REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN TELEVISI. (Studi Semiotik Tentang Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica).

(1)

Dalam Iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Disusun Oleh:

NADYA

0543010007

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA

2010


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan Rahmat, Nikmat serta

Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi yang berjudul “REPRESENTASI

MASKULINITAS DALAM IKLAN TELEVISI (Studi Semiotik Tentang Representasi

Maskulinitas Dalam Iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica)”.

Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing, Ibu

Dyva Clarreta yang telah berjasa besar dalam memberikan bantuan, dukungan dan motivasi

kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang dalam juga penulis ungkapkan kepada banyak pihak yang

telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan do’a, saran, bimbingan dan

semangat kepada penulis, sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Ungkapan tersebut penulis

persembahkan kepada:

1.

Ir.Didiek Tranggono, MS.i selaku Dosen Wali Penulis.

2.

Bpk. Juwito, S.sos, M.si selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3.

Mama, Papa dan Kakak-kakakku tercinta (Sunil, Farisol, Mas Hud, Mbak Ela), untuk

semua motivasi, semangat dan dukungan yang tidak pernah putus.

4.

Especially for Hunney untuk support yang nggak pernah berhenti, pengertian,cinta,

semua pertengkaran dan permasalahan yang terjadi waktu pengerjaan skripsi ini.

Semoga kita bisa menjadi orang yang lebih dewasa dalam segala hal dan menjadikan

semua pengalaman ini menjadi pelajaran berharga yang nggak akan terjadi lagi

seumur hidup kita. Dan kita bisa menjadi pasangan yang lebih baik lagi. Amiinnn....

5.

Calon keluargakuu di masa depan (Amin Ya Allah!!) Papa Hardo, Mba Ranti dan


(3)

bahwa tante terus melihat dan mendoakan kami semua disini. Kelulusan Nadya sama

Ikrar ini pasti juga berkat doa tante. Terima kasih tante... I love U so much!

6.

Binta, sodara sekaligus sahabat tempat curhat. Beserta Indra……

7.

Sahabat-sahabatQuw….. Ela, Putri, Komo, Alfian, SampanQ……teman hura-hura

terasyik yang pernah dan selalu ada. Thank’s a lot….. The Most fun things I ever had

in my life are because of you guys…….

8.

Teman-teman kampus yang selalu support dan akan amat sangat penulis rindukan.

Peni, Andra, Juwita, Dhona, Theo, Jemblung, Luthung, Fikar, dan masih banyak yang

tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga semua kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam

penyusunan proposal skripsi ini dibalas oleh ALLAH SWT. Penulis berharap semoga Skripsi

ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Surabaya,

April

2010

Penulis


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………

i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI …. ii

KATA PENGANTAR ……….

iii

DAFTAR ISI ………

v

DAFTAR LAMPIRAN ………

vii

ABSTRAKSI ………

viii

BAB I PENDAHULUAN………

1

1.1.

Latar Belakang Masalah ………...

1

1.2. Perumusan

Masalah

………..

9

1.3.

Tujuan Penelitian ………...

9

1.4.

Manfaat Penelitian ………

9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………..

10

2.1.

Landasan Teori ………..

10

2.1.1.

Periklanan Sebagai Bentuk Komunikasi Massa ……...

10

2.1.2.

Iklan Televisi ………..

11

2.1.3.

Representasi

………....

14

2.1.4.

Pendekatan Semiotik John Fiske Dalam Iklan Televisi ….

15

2.1.5.

Komunikasi Non Verbal ………..

26

2.1.6.

Penggunaan Warna Dalam Iklan ………..

29


(5)

2.1.8.

Identitas

Maskulinitas

……….

35

2.2.

Kerangka Berpikir ………..

39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Metode Penelitian ………...

40

3.2.

Kerangka Konseptual ……...

41

3.2.1.

Maskulinitas

………

41

3.2.2.

Korpus Penelitian ………

42

3.2.3.

Teknik Pengumpulan Data ………

42

3.2.4.

Teknik Analisis Data ………..

42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Gambaran Umum Objek dan Penyajian Data ………

44

4.1.1.

Gambaran Umum Objek Penelitian Iklan Shampo Zinc

Versi Agnes Monica di Televisi ……….

44

4.1.2.

Penyajian Data ………..

45

4.2.

Analisis Data ………

46

4.3. Interpretasi

Keseluruhan

………

65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

………

67

5.2. Saran

………..

68


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kebudayaan yang Maskulin, Macho, Jantan dan Gagah ……

73

Lampiran 2. Sejarah Panjang Celana Panjang ………..

75

Lampiran 3. Sepatu Hak Tinggi Berawal Dari Pelindung Lumpur …………

78

Lampiran 4. A Short History of Modern Dance ……….

80

Lampiran 5. Superman : The Appeal of a 60 Year Legend ………...

84

Lampiran 6. Properti : Memilih Warna untuk Rumah Idaman ………

86

Lampiran 7. Warna Arti ………...

88

Lampiran 8. Becoming Members of Society : Learning the Social Meanings

Of Gender ……….

92


(7)

Semiotik Tentang Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Shampo Zinc versi Agnes

Monica).

Penelitian ini didasarkan pada kurangnya pemahaman tentang makna maskulinitas di

masyarakat Indonesia khususnya maskulinitas dalam hubungannya dengan citra perempuan

dalam iklan. Iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica ini merupakan sebuah iklan yang

dengan berani menampilkan citra serta sisi berbeda dari seorang perempuan yaitu sisi

maskulinitas dan menyajikannya ke dalam sebuah iklan. Iklan merupakan salah satu media

komunikasi massa yang efektif dalam menyampaikan pesan kepada komunikannya.

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan representasi maskulinitas dalam iklan

tersebut.

Maskulinitas merupakan kualitas untuk menjadi maskulin (menjadi atau seperti

laki-laki). Dimana maskulinitas selama ini identik dengan penggambaran fisik yang besar serta

sifat kelelakian lainnya. Sebagai landasan teori, penelitian ini menggunakan pendekatan

Semiotika John Fiske dalam iklan Televisi, Iklan Televisi, Periklanan dalam bentuk

Komunikasi Massa, Penggunaan warna dalam Iklan, Citra Perempuan dalam Iklan, Identitas

Maskulinitas, Representasi dan Komunikasi Non-verbal.

Penelitian ini, merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode

semiotika. Korpus penelitian adalah iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica menjadi 2 scene

dalam format FLV. Data analisis dalam penelitian ini melalui 3 level yakni level realitas

menekankan pada unsur penampilan, kostum, dan make-up, setting serta gerak tubuh. Level

Representasi fokus kepada teknik kamera, editing, pencahayaan dan suara. Level ideology

merupakan pengorganisasian ke dalam kesatuan (coherence) dan penerimaan sosial (social

acceptability) seperti individualism, kelas patriarki, pluralisme, umur, ras, dan sebagainya.

Dari data yang dianalisa, peneliti menarik kesimpulan bahwa iklan ini sarat akan

muatan representasi maskulinitas pada seorang perempuan tidak hanya dapat dilihat dari

ciri-ciri fisik namun lebih menonjolkan pada sisi kepribadian. Peneliti menemukan berbagai

macam karakteristik maskulinitas dalam diri seorang perempuan baik secara fisik maupun

psikis. Maskulinitas dalam diri seorang perempuan dapat ditunjukkan dengan tampilnya

seorang perempuan di wilayah publik yang selama ini di dominasi oleh laki-laki.

Karakteristik perempuan yang berkarier, aktif dalam masyarakat, penuh dengan semangat

dalam hidup, bersikap agresif, kompetitif dan suka berargumen dalam setiap kesempatan,

pantang menyerah dan tidak takut dalam menghadapi tantangan yang diberikan, serta berani

menunjukkan jati diri yang sebenarnya dengan tegas kepada masyarakat dapat dikategorikan

sebagai seorang perempuan yang memilih gender maskulin. Namun dibalik semua

karakteristik maskulinitas yang ditunjukkan, perempuan selamanya akan tetap menjadi

seorang perempuan yang penuh dengan keanggunan dan cinta kasih.

Peneliti menyimpulkan bahwa Iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica telah mampu

menyajikan dan mengangkat sisi perempuan yang berbeda dari iklan-iklan lainnya yaitu dari

sisi maskulinitas seorang perempuan. Maka diharapkan akan banyak lagi iklan-iklan bermutu

yang mengangkat tema semacam ini.


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, dunia periklanan Indonesia makin terus berkembang. Pesatnya laju pertumbuhan tersebut tampaknya juga dipicu dengan adanya proliferasi media. Yaitu, bertambahnya jumlah media yang diakibatkan reformasi pemerintah di bidang komunikasi, dimana pendirian media baru, baik media cetak maupun elektronik televisi dan radio sangat dipermudah dibanding ketika Orde Baru (Widyatama, 2007 : 5).

Meningkatnya geliat iklan tersebut membuat optimis berbagai kalangan, terutama industri. Dalam ilmu komunikasi pemasaran, iklan merupakan investasi untuk menjaga hubungan yang berkesinambungan antara perusahaan dan konsumennya. Bahkan menurut Bedjo Riyanto, iklan sama pentingnya dengan investasi di bidang pengemasan (packaging), distribusi maupun penelitian pasar (market research) yang sasaran akhirnya mencapai perolehan laba penjualan secara maksimal (Riyanto, 2001 : 18).

Seorang ahli pemasaran, Kotler (1991 :237) mengartikan iklan sebagai semua bentuk penyajian non personal, promosi ide-ide, promosi barang produk atau jasa yang dilakukan oleh sponsor tertentu yang dibayar. Artinya, dalam menyampaikan pesan tersebut, komunikator memang secara khusus melakukannya dengan cara membayar kepada pemilik media atau membayar orang yang mengupayakannya. Sedangkan Masyarakat Periklanan Indonesia mengartikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan lewat suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.


(9)

Masih ada beberapa ahli memaknai iklan dalam beberapa pengertian. Ada yang mengartikan dalam sudut pandang komunikasi, murni periklanan, pemasaran, dan ada pula yang memaknai dalam perspektif psikologi. Namun secara prinsip, iklan adalah bentuk penyajian pesan yang dilakukan oleh komunikator secara non personal melalui media untuk ditujukan pada komunikan dengan cara membayar (Widyatama, 2007 : 13).

Iklan dianggap sebagai teknik penyampaian pesan yang efektif dalam menjual dan menawarkan suatu produk. Hal ini menyebabkan berbagai produk dengan bermacam merek berlomba-lomba memenangkan pasar. Semua produk menghendaki dirinya bisa menjadi market leader. Akibatnya muncul persaingan yang ketat. Para kreator iklan dituntut untuk lebih kreatif dalam menghadirkan konsep iklan dan mengemas pesan-pesan iklan tersebut dengan semaksimal mungkin guna menarik perhatian calon konsumen.

Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan banyak digunakan dalam iklan. Keterlibatan tersebut didasari dua faktor utama, yaitu ; pertama bahwa perempuan adalah pasar yang sangat besar dalam industri. Faktanya lebih banyak produk industri diciptakan bagi perempuan. Ribuan kosmetik diciptakan untuk perempuan. Karena keinginan untuk cantik, perempuan membutuhkan lipstick, bedak, pemerah pipi, maskara dan sebagainya. Termasuk karena fisiknya yang khusus, perempuan membutuhkan pembalut yang jelas akan digunakan setiap bulan. Di samping itu masih banyak lagi produk-produk kebutuhan perempuan yang tidak dibutuhkan oleh laki-laki. Oleh karena itu, tidak heran bila perempuan selalu menjadi target iklan.

