Buletin Tata Ruang dan Pertanahan Edisi

Menyusun Babak Baru Pembangunan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan: RPJMN 2015-2019

Koordinasi Pembangunan: Menciptakan Kebijakan Penataan Ruang dan Pertanahan yang Komprehensif Dr. Ir. Dedi M. Masykur Riyadi

Staf Khusus Menteri/Sekretaris Tim Analisa Kebijakan Kementerian PPN/Bappenas

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai Rencana Induk Pembangunan: Lesson Learned dari Pelaksanaan

RPJMN 2010-2014

Dr. Ir. Edi Effendi Tedjakusuma, MA Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan

Mewujudkan Sinergitas Perencanaan Pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Prof. Dr. Ir. Hj. Winarni Monoarfa, MS

Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi Gorontalo

ii buletin tata ruang & pertanahan ii buletin tata ruang & pertanahan

Pelindung Tahun 2014 akan menjadi tahun bersejarah bagi bangsa Indonesia. Tepatnya Deputi Bidang Pengembangan Regional dan

9 Juli 2014 pesta demokrasi akan berlangsung untuk memilih Presiden dan Otonomi Daerah

Wakil Presiden Indonesia 2014-2019. Arah pembangunan Indonesia 5 tahun Penanggung Jawab

ke depan akan bergantung pada visi misi yang diusung Presiden dan Wakil Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

Presiden terpilih. Bagaimana visi misinya? dan siapa Presiden dan Wakil Presiden terpilih? Itu masih menjadi misteri. Namun yang pasti RPJMN 2015-

Pemimpin Redaksi Santi Yulianti

2019 perlu dipersiapkan.

Dewan Redaksi Bersamaan dengan pelaksanaan pesta demokrasi, Kementerian PPN/Bappenas Mia Amalia

sebagai institusi yang diamanatkan untuk menyusun rencana pembangunan Uke M. Hussein

tengah menyusun Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Nana Apriyana

Rinella Tambunan Menengah (RT RPJMN) 2015-2019. Arah pembangunan Indonesia 2015-2019

sudah diamanatkan RPJPN 2005-2025 (UU 17/2007) yakni memantapkan Editor

pembangunan secara menyeluruh melalui pembangunan keunggulan kompetitif Gina Puspitasari

perekonomian yang berbasis SDA, SDM, dan IPTEK. Akan menjadi tantangan Redaksi

tersendiri melakukan sinkronisasi antara RT RPJMN 2015-2019 dengan visi Hernydawati

misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

Aswicaksana Raffli Noor

Karena masih hangatnya proses penyusunan rencana pembangunan nasional, Astri Yulianti

Buletin Tata Ruang dan Pertanahan edisi kali ini mengangkat tema Menyusun Idham Khalik

Babak Baru Pembangunan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan: RPJMN Cindie Ranotra

Riani Nurjanah 2015-2019. Untuk mengingat kembali pentingnya koordinasi antarsektor Octavia Rahma Mahdi

dalam proses penyusunan rencana pembangunan, rubrik wawancara kali ini Chandrawulan Padmasari

menghadirkan Dr. Dedi M Masykur Riyadi (Staf Khusus Menteri/Sekretaris Gita Nurrahmi

Dea Chintantya Tim Analisa Kebijakan, Kementerian PPN/Bappenas). Wawancara ini menarik untuk disimak karena koordinasi menjadi hal yang sepertinya mudah tetapi

Desain & Tata Letak tidak pada pelaksanaannya. Topik penting lainnya adalah hasil evaluasi RPJMN Dodi Rahadian

Indra Ade Saputra 2010-2014 yang menjadi input dalam perumusan RPJMN 2015-2019. Materi

ini diulas oleh Dr. Edi Effendi Tedjakusuma (Deputi Evaluasi Perencanaan Distribusi & Administrasi

Pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas).

Sylvia Krisnawati Redha Sofiya

Seperti halnya pada edisi-edisi sebelumnya, pembahasan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan disajikan secara seimbang. Topik tata ruang mengupas

Alamat Redaksi sinergitas rencana pembangunan dengan rencana tata ruang yang menjadi Direktorat Tata Ruang dan

Pertanahan, Kementerian PPN/ upaya perwujudan pemerataan pembangunan yang berkeadilan. Topik ini Bappenas

dikupas tuntas oleh Prof. Dr. Winarni Monoarfa (Ketua Badan Koordinasi Jl. Taman Suropati No. 2

Penataan Ruang Daerah Provinsi Gorontalo). Begitu pula topik pertanahan, Gedung Madiun Lt. 3

Jakarta 10310 mengetengahkan diskusi mendalam bersama Prof. Maria Sumardjono dan Dr. telp: 021 - 392 66 01

Budi Prayitno dalam pemilihan alternatif kebijakan pengelolaan pertanahan. email: trp@bappenas.go.id website: http://www.trp.or.id

Untuk edisi kali ini, Rubrik Ringkas Buku, Koordinasi dan Kajian diisi dengan materi Politik Hukum Agraria, Rancangan Kebijakan Pertanahan dalam Kerangka Regulasi, dan Tinjauan Kebencanaan Perencanaan Tata Ruang

Redaksi menerima kiriman tulisan/artikel dari luar, Isi berkaitan dengan penataan ruang dan

Kawasan Strategi Nasional (KSN) Jabodetabekpunjur. Tidak lupa sosialisasi pertanahan dan belum pernah dipublikasikan.

peraturan bidang tata ruang dan pertanahan, serta berbagai kegiatan penting Panjang naskah tidak dibatasi.

yang telah dilakukan sejak awal Tahun 2014 sampai dengan pertengahan Sertakan identitas diri, Redaksi berhak

Tahun 2014 tetap kami hadirkan.

mengeditnya.

Silakan kirim ke alamat di atas

Selamat Membaca! Selamat Membaca!

daftar isi Menyusun Babak Baru Pembangunan Bidang Tata Ruang dan

Pertanahan: RPJMN 2015-2019

2 Koordinasi Pembangunan: Menciptakan Kebijakan Penataan Ruang dan Pertanahan yang Komprehensif Dr. Ir. Dedi M. Masykur Riyadi

Staf Khusus Menteri/Sekretaris Tim Analisa Kebijakan Kementerian PPN/Bappenas

4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai

Rencana Induk Pembangunan: Lesson Learned dari Pelaksanaan RPJMN 2010-2014

Dr. Ir. Edi Effendi Tedjakusuma, MA Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan

7 Mewujudkan Sinergitas Perencanaan Pembangunan dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Prof. Dr. Ir. Hj. Winarni Monoarfa, MS

Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi Gorontalo

9 Kebijakan Baru Dalam Pengelolaan Pertanahan Nasional 2015-2019

Prof. Dr. Maria S. W. Sumardjono, SH, MCL, MPA Guru Besar Universitas Gajah mada

Dr. Budi Prayitno Dosen Universitas Gajah mada

11

Tinjauan Kebencanaan: Perencanaan Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN) Jabodetabekpunjur

1 daftar isi

16 sosialisasi peraturan

19 koordinasi trp

21 ringkas buku

24 melihat dari dekat

27 dalam berita

buletin tata ruang & pertanahan 1

buletin 2 tata ruang & pertanahan

Saat ini, Kementerian PPN/Bappenas tengah menyusun RPJMN 2015-2019, termasuk Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Menurut Bapak, bagaimana peran koordinasi dalam proses penyusunan Kebijakan Tata Ruang dan Pertanahan?

