Pedoman Teknis Peralatan Penanganan Pascapanen Tanaman Perkebunan
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN
PEMBINAAN USAHA
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012
PEDOMAN TEKNIS
Peralatan Penanganan Pascapanen
Tanaman Perkebunan
(2)
KATA PENGANTAR
Pedoman Teknis Pelaksanaan Kegiatan Peralatan Penanganan Pascapanen Tanaman Perkebunan Tahun 2013 disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan di daerah yang dilaksanakan dengan dukungan dana APBN Tahun Anggaran 2013 dalam bentuk Tugas Pembantuan di Provinsi/ Kabupaten/Kota.
Pedoman teknis ini menjelaskan mengenai pelaksanaan kegiatan di daerah terutama dalam kaitannya dengan penyediaan sarana pascapanen untuk kelompok tani dimana pada tahun 2013 penyediaan sarana pascapanen tersebut dilakukan melalui belanja barang bukan lagi melalui bantuan sosial langsung untuk masyarakat.
Pedoman teknis ini perlu dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang lebih bersifat operasional.
Semoga Pedoman Teknis ini dapat
bermanfaaat dalam mendukung kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan pascapanen tanaman perkebunan tahun 2013.
Jakarta, Desember 2012 Direktur Jenderal Perkebunan,
Ir. Gamal Nasir, MS 19560728 198603 1 001
(3)
DAFTAR ISI
1. Penanganan Pascapanen Tanaman Kakao
2. Penanganan Pascapanen Tanaman Kopi
3. Penanganan Pascapanen Tanaman Lada
4. Penanganan Pascapanen Tanaman Pala
5. Penanganan Pascapanen Tanaman Cengkeh
6. Penanganan Pascapanen Tanaman Nilam
7. Penanganan Pascapanen Tanaman Kelapa
8. Penanganan Pascapanen Tanaman Karet
9. Penanganan Pascapanen Tanaman Jambu
(4)
(5)
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN
PEMBINAAN USAHA
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012
PEDOMAN TEKNIS
Penanganan Pascapanen Tanaman Kakao
Tahun 2013
(6)
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Komoditas kakao memegang peran penting dalam perekonomian nasional dan merupakan komoditas andalan Kawasan Timur Indonesia (KTI) khususnya di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
dan Sulawesi Selatan. Sebagai komoditas
terpenting ketiga setelah karet dan kelapa sawit, kakao merupakan salah satu sumber utama pendapatan petani di 31 provinsi dengan keterlibatan petani sejumlah 1.539.401 Kepala Keluarga (Ditjen Perkebunan, 2011).
Upaya pengembangan kakao dihadapkan berbagai kendala antara lain (1) produktivitas
tanaman dibawah potensi normal karena
banyaknya tanaman tua dan banyak tanaman tidak dirawat dengan baik; (2) adanya berbagai serangan hama atau penyakit yang sulit dikendalikan oleh petani secara individual; (3) mutu biji rendah; (4) industri hilir dalam negeri belum berkembang sehingga masih dalam bentuk produk primer; (5) sulitnya petani mendapatkan pendanaan khusus untuk pengembangan kakao.
Sampai saat ini, petani menjual kakao dalam bentuk biji untuk diekspor, namun mutunya masih rendah karena tidak difermentasi, kandungan kadar air masih tinggi, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten. Selain itu
(7)
2
terdapat infestasi serangga, biji berjamur, dan bercampur dengan kotoran atau benda-benda asing lainnya.
Dampaknya di negara tujuan ekspor terutama di Amerika Serikat kakao Indonesia diberlakukan automatic detention atau potongan harga sehingga harganya lebih rendah daripada kakao dari negara
lain. Beberapa faktor yang menyebabkan
beragamnya mutu kakao yang dihasilkan selain karena penanganan dari tingkat on-farm, juga karena penanganan pascapanen serta pengawasan mutu yang belum optimal. Ini menunjukkan bahwa perlakuan pascapanen belum diterapkan dengan baik dan benar.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka
diperlukan upaya pembinaan kepada petani/ kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang baik dan benar berbasis Good Handling Practices (GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip Good Agricultural Practices (GAP).
1.2 Sasaran Nasional
a. Mendukung Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan penanganan pascapanen di provinsi sentra produksi Kakao.
b.Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai
(8)
3
tambah dan daya saing baik di tingkat lokal maupun global.
c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/ gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan teknologi pascapanen secara optimal.
1.3 Tujuan
Tujuan disusunnya pedoman teknis
pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman kakao adalah :
a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di
provinsi dan kabupaten/ kota dalam
pelaksanaan kegiatan pengembangan
penanganan pascapanen tanaman kakao.
b.Meningkatkan pencapaian mutu biji kakao
melalui penanganan pascapanen di tingkat petani.
c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan harga jual biji kakao.
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Pada era industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis.
(9)
4
Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai individu dengan kemampuan bidang produksi yang terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan adalah :
2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1) Pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui
pendekatan kelompok pada satu wilayah pertanaman kakao dengan harapan para petani mampu melakukan penanganan pascapanen dengan menghasilkan produk primer yang bermutu.
2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani
yang aktif dan berfungsi serta jelas
kepengurusannya. Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat
atau Kepala Dinas yang membidangi
perkebunan.
3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk
kelompok tani dilakukan melalui proses
pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang membidangi Perkebunan setempat.
4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani atau kelembagaannya dilaksanakan dengan bimbingan dan pendampingan oleh petugas daerah yang ditunjuk;
(10)
5
5) Tiap tahapan Pelaksanaan kegiatan perlu
dilakukan pencatatan secara tertib sebagai bahan penyusunan laporan akhir.
2.2 Spesifikasi Teknis
Alat dan mesin yang digunakan untuk
penanganan pascapanen harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah;
2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan
bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas;
3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik, dan lain-lain;
4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi.
Spesifikasi alat dan mesin pascapanen kakao yang akan diberikan untuk kelompok tani terlampir.
Selain kegiatan pengadaan alat dan mesin pascapanen untuk kelompok tani, dalam kegiatan penanganan pascapanen kakao terdapat kegiatan bimbingan teknis penanganan pascapanen kakao. Materi terlampir.
(11)
6
III.PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Pengembangan
Penanganan Pascapanen kakao meliputi :
1) Pengadaan alat dan mesin pascapanen kakao di 9 provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, Banten Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua;
2) Peningkatan Kapabilitas Petani melalui
Bimbingan Teknis di provinsi DI.Yogyakarta dan dan Pertemuan Teknis di Jawa Tengah.