Faktor kedua adalah bahwa perempuan luas dipercaya mampu menguatkan pesan iklan. Perempuan merupakan elemen agar iklan mempunyai unsur menjual. Karena mampu sebagai unsur menjual sehingga menghasilkan keuntungan. Bagi pria,


(10)

kehadiran perempuan merupakan syarat penting bagi kemapanannya. Sementara bila target marketnya perempuan, kehadiran perempuan merupakan wajah aktualisasi yang mewakili jati diri atau eksistensinya (Widyatama, 2007 : 42).

Dalam desertasinya yang menganalisa 300-an iklan cetak, Tamrin Amal Tomagolan menyimpulkan bahwa perempuan dalam iklan Indonesia lebih banyak digambarkan dalam sosok tradisional. Iklan yang mengetengahkan kesetaraan gender masih terlalu sedikit. Bias gender masih lebih mendominasi. Dalam penelitiannya, Tomagola menyimpulkan bahwa perempuan dalam iklan cetak dikelompokkan dalam 5 kategori citra, yaitu citra pilar, citra peraduan, citra pinggan, citra pergaulan dan citra pigura.

Menurut Tamagola menyebutkan bahwa wanita dalam iklan terkadang ditempatkan dalam citra peraduan yakni sebagai objek seks, pemuas laki-laki. Dia juga mengungkapkan bahwa ideologi perempuan dalam iklan adalah ideologi yang bias gender. Perempuan dikonstruksi sebagai pemuas laki-laki belaka, dan disebut sebagai citra pigura, yakni perempuan kelas menengah dan atas perlu tampil memikat untuk mempertegas keperempuannya secara biologis seperti kulit halus, rambut panjang, badan ramping, kaki indah, wajah menarik dan seterusnya.

Berkait dengan penggambaran perempuan dalam iklan, sebuah penelitian menarik yang dilakukan Rendra (2003) yang lebih spesifik pada iklan televisi juga membuktikan bahwa perempuan cenderung diperlihatkan secara stereotipe bias gender. Bias gender dalam iklan sebagaimana terlihat dalam iklan televisi Indonesia terlihat dalam 3 hal, yaitu karakter yang diperlihatkan, wilayah peran, dan hubungan yang diperlihatkan antara laki-laki dan perempuan. Secara spesifik, representasi bias gender dalam aspek karakter yang diperlihatkan tersebut meliputi aspek psikologis dan aspek fisik (Widyatama, 2007 : 45-46).


(11)

Secara psikologis, bias gender perempuan cenderung direpresentasikan lebih emosional, sementara laki-laki digambarkan dalam sosok yang lebih rasional. Sedangkan dalam aspek fisik, perempuan lebih direpresentasikan atas kecantikan tubuh, sementara laki-laki diperlihatkan dalam aspek kekuatan fisik. Yang dimaksud dengan kecantikan tubuh termasuk di dalamnya adalah kecantikan wajah dan keindahan tubuh perempuan.

Umumnya perempuan ditampilkan dalam iklan televisi berambut panjang, menggunakan make-up, dan mengenakan pakaian yang lebih feminin. Di sisi lain, laki-laki cenderung ditampilkan secara lebih “natural” tidak terlalu menghiraukan penampilan fisik, namun tetap menampilkan steriotipenya sebagai sosok yang machoistik.

Penampilan fisik laki-laki dan perempuan tersebut sekaligus digunakan untuk menunjukkan identitas mereka sebagai laki-laki dan perempuan. Karakter fisik perempuan akan direpresentasikan dalam karakter lemah, lembut gemulai, wajah menggunakan make-up, cantik, rambut panjang, tidak gesit, dan menampilkan pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuh. Sedangkan seorang laki-laki direpresentasikan memiliki tubuh dan stamina yang kuat, atletis, terampil, gesit, berambut pendek, tidak mengenakan make-up atau perhiasan dan sebagainya. Dengan kata lain, dari segi fisik laki-laki dan perempuan lebih diperlihatkan dalam stereotipe tradisional mereka masing-masing (Widyatama, 2007 : 46-47).

Berdasarkan atas penjabaran tersebut maka dalam kebanyakan iklan, karakter feminin selalu melekat pada sosok perempuan, begitu pula maskulinitas yang identik dengan sosok laki-laki. Maskulinitas identik dengan penggambaran fisik yang besar, agresif, prestatif, dominan-superior, asertif dan dimitoskan sebagai pelindung; kuat, rasional, jantan dan perkasa (Widyatama, 2006 : 6).


(12)

Karakteristik sifat yang ada pada peran gender maskulin berdasar atas stereotipe tradisional laki-laki dikemukakan Sahrah (1996) meliputi tiga komponen, yaitu kemampuan memimpin, maskulin dan rasionalitas. Kemampuan memimpin dijabarkan dalam sifat aktif, berkemauan keras, konsisten, mampu memimpin, optimistic, pemberani dan sportif. Sifat maskulin dijabarkan bersifat melindungi, mandiri, matang atau dewasa dan percaya diri. Komponen rasionalitas terdiri dari sifat suka mencari pengalaman baru, rasional dan tenang saat menghadapi krisis. Sehingga pekerjaan yang cocok adalah di wilayah publik, mencari nafkah, sebagai kepala rumah tangga, menjadi decision maker, dan sebagainya. (Widyatama, 2006 : 6)

Wacana maskulinitas pemberani, tidak boleh cengeng, tidak boleh menangis, tidak boleh bersifat pengecut, adalah nilai-nilai dan kode-kode sifat kejantanan yang identik dengan laki-laki. Laki-laki harus kelihatan berani dan konsep berani disini berarti sikap membela dan menjaga pasangan perempuannya, berani menjadi diri sendiri dan berani bertanggung jawab atas apa yang sudah diperbuatnya. Laki-laki juga dianggap lebih berani dari perempuan. Kegiatan-kegiatan keras dan cenderung menyerempet bahaya seperti panjat tebing, tinju, arung jeram, tampak lebih lazim jika dilakukan oleh laki-laki. Perempuan yang kegiatan olah raganya tinju dan sepak bola misalnya, akan dianggap seperti anak laki-laki dan berbeda dari perempuan lain pada umumnya. Simbol maskulinitas tidak berhenti pada sifat yang melekat pada diri manusia, ia juga ikut dilekatkan pada aksesoris kulit, metal, motor besar dan pilihan musik tertentu. Musik rock sempat menjadi jenis musik yang identik dengan laki-laki, meskipun kemudian banyak juga perempuan yang menggemari jenis musik ini (www.kunci.or.id, di akses 2 Januari 2010 : 20.02)

Dalam teori sosiologi gender, Connel seperti dikutip oleh Wajcman mengungkapkan bahwa maskulinitas ada dua bentuk dominan, maskulin secara budaya


(13)

atau ‘maskulinitas hegemonik’ dan bentuk maskulinitas yang ‘tersubordinasi’. Yang dimaksud dengan hegemonik disini adalah pengaruh sosial yang dicapai bukan karena kekuatan melainkan karena pengaturan kehidupan pribadi dan proses-proses budaya. Hal ini berlawanan dengan tersubordinasi, dimana kekerasan adalah kunci yang sangat berpengaruh untuk memaksakan sebuah cita-cita atau kekuasaan bagi maskulinitas tersebut (Wajcman, 2001 : 160-161).

Maskulinitas dalam hubungannya dengan konstruksi sosial laki-laki dan perempuan, erat berkaitan dengan permasalahan gender. Menurut Zimmerman yang dikutip oleh Ritzer dan Goodman menjelaskan bahwa gender (yaitu perilaku yang memenuhi harapan sosial untuk laki-laki atau perempuan) tidak melekat dalam diri seseorang, tetapi dicapai melalui interaksi dalam situasi tertentu. Dalam arti seseorang melaksanakan peran jenis kelamin karena situasi memungkinkan seseorang berperilaku sebagai laki-laki dan perempuan dan sejauh orang mengakui perilakunya (Ritzer & Goodman, 2003 : 413 - 414).

Senada dengan itu menurut Mosse yang dikutip oleh Handoko mengungkapkan secara mendasar gender berbeda dengan jenis kelamin (seks) biologis yang merupakan pemberian dimana kita dilahirkan sebagai laki-laki dan perempuan. Namun yang menjadikan kita kemudian disebut maskulin dan feminin adalah gabungan blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur yang ‘memaksa’ kita mempraktekkan cara-cara khusus yang telah ditentukan masyarakat bagi kita untuk menjadi laki-laki dan perempuan. Mosse mengumpamakan sebagai kostum dan topeng teater, dimana kita berperan sebagai feminin dan maskulin.

Melihat pernyataan Mosse serta Zimmerman di atas bahwa konsepsi individu tentang perilaku laki-laki dan perempuan yang tepat adalah bersifat situasional dan bahwa gender berbeda dengan jenis kelamin dalam artian gender dapat dipertukarkan


(14)

dan berubah berdasarkan kepentingan situasional. Dengan demikian sah-sah saja perempuan memposisikan dirinya berperan sebagaimana laki-laki, dia tidak lagi feminin seperti anggapan umumnya seperti lemah-lembut, lemah fisik, halus, rendah hati, bersikap manis dan sejenisnya. Namun maskulin : rasional, cerdas, pengambil keputusan yang baik, tegas dan perkasa (Handoko, dalam jurnal Diskomvis, 2005).

Dalam gencarnya penggambaran citra perempuan berdasarkan stereotipe tradisional di televisi, terdapat sedikit iklan yang menonjolkan sisi maskulinitas dari perempuan. Salah satunya adalah Iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai representasi maskulinitas pada iklan shampoo zinc versi Agnes Monica. Layaknya iklan produk kecantikan lainnya, iklan shampoo selama ini juga membombardir masyarakat khususnya perempuan dengan membangun standar-standar baru kecantikan rambut. Dahulu, rambut yang indah adalah rambut yang sehat, bebas ketombe. Ketika standar sehat dan bebas ketombe sudah “terasa usang”, para produsen dan pengiklan membangun konstruksi baru atas rambut. Disebutkan bahwa rambut indah adalah rambut yang bebas ketombe, hitam berkilau disamping rambut yang tidak mudah rontok. Tidak peduli pada bentuk rambut yang dimiliki, apakah keriting kecil, berombak atau lurus. Sekarang melalui iklan, konstruksi keindahan rambut tidak lagi hanya menekankan kesehatan rambut, tetapi juga bentuk rambut. Bila dahulu bentuk rambut tidak diarahkan pada model tertentu, tetapi kini diarahkan pada model rambut yang lurus, sehingga bagi mereka yang memiliki rambut berombak atau keriting kecil, terpengaruh untuk menyegerakan diri melakukan reblonding (meluruskkan rambut). Mereka yang tetap bertahan dengan rambut berombak atau keriting akan merasa bukan termasuk dalam kelompok perempuan berambut cantik (Widyatama, 2007 : 165-166).


(15)

Hal-hal itulah yang membuat peneliti tertarik dengan objek penelitian ini karena iklan ini menampilkan sosok perempuan yang memiliki ciri-ciri fisik berbeda dengan stereotipe citra perempuan tradisional dalam iklan kebanyakan terutama pada iklan shampoo yang biasanya mengidentikan rambut sehat adalah rambut panjang, lurus, hitam dan tebal, dengan menampilkan sosok perempuan yang lemah lembut, gemulai dan menggunakan baju yang feminin. Perempuan-perempuan seperti itulah yang dapat dikategorikan sebagai perempuan cantik menurut iklan yang akhirnya mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap definisi perempuan cantik pula.

