Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) di Puskesmas Jagir Surabaya.

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

NORMAN ANDIKA NPM : 0541010052

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

SURABAYA 2010


(2)

berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Jagir Surabaya” ini dengan baik.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan , bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak selama proses penyelesaiannya, terutama kepada Ibu Dra.Diana Hertati, M.Si, Pembimbing Utama yang selalu memberikan masukan dan bimbingannya dari awal penulisan. Kepada Ibu Dra.Ertien Rining N, M.Si, Pembimbing Pendamping yang selalu memberikan masukan dan bimbingan dari awal penulisan. Penulis juga “wajib” mengucapkan terima kasih kepada mereka yang disebut berikut :

1. Ibu Dra.Ec.Hj.Suparwati , M.Si , Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional“Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak DR, Lukman Arif.M.Si, MSi Kepala Program Studi Administrasi Negara Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Seluruh Dosen Jurusan Administrasi Negara atas bimbingan dan didikannya selama ini.


(3)

7. Semua pihak yang selalu memberikan doa dan dukungan buat-ku“THANKS A LOT” for all

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini,oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari para pembaca. Semoga,skripsi ini dapat memberikan manfaat dari penulis dan khususnya bagi para pembaca.

Surabaya , Juni 2010


(4)

Penelitian ini merupakan jenis penelitian secara deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini didasarkan pada adanya fenomena dimana masih ditemukan adanya beberapa kendala mekanisme dalam pelaksanaan Jamkesmas di kota Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Jagir surabaya, dimana Puskesmas Jagir merupakan Puskesmas unggulan karena merupakan salah satu Puskesmas dengan fasilitas yang cukup lengkap yaitu:rawat inap kamar bersalin, rawat jalan yang meliputi pengobatan umum, pengobatan gigi, pengobatan Ibu dan anak, Laboratorium, dan pelayanan obat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) di Puskesmas Jagir Surabaya.

Teori yang digunakan adalah teori implementasi yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan Program Jamkesmas, teori kualitas pelayanan yang digunakan untuk mengukur tingkat kualitas pelayanan di Puskesmas Jagir.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi wawancara, dan menganalisa data yang terdapat pada arsip dan dokumentasi foto pada kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat di Puskesmas jagir.

Hasil dari penelitian ini, pelaksanaan program Jamkesmas di Puskesmas Jagir sesuai dengan tujuan yaitu biaya pelayanan, cakupan pelayanan, kualitas pelayanansudah dilaksanakan dengan cukup baik, kendala dalam proses pelayanan yaitu kurangnya petugas, dan kurangnya kebersihan fasilitas di Puskesmas jagir.

Kesimpulan hasil penelitian ini secara keseluruhan adalah pelaksanaan Program Jamkesmas di Puskesmas Jagir sudah terimplementasi sesuai dengan tujuan yang terdapat pada keputusan Menteri Kesehatan No 125/MENKES/SK/II/2008 tentang pedoman penyelenggaran Program Jaminan Kesehatan Masyarakat yaitu meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif sehingga tercipta masyarakat miskin yang sehat dan produktif untuk menunjang program pengentasan kemiskinan.


(5)

Masalah kemiskinan merupakan masalah yang selalu ada pada setiap Negara, meskipun zaman telah memasuki era globalisasi namun tidak dapat dipungkiri masalah kemiskinan selalu menjadi penghambat kemajuan tiap – tiap Negara. Permasalahan kemiskinan tidak hanya terdapat di Negara-negara berkembang saja bahkan di Negara maju juga mempunyai masalah dengan kemiskinan. Kemiskinan tetap menjadi masalah yang rumit, walaupun fakta menunjukan bahwa tingkat kemiskinan di Negara berkembang jauh lebih besar dibanding dengan Negara maju. Hal ini dikarenakan Negara berkembang pada umumnya masih mengalami persoalan keterbelakangan hampir di segala bidang, seperti teknologi, kurangnya akses-akses ke sektor ekonomi, dan lain sebagainya.

Dengan melihat dari sisi Negara berkembang salah satunya adalah Negara Indonesia, percapaian pembangunan manusia di Indonesia masih tertinggal dengan Negara-negara tetangga Indonesia berada pada tingkat menengah dalam pembangunan manusia global (medium human development). Negara Indonesia yang pada saat ini masih berada pada tahap pemulihan restrukturisasi di bidang ekonomi dan juga perubahan-perubahan di bidang sosila politik. Dalam proses ini tidak dapat dihindari semakin meluasnya kesenjangan antar kelompok, juga antara daerah yang


(6)

kaya dan daerah yang miskin, terutama kesenjangan index pembangunan manusia (IPM) yang mencakup tentang masalah kemiskinan (www.wikipedia.com)

Sejak awal kemerdekaan Bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat adil dan makmur, sebagaimana termuat dalam alinea ke empat Undang – Undang Dasar 1945. Program – program yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar pada upaya pengentasan kemiskinan, karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus menerus menjadi masalah yang berkepanjangan. Untuk mengurangi dampak – dampak kemiskinan, ada beberapa program – program pengentasan kemiskinan yang dilakukan Pemerintah yaitu : (1). Program Impres Desa Tertinggal yaitu suatu program yang dilakukan dengan cara memberi bantuan kepada masyarakat miskin yang tidak memiliki modal awal untuk mengembangkan usaha yang berlokasi di desa tertinggal, (2). Program Taksra dan Kukesra yaitu program yang diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak berlokasi di desa tertinggal, bantuan yang diberikan sifatnya hanya merangsang masyarakat miskin untuk menabung dan selanjutnya melakukan usaha, bantuan yang diberikanpun berupa tabungan dan pinjaman., (3) Program Jaringan Pengaman Sosial yaitu program yang dilakukan dalam rangka menyelamatkan rakyat dari deraan krisis, sifatnya


(7)

darurat dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan, menciptakan lapangan pekerjaan, mengembangkan usaha kecil dan menengah, dan melindungi sosial masyarakat dalam pelayanan dasar khususnya kesehatan dan pendidikan (Sulistiyani,2004:137).

Dampak kemiskinan dapat dikaitkan dengan bermacam –macam hal yaitu salah satunya adalah kesehatan dan penyakit. Kesehatan dan penyakit adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari permasalahan kemiskinan, kecuali dilakukan intervensi pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau penyakitnya. Kemiskinan mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit, karena mereka mengalami gangguan seperti menderita gizi buruk, pengetahuan kesehatan berkurang, perilaku kesehatan kurang, lingkungan pemukiman yang buruk, biaya kesehatan tidak tersedia. Sebaliknya kesehatan juga mempengaruhi kemiskinan, masyarakat yang sehat menekan kemiskinan karena orang yang sehat memiliki kondisi tingkat pendidikan yang maju, stabilitas ekonomi mantap, investasi dan tabungan memadai sehingga orang yang sehat dapat menekan pengeluaran untuk berobat.

( www.jpkm-online.net)

Undang –Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang – Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap


(8)

kesehatannya, dan Negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi ( AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per kelahiran hidup dan AKI sebesar 24,8 per 100.000 kelahiran hidup serat Umur Harapan Hidup 70,5 Tahun (BPS 2009).

Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya askes dalam pelayanan kesehatan. Kesulitan askes pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal. Seperti yang telah dijelaskan diatas, terdapat beberapa contoh program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah salah satunya adalah bertujuan untuk memberi perlindungan sosial masyarakat dalam pelayanan dasar khusunya kesehatan dan pendidikan, sehubungan dengan hal itu maka untuk menjamin askes penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang – Undang Dasar 1945, sejak tahun 2005 telah diupayakan untuk mengatasi hambatan dan kendala tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Misakin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes/SK/XI/2004, tentang penugasaan kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini terus diupayakan untuk


(9)

ditingkatkan melalui perubahan – perubahan setiap tahun. Perubahan mekanisme yang paling mendasar adalah adanya pemisahan peran pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif paket Jaminan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit, penempatan pelaksana verifikasi di setiap Rumah Sakit, pembentukan Tim Pengelola dan Tim Koordinasi tingkat Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta penugasan PT Askes (Persero) dalam manajemen kepesertaan, untuk menghindari kesalah pahaman dalam penjaminan kesehatan terhadap masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin, program Askeskin berganti nama menjadi JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT yang selanjutnya disebut JAMKESMAS dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran yang telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. (www.jpkm-online.net)

Saat ini sasaran Jamkesmas di seluruh Indonesia sebesar 76,4 juta jiwa keluarga miskin, sedangkan kuota Provinsi Jawa Timur sebesar 10.710.051 jiwa dan Kota Surabaya sebesar 458.622 jiwa. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ini mulai diberlakukan per Tanggal 1 Juli 2008. Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) ini diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang diberikan pemerintah Propinsi Jawa Timur.(www.jpkm-online.net)


(10)

Jaminan Kesehatan Masyarakat ini sendiri dibedakan menjadi 2 jenis yaitu Jamkesmas Kuota yaitu yang sudah ditetapkan oleh Menteri yaitu untuk wilayah Surabaya sebesar 458.662 jiwa, dalam pelaksanaannya masyarakat miskin yang sudah terdata oleh Pemerintah akan mendapatkan kartu Jamkesmas yang dapat digunakan di Puskesmas atau umah Sakit yang telah di tunjuk oleh Pemerintah. Sedangkan untuk Jamkesmas non kuota dapat digunakan oleh masyarakat miskin yang tidak terdaftar oleh Pemerintah dalam Jamkesmas Kuota yang sudah memiliki Surat Keterangan Miskin (SKM) yang harus diterbitkan oleh lurah sesuai dengan wilayah tinggal masing – masing. Kepala seksi Jaminan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Surabaya, Marisulis Setyowati menegaskan bahwa Surat Keterangan Miskin merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan Jamkesmas Non Kuota. Kemudian juga harus melampirakan fotokopi KTP atau KSK dan rujukan dari Puskesmas yang berisi diagnosa dokter, tanggal, nama Puskesmas dan nama dokter.(www.surabaya-ehealth.org).

