Keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok.
KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN MENURUT
REMAJA PEREMPUAN PEROKOK
Tiara Luwita Assa NIM 129114135 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok. Adapun masalah penelitian yang diajukan adalah “bagaimana keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok?” Jenis penelitian yang dipakai adalah kualitatif dengan metode deskriptif sebagai metode analisis data. Responden penelitian ini ialah remaja perempuan perokok aktif berusia 19-22 tahun yang masih memiliki orangtua khususnya ayah. Pengambilan data penellitian ini dilakukan dengan metode wawancara semi terstruktur. Validitas hasil penelitian ini didapatkan dengan melakukan external auditor dalam hal ini dosen untuk mereview proyek penelitian dan member checking yaitu melaporkan deskripsi dan tema-tema spesifik kepada responden untuk memastikan bahwa deskripsi atas tema yang dibuat telah akurat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, remaja perempuan perokok memandang ayah mereka memiliki keterlibatan yang rendah dalam pengasuhan. Hal tersebut digambarkan melalui tema-tema yang muncul dalam wawancara yakni peran ayah yang minim dan frekuensi kehadiran ayah yang rendah berdampak pada relasi yang tidak dekat, hangat serta akrab dengan ayah. Keterlibatan ayah yang dipandang rendah membuat peran lingkungan menjadi semakin besar khususnya dalam memberikan peluang untuk melakukan perilaku berisiko seperti merokok.
Kata kunci : remaja perempuan, perilaku merokok, keterlibatan ayah dalam pengasuhan
(2)
FATHER INVOLVEMENT IN PARENTING BY ADOLESCENT FEMALE SMOKING
Tiara Luwita Assa NIM 129114135 faculty of Psychology
Sanata Dharma
ABSTRACT
This study aims to determine the involvement of fathers in parenting by young women smokers. As for the issue of the proposed research is "how the involvement of fathers in the care of adolescent girls by smokers?" This type of research used is descriptive qualitative method as a method of data analysis. Respondents of this research is active smokers among girls aged 19-22 years who still have parents, especially fathers. Penellitian data retrieval is done using semi-structured interviews. The validity of these results obtained by the external auditor in this case the faculty to review research projects and member checking that report description and specific themes to the respondents to ensure that the descriptions on themes created have been accurate. The results showed that in general, adolescent female smoking assess that their father have low involvement in parenting. This is illustrated through the themes that emerged in the interview that the father's role is minimal and the low frequency of the presence of the father affects the relationship is not close, warm and intimate with the father. Involvement father despised create environments become increasingly large role, especially in providing opportunities for risky behavior such as smoking.
Keywords: adolescent female, smoking behavior, father involvement in parenting.
(3)
i
KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN MENURUT
REMAJA PEREMPUAN PEROKOK
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh: Tiara Luwita Assa
NIM 129114135
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2016
(4)
(5)
(6)
iv
Karena dengan Engkau aku berani menghadapi
gerombolan dan dengan Allahku aku berani
melompati tembok.
(7)
(8)
(9)
vii
KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN MENURUT
REMAJA PEREMPUAN PEROKOK
Tiara Luwita Assa NIM 129114135
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok. Adapun masalah penelitian
yang diajukan adalah “bagaimana keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok?” Jenis penelitian yang dipakai adalah kualitatif dengan metode deskriptif sebagai metode analisis data. Responden penelitian ini ialah remaja perempuan perokok aktif berusia 19-22 tahun yang masih memiliki orangtua khususnya ayah. Pengambilan data penellitian ini dilakukan dengan metode wawancara semi terstruktur. Validitas hasil penelitian ini didapatkan dengan melakukan external auditor dalam hal ini dosen untuk mereview proyek penelitian dan member checking yaitu melaporkan deskripsi dan tema-tema spesifik kepada responden untuk memastikan bahwa deskripsi atas tema yang dibuat telah akurat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, remaja perempuan perokok memandang ayah mereka memiliki keterlibatan yang rendah dalam pengasuhan. Hal tersebut digambarkan melalui tema-tema yang muncul dalam wawancara yakni peran ayah yang minim dan frekuensi kehadiran ayah yang rendah berdampak pada relasi yang tidak dekat, hangat serta akrab dengan ayah. Keterlibatan ayah yang dipandang rendah membuat peran lingkungan menjadi semakin besar khususnya dalam memberikan peluang untuk melakukan perilaku berisiko seperti merokok.
Kata kunci : remaja perempuan, perilaku merokok, keterlibatan ayah dalam pengasuhan
(10)
viii
FATHER INVOLVEMENT IN PARENTING BY ADOLESCENT FEMALE SMOKING
Tiara Luwita Assa NIM 129114135 faculty of Psychology
Sanata Dharma
ABSTRACT
This study aims to determine the involvement of fathers in parenting by young women smokers. As for the issue of the proposed research is "how the involvement of fathers in the care of adolescent girls by smokers?" This type of research used is descriptive qualitative method as a method of data analysis. Respondents of this research is active smokers among girls aged 19-22 years who still have parents, especially fathers. Penellitian data retrieval is done using semi-structured interviews. The validity of these results obtained by the external auditor in this case the faculty to review research projects and member checking that report description and specific themes to the respondents to ensure that the descriptions on themes created have been accurate. The results showed that in general, adolescent female smoking assess that their father have low involvement in parenting. This is illustrated through the themes that emerged in the interview that the father's role is minimal and the low frequency of the presence of the father affects the relationship is not close, warm and intimate with the father. Involvement father despised create environments become increasingly large role, especially in providing opportunities for risky behavior such as smoking.
Keywords: adolescent female, smoking behavior, father involvement in parenting.
(11)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karuniaNya kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai prasyarat dalam menyelesaikan program Strata-1 di Fakultas Psikologi. Penyusunan skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., dekan Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.
2. P. Eddy Suhartanto, M.Si., Kaprodi Psikologi Universitas Sanata Dharma. 3. Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si., dosen pembimbing akademik.
4. Ibu Sylvia Carolina MYM., M.Si, dosen pembimbing.
5. Bapak dan ibu dosen Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma. 6. Mama, Papa, Chrysan dan Louis, keluarga yang sangat kukasihi.
7. Buat kak Iza dan koko Fendy, pembimbing rohaniku. Hana, abang Andre, Hafiz, Estu, Marga, dan Wenny, saudara dan adik sevisi yang luar biasa. Ananta, sahabat setia kemana-mana, terima kasih ya.
8. Buat teman-teman seperjuanganku dengan bu Silvi, Patrice, Cia dan semua yang masih dalam proses. Semangat terus ya kalian.
9. Saudara, adik-adik, kakak-kakak, abang-abang di pelayanan Sion Ministry, terimakasih telah menjadi tempat menemukan panggilan dan isi hati Tuhan. Teman se-kos, Ira Felisia, yang sering nawarin lipstick saat orang lain sedang mengerjakan skripsi.
(12)
(13)
xi
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PENGESAHAN KEASLIAN PENELITIAN DAN KARYA ILMIAH LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
BAB I. LATAR BELAKANG ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
1. Manfaat Teoritis ... 12
2. Manfaat Praktis ... 12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13
(14)
xii
1. Pengertian Keterlibatan Ayah ... 13
2. Peran Ayah dalam Pengasuhan ... 14
3. Indikator Keterlibatan dalam Pengasuhan ... 16
4. Pendekatan dalam Pengukuran Keterlibatan Ayah dalam ... 17
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan Ayah ... 18
B. Perilaku Merokok ... 20
1. Pengertian Merokok ... 20
2. Aspek-aspek Perilaku Merokok ... 22
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok ... 23
4. Dinamika Perilaku Merokok ... 26
C. Remaja... 27
1. Pengertian Remaja ... 27
2. Aspek-aspek Perkembangan Remaja ... 28
D. Dinamika Hubungan Antar Teori... 29
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 33
A. Metode Penelitian Yang Digunakan ... 33
B. Fokus Penelitian ... 34
C. Informan Penelitian ... 35
1. Responden ... 35
2. Kriteria Responden... 35
D. Metode Pengumpulan Data ... 35
1. Wawancara Responden ... 36
(15)
xiii
F. Uji Keabsahan Dan Validitas ... 39
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Persiapan Dan Pelaksanaan ... 40
1. Persiapan Penelitian dan Perizinan ... 40
B. RESPONDEN PENELITIAN ... 42
1. Demografi Responden ... 42
2. Latar Belakang Responden ... 42
C. Analisis Penelitian Terhadap Responden ... 44
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
(16)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pedoman Wawancara Responden ... 36
Tabel 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 41
Tabel 4.2 Demografi Responden... 42
Tabel 4.3 Latar Belakang Responden 1 ... 43
Tabel 4.4 Latar Belakang Responden 2 ... 43
Tabel 4.5 Latar Belakang Responden 3 ... 44
(17)
xv
DAFTAR GAMBAR
4.1 Skema Responden 1 ... 51 4.2 Skema Responden 2 ... 56 4.3 Skema Responden 3 ... 69
(18)
1
BAB I
LATAR BELAKANG
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Setiap hari di seluruh dunia, sebanyak 15 miliar batang rokok dihisap. Dalam sepuluh tahun terakhir, konsumsi rokok di Indonesia mengalami peningkatan yakni sebesar 44,1% dan jumlah perokok mencapai 70% dari penduduk Indonesia (Fatmawati, 2006). Merokok sudah menyebar begitu luas dan pesat di seluruh dunia. Bahkan tidak hanya untuk orang dewasa, anak-anak hingga remaja tidak ragu-ragu lagi melakukan hal tersebut.
Merokok memang tidak mengenal usia dan status sosial, dari tukang becak hingga pejabat, dari anak remaja hingga golongan orang dewasa, banyak yang tidak mampu berpaling dari daya tarik rokok. Lebih memprihatinkan sebuah penelitian menyebutkan 85% remaja perokok akan terus merokok hingga mereka dewasa (Yudhanti Budi, dalam Fit no.11/II,November,1999, h.26).
Menurut data riset kesehatan dasar tahun 2010, perokok di Indonesia umumnya sudah mulai merokok di usia 15-19 tahun. Bahkan prevalensi merokok pada remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan prevalensi pada remaja laki-laki. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Koalisi untuk Indonesia (KuIS), perempuan wanita di Indonesia tercatat sudah atau pernah merokok dengan presentase sebesar 43,3% .
