HUBUNGAN ANTARA TEKANAN PANAS DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI CV. RAKABU FURNITURE SURAKARTA

(1)

HUBUNGAN ANTARA TEKANAN PANAS DENGAN

KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN

PRODUKSI DI CV. RAKABU FURNITURE

SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Rosy Daniar Krisanti R.0207097

PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juni 2011

Rosy Daniar Krisanti NIM. R0207097


(4)

ABSTRAK

Rosy Daniar Krisanti, 2011. Hubungan Antara Tekanan Panas dengan

Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Bagian Produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta. Program Studi Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tekanan panas

dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta.

Metode : Penelitian ini menggunakan jenis penelitian cross sectional. Teknik

sampling yang digunakan adalah purposive sampling sehingga sampel yang menjadi objek penelitian berjumlah 30 orang laki-laki. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan Heat Stress Area Monitor merek Questempo10 untuk mengukur tekanan panas dan Reaction Timer untuk mengukur kelelahan kerja. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0.

Hasil : Dari hasil analisis dengan uji Korelasi Pearson Product Moment, uji

hubungan tekanan panas dengan kelelahan kerja diketahui bahwa nilai Sig. sebesar 0,000 atau kurang dari 0,01 (p ≤ 0,01).

Kesimpulan : Dari hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan tekanan panas

dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta.


(5)

commit to user

ABSTRACT

Rosy Daniar Krisanti, 2011. Relation Between Pressure Heat with Work Fatigue

On Workers Production Section in CV Rakabu Furniture Surakarta. The Program of Diploma IV Occupational Health of Medichal Faculty of University Eleven March Surakarta.

Objective: This study aims to determine the relationship of heat pressure to work

fatigue on workers production section in CV Rakabu Furniture Surakarta.

Methods: This study used cross sectional type. The sampling technique used

purposive sampling so the sample that became the object of study numbered 30 men. Data collection was performed by using the Heat Stress Area Monitor merk Questemp 10 to measure heat pressure and Reaction Timer to measure work fatigue. Processing techniques and data analysis conducted by the statistical test Correlation of Pearson Product Moment by using computer program SPSS version 16.0.

Results: The results of analysis with Pearson Product Moment test, relationship

test heat pressure to work fatigue known that the value sig . 0,000 or smaller than

0,01 (p ≤ 0,01).

Conclusion: From these results suggest that there is a relationship heat pressure to

work fatigue on workers production section in CV Rakabu Furniture Surakarta. Keywords: Pressure Heat, Work Fatigue


(6)

commit to user

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Bagian Produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan studi Diploma IV untuk mencapai gelar Sarjana Sains Terapan.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Dra. Ipop Syarifah, M.si selaku Ketua Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Arsita Eka P. ,dr, M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dr. Hardjanto, MS, So.OK selaku penguji yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini.

6. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes selaku tim skripsi yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.

7. Bapak Darmawan selaku pembimbing lapangan CV Rakabu Furniture Surakarta yang telah mendampingi penulis dalam pengambilan data.

8. Semua karyawan di CV Rakabu Furniture Surakarta atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan.

9. Bapak Eko Laksono, Ibu Lis Wahyu Widayati, serta kakakku terima kasih atas do’a, dorongan dan semua kasih sayang yang selama ini diberikan baik secara material maupun spiritual.


(7)

commit to user

10. Panji Hestu Putranto terimakasih, atas semua dukungan dan doanya.

11. Adhin, Icha, Anita, Uswa, Ummi terimakasih untuk semua motivasi dan doanya.

12. Semua teman-teman angkatan 2007 yang saya cintai terimakasih atas kerjasama dan dukungannya.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan skripsi ini. Tetapi besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya, serta penulis senantiasa mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

Surakarta, Juli 2011 Penulis,


(8)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka... 7

1. Tekanan Panas... 7

2. Kelelahan Kerja... 22

B. Kerangka Pemikiran... 39

C. Hipotesis... 40

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 41

B. Lokasi dan Waktu Penellitian... 41

C. Populasi Penelitian... 41

D. Teknik Sampling... 41

E. Desain Penelitian... 43


(9)

commit to user

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 45

H. Alat dan Bahan Penelitian... 46

I. Cara Kerja Penelitian... 49

J. Teknis Analisis Data... 50

BAB IV. HASIL A. Gambaran Umum Perusahaan... 52

B. Karakteristik Subjek Penelitian ... 53

C. Hasil Pengukuran Tekanan Panas ... 56

D. Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja ... 58

E. Hubungan Hasil Uji Statistik ... 58

BAB V. PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian ... 60

B. Analisa Tekanan Panas di Tempat Kerja ... 62

C. Analisa Kelelahan Kerja di Tempat Kerja ... 63

D. Analisa Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja… 64 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN


(10)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standar iklim di Indonesia ... 14

Tabel 2. Kategori beban kerja berdasarkan metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung ... 15

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Umur Responden ... 54

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden... 54

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Denyut Nadi... 55

Tabel 6. Distribusi Subjek Status Gizi Responden ... 56

Tabel 7. Hasil Pengukuran Tekanan Panas ... 57

Tabel 8. Data Kelelahan kerja ... 58


(11)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 39

Gambar 2. Desain Penelitian ... 43

Gambar 3. Area Heat Stress Monitor ... 47


(12)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 3. Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 4. Hasil Pengukuran Denyut Nadi Tenaga Kerja Bagian Produksi Lampiran 5. Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja Tenaga Kerja Bagian Produksi Lampiran 6. Data Responden Pekerja Bagian Produksi

Lampiran 7. Hasil Uji Statistik Pearson Product Moment Lampiran 8. Dokumentasi


(13)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Era globalisasi menghadirkan berbagai perubahan dan sekaligus tantangan yang perlu antisipasi sejak dini. Berbagai ciri yang menonjol dalam setiap aspek kehidupan menimbulkan terjadinya kondisi yang kompetitif, adanya saling ketergantungan/interelasi yang melanda dunia, perlu kompetensi baik dari kualitas produk barang atau jasa sekaligus juga unsur manusianya. Proses dalam industri jelas memerlukan kegiatan tenaga kerja sebagai unsur dominan yang mengelola bahan baku/material, mesin, peralatan dan proses lainnya yang dilakukan di tempat kerja, guna menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat (Budiono, S., 2003).

Industrialisasi akan selalu diikuti oleh penerapan teknologi tinggi, penggunaan bahan dan peralatan yang semakin kompleks dan rumit. Namun demikian, penerapan teknologi tinggi dan penggunaan bahan dan peralatan yang beraneka ragam dan kompleks tersebut sering tidak diikuti oleh kesiapan sumber daya manusianya. Keterbatasan manusia sering menjadi faktor penentu terjadinya musibah seperti kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan timbulnya penyakit akibat kerja. Kondisi-kondisi tersebut ternyata telah banyak mengakibatkan kerugian jiwa dan material, baik bagi pengusaha, tenaga kerja, pemerintah dan bahkan masyarakat luas. Untuk


(14)

mencegah dan mengendalikan kerugian-kerugian yang lebih besar, maka diperlukan langkah-langkah tindakan yang mendasar dan prinsip yang dimulai dari perencanaan. Sedangkan tujuannya adalah agar tenaga kerja mampu mencegah dan mengendalikan berbagai dampak negatif yang timbul akibat proses produksi. Sehingga akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, nyaman, aman dan produktif (Tarwaka dkk, 2004).

Suhu setempat dan eksistensi kehidupan sangat erat berhubungan. Demikian pula efek cuaca kerja kepada daya kerja. Efisiensi kerja sangat di pengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah nikmat kerja, jadi tidak dingin dan kepanasan. Suhu nikmat demikian sekitar 24 - 26oC bagi orang-orang Indonesia (Suma’mur, 2009).

Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces, peleburan, boiler, oven, tungku pemanas atau bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari dapat mengalami tekanan panas. Selama aktivitas pada lingkungan panas tersebut, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh (Tarwaka dkk, 2004).

Kondisi panas sekeliling yang berlebihan akan mengakibatkan rasa letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja (Nurmianto, 2008).


(15)

Kelelahan kerja tidak dapat didefinisikan secara jelas tetapi dapat dirasakan sebagai perasaan kelelahan kerja disertai adanya perubahan waktu reaksi yang menonojol maka indikator perasaan kelelahan kerja disertai adanya perubahan waktu reaksi yang menonjol maka indikator perasaan kelelahan kerja dan waktu reaksi dapat dipergunakan untuk mengetahui adanya kelelahan kerja. Perasaan kelelahan kerja adalah gejala subyektif kelelahan kerja yang dikeluhkan pekerja yang merupakan semua perasaan yang tidak menyenangkan (Setyawati, 2010).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Sisca Sucianawati (2005) di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta berdasarkan uji statistik Indenpendent Sample T-Test untuk menguji pengaruh antara tekanan panas terhadap kelelahan kerja diperoleh hasil nilai yang signifikan bahwa ada pengaruh tekanan panas terhadap kelelahan kerja.

CV Rakabu Furniture Surakarta adalah industri yang bergerak di bidang mebel dimana dalam proses produksinya menggunakan peralatan dan mesin-mesin. Dengan kondisi ruangan yang beratapkan asbes, kurangnya pemasangan ventilasi serta adanya keluhan tenaga kerja selama proses yaitu cepat merasa lelah, mudah merasa haus, mudah mengantuk, sehingga mempengaruhi produktivitas kerja selain itu panas di dalam ruangan juga ditambah dari mesin-mesin yang ada dalam ruangan ketika mesin-mesin-mesin-mesin dioperasikan.

Dari hasil survei awal dan observasi yang dilakukan penelitian di CV Rakabu Furniture Surakarta, peneliti telah melakukan pengukuran tekanan


(16)

panas di ruang produksi dengan menggunakan alat ukur Area Heat Stress diperoleh Wet Bulb Globe Temperature (WBGT in) sebesar 30 ºC. Untuk beban kerja tenaga kerja dikategorikan beban kerja sedang yaitu 100 – 125 denyut/menit, dengan waktu kerja 7 jam dan istirahat 1 jam, maka termasuk dalam kategori waktu kerja 75% kerja 25% istirahat. Hasil pengukuran tekanan panas tersebut dibandingkan dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 mengenai standar iklim di Indonesia, hasilnya suhu di dalam ruangan tersebut melebihi nilai ambang batas.

Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja di CV Rakabu Furniture Surakarta.

B.Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta?

C.Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta.


(17)

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengukur tekanan panas di bagian produksi CV Rakabu Furniture Surakarta.

b. Untuk mengetahui tingkat kelelahan kerja tenaga kerja di bagian produksi CV Rakabu Furniture Surakarta.

c. Untuk menganalisis hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta.

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan sebagai pembuktian bahwa ada hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja tenaga kerja di bagian produksi CV Rakabu Furniture Surakarta.

2. Manfaat Aplikatif a. Bagi Tenaga Kerja

Dapat memberikan informasi pada tenga kerja mengenai akibat yang ditimbulkan pada saat bekerja di tempat yang terpapar oleh tekanan panas.

b. Bagi Tempat Kerja

Memberikan masukan bagi perusahaan dalam melakukan tindakan korektif dalam hal pengendalian lingkungan kerja yang mempunyai


(18)

tekanan panas diatas nilai ambang batas, sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja, produktivitas dan derajat kesehatan tenaga kerja secara optimal.

c. Bagi Peneliti

Memperdalam dan mengembangkan pengetahuan dibidang kesehatan dan keselamatan kerja, khususnya mengenai tekanan panas dan kelelahan kerja bagi tenaga kerja.

d. Bagi program Diploma IV Kesehatan Kerja

Menambah kepustakaan yang diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan program belajar mengajar.


(19)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka

1. Tekanan Panas

a.Pengertian Tekanan Panas

Tekanan panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi yang dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh sendiri (Suma’mur, 2009).

Tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia (Santoso, G., 2004).

Tekanan panas yang berlebihan akan merupakan beban tambahan yang harus diperhatikan dan diperhitungkan. Beban tambahan berupa panas lingkungan, dapat menyebabkan beban fisiologis, misalnya kerja jantung menjadi bertambah (Depkes RI, 2003).

Selama aktivitas pada lingkungan panas, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memeliharara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh (Tarwaka dkk, 2004).

Suhu udara dapat diukur dengan termometer biasa (termometer suhu kering) dan suhu demikian disebut suhu kering. Kelembaban udara


(20)

diukur dengan menggunakan hygrometer. Adapun suhu dan kelembaban dapat diukur bersama-sama dengan misalnya menggunakan alat pengukur sling psychrometer atau arsman psychrometer yang juga menunjukkan suhu basah sekaligus. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan suatu termometer yang dibasahi dan ditiupkan udara kepadanya, dengan demikian suhu tersebut menunjukkan kelembaban relatif udara. Kecepatan aliran udara yang besar dapat diukur dengan suatu anemometer, sedangkan kecepatan udara yang kecil diukur dengan memakai termometer kata. Suhu radiasi diukur dengan suatu termometer bola (globe thermometer). Panas radiasi adalah energi atau gelombang elektromagnetis yang panjang gelombangnya lebih dari sinar matahari dan mata tidak peka terhadapnya atau mata tidak dapat melihatnya (Suma’mur, 2009).

b.Proses pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan

Proses pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan terjadi melalui mekanisme konveksi, radiasi, evaporasi, dan konduksi. Apabila seseorang sedang bekerja, tubuh pekerja tersebut akan mengadakan interaksi dengan keadaan lingkungan yang terdiri dari suhu udara, kelembaban dan gerakan atau aliran udara. Proses metabolisme tubuh yang berinteraksi dengan panas di lingkungannya akan mengakibatkan pekerja mengalami tekanan panas. Tekanan panas ini dapat disebabkan karena adanya sumber panas maupun karena ventilasi yang tidak baik.


(21)

c.Faktor-faktor yang Menyebabkan Pertukaran Panas

Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan di sekitarnya antara lain :

1) Konduksi

Konduksi ialah pertukaran panas antara tubuh dengan benda-benda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung. Konduksi dapat menghilangkan panas dari tubuh, apabila benda-benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat menambah panas kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh.

2) Konveksi

Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan besarnya peran dalam pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan. Konveksi dapat mengurangi atau menambah panas kepada tubuh.

3) Radiasi

Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas. Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas lewat mekanisme radiasi.


(22)

4) Penguapan (evaporasi)

Manusia dapat berkeringat dengan penguapan di permukaan kulit atau melalui paru-paru tubuh kehilangan panas untuk penguapan. Untuk mempertahankan suhu tubuh maka, M ± kond ± konv ± R-E = 0

M = Panas dari metabolisme

Kond = Pertukaran panas secara konduksi Konv = Pertukaran panas secara konveksi R = Panas radiasi

E = Panas oleh evaporasi (Suma’mur, 2009).

d.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Panas

1) Indoor Climate

Menurut Grandjean indoor climate dalam Nurmianto (2008) adalah suatu kondisi fisik sekeliling dimana kita melakukan sesuatu aktifitas tertentu yang meliputi hal-hal sebagai berikut: temperatur udara, temperatur permukaan sekeliling, kelembaban udara dan aliran perpindahan udara.

2) Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai oleh pengeluaran keringat yang meningkat, denyut jantung dan tekanan darah menurun dan suhu tubuh menurun. Proses adaptasi ini biasanya memerlukan waktu 7 - 10 hari. Aklimatisasi dapat pula


(23)

menghilang ketika orang yang bersangkutan tidak masuk kerja selama seminggu berturut-turut (Santoso, G., 2004).

3) Usia

Makin tua makin sulit merespon panas karena penurunan efisiensi kardiovaskuler (jantung). Makin tua makin sulit berkeringat sehingga memperkecil kemampuan untuk menurunkan suhu inti. Pada pekerjaan yang sama, tenaga kerja berusia tua mempunyai suhu inti lebih tinggi daripada tenaga kerja yang berusia lebih muda. Untuk itu pemulihan kondisi tubuh selama istirahat membutuhkan waktu lebih lama (Heru dan Haryono, 2008).

4) Kondisi Fisik

Makin fit kondisi fisik tubuh makin mudah merespon panas (Heru dan Haryono, 2008).

5) Jenis Kelamin

Kemampuan individu untuk bekerja di lingkungan panas juga dipengaruhi oleh jenis kelamin (Harrianto, R., 2009).

6) Etnis

Pada etnis tertentu respon panas berbeda dengan etnis lain, misalnya antara etnis Arab dan etnis Eropa. Tetapi perbedaan respon panas pada kedua etnis tersebut lebih merupakan perbedaan diet (pola makan) pada kedua etnis tersebut (Heru dan Haryono, 2008).


(24)

7) Status Gizi

Beberapa zat gizi akan hilang karena adanya tekanan panas. Misalnya pekerjaan berat yang memerlukan kalori lebih dari 500 kcal akan berpotensi kehilangan zinc dari tubuh pekerja, hal ini mengganggu pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan. Pekerjaan di ruang panas minimal dibutuhkan asupan vitamin C 250 mg/hari pada pekerja yang bersangkutan (Heru dan Haryono, 2008).

Cara untuk menentukan status gizi seseorang yang popular di dunia kesehatan yaitu dengan menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh) atau BMI (Body Mass Index). Sedangkan rumus IMT adalah sebagai berikut :

IMT = BB (kg) / TB2 (m) Standar Asia Nilai IMT : < 18,5 = Kurus 18,5 – 22,9 = Normal

23 – 27,4 = BB lebih (OW/Over Weight) 27,5 > = Obesitas (Suma’mur, 2009).

e.Penilaian Tekanan Panas

1) Suhu Efektif

Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara.


(25)

Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effektive Temperature Scale). Namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme tubuh.

2) Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu rumus-rumus sebagai berikut:

ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 x suhu kering (untuk bekerja dengan sinar matahari).

ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (untuk pekerjaan tanpa sinar matahari).

Dari hasil pengukuran ISBB tersebut selanjutnya disesuaikan dengan beban kerja yang diterima oleh pekerja, kemudian dilanjutkan penganturan waktu kerja-waktu istirahat yang tetap dapat bekerja dengan aman dan sehat (Tarwaka dkk, 2004).

3) Prediksi Kecepatan Keluarnya Keringat Selama 4 Jam

Prediksi kecepatan keluarnya keringat selama 4 jam (Predicted 4 hour sweet rate disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4 jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula


(26)

dikoreksi untuk bekerja dengan berpakaian dan juga menurut tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.

4) Indeks Belding-Hacth

Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat dari orang standar yaitu orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, dalam keadaan sehat dan memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap panas. (Suma’mur, 2009).

f. Standar Iklim Kerja

Standar iklim di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999 yaitu:

Tabel 1 Standar iklim di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999

Pengaturan waktu kerja ISBB ° C

Beban Kerja

Waktu kerja Waktu

Istirahat Ringan Sedang Berat

Kerja terus menerus (8 jam/hari) 75% 50% 25% - 25% istirahat 50% Istirahat 75% Istirahat 30,0 28,0 29,4 32,2 26,7 28,0 29,4 31,1 25,0 25,9 27,9 30,0 (Depnakertrans, 2007).

g.Penilaian Beban Kerja Fisik

Menurut Astrand & Rodahl dalam Tarwaka dkk, (2004) bahwa penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara


(27)

objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan atau dikonsumsi. Meskipun metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja.

Sedangkan menurut Christensen dalam Tarwaka dkk, (2004) bahwa kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung.

Tabel 2 Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu Tubuh dan Denyut Jantung

Kategori Beban Kerja Denyut Nadi

(denyut/min)

Ringan Sedang Berat Sangat Berat Sangat Berat Sekali

75 – 100 100 – 125 125 – 150 150 – 175

> 175

(Christensen (1991:1699). Encyclopaedia of Accupational Health and Safety. ILO. Geneva dalam Tarwaka dkk, (2004))


(28)

Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja : 1) Beban kerja oleh karena faktor eksternal

Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga aspek ini sering disebut stressor.

a) Tugas-tugas (tasks)

Tugas-tugas (tasks) yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi atau medan kerja, sikap kerja, cara angkat angkut, beban yang diangkat-angkut, alat bantu kerja, sarana informasi termasuk displai atau control, alur kerja, dan lain-lain. Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti : kompleksitas pekerjaan atau tingkat kesulitan pekerjaan yang mempengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lain-lain.

b) Organisasi kerja

Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja seperti: lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, sistem kerja, musik kerja, model struktur organisasi, pelimpahan tugas, tanggung jawab dan wewenang, dan lain-lain.


(29)

c) Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja adalah :

(1) Lingkungan kerja fisik seperti : mikroklimat (suhu udara ambien, kelembaban udara, kecepatan rambat udara, suhu radiasi), intensitas penerangan, intensitas kebisingan, vibrasi mekanis dan tekanan udara.

(2) Lingkungan kerja kimiawi seperti : debu, gas-gas pencemar udara, uap logam, fume dalam udara, dan lain-lain.

(3) Lingkungan kerja biologis seperti : bakteri, virus dan parasit, jamur, serangga, dan lain-lain.

(4) Lingkungan kerja psikologis seperti : pemilihan dan penempatan tenaga kerja, hubungan antara pekerja dengan pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan keluarga dan pekerja dengan lingkungan sosial yang berdampak kepada performansi kerja di tempat kerja.

2) Beban kerja oleh karena beban kerja internal

Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat dari adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tersebut dikenal dengan strain. Berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan penilaian secara subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi


(30)

psikologis dan perubahan perilaku. Karena itu strain secara subjektif berkaitan erat dengan harapan, keinginan, kepuasan dan penilaian subjektif lainnya. Secara lebih ringkas faktor internal meliputi : a) Faktor somatik, yaitu jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi

kesehatan dan status gizi.

b) Faktor psikis, yaitu motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan dan lain-lain (Rodahl, Adiputra dan Manuaba dalam Tarwaka, 2010).

h.Respon Tubuh Menghadapi Panas

Jika tubuh tidak melepaskan panas, maka temperatur tubuh akan meningkat 1oC setiap jam. Panas tubuh dihasilkan oleh metabolisme sel, mengubah energi kimia dari makanan yang dicerna kebentuk energi lain, terutama energi panas. Karena proses metabolisme ini berlangsung terus-menerus, walaupun tidak konstan, tubuh harus melepaskan energi panas pada kecepatan tertentu agar tidak terjadi penumpukan panas yang menyebabkan peningkatan temperatur. Secara keseluruhan, panas yang didapat dari metabolisme dan sumber-sumber lainnya harus setara dengan panas yang dilepaskan oleh permukaan tubuh. Inilah esensi dari homeostatis. Pelepasan panas dapat terjadi melalui cara-cara berikut: 1) Konveksi (juga kadang radiasi & konduksi) panas terutama dari


(31)

2) Vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah pada kulit, meningkatkan pelepasan panas melalui kulit.

3) Peningkatan penguapan keringat melalui kulit. 4) Penghembusan udara panas dari paru-paru.