Namun dalam pelaksanaannya Jamkesmas yang telah dijalankan sejak tanggal 1 Juli 2008 dikhawatirkan akan menimbulkan beberapa permasalahan sosial karena Jamkesmas berbeda dengan Askeskin. Pada saat program Askeskin segala bentuk identitas Gakin seperti kartu PKPS-BBM, kartu JPS, kartu sehat, Kartu Identitas Keluarga Miskin (KIKM) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) masih dapat digunakan untuk mendapat pelayanan kesehatan di RS milik Pemerintah dengan


(11)

biaya dari Pemerintah pusat. Tetapi dalam pelaksanaan Jamkesmas, hanya Gakin yang masuk dalam daftar Jamkesmas yang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit milik Pemerintah.

Pada Program Jamkesmas, Gakin yang telah masuk dalam kuota akan mendapat kartu Jamkesmas yaitu untuk wilayah Kota Surabaya sebesar 458.622 jiwa, sedangkan untuk kartu lainnya sudah tidak berlaku lagi. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dr. Iwan Muljono sudah terdapat database 10.710.051 nama dan alamat Gakin di setiap RS milik Pemprov Jawa Timur yaitu RSU Dr. Soetomo Surabaya, RS Saiful Anwar Malang, RSJ Menur Surabaya, RSU Haji dan RSU Dr. Soedono Madiun. Gakin yang tidak masuk kuota Jamkesmas akan dilayani sebagai pasien umum. ”Mulai 1 Juli 2008 hanya Gakin yang mempunyai kartu Jamkesmas yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang pembiayaannya akan dibayar melalui APBN,” ujar dr. Iwan. Sedangkan menurut Dr. Slamet Riyadi Yuwono, DTMH & H., MARS selaku direktur RSU Dr. Soetomo mengatakan jumlah kuota Gakin yang telah ditetapkan membuat Rumah Sakit berada dalam posisi yang serba sulit. Apabila pihak Rumah Sakit memberikan pelayanan melebihi kuota, Departemen Kesehatan tidak menanggung biaya dan menyerahkan tanggungan biaya tersebut kepada Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kota. ”Diharapkan kesadaran Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Kota untuk dapat membiayai warganya yang masuk dalam kriteria Gakin tetapi berada di luar kuota Jamkesmas”, lanjut dr. Slamet. (www.jpkm-online.net)


(12)

Berdasarkan kuota Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan dalam Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas 2008, Bupati/Walikota menetapkan peserta Jamkesmas dalam Surat Keputusan, apabila jumlah Jamkesmas yang ditetapkan melebihi dari jumlah kuota yang telah ditentukan maka kelebihan kuota tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah setempat.

Bagi Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Kota yang belum menetapkan jumlah nama dan alamat masyarakat miskin secara lengkap diberikan waktu sampai dengan akhir Juni 2008. Apabila sampai batas waktu tersebut Pemerintah Daerah belum dapat menetapkan sasaran Gakinnya, maka terhitung mulai tanggal 01 Juli 2008 Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di wilayah tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah setempat.(www.surabaya-ehealth.org)

Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala mekanisme dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat yakni Surat Keterangan Miskin yang masih salah, sehingga dalam peaksanaannnya surat tersebut tidak bisa digunakan sebagai rujukan ke beberapa Puskesmas atau Rumah Sakit yang masuk dalam daftar pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Surat Keterangan Miskin adalah syarat mutlak seorang pasien untuk mendapatkan pelayanan Jamkesmas. Namun sejauh ini, Surat Keterangan Miskin masih menjadi masalah karena keterbatasan pengetahuan masyarakat, sehinnga untuk mendapatkan pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat yang telah


(13)

disediakan terkesan sulit. Ditegaskan Marisulis lebih lanjut penting juga masyarakat memperhatikan tata cara untuk mendapatkan Surat Keternagan Miskin yaitu, Pertama, Surat Keterangan Miskin harus diterbitkan oleh lurah sesuai dengan wilayah kerja masing – masing berdasarkan permohonan masyarakat. Selanjutnya, Surat Keterangan Miskin hanya bisa berlaku untuk satu orang anggota keluarga serta masa berlaku kartu Surat Keterangan Miskin 3 bulan dan dapat diperpanjang setiap 3 bulan sekali.(www.surabaya-ehealth.org)

Meskipun program – program kemiskinan telah dilaksanakan , pada kenyataannya di lapangan program – program tersebut banyak mengalami kendala. Ini berkaitan dengan sulitnya menghapus garis kemiskinan penduduk, sehingga banyak jumlah masyarakat yang tergolong miskin. Salah satu prasyarat keberhasilan program – program sangat tergantung pada ketepatan pengidentifikasian target group dan target area (Faisal Basri 1995 : 103)

Seperti yang diberitakan, masih banyak masalah – masalah lain dalam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat khususnya di Surabaya, salah satunya ditemui pada saat sidak yang dilakukan oleh anggota Komisi D anggota DPRD Surabaya Bhaktiono (Selasa,27/01/2010), masih ada beberapa pasien miskin yang memanfaatkan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat masih ditarik sejumlah pungutan administrasi. Seperti yang dialami Sumiarsih (36), warga Kaliasari Sayang Gg 9/4 Surabaya ini masih harus membayar Rp


(14)

171.000 untuk pengobatan gigi anaknya. Padahal, kartu Jamkesmas sudah ditunjukkan kepada petugas rumah sakit milik pemerintah tersebut. Berdasarkan wawancara, Sumiarsih mengatakan :

"Saya gak tahu pembayaran uang itu untuk apa," tukas ibu muda ini, kepada wartawan. (www.surya.com,desember 2009 )

Hal yang sama juga dialami Fatimah. Untuk pengobatan anak keduanya yang bernama Nikmatul (1), ia harus merogoh koceknya sebesar Rp 200 ribu. Padahal, kartu Jamkesmas sudah ia kantongi sejak tahun lalu. Berdasarkan wawancara, Fatimah mengatakan :

"Punya, tapi waktu saya masuk rumah sakit ini malam hari. Jadi kantor rumah sakit sudah tutup," kata warga Tenggumung, Kenjeran itu.(www.surya.com,desember 2009)

Melihat fakta itu, Bhaktiono menilai kalau selama ini pemkot kurang berhasil menerapkan program Jamkesmas. "Jelas penarikan sejumlah uang kepada pasien miskin dengan berbagai alasan itu jelas tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar polisi PDIP ini.. Sementara itu, pihak Rumah Sakit sendiri saat dikonfirmasi mengatakan bahwa penarikan sejumlah uang yang dilakukan oleh petugas rumah sakit kepada pasien miskin bukan kesalahan patugas secara murni. (www.surya.com).

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ini bersifat berjenjang dan Nasional, berjenjang berarti pelayananya berjenjang mulai Puskesmas, Rumah Sakit tipe B/C, kemudian Rumah Sakit tipe A, namun untuk pasien


(15)

yang sifatnya emergenci bisa dirujuk langsung ke Rumah Sakit tipe A. Sedangkan Nasional berarti bagi masyarakat pemegang kartu Jamkesmas dapat digunakan dimana saja, tidak terbatas pada wilayah ia tinggal saja. Namun ternyata dalam pelaksaanaan pelayanannya masih menimbulkan beberapa kendala di lapangan. Masyarakat miskin yang termasuk dalam database BPS (Badan Pusat Statistik) akan mendapatkan kartu Jamkesmas yang telah tercantum nama dan alamat pemegang kartu (by name by addres). Dengan kartu tersebut, pasien yang akan berobat seluruh biaya pengobatannya akan ditanggung oleh negara, tetapi pengobatannya harus dilaksanakan berjenjang mulai dari Puskesmas, RS tipe C / B kemudian di RS tipe A.

”Puskesmas jangan takut untuk memberi rujukan kepada pasien miskin, meskipun berasal dari luar kota Surabaya, asalkan mempunyai kartu Jamkesmas maka tetap dapat memperoleh rujukan ke Rumah Sakit,” jelas Marisulis Setyowati, SKM, Kepala Seksi Jaminan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Sedangkan pada masyarakat yang menggunakan Jamkesmas Non Kuota pasien tersebut harus melampirkan SKM (Surat Keterangan Miskin) untuk dapat memperoleh pelayanan Jamkesmas Non Kuota.

”Apabila terdapat SKM atas nama suami tetapi yang sakit istrinya, maka harus dilampirkan KTP istri dan KSK yang membuktikan bahwa pasien tersebut merupakan istri pemegang SKM itu,” jelas Sulis, sapaan akrabnya, Kepala Seksi Jaminan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Puskesmas dalam Program Jamkesmas ini adalah instansi yang berperan penting dalam pelaksanaan pelayanan Jamkesmas karena melalui


(16)

Puskesmaslah pasien dapat menggunakan fasilitas Program Jamkesmas baru kemudian diarahkan untuk dirujuk ke Rumah Sakit apabila membutuhkan penanganan yang lebih serius. Apabila Puskesmas masih menemui kendala dalam pelaksanaan Jamkesmas maka bagaimana Program ini akan berjalan dengan baik.

Sesuai dengan tujuan Jaminan Kesehatan Masyarakat menurut Dinas Kesehatan yaitu Meningkatkan askes dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Dengan tujuan khusus untuk meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit, lalu untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin serta terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Sesuai masalah – masalah dalam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat yang telah di jelaskan diatas khususnya dalam wilayah Kota Surabaya. Dan juga, dalam hal ini peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Puskesmas Jagir Surabaya, dimana Puskesmas Jagir merupakan Puskesmas unggulan karena merupakan salah satu puskesmas denagn fasilitas yang cukup lengkap, mulai dari Unit Gawat Darurat, fasilitas rawat inap, dan fasilitas bersalin, dengan predikat unggulan itu maka


(17)

peneliti ingin mengetahui apakah Program Jamkesmas di Puskesmas Jagir juga dilakukan sesuai dengan program Pemerintah.

1.2 Permusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

“ Bagaimana Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas ) di Puskesmas Jagir Surabaya? “

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas ) di Puskesmas Jagir Surabaya.

1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

1. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Relevansi yang diharapkan dari penelitian ini untuk Program Studi Ilmu Administrasi Negara adalah mengenai kebijakan publik. Kebijakan publik adalah suatu keputusan yang di buat oleh pemerintah yang terkait dengan lingkungannya dan mempunyai hasil akhir untuk dicapai.


(18)

2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan Puskesmas Jagir

Untuk bahan pertimbangan dan evaluasi sejauhmana Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas ) di Wilayah Kerja Puskesmas Jagir.