Iklan Shampo Zinc ini menggambarkan Agnes Monica sebagai sosok perempuan yang mandiri, memiliki kepercayaan diri yang teguh, lincah, perkasa serta memiliki kepribadian yang kuat, ditampilkan dalam sosok berambut pendek, menggunakan kemeja kerja laki-laki yang besar pada satu scene, dan menggunakan kaos tanpa lengan dengan celana panjang yang digulung pada scene lainnya. Iklan ini menampilkan sosok perempuan yang bertolak belakang dengan stereotipe citra perempuan tradisional terutama yang bersinggungan dengan citra pilar, dimana perempuan dilekatkan pada fisik perempuan sebagai sosok yang cantik, berambut panjang, keibuan, lembut, dan berbagai sifat feminin lainnya. Iklan ini menonjolkan sisi maskulinitas perempuan tanpa menghilangkan sisi feminin yang ditampilkan pada detail-detail kecil dalam iklan.

Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan semiotik yaitu studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengiriman dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya, maka penelitian ini mencoba untuk menginterpretasikan dan menafsirkan pesan, makna, tanda dan gambar yang ditampilkan pada iklan Shampoo Zinc versi Agnes Monica.


(16)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica di Televisi?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas adalah untuk mengetahui Bagaimana Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica di Televisi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat praktis, yaitu membantu pemirsa dalam memahami makna tentang representasi maskulinitas dalam iklan shampoo zinc versi Agnes Monica di televisi. 2. Manfaat akademis, yaitu menambah khasanah wawasan dalam subjek periklanan

dan mengetahui sifat maskulinitas dalam iklan serta menambah pengetahuan tentang kreatifitas dalam pembuatan suatu iklan.

3. Manfaat metodologis, yaitu memberikan referensi bagi penelitian lain sebagai acuan pengembangan penelitian selanjutnya.


(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Periklanan sebagai Bentuk Komunikasi Massa

Menurut Harold Lasswell, unsur-unsur komunikasi massa terdiri dari sumber (source), pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver), dan efek (effect). Dalam sudut pandang periklanan, sumber disini tidak lain adalah komunikator atau sponsor tertentu secara jelas. Komunikator dalam iklan dapat datang dari perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga atau organisasi, bahkan negara. Yang kedua adalah pesan. Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Pesan yang disampaikan oleh sebuah iklan, dapat berbentuk perpaduan antara pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Semua pesan yang bukan pesan verbal adalah pesan non verbal. Sepanjang bentuk non verbal tersebut mengandung arti, maka ia dapat disebut sebagai pesan komunikasi (Widyatama, 2007 : 17).

Unsur saluran menyangkut media yang dipakai untuk menyebarluaskan pesan-pesan baik itu media cetak, elektronik maupun internet. Selanjutnya adalah unsur penerima. Iklan diciptakan karena ingin ditujukan kepada khalayak tertentu. Sifat-sifat dari khalayak sasaran ini antara lain : luas dan banyak (large), beragam (heterogen) dan antara audience dengan komunikator tidak saling mengenal (anonim) Oleh karena itu, dalam dunia periklanan khalayak sasaran cenderung bersifat khusus. Pesan yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk diberikan kepada semua orang, melainkan


(18)

kelompok target audience tertentu. Dengan demikian, pesan yang diberikan harus dirancang khusus sesuai dengan target khalayak (Widyatama, 2007 : 22).

Yang terakhir adalah unsur efek. Semua iklan yang dibuat oleh pengiklan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak tertentu di tengah khalayak. Dampak tertentu yang diharapkan oleh pengiklan dapat berupa pengaruh ekonomis maupun dampak sosial. Pengaruh ekonomis adalah dampak yang diharapkan dapat dieujudkan oleh iklan untuk maksud mendapatkan keuntungan ekonomi. Misalnya, bertambahnya penjualan produk sehingga mendapat keuntungan materi. Sementara dampak sosial adalah keuntungan non ekonomi, yaitu terbangunya citra baik berupa penerimaan sosial oleh masyarakat (Widyatama, 2007 : 24).

Periklanan merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi fungsi pemasaran. Untuk dapat menjalankan fungsi pemasaran, maka apa yang harus dilakukan dalam kegiatan periklanan tentu saja harus lebih dari sekedar memberikan informasi kepada khalayak. Periklanan harus mampu membujuk khalayak ramai agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan strategi pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan. Periklanan harus mampu mengarahkan konsumen membeli produk-produk yang oleh departemen pemasaran dirancang sedemikian rupa, sehingga diyakini dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli. Singkatnya, periklanan harus dapat mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli (Jefkins, 1996 : 15).

2.1.2 Iklan Televisi

Iklan merupakan bagian dari reklame yang berasal dari bahasa Prancis, yaitu re-clame yang berarti “meneriakkan berulang-ulang”. Terdapat berbagai macam definisi serta pengertian dari iklan. Namun, pada hakikatnya iklan adalah pesan yang


(19)

disampaikan dari komunikator pada komunikan. Oleh karena itu iklan adalah bentuk kegiatan komunikasi.

Komunikasi iklan pada dasarnya sama, yakni bentuk komunikasi persuasi terhadap komoditi atau produk dan jasa yang errat kaitannya dengan masalah-masalah pemasaran. Iklan merupakan ‘media’ pemilik produk yang diciptakan oleh biro iklan untuk disebarluaskan kepada khalayak dengan berbagai tujuan, diantaranya sebagai informasi produk dan mendorong penjualan. Karena mendorong penjualan, maka iklan merupakan bagian dari pemasaran produk (Widyatama, 2006 : 13).

Tujuan dasar iklan adalah pemberian informasi tentang suatu produk layanan dengan cara dan strategi persuasif. Menurut medianya iklan dibagi dalam dua kategori besar, yaitu iklan above the line advertising (lini atas) dan bellow the line advertising (lini bawah). Above the line advertising adalah jenis-jenis iklan yang disebarluaskan melalui media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio dan televisi. Sementara bellow the line advertising adalah kegiatan periklanan yang tidak melibatkan pemasangan iklan di media massa dan tidak memberikan komisi terhadap perusahaan. Umumnya, kegiatan periklanan lini bawah ini bersifat penjualan promosi, yaitu kegiatan pemasaran yang dilakukan di tempat penjualan (Widyatama, 2006 : 13-14).

Sesuai medianya, iklan televisi (television commercial) adalah iklan yang ditayangkan melalui televisi. Melalui media ini, pesan dapat disampaikan dalam bentuk audio, visual, dan gerak. Sejalan dengan itu menurut Wells, Burnet & Mariarty terdapat beberapa bagian dalam iklan yang ditayangkan di televisi, terdiri dari video, suara (audio), model (talent), peraga (props), latar (settings), pencahayaan (lighting), grafik (grapich), kecepatan (pacing) (Wells, Burnet & Mariarty, 1999 : 391-394).


(20)

1. Video yaitu segala sesuatu yang ditampilkan di layar yang bisa dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya manusia secara visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan kata lain manusia lebih tertarik pada iklan display yang bergerak.

2. Suara atau audio dalam iklan televisi, pada dasarnya sama dengan di radio, yaitu dengan memanfaatkan musik, lagu-lagu singkat (jingle), atau suara orang (voice). Misalnya, seorang model iklan menyampaikan pesan, langsung kepada khalayak melalui dialog yang terekan pada kamera.

3. Aktor atau model iklan (talent) juga menjadi bagian penting dalam iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari komunikator, seperti kredibilitas dan daya tarik. 4. Alat peraga (props) adalah peralatan-peralatan lain yang digunakan untuk

mendukung pengiklan sebuah produk. Unsur utama alat peraga ini harus merefleksikan karakter, kegunaan, dan keuntungan produk, seperti logo, kemasan dan cara penggunaan suatu produk.

5. Latar atau suasana (setting) adalah tempat atau lokasi dimana pengambilan gambar (shooting) ketika adegan itu berlangsung. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan tema iklan.

6. Pencahayaan (lighting) sangat penting untuk menarik perhatian khalayak dalam menerima suatu obyek tentang kejelasan gambar.

7. Gambar atau tampilan yang bisa dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak lebih mudah menerima dan mempersepsikan makna


(21)

yang disampaikan. Unsur gambar ini misalnya mengandalkan komposisi warna atau bahasa tubuh (gesture) dari pemeran iklan.

8. Kecepatan atau pengulangan merupakan unsur yang sering dipakai, yaitu dengan melakukan pengulangan slogan-slogan atau kata-kata. Sebagai contoh misalnya pengulangan nama merk atau keunggulan produk dibandingkan yang lain. Sebagaimana teori dalam gaya bahasa bahwa sesuatu yang disampaikan bekali-kali bila disertai variasi akan menarik perhatian orang.

2.1.3 Representasi

Terdapat dua proses representasi, yang pertama adalah representasi mental. Yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua adalah Representasi ‘bahasa’, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam ‘bahasa’ yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem ‘peta konseptual’ kita. Dalam proses kedua, kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara ‘peta konseptual’ dengan bahasa atau simbol yang berfungsi mempresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara ‘sesuatu’, ‘peta konseptual’, dan ‘bahasa/simbol’ adalah jantung dari produksi makna kewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang dinamakan ‘representasi’.


(22)

Tanda visual dan gambar, walaupun mereka secara jelas persamaan yang dekat pada benda yang mereka tunjuk, tetap merupakan tanda-tanda: mereka membawa makna dan kemudian harus dapat diinterpretasikan. Dalam menginterpretasikannya, kita harus memiliki akses kepada kedua sistem representasi yang telah dijelaskan tadi. Jadi walaupun dalam kasus bahasa visual dimana hubungan antara konsep dan tanda tampaknya langsung pada ntinya, persoalannya jauh dari sederhana. Tanda visual disebut sebagai tanda ikonik. Sebuah foto dari pohon memproduksi beberapa kondisi sesungguhnya dari persepsi visual kita dalam sebuah tanda visual. Tanda yang tertulis atau terucap, pada sisi lainnya, adalah yang disebut indeksikal (Hall, 1997).

2.1.4 Pendekatan Semiotik John Fiske Dalam Iklan Televisi

Menurut John Fiske pada intinya semua model yang membahas mengenai makna dalam studi semiotika memiliki benruk yang sama, yaitu membahas tiga elemen antara lain :

1. Sign atau tanda itu sendiri

Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam-macam tanda. Cara seseorang dalam memproduksi tanda, macam-macam makna yang terkandung di dalamnya dan juga bagaimana mereka saling terhubung dengan orang-orang yang menggunakannya. Dalam hal ini tanda dipahami sebagai konstruksi makna dan hanya bisa dimaknai oleh orang-orang yang telah menciptakannya.

2. Codesi atau kode

Sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam tanda yang terorgnisasikan dalam usaha memenuji kebutuhan masyarakat atau


(23)

budaya untuk mengeksploitasi media komunikasi yang sesuai dengan transmisi pesan mereka

3. Budaya

Lingkungan dimana tanda dan kode itu berada. Kode dan lambang tersebut segala sesuatunya tidak dapat lepas dari latar belakang budaya dimana tanda dan lambang itu digunakan.

Menurut John Fiske dalam Introduction to Communication Studies (Fiske, 2006 : 69) komunikasi merupakan aktivitas manusia yang lebih lama dikenal namun hanya sedikit orang yang memahaminya. Dalam mmpelajari komunikasi kita dapat membaginya dalam dua perspektif, yaitu : segi proses, serta sisi produk dan pertukaran makna. Berkaitan dengan penelitian ini, maka peneliti hanya akan menggunakan perspektif yang kedua, yaitu dari sisi produksi dan pertukaran makna.

Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasannya pada bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan peranan teks tersebut dalam budaya kita. Perspektif ini seringkali menimbulkan kegagalan berkomunikasi karena pemahaman yang berbesa antara pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah signifikasinya san bukan kejelasan sebuah pesan yang disampaikan. Untuk itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks (iklan) dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotik.

