Layout Ringkasan Revisi 2014
RINGKASAN PANDUAN
MEKANISME PENGANGGARAN
DAN REVISI
Direktorat Jenderal Binapenta
Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Tahun 2014
(2)
Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
©2014 oleh Direktorat Jenderal Binapenta, Kemnaker RI
Hak cipta yang dilindungi Undang-Undang dan hak penerbitan ada pada Direktorat Jenderal Binapenta, Kemnaker RI.
Cetakan I, Desember 2014
Direktorat Jenderal Binapenta
Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 51 Lt. IV-A Jakarta 12950
Telepon: +62 21-5250991 Faksimile: +62 21-5227588 Email: [email protected] Website: http://binapenta.naker.go.id
(3)
i Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
K
ATA
P
ENGANTAR
P
elaksanaan APBN pada satu tahun anggaran dimulai dengan penyusunan dan pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran. Dokumen pelaksanaan anggaran, yang disebut sebagai Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) merupakan dokumen yang disusun oleh Pengguna Anggaran berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) yang telah disetujui oleh DPR dan ditetapkan dalam Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (RABPP) atau Dokumen Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara (DHP RDP BUN), dan disahkan oleh Menteri Keuangan.Dalam proses penerbitan dokumen DIPA, semua informasi yang tercantum dalam DIPA berasal dari RKA-K/L atau RDP BUN yang telah disusun. Oleh karena itu, informasi yang dituangkan pada saat penyusunan RKA-K/L atau RDP BUN harus dilakukan dengan baik, benar, dan lengkap serta dilengkapi dengan dokumen pendukungnya sehingga DIPA yang dihasilkan siap digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan sejak awal tahun anggaran.
Desember 2014
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja
Dr. Dra. Reyna Usman, M.M. NIP. 19601206 198603 2 002
(4)
(5)
iii Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
D
AFTAR
I
SI
Kata Pengantar... i
Daftar Isi ... iii
Daftar Gambar ... iv
Daftar Tabel ... v
Daftar Singkatan ... vi
Bab 1 Tahapan Penganggaran ... 1
Bab 2 Kriteria Anggaran yang Dapat Dilaksanakan ... 13
Bab 3 Revisi Anggaran ... 17
Bab 4 Pelaporan ... 49
Bab 5 Target Penyerapan Tenaga Kerja dan Fisik ... 61
(6)
iv Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
D
AFTAR
G
AMBAR
Gambar 1.1. Siklus Penganggaran ... 3
Gambar 1.2. Penyusunan Pagu Indikatif ... 5
Gambar 1.3. Penyusunan Pagu Anggaran ... 7
Gambar 1.4. Penyusunan Alokasi Anggaran ... 9
Gambar 3.1. Mekanisme Penyelesaian Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran ... 30
Gambar 3.2. Mekanisme Penyelesaian Revisi Anggaran pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan . 33 Gambar 3.3. Mekanisme Penyelesaian Revisi Anggaran yang Memerlukan Persetujuan Eselon I Kementerian/ Lembaga ... 36
Gambar 3.4. Mekanisme Penyelesaian Revisi Anggaran pada Kuasa Pengguna Anggaran ... 38
(7)
v Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
D
AFTAR
T
ABEL
Tabel 3.1. Daftar Revisi Anggaran yang Disebabkan Penambahan atau Pengurangan Pagu Anggaran Belanja Termasuk
Pergeseran Rincian Anggaran Belanjanya ... 40
Tabel 3.2. Perubahan atau Pergeseran Rincian Anggaran dalam
Hal Pagu Anggaran Tetap ... 43
(8)
vi Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
D
AFTAR
S
INGKATAN
ADK Arsip Data Komputer
APIP K/L Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/ Lembaga
ARG Anggaran Responsif Gender
BA BUN Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara
BA K/L Bagian Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga
BLU Badan Layanan Umum
DHP RDP BUN Dokumen Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara
DIPA Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
HDN Hibah Dalam Negeri
HLN Hibah Luar Negeri
KEM Kerangka Ekonomi Makro
KPS Kerjasama Pemerintah Swasta
PA/KPA Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
PBS Project Based Sukuk
PHDN Pinjaman/Hibah Dalam Negeri
PHLN Pinjaman/Hibah Luar Negeri
PISEW Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah
PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak
PNPM Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat
PPK Pengembangan Pasar Kerja
PPKF Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
(9)
vii Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi PKKPTKSI Perluasan Kesempatan Kerja dan Pengembangan Tenaga Kerja Sektor Informal
PTKDN Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri
PTKLN Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri
RABPP Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
RKA-K/L Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
RKP Rencana Kerja Pemerintah
RMP Rupiah Murni Pendamping
SAP Standar Akuntansi Pemerintahan
Satker Satuan Kerja
SBSN Surat Berharga Syariah Negara
SPAN Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
(10)
(11)
1 Tahapan Penganggaran
B
AB
1 T
AHAPAN
P
ENGANGGARAN
B
erdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pelaksanaan APBN pada satu tahun anggaran dimulai dengan penyusunan dan pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran. Dokumen pelaksanaan anggaran yang selanjutnya disebut sebagai Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) merupakan dokumen yang disusun oleh Pengguna Anggaran berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) yang telah disetujui oleh DPR dan ditetapkan dalam Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (RABPP) atau Dokumen Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara (DHP RDP BUN), dan disahkan oleh Menteri Keuangan.Dalam proses penerbitan dokumen DIPA, semua informasi yang tercantum dalam DIPA berasal dari RKA-K/L atau RDP BUN yang telah disusun. Oleh karena itu, informasi yang dituangkan pada saat penyusunan RKA-K/L atau RDP BUN harus dilakukan dengan baik, benar, dan lengkap serta dilengkapi dengan dokumen pendukungnya sehingga DIPA yang dihasilkan siap digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan sejak awal tahun anggaran.
DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA). DIPA berlaku untuk 1 (satu) tahun anggaran dan memuat informasi satuan-satuan terukur yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan bagi Satker dan dasar pencairan dana/pengesahan bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara. Pagu dalam DIPA merupakan batas pengeluaran tertinggi yang tidak boleh dilampaui dan pelaksanaannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
(12)
2 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
Dengan mengacu pada pengertian tersebut, maka DIPA merupakan kesatuan antara rincian rencana kerja dan penggunaan anggaran yang disusun oleh Kementerian Negara/Lembaga yang disahkan oleh BUN. Dengan demikian, DIPA terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu:
1. DIPA yang disusun oleh PA, paling sedikit memuat uraian: a. fungsi, subfungsi, program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan;
b. hasil (outcome) dan keluaran (output) yang akan dicapai;
c. indikator kinerja utama program dan indikator kinerja kegiatan sebagai instrumen untuk mengukur capaian kinerja dari program dan kegiatan;
d. keluaran (output) yang dihasilkan;
e. pagu anggaran program dan pagu masing-masing Satker yang dialokasikan serta rincian jenis belanja yang digunakan;
f. rencana penarikan dana yang akan dilakukan; g. penerimaan yang diperkirakan dapat dipungut.
2. Surat Pengesahan DIPA yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan.
Selain berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan bagi Satker dan dasar pencairan dana/pengesahan bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara, DIPA juga berfungsi sebagai alat pengendali, pelaksanaan, pelaporan, pengawasan APBN, dan perangkat akuntansi pemerintah.
(13)
3 Tahapan Penganggaran
A. Proses Penyusunan RKA-K/L
Alur dan siklus penganggaran dapat dilihat pada bagan berikut.
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 136/PMK.02/2014 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
Gambar 1.1. Siklus Penganggaran Keterangan:
1. Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan
2. Penyusunan resource envelope, usulan kebijakan APBN dan Penyusunan Pagu Indikatif
3. Trilateral Meeting
4. Penyusunan Kerangka Ekonomi Makro (KEM), Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF),dan Pembicaraan Pendahuluan
5. Penetapan KEM dan PPKF
(14)
4 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi 7. Penyusunan Pagu Anggaran K//L
8. Penyusunan RKA-K/L dan Reviu RKA-K/L oleh APIP K/L 9. Penelaahan RKA-K/L
10. Pembahasan RAPBN, RUU APBN, Nota Keuangan, DHP RKA-K/L dan DHP RDP BUN
11. Pembahasan RAPBN, RUU APBN, Nota Keuangan, DHP RKA-K/L dan DHP RDP BUN
12. Persetujuan RUU APBN 13. Pengesahan UU APBN
14. Penetapan Alokasi Anggaran K/L
15. Penyesuaian RKA-K/L, Reviu RKA-K/L oleh APIP K/L, dan konsep DIPA
16. Penyusunan Keppres Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (RABPP)
17. Penetapan Keppres RABPP dan DHP RDN BUN 18. Penyusunan dan Pengesahan DIPA
B. Tahapan dalam Proses Penetapan Pagu Belanja K/L
Penyusunan pagu indikatif untuk tahun yang direncanakan dilaksanakan melalui proses yang dapat dilihat pada bagan berikut.(15)
5 Tahapan Penganggaran
1. Pagu Indikatif
Proses sampai dengan penetapan pagu indikatif, yaitu:
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 136/PMK.02/2014 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
Gambar 1.2. Penyusunan Pagu Indikatif Keterangan:
1. Pada awal tahun, Presiden menetapkan arah kebijakan yang akan dilakukan pada tahun yang direncanakan. Selain itu, Presiden juga menetapkan prioritas pengalokasian anggaran yang dimiliki pemerintah. Arah kebijakan dan prioritas anggaran tersebut akan menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan RKP.
