.

4. 1 kilo kalori (kkal) setara 3.96 BTU.

Setiap kandungan nutrien mempunyai nilai setara kalor (energi) yang berbeda yaitu :

1. Protein setara 5.65 kkal/g

2. Karbohidrat setara 4.10 kkal/g

3. Lemak setara 9.45 kkal/g Sehingga rasio sumbangan energi kandungan nutrien tersebut (Protein : KH : Lemak) adalah 1 : 1 :2.5 kali.

Kalorimeter ada 2 macam yaitu :

1. Bomb Calorimeter terdiri dari : Adiabatic Calorimeter dan Isotermik Calorimeter.

2. Animal Calorimeter untuk mengukur energi metabolic seperti : Basal Metabolic Rate (BMR), RQ dan NE.

Karakteristik Adiabatic Bomb Calorimeter :

1. Panas tidak langsung, tidak ada panas yang menyeberang.

2. Mempunyai 2 suhu, sehingga perlu menyamakan suhu dan disetarakan sehingga tidak saling mempengaruhi.

Sedangkan karakteristik Isothermic Bomb Calorimeter adalah panas bersambung, dan hanya ada satu suhu.

Komponen Bomb Calorimeter adalah :

1. Jacket

2. Bucket untuk tempat air (suhu konstan)

3. Bomb berisikan cawan, kawat platina dan sample dalam bentuk pellet, kemudian dialirkan oksigen untuk p embakarannya.

Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan Bomb Calorimeter yang dikoreksi dengan beberapa faktor koreksi yaitu :

a. Koreksi penggunaan asam, 1 ml Na 2 CO 3 = 1 kalori.

b. Koreksi kawat terbakar, 1 cm kawat = 2.3 kalori.

c. Koreksi sulfur (S), bila kandungan S bahan makanan ternak lebih besar dari 0.1% dimana 1 gram S = 1.4 kkal.

Tabel 4. Kandungan energi bruto beberapa bahan pakan.

Bahan

Energi Bruto (kkal/g)

Kacang kedelai

Dedak Gandum

Lemak babi

Casein

Sebelum dilakukan analisa energi, Bomb Calorimeter disetarakan dulu dengan memperhitungkan faktor koreksi tersebut. Kandungan energi bruto (Gross Energi = GE) beberapa bahan makanan ternak bisa dilihat pada tabel 2.

Nilai GE dari karbohidrat berkisar antara 3.75 – 4.25 kkal, sedangkan nilai GE untuk protein lebih tinggi daripada karbohidrat, tetapi di dalam tubuh ternak, energi protein tidak dapat dipergunakan seluruhnya, energi ini akan keluar dalam bentuk ikatan asam urat atau urea yang masih mengandung GE sekitar 1.25 kkal, sehingga energi yang akan didapat dalam tubuh ternak yang berasal dari protein hampir sama dengan karbohidrat yaitu : 4.25 kkal (5.50-1.25). Nilai energi bruto (GE) untuk macam -macam protein dan lemak diperlihatkan pada tabel 3 (nilai rata -rata GE protein = 5.20 kkal dan rata-rata GE lemak = 9.35 kkal).

Tabel 5. Kandungan energi bruto bahan sumber protein dan lemak.

Bahan

Energi Bruto (kkal/g)

Daging sapi

Albumin telur

Kuning telur

Kacang -kacangan

Lemak daging, ikan dan telur

Lemak hasil ternak perah

Lemak butiram

Penggunaan Energi Oleh Ternak

Energi karbohidrat digunakan ternak sebanyak 95% sedangkan energi protein hanya 70%, sehingga penggunaan energi karbohidrat lebih efisien dibandingkan protein dan lemak. Diantara gizi lainnya, lemak mempunyai kandungan energi paling tinggi yaitu sebesar 2.25 kali karbohidrat dan protein. Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan oksigen dalam molekul. Dalam molekul karbohidrat terdapat cukup oksigen untuk pembakaran hydrogen yang dikandungnya, sehingga panas yang dikeluarkan hanya dari pembakaran atau oksidasi karbon (C). Pada lemak relatif sedikit oksigen, sehingga memerlukan oksigen lebih banyak untuk pembakaran hydrogen (H) da karbon (C). Untuk pembakaran 1 gram H menghasilkan panas 4 kali lebih banyak dari pembakaran