Tidak hanya itu, berdasarkan hasil survei Center for Disease Control and Prevention (CDC) United States September 2010 menyatakan bahwa
(19)
2
penyakit yang berkaitan dengan merokok menyebabkan kematian sekitar 178.000 perempuan di Amerika Serikat setiap tahun. Rata-rata, para perempuan ini meninggal 14,5 tahun lebih cepat karena mereka merokok.
Perilaku merokok itu sendiri memang jauh lebih berbahaya apabila dilakukan oleh wanita. Dibanding pria, wanita yang merokok menanggung risiko yang lebih besar. Mulai dari kesehatan tubuh, janin yang dikandung, sampai kecantikannya akan terancam (Shantica dalam Femina no.20/XXVII 27 Mei-2 Juni 1999, h.20). Merokok dapat membawa perubahan bentuk badan menjadi lebih kecil, pembuluh darah yang lebih sempit sehingga membuka peluang lebih besar untuk terserang penyakit bahkan sampai pada kematian (Kompas.com health, 2014).
Dalam buku WHO yang berjudul “Gender, Women, and Tobbaco Epidemic” (2010), menyatakan pengaruh negatif dari merokok bagi wanita
salah satunya adalah berisiko tinggi terserang penyakit COPD (Chronic Obsetructive Pulmonary Disease), yang mana dapat menimbulkan bronkitis kronis dan emfisema, serta mengalami risiko tinggi kanker mulut, kanker faring, kanker laring, kanker pankreas, kanker payudara, kanker rahim, kanker serviks, leukimia akut, mengurangi kesuburan wanita. Namun, berbagai resiko tersebut memang tidak membuat gentar para perokok bahkan pada wanita sekalipun.
Pada perkembangan zaman sekarang ini, melihat remaja putri yang merokok merupakan hal yang sudah umum dan banyak dijumpai apalagi pada wanita yang tinggal di kota besar, sering terlihat mereka merokok di
(20)
tempat-3
tempat tertentu. Semua itu mereka lakukan tanpa ada rasa malu ataupun takut. Mereka terlihat santai dan sudah mahir dalam melakukannya. Hal ini mungkin karena mereka telah terbiasa dengan perilaku tersebut.
Dalam kalangan masyarakat, khususnya di Indonesia, fenomena wanita yang merokok, masih dipandang sebagai sesuatu yang kurang baik untuk dilihat. Sebagian masyarakat masih memandang perilaku merokok lebih pantas dilakukan oleh pria dibanding wanita karena risiko yang lebih besar. Di samping efek buruk bagi kesehatan, wanita yang merokok juga cenderung mendapat sanksi sosial dari masyarakat karena perilaku tersebut dipandang sebagai perilaku yang tidak pantas.
Wanita lebih dipandang sebagai figur yang lembut dan cenderung diharapkan dapat berperilaku yang sopan. Perilaku merokok hanya membawa dampak yang merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang di sekililingnya. Dilihat dari kandungan rokok itu sendiri, pengaruh bahan-bahan kimia berbahaya dapat memicu kinerja sistem syaraf pusat sehingga dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat dan membuat detak jantung bertambah cepat yang lalu memicu berbagai penyakit mematikan (Kendal & Hammen, 1998).
Di samping itu, tidak hanya efek negatif bagi kesehatan saja yang diterima oleh perokok, tetapi juga pengaruh secara psikologis. Rokok dipandang cukup identik dengan pergaulan yang lebih rentan akan kenakalan dibandingkan dengan pergaulan tanpa merokok. Dari sisi budaya, merokok di kalangan perempuan dianggap sebagai perilaku menyimpang (Barraclough
(21)
4
dalam Reimondos, dkk., 2010). Pergaulan remaja dengan rokok cenderung mengarahkan pemikiran bahwa merokok dapat menjadi pelarian atau pelampiasan akan tiap masalah sehingga remaja akan merokok ketika mengalami masalah dalam hidupnya.
Merokok juga dapat menghantarkan seseorang jatuh dalam perilaku yang lebih berisiko. Kandungan zat yang terdapat di dalam rokok menimbulkan efek adiksi. Remaja yang mulai merokok sejak dini akan semakin ketergantungan pada nikotin di usia selanjutnya (Lloyd-Richardson, Papandonatos, Kazura, Stanton & Niaura, 2002).
Merokok dan minum alkohol merupakan batu loncatan bagi terbentuknya penyalahgunaan narkoba, walaupun tidak semua remaja yang merokok berakhir menjadi pecandu narkoba (Damayanti, 2007). Pergaulan yang intens dengan perokok dapat membawa seseorang jatuh dalam penggunaan obat-obat terlarang dan pergaulan bebas. Menghisap rokok yang sebenarnya adalah obat terlarang bisa saja terjadi.
Rokok memberikan efek adiksi yang menimbulkan rasa penasaran remaja untuk mencoba hal-hal baru. Drugs addict dapat mungkin terjadi ketika rasa ingin tahu remaja didukung dengan adanya lingkungan yang dapat memberikan informasi. Felming dkk (1989) dalam Wills (2003) mengatakan bahwa sebagian besar remaja pengguna obat-obatan terlarang selalu diawali dengan perilaku merokok secara aktif dan berkelanjutan.
Melihat fenomena tersebut yang semakin hari semakin meluas, lingkungan memang menjadi salah satu faktor terbesar hal itu dapat terjadi.
(22)
5
Terkait hal itu, keluarga merupakan lingkungan pertama remaja dalam mempelajari kehidupan sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan salah satu lingkungan yang paling berpengaruh bagi kehidupan remaja.
Orang tua merupakan tempat sekaligus sumber bagi remaja mendapatkan nilai-nilai mendasar yang akan mereka terapkan (Offer & Cruch,1991 dalam Papalia). Hal ini juga diperkuat oleh Bronfenbrenner (dalam Santrock, 2002) yang menyatakan bahwa dalam mikrosistem terjadi interaksi langsung dengan agen-agen sosial yaitu orang tua yang mana sangat mempengaruhi individu. Tak bisa dipungkiri bahwa orang tua memberi kontribusi yang besar terhadap setiap proses remaja dalam menghadapi setiap tantangan perkembangannya. Papalia (dalam Papalia, 2014) mengemukakan bahwa remaja-remaja yang memiliki masalah dalam dirinya cenderung berasal dari keluarga yang berantakan dan biasanya tumbuh menjadi individu yang menolak norma-norma budaya.
Kebanyakan anak-anak muda yang memiliki hubungan positif dengan orang tua mereka, mampu berbagi pendapat yang sama akan isu-isu sosial dan menghargai persetujuan (Offer, Ostrov & Howard, 1989 dalam Papalia). Pernyataan tersebut seakan sepakat dengan pemahaman bahwa salah satu faktor penting yang mendukung keberhasilan remaja dalam melewati masa krisisnya adalah orang tua. Peran orang tua menjadi semakin penting ketika anak telah beranjak semakin dewasa karena dalam perkembangan ini terdapat proses yang bekerja untuk menghasilkan siapa mereka di masa mendatang (Block, 1992; Eccles & Buchanan, 1992 dalam Santrock 2002).
(23)
6
Sebuah penelitian mengenai remaja perokok mengatakan bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak harmonis seperti tidak memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras cenderung lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding mereka yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang harmonis (Baer & Corado, 1999).
Pentingnya peran orang tua dalam kehidupan remaja, tidak lepas dari peran ayah yang tahun-tahun terkahir ini mulai mendapat perhatian dalam kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan anak. Figur ayah menjadi semakin penting dan dibutuhkan bukan sekedar karena alasan bahwa perempuan telah memiliki kesempatan lebih luas untuk mengembangkan diri dan bekerja di luar rumah sehingga membuat waktu mengurus anak menjadi berkurang. Akan tetapi, terlepas dari hal tersebut, peran ayah memanglah menjadi sangat penting bahkan tidak kalah pentingnya dengan peran ibu (Lamb, 1992;Dagun, 1990).
Saat ini, peran ayah tidak hanya sekedar berfokus pada pemenuhan kebutuhan ekonomi saja, melainkan juga pada pengasuhan dalam keluarga, partisipasi dalam mengontrol kegiatan anak, hingga masalah yang dihadapi oleh anak. Terdapat beberapa penemuan yang menunjukkan bahwa ayah dapat terlibat dalam pengasuhan dengan cara yang berbeda tidak hanya sebagai teman dalam bermain atau sekedar menjadi role model bagi anak (LeMonda & Caberera, 2002).
Di sisi lain, perkembangan identitas remaja menjadi faktor penting dalam remaja mengambil keputusan atau memilih suatu keputusan tertentu.
(24)
7
Remaja yang mengalami krisis identitas ketika tidak berhasil menciptakan aktivitas yang positif bagi dirinya juga bisa terjerumus ke dalam perilaku yang berisiko besar seperti merokok. Hal ini disebabkan pencarian identitas remaja menentukan cara meninjau diri sendiri dalam pergaulan dan meninjau orang lain dalam pergaulannya (Gunarsa, 1991).
Keterlibatan ayah memberikan pengaruh yang cukup besar dalam proses perkembangan individu, dimana anak yang tidak mendapatkan asuhan dan perhatian ayah, akan membuat perkembangan anak menjadi pincang sehingga menimbulkan krisis perkembangan (Dagun, 1990). Ketika seorang remaja mengalami krisis perkembangan semakin memungkinkan remaja untuk mengambil tindakan yang kurang tepat bahkan berisiko bagi dirinya termasuk perilaku yang menyimpang (Yusuf, 2006).
Allen & Daly (2007) mengemukakan bahwa konsep keterlibatan ayah lebih dari sekedar melakukan interaksi yang positif dengan anak-anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anak-anak mereka, terlihat dekat dengan nyaman, hubungan ayah dan anak yang kaya dan dapat memahami dan menerima anak-anak mereka. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan yang efektif dapat dilihat dalam setiap fase, yaitu ketika sang ayah berhadapan dengan anaknya, mendidik, mengasuh, serta membimbing sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Keterlibatan ayah dalam pengasuhan remaja membawa pengaruh pada kehidupan remaja dalam hal bergaul dan mengenal lingkungan sosialnya (Lemonda dalam Syarifah, dkk, 2012). Dalam lingkungan keluarga, ayah
(25)
8
dipandang sebagai pemimpin, sehingga seharusnya peran ayah lebih banyak dituntut dalam perkembangan anak. Namun, ayah cenderung dipandang sebagai figur yang kurang dekat dengan anak-anak karena lebih sering marah, jarang memiliki waktu untuk ngobrol, ditakuti oleh anak serta cenderung hanya berhubungan dengan ayah umumnya jika diperlukan.
