PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU MATEMAT. pdf

MELALUI PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS DI SMA NEGERI 1 BANDAR, SMA NEGERI 2 BUKIT DAN SMK NEGERI 2 BENER MERIAH SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2014 - 2015

OLEH : Dra. INNI HIKMATIN, M.Pd NIP 19610713 198603 2 001

Di ajukan untuk memenuhi persyaratan kenaikan golongan

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN BENER MERIAH

TAHUN 2015

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan ka rya ilmiah Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) yang berjudul "Peningkatan Profesionalime Guru Matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah Melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas Semester Genap Tahun Pelajaran 2014 - 2015". Penyusunan karya ilmiah ini penulis susun untuk memenuhi persyaratan kenaikan pangkat/golongan profesi guru dari IVb ke IVc.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu terima kasih penulis ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya kepada:

1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bener Meriah

2. Yth. Ketua APSI Provensi Aceh

3. Yth. Kepala Sekolah dan guru-guru matematika di SMA N 1 Bandar

4. Yth. Kepala Sekolah dan guru-guru matematika di SMA N 2 Bukit

5. Yth. Kepala Sekolah dan guru-guru matematika di SMK N 2 Bener Meriah

Semua pihak yang telah banyak membantu, sehingga penulisan ini selesai. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan

Redelong, 21 Mai 2015 Penulis

Dra. Inni Hikmatin, M.Pd

NIP: 1961 0713 198603 2 001

Inni Hikmatin, PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU MATEMATIKA DI SMA N

1 BANDAR, SMA N 2 BUKIT DAN SMK N 2 BENER MERIAH MELALUI PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2014 – 2015

Penelitian dengan judul “Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika di SMA Negeri

1 Bandar, SMA Negeri 2 Bukit, dan SMK Negeri 2 Bener Meriah Melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas ” dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan guru dalam melakukan pen elitian tindakan kelas dan peningkatan proses pembelajaran matematika. Penelitian dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2014 – 2015 berlokasi di SMA N 1 Bandar dan SMK N 2 Bener Meriah. Subjek penelitian ini adalah guru matematika dan kimia di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah yang merupakan binaan penulis berjumlah 13 orang, dan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah peningkatan profesionalistas guru matematika melalui pelatihan penelitian tindakan kelas. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan sekolah dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara, instrument yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari instrument pedoman observasi dalam program proses pembelajaran pedoman observasi digunakan untuk menggali respon pada guru matematika, sedangkan pedoman wawancara digunakan untuk melengkapi data yang digali melalui pendoman observasi.

Penelitian dilakukan dalam dua siklus masing- masing siklus terdiri atas empat tahapan, yakni : perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Indikator kinerja yang ditetapkan adalah sebagai berikut: 0 sd 70 Kualifikasi kurang (D), 71 sd 80 kualifikasi cukup (C), 81 sd 90 kualifikasi baik (B) dan 91 sd 100 kualifikasi amat baik (A). bila skor minimal 81 maka sudah dapat dikatakan tindakan yang diterapkan berhasil. Dan bila belum mencapai hasil baik makan tindakan dilanjutkan ke siklus berikutnya. Aspek yang diukur dalam observasi adalah penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran, minimal baik (81). Hasil pengamatan dari observer pada pelaksanaan pembelajaran minimal baik (81), dan pelaksanaan proses pembelajaran mendapat nilai baik (81)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa untuk dapat mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan. Tanpa adanya kualitas pendidikan yang baik disuatu negara maka pembangunan akan sulit dilakukan, sehingga cita-cita untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran di negara tersebut akan menjadi hal yang sangat berat untuk dicapai. Ketika kondisi pendidikan disuatu negara sudah berada pada kategor i maju atau baik, maka tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di negara tersebut juga akan berada pada posisi yang baik pula bahkan mungkin di posisi yang sangat tinggi, sehingga pembangunan dapat berjalan dengan cepat. Hal tersebut dikarenakan pendidikan akan selalu berbanding lurus dengan tingkat pembangunan dan kemajuan yang diraih, meskipun ada beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi kesuksesan pembangunan tersebut.