2. K/L mengevaluasi angka dasar (baseline): Prakiraan maju yang telah dicantumkan pada dokumen perencanaan dan penganggaran tahun sebelumnya akan dijadikan angka dasar untuk perencanaan dan
(16)
6 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
penganggaran tahun anggaran yang direncanakan. Akan tetapi, angka prakiraan maju yang tercantum harus disesuaikan terlebih dahulu untuk mendapatkan angka yang betul dan akan digunakan nantinya. Di dalam proses penyesuaian tersebut, fokus pada penetapan berlanjut atau berhenti dari suatu keluaran (output), besarnya volume keluaran (output), penetapan sifat dari komponen keluaran (output) (utama atau pendukung), serta evaluasi komponen input dari keluaran (output) yang dibutuhkan pada tahun yang direncanakan.
3. K/L dapat menyusun rencana inisiatif baru: Inisiatif baru dapat diajukan dalam tiga kali kesempatan, yaitu kesempatan pertama sebelum penetapan pagu indikatif, kesempatan kedua sebelum penetapan pagu anggaran, dan kesempatan ketiga sebelum penetapan alokasi anggaran. Hal-hal terkait dengan mekanisme pengajuan usul inisiatif baru berpedoman pada Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas yang mengatur mengenai Tata Cara Penyusunan Inisiatif Baru.
4. Bappenas dan Kementerian Keuangan mengevaluasi baseline dan mengkaji usulan inisiatif baru.
5. Kementerian Keuangan menyusun perkiraan kapasitas iskal untuk penyusunan Pagu Indikatif, termasuk penyesuaian indikasi pagu anggaran jangan menengah paling lambat pertengahan bulan Februari. 6. Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Bappenas menyusun Pagu Indikatif. Pagu ini dirinci menurut unit organisasi, program, kegiatan, dan indikasi pendanaan untuk mendukung arah kebijakan yang telah ditetapkan Presiden. Pagu Indikatif yang sudah ditetapkan beserta prioritas pembangunan nasional yang dituangkan dalam rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) disampaikan kepada K/L dengan Surat Edaran Bersama yang ditandatangani Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan pada
(17)
7 Tahapan Penganggaran
2. Pagu Anggaran
Dalam bentuk gambar, proses penetapan pagu anggaran dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 136/PMK.02/2014 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
Gambar 1.3. Penyusunan Pagu Anggaran Keterangan:
1. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Renja K/L dengan berpedoman pada surat mengenai Pagu Indikatif dan hasil kesepakatan Trilateral Meeting Renja K/L disusun dengan pendekatan Berbasis Kinerja/ Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, dan penganggaran terpadu yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan.
2. Trilateral Meeting, merupakan pertemuan yang dilakukan dalam proses penyusunan Renja K/L yang melibatkan tiga pihak (K/L, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan). Pertemuan ini dilaksanakan
(18)
8 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
setelah ditetapkannya Pagu Indikatif sampai dengan sebelum batas akhir penyampaian Renja K/L ke Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan.
Adapun tujuan dari Trilateral Meeting antara lain:
a. Meningkatkan koordinasi dan kesepahaman antara K/L, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan, terkait dengan pencapaian sasaran prioritas pembangunan nasional yang akan dituangkan dalam RKP;
b. Menjaga konsistensi kebijakan yang ada dalam dokumen perencanaan dengan dokumen penganggaran, yaitu antara RPJMN, RKP, Renja K/L dan RKA-K/L;
c. Mendapatkan komitmen bersama atas penyempurnaan yang perlu dilakukan terhadap Rancangan Awal RKP, yaitu dukungan kerja sama Pemerintah Swasta (KPS); Anggaran Responsif Gender (ARG); Anggaran pendidikan; PNBP/BLU; Anggaran Mitigasi Perubahan Iklim bagi K/L terkait; inisiatif baru; belanja operasional; kebutuhan tambahan rupiah murni; dan pengalihan dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
3. K/L menyampaikan Renja K/L kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan Rancangan awal RKP dan penyusunan rincian pagu menurut unit organisasi, fungsi, program, dan kegiatan sebagai bagian dari bahan pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN.
4. Pemerintah menetapkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
5. Pemerintah menyampaikan pokok-pokok pembicaraan RAPBN yang meliputi:
a. Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (PPKF);
b. RKP;
(19)
9 Tahapan Penganggaran 6. Menteri Keuangan menetapkan Pagu Anggaran K/L dengan
berpedoman pada kapasitas iskal, besaran Pagu Indikatif, Renja-K/L, dan memperhatikan hasil evaluasi kinerja Kementerian/Lembaga. Angka yang tercantum dalam pagu anggaran adalah angka di pagu indikatif, penyesuaian angka dasar (jika diperlukan lagi) ditambah dengan inisiatif baru pada kesempatan ke-2 yang disetujui. Pagu Anggaran K/L disampaikan kepada setiap Kementerian/Lembaga paling lambat pada akhir bulan Juni.
3. Alokasi Anggaran
Proses penyusunan alokasi Anggaran K/L sebagai berikut:
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 136/PMK.02/2014 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
(20)
10 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi Keterangan:
1. Menteri/ Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L berdasarkan Pagu Anggaran K/L, Renja K/L, RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN serta standar biaya. Penyusunan RKA-K/L dimaksud termasuk menampung usulan Inisiatif Baru. Perencanaan RKA-K/L menjadi bahan penyusunan RUU APBN setelah terlebih dahulu ditelaah dalam forum penelaahan antara K/L dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan. 2. K/L melakukan pembahasan RKA-K/L dengan DPR dengan fokus
pada konsultasi atas usulan Inisiatif Baru.
3. Penyesuaian atas usulan Inisiatif Baru (pada saat dibahas bersama DPR) dapat dilaksanakan sepanjang sesuai dengan RKP, pencapaian sasaran kinerja K/L, dan tidak melampaui Pagu Anggaran K/L.
4. Penelaahan RKA-K/L yang paling lambat diselesaikan pada akhir bulan Juli serta dilakukan secara terintegrasi yang meliputi:
a. Kelayakan anggaran terhadap sasaran kinerja; b. Konsistensi sasaran kinerja K/L dengan RKP.
5. Kementerian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelaahan untuk digunakan sebagai:
a. Bahan penyusunan Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan RUU APBN;
b. Dokumen pendukung pembahasan RAPBN.
Setelah dibahas dalam sidang kabinet, Nota Keuangan, RAPBN dan RUU APBN disampaikan pemerintah kepada DPR paling lambat bulan Agustus. Hasil dari pembahasan RAPBN dan RUU APBN dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan pembahasan RAPBN dan RUU APBN dan bersifat inal.
6. Hasil penyesuaian RKA-K/L disampaikan pada Kementerian Keuangan untuk ditelaah dan kemudian dijadikan dasar dalam menyusun Keputusan Presiden mengenai Alokasi Anggaran K/L dan BUN. Alokasi Anggaran K/L dirinci menurut klasiikasi anggaran. Sedangkan
(21)
11 Tahapan Penganggaran Alokasi Anggaran BUN dirinci menurut:
a. Kebutuhan Pemerintah Pusat; b. Transfer kepada daerah.
7. Pemerintah menetapkan Alokasi Anggaran K/L dan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Selanjutnya Menteri/ pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran dengan berpedoman pada alokasi anggaran yang telah ditetapkan dalam Keppres RABPP, dan kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk disahkan. Menteri Keuangan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran paling lambat tanggal 31 Desember.
(22)
(23)
13 Kriteria Anggaran yang Dapat Dilaksanakan
B
AB
2 K
RITERIA
A
NGGARAN
YANG
D
APAT
D
ILAKSANAKAN
A
nggaran yang dapat dilaksanakan ditinjau melalui Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) yang merupakan forum penelaahan RKA-K/L antara Kementerian/Lembaga dan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan. Dokumen RKA-K/L yang ditelaah dalam forum penelaahan merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisikan program dan kegiatan suatu Kementerian Negara/ Lembaga (K/L) yang disusun sesuai dengan amanat dalam PP Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan RKA-K/L. Penelaahan dokumen RKA-K/L tersebut dimaksudkan untuk memastikan hal-hal sebagai berikut:1. Rencana kinerja yang dituangkan dalam RKA-K/L konsisten dengan yang tertuang dalam RKP;
2. Untuk mencapai rencana kinerja tersebut dialokasikan dana yang eisien dalam tataran perencanaan;
3. Dalam pengalokasiannya telah mengikuti ketentuan penerapan penganggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah.