Ayah merupakan peletak dasar kemampuan intelektual, kemampuan memecahkan masalah dan hal-hal yang berkaitan dengan kognitif anak. Bahkan ayahlah yang memegang peran lebih banyak dalam menjaga dan melindungi anak dari berbagai perilaku berisiko ketika menghadapi dunia luar. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Gottman dan DeClaire (1997) yang mengatakan bahwa peran ayah dalam kehidupan remaja dapat memperluas wawasan mereka, terutama dalam mengenal dunia sosial. Hal tersebut seharusnya memungkinkan remaja lebih mampu mengidentifikasi, melihat kemungkinan-kemungkinan yang dapat dialaminya ketika ia mengambil sebuah keputusan saat menghadapi dunia luar termasuk memilah manakah pilihan yang merugikan dan yang menguntungkan.
Grimm-Wassil (dalam Thomas, 2008) berpendapat bahwa ayah mempunyai pengaruh dalam beberapa area khusus pada perkembangan anak, yaitu memberikan pandangan yang lebih luas untuk mengenalkan dunia luar melalui pekerjaan mereka dan memberikan aturan yang disiplin dalam menjalani tiap tahap perkembangan anak. Hart (2002) juga mengungkapkan bahwa ayah merupakan pelindung dari resiko atau bahaya dan memiliki peran untuk memantau serta menegakkan aturan disiplin yang tidak selalu dapat
(26)
9
dipenuhi oleh ibu. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ayah mempunyai karakteristik perilaku yang khas.
Studi-studi yang dilakukan oleh Day & Lamb (dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa terjadi perubahan yang sangat besar pada keterlibatan peran dalam keluarga di Amerika Serikat. Ayah dipandang sebagai figur yang bertanggung jawab atas pengajaran moral pada saat itu. Menjelang tahun 1970, pengaruh ayah sebagai orang tua aktif dan penyayang mulai muncul. Mereka tidak hanya bertanggung jawab untuk mendisiplinkan dan mengontrol anak, tetapi juga melibatkan diri secara aktif dalam pengasuhan.
Sebuah studi juga dilakukan oleh Mezulis, Hyde & Clark (dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa peran keterlibatan ayah sangat berpengaruh dan penting terutama ketika ibu mengalami depresi. Dalam keluarga yang mengalami kondisi seperti ini, keterlibatan ayah yang aktif dikaitkan dengan resiko yang lebih rendah terhadap munculnya masalah perilaku anak ketika beranjak ke tahap perkembangan selanjutnya.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Sarkadi dkk. (2007) tentang peran keterlibatan ayah pada perkembangan anak yang dilakukan pada 24 orang ayah yang memiliki anak berusia bayi. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa 22 anak memperoleh pengaruh yang positif meskipun belum diketahui bentuk keterlibatan yang seperti apa yang diberikan dan dapat memberi dampak lebih. Dampak positif yang diterima dapat mengurangi masalah perilaku pada anak laki-laki dan masalah psikologis pada perempuan. Tidak
(27)
10
hanya itu, tetapi dapat juga mengurangi kenakalan dan perilaku yang merugikan pada keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah.
Remaja yang merokok dipandang sebagai salah satu cara mereka untuk menunjukkan otonomi, mengurangi stres, atau mengatur suasana hati menjadi lebih baik (Weiss, dkk., 2005). Merokok sering dianggap sebagai salah satu pelampiasan yang bisa didapatkan di saat mereka mengalami situasi yang menimbulkan kecemasan. Pernyataan ini juga didukung oleh Klinke & Meeker (dalam Aritonang, 1997) yang menyatakan bahwa motif para perokok adalah relaksasi. Dengan merokok dapat mengurangi ketegangan, memudahkan berkonsentrasi dan juga dapat menimbulkan pengalaman yang menyenangkan.
Di samping itu,faktor eksternal lain juga ikut mendukung seperti tekanan dari teman-teman sebaya remaja apalagi ketika remaja kurang mendapatkan kebutuhannya dari keluarga (Oskamp, dkk dalam Smet, 1994). Menurut penelitian, keterlibatan ayah dalam kehidupan remaja memiliki korelasi yang positif dengan kepuasan hidup remaja dan rendahnya pengalaman depresi (Dubowits, dkk, 2001). Penelitian lain dari Susanto (2013) mengemukakan bahwa keterlibatan ayah yang positif dapat membentuk kekuatan dan ikatan emosional, interaksi yang hangat dan penuh kasih sayang pada remaja.
Ayah juga memiliki peran yang penting dalam kehidupan remaja khususnya terkait sebagai pelindung dari perilaku berisiko (Hart, 2002). Semakin besar perhatian ayah dalam pengasuh pada anak, semakin mungkin
(28)
11
ayah mengetahui lebih banyak tentang teman-teman anak maka semakin besar pula dampaknya terhadap kehidupan remaja ketika berhadapan dengan pilihan yang berisiko. Meski sang ibu juga memiliki kemampuan untuk melakukan hal yang sama, namun ketika sang ayah yang memberi nasihat akan berdampak dua kali lipat (bkkbn.go.id).
Dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bawa terdapat kontribusi keterlibatan ayah yang cukup besar dalam pengasuhan anak khususnya ketika anak berada di tahap perkembangan tertentu yang membutuhkan kontrol lebih. Di sisi lain, perilaku merokok pada remaja perempuan semakin banyak terlihat dimana perilaku tersebut memiliki dampak negatif yang jauh lebih berbahaya sehingga peneliti tertarik untuk melihat bagaimana keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok.
B. RUMUSAN MASALAH
Penjelasan latar belakang di atas menjadi dasar munculnya pertanyaan yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimanakah keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok.
(29)
12
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran keterlibatan ayah dalam pengasuhan dari sudut pandang mahasiswi perokok.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi baru bagi bidang psikologi khususnya dalam ranah psikologi perkembangan remaja.
2. Manfaat Praktis
a.
Penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi bagi orangtua khususnya ayah mengenai pentinganya keterlibatan ayah dalam mendidik anak sehingga dapat memberikan penanganan yang tepat khususnya dalam menghadapi permasalahan perilaku pada anak di tahap-tahap perkembangan tertentu.(30)
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
TINJAUAN TENTANG KETELIBATAN AYAH.1. Pengertian Keterlibatan Ayah.
Pengasuhan merupakan suatu perilaku yang pada dasarnya mempunyai kata-kata kunci yaitu hangat, sensitif, penuh penerimaan, bersifat resiprokal, ada pengertian dan respon yang tepat pada kebutuhan anak (Garbarino dan Benn, 1992). ccmengemukakan bahwa konsep
“keterlibatan ayah” lebih dari sekedar melakukan interaksi positif dengan
anak-anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anak-anak mereka, terlihat dekat dengan nyaman, hubungan ayah dan anak yang kaya, dan dapat memahami dan menerima anak-anak mereka.
Di dalam Abdullah (2009) dikatakan bahwa keterlibatan dalam pengasuhan anak mengandung aspek waktu, interaksi, dan perhatian. Pengasuhan anak bukanlah suatu kegiatan yang selesai dalam sehari melainkan berkesinambungan dari waktu ke waktu dari suatu tahap perkembangan, ke tahap perkembangan selanjutnya. Pengertian berulang berarti partisipasi seorang ayah terjadi dalam frekuensi yang lebih dari hanya sekedar sekali dalam suatu kurun waktu yang panjang. Seorang ayah dikatakan terlibat dalam pengasuhan anak ketika ayah berinisiatif untuk menjalin hubungan dengan anak dan memanfaatkan semua sumber dayanya baik afeksi, fisik dan kognisinya (Abdullah, 2009).
(31)
14
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan adalah suatu bentuk partisipasi aktif secara terus menerus dan melibatkan inisiatif, interaksi fisik, kognisi dan afek pada perkembangan anak.
2. Peran ayah dalam Pengasuhan
Ayah memiliki pengaruh terhadap perkembangan anak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh ayah secara langsung dapat dilihat dari bagaimana komunikasi dan partisipasi ayah yang dilakukan secara langsung terhadap anaknya, seperti bermain bersama, menemani melakukan aktivitas tertentu, dan lain sebagainya. Sedangkan pengaruh secara tidak langsung dapat terjadi melalui interaksi ayah dan ibu serta hubungan ayah dengan dunia sosial. Hubungan ayah dan ibu juga mempengaruhi pola pengasuhan terhadap anak-anaknya.
Peran ayah dibagi dalam tiga komponen (Lamb, Pleck, Charnov, adn Levine, 1987) yakni, (a) keterhubungan ayah dan anak, melalui interaksi langsung dengan anak, seperti bermain bersama, memberikan perasaan nyaman; (b) aksesibilitas (ketersediaan) ayah untuk anak secara fisik maupun psikologis, dan (c) tanggung jawab, mencakup tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan anak terpenuhi dan mendapatkan perawatan dengan baik.
Di sisi lain, Palkovitz (1999) juga mengemukakan konsep keterlibatan ayah dalam pengasuhan mempengaruhi tiga ranah yakni kognitif, afektif, dan perilaku yang secara terus menerus disertai dengan
(32)
15
stimulus, seperti : keterbukaan, kedekatan, arti penting keterlibatan, tingkat keterbukaan.
Hart (dalam Yuniardi, 2006) menegaskan bahwa ayah memiliki peran dalam keterlibatannya dengan keluarga yaitu :
a) Economic Provider, yaitu ayah dianggap sebagai pendukung financial dan perlindungan bagi keluarga. Sekalipun tidak tinggal serumah dengan anak, namun ayah tetap dituntut untuk menjadi pendukung financial.
b) Friend & Playmate, ayah dianggap sebagai “fun parent” serta memiliki waktu bermain yang lebih banyak dibandingkan dengan ibu. Ayah banyak berhubungan dengan anak dalam memberikan stimulasi yang bersifat fisik.
c) Caregiver, ayah dianggap sering memberikan stimulasi afeksi dalam berbagai bentuk, sehingga memberikan rasa nyaman dan penuh kehangatan.
d) Teacher & Role Model, sebagaimana dengan ibu, ayah juga bertanggung jawab dalam terhadap apa saja yang dibutuhkan anak untuk masa mendatang melalui latihan dan teladan yang baik bagi anak.
e) Monitor and disciplinary, ayah memenuhi peranan penting dalam pengawasan terhadap anak, terutama begitu ada tanda-tanda awal penyimpangan, sehingga disiplin dapat ditegakkan.