Dalam upaya memajukan pendidik an maka guru merupakan hal utama yang harus diperhatikan, karena guru merupakan aktor utama yang menjalankan pembelajaran. Sebagaimana Saiful Bahri Djamarah (2002) menjelaskan bahwa guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didiknya. Sehingga sebaik apapun rancangan sebuah kurikulum dan juga fasilitas pendukung yang diberikan, jika tanpa adanya peranan guru yang mengolahnya menjadi materi yang dapat dipahami, maka kurikulum tersebut tidak akan berarti apa-apa bagi peserta didiknya. Karena guru merupakan titik sentral dalam usaha mereformasi pendidikan, dan juga kunci keberhasilan dari setiap usaha peningkatan mutu pendidikan (Suhardan & Dadang, 2001).

Penjelasan tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyebutkan bahwa, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, Penjelasan tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyebutkan bahwa, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah disebutkan bahwa, jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan profesional. Sehingga guru dituntut agar terus mengembangkan kapasitas dirinya sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun internasional.

Profesionalisme seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sangatlah mempengaruhi hasil akhir belajar siswa. Rendahnya profesionalisme seorang guru dalam menjalankan proses pembelajaran akan berdampak pada rendahnya mutu pendidikan, karena proses pembelajaran tid ak dapat berlangsung dengan baik. Sebagaimana yang kita ketahui, dalam menjalankan proses pembelajaran guru akan selalu dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan yang terkadang tidak terduga, sehingga kesiapan dan kemampuan guru dalam menangani permasalahan tersebut dengan cepat dan solutif menjadi persyaratan penting yang harus dimiliki oleh seorang guru.

Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia yang juga bercita-cita untuk memajukan kehidupan pendidikannya dan melaksanakan amanat Undang- Undang Dasar 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, telah menetapkan standar kompetensi lulusan yang berbasis pada kompetensi abad XXI untuk memperkuat kontribusi Indonesia terhadap pembangunan peradaban dunia

(Permendiknas No. 64, 2013 : 2). Standar kompetensi lulusan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tersebut menuntut kompetensi yang tinggi dari para lulusan sekolah menengah menuju lulusan yang cerdas dan komprehensif, sehingga salah satu implikasinya yakni guru harus senantiasa meningkatkan kompetensinya agar kualitas pembelajarannya dapat terus meningkat.

Kenyataan yang saat ini masih sering kita temui adalah pilihan menjadi seorang guru seolah seperti pilihan profesi yang terakhir. Profesi guru dianggap kurang bonafide, sehingga bagi sebagian orang pilihan untuk menjadi seorang guru bukanlah pilihan profesi prioritas mereka. Akibatnya kesadaran mereka tentang peran penting yang dimiliki oleh seorang guru sangatlah rendah, dan pada akhirnya masih banyak kita dapati guru-guru yang belum sepenuhnya memberikan semangat dan totalitasnya terhadap tanggung jawab profesi yang diembannya. Padahal guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan, yang juga berperan sebagai ujung tombak pejuang pemberantas kebodohan. Guru bahkan berfungsi sebagai mata rantai dan pilar peradaban, serta benang merah bagi proses perubahan dan kemajuan suatu bangsa.

Berdasarkan hasil supervisi yang penulis lakukan di SMA N 1 Banda, DMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015, penulis melihat bahwa tingkat profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran masih sangat rendah. Hal tersebut didasarkan pada beberapa persoalan yang penulis temukan di lapangan terkait dengan kemampuan guru dalam menjalankan proses pembelajaran, diantaranya :

1. Dalam merencanakan pembelajaran, penulis melihat bahwa masih banyak guru yang hanya memperhatikan pada isi atau materi ajar saja. Sehingga guru lebih terfokus pada transfer materi kepada siswa, tanpa mempertimbangkan komponen lainnya yang juga sangat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran, seperti; metode, media, pembagian waktu, skenario atau langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran, dan juga model pembelajaran yang sesuai untuk digunakan.

2. Dalam melaksanaan pembelajaran, penulis menemukan bahwa penyajian materi oleh guru lebih sering dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab, sehingga proses pembelajaran berpusat pada guru dan cenderung kurang berhasil memotivasi siswa agar aktif kreatif dan menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran, demikian juga ditemukan penguasaan materi oleh guru masih perlu pendalaman, selanjutnya pada kegiatan penutup, guru cenderung 2. Dalam melaksanaan pembelajaran, penulis menemukan bahwa penyajian materi oleh guru lebih sering dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab, sehingga proses pembelajaran berpusat pada guru dan cenderung kurang berhasil memotivasi siswa agar aktif kreatif dan menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran, demikian juga ditemukan penguasaan materi oleh guru masih perlu pendalaman, selanjutnya pada kegiatan penutup, guru cenderung

Jika hal tersebut tidak segera diatasi maka akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan, seperti rendahnya kemampuan siswa dalam menyerap mata pelajaran yang dibelajarkan, serta kurang sempurnanya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap siswa. O leh sebab itu, penulis merasa penting untuk melakukan penelitian tentang PENINGKATAN PROFESION ALISME GURU

MATMATIKA DI SMA N 1 BANDAR, SMA N 2 Bukit DAN SMK N 2 BENER

MELAKSAN AKAN PROSES PEMBELAJARAN MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) ,

MERIAH

DALAM

yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kedua sekolah tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pelatihan PTK untuk merangsang terjadinya peningkatan profesionalisme guru, karena pelatihan PTK dapat membantu guru untuk menemukan kekurangan-kekurangan yang mereka miliki dalam menjalankan pembelajaran-pembelajaran sebelumnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang ingin

penulis teliti yaitu: “Apakah profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran dapat ditingkatkan melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)?”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :

1. Untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam menjalankan proses pembelajaran.

2. Untuk meningkatkan keterampilan guru dalam membelajarkan pebelajar

3. Meningkatkan proses pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pengawas Adanya penelitian ini dapat meningkatkan pengalaman pengawas di lapangan,

yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu dan relevansi pembelajaran. Disisi lain, sekolah adalah salah satu kancah bagi pengawas untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang merupakan salah satu tugas pokok pengawas.

2. Bagi Guru

a. Peningkatan mutu guru dan mutu pembelajaran, yang pada gilirannya berakibat pada peningkatan mutu lulusan (siswa).

b. Sarana konsultasi kepada Pengawas dalam hal pembelajaran atau kesulitan terkait materi pelajaran.

c. Guru memiliki banyak kesempatan untuk membuat bermakna ide-ide pendidikan dalam praktek mengajarnya sehingga dapat merubah perspektifnya tentang pembelajaran, dan belajar melihat praktek mengajarnya dari perspektif siswa

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat membantu meningkatkan Profesionalisme guru SMA N 1 Bandar dan SMK N 2 Bener Meriah dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang pada akhirnya akan membantu meningkatan mutu atau kualitas pendidikan di kedua sekolah tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Profesionalisme Guru

1. Pengertian Profesionalisme

Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profes ional (Sagala, 2006). Seseorang dapat dikatakan profesional jika ia dianggap berkualitas, serta memiliki keahlian dan kemampuan untuk mengekspresikan keahliannya tersebut bagi kepuasan orang lain (Pamungkas, 1996). Jarvis juga menjelaskan bahwa profesional dapat diartikan dengan seseorang yang ahli dalam melaksanakan tugas profesinya, dimana keahlian tersebut diperolehnya secara spesifik dari belajar (Sagala, 2006). Sehingga dapat dipahami bahwa untuk menjadi seorang professional maka seseorang tersebut diharuskan untuk belajar sebanyak- banyaknya, sehingga dapat meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan profesinya. Sebagaimana Hasan (2003) menyebutkan bahwa kemampuan professional merupakan penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.

Pendapat di atas sejalan dengan penjelasan Poerwopoespito & Utomo (2000) yang mengatakan bahwa profesionalisme adalah faham yang menempatkan profesi sebagai titik perhatian utama dalam hidup, baik dalam bekerja maupun dalam kehidupan sehari- hari. Artinya, seorang profesional akan selalu memperhatikan profesi yang dimilikinya sebagai bahan pertimbangan utama dalam setiap tindakan yang dilakukannya. Danim (2002) juga mendefinisikan profesionalisme sebagai suatu bentuk komitmen dari anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, dan terus mengembangkan strategi-strategi dalam menjalankan profesinya.

Ciri-ciri profesionalisme dalam diri seseorang menurut Maister (1998) dapat dilihat dari empat hal, yaitu: 1) kebanggaan pada pekerjaan, 2) komitmen pada kualitas, 3) dedikasi pada kepentingan klien, dan 4) keinginan tulus untuk membantu. Lebih jelasnya lagi, Mahfud MD (Wangmuba, 2009) juga Ciri-ciri profesionalisme dalam diri seseorang menurut Maister (1998) dapat dilihat dari empat hal, yaitu: 1) kebanggaan pada pekerjaan, 2) komitmen pada kualitas, 3) dedikasi pada kepentingan klien, dan 4) keinginan tulus untuk membantu. Lebih jelasnya lagi, Mahfud MD (Wangmuba, 2009) juga

1. Dapat dipercaya, bersikap jujur, terus terang dan juga memiliki loyalitas.

2. Memiliki tanggungjawab yang besar, antisipatif dan penuh inisiatif dalam melaksanakan profesinya.

3. Selalu ingin mengerjakan pekerjaan dengan tuntas.

4. Memiliki keinginan untuk terus belajar meningkatkan kemampuan kerja dan juga kemampuan dalam melayani.

5. Bersedia mendengarkan kebutuhan pelanggan dan dapat bekerja dengan baik dalam tim.

6. Terbuka terhadap kritikan dan selalu ingin memperbaiki diri. Dari penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa untuk menghasilkan sebuah profesionalisme, maka seseorang tersebut harus menjadi orang yang professional. Dimana untuk menjadi seorang profesional maka orang tersebut harus menjadi orang yang berkualitas dan ahli dalam profesi yang dijalankannya, oleh sebab itu orang tersebut harus banyak belajar tentang penguasaan ilmu pengetahuan dan strategi-strategi tertentu yang berkaitan dengan profesinya.

Akhirnya dapat dibuat sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan fungsi profesi yang dimilikinya secara baik dan benar, dan bahkan menjadi ahli dalam profesinya tersebut. Dengan kata lain, orang yang dapat bersikap profesional maka dapat dikatakan telah memiliki profesionalisme dalam dirinya.

2. Pengertian Profesionalisme Guru

Berbicara tentang profesionalisme guru berarti berbicara tentang guru yang professional dalam menjalankan profesinya tersebut. Untuk memahami tentang guru yang profesional, maka terdapat beberapa pendapat ahli yang dapat dijadikan rujukan, diantaranya:

1. Guru yang profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya (K unandar, 2007).

2. Guru profesional menurut Bafadal (2004) adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugasnya sehari- hari.

3. Hampir sama dengan Bafadal, guru yang professional menurut Mulyasa (2007) adalah guru yang secara pedagogis memiliki kemampuan untuk mengelola pembelajaran.

Lebih lanjut, Mulyasa juga menjelaskan kemampuan dan keahlian yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional dalam 4 kategori, yakni:

1. Kompetensi pedagogic, merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang guru dalam mengelola peserta didiknya, seperti memahami potensi dan keberagaman peserta didik, mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, melaksanakan pembelajaran yang mendidik, dan juga kemampuan untuk mengembangkan bakat dan minat peserta didiknya.

2. Kompetensi kepribadian, menunjukkan kemampuan personal seorang guru yang mencerminkan kepribadiannya, seperti bersikap arif dan bijaksana, berwibawa, dan juga bertindak sesuai norma- norma yang berlaku.

3. Kompetensi sosial, terkait dengan kemampuan seorang guru dalam berinteraksi dengan orang lain sebagai makhluk social, seperti kemampuan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya.

4. Kompetensi profesional, merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru untuk membimbing peserta didik dengan memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa guru yang professional adalah guru yang memiliki pengetahuan dan keahlian dalam melaksanakan tugas profesinya, khususnya dalam melaksanakan pembelajaran. Sebagaimana Moh. Fakry Gaffar (2007) menjelaskan bahwa guru merupakan jabatan profesional yang memiliki tugas pokok yang sangat menentukan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

Seperti yang telah dijabarkan di atas, terdapat banyak dimensi untuk menilai tingkat profesinalisme seorang guru. Namun karena tugas utama seorang guru adalah melaksanakan pembelajaran yang bermutu, maka dalam penelitian ini penulis akan memfokuskan kajian profesionalisme guru hanya pada profesionalitas guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Konsep profesional guru yang harus dimiliki dalam proses belajar mengajar secara umum menurut Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) ada sepuluh poin yaitu : (1) menguasa i bahan ajar; (2) mengelola program belajar mengajar; (3) mengelola kelas; (4) menggunakan media/sumber belajar; (5) menguasai landasan penddidikan; (6) mengelola interaksi belajar mengajar; (7) menilai prestasi belajar; (8) mengenal fungsi dan bimbingan penyuluhan; (9) mengenal dan menyelenggarakan bimbingan; (10) memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan mengajar.

B. Pembelajaran

1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan perpaduan dari kegiatan belajar dan mengajar, yang biasanya dilakukan oleh sekelompok siswa (peserta didik) dan seorang guru (pendidik) dalam sebuah ruang belajar. Kegiatan belajar merupakan suatu bentuk pertumbuhan, perubahan pada diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berdasarkan pengalaman dan latihan; sedangkan kegiatan mengajar menyangkut peranan seorang guru dalam mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi yang harmonis antara pengajar dengan yang orang yang dibelajarkan (Hamalik, 2009). Nasution (1994) juga mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan suatu aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan dengan sebaik-baiknya, dan menghubungkan dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar.

Meskipun kegiatan belajar dan mengajar merupakan dua kegiatan yang berbeda, namun keduanya saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Sebagaimana Oemar Hamalik (2007) menjelaskan bahwa, pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, Meskipun kegiatan belajar dan mengajar merupakan dua kegiatan yang berbeda, namun keduanya saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Sebagaimana Oemar Hamalik (2007) menjelaskan bahwa, pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi,

Sejalan dengan penjelasan di atas, Corey juga menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan, yang menggambarkan suatu proses dimana lingkungan seseorang sengaja dikelola untuk memungkinkannya turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus, serta menghasilkan respon terhadap situasi-situasi tertentu (Majid, 2007).

Untuk lebih memahami konsep pembelajaran, Saiful Sagala (2009) menjelaskan bahwa ada dua karakteristik yang terdapat dalam pembelajaran, yaitu:

1. Proses pembelajaran akan melibatkan proses mental siswa secara maksimal, dimana siswa tidak hanya dituntut untuk mendengar dan mencatat namun juga menghendaki aktivitas proses berpikir.

2. Pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus, yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan befikir siswa, sehingga dapat membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan.

Selanjutnya Oemar Hamalik (2002) juga menjelaskan prinsip-prinsip dasar yang melandasi perkembangan pembelajaran, yaitu:

1. Program pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas.

2. Memperhatikan kompetensi dasar dalam menyusun rencana pembelajaran.

3. Menggambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi yang ingin dicapai.

4. Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi.

5. Pengelompokan dan penyusunan tujuan pembelajaran.

6. Mendesain strategi pembelajaran yang sesuai untuk mencapai kompetensi yang telah direncanakan sebelumnya.

7. Mengorganisasikan sistem pengelolaan, karena pada program-program yang bersifat individual menuntut sistem pengelolaan yang berguna melayani bermacam- macam kebutuhan siswa.

8. Melaksanakan percobaan program.

9. Menilai desain pembelajaran.

10. Memperbaiki Program jika setelah melakukan proses pembelajaran menemukan berbagai macam kekurangan. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dan siswa, yang dengan sengaja direncanakan dan dilaksanakan untuk mengembangkan sumber daya manusia. Dalam pembelajaran juga terkandung makna bahwa setiap kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan ataupun nilai yang baru. Oleh sebab itu, guru memiliki peran penting dalam melaksanakan proses pembelajaran agar pengetahuan yang dibelajarkan dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.

2. Tujuan Pembelajaran

Berdasarkan penjelasan tentang defenisi dari pembelajaran di atas, dapat ditarik sebuah persepsi awal bahwa pada dasarnya pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. O leh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut maka dibutuhkan beberapa perencanaan terkait strategi, prosedur dan media yang harus digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Karena t ujuan pembelajaran berperan penting dalam menentukan arah pembelajaran, maka tujuan pembelajaran adalah hal utama yang harus dirancang oleh setiap guru sebelum melaksanakan proses belajar mengajar (Sudjana, 2000).

Kesuksesan dalam mencapai tujuan pembelajaran juga bergantung pada komponen-komponen yang mengisi kegiatan belajar mengajar, yakni : guru, siswa, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran dan evaluasi pembelajaran, karena semua komponen tersebut saling mempengaruhi proses pembelajaran (Zain,dkk, 1997).

Secara umum, (Dahar;1996) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan intelektual siswa dan merangsang keingintahuan serta memotivasi kemampuan mereka. Namun dengan lebih rinci, Blomm (Nasution, 1998) membagi tujuan pembelajaran menjadi 3 kategori, yakni:

1. Dalam bidang kognitif; berkaitan dengan kemampuan individu peserta didik untuk mengenal dunia sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual.

2. Dalam bidang afektif; berkaitan dengan perkembangan sikap, perasaan, nilai- nilai yang disebut juga perkembangan moral.

3. Dalam bidang psikomotor; berkaitan dengan perkembangan keterampilan yang mengandung unsur-unsur motorik sehingga siswa mengalamai perkembangan yang maju dan positif.

3. Tahapan Pembelajaran

Ada beberapa tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam melaksnakan pembelajaran, yaitu: tahap perencanaa, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.

a. Tahap Perencanaan

b. Tahap Pelaksanaan

c. Tahap Evaluasi

4. Model-model Pembelajaran Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur siste matis dalam mengorganisasi-kan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi, sebenarnya model pembela-jaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan atau strategi pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.

Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar- Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-

1. Kope ratif (CL, Cooperative Learning).

Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi- sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing- masing.

Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 –5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.

Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning

menuntun, me ngarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas- usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian se-objektif-objektifnya dareiberbagai aspek dengan berbagai cara).

(eksplorasi,

membimbing,

3. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)

Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan

melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).

Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan- informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan- intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).

4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)

Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

5. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Proble m Based Learning)

Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.

Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri

6. Proble m Solving

Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya adalah: sajian permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya adalah: sajian permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa

7. Proble m Posing

Bentuk lain dari problem posing adaslah problem posing, yaitu pemecahan masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.

8. Proble m Te rbuka (OE, Open Ended)

Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi- interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjtnya siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola pikir keterpaduan, keterbukaan, dan ragam berpikir.

Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan permasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).

Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat respon siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.

9. Probing-prompting

Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi susana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi.

10. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning)

Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan prasyarat, eksplorasi berarti mengenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

11. Reciprocal Learning

Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa

Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD- modul, membaca- merangkum.

12. SAVI

Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi; Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.

13. TGT (Teams Games Tourname nt)

Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamika kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskusi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah, lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi kelas.

Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangka mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:

a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan mekanisme kegiatan

b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditempati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok.

c. Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu (misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja turnamen sesuai dengan skor yang diperolehnya diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.

d. Bumping, pada turnamen kedua (begitu juga untuk turnamen ketiga- keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.

e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.

14. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)

Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekivalen dengan kinesthetic.

15. AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)

Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.

5. Metode pembelajaran

Menurut Sugihartono, dkk (2007), terdapat banyak sekali metode dalam pembelajaran, diantaranya:

1. Metode ceramah Penyampaian materi oleh guru kepada siswa melalui bahasa lisan verbal maupun nonverbal

2. Metode Latihan Guru menyampaikan materi dengan upaya penanaman terhadap kebiasaan- kebiasaan tertentu

3. Metode Tanya jawab Guru menyajikan materi pelajaran dengan memberikan beberapa bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik.

4. Metode karyawisata Dalam menyampaikan materi, guru membawa langsung peserta didik ke objek di luar kelas atau di lingkungan kehidupan nyata agar siswa dapat mengamati objek tersebut dengan langsung.

5. Metode demonstrasi Guru menampilkan atau memperlihatkan langsung suatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkaitan dengan bahan pelajaran

6. Metode sosiodrama Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk melakukan kegiatan yang memainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan sosial

7. Metode bermain peran Pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta didik dengan cara menyuruh peserta didik untuk memerankan suatu tokoh baik tokoh hidup maupun benda mati.

8. Metode diskusi Guru memberikan suatu permasalahan kepada siswa untuk dipecahkan secara berkelompok

C. Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

1. Pengertian Pelatihan

Andrew F. Sakula dalam Mangkunegara (2000) menjelaskan bahwa, pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga karyawan operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu. Senada dengan Andrew, Ambar Teguh Sulistiani dan Rosidah (2003) juga menjelaskan bahwa pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur sistematik yang mengubah perilaku para pegawai dalam satu arah, guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasional. Sementara Jan bella (Hasibuan, 2003) menjelaskan bahwa pendidikan dan pelatihan sama dengan pengembangan, yaitu merupakan proses peningkatan keteramp ilan kerja baik teknis maupun manajerial.

Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan pelatihan yaitu suatu proses pendidikan jangka pendek yang dilakukan dengan prosedur atau langkah- langkah yang sistematis, yang bertujuan untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan kerja seseorang. Sehingga dengan melakukan pelatihan, maka kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan ataupun profesinya dapat meningkat menjadi lebih baik.

2. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan sebuah penelitian tindakan (action research), yang pada awalnya dikembangkan untuk mencari penyelesaian terhadap problema sosial termasuk pendidikan. Sebagaimana Kemmis dan Carr (1986) menjelaskan bahwa PTK merupakan suatu bentuk penelitian refleksi diri yang dilakukan oleh peserta-pesertanya seperti guru, siswa, ataupun kepala sekolah; dalam situasi-situasi sosial termasuk pendidikan, untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran dari praktek-praktek sosial ataupun pendidikan yang mereka laksanakan.

Khususnya dalam bidang pendidikan, Wijaya K usuma (2009) secara sederhana menjelaskan bahwa PTK adalah sebuah penelitian tindakan, yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Pendapat tersebut diperkuat lagi oleh penjelasan O’Brien yang mengemukakan bahwa PTK adalah penelitian yang dilakukan ketika sekelompok orang siswa yang telah diidentifikasi permasalahannya, dan kemudian guru menetapkan suatu tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut (Endang Mulyatiningsih, 2011).

Senada dengan pendapat di atas, Arikunto (2006) menjelaskan PTK dengan mendefenisikan tiap-tiap kata yang terdapat dalam konsep tersebut, yaitu:

a. Penelitian, yang berarti kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara atau metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam memecahkan suatu masalah.

b. Tindakan, yakni suatu gerakan kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Adapun gerakan atau tindakan yang dimaksud dalam PTK ini ditandai dengan adanya suatu rangkaian siklus ke giatan.

c. Kelas, yaitu suatu tempat dimana sekelompok peserta didik atau siswa menerima pelajaran dari guru yang sama, dan dalam waktu yang sama juga. Untuk lebih memahami PTK, Endang Mulyatiningsih (2011) menjelaskan beberapa karaterisitik yang menjadi ciri khasi PTK, yaitu:

1. Tema penelitian yang bersifat situasional, karena permasalahan dalam pembelajaran dapat terjadi dengan random dan biasanya harus segera diselesaikan.

2. Tindakan yang diambil merupakan hasil evaluasi dan refleksi diri.

3. Pelaksanaan PTK dilaksanakan di dalam kelas dan dalam beberapa putaran, sehingga proses pembelajaran antara guru dan siswa benar-benar menjadi fokus perhatian utamanya.

4. Penelitian dilakukan untuk memperbaiki kinerja guru, sehingga dapat meningkatkan proses pembelajaran.

5. Penelitan PTK dapat dilaksanakan secara kolaboratif atau parsipatorif.

6. Adanya keterbatasan jumlah sampel. Karena makna “kelas” dalam PTK adalah sekelompok peserta didik yang sedang belajar serta guru yang sedang memfasilitasi kegiatan belajar, maka

permasalahan yang dapat dicakup dalam PTK cukup luas. Permasalahan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Masalah belajar siswa di sekolah, seperti permasalahan pembelajaran di kelas, kesalahan-kesalahan dalam pembelajaran, miskonsepsi, misstrategi, dan lain sebagainya.

2. Pengembangan profesionalisme guru dalam rangka peningkatan mutu perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program dan hasil pembelajaran.

3. Pengelolaan dan pengendalian, misalnya pengenalan teknik modifikasi perilaku, teknik memotivasi, dan teknik pengembangan potensi diri.

4. Desain dan strategi pembelajaran di kelas, misalnya masalah pengelolaan dan prosedur pembelajaran, implementasi dan inovasi penggunaan metode pembelajaran (misalnya penggantian metode mengajar tradisional dengan metode mengajar baru), interaksi di dalam kelas (misalnya penggunaan strategi pengajaran yang didasarkan pada pendekatan tertentu).

5. Penanaman dan pengembangan sikap serta nilai-nilai, misalnya pengembangan pola berpikir ilmiah dalam diri siswa.

6. Alat bantu, media dan sumber belajar, misalnya penggunaan media perpustakaan, dan sumber belajar di dalam/luar kelas.

7. Sistem assesment atau evaluasi proses dan hasil pembelajaran, seperti misalnya masalah evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan instrumen penilaian berbasis kompetensi, atau penggunaan alat, metode evaluasi tertentu

8. Masalah kurikulum, seperti implementasi KBK, urutan penyajian meteri pokok, interaksi antara guru dengan siswa, interaksi antara siswa dengan materi pelajaran, atau interaksi antara siswa dengan lingkungan belajar.

Seorang guru akan dapat menemukan penyelesaian masalah yang t erjadi di kelasnya melalui PTK, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan. Selain itu, PTK dilaksanakan secara bersamaan dangan pelaksanaan tugas utama guru yaitu mengajar di dalam kelas, yang artinya guru tidak perlu meninggalkan siswanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PTK merupakan suatu bentuk penelitian yang melekat pada guru, yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dialami oleh guru di lapangan.

Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif, yang bertujuan untuk meningkatan kualitas pembelajaran dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengatasi persoalan-persoalan dalam melaksanakan pembelajaran.

3. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)