Laporan Kegiatan Direktorat Tata Ruang d

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Portal Tata Ruang dan Pertanahan ......................................................................................................... 29 Tabel 2. Penelaahan RKA-­‐KL DJPR Kemen PU dalam Rangka APBN TA 2014 ...................................... 64 Tabel 3. Rencana Kegiatan Bulan Juli 2014 .......................................................................................................... 73

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rencana

TRP Bulan Juni 2014................................................................................................................................................................ 9 Gambar 2. Rapat Koordinasi dan Pembahasan Sertipikasi Tanah dan Penataan Kebijakan Tanah di Kawasan Transmigrasi..................................................................................................... 11 Gambar 3. FGD SCDRR terkait Pengurangan Resiko Bencana.................................................................. 12 Gambar 4. Lokakarya Materi Teknis Revisi RTR Terkait Perspektif Pengurangan Resiko

Bencana...................................................................................................................................................... 13 Gambar 5. Rapat Koordinasi Penyusunan RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Pertanahan........................ 21 Gambar 6. Diagram Statistik Portal Tata Ruang dan Pertanahan........................................................... 30

DAFTAR SINGKATAN

BAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BIG

: Badan Informasi Geospasial BKPRD

: Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah BKPRN

: Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional BNPB

: Badan Nasional Penanggulangan Bencana BP

: Badan Pengembangan BPN

: Badan Pertanahan Nasional DIRJEN

: Direktorat Jenderal DPD

: Dewan Perwakilan Daerah DPRD

: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah FGD

: Focus Group Discussion INPRES

: Instruksi Presiden INFOSOS : Informasi dan Sosialisasi JFP

: Jabatan Fungsional Perencana K/L

: Kementerian/Lembaga KAPET

: Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu KKDT

: Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal KKP

: Kementerian Kelautan dan Perikanan KLH

: Kementerian Lingkungan Hidup KLHS

: Kajian Lingkungan Hidup Strategis KM

: Knowlegde Management KSN

: Kawasan Strategis Nasional LP2B

: Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan LAKIP

: Laporan Akuntabilitas Kinerja LH

: Lingkungan Hidup LS

: Lungsum Salary MDF

: Municipal Development Fund NSPK

: Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria NSP

: Norma, Standar, Prosedur PDF

: Project Development Facility PERMEN : Peraturan Menteri PERPRES : PeraturanPresiden PK

: Peninjauan Kembali PMK

: Peraturan Menteri Keuangan POKJA

: Kelompok Kerja PP

: Peraturan Pemerintah PPK

: Pejabat Pembuat Komitmen PPN

: Perencanaan Pembangunan Nasional PRB

: Pengurangan Resiko Bencana PRODA

: Program Agraria Daerah PRUN

: Pengelolaan Ruang Udara Nasional

PU : Pekerjaan Umum PUSDATIN : Pusat Data dan Informasi RAINPRES : Rancangan Instruksi Presiden RAKORNAS : Rapat Koordinasi Nasional RAKORTEK : Rapat Koordinasi Teknis RAN

: Reforma Agraria Nasional RDTR

: Rencana Detail Tata Ruang RENAKSI : Rencana Aksi RENSTRA : Rencana Strategis RKP

: Rencana Kerja Pemerintah RKPD

: Rencana Kerja Pemerintah Daerah RPJMN

: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RTR

: Rencana Tata Ruang RTRW

: Rencana Tata Ruang Wilayah RTRWK

: Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten RTRWN

: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRWP

: Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi RUU

: Rancangan Undang-­‐Undang RZWP3K : Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-­‐pulau Kecil SATKER

: Satuan Kerja SCDRR

: Safer Community through Disaster Risk Reduction SDA

: Sumber Daya Alam SDM

: Sumber Daya Manusia SK

: Surat Keputusan SKPD

: Satuan Kerja Perangkat Daerah SOP

: Standard, Operating and Procedure SPN

: Sistem Perkotaan Nasional SPP

: Standar Pelayanan Perkotaan TA

: Tahun Anggaran TOL

: Tanah Objek Landreform TOT

: Training of Trainer TRP

: Tata Ruang dan Pertanahan TUP

: Tambahan Uang Persediaan UKM

: Usaha Kecil Menengah UKP4

: Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan UP

: Uang Persediaan UU

: Undang-­‐Undang UUPA

: Undang-­‐Undang

BAB I PENDAHULUAN

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan memiliki 2 (dua) jenis kegiatan, yang dibagi menjadi: 1) kegiatan internal; dan 2) kegiatan eksternal. Kegiatan internal adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan sesuai dengan rencana kegiatan direktorat yang telah disusun pada awal tahun 2014. Kegiatan internal ini dijelaskan ke dalam bentuk kegiatan utama dan sub-­‐kegiatan. Kegiatan eksternal adalah kegiatan yang merupakan undangan untuk Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak luar. Umumnya, kegiatan ini bersifat koordinasi lintas sektor.