3.2 Pelaksana Kegiatan
Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut : 1) Kegiatan Tingkat Pusat :
Penyusunan Pedoman Teknis.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan Pendampingan.
Monitoring dan Evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 2) Kegiatan Tingkat Provinsi :
Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP Propinsi.
(12)
7
Pengawalan dan monitoring serta evaluasi kegiatan.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota :
Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP kabupaten/kota
Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen.
Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi dan koordinasi ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan.
Pengawalan, monitoring serta evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3.3 Lokasi, Jenis dan Volume :
Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan
pengembangan penanganan pascapanen tanaman kakao adalah sebagai berikut :
No Lokasi Jenis Volume
1 Aceh
Penyediaan sarana, alat dan mesin
pascapanen tanaman kakao
1 KT
2 Sumut 2 KT
3 Banten 2 KT
4 Jateng 1 KT
5 NTB 2 KT
6 Sulteng 2 KT
7 Sultra 1 KT
(13)
8
9 DIY Bimbingan teknis
pascapanen kakao
2 KT
3.4 Simpul Kritis
Beberapa hal yang harus diperhatikan yang menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan : - Dalam penetapan kelompok sasaran penerima bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan pengelolaan yang baik.
- Penyerahan barang kepada kelompok tani.
Harus dilengkapi dengan berita acara serah terima barang.
IV. PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN
BANTUAN
Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual.
(14)
9
4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang
1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010
beserta perubahannya tentang Peraturan
Pengadaan Barang dan Jasa.
2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3) Kontrak pengadaan alat/mesin paling lambat
harus sudah ditandatangani akhir triwulan I (bulan Maret) tahun 2013 .
4.2 Mekanisme Penyaluran Barang kepada
Kelompok Tani
1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus
mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010
tentang Pedoman Pengelolaan Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
2) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen
kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai 6.000 rupiah.
3) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen
kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni) 2013.
(15)
10
4.3 Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Serta Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran
1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan
kegiatan, identifikasi serta penetapan
kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan paling lambat pada bulan Februari 2013.
2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan.
3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang.
4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung).
5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya .
6) Kelompok yang mengalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
(16)
11
4.4 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya
Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti
sosialiasi atau pertemuan teknis petani
dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN
DAN PENDAMPINGAN
1) Pembinaan kelompok dilakukan secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga
kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD.
2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah pengelolaan sesuai prinsip pelaksanaan tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean governance), maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan dan perundangan, Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
Menjunjung tinggi keterbukaan informasi,
transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas akuntabilitas.
3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik secara teknis maupun dalam pembinaan berada pada dinas/kantor perkebunan atau yang
(17)
12
melaksanakan fungsi perkebunan lingkup
provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan
oleh Dinas yang membidangi perkebunan kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing masing instansi.
5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat
menerapkan prinsip prinsip partisipatif,
transparansi dan akuntabel.
VI.MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan.
6.1 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan
(18)
13
Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan bantuan sarana alat mesin
pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan
mengevaluasi berdasarkan laporan dan
mengadakan kunjungan lapangan.
6.2 Pelaporan
Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/ Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari :
a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya pada setiap bulan.
b)Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha.
(19)
14
VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan pelaksanaan pengembangan
penanganan pascapanen kakao dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.
VIII. PENUTUP
Kegiatan pembangunan perkebunan oleh Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas
dan kapabilitas kelompok dan partisipasi
masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam
bidang perkebunan agar mandiri dalam
menjalankan usahataninya yang pada akhirnya kelompok-kelompok tersebut berkembang dan menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan
mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat
(20)
15
Lampiran 1 REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN KAKAO 2013
No. Provinsi Kabupaten Jenis Alat Vol. (Unit)
1 Aceh Pidie
( 1 KT)
- Mesin Pemecah buah kakao
- Kotak Fermentasi
- Alat ukur Kadar Air
- Terpal
1 12
1 40
2 Sumut Serdang Bedagai
(2 KT)
- Gunting Tarik
- Angkong/ Gerobak Sorong
- Parang
60 60 60
3 Banten Serang
(1 KT)
- Kotak Fermentasi
- Alat Ukur Kadar Air
- Terpal
12 1 80 Pandeglang
(1 KT)
- Kotak Fermentasi
- Alat Ukur Kadar Air
- Terpal
12 1 80
(21)
16
4 Jateng Batang
(1 KT)
- Mesin Pemecah buah kakao
- Kotak Fermentasi
- Alat ukur Kadar Air
- Terpal
1 12
1 50
5 NTB Lombok Timur
(1 KT)
- Kotak Fermentasi
- Alat Ukur Kadar Air
- Terpal
8 1 60 Lombok Utara
(1 KT)
- Kotak Fermentasi
- Alat Ukur Kadar Air
- Terpal
8 1 60
6 Sulteng Donggala
(1 KT)
- Mesin Pemecah buah kakao
- Kotak Fermentasi
- Alat ukur Kadar Air
- Terpal
1 9 1 45 Parigi Moutong (1 KT)
- Mesin Pemecah buah kakao
- Kotak Fermentasi
- Alat ukur Kadar Air
- Terpal
1 9 1 45
(22)
17
7 Sultra Kolaka
(1 KT)
- Mesin Pemecah buah kakao
- Kotak Fermentasi
- Alat ukur Kadar Air
- Terpal
1 6 1 45
8 Papua Keerom
(1 KT)
- Mesin Pemecah buah kakao
- Kotak Fermentasi
- Alat ukur Kadar Air
- Terpal
1 9 1 70 KT : Kelompok Tani
(23)
18
Lampiran 2 SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN KAKAO
1)Mesin Pemecah Buah Kakao
Spesifikasi :
- Kapasitas : 500 Kg/ jam
- Tipe silinder bergerigi, hopper besi beton
- Pemecah : besi pipa silinder bergerigi yang berputar
- Bagian pengeluaran : plat aluminium
- Penggerak : motor bensin 5,5 PK
- Transmisi : pulley dan V-belt karet 2)Kotak Fermentasi Kakao
Spesifikasi :
- Kapasitas 40-50 Kg/ Batch tipe bak kayu
- Jenis kayu meranti
- Ketebalan papan kayu : 20 – 30 mm
- Siku penguat : plat aluminium
- Dimensi : 40 x 40 x 50 cm3
- 1 set terdiri dari dua kotak kayu yang dilengkapi dengan 1 unit kaki/ dudukan sebagai penyangga salah satu kotak 3)Alat Ukur Kadar Air
Spesifikasi :
- Skala meter : 5-15 %
(24)
19
4)Terpal Spesifikasi :
- Ukuran 6 x 5 m2
- Type bahan terpal A 12 5)Gunting Tarik
Spesifikasi :
- Bahan baja
- Jangkauan sampai 5 m
- Kemampuan memotong : Diameter 4 cm
6)Angkong
Spesifikasi :
- Kapasitas : 130 Kg
- Roda : karet mati diameter 13 “
7)Parang Spesifikasi :
- Ukuran 26 inchi,
- Bahan terbuat dari baja per
(25)
20
Lampiran 3 BIMBINGAN TEKNIS PASCAPANEN KAKAO a. Materi yang disampaikan :
- Kebijakan Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha
- Pemeliharaan Tanaman
- Pengendalian Hama dan Penyakit
- Pemanenan
- Penanganan Pascapanen
- Fermentasi
- Jaminan mutu dan keamanan Pangan
- Kewirausahaan
- Pembukuan usaha kelompok
- Administrasi kelompok
- Strategi dan Jaringan Pemasaran
- Kelembagaan Usaha
- Praktek panen dan pascapanen
- Dinamika Kelompok
- Studi banding
b. Waktu pelaksanaan
Pelaksanaan bimbingan teknis dilaksanakan selama 14 hari (112 jpl) meliputi teori, praktek, dinamika kelompok dan studi banding.