3. Bagi Penulis.

Untuk menambah ilmu pengetahuan sekaligus menambah wawasan secara nyata sehingga dapat dijadikan bahan referensi yang berharga bagi penulis.


(19)

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah di lakukan oleh pihak lain yang dapat di pakai sebagai bahan pengkajian yang berkaitan dengan Implementasi Pembagian Raskin (Studi Tentang Pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Gunung Anyar Kelurahan Gunung Anyar, Surabaya) adalah sebagai berikut :

1.Kiky Christina Manopo (2004) dari Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang dalam skripsinya yang berjudul “Program Pendistribusian Raskin sebagai Upaya Meringankan Beban Kemiskinan”(Studi tentang Prosedur Sub Divisi Regional I Surabaya).

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan prosedur pendistribusian Raskin yang dijadikan acuan oleh Sub Divisi Regional I Surabaya Utara sebagai salah satu unit operasi di bawah Bulog yang menyelenggarakan usaha logistic pangan pokok yang bermutu bagi masyarakat serta bertugas untuk menyediakan dan mendistribusikan Raskin sampai ke titik distribusi.

Untuk memahami hal tersebut dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun yang menjadi fokus penelitian ini adalah prosedur pendistribusian Raskin oleh Sub Divisi Regional I Surabaya Utara, kendala atau penyimpangan yang terjadi dalam pendistribusian Raskin beserta upaya-upaya yang dilakukan untuk mengantisipasinya dan bagaimana keberhasilan Sub Divisi Regional I Surabaya Utara dalam pendistribusian Raskin di Kota Surabaya.


(20)

Penelitian ini di laksanakan di Perum Bulog Sub Divisi Regional I Surabaya Utara yang di jalan raya Bandara Juanda Sidoarjo, dengan teknik pengumpulan data yaitu pengamatan, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendistribusian Raskin oleh Sub Divisi Regional I Surabaya Utara sudah di lakukan dengan benar karena sesuai prosedur yang di tetapkan Bulog dan pada dasarnya prosedur yang di terapkan Sub Divisi Regional I Surabaya Utara tersebut sudah tepat, jelas dan tidak berbelit-belit, namun akan lebih baik lagi jika dalam prosedur distribusi tersebut di terapkan tanggal dilaksanakannya distribusi beras serta tanggal batas akhir pembayaran Raskin setiap bulannya. Sehingga penerima manfaat dapat mempersiapkan biaya pembelian beras Raskin labih dini, yang akhirnya dapat mencegah atau meminimalisir terjadinya tunggakan yang dapat merugikan pihak Sub Divisi Regional/Divisi Regional/Bulog maupun para penerima manfaat.

Perbedaan dan persamaan penelitian ini antara lain untuk perbedaan dalam penelitian ini yang pertama yaitu tujuan penelitian, dimana dalam penelitian terdahulu terdapat tujuan penelitian untuk menggambarkan prosedur pendistribusian Raskin yang di jadikan acuan oleh Sub Divisi Regional I Surabaya Utara, sedangkan dalam penelitian sekarang terdapat tujuan penelitian untuk mendeskripsikan pelaksanaan program Raskin di Kelurahan Gunung Anyar Kecamatan Gunung Anyar Surabaya dan untuk mengetahui pelaksanaan program Raskin yang tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi, tepat kualitas.. Perbedaan yang kedua yaitu fokus penelitian, dimana dalam penelitian terdahulu terdapat fokus penelitian tentang prosedur


(21)

pendistribusian Raskin oleh Sub Divisi Regional I Surabaya Utara. Kendala atau penyimpangan yang terjadi dalam pendistribusian Raskin di Kota Surabaya, sedangkan dalam penelitian sekarang terdapat fokus penelitian yang sesuai dengan Pedum Raskin 2010 dengan tercapainya target 6T yaitu tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi, tepat kualitas. Perbedaan yang ketiga yaitu lokasi penelitian yang berada di Perum Bulog Sub Divisi Regional I Surbaya Utara, sedangkan dalam penelitian yang sekarang terdapat lokasi penelitian yang berada di Kelurahan Gunung Anyar Kecamatan Gunung Anyar, Surabaya. Untuk persamaan dalam penelitian ini yang pertama yaitu jenis penelitian, dimana yang sama-sama menggunakan metode kualitatif. Persamaan yang kedua yaitu teknik pengumpulan data, dimana sama-sama dilakukan dengan cara pengamatan, wawancara dan dokumentasi.

2. Dariawan Lenna (2002) dari Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya dalam skripsinya yang berjudul “Program Pemenuhan Kebutuhan Pangan bagi Warga Miskin” (Studi Implementasi Program Raskin Kecamatan Sawahan dan Kecamatan Tambak Sari Surabaya).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Program Raskin dan faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap Implementasi Program Raskin.

Jenis penelitian ini yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Lokasi yang ditetapkan adalah wilayah Surabaya dengan mengambil sample di wilayah Kecamatan Sawahan dan Tambaksari Surabaya dengan pertimbangan wilayah tersebut menjadi wilayah yang mendapat subsidi Raskin terbesar.


(22)

Sedangkan untuk pengumpulan data diperoleh dengan cara pengamatan, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejauh ini Implementasi Program Raskin di Surabaya khususnya di Kecamatan Sawahan dan Tambaksari masih dinilai belum maksimal dan tingkat keberhasilan sekitar 70% sampai 80% karena masih banyak kekurangan diantaranya pada tingkat sosialisasi intensitasnya karena hanya dilakukan sekali, persiapan data masih jauh dari keadaan di lapangan, keterlibatan lembaga seperti LSM juga kurang karena hanya melibatkan satu LSM saja untuk monitoring dan evaluasinya. Selain itu komunikasi antar kelompok sasaran dan pelaksana juga kurang karena hanya dilakukan dalam bentuk rapat koordinatif saja. Walaupun sikap pelaksana mendukung dan kelompok sasaran menerima program ini dengan baik karena dengan adanya program Raskin ini manfaat yang diterima warga miskin adalah pengeluaran sehari-hari untuk kebutuhan beras menjadi 50% lebih hemat tetapi perlu adanya perbaikan dan modifikasi program agar warga miskin tidak hanya sebagai penerima subsidi pasif tetapi lebih diberdayakan.

Perbedan dan persamaan penelitian ini antara lain untuk perbedaan dalam penelitian ini yang pertama yaitu tujuan penelitian, dimana penelitian terdahulu terdapat tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap Implementasi Program Raskin. Sedangkan penelitian sekarang terdapat tujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisa pelaksanaan program Raskin di Kecamatan Gunung Anyar dan untuk mengetahui pelaksanaan program Raskin yang sesuai dengan Pedum Raskin 2010 (tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga,


(23)

tepat waktu, tepat administrasi, tepat kualitas). Perbedaan yang kedua yaitu lokasi penelitian, dimana dalam penelitian terdahulu terdapat lokasi yang berada di Kecamatan Sawahan dan Tambaksari Surabaya, sedangkan dalam penelitian sekarang terdapat lokasi penelitian yang berada di Kelurahan Gunung Anyar Kecamatan Gunung Anyar, Surabaya. Untuk persamaan dalam penelitian ini yang pertama yaitu jenis penelitian, dimana yang sama-sama menggunakan metode kualitatif. Persamaan yang kedua yaitu sama-sama untuk mengetahui implementasi program Raskin. Persamaan yang ketiga yaitu pengumpulan data, dimana yang sama-sama dilakukan dengan cara pengamatan, wawancara dan dokumentasi.

2.2. Landasan Teori

Di dalam cara berpikir secara ilmiah, teoti sangat dibutuhkan sekali sebagai tolok ukur berpikir maupun bertindak karena teori merupakan suatu kebenaran yang sudah dibuktikan kebenarannya, walaupun mempunyai keterbatasan waktu dan tempat. Adapun tujuan landasan teori ini adalah untuk memberikan suatu landasan berpikir pada penulis dalam usahanya untuk mencari kebenaran yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas, dimana hasilnya belum mampu dijadikan sebagai pegangan dalam hubungannya dengan masalah yang dihadapi. Untuk itulah dalam bab ini penulis ketengahkan teori-teori yang berhubungan dengan masalah-masalah yang ada sebagai berikut :


(24)

2.2.1. Kebijakan Publik

2.2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

Jenkins dalam wahab (2004 : 4) mengatakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik berkenan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan itupada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.

Eyestone dalam Winarno (2002 : 15) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah hubungan suatu pemerintah dengan lingkungannya.

Dye dalam Islamy (2003 : 18) kebijakan publik mempunyai arti apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas bahwa kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik berkenan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya, adanya hubungan suatu pemerintah dengan lingkungannya dan apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.

2.2.1.2. Sifat Kebijakan Publik

Winarno (2002 : 19) sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci beberapa kategori sebagai berikut :


(25)

1) Tuntutan-tuntutan kebijakan

Adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik.

2) Keputusan kebijakan

Adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik.

3) Pernyataan-pernyataan kebijakan

Adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi (penjelasan) kebijakan publik.

4) Hasil-hasil kebijakan

Adalah manifestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan.

5) Dampak-dampak kebijakan

Adalah akibat-akibatnya bagi masyarakat baik yang diinginkan atau tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidaknya adanya tindakan pemerintah.

2.2.1.3. Tahap-tahap Kebijakan Publik

Winarno (2002 : 28) proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang komplek karena melibatkan banyak poses maupun variabel yang harus dikaji.


(26)

Oleh karena itu kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tahap-tahap kebijakan publik sebagai berikut :

1) Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.

2) Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian di bahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari masalah terbaik.

3) Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4) Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan.


(27)

5) Tahap penilaian kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah.