Koordinasi memiliki peran strategis dalam tata kelola pembangunan, termasuk dalam bidang tata ruang dan pertanahan. Dalam berbagai kegiatan yang umumnya sensitif terhadap ruang, proses pengaturan ruang membutuhkan koordinasi yang baik antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, serta masyarakat sehingga pembagian peran dan kewenangan harus jelas, sejak tahap perencanaan dan terutama pada tahap implementasi. Selain itu, koordinasi harus mampu memberikan ruang untuk mencapai kesepahaman dan kesepakatan sehingga membuahkan solusi atau keputusan bersama.

Dengan peran koordinasi yang demikian strategis, bagaimana seharusnya proses koordinasi tersebut berjalan, baik di tataran internal maupun eksternal dengan seluruh mitra kerja?

Dalam bidang perencanaan pembangunan, sudah menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian PPN/Bappenas untuk mengoordinasikan dan merumuskan kebijakan. Tahun ini, secara rutin dan intens, Kementerian PPN/Bappenas melakukan koordinasi baik di tataran internal maupun eksternal dengan seluruh mitra

kerja dalam menyusun Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019. Nantinya, proses koordinasi ini akan berpengaruh pada kualitas kebijakan yang diformulasikan. Hal mendasar yang diperlukan untuk menciptakan keberhasilan koordinasi adalah kesadaran akan kebutuhan berkomunikasi dan hubungan kerjasama yang saling menguntungkan.

Kebijakan merupakan hasil komunikasi dan koordinasi pihak- pihak terkait untuk mencapai suatu tujuan bersama. Inisiatif berkomunikasi dimulai dari proses koordinasi di lingkungan internal. Kementerian PPN/Bappenas memiliki mitra kerja K/L di seluruh direktorat-direktoratnya, dan sudah sepatutnya proses koordinasi mulai dibangun antardirektorat. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan sebagai leading player penyusunan kebijakan tata ruang dan pertanahan, mengonsultasikan dan mensinkronkan rancangan kebijakan yang tengah disusun dengan direktorat sektor terkait untuk mendapatkan masukan sehingga menghasilkan kebijakan yang padu.

Berkenaan dengan penyusunan rancangan teknokratik RPJMN, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan banyak melalui konsultasi dengan direktorat terkait di Bappenas. Bagaimana pandangan Bapak mengenai hal ini?

Apa yang telah dijalankan Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan tersebut merupakan langkah yang tepat. Proses koordinasi ini membuka peluang penyempurnaan terhadap rancangan kebijakan sehingga lebih komprehensif, dapat diterima oleh sektor-sektor terkait, serta lebih implementatif. Proses yang berlaku dua arah dan bersifat iteratif akan menghasilkan kebijakan bersama yang mengakomodasi dan diakomodasi oleh seluruh sektor terkait. Dengan sikap terbuka dan mau mendengar pendapat pihak-pihak yang berkepentingan, akan lebih mudah mencapai konsensus. Memang akan ada dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan yang dihasilkan. Namun kebijakan yang telah dipilih ini merupakan kebijakan yang terbaik secara sosial,yang telah mempertimbangkan segala resikonya.

Bagaimana koordinasi internal berpengaruh terhadap koordinasi eksternal?

Koordinasi internal yang telah dibangun dengan baik, akan memudahkan proses koordinasi eksternal. Koordinasi eksternal

wawancara

Koordinasi Pembangunan:

Menciptakan Kebijakan Penataan Ruang dan Pertanahan yang Komprehensif

Dr. Ir. Dedi M. Masykur Riyadi Staf Khusus Menteri/Sekretaris Tim Analisa Kebijakan Kementerian PPN/Bappenas

K ebijakan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan merupakan kebijakan dasar yang bersifat lintas sektor, sehingga tidaklah mudah untuk mengintegrasikan seluruh kebijakan sektor, dari mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pengendaliannya. Proses koordinasi

menjadi sangat penting untuk menghasilkan kebijakan tata ruang dan pertanahan yang padu. Untuk mendalami esensi koordinasi dalam penyusunan kebijakan penataan ruang dan pertanahan. Redaksi mewawancarai Dr.Ir. Dedi M. Masykur R, Staf Khusus Menteri PPN yang diberi tugas menjadi Sekretaris Tim Analisa Kebijakan Kementerian PPN/Bappenas. S etelah tahun 1976-1979 menjadi peneliti muda di bidang kehutanan, beliau berkarya di Bappenas sejak tahun 1979; pernah menjabat Kepala Biro (Karo) Penyiapan dan Analisis Proyek Pembangunan; Karo Pembangunan Dati I dan Transmigrasi; dan Karo Kewilayahan dalam periode 1993-2001; kemudian menjabat Deputi Bidang Pembangunan Regional dan Sumber Daya Alam (2001-2002); Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (2002-2005); Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan (2005- 2007); Staf Ahli Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Ekonomi dan Pembiayaan Pembangunan; dan Staf Ahli Menteri Bidang Revitalisasi Pertanian, Perdesaan dan Agroindustri (2007-2010). Sempat bertugas sebagai Plt Deputi Menteri PPN Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan (2009-2010). Dari pengalamannya berkiprah di Bappenas, banyak pembelajaran berharga yang beliau bagikan. Berikut ulasan pokok-pokok pemikiran, pengalaman, dan pembelajaran yang beliau tuturkan.

sumber: dokumentasi Direktorat TRP

buletin tata ruang & pertanahan 3

komunikasi yang tampaknya sepele tetapi memperlancar jalannya koordinasi.

Dewasa ini, permasalahan cenderung kian kompleks dan berbagai kepentingan turut memengaruhi proses penyusunan kebijakan. Dalam kondisi demikian, bagaimana tantangan koordinasi perencanaan pembangunan di masa mendatang dan apa pesan- pesan Bapak untuk menghadapi tantangan tersebut?