Di Bulan Juni 2014, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan telah menyelenggarakan kegiatan, yaitu: 1) Koordinasi terkait Percepatan Sertipikasi Tanah dan Penataan Kebijakan Pertanahan di Kawasan Transmigrasi; 2) Workshop Analisis Rekomendasi Proses Penyusunan Kriteria dan Indikator Efektivitas Pengurangan Risiko Bencana; 3) Lokakarya Materi Teknis Revisi Pedoman Penyusunan RTR dengan Perspektif Pengurangan Risiko Bencana; 4) Koordinasi terkait RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Tata Ruang dengan Direktorat Transportasi; 5) Diskusi Knowledge Management TRP; 6) Pembahasan RT RPJMN 2015-­‐2019 dengan Direktorat Otonomi Daerah, Bappenas; 7) Persiapan Kajian SCDRR; 8) Pembahasan RT RPJMN 2015-­‐2019 dengan Direktorat Perkotaan dan Perdesaan, Bappenas; 9) Pembahasan SCDRR “Materi Teknis Revisi Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang berdasarkan Perspektif Pengurangan Risiko Bencana”; 10) Koordinasi Kajian Penyusunan RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Pertanahan; 11) Pembahasan Hasil Pertemuan Urgensi UU Pengelolaan Ruang Udara Nasional dengan Direktorat Pertahanan dan Keamanan; 12) Pembahasan RT RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Tata Ruang dengan Dir. SDA dan Lingkungan Hidup; 13) Pembahasan RT RPJMN 2015-­‐2019 dengan Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas, Rapat Koordinasi dan Klarifikasi Luasan Kawasan Hutan dan Budidaya Indonesia; 14) Persiapan Lokakarya Materi Teknis Revisi Pedoman Penyusunan RTR dengan Perspektif Pengurangan Risiko Bencana; 15) Koordinasi terkait Pelaksanaan Pilot Project Publikasi Tata Batas Kawasan Hutan; dan 16) Pembahasan Program Agraria Daerah (PRODA) Provinsi Kalimantan Timur. Adapun kegiatan yang masih berlanjut pelaksanaan kegiatannya yaitu mengenai pembahasan hasil kunjungan lapangan fasilitasi akselerasi penyelesaian RZWP-­‐ 3-­‐K dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Secara umum, kegiatan yang selesai pelaksanaannya menghasilkan capaian yang memuaskan.

Pada laporan ini, dijelaskan secara rinci pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan selama Bulan Juni 2014 oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan. Laporan ini merupakan tanggung jawab pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan dalam mengelola perencanaan pembangunan bidang Tata Ruang dan Pertanahan, yang dijabarkan ke dalam kegiatan Sub Direktorat Tata Ruang, Sub Direktorat Pertanahan, Sub Direktorat Informasi dan Sosialisasi, Sekretariat Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), dan sekretariat Reforma Agraria Nasional (RAN).

BAB II KEGIATAN INTERNAL

Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat pencapaian kinerja atas kegiatan-­‐kegiatan yang telah dilaksanakan, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan secara rutin melaksanakan evaluasi kinerja seluruh bagian melalui mekanisme rapat rutin internal yang diselenggarakan setiap minggu dan setiap bulan. Evaluasi kinerja dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana kerja dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan rencana pembangunan di masa yang akan datang. Fokus utama evaluasi diarahkan pada keluaran (output) dari pelaksanaan rencana kerja. Berikut rangkuman laporan pelaksanaan kegiatan internal baik kegiatan utama maupun kegiatan pendukung.

2.1 Review Anggaran Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan (Januari-­‐Maret 2014)

Selama periode Januari-­‐Mei total anggaran yang dimiliki Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan sebesar Rp. 4.190.409.000,-­‐ (RM) dengan target rencana anggaran Rp. 1.427.459.975,-­‐ (42%), kinerja penyerapan atau realisasi Rp. 1.358.960.140,-­‐ (32%). Disamping itu, terdapat kontribusi dari: (i) Kajian sebanyak 14%, (ii) Koordinasi penyusunan rencana sebesar 63%, (iii) Koordinasi strategis RAN sebanyak 22%, (iv) Koordinasi strategis Sekretariat BKPRN sebesar 41%, (v) Knowledge Management sebesar 32% dan (vi) Pemantauan dan evaluasi (39%).

Berdasarkan hasil raker Komisi XI tanggal 16 Juni 2014 terkait dengan pemotongan anggaran Kementerian PPN/Bappenas semula 108,01 miliar menjadi Rp. 46,47 miliar, maka PPK Kedeputian regional dan otda mendapat alokasi sebesar Rp. 967.080.000,-­‐ . Sehingga bagian untuk pemotongan dari Direktorat TRP yang semula penghematan sebesar 30% atau Rp. 1.257.000.000,-­‐ berubah menjadi 4% atau Rp. 170.778.924,-­‐ dari total kegiatan.

Adanya peningkatan anggaran sehingga dapat dilakukannya kegiatan sebagai berikut: perjalanan dinas, rapat konsinyasi, honorarium dan kegiatan yang memang belum terlaksana sampai akhir tahun 2014, dengan penyesuaian anggaran yang ada.