Definisi semiotik yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda. (Chandler, 2002 : www.aber.ac.uk, diakses 2 Januari 2010 : 20.30) Studi ini tidak hanya mengarah pada ‘tanda’ dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut. Bentuk-bentuk tanda disini antara lain berupa kata-kata, gambar (images), suara, gerak tubuh dan objek. Bila kita mempelajari tanda yang satu dengan


(24)

tanda-tanda yang lain membentuk sebuah sistem, dan kemudian dibuat sistem tanda. Lebih sederhananya semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk sebuah makna. Menurut John Fiske, konsentrasi semiotik adalah pada hubungan yang timbul antara sebuah tanda dan makna yang terkandung di dalamnya, juga bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode.

Menurut James Monaco, seseorang ahli yang lebih berafiliasi dengan gramatika (tata bahasa) mengatakan bahwa film (iklan) tidak mempunyai gramatika (film has no grammar). Untuk itu ia menawarkan kritik bahwa teknik yang digunakan dalam film (iklan) dan gramatika pada sifat kebahasaannya adalah tidak sama. Akan sangat beresiko apabila memaksa dengan menggunakan kajian linguistik untuk menganalisa sebuah film (iklan), karena film (iklan) terdiri dari kode-kode yang beraneka ragam.

“There is no ‘language’ or photographs of film, no single significant of system (as supposed to technical apparatus) upon which all photographs or film depend (in sense in which all texts in English depend upon the English language) : there is a rather a heterogenous complex of codes which photographs or film may draw” (Chandler, 2002 : www.aber.ac.uk, diakses 2 Januari 2010 : 20.30)

Kritik yang paling tajam menurut Barthes adalah yang diajukan oleh Don Slater, terhadap semiotik milik Saussure :

“… describe the internal structure of system of meaning, and in answer to a rather new kind of kind of question, not ‘why she say that?’, ‘why are BMW’s status symbol?’, ‘why in our society does technology can note masculinity?’, but rather


(25)

‘how does the structure of sign on system make possible, offer certain resources for, state mark, meaning are associations, and in reliable ways?’,’ how is orders and intelligible meaning sustained?”.

Menurut Chandler pada tahun 2002 (www.aber.ac.uk, diakses 2 Januari 2010 : 20.30) model linguistik seringkali mengarahkan unit analisis sebuah media audio visual pada analogi-analogi linguistik. Pada semiotika film (iklan), model ini menggeneralisasikan secara kasar bahwa dalil-dalil dalam film (iklan) sama dengan bahasa tulis, seperti : frame sebagai morfem atau kata, shot sebagai kalimat, scene sebagai paragraph, dan sequence sebagai bab.

Penerapan Semiotik pada iklan televisi, berari kita harus memperhatikan aspek medium televisi yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini jenis ambilan kamera (selanjutnya disebut shot saja) dan kerja kamera (camera work). Dengan cara ini, peneliti bisa memahami shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya. Misalnya, Close-Up (CU) shot berarti pengambilan kamera dai leher ke atas atau menekankan bagian wajah, makna dari CU shot adalah keintiman dan sebagainya. Selain shot, yang terdapat pada camera work atau kerja kamera yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek, misalnya panning-up atau pan-up yaitu gerak kamera mendingak pada poros horizontal. Pan-up berarti kamera melihat ke atas, dan ini bermakna adanya otoritas atau kekuasaan pada objek yang diambil (Berger, 1987 : 37).

Lebih jauh yang harus diperhatikan tidak hanya shot dan camera work tetapi juga suara. Suara meliputi sound effect dan musik. Televisi sebagai media audio visual tidak hanya mengandung unsur visual, namun juga suara, karena suara merupakan


(26)

aspek kenyataan hidup. Suara yang keras, menghentak, lemah, memiliki makna yang berbeda-beda. Setiap suara mengekspresikan sesuatu yang unik (Sumarno, 1996 : 71).

Diasumsikan pembuatan iklan televisi sama dengan pembuatan film cerita. Analisis semiotik yang dilakukan pada cinema atau film layar lebar menurut John Fiske disetarakan dengan analisi film (iklan) yang ditayangkan di televisi. Sehingga yang dilakukan pada iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica, menurut John Fiske dibagi menjadi tiga level, yaitu :

1. Level Realitas

Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian, dan make-up yang digunakan oleh pemain, lingkungan, perilaku, ucapan, gerak tubuh (gesture), ekspresi, suara dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis. Kode-kode sosial yang merupakan realitas yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat berupa :

a) Penampilan, kostum, dan make-up yang digunakan oleh tokoh di iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica. Dalam penelitian ini tokoh yang menjadi objek penelitian adalah satu orang, yaitu Agnes Monica. Bagaimana pakaian dan tata rias yang ia gunakan, serta apakah kostum dan make-up yang ditampilkan tersebut memberikan signifikasi tertentu menurut kode sosial dan kultural.

b) Lingkungan atau setting yang ditampilkan dari cerita masing-masing tokoh tersebut, bagaimana simbol-simbol yang ditonjolkan serta fungsi dan makna didalamnya. Setting mengacu kepada tempat di mana sebuah aksi film berlangsung. Tempat-tempat yang dipilih sifatnya beragam, bisa jadi tempat yang ditayangkan merupakan imaginary places (bersifat khayalan) ataupun nyata. Fungsi utama dari setting adalah untuk membangun tempat dan waktu,


(27)

untuk mengenalkan ide dan tema, dan untuk menciptakan mood (Prammagiore, 2005 : 62).

c) Gesture atau gerak tubuh, apa makna dari gerak tubuh dari masing-masing tokoh iklan tersebut.

2. Level Representasi

Meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, musik, dan suara, yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik, karakter, action, dialog, setting, casting, dan sebagainya.

Level Representasi meliputi : a) Teknik Kamera

Teknik-teknik kamera diuraikan sebagai berikut : 1) Camerawork

Penggunaan kamera dalam pembuatan film (iklan) tidak saja berfungsi untuk menangkap gambar, akan tetapi hasil dari tangkapan kamera dapat menciptakan makna. Unsur-unsur yang difungsikan dalam penggunaan kamera adalah sebagai berikut :

a. Scene : Naratif yang lengkap dalam sebuah film (iklan), termasuk awal, pertengahan hingga akhir film. Biasanya scene adalah sebuah rangkaian yang dibedakan melalui waktu dan setting (Pramaggiore, 2005 : 103).

b. Take : Istilah penggunaan kamera yang digunakan dalam sebuah produksi film yang menandai kapan sebuah rangkaian frame yang berisi gambar bergerak. Pembuat film biasanya melakukan beberapa kali take untuk sebuah scene dan kemudian film editor


(28)

akan memilih salah satu take yang terbaik untuk dipergunakan (Pramaggiore, 2005 : 104)

2) Ada beberapa jenis shot gambar yaitu meliputi :

a. Eye-Level Shot : Pengambilan gambar yang dilakukan dari jarak kamera 5’ hingga 6’ dari dasar (ground). Teknik ini menggambarkan figure pemeran sebelum melakukan action (Pramaggiore, 2005 : 109).

b. High-angle Shot : Shot yang diambil pada posisi kamera berada di atas atau lebih tinggi dari pada subjek, sehingga penonton melihat ke arah bawah dan juga berfungsi memperkecil tampilan subjek (Pramaggiore, 2005 : 110).

c. Low-angle Shot : Pengambilan gambar dengan menempatkan kamera diposisi lebih rendah dari pada subjek. Biasanya menjadikan subjek menjadi lebih besar (Pramaggiore, 2005 : 110)

d. Zoom Shot : teknik memindahkan lensa dari wide-angle position menuju telephoto position, yang menghasilkan pembesaran objek dalam frame, dan menjaga objek dalam focus, biasa disebut zoom in. Sedangkan kebalikannya adalah zoom out, yaitu teknik untuk memindahkan lensa dari telephoto position menuju wide-angle position, sehingga objek yang besar menjasi lebih kecil dalam frame tetapi tetap dalam fokus.

e. Long Shot (LS) : Shot yang menghasilkan gambar dimana objek menjadi berukuran kecil atau hampir sama tinggi dengan layar. Teknik ini sangat dapat menampilkan pergerakan yang dilakukan objek tanpa harus berganti tampilan (Pramaggiore, 2005 : 112).


(29)

f. Medium Long Shot (MLS) : Shot yang menampilkan objek / figure manusia lutut kaki ke atas (Pramaggiore, 2005 : 112).

g. Extreme Long Shot : Pengambilan framing dimana skala dari objek diperlihatkan sangat kecil; gedung, landscape atau kerumunan orang akan mengisi layar. Dapat juga berfungsi sebagai establishing shot yaitu berguna untuk mengenalkan environment (setting).

h. Medium Shot (MS) : Pengambilan gambar yang menampilkan objek/figure manusia dari bagian bahu ke atas (Pramaggiore, 2005 : 112).

i. Close-Up (CU) : Shot yamg menghasilkan gambar objek menjadi besar dan memenuhi frame dan dekat dengan tubuh objek seperti dada, wajah, kaki ataupun tangan (Pramaggiore, 2005 : 104).

j. Medium Close-Up : Shot yang diambil dari bagian dada manusia hingga ke atas (Pramaggiore, 2005 : 113).

k. Extreme Close-Up : Pengambilan shot dengan skala objek yang ditunjukkan amat besar dan berfokus pada bagian tubuh tertentu. 3) Sedangkan untuk teknik pergerakan kamera (camera movement) antara

lain :

a. Pan : Pergerakan kamera ke kanan dan ke kiri dalam pengambilan gambar. Pan berfungsi untuk menghubungkan dua tempat atau karakter dan menimbulkan kesadaran penonton pada hubungan antara keduanya (Pramaggiore, 2005 : 116)

b. Swish Pan : Pergeseran kamera yang dilakukan secara cepat sehingga menghasilkan gambar buram pada beberapa bagian gambar (Pramaggiore, 2005 : 116).


(30)

c. Tilt : Pergerakan kamera pada pengambilan gambar mengayun ke arah atas atau ke bawah dengan tumpuan yang kuat (Pramaggiore, 2005 : 116).

d. Tracking Shot : Pergerakan kamera yang menghasilkan tampilan bergerak maju, mundur atau menyamping. Tracking shot mengikuti pergerakan karakter secara utuh sehingga seolah-olah penonton ikut bergerak bersama karakter (Pramaggiore, 2005 : 117).

e. Follow Shot : Pengambilan gambar dengan kamera bergerak berputar untuk mengikuti pemeran dalam adegan (Effendy, 2002 : 138).

b) Teknik Editing

Editing merupakan proses pemilihan potongan film yang telah dihasilkan dan digunakan sehingga membentuk urutan kesatuan cerita yang koheran. Beberapa teknik editing yaitu :

1) Cut, adalah transisi instant dari suatu gambar ke gambar lainnya. Menunjukkan bahwa tidak ada jeda waktu.

2) Cut Back, adalah mengubah gambar dalam film secara cepat dari adegan saat ini ke adegan lain yang telah dilihat sebelumnya. Pemotongan ini dilakukan tanpa ada transisi.

3) Cut to …, adalah secara cepat mengubah gambar dalam film dari adegan masa kini ke adegan lainnya, tanpa ada transisi. (Effendy, 2002 : 133) 4) Jump Cut, adalah melakukan pemotongan dari suatu pengambilan

gambar ke gambar lainnya pada sebuah film tanpa ada penyesuaian. (Effendy, 2002 : 140) Biasanya cut ini bertujuan membuat adegan dramatis.


(31)

c) Pencahayaan (Lighting)

Pencahayaan (Lighting) merupakan kebutuhan yang bersifat penting dalam pembuatan sebuah film (iklan). Tanpa adanya cahaya yang masuk ke lensa kamera, maka tidak akan ada gambar yang terekam ke dalamnya. Lighting memiliki kemampuan menerangi bagian set dan actor, pencahayaan juga bisa didesain sedemikian rupa untuk membentuk mood dan efek tertentu. Lighting berfungsi untuk menimbulkan pengertian penonton terhadap sebuah karakter, memberikan perhatian terhadap action tertentu, mengembangkan tema dan juga membantu mood.