Dengan demikian, rencana kinerja yang tertuang dalam RKA- K/L merupakan rencana kinerja K/L untuk memenuhi tugas dan fungsinya sesuai kebijakan pemerintah dan dalam perencanaannya dialokasikan secara eisien. Penelaahan RKA- K/L dilakukan dengan 2 (dua) metode sebagai berikut:
1. Penelaahan Tatap Muka
Penelaahan tatap muka merupakan penelaahan yang dilakukan secara bersama-sama oleh pihak-pihak terkait yang melaksanakan penelaahan
(24)
14 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
pada suatu tempat di Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran.
2. Penelaahan Online
Penelaahan online merupakan penelaahan secara virtual dengan menggunakan perangkat komputer dan media internet, di mana pihak-pihak terkait yang melaksanakan penelaahan berada di tempat tugasnya masing-masing.
A. Ruang Lingkup Penelaahan RKA- K/L
Ruang lingkup penelaahan RKA-K/L untuk Pagu Anggaran K/L dan Alokasi Anggaran K/L terdiri atas penelitian yang mencakup kriteria administratif dan subtantif.
1. Kriteria Administratif
Kriteria Administratif bertujuan untuk meneliti kelengkapan dari dokumen yang digunakan dalam penelaahan RKA-K/L. Penelaahan kriteria administratif terdiri atas penelaahan terhadap:
1. surat pengantar RKA- K/L;
2. surat pernyataan pej abat eselon I atau pejabat lain yang memiliki alokasi anggaran (portofolio) dan sebagai penanggung jawab program; 3. RKA- K/ L;
4. daftar rincian pagu anggaran per satker/eselon I; 5. RKA Satker; dan
6. Arsip Data Komputer (ADK) RKA-K/L.
2. Kriteria Substantif
Kriteria substantif bertujuan untuk meneliti kesesuaian, relevansi, dan/atau konsistensi dari setiap bagian RKA-K/L. Penelaahan kriteria substantif terdiri atas:
(25)
15 Kriteria Anggaran yang Dapat Dilaksanakan 1. kesesuaian data dalam RKA-K/L dengan Pagu Anggaran/ Alokasi
Anggaran K/ L;
2. kesesuaian antara kegiatan, keluaran dan anggarannya;
3. relevansi komponen/tahapan dengan keluaran (untuk keluaran yang belum ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Standar Biaya Keluaran [SBK]);
4. konsistensi pencantuman sasaran kinerja K/ L dengan RKP; dan 5. konsistensi pencantuman prakiraan maju untuk 3 (tiga) tahun ke
depan.
B. Persiapan Penelaahan RKA- K/L
Dalam penelaahan RKA-K/L terdapat beberapa hal baru yang harus diperhatikan, yaitu ADK RKA-K/ L yang diserahkan terlebih dahulu divalidasi oleh (Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). DJA melakukan validasi terhadap ADK RKA- K/L yang disampaikan oleh K/L untuk memastikan kesesuaian dengan kaidah- kaidah Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Dalam hal hasil validasi tidak sesuai dengan kaidah-kaidah SPAN, maka ADK akan dikembalikan untuk diperbaiki, dan paling lama 2 (dua) hari setelah dikembalikan harus disampaikan kembali ke DJA.
Dokumen penelaahan meliputi:
1. Surat pengantar yang ditandatangani oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang ditunjuk;
2. Surat Pernyataan pejabat eselon I atau pejabat lain yang memiliki alokasi anggaran (portofolio) dan sebagai penanggung jawab program; 3. RKA-K/L yang telah direviu dan diteliti;
4. Daftar Rincian Pagu Anggaran per Satker/Eselon I; 5. RKA Satker; dan
(26)
16 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
Kelengkapan dan kebenaran dokumen penelaahan merupakan tanggung jawab Eselon I K/L dan Satker.
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelaahan yang berfokus pada:
1. kesesuaian data dalam RKA- K/ L dengan Pagu Anggaran K/L yang ditetapkan Menteri Keuangan;
2, kesesuaian antara Kegiatan, Keluaran dan anggarannya; dan 3. relevansi Komponen/Tahapan dengan Keluaran .
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas melakukan penelaahan yang berfokus pada konsistensi sasaran kinerja dalam RKP dengan RKA-K/L, serta meneliti kualitas GBS (jika ada).
Kementerian Keuangan c.q. DJA tidak melakukan penelaahan hingga ke level detail atau item biaya, namun hanya sampai level komponen/ tahapan. Penelaahan difokuskan pada kinerja yang akan dicapai oleh K/L.
Alokasi anggaran yang masih belum jelas peruntukannya akan dimasukkan sebagai Keluaran/Output Cadangan, sedangkan yang belum memenuhi persyaratan akan diberikan tanda “@” dan diberikan catatan dalam DHP RKA-K/L.
(27)
17 Revisi Anggaran
B
AB
3 R
EVISI
A
NGGARAN
R
evisi anggaran adalah perubahan rincian anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan APBN Tahun Anggaran berjalan dan disahkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran berjalan tersebut. Beberapa pertimbangan yang mendasari perlunya dilakukan revisi anggaran antara lain:1. Tenggat waktu antara proses perencanaan anggaran dan pelaksanaan anggaran cukup lama, yaitu sekitar 1 (satu) tahun sehingga sangat dimungkinkan perencanaan yang disusun belum mencakup seluruh kebutuhan untuk tahun yang direncanakan;
2. Dalam periode pelaksanaan anggaran sangat dimungkinkan terjadi perubahan keadaan atau perubahan prioritas yang tidak diantisipasi pada saat proses perencanaan;
3. Adanya perubahan metodologi pelaksanaan kegiatan, misalnya sebuah kegiatan semula direncanakan secara swakelola menjadi kontraktual, dari single year menjadi multiyears;
4. Adanya perubahan atau penetapan kebijakan pemerintah dalam tahun anggaran berjalan, misalnya penghematan anggaran, penerapan reward and punishment, atau APBN Perubahan.
A. Ruang Lingkup Revisi Anggaran
Ruang lingkup revisi anggaran meliputi perubahan rincian anggaran pada Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (BA K/L) dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) yang terdiri atas:
1. perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran termasuk pergeseran rincian anggarannya;
(28)
18 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
2. perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap; dan/atau
3. perubahan/ralat karena kesalahan administrasi.
Revisi anggaran tersebut mengakibatkan perubahan alokasi anggaran dan/atau perubahan jenis belanja dan/atau volume keluaran pada kegiatan; satker; program; kementerian/lembaga; dan/atau APBN.
Revisi anggaran juga dilakukan dalam hal terjadi: 1. perubahan atas APBN Tahun Anggaran berjalan;
2. Instruksi Presiden mengenai penghematan anggaran; dan/atau 3. kebijakan prioritas pemerintah yang telah ditetapkan lainnya.
B. Batasan Revisi Anggaran
Revisi anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan alokasi anggaran terhadap:
1. kebutuhan Biaya Operasional Satker kecuali untuk memenuhi Biaya Operasional pada Satker lain dan dalam peruntukan yang sama; 2. alokasi tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan
profesor kecuali untuk memenuhi tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan profesor pada Satker lain;
3. kebutuhan pengadaan bahan makanan dan/atau perawatan tahanan untuk tahanan/narapidana kecuali untuk memenuhi kebutuhan pengadaan bahan makanan dan/atau perawatan tahanan untuk tahanan/narapidana pada Satker lain;
4. pembayaran berbagai tunggakan;
5. Rupiah Murni Pendamping (RMP) sepanjang paket pekerjaan masih berlanjut (on-going); dan/atau;
6. paket pekerjaan yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya sehingga menjadi minus.
(29)
19 Revisi Anggaran Revisi Anggaran dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai penyusunan dan penelaahan RKA-K/L sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-K/L. Revisi Anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume keluaran yang telah ditetapkan dalam DIPA. Dalam hal terdapat perubahan prioritas penggunaan anggaran, perubahan kebijakan pemerintah, atau keadaan kahar yang mengakibatkan volume keluaran dalam DIPA berkurang, usul pengurangan volume keluaran diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1. dalam hal volume keluaran yang berkurang merupakan volume keluaran dari kegiatan prioritas nasional, usul pengurangan volume Keluaran disampaikan kepada Kementerian Perencanaan/Bappenas sebagai acuan perubahan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga dan RKP; dan/atau
2. dalam hal volume keluaran yang berkurang merupakan volume keluaran dari kegiatan prioritas Kementerian/Lembaga, usul pengurangan volume keluaran disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran.
Keadaan kahar adalah kondisi/keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, meliputi bencana alam, bencana non-alam, pemogokan, kebakaran, dan/atau gangguan industri lainnya sebagaimana ditetapkan melalui Keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga teknis terkait.