2.2.2. Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin)

Sesuai dengan Pedum Raskin 2010, ada beberapa istilah-istilah yang berkaitan dengan program Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin), yaitu :

a. Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin)

Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) adalah program pemerintah dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin mlalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 156 kg/RTS/Tahun atau setara dengan 13 kg/RTS/Bulan dengan harga Rp 1600,-/kg netto di titik distribusi.

b. Satuan Tugas (Satgas)

Satuan Tugas (Satgas) adalah unit kerja yang dibentuk Kadivre atau Kasubagdivre Perum Bulog yang bertugas mengangkut dan menyerahkan beras kepada pelaksana distribusi akhir dan terdiri dari pegawai Perum Bulog dan di luar Perum Bulog yang ditetapkan.

c. Titik Distribusi

Titik Distribusi adalah tempat di desa/kelurahan yang dapat dijangkau keluarga sasaran penerima manfaat atau jika lokasi sulit dijangkau dapat ditentukan di tempat lain yang disepakati secara tertulis antara Pemda


(28)

dengan Divre/Subdivre/Kanlog sebagai tempat penyerahan beras oleh Satgas Raskin kepada pelaksana distribusi.

d. Pelaksana Distribusi Raskin

Pelaksana distribusi Raskin adalah kelompok kerja di titik distribusi atau warung desa atau kelompok masyarakat yang ditetapkan oleh kepala desa/lurah/ yang diberi tugas menerima beras dari satker raskin dan menjual/menyerahkan kepada RTS-PM Raskin di titik distribusi serta menyetorkan uang Harga Penjualan Beras (HPB) kepada Satker Raskin atau menyetor ke rekening HPB BULOG yang ditetapkan.

e. Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat Raskin

Rumah tangga sasaran penerima manfaat raskin adalah RTS hasil pendataan PPLS 08 BPS di desa/kelurahan yang berhak menerima Raskin dan/atau hasil musyawarah desa/kelurahan yang dimasukkan dalam Daftar Penerima Manfaat-1 yang ditetapkan oleh kepala desa/lurah dan disahkan oleh camat.

Sesuai dengan Pedoman umum Raskin 2010, terdapat indikator kinerja pelaksanaan program Raskin sebagai berikut :

a. Tepat Sasaran Penerima Manfaat

Raskin hanya diberikan kepada rumah tangga sasaran penerima manfaat Raskin hasil musyawarah Desa/Kelurahan yang terdaftar dalam daftar penerima manfaat (DPM-1).


(29)

b. Tepat Jumlah

Jumlah beras Raskin yang merupakan hak rumah tangga sasaran penerima manfaat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu 156kg/RTS/Tahun atau setara dengan 13kg/RTS/Bulan

c. Tepat Harga

Harga tebus Raskin adalah sebesar Rp. 1600/kg netto di titik distribusi. d. Tepat Waktu

Waktu pelaksanaan distribusi beras kepada rumah tangga sasaran penerima manfaat sesuai dengan jadwal rencana distribusi yang disusun oleh Tim Raskin dan disahkan oleh Bupati/Walikota setempat.

e. Tepat Administrasi

Terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar, lengkap, dan tepat waktu.

f. Tepat Kualitas

Terpenuhinya persyaratan kualitas beras sesuai dengan standar kualitas beras Bulog.

2.2.3. Implementasi Kebijakan

2.2.3.1. Pengertian Implementasi Kebijakan

Webster dalam Wahab (2004 : 64) menyatakan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan.

Pressman dan Wildavsky dalam Tangkilisan (2003 : 17) mengatakan bahwa implementasi kebijakan diartikan sebagai interaksi antara penyusunan


(30)

tujuan dan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut atau kemampuan untuk menghubungkan antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya.

Meter dan Horn dalam Winarno (2005 : 102), membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan lainnya.

Jadi dapat disimpulkan implementasi kebijakan adalah Proses melaksanakan keputusan kebijakan yang telah ditetapkan tujuannya.

2.2.3.2. Sumber-sumber Implementasi Kebijakan

Winarno (2002 : 132) perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan maka implementasi ini cenderung tidak efektif. Dengan demikian sumber-sumber dapat merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumber-sumber yang penting meliputi :

a. Staf

Sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan adalah staf. Ada satu hal yang harus diingat adalah bahwa jumlah tidak selalu mempunyai efek positif bagi implementasi kebijakan. Hal ini berarti bahwa jumlah staf yang banyak tidak secara otomatis mendorong


(31)

implementasi yang berhasil. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kecakapan yang dimiliki oleh para pegawai pemerintah atau staf, namun di sisi yang lain kekurangan staf juga akan menimbulkan persoalan yang pelik menyangkut implementasi kabijakan yang efektif.

b. Informasi

Informasi merupakan sumber penting yang kedua dalam implementasi kebijakan. Informasi mengenai program-program adalah penting terutama bagi kebijakan-kebijakan yang melibatkan persoalan-persoalan teknis. c. Wewenang

Sumber lain yang penting dalam pelaksanaan adalah wewenang. Wewenang ini akan berbeda-beda dari satu program ke program yang lain, serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda.

d. Fasilitas-fasilitas

Fasilitas fisik mungkin pula merupakan sumber-sumber yang penting dalam implementasi. Seorang pelaksana mungkin mempunyai alat yang memadai, mungkin memahami apa yang harus dilakukan, dan mungkin mempunyai wewenang untuk melakukan tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai kantor untuk melakukan koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa perbekalan maka besar kemungkinan implementasi yang direncanakan tidak akan berhasil.


(32)

2.2.3.3 Keberhasilan dan Kegagalan Implementasi Kebijakan

Keberhasilan dan kegagalan implementasi dapat dilihat dari terjadinya kesesuaian antara pelaksanaan dengan disiplin, tujuan dan sasaran itu sendiri. a). Keberhasilan implementasi kebijakan

Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003 : 21) menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program dan ditinjau dari tiga faktor, yaitu :

1. Perspektif kepatuhan yang mengukur implementasi kebutuhan aparatur pelaksana.

2. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya persoalan.

3. Implementasi yang berhasil mengarah pada kinerja yang memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan. b). Kegagalan implementasi kebijakan

Peters dalam Tangkilisan (2003 : 22) mengatakan implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor, yaitu :

1. Informasi

Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang kurang tepat baik kepada obyek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari kebijakan yang akan dilaksanakannya dan hasil-hasil dari kebijakan itu.

2. Isi Kebijakan

Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau kebijakan atau ketidaktepatan dan ketidaktegasan intern ataupun ekstern


(33)

atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yang sangat berarti atau adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu. 3. Dukungan

Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pelaksanaannya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.

4. Pembagian Potensi

Hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para aktor implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan diferensiasi tugas dan wewenang.

2.2.3.4. Prospek untuk memperbaiki implmentasi

Pelaksanaan kebijakan selama ini telah diidentifikasikan bahwa banyak masalah yang timbul. Proses implementasi kebijakan merupakan proses yang rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut disebabkan banyak faktor, baik menyangkut karakteristik program kebijakan yang di jalankan maupun oleh aktor yang terlihat dalam implementasi kebijakan. (Winarno, 2002 : 161)

Kebijakan apapun sebenarnya mengandung resiko untuk gagal. Hogwood dan Gunn dalam Wahab (2004 : 61) membagi pengertian kegagalan kebijakan ke dalam dua kategori yaitu non implementation (tidak terimplementasikan) dan unsuccesfull implementation (implementasi yang tidak berhasil)

Islamy (2003 : 108) menjelaskan bahwa kebijakan akan menjadi efektif bila dilaksanakan dan berdampak positif bagi anggota masyarakat. Selain itu


(34)

untuk mencapai efektifitas pelaksanaan kebijaksanaan proses komunikasi harus baik yaitu menyebarluaskan kebijaksanaan kepada anggota masyarakat.

2.2.4. Kemiskinan

Kendatipun berbagai sumber menyoroti angka atau jumlah penduduk miskin di Indonesia masih bervariasi, bahwa masyarakat miskin seberapa kecil pun jumlahnya harus menjadi perhatian bersama. Masyarakat miskin harus segera ditanggulangi.

2.2.4.1 Pengertian Kemiskinan

Mubyarto dalam Mashoed (2004 : 39) Kemiskinan adalah suatu situasi serba kekurangan dan disebabkan oleh rendahnya ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan.

Sulistiyani (2004 : 17) mengatakan kemiskinan adalah bilamana masyarakat berada pada suatu kondisi yang serba terbatas, baik dalam aksesbilitas pada faktor produksi, peluang atau kesempatan berusaha, pendidikan, fasilitas hidup lainnya, sehingga dalam setiap aktivitas maupun usaha menjadi sangat terbatas.

Kartasasmita (1996 : 234) bahwa kemiskinan adalah masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.


(35)

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas bahwa Kemiskinan adalah suatu situasi serba kekurangan dari penduduk dan disebabkan rendahnya ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan sehingga dalam setiap aktivitas maupun usaha menjadi sangat terbatas serta ditandai juga oleh pengangguran dan keterbelakangan yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.

2.2.4.2 Indikator Kemiskinan

Indikator kemiskinan menurut Kuncoro (2004 : 142) adalah sebagai berikut :

1) Garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS), batas garis kemiskinan yang digunakan setiap Negara ternyata berbeda, misal disebabkan oleh adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup, BPS menggunakan batas miskin dari besarnya Rupiah yang dibelanjakan perkapita sebulan untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2100 kalori per hari, sedangkan pengeluaran minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk makanan, meliputi pengeluaran perumahan, sandang serta aneka barang dan jasa dengan kata lain BPS menggunakan dua macam pendekatan yaitu pendekatan kebutuhan dasar, (Basic Needs Approach) dan pendekatan Head Count Index.

2) Garis kemiskinan Sajogyo adalah nilai rupiah yang setara dengan 20 KG beras untuk daerah perkotaan sebagai tingkat konsumsi perkapita setahun. 3) Hendra Esmara menetapkan suatu garis kemiskinan perdesaan dan


(36)

barang dan jasa esensial, seperti yang diungkap secara berturut-turut dalam subsensus.

4) Indikasi kemiskinan menurut orang jawa, menurut Soetrisno (1997 : 40) antara lain :

a. Rumah reot

b. Tidak memiliki pakaian yang cukup baik c. Tidak memiliki persediaan pangan d. Tidak memiliki tanah atau ternak besar

2.2.4.3 Bentuk-bentuk Kemiskinan

Jamasy (2004 : 30) ada beberapa bentuk-bentuk kemiskinan, dimana masing-masing bentuk mempunyai arti tersendiri, keempat bentuk tersebut adalah:

1. Kemiskinan Absolut

Yaitu apabila tingkat pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum antara lain : kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

2. Kemiskinan Relatif

Yaitu kondisi dimana pendapatannya berada pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat sekitarnya.


(37)

3. Kemiskinan Strutural

Yaitu kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.

4. Kemiskinan Kultural

Yaitu mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya.