Semakin besar tantangan ke depan, kesadaran berkomunikasi harus ditingkatkan agar proses koordinasi lebih efektif. Upaya koordinasi harus menjadi peluang untuk mengisi ketidakmampuan yang ada, juga memperdalam keilmuan dan kemampuan tentang berbagai sektor sehingga alternatif kebijakan lebih variatif. Agar rencana tata ruang menjadi alat efektif bagi seluruh sektor untuk melangsungkan pembangunan secara berkelanjutan, kebijakan dan program tata ruang harus dapat diimplementasikan hingga ke tingkat mikro (zoning).

Untuk menghasilkan formulasi kebijakan yang berkualitas, penyusun kebijakan harus yakin bahwa apa yang dipikirkan benar dan terbaik yang mungkin dilakukan karena sudah melalui koordinasi dan pengujian (peer review), dan juga yakin adanya kemungkinan perbaikan dengan mendengar dan mengakomodasi gagasan pihak lain. Dengan terjalinnya konsensus akan memudahkan proses koordinasi. Untuk itu, penting membuka peluang atas gagasan mitra. Di sisi lain, dengan kemajuan teknologi penulisan, sudah sewajarnya narasi kebijakan dapat disajikan lebih ringkas untuk memudahkan pemahaman mitra.

Dalam konteks internal, berkurangnya kewenangan Kementerian PPN/Bappenas menjadi tantangan tersendiri. Namun, harusnya tidak menjadi kendala karena keberhasilan kebijakan tergantung pada kemampuan sumber daya manusia di dalamnya untuk mengembangkan ide dan gagasan. Ide dan gagasan dapat ditawarkan, dimatangkan dan diakomodasi dalam RPJMN sebagai suatu alat yang baik untuk mencapai keberlanjutan pembangunan. Selain itu, Kementerian PPN/Bappenas masih memiliki kemewahan dengan keberadaan seluruh mitra kerja K/L. Ini harus dikelola dengan baik melalui koordinasi yang efektif dan memastikan bahwa anggaran sudah dialokasikan secara benar pada rencana yang telah disusun. Ini juga yang merupakan intisari pentingnya kesatuan antara perencanaan dan penganggaran.

Pada penghujung wawancara, Dedi Masykur berpesan bahwa dalam proses perumusan kebijakan tata ruang dan pertanahan perlu digarisbawahi bahwa koordinasi yang dibutuhkan tidak hanya sebatas dengan Kementerian/Lembaga mitra kerja yang menjadi pengguna program-program yang dikawal oleh Direktorat TRP tetapi juga antara Kementerian PPN/Bappenas dengan seluruh sektor dan pihak terkait [rt/gp/ay].

dilakukan Kementerian PPN/Bappenas secara horizontal dan vertikal, baik dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, serta unsur perwakilan masyarakat. Di bidang tata ruang, penyusunan kebijakan sepatutnya melalui pertemuan koordinasi dengan berbagai K/L terkait. Koordinasi dilakukan agar kebijakan tata ruang yang dihasilkan lebih komprehensif dan implementatif, mengingat ruang diisi oleh berbagai sektor dan terikat oleh berbagai peraturan. Dengan kondisi saat ini, yang masih terdapat tumpang tindih, kerancuan atau bahkan pertentangan dalam peraturan, maka melalui proses koordinasi perlu disusun daftar kriteria atas prinsip dasar tata ruang yang harus diikuti oleh semua pihak.

Secara vertikal, kebijakan tata ruang yang telah disusun di tingkat pusat harus dapat diimplementasikan di daerah. Untuk itu, kebijakan ini harus lebih fleksibel ketika sudah diturunkan ke daerah, dengan syarat adanya ketentuan fleksibilitas yang masih dapat diterima. Mengingat posisinya, Kementerian PPN/ Bappenas berperan pada level kebijakan, yang nantinya akan menjadi acuan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Koordinasi dilakukan dalam rangka menentukan prinsip dasar, tujuan, serta kriteria penentuan kebijakan. Untuk mengimplementasikannya, Kementerian PPN/Bappenas juga perlu mengenali pembagian peran dan kewenangan di tingkat lokal, memberikan solusi kebijakan terhadap permasalahan sensitif dan strategis dalam pembangunan, serta memastikan bahwa pelaksanaan kebijakan pusat terkoordinasi dan berjalan baik di daerah. Sebagaimana halnya dalam penentuan alokasi ruang, perlu diidentifikasi terlebih dahulu kebijakan dan penggunaan ruang di tingkat nasional yang juga telah mempertimbangkan kebutuhan provinsi, kabupaten, dan kota. Penggunaan ruang di tingkat makro akan menjadi dasar penentuan penggunaan ruang di tingkat mikro, dengan ketentuan bahwa kapasitas dan perangkat di tingkat mikro harus dipenuhi.

Sistem koordinasi yang telah dibentuk dengan baik, harus pula didukung dengan sumber daya manusia yang baik. Pekerjaan dilakukan oleh setiap individu dengan penuh tanggung jawab di setiap tingkatnya. Misal, dalam menyusun lampiran pidato (Lampid) Presiden yang merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah, harus dikerjakan dengan serius, detail, dan diperiksa berulang kali untuk memastikan tidak ada kesalahan.

Sebenarnya apa kendala yang turut menghambat proses koordinasi?

Tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa kendala yang menghambat proses koordinasi. Kecerdasan dan kepintaran tidak serta merta menjamin koordinasi dapat terlaksana dengan baik. Padatnya pekerjaan masing-masing bidang kerap membuat waktu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan bidang lain semakin sempit. Kondisi seperti ini tentu menghambat pelaksanaan koordinasi, apalagi jika ditambah dengan tingkat kemauan berkoordinasi dan berkomunikasi yang rendah.

Bagaimana kiat mengatasi kendala dalam koordinasi? Menyikapi kendala dalam koordinasi, para penyusun kebijakan

seharusnya mampu menentukan prioritas pekerjaannya secara tepat agar tetap dapat meluangkan waktu untuk berkoordinasi dalam pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya mendesak dan strategis. Selain itu, dibutuhkan kesiapan mental dalam membangun komunikasi sehingga koordinasi yang dibangun akan berkelanjutan dan proses pengambilan keputusan dan pencapaian konsensus dapat berjalan lebih cepat. Caranya tidak selalu harus formal, tapi melalui pembicaraan ringan. Kuncinya adalah komunikasi. Terlebih dahulu menghubungi pihak-pihak yang akan diundang dalam rapat, sebelum pengiriman undangan secara formal, merupakan langkah

Bersama Tim Pewawancara sumber: dokumentasi Direktorat TRP

buletin 4 tata ruang & pertanahan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merupakan penjabaran visi, misi, dan program Presiden dan Wakil Presiden yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor

5 Tahun 2010 dan menjadi arah pembangunan Indonesia selama lima tahun. RPJMN memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga (K/L) dan lintas K/L, kewilayahan, dan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

RPJMN 2010-2014 ini selanjutnya menjadi pedoman bagi K/L dalam menyusun Rencana Strategis K/L (Renstra-KL) dan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyusun/ menyesuaikan rencana pembangunan daerahnya masing-masing dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional. RPJMN kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang akan menjadi pedoman bagi penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) setiap tahunnya. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Peran RPJMN dalam Membangun Indonesia RPJMN merupakan rencana pembangunan selama lima tahun.