(26)
21
c. Lokasi Pelaksanaan
Kegiatan bimbingan teknis pascapanen kakao dilaksanakan khusus untuk Propinsi DI. Yogyakarta di Kab. Kulon Progo dan Kab. Gunung Kidul untuk mendukung kegiatan pembuatan Model Desa kakao d. Peserta Bimbingan Teknis
Peserta bimbingan teknis untuk setiap kabupaten adalah sebanyak 30 org peserta yang berasal dari kelompok tani kabupaten setempat
(27)
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012
PEDOMAN TEKNIS
Penanganan Pascapanen Tanaman Kopi
Tahun 2013
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN
PEMBINAAN USAHA
(28)
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia yang melibatkan beberapa negara produsen dan banyak negara konsumen. Kopi, meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia, tanaman ini mempunyai peranan penting dalam industri perkebunan di Indonesia. Menurut Ditjen Perkebunan (2011), areal perkebunan kopi di Indonesia pada tahun 2010 mencapai lebih dari 1,210 juta hektar dengan total produksi sebesar 686.921 ton dimana 96% diantaranya adalah areal perkebunan kopi rakyat, dengan jumlah petani yang terlibat sebanyak 1.881.694 KK. Laju perkembangan areal kopi di Indonesia rata-rata mencapai sebesar 2,11 % per tahun.
Perkembangan yang cukup pesat tersebut perlu di dukung dengan kesiapan teknologi dan sarana pascapanen yang cocok untuk kondisi petani agar mereka mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan oleh Standard Nasional Indonesia. Adanya jaminan mutu yang pasti, ketersediaan dalam jumlah yang cukup dan pasokan yang tepat waktu serta keberlanjutan merupakan beberapa persyaratan yang dibutuhkan agar biji kopi rakyat dapat dipasarkan pada tingkat harga yang lebih menguntungkan.
(29)
2
Untuk memenuhi persyaratan di atas
penanganan pascapanen kopi rakyat harus
dilakukan dengan tepat waktu, tepat cara dan tepat jumlah seperti halnya produk pertanian yang lain. Buah kopi hasil panen perlu segera diproses menjadi bentuk akhir yang lebih stabil agar aman untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu.
Keberhasilan penanganan pascapanen sangat tergantung dari mutu bahan baku dari kegiatan proses produksi/budidaya, karena itu penanganan
proses produksi di kebun juga harus
memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip
cara budidaya yang baik dan benar (Good
Agricultural Practices/GAP). Penerapan GAP dan GHP menjadi jaminan bagi konsumen, bahwa produk yang dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses yang efisien, produktif dan ramah lingkungan. Dengan demikian petani akan
mendapatkan nilai tambah berupa insentif
peningkatan harga dan jaminan pasar yang memadai.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka
diperlukan upaya pembinaan kepada petani/ kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang baik dan benar berbasis Good Handling Practices (GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip Good Agricultural Practices (GAP).
(30)
3
1.2 Sasaran Nasional
a. Mendukung Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan penanganan pascapanen di provinsi sentra produksi Kopi.
b.Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai tambah dan daya saing baik di tingkat lokal maupun global.
c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/ gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan teknologi pascapanen secara optimal.
1.3 Tujuan
Tujuan disusunnya pedoman teknis
pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman kopi adalah :
a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di
provinsi dan kabupaten/ kota dalam
pelaksanaan kegiatan pengembangan
penanganan pascapanen tanaman kopi.
b.Meningkatkan pencapaian mutu biji kopi melalui penanganan pascapanen di tingkat petani.
c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan harga jual biji kopi.
(31)
4
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Pada era industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis. Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai individu dengan kemampuan bidang produksi yang terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan adalah :
2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1) Pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui
pendekatan kelompok pada satu wilayah pertanaman kopi dengan harapan para petani mampu melakukan penanganan pascapanen dengan menghasilkan produk primer yang bermutu.
2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani
yang aktif dan berfungsi serta jelas
kepengurusannya. Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat
atau Kepala Dinas yang membidangi
perkebunan.
3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk
kelompok tani dilakukan melalui proses
(32)
5
panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang membidangi Perkebunan setempat.
4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani atau kelembagaannya dilaksanakan dengan bimbingan dan pendampingan oleh petugas daerah yang ditunjuk.
5) Tiap tahapan kegiatan perlu dilakukan
pencatatan secara tertib sebagai bahan
penyusunan laporan akhir.
2.2 Spesifikasi Teknis
Alat dan mesin yang digunakan untuk
penanganan pascapanen harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah;
2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan
bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas;
3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik, dan lain-lain;
4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi.
Spesifikasi alat dan mesin pascapanen kopi yang akan diberikan untuk kelompok tani terlampir.
(33)
6
Selain kegiatan pengadaan alat dan mesin pascapanen untuk kelompok tani, dalam kegiatan penanganan pascapanen kopi terdapat kegiatan Pelatihan penanganan pascapanen kopi. Materi dan jumlah jam terlampir.