C, sehingga panas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan denagan protein da n karbohidrat. Dalam lemak kasar, selain lemak murni tergolong dalam trigliserida, terdapat juga zat-zat lain yang larut dalam ether. Zat-zat tersebut akan mengurangi manfaat lemak sebagai sumber energi untuk ternak atau hewan lainnya.

BAB III KIMIA MAKANAN TERNAK KUALITAS PROTEIN

Kegunaan dari protein bahan makanan relatif tergantung pada keperluan hewan terhadap banyaknya protein, sedang pada beberapa hewan seperti ayam dan babi juga tergantung pada asam -asam amino esensial yang terdapat dalam bahan makanan tersebut. Pada hewan-hewan tersebut asam-asam amino tertentu harus tersedia dalam ransum. Asam-asam amino ini disebut asam-asam amino esensial. Bahan makanan dikatakan mempunyai kualitas protein yang baik apabila bahan makanan tersebut dapat menyediakan seluruh asam-asam amino esensial dalam perbandingan hampir mendekati sama dengan yang ada pada protein yang akan dibentuk, ditambah sumber N yang lain untuk membentuk asam amino yang tidak esensial. Sedang yang dikatakan asam amino esensial yaitu asam -asam amino yang tidak dapat disintesis dalam tubuh hewan dalam kecepatan yang diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Misalnya arginine untuk tikus adalah esensial, walaupun asam amino ini dapat dibentuk oleh tubuh tikus, tapi tidak dalam kecepatan yang cukup untuk pertumbuhannya.

Penentuan kualitas protein dapat berdasarkan :

1. Kimia

2. Biologis, yaitu dengan BV, PER, Replacement Value, dll.

Secara kimia, penentuan protein diperhitungkan secara :

1. Chemical Score

Menurut Block & Mitchell, kualitas protein ditentukan oleh asam -asam amino yang relatif paling kekurangan. Di sini protein standar yaitu protein telur.

Dengan membandingkan tiap-tiap asam amino dari bahan tersebut kita akan mendekati asam amino yang paling defisien.

Tabel 6. Perbandingan komposisi asam amino telur dan gandum

Asam amino

% AA dalam

% AA dalam

% AA defisien

protein telur

protein gandum

dalam gandum

-39 Cystine & Methionine

-37 Asam amino yang paling defisien adalah Lysine. Chemical Score dari protein gandum 100 – 63 = 37.

2. Secara EAAI = Essential Amino Acid Index

Oser mengembangkan pendapat Block dan Mitchell, ia berpendapat bahwa seharusnya dalam menentukan kualitas protein tidak saja asam amino esensial

yang paling defisien yang harus diperhatikan tapi seluruh asam amino esensial dari bahan tersebut harus dipertimbangkan. Juga dipakai sebagai protein standar adalah protein telur.

a – n = % asam amino dari protein yang dinilai

a e –n e = % asam amino dari protein telur

untuk memudahkannya :

a – n = % asam amino dari protein yang dinilai

a e –n e = % asam amino dari protein telur

untuk memudahkannya :

1  100 a 100 b 100 n

log EAAI

3. Supplementary Effect

Apabila beberapa protein yang mempunyai kekurangan asam amino dikombinasikan, maka secara biologis protein campuran ini akan bertambah nilai biologisnya oleh karena adanya supplementary effect.