Sesuai dengan amanat UU No. 17 Tahun 2007, tahapan pelaksanaan merupakan arahan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang terdiri atas empat tahapan, yakni: (i) RPJMN 2005 – 2009; (ii) RPJMN 2010 – 2014; (iii) RPJMN 2015 – 2019; (iv) RPJMN 2020 – 2025. Masing-masing tahapan mempunyai skala prioritas dan strategi pembangunan yang berkesinambungan dengan skala prioritas dan strategi pembangunan pada periode sebelumnya. Perencanaan yang disusun dalam RPJMN menjadi arahan untuk menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahunnya. RKP adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun, dan merupakan penjabaran dari RPJMN. RPJMN yang telah disusun memiliki target- target tertentu sesuai dengan skala prioritas yang telah ditentukan. Target yang hendak dicapai harus dimasukkan ke dalam RKP. Jika ada target-target yang belum tercapai dapat dilanjutkan ke RPJM berikutnya atau masuk ke dalam RKP berikutnya pula.

Kaitan RPJMN, RPJMD, dan Renstra RPJMN disusun sebagai arahan pembangunan 5 tahun ke depan,

dan menjadi acuan penyusunan Renstra K/L, RKP, dan Rencana Kerja (Renja) K/L di tingkat nasional, serta RPJMD di tingkat lokal. Seluruh rencana tersebut harus sinkron satu sama lain agar tujuan perencanaan pembangunan tercapai dan agar dalam pelaksanaannya antara wilayah dengan sektor tidak mendapat kendala yang berarti. Dalam proses sinkronisasi, yang harus menjadi perhatian adalah kebijakan dan sasaran yang ditetapkan

artikel

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai Rencana Induk Pembangunan: Lesson Learned dari Pelaksanaan RPJMN 2010-2014

Dr. Ir. Edi Effendi Tedjakusuma, MA Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan

M erujuk pada tahapan pembangunan RPJPN 2005 - 2025 yang ditetapkan dengan UU Nomor 17 Tahun 2007, saat ini Rencana Pembangunan Nasional telah memasuki tahap kedua, yakni pelaksanaan RPJMN 2010 - 2014. Untuk mencapai visi pembangunan

Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur, RPJMN pada tahap kedua ini berada pada tahapan memantapkan penataan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), membangun kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan memperkuat daya saing perekonomian. Pada tahun 2012 dan menjelang akhir tahun 2014 ini, Kementerian PPN/Bappenas melakukan evaluasi pelaksanaan RPJMN 2010-2014 untuk mengetahui pencapaian berbagai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan, permasalahan dan kendala yang dihadapi, serta alternatif tindak lanjut yang diperlukan dalam perencanaan pembangunan periode berikutnya. Hasil evaluasi ini akan menjadi bahan masukan RPJMN 2015 – 2019 yang juga sedang disusun pada tahun ini.

Prioritas Nasional (PN) Pada periode RPJMN 2010 – 2014, PN dibagi ke dalam 11

prioritas nasional dan 3 (tiga) prioritas lainnya. Sebelas prioritas nasional, meliputi (1) reformasi birokrasi dan tata kelola; (2) pendidikan; (3) kesehatan; (4) penanggulangan kemiskinan; (5) ketahanan pangan; (6) infrastruktur; (7) iklim investasi dan iklim usaha; (8) energi; (9) lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; (10) daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik; serta (11) kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi. Sementara 3 (tiga) prioritas lainnya meliputi: bidang politik, hukum, dan keamanan; bidang perekonomian; dan bidang kesejahteraan rakyat. Kebijakan bidang tata ruang termasuk dalam PN (6), sementara bidang pertanahan termasuk dalam PN (4), (5), (6), (7), (8), dan (10).

Sumber: Buku Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010-2014 oleh Kementerian PPN/ sumber: dokumentasi Direktorat TRP Bappenas

buletin tata ruang & pertanahan 5 buletin tata ruang & pertanahan 5

sektor terhadap RPJMN yang berdimensi kewilayahan sehingga arahan pembangunan wilayah dan sektor sinkron. Kebijakan dan program ini dibahas dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) yang dilaksanakan setiap tahun. Apabila RPJMD yang disusun tidak mengacu pada RPJMN, dikhawatirkan program yang disusun nantinya akan mengalami kendala dan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, dan tujuan perencanaan pembangunan nasional tidak tercapai. Pada forum tersebut diharapkan baik RPJMN, RPJMD, dan Renstra K/L sudah saling berkesinambungan.

Tidak menutup kemungkinan, RKP dengan Renja K/L tidak sinkron (terdapat deviasi), seperti yang terjadi pada tahun 2013, diketahui adanya deviasi antara RKP dengan Rencana Kerja K/L sebesar 28,9%. Hal ini sangat dimungkinkan, misalnya karena saat pembahasan mengenai Renja K/L di DPR, Kementerian PPN/ Bappenas tidak ikut serta, sehingga dapat terjadi perubahan pada target, sasaran, program dan kepastian alokasi anggaran Renja K/L, tapi RKP tetap. Mengenai kondisi ini, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan keputusan yang membahas proses mekanismenya sehingga deviasi dapat diatasi. Untuk tahun ini, akan dibentuk juga

sebuah forum yang membahas dan mensosialisasikan RPJMN ke daerah, sehingga Pemerintah Daerah dapat mendiskusikan RPJMD- nya, serta mensinkronkan dengan RPJMN.

Rencana Pembangunan dan RTRW Dalam penyusunan RPJMN, integrasi rencana pembangunan

dengan rencana tata ruang dapat dituangkan ke dalam Buku

I RPJMN. Dalam buku tersebut terdapat lima poin utama yang menjadi pembahasan, di antaranya: (i) pertumbuhan; (ii) kemiskinan; (iii) kesenjangan; (iv) pemerataan; dan (v) keberlanjutan.

Jika dikaitkan dengan Bidang Tata Ruang, maka pertumbuhan dan keberlanjutan menjadi hal krusial yang harus diperhatikan. Untuk pertumbuhan, sektor pertanian, pertambangan, infrastruktur, dan pemukiman adalah empat hal yang terkait dengan penggunaan ruang. RTRW juga wajib mencantumkan alokasi ruang dan peruntukannya, sehingga tidak terjadi tumpang tindih di lapangan, dan dapat mengurangi konflik antar ruang. Untuk itu, dalam pelaksanaan di lapangan, Bidang Tata Ruang wajib memberikan arahan dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang di dalam RPJMN. Untuk mendukung hal tersebut, RTRW setiap propinsi maupun Kabupaten/Kota harus tersusun dengan baik. Di masa mendatang, diharapkan seluruh propinsi maupun Kabupaten/Kota di Indonesia telah memiliki RTRW dan perda yang menaunginya.