(33)
16
f) Protector, ayah mengontrol dan mengorganisasi lingkungan anak, sehingga anak terbebas dari kesulitan/bahaya.
g) Advocate, ayah menjamin kesejahteraan anaknya dalam berbagai bentuk, terutama kebutuhan anak ketika berada di institusi di luar keluarganya.
h) Resource, dengan berbagai cara dan bentuk, ayah mendukung keberhasilan anak dengan memberikan dukungan di belakang layar. 3. Indikator Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak
Pada tahun 1985, Lamb, Pleck, Charnov dan Levine (dalam McBridge, Schoppe, dan Rane, 2002) kemudian mengenalkan dimensi-dimensi keterlibatan ayah, yaitu :
a. Paternal engangement merupakan pengasuhan secara langsung, interaksi satu lawan satu dengan anak, mempunyai waktu untuk bersantai atau bermain. Interaksi ini meliputi kegiatan seperti memberi makan, mengenakan baju, berbincang, bermain, mengerjakan PR (pekerjaan rumah).
b. Paternal accessibility merupakan bentuk keterlibatan yang lebih rendah. Orangtua ada di dekat anak tetapi tidak berinterkasi secara langsung dengan anak.
c. Paternal responsibility merupakan bentuk keterlibatan yang mencakup tanggungjawab dalam perencanaan, pengambilan keputusan dan pengaturan.
(34)
17
4. Pendekatan dalam Pengukuran Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Allen & Dally (2007) merangkum beberapa pendekatan dalam pengukuran keterlibatan ayah dalam pengasuhan, yaitu :
a. Keterlibatan ayah diukur sebagai waktu yang dihabiskan bersama. Hal ini mencakup frekuensi bertemu, jumlah waktu yang dihabiskan bersama (melakukan suatu aktivitas atau kegiatan bersama), dan dipersepsi mudah dijangkau (accessibility) dan adanya ayah (availibilty). Ini dapat juga termasuk jumlah waktu ayah menghabiskan waktu bermain bersama anak dan seberapa efektif interaksi timbal balik ketika ayah-anak bermain.
b. Keterlibatan ayah diukur dari kualitas hubungan ayah-anak.
Seorang ayah dapat dikatakan sebagai ayah yang terlibat jika terdapat hubungan yang hangat, dekat, peka, akrab dengan anak. Ayah juga mendukung, mengasihi, merawat, membesarkan hati, memberi kenyamanan dan menerima anak. Sebagai tambahan, ayah diklasifikasikan sebagai ayah yang terlibat jika anak mereka telah mengembangkan kelekatan yang aman dan kuat pada sang ayah.
c. Keterlibatan diukur sebagai upaya dalam menjalankan peran ayah. Pengukuran melihat tingkat upaya dalam pengasuhan anak, termasuk kemampuan ayah untuk menjadi orangtua yang otorotatif (melakukan kontrol secara tepat, bertanggung jawab terhadap disiplin yang diterapkan, memonitor aktivitas anak),
(35)
18
tingkat dimana ayah memfasilitasi dan memberi perhatian pada kebutuhan anak, dan jumlah dukungan yang diberikan pada anak yang berhubungan dengan aktivitas yang berhubungan dengan sekolah.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keterlibatan Ayah
Andayani & Koentjoro (2004) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan ayah berdasarkan beberapa penelitian sebagai berikut :
a. Faktor kesejahteraan psikologis.
Faktor kesejahteraan psikologis diteliti dari dimensi negatif misalnya tingkat depresi, tingkat stres, atau dalam dimensi yang lebih positif seperti tingkat wellbeing. Selain itu, identitas diri yang menunjuk pada harga diri dan kebermaknaan diri sebagai individu dalam lingkungan sosialnya juga berkaitan dengan dimensi ini. Apabila kesejahteraan psikologis orangtua dalam kondisi rendah, orientasi orang tua adalah lebih kepada pemenuhan kebutuhannya sendiri sehingga dapat diprediksi bahwa perilaku orangtua terhadap anak lebih terpusat pada bagaimana orang tua mencapai keseimbangan diri.
b. Faktor kepribadian
Kepribadian dapat merupakan faktor yang muncul dalam bentuk kecenderungan perilaku. Kecenderungan ini kemudian diberi label sebagai sifat-sifat tertentu, atau dapat pula disebut sebagai kualitas
(36)
19
individu, termasuk salah satu diantaranya adalah kemampuan seseorang untuk mengenali dan mengelola emosinya. Selanjutnya, dalam proses pengasuhan anak ekspresi emosi dapat berperan pula pada proses pembentukan pribadi anak.
c. Faktor sikap
Sikap adalah suatu kumpulan keyakinan, perasaan dan perilaku terhadap orang atau objek. Secara internal sikap akan dipengaruhi oleh kebutuhan, harapan, pemikiran dan keyakinan yang diwarnai pula oleh pengalaman individu. Secara eksternal, sikap dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya dimana individu berada. Dalam konteks pengasuhan anak, sikap muncul dalam area seputar kehidupan keluarga dan pengasuhan, seperti sikap tentang siapa yang bertanggungjawab atas pengasuhan anak. Perubahan perspektif tentang pengasuhan anak mengalami perubahan pada akhir abad 20 sehingga faktor komitmen menjadi satu aspek dari sikap positif terhadap pengasuhan anak. Apabila orangtua mempersepsi dan mempunyai sikap bahwa pekerjaan adalah hal yang paling penting dalam hidupnya, pekerjaan akan menjadi lebih penting daripada pengasuhan anak.
d. Faktor keberagamaan
Keberagamaan atau masalah spiritual merupakan faktor yang mendukung keterlibatan orangtua dalam pengasuhan. Ayah yang religius cenderung bersikap egalitarian dalam urusan rumah tangga
(37)
20
dan anak-anak. Mereka tidak keberatan untuk mengerjakan tugas rumah tangga dan mengasuh anak. Selanjutnya, sikap egalitarian inilah yang meningkatkan keterlibatan ayah dengan anak-anak.
B. PERILAKU MEROKOK
1. Pengertian Perilaku Merokok
Manusia tidak bisa terlepas dari berperilaku untuk mencapai tujuan. Perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu yang satu dengan yang lainnya yang bersifat nyata (Saworno, 2000). Hal ini selaras dengan pendapat McLeich (1986) yang mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang konkret yang dapat diobservasi dan diamati.
Chaplin (1999) mengartikan perilaku dalam dua arti. Pertama perilaku dalam arti luar sebagai segala sesuatu yang dialami oleh seseorang. Pengertian kedua, perilaku didefinisikan dalam arti sempit yaitu segala sesuatu yang mencakup reaksi yang dapat diamati. Perilaku menurut Gunarsa (1995) adalah setiap tindakan yang dipergunakan sebagai alat atau cara agar dapat mencapai sesuatu, sehingga kebutuhan terpenuhi atau suatu kehendak terpuaskan.
Moeliono (1990) mendefinisikan perilaku sebagai tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak hanya badan atau ucapan. Di sisi lain, Chaplin (2001) mengatakan bahwa perilaku adalah berbagai respon (reaksi, tanggapan, jawaban, balasan), yang
(38)
21
dilakukan oleh suatu organisme, sedangkan secara khusus dapat dikatakan sebagai bagian dari satu kesatuan pola reaksi.
Salah satu bentuk perilaku yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang adalah perilaku merokok. Merokok telah banyak dilakukan pada zaman tiongkok kuno dan romawi. Pada saat itu orang sudah menggunakan asap dan menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan mulut (Danusantoso,1991).
Poerwardaminta (1995), mengartikan merokok sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok itu sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau kertas. Danusantoso (1991) mengatakan bahwa asap rokok selain dapat merugikan diri sendiri juga dapat berakibat bagi orang-orang lain di sekitarnya. Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya (Levy, Dignan, dan Shirrets, 1984).
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok pada remaja perempuan adalah perilaku menghisap gulungan tembakau yang bersalut nipah atau kertas yang ujungnya telah disulut dengan api. Perilaku tersebut telah dilakukan oleh remaja perempuan.
Beragam kalangan memandang perilaku merokok sebagian besar mengarah bahwa merokok memiliki dampak negatif. Merokok yaitu demi relaksasi dan ketenangan, terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang yang disekitar perokok yang bukan
(39)
22
perokok. Rokok memiliki kandungan yang sangat berbahaya. Bahkan masyarakat umum pun mengerti bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan. Dampak perilaku merokok bagi kesehatan yaitu dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin, penyakit stroke, katarak, merusak gigi, osteoporosis, kelainan sperma (Aula, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada setiap individu satu dengan yang lain berbeda-beda.
2. Aspek-aspek perilaku merokok
Menurut Twiford (Trihandini, 2003,h.18) pada umumnya setiap perilaku dapat digambarkan ke dalam tiga dimensi, yaitu :
a. Frekuensi, yaitu sering tidaknya muncul
Frekuensi sangatlah bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perilaku merokok seseorang sering muncul atau tidak. Dari frekuensi merokok seseorang yang sebenarnya. Menurut definisi, usaha-usaha sistematis untuk mengubah perilaku dianggap sebagai usaha untuk mempengaruhi frekuensi munculnya suatu perilaku, akibatnya pengumpulan data frekuensi menjadi salah satu ukuran yang paling banyak digunakan dalam penilaian program.
b. Lamanya berlangsung, yaitu waktu yang diperlukan seseorang untuk melakukan setiap tindakan.
Jika suatu perilaku mempunyai permulaan dan akhir tertentu, tetapi dalam jangka waktu yang berbeda untuk masing-masing peristiwa, maka pengukuran lamanya berlangsung lebih bermanfaat
(40)
23
lagi. Pengukuran lamanya berlangsung adalah cara yang paling tepat untuk menyatakan secara jelas dan terperinci perubahan-perubahan dalam perilaku.
c. Intensitas yaitu banyaknya daya yang dikeluarkan oleh perilaku tersebut.
Intensitas digunakan untuk mengukur seberapa dalam dan seberapa banyak seseorang menghisap rokok. Intensitas mungkin merupakan cara yang paling subyektif dalam mengukur perilaku merokok seseorang.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek perilaku merokok adalah frekuensi, lamanya berlangsung dan intensitas.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang merokok (Kholasoh, 2007) : a. Pengaruh orang tua
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dalam interaksi, membentuk pola perilaku dan sikap seseorang yang dipengaruhi norma dan nilai yang terdapat dilingkungan keluarga, kemungkinan seseorang menjadi perokok lebih tinggi pada keluarga yang orang tuanya perokok.