Rencana dan Penyerapan Anggaran

Dit TRP 2014

Gambar 1. Rencana dan Penyerapan Anggaran Direktorat TRP

2.2 Kegiatan Utama

2.2.1 Rapat Koordinasi Percepatan Sertipikasi Tanah dan Penataan Kebijakan Pertanahan di Kawasan Transmigrasi

Rapat dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2014 di SG-­‐5 Bappenas dalam rangka mengidentifikasi dan menyepakati kebijakan pengaturan yang dapat disusun untuk mendukung percepatan pelaksanaan tanah transmigrasi, serta menyepakati penyusunan roadmap kebijakan pengaturan untuk mendukung percepatan pelaksanaan sertipikasi tanah di kawasan transmigrasi. Beberapa hal penting yang dibahas dalam rapat tersebut antara lain:

• Dalam rapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan sertipikasi tanah transmigrasi sehingga tidak dapat dilaksanakan secara optimal, diantaranya i)

Kawasan transmigrasi yang berada dalam kawasan hutan, ii) Adanya permasalahan tumpang tindih dengan penduduk setempat maupun perusahaan perkebunan, iii) Belum terbitnya SK HPL. Permasalahan tersebut dipicu oleh pada awal pelaksanaan program transmigrasi di masa yang lampau dengan kondisi sebagai berikut: i) Batas lokasi transmigrasi yang tidak diketahui secara jelas, ii) Lokasi transmigrasi yang belum ditetapkan oleh Bupati, dan iii) Tidak terdapatnya data spasial yang akurat.

• Adanya beberapa kendala tersebut mengakibatkan pelaksanaan sertipikasi tanah transmigrasi terhambat sehingga perlu disusun diskresi dalam penyelesaian permasalahan dengan kerangka pemberlakuan diskresi khusus untuk pelaksanaan program transmigrasi sebelum tahun 1998.

• Direktorat Penyediaan Tanah Transmigrasi, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sangat mengapresiasi kegiatan ini dengan harapan dapat menyelesaikan

permasalahan sertipikasi tanah di kawasan transmigrasi. Adapun beberapa syarat yang diajukan adalah penerapan diskresi diusulkan dengan prasayarat warga yang dipermudah proses sertipikasinya adalah warga yang sekurang-­‐kurangnya telah tinggal di kawasan transmigrasi tersebut selama 5 (lima) tahun.

• Direktorat Perancangan Peraturan Perundang Kementerian Hukum dam HAM, dalam rapat mengingatkan bahwa dalam penyusunan diskresi perlu dilakukan tahapan yang menyeluruh dan detail terhadap identifikasi permasalahan yang diangkat. Setelah dilakukan tahapan identifikasi yang menyeluruh dan mendetail baru dapat dipastikan bentuk diskresi peraturan yang akan disusun, apakah dalam bentuk Perpres atau Perpu.

• Badan Pertanahan Nasional dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah menyampaikan bahwa diskresi yang disusun diharapkan dapat mempermudah pekerjaan sertipikasi di lapangan. Selain itu, diharapkan disepakati oleh seluruh kementerian dan lembaga sehingga tidak menimbulkan permasalahan bagi lembaga teknis (BPN).

Dalam rapat disepakati bahwa permasalahan terkait sertipikasi tanah di kawasan perlu diselesaikan. Sebagai awal pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan identifikasi data yang sesuai dengan kondisi di lapangan, serta penelusuran masalah secara lebih rinci sehingga dapat ditindak lanjuti dengan penyusunan diskresi yang sesuai. Untuk selanjutnya perlu dilakukan rapat di tingkat Eselon III untuk pembahasan teknis identifikasi data dan permasalahan terkait penyelesaian sertipikasi tanah di kawasan transmigrasi

S Gambar 2. Rapat Koordinasi dan Pembahasan Sertifikasi Tanah dan Penataan Kebijakan Tanah di Kawasan Transmigrasi

2.2.2 FGD SCDRR “Materi Teknis Revisi Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang berdasarkan Perspektif Pengurangan Risiko Bencana”

FGD dilaksanakan pada tanggal 10 Juni di SS-­‐3 Bappenas untuk masukan dari peserta terhadap pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam proses penyusunan RTRW dan RTR KSN, serta pemetaan pemangku kepentingan untuk penyempurnaan konsep Materi Teknis yang sedang disusun. FGD dibagi menjadi 3 (tiga) sesi dengan penjelasan tiap-­‐tiap sesinya sebagai berikut.

Poin-­‐poin yang dibahas pada Sesi I sebagai berikut:

a. Perlu pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam proses penyusunan RTRW Provinsi.

b. Jika sudah tersedia RPB maka dapat langsung diintegrasikan ke dalam RTRW.

c. Jika belum ada RPB maka daerah dapat menyusun sendiri RPB yang mengacu pada Perka BNPB No. 2/2012.

d. Kendala dalam proses integrasi tersebut, diantaranya: 1) Ketersediaan data; 2) Lemahnya pengawasan dan pengendalian dalam implementasi; dan 3) Keterbatasan anggaran dan sumberdaya.

e. Perlu ditambahkan indikator dalam penentuan proyeksi bencana, bukan hanya terbatas pada sejarah bencana, karena terjadi juga bencana yang sejarahnya belum ada.