Tata Ruang juga diharapkan dapat memberikan feedback kepada sektor, misalnya terkait dengan permasalahan perumahan. Tata Ruang dapat memberikan inisiatif penggunaan ruang vertikal untuk perumahan, sehingga perumahan kumuh dapat dikurangi. Walaupun pada tahun 90-an dirasa tidak fleksibel, ide ini dapat ditawarkan pada kondisi saat ini. Terlebih penggunaan ruang di beberapa lokasi di Indonesia terbatas. Namun demikian, program tersebut harus didukung dengan penyusunan RPJMN dalam Bidang Tata Ruang yang jelas dan tegas. Dengan arahan yang jelas, jika terjadi konflik di daerah, maka penegakan hukum di pemerintah daerah harus lebih tegas.

Pelaksanaan Penataan Ruang dalam UU No. 26 Tahun 2007 Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, pembahasan

mengenai sinkronisasi antara rencana tata ruang dengan rencana pembangunan tertuang pada Bab VI mengenai “Pelaksanaan Penataan Ruang”, baik mengenai RTRWN, RTRW Provinsi, Kab/Kota. Di dalam pasal-pasalnya, disebutkan bahwa:

1. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), baik itu di tingkat Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota.

2. Rencana Tata Ruang Wilayah kemudian menjadi pedoman untuk penyusunan RPJP serta RPJM, baik itu di tingkat Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota, serta dalam mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor.

PN Prioritas Nasional

Jumlah Indikator

Jumlah Notifikasi Merah Kuning

Hijau

1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

4 Penanggulangan Kemiskinan

5 Ketahanan Pangan

6 Infrastruktur

14 2 3 9

7 Iklim Investasi dan Iklim Usaha

8 Energi

9 Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana

10 0 1 9

10 Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik

11 Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi

12 Politik, Hukum, dan Keamanan

14 Kesejahteraan Rakyat

15 0 1 14

Jumlah Total

133

20 30 83

Keterangan:

Sudah tercapai Perlu kerja keras Sangat sulit tercapai

Tabel 1. Rekapitulasi Notifikasi Prioritas Nasional

Sumber: Evaluasi implementasi RPJMN 2010-2014 oleh Direktur Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah, Kementerian PPN/ Bappenas

buletin 6 tata ruang & pertanahan

Capaian Pelaksanaan RPJMN 2010-2014 Selama dua setengah tahun pelaksanaan RPJMN, indikator

pembangunan saat ini lebih sejahtera dan demokratis dibandingkan kondisi awal pelaksanaan RPJMN 2010-2014. Namun, terdapat indikasi kesenjangan yang sedikit melebar, dan penegakan hukum juga pemberantasan korupsi masih menghadapi kendala. Pada RPJMN periode II, belum dilakukan evaluasi secara menyeluruh, detail, dan komprehensif. Namun dari hasil diskusi yang telah dilakukan, terdapat beberapa program yang sejalan dengan RPJMN dan berjalan dengan baik, ada pula yang berjalan kurang baik karena terkendala beberapa faktor. Namun demikian, sebagian besar RPJMD telah sinkron dengan RPJMN.

Secara umum, pencapaian sasaran PN menunjukkan hasil yang cukup baik. Sebagian besar pencapaian PN diperkirakan mencapai target tahun 2014 yang ditetapkan. Dari 14 PN, 10 PN diperkirakan mencapai target yang ditetapkan, sementara 4 PN lainnya masih memerlukan kerja keras untuk mencapai target tahun 2014. Bidang kesehatan menjadi PN yang sulit mencapai target, salah satunya disebabkan rendahnya akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan yang berdampak pada masih tingginya jumlah kematian ibu dan anak (lihat Tabel 1).

Harapan untuk RPJMN 2015-2019 Saat ini, Kementerian PPN/Bappenas dalam proses penyempurnaan

rencana teknokratis RPJMN 2015-2019 yang nantinya akan disinkronkan dengan visi misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Sesuai dengan kerangka RPJPN 2005-2025, RPJMN 2015- 2019 berada pada tahap memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan

kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan IPTEK. Oleh karena itu, di masa mendatang, diharapkan peran Kementerian PPN/Bappenas dapat diperkuat, tidak hanya sebagai badan perencanaan, tapi juga berperan dalam perencanaan alokasi dana dan evaluasi seluruh perencanaan yang dilakukan oleh K/L. Dapat juga dibentuk badan khusus yang dapat melakukan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan kerja, sehingga antara rencana dengan implementasinya sesuai dan berjalan dengan efektif dan efisien. Hal ini penting dilakukan sehingga antara RPJMN, Renstra K/L, serta dokumen perencanaan lainnya dapat sinkron satu sama lain.

Selain itu, diharapkan Tata Ruang dapat memberikan feedback kepada sektor. Dengan semakin terbatasnya ruang, Tata Ruang harus dapat menciptakan ide dan gagasan kebijakan yang dapat ditawarkan pada kondisi saat ini. Seperti yang diusung salah satu calon Presiden 2014 adalah program pelarangan konversi lahan. Program tersebut harus didukung dalam RPJMN Bidang Tata Ruang secara jelas dan tegas sehingga tidak terjadi konflik dan penegakan hukum lebih tegas, baik di pusat maupun daerah.

Capaian Pelaksanaan RPJMN 2010 – 2014 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan

Bidang Tata Ruang dan Pertanahan merupakan bagian dari prioritas nasional infrastruktur, dengan indikator inventarisasi pemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T) untuk bidang pertanahan; dan jumlah rencana tata ruang yang telah disinkronkan program pembangunannya untuk bidang tata ruang.

Capaian penting dalam pelaksanaan pembangunan Bidang Tata Ruang antara lain: (1) telah ditetapkan empat Perpres Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau yaitu RTR Pulau Sumatera, RTR Pulau Jawa-Bali, RTR Pulau Kalimantan, dan RTR Pulau Sulawesi; (2) telah ditetapkan lima Perpres RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN) yaitu RTR Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur), RTR Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita), RTR Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar (Mamminasata), RTR Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo (Mebidangro), dan RTR Kawasan Batam, Bintan dan Karimun (BBK); dan (3) telah ditetapkan 25 Perda RTRW Provinsi, 291 Perda RTRW Kabupaten dan 75 Perda RTRW Kota yang disusun dengan merujuk pada UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dan PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan, seluruh rencana tata ruang yang telah dihasilkan tersebut telah disinkronkan dengan program pembangunan melalui proses persetujuan substansi yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN).