Beberapa jenis lighting yang bisa dipergunakan dalam pembuatan film (iklan) adalah sebagai berikut :

1) Three-Point Lighting : Sebuah sistem pencahayaan efisien yang digunakan untuk pembuatan film (iklan). Three-Point Lighting terdiri atas 3 pencahayaan, yaitu key-light, fill-light dan back-light. Pada set-up standart pencahayaan, key-light berfungsi menerangi subjek dari adegan, biasanya diletakkan tepat disebelah kanan atau kiri kamera, kira-kira 45º dari poros kamera. Fill-light berfungsi menghilangkan bayangan yang dihasilkan dari terpaan key-light, sedangkan back-light berfungsi untuk memisahkan antara subjek dengan latar belakang yang digunakan (Pramaggiore, 2005 : 79).

2) High-Key Lighting : Jenis pencahayaan dimana fungsi fill-light hampir menyamai level key-light. Gambar yang dihasilkan menjadi sangat terang dan hanya menghasilkan sedikit bayangan dari subjek adegan. Biasanya digunakan dalam adegan yang menggambarkan keceriaan atau komedi (Pramaggiore, 2005 : 81).


(32)

3) Natural-Key Lighting : Pada sistem pencahayaan ini, key-light sedikit banyak digunakan lebih terang dibandingkan fill-light sehingga fill-light tidak lagi perlu menghilangkan bayangan. Gambar yang dihasilkan mejadi lebih ceria dibandingkan High-Key Light. Biasanya digunakan untuk pengambilan gambar di luar ruangan (Pramaggiore, 2005 : 81). 4) Low-Key Light : Pencahayaan dengan menggunakan fill-light yang

sangat sedikit, sehingga menghasilkan kontras yang sangat kuat antara bagian gambar yang paling terang dan yang gelap. Biasanya digunakan untuk film yang bertema menegangkan atau film noir (Pramaggiore, 2005 : 81).

d) Sound

Sound mempunyai fungsi integral dalam perannya untuk turut mengkonstruksi gambar-gambar sistematis. Suara atau sound memegang peranan yang kritis dalam menjelaskan bagaimana pemirsa bereaksi ketika menyaksikan image di layar. Oleh sebab itu, pendalaman tentang bagaimana berpikir, berbicara dan menulis tentang sound menggunakan bahasa analisis yang konkritdiperlukan dalam pemaknaan sebuah film (iklan).

1) Direct Sound : adalah suara yang direkam dalam set, dalam lokasi, atau jika untuk keperluan film documenter, direkam dalam kejadian yang sesungguhnya (Pramaggiore, 2005 : 207)

2) Looping : sebuah teknik yang digunakan untuk merekam dialog menggunakan mesin yang difungsikan merekam maju dan mundur (Pramaggiore, 2005 : 207).

3) Offscreen space : suara yang datang dari sumber asli berada dalam lingkup ruang dalam sebuah scene tetapi tidak terlihat. Seperti dalam


(33)

shot/reverse shot ketika seorang karakter mendengarkan suara lawan bicaranya – karakter tersebut terlihat, tetapi suara lawan bicaranya hanya terdengar (Pramaggiore, 2005 : 209)

4) Diegetic / Non-Diegetic : Diegetic membantu penempatan musik atau sound effect yang dipresentasikan secara langsung dalam dunia di dalam film, sedangkan pada Non-Diegetic, suara berasal dari dunia di luar film (Pramaggiore, 2005 : 210).

5) Voice-Over : Apabila suara yang biasanya berasal dari karakter film, terdengar ketika pemirsa melihat image dalam ruang dan waktu yang pada saat tersebut sebenarnya karakter tersebut tidak berbicara disebut voice over. Suara karakter ketika suaranya terdengar, tetapi sebenarnya berada di tempat yang lain juga (Pramaggiore, 2005 : 218).

6) Music : Hampir semua film naratif menambahkan unsur musik untuk menarik perhatian penontonnya, walau begitu musik juga mampu memanipulasi kenyataan dengan cara tertentu (Pramaggiore, 2005 : 226). 3. Level Ideologi

Level ini diorganisasikan ke dalam kesatuan (coherence) dan penerimaan sosial (social acceptability) seperti individualism, kelas patriarki, pluralisme, umur, ras, dan sebagainya.

2.1.5 Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal adalah proses mengirim dan menerima informasi secara interpersonal, baik dengan disengaja maupun tidak disengaja, tanpa menggunakan bahasa tertulis atau lisan. Sinyal non verbal memainkan tiga peran penting dalam komunikasi. Pertama, melengkapi bahasa verbal. Sinyal non verbal


(34)

dapat dmemperkuat pesan verbal (saat sinyal non verbal sesuai dengan kata-kata yang digunakan), sinyal non verbal jugadapat memperlemah pesan verbal (saat sinyal non verbal tidak sesuai dengan kata-kata yang digunakan).

Peran kedua sinyal non verbal adalah mengemukakan yang sebenarnya. Orang-orang berpendapat bahwa berbohong dengan sinyal nonverbal akan jauh lebih susah. Sesungguhnya, komunikasi non verbal sering kali menyampaikan lebih banyak hal pada para pendengar daripada kata-kata yang diucapkan. Peran ketiga sinyal non verbal adalah menyampaikan informasi dengan efisien. Sinyal non verbal dapat menyampaikan nuansa dan banyak sekali informasi secara instan (Bovee & Thill, 2007 : 72).

Secara umum terdapat lima fungsi pesan non verbal menurut Mark L. Knapp, Pertama, repetisi yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disampaikan secara verbal. Contohnya anak kecil yang menjawab mau diajak ke dufan akan mengiyakan sambil melompat-lompat senang. Kedua, subsitusi yaitu menggantikan simbol atau lambang verbal. Contohnya, tanpa mengatakan sepatah katapun di Indonesia bila seseorang menggelang maka lawan bicaranya akan tahu bahwa itu sebagai tanda ketidak setujuan. Ketiga, kontradiksi yaitu menolak sebuah pesan verbal dengan memberikan makna lain menggunakan pesan non verbal. Contohnya, seseorang mengiyakan dan menganggukkan kepala saat diminta mendekat namun lalu mengambil langkah seribu dan lari secepat-cepatnya. Bahasa tubuhnya yang menghindari kontak dengan melarikan diri menandakan bahwa ia takut, kontradiktif dengan awal pesan verbalnya saat ia mengiyakan. Keempat, pelengkap (complement) yaitu melengkapi dan memperkaya pesan non verbal. Contohnya, air muka yang menunjukkan rasa sakit luar biasa tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Kelima,


(35)

aksentuasi atau menegaskan pesan nonverbal. Contohnya, kekesalan diungkapkan dengan memukul lemari.

Rentang yang luas dan berbagai variasi sinyal non verbal hampir tidak ada batasnya, tetapi menurut Courtland L. Bovee dan John V. Thill dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi Bisnis” (2007 : 73-74), kita dapat dengan mudah memahami dasar-dasarnya dengan mempelajari enam kategori umum :

1. Ekspresi Wajah. Wajah merupakan tempat utama yang mengekspresikan emosi. Wajah mengungkapkan tipe dan intensitas perasaan. Mata terutama sangat efektif dalam menunjukkan perhatian dan minat, mempengaruhi orang lain, mengatur interaksi, dan membangun sifat dominan.

2. Gerak isyarat dan sikap tubuh. Dengan menggerakkan atau tidak menggerakkan badan, kita mengekspresikan pesan-pesan spesifik dan umum, beberapa dengan sengaja dan beberapa dengan tidak sengaja. Banyak gerak isyarat – misalnya lambaian tangan – mempunyai maksud khusus dan di sengaja. Tipe lain gerakan tubuh biasanya tidak disengaja dan mengekspresikan pesan yang lebih umum. Membungkukkan badan, miring ke depan, perasaan gelisah, dan berjalan dengan cepat semuanya adalah sinyal yang tidak disadari yang menunjukkan apakah anda merasa percaya diri atau gugup, bersahabat atau bermusuhan, tegas atau pasif, penuh kekuatan atau tanpa kekuatan.

3. Karakteristik vocal. Suara juga membawa pesan-pesan yang disampaikan dengan sengaja atau tidak sengaja. Suara juga dapat mengatakan hal-hal yang tidak anda sadari. Nada dan volume suara, aksen dan kecepatan berbicara, dan semua gumaman kecil yang keluar ketika berbicara mengatakan banyak hal tentang siapa diri anda, hubungan anda dengan audiens, dan emosi yang mendasari kata-kata anda.


(36)

4. Penampilan Pribadi. Orang merespons orang lain atas dasar penampilan fisik mereka, kadang-kadang dengan adil dan di waktu lain dengan tidak adil. Walaupun tipe badan dan fitur wajah seseorang individu mempunyai keterbatasan, kebanyakan orang mampu mengendalikan penampilan mereka sampai tingkat tertentu.

5. Sentuhan. Sentuhan merupakan cara penting untuk menyatakan kehangatan, kenyamanan dan penentraman hati. Sentuhan, sebenarnya, mempunyai arti yang begitu kuat sehingga sentuhan di atur oleh kebiasaan budaya yang menentukan siapa dapat menyentuh siapa dan dengan cara bagaimana dalam berbagai keadaan.

6. Waktu dan tempat. Seperti sentuhan, waktu dan tempat dapat digunakan untuk menegaskan kekuasaan, menunjukkan keintiman, dan mengirim pesan nonverbal lainnya.

2.1.6 Penggunaan Warna dalam Iklan

Warna yang digunakan secara artistic sebagai alat ekspresi manusia memunyai latar belakang sejarah tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah seni, sejak zaman prasejarah, hingga zaman modern kini. Sejak lama para ilmuwan telah memfokuskan perhatian besar terhadap warna yang kemudian bersama dengan seniman mencoba memperhitungkan semua aspek dan mempelajari bagaimana warna saling berpengaruh dalam pencampuran maupun dalam penggunaan lainnya.

Saat ini, pemilihan warna pada diri seseorang tidak hanya sekedar mengikuti selera pribadi berdasarkan perasaannya saja, tetapi telah memilihnyadengan penuh kesadaran akan kegunaannya. Da Vinci menemukan warna utama yang fundamental,


(37)

yang disebut sebagai warna utama psikologis, yaitu merah, kuning, hijau, biru, hitam dan putih. Saat ini ilmuwan memperkenalkan keterlibatan warna terhadap cara otak menerima serta menginterpretasikan warna (Darmaprawira, 2002 : 31).

Dalam konteks warna dan hubungannya dengan kepribadian seseorang, berikut adalah warna-warna yang mempunyai asosiasi dengan pribadi seseorang menurut Marian L. David :

1. Merah : Cinta, nafsu, kekuatan, berani, primitif, menarik, bahaya, dosa, pengorbanan dan vitalitas.

2. Merah Jingga : Semangat, tenaga, kekuatan, pesat, hebat dan gairah. 3. Jingga : Hangat, semangat muda, ekstrimis dan menarik.

4. Kuning Jingga : Kebahagiaan, penghormatan, kegembiraan, optimism dan terbuka.

5. Kuning : Cerah, bijaksana, terang, bahagia, hangat, pengecut dan pengkhianatan. 6. Kuning Hijau : Persahabatan, muda, kehangatan, baru, gelisah dan berseri.

7. Hijau Muda : Kurang pengalaman, tumbuh, cemburu, iri hati, kaya, segar, istirahat dan tenang.

8. Hijau Biru : Tenang, santai, diam, lembut serta kepercayaan.

9. Biru : Damai, setia, konservatif, pasif, terhormat, depresi, lembut, menahan diri, dan ikhlas.

10.Biru Ungu : Spiritual, kelelahan, hebat, kesuraman, kematangan, sederhana, rendah hati, keterasingan, tersisih, tenang dan sentosa.

11.Ungu : Misteri, kuat, supremasi, formal, melankolis, pendiam dan mulia. 12.Merah Ungu : Tekanan, intrik, drama, terpencil, penggerak, teka-teki.

13.Coklat : Hangat, tenang, alami, bersahabat, kebersamaan, tenang, sentosa dan rendah hati.


(38)

14.Hitam : Kuat, duka cita, resmi, kematian, keahlian dan tidak menentu.

15.Putih :, Senang harapan, murni, lugu, bersih, spiritual, pemaaf, cinta dan terang. (Darmaprawira, 2002 : 38)

Berikut ini adalah beberapa warna yang mempunyai arti perlambangan secara umum: 1. Merah

Dibandingkan dengan warna lainnya, merah adalah warna terkuat dan paling menarik perhatian, bersifat agresif dan lambang primitif. Warna merah diasosiasikan sebagai darah, marah, berani, seks, bahaya, kekuatan, kejantanan, cinta dan kebahagiaan.

2. Merah Keunguan

Warna merah keunguan mempunyai karakteristik mulia, agung, kaya, bangga atau sombong, dan mengesankan. Lambang serta asosiasinya merupakan kombinasi warna merah dan biru. Sifatnya juga merupakan kombinasi dari kedua warna tersebut.

3. Ungu

Karakteristik warna ungu adalah sejuk, negative, atau mundur. Hampir sama dengan biru, tetapi lebih tenggelam dan khidmat dan mempunyai karakter murung dan menyerah. Warna ini melambangkan dukacita, kontemplatif, suci atau lambang agama.

4. Biru

Warna biru mempunyai karakteristik sejuk, pasif, tenang dan damai. Goethe menyebutnya sebagai warna yang mempesona, spiritual, monoteis, kesepian, saat ini memikirkan masa lalu dan masa mendatang. Biru merupakan warna perspektif, menarik kita kepada kesendirian, dingin, membuat jarak dan terpisah. Biru melambangkan kesucian, harapan dan kedamaian.


(39)

5. Hijau

Karakter warna ini hampir sama dengan biru. Dibandingkan dengan warna lain, hijau relatif lebih netral. Pengaruh terhadap emosi hampir mendekati pasif dan lebih bersifat istirahat. Hijau melambangkan perenungan, kepercayaan, dan keabadian. Dalam penggunaan sehari-hari, warna hijau mengungkapkan kesegaran, mentah, muda, belum dewasa, pertumbuhan, kehidupan, harapan, kelahiran kembali dan kesuburan. Sifat negative dari warna hijau adalah warna yang tidak disukai anak-anak, karena diasosiasikan warna penyakit, rasa benci, racun dan cemburu.

6. Kuning

Warna kuning adalah kumpulan dua fenomena penting dalam kehidupan manusia, yaitu kehidupan yang diberikan oleh matahari di angkasa dan emas sebagai kekayaan bumi. Kuning adalah warna cerah, karena itu sering dilambangkan jantung dan roh, maka kuning adalah lambang intelektual. Kuning adalah warna paling terang setelah putih, tetapi tidak semurni putih. Kuning memaknakan kemuliaan cinta serta pengertian yang mendalam dalam hubungan manusia.

7. Putih

Warna putih memiliki karakter positif, merangsang, cemerlang, ringan dan sederhana. Putih melambangkan kesucian, polos, jujur dan murni. Putih juga melambangkan kekuatan Maha Tinggi, lambang cahaya dan kemenangan yang mengalahkan kegelapan.

Warna putih juga mengimajinasikan kebalikan dari warna hitam, seperti pada ungkapan “hati yang putih” yang berarti menandakan bersihnya hati dari segala iri dan dengki. Ada pula yang disebut ‘ilmu putih’ sebagai kebalikan dari


(40)

ilmu hitam. Bila ilmu hitam dimaksudkan untuk mencelakakan seseorang, maka ilmu putih dimaksudkan untuk menangkal dan membersihkan seseorang dari pengaruh ilmu hitam.

8. Abu-abu

Berbagai macam warna abu-abu dengan berbagai tingkatan melambangkan ketenangan, sopan, dan sederhana. Karena itu warna abu-abu sering melambangkan oranh yang telah berumur dengan kepasifannya, sabar dan rendah hati. Warna ini juga melambangkan intelegensia, tetapi juga mempunyai lambang negative yaitu keragu-raguan serta tidak dapat membedakan mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting. Karena sifatnya yang netral, warna abu-abu sering dilambangkan sebagai penengah dalam pertentangan.

9. Hitam

Warna hitam melambangkan kegelapan dan ketidakhadiran cahaya. Hitam menandakan kekuatan yang gelap, lambang misteri, warna malam dan selalu diindikasikan dengan kebaliakan dari sifat warna putih atau berlawanan dengan cahaya terang. Warna ini juga sering dilambangkan sebagai warna kehancuran atau kekeliruan. Umumnya warna hitam diasosiasikan dengan sifat negative. Ungkapan-ungkapan seperti kambing hitam, ilmu hitam, daftar hitam, pasar gelap (black market), atau daerah hitam menunjukkan perlambangan negative dari warna ini. Tetapi warna hitam juga menunjukkan sifat-sifat positif seperti sikap tegas, kekeuh, formal, elegan, elit, mempesona dan struktur yang kuat.

Dari uraian perlambangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa warna memiliki arti perlambangan yang tidak dapat dikesampingkan dalam hubungan dengan penggunaannya. Dalam kehidupan modern dewasa ini, lambang-lambang yang


(41)

menggunakan warna tetap dipergunakan, bahkan kadang bergeser dalam nilai simbolisnya (Darmaprawira, 2002 : 49).

2.1.7 Citra Perempuan dalam Iklan

Menurut Herbert Rittlinger (1972) fisik perempuan memiliki daya tarik tersendiri. Tidak heran bila manusia jenis kelamin ini menjadi sasaran favorit berbagai pihak dan profesi, baik fotografer, cameramen, pengiklan, pemasar dan sebagainya. Sedemikian menariknya sehingga menurut Laura Mulvey, perempuan telah menjadi “ikon” di media massa. Karakter menarik perempuan itu juga disadari oleh para pembuat iklan, termasuk iklan televisi. Dengan menggunakan perempuan, pesan iklan diyakini jadi lebih menarik (Widyatama, 2006 : 1-2).

Dalam penelitian-penelitian pertama pada awal 70-an menurut catatan Sita Van Bammelen (1992), khususnya terhadap iklan-iklan di Barat telah membuktikan bahwa wanita digambarkan secara seragam; tempat wanita ada di rumah, tergantung pria, diperlihatkan dalam sedikit profesi, dan ditampilkan dalam objek seksual. Pendek kata, perempuan banyak digambarkan dalam stereotipe tradisional yang cenderung merendahkan posisi perempuan di hadapan laki-laki.

Lima belas tahun kemudian, ketika diteliti kembali atas hal yang sama, ternyata tidak ada perubahan kesimpulan yang berarti. Perempuan masih banyak diperlihatkan dalam sosok subordinasi pria, terbatas, lemah, lebih banyak diperlihatkan sisi fisik dan objek seksual, serta ada dalam dunia domestic (Widyatama, 2007 : 43).

Kesimpulan tersebut ternyata senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Tamrin Amal Tomagola (1990) dalam desertasinya yang menganalisa iklan-iklan dalam negeri. Tamagola menyimpulkan bahwa perempuan dalam iklan Indonesia


(42)

lebih banyak digambarkan dalam sosok tradisional. Iklan yang mengetengahkan kesetaraan gender masih terlalu sedikit.

Dalam penelitiannya, Tamagola menyimpulkan bahwa perempuan dalam iklan dikelompokkan dalam 5 kategori citra, yaitu :

1. Citra Pigura, yaitu citra dimana perempuan dilekatkan pada fisik perempuan sebagai sosok yang cantik, berambut panjang, keibuan, lembut, berbagai sifat feminin lainnya.

2. Citra Pilar, adalah citra dimana perempuan menjadi penopang utama dalam urusan domestik, setelah pria di wilayah publik.

3. Citra Peraduan, adalah citra dimana perempuan ditonjolkan dalam aspek seks dan seksualitasnya.

4. Citra Pinggan, adalah gambaran perempuan yang diperlihatkan dalam wilayah domestic, khususnya menyangkut urusan masak-memasak.

5. Citra Pergaulan, adalah citra yang menampilkan perempuan sebagai sosok yang cantik dan anggun sehingga pantas sebagai sosok yang dihormati dalam pergaulan.

2.1.8 Identitas Maskulinitas

Jika kita ingin membahas tentang maskulinitas, maka pertama-tama kita harus membicarakan perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki terlebih dahulu, perlu dipahami dua aspek pokok, sekaligus dilakukan pembedaan antara keduanya. Dua aspek itu adalah seks (jenis kelamin) dan gender. Pengertian seks sebagai jenis kelamin adalah pembedaan yang didasarkan pada fisik manusia. Perbedaan secara fisik itu melekat sejak lahir dan bersifat permanen. Contohnya yaitu menurut kodratnya pria mempunyai penis, jakun, dan memproduksi sperma. Sedangkan


(43)

perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur, serta memiliki alat menyusui. Perbedaan fisik tersebut jelas tidak dapat dipertukarkan begitu saja dan melekat secara permanen, kecuali melalui operasi.

Pembedaan kedua adalah berdasarkan gender. Bila konsep seks didasarkan fisik, maka gender dibangun berdasar konstruksi sosial maupun kultural manusia. Perbedaan fisik itu akhirnya membangun perbedaan-perbedaan psikologis. Perbedaan itu disosialisasikan dan dikuatkan melalui pembelajaran lingkungan. Pembelajaran tersebut dibentuk, diperkuat, disosialisasikan bahkan dikonstruksikan secara sosial atau kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara (Widyatama, 2006 : 3).

Inti pembelajaran sosial itu adalah menempatkan laki-laki dan perempuan dalam wilayah yang berbeda, sehingga dicitrakan dalam penampilan berbeda pula. Pria dicitrakan dalam sifat maskulin sementara perempuan dalam penampilan feminin.

Menurut Judith Waters dan Gorge Ellis (1996) dalam Widyatama (2006 : 4), gender merupakan kategori dasar dalam budaya, yaitu sebagai proses dengan identifikasi tidak hanya orang, tapi juga perbendaharaan kata, pola bicara, sikap dan perilaku, tujuan, dan aktifitas seperti ‘maskulinitas’ atau ‘feminitas’.

Dalam teori sosiologi gender, Connel seperti dikutip oleh Wajcman mengungkapkan bahwa maskulinitas ada dua bentuk dominan, maskulin secara budaya atau ‘maskulinitas hegemonik’ dan bentuk maskulinitas yang ‘tersubordinasi’. Yang dimaksud dengan hegemonik disini adalah pengaruh sosial yang dicapai bukan karena kekuatan melainkan karena pengaturan kehidupan pribadi dan proses-proses budaya. Hal ini berlawanan dengan tersubordinasi, dimana kekerasan adalah kunci yang sangat berpengaruh untuk memaksakan sebuah cita-cita atau kekuasaan bagi maskulinitas tersebut (Wajcman, 2001 : 160-161).


(44)

Menurut Oxford Learner’s Pocket Dictionary Third Edition (2003 : 264), masculine is of or like men, masculinity is quality of being masculine. Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa maskulinitas merupakan kualitas untuk menjadi maskulin (menjadi atau seperti laki-laki).

Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia Online, maskulinitas adalah kejantanan seorang laki-laki yang dihubungkan dengan kualitas seksualnya : masyarakat kita berasumsi bahwa – mempunyai ciri-ciri tertentu (www.kamusbahasaindonesia.org, diakses 8 Maret 2010 : 14.57)

Maskulinitas identik dengan penggambaran fisik yang besar, agresif, prestatif, dominan-superior, asertif dan dimitoskan sebagai pelindung; kuat, rasional, jantan dan perkasa (Widyatama, 2006 : 6).

Karakteristik sifat yang ada pada peran gender maskulin berdasar atas stereotipe tradisional laki-laki dikemukakan Sahrah (1996) meliputi tiga komponen, yaitu kemampuan memimpin, maskulin dan rasionalitas. Kemampuan memimpin dijabarkan dalam sifat aktif, berkemauan keras, konsisten, mampu memimpin, optimistic, pemberani dan sportif. Sifat maskulin dijabarkan bersifat melindungi, mandiri, matang atau dewasa dan percaya diri. Komponen rasionalitas terdiri dari sifat suka mencari pengalaman baru, rasional dan tenang saat menghadapi krisis. Sehingga pekerjaan yang cocok adalah di wilayah publik, mencari nafkah, sebagai kepala rumah tangga, menjadi decision maker, dan sebagainya. (Widyatama, 2006 : 6)

Wacana maskulinitas pemberani, tidak boleh cengeng, tidak boleh menangis, tidak boleh bersifat pengecut, adalah nilai-nilai dan kode-kode sifat kejantanan yang identik dengan laki-laki. Laki-laki harus kelihatan berani dan konsep berani disini berarti sikap membela dan menjaga pasangan perempuannya, berani menjadi diri sendiri dan berani bertanggung jawab atas apa yang sudah diperbuatnya. Laki-laki


(45)

juga dianggap lebih berani dari perempuan. Kegiatan-kegiatan keras dan cenderung menyerempet bahaya seperti panjat tebing, tinju, arung jeram, tampak lebih lazim jika dilakukan oleh laki-laki. Perempuan yang kegiatan olah raganya tinju dan sepak bola misalnya, akan dianggap seperti anak laki-laki dan berbeda dari perempuan lain pada umumnya. Simbol maskulinitas tidak berhenti pada sifat yang melekat pada diri manusia, ia juga ikut dilekatkan pada aksesoris kulit, metal, motor besar dan pilihan musik tertentu. Musik rock sempat menjadi jenis musik yang identik dengan laki-laki, meskipun kemudian banyak juga perempuan yang menggemari jenis musik ini (www.kunci.co.id, di akses 2 Januari 2010 : 20.02).

Namun dalam perspektif gender, maskulin maupun feminin sebenarnya merupakan pilihan. Artinya pria dan wanita dapat secara bebas memilih penampilannya sendiri sesuai dengan yang disukainya. Tidak ada kewajiban bahwa pria harus menampilkan dirinya sebagai sosok maskulin, dan feminin bagi perempuan. Sifat-sifat sebagaimana tersebut di atas dapat dipertukarkan satu dengan lainnya. Pria dapat berpenampilan feminin sementara wanita dapat memilih penampilan sebagai sosok yang maskulin.

Senada dengan penjabaran di atas, pernyataan Mosse serta Zimmerman bahwa konsepsi individu tentang perilaku laki-laki dan perempuan yang tepat adalah bersifat situasional dan bahwa gender berbeda dengan jenis kelamin dalam artian gender dapat dipertukarkan dan berubah berdasarkan kepentingan situasional. Dengan demikian sah-sah saja perempuan memposisikan dirinya berperan sebagaimana laki-laki, dia tidak lagi feminin seperti anggapan umumnya seperti lemah-lembut, lemah fisik, halus, rendah hati, bersikap manis dan sejenisnya. Namun maskulin : rasional, cerdas, pengambil keputusan yang baik, tegas dan perkasa (Handoko, dalam jurnal Diskomvis, 2005).


(46)

2.2 Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan di atas, sehubungan untuk memahami dan mengungkapkan makna mengenai representasi maskulinitas yang terkandung dalam iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica, penulis menggunakan analisis semiotika John Fiske, dimana dikategorikan menjadi tiga level yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi. Bersama dengan proses tersebut, kode dan konteks dari luar seperti konteks sosial, ideologi dan budaya dikaitkan secara bersamaan untuk menjadi alat bantu. Dari proses pemaknaan melalui pembacaan kode-kode tersebut maka akan diungkap makna mengenai representasi maskulinitas dibalik iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica.


(1)

Warna Arti

Merah

Merah adalah warna api dan darah, sehingga sangat terkait dengan energi, perang, bahaya, kekuatan daya, tekad serta semangat, keinginan, dan cinta.

Merah adalah warna yang intens sangat emosional. Hal ini meningkatkan metabolisme tubuh manusia, meningkatkan laju respirasi, dan meningkatkan tekanan darah. Memiliki tinggi visibilitas yang sangat, itulah sebabnya mengapa tanda-tanda berhenti, stoplights, dan peralatan kebakaran biasanya dicat merah. Dalam lambang, merah yang digunakan untuk menunjukkan keberanian. Ini adalah warna yang ditemukan di bendera nasional.

Merah membawa teks dan gambar ke latar depan. Gunakan sebagai warna aksen untuk merangsang orang untuk membuat keputusan yang cepat, yang merupakan warna yang sempurna untuk 'Beli' atau 'Klik Disini' tombol Sekarang di spanduk internet dan website. Dalam periklanan, merah sering digunakan untuk membangkitkan rasa erotis (bibir merah, kuku merah, lampu merah kabupaten, 'Lady in Red', dll). Merah banyak digunakan untuk menunjukkan bahaya (tanda tegangan tinggi, lampu lalu lintas). warna ini juga umumnya terkait dengan energi, sehingga Anda dapat menggunakannya ketika mempromosikan minuman energi, game, mobil, item yang berkaitan dengan olahraga dan aktivitas fisik yang tinggi.

merah Light mewakili sukacita, seksualitas, gairah, kepekaan, dan cinta.

Pink berarti cinta, cinta, dan persahabatan. Ini menunjukkan kualitas feminin dan ketidakpedulian.

merah Dark dikaitkan dengan semangat, kemauan, marah, kemarahan, kepemimpinan, keberanian, kerinduan, kebencian, dan murka.

Brown menyarankan dan menunjukkan maskulin kualitas stabilitas. Berwarna coklat kemerahan dikaitkan dengan panen dan jatuh.

Jeruk

Orange menggabungkan energi warna merah dan kuning kebahagiaan. Hal ini terkait dengan sukacita, sinar matahari, dan tropis. Orange mewakili antusiasme, daya tarik, kebahagiaan, kreativitas, tekad, daya tarik, sukses, dorongan, dan stimulasi.

Untuk mata manusia, jingga adalah panas warna yang sangat, sehingga memberikan sensasi panas. Namun demikian, jeruk tidak seagresif merah. meningkatkan Orange persediaan oksigen ke otak, menghasilkan efek menyegarkan, dan menstimulasi aktivitas mental. Hal ini sangat diterima di kalangan kaum muda. Sebagai warna jeruk, jeruk dikaitkan dengan makanan sehat dan merangsang nafsu makan. Orange adalah warna musim gugur dan panen. Dalam lambang, jeruk merupakan simbol kekuatan dan daya tahan.

Orange memiliki tinggi visibilitas sangat, sehingga Anda dapat menggunakannya untuk menarik perhatian dan menyoroti pentingnya elemen sebagian besar desain Anda. Orange sangat efektif untuk mempromosikan produk makanan dan mainan.


(2)

Dark jeruk bisa berarti penipuan dan ketidakpercayaan.

Merah-oranye sesuai dengan keinginan, gairah seksual, kesenangan, dominasi, agresi, dan haus akan tindakan.

Gold membangkitkan rasa prestise. Arti emas pencahayaan, kebijaksanaan, dan kekayaan. Emas sering melambangkan kualitas tinggi.

Kuning

Kuning adalah warna sinar matahari. Ini terkait dengan sukacita, kebahagiaan, kecerdasan, dan energi.

Kuning menghasilkan efek pemanasan, membangkitkan keceriaan, menstimulasi aktivitas mental, dan menghasilkan energi otot. Kuning sering dikaitkan dengan makanan. Cerah, kuning murni adalah pengambil perhatian, yang merupakan taksi alasan ini dicat warna ini. Bila terlalu sering digunakan, kuning dapat memiliki efek mengganggu; diketahui bahwa bayi menangis lebih dalam kamar kuning. Kuning terlihat sebelum warna lain ketika ditempatkan terhadap hitam; kombinasi ini sering digunakan untuk mengeluarkan peringatan. Dalam lambang, kuning menunjukkan kehormatan dan loyalitas. Kemudian makna kuning berhubungan dengan pengecut.

Gunakan kuning untuk membangkitkan menyenangkan, perasaan ceria. Anda dapat memilih warna kuning untuk mempromosikan produk-produk anak-anak dan barang yang berhubungan dengan waktu luang. Kuning sangat efektif untuk menarik perhatian, jadi gunakan untuk menyorot pentingnya elemen sebagian besar desain Anda. Pria biasanya menganggap kuning sebagai sangat ringan, 'kekanak-kanakan' warna, sehingga tidak dianjurkan untuk menggunakan kuning saat menjual bergengsi, produk mahal untuk pria - tidak ada yang akan membeli setelan bisnis kuning atau Mercedes kuning. Kuning adalah dan spontan warna tidak stabil, jadi hindari menggunakan kuning jika Anda ingin menyarankan stabilitas dan keamanan. kuning Light cenderung menghilang dalam putih, sehingga biasanya perlu warna gelap untuk menyorotnya. Nuansa kuning secara visual tidak menarik karena mereka keceriaan longgar dan menjadi suram.

Kusam (suram) kuning menunjukkan hati-hati, busuk, penyakit, dan cemburu. Cahaya kuning dikaitkan dengan kecerdasan, kesegaran, dan sukacita.

Hijau

Hijau adalah warna alam. Ini melambangkan pertumbuhan, harmoni, kesegaran, dan kesuburan. Green memiliki korespondensi emosional yang kuat dengan keselamatan uang. Dark hijau juga umumnya terkait dengan.

Hijau memiliki kekuatan penyembuhan yang besar. Ini adalah tenang warna paling untuk mata manusia, yang dapat meningkatkan visi. Hijau menunjukkan stabilitas dan daya tahan. Kadang-kadang menunjukkan hijau kurangnya pengalaman, misalnya, sebuah 'masih hijau' adalah pemula. Dalam lambang, hijau menunjukkan pertumbuhan dan harapan. Hijau, sebagai lawan merah, berarti keamanan; itu adalah warna bagian bebas lalu lintas jalan. Gunakan hijau menandakan keselamatan saat iklan obat-obatan dan produk medis. Hijau adalah berkaitan langsung dengan alam, sehingga Anda dapat menggunakannya untuk mempromosikan 'hijau' produk. Membosankan, hijau gelap ini umumnya terkait dengan uang, dunia keuangan, perbankan, dan Wall Street.


(3)

hijau Dark dikaitkan dengan ambisi, keserakahan, dan iri hati.

Kuning-hijau dapat mengindikasikan penyakit, pengecut, perpecahan, dan cemburu. Aqua dikaitkan dengan penyembuhan emosional dan perlindungan.

hijau Zaitun adalah warna tradisional perdamaian.

Biru

Biru adalah warna langit dan laut. Hal ini sering dikaitkan dengan kedalaman dan stabilitas. Ini melambangkan kepercayaan, kesetiaan, kebijaksanaan, kepercayaan diri, kecerdasan, iman, kebenaran, dan surga.