III.PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Pengembangan
Penanganan Pascapanen kopi meliputi :
1) Pengadaan alat dan mesin pascapanen kopi di 12 provinsi yaitu : Aceh, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Lampung, Sumatera Utara
2) Peningkatan Kapabilitas Petani melalui
Pelatihan Pascapanen kopi di provinsi Lampung dan Pertemuan teknis di Jawa Tengah.
3.2 Pelaksana Kegiatan
Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut : 1) Kegiatan Tingkat Pusat :
Penyusunan Pedoman Teknis.
Sosialisasi dan Pembinaan.
(34)
7
Monitoring dan Evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 2) Kegiatan Tingkat Provinsi :
Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP Propinsi.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan monitoring serta evaluasi kegiatan.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota :
Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP kabupaten/kota
Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen.
Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi dan koordinasi ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan.
Pengawalan, monitoring serta evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3.3 Lokasi, Jenis dan Volume :
Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan
Pengembangan penanganan pascapanen tanaman kopi adalah sebagai berikut :
(35)
8
No Lokasi Jenis Volume
1 Aceh
Penyediaan sarana, alat dan mesin
pascapanen tanaman kopi
1 KT
2 Sumsel 1 KT
3 Jambi 4 KT
4 Bengkulu 1 KT
5 Jabar 2 KT
6 Jateng 1 KT
7 Jatim 2 KT
8 Bali 1 KT
9 NTB 1 KT
10 NTT 2 KT
11 Sumut 2 KT
12 lampung 1 KT
Pelatihan
pascapanen kopi
1 T
3.4 Simpul Kritis
Beberapa hal yang harus diperhatikan yang menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan : - Dalam penetapan kelompok sasaran penerima bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan pengelolaan yang baik.
- Penyerahan barang kepada kelompok tani.
Harus dilengkapi dengan berita acara serah terima barang.
(36)
9
IV. PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN
BANTUAN
Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual.
4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang
1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010
beserta perubahannya tentang Peraturan
Pengadaan Barang dan Jasa.
2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat
harus sudah ditandatangani akhir triwulan I (bulan Maret) tahun 2013.
4.2 Mekanisme Penyaluran Barang kepada
Kelompok Tani
1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus
mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010
tentang Pedoman Pengelolaan Dana
(37)
10
2) Penyerahan alat/mesin pascapanen kepada
kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai 6.000 rupiah.
3) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen
kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni) 2013
4.3 Kriteria Umum dan Kriteria Teknis serta Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran
1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, identifikasi serta penetapan kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan paling lambat pada bulan Februari 2013.
2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan.
3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang
4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan
(38)
11
yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung)
5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya.
6) Kelompok yang mengalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
4.4 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya
Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti
sosialiasi atau pertemuan teknis petani
dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN
DAN PENDAMPINGAN
1) Pembinaan kelompok dilakukan secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga
kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD.
(39)
12
2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah
pengelolaan sesuai prinsip pelaksanaan
kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean governance), maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan dan perundangan, Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
Menjunjung tinggi keterbukaan informasi,
transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas akuntabilitas.
3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik secara teknis maupun dalam pembinaan berada pada dinas/kantor perkebunan atau yang
melaksanakan fungsi perkebunan lingkup
provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan
oleh Dinas yang membidangi perkebunan kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing masing instansi.
5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat
menerapkan prinsip prinsip partisipatif,
(40)
13
VI.MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan.
6.1 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan bantuan sarana alat mesin
pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan
mengevaluasi berdasarkan laporan dan
mengadakan kunjungan lapangan.
6.2 Pelaporan
Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/ Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari :
a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya pada setiap bulan.
(41)
14
b)Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha.
VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan pelaksanaan pengembangan
penanganan pascapanen kopi dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.
VIII. PENUTUP
Kegiatan pembangunan perkebunan oleh Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas
(42)
15
masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam
bidang perkebunan agar mandiri dalam
menjalankan usahataninya yang pada akhirnya kelompok-kelompok tersebut berkembang dan menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan
mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat
(43)
16
Lampiran 1 REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN KOPI 2013
No. Provinsi Kabupaten Jenis Alat Vol. (Unit)
1 Aceh Gayo Lues
(1 KT)
- Huller 500 Kg - Bangunan uph
1 1
2 Sumsel Muara enim
(1 KT)
- Huller 500 Kg - Pulper 1 ton - Bangunan uph - Terpal
1 1 1 20
3 Jambi Kerinci
(4 KT)
- Pulper 200 Kg - Huller 100 Kg - terpal
4 4 32 4 Bengkulu Kepahyang
(1 KT)
- Pulper 1 ton - Huller 500 kg - Terpal - Lantai jemur
1 1 60
1
(44)
17
( 1 KT) - Pulper 200 Kg - Terpal
- Alat sortasi biji 400 kg
1 20
1 Ciamis
( 1 KT )
- Huller 100 Kg - Pulper 200 Kg - Terpal
- Alat sortasi biji 400 kg
1 1 20
1
6 Jateng Kendal (1 KT) - Huller 200 Kg 1
7 Jatim Bondowoso
(1 KT)
- Pulper 1 ton - Huller 500 kg - Washer 500 kg - Para para - Terpal
- Alat ukur kadar air
1 1 1 30 30 1 Nganjuk (1 KT)
- Pulper 1 ton - Huller 500 kg - terpal
1 1 16