Di Bidang Pertanahan, target infrastruktur didukung oleh kegiatan inventarisasi P4T. Kegiatan ini adalah upaya awal dalam

melakukan penataan di bidang pertanahan, melalui pendataan bidang-bidang tanah dan pemilik tanah yang dilakukan secara sistematis dengan basis wilayah desa. Keluaran kegiatan ini adalah basis data bidang-bidang tanah pada wilayah yang bersangkutan sehingga dapat diperoleh informasi pertanahan menyeluruh yang dapat mendukung proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pada Tahun 2013, Badan Pertanahan Nasional menargetkan kegiatan inventarisasi P4T sebanyak 198.000 bidang yang tersebar di seluruh wilayah provinsi dan telah terealisasi sebanyak 118.417 bidang. Kegiatan ini akan sulit mencapai target sebagaimana telah ditetapkan RPJMN 2010-2014. Untuk tahun 2014, BPN menargetkan inventarisasi P4T sebanyak 142.400 bidang.

Selain itu, pengadaan tanah untuk pembangunan akan sulit tercapai pada tahun 2014. Hambatan dalam proses pengadaan tanah ini terutama terjadi dalam upaya kesepakatan harga ganti rugi atau pembelian tanah antara pemerintah atau badan usaha swasta dengan masyarakat pemilik tanah. Untuk itu, pada Tahun 2012 Pemerintah bersama DPR telah menyusun UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Kemudian peraturan turunan yang menjadi amanat UU No. 2 Tahun 2012 tersebut juga telah disusun pada tahun yang sama yaitu Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Sebagai kelanjutannya pada Tahun 2013 dilakukan sosialisasi peraturan perundangan tersebut baik ditingkat pusat maupun daerah [na/gp/ay].

sumber: dokumentasi Direktorat TRP

Sumber: Lampiran Pidato Presiden (LAMPID) 2014 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan

buletin tata ruang & pertanahan 7

Birokrasi pemerintahan, baik yang berada di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga ke tingkat desa/kelurahan, merupakan komponen yang memegang peranan penting untuk mewujudkan hal ini. Masyarakat hanya dapat menyampaikan aspirasi dan keinginannya, tapi yang dapat menuangkan dalam bentuk rencana, merealisasikan dalam bentuk program dan kegiatan serta melakukan pengawasan dan pengendalian adalah pemerintah. Pemerintahlah yang harus mampu mengatur ritme dan pola pelaksanaan pembangunan sehingga kita mengenal mekanisme perencanaan pembangunan yang bersifat bottom up dan top down. Perencanaan pembangunan yang benar-benar lahir dari aspirasi dan keinginan masyarakat maupun perencanaan yang lahir dari kemampuan teknis aparatur pemerintah untuk mengisi celah kekosongan yang tidak diusulkan melalui arus perencanaan bawah. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya mekanisme perencanaan pembangunan yang dimulai dari musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, regional pulau hingga musrenbang di tingkat nasional.

Terlepas dari mekanisme perencanaan pembangunan yang dilakukan setiap tahun, hal mendasar yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mendapatkan bentuk kolektivitas pengalokasian program dan kegiatan yang berkesinambungan dari tahun ke tahun adalah menyusun rencana pembangunan jangka panjang (RPJP)

20 tahun dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) untuk 5 tahun. RPJP sangat penting karena merupakan bentuk perencanaan program pembangunan yang akan menjaga agar kolektivitas program secara makro dapat berkesinambungan, tidak putus oleh terjadinya proses pergantian pimpinan pemerintahan dalam waktu lima tahunan. Kolektivitas perencanaan jangka panjang ini akan menjaga dan memberikan antisipasi agar pemanfaatan anggaran dapat dialokasikan lebih fokus pada skema makro sehingga akan lebih efektif untuk mencapai tujuan secara bertahap.

Namun demikian untuk memberikan ruang gerak bagi pimpinan pemerintahan yang terpilih setiap lima tahun, dibuatlah mekanisme penyusunan dokumen RPJM. Sebenarnya RPJM merupakan dokumen penjabaran yang lebih rinci dari dokumen RPJP, karena sudah menuangkan bentuk program dan kegiatan lebih rinci yang merupakan manifestasi dari visi dan misi pimpinan pemerintahan terpilih. RPJM menjadi dokumen rujukan untuk mengukur target dan capaian pemerintahan dalam waktu 5 (lima) tahunan yang dirinci kembali setiap tahunnya dalam dokumen Rencana Kerja

Pemerintah (RKP). Dalam menyusun RPJM, pimpinan pemerintahan terpilih dimintakan merujuk dokumen RPJP untuk selanjutnya membuat inovasi dan kiat tertentu melalui program tahunan agar target 5 (lima) tahunan tersebut dapat tercapai. Dengan demikian RPJP yang berlaku selama 20 tahun tersebut, akan memiliki metode dan cara pendekatan yang mungkin berbeda dalam setiap

5 (lima) tahun sesuai visi dan misi pimpinan pemerintahan terpilih namun masih dalam kerangka makro yang sudah diatur dalam RPJP.

Dokumen RPJP yang dijabarkan lagi dalam bentuk dokumen RPJM sudah tentu memiliki acuan maupun target yang jelas dan terukur secara lengkap untuk dicapai dalam periode waktu yang ditentukan. Namun demikian masih terdapat beberapa aspek yang belum bisa tercakup dalam perencanaan pembangunan tersebut. Keterpaduan berbagai aspek dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan seringkali belum optimal dilakukan sehingga belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Terkadang produk perencanaan yang baik, tidak selalu menghasilkan penataan ruang yang baik. Seringkali suatu daerah maju secara ekonomi, tapi ternyata menimbulkan dampak negatif yang cukup tinggi dari aspek sosial budaya bahkan dampak negatif yang berlebihan terhadap kondisi lingkungan hidup. Hal inilah yang seringkali tidak dapat dikenali wujud pengendalian pembangunannya, karena program hanya berorientasi kepada pencapaian kinerja dari sisi teknis dan pencapaian target realisasi keuangan suatu program tanpa melihat dari matra spasial/keruangan. Padahal hampir secara keseluruhan program kegiatan yang berwujud fisik bahkan beberapa yang non fisik itu, akan sangat terkait dengan aspek kewilayahan dan penataan ruang. Aspek ruang merupakan aspek yang lebih penting diperhatikan oleh perencana ruang atau wilayah. Eksistensi ruang bukan hanya menumbuhkan nuansa fisik terhadap warga kota, tetapi juga dapat menumbuhkan aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, perubahan fungsi bangunan sebagai bagian dari proses perkembangan kota memiliki urgensi yang sangat mendasar dalam penataan kota.