5) Pembuangan panas melalui feses dan urin (James J., 2008).

i. Efek Panas pada Manusia

Menurut Tarwaka, dkk (2004), Efek panas terhadap manusia berupa kelainan atau gangguan kesehatan, gangguan kesehatan tersebut dapat berupa :

1) Gangguan perilaku dan performansi kerja, seperti : terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian, dan lain-lain.

2) Dehidrasi

Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan < 1,5% gejalanya tidak tampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut lebih kering. 3) Heat Rash

Heat Rash merupakan suatu keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat spada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.


(32)

4) Heat Cramps

Heat Cramps merupakan kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat berlebih yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh, yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.

5) Heat Syncope atau Fainting

Heat Syncope atau Fainting merupakan keadaan yang disebabkan

oleh karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.

6) Heat Exhaustion

Merupakan suatu keadaan yang terjadi apabila tubuh kehilangan cairan dan atau garam yang terlalu banyak. Gejalanya yaitu mulut kering, sangat haus, lemah dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya terjadi pada pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.

j. Pengendalian Lingkungan Kerja Panas

Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas terhadap tenaga kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara cermat faktor-faktor tekanan panas dan mengukur ISBB pada masing-masing pekerjaan sehingga dapat


(33)

dilakukan langkah pengendalian secara benar. Di samping itu koreksi tersebut juga dimaksudkan untuk menilai efektivitas dari sistem pengendalian yang telah dilakukan di masing-masing tempat kerja. Secara ringkas teknik pengendalian terhadap pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi. 2) Mengurangi beban panas radian dengan cara :

a) Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan panas.

b) Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas.

c) Penggunaan tameng anti panas dan alat pelindung diri yang dapat memantulkan panas.

3) Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui ventilasi pengenceran (dilution ventilation) atau pendinginan secara mekanis (mechanical cooling). Cara ini telah terbukti secara dramatis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan, hal ini diutarakan Bernard dalam Tarwaka dkk (2004).

4) Meningkatkan pergerakan udara, peningkatan pergerakan udara melalui ventilasi buatan dimaksudkan untuk memperluas pendingin evaporasi, tetapi tidak boleh melebihi 0,2 m/detik. Sehingga perlu dipertimbangkan bahwa menambah pergerakan udara pada temperatur yang tinggi (> 40ºC) dapat berakibat pada peningkatan tekanan panas.


(34)

5) Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dengan cara :

a) Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari. b) Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk

pemulihan.

c) Mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai ISBB (Tarwaka dkk, 2004).

2. Kelelahan Kerja

a.Pengertian Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja adalah perasaan lelah dan adanya penurunan kesiagaan (Grandjean dalam Setyawati, 2010).

Kelelahan kerja adalah respon total individu terhadap stress psikososial yang dialamai dalam satu periode tertentu dan kelelahan kerja itu cenderung menurunkan prestasi maupun motifasi pekerja bersangkutan. Kelahan kerja merupakan kriteria yang lengkap tidak hanya menyangkut kelelahan yang bersifat fisik dan psikis saja tetapi lebih banyak kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi dan penurunan produktifitas kerja (Cameron dalam Setyawati, 2010).

Kelelahan kerja adalah suatu fenomena yang kompleks yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja serta dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal (Chavalitsakulchai dan Shahvanaz dalam Setyawati, 2010).


(35)

Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka dkk, 2004).

Dari sudut neurofisiologi diungkapkan bahwa kelelahan dipandang sebagai suatu keadaan sistemik saraf sentral, akibat aktifitas yang berkepanjangan dan secara fundamental dikontrol aleh aktifitas berlawanan antara sistem aktifasi dan sistem ihibisi pada batang otak (Grandjean dan Kogi dalam Setyawati, 2010).

Perasaan lelah pada pekerja adalah semua perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami oleh pekerja serta merupakan fenomena psokososial. Latar belakang psikososial sangat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja dan terdapat hubungan yang erat antara derajat gejala kelelahan dan derajat perasaan lelah (Yoshitake dalam Setyawati, 2010).

Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja (Suma’mur. 2009).

b.Jenis Kelelahan

1) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan


(36)

fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar atau external signs (Aztanti Srie Ramadhani dalam Budiono, S., 2003).

Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot. Sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah penyebab sekunder.

Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot.

Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas


(37)

perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka dkk, 2004).

2) Kelelahan Umum (General Fatigue)

Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (Aztanti Srie Ramadhani dalam Budiono, S., 2003).

Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan dirumah, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka dkk, 2004).

c.Penyebab Kelelahan Kerja

Penyebab kelelahan kerja umumnya berkaitan dengan hal-hal sebagi berikut :

1) Sifat pekerjaan yang monoton.

2) Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik yang tinggi. 3) Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan serta lingkungan kerja

lain yang tidak memadai.

4) Faktor psikologis, rasa tanggung jawab, ketegangan-ketegangan dan konflik-konflik.


(38)

5) Penyakit-penyakit, rasa kesakitan dan gizi.

6) Circadian rhytm. Diinformasikan dalam kaitan kejadian kelelahan kerja shift kerja berpeluang menimbulkan kelelahan kerja sekitar 80% dan shift kerja sendiri berpeluang menimbulkan gangguan tidur pada pekerja shift kerja malam sekitar 80% (Setyawati, 2010).

Secara jelas faktor etiologi kelelahan belum diketahui, ada yang mengemukakan karena virus tertentu atau adanya peran gangguan kejiwaan dalam terjadinya kelelahan (Swartz, Manu dan Baringin dalam Setyawati, 2010).

Secara fisiologis penyebab kelelahan ada dua macam yaitu: 1) Kelelahan sentral

Kelelahan sentral adalah aktifitas motor neuron tidak mencukupi atau motor neuron mengalami impaired excitability. 2) Kelelahan perifer

Penyebab kelelahan perifer/tepi adalah terdapatnya kelainan transmisi neuromuscular dan otot mengalamai hambatan kontraksi (Setyawati, 2010).

Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap kelelahan kerja diantaranya sebagai berikut :

1) Faktor lingkungan kerja

Faktor lingkungan kerja yang tidak memadai untuk bekerja sampai kepada masalah psikososial dapat berpengaruh terhadap


(39)

terjadinya kelelahan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman dan ventilasi udara yang adekuat, didukung oleh tidak adanya kebisingan akan mengurangi kelelahan kerja.

2) Waktu istirahat dan waktu bekerja

Waktu istirahan dan waktu bekerja yang porposional dapat menurunkan derajat kelelahan kerja. Lama dan ketepatan waktu beristirahat sangat berperan dalam mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja.

3) Kesehatan pekerja

Kesehatan pekerja yang selalu dimonotor dengan baik, dan pemberian gizi yang sempurna dapat menurunkan kelelahan kerja. 4) Beban kerja

Beban kerja yang diberikan kepada pekerja perlu disesuaikan dengan kemampuan psikis dan fisik pekerja bersangkutan.

5) Keadaan perjalanan

Keadaan perjalanan, waktu perjalanan dari dan ketempat kerja yang seminimal mungkin dan seaman mungkin berpengaruh terhadap kondisi kesehatan kerja pada umumnya dan kelelahan kerja pada khususnya (Setyawati, 2010).

Kelelahan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut :


(40)

1) Usia

Pada usia meningkat akan diikuti oleh proses degenerasi dari organ, sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan menurun. Dengan menurunnya kemampuan organ, maka hal ini akan menyebabkan tenaga kerja akan semakin mudah mengalami kelelahan.

2) Jenis kelamin

Pada tenaga kerja wanita terjadi siklus setiap bulan di dalam mekanisme tubuhnya, sehingga akan mempengaruhi turunnya kondisi fisik maupun psikisnya, dan hal itu menyebabkan tingkat kelelahan wanita lebih besar daripada tingkat kelelahan tenaga kerja laki-laki.