Poin-­‐poin yang dibahas pada Sesi II sebagai berikut:

a. Perlu pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam proses penyusunan RTR KSN.

b. Untuk integrasi dalam RTR KSN, maka untuk penentuan risiko bencana perlu dilihat lebih detail kawasan deliniasi KSN.

c. Untuk percepatan penyusunan peta, BIG telah membuka cabang pelayanan konsultasi di beberapa daerah. Pemerintah daerah bisa mengajukan kepada BIG untuk dibuat outlet

di daerahnya. Poin-­‐poin yang dibahas pada Sesi III sebagai berikut:

a. Perlu penguatan BPBD, terutama dalam kapasitasnya dalam menyusun RPB; dan penguatan BKPRD untuk proses integrasi ke dalam RTRW.

Selanjutnya, Tim SCDRR dan Subdit Infosos akan mempersiapkan Lokakarya mengenai Materi Teknis ini antara tanggal 25/26 Juni 2014.

Gambar 3. FGD SCDRR Terkait Pengurangan Risiko Bencana

2.2.3 Workshop Analisis Rekomendasi Proses Penyusunan Kriteria dan Indikator Efektivitas Pengurangan Risiko Bencana

Workshop dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2014 di Hotel Mandarin Oriental untuk membahas hasil kajian penyusunan rumusan kriteria dan indikator efektivitas terkait investasi pengurangan risiko bencana berdasarkan hasil identifikasi program dan kegiatan yang bersumber dari APBN yang ada di Kementerian/Lembaga. Dalam kajian ini, dilakukan penelusuran untuk mengetahui alokasi anggaran pemerintah untuk kegiatan PRB di setiap K/L sebagai bagian dari pengarusutamaan PRB. Beberapa hal yang dibahas dalam workshop antara lain:

• Dalam diskusi, perbedaan nomenklatur antara UU-­‐SPPN dengan UU-­‐Keuangan Negara menjadi kendala dalam penentuan program. • Kriteria penentuan program PRB, diantaranya: 1) Penggunaan kata kunci: bencana, pencegahan mitigasi, sosialisasi, hukum, terpadu, pemberdayaan, kemitraan; 2) Kelengkapan pengembangan dini bencana (mencegah, meredam, mengurangi akibat buruk bencana); 3) Bersifat mengatur dan menata kehidupan; 4) Mandatory; 5) Sosialisasi upaya meminimalkan dampak bencana; 6) Memberikan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik; serta 7) Penyiapan sarana dan prasarana yang mengisyaratkan rujukan standar keamanan bagi masyarakat.

• Lima investor terbesar PRB adalah Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan SAR Nasional, Badan Informasi Geospasial.

• Selama kurun waktu 2011, 2012, 2013, efektivitas program dan kegiatan berentitas PRB cenderung menurun, dan pada saat yang sama tingkat ancaman meningkat. • Bappenas menjadi urutan ke-­‐31 dan Kementerian PU menjadi urutan ke-­‐14 dari 37 K/L yang memiliki program yang berentitas PRB. Program penyelengaraan penataan ruang masuk sebagai program berentitas PRB, yang kontribusinya terbesar setelah program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman, dan program pengelolaan SDA.

Selanjutnya data dan hasil kajian dapat digunakan sebagai referensi pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam penataan ruang.

2.2.4 Lokakarya Materi Teknis Revisi Pedoman Penyusunan RTR dengan Perspektif Pengurangan Risiko Bencana

Lokakarya dilaksanakan pada tanggal 30 Juni 2014 di Hotel Akmani untuk diseminasi materi teknis revisi pedoman penyusunan RTR berdasarkan perspektif PRB, membangun komitmen perlunya pengarusutamaan PRB ke dalam RTR, dan perumusan rencana tindak lanjut hasil kajian dan lokakarya.

Secara umum, baik K/L maupun pemerintah daerah mendukung pengarusutamaan PRB ke dalam RTR, namun harus dimuat ke dalam 1 (satu) pedoman saja. Mengingat selain kajian ini, Kementerian PU sudah membuat legal drafting penyusunan RTR di kawasan rawan bencana, dan Kemdagri dengan Badan Geologi sedang menyusun pedoman serupa untuk penerapannya ke daerah.

Disamping itu terdapat rekomendasi yang diusulkan untuk BNPB dalam mendukung pengarusutamaan PRB dalam RTR, sebagai berikut:

• Berkoordinasi dengan BKPRN dalam menetapkan daerah yang perlu diprioritaskan pembuatan peta dasarnya berdasarkan kelas risiko suatu daerah. • Mendorong agar Pemerintah Daerah memprioritaskan pembentukan dan penguatan BPBD (sumber daya manusia maupun anggaran).

• Mendorong percepatan penyusunan RPB di Kabupaten/Kota. • Merumuskan kelas risiko yang lebih rinci (tidak hanya tinggi, sedang, rendah).

Sebagai tindak lanjut, BKPRN menyelenggarakan Rapat Eselon II BKPRN untuk menyepakati pengarusutamaan PRB ke dalam RTR, dengan rincian sebagai berikut:

a. Dibutuhkan pedoman pengarusutamaan PRB ke dalam RTR, baik untuk RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten, RTRW Kota, dan RTR KSN.

b. Perlu pula disepakati: • Kerangka regulasi pedoman; dan • Muatan pedoman.