Selain itu seseorang yang dari keluarga konservatif yang menekan nilai-nilai sosial dan agama dengan tujuan jangka panjang lebih sulit untuk terlibat dengan merokok atau tembakau atau obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif dengan
(41)
24
paling kuat pengaruhnya apabila orang tua sendiri menjadi figur contoh yaitu sebagai perokok berat maka anak-anaknya akan mungkin untuk sekali mencontohnya.
b. Pengaruh teman
Teman merupakan lingkungan sosial kedua yang mempengaruhi perilaku merokok.. Faktor yang mempermudah seseorang untuk menjadi perokok adalah sahabat yang merokok.
c. Faktor kepribadian
Orang mencoba untuk merokok awalnya karena ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memilki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah. Faktor kepribadian merupakan faktor penyabab dari dalam diri individu (intrinsik). Ada beberapa tipe-tipe kepribadian pada diri seseorang yang dapat memicu untuk merokok, misalnya konformitas sosial dan kepribadian lemah.
d. Pengaruh iklan
Iklan memiliki banyak fungsi diantaranya berfungsi mengkomunikasikan produk-produk baru, membujuk para konsumen untuk membeli produk tertentu atau mengubah sikap mereka terhadap produk-produk atau perusahaan tertentu dan sebagai pengingat tentang
(42)
25
sebuah produk. Selain itu, iklan menyebabkan seseorang membeli produk atau jasa yang tidak mereka butuhkan
e. Stres
Merokok mempunyai pengaruh menenangkan, membius dan banyak menggunakannya sebagai cara menghadapi stres (Alexander, 2002). Keadaan stres tidak secara langsung menimbulkan seseorang untuk merokok akan tetapi stres memicu untuk memperoleh atau menggunakan sesuatu yang dapat menenangkan misalnya menghilangkan stres dengan merokok. Didalam rokok terdapat zat berupa nikotin. Nikotin bereaksi dibagian otak yang mengatur bagian perasaan nyaman dan dihargai. Hal tersebut baru diketahui oleh para ahli belakangan ini setelah dilakukan berbagai penelitian lebih lanjut. Mereka menemukan bahwa perjalanan nikotin dibagian otak ternyata dapat mencapai tingkatan dopemin. Dopemin ini adalah sebuah transmisi saraf yang mempunyai fungsi menciptakan perasaan nyaman dan dihargai manusia. Perilaku merokok karena stres termasuk perilaku yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Dimana merokok digunakan untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila marah, cemas, gelisah sehingga bila merokok perasaan negatif akan terkurangi.
(43)
26
C. REMAJA
1. Pengertian remaja
Masa remaja merupakan salah satu tahap dari perkembangan manusia. Tahap ini terjadi setelah masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Papalia (2014) mendefinisikan remaja sebagai masa perubahan perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mengakibatkan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Hal tersebut diperjelas oleh pernyataan Calon (dalam Monks, dkk 1994) yang mengatakan bahwa dalam masa remaja tampak jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa namun tidak lagi memiliki status anak. Hal tersebut membuat masa remaja dipandang masa yang cukup labil bagi individu.
Zakiah Darajat (1990) juga menggambarkan remaja sebagai masa dimana individu mengalami proses pertumbuhan dan pekembangan dari segi fisik maupun perkembangan psiksinya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk tubuh maupun cara berpikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang tergolong matang.
Pada tahap perkembangan remaja terdapat masa dimana muncul perasaan yang sangat peka; remaja mengalami apa yang disebut storm and stress dalam kehidupannya. Sikap dan perilaku remaja dipandang sebagai sesuatu yang tidak konsisten, terkadang bergairah tiba-tiba berganti lesu, rasa bahagia berubah menjadi sangat sedih. Perubahan-perubahan emosi seperti itu sulit untuk dikendalikan. Pada masa inilah remaja mulai
(44)
27
menerima tantangan untuk tetap dapat memenuhi tugas perkembangannya, belajar untuk mengambil keputusan secara mandiri yang dipandang baik bagi kehidupannya.
Dari beberapa pengertian remaja di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah masa transisi perkembangan individu dari kanak-kanak menuju dewasa yang melibatkan proses perubahan emosi, kognitif maupun fisik.
Menurut Santrock (2003), masa remaja terbagi atas :
a. Masa remaja awal (early adolescence) berlangsung di masa sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan terjadi perubahan pubertas.
b. Masa remaja akhir (late adolescene) kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehiduapn, kira-kira setelah usia 15 tahun. Minat, karir, pacaran dan eksplorasi identitas sering kali lebih menonjol di masa remaja akhir dibandingkan di masa remaja awal.
2. Aspek-Aspek Perkembangan Remaja
Aspek-aspek perkembangan pada remaja dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik yang dimaksud meliputi perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia &Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan
(45)
28
tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan serta kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).
b. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandagan Piaget, remaja aktif membangun dunia kognitif mereka. Informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja dipandang sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTAR TEORI
Perilaku merokok belakangan semakin sering terlihat pada remaja perempuan. Perilaku tersebut merupakan perilaku yang sangat berisiko bagi kesehatan bahkan dua kali lipat lebih berisiko daripada pria. Remaja perempuan yang merokok pun seringkali dipandang kurang baik bahkan
(46)
29
melanggar norma-norma budaya. Namun, jika berbagai situasi lingkungan tidak mendukung dapat membuat remaja hanya akan mengabaikan risiko yang dapat diterimanya.
Tidak hanya efek buruk bagi kesehatan, rokok juga dipandang cukup identik dengan pergaulan yang lebih rentan akan kenakalan dibandingkan dengan pergaulan tanpa merokok. Pergaulan remaja dengan rokok cenderung mengarahkan pikiran bahwa merokok dapat menjadi pelarian atau pelampiasan akan tiap masalah sehingga remaja akan merokok ketika mengalami masalah dalam hidupnya. Hal ini diperkuat oleh Meeker (dalam Aritonang, 1997) yang mengatakan bahwa motif para perokok adalah relaksasi. Dengan merokok dapat mengurangi ketegangan, memudahkan berkonsentrasi, dan pengalaman yang menyenangkan.
Pada dasarnya, remaja yang terlibat dalam perilaku berisiko karena tidak adanya keseimbangan peran orangtua dalam hidupnya. Salah satu faktor penting yang mendukung keberhasilan remaja dalam menyelesaikan permasalahannya adalah keluarga. Telah banyak penelitan yang mengemukakan betapa pentingnya peran orangtua dalam proses perkembangan anak di masa remaja. Hampir setiap hal yang terjadi pada diri anak merupakan hasil representasi pengasuhan orangtua.
Dalam hal ini, ayah dipandang memiliki peran tersendiri dalam kehidupan remaja. Ayah dalam keluarga merupakan pemimpin anggota keluarga, sehingga seharusnya peran ayah lebih banyak dituntut dalam perkembangan anak. Ayah dipandang sebagai peletak dasar kemampuan
(47)
30
intelektual, kemampuan memecahkan masalah dan hal-hal kognitif anak. Gottman dan DeClaire (1997) juga mengatakan bahwa peran ayah dalam kehidupan remaja dapat memperluas wawasan mereka, terutama dalam mengenal dunia sosial. Ayah juga dipandang memiliki kontribusi besar dalam menjaga anak terhadap perilaku-perilaku beresiko yang dapat dilakukan.
Ayah juga memiliki pengaruh yang besar dalam tugasnya untuk menjadi sumber informasi bagi remaja tentang dunia luar. Selain itu juga menjadi figur contoh atau model yang dapat dijadikan patokan dalam remaja mengambil sikap, menentukan pilihan dan mengeksplor kebutuhan-kebutuhannya.
Ketika remaja memutuskan untuk melakukan tindakan berisiko berbahaya, hal ini mungkin bahwa terdapat gambaran keterlibatan ayah dalam diri remaja yang berbeda dibandingkan remaja lain karena untuk memilih menjadi perokok cukup banyak resiko yang berbahaya diambil, remaja tidak hanya membahayakan dirinya sendiri tetapi membawa dampak yang buruk bagi orang lain yang berada di sekitarnya. Merokok bagi wanita pun membawa dampak yang jauh lebih buruk dibandingkan laki-laki.
Pada dasarnya, ayah dipandang sebagai figur otorita atau pemimpin dalam keluarga. Ayah cenderung memiliki otoritas yang lebih besar dalam mengatur anggota keluarga di rumah. Secara khusus, dalam pengasuhan anak ayah memiliki peran tersendiri yakni sebagai pelindung anak dari perilaku berisiko atau berbahaya, memastikan bahwa kebutuhan anak baik secara fisiologis maupun psikologi terpenuhi. Bagi remaja perempuan, ayah
(48)
31
dipandang sebagai role model atau contoh dalam mempersiapkan anak untuk mengenal dunia luar dengan benar. Ketika tidak terdapat aturan yang jelas, hubungan yang hangat antara anak dan ayah, hal tersebut bisa saja mempengaruhi perkembangan anak secara langsung maupun tidak langsung baik terhadap lingkungan sekolahnya maupun pergaulannya. Di tahap perkembangan remaja, mereka akan cenderung mencari pelarian di luar rumah ketika ada masalah. Salah satu bentuk perilaku yang sering terlihat pada remaja perempuan sebagai cara mereka untuk rileks atau mengurangi beban adalah dengan merokok.
Adapun skema kerangka konseptual sebagai berikut :
Gambar 2.1
Skema Dinamika Hubungan Antar Teori
Keterlibatan Ayah
Terlibat Tidak Terlibat
Remaja Perempuan Merokok -Economic provider, Friend
& Playmate,
Caregiver,Teacher &Role Model, Monitor and disclipinary, protector, advocate, resource.
Dampak Merokok: Kesehatan fisik, pintu masuk penggunaan obat-obat terlarang, rentan akan kenakalan serius.
Keterangan :
: Perilaku berisiko : Tidak Ada : Ada
(49)
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN
Penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitan kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena tentang peristiwa atau apa yang dialami oleh subjek seperti motivasi, persepsi, pengalaman yang berkaitan dengan konsep yang ditentukan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang alamiah (dalam Moleong, 2010).