2.2.4.4. Perangkap Kemiskinan

Mashoed (2004 : 86) dimana banyak penduduk miskin terperangkap ke dalam perangkap lingkaran kemiskinan, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Property

Keadaan miskin sehingga tidak mampu untuk membeli makanan yang cukup, jasmani lemah/tidak sehat, tidak bisa bekerja produktif, pendapatan sedikit, pendidikan rendah, peluang kerja sedikit, dan sebagainya.

2) Colation

Hidup terisolasi atau tertinggal, jauh dari pusat pemberian pelayanan, tidak mendapat pendidikan yang cukup, tidak memperoleh informasi yang cukup dan segera dan tidak memperoleh bantuan atau pinjaman modal dan sebagainya.

3) Powerlessness

Penduduk miskin tidak berdaya karena dieksploitasi oleh orang kaya, mereka tidak punya daya untuk mmperolek akses sumber-sumber dari


(38)

Negara/pemerintah, tidak berdaya secara hokum atau perlakuan hokum yang tidak adil, status sosialnya yang rendah, suara orang miskin tidak terdengar, tidak punya akses politik dan sebagainya.

4) Vulnerability

Kerentanan hidup karena miskin menyebabkan mereka sangat mudah terkena guncangan ekonomi sekecil apapun, untuk bisa bertahan hidup sering kali mereka terpaksa harus menjual atau menggadaikan aset produktifnya untuk bisa makan atau memperoleh pengobatan sekadarnya.

5) Physical Weakness

Penduduk yang fisiknya lemah tidak mungkin dapat bekerja secara produktif, sering sakit dan tidak cukup makan.

2.2.4.5. Masalah Kemiskinan

Mashoed (2004 : 44), apabila dilihat dari posisi kemiskinan masyarakat, maka terdapat beberapa masalah kemiskinan yang menjadi perhatian yakni :

1) Masalah Kerentanan

Bahwa penanganan terhadap masalah kemiskinan masyarakat di samping diarahkan untuk menangani masalah kesejahteraan dengan memberikan sejumlah program peningkatan kesejahteraan, juga diarahkan untuk kemandirian masyarakat.

2) Masalah Ketidakberdayaan

Karena masyarakat tidak mendapatkan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, tidak mendapat kesempatan untuk ikut


(39)

menentukan keputusan yang menyangkut dirinya sendiri dan masyarakat tidak berdaya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.

3) Masalah tertutupnya akses masyarakat terhadap peluang kerja

Karena hubungan produksi di dalam masyarakat tidak memberi peluang kepada mereka untuk berpartisipasi, baik disebabkan rendahnya tingkat kualitas sumber daya manusia maupun tidak terpenuhinya persyaratan kerja.

4) Masalah kemiskinan dapat terwujud dalam bentuk rendahnya akses masyarakat pada dasar lantaran aksesbilitas yang rendah karena kondisi alam yang miskin.

5) Masalah kemiskinan juga teridentifikasi

Karena penghasilan masyarakat sebagian besar dihabiskan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan dalam kuantitas dan kualitas yang terbatas sehingga produktivitas mereka menjadi rendah.

6) Masalah kemiskinan juga ditandai dengan tingginya depency ratio

Karena besarnya anggota keluarga sehingga berpengaruh terhadap kemampuan untuk membiayai pendidikan dan kesehatan. Akibatnya kualitas sumber daya manusia menjadi lemah.

2.2.4.6. Penyebab Kemiskinan

Kartasasmita (1996 : 240) penyebab kemiskinan di Indonesia ada empat penyebab yang satu sama lain saling terkait dan saling berpengaruh sebagai berikut :


(40)

1. Rendahnya taraf pendidikan

Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki.

2. Rendahnya derajat kesehatan

Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.

3. Terbatasnya lapangan kerja

Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan.

4. Kondisi keterisolasian

Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya kerena terpencil dan terisolasi.

2.2.4.7. Upaya Penanggulangan Kemiskinan

Kartasasmita (1996 : 241) untuk menanggulangi kemiskinan sekaligus memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya, diperlukan upaya untuk memadukan berbagai kebijaksanaan dan program pembangunan yang tersebar diberbagai sektor dan wilayah. Kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan tertuang dalam 3 arah kebijaksanaan, yakni :

a. Kebijaksanaan Tidak Langsung

Yang diarahkan penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan.


(41)

b. Kebijaksanaan Langsung

Yang ditujukan kepada golongan masyarakat berpenghasilan rendah. c. Kebijaksanaan Khusus

Untuk mempersiapkan masyarakat miskin itu sendiri dan aparat bertanggung jawab langsung terhadap kelancaran program dan sekaligus memacu dan memperluas upaya untuk menanggulamgi kemiskinan.

2.2.5. Program Pengentasan Kemiskinan

Sulistiyani (2004 : 137) adapun program pengentasan kemiskinan merupakan perwujudan dari pembangunan yang melibatkan warga masyarakat sebanyak-banyaknya, dengan menjadikan masyarakat miskin sebagai sasarannya. Ada beberapa program-program pengentasan kemiskinan yaitu :

1) Program Inpres Desa Tertinggal (IDT)

Program IDT adalah suatu program penanggulangan kemiskinan secara terpadu, antara pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu program IDT disebut juga sebagai gerakan nasional dan gerakan masyarakat, yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan taraf hidup penduduk miskin dengan cara memberikan bantuan. Program ini dimaksudkan untuk merangsang masyarakat miskin agar dapar meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan dengan cara meningkatka atau membuka usaha kepada masyarakat miskin yang tidak memiliki modal awal untuk mengembangkan usaha.


(42)

2) Program Takesra dan Kukesra

Program Takesra dan Kukesra dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada keluarga miskin namun yang tidak berlokasi di desa tertinggal. Sesungguhnya bantuan yang diberikan tersebut sifatnya hanya merangsang masyarakat miskin untuk menabung dan selanjutnya melakukan usaha. Bantuan yang diberikan dalam bentuk tunai yang tidak diterimakan secara langsung akan tetapi bantuan tersebut berupa tabungan dan pinjaman. Tujuan program ini adalah untuk merangsang keluarga miskin supaya berperilaku ekonomis tidak konsumtif. Pinjaman yang diberikan tidak dipergunakan untuk kegiatan produktif. Dengan demikian keluarga miskin diharapkan mampu melakukan kegiatan produktif yang semakin meningkat sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya.

3) Program Jaringan Pengaman Sosial

Program ini pada umumnya merupakan tindakan darurat yang ditempuh dalam rangka menyelamatkan rakyat dari deraan krisis. Mengingat sifatnya darurat, maka JPS bersifat bantuan murni kepada masyarakat. Tujuan dari program JPS ini adalah :

a. Peningkatan ketahanan pangan. b. Penciptaan lapangan kerja.

c. Pengembangan usaha kecil dan menengah.

d. Perlindungan sosial masyarakat dalam pelayanan dasar khususnya kesehatan dan pendidikan.


(43)

Pelaksanaan program Raskin di Kecamatan Gunung Anyar Kelurahan Gunung Anyar Surabaya, termasuk dalam kategori Jaringan Pengaman Sosial (JPS), karena dalam program ini mengupayakan agar masyarakat miskin tidak semakin terpuruk dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan.

2.3. Kerangka Berpikir

Gambar 1. Kerangka berpikir

Tepat Jumlah

Tepat Harga

Tepat Administrasi Tepat

Waktu

Tercapainya Target 6T Tepat

sasaran

Keberhasilan Program Raskin

Kelompok kerja (Pokja) di titik distribusi atau Warung desa (Wardes) atau kelompok masyarakat (Pokmas) yang ditetapkan oleh

kepala desa/lurah

Implementasi Kebijakan Publik No 25 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Program Raskin

Tepat Kualitas

Pemenuhan Sebagian Kebutuhan Pangan Pokok Masyarakat Miskin


(44)

Dari kerangka berpikir di atas di nyatakan bahwa program harus diimplementasikan sesuai dengan Pedoman Umum Raskin 2010. Program Raskin diatur berdasarkan keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Direktur Utama Bulog Nomor 25 Tahun 2003. Pelaksana distribusi Raskin dilakukan oleh Kelompok kerja (Pokja) di titik distribusi atau Warung desa (Wardes) atau kelompok masyarakat (Pokmas) yang ditetapkan oleh kepala desa/lurah, dalam penelitian ini pengukuran implementasi program Raskin dideskripsikan dengan keberhasilan Program Raskin adalah tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi dan tepat kualitas. Dengan adanya tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi dan tepat kualitas, maka tercapainya target 6T dan pada akhirnya terlaksanakannya tujuan program Raskin yaitu pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok masyarakat miskin.


(45)

Dalam melakukan penelitian ini diperlukan metode penelitian yang disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Dengan metode penelitian akan didapatkan data informasi yang mendukung analisa dalam penelitian ini. Selain itu juga akan menjadi jelas dan terfokus ruang lingkup penelitiannya.

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif yang mencoba menggambarkan secara mendalam suatu obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dimana peneliti ingin mendapatkan gambaran mengenai Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Jagir Surabaya.

Dengan penelitian deskriptif dan pendekatan kualitatif peneliti akan dapat menggambarkan / mendiskripsikan fenomena-fenomena yang ada secara aktual serta menggambarkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.

Rancangan penelitian kualitatif sesungguhnya bersifat fleksibel, luwes dan terbuka kemungkinan bagi suatu perubahan dan penyesuaian ketika proses penelitian berjalan. Dengan demikian, meskipun tetap


(46)

menjadi awal yang penting untuk masuk ke lapangan tetapi rancangan penelitian yang disusun tidak perlu memebelenggu peneliti untuk terlalu tunduk pada “Reserve” padanya manakala kenyataan di lapangan menunjukan kecenderungan yang berbeda dengan yang dipikirkan sebelumnya. Jadi kenyataan dilapangan yang memang harus ditunduki.

Sasaran utama penelitian kualitatif adalah manusia yang dianggap menjadi sumber masalah dan sekaligus penyelesaian masalah. Sasaran ini dapat berupa kejadian, benda berupa foto, artefak, peninggalan-peninggalan kuno dan sebagainya. Intinya sasaran penelitian kualitatif adalah manusia dan segala kebudayaan dan kegiatannya.