Gambar 4. Lokakarya Materi Teknis Revisi RTR Terkait Perspektif

Pengurangan Resiko Bencana

2.3 Kegiatan Pendukung

2.3.1 Persiapan FGD Kajian SCDRR

Diskusi dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 2014 di Ruang Rapat Sekretariat BKPRN untuk berdiskusi dan briefing bersama para fasilitator untuk persiapan FGD penyusunan materi teknis pedoman penyusunan RTR dengan perspektif pengurangan risiko bencana. Beberapa poin yang dihasilkan dalam pertemuan ini adalah:

• Diperlukannya paparan pembukaan oleh Bapak Direktur TRP yang menjelaskan kegiatan ini secara keseluruhan.

• Alur diskusi dilaksanakan poin per poin, dan notulen membantu fasilitator untu mengingatkan poin yang belum terbahas/mendapat masukan. • Kemungkinan besar, Bapak Direktur TRP bisa membuka dan menutup kegiatan FGD.

• Fasilitator 1: Bapak Nana Apriyana (Dit. TRP); fasilitator 2: Bapak Togu (Dit. KKDT); fasilitator 3: Bapak Uke (Dit.TRP).

• Selanjutnya akan disusun paparan pembukaan Direktur TRP, konfimasi peserta FGD terutama untuk daerah yang diundang dan briefing fasilitator diskusi 3, Bapak Uke (Dit. TRP), pada hari Rabu, 4 Juni 2014, jam 16.00

2.3.2 Rapat Billateral Meeting RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Tata Ruang dengan Direktorat Transportasi

Rapat dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 2014 di Ruang Rapat Sekretariat BKPRN untuk meminta masukan mengenai substansi RT RPJMN 2015-­‐2019 bidang tata ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Direktorat Transportasi Bappenas. Beberapa hal penting dalam diskusi dengan Direktorat Transportasi Bappenas :

• Kebijakan transportasi di tingkat nasional masih mengacu pada Sislognas (Perpres 26/2012).

• Sebaiknya Permenhub tentang Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) diangkat menjadi Perpres atau hirarki peraturan perundang-­‐undangan lain yang lebih tinggi dan disesuaikan dengan tata ruang dengan mempertimbangkan kebijakan-­‐kebijakan K/L lain seperti RIPN (Rencana Induk Pelabuhan Nasional), Permenhub, KSPN, MP3EI, MPA, dan lain sebagainya.

• Rencana Pembangunan Bandara Karawang merupakan prioritas utama, karena pada dasarnya tidak sesuai dengan RTRWN, RTRW Provinsi Jawa Barat, dan RTRW

Kabupaten Karawang. Sebagai tambahan informasi, lokasi bandara udara Karawang merupakan wilayah yang mengalirkan air ke wilayah pertanian di utara Kabupaten Karawang.

• Prioritas utama yang saat ini didorong realisasinya adalah rencana pembangunan

Bandara Kertajati (telah sesuai dengan RTRWN dan RTRW Provinsi Jawa Barat). • Terkait Rencana Pelabuhan Cilamaya, hingga saat ini disarankan tidak direalisasikan

mengingat akses jalan menuju pelabuhan tersebut melewati pipa-­‐pipa gas bumi dan akan terjadi alih fungsi lahan pertanian yang cukup tinggi.

• Ada keinginan untuk memunculkan kembali RPI2JM (Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah) dalam format yang lebih mendetail. RPI2JM merupakan jembatan antara rencana tata ruang dan rencana pembangunan yang dapat mengikat daerah karena pembiayaannya melalui APBN dan APBD.

• Pembahasan mengenai UU pengelolaan ruang udara hingga kini masih sangat umum dengan batasan ruang udara yang belum jelas. Saat ini kebijakan pengelolaan ruang udara yang ada hanya terkait penerbangan di Indonesia (contoh: zona Jakarta & Makassar dalam penerbangan di Indonesia, KKOP di sekitar wilayah bandara).

• UU pengelolaan ruang udara sebaiknya mengatur hal-­‐hal yg belum diatur oleh UU lain (penerbangan, navigasi dll). Materi juga mencakup seberapa tinggi pemanfaatan ruang udara diluar batas building code, pengaturan frekuensi sinyal untuk komunikasi, karena ruang udara pada dasarnya berkaitan dengan pembangunan di darat dan laut. Hingga saat ini disepakati sementara bahwa Kemenhan yang akan menyusun UU Pengelolaan Udara.

Sebagai kesimpulan, Direktorat Transportasi sepakat dengan narasi RT RPJMN 2015-­‐2019 saat ini, terutama terkait dengan penyediaan infrastruktur yang sesuai rencana tata ruang. Selain itu, diperlukan penulisan narasi didalam RPJMN 2015-­‐2019 bidang penataan ruang yang terkait peningkatan hirarki perundangan untuk Sistranas dan RPI2JM. Kebijakan yang harus diserasikan oleh Bidang Tata Ruang dengan Bidang Transportasi adalah:

• Sislognas. • Sistranas. • Kepmenhub 69/2013 tentang RINBU (Rencana Induk Bandar Udara) dan sudah

berpedoman pada RTRW. • RIPIN (Rencana Induk Pembangunan Industri) dalam UU No. 2/2014 tentang Industri

Nasional yang berisi pemetaan kawasan-­‐kawasan industri. Dalam hal ini peran transportasi adalah sebagai penghubung kawasan-­‐kawasan tersebut.