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga mengajukan usul Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran berdasarkan persetujuan dari Kementerian Perencanaan/ Bappenas dan/atau Menteri/Pimpinan Lembaga tersebut.
Pergeseran anggaran antar kegiatan dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume keluaran yang telah ditetapkan dalam DIPA dan digunakan untuk hal-hal yang bersifat prioritas, mendesak, kedaruratan, atau yang tidak dapat ditunda. Hal-hal yang bersifat prioritas, mendesak,
(30)
20 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
kedaruratan, atau yang tidak dapat ditunda sebagaimana dimaksud merupakan kegiatan-kegiatan Kementerian/Lembaga yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Kementerian/Lembaga dan/atau kebijakan pemerintah yang ditetapkan dalam Tahun Anggaran berjalan. Pergeseran anggaran antar Kegiatan tersebut harus dilengkapi Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran dan surat persetujuan dari pejabat Eselon I sebagai penanggung jawab Program.
C. Perubahan Rincian Anggaran yang Disebabkan
Penambahan atau Pengurangan Pagu Anggaran
Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP merupakan tambahan alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Kementerian/ Lembaga. Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP tersebut sebagai akibat:
1. kelebihan realisasi atas target yang direncanakan dalam APBN atau APBN Perubahan;
2. adanya PNBP yang berasal dari kontrak/kerja sama/nota kesepahaman atau dokumen yang dipersamakan;
3. adanya satuan kerja PNBP baru;
4. diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan tentang persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP; dan/atau
5. adanya pencabutan status pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) pada suatu satuan kerja.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran berjalan. Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan dapat dilakukan sepanjang PHLN/PHDN belum closing date. Lanjutan pelaksanaan kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN
(31)
21 Revisi Anggaran tersebut tidak termasuk pinjaman proyek baru yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran berjalan serta pinjaman luar negeri/pinjaman dalam negeri yang bukan merupakan kelanjutan dari proyek tahun jamak.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya Percepatan penarikan PHLN dan/atau PHDN tersebut merupakan optimalisasi pemanfaatan dana yang bersumber dari PHLN dan/atau PHDN dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran berjalan.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan tersebut dapat dilakukan sepanjang PHLN/PHDN belum closing date. Lanjutan pelaksanaan kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN tersebut tidak termasuk pinjaman proyek baru yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran berjalan serta pinjaman luar negeri/pinjaman dalam negeri yang bukan merupakan kelanjutan dari proyek tahun jamak.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya percepatan penarikan PHLN dan/atau PHDN tersebut merupakan optimalisasi pemanfaatan dana yang bersumber dari PHLN dan/atau PHDN dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran berjalan. Percepatan Penarikan PHLN dan/atau PHDN tersebut tidak termasuk pinjaman proyek baru yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran berjalan.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran berjalan ditetapkan merupakan HLN/HDN yang diterima oleh Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan dan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran berjalan.
Penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran berjalan ditetapkan rincian peruntukannya dituangkan dalam dokumen RKA-K/L dan diajukan oleh Kementerian/Lembaga.
Penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran berjalan ditetapkan termasuk HLN/HDN yang diterushibahkan dan pinjaman yang diterushibahkan.
(32)
22 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya penerimaan hibah langsung dalam bentuk uang merupakan HLN/HDN dalam bentuk uang yang diterima setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran berjalan ditetapkan dan dilaksanakan secara langsung oleh Kementerian/ Lembaga dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran berjalan.
Tata cara pencatatan dan pelaporan untuk penerimaan hibah langsung dalam bentuk uang dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai mekanisme pengelolaan hibah.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP, di atas pagu APBN untuk Satker BLU tersebut merupakan tambahan alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Satker BLU dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran berjalan. Tambahan alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Satker BLU tersebut bersumber dari realisasi PNBP di atas target yang direncanakan; dan/atau penggunaan saldo BLU dari tahun sebelumnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Revisi Anggaran untuk penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Satker BLU diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya pengurangan alokasi pinjaman proyek luar negeri bersifat mengurangi pagu anggaran belanja Tahun Anggaran berjalan.
Pengurangan alokasi pinjaman proyek luar negeri dilakukan dalam hal: 1. paket Kegiatan/proyek yang didanai dari pinjaman luar negeri telah
selesai dilaksanakan, target kinerjanya telah tercapai dan sisa alokasi anggarannya tidak diperlukan lagi;
2. terjadi perubahan penjadwalan pembiayaan (cost table) yang disetujui oleh pernberi pinjaman;
(33)
23 Revisi Anggaran 3. adanya pembatalan alokasi pinjaman luar negeri; atau
4. sudah dibebankan pada DIPA tahun sebelumnya.
Pengurangan alokasi pinjaman proyek luar negeri dapat mengakibatkan berkurangnya volume keluaran dalam DIPA. Dana Rupiah Murni Pendamping (RMP) yang telah dialokasikan untuk paket kegiatan/proyek dapat digunakan/direalokasi untuk mendanai Rupiah Murni Pendamping (RMP) pada paket kegiatan/proyek yang lain atau diubah menjadi Rupiah Murni untuk mendanai kegiatan prioritas lain dan menambah volume keluaran.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya perubahan, pagu anggaran pembayaran subsidi energi merupakan tambahan alokasi anggaran yang diberikan untuk memenuhi pembayaran subsidi energi dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran berjalan. Tambahan alokasi anggaran tersebut dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR RI dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara. Tambahan alokasi anggaran yang diberikan diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. merupakan selisih antara alokasi yang telah ditetapkan dalam APBN
dengan hasil perhitungan sesuai perubahan parameter;
2. diberikan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan; dan 3. tata cara pembayaran subsidi dilaksanakan sesuai ketentuan dalam
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran subsidi di bidang energi.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan perubahan pagu anggaran pembayaran bunga utang merupakan tambahan alokasi anggaran dalam rangka pembayaran bunga utang karena adanya tambahan kewajiban, perubahan kurs termasuk pemenuhan kewajiban yang timbul dari transaksi lindung nilai.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran
(34)
24 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
berjalan. Lanjutan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) terdiri atas:
1. PNPM Mandiri Perdesaan; 2. PNPM Mandiri Perkotaan;
3. Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP); dan 4. Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW).
Pelaksanaan lanjutan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dapat dilaksanakan sampai dengan akhir April 2014. Pengajuan usulan lanjutan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam bentuk Revisi Anggaran paling lambat tanggal 31 Januari 2014.
Pengajuan usulan Revisi Anggaran untuk perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Program/ Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kuasa Pengguna Anggaran Satker melakukan rekonsiliasi sisa dana PNPM dengan KPPN yang dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi paling lambat tanggal 15 Januari 2014;
2. KPPN menyampaikan Berita Acara Rekonsiliasi kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling lambat tanggal 22 Januari 2014; dan
3. berdasarkan Berita Acara Rekonsiliasi, KPA mengajukan usul Revisi Anggaran kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling lambat tanggal 31 Januari 2014.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Kegiatan Penerusan Pinjaman yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN bersifat menambah pagu anggaran pembiayaan Tahun Anggaran 2014. Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan dapat dilakukan sepanjang PHLN/PHDN belum closing date.
(35)
25 Revisi Anggaran Lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN tidak termasuk pinjaman proyek baru yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2014 serta pinjaman luar negeri/pinjaman dalam negeri yang bukan merupakan kelanjutan dari proyek tahun jamak.
Pengajuan usulan lanjutan Kegiatan Penerusan Pinjaman disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur .Jenderal Anggaran dalam bentuk Revisi Anggaran paling lambat tanggal 31 Januari 2014.
Pengajuan usulan Revisi Anggaran untuk perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Kegiatan Penerusan Pinjaman yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kuasa Pengguna Anggaran Penerusan Pinjaman membuat Daftar Rincian Kegiatan dan Realisasi Anggaran berdasarkan data realisasi per tanggal 10 Januari 2014 dan menyampaikan kepada KPPN paling lambat tanggal 15 Januari 2014 untuk dicocokkan dengan data realisasi pada KPPN;
2. Berdasarkan hasil pencocokan, KPPN menandatangani Daftar Rincian Kegiatan dan Realisasi Anggaran dan disampaikan kepada PPA BUN Penerusan Pinjaman dan Direktorat .Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 22 Januari 2014; dan
3. Berdasarkan Daftar Rincian Kegiatan dan Realisasi Anggaran yang telah ditandatangani oleh KPPN, PPA BUN mengajukan usul Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 31 Januari 2014.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka Penerusan Pinjaman merupakan optimalisasi pemanfaatan dana Penerusan Pinjaman dari PHLN dan/atau PHDN dan bersifat menambah pagu anggaran pembiayaan Tahun Anggaran 2014. Percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka Penerusan Pinjaman tidak termasuk Penerusan Pinjaman yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2014.