8 Bali Bangli
(1 KT)
- Pulper 1 ton - Huller 500 Kg - Terpal
1 1 40
(45)
18
- Para para
- Alat ukur kadar air
40 1
9 NTB Sumbawa
(1 KT)
- Pulper 1 ton - Huller 500 kg - Terpal
- Para para
1 1 30 30
10 NTT Manggarai
(1 KT)
- Pulper 1 ton - Huller 500 kg
1 1 Manggarai Timur
(1 KT)
- Pulper 1 ton - Huller 500 kg
1 1 11 Lampung Lampung Barat
(1 KT)
- Huller 500 Kg - Pulper 1 ton - Terpal
- Alat sortasi biji 1 ton
1 1 50
1
12 Sumut Samosir
(1 KT)
- Pulper 1 ton - Huller 500 kg
- Alat sortasi biji 1 ton - Para para
1 1 1 10 KT : Kelompok Tani
(46)
19
Lampiran 2 SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN KOPI 1. Pulper 1 ton/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 1 ton/ jam
- Tipe : 2 silinder
- Penggerak : motor bensin 5.5 pk 2. Pulper 200 Kg/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 200 Kg/ jam
- Tipe 1 silinder
- Penggerak : motor bensin 5.5 pk 3. Huller 500 Kg/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 500 Kg/ jam
- Tipe silinder horisontal
- Penggerak : motor bensin 16 - 18 pk 4. Huller 200 Kg/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 200 Kg/ jam
- Tipe silinder horisontal
- Penggerak : motor bensin 8 - 10 pk 5. Huller 100 Kg/ jam
Spesifikasi :
(47)
20
- Tipe silinder horisontal
- Penggerak : motor bensin 5.5 pk
6. Washer 500 Kg/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 500 Kg/ jam
- Tipe silinder horisontal
- Penggerak : motor bensin 10-12 pk 7. Alat sortasi biji 1000 Kg/ jam
Spesifikasi :
- Kapasitas 1000 Kg/ jam
- Tipe meja getar
- Penggerak : motor bensin 5.5 pk/ motor listrik 2 HP
8. Alat sortasi biji 400 Kg/ jam Spesifikasi :
- Kapasitas 400 Kg/ jam
- Tipe meja getar
- Penggerak : motor bensin 5.5 pk/ motor listrik 1 HP
9. Alat Ukur Kadar Air Spesifikasi :
- Skala meter : 5-15 %
- Tipe Digital 10.Terpal
Spesifikasi :
(48)
21
- Type bahan terpal A 12 11. Para para
Spesifikasi :
- Ukuran : 80 x 200 cm2
- Tinggi kaki : 1 m
- Sungkup dengan plastik tranparan 12. Lantai jemur
Spesifikasi :
- Ukuran : 10 x 10 m2
- ketebalan : 0.1 m
- coran bertulang beton 13. Bangunan UPH
Spesifikasi :
- Ukuran : 8 x 5 m2
- Dinding : sebagian tembok dan sebagian rawat kawat
- Tinggi dinding dari lantai : 4 m (tembok bata 3.2 m, ram kawat 0.8 m)
- Atap asbes
(49)
22
Lampiran 3 PELATIHAN PASCAPANEN KOPI
1) Materi yang disampaikan :
- Pemeliharaan Tanaman
- Pemanenan
- Penanganan Pascapanen
- Jaminan mutu dan keamanan Pangan
- Strategi dan Jaringan Pemasaran
- Kelembagaan Usaha
- Praktek panen dan pascapanen
2) Waktu pelaksanaan
Pelatihan dilaksanakan selama 3 hari (24 jpl) meliputi teori dan praktek.
3) Lokasi Pelaksanaan
Kegiatan pelatihan pascapanen kopi
dilaksanakan khusus untuk Propinsi Lampung di Kab. Lampung Barat
4) Peserta
Peserta pelatihan adalah sebanyak 35 org peserta yang berasal dari kelompok tani kabupaten setempat
(50)
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012
PEDOMAN TEKNIS
Penanganan Pascapanen Tanaman Lada
Tahun 2013
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN
PEMBINAAN USAHA
(51)
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lada merupakan salah satu komoditas
ekspor tradisional andalan Indonesia, yang
diperoleh dari buah tanaman lada “black pepper” (Piper nigrum Linn). Walaupun bukan tanaman asli Indonesia peranannya sangat besar di dalam
perekonomian nasional. Riwayatnya sebagai
komoditas perdagangan Indonesia pun sangat panjang karena tercatat sebagai produk pertama Indonesia yang diperdagangkan ke Eropa melalui Arabia dan Persia ( Wahid, 1996).
Hampir semua pertanaman lada di Indonesia diusahakan dalam bentuk usaha tani kecil (small holders) dan tersebar pada beberapa propinsi. Daerah sentra produksi utama lada adalah Lampung dan Sumatra Selatan (Bangka - Belitung). Daerah daerah lada lainnya adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bengkulu, dan Sulawesi Selatan dan kini komoditas lada di Indonesia telah berkembang di 24 propinsi. Lada hitam Indonesia di perdagangan Internasional dikenal dengan nama Lampung Black Pepper, sedangkan lada putih
dikenal dengan nama Muntok White pepper.
Dikenal dengan nama-nama tersebut karena daerah Lampung dan Muntok (di pulau Bangka) merupakan daerah sentra produksi pertama yang mengembangkan lada di Indonesia. Dari seluruh hasil produksi lada Indonesia sekitar 80 - 90 persen
(52)
2
dijadikan komoditas ekspor, sisanya dikonsumsi di dalam negeri.
Sampai sekarang penanganan pascapanen lada hitam dan putih dilakukan ditingkat petani dengan menggunakan alat - alat yang sederhana dengan metoda dari nenek moyang yang dilakukan
secara turun - temurun dengan kurang
memperhatikan segi kebersihan. Oleh karena hal tersebut produk lada yang dihasilkan sering terkontaminasi baik oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan tetapi juga oleh kotoran-kotoran lain seperti bahan tanaman, kotoran binatang dan sebagainya.
Dengan makin sadarnya konsumen akan kesehatan, peraturan lingkungan yang makin ketat, ketatnya kompetisi diantara para pengusaha makanan dan perubahan pada struktur ekonomi global, tuntutan industri rempah dan industri makanan terhadap bahan baku dengan mutu yang tinggi serta aman untuk dikonsumsi makin tinggi. Begitu pula halnya dengan lada, para konsumen lada menghendaki produk lada dengan mutu yang tinggi dan aman untuk dikonsumsi.
Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP) menjadi jaminan bagi konsumen, bahwa produk yang dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses yang efisien, produktif dan ramah lingkungan. Dengan demikian petani akan mendapatkan nilai tambah berupa insentif peningkatan harga dan jaminan pasar yang memadai.
(53)
3
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka
diperlukan upaya pembinaan kepada petani/ kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang baik dan benar berbasis Good Handling Practices (GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip Good Agricultural Practices (GAP).
1.2 Sasaran Nasional
a. Mendukung Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan penanganan pascapanen di provinsi sentra produksi Lada.
b.Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai tambah dan daya saing baik di tingkat lokal maupun global.
c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/ gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan teknologi pascapanen secara optimal.
1.3 Tujuan
Tujuan disusunnya pedoman teknis
pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman lada adalah :
a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di
(54)
4
pelaksanaan kegiatan pengembangan
penanganan pascapanen tanaman lada.
b.Meningkatkan pencapaian mutu lada melalui penanganan pascapanen di tingkat petani.
c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan harga jual produk lada.