2.3.3 Diskusi Knowledge Management TRP

Diskusi dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 2014 di Ruang Rapat Sekretariat BKPRN untuk membahas mengenai K-­‐Map dari masing-­‐masing kelompok yang sebelumnya sudah terbagi menjadi lima, yakni: Sekretariat BKPRN, Sekretariat RAN, Subdit Tata Ruang, Subdit Pertanahan, dan Subdit Infosos. Beberapa hal penting yang dibahas dalam diskusi tersebut, yakni:

a. Proses Diskusi Knowledge Management saat ini sudah masuk pada proses pengumpulan pengetahuan TRP yang disesuaikan dengan kelima grup yang sudah dibagi.

b. Form yang diberikan oleh TA (Bp. Haitan) ada tiga jenis form, yakni: • Form Pemilik Pengetahuan/Pembagi Pengetahuan (untuk kepakaran dibagi menjadi

dua bagian, untuk kepakaran yang sesuai dengan K-­‐map/Jobdesk & kepakaran individual).

• Form Bagian/Group sebagai deskripsi untuk setiap grup. • Form Pengetahuan yang diisi dalam bentuk softcopy (5) dan bentuk hardcopy (5),

sehingga total 10 untuk per individu.

c. Pada form pengetahuan ada beberapa poin tambahan, yakni: • Untuk poin tanggal catat menjadi dua bagian, yakni: tanggal catat dokumen dan

tanggal catat komputer. • Tanggal catat dokumen adalah tanggal penyusunan/pembuatan/penerimaan

dokumen tersebut. Sementara tanggal catat komputer adalah tanggal pada saat dokumen diunggah ke sistem.

• Untuk poin pemilik dapat ditulis lebih dari satu orang.

• Ditambahkan poin penggunggah sebagai orang yang akan mengunggah dokumen/pengetahuan tersebut. • Pengetahuan bisa didapat dari berbagai sumber dan kategorinya disesuaikan dengan K-­‐Map yang sudah disusun oleh masing-­‐masing grup.

d. Untuk kepakaran Subdit Pertanahan difokuskan sementara menjadi empat hal utama, yakni: • Perencanaan Pembangunan

• Analisa Kebijakan • Management Strategy • Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

e. Aplikasi sistem K-­‐MAP TRP sedang disusun oleh staf Subdit Infosos. Diharapkan sistem ini dapat diselesaikan akhir Juni, untuk selanjutnya di bulan Juli akan difokuskan bagian mana dari K-­‐Map TRP ini yang akan diterapkan.

Sebagai tindak lanjut, diagendakan beberapa pertemuan antara lain: • Jadwal pertemuan berikut dengan Subdit Tata Ruang dan Sekretariat BKPRN dijadwalkan pada Kamis, 12 Juni 2014, pukul 09.00–selesai di Ruang Sekretariat BKPRN. • Jadwal pertemuan berikutnya dengan Dir. TRP dan seluruh Subdit TRP dijadwalkan

pada tanggal 26 Juni 2014, pukul 09.00–selesai. • Form akan direvisi dan diberikan kepada rekan-­‐rekan TRP untuk diisi dan dikumpulkan

kembali ke Subdit Infosos.

2.3.4 Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-­‐2019 dengan Direktorat Otonomi Daerah-­‐Bappenas

Rapat dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 2014 di Ruang Rapat Sekretariat BKPRN untuk meminta masukan mengenai substansi RT RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Direktorat Otonomi Daerah Bappenas. Beberapa masukan dari Direktorat Otonomi Daerah antara lain:

a. Sejak RPJMN 2010-­‐2014, pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) sudah tidak disarankan oleh Dit. Oda hingga saat ini. Dengan kata lain target pembentukan DOB baik pada RPJMN 2010-­‐2014 maupun RPJMN 2015-­‐2019 adalah 0 (tidak ada sama sekali). Adapun DOB yang terbentuk dalam kurun waktu tersebut adalah atas inisiatif DPR. Hal tersebut dikarenakan dampak negatif yang ditimbulkan DOB yaitu:

• Pengeluaran keuangan negara: DAU & DAK menjadi sempit, karena akan mengurangi jatah anggaran daerah otonomi lainnya. • Kapasitas SDM dan kelembagaan yang tidak memadai, baik kuantitas maupun kualitas. • Masih banyak daerah yang tidak sesuai dengan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

b. Terkait kelembagaan, saat ini sedang disusun revisi UU No.32 beserta PP turunannya. Untuk kedepannya Dit. Otda mengupayakan agar mengoptimalkan badan yang sudah ada (tidak perlu membentuk badan-­‐badan baru).

c. Kerjasama antar daerah perlu didorong, terutama dalam bidang tata ruang karena selama ini BKPRD jarang dilibatkan dalam Kerjasama Daerah.

d. BKPRD yang optimal dalam bekerja adalah minimal dapat mengawasi kinerja, target dan ketercapaian target SPM PU dan Tata Ruang. Sebaiknya peran BKPRD tetap menjadi

e. Terkait eseloneering, sebaiknya badan koordinasi di tingkat daerah itu diperkuat (melalui revisi PP 41/2007). Di PP 41/2007 peran Bappeda justru diperkecil, bahkan ada Kepala Bappeda yang menjabat sebagai eselon 3 sedangkan kepala dinas lainnya adalah eselon 2.

f. Perlakuan/perlindungan khusus untuk PPNS memungkinkan yang sebaiknya disusun oleh Kemendagri (Permendagri).