(36)
26 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Kegiatan penerusan hibah yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN bersifat menambah pagu anggaran belanja hibah Tahun Anggaran 2014. Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan dapat dilakukan sepanjang PHLN/PHDN belum closing date. Lanjutan pelaksanaan Kegiatan penerusan hibah tersebut tidak termasuk PHLN dan/atau PHDN yang bukan merupakan kelanjutan dari proyek tahun jamak.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka penerusan hibah merupakan optimalisasi pemanfaatan dana penerusan hibah dari PHLN dan/ atau PHDN dan bersifat menambah pagu anggaran belanja hibah Tahun Anggaran 2014. Percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka penerusan hibah tersebut tidak termasuk pinjaman yang diterushibahkan yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2014.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara Project Based Sukuk (SBSN PBS) merupakan tambahan pagu SBSN PBS Tahun Anggaran 2014. Percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS bersifat menambah pagu pembiayaan anggaran dalam APBN Tahun Anggaran 2014. Pengajuan usulan Revisi Anggaran untuk perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kementerian/Lembaga c.q. unit eselon I mengajukan usulan percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang; 2. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang melakukan penilaian atas usul
percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS dengan memperhatikan kinerja proyek dan total deisit yang dituangkan dalam persetujuan; dan
(37)
27 Revisi Anggaran 3. Berdasarkan persetujuan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang, unit eselon I mengajukan usul Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran.
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan perubahan pagu anggaran pembayaran cicilan pokok utang merupakan tambahan alokasi anggaran dalam rangka pembayaran cicilan pokok utang karena adanya tambahan kewajiban, perubahan kurs termasuk pemenuhan kewajiban yang timbul dari transaksi lindung nilai.
Perubahan pagu anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) merupakan tambahan alokasi anggaran dalam rangka Penyertaan Modal Negara (PMN) sebagai akibat selisih kurs.
Perubahan pagu anggaran dalam rangka penyesuaian kurs merupakan penyesuaian besaran nilai rupiah dalam DIPA terhadap Kegiatan yang sumber dananya berasal dari pinjaman luar negeri dan tata cara penarikannya dilakukan secara direct payment atau Letter of Credit (L/ C). Penyesuaian besaran nilai rupiah dalam DIPA dihitung berdasarkan nilai valas yang sama dan nilai kurs mengikuti tarif kurs yang digunakan saat transaksi dan dituangkan dalam withdrawal application (WA).
Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya pengurangan alokasi hibah luar negeri bersifat mengurangi pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2014. Pengurangan alokasi hibah luar negeri dilakukan dalam hal: 1. paket Kegiatan/proyek yang didanai dari hibah luar negeri telah
selesai dilaksanakan, target kinerjanya telah tercapai, dan sisa alokasi anggarannya tidak diperlukan lagi; atau
2. adanya pembatalan pemberian hibah luar negeri;
Pengurangan alokasi hibah luar negeri dapat mengakibatkan berkurangnya volume Keluaran dalam DIPA. Dana Rupiah Murni Pendamping (RMP) yang telah dialokasikan untuk paket Kegiatan/proyek dapat digunakan/direalokasi untuk mendanai Rupiah Murni Pendamping (RMP) pada paket Kegiatan/proyek yang lain atau diubah menjadi Rupiah
(38)
28 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
Murni untuk mendanai kegiatan prioritas lain dan menambah volume Keluaran.
Perubahan pagu anggaran transfer ke daerah merupakan tambahan/ pengurangan pagu anggaran transfer ke daerah antara lain dana bagi hasil yang didistribusikan kepada masing-masing daerah provinsi/kabupaten/ kota sesuai realisasi penerimaan dana, bagi hasil pada Tahun Anggaran 2014. Tata cara Revisi Anggaran untuk perubahan pagu anggaran transfer ke daerah dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran transfer ke daerah.
D. Perubahan atau Pergeseran Rincian Anggaran Dalam
Hal Pagu Anggaran Tetap
Perubahan karena penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA merupakan penghapusan/perubahan sebagian atau seluruh catatan ·dalam halaman IV DIPA pada alokasi yang ditetapkan untuk mendanai suatu Kegiatan. Penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA terdiri atas:
1. penghapusan/perubahan catatan dalarn halaman IV DIPA karena masih memerlukan persetujuan OPRRI;
2. penghapusanjperubahan catatan dalam halaman IV DIPA karena harus dilengkapi dasar hukum pengalokasiannya dan/atau dokumen terkait;
3. penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA karena masih harus dilengkapi loan agreement atau nomor register; .
4. penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA karena masih harus didistribusikan ke masing-masing satker;
5. penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA karena masih memerlukan penelaahan dan/atau persetujuan Kementerian Perencanaan/Bappenas;
(39)
29 Revisi Anggaran 6. penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA karena
masih memerlukan review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; dan/atau
7. penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA yang dicantumkan oleh APIP K/L karena masih harus dilengkapi dokumen pendukung.
Penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA dapat dilakukan setelah persyaratan dipenuhi dengan lengkap.
E. Kewenangan dan Tata Cara Revisi Anggaran
Kewenangan penyelesaian Revisi Anggaran dibagi dalam 5 (lima)kelompok, yakni:
1. Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran;
2. Revisi Anggaran pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
3. Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan Eselon I Kementerian/ Lembaga;
4. Revisi Anggaran pada Kuasa Pengguna Anggaran; dan 5. Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan DPR-RI.
Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Anggaran meliputi:
1. perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya;
2. perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap; dan/atau
(40)
30
Ringk
asan P
anduan Mek
anisme P
enganggar
an dan Revisi
Mekanisme penyelesaian revisi anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran ditunjukkan pada bagan berikut.
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 7/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2014 Gambar 3.1. Mekanisme Penyelesaian Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran
(41)
31 Revisi Anggaran Keterangan:
1. Eselon I menyiapkan usulan perubahan anggaran untuk direviu oleh APIP K/L
2. Reviu yang dilakukan APIP K/L yaitu dengan melakukan veriikasi atas kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan serta kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah penganggaran.
3. Setelah usulan Revisi Anggaran direviu oleh APIP K/L, Eselon I menyiapkan usulan-usulan Revisi Anggaran dan melengkapi dokumen pendukung untuk disampaikan kepada DJA.
4. DJA meneliti surat usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen pendukung.
5. DJA melakukan penelaahan dengan K/L untuk usulan revisi yang menyebabkan pagu anggaran K/L berubah.
6. Dalam hal:
a. Dokumen pendukung tidak lengkap; atau
b. Penelaahan Revisi Anggaran ditolak, DJA akan menetapkan Surat Penolakan Revisi Anggaran dan menyampaikan kepada Eselon I. 7. Dalam hal penelaahan atau penelitian kelengkapan Revisi Anggaran
disetujui, DJA akan menerbitkan DHP RKA-K/L Revisi.
8. Berdasarkan DHP RKA-K/L Revisi, DJA akan mengunggah ADK RKA-K/L- DIPA Revisi untuk memperbaharui database.
9. Setelah database di-upload, server akan memberikan notiikasi persetujuan revisi dan menerbitkan kode digital stamp baru.
10. DJA menerbitkan surat persetujuan revisi yang dilampiri notiikasi system.
11. Eselon I menerima persetujuan revisi dari DJA dan melaksanakan kegiatan sesuai persetujuan revisi.
(42)
32 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan meliputi:
1. perubahan rmcian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya;
2. perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap; dan/ atau
3. perubahan/ralat karena kesalahan administrasi.
Mekanisme penyelesaian revisi anggaran pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditunjukkan pada bagan berikut.
(43)
33
Revisi A
nggar
an
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 7/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2014
(44)
34 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi Keterangan:
1. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menyiapkan usulan Revisi Anggaran beserta data dan dokumen pendukung.
2. KPA menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPB).
3. Dalam hal Revisi Anggaran memerlukan persetujuan Eselon I KPA mengajukan usulan Revisi Anggaran kepada Eselon I untuk mendapatkan persetujuan.
4. Berdasarkan persetujuan Eselon I, KPA mengajukan usulan Revisi Anggaran kepada Kanwil DJPB.
5. DJPB meneliti usulan revisi dan kesesuaian dengan dokumen pendukung.
6. Dalam hal Revisi Anggaran ditolak, Kanwil DJPB menerbitkan Surat Penolakan Revisi Anggaran.
7. Dalam hal Revisi Anggaran disetujui, Kanwil DJPB akan melakukan upload ADK RKA-K/L DIPA ke server.
8. Setelah ADK RKA-K/L DIPA divalidasi oleh sistem, secara otomatis akan diterbitkan notiikasi dan kode digital stamp baru sebagai tanda pengesahan Revisi Anggaran.