Blue dianggap menguntungkan bagi pikiran dan tubuh. Memperlambat metabolisme manusia dan menghasilkan efek menenangkan. Biru sangat terkait dengan ketenangan dan ketenangan. Dalam lambang, biru digunakan untuk melambangkan kesalehan dan ketulusan.

Anda dapat menggunakan biru untuk mempromosikan produk dan layanan yang berkaitan dengan kebersihan (pemurnian air filter, pembersihan cairan, vodka), udara dan langit (penerbangan, bandar udara, AC), air dan laut (laut pelayaran, air mineral). Seperti yang menentang secara emosional hangat warna seperti merah, oranye, dan kuning, biru dihubungkan dengan kesadaran dan intelek. Gunakan biru untuk menunjukkan presisi ketika mempromosikan-tech produk tinggi.

Biru adalah warna yang maskulin; menurut penelitian, sangat diterima di kalangan kaum pria. biru Dark dikaitkan dengan mendalam, keahlian, dan stabilitas, yang merupakan warna yang disukai untuk perusahaan Amerika.

Hindari menggunakan warna biru ketika mempromosikan makanan dan memasak, karena biru menekan nafsu makan. Ketika digunakan bersama dengan warna-warna hangat seperti kuning atau merah, biru dapat membuat berdampak tinggi, desain bersemangat, misalnya, biru-kuning-merah adalah skema warna yang sempurna untuk superhero.

Biru muda dikaitkan dengan kesehatan, penyembuhan, ketenangan, pengertian, dan kelembutan.

Biru tua merupakan pengetahuan, kekuasaan, integritas, dan keseriusan.

Ungu

Ungu menggabungkan stabilitas biru dan energi merah. Ungu adalah terkait dengan royalti. Ini melambangkan kekuatan, bangsawan, mewah, dan ambisi. Ini menyampaikan kekayaan dan pemborosan. Ungu diasosiasikan dengan kebijaksanaan, martabat, kemandirian, kreativitas, misteri, dan sihir.

Menurut survei, hampir 75 persen-remaja anak-anak pra suka ungu untuk semua warna lain. Ungu adalah warna yang sangat langka di alam, beberapa orang menganggapnya sebagai buatan.

Cahaya ungu merupakan pilihan yang baik untuk desain feminin. Anda dapat menggunakan cerah ungu ketika produk anak-anak mempromosikan.


(4)

Cahaya ungu membangkitkan dan nostalgia perasaan romantis. Dark membangkitkan ungu suram dan perasaan sedih. Hal ini dapat menyebabkan frustrasi.

Putih

White adalah terkait dengan cahaya, kebaikan, tak bersalah, kemurnian, dan keperawanan. Hal ini dianggap sebagai warna kesempurnaan.

Putih berarti keselamatan, kemurnian, dan kebersihan. Berbeda dengan hitam, putih biasanya memiliki konotasi positif. Putih dapat mewakili awal sukses. Dalam lambang, putih menggambarkan iman dan kemurnian.

Dalam periklanan, putih dikaitkan dengan kesejukan dan kebersihan karena warna salju. Anda dapat menggunakan putih untuk menunjukkan kesederhanaan dalam-tech produk tinggi. Putih adalah warna yang tepat untuk organisasi amal; malaikat biasanya membayangkan mengenakan pakaian putih. Putih dikaitkan dengan rumah sakit, dokter, dan kemandulan, sehingga Anda dapat menggunakan putih untuk menyarankan keselamatan ketika mempromosikan produk medis. White sering dikaitkan dengan berat badan rendah, lemak makanan yang rendah, dan produk susu.

Hitam

Hitam dikaitkan dengan kekuatan, keanggunan, formalitas, kematian, kejahatan, dan misteri.

Hitam adalah warna yang misterius yang terkait dengan rasa takut dan (tidak diketahui lubang hitam). Biasanya memiliki konotasi negatif (hitam, humor hitam, "kematian hitam"). Hitam melambangkan kekuatan dan otoritas; itu dianggap sebagai formal, elegan, dan warna yang sangat bergengsi (dasi hitam, Mercedes hitam). Dalam lambang, hitam adalah simbol kesedihan.

Hitam memberikan rasa perspektif dan kedalaman, tapi latar belakang hitam berkurang dibaca. Gugatan hitam atau gaun bisa membuat Anda terlihat lebih kurus. Ketika merancang sebuah galeri seni atau fotografi, Anda dapat menggunakan latar belakang hitam atau abu-abu untuk membuat warna lain menonjol. Hitam kontras juga dengan warna-warna cerah. Dikombinasikan dengan merah atau oranye - warna yang sangat kuat lain - hitam memberikan warna skema agresif sangat.

Topik terkait:

Warna Teori Dasar

Classic Warna Skema


(5)

Judul : ”Becoming members of Society : learning the social meanings of gender” Penulis : Aaron H. Devor.

Dalam pandangan masyarakat umum, masalah gender atau perihal maskulin dan feminimitas adalah sesuatu yang natural. Adanya konsep mengenai pria dan wanita, sudah dibentuk oleh alam dan seperti itulah adanya. Namun dalam artikel yang dibuatnya, Aaron H. Devor, menunjukan bahwa maskulinitas dan Feminimitas itu adalah sebuah konstruksi sosial yang dibentuk dalam masyarakat. Tergantung ada di masyarakat mana konsep itu berasal, juga berpengaruh terhadap definisi gender di tempat itu. Identifikasi seseorang mengenai konsep gender itu bukan hal yang natural, tapi merupakan sosialisasi sepanjang hidup manusia. Konsep ini harus dipelajari dari orang-orang di sekitar dalam masyarakat. Mustahil jika seseorang yang tak pernah mengetahui konsep mengenai pria atau wanita itu bisa menjadi apa yang disebut pria atau wanita. Ini adalah proses belajar dan imitasi.

Sejak masa kanak-kanak, kita sudah dapat mengidentifikasi mengenai perihal gender. Dalam tahap anak-anak ini, proses identifikasi itu baru sebatas masalah penampilan fisik seperti cara berpakaian, gaya rambut, dan lain-lain. Mereka mengartikan bahwa laki-laki itu adalah yang memakai celana dan berambut pendek. Sedangkan untuk perempuan itu yang memakai rok dan berambut panjang. Setelah agak dewasa, anak-anak mulai dapat mengidentifikasi pembagian gender itu dari peran pria dan wanita. Mereka juga sudah dapat menilai apakah seseorang itu maskulin atau feminim dari sikap yang ditunjukan oleh seseorang. Hingga pada saat dewasa, pembagian gender itu lebih kompleks lagi. Selain masalah penampilan fisik, pembagian peran, tapi juga dari segi kemampuan reproduksi yang dimiliki masing-masing. Di dalam masyarakat, seseorang dituntut untuk memiliki suatu identitas gender. Ada tiga konsep mengenai diri. ”I”, adalah konsep mengenai identitas diri yang hanya berkaitan dengan diri pribadi. Apa yang kita inginkan, itu yang kita lakukan. Sedangkan ”me”, adalah apa yang dituntut oleh masyarakat. Konsep yang berlaku di dalam masyarakat mengenai maskulin dan feminim, adalah apa yang harus kita pilih untuk dapat bersosialisasi dalam masyarakat. Hingga ada konsep ”self”, yaitu perpaduan atau kompromi dari apa yang kita inginkan, dengan apa yang masyarakat tuntud pada diri kita.

Pada kenyataannya, konsep mengenai gender di tiap masyarakat ini berbeda. Jika di masyarakat secara umum hanya mengenal dua gender yaitu maskulin dan feminim, di Aborigin, konsep mengenai gender itu terdapat lebih dari dua yang sudah dikenal di atas. Di masyarakat Indian Amerika Utara dan selatan, mereka mempunyai istilahnya sendiri untuk orang yang ingin meninggalkan peranannya dalam gender yang sudah dikenal masyarakat. Mereka ini biasanya akan dikucilkan dan dicemooh oleh masyarakat. Istilah untuk orang seperti itu diadopsi dalam bahasa Inggris menjadi ”berdache”.

Umumnya, konsep gender maskulin dan feminim itu digunakan untuk mengidentifikasikan salah satu jenis kelamin. Masyarakat menuntut bahwa untuk seorang laki-laki, ia harus memiliki sifat maskulin, dan untuk seorang perempuan, ia harus jadi feminim. Pada hakikatnya, tidak mesti laki-laki maskulin dan perempuan feminim, maskulinitas dan feminimitas itu hanyalah sikap gambaran yang dikonstruksikan dalam masyarakat. Maskulinitas itu identik dengan sifat agresif, suka berkompetisi, egois, dan selalu memiliki hasrat untuk menang. Sedang feminimitas itu identik dengan kelemah-lembutan, penyerahan


(6)

diri, pasrah, sikap pasif, dan tak suka tantangan. Dalam praktek, sering terjadi simpang gender yang dilakukan oleh kedua jenis kelamin. Tidak semua perempuan harus sepenuhnya feminim dan laki-laki itu sepenuhnya maskulin. Seperti contoh, perempuan juga butuh sikap maskulin dalam membesarkan anak. Jika dia hanya feminim, maka ia akan pasif dan tak punya inisiatif sendiri.

Persamaan peran dalam gender di masyarakat timpang adanya. Tidak semua halyang dapat dilakukan oleh pria, boleh atau dapat dilakukan oleh perempuan, dan sebaliknya. Seperti banyak pekerjaan yang sudah mempunyai image bahwa itu adalah tugas perempuan. Seperti sekertaris dan perawat. Sedangkan untuk pria bisa disebutkan supir truk dan pekerja bangunan. Jika ada diantara pria atau perempuan yang mengerjakan hal sebaliknya, maka hal itu akan dianggap aneh oleh masyarakat. Tapi sikap aneh ini tidak sampai penolakan terhadap simpang gender di dalamnya. Masyarakat tetap menerima walaupun hanya terasa janggal. Pages:Next page

Assignments american study, Jurnal, Pengantar kebudayaan amerika, re-reading America, semester 3


Dokumen yang terkait

Maskulinitas dalam Iklan Televisi (Analisis Semiotika Maskulinitas Dalam Iklan Televisi Gudang Garam Merah Versi “The Cafe”)

8 98 110

REPRESENTASI KUASA MASKULINITAS DALAM IKLAN ROKOK DJARUM SUPER Representasi Kuasa Maskulinitas Dalam Iklan Rokok Djarum Super (Studi Semiotika Representasi Kuasa Maskulinitas Dalam Iklan Rokok Djarum Super My Life My Advanture).

0 3 17

REPRESENTASI KUASA MASKULINITAS DALAM IKLAN ROKOK DJARUM SUPER Representasi Kuasa Maskulinitas Dalam Iklan Rokok Djarum Super (Studi Semiotika Representasi Kuasa Maskulinitas Dalam Iklan Rokok Djarum Super My Life My Advanture).

4 14 16

REPRESENTASI MASKULINITAS PADA IKLAN ROKOK SURYA 12 VERSI “AIRPORT” DI TELEVISI.

7 10 105

Representasi Maskulinitas dalam Iklan pdf

0 2 20

Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Televisi Pond’s Men Lelakimasakini (Analisis Semiotika Roland Barthes Terhadap Representasi Maskulinitas)

0 0 15

REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN TELEVISI (Studi Semiotik Tentang Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

0 0 16

REPRESENTASI MASKULINITAS PADA IKLAN MINUMAN ENERGI M-150 VERSI “HERO” DI TELEVISI

0 2 17

REPRESENTASI MASKULINITAS PADA IKLAN ROKOK SURYA 12 VERSI “AIRPORT” DI TELEVISI

0 0 19

Representasi Maskulinitas Pria Dalam Iklan Televisi (Analisis Semiotika Maskulinitas Pria Dalam Iklan Vaseline Men Face Versi Ariel Noah Ganteng Maksimal) SKRIPSI

0 0 16