3) Penyakit

Penyakit akan mengkibatkan hipo/hipertensi suatu organ, akibatnya akan merangsang mukosa suatu jaringan sehingga merangsang syaraf-syaraf tertentu. Dengan perangsangan yang terjadi akan menyebabkan pusat syaraf otak akan terganggu atau terpengaruh yang dapat menurunkan kondisi fisik seseorang.

4) Keadaan psikis tenaga kerja

Keadaan psikis tenaga kerja yaitu suatu respon yang ditafsirkan bagian yang salah, sehingga merupakan suatu aktivitas


(41)

secara primer suatu organ, akibatnya timbul ketegangan-ketegangan yang dapat meningkatkan tingkat kelelahan seseorang. 5) Beban kerja

Pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat kontraksi otot tubuh, sehingga hal ini dapat mempercepat pula kelelahan seseorang. Beban kerja meliputi : iklim kerja, penerangan, kebisingan, dan lain-lain (Suma’mur, 2009).

Mekanisme Kelelahan

Keadaan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu korteks serebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistic yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi).

Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat merangsang peralatan dalam tubuh kearah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan sebagainya.

Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja diantara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat seseorang dalam keadaan lelah. Sebaliknya manakala sistem aktivitas lebih kuat seseorang dalam


(42)

keadaaan segar untuk bekerja. Konsep ini dapat dipakai menjelaskan peristiwa-peristiwa sebelumnya yang tidak jelas. Misalnya peristiwa seseorang dalam keadaan lelah, tiba-tiba kelelahan hilang oleh karena terjadi peristiwa yang tidak diduga sebelumnya atau terjadi tegangan emosi. Dalam keadaan ini, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat mengatasi sistem penghambat. Demikian pula peristiwa dalam monotoni, kelelahan terjadi oleh karena hambatan dari sistem penghambat, walaupun beban kerja tidak begitu berat.

Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatan-perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi, kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan, tidak dapat tidur dan lain-lain.

Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau


(43)

kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat (Suma’mur, 1996).

d.Gejala Kelelahan Kerja

Gejala kelelahan kerja ada dua macam yaitu gejala subyektif dan gejala obyektif. Gejala kelelahan kerja yang penting antara lain adalah adanya perasaan kelelahan, somnolensi, tidak bergairah bekerja, sulit berpikir, penurunan kesiagaan, penurunan persepsi dan kecepatan bereaksi bekerja (Grandjean dalam Setyawati, 2010).

Somnolensi adalah kelenaan atau rasa kantuk (Ramali dan Pamoentjak, 1987).

Gejala-gejala kelelahan kerja adalah sebagai berikut :

1) Gejala-gejala yang mungkin berakibat pada pekerjaan seperti penurunan kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan persepsi, cara berpikir atau perbuatan antisosial, tidak cocok dengan lingkungan, depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif.

2) Gejala umum yang sering menyertai gejala-gejala di atas adalah sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan serta gangguan pencernaan. Di samping gejala-gejala di atas pada kelelahan kerja terdapat pula gejala-gejala yang tidak spesifik berupa kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahaan, dan kesukaran tidur (Gilmer dan Cameron dalam Setyawati, 2010).


(44)

Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja melebihi 30 – 40 % dari tenagan aerobik maksimal (Astrand dan Rodahl dan Pulat dalam Tarwaka dkk, 2004).

e.Dampak Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak disamping semangat kerja yang menurun. Perasaan kelelahan kerja cenderung meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja, sehingga dapat merugikan diri pekerja sendiri maupun perusahaannya karena adanya penurunan produktivitas kerja (Gilmer dan Suma’mur dalam Setyawati, 2010).

Resiko kelelahan ada beberapa macam, diantaranya : 1) Motivasi kerja turun

2) Performansi rendah 3) Kualitas kerja rendah 4) Banyak terjadi kesalahan 5) Stress akibat kerja 6) Penyakit akibat kerja 7) Cidera


(45)

f. Pengukuran Kelelahan

Metode pengukuran kelelahan ada beberapa kelompok, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.

2) Uji psiko-motor (Psychomotor test)

a) Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interprestasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk lambatnya proses faal syaraf dan otot.


(46)

b) Sanders dan McCormick dalam Tarwaka dkk (2004) mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 – 250 milidetik. Watu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan, umur subyek, dan perbedaan-perbedaan individu lainnya.

c) Setyawati dalam Tarwaka dkk (2004) melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyta stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. d) Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembangkan di Indonesia

biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.

Hasil pengukuran waktu reaksi dibandingkan dengan standar pengukuran kelelahan menurut Setyawati (1994) yaitu :

(1) Normal (N) : waktu reaksi 150,0 – 250,0 milidetik

(2) Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : waktu reaksi >240,0 - <410,0 milidetik

(3) Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : waktu reaksi 410,0 - <580,0 milidetik


(47)

(4) Kelelahan Kerja Berat (KKB) : waktu reaksi 580,0 milidetik atau lebih.

3) Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4) Perasaan kelelahan secara subyektif (Subjective feeling of fatigue) Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subyektif.

Sinclair dalam Tarwaka, dkk (2004) menjelaskan bebrapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran subyektif. Metode antara lain : ranking methods, rating methods, quesionaire methods, interview dan checklist.

5) Uji mental

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pnedekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Buordon wiersma test, merupakan salah satu alat yang dapt digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konstansi. Hasil test akan menunjukkan bahwa semakin lelah


(48)

seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Buordon wiersma test lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental (Grandjean dalam Tarwaka dkk, 2004).

g. Pencegahan dan pengendalian Kelelahan Kerja

Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat kompleks dan saling mengkait antara faktor yang satu dengan yang lain. Yang terpenting adalah bagaimana menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis. Agar dapat menangani kelelahan dengan tepat, maka kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan. Beberapa hal yang patut mendapat perhatian dan diselenggarakan sebaik-baiknya agar kelelahan kerja dapat dikendalikan adalah:

1) Lingkungan kerja yang bebas dari zat-zat berbahaya, pencahayaan yang memadai, sesuai dengan pekerjaan yang dihadapi pekerja, pengaturan udara ditempat kerja yang adekuat disamping bebas dari kebisingan dan getaran.

2) Waktu kerja yang berjam-jam harus diselingi oleh istirahat yang cukup untuk makan dan keperluan khusus lain.


(49)

3) Kesehatan umum pekerja harus baik dan selalu dimonitor, khususnya untuk daerah tropis dimana banyak pekerja yang cenderung mengalami kekurangan gizi dan memderita penyakit yang serius. 4) Disarankan pula agar kegiatan yang menegangkan dan beban kerja

yang berat tidak terlalu lama.

5) Jarak tempat tinggal dan tempat kerja diusahakan seminimal mungkin dan bila perlu dicarikan alternative penyelesainnya, yaitu berupa pengadaan transportasi bagi pekerja dari dan ketempat kerja. Diseyogyakan dalam rangka mencegah kelelahan kerja yang berlebihan maka perlu disarankan agar jarak antara tempat tinggal dan tempat kerja, masa kerja/melaksanakan tugas serta kembali ke tempat tinggal dari tempat kerja menghabiskan waktu kurang dari 13 jam/hari kerja, sehingga terdapat cukup waktu untuk bersosialisasi dan melaksanakan kehidupan pribadi.

6) Pembinaan mental para pekerja diperusahaan secara teratur maupun berkala dan khusus perlu dilaksanakan dalam rangka stabilitas pekerja, dan harus ditangani secara baik di lokasi kerja. Fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat direncanakan secara baik dan berkesinambungan. Cuti dan liburan diberikan kepada pekerja dan dilaksanakn sebaik-baiknya.

