PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH SUSUN WONOREJO SECARA BIOLOGI DENGAN TRICKLING FILTER.

(1)

SKRIPSI

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH

SUSUN WONOREJO SECARA BIOLOGI

DENGAN TRICKLING FILTER

Oleh :

OKTY PARISA

0352010037

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JATIM

SURABAYA


(2)

SKRIPSI

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH

SUSUN WONOREJO SECARA BIOLOGI

DENGAN TRICKLING FILTER

Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh

Gelar Sarjana (S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Oleh :

OKTY PARISA

0352010037

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JATIM

SURABAYA


(3)

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH

SUSUN WONOREJO SECARA BIOLOGI

DENGAN TRICKLING FILTER

Oleh :

OKTY PARISA

0352010037

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada hari : ..., Tanggal : ...

Menyetujui,

Penguji I

Pembimbing

Ir. Putu Wesen., MS

NIP. 030 174 661

Ir. Tuhu Agung R., MT

NIP. 19620501 198803 1 001

Penguji II

Ir. Yayok Suryo P., MS

Mengetahui,

NIP. 19600601 198703 1 001

Ketua Program Studi

Penguji III

Ir. Tuhu Agung R., MT

Okik Hendriyanto C., ST, MT

NIP. 19620501 198803 1 001

NPT. 3 7507 99 01721

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan

Untuk memperoleh gelar Sarjana (S-1), tanggal : ...

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

DR.Ir. Edi Mulyadi., SU

NIP. 19551231 198303 1 002


(4)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas skripsi ini dengan judul

“PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH SUSUN

WONOREJO SECARA BIOLOGI DENGAN

TRICKLING FILTER

. Skripsi

ini merupakan salah satu persyaratan bagi mahasiswa Program Studi Teknik

Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, UPN “Veteran” Jawa Timur

untuk mendapatkan gelar Sarjana.

Selama menyelesaikan tugas ini, penyusun telah banyak memperoleh

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penyusun ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.

Dr. Ir. Edi Mulyadi. SU, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

UPN ”Veteran” Jawa Timur.

2.

Ir. Tuhu Agung R. MT, selaku Kepala Program Studi Teknik Lingkungan UPN

“Veteran” Jawa Timur dan selaku Dosen Pembimbing yang selalu sabar

membimbing kami.

3.

Orang tua dan keluarga tercinta yang telah membantu dan memberikan

dukungan baik secara moral maupun material.

4.

Semua rekan-rekan di Program Studi Teknik Lingkungan yang secara langsung

maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima.


(5)

ii

Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon maaf yang

sebesar-besarnya apabila di dalam laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau

kurang di pahami.


(6)

iii

INTISARI

Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat digunakan lagi, air

limbah tersebut berasal dari aktifitas dapur, kamar mandi dan cuci. Air limbah

domestik mengandung lebih dar 90% cairan, didalamnya terdapat zat-zat

diantaranya unsur organik tersuspensi maupun terlarut, unsur anorganik dan

mikroorganisme.

Trickling Filter merupakan salah satu proses biologi dengan menggunakan

media batu apung secara acak. Air limbah akan mengalir melalui media tersebut,

dalam beberapa hari akan timbul lapisan lendir yang menyelimuti batu apung.

Lapisan lendir ini mengandung mikroorganisme yang akan mengolah/

mendedagrasi air limbah tersebut. Sebagai peubah yang digunakan adalah debit

aliran (ml/menit) 100, 150, 200, 250 dan 300 serta rasio resirkulasi 0,5; 1,0; 1,5;

2,0; dan 2,5 dengan parameter uji BOD dan TSS.

Hasil terbaik yang diperoleh dari penelitian ini adalah pada debit aliran 100

ml/menit dengan rasio resirkulasi 1,5 menghasilkan penyisihan BOD sebesar

84,11% sedangkan untuk penyisihan TSS pada debit aliran 100 ml/menit dan rasio

resirkulasi 1,5 menghasilkan penyisihan sebesar 73,21%.


(7)

iv

ABSTRACT

Domestic waste water is used water that can not be used again, the waste

water from kitchen activities, bathroom and laundry. Domestic waste water

containing more dar 90% liquid, in which there are substances such as suspended

and dissolved organic elements, inorganic elements and microorganisms.

Trickling filter is one of the biological process by using a pumice stone in a

random media. Waste water will flow through the media, within a few days there

will be a layer of mucus that blankets the pumice stone. This mucus layer contains

microorganisms that will process / degradation the waste water. As the variables

used is flow rate (ml / min) 100, 150, 200, 250 and 300 and the recirculation ratio

0.5, 1.0, 1.5, 2.0, and 2.5 with test parameters BOD and TSS

The best result obtained from this study is the flow rate 100 ml / min with

recirculation ratio of 1.5 produce BOD allowance amounting to 84.11% while for

the provision of TSS at flow rate 100 ml / min and recirculation ratio of 1.5

produces allowance of 73

.

, 21%.


(8)

v

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...

i

INTISARI ... ...

iii

ABSTRACT ... ...

iv

DAFTAR ISI ... ...

v

DAFTAR TABEL ... ...

vii

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK ... viii

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang ...

1

1.2

Perumusan Masalah ...

2

1.3

Tujuan Penelitian ...

2

1.4

Manfaat Penelitian ...

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi dan Karakteristik Air Limbah Domestik ...

3

2.1.1

Sifat dan Komposisi Kimiawi ...

4

2.1.2

Baku Mutu Air Limbah Domestik ...

5

2.1.3

Dampak Pencemaran Air Limbah Domestik ...

5

2.2

Pengolahan Air Limbah Secara Biologi ...

6

2.2.1

Proses Biologi ...

7

2.2.2

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme

Proses Aerob ...

8

2.2.3

Mikroorganisme Dalam Pengolahan Air Limbah

Secara Biologi ...

9

2.3

Trickling Filter ...

10

2.3.1

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Efisiensi

Penggunaan Trickling Filter ...

13


(9)

vi

2.3.3

Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan Trickling

Filter ...

18

2.4

Media Filter ...

19

2.5

Resirkulasi ...

20

2.6

Landasan Teori ...

21

2.7

Hipotesis ...

22

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Bahan Yang Digunakan ...

23

3.2

Rangkaian Alat ...

23

3.3

Variabel

3.3.1

Peubah Tetap ...

24

3.3.2

Peubah Yang Dikerjakan ...

24

3.4

Prosedur Penelitian

3.4.1

Tahap Persiapan ...

25

3.4.2

Tahap Penelitian ...

26

3.5

Kerangka Penelitian ...

27

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Pengaruh Debit (ml/ menit) Terhadap Persen (%)

Penyisihan BOD Air Limbah Domestik ...

30

4.2

Pengaruh Rasio Resirkulasi (R) Terhadap Persen (%)

Penyisihan BOD Air Limbah Domestik ...

32

4.3

Pengaruh Debit (ml/ menit) Terhadap Persen (%)

Penyisihan TSS Air Limbah Domestik ...

34

4.4

Pengaruh Rasio Resirkulasi (R)Terhadap Persen (%)

Penyisihan TSS Air Limbah Domestik ...

35

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan ...

37

5.2

Saran

...

37

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(10)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1

Karakteristik Fisik dari Air Buangan Domestik ...

4

Tabel 2.2

Baku Mutu Air Limbah Domestik ...

4

Tabel 2.3

Karakteristik dan Komposisi Kimiawi ...

5

Tabel 2.4

Parameter Desain Trickling Filter ...

12

Tabel 4.1

Analisa Awal Air Limbah Domestik Rumah Susun Wonorejo

28

Tabel 4.2

Pengaruh Debit dan Rasio Resirkulasi Terhadap Persen (%)

Penyisihan BOD ...

29

Tabel 4.3

Pengaruh Debit dan Rasio Resirkulasi Terhadap Persen (%)

Penyisihan TSS ...

29


(11)

viii

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK

Halaman

Gambar 2.1 Penampang Bak Trickling Filter ...

11

Gambar 2.2 Mekanisme Proses Pada Trickling Filter Dengan

Sistem Biofilm ... 17

Grafik 4.1

Hubungan Antara Debit (ml/menit) dengan Persen (%)

Penyisihan BOD Pada Berbagai Rasio Resirkulasi (R) ...

30

Grafik 4.2

Hubungan Antara Rasio Resirkulasi (R) dengan Persen (%)

Penyisihan BOD Pada Berbagai Debit (ml/menit) ...

32

Grafik 4.3

Hubungan Antara Debit (ml/menit) dengan Persen (%)

Penyisihan TSS Pada Berbagai Rasio Resirkulasi (R) ...

34

Grafik 4.4

Hubungan Antara Rasio Resirkulasi (R) dengan Persen (%)


(12)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang nyaman serta memenuhi persyaratan lingkungan semakin meningkat. Oleh karena itu masyarakat yang berpenghasilan rendah perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah kota. Salah satu upaya pemerintah untuk tetap mempertahankan keberadaanya di daerah perkotaan adalah dengan menyediakan rumah susun.

Pengolahan air limbah domestik di Rumah Susun Wonorejo selama ini belum ada, timbul persoalan pada saat air limbah yang dialirkan langsung dibuang ke badan air penerima (sungai). Hal ini menyebabkan lingkungan menjadi kotor, lembab, bau, buntu , air di badan penerima berwarna kehitam-hitaman dan sering meluap.

Secara kuantitas, air limbah domestik jauh lebih banyak dibandingkan air limbah industri. Dikota besar misalnya, beban organik air limbah domestik bisa mencapai sekitar 70% dari beban organik total air limbah yang ada di kota. Pencemar organik ini telah menimbulkan dampak yang cukup besar, karena itu pengolahannya menjadi cukup penting untuk diprioritaskan.

Berkaitan dengan hal diatas maka dibutuhkan pengolahan air limbah domestik secara biologis, misalnya lumpur aktif, trickling filter, kolam stabilisasi, kolam aerasi, RBC (Rotating Biological Contactor) dan anerobik lagoon. Pada penelitian ini dipilih pengolahan dengan trickling filter karena mampu


(13)

2

menyisihkan beban organik dengan penggunaan energi dan luas lahan yang kecil (Wahyuningsih, 2006).

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahannya adalah air limbah domestik dari penghuni Rumah Susun Wonorejo langsung dibuang ke badan air penerima, tidak diolah terlebih dahulu sehingga kandungan BOD, TSS tinggi dan dapat mencemari badan air penerima (sungai). Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan proses biologis dengan

Trickling Filter.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan trickling

filter dalam mengolah air limbah domestik guna menurunkan kandungan organik

(BOD) dan TSS di air limbah tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a.Air limbah yang telah diolah tidak mencemari lingkungan khususnya badan air penerima (sungai).

b.Meningkatkan kesehatan lingkungan di Rumah Susun Wonorejo.

c.Memberikan masukkan kepada pengelola Rumah Susun Wonorejo dengan menggunakan RBC (Rotating Biological Contactor) sebagai salah satu teknologi tepat guna untuk mengolah air limbah domestik.


(14)

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Karakteristik Air Limbah Domestik

Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat dipergunakan lagi untuk tujuan semula baik yang mengandung kotoran manusia (tinja) atau dari aktifitas dapur, kamar mandi dan cuci dimana kuantitasnya antara 50-70 % dari rata-rata pemakaian air bersih (120-140 liter/orang/hari).

Air limbah domestik mengandung lebih dari 90 % cairan. Zat-zat yang terdapat dalam air buangan diantaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut dan juga unsur-unsur anorganik serta mikroorganisme. Unsur-unsur tersebut memberikan corak kualitas air buangan dalam sifat fisik kimiawi maupun biologi.

Karakteristik biologi pada air buangan domestik terdiri dari kelompok protista seperti bakteri, algae dan protozoa, sedangkan kelompok tumbuh-tumbuhan antara lain paku-pakuan dan lumut. Bakteri berperan penting dalam air buangan, terutama dalam proses biologi. Bakteri dikelompokkan menjadi dua yaitu bakteri patogen (menyebabkan penyakit) dan non patogen (Pratama, 2004).

Karakteristik fisik air buangan domestik pada umumnya dinyatakan dalam Temperatur, Warna, Bau, dan Kekeruhan. Untuk lebih jelasnya sifat-sifat tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini.


(15)

4

Tabel 2.1 Karakteristik Fisik dari Air Buangan Domestik Parameter Penjelasan

Temperatur

Suhu dari air buangan biasanya sedikit lebih tinggi dari air minum.

Temperatur ini dapat mempengaruhi aktifitas microbial, solubilitas dari gas dan viskositas.

Warna Air buangan segar biasanya berwarna agak abu-abu. Dalam kondisi septik air buangan akan berwarna hitam.

Bau

Air buangan segar biasanya mempunyai bau seperti sabun atau bau lemak. Dalam kondisi septic akan berbau sulfur dan kurang sedap.

Kekeruhan

Kekeruhan pada air buangan sangat tergantung sekali pada kandungan zat padat tersuspensi. Pada umumnya air buangan yang kuat mempunyai kekeruhan yang tinggi.

(Sumber : Sjarief, 2005)

2.1.1 Baku Mutu Air Limbah Domestik

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.112 Tahun 2003, Baku mutu limbah domestik adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan. Baku mutu air limbah domestik ditampilkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Baku Mutu Air Limbah Domestik

Parameter Satuan Kadar Maksimum

pH - 6 – 9

BOD mg/L 100

TSS mg/L 100

Minyak dan Lemak mg/L 100


(16)

5 2.1.2 Sifat dan Komposisi Kimiawi

Kualitas/ sifat kimiawi dari air buangan domestik biasanya dinyatakan dalam bentuk organik dan organik dan biasanya dengan perbandingan 50 % zat organik dan 50 % zat anorganik. Komposisi tipikal dari air bungan domestik dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut (Sjarief, 2005).

Tabel 2.3 Karakteristik dan Komposisi Kimiawi

Parameter (mg/L) Konsentrasi

Kuat Medium Lemah Total zat padat (TS)

Total zat padat terlarut (DS) Total zat padat tersuspensi (SS)

1200 850 350 720 500 220 350 250 100

BOD5 400 220 110

TOC 290 160 80 COD 1000 500 250 N total 85 40 20

P total 15 8 4

Cl- 100 50 30 Alkalinity (CaCO3) 200 100 50

Lemak 150 100 50

2.1.3 Dampak Pencemaran Air Limbah Domestik

Air limbah mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap kesehatan individu manusia. Faktor-faktor yang terkait dengan seberapa jauh pengaruh limbah terhadap kesehatan, antara lain :

a. Daya tahan tubuh

b. Jenis limbah dan jumlah dosis yang diterima pada tubuh c. Akumulasi dosis limbah dalam tubuh

d. Sifat-sifat racun (toxic) dari limbah terhadap tubuh

e. Mudah tidaknya limbah di cerna dan di keluarkan dari tubuh f. Waktu kontak (lama tidaknya) berada dalam lingkungan limbah


(17)

6

g. Alergi (tubuh sensitif) terhadap limbah dalam bentuk tertentu seperti : bau, debu atau cairan.

Pembuangan air limbah ke badan air dengan kandungan beban COD dan BOD diatas 200 mg/liter akan menyebabkan turunya jumlah oksigen dalam air. Kondisi tersebut mempengaruhi kehidupan biota pada badan air terutama biota yang hidupnya tergantung pada oksigen terlarut di air. Hal tersebut diatas menyebabkan berkurangnya potensi yang dapat digali dari sumber daya alam badan air yang telah tercemar COD dan BOD.

Pengaruh lain adanya kandungan COD dan BOD dalam air yang melebihi batas waktu 18 jam, akan menyebabkan penguraian oksigen (degradasi) secara anaerob sehingga menimbulkan bau dan kematian pada ikan dalam air (Sjarief, 2005).

2.2 Pengolahan Air Limbah Secara Biologi

Pengolahan air limbah secara biologi adalah proses dengan mengikutsertakan aktivitas atau pemanfaatan aktivitas dan kempuan jasad hidup/ mikroba (Anonim, 2004).

Pengolahan air limbah secara biologi bertujuan untuk membersihkan zat-zat organik atau mengubah bentuk (transformasi) zat-zat-zat-zat organik menjadi bentuk-bentuk yang kurang berbahaya. Misalnya proses nitrifikasi oleh senyawa-senyawa nitrogen yang dioksidasi (Kanisius, 2005).


(18)

7

Tujuan lebih lanjut tergantung pada media yang diolah. Pengolahan air limbah domestik pada umumnya bertujuan untuk membersihkan zat-zat organik, yang mula-mula diubah bentuknya menjadi lumpur, kemudian dibuang.

2.2.1 Proses Biologi

Proses-proses biologi biasanya digolongkan menjadi 2 kriteria dasar. Kriteria pertama adalah aktivitas metabolik yang menandai dua kelas utama, yaitu

aerob dan anaerob.

Proses aerob adalah proses yang ditandai oleh adanya molekul oksigen yang terlarut, sedangkan proses anaerob tidak menunjukkan adanya oksigen yang terlarut. Perbedaan akan keberadaan oksigen ini mengakibatkan dua rantai biokimia yang berbeda. Proses aerob misalnya trickling filter dan proses activated

sludge, sedangkan proses anaerobik misalnya proses digester dari lumpur IPAL.

Selain proses aerob dan anaerob, terdapat kelompok proses ketiga yaitu proses anoksik. Proses anoksik ditandai oleh tidak adanya oksigen terlarut serta penggunaan oksigen yang terdapat di dalam senyawa-senyawa kimia secara terus-menerus oleh berbagai kelompok mikroorganisme. Proses ini digunakan dalam denitrifikasi.

Kriteria kedua adalah reaktor yang membatasi mikroorganisme, ditandai oleh proses-proses pertumbuhan bakteri tersuspensi atau melekat (attached). a. Pertumbuhan Bakteri Tersuspensi (suspended growth process)

Dalam suspended growth process, misalnya proses aktivated sludge, mikroorganisme membentuk gumpalan-gumpalan koloni bakteri yang bergerak


(19)

8

secara bebas (tersuspensi) didalam air limbah. Mikroorganisme-mikroorganisme dapat keluar melalui aliran keluar air limbah sehingga densitas bakteri dalam reaktor harus dikontrol. Pada proses aliran lambat, pertumbuhn bakteri mungkin cukup untuk menggantikan kehilangan bakteri akibat aliran keluar Pada proses dengan kecepatan tinggi dan waktu tinggal hidrolik pendek, pengembalian atau

recycling bakteri merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk

mengontrol densitas bakteri di dalam reaktor (Kanisius, 2005). b. Pertumbuhan Bakteri Melekat (attached growth process)

Dalam attached growth process, misalanya proses trickling filters, mikroorganisme tumbuh di permukaan beberapa bahan pendukung di dalam reaktor. Mikroorganisme tersebut tidak terbawa keluar sehingga tidak dibutuhkan pengembalian massa bakteri. Dalam proses ini, biasanya digunakan batu-batuan sebagai bahan pengisi. Selain bahan-bahan pengisi alam, saat ini mulai banyak digunakan bahan-bahan pengisi plastik karena memiliki densitas packing yang lebih tinggi dan volume reaktor yang diperlukan untuk kapasitas yang sama lebih kecil. Plastik pengisi dapat digunakan baik dalam proses aerob maupun anaerob (Kanisius, 2005).

2.2.2 Fakor-Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Proses Aerob

a. Temperatur

Temperatur tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolisme dari populasi mikroorganisme, tetapi juga mempengaruhi beberapa faktor seperti kecepatan


(20)

9

transfer gas dan karakteristik pengendapan lumpur. Temperatur optimum untuk mikroorganisme dalam proses aerob tidak berbeda dengan proses anaerob. b. pH

Nilai pH merupakan faktor kunci pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa bakteri dapat hidup pada pH 9,5 dan di bawah 4,0. Secara umum pH optimum bagi pertumbuhan mikroorganisme adalah sekitar 6,5-7,5.

c. Waktu Tinggal Hidrolis

Waktu tinggal hidrolis adalah waktu perjalanan limbah cair di dalam reaktor atau lamanya proses pengolahan limbah cair tersebut. Semakin lama waktu tinggal, maka penyisihan yang terjadi akan semakin besar. Sedangkan waktu tinggal pada reaktor aerob sangat bervariasi (Wahyuningsih, 2006).

d. Nutrien

Selain kebutuhan karbon dan energi, mikroorganisme juga membutuhkan nutrient untuk sintesa sel pertumbuhan. Kebutuhan nutrient tersebut dinyatakan dalam bentuk perbandingan antara karbon dan nitrogen serta phosphor yang merupakan nutrient anorganik utama yang diperlukan mikroorganisme dalam bentuk BOD : N : P .

2.2.3 Mikroorganisme Dalam Pengolahan Air limbah Secara Biologi

Mikroba adalah jasad hidup yang memerlukan sumber nutrien dan lingkungan kehidupan yang sesuai untuk aktivitasnya (metabolisme, perkembangbiakkan dan penyebaran). Karena di dalam air kadang-kadang


(21)

10

didapatkan sejumlah benda asing yang mungkin bersifat racun, maka harus dapat dikontrol sebaik-baiknya.

Proses pengolahan limbah secara biologi akan menghasilkan indikator biologi yang terdiri dari jenis-jenis mikroba yang berperan. Mikroba tersebut tergolong dalam bakteria, mikroalgae dan protozoa. Selain mikroba tersebut adapula jasad lain yang ikut aktif, walaupun tidak merupakan jasad utama seperti jamur, serangga air dan hewan lainnya (Anonim, 2007).

Bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam air limbah. Oleh karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan bahan-bahan tersebut. Bakteri itu sendiri akan berkembang biak apabila jumlah makanan yang terkandung di dalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konstan.

2.3 Trickling Filter

Nama trickling filter berasal dari penggunaan nama reaktor yang menggunakan media padat berpori untuk pertumbuhan biofilm. Sistem ini terdiri dari peralatan yang diperlukan untuk mendistribusikan limbah cair ke seluruh permukaan media. Sedangkan yang dimaksud filter adalah proses pengaliran limbah cair melalui media yang telah ditumbuhi oleh biofilm. Gambar penampang bak trickling filter dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.1.


(22)

11

Gambar 2.1 Penampang Bak Trickling Filter (Metcalf and Eddy, 2001)

Kebanyakan media trickling filter tersusun dari media batu atau media sintetis lainnya. Sifat media ini adalah keras, tahan lama, permukaanya tahan terhadap bahan kimia. Range ukuran partikel 50-100 mm atau 2-4 inchi, luas permukaan 50-65 m²/m³, dengan porositas 40-50 %. Media plastik sering pula digunakan sebagai pengganti batu, tentunya yang mempunyai ukuran dan luas permukaan yang cukup, serta porositas yang memadai. Dengan luas permukaan >200 m²/m³ dan porositas > 95 %. Alternatif media lain yang bisa dipergunakan antara lain kayu dan lembaran-lembaran plastik (Purwanto, 2006).

Trickling filter dapat diklasifikasikan berdasarkan beban hidrolik atau

beban organik, yaitu low-rate, intermediate-rate, high-rate, super high-rate,

roughing dan two-stage (Metcalf, 1991). Parameter desain trickling filter


(23)

12 Tabel 2.4 Parameter Desain Trickling Filter

Design Characteristics Low-rate Intermediate

Rate High-rate

Super

high-rate Roughing Two-stage

Filter medium Rock, slag Rock, slag Rock Plastic Plastic, redwood

Rock, Plastic Hydraulic loading,

gal/ft2

.min 0,02-0,06 0,06-0,16 0,16-0,64 0,2-1,20 0,8-3,2 0,16-0.64 Mgal/acre.d 1-4 4-10 10-40 15-90 50-200 10-40

BOD5 loading, lb/103 ft3

.d 5-25 15-30 30-60 30-100 100-500 60-120

Depth, ft 6-8 6-8 3-6 10-40 15-40 6-8

Recirculation ratio 0 0-1 1-2 1-2 1-4 0,5-2

Filter flies Many Some Few Few or none

Few or none

Few or none Sloughing Intermittent Intermittent Continuous Continuous Continuous Continuous BOD5 removal efficiency, % 80-90 50-70 65-85 65-80 40-65 85-95

Effluent Well

nitrified Partially Nitrified Little nitrification Little nitrification No nitrification Well Nitrified

Tiga Komponen utama pada trickling filter, yaitu : a. Distributor

Air limbah didistribusikan pada bagian atas lengan distributor yang dapat berputar.

b. Pengolahan (pada media trickling filter)

Sistem pengolahan pada trickling filter terdiri dari suatu bak atau bejana dengan media permeable untuk pertumbuhan bakteri. Bentuk bejana biasanya bundar luas ,dengan diameter 6-60 meter, dindingnya biasanya terbuat dari beton atau bahan lain tetapi tidak perlu kedap air. Disepanjang dinding diberi ventilasi dengan maksud agar terjadi pertukaran udara secara baik (aerasi) sehingga proses biologis aerobik dapat berlangsung dengan baik. Pada beberapa trickling filter, media disusun tanpa dinding sehingga tidak diperlukan ventilasi tetapi konstruksi seperti ini kurang baik (Anonim, 2007)


(24)

13 c. Pengumpul

Filter juga dilengkapi dengan underdrain untuk mengumpulkan biofilm yang mati, kemudian diendapkan dalam bak sedimentasi. Bagian cairan yang keluar biasanya dikembalikan lagi ke trickling filter sebagai air pengencer air baku yang diolah.

2.3.1 Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Efisiensi Penggunaan

Trickling Filter

Agar fungsi trickling filter dapat berjalan dengan baik, diperlukan persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Persyaratan Abiotis

1. Lama waktu tinggal trickling filter

Diperlukan lama waktu tinggal yang disebut dengan masa pengkondisian atau pendewasaan agar mikroorganisme yang tumbuh di atas permukaan media telah tumbuh cukup memadai untuk terselenggaranya proses yang diharapkan. Waktu aerasi dirancang umumnya antara 3–8 hari. Lama waktu tinggal ini dimaksudkan agar mikroorganisme dapat menguraikan bahan-bahan organik dan tumbuh di permukaan media trickling filter membentuk lapisan biofilm atau lapisan berlendir. Pertumbuhan mikroorganisme pada media batu kali mulai terbentuk lapisan biofilm pada hari ke-3 masa pengkondisian (Anonim, 2007).

2. Aerasi

Agar aerasi berlangsung dengan baik, media trickling filter harus disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan masuknya udara ke dalam sistem


(25)

14

trickling filter tersebut. Keterbatasan udara dalam hal ini adalah oksigen sangat

berpengaruh terhadap proses penguraian oleh mikroorganisme.Aerasi juga dapat dilakukan dengan distributor berputar. Air limbah dikeluarkan di atas penyaring menetes oleh suatu distributor berputar sehingga aerasi cairan berlangsung sebelum kontak dengan media.

3. Jenis media

Bahan untuk media trickling filter harus kuat, keras, tahan tekanan, tahan lama, tidak mudah berubah dan mempunyai luas permukaan per unit volume yang tinggi. Bahan yang biasa digunakan adalah kerikil, batu kali, antrasit, batu bara dan sebagainya. Akhir-akhir ini telah digunakan media plastik yang dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan panas yang tinggi.

4. Diameter media

Diameter media trickling filter biasanya antara 2,5-7,5 cm. Sebaiknya dihindari penggunaan media dengan diameter terlalu kecil karena akan memperbesar kemungkinan penyumbatan. Makin luas permukaan media, maka makin banyak pula mikroorganisme yang hidup di atasnya.

5. Ketebalan susunan media

Ketebalan media trickling filter minimum 1 meter dan maksimum 3-4 meter. Makin tinggi ketebalan media, maka akan makin besar pula total luas permukaan yang ditumbuhi mikroorganisme sehingga makin banyak pula mikroorganisme yang tumbuh menempel di atasnya.


(26)

15 6. pH

Pertumbuhan mikroorganisme khususnya bakteri, dipengaruhi oleh nilai pH. Agar pertumbuhan baik, diusahakan nilai pH mendekati keadaan netral. Nilai pH antara 4-9,5 dengan nilai pH yang optimum 6,5-7,5 merupakan lingkungan yang sesuai.

7. Karakteristik air buangan

Air buangan yang diolah dengan trickling filter terlebih dahulu diendapkan, karena pengendapan dimaksudkan untuk mencegah penyumbatan pada distributor dan media filter.

8. Suhu

Pertumbuhan mikroorganisme juga dipengaruhi suhu. Suhu yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah 25-37ºC. Selain itu suhu juga mempengaruhi kecepatan reaksi dari suatu proses biologi, bahkan efisiensi dari

trickling filter sangat dipengaruhi oleh suhu.

b. Persyaratan Biotis

Persyaratan biotis diperlukan dalam penggunaan trickling filter adalah jenis, jumlah dan kemampuan mikroorganisme dalam trickling filter serta asosiasi kehidupan didalamnya.

2.3.2 Prinsip Kerja

Air buangan yang diolah dengan trickling filter harus terlebih dahulu di endapkan, karena pengendapan dimaksudkan untuk mencegah penyumbatan pada distributor dan media filter.


(27)

16

Air limbah diteteskan secara periodik dan terus-menerus ke atas media

trickling filter. Bahan organik yang ada dalam air limbah diuraikan oleh

mikroorganisme yang menempel pada media filter. Bahan organik sebagai subrat yang terlarut dalam air limbah diabsorbsi biofilm atau lapisan berlendir dan dilepaskan sebagai bahan suspensi yang berkoagulasi karena massanya lebih berat maka akan lebih mudah mengendap.

Bahan organik yang ada dalam limbah cair diuraikan oleh mikroorganisme yang menempel pada media filter. Pada bagian luar biofilm, bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerobik. Pertumbuhan mikroorganisme akan mempertebal lapisan biofilm (0,1-0,2 mm). Oksigen yang terdifusi dapat dikomsumsi sebelum biofilm mencapai ketebalan maksimum. Pada saat mencapai ketebalan penuh, oksigen dapat mencapai penetrasi secara penuh, akibatnya bagian dalam atau permukaan media menjadi anaerobik. Gambar 2.2 menunjukkan mekanisme proses pada trickling filter dengan sistem biofilm.

Pada saat lapisan biofilm mengalami ketebalan bahan organik yang diabsorsi dapat diuraikan oleh mikroorganisme, namun tidak dapat mencapai mikroorganisme yang berada di permukaan media. Dengan kata lain, tidak tersedia bahan organik untuk sel karbon pada bagian permukaan media, sehingga mikroorganisme pada bagian sekitar permukaan media mengalami fase


(28)

17

Gambar 2.2 Mekanisme Proses Pada Trickling Filter Dengan Sistem Biofilm (Eckenfelder, 2000)

Pada akhirnya mikroorganisme sebagai biofilm tersebut akan terlepas dari media. Cairan yang masuk akan turut melepas atau mencuci dan mendorong

biofilm keluar. Setelah itu lapisan biofilm baru akan segera mulai tumbuh.

Fenomena lepasnya biofilm dari media disebut sloughing dan hal ini fungsi dari beban organik dan beban hidroulik memberikan kecepatan daya gerus biofilm, sedangkan beban organik memberikan konstribusi pada laju metabolisme dalam

biofilm.

Mikroorganisme yang dominan adalah bakteri aerob, anaerob fakultatif, dan anaeob obligant. Bakteri aerob Bacillus terdapat di lapisan teratas, sedangkan bakteri anaerob Desuifovibrio terdapat di lapisan terbawah. Kelompok yang paling dominan adalah bakteri anaerob fakultatif, yang dapat hidup secara aerobik pada saat tersedia oksigen, tetapi dapat hidup terus menerus secara aerobik apabila terjadi penurunan kandungan oksigen. Jenis bakteri fakultatif yang biasa ditemukan adalah spesies-spesies dari Pseudomonas, Alcaligenes, Flavobacterium, Micrococcus dan anggota-anggota Enterobacteriaceae.


(29)

18

2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Pengolahan Trickling Filter

Pengolahan dengan menggunakan trickling filter mempunyai keuntungan dan kerugian (Anonim,2000).

Keuntungan :

1. Sederhana, dapat diandalkan, dan proses biologi. 2. Cocok di area yang bidang tanahnya tidak terlalu luas.

3. Mungkin kualitas untuk ini semua sama dengan keluarnya standart sekunder. 4. Efektif dilakukan pada konsentrasi tinggi tergantung dari penggunaan jenis

medium organik.

5. Dapat dipakai untuk media kecil sampai sedang.

6. Secara cepat menurunkan kelarutan BOD5 di dalam air limbah. 7. Efisiensi unit nitrifikasi.

8. Proses dasar yang tahan lama. 9. Kebutuhan energi rendah.

10.Tingkat keterampilan sedang dan keahlian teknis yang diperlukan untuk mengatur dan beropersainya sistem ini.

Kerugian :

1. Butuh perawatan ekstra untuk lebih banyak memenuhi standart kuat keluarannya.

2. Kemungkinan akumulasi kelebihan biomass itu yang tidak dapat disesuaikan dengan kondisi an aerobik dan dapat menghalangi kinerja trickling filter (kontrol ketebalan maksimum biomass dengan kecepatan tetesan hidrolik,


(30)

19

jenis media, jenis bahan organik, temperatur, dan kondisi alami pertumbuhan biologis).

3. Memerlukan perhatian teratur dari operator. 4. Timbulnya clogging relatif tinggi.

5. Membutuhkan beban rendah tergantung pada media.

6. Fleksibilitas dan pengaturan terbatas jika dibandingkan dengan proses lumpur aktif.

7. Problem bau busuk.

8. Permasalahan keong/ siput.

2.4 Media Filter

Media filter ideal adalah suatu bahan yang memiliki area permukaan tinggi per unit volume, rendah biayanya, memiliki daya tahan yang tinggi, dan tidak mudah tersumbat. Sebaiknya dipakai dengan ukuran 2-4 inchi (5-10 cm), karena akan menyediakan permukaan yang cukup luas untuk tempat bertumbuhnya mikroorganisme dan memberikan celah untuk masuknya udara.

Sebagai jenis filter yang banyak digunakan saat ini adalah batu dan plastik. Jenis batu apung karena memiliki beberapa keuntungan yaitu harga yang lebih murah dan mudah didapat, memiliki luas permukaan yang besar serta berpori banyak sehingga bakteri yang menempel pada permukaan media lebih banyak dari pada permukaan batu yang licin dan air limbah dapat terdegradasi lebih sempurna. Sedangkan plastik memiliki keuntungan yaitu beratnya lebih ringan dan bisa


(31)

20

bekerja pada ketinggian menara filter sampai 12 meter sedangkan batu hanya sampai 1 – 2,5 meter.

Menurut Wahyuningsih (2006) dalam Bowo Djoko (1995) bahwa media filter biasanya mempunyai ukuran media 25-100 mm. Kedalaman media berkisar 0,9-2,5 m (rata-rata 1,8 m). Media filter dapat berupa batu atau plastik. Kedalaman dapat mencapai 12 m yang disebut tower trickling filter.

2.5 Resirkulasi

Resirkulasi adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi removal dalam proses trickling filter sehingga tingkat pengolahan yang diinginkan dapat tercapai.

Fungsi dari resirkulasi yang utama adalah untuk menaikkan kebasahan media filter dengan mengatur kecepatan aliran limbah sebaik-baiknya sehingga diperoleh ketebalan biofilm yang merata dan dapat meningkatkan kerja filter serta menghindari sloughing (Wahyuningsih, 2006).

Pertimbangan resirkulasi didasarkan pada faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya pengolahan dengan resirkulasi, antara lain:

a. Bahan organik di dalam effluen filter yang diresirkulasi, dimasukkan kembali sehingga terjadi kontak dengan bahan biologis di dalam filter lebih dari satu kali. Hal ini menambahkan waktu kontak dengan mikroorganisme.

b. Jika resirkulasi dialirkan melalui bak sedimentasi, aliran ini akan mengencerkan aliran air buangan dengan beban yang kecil. Hal ini


(32)

21

membantu menjaga kondisi filter tetap baik selama periode fluktuasi pembebanan.

c. Resirkulasi memperbaiki pendistribusian di atas permukaan filter memperkecil kecenderungan clogging dan membantu mengontrol filter, dengan rasio resirkulasi 1 sampai 2 (Metcalf & Eddy, 2003)

2.6 Landasan Teori

Teori yang melandasi penelitian ini didasari atas penurunan polutan organik secara biologis dengan menggunakan bakteri aerobik yang melekat pada media batu apung dan dilakukan secara resirkulasi pada kolom trickling filter.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses biologis dengan menggunakan trickling filter, antara lain :

1. Debit filtrasi

Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan diperlukan keseimbangan antara debit filtrasi dengan kondisi media yang ada. Debit yang terlalu besar menyebakan tidak bekerjanya filter secara efisien Dengan adanya aliran air yang terlalu cepat dalam melewati ruang pori antara butiran media menyebabkan berkurangnya waktu kontak antara permukaan butiran media dengan air yang akan di filtrasi, sehingga proses filtrasi tidak berjalan sempurna.

2. Kedalaman dan material media

Tebal tidaknya media menyebabkan lamanya pengaliran dan besarnya daya saring. Media yang terlalu tebal biasanya mempunyai daya saring tinggi, tetapi membutuhkan waktu pengaliran yang lama. Sebaliknya media yang terlalu


(33)

22

tipis mempunyai daya saring rendah dan waktu pengaliran pendek. Demikian pula dengan butiran media berpengaruh pada porositas, rate filtrasi dan kemampuan daya saring.

Material media yang digunakan adalah batu apung, karena memiliki permukaan yang kasar (berpori) sehingga bakteri yang menempel pada permukaan media lebih banyak. Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya pori dan luas permukaan media adalah bentuk butiran dan porositas. Porositas media per butir ini tidak boleh kurang dari 0,4 karena dapat menyebabkan filter menjadi cepat tersumbat. Sebaliknya bila lebih besar dari 0,4 akan menghasilkan effluent yang buruk (Wahyuningsih, 2006).

3. Resirkulasi.

Fungsi dari resirkulasi yang utama adalah menaikkan kebasahan media filter. Dengan mengatur kecepatan aliran air limbah sebaik-baiknya, dapat diperoleh tebal biofilm yang merata, meningkatakan kinerja filter, untuk menghindari sloughing dan sebagai pengencer.

2.7 Hipotesa

Diduga bahwa dengan menggunakan Trickling Filter kandungan BOD dan TSS pada air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dapat di turunkan.

2.8 Sediing 2.9 Kk


(34)

23

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.2 Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Air limbah domestik berasal dari Rumah Susun Wonorejo daerah Surabaya dan terlebih dahulu dianalisa BOD dan TSS nya.

2. Kolom trickling filter yang terbuat dari flexiglass. 3. Media batu apung (3 – 5 cm).


(35)

24 Keterangan Alat :

1. Bak penampung 1 sebagai tempat penampung air limbah domestik.

2. Bak penampung 2 sebagai tempat penampung limbah cair dari bak penampunng 1 yang di pompakan ke atas.

3. Shower sebagai meratakan air ke media.

4. Kolom trickling filter yang berisi tumpukan batu apung dengan sususun media secara acak tak beraturan.

5. Bak penampung 3 sebagai tempat untuk menampung effluent lalu di resirkulasi ke kolom trickling filter.

6. Kran di gunakan untuak mengatur besarnya debit yang mengalir. 7. Resirkulasi ke bak umpan

3.4 Variabel

Penelitian dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) variable yang dikerjakan yaitu debit dan rasio resirkulasi.

3.3.1 Peubah tetap

1. Diameter tabung = 20 cm 2. Ketinggian tabung = 80 cm 3. Volume rongga = 15,2 lt 3.3.1 Peubah yang dikerjakan

1. Debit (ml/ menit) = 100, 150, 200, 250, 300 2. Rasio resirkulasi = 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5


(36)

25 3.5 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara kontinyu dan dua tahap proses, yaitu tahap persiapan dan tahap percobaan utama.

3.4.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan ini meliputi proses seeding dan aklimatisasi. Tahap ini dilakukan agar reaktor siap diguanakn untuk prnyisihan beban organik yaitu meliputi :

1. Pembibitan terhadap bakteri (seeding) dengan menggunakan air septiktank sebanyak 2 liter dan di tambahkan 5 liter aquadest kemudian di masukkan ke dalam wadah untuk di aerasi selama 2 minggu serta penambahan nutrien hingga timbul mikroorganisme kemudian dimasukkan ke dalam kolom

trickling filter untuk di proses.

2. Apabila lapisan lendir tersebut telah tumbuh dan menutupi semua area permukaan media batu apung maka kolom trickling filter siap di gunakan untuk proses penyisihan beban organik.

3. Tahap selanjutnya adalah mencampurkan air limbah sebesar 10% setiap hari dari volume lumpur aktif di bak penampung, hal ini dilakukan terus sampai volume limbah di bak penampung mencapai 100%. Penambahan air limbah ini dilakukan untuk mengkondisikan mikroorganisme dengan air limbah, setelah penambahan air limbah mencapai 100% selanjutnya penelitian dilakukan.


(37)

26 3.4.2 Tahap Penelitian

1. Analiasa awal air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo sebelum masuk bak penampung.

2. Air limbah domestik dimasukkan dalam bak penampung (1).

3. Dari bak penampung (1) air limbah domestik tersebut dialirkan ke bak penampung (2) yang berfungsi sebagai bak pengatur debit dengan memvariasikan debit 100, 150, 200, 250 dan 300 ml/menit.

4. Kemudian dari bak penampung (2) air limbah domestik tersebut dialirkan ke dalam kolom trickling filter menuju bak penampung (3).

5. Air limbah domestik dari bak penampung (3) dialirkan kembali (di recycle) ke kolom trickling filter dengan menggunakan pompa agar mendapatkan hasil yang maksimal dengan memvariasikan operasi terhadap rasio resirkulasi sebesar 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 dan 2,5 .

6. Selanjutnya dari bak penampung (2) air limbah domestik dialirkan kembali ke kolom trickling filter untuk diproses kembali dengan memvariasikan debit akumulasi yang diperoleh dari penjumlahan debit awal dan debit resirkulasi. 7. Pengambilan sampel dari effluent dilakukan sesuai dengan waktu detensi

masing-masing. Hasil akhir proses tersebut ditampung pada bak effluent kemudian di analisa nilai BOD dan TSS nya.


(38)

27

3.6 Kerangka Penelitian

Mulai

Permasalahan badan air

Tujuan

Persiapan awal penelitian : 1. Studi literatur

2. Pemilihan variabel penelitian

Persiapan penelitian

Analisa pendahuluan BOD dan TSS

Pengadaan sampel Rangkaian alat

Seeding dan aklimatisasi

Pelaksanaan penelitian

Analisa BOD dan TSS

Kesimpulan dan saran


(39)

28

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian pengolahan air limbah domestik dengan trickling filter ini dipergunakan untuk mempelajari variabel yang berpengaruh menurunkan beban pencemar yang terdapat dalam air limbah domestik. Air limbah sebagai sumber pencemar tersebut berasal dari Rumah Susun Wonorejo Surabaya. Sebelum melakukan penelitian maka air limbah domestik tersebut dianalisakan terlebih dahulu guna mengetahui parameter cemaran yang ada. Hasil analisa awal yang dilakukan, diperoleh data-data sebagaimana seperti pada Tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1 Analisa Awal Air Limbah Domestik Rumah Susun Wonorejo

Parameter  Satuan 

Hasil  Baku Mutu  Air Limbah Domestik Analisa   SK Gub. No 45  KepMen LH 

Awal  Tahun 2002  No 112 Thn 2003 

pH   ‐  8,3   6 ‐ 9   6 – 9 

BOD  mg/lt  380,95  50  100 

TSS  mg/lt  272,63  200  100 

Minyak dan Lemak   mg/lt  < 0,5  5  10 

Air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo tersebut diolah secara biologi, yaitu menggunakan trickling filter dengan media batu apung yang berdiameter 3-5 cm. Proses peneliti untuk mendapatkan penyisihan BOD dan TSS yang maksimum dengan memvariasikan debit aliran dan rasio resirkulasi. Hasil penelitian dengan memanfaatkan/ menggunakan trickling filter sebagai instalasi


(40)

29

pengolahan cemaran, diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 sebagai berikut :

Tabel 4.2 Pengaruh Debit (ml/menit) dan Rasio Resirkulasi Terhadap

Persen (%) Penyisihan BOD

Q  Rasio Resirkulasi (R) 

(ml/menit)  0,5 1 1,5 2 2,5 

   Penyisihan BOD (%)

100  77,46  82,07  84,11  81,56  81,04 

150  76,14  81,14  83,17  81,00  80,41 

200  75,00  80,74  82,30  80,09  79,44 

250  74,16  78,52  80,14  79,05  78,59 

300  73,58  76,53  79,03  78,53  77,87 

Tabel 4.3 Pengaruh Debit (ml/menit) dan Rasio Resirkulasi Terhadap

Persen (%) Penyisihan TSS

Q  Rasio Resirkulasi (R) 

(ml/menit)  0,5 1 1,5 2 2,5 

   Penyisihan TSS (%)

100  66,16 69,78 73,15 69,37 67,63 

150  64,62 68,04 72,28 68,40 66,69 

200  63,87 66,86 71,29 67,56 65,60 

250  62,60 65,29 68,70 66,91 64,95 

300  61,74 64,29 67,19 65,27 63,86 

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 pengaruh debit aliran pada proses biologi menggunakan trickling filter terhadap air limbah domestik Rumah susun Wonorejo menunjukkan dengan debit aliran 300 ml/menit dan rasio resirkulasi 1,5 diperoleh kemampuan penyisihan BOD dan TSS air limbah domestik sebesar 79,03% dan 67,19%. Apabila debit aliran diturunkan menjadi 200 ml/menit dan 100 ml/menit dengan rasio resirkulasi yang sama yaitu 1,5 maka kemampuan penyisihan BOD dalam kolom trickling filter naik menjadi 82,30% dan 84,11%.


(41)

30

Untuk penyisihan TSS terlihat pula naik menjadi 71,29% dan 73,15%. Cenderung meningkatnya kemampuan penyisihan BOD dan TSS tersebut juga terlihat pula pada variasi rasio resirkulasi yang digunakan dengan berbagai debit aliran yang secara bertutur-turut diturunkan. Untuk itu secara keseluruhan BOD yang dipengaruhi berbagai variasi debit aliran dapat ditunjukkan pada Grafik 4.1.

4.1 Pengaruh Debit (ml/ menit) Terhadap Persen (%) Penyisihan BOD Air

Limbah Domestik

Kemampuan instalasi trickling filter untuk menyisihkan BOD pada air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dengan menggunakan variasi debit aliran dapat dilihat pada Grafik 4.1 di bawah ini.

Grafik 4.1 Hubungan Antara Debit (ml/menit) dengan Persen (%) Penyisihan BOD Pada Berbagai Rasio Resirkulasi (R)

Dari Grafik 4.1 terlihat bahwa persen penyisihan BOD pada air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dengan menggunakan trickling filter terbaik terjadi pada debit aliran 100 ml/menit, dengan rasio resirkulasi 1,5. Maka diperoleh penyisihan BOD sebesar 84,11%, menurut Kler and Sundstrom (1979)


(42)

31

bahwa efisiensi penyisihan BOD pada trickling filter adalah 75-85 %. Hal ini menunjukkan semakin kecil debit aliran yang digunakan dalam proses maka akan terjadi kontak yang lama antara air limbah dengan bakteri yang menempel pada media batu apung. Mekanisme kontak tersebut dapat dilihat dari lapisan film atau lendir yang menempel pada permukaan media batu apung dan lapisan lendir (biofilm) tersebut akan mengadsorb bahan organik yang ada sebagai substrat.

Peristiwa ini menyebabkan bertambah tebalnya lapisan lendir yang menempel pada permukaan media batu apung, seiring dengan semakin tebalnya lapisan lendir pada permukaan media batu apung tersebut maka penyisihan BOD juga semakin besar. Pada debit aliran 100 ml/menit dengan rasio resirkulasi 1,5 terjadi kontak yang lama antara air limbah domestik dengan bakteri yang menempel pada biofilter yang ada pada permukaan media batu apung dan didukung dengan proses pengenceran yang cukup, dengan bertambahnya waktu tinggal air limbah yang lama dalam kolom Trickling Filter maka memberi kesempatan kepada bakteri untuk memperoleh makanannya secara maksimal yaitu dengan mendegradasi polutan organik.

Sedangkan pada debit 300 ml/menit dengan rasio resirkulasi 1,5 mengalami penurunan pada penyisihan BODnya menjadi 79,03 %. Hal ini karena kesempatan bakteri untuk mengambil substrat dan oksigen guna proses metabolisme sel, serta berkurangnya waktu tinggal maka akan memberikan ksempatan berkontaknya udara/oksigen dengan air limbah domestik yang kurang berjalan baik sehingga kemampuan bakteri dalam penyisihan BOD belum berjalan dengan baik.


(43)

32

4.2 Pengaruh Rasio Resirkulasi (R) Terhadap Persen (%) Penyisihan BOD

Air Limbah Domestik

Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dengan resirkulasi 0,5 dan pada debit aliran 300 ml/menit diperoleh kemampuan penyisihan BOD sebesar 73,58%. Apabila rasio resirkulasi dinaikkan menjadi 1,5 dengan debit aliran yang sama 300 ml/menit maka kemampuan penyisihan BOD naik menjadi 79,03% akan tetapi bila rasio resirkulasi dinaikkan lagi menjadi 2,5 maka kemampuan penyisihan BOD akan turun menjadi 77,87%. Secara keseluruhan dapat dilihat pada Grafik 4.2 berikut ini.

Grafik 4.2 Hubungan Antara Rasio resirkulasi (R) dengan Persen (%) Penyisihan BOD Pada Berbagai Debit (ml/menit)

Dari Grafik 4.2 diatas dapat dilihat bahwa persen penyisihan BOD air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dengan menggunakan Trickling filter terbaik terjadi pada rasio resirkulasi 1,5 dengan debit aliran 100 ml/menit. Penyisihan terbaik BOD terjadi pada rasio resirkulasi 1,5 dengan debit aliran 100 ml/menit yaitu sebesar 84,11%. Apabila rasio resirkulasi dinaikkan menjadi


(44)

33

masing-masing 0,5, 1,0 dan 1,5 dengan debit aliran yang sama pula 100 ml/menit terjadi kenaikkan kemampuan penyisihan BOD sebesar 77,46% , 82,07% dan 84,11%, karena pada rasio resirkulasi yang kecil mengalami peningkatan, hal ini $disebabkan oleh semakin kecil debit yang dikembalikan akan semakin lama juga waktu tinggal air limbah dalam kolom Trickling Filter tersebut sehingga kemampuan penyisihan BOD oleh bakteri semakin meningkat, karena terjadi kontak yang lama antara air limbah dengan bakteri yang menempel pada media batu apung dalam bentuk film yang tebal. Mikroorganisme yang tumbuh melekat sebagai film pada permukaan filter (batu apung) melakukan oksidasi didalam air limbah dan oksigen dari udara, hal ini menyebabkan mikroorganisme berkembang dengan baik sehinga lapisan film atau lendir semakin tebal.

Pada rasio resirkulasi dinaikkan lagi menjadi 2,0 dan 2,5 maka kemampuan penyisihan BOD mengalami penurunan sebesar 81,56% dan 81,04% karena adanya penambahan debit aliran yang dikembalikan dalam jumlah besar, hal ini dapat menyebabkan kondisi bakteri butuh penyesuaian lagi dan tidak stabil. Dengan bertambahnya debit aliran yang besar sehingga waktu tinggal air limbah dalam kolom Trickling Filter semakin pendek, karena kontak antara bakteri dengan air limbah semakin cepat, sehingga kemampuan bakteri dalam penyisihan BOD belum berjalan dengan baik.


(45)

34

4.3 Pengaruh Debit (ml/ menit) Terhadap Persen (%) Penyisihan TSS Air

Limbah Domestik

Kemampuan penyisihan TSS air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dengan memvariasikan debit secara keseluruhan dapat di lihat pada Grafik 4.3 di bawah ini :

Grafik 4.3 Hubungan Antara Debit (ml/menit) dengan Persen (%) Penyisihan TSS Pada Berbagai Rasio Resirkulasi (R)

Dari Grafik 4.3 diatas dapat dilihat bahwa persen penyisihan TSS air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dengan menggunakan Trickling filter terbaik terjadi pada debit aliran 100 ml/menit dengan rasio resirkulasi 1,5. Penyisihan terbaik TSS terjadi pada debit aliran 100 ml/menit dengan rasio resirkulasi 1,5 yaitu sebesar 73,15%. Apabila terjadi penambahan debit menjadi masing-masing 150 ml/menit, 200 ml/menit, 250 ml/menit dan 300 ml/menit dengan rasio resirkulasi yang sama yaitu 1,5 maka terjadi penurunan pada penyisihan TSS sebesar 72,28%, 71,29%, 68,70% dan 67,19%.

Hal ini menunjukkan dengan debit yang kecil maka waktu tinggalnya air limbah dalam Trickling Filter semakin lama sehingga kemampuan penyisihan


(46)

35

TSS semakin besar, karena semakin lama waktu kontak antara air limbah dengan lapisan film atau lendir pada media batu apung, maka proses degradasi parameter-parameter pencemar organik dapat berlangsung lebih lama sehingga kinerja reaktor akan semakin baik dan konsentrasi effluent yang dihasilkan juga semakin rendah. Sedangkan pada debit yang besar maka aliran airnya yang melewati pori-pori pada media batu apung juga semakin besar sehingga kemampuan daya saring tidak dapat terjadi dengan sempurna karena waktu kontak yang singkat antara air limbah dengan biofilm yang menempel pada batu apung.

4.4 Pengaruh Rasio Resirkulasi (R) Terhadap Persen (%) Penyisihan TSS

Air Limbah Domestik

Pada Grafik 4.4 di bawah ini dapat dilihat kemampuan penyisihan TSS pada air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dengan memvariasikan rasio resirkulasi.

Grafik 4.4 Hubungan Antara Rasio Resirkulasi (R) dengan Persen (%) Penyisihan TSS Pada Berbagai Debit (ml/menit)


(47)

36

Dari Grafik 4.4 diatas dapat dilihat bahwa persen penyisihan TSS air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo dengan menggunakan Trickling filter terbaik terjadi pada rasio resirkulasi 1,5 dengan debit aliran 100 ml/menit. Penyisihan terbaik TSS terjadi pada rasio resirkulasi 1,5 dengan debit aliran 100 ml/menit yaitu sebesar 73,15%. Apabila rasio resirkulasi di perbesar menjadi masing-masing 2,0 dan 2,5 dengan debit 100 ml/menit didapat penurunan pada penyisihan BOD sebesar 69,78% dan 67,63%. Pada rasio resirkulasi 0,5 dan 1,0 dengan debit yang sama adalah 100 ml/menit nampak ada peningkatan pada penyisihan BOD air limbah Rumah Susun Wonorejo sebesar 66,16% dan 69,78%.

Hal ini dikarenakan pada rasio resirkulasi yang kecil maka debit yang dikembalikan juga kecil sehingga waktu pengalirannya panjang,karena makin lama waktu kontak air limbah dengan biofilm yang menempel pada media batu apung maka menyebabkan daya saring yang tinggi untuk menyaring TSS pada air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo.

Sedangkan pada rasio 2,0 dan 2,5 terjadi penurunan penyisian TSS sebesar 69,78% dan 67,63% hal ini disebabkan resirkulasi semakin besar waktu tinggal air limbah pada Trickling Filter semakin cepat. Pada rasio 2,0 dan 2,5 lapisan biofilm yang menempel pada batu apung mulai tebal, sehingga pada akhirnya akan terlepas juga dari media tersebut. Jika resirkulasi ditambahkan maka akan terjadi pengenceran yang besar pula, hal ini menyebabkan biofilm akan terlepas sehingga penyisihan TSS pada air limbah domestik menurun.


(48)

37

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka trickling filter mampu dipergunakan sebagai unit pengolahan air limbah domestik Rumah Susun Wonorejo. Kemampuan penurunan BOD yang terbaik adalah 84,11% pada ratio resirkulasi 1,5 dan debit 100 ml/menit dengan kadar BOD akhir 60,53 mg/ lt. Sedangkan kemampuan penurunan TSS yang terbaik adalah 73,15% pada ratio resirkulasi 1,5 dan debit 100 ml/menit dengan kadar TSS akhir 73,21 mg/ lt.

Semakin kecil debit aliran menunjukkan semakin lama pula waktu tinggal sehingga dapat meningkatkan efisiensi penyisihan yang terjadi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu kontak antara limbah dengan biomassa.

5.2 Saran

a. Pada penelitian ini Trickling Filter mampu menurunkan kandungan BOD dan TSS pada air limbah domestik, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan pengolahan yang lainnya misalnya RBC (Rotating Biological Contactor) dan sistem anaerob.

b. Pada penelitian ini hanya dua variabel yang ditinjau, yaitu debit aliran dan rasio resirkulasi dari variabel yang berpengaruh dalam Trickling Filter, maka perlu dikembangkan lagi untuk variabel pH, jenis media, diameter media, dan ketinggian media.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2002, “Wastewater Technology Fact Sheet Trickling Filter”.

http:

Benefield, L.D., and Randall, C.W., 1980, ”Biological Process Design for

Wastewater Treatment”, pp 391-410, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs.

Eckenfelder Jr, W.W., 2000,” Industrial Water Pollution control”, 3

th

edition, pp

614-621, McGraw-Hill Book Company, Inc., Singapore.

Eddy and Metcalf., 1991, ”Wastewater Enggenering treatment Disposal Reuse”,

3

th

edition, pp 375-378, McGraw-Hill Book Company, Inc., New York.

Ginting, P., 2007, ”Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri”, hlm

160-164, Yrama Widya, Bandung.

Kanisius., dan Siregar, S.A., 2005, ”Instalasi Pengolahan Air Limbah”, hlm

52-64, Andi, Yogyakarta.

Kristanto, P., 2002, ”Ekologi Industri”, hlm 77-87, Andi, Yogyakarta.

Pratama, W., 2004, “Studi Pemanfaatan Kayu Api (Pistia Stratiotes L) Untuk

Menurunkan Konsentrasi BOD dan COD Limbah Domestik Rumah Susun

Menanggal Surabaya”, hlm 5, Jurusan Teknik Lingkungan, UPN Veteran,

Surabaya.

Purwanto, D.S., 2006, ”Pengolahan Limbah Cair”, hlm18-21, Dua Tujuh,

Surabaya.

Rosalia , 2006, ”Unjuk Kinerja Biofilter Aerobik Aliran Upflow Dengan Media

Batu Apung”, hlm 120-130, Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya.

Sundstrom, D.W., and Kler, H.E., 1979, “Wastewater Treatment”, pp 174,

Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs.

Susanti, R., 2002, “Pengolahan Limbah Cair Industri Rokok Secara Biologis

Anaerob Dengan Menggunakan Alat Trickling Filter”, hlm 19-25, Jurusan

Teknik Kimia, UPN Veteran, Surabaya.

Sjarief, K., dan Kodoatie, R.J., 2005, ”Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu”,

hlm 170-173, Andi, Yogyakarta.


(50)

Wahyuningsih, R., 2006, “Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan

Menggunakan Trickling Filter”, hlm 13-19, Jurusan Teknik Lingkungan,

UPN Veteran, Surabaya.


(51)

A-1

LAMPIRAN A

DATA DASAR HASIL PENELITIAN

Dari penelitian yang dilakukan yaitu pengolahan air limbah domestik

Rumah Susun Wonorejo secara biologi dengan

Trickling filter

, diperoleh

data-data sebagaimana ditabelkan dalam Tabel a.1 dan Tabel a.2 :

Tabel a.1

Pengaruh perubahan rasio resirkulasi, dan debit terhadap BOD

Rasio resirkulasi (R)

Debit 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5

(ml/menit) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt)

Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir

100 85,87 68,31 60,53 70,25 72,21

150 90,89 71,83 64,13 72,39 74,62

200 380,95 95,25 380,95 73,39 380,95 67,42 380,95 75,86 380,95 78,34

250 98,43 81,84 75,66 79,80 81,55

300 100,66 89,42 79,87 81,78 84,31

Tabel a.2

Pengaruh perubahan rasio resirkulasi, dan debit terhadap TSS

Rasio resirkulasi (R)

Debit 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5

(ml/menit) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt)

Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir

100 92,25 82,40 73,21 83,52 88,25

150 96,47 87,14 75,56 86,15 90,80

200 272,63 98,51 272,63 90,36 272,63 78,27 272,63 88,43 272,63 93,79

250 101,96 94,62 85,33 90,21 95,57


(52)

B-1

LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

Langkah-langkah menentukan volume rongga pada kolom Trickling Filter

adalah :

Di ketahui :

1.

Volume rongga tanpa media (Vr)

Volume kolom

=

=

=

=

2.

Kolom trickling filter diisi dengan kerikil hingga tinggi 80 cm.

3.

Kolom yang diisi penuh dengan air,di taruh dalam sebuah bak, lalu kerikil

tersebut di masukkan dalam kolom sehingga banyak air yang tumpah dan di

tampung dalam bak tadi. Air yang ada dalam bak dapat kita hitung sebagai

volume media. Volume air yang tumpah sebeasar 16,2 liter.


(53)

B-2

Prosentase penurunan kandungan BOD dan TSS pada pengolahan limbah

cair domestik rumah susun Wonorejo secara biologi dengan kolom Trickling

Filter dapat dicari dengan persamaan berikut :

Contoh perhitungan penyisihan BOD :

Pada variabel debit aliran 100 ml/ menit dengan rasio resirkulasi 1,5

Kadar BOD awal

= 380,95 mg/ lt

Kadar BOD akhir

= 60,53 mg/ lt

Contoh perhitungan penyisihan TSS :

Pada variabel debit aliran 100 ml/ menit dengan rasio resirkulasi 1,5

Kadar TSS awal

= 272,63 mg/ lt


(54)

C-1

LAMPIRAN C

ANALISA BOD DAN TSS

1.

Langkah Analisa BOD

1).

Larutan pengencer terhadap air limbah domestik yang akan dianalisa. Cara

membuatnya dengan mencampur 1 ml larutan buffer fosfat, 1 ml larutan

MgSO

4

, 1 ml KCL, 1 ml FeCL

3

2).

Siapkan 2 botol winkler yang masing-masing di isi 100 ml sampel air yang

akan dianalisa dan 2 botol winkler yang masing-masing di isi 100 ml

aquades (blanko) ke dalam botol winkler.

, 1 ml larutan benih. Komposisi tersebut

untuk per liter air, aerasi minimal 2 jam

3).

Tambahan air pengencer/benih/seeding ke masing-masing botol winkler

sampai penuh dan tumpah, kemudian tutup botol winkler.

4).

Pada kedua botol winkler di lakukan analisa oksigen terlarut 0 hari untuk

sampel air dan aquades, kemudian dilanjutkan ke prosedur analisa

selanjutnya.

5).

Sedangkan kedua sisa botol winkler yang berisi sampel air dan aquades

dimasukkan ke dalam inkubator 20°C selama 5 hari. Setelah 5 hari lakukan

analisa oksigen terlarut 5 hari (lakukan sesuai prosedur selanjutnya).

6).

Tambahkan 1 ml larutan Mn SO

7).

Tambahkan 1 ml larutan Alkali Iodida Acida

4


(55)

C-2

8).

Tutup kembali botol winker dengan hati-hati sehingga tidak ada udara yang

terperangkap, kemudian balik-balik / kocok botol hingga larut

9).

Biarkan gumpalan mengendap sekitar 5 – 10 menit

10).

Tambahkan 1 ml larutan H

2

SO

4

11).

Ambil sebanyak 100 ml larutan tersebut

pekat, tutup kembali kemudian kocok

botol hingga larut

12).

Titrasi dengan Na

2

S

2

O

3

13).

Tambahkan 3 – 4 tetes indikati amilum lalu titrasi kembali sampai warna

biru permata kali hilang (setelah beberapa menit akan timbul kembali)

sehingga warna menjadi coklat muda

14).

Catat volume titrasi Na

2

S

2

O

15).

Perhitungan :

3

Oksigen terlarut (mg/l) =

1000 8 ml

100 a

× × ×NNaThio

Pengencer Blanko DO DO Sampel DO DO

BOD520 =( 05) −( 05) ×

2.

Langkah Analisa TSS

1).

Keringkan Gooch krus pada suhu 103 - 105°C selama 1 jam, hingga berat

tetap.

2).

Simpan dalam desikator 20 menit

3).

Timbang Gooch krus (a)

4).

Saring sampel tersera 10-20 ml, saring dengan Gooch krus

5).

keringkan pada suhu 103 - 105°C selama 1 jam


(56)

C-3

6).

Dinginkan dalam desikator 20 menit

7).

Timbang Gooch krus sampai berat konstan (b).

8).

Perhitungan :

TSS (mg/l) =

Sampel vol

1000 A x -B

A = Berat saringan di tambah residu dalam (mg)

B = Berat saringan


(57)

D-1

LAMPIRAN D


(58)

(59)

(60)

(61)

(62)

(63)

E-1

LAMPIRAN E

GAMBAR-GAMBAR PENELITIAN

Lokasi Penelitian


(64)

E-2

Rangkaian alat Trickling Filter


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

E-1

LAMPIRAN E

GAMBAR-GAMBAR PENELITIAN

Lokasi Penelitian


(6)

E-2

Rangkaian alat Trickling Filter