Seorang peneliti dapat menggunakan penelitian dengan pendekatan kualitatif jika yang bersangkutan ingin melakukan hal-hal sebagai berikut. 1. Memahami makna yang melandasi tingkah laku partisipan

2. Mendiskripsikan latar dan interaksi partisipan.

3. Melakukan eksplorasi untuk menidentifikasi informasi baru.

4. Memahami keadaan yang terbatas dan ingin mengetahui secara mendalam dan rinci

5. Mendiskripsikan fenomena untuk menciptakan teori baru.

3.2 Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif fokus penelitian adalah hal-hal yang akan dijadikan pusat perhatian dalam melakukan penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah, dimana penelitian dijadikan acuan dalam


(47)

menentukan focus penelitian. Dalam hal ini fokus penelitian dapat berkembang atau berubah sesuai dengan perlembangan masalah penelitian di lapangan.

Menurut Bungin (2001:41), fokus penelitian mengandung penjelasan mengenai dimensi-dimensi apa yang menjadi pusat perhatian serta kelak dibahas secara mendalam dan tuntas.

Dalam penelitian kualitatif digunakan variable mandiri tanpa membuat/menghubungkan dengan variable yang lain. Dalam penelitian ini yang menjadi variable adalah Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Jagir Surabaya. Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah :

1. Biaya pelayanan

Dimaksudkan bahwa dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat apakah masih ada penarikan-penarikan atau pungutan kepada masyarakat miskin yang menggunakan fasilitas Jamkesmas. Dalam hal ini meliputi : adakah biaya yang masih dibebankan pada pasien pemegang kartu Jamkesmas.

2. Cakupan pelayanan

Dimaksudkan bahwa pelayanan kesehatan apa saja yang didapatkan pemilik kartu Jamkesmas di Puskesmas Jagir Surabaya. Dalam hal ini meliputi : jenis pelayanan kesehatan apa sajakah yang didapatkan pasien pemegang kartu Jamkesmas.


(48)

3. Kualitas pelayanan

Dimaksudkan bahwa masyarakat miskin pemilik kartu Jamkesmas mendapatkan mutu pelayanan yang sama seperti masyarakat umum, yang meliputi :

1). Keandalan ( Reability )

Berkaitan dengan kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan. Dalam hal ini meliputi : sikap petugas dalam memberikan pelayanan dan cara petugas berkomunikasi dengan pasien pemegang kartu jamkesmas.

2). Daya Tanggap (Responsiveness)

Berkaitan dengan keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memeberikan pelayanan dengan tanggap. Dalam hal ini meliputi : tindakan petugas terhadap keluhan pasien, kecepatan waktu dalam menangani pasien pemegang kartu jamkesmas.

3). Jaminan (Assurance)

Berkaitan dengan adanya kemempuan, kesopanan dan sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki setiap petugas atau pegawai, bebas dari bahaya, resiko, ketidakamanan maupun keragu-raguan. Dalam hal ini meliputi : kredibilitas petugas loket terhadap pekerjaan, dan keamanan lokasi bagi pasien pemegang kartu jamkesmas.

4). Empati (Emphaty)

Berkaitan dengan melakukan kemudahan, suatu komunikasi yang baik dan jelas serta dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan


(49)

para pasien. Dalam hal ini meliputi : kemudahan pasien dakam mencari petugas loket dan perhatian dari petugas terhadap pesien pemegang kartu jamkesmas.

5). Berwujud (Tangibles)

Berkaitan dengan adanya fasilitas fisik, perlengkapan petugas atau pegawai dan sarana pelayanan. Dalam hal ini meliputi : tempat duduk dan ruang tunggu, kebersihan ruangan, toilet dan tempat parkir.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat peneliti untuk melakukan penelitian. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara “purposive” yaitu berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Jagir. Pemilihan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa Pusksmas Jagir adalah Puskesmas yang memiliki fasilitas yang baik mulai dari Unit Gawat Darurat, fasilitas rawat inap, fasilitas bersalin, dimana fasilitas ini seharusnya juga dapat didapatkan oleh masyarakat miskin pemegang kartu Jamkesmas bukan hanya masyarakat umum.

3.4 Sumber Data

Sesuai dengan fokus penelitian yang menjadi batasn dalam penelitian ini maka sumber datanya adalah :


(50)

1. Informan.

Dipilih secara purposif (purposive sampling) yang didasarkan atas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data yang benar-benar relevan dan kompeten dengan masalah penelitian. Sedangkan informan selanjutnya diminta kepada informan awal untuk menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi dan kemudian informan itu diminta untuk menunjuk orang lain yang dapt memberikan informasi dan seterusnya. Cara ini disebut dengan snowball sampling yang dilakukan secara serial atau berurutan (Maleong,2004:163). Proses ini berlangsung terus dan akan berakhir bila telah terjadi penggulangan informasi yang masuk dan pertimbangan kecukupan informasi yang diperlukan. Dalam hal ini yang menjadi informan awal adalah kepala Puskesmas Jagir Surabaya yaitu dr. Sri Peni Tjahyati.

2. Tempat dan peristiwa. Berbagai peristiwa atau kejadian yang berkaitan dengan masalah atau fokus penelitian.

3. Dokumen. Berbagai dokumen yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian.

Menurut Lofland (2000:112), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data imbalan seperti dokumen atau seperti :

1. Data Primer, adalah data informasi yang diperoleh secara langsung dari informan atau aktor-aktor pada saat diadakannya penelitian ini.


(51)

2. Data Sekunder, adalah data berupa dokumen-dokemen, laporan-laporan dan arsip lain yang ada relevansinya dengan penelitian tersebut.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penelitian ini, terdapat tiga proses kegiatan yang dilakukan peneliti menurut Moleong (2004,128-222), yaitu : 1. Proses memasuki lokasi (Getting In)

Agar proses pengumpulandata dari informasi berjalan baik, peneliti terlebih dahulu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan baik kelengkapan administrasi maupun semua persoalan yang berhubungan dengan setting dan subyek penelitian dan mencari relasi awal. Dalam memasuki lokasi penelitian, peneliti menempuh pendekatan formal dan informal serta menjalin hubungan yang akrab dengan informan

2. Ketika berada dilokasi penelitian (Getting along)

Ketika berada dilokasi penelitian, peneliti melakukan hubungan pribadi dan membangun kepercayaan pada subyek penelitian (informan). Hal ini dilakukan karena merupakan kunci sukses untuk mencapai dan memperoleh akurasi dan komprehensivitas data penelitian. Selain itu dalam proses ini peneliti berusaha untuk memperoleh informasi selengkapnya dari lokasi penelitian


(52)

3. Pengumpulan Data (logging the data)

a) Wawancara, yaitu melakukan Tanya jawab secara lisan dengan pihak-pihak terkait yang dapat memberikan informasi penelitian. b) Observasi, adalah kegiatan pengamatan dan pencatatan secara

langsung terhadap proyek penelitian guna memperoeh data yang actual dari sumber data.

c) Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan cara mencatat dan memanfaatkan data-data yang ada di instansi yang berkaitan dengan penelitian yang berupa dokumen atau catatan-catatan.

Menurut Bungin (2001:129), teknik pengumpulan data adalah bagian instrument pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidak suatu penelitian. Kesalahan penggunaan teknik pengumpulan data jika tidak digunakan semestinya akan berakibat fatal terhadap hasil-hasil yang dilakukan.

Ada beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Observasi (pengamatan)

Yaitu sebagai salah satu teknik pengumpulan data daam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung dilapangan dalam rangka memperkuat dan meyakini hasil wawancara dan studi documenter, dengan mencatat segala kejadian dan fenomena yang terjadi selama mengadakan penelitian.


(53)

2. Interview (wawancara)

Yaitu percakapan dengan maksud tertentu dengan dua orang pihak yaitu pewawancara (interviewer)yang mengajukan pertanyaan dan diwawancarai (responden) memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pada teknik ini peneliti mengandalakan tatap muka dan berinteraksi Tanya jawab langsung dengan pihak informan atau subyek untuk memperoleh data.

3. Dokumentasi

Untuk melengkapi data-data yang telah diperoleh melalui wawancara atau observasi, maka perlu juga digunakan data tertulis yang telah ada dan mampu digunakan sebagai pendukung pencapaian tujuan penelitian.

3.6 Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, analisa data dilakukan sejak awal dan sepanjang proses berlangsung. Menurut Miles dan Huberman (1992:20) dalam bukunya analisis data kualitatif yang terdiri dari :

1. Reduksi Data

Diartikan sebagai pemilihan, perumusan, perhatian pada penyerderhanaan, pengabstrakan dan informasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisa menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara


(54)

sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi.

2. Penyajian Data

Sekumpulan informasi yang telah tersususn secara terpadu dan sudah dipahami, yang memberi kemungkinan penarikan kesimpulan dan mengambil tindakan.

3. Menarik kesimpulan verifikasi dari berbagai temuan data yang diperoleh selama proses penelitian berlangsung.

Adapun proses analisis data secara interaktif dapat disajikan dalam bentuk skema sebagai berikut :

Gambar 3.1 Gambar Analisis Data

Sumber :Miles dan Huberman (1992:20) Kesimpulan dan

Verifikasi Pengumpulan data

Pengujian data Reduksi Data


(55)

3.7 Keabsahan Data

Untuk menetapkan data pada penelitiann terdapat empat kriteria keabsahan data dan teknik pemeriksaan keabsahan data yang menurut Lincoln dan Guba dalam Moleong (2004:173) sebagai berkut :

1. Credibility ( Derajat Kepercayaan )

Teknik pemeriksaan yang digunakan untuk meningkatkan derajat kepercayaan terhadap data adalah dengan memperpanjang keikutsertaanS pada latar penelitian dan ketekunan pengamatan yang memungkinkan ke dalam penelitian.

2. Transferability ( Keteralihan )

Konsep ini mengatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh pada sample yang secara representative mewakili populasi itu.

3. Dependability (Ketergantungan)

Untuk mentukan ketergantungan data peneliti menggunakan teknik audit ketergantungan dengan mengecek sejauh mana data digunakan dalam analisis.

4. Comfirmability (Kepastian)

Untuk menentukan kepastian data maka peneliti menggunakan teknik audit kepastian dengan menelusuri kembali jejak penelitian mulai dari catatan wawancara, dokumentasi sampai analisis datanya.