Misalnya suatu protein tubuh harus dibentuk asam-asam amino A, B, C, D, E dengan perbandingan 48, 10, 4, 32, 6. Jadi mempunyai susunan A 48 B 10 C 4 D 32 E 6 . Apabila sumber protein yang diberikan :

Protein I dengan susunan A 26 B 28 C 2 D 34 E 10 kegunaan protein ini tergantung daripada C. Selama C hanya mempunyai persediaan 2, maka protein tubuh yang dibentuk :

A 24 B 5 C 2 D 16 E 3 (= ½ x A 48 B 10 C 4 D 32 E 6 ).

Jadi protein I hanya digunakan 50 %, sisanya A 2 B 23 C 8 D 18 E 7 (A 26 B 28 C 2 D 34 E 10 –

A 24 B 5 C 2 D 16 E 3 ) akan dibakar sebagai energi. Dalam hal ini kita dapat memperbaikinya dengan :

1. Penambahan asam-asam amino murni

2. Memberikan campuran dengan protein Misalkan kita berikan campuran protein ke -II yang mempunyai susunan

A 46 B 18 C 6 D 20 E 10 .

Jadi : Ideal

A 48 B 10 C 4 D 32 E 6

Protein I

A 26 B 28 C 2 D 34 E 10

Protein II

A 46 B 18 C 6 D 20 E 10 Camp. I + II A 36 B 23 C 4 D 27 E 10

Protein untuk sintesis protein tubuh : A 36 B 7 C 3 D 24 E 5 = 75 % Penggunaan untuk energi : A 0 B 16 C 1 D 3 E 5 = 25 %

Pada umumnya protein tumbuh-tumbuhan mempunyai kadar lysine rendah sedangkan tepung darah walaupun tidak kaya asam-asam amino, akan tetapi mempunyai kadar lysine yang tinggi sehingga baik dipergunakan sebagai suplemen pada protein tumbuh-tumbuhan. Perbedaan ku alitas protein nabati dan hewani dilihat dari segi asam amino yang dikandungnya terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Asam Amino dari Protein Nabati dan Hewani

Standar Asam amino

Butir-butiran*

Protein hewani

7,3 *Wheat, jagung, rye, oats **Tidak termasuk dalam rate ini : Jagung

+ Tankage, tepung darah, ikan, susu Susu, telur dan daging dapat menyediakan asam amino dalam perbandingan

yang hampir mendekati kesempurnaan untuk digunakan.

BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI

Pakan berperanan sangat penting dalam menentukan produktivitas ternak. Kira -kira 25% dari perbedaan produksi ternak dikarenakan oleh keturunan

sedangkan 75% sisanya ditentukan oleh faktor lingkungan dengan pakan sebagai faktor penentu terbesar.

Konsentrat adalah pakan yang tinggi kandungan ekstrak tiada nitrogen (Beta- N) dan rendah kandungan serat kasar (SK) yaitu lebih rendah dari 18%. Kandungan protein pakan dapat dibagi 2 yaitu : (1) Konsentrat sumber energi, (2) konsentrat sumber energi da protein.

Karena konsentrat realtif mengandung serat kasar yang rendah, maka hampir semua konsentrat mempunyai kecernaan yang tinggi. Butiran mengandung sejumlah besar pati yang dengan mudah dapat dicerna dan diserap ternak. Sebaliknya protein dari butiran kebanyakan defisiensi akan asam amino lisin. Hal ini tidak masalah yang besar untuk ternak ruminansia, tetapi akan bermasalah pada ternak nonruminansia yang makanan utamanya berasal dari butiran.

Dalam bab hijauan ditekankan pentingnya hijauan yang berkualitas baik. Tetapi untuk mengefisienkan produksi ternak, konsentrat biasanya diperlukan sebagai bahan tambahan pada hijauan. Hal ini karena pada ternak yang diberi hijauan saja tidak dapat memenuhi kebutuhannya untuk produksi yang tinggi mengingat hijauan mempunyai kecernaan dan energi neto yang rendah.

A. BUTIR-BUTIRAN DAN LIMBAHNYA

Konsentrat sumber energi adalah bahan makanan ternak yang tinggi kandungan energi dan rendah kandungan serat kasar (<18%), serta umumnya

mengandung protein yang lebih rendah dari 20%.