Direktorat Otda mengharapkan TRP mengusulkan konsep pembagian kewenangan (Nasional-­‐ Provinsi-­‐Kabupaten/Kota) dalam penyelenggaraan penataan ruang di dalam revisi PP 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Selain itu, usulan peningkatan eseloneering bidang tata ruang sebaiknya diakomodasi dalam revisi PP No.

41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Saat ini, di dalam PP tersebut peran Bappeda sangat diperkecil.

2.3.5 Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-­‐2019 dengan Direktorat Perkotaan dan Perdesaan-­‐Bappenas

Rapat dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 2014 di Ruang Rapat Sekretariat BKPRN untuk meminta masukan mengenai substansi RT RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Direktorat Perkotaan dan Perdesaan Bappenas. Beberapa masukan dan informasi dari Subdit Perkotaan Bappenas antara lain:

• Penyelesaian RDTR, RTR KSN, dan PZ sudah terdapat di dalam narasi RT RPJMN 2015-­‐ 2019 Bidang Perkotaan yaitu menyiapkan peraturan perundangan/regulasi khusus yang dibutuhkan dalam dalam perencanaan dan pembangunan perkotaan berkelanjutan.

• Konsep PKG mengikuti konsep di negara-­‐negara maju, engine of growth ditugaskan di beberapa titik (tidak semua pembangunan di kota besar). Dengan adanya PKG diharapkan dapat menentukan lokasi-­‐lokasi yang dapat menumbuhkan perekonomian nasional dan mempersiapkan lokasi terdepan yang akan menghadapi perdagangan bebas dan kerjasama perekonomian global. Semakin banyak engine of growth maka penumpukan urbanisasi di satu lokasi dapat dihindari.

• Diusulkan oleh Dit. Perkotaan dalam PK RTRWN 7 (tujuh) KSN Perkotaan (kawasan metropolitan dan megapolitan) yang juga merupakan locus dari PKG yaitu Jabodetabek,

Mebidangro, Maminasata, Gerbangkartasusila, Kedungsepur, Cekungan Bandung, dan Sarbagita. Dan akan diusulkan penambahan 2 (dua) KSN lainnya pada revisi RTRWN selanjutnya. Alasan penambahan 2 (dua) KSN ini adalah sebagai new engine of growth yaitu di Mataram dan Palembang. Seharusnya KSN lebih banyak berada di wilayah timur Indonesia, akan tetapi banyak wilayah yang belum siap (tidak memenuhi kriteria).

• Terkait NSPK Perkotaan untuk 5 (lima) tahun ke depan tetap masih ada strategi penyelesaiannya dalam RT RPJMN Bidang Perkotaan 2015-­‐2019, karena masih backlog penyelesaiannya di RPJMN 2010-­‐2014.

• Upaya menambah efisiensi di kota-­‐kota sedang dan kecil belum bisa dihitung efisiensi berapa besarannya karena output yang dihasilkan masih kurang (backlognya masih besar). Saat ini yang dilakukan adalah mendorong pembangunan untuk memenuhi standar, sehingga ke depannya dapat terlihat seberapa besar efisiensinya.

Dari pelaksanaan rapat, diperoleh beberapa kesimpulan dan tindak lanjut sebagai berikut: • Dalam rangka meningkatkan dan menyiapkan kota yang berketahanan terhadap

bencana alam dan perubahan iklim (urban resilience), Direktorat Perkotdes meminta untuk dapat tercantum dalam narasi RT RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Tata Ruang.

• Direktorat Perkotdes sepakat dengan narasi RT RPJMN 2015-­‐2019 saat ini, terutama terkait percepatan penyelesaian RTR KSN dan NSPK Bidang Perkotaan. • Terkait usulan PKG, Direktorat Perkotdes akan melakukan pertemuan khusus dengan Kementerian PU dan TRP Konfirmasi yang akan diselenggarakan bulan Juni. • TR harus melakukan bilateral dengan dengan Sub-­‐Direktorat Perdesaan yaitu pembahasan terkait RTR Perdesaan, NSPK Perdesaan, perencanaan perdesaan dalam RPP turunan UU Desa, serta perencanaan untuk perdesaan di pesisir.