9. Kanwil DJPB menyampaikan surat persetujuan yang dilampiri notiikasi pengesahan Revisi Anggaran.
10. KPA melaksanakan kegiatan berdasarkan pengesahan Revisi Anggaran dari Kanwil DJPB.
Revisi Anggaran yang rnernerlukan persetujuan Eselon I Kementerian/ Lembaga meliputi:
1. pergeseran dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
(45)
35 Revisi Anggaran 2. pergeseran dalam Keluaran yang sama,· Kegiatan yang sama dan
antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;
3. pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; .
4. pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalarn wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;
5. pergeseran antar Kegiatan dalam 1 (satu) Satker;
6. pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
7. pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda; dan/ atau 8. penambahan cara penarikan PHLN/PHDN.
Mekanisme penyelesaian revisi anggaran yang memerlukan persetujuan Eselon I Kementerian/Lembaga ditunjukkan pada bagan berikut.
(46)
36
Ringk
asan P
anduan Mek
anisme P
enganggar
an dan Revisi
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 7/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2014
(47)
37 Revisi Anggaran Keterangan:
1. KPA menyiapkan usulan Revisi Anggaran dan menyampaikan kepada Eselon I beserta data dan dokumen pendukung.
2. Eselon I menerima usulan Revisi Anggaran meneliti surat usulan, mengecek kewenangan Revisi Anggaran, serta memeriksa kelengkapan dokumen pendukung.
3. Dalam hal usulan Revisi Anggaran ditolak, maka Eselon I menerbitkan surat penolakan Revisi Anggaran.
4. Dalam usulan Revisi Anggaran disetujui dan merupakan kewenangan Kanwil DJPB maka Eselon I menerbitkan Surat Persetujuan Eselon I dan disampaikan kepada KPA.
5. Berdasarkan surat persetujuan Eselon I, KPA menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Kanwil DJPB.
6. Jika Revisi Anggaran merupakan kewenangan DJA, Eselon I menyiapkan surat usulan Revisi Anggaran yang dilengkapi dokumen pendukung. 7. Eselon I menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada DJA untuk
mendapat pengesahan.
Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kuasa Pengguna Anggaran merupakan Revisi Anggaran dalam hal pagu anggaran tetap meliputi: 1. pergeseran dalam 1 (satu) Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu)
Satker; dan/ atau
2. pergeseran antar Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker. Mekanisme Penyelesaian Revisi Anggaran pada Kuasa Pengguna Anggaran ditunjukkan pada bagan berikut.
(48)
38
Ringk
asan P
anduan Mek
anisme P
enganggar
an dan Revisi
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 7/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2014
(49)
39 Revisi Anggaran Keterangan:
1. KPA melakukan Revisi Anggaran sesuai dengan kewenangannya. 2. KPA meneliti apakah Revisi Anggaran yang dilakukan KPA mengubah
DIPA Petikan atau tidak.
3. Dalam hal DIPA Petikan tidak berubah, KPA meng-update ADK RKA-K/L DIPA serta mencetak dan menetapkan POK.
4. Dalam hal Revisi Anggaran mengakibatkan perubahan DIPA Petikan, KPA menyiapkan usulan Revisi Anggaran beserta dokumen pendukungnya.
5. KPA menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada DJPB untuk mendapatkan pengesahan.
Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan DPR-RI meliputi:
1. tambahan Pinjaman Proyek Luar Negeri/Pinjaman Dalam Negeri baru setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2014 ditetapkan;
2. pergeseran anggaran antar Program selain untuk memenuhi kebutuhan Biaya Operasional dan penyelesaian inkracht;
3. pergeseran anggaran yang rnengakibatkan perubahan Hasil Program; 4. penggunaan anggaran yang harus mendapat persetujuan DPR-RI
terlebih dahulu;
5. perubahan/penghapusan catatan dalam halaman IV DIPA yang digunakan tidak sesuai dengan rencana peruntukan; dan/atau
6. pergeseran antar provinsi/kabupaten/kota untuk Kegiatan dalam rangka tugas pembantuan dan urusan bersama, atau antarprovinsi untuk kegiatan dalam rangka dekonsentrasi.
(50)
40 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan DPR-RI diajukan oleh Sekretaris Jenderal/ Sekretaris Utama/Sekretaris /Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga kepada Pimpinan DPR-RI untuk mendapat persetujuan Sekretaris Jenderal/ Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga mengajukan usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran berdasarkan persetujuan dari Pimpinan DPR-RI.
F. Daftar Perincian Ruang Ringkup dan Kewenangan
Penyelesaian Revisi Anggaran
Daftar perincian ruang lingkup dan kewenangan penyelesaian revisi anggaran dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.
Tabel 3.1. Daftar Revisi Anggaran yang Disebabkan Penambahan atau Pengurangan Pagu Anggaran Belanja Termasuk Pergeseran Rincian Anggaran Belanjanya
No Uraian Revisi
Kewenangan Pasal DJA Kanwil
DJPBN
1. Kelebihan realisasi PNBP diatas target yang direncanakan dalam APBN. Persyaratan tambahan yang harus dilampirkan yaitu: a. Matriks perubahan target PNBP; b. SSBP dan NTPN
Pasal 11 ayat (2)
v
2. Lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN. Persyaratan tambahan yang harus dilampirkan yaitu daftar sisa PHLN dan/ atau PHDN yang ditandatangani kepala KPPN.
Pasal 12 ayat (3)
(51)
41 Revisi Anggaran
No Uraian Revisi
Kewenangan Pasal DJA Kanwil
DJPBN
3. Percepatan penarikan PHLN dan/atau PHDN. Persyaratan tambahan yang harus dilampirkan yaitu Annual WorkPlan yang disetujui Lender.
Pasal 13 v
4. Penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2014 ditetapkan. Persyaratan tambahan yang harus dilampirkan yaitu Nomor register HLN/HDN.
Pasal 14 v
5. Penerimaan hibah langsung dalam bentuk uang.
Pasal 15 v
6. Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP diatas Pagu APBN untuk Satker BLU.
Pasal 16 ayat (1)
v
7. Pengurangan alokasi pinjaman proyek luar negeri.
Pasal 17 v
8. Perubahan pagu anggaran pembayaran Subsidi Energi. Persyaratan tambahan yang harus dilampirkan yaitu surat persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 18 ayat (3)
v
9. Perubahan pagu anggaran pembayaran bunga utang. Persyaratan tambahan yang harus dilampirkan yaitu dokumen nilai tukar rupiah terhadap valuta asing sesuai kurs tengah Bank Indonesia.
Pasal 19 v
10. Lanjutan pelaksanaan PNPM. Pasal 16 ayat (1)
(52)
42 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
No Uraian Revisi
Kewenangan Pasal DJA Kanwil
DJPBN
11. Lanjutan pelaksanaan Kegiatan dalam rangak penerusan pinjaman. Persyaratan tambahan yang harus dilampirkan yaitu Daftar Rincian Kegiatan dan Realisasi Anggaran.
Pasal 20 ayat (4)
v
12. Percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka Penerusan Pinjaman.
Pasal 22 v
13. Lanjutan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka penerusan hibah.
Pasal 23 v
14. Percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka penerusan hibah.
Pasal 24 v
15. Percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS.
Pasal 25 ayat (3)
v
16. Perubahan pagu anggaran pembayaran cicilan pokok utang.
Pasal 26 v
17. Perubahan pagu anggaran PMN. Pasal 27 v 18. Perubahan pagu anggaran dalam rangka
penyesuaian kurs.
Pasal 28 v
19. Pengurangan alokasi HLN. Pasal 29 v 20. Perubahan pagu anggaran transfer ke
daerah.
Pasal 30 v
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 7/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2014
(53)
43 Revisi Anggaran Persyaratan umum revisi anggaran meliputi:
1. Surat usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi);
2. SPTJM;
3. Copy DIPA terakhir; 4. Revisi RKA-K/L; dan 5. ADK RKA-K/L DIPA.
Tabel 3.2. Perubahan atau Pergeseran RIncian Anggaran dalam Hal Pagu Anggaran Tetap
No Uraian Revisi Kewenangan
Pasal DJA Kanwil DJPBN Esl. I KPA
1. Pergeseran dalam 1 (satu) Keluaran, 1(satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker.
Pasal 5 ayat (3) huruf a
Pengesahan v 2. Pergeseran antar Keluaran 1
(satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker.
Pasal 5 ayat (3) huruf b
Pengesahan v 3. Pergeseran dalam Keluaran
yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kanwil DJPB.
Pasal 5 ayat (3) huruf c
Pengesahan v 4. Pergeseran dalam Keluaran
yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kanwil DJPB yang berbeda.
Pasal 5 ayat (3) huruf d
Pengesahan v
5. Pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kanwil DJPB.
Pasal 5 ayat (3) huruf e
(54)
44 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
No Uraian Revisi Kewenangan
Pasal DJA Kanwil DJPBN Esl. I KPA
6. Pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kanwil DJPB yang berbeda.
Pasal 5 ayat (3) huruf f
Pengesahan v
7. Pergeseran antar Kegiatan dalam 1 (satu) Satker.
Pasal 5 ayat (3) huruf g
v 8. Pergeseran antar Kegiatan
dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kanwil DJPB.