1. Jagung (Zea mays)

Tinggi rendahnya produksi jagung tergantung pada tipe jagung yang dipakai, pemupukan serta cuaca. Jagung merupakan pakan yang sangat baik untuk ternak. Jagung sangat disukai ternak dan pemakaiannya dalam ransum ternak tidak ada pembatasan, kecuali untuk ternak yang akan dipakai sebagai bibit.

Pemakaian yang berlebihan untuk ternak ini dapat menyebabakan kelebihan lemak.

Jagung tidak mempunyai anti nutrisi dan sifat pencahar. Walaupun demikian pemakaian dalam ransum ternak terutama untuk bibit perlu dibatasi karena

penggunaan jagung yang tinggi dapat mengakibatkan sulitnya ternak untuk berproduksi. Disamping itu penggunaannya pada ternak muda yang akan dipakai bibit perlu dibatasi karena selain tidak ekonomis bila dipergunakan tinggi dalam ransum juga karena penggunaan yang terlampau tinggi dapat menyulitkan ternak tersebut untuk berproduksi.

Secara kualitatif kualitas butiran jagung dapat diuji dengan menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density butiran jagung yang baik adalah 626.6 g/liter, sedangkan untuk jagung giling yang baik berkisar antara 701.8 – 722.9 g/liter. Makin banyak jagung yang mengapung berarti makin banyak jagung Secara kualitatif kualitas butiran jagung dapat diuji dengan menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density butiran jagung yang baik adalah 626.6 g/liter, sedangkan untuk jagung giling yang baik berkisar antara 701.8 – 722.9 g/liter. Makin banyak jagung yang mengapung berarti makin banyak jagung

Kualitas jagung scara kuantitatif dapat dilakukan diaboratorium dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8). Minmum data kadar bahan kering,

protein kasar dan serat kasar harus diketahui setiap kali pengiriman jagung.

Gambar 3. Pohon Jagung dan Jagung kuning pipilan

Jagung merupakan butiran yang mempunyai total nutrien tercerna (TDN) dan net energi (NE) yang tinggi. Kandungan TDN yang tinggi (81.9%) adalah karena : (1) jagung sangat kaya akan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N) yang hampir semuanya pati, (2) jagung mengandung lemak yang tinggi dibandingkan semua butiran kecuali oat, (3) jagung mengandung sangat rendah serat kasar, oleh karena itu mudah dicerna. Kandungan protein jagung rendah dan defisiensi asam amino lisin. Dari butiran yang ada, hanya jagung kuning yang mengandung karoten. Kandungan karoten jagung akanmenurun dan atau hilang selama penyimpanan.

2. Dedak Padi (Oriza sativa)

Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara pengolahan. Sebanyak 14.44% dedak kasar, 26.99% dedak halus, 3% bekatul dan 1 -17% menir dapat dihasilkan dari berat gabah kering.

Dedak padi cukup disenangi ternak. Pemakaian dedak padi dalam ransum ternak umumnya sampai 25% dari campuran konsentrat. Walaupun tidak mengandung zat antinutrisi, pembatasan dilakukan karena pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dapat menyebabkan susahnya pengosongan saluran pencernaan karena sifat pencahar pada dedak. Tambahan lagi pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dalam campuran konsentrat dapat memungkinkan ransum tersebut mudah mengalami ketengikan selama penyimpanan.

Secara kualitatif kualitas dedak padi dapat diuji dengan menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density dedak padi yang baik adalah 337.2 – 350.7 g/l. Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin jelek kualitas dedak padi tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, bau dan uji Secara kualitatif kualitas dedak padi dapat diuji dengan menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density dedak padi yang baik adalah 337.2 – 350.7 g/l. Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin jelek kualitas dedak padi tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, bau dan uji

Gambar 4. Dedak padi

Kualitas dedak padi secara kuantitatif dapat dilakukan dilaborotorium dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8).