2.3.6 Diskusi Knowledge Management (KM) TRP

Diskusi dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2014 di Ruang Rapat Sekretariat BKPRN yang meruakan lanjutan dari diskusi KM tanggal 5 Juni 2014. Diskusi kali ini bertujuan 1) membahas mengenai K-­‐Map dari masing-­‐masing kelompok yang sebelumnya sudah terbagi menjadi lima (Sekretariat BKPRN, Sekretariat RAN, Subdit Tata Ruang, Subdit Pertanahan, dan Subdit Infosos); 2) membahas mengenai aplikasi sistem K-­‐Map yang sedang dibuat staf Subdit Infosos. Beberapa hal penting yang dibahas dalam diskusi tersebut, yakni:

a. Proses Diskusi Knowledge Management saat ini sudah masuk pada proses pengumpulan pengetahuan TRP yang disesuaikan dengan kelima grup yang sudah dibagi.

b. Form Pengetahuan direncanakan akan dikumpulkan sebanyak 50, dengan rincian sebagai berikut: (i) bentuk softcopy sebanyak 40 dan (ii) bentuk hardcopy sebanyak 10.

c. Untuk kepakaran Sekretariat BKPRN difokuskan sementara menjadi lima hal, yakni: • Penyusunan SOP • Penggunaan Aplikasi GIS (Sistem Informasi Geospasial) • Analisa Kebijakan/Peraturan • Exhibition Management (Pengelolaan kegiatan) • Meeting Management (Pengelolaan rapat dan pertemuan)

d. Berdasarkan hasil diskusi, aplikasi sistem K-­‐MAP TRP yang disusun oleh staf Subdit Infosos diusulkan untuk dilakukan beberapa hal sebagai berikut:

• Penambahan untuk poin ‘kategori’, • Untuk poin hardcopy dan softcopy yang terpisah, berikutnya akan digabungkan ke

dalam direktori “Knowledge”. • Penamaan sistemnya yakni Knowledge Management TRP

Selanjutnya dijadwalkan akan diadakan pertemuan untuk membahas mengenai sistem aplikasi K-­‐ Map TRP dengan Pak Haitan.

2.3.7 Rapat Koordinasi Kajian Penyusunan RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Pertanahan

Rapat dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2014 di SS 1-­‐2 Bappenas untuk mendapatkan masukan dan saran dari Kementerian/Lembaga dalam penyusunan Draf-­‐0 Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Pertanahan dan mensosialisasikan gambaran pokok-­‐

a. Isu Strategis yang diangkat dalam RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Pertanahan adalah: • Kepastian Hukum Hak Atas Tanah. • Ketimpangan Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T)

serta Kesejahteraan Masyarakat. • Peningkatan Pelayanan Pertanahan. • Penyediaan Lahan untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum. • Terkait dengan penyediaan lahan untuk kepentingan umum diusulkan pembentukan

Bank Tanah (land banking) yang bersifat umum (general). Pada lima tahun mendatang akan dilakukan kajian rencana pembentukan bank tanah tersebut.

b. Berdasarkan data yang ada, luas daratan Indonesia adalah mencapai 183 Juta Ha, dengan luas kawasan hutan 100 Juta Ha. Namun data tersebut akan dikonfirmasi lagi dengan Badan Informasi Geospasial. Terkait dengan pendaftaran tanah, perlu dilakukan penyediaan peta dasar pertanahan. Saat ini, ketersediaan peta dasar pertanahan baru mencapai 13,39 persen. Pada Tahun 2015-­‐2019 ditargetkan penyediaan peta dasar seluas 61 Juta Ha.

c. Dalam mengurangi ketimpangan kepemilikan tanah, BPN saat ini baru bisa berupaya melalui redistribusi tanah.

d. Kondisi eksisting jumlah juru ukur sebesar 11% dari total pegawai BPN. Jumlah juru ukur saat ini 4.218 orang. Selain itu BPN juga sudah merekrut surveyor berlisensi sebanyak 977 orang. Namun kondisi di banyak Kantah masih kekurangan juru ukur, sehingga ke depan diperlukan kebijakan untuk menambah persentase proporsinya agar dapat mencapai minimal essensial force.

e. Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah kerjasama dengan BPN untuk pelaksanaan kegiatan sertipikasi tanah lintas sektor, namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala antara lain adanya pengenaan bea perolehan hak atas tanah (BPHTB) yang memberatkan masyarakat. Kedepan diperlukan kebijakan untuk membebaskan pengenaan BPHTB tersebut terutama untuk pendaftaran tanah pertama kali.

f. BIG telah bekerjasama dengan Kemenhut untuk menghitung luas total Indonesia, namun hasil perhitungan tersebut berbeda dengan Kemendagri, sehingga perlu menunggu keputusan final besar luasan yang disahkan.

g. Terkait kebijakan kamar khusus pertanahan, perlu diperhatikan bahwa jumlah perkara perdata yang ditangani saat ini oleh pengadilan 80% diantaranya terkait pertanahan.

h. Terkait dengan usulan kebijakan kamar khusus pertanahan diharapkan pada penyempurnaan peraturan Mahkamah Agung terkait dengan hukum acara peradilan.

i. Selain itu, perlu diperhatikan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan hak atas hukum adat. Disarankan untuk tidak banyak peraturan pelaksana, karena riskan konflik dan inharmonisasi dalam pelaksanaan.