(56)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Jagir

Undang-undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 mengamanatkan bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata harus makin ditingkatkan. Upaya memperluas jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat telah diwujudkan dengan dibangunnya Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas yang tersebar di pelosok tanah air.

Sebagai unit pelaksanaan teknis Dinas Kesehatan, puskesmas mumpunyai tiga fungsi yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan yang berwawasan kesehatan, sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, dan sebagi pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab atas wilayah kerja yang ditetapkan. Jadi peran Puskesmas mempunyai daya angkut yang besar dalam pembangunan kesehatan Indonesia.

Dalam rangka memperlancar dan memperluas pelaksanaan tugas-tugas pelayanan dibidang kesehatan dan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat serta peningkatan kesehatan di Kota Surabaya. Pada tahun1960 dibangun Puskesmas yang berada di kawasan kecamatan Wonokromo yaitu Puskesmas Jagir, Puskesmas Jagir sebagai tempat kesehatan yang diharapkan dapat memperlancar pelaksanaan tugas-tugas pelayanan dan penyelenggaraan dibidang kesehatan di Kota Surabaya.


(57)

Luas wilayah kerja Puskesmas Jagir 3,48 km², yang terdiri dari tiga Kelurahan yaitu Kelurahan Jagir, Kelurahan Darmo, dan Kelurahan Sawungguling. Puskesmas Jagir juga mempunyai Puskesmas Pembantu (Pustu) yang berada di Kelurahan Jagir

.

4.1.1 VISI DAN MISI PUSKESMAS JAGIR a. Visi

Puskesmas dengan pelayanan prima dan profesional untuk mencapai kecamatan sehat.

b. Misi

- Melaksanakan pelayanan kesehatan yang berkualitas berdasarkan harapan dan kebutuhan masyarakat.

- Melaksanakan upaya kesehatan dan program kesehatan secara profesional dan integrated.

- Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluaraga dan masyarakat di wilayah kerja puskesmas.

- Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.

4.1.2 Jumlah Penduduk di Kelurahan Jagir

Penduduk merupakan salah satu hal yang penting dalam setiap daerah, karena syarat diakuinya suatu Negara, Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, dll haruslah ada penduduk yang mendiami daerah tersebut.


(58)

Untuk mengetahui jumlah komposisi penduduk di Kelurahan Jagir yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Jagir Surabaya. Berikut uraian mengenai jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin.

Tabel. 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis kelamin Jumlah Prosentase(%)

1 Laki-laki 11.345 50.4

2 Perempuan 11.146 49.6

Jumlah 22.491 100

Sumber : Kelurahan Jagir 2010

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin paling banyak adalah berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jumlah kelahiran didominasi oleh bayi berjenis kelamin laki-laki.


(59)

Di bawah ini data mengenai keadaan penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Kelurahan Jagir.

Tabel.4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No Jenis pekerjaan Jumlah Prosentase(%)

1 PNS 194 0,87

2 TNI 95 0,42

3 POLRI 11 0,05

4 Wiraswasta 4.461 19,83

5 Swasta 6.081 27,04

6 Pedagang 2.796 12,43

7 Pelajar/ Mahasiswa 4.592 20,42

8 Pensiunan/ Purnawirawan 454 2,01

9 Ibu Rumah Tangga 5.444 24,2

10 Belum bekerja 271 1,2

11 Lain – lain 1366 6,07

Jumlah 22.491 100

Sumber : Kelurahan Jagir 2010

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan terbanyak pada pegawai swasta Hal ini dikarenakan sebagian besar mata pencaharian penduduk Jagir adalah karyawan perusahaan, dimana di wilayah sekitar Jagir banyak terdapat lahan perkantoran dan perusahaan.


(60)

Di bawah ini data mengenai keadaan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kelurahan Jagir.

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Jenis Pendidikan Jumlah Prosentase(%)

1 S3 9 0,04

2 S2 56 0,24

3 S1 1.193 5,3

4 Diploma 786 3,49

5 Akademi 321 1,42

6 SLTA 7.962 35,4

7 SLTP 5.281 23,48

8 SD 4.540 20,18

9 Drop Out 314 1,39

10 Belum Sekolah 2.029 9,02

Jumlah 22.491 100

Sumber : Kelurahan Jagir, tahun 2010

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk berdasarkan pendidikan terbanyak adalah SLTA yang berarti bahwa tingkat pendidikan di Kelurahan Jagir berada pada tingkat pendidikan sedang.


(61)

4.1.3 Struktur Organisasi Puskesmas Jagir

Dalam menjalankan aktifitas di Puskesmas Jagir, terdapar struktur organisasi dengan pola yang telah ditetapkan pihak Puskesmas. Struktur organisasi ini adalah suatu bentuk organisasi dimana kekuasaan mengalir secara langsung dari Kepala Puskesmas terus ke karyawan – karyawan dibawahnya dan bertanggungjawab keatasan.

Struktur organisasi sangat diperlukan oleh setiap organisasi untuk dapat menciptakan suasana kerja yang harmonis diantara masing-masing bagian. Untuk itu diperlukan adanya bentuk struktur organisasi yang bersifat luwes dan fleksibel sehingga dapat mengatur pembagian kerja agar berjalan sesuai tugas, tanggung jawab dan wewenang masing-masing.

Adapun bentuk struktur organisasi Puskesmas Jagir adalah sebagai berikut :


(62)

(63)

4.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi

Adapun tugas dan fungsi masing-masing jabatan di Puskesmas Jagir Surabaya adalah sebagai berikut:

2. Kepala Puskesmas.

Kepala Puskesmas mempunyai tugas memimpin, mengawasi, bertanggung jawab pada wilayah kerjanya, dan mengkoordinasi kegiatan Puskesmas yang dilakukan dalam jabatan struktur dan jabatan fungsional. 3. Administrasi.

Mempunyai tugas di bidang kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan surat menyurat.

4. Sub . Unit pelayanan kesehatan perseorangan.

Mempunyai tugas yang berkenaan dengan sarana dan prasarana Puskesmas seperti laboratorium, apotek, gudang obat, puskesmas keliling. 5. Sub. Unit pelayanan kesehatan masyarakat

Bidang ini di bagi dalam beberapa jabatan fungsional diantaranya adalah pemberantasan penyakit, promosi kesehatan, gizi, klinik CHN, KB, Kesehatan jiwa masyarakat. Unit ini mempunyai tugas melaksanakan pengobatan, kegiatan pembinaan, serta pengembangan upaya kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

6. Puskesmas Pembantu.

Puskesmas pembantu mempunyai tugas dan fungsi sebagai penunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil.


(64)

4.1.5 Komposisi Pegawai Di Puskesmas Jagir

Agar pelaksanaan kesehatan berjalan dengan baik maka dibutuhkan tenaga atau petugas kesehatan yang berkualitas dan jumlah pegawai yang sesuai dengan kebutuhan di wilayah mana instansi tersebut berada. Dibawa ini adalah data mengenai jumlah pegawai Puskesmas Jagir berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.4 Komposisi Pegawai Puskesmas Jagir Bedasarkan Jenis Kelamin

No Jenis kelamin Jumlah Prosentase(%)

1 Laki-laki 21 29.2

2 Perempuan 51 70.8

Jumlah 72 100

Sumber : Puskesmas Jagir 2010

Berdasarkan data diatas, maka jumlah pegawai Puskesmas Jagir lebih banyak didominasi oleh pegawai perempuan . Hal ini dikarenakan tenaga medis perempuan sangat diperlukan untuk pelayanan kesehatan seperti Dokter, Bidan, Konsultasi Kesehatan Perawat Gigi, dan Apotik.


(65)

Di bawah ini adalah data mengenai jumlah pegawai medis berdasarkan profesi pekerjaan di Puskesmas Jagir

Tabel 4.5

Jumlah Pegawai Medis Puskesmas Jagir Berdasarkan Profesi Pekerjaan

No. Pegawai Medis Jumlah Prosentase(%)

1 Dokter Umum 5 11, 36

2 Dokter Spesialis 4 9, 1

3 Dokter Gigi 3 6, 81

4 Dokter Gigi Spesialis 1 2, 27

5 Sarjana Kesehatan Masyarakat 1 2, 27

6 Bidan 12 27, 27

7 Perawat 9 20, 45

8 Perawat Gigi 2 4, 54

9 Pembantu Bidan 6 13, 63

10 Petugas Psikologi 1 2, 27

Jumlah 44 100

Sumber : Puskesmas Jagir 2010

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa profesi bidan terbanyak . Hal ini dimungkinkan karena profesi bidan di Puskesmas Jagir lebih dibutuhkan untuk perawatan dasar bagi Ibu dan Anak.


(66)

Di bawah ini adalah data mengenai jumlah pegawai non medis berdasarkan profesi pekerjaan di Puskesmas Jagir.

Tabel 4.6

Jumlah Pegawai Non Medis Puskesmas Jagir Berdasarkan Profesi Pekerjaan

No. Pegawai Non Medis Jumlah Prosentase(%)

1 Sanitarian 2 7, 14

2 Nutrisonis 1 3, 57

3 Apoteker 2 7, 14

4 Asisten Apoteker 1 3, 57

5 Analisis Labolatorium 1 3, 57

6 Tenaga Administrasi 7 25

7 Sopir Ambulance 1 3, 57

8 Kebersihan/ Penjaga 8 28, 57

9 Petugas IT 1 3, 57

10 Tenaga Strategis Lainnya 2 7, 14

10 Pembantu BPG 2 7,14

Jumlah 28 100

Sumber : Puskesmas Jagir 2010

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa profesi non medis terbanyak kebersihan/ penjaga. Hal ini dikarenakan menjaga kebersihan fasilitas dan keamanan lingkungan sangat dibutuhkan di Puskesmas Jagir.


(67)

Tabel 4.7 Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Jenis Pendidikan Jumlah Prosentase(%)

1 Sarjana 19 26,38

2 Diploma 20 27,77

3 Akademi 8 11,11

4 SLTA 18 25

5 SLTP 5 6,94

6 SD 2 2,77

Jumlah 72 100

Sumber : Puskesmas Jagir 2010

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan pada Puskesmas Jagir adalah Diploma . Hal tersebut dikarenakan tenaga bidan sangat dibutuhkan dan kebanyakan bidan berlatar belakang tingkat pendidikan Diploma.