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Pada era industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis. Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai individu dengan kemampuan bidang produksi yang terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan adalah :
2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1) Pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui
pendekatan kelompok pada satu wilayah pertanaman lada dengan harapan para petani mampu melakukan penanganan pascapanen dengan menghasilkan produk primer yang bermutu.
2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani
yang aktif dan berfungsi serta jelas
(55)
5
terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat
atau Kepala Dinas yang membidangi
perkebunan.
3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk
kelompok tani dilakukan melalui proses
pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang membidangi Perkebunan setempat.
4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani atau kelembagaannya dilaksanakan dengan bimbingan dan pendampingan oleh petugas daerah yang ditunjuk.
5) Tiap tahap Pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan
pencatatan secara tertib sebagai bahan
penyusunan laporan akhir.
2.2 Spesifikasi Teknis
Alat dan mesin yang digunakan untuk
penanganan pascapanen harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah;
2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan
bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas;
(56)
6
fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik, dan lain-lain;
4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi.
Spesifikasi alat dan mesin pascapanen lada yang akan diberikan untuk kelompok tani terlampir.
III.PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Pengembangan
Penanganan Pascapanen lada meliputi pengadaan alat dan mesin pascapanen lada di 2 (dua) provinsi yaitu : Bangka Belitung, Kalimantan Timur.
3.2 Pelaksana Kegiatan
Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut : 1) Kegiatan Tingkat Pusat :
Penyusunan Pedoman Teknis.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan Pendampingan.
Monitoring dan Evaluasi.
(57)
7
2) Kegiatan Tingkat Provinsi :
Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP Propinsi.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan monitoring serta evaluasi kegiatan.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota :
Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP kabupaten/kota
Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen.
Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi dan koordinasi ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan.
Pengawalan, monitoring serta evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3.3 Lokasi, Jenis dan Volume :
Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan
pengembangan penanganan pascapanen tanaman lada adalah sebagai berikut :
No Lokasi Jenis Volume
1 Kep. Babel Penyediaan sarana, alat dan mesin pascapanen Lada
2 KT
(58)
8
3.4 Simpul Kritis
Beberapa hal yang harus diperhatikan yang menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan : - Dalam penetapan kelompok sasaran penerima bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan pengelolaan yang baik.
- Penyerahan barang kepada kelompok tani.
Harus dilengkapi dengan berita acara serah terima barang.
IV. PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN
BANTUAN
Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual.
4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang
1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010
(59)
9
beserta perubahannya tentang Peraturan
Pengadaan Barang dan Jasa.
2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat
harus sudah ditandatangani akhir triwulan I (bulan Maret) tahun 2013
4.2 Mekanisme Penyaluran Barang kepada
Kelompok Tani
1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus
mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010
tentang Pedoman Pengelolaan Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
2) Penyerahan alat/mesin pascapanen kepada
kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai 6.000 rupiah.
3) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen
kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni) 2013.
(60)
10
4.3 Kriteria Umum dan Kriteria Teknis serta Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran
1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, identifikasi serta penetapan kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan paling telat pada bulan Februari 2013.
2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan.
3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang.
4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung).
5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya.
6) Kelompok yang mengalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
(61)
11
4.4 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya
Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti
sosialiasi atau pertemuan teknis petani
dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN
DAN PENDAMPINGAN
1) Pembinaan kelompok dilakukan secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga
kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD.
2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah
pengelolaan sesuai prinsip pelaksanaan
kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean governance), maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan dan perundangan, Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
Menjunjung tinggi keterbukaan informasi,
transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas akuntabilitas.
3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik secara teknis maupun dalam pembinaan berada
(62)
12
pada dinas/kantor perkebunan atau yang
melaksanakan fungsi perkebunan lingkup
provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan
oleh Dinas yang membidangi perkebunan kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing masing instansi.
5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat
menerapkan prinsip prinsip partisipatif,
transparansi dan akuntabel.
VI.MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan.
(63)
13
6.1 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan bantuan sarana alat mesin
pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan
mengevaluasi berdasarkan laporan dan
mengadakan kunjungan lapangan.
6.2 Pelaporan
Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/ Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari :
a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya pada setiap bulan.
b)Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim
(64)
14
setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha
VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan pelaksanaan pengembangan
penanganan pascapanen lada dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013. ini dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen Perkebunan Tahun Anggaran 2013.
VIII. PENUTUP
Kegiatan pembangunan perkebunan oleh Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas
dan kapabilitas kelompok dan partisipasi
masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam
bidang perkebunan agar mandiri dalam
(65)
15
kelompok-kelompok tersebut berkembang dan menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan
mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat
(66)
16
Lampiran 1 REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN LADA 2013
No. Provinsi Kabupaten Jenis Alat Vol. (Unit)
1 Kep. Babel Bangka Barat
(2 KT)
- Mesin Perontok lada
- Mesin Penggiling lada
4 4
2 Kaltim Kutai Kertanegara
(2 KT)
- Mesin Perontok lada
- Mesin Penggiling lada
4 4 KT : Kelompok Tani
(67)
17
Lampiran 2 SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN LADA 1. Mesin Perontok Lada
Spesifikasi :
- Kapasitas 650 – 700 Kg/Jam
- Motor penggerak : 5,5 HP 2. Mesin Penggiling lada
Spesifikasi :
- Kapasitas 400 – 500 kg/ jam
(68)
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012
PEDOMAN TEKNIS
Penanganan Pascapanen Tanaman Pala
Tahun 2013
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN
PEMBINAAN USAHA
(69)
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pala (Myristica Fragan Houtt) adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari kepulauan Banda dan Maluku. Tanaman pala menyebar ke Pulau Jawa, pada saat perjalanan Marcopollo ke Tiongkok yang melewati pulau Jawa pada tahun 1271 sampai tahun 1295. Pembudidayaan tanaman pala terus meluas sampai ke Sumatera. Sampai saat ini daerah penghasil utama pala di Indonesia adalah Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Sumatra Barat, Nanggroe Aceh Darusalam, Jawa Barat dan Papua.
Buah pala berbentuk bulat berkulit kuning jika sudah tua dan berdaging putih. Bijinya berkulit tipis agak keras berwarna hitam kecokelatan yang dibungkus fuli berwarna merah padam. Isi bijinya putih, bila dikeringkan menjadi gelap kecokelatan dengan aroma khas. Buah pala terdiri atas daging buah (77,8%), fuli (4 %), tempurung (5,1%) dan biji (13,1%) dan dikenal sebagai rempah yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk bahan berbagai industri. Biji dan fuli merupakan produk utama dari tanaman pala, yang sebagian besar untuk diekspor dan berfungsi sebagai rempah, baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk industri makanan dan minuman. Daging buah yang muda banyak digunakan untuk makanan ringan dan
(70)
2
minuman seperti manisan, permen, sirup dan jus pala. Minyak pala yang diperoleh dari penyulingan biji pala muda, selain untuk ekspor juga merupakan bahan baku industri obat obatan, pembuatan sabun, parfum dan kosmetik didalam negeri. Produk lain yang berasal dari biji pala adalah mentega pala yaitu trimiristin yang dapat digunakan sebagai minyak makan dan industri kosmetik.
Sampai saat ini Indonesia termasuk salah satu negara produsen dan pengekspor biji dan fuli pala terbesar dunia. Sampai dengan tahun 2007, kebutuhan pala dunia mencapai 76 % dipenuhi oleh Indonesia, 20 % oleh Grenada dan selebihnya oleh Sri Langka, India dan Papua New Guinea. Pada tahun 2010 luas areal pertanaman pala di Indonesia adalah 118.345 Ha dengan jumlah produksi 15.793 ton. Jumlah ekspor Indonesia tahun 2010 mencapai 14.186 ton dengan nilai US$ 86.096.
Pala Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat yaitu sekitar 99%, dengan cara penanganan pascapanen yang masih tradisional dengan peralatan seadanya dan dilakukan kurang higienis. Sehingga masalah yang dihadapi pala Indonesia adalah rendahnya mutu, dimana hal ini berpengaruh terhadap harga. Disamping itu rendahnya mutu pala Indonesia disebabkan oleh beragamnya jenis pala, waktu panen yang kurang tepat, penyimpanan dan pengemasan yang kurang
(71)
3
baik serta tercampurnya dengan pala hutan. Waktu panen yang kurang tepat saat pala masih muda menyebabkan buah jadi keriput. Sedangkan penyimpanan dan pengemasan yang kurang baik memberi peluang jamur untuk tumbuh. Kondisi seperti ini mengakibatkan kualitas pala kurang baik yang dapat menurunkan kepercayaan para importir luar negeri terhadap Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penolakan produk pala oleh negara Uni Eropa karena tercemar oleh aflatoxin pada periode tahun 2010-2011, dimana pala dari Indonesia mengandung aflatoxin melebihi kadar ambang yang diperbolehkan.
Keberhasilan penanganan pascapanen sangat tergantung dari mutu bahan baku dari kegiatan proses produksi/budidaya, karena itu penanganan
proses produksi di kebun juga harus
memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip
cara budidaya yang baik dan benar (Good
Agricultural Practices/GAP). Penerapan GAP dan GHP menjadi jaminan bagi konsumen, bahwa produk yang dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses yang efisien, produktif dan ramah lingkungan. Dengan demikian petani akan
mendapatkan nilai tambah berupa insentif
peningkatan harga dan jaminan pasar yang memadai.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka
diperlukan upaya pembinaan kepada petani/ kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping
(72)
4
agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang baik dan benar berbasis Good Handling Practices (GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip Good Agricultural Practices (GAP).
1.2 Sasaran Nasional
a. Mendukung Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan penanganan pascapanen di provinsi sentra produksi Pala.
b.Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai tambah dan daya saing baik di tingkat lokal maupun global.
c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/ gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan teknologi pascapanen secara optimal.
1.3 Tujuan
Tujuan disusunnya pedoman teknis
pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman pala adalah :
a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di
provinsi dan kabupaten/ kota dalam
pelaksanaan kegiatan pengembangan
(73)
5
b.Meningkatkan pencapaian mutu pala melalui penanganan pascapanen di tingkat petani.
c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan harga jual produk pala.
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Pada era industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis. Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai individu dengan kemampuan bidang produksi yang terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan adalah :
2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1) Pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui
pendekatan kelompok pada satu wilayah pertanaman pala dengan harapan para petani mampu melakukan penanganan pascapanen dengan menghasilkan produk primer yang bermutu.
2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani
yang aktif dan berfungsi serta jelas
kepengurusannya. Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat
(74)
6
atau Kepala Dinas yang membidangi
perkebunan.
3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk
kelompok tani dilakukan melalui proses
pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang membidangi Perkebunan setempat.
4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani atau kelembagaannya dilaksanakan dengan bimbingan dan pendampingan oleh petugas daerah yang ditunjuk.
5) Tiap tahap pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan
pencatatan secara tertib sebagai bahan
penyusunan laporan akhir.
2.2 Spesifikasi Teknis
Alat dan mesin yang digunakan untuk
penanganan pascapanen harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah;
2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan
bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas;
3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik, dan lain-lain;
(75)
7
4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi.
Spesifikasi alat dan mesin pascapanen pala yang akan diberikan untuk kelompok tani terlampir.
Selain kegiatan pengadaan alat dan mesin pascapanen untuk kelompok tani, dalam kegiatan penanganan pascapanen pala terdapat kegiatan Pertemuan teknis petani pala. Materi terlampir.
III.PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Pengembangan
Penanganan Pascapanen pala meliputi :
1) Pengadaan alat dan mesin pascapanen pala di 5 provinsi yaitu : Jawa Barat, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat
2) Peningkatan Kapabilitas Petani melalui
pertemuan teknis petani pala di 5 provinsi yang sama.
3.2 Pelaksana Kegiatan
Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut :
(76)
8
1) Kegiatan Tingkat Pusat :
Penyusunan Pedoman Teknis.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan Pendampingan.
Monitoring dan Evaluasi.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 2) Kegiatan Tingkat Provinsi :
Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP Propinsi.
Sosialisasi dan Pembinaan.
Pengawalan dan monitoring serta evaluasi kegiatan.
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota :
Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis).
Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP kabupaten/kota
Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen.
Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi dan koordinasi ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan.
Pengawalan, monitoring serta evaluasi.
(77)
9
3.3 Lokasi, Jenis dan Volume :
Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan
pengembangan penanganan pascapanen tanaman pala adalah sebagai berikut :
No Lokasi Jenis Volume
1 Jawa Brt Penyediaan sarana,
alat dan mesin pascapanen dan Pertemuan Teknis Petani Pala
3 KT
2 Sulut 3 KT
3 Maluku 3 KT
4 Maluku Utr 3 KT
5 Papua Brt 3 KT
3.4 Simpul Kritis
Beberapa hal yang harus diperhatikan yang menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan : - Dalam penetapan kelompok sasaran penerima bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan pengelolaan yang baik.