Untuk menjaga keseimbangan perencanaan makro pembangunan yang sudah dituangkan dalam RPJP dan RPJM, sangat dibutuhkan peranan yang sangat strategis dari Dokumen Perencanaan Penataan Ruang baik dalam bentuk Rencana Umum Tata Ruang maupun Rencana Rinci Tata Ruang. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya aspek pengendalian yang paling utama dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan, akan sangat terkait dengan aspek pengendalian pemanfaatan ruang.

artikel

Mewujudkan Sinergitas Perencanaan Pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Prof. Dr. Ir. Hj. Winarni Monoarfa, MS

Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi Gorontalo

M ewujudkan pembangunan yang merata dan berkeadilan, meningkatkan kemajuan dalam bidang ekonomi, meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam aspek sosial budaya, serta mempertahankan keseimbangan ekologi dan kelestarian lingkungan hidup merupakan

gambaran dari tujuan pembangunan yang sebenarnya cukup sederhana namun nyatanya membutuhkan waktu dan upaya yang cukup besar untuk mewujudkannya. Hal tersebut merupakan definisi yang selama ini didengung-dengungkan sebagai pembangunan berkelanjutan untuk

mencapai tujuan pembangunan yang bukan hanya untuk generasi saat ini tapi juga yang akan datang, dengan dimensi yang bukan hanya untuk wilayah tertentu secara spasial tapi juga yang memiliki konektivitas dan ketergantungan satu sama lain. Sejalan dengan pendapat Mitlin dan Satterhwaite dalam Yunus (2005) yang mengemukakan bahwa ada 4 (empat) dimensi yang harus dipenuhi untuk menentukan keberlanjutan suatu pola pembangunan, yaitu: intrageneration dimension, intergeneration dimension, intrafrontier dimension dan interfrontier dimension .

Dalam hal ini, Budiharjo (1997) menjelaskan bahwa salah satu Sering timbul permasalahan antara lain adanya persepsi yang kendala penataan ruang adalah lemahnya mekanisme pengendalian

berbeda dalam pemanfaatan ruang/kawasan yang tidak sesuai ruang. Jika disandingkan dengan dokumen RPJP dan RPJM, maka

peruntukan ruang sebagaimana yang telah diatur dalam Perda jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) akan sebanding

No. 4 Tahun 2011 tentang RTRW Provinsi Gorontalo sehingga dan setara dengan jangka waktu dokumen RPJP. Namun demikian,

untuk meningkatkan kualitas dan efektifitas penyelenggaraan untuk mengakomodir dalam batas-batas tertentu akan dinamisnya

penataan ruang di daerah perlu dilakukan upaya sinkronisasi dan perubahan perencanaan, maka dimungkinkan dokumen rencana

harmonisasi perda RTRW kepada unsur pemerintah kabupaten/ tata ruang untuk direvisi setiap 5 (lima) tahun.

kota dan masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya. Dalam Dalam tataran implementasinya di Provinsi Gorontalo, Rencana

upaya tersebut melalui BKPRD telah dilakukan serangkaian langkah Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2007 – 2027

kebijakan antara lain :

sudah dijabarkan dalam RPJMD untuk 5 (lima) tahun pertama

1. Koordinasi penyelenggaran penataan ruang secara rutin melalui 2007-2012. Saat ini sudah berproses untuk RPJMD tahap 5 (lima)

kunjungan langsung ke kabupaten/kota untuk mengakomodir tahun kedua 2012 – 2017. Ini merupakan kunci kesinambungan

dan mengantisipasi dampak dinamika perubahan wilayah yang program jangka menengah 5 (lima) tahunan yang dijabarkan

begitu cepat, sehingga segera dapat diantisipasi sedini mungkin dari dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang, yang

alternatif langkah penyelesaiannya;

diatur sedemikian rupa bersamaan dengan jangka waktu suksesi

2. Meningkatkan pemahaman dan kualitas SDM di bidang (pergantian kepemimpinan) Kepala Daerah setiap lima tahun juga.

Perencanaan Pembangunan dan Penataan Ruang, baik melalui Hal ini sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya perubahan

sosialisasi maupun diseminasi perda dan perundang-undangan perencanaan jangka menengah pada pertengahan periode 5 (lima)

terkait perencanaan pembangunan dan penataan ruang; tahun jika terjadi pergantian kepala daerah, karena dapat dipastikan

3. Mendorong lahirnya peraturan penjabaran yang lebih rinci, baik setiap pergantian pimpinan daerah paling tidak terdapat pembeda Peraturan Daerah (Perda), maupun Peraturan Kepala Daerah dengan visi dan misi sebelumnya. Dengan terdapatnya mekanisme (Perkada), melalui bimbingan teknis, supervisi dan fasilitasi penyusunan RPJMD diawal masa pemerintahan baru, maka visi percepatan Perda, misalnya tentang Rencana Detail Tata Ruang dan misi RPJMD juga dapat segera disesuaikan dengan program (RDTR) dan RTR Kawasan Strategis Provinsi dan Kab/Kota. unggulan yang diusung oleh pasangan pimpinan pemerintahan baru Hal inilah yang akan menjadi barometer dalam pengendalian dimaksud. perencanaan pembangunan secara spasial di daerah;

Dokumen RTRW sebenarnya bukan hanya menuangkan program

4. Melakukan asistensi dan pengawasan secara terpadu terhadap dan kegiatan dalam matra spasial pada peta dengan skala tertentu, kebijakan dan regulasi, misalnya Gubernur dapat menunda tapi juga dilengkapi dengan lampiran Indikasi Program Lima rekomendasi RTRW maupun Rencana Rinci/ RDTR kabupaten/ Tahunan yang menuangkan secara makro perencanaan program kota jika belum diintegrasikan dengan dokumen RPJMD dan dan kegiatan pembangunan seperti halnya dalam dokumen RPJP RPJPD maupun dokumen RTRW Provinsi; dan RPJM. Aspek perencanaan spasial maupun perencanaan dalam

indikator program lima tahunan RTRW inilah yang harus selalu

5. Provinsi Gorontalo juga menjadi pilot project Badan bersinergi dengan program perencanaan pembangunan dalam

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk kegiatan RPJP dan RPJM. Kesesuaian antara matriks program pembangunan

institutional building for the integration of nasional region yang dalam RPJPD, RPJMD dan RTRW harus memiliki keterhubungan

merupakan wujud kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan satu sama lain. Dalam tataran implementasinya di Provinsi

Daerah (Bappeda)-Bappenas dan World Bank yang diikuti oleh Gorontalo, untuk mewujudkan hal tersebut maka dapat dicermati

peserta dari Bappeda Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi dalam matriks RPJPD dan RPJMD jika disandingkan dengan

Gorontalo dari aspek kesesuaian integrasi program perencanaan matriks Indikasi Program Lima Tahunan pada RTRW Provinsi

pembangunan.