4.2. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil temuan di lapangan yang peneliti dapatkan dengan teknik pengamatan langsung maupun tidak langsung, dan kata-kata hasil wawancara dengan informan, serta data sekunder dari arsip-arsip yang ada di Puskesmas Jagir. Hasil temuan akan diuraikan berurutan sesuai dengan fokus peneliti sebagai berikut.


(68)

4.2.1 Biaya pelayanan

Dimaksudkan untuk mengetahui masih adakah biaya yang dibebankan bagi para pengguna kartu Jamkesmas. Berdasarkan tujuan program Jamkesmas yang terdapat dalam Keputusan Mentri Kesehatan no 125/Menkes/SK/II/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jamkesmas yaitu program bantuan dari Pemerintah yang di adakan khusus untuk masyarakat miskin yang telah terdaftar untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis di Puskesmas.

Seperti yang telah dikemukakan oleh Ibu Sri peni Tjahjati selaku Kepala Puskesmas Jagir Surabaya sebagai berikut:

“Tidak...tidak ada sama sekali yang namanya biaya mas..semua pelayanan yang ada di Puskesmas ini bener-bener gratis buat pemegang kartu jamkesmas...” (Wawancara 05 April 2010) Hal senada juga dikatakan oleh Ibu Endang Dwi P selaku Kepala administrasi Puskesmas Jagir,demikian juga dalam pernyataanya sebagai berikut:

“Tidak mas...tidak ada sama sekali penarikan...semuanya gratis...”(Wawancara 05 April 2010)

Salah satu pemegang kartu Jamkesmas Ibu Satiem (pasien dokter spesialis mata) pun juga mengaku hal yang senada, yaitu sebagai berikut:

“ ndak mas...ndak pernah di tarik apa-apa itu..wong saya juga pernah ngoperasikan anak saya ndak di tarik apa-apa ko..padahal seminggu lebih dia dirawatnya...obat,kamar, semuanya lah pokoknya...” (Wawancara 06 April 2010)

Diperkuat juga dengan pernyataan Ibu Ina (pasien dokter umum) yang juga pemegang kartu Jamkesmas, yaitu sebagai berikut:


(69)

“ tidak ada mas...adapun tetangga saya..pernah nebus obat...itu pun dalam keadaan darurat..persediaan obatnya abis...itupun gak mahal mas...klo saya sih ga pernah mas..” (Wawancara 06 April 2010)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa program Jamkesmas dalam pelaksanaan di Puskesmas Jagir telah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hal ini di tunjukan dengan tidak adanya biaya yang dibebankan kepada pasien pemegang kartu Jamkesmas.

4.2.2 Cakupan Pelayanan

Dimaksudkan untuk mengetahui pelayanan kesehatan apa saja yang didapatkan pemilik kartu Jamkesmas di Puskesmas Jagir Surabaya yang sesuai dengan tujuan umum Jamkesmas.

Seperti yang telah dikemukakan oleh Ibu Peni Tjahjati selaku Kepala Puskesmas Jagir sebagai berikut:

“Mencakup semua pelayanan mas..rawat jalan dan rawat inap(persalinan)...klo untuk pelayanannya seluruhnya..baik itu pengobatan, persalinan, laboratorium,pengobatan umum, poli gigi semuanya pokoknya mas...”(wawancara, 05 April 2010)

Salah satu pemegang kartu Jamkesmas yaitu Bu Umonik (pasien dokter umum) juga mengaku hal yang sama, sebagai berikut:

“Semua pelayanan disini mas..ga ada perbedaan ko sama pasien umum...kalo memang ga ada mas..baru kita dikasih rujukan...biasanya sih langsung ke rumah sakit haji atau ga rumah sakit karang menjangan..”


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dilapangan, maka dapat ditarik kesimpulan tentang Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( JAMKESMAS ) dalam membantu masyarakat miskin agar derajat kesehatan masyarakat miskin meningkat di Kelurahan Jagir Surabaya sebagai berikut :

A. Biaya Pelayanan

Dari segi biaya, pelaksanaan Program Jamkesmas di Puskesmas Jagir berjalan dengan baik, dan pasien Jamkesmas yang berobat di Puskesmas Jagir tidak dikenai biaya pelayanan. Hal ini telah sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor 125/Menkes//SK/II/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat yaitu masyarakat pengguna kartu jamkesmas mendapatkan pelayanan secara gratis di Puskesmas / Rumah sakit yang telah ditunjuk.

B Cakupan Pelayanan

Dari segi Cakupan Pelayanan, pelaksanaan program Jamkesmas di Puskesmas Jagir berjalan dengan baik, pasien Jamkesmas yang berobat mendapatkan pelayanan dari semua fasilitas yang dimiliki di Puskesmas Jagir yaitu rawat inap kamar bersalin , dan rawat jalan yang mencakup : pengobatan umum, pengobatan gigi, pengobatan Ibu dan


(2)

anak, Laboratorium, dan pelayanan obat yang dapat diperoleh secara cuma - cuma untuk semua pemegang kartu Jamkesmas, bila dibutuhkan pelayanan yang membutuhkan fasilitas yang tidak dimiliki di Puskesmas Jagir , maka pasien akan diberi surat rujukan ke rumah sakit.

C. Kualitas Pelayanan

1. Keandalan (Reliability)

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara penulis dengan pasien dan pegawai dapat diambil kesimpulan dari sebagian besar pasien yang menyatakan bahwa sikap petugas dalam memberikan pelayanan dan cara petugas berkomunikasi dengan pasien adalah baik, karena petugas loket selalu sabar, ramah dan sopan kepada pasien.

2. Daya tanggap (Responsiveness)

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara penulis dengan pasien, dalam hal ini meliputi tindakan petugas terhadap keluhan pasien adalah baik, karena petugas langsung bisa mengerti dan paham apa yang diinginkan oleh pasien tanpa harus menuggu lama. Sedangkan mengenai kecepatan waktu dalam menangani pasien adalah belum memuaskan, karena membutuhkan waktu yang lama, hal ini dikarenakan petugas loket yang ada dua orang saja dan persyaratan peserta Jamkesmas lebih banyak sehingga


(3)

membutuhkan waktu yang lebih lama dari pasien umum, jadi pasien hanya dapat menunggu.

3. Jaminan (Assurance)

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara penulis dengan pasien dan pegawai dapat disimpulkan bahwa kredibilitas petugas terhadap pekerjaan dan keamanan bagi pasien adalah baik, karena identitas pasien dan juga mengenai penyakit yang diderita pasien dapat dijamin kerahasiaannya dan juga peran serta petugas keamanan sangat cekatan dalam memperhatikan keamanan pasien dari sesuatu yang tidak diinginkan.

4. Empati (Emphaty)

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara penuis dengan pasien dan Kepala Puskesmas jagir dapat disimpulkan bahwa mengenai kemudahan pasien dalam mencari petugas dan perhatian petugas terhadap pasien adalah baik, karena pasien yang datang selalu disambut dengan senyuman, selain itu petugas tidak pernah pilih kasih jadi semuanya sama tanpa ada diskriminasi.

5. Bukti langsung (Tangibles)

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara penulis dengan pasien, pegawai dan Kepala Puskesmas Jagir dapat disimpulkan bahwa kebersihan semua fasilitas yang ada di Puskesmas Jagir adalah baik, karena dilingkapi dengan beberapa fasilitas lainnya dan tempatnya yang strategis. Hanya untuk fasilitas toilet sebagian


(4)

pasien mengatakan belum baik, karena masih banyaknya di temukan sampah dan bau yang tidak sedap, karena sering matinya air di toilet

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka penulis menyampaikan saran yang berhubungan dengan Implementasi Program Jaminan kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) dalam membantu masyarakat miskin agar tetap dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat miskin, antara lain sebagai berikut :

A. Biaya Pelayanan

Masalah biaya pelayanan di Puskesmas Jagir bagi pasien Jamkesmas sudah berjalan baik dan sebaiknya lebih ditingkatkan lagi.

B. Cakupan Pelayanan

Masalah cakupan pelayanan di Puskesmas Jagir bagi pasien Jamkesmas sudah berjalan baik dan sebaiknya lebih ditingkatkan lagi.

C. Kualitas Pelayanan

1. Keandalan (Reliability)

Kualitas pelayanan di Puskesmas Jagir dalam bidang keandalan memang sudah berjalan cukup baik, namun ada baiknya jika petugas untuk pasien Jamkesmas dibedakan agar lebih baik lagi dalam melayani pasien Jamkesmas.


(5)

2. Daya Tanggap (Responsiveness)

Tindakan petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan sudah baik, namun ada baiknya jika petugas diberikan penyuluhan khusus mengenai Jamkesmas, juga dalam hal kecepatan waktu petugas ditambah lagi,terutama petugas loket.

3. Jaminan (Assurance)

Mengenai kredibilitas, petugas medis/non medis diberikan

pengembangan untuk meningkatkan keahlian sesuai dengan bissdang masing-masing melalui kursus, pelatihan pelayanan kepada pasien. Keamanan, petugas perlu penambahan jumlahnya untu meningkatkan kenyamanan pasien.

4. Empati (Emphaty)

Petugas yang ada di Puskesmas Jagir seharusnya ditambah lagi agar lebih maksimal dalam melayani pasien, bila petugas lebih banyak, maka juga dapat memberikan perhatian yang lebih kepada pasien.

5. Berwujud (Tanggibles)

Fasilitas yang ada di Puskesmas Jagir seharusnya lebih dapat dirawat dan dijaga kebersihanya, Puskesmas adalah tempat masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, seharusnya lingkungan di Puskesmas pun harus dapat menciptakan lingkungan yang sehat.


(6)

Islamy, M. Irfan, 2007. Prinsip prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Miles, Mathew B and Hubberman, Michael A.1992. Analisis Data Kualitatif, Jakarta : Universitas Indonesia.

Moleong, J. Lexy, 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Remi, Sutyasty Soemitro. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta

Suharto, 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung : ALFABETA.

Tangkilisan, Hesel, 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Jakarta : Lukman Offset

Wahab, Solichin Abdul, 2004. Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Winarno, Budi, 2004. Kebijakan Publik Teori Dan Proses. Jakarta : Media Pressindo

Remi, Sutyasty Soemitro. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta

Sumber Internet :

www.jpkm-online.net www.surya.com

www.surabayaEhealth.com