7) Perhatian khusus bagi kelompok pekerja tertentu perlu diberikan, yaitu kepada pekerja muda usia, wanita hamil dan menyusui, pekerja


(50)

usia lanjut, pekerja yang menjalani shift kerja malam, pekerja yang baru pindah dari bagian lain.

8) Pekerja-pekerja bebas dari alcohol maupun obat-obatan yang membahayakan dan menimbulkan ketergantungan.

h. Hubungan Antara Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja

Penyebab utama kelelahan kerja adalah faktor pekerjaan. Pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat kontraksi otot tubuh. Oleh karena itu aliran darah akan menurun, maka asam laktat akan terakumulasi dan mengakibatkan kelelahan (Suma’mur, 2009).

Pada saat otot berkontraksi, glikogen diubah menjadi asam laktat dan asam ini merupakan produk yang dapat menghambat kontinuitas kerja otot sehingga terjadi kelelahan (Setyawati, 2010).

Akibat suhu lingkungan yang tinggi, suhu tubuh akan naik. Hal itu akan menyebabkan hipotalamus merangsang kelenjar keringat sehingga tubuh akan mengeluarkan keringat. Dalam keringat terkandung bermacam-macam garam natrium klorida, keluarnya garam natrium klorida bersama keringat akan mengurangi kadarnya dalam tubuh, sehingga mengahambat transportasi glukosa sebagai sumber energi. Hal itu akan menyebabkan penurunan kontraksi otot (Guyton, 2008).


(51)

B.Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Suhu tubuh naik

Hipotalamus merangsang kelenjar keringat

Pengeluaran keringat

Kehilangan cairan tubuh dan garam

Asam laktat akan terakumulasi

Faktor internal : - Usia

- Jenis kelamin - Masa kerja - Beban kerja - Kondisi kesehatan

Faktor eksternal :

- Masalah psikososial

- Ventilasi udara - Kebisingan Penurunan kontraksi otot

Tekanan Panas

Kelelahan Kerja Kerja otot akan


(52)

C. Hipotesis

Ada hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta.


(53)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observational analitik dengsn menggunakan pendekatan cross sectional merupakan suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor resiko (independen) dengan faktor efek (dependen), dimana melakukan observasi atau pengukuran variable sekali dan sekaligus pada waktu yang sama (Riyanto, 2011).

B.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di CV Rakabu Furniture terletak di Jl. Ahmad Yani No. 331 Tirtoyoso RT. 04 RW. 13 Surakarta pada bulan Juni 2011.

C.Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja di bagian produksi CV Rakabu Furniture Surakarta yaitu berjumlah 38 orang.

D.Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah


(54)

dibuat oleh peneliti, berdasarkan oleh ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Riyanto, 2011).

Kriteria untuk menjadi sampel adalah sebagai berikut : 1. Umur 30 – 50 tahun

2. Masa kerja lebih dari 5 tahun 3. Jenis kelamin laki-laki 4. Beban kerja ringan 5. Status gizi normal

Berdasarkan teknik sampling yang digunakan tersebut diperoleh sampel penelitian sejumlah 30 tenaga kerja.


(55)

E. Desain Penelitian

Gambar 2. Desain Penelitian Sampel (n)

Purposive sampling Populasi (N)

Tekanan Panas Kelelahan

Kerja

Uji Korelasi Pearson Product Moment


(56)

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tekanan panas 2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kelelahan kerja. 3. Variabel Pengganggu

Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada 2 yaitu :

a. Variabel pengganggu terkendali : usia, jenis kelamin, masa kerja, beban kerja, dan kondisi kesehatan.

b. Variabel pengganggu tak terkendali : masalah psikososial, ventilasi udara, kebisingan, dan pencahayaan.


(57)

G.Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Tekanan Panas

Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerak udara, suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh diukur dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor. Alat Ukur : Area Heat Stress Monitor

Satuan : ºC

Hasil pengukuran : Angka-angka dalam ºC Skala Pengukuran : Interval

2. Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efesiensi dan ketahanan dalam bekerja dimana terjadi pada manusia oleh karena kerja yang dilakukan.

Alat Ukur : Reaction Timer Satuan : mili detik Hasil Pengukuran :

1) Kelelahan Ringan : Waktu reaksi 240,0 < x < 410,0 mili detik. 2) Kelelahan Sedang : Waktu reaksi 410,0 ≤ x < 580,0 mili detik. 3) Kelelahan Berat : Waktu reaksi ≥ 580,0 mili detik.


(58)

H. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Area Heat Stress Monitor

Yaitu suatu alat yang digunakan untuk mengukur tekanan panas. Merk Alat : Questempo10

Satuan : oCelcius

Teknik pengukurannya adalah :

a. Menekan tombol oC atau oF untuk menentukan satuan suhu yang digunakan.

b. Menekan tombol globe untuk menentukan suhu bola.

c. Menekan tombol dry bulb untuk mendapatkan suhu bola kering. d. Menekan tombol wet bulb untuk mendapatkan suhu bola basah.

e. Menekan tombol Wet Bulb Globe Thermometer (WBGT) untuk mendapatkan Indeks Suhu Bola Basah (ISBB).

f. Mencatat hasil yang dibaca pada display. g. Menekan tombol power untuk mematikan.

h. Mendiamkan 10 menit setiap selesai menekan salah satu tombol untuk waktu adaptasi.


(59)

Gambar 3. Area Heat Stress Monitor 2. Reaction Timer

Yaitu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan kerja pada tenaga kerja.

Merk Alat : Lakasidaya Satuan : mili detik

Teknik pengukurannya adalah : Cara Pengukuran :

1) Alat dihubungkan dengan sumber tenaga (listrik/ baterai), lalu alat di “ON” kan

2) Pastikan angka pada display menunjukkan 000,0 jika belum tekan tombol reset.


(60)

4) Operator siap menekan saklar sensor rangsang cahaya demikian juga probandus siap melihat lampu pada alat.

5) Operator menekan saklar sensor cahaya, probandus secepatnya

menekan saklar OFF, untuk sensor cahaya apabila melihat cahaya lampu 6) Untuk menilai dengan suara maka tekan tombol untuk sensor suara 7) Cara pemeriksaan untuk sensor suara adalah sama dengan cara sensor

cahaya, hanya saja probandus siap untuk mendengar suara pada alat. 8) Pemeriksaan dilakukan sebanyak 20 kali, dengan catatan pemeriksaan

nomor 1-5 dan nomor 16-20 dihilangkan karena 1-5 adalah dalam taraf penyesuaian alat dan nomor 16-20 dianggap tingkat kejenuhan mulai muncul.

Gambar 4. Reaction timer seri L.77 merk Lakassidaya 3. Stopwatch

Stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengukur waktu pada saat melakukan pengukuran denyut nadi tenaga kerja.


(61)

4. Alat Tulis

Alat tulis digunakan untuk mencatat hasil pengukuran.

I. Cara Kerja Penelitian

1. Persiapan

Persiapan dalam penelitian ini antara lain ijin penelitian, survei awal, penyusunan proposal, dan ujian proposal. Survei awal dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja dan kondisi tenaga kerja pada saat bekerja, yaitu dengan melakukan beberapa wawancara pada tenaga kerja dan melakukan pengukuran tekanan panas di lingkungan kerja dengan menggunakan alat ukur Area Heat Stress Monitor.

2. Pelaksanaan

Ada beberapa tahapan dalam pelaksaan penelitian ini antara lain :

a. Pengukuran tekanan panas di tempat kerja pada pukul 11.00 – 12.00 WIB.

1) Mempersiapkan alat ukur Area Heat Stress Monitor. 2) Menentukan titik pengukuran tekanan panas.