Creswell mendefinisikan penelitian kualititatif sebagai suatu proses penelitian ilmiah untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang dilakukan dalam setting alamiah (Creswell, 1998). Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti (Moleong, 2005).
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena : 1) Metode kualitatif dapat mengungkap dan membantu menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia; 2) Metode ini dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang mungkin sedikit diketahui termasuk mengenai keterlibatan
(50)
33
ayah terkait perilaku merokok pada remaja perempuan; 3) Metode kualitatif dapat memberi rincian yang lebih lengkap tentang fenomena yang sulit untuk diungkap oleh metode kuantitatif (Strauss dan Corbin, 2003). Peneliti akan mendapatkan data yang lebih mendalam dan menjabarkan lebih lengkap mengenai gambaran keterlibatan ayah menurut remaja perempuan perokok dengan metode kualitatif dibandingkan kuantitatif.
Pada penelitian ini digunakan pendekatan naratif yaitu salah satu pendekatan yang bersifat narasi yang menceritakan peristiwa secara berurutan dan terperinci. Clandinin & Connely (2000) menyebutkan bahwa dalam desain penelitian ini, peneliti menggambarkan kehidupan individu, mengumpulkan cerita tentang orang-orang dan menulis narasi pengalaman individu.
B. FOKUS PENELITIAN
Penelitian ini menekankan pada pendeskripsian keterlibatan ayah dalam pengasuhan pada remaja perempuan yang merokok. Hal-hal yang dideskripsikan terkait aspek waktu yang meliputi frekuensi bertemu, aktivitas yang dilakukan bersama dan juga ketersediaan ayah. Selain itu, peneliti juga berfokus pada aspek kualitas hubungan ayah dan anak yang meliputi hubungan yang hangat, dekat, sensitif/peka, akrab, mendukung, mengasihi, merawat, memberi kenyamanan dan menerima. Aspek lain yang diteliti adalah upaya dalam menjalankan peran ayah yang meliputi
(51)
34
kemampuan ayah untuk menjadi orangtua yang otoritatif (melakukan kontrol secara tepat, bertanggung jawab terhadap disiplin yang diterapkan, memonitor aktivitas anak), tingkat dimana ayah memfasilitasi dan memberi perhatian pada kebutuhan anak, dan jumlah dukungan yang diberikan pada anak yang berhubungan dengan aktivitas yang berhubungan dengan sekolah.
C. INFORMAN PENELITIAN
1. Responden
Penelitian ini membutuhkan responden dengan kriteria-kriteria yang khusus. Oleh karena itu, pemilihan responden dilakukan dengan metode purposefully selected, yaitu pemilihan responden yang dilakukan untuk situasi khusus dan dengan tujuan yang spesifik sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian (Creswell, 2014). 2. Kriteria Repsonden
Adapun pembatasan ciri-ciri subyek penelitian sebagai berikut : a. Perempuan perokok
b. Usia 18-22 tahun
c. Masih memiliki orangtua terutama ayah.
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Data-data penelitian ini dikumpulkan dengan metode wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan masksud tertentu. Percakapan itu
(52)
35
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) dan terwawancara (interviewee). Interviewer adalah orang yang mengajukan pertanyaan sedangkan interviewee adalah orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan (Moelong, 2008,h.186).
Pada metode ini, peneliti menggunakan jenis wawancara semi terstruktur. Menurut Smith (2015), teknik wawancara semi terstruktur memungkinkan peneliti untuk mengubah urutan pertanyaan sesuai dengan respon responden. Selain itu, peneliti juga dapat memberikan probing
sesuai dengan hal penting yang muncul atau ketertarikan responden. 1. Wawancara Responden
Peneliti mewawancarai responden terkait aspek keterlibatan ayah, Relasi ayah dan ibu, dan gambaran perilaku merokok. Hal ini dikarenakan untuk mengungkap gambaran keterlibatan ayah perlu melihat aspek lain juga yang mempengaruhi seperti relasi dengan ibu, dan melihat kaitannya dengan perilaku merokok. Berikut ini pertanyaan yang digunakan sebagai pedoman wawancara terhadap responden :
Tabel 3.1
Pedoman Wawancara Responden
Aspek Pertanyaan
Keterlibatan Ayah
Bagaimana relasi Anda dengan ayah Anda? Seperti apa Anda menggambarkan ayah anda? Bisa ceritakan bagaimana anda menghabiskan
(53)
36
waktu anda dengan ayah anda?
Bagaimana anda memandang peran ayah dalam keluarga?
Relasi ayah dan ibu
Bagaimana anda memandang relasi antara ayah dan ibu?
Seperti apa anda menggambarkan peran ibu bagi ayah?
Perilaku merokok Bagaimana awal mula anda menjadi perokok? Apa yang anda rasakan ketika merokok? Bagaimana peran ayah saat itu ketika anda mulai menjadi perokok?
E. Metode Analisis Data
Creswell (2014) mendefinisikan analisis sebagai proses berkelanjutan terhadap data. Analisis data dilakukan untuk memaknai data yang diperoleh sehingga data memberikan pemahaman yang luas dan mendalam. Berikut merupakan proses analisis data kualitatif menurut Creswell (2014) :
1. Mengolah dan mempersiapkan data
Pada tahap ini, peneliti melakukan transkrip wawancara dan mengetik data lapangan. Kemudian peneliti memilih serta
(54)
37
mengelompokkan data ke dalam kategori yang sesuai dengan sumber informasi.
2. Membaca keseluruhan data
Langkah berikutnya adalah membangun kesan umum atas informasi yang diperoleh dan merefleksikan maknanya secara keseluruhan. Dalam hal ini, perlu diperhatikan cara responden menyampaikan pendapatnya dan mencatat hal tersebut sebagai keterangan.
3. Menganalisis lebih rinci dengan meng-coding data
Dalam tahap ini, peneliti melakukan kategorisasi terhadap data-data yang berupa kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf. Data-data-data yang memiliki makna atau tema yang sama dikumpulkan kemudian diberi label dengan istilah khusus.
4. Mendeskripsikan data dengan proses coding
Data penelitian yang menginformasikan orang-orang, lokasi-lokasi, atau peristiwa-peristiwa dideskripsikan dalam setting tertentu. Selanjutnya, peneliti melakukan proses coding terhadap data-data tersebut dan menganalisisnya. Tema-tema yang dihasilkan dari proses
coding ini sering digunakan sebagai judul atau hasil penelitian yang dapat diperkuat dengan beberapa perspektif.
5. Menarasikan deskripsi dan tema-tema
Langkah ini merupakan tahap penyampaian hasil analisis. Data-data penelitian yang telah berubah menjadi kronologi perisitiwa,
(55)
tema-38
tema, atau kaitan antar tema dapat disusun dalam bentuk narasi. Selain itu, peneliti dapat menyajikan gambar atau label untuk mendeskripsikan hasil analisis.
6. Menginetrpretasikan data
Pada tahap ini, peneliti menarik esensi atau gagasan dari data-data penelitian yang telah diolah. Gagasan tersebtu dapat berupa interpretasi pribadi peneliti yang didasarkan pada kebudayaan, sejarah, dan pengalaman hidup peneliti. Interpretasi juga dapat berupa makna dari perbandingan antara hasil penelitian dengan literatur atau teori. Dalam hal ini, peneliti dapat membenarkan maupun menyangkal teori yang telah ada sebelumnya. Selain itu, interpretasi juga dapat berupa pertanyaan baru yang perlu dijawab pada penelitian selanjutnya.
F. Uji Keabsahan dan Validitas
Validitas kualitatif dilakukan untuk memeriksa akurasi hasil penelitian dari perspektif peneliti, responden, maupun pembaca secara umum (Creswell, 2014). Akurasi penelitian akan semakin teruji jika pemeriksaan validitas dilakukan dengan beragam metode. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik member checking, yaitu melaporkan deskripsi dan tema-tema spesifik kepada responden untuk memastikan bahwa deskripsi atas tema yang dibuat telah akurat (Creswell, 2014).
(56)
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN
1. Persiapan Penelitian dan Perizinan
Penelitan ini melibatkan tiga orang remaja perempuan yang merupakan perokok aktif dan memiliki orangtua khususnya ayah. Pemilihan responden ini disesuaikan dengan kriteria penelitian yang dibutuhkan, yakni mahasiswi perokok yang berusia 18-22 tahun serta memiliki orangtua khususnya ayah. Kemudian, peneliti menanyakan kepada ketiga responden yang terpilih apakah bersedia menjadi responden penelitian. Kesediaan responden penelitian ditandai dengan pengisian
inform consent untuk terlibat dalam penelitian.
Pelaksanaan penelitian dengan tiga responden dilakukan secara terpisah sesuai dengan kesepakatan peneliti dan responden. Sebelumnya, peneliti mempersiapkan terlebih dahulu protokol wawancara yang akan digunakan dan handphone yang dilengkapi dengan alat perekam untuk merekam wawancara.
Peneliti mengawali pertanyaan-pertanyaan wawancara dengan melakukan rapport terlebih dahulu pada responden agar responden merasa lebih nyaman untuk terbuka dalam menceritakan pengalaman pribadinya. Rapport yang dilakukan berupa pertanyaan-pertanyaan ringan seperti menanyakan kabar, keadaan saat itu, dan hal-hal seputar
(57)
kegiatan-40
kegiatan yang sedang diikuti. Pada saat dirasa sudah cukup, peneliti pun melanjutkan dengan pertanyaan wawancara penelitian. Dalam hal ini, peneliti menggunakan jenis pertanyaan wawancara semi terstruktur agar lebih mudah bagi peneliti untuk menyesuaikan alur pertanyaan wawancara yang nyaman bagi responden dan untuk melakukan probing.
Tabel 4.1
Waktu dan Tempat Penelitian
No Keterangan Responden 1 (Mw)
Responden 2 (Cl)
Responden 3 (Vf)
1 Wawancara responden
a. 13 Juni 2016 (15.30-16.30) di Chacha Milktea, Condong Catur b. 14 Juni
2016 (10.00- c. 24 Juli
2016 (15.00-15.35) di Es Bang Jo, Mrican
a. 24 Juni 2016
(16.00-17.15) di Kos
responden b. 22 Juli
2016 (16.00-17.05) di Hall Sanata Dharma Paingan.
a.1 Agustus 2016 (18.00-19.30) di cafe
Kolase.
(58)
41
B. RESPONDEN PENELITIAN
1. Demografi Responden
Tabel 4.2 Demografi Responden
No Keterangan Responden 1 Responden 2 Responden 3 1. Inisial Mw Cl Vf
2. Usia 19 tahun 20 tahun 21 tahun 3. Jenis
Kelamin
Perempuan Perempuan Perempuan
4. Urutan kelahiran
Anak tunggal Anak pertama Anak pertama
5. Jumlah Saudara
- 1 4
6. Pendidikan terakhir
SMA SMA SMA
7. Pekerjaan Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa 8. Suku Jawa Toraja Timor Leste 9. Agama Katolik Kristen Katolik
2. Latar Belakang Responden
Berikut ini adalah gambaran mengenai latar belakang keluarga responden dan cerita singkatnya mengenai perilaku merokok serta relasinya dengan ayah.
(59)
42
a. Responden 1
Tabel 4.3
Latar Belakang Responden 1
Awal mula merokok Semenjak bergabung dalam komunitas alam kelas 3 SMP.
Frekuensi merokok 6-8 batang per hari.
Efek yang didapatkan Perasaan nyaman dan lega.
Relasi dengan Ayah Sejak kecil relasi responden dengan ayahnya tidak dekat. Merasa canggung dan terutup untuk bercerita dan ada ketakutan ditolak ayah.
Pekerjaan Ayah Guru SD. Pendidikan terakhir ayah S1.
b. Responden 2
Tabel 4.4
Latar Belakang Responden 2
Awal mula merokok Kelas 3 SMP. Tertarik dengan penjelasan guru mengenai rokok dan pada akhirnya ikut mencoba bersama dengan teman kelasnyanya.
Frekuensi merokok 3-4 batang per hari.
Efek yang didapatkan Perasaan nyaman dan lega.
Relasi dengan Ayah Sejak kecil tidak dekat secara fisik dan emosi dengan ayah karena jarang bersama. Ayah selalu sibuk bekerja dan sering tidak berada di rumah bersama responden.
Pekerjaan Ayah Wirausaha. Pendidikan terakhir ayah D3
(60)
43
c. Responden 3
Tabel 4.5
Latar Belakang Responden 3
Awal mula merokok Pada saat responden kelas 3 SD ketika melihat ibunya merokok dan meminta kepada ibu untuk mencoba. Responden mulai aktif merokok kelas 5 SD
Frekuensi merokok 10-12 batang per hari
Efek yang didapatkan Perasaan lega, mengurangi beban pikiran, tidak mudah lapar.
Relasi dengan Ayah Cukup dekat pada saat kelas 1-2 SD. Namun setelah itu menjadi semakin tidak dekat sejak kelas 3 hingga SMP karena sikap ayah yang keras dan menekan. Pekerjaan Ayah Menteri Perhutani
Pendidikan terakhir ayah S1
C. ANALISIS DATA PENELITIAN
1. Responden 1
a. Peran ayah bagi Responden
Responden memandang ayahnya memiliki peran yang cukup besar dalam hal membentuk responden menjadi pribadi yang terbuka pada orang lain. Secara tidak langsung sikap ayahnya yang terbuka pada orang lain membuat responden juga terbiasa untuk bergaul dengan orang lain. Hal tersebut ditunjukkan dengan pernyataan responden seperti berikut :
Kalau masalah pengaruh dalam pembentukan karakterku tuh banyak kak, cuma kalau misalnya apa ya..sebenernya sangat berpengaruh sih, pokoknya segala ketakutan aku tuh, aku tuh paling takut itu sama bapak, aku paling apa
(61)
44
ya..bisa dibilang aku tuh mirip banget sama bapak, karakter. Lebih kentel diem gitu..terus hobi, lebih kayak gitu sih kak.kayak hobi, seneng ini seneng itu, tapi nah.. bapak itu juga yang berteman-berteman, dia itu gampang berteman, aku juga kayak gitu. (Mw1:174-192)
Selain itu, dalam hal kebutuhan finansial responden memandang bahwa ayahnya merupakan pribadi yang tidak pelit dalam hal memberi atau memenuhi kebutuhan responden sekalipun ayah bukan merupakan pendukung finansial utama dalam keluarga. Kebutuhan responden dipenuhi ayahnya tanpa diminta terlebih dahulu oleh responden. Hal tersebut ditunjukkan dari pernyataan responden sebagai berikut :
Trus bapak itu sebenernya ngga pelit sama aku. tapi bapak yang nawarin dulu baru aku jawab. Aku bukan tipe orang yang minta. (Mw1:88-92)
Di sisi lain responden memandang ayahnya kurang berperan sebagai pengontrol sehingga tidak terdapat aturan yang jelas di rumah yang diterapkan. Berikut merupakan pernyataan responden mengenai hal tersebut :
Sebenernya aku tuh nggak pernah ngerti sebenernya di keluargaku tuh ada aturannya atau nggak, tapi ada beberapa hal yang aku tuh “mbok bapak tuh bilang jangan to” , aku pengen kayak gitu. Kalau ditanya bapak ngontrol apa aja, sebenernya nggak ada yang jelas, cuman negur aja. (Mw1 :316-326)
b. Ketidaktersediaan Ayah
Responden sangat jarang berkomunikasi dengan ayahnya karena jarang bertemu. Jarak tempat tinggal yang jauh dengan responden tidak memungkinkan mereka memiliki waktu lebih banyak untuk
(62)
45
bersama. Hal tersebut tampak dari pernyataan responden sebagai berikut :
Jarang kak. soalnya jarang ketemu. Paling sabtu minggu pas libur. Ni aja belakangan belum pulang. Paling lewat grup whatsapp keluarga. (Mw1:140-144)
ehmm..pokoknya lebih kecil daripada intensitas pertemanan aku sama temen-temenku. Soalnya kan aku ya itu jarang ketemu, aku lebih sering sama temen-temen.
(Mw2:195-200)
ya kami jarang berkomunikasi kan, jadi ya menurutku nggak ada hubungannya dan ya masih baik-baik saja. Jarang banget loh kak itu berkomunikasi sampe jarang banget. (Mw3:417-423)
Responden juga mengatakan bahwa ayahnya hanya berkomunikasi padanya untuk hal-hal yang menurut ayahnya penting untuk dibahas misalnya ketika ada masalah tertentu yang dialami oleh responden.
Jadi tuh menurut bapak tuh kalo terbuka kalo aku tuh butuh banget penjelasan gitu loh kayak misalnya aku bikin masalah apa yang itu udah berkali kalo bapak diemin terus nggak bisa gitu loh. Itu sih kak, lebih ke hal-hal yang penting aja. (Mw3:364-372)
Kalau ada problem. Terakhir kami berdiskusi tuh ya itu pas bapak ga bilang waktu itu kalau bapak nggak suka kalau aku pacaran sama orang yang bukan orang jawa. Udah gitu doang. (Mw2:305-311)
Jadi sebenernya bapak tuh orangnya lebih sederhana dalam berbicara gitu loh , yang perlu diomongin ya diomongin, yang enggak ya enggak. beda sama ibu.
(63)
46
Ayah juga dipandang sebagai figur yang jarang ada untuk membantu responden. Hal ini terlihat dari pernyataan responden seperti berikut :
Selama ini itu, ya itu aku lebih seneng sama orang lain daripada sama keluargaku kak, karna bapak tuh jarang bantuin aku hehe. Cuman ya kayak bapak sering ngebiarin aku. (Mw2:263-269)
c. Relasi dengan Ayah
Responden mengatakan bahwa sifat ayah yang pendiam membuat responden merasa tidak nyaman untuk terbuka pada ayahnya khususnya dalam hal mengungkapkan perasaan atau pendapat. Berikut ini pernyataan responden terkait hal tersebut :
Aku ngga ngerti ya kak, aku ngerasa ngga enak gitu, bapak juga kan orangnya pendiem mungkin karna ini si kak, kalo bapak sama ibu tu lain ya, bapak tu jarang ajak cerita juga. (Mw1:100-106)
Selain itu, komunikasi responden dengan ayah yang sangat jarang membuat responden merasa semakin canggung pada ayahnya. Hal tersebut disebabkan karena perasaan takut akan penolakan dari ayah serta pandangan mengenai ayahnya yang tidak dapat memahami diri responden seperti pada pernyataan responden seperti berikut :
Aku udah takut ditolak duluan, tertolak. Jarang.. Sebenernya aku merasa canggung itu, karna aku udah nggak pernah sharing lagi sama bapak. Orang itu kan semakin jarang sharing kan semakin canggung.
(Mw3:479-486)
Kenapa takut cerita ke bapak? Bapak tuh nggak paham. Ya kan ngga bisa dijelasin. Soalnya bapak kan ya apa, hidup sendiri. (Mw1:98-104)
(64)
47
Responden juga mengatakan bahwa terkadang ia tidak mematuhi dan cenderung cuek pada apa yag dikatakan ayah karena ia merasa tidak melihat adanya contoh seperti yang dinasehatkan ayahnya. Demikian pernyataan responden terkait hal tersebut :
Misalnya gini ya kak bapak tuh udah bilang dek jangan gini, terus tapi aku tuh belum melihat contoh gitu loh, jadi aku nggak mau nurut-nurut. (Mw2:206-210)
Ya aku cuek-cuek aja bapak mau bilang apa hehe. Kayak misalnya pulang ke rumah, ngikut acara gereja, dulu tuh waktu aku di SMA masih rada-rada peduli sekarang sih udah nggak terlalu. (Mw3:448-455)
Responden mengatakan bahwa sikap acuhnya terhadap orangtuanya juga dikarenakan ia tidak menemukan perasaan damai di rumahnya dan menjadi takut tertolak ketika ingin bercerita. Hal tersebut terlihat pada pernyataan responden seperti berikut :
Aku juga heran kenapa aku sekarang secuek ini terhadap keluarga ku kak soalnya aku merasa aku nggak menemukan kedamaian..di rumah. Soalnya rumah tuh bukan tempat aku bisa bercerita soalnya aku ngerti apa yang pengen dicerita udah tertolak duluan. (Mw3:487-498)
Responden berharap bahhwa ayahnya bisa menjadi figur yang bisa diajak berdiskusi, terbuka dan dapat memahami dirinya. Selain itu responden juga berharap ayahnya mampu menjadi figur yang mampu mengatur dirinya. Berikut merupakan pernyataan responden terkait hal tersebut :
Aku tuh sebenernya kalau boleh jujur ya, sebenernya aku tuh nggak pernah ngerti sebenernya di keluargaku tuh ada aturannya atau engga, tapi ada beberapa hal yang aku tuh “mbok bapak tuh bilang jangan to”, aku pengen kayak
(1)
107 172
173 174
I : Mama juga aktif ngerokoknya? Vf : Mama lebih ini malahan,
seminggu itu bisa habis 1 slop. 175
176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196
I : Oke, sekarang kalau keadaan di keluarga gimana, bisa
diceritakan?
Vf : Sebenernya di rumah itu, mama sama papa pisah trus cuma datang tuh pas papa cuti. I : Sejak kapan?
Vf : Aku nggak tau sejak kapan, tapi dari kecil udah bermasalah. Nah aku tau tuh mereka kayak gitu, pas aku SMA. Papa kesini dan mereka bener-bener ada
masalah sampe papa tuh nggak kuat buat cerita sampe papa nangis. Trus yaudah jadi sekeluarga tuh kayak kita main kucing-kucingan . Aku tau papa mama punya selingkuhan, adek-adek tau mama sama papa gitu. Tapi mama papa sama-sama saling nggak tau kalau mereka gitu. Jadi diem-dieman semua.
Orangtua berpisah sejak responden masih kecil.
Orangtua berpisah sejak responden masih kecil.
197 198 199 200 201 202 203 204 205
I : Sejak kapan udah nggak tinggal serumah?
Vf : Kalau nggak serumah itu udah sejak pindah ke dili itu udah ngga, kelas 3. Itu papa bolak balik karna ada studi. I : Kalau sekarang?
Vf : Kalo skarang papa udah di Dili, ke sini kalao liburan.
Jarang bertemu dengan ayah semenjak berpisah dengan ibu.
Jarang bertemu dengan ayah semenjak berpisah dengan ibu.
Ketidakhadiran Ayah
206 207 208 209
I : Adik-adik tau mama papa pisah? Vf : Adik-adik nggak tau kalao
mama papa pisah, tapi mereka tau kalo mama sama orang lain.
(2)
108 211
212 213 214 215 216 217 218
Vf : Tadinya sama mama itu deket banget semester 3, trus ada beberapa masalah yang bikin aku nggak pulang lagi ke rumah, kontekan juga udah nggak pernah. Trus malah deketnya sama papa skarang. Tiap hari kontek papa.
dekat dengan ayah dibanding ibu sejak mengalami masalah dengan ibu.
lebih dekat dengan ayah dibanding ibu sejak
mengalami masalah dengan ibu.
ayah dan ibu
219 220 221 222 223 224 225
I : Mama gimana orangnya? Vf : Dia itu baik orangnya, sayang
sama anak-anaknya cuman menurutku emang semua orang sedewasa apapun ada sikap childishnya, nah itu mama lagi bener-bener keluar childishnya.
Ibu figur yang kekanak-kanakkan.
Ibu figur yang kekanak-kanakkan
Pandangan tentang ibu.
226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 289
I : Pengasuhan mama di rumah seperti apa sih?
Vf : Mama tuh bebas orangnya, terserah kamu ngapain aja yang penting tanggung jawab, jadi anak-anaknya itu udah takut sendiri sama omongannya sendiri, kayak sana kamu main, kamu mau pacaran, mau apa terserah tapi sampe ada sesuatu nggak usah pulang kesini, nggak usah panggil aku mama lagi. Jadi anak-anak itu malah nggak mau buat salah.
Ibu figur yang membebaskan anak-anak dalam berperilaku.
Ibu figur yang membebaskan anak-anak dalam berperilaku.
Pandangan tentang ibu
240 241 242 243 244
Vf : Tapi kalau papa itu malah ketat banget, kamu nggak boleh ini..ini..jadi kadang ih diatur-atur terus. Aku dan adik-adik itu anak-anak yang suka berontak.
Ayah figur yang otoriter.
Ayah figur yang otoriter.
Peran Ayah
245 246 247 248 249 250
I : Gimana ceritanya Vf deket sama papa?
Vf : Kan papa udah beda kota. Aku tuh mulai deket sama papa sejak papa cerita sama aku pas SMA. Selama ini aku liatnya papa tuh
Semakin dekat dengan ayah semenjak ayah terbuka pada responden.
Semakin dekat dengan ayah semenjak ayah terbuka pada responden.
Relasi dengan Ayah.
(3)
109 251
252 253 254 255 256 257 258
orangnya tegas, papa kan orangnya gede, tinggi. Tapi waktu itu aku tuh liat papa tuh nangis, sampe aku tuh ih ya ampun aku jahat banget sama papa. Nggak pernah yang namanya peluk papa, ya disitu baru peluk papa.
259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277
Vf : Waktu aku masuk kuliah. Itu aku marah banget, sampe aku tuh uh kalau aku bisa bunuh kalian juga udah ta bunuh. I : Respon papa saat itu? Vf : Ya papa udah ngggak berani
marah lagi gitu loh, udah kayak dia malah goda-godain. Dibaik-baikin gitu loh malahan.
Waktu semester 3, waktu itu aku belum terlalu deket sama papa, aku pernah mau berhenti kuliah, aku nggak ikut ujian berapa kali gitu, tapi papa tuh yang bilang “semangat ya, papa tetep dukung”, dia itu ngomong banyak banget padahal dia tuh selama ini cuek banget sama aku.
Ayah figur yang tidak lagi memarahi.
Ayah figur yang tidak lagi memarahi.
Relasi
278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290
Nah, mama yang selama ini bilang akan selalu bantuin, pas aku ada masalah malah bilang “yaudah sana terserah mau ngapain.
I : Tapi sebelumnya deketan sama siapa?
Vf : Tadinya sama mama, apa-apa sama mama, mau pacaran, ngapain, ngapain aku kasih tau semua ngga ada yang ta tutupin sama skali. Kalo sama papa malah sama skali nggak ada
(4)
110 291 yang papa tau.
292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313
I : Sejak kapan tuh?
Vf : Ya dari dulu, jadi dulu pas mau masuk SMP hari pertama, trus papa tuh bilang papa habis rokok, trus aku bilang beli aja, trus papa kehabisan uang , trus aku bilang yaudah di lemari aku ada rokok, trus malah
dimarahin, loh orang nenek kemarin bilang nggak apa-apa, trus kata papa itu kan nenekmu, papa nggak mau kamu
ngerokok. Mama juga nggak apa-apa kok aku ngerokok. Papa bilang ya mereka nggak tau. Jadi aku sejak itu nggak mau ngomong sama apa lagi. Nah tapi sekarang ta kasih taunya semua sama papa. Ibu juga wataknya keras kan, gengsi. Apa ya, childishnya lagi keluar. 314
315 316 317 318 319 320 321
I : Pernah nggak ada momen dimana aku deket sama papa waktu kecil?
Vf : Iyaa, ada. Waktu itu pas kelas 2 SD aku sering apa-apa sama papa. Papa sering ngajak ke hutan sama temen-temennya kalo ada proyek.
322 323 324 325 326 327 328 329 330
I : Vf memandang papa gimana orangnya?
Vf : Dia itu kepala keluarga ya kepala keluarga, Cuma kadang gini loh, dia itu terlau neken keluarganya, jadi keluarganya nggak bisa percaya sama dia. Mau terbuka sama dia tuh nggak dan dia orangnya juga keras jadi
Ayah figur yang menekan yang keras sehingga menimbulkan rasa takut.
Ayah figur yang menekan yang keras sehingga menimbulkan rasa takut.
Relasi dengan Ayah
(5)
111 331
332 333 334
pada takut kayak adekku itu mereka tuh anter papa kalao pas bayarin, kalau untuk yang lain itu mereka nggak berani. 335
336 337 338 339 340 341 342
I : Kalo pas SMP gimana? Vf : Sama, masih.
I : Darimana Vf liatnya? Kan udah nggak bareng?
Vf : Ya dari caranya dia, nggak ada yang berubah lah dia itu. Kalau nelpon apa gitu, masih keras gitu.
343 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356
I : Papa tuh deket sama Vf dalam hal apa?
Vf : Aku tuh sukanya sama papa gini,ngajarin kalo kamu tuh harus berani gitu loh. Dulu kan aku nggak suka sama rumput, nggak mau injak rumput. Nah tapi kan ikut papa ke hutan, awalnya kan digendong papa terus. Trus papa ngomong, kalo kamu kayak gini terus papa kan capek, trus ya kasian, trus yaudah aku turun.
Ayah figur yang mengajari untuk mengatasi rasa takut responden
Ayah figur yang mengajari untuk
mengatasi rasa takut
responden
Peran Ayah
357 358 359 360 361
Vf : Kalo mama sama papa misalnya pergi tuh mereka selalu
berantem, nggak tau apa yang salah disitu nggak tau, tapi kalao selihat aku enak-enak aja.
Ayah dan ibu sering
bertengkar jika pergi bersama.
Ayah dan ibu sering
bertengkar jika pergi bersama
Relasi ayah dan ibu
377 378 379 380 381 382 383 384 385 386
I : Menurut Vf, kenapa Vf tetap memilih untuk merokok selain karna mama ngerokok? Vf : Mungkin apa ya, mama tuh
pernah bilang gini, mama tuh kasih apa yang kalian mau walaupun orang-orang mandangnya jelek itu bukan karna mama nggak sayang kalian, tapi mama tau rasanya
Responden tetap merokok karena mengetahui bahwa ibunya tidak
melarangnya.
Responden tetap merokok karena
mengetahui bahwa ibunya tidak
(6)
112 387
388 389
kalo nggak dikasih. Nah aku mungkin mama tau rasanya, jadi nggak marah.
390 391 392
I : Kalo untuk kebutuhan finansial Vf sama siapa?
Vf : Sama papa. 393
394 395 396 397 398 399 400 401
I : Kenapa Vf nggak bisa berhenti merokok?
Vf : Sebenernya pengen berhenti ngerokok, orang papa aja yang ngerokok bisa berhenti gitu loh, tapi apa ya, apa nanti kata temen-temen kalau aku berubah, apalagi kalau berubah drastis. 402
403 404 405 406 407 408 409 410 411
I : Papa mama tahu kan Vf ngerokok?
Vf : Tau
I : Nggak marah?
Vf : Nggak tahu kenapa, belakangan ini papa cuek banget gitu loh sama apa yang aku lakuin dan nggak marah tuh, ya sama. Mungkin dia mikirnya udah kuliah, udah besar.