- Penyerahan barang kepada kelompok tani.
Harus dilengkapi dengan berita acara serah terima barang.
(78)
10
IV. PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN
BANTUAN
Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual.
4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang
1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010
beserta perubahannya tentang Peraturan
Pengadaan Barang dan Jasa.
2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat
harus sudah ditandatangani akhir triwulan I (bulan Maret) tahun 2013
4.2 Mekanisme Penyaluran Barang kepada
Kelompok Tani
1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus
mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010
tentang Pedoman Pengelolaan Dana
(79)
11
2) Penyerahan alat/mesin pascapanen kepada
kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai 6.000 rupiah.
3) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen
kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni) 2013.
4.3 Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Serta Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran
1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, identifikasi serta penetapan kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan paling lambat pada bulan Februari 2013
2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan
3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang
4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan
(80)
12
yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung)
5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya.
6) Kelompok yang mengalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
4.3 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya
Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti
sosialiasi atau pertemuan teknis petani
dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN
DAN PENDAMPINGAN
1) Pembinaan kelompok dilakukan secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga
kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD.
(81)
13
2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah
pengelolaan sesuai prinsip pelaksanaan
kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean governance), maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan dan perundangan, Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
Menjunjung tinggi keterbukaan informasi,
transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas akuntabilitas.
3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik secara teknis maupun dalam pembinaan berada pada dinas/kantor perkebunan atau yang
melaksanakan fungsi perkebunan lingkup
provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan
oleh Dinas yang membidangi perkebunan kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing masing instansi.
5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat
menerapkan prinsip prinsip partisipatif,
(82)
14
VI.MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan.
6.1 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan bantuan sarana alat mesin
pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan
mengevaluasi berdasarkan laporan dan
mengadakan kunjungan lapangan.
6.2 Pelaporan
Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/ Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari :
a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya pada setiap bulan.
(83)
15
b)Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha.
VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan pelaksanaan pengembangan
penanganan pascapanen pala dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.
VIII. PENUTUP
Kegiatan pembangunan perkebunan oleh Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas
dan kapabilitas kelompok dan partisipasi
(84)
16
tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam
bidang perkebunan agar mandiri dalam
menjalankan usahataninya yang pada akhirnya kelompok-kelompok tersebut berkembang dan menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan
mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat
(85)
17
Lampiran 1 REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN PALA 2013
No. Provinsi Kabupaten Jenis Alat Vol. (Unit)
1 Jawa Barat Sukabumi
(3 KT)
- pengering pala
- Mesin pemecah cangkang pala
- terpal
3 3 48
2 Sulawesi Utr Bitung
(3 KT)
- Pengering Pala
- Mesin pemecah cangkang pala
- Aflatoxin meter
3 3 3
3 Maluku Seram Bag. Timur
(3 KT)
- Pengering Pala
- Mesin pemecah cangkang pala
- Aflatoxin meter
3 3 3
(1)
14 kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan pada bulan Januari 2013. 3. Penentuan kelompok tani terpilih
dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan.
4. Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi materai 6.000 rupiah.
5. Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada bulan Juni 2013.
C. Pelaskanaan Kegiatan lainnya
Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti sosialiasi atau pertemuan teknis petani dilaksanakan mulai Januari hingga Juni 2013.
D.Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Calon
Kelompok Sasaran yaitu :
1. Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru,
(2)
15 dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang
2. Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung) 3. Kelompok yang bersangkutan tidak
bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya
4. Kelompok yang megalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
Kriteria calon kelompok sasaran lebih rinci diatur dalam Pedoman yang diterbitkan oleh eselon I maupun Petunjuk Pelaksanaan yang diterbitkan provinsi dan Petunjuk Teknis yang diterbitkan oleh Kabupaten/Kota seseuai kondisi petani dan sosial budaya setempat. Disamping kriteria umum calon kelompok sasaran, diharapkan masing-masing kabupaten/kota menyusun Kriteria Teknis Calon Kelompok Sasaran.
(3)
16
V. PEMBINAAN, PENGAWALAN, MONITORING
DAN EVALUASI, PENDAMPINGAN
1. Pembinaan kelompok dilakukan secara berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD.
2. Tanggung jawab teknis pelaksanaan berada pada Dinas yang membidangi Perkebunan di tingkat Kabupaten. Tanggung jawab tingkat koordinasi pembinaan program ada pada Dinas Perkebunan atau Dinas yang membidangi Perkebunan di tingkat Provinsi. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan. 3. Pengendalian melalui jalur struktural
dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten, Tim Pembina Provinsi dan Pusat, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing-masing Instansi.
4. Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat menerapkan prinsip-prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabel. Pengawasan dilakukan oleh Pemerintah melalui aparat pengawas fungsional
(4)
17 (Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Daerah maupun Lembaga Pengawas lainnya) dan oleh masyarakat.
5. Pendampingan kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Tahunan dan inventarisasi alat pascapanen, diwujudkan dalam bentuk perjalanan dinas ke provinsi dan kabupaten yang melaksanakan kegiatan tersebut.
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan.
A.Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya pemanfaatan bantuan sarana alat mesin pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : (1). Memonitor dan mengevaluasi berdasarkan laporan dan (2). Mengadakan kunjungan lapangan.
(5)
18 B. Pelaporan
Tim Teknis Kabupaten / Kota dan Tim Pembina Provinsi wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari :
1) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya dengan periode triwulanan.
2) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan.
VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan Penanganan Pascapnen Tanaman Jambu mete Tahun 2013 ini dibiayai dari dana APBN melalui DIPA Direktorat Jenderal Perkebunan Tugas Pembantuan (TP) Provinsi/Kabupaten.
(6)
19
VIII. PENUTUP
Penyusunan Pedoman teknis Peningkatan Penanganan Pascapanen Tanaman Mete Tahun 2013 dimaksudkan sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dalam kegiatan Pengembangan Penanganan Pascapanen Tanaman Mete.
Pedoman teknis ini akan ditindak lanjuti dengan Petunjuk Pelaksanaan di tingkat Provinsi dan Petunjuk Teknis di tingkat Kabupaten. Diharapkan dengan adanya Pedoman teknis ini kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Mete Tahun Anggaran 2013 dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.