3) Memasang alat ukur Area Heat Stress Monitor pada titik pengukuran. 4) Mengisi air pada Wet Sensor Bar kemudian menekan tombol ON dan

membiarkannya ± 10 menit untuk kalibrasi. 5) Mencatat hasil pengukuran tekanan panas.


(62)

1) Mempersiapkan tempat untuk tenga kerja yang akan diukur, 2) Mempersiapkan alat ukur Reaction Timer.

3) Mempersiapkan tenaga yang diukur. 4) Menghidupkan alat ukur Reaction Timer. 5) Mengisi formulir data tenaga kerja.

6) Tenaga kerja mengoperasikan alat ukur Reaction Timer dengan menekan tombol pada alat.

7) Peneliti mencatat hasil pengukuran kelelahan kerja.

c. Pengukuran denyut nadi tenaga kerja pada pukul 11.00 – 12.00 WIB. 1) Mempersiapkan stopwatch untuk menghitung waktu pengukuran

denyut nadi tenaga kerja.

2) Melakukan pengukuran denyut nadi tenaga kerja selama satu menit. 3) Mencatat hasil pengukuran denyut nadi.

3. Penyelesaian

Penyelesaian dari penelitian ini antara lain pengolahan data, analisis data, penyusunan skripsi, dan ujian skripsi.

J. Teknik Analisa Data

Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0.

Interpretasi p value (signifikansi), sebagai berikut :


(63)

(64)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.Gambaran Umum Perusahaan

Rakabu Furniture Surakarta merupakan industri sedang yang bergerak di bidang mebel. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 21 Februari 1988 dan didirikan oleh Ir. Joko Widodo. Rakabu Furniture terletak di Jl. Ahmad Yani No. 331 Tirtoyoso RT. 04 RW. 13 Surakarta.

Pada awal berdirinya, perusahaan ini berbentuk perusahaan perseorangan yang bergerak di industri penggergajian kayu. Untuk mengembangkan perusahaan, maka kegiatan perusahaan diarahkan menjadi lebih luas. Hal ini diwujudkan dengan perubahan bidang usaha penggergajian kayu menjadi perusahaan industri mebel. Dalam proses produksinya Rakabu Furniture Surakarta sudah menggunakan alat yang modern untuk memudahkan pekerjaan. Beberapa alat produksi yang dimiliki Rakabu Furniture antara lain 2 unit mesin pemotong, 3 unit mesin pembelah kayu, 3 unit bor bulat, 2 unit bor kotak, dan lain-lain.

Daerah pemasaran awal bagi produk yang dihasilkan oleh perusahaan hanya mencakup Surakarta dan sekitarnya, kemudian perusahaan memperluas lagi ke berbagai kota di Indonesia. Pada tahun 1990 perusahaan sudah bisa menembus pasar Internasional, hingga saat ini daerah pemasaran di luar negeri


(65)

telah menembus berbagai negara antara lain Singapura, Taiwán, Hongkong, Australia.

Setiap harinya industri ini beroperasi selama 8 jam yaitu dari jam 08.00-16.00 dengan istirahat 1 jam, yaitu dari jam 12.00-13.00. Dalam satu minggu industri ini libur satu hari, yaitu pada hari minggu sedangkan pada tanggal merah juga ikut libur. Jumlah tenaga kerja industri ini sebanyak 87 orang.

Tahapan proses produksi pada Rakabu Furniture Surakarta dimulai dengan persetujuan perusahaan dengan buyer mengenai desain produk yang sudah dipesan. Tahapan pertama yaitu pemotongan kayu dan perakitannya menjadi mebel setengah jadi. Proses ini termasuk dalam proses bagian produksi. Setelah mebel setengah jadi siap selanjutnya masuk ke tahapan finishing. Adapun tahapan finishing tersebut antara lain : menghaluskan mebel, melakukan proses pewarnaan, memberi variasi untuk melengkapi desain dan meneliti hasil akhir produk yang sudah jadi. Setelah tahapan tersebut selesai maka mebel jadi telah siap untuk diekspor ke buyer.

B.Karakteristik Subjek Penelitian

1. Umur

Dari hasil pengambilan data tenaga kerja di bagian produksi CV. Rakabu Furniture Surakarta, umur sampel yang diambil adalah umur antara 30 - 50 tahun. Daftar umur sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(66)

Tabel 3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur

Umur (tahun) Frekuensi Presentase (%)

30 – 35 36 – 40 41 – 45 46 – 50

16 7 5 2 53,33 23,33 16,67 6,67

rata-rata : 31,44 ∑ 30 ∑ 100 Sumber : Data primer, Juni 2011

Berdasarkan tabel 3 frekuensi umur responden paling banyak pada umur 30 - 35 tahun dengan frekuensi 16 responden (53,33%), sedangkan frekuensi umur tenaga kerja paling sedikit pada umur 46 - 50 tahun dengan frekuensi 2 responden (6,67 %).

2. Masa Kerja

Berdasarkan hasil pengambilan data masa kerja tenaga kerja di bagian produksi CV. Rakabu Furniture Surakarta yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah yang masa kerjanya lebih dari 5 tahun, adapun sebaran masa kerja responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4 Daftar responden berdasarkan masa kerja

Masa Kerja (Tahun) Frekuensi Presentase (%)

5 – 10 11 – 15 16 – 20

6 17 7 20 56,67 23,33

∑ rata-rata : 10,65 ∑ 30 ∑ 100

Sumber : Data primer, Juni 2011

Berdasarkan tabel 4 masa kerja responden antara 5 – 10 tahun adalah 6 dengan presentase 20%, masa kerja 11 – 15 tahun adalah 17 dengan presentase 56,67% dan masa kerja 16 – 20 adalah 7 dengan presentase 23,33%. Rata-rata masa kerja responden adalah 10,65.


(67)

3. Jenis Kelamin

Jenis kelamin tenaga kerja bagian produksi di CV. Rakabau Furniture Surakarta yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah laki-laki berjumlah 30 responden.

4. Beban kerja

Beban Kerja merupakan salah satu elemen penting yang harus diukur, karena untuk menentukan NAB tekanan panas, terlebih dahulu harus mengetahui kategori beban kerja (ringan, sedang, berat). Untuk menghitung beban kerja dapat dilakukan dengan mengukur denyut nadi tenaga kerja pada saat bekerja.

Berikut ini hasil pengukuran denyut nadi tenaga kerja bagian produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta :

Tabel 5 Data Responden Berdasarkan Denyut Nadi Tenaga kerja

Denyut Nadi Frekuensi Prosentase (%)

75-100 100-125 125-150 150-175 ≥ 175 35 0 0 0 0 100 0 0 0 0

Jumlah 35 100

Sumber : Data primer, Juni 2011

Berdasarkan hasil pengukuran denyut nadi tenaga kerja yang bekerja di bagian produksi pada saat penelitian beban kerjanya ringan dengan nilai 75 - 100.


(68)

5. Status gizi

Berdasarkan hasil pengambilan data status gizi pada tenaga kerja di CV. Rakabau Furniture Surakarta dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 6 Data Subjek status gizi Responden

Lokasi Kerja Jumlah

Responden

Rata-rata IMT Kategori

IMT

Produksi 30 20,649 Normal

Sumber : Data primer, Juni 2011

Dari hasil pengambilan data status gizi pada tenaga kerja yang bekerja di bagian produksi semuanya rata-rata memiliki status gizi normal.

C.Hasil Pengukuran Tekanan Panas Tempat Kerja

Pengukuran tekanan panas di bagian produksi CV Rakabu Furniture Surakarta dilakukan pada 6 (enam) titik pengukuran dan dilakukan setiap 15 menit sekali. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(69)

Tabel 7 Hasil Pengukuran Tekanan Panas di Bagian Produksi.