Gorontalo tahun 2010 – 2027. Salah satu keunggulan dari dokumen perencanaan jangka panjang Pada dasarnya RTRW Provinsi Gorontalo baru bisa ditetapkan

dan menengah yang bersinergi dengan dokumen rencana tata melalui Peraturan Daerah (Perda) pada tahun 2011, namun prinsip

ruang, adalah lahirnya program dan kegiatan yang memiliki utama perencanaan spasial RTRW dimaksud sebenarnya sudah

sinergitas dan interkoneksi wilayah perencanaan sehingga dirancang dan disusun sejak tahun 2007 bersamaan dengan

akan terhindar dari disparitas wilayah. Keunggulan lainnya penyusunan RPJPD sehingga garis besar program dan kegiatan

adalah terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam, sehingga sudah memiliki keterkaitan sejak awal. Oleh karena itu, sejak awal

pemanfaatannya bukan hanya untuk generasi saat ini tapi juga penyusunan Tim Penyusun RPJPD dan Tim Penyusun RTRWP

menyiapkan cadangan pemanfaatan untuk generasi yang akan maupun Tim Penyusun RPJMD, selalu melakukan konsolidasi untuk

datang. Jika hal tersebut sudah dapat dilakukan, maka siapapun mencermati kesesuaian antara dokumen-dokumen perencanaan

pimpinan pemerintahan yang terpilih akan selalu memiliki acuan dimaksud. Keberadaan dari Sekretaris Daerah (Sekda) yang

dan arahan yang lebih fokus, bukan hanya dari segi arahan makro berfungsi sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)

program pembangunan tapi juga arahan secara spasial/keruangan yang juga berperan sebagai Ketua Badan Koordinasi Penataan

untuk perencanaan, pelaksanaan maupun pengendalian program Ruang Daerah (BKPRD) memiliki peran dan fungsi strategis

pembangunan.

terhadap sinergitas Bappeda, Dinas PU dan Dinas Keuangan Daerah serta SKPD lainnya sehingga ketiga dokumen tersebut memiliki

Daftar Pustaka

garis kebijakan yang saling bersesuaian dan mendukung satu sama - Yunus, Hadi Sabari, 2005A. Manajemen Kota, Pustaka Pelajar, lain.

Yogyakarta

Dalam implementasi program RPJPD dan RPJMD, pada dasarnya - Budiharjo, Eko. 2005. Tata Ruang Perkotaan, PT. Alumni, Bandung yang akan selalu menjadi permasalahan adalah ketidaksesuaian

program dengan penyelenggaraan penataan ruang daerah.

8 buletin tata ruang & pertanahan

buletin tata ruang & pertanahan 9

Kebijakan Baru Dalam Pengelolaan Pertanahan Nasional 2015-2019

Pembentukan Kamar Khusus Pertanahan di Pengadilan Negeri Dalam beberapa tahun ini banyak muncul pemberitaan mengenai kasus pertanahan, baik itu konflik antarindividu, antara individu

dengan instansi, maupun antarinstansi. Upaya penyelesaian kasus tersebut telah dilakukan melalui mediasi maupun lembaga peradilan. Namun, seringkali putusan yang dihasilkan tidak dapat dieksekusi karena satu kasus pertanahan dapat diselesaikan di peradilan umum baik pidana dan perdata maupun di Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga memiliki beberapa putusan yang berbeda. Terkait dengan persoalan tersebut, maka dalam draf RPJMN 2015-2019 diusulkan pembentukan Kamar Khusus Pertanahan di Pengadilan Negeri untuk membatasi yurisdiksi kasus pertanahan yang terjadi sehingga penyelesaian kasus pertanahan tidak berlarut-larut.

Mengenai hal tersebut, Prof. Maria Sumardjono berpendapat bahwa kasus pertanahan bersifat multi dimensi, lintas sektor dan aspeknya sangat luas sehingga penyelesaiannya tidak dapat dikategorikan ke dalam satu kategori khusus, baik itu pidana, perdata, maupun tata usaha negara. Praktek di lapangan yang seringkali satu kasus pertanahan memiliki beberapa putusan yang berbeda dikarenakan pengajuan penyelesaian kasus tersebut tidak dalam waktu yang bersamaan sehingga memungkinkan kasus tersebut diputus secara pidana, perdata, dan tata usaha negara. Pada saat ini, proses pengambilan keputusan oleh Hakim hanya didasarkan pada materi yang diajukan sehingga satu kasus hanya diputus berdasarkan pidana, perdata, atau tata usaha negara sesuai yang diminta pemohon. Kemudian untuk pengajuan kembali kasus yang sama (banding) idealnya dilakukan pada tingkat pengadilan yang lebih tinggi bukan pengadilan yang sama sehingga satu kasus tidak mempunyai beberapa keputusan yang berbeda.

Kemudian Prof. Maria Sumardjono menyampaikan bahwa pada dasarnya, dibawah pengadilan umum dapat dibentuk kekhususan yang sifatnya dilihat dari kompetensinya, seperti pada pengadilan lalu lintas yang di bawahnya dibentuk pengadilan tindak pidana ringan. Untuk membentuk pengadilan khusus atau kamar khusus ( special chambers) pertanahan kewenangan ada di Mahkamah Agung, dan yang menjadi dasar pembentukannya adalah hal- hal yang sifatnya strategis/khusus, penting, dan memiliki unsur pelanggaran HAM sehingga bila ingin membentuk pengadilan khusus, maka harus jelas kekhususannya misalnya, pengadilan anak, pengadilan HAM, pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor), dan pengadilan pajak. Contoh kasus pengadilan khusus pertanahan adalah pengadilan khusus pertanahan di Afrika Selatan yang pembentukannya khusus dikarenakan adanya kasus apartheid yang tidak dapat diputuskan oleh Komisi Penyelesaian Kasus. Oleh karena itu, beliau berpendapat untuk penyelesaian kasus pertanahan di Indonesia sebaiknya melalui pembentukan komisi penyelesaian kasus terlebih dahulu karena pembentukan pengadilan khusus/kamar khusus pertanahan di Pengadilan Negeri belum tentu efektif menyelesaikan kasus pertanahan yang ada.

Pembentukan Bank Tanah Latar belakang usulan pembentukan bank tanah adalah

berlarut-larutnya upaya pembebasan tanah untuk pembangunan kepentingan umum sehingga tidak ada kepastian waktu penyelesaiannya. Dengan diterbitkannya Undang-Undang (UU) No.

2 Tahun 2012 tentang Pengadaaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum serta Peraturan Presiden (Perpres) No.