Pasal 5 ayat (3) huruf h
Pengesahan v 9. Pergeseran antar Kegiatan
dan antar Satker dalam wilayah kerja Kanwil DJPB yang berbeda. Pasal 5 ayat (3) huruf i Pengesahan v 10. Penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA.
Pasal 31 v 11. Penambahan cara penarikan
PHLN/PHDN.
Pasal 32 Pengesahan v 12. Pergeseran anggaran
dalam rangka penyelesaian inkracht.
Pasal 33 v 13. Penggunaan dana output
cadangan.
Pasal 34 v 14. Penambahan/perubahan
rumusan kinerja.
Pasal 35 v 15. Perubahan komposisi
instrumen pembiayaan utang.
Pasal 36 v 16. Pergeseran anggaran dalam
satu subbagian anggaran BA BUN.
(55)
45 Pelaporan
No Uraian Revisi Kewenangan
Pasal DJA Kanwil DJPBN Esl. I KPA
17. Pergeseran anggaran dari BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke BA K/L.
Pasal 38 v 18. Pergeseran antar subbagian
anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN).
Pasal 39 v 19. Pergeseran anggaran dari
BA K/L ke BA BUN.
Pasal 40 v
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 7/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2014
Persyaratan umum perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap meliputi:
1. surat usulan revisi anggaran dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi);
2. SPTJM;
3. Usulan revisi DIPA; dan 4. ADK RKA-K/L DIPA.
(56)
46 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
Tabel 3.3. Daftar Revisi Anggaran karena Kesalahan Administrasi
No Uraian Revisi
Kewenangan
Pasal DJA Kanwil
DJPBN
1. Ralat kode akun sesuai kaidah akuntansi sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama.
Pasal 6 huruf a
v 2. Ralat kode Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN) dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 6 huruf b
v 3. Ralat kode Kantor Pelayangan Perbendaharaan
Negara (KPPN) dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.
Pasal 6 huruf c
v 4. Perubahan nomenklatur bagian anggaran dan/
atau Satker sepanjang kode tetap.
Pasal 6 huruf d
v 5. Ralat kode nomor register PHLN/PHDN. Pasal 6
huruf e
v 6. Ralat kode kewenangan. Pasal 6
huruf f v 7. Ralat kode lokasi dan lokasi KPPN dalam 1
(satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 6 huruf g
v 8. Ralat kode lokasi dalam wilayah kerja Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda dan lokasi KPPN dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 6 huruf h
v
9. Ralat kode lokasi dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.
Pasal 6 huruf i
v 10. Ralat kode Satker. Pasal 6
huruf j v 11. Ralat cara penarikan PHLN/PHDN. Pasal 6
huruf k
(57)
47 Pelaporan
No Uraian Revisi
Kewenangan
Pasal DJA Kanwil
DJPBN
12. Ralat pencantuman volume, jenis, dan satuan Keluaran yang berbeda antara RKA-K/L dan RKP atau hasil kesepakatan DPR-RI dengan pemerintah.
Pasal 6 huruf l
v 13. Ralat rencana penarikan dana atau rencana
penerimaan dalam halaman III DIPA.
Pasal 6 huruf m
v 14. Ralat pencantuman volume Keluaran dalam
DIPA.
Pasal 6 huruf n
v 15. Perubahan penjabat perbendaharaan. Pasal 6
huruf o
v Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 7/PMK.02/2014 tentang
Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2014
Persyaratan umum ralat administrasi meliputi:
1. surat usulan revisi anggaran dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi);
2. SPTJM;
3. usulan revisi DIPA; dan 4. ADK RKA-K/L DIPA.
(58)
(59)
49 Pelaporan
B
AB
4 P
ELAPORAN
D
alam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, setiap Entitas Pelaporan wajib menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang berkewajiban menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Entitas Pelaporan terdiri dari:1. Pemerintah pusat; 2. Pemerintah daerah;
3. Kementerian Negara/Lembaga; dan 4. Bendahara Umum Negara.
Entitas Pelaporan Kementerian Negara/Lembaga ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama suatu periode. Adapun Laporan Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian Kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD. Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur.
Setiap kuasa Pengguna Anggaran di lingkungan suatu Kementerian Negara/Lembaga merupakan Entitas Akuntansi. Bendahara Umum Daerah dan setiap Pengguna Anggaran di lingkungan pemerintah daerah merupakan Entitas Akuntansi. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan Pengguna Anggaran yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada Entitas Pelaporan.
(60)
50 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
A. Komponen Laporan Keuangan
Laporan Keuangan pemerintah pusat/daerah setidak-tidaknya terdiri dari: 1. Laporan Realisasi Anggaran;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas; dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan.
Adapun laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah setidak-tidaknya terdiri dari:
1. Laporan Realisasi Anggaran; 2. Neraca; dan
3. Catatan atas Laporan Keuangan.
Sementara itu, laporan Keuangan Bendahara Umum Negara/Daerah setidak-tidaknya terdiri dari:
1. Laporan Realisasi Anggaran; 2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas; dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan.
Penambahan unsur-unsur Laporan Keuangan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dan/atau oleh komite yang menyusun Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan Pemerintah.
Laporan Keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan SAP. Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah dihasilkan dari suatu Sistem Akuntansi Pemerintahan. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk
(61)
51 Pelaporan mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah.
Laporan Realisasi Anggaran, yang menjadi salah satu komponen laporan keuangan, menyajikan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang diperbandingkan dengan anggarannya dan dengan realisasi periode sebelumnya. Sementara neraca menyajikan aset, utang, dan ekuitas dana yang diperbandingkan dengan periode sebelumnya. Adapun Laporan Arus Kas menyajikan arus kas dari aktivitas operasi, arus kas dari aktivitas investasi aset non keuangan, arus kas dari aktivitas pembiayaan, dan arus kas dari aktivitas non anggaran yang diperbandingkan dengan periode sebelumnya.
B. Penyusunan Laporan Keuangan
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dan menyampaikannya kepada Presiden melalui Menteri Keuangan. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyusun Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan negara dan menyampaikannya kepada Presiden. Laporan Keuangan disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Untuk pelaksanaan pemeriksaan keuangan, Laporan Keuangan disampaikan pula kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
Menteri Keuangan menyusun Laporan Keuangan pemerintah pusat untuk memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Laporan Keuangan pemerintah pusat disusun berdasarkan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga serta laporan pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan negara. Laporan Keuangan disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden, untuk selanjutnya disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(62)
52 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan dan menyampaikannya kepada Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah menyusun Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan daerah dan menyampaikannya kepada gubernur/bupati/ walikota. Laporan Keuangan disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun Laporan Keuangan pemerintah daerah untuk disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota untuk memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Laporan Keuangan pemerintah daerah disusun berdasarkan Laporan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah serta laporan pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan daerah. Laporan Keuangan disampaikan oleh gubernur/bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Menteri/Pimpinan Lembaga memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap Laporan Keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga yang bersangkutan. (2) Laporan Keuangan yang telah disesuaikan bersama tembusan tanggapan disampaikan kepada Menteri Keuangan oleh menteri/pimpinan lembaga selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah laporan hasil pemeriksaan diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan untuk digunakan sebagai bahan penyesuaian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Menteri Keuangan atas nama pemerintah pusat memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap Laporan Keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan Laporan Keuangan pemerintah pusat serta koreksi lain berdasarkan SAP.
(63)
53 Pelaporan Gubernur/bupati/walikota memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap Laporan Keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah serta koreksi lain berdasarkan SAP. Berdasarkan Laporan Keuangan, Menteri Keuangan menyusun rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud disampaikan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Berdasarkan Laporan Keuangan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud disampaikan oleh gubernur/bupati/walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, untuk tingkat pemerintah provinsi disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, dan untuk tingkat pemerintah kabupaten/kota disampaikan kepada gubernur.
C. Laporan Kinerja
Laporan Kinerja, berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD. Bentuk dan isi Laporan Kinerja disesuaikan dengan bentuk dan isi rencana kerja dan anggaran sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintah terkait. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Kinerja dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Sementara Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Kinerja dan menyampaikannya kepada gubernur/bupati/walikota, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
(64)
54 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
Laporan Kinerja dihasilkan dari suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang diselenggarakan oleh masing-masing Entitas Pelaporan dan/atau Entitas Akuntansi. Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan Sistem Akuntansi Pemerintahan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah ditetapkan dalam Peraturan Presiden. Peraturan Presiden diusulkan oleh Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Menteri Dalam Negeri.
Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah setidak-tidaknya mencakup perkembangan keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD. Bentuk dan isi Laporan Kinerja disesuaikan dengan bentuk dan isi rencana kerja dan anggaran sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintah terkait. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Kinerja dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Laporan Kinerja disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Kinerja dan menyampaikannya kepada gubernur/ bupati/walikota, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Laporan Kinerja tersebut disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Laporan Kinerja dihasilkan dari suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang diselenggarakan oleh masing-masing Entitas Pelaporan dan/atau Entitas Akuntansi. Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan Sistem Akuntansi Pemerintahan.
(65)
55 Pelaporan Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah ditetapkan dalam Peraturan Presiden. Peraturan Presiden tersebut diusulkan oleh Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Menteri Dalam Negeri.
Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah setidak-tidaknya mencakup perkembangan keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD.
D. Suplemen Laporan Keuangan
Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah dilampiri dengan laporan keuangan BLU bentuk ringkas. Sementara Laporan Keuangan pemerintah pusat/daerah dilampiri dengan ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Negara/Daerah. Ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Negara/Daerah tersebut disusun oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota selaku wakil pemerintah pusat/daerah dalam kepemilikan kekayaan pemerintah pusat/daerah yang dipisahkan.
Untuk memenuhi ketentuan penyusunan ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Negara, menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah pusat selaku pengelola/pembina Perusahaan Negara wajib menyampaikan:
1. laporan keuangan Perusahaan Negara yang belum diaudit kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 1/2 (dua setengah) bulan setelah tahun APBN berakhir; dan
2. laporan keuangan Perusahaan Negara yang telah diaudit kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 5 1/2 (lima setengah) bulan setelah tahun APBN berakhir.
Untuk memenuhi ketentuan penyusunan ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Perusahaan
(66)
56 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi Daerah wajib menyampaikan:
1. laporan keuangan Perusahaan Daerah yang belum diaudit kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selambat-lambatnya 2 1/2 (dua setengah) bulan setelah tahun APBD berakhir; dan
2. laporan keuangan Perusahaan Daerah yang telah diaudit kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selambat-lambatnya 5 1/2 (lima setengah) bulan setelah tahun APBD berakhir.
Laporan Keuangan dapat dilampirkan ikhtisar dan/atau informasi tambahan non-keuangan yang relevan.
E. Pernyataan Tanggung Jawab
Laporan Keuangan tahunan Kementerian Negara/Lembaga/ Pemerintah Daerah/Satuan Kerja Perangkat Daerah disertai dengan pernyataan tanggung jawab yang ditandatangani oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah. Laporan Keuangan tahunan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang dialokasikan kepada Kementerian Negara/Lembaga, dan pemerintah daerah, disampaikan secara terpisah dan disertai dengan pernyataan tanggung jawab yang ditandatangani oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang menerima alokasi Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan tersebut.
Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud memuat pernyataan bahwa pengelolaan APBN/APBD telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan SAP.
(67)
57 Pelaporan
F. Laporan Keuangan dan Kinerja Interim
Kepala satuan kerja sebagai Kuasa Pengguna Anggaran di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja interim sekurang-kurangnya setiap triwulan kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja interim Kementerian Negara/Lembaga berdasarkan Laporan Keuangan dan Kinerja interim kuasa Pengguna Anggaran tersebut dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai Pengguna Anggaran/ kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja interim sekurang-kurangnya setiap triwulan kepada gubernur/bupati/ walikota, dilampiri dengan Laporan Keuangan dan Kinerja interim atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, dan tata cara penyampaian Laporan Keuangan dan Kinerja interim di lingkungan pemerintah pusat diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, dan di lingkungan pemerintah daerah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri.
G. Laporan Keuangan atas Pelaksanaan Kegiatan Dana
Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Dana Dekonsentrasi menyelenggarakan akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja sebagaimana berlaku bagi kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi tersebut kepada gubernur dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait. Gubernur menyiapkan Laporan Keuangan dan Kinerja gabungan berdasarkan laporan yang diterima dari Satuan Kerja Perangkat
(68)
58 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Dana Dekonsentrasi, dan selanjutnya menyampaikannya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga terkait serta kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Tugas Pembantuan menyelenggarakan akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja sebagaimana berlaku bagi kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat. Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan tersebut disampaikan kepada gubernur/bupati/ walikota dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait.
Gubernur/bupati/walikota menyiapkan Laporan Keuangan dan Kinerja gabungan berdasarkan laporan yang diterima dari Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Tugas Pembantuan dan selanjutnya menyampaikannya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga terkait serta kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.
Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan dilaporkan secara terintegrasi dalam Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Pengguna Anggaran yang bersangkutan. Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan akuntansi dan penyusunan Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
H. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara
Bendahara penerimaan/pengeluaran wajib menatausahakan dan menyusun laporan pertanggungjawaban atas uang yang dikelolanya dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD. Laporan pertanggungjawaban bendahara tersebut menyajikan informasi tentang saldo awal, penambahan, penggunaan, dan saldo akhir uang persediaan yang dikelolanya pada suatu
(1)
59
Pelaporan
periode. Laporan pertanggungjawaban bendahara disampaikan kepada Bendahara Umum Negara/Daerah atau Kuasa Bendahara Umum Negara/ Daerah, Menteri/Pimpinan Lembaga/gubernur/bupati/walikota, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara serta penyampaiannya untuk tingkat pemerintah pusat diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, dan untuk tingkat pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Gubernur/ Bupati/Walikota dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
I. Pengendalian Intern
Untuk meningkatkan keandalan Laporan Keuangan dan Kinerja, setiap Entitas Pelaporan dan Akuntansi wajib menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Dalam Sistem Pengendalian Intern tersebut harus diciptakan prosedur rekonsiliasi antara data transaksi keuangan yang diakuntansikan oleh Pengguna Anggaran/kuasa Pengguna Anggaran dengan data transaksi keuangan yang diakuntansikan oleh Bendahara Umum Negara/Daerah.
Aparat pengawasan intern pemerintah pada Kementerian Negara/ Lembaga/pemerintah daerah melakukan review atas Laporan Keuangan dan Kinerja dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan sebelum disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/bupati/ Walikota kepada pihak-pihak sebagaimana yang telah diatur.
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menunjuk aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan evaluasi eisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan serta Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan pada Pengguna Anggaran/kuasa Pengguna Anggaran yang bersangkutan.
(2)
60 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
J. Sanksi Administratif
Setiap keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat yang disebabkan oleh kesengajaan dan/atau kelalaian, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dapat memberi sanksi berupa penangguhan pelaksanaan anggaran atau penundaan pencairan dana.
Setiap keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan oleh Pengguna Anggaran/kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah daerah yang disebabkan oleh kesengajaan dan/atau kelalaian, kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku Bendahara Umum Daerah dapat memberi sanksi berupa penangguhan pelaksanaan anggaran atau penundaan pencairan dana.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan oleh Pengguna Anggaran/ kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan oleh Pengguna Anggaran/kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri. Sanksi tersebut tidak membebaskan kuasa Pengguna Anggaran dari kewajiban penyampaian Laporan Keuangan.
(3)
61
Target Penyerapan Tenaga Kerja dan Fisik
B
AB
5 T
ARGET
P
ENYERAPAN
T
ENAGA
K
ERJA
DAN
F
ISIK
M
elalui arah kebijakan dan strategi Kemnakertrans tahun 2011-2014, target penyerapan tenaga kerja dilaksanakan melalui berbagai Program Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja, dengan alokasi anggaran selama 5 (lima) tahun meliputi kegiatan:1. Peningkatan Pengembangan Pasar Kerja; 2. Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri;
3. Pembinaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri;
4. Perluasan Kesempatan Kerja dan Pengembangan Tenaga Kerja Sektor Informal;
5. Peningkatan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA); 6. Dukungan manajemen dan dukungan teknis Lainnya;
7. Inkubasi Bisnis dan Pengembangan Model Perluasan Kesempatan Kerja.
Indikator kinerja utama dari program ini adalah jumlah fasilitasi pelayanan penempatan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja, yang diukur melalui:
1. Jumlah bursa kerja yang memenuhi standar pelayanan umum;
2. Jumlah penempatan tenaga kerja melalui Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)/Antar Kerja Lokal (AKL), dan kelembagaan tenaga kerja; 3. Jumlah penempatan tenaga kerja khusus;
(4)
62 Ringkasan Panduan Mekanisme Penganggaran dan Revisi
5. Jumlah penganggur yang memperoleh pekerjaan sementara; 6. Jumlah wirausaha baru yang tercipta;
7. Jumlah terapan teknologi tepat guna di daerah yang bersinergi untuk perluasan kesempatan kerja;
8. Jumlah pemberdayaan pendampingan perluasan kesempatan kerja; 9. Jumlah kabupaten/kota yang menyelenggarakan program pengurangan
pengangguran sementara;
10. Analisis dan perizinan penggunaan TKA;
11. Jumlah wirausaha baru dan pendamping masyarakat yang mampu memanfaatkan potensi daerah.
(5)
63
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
(6)