No Waktu

Pengukuran WBGT in (ºC) WBGT out (ºC) Globe (ºC) Dry Bulb(ºC) Wet Bulb(ºC) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 08.00 08.15 08.30 08.45 09.00 09.15 09.30 09.45 10.00 10.15 10.30 10.45 11.00 11.15 11.30 11.45 12.00 12.15 12.30 12.45 13.00 13.15 13.30 13.45 14.00 14.15 14.30 14.45 15.00 15.15 28,4 28,9 29,5 29,7 30,3 30,8 30,9 31,4 31,8 33,7 32,2 31,9 31,7 31,5 31,1 31,4 31,2 31,3 31,7 31,2 32,5 32,8 32,5 32,2 32,1 30,8 30,5 31,3 30,9 31,0 28,2 28,5 29,2 29,7 30,2 30,3 30,4 31,2 31,6 31,8 30,6 30,9 31,7 31,5 31,3 30,9 30,8 30,5 30,2 29,8 29,9 30,0 31,6 31,7 31,8 30,7 31,8 31,9 31,0 31,8 33,6 34,2 35,3 33,3 35,3 35,5 35,8 36,2 34,8 34,6 35,7 36,3 35,9 34,8 34,9 35,0 37,9 34,4 34,2 34,9 33,7 34,8 34,0 35,2 35,5 36,0 34,2 33,6 35,9 35,7 29,8 30,5 30,7 32,9 31,5 31,8 32,5 32,6 33,5 30,2 31,2 32,6 31,3 32,7 32,5 33,4 33,7 32,2 32,1 32,0 31,9 31,5 30,3 31,7 32,6 32,9 32,8 32,7 32,8 32,1 26,3 26,5 27,1 27,4 28,6 28,3 28,5 28,2 27,9 28,1 26,4 29,1 28,8 29,8 29,7 28,5 28,9 28,7 26,5 26,3 27,0 27,1 28,1 28,9 29,4 27,9 28,0 28,7 28,9 28,2

Rata-rata 31,24 30,71 35,04 32,03 28,06

Sumber : Data primer, Juni 2011

Dari hasil pengukuran di bagian produksi diketahui bahwa rata-rata WBGT in pada penelitian ini adalah 31,24oC dengan WBGT in minimal adalah 28,4oC dan WBGT in maksimal adalah 33,7oC.


(70)

D.Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja Tempat Kerja

Berdasarkan hasil pengukuran kelelahan kerja dengan menggunakan reaction timer Lakasidaya dilakukan dengan mengunakan sensor cahaya di bagian produksi CV. Rakabu Furniture Surakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 8. Data kelelahan di bagian produksi CV. Rakabau Furniture Surakarta

Hasil Pengukuran Frekuensi Presentase (%)

Ringan Sedang Berat

3 7 20

10 23,33 66,67 Sumber : Data primer, Juni 2011

Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa tenaga kerja di bagian produksi yang mengalami kelelahan kerja ringan adalah 3 orang dengan presentase 10%, tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja sedang adalah 7 orang dengan presentase 23,33%, dan yang mengalami kelelahan kerja berat adalah 20 orang dengan presentase 66,67%.

E.Uji Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja

Uji Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Bagian Produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta dilakukan dengan uji statistik korelasi Pearson Product Moment dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 9. Hasil Uji Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja

No. Variabel Significant (p) Korelasi (r) Keterangan 1. Tekanan Panas 0,000 0,907** Ada Hubungan 2. Kelelahan Kerja 0,000 0,907**


(71)

Berdasarkan tabel 9, diperoleh nilai signifikansi (p) antara tekanan panas dengan kelelahan kerja adalah 0,000 atau p ≤ 0,01. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi di CV. Rakabu Furniture Surakarta.


(72)

commit to user

BAB V PEMBAHASAN

A.Karakteristik Subjek Penelitian

1. Umur

Dari hasil penelitian, rata-rata umur responden adalah 31,44 tahun. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah tenaga kerja dengan batasan umur 30 – 50 tahun. Berdasarkan teori yang ada usia tersebut termasuk usia kerja yang produktif. Kinerja fisik tenaga kerja mencapai puncak atau mencapai usia produktif dalam usia 20 ke atas dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert dan David, 1996). Usia yang bertambah tua akan diikuti oleh kekuatan dan ketahanan otot yang menurun (Tarwaka dkk, 2004).

2. Masa Kerja

Dari hasil penelitian masa kerja responden diperoleh 10,65 tahun. Sampel yang digunakan adalah tenaga kerja dengan masa kerja dengan masa kerja > 5 tahun. Menurut Budiono, dkk (2003) masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Memberikan pengaruh yang positif apabila semakin lama seseorang bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan.


(73)

3. Jenis Kelamin

Sampel dalam penelitian ini adalah tenaga kerja yang berjenis kelamin laki-laki. Menurut Suma’mur (2009) laki-laki memiliki kemampuan fisik dan kekuatan kerja otot yang berbeda dengan wanita. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui ukuran tubuh dan kekuatan otot dari wanita relatif kurang jika dibandingkan pria. Kemudian pada saat wanita sedang haid yang tidak normal (dysmenorrhoea), maka akan dirasakan sakit sehingga akan lebih cepat lelah.

4. Beban Kerja

Dalam penelitian ini subjek penelitian yang dipakai adalah pekerja yang memiliki beban kerja atau denyut nadi dengan kriteria ringan. Dari hasil pengukuran denyut nadi didapatkan hasil denyut nadi dengan nilai 75-100.

Menurut Depkes (1991) dalam Muftia (2005), beban kerja merupakan volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja baik fisik maupun mental dan tanggung jawab. Beban kerja yang melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan kerja.

5. Gizi Kerja

Berdasarkan data yang diperoleh semua responden yang menjadi subjek penelitian memiliki status gizi normal. Menurut R.M.S. Jusuf dalam Budiono (2003), menjelaskan bahwa seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih


(74)

baik. Kondisi gizi kerja yang memadai sesuai dengan berat ringannya pekerjaan juga akan mempengaruhi tingkat kesehatan tenaga kerja.

B.Analisa Tekanan Panas di Tempat Kerja

Tekanan panas dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dikarenakan suhu lingkungan yang tinggi, sehingga suhu tubuh akan naik. Hal itu akan menyebabkan hipotalamus merangsang kelenjar keringat sehingga tubuh akan mengeluarkan keringat. Dalam keringat terkandung bermacam-macam garam natrium klorida, keluarnya garam natrium klorida bersama keringat akan mengurangi kadarnya dalam tubuh, sehingga menghambat transportasi glukosa sebagai sumber energi. Hal itu akan menyebabkan penurunan kontraksi otot sehingga tubuh mengalami kelelahan (Guyton, 2008).

Dari hasil pengukuran di bagian produksi dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor diketahui bahwa rata-rata WBGT in pada penelitian ini adalah 31,24oC dengan WBGT in minimal adalah 28,4oC dan WBGT in maksimal adalah 33,7oC. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan NAB untuk tekanan panas di tempat tersebut.

Untuk menetapkap NAB di tempat tersebut, terlebih dahulu kita harus mengetahui beban kerja pekerja di tempat tersebut. Kategori beban kerja pekerja bisa diketahui dari banyaknya denyut nadi perkerja per menit. Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa rata-rata denyut nadi pekerja sebanyak 90 kali/menit. Dengan denyut nadi tersebut maka termasuk kategori beban


(75)

kerja ringan. Selanjutnya kategori beban kerja tersebut dibandingkan dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999 dengan pengaturan waktu kerja 75% kerja 25% istirahat untuk 7 jam kerja dengan beban kerja ringan. Dapat diketahui bahwa NAB tekanan panas sebesar 28ºC, maka bisa dikatakan bahwa tempat tersebut melebihi NAB yang ditetapkan.

Hal ini dikarenakan, karena kondisi ruangan yang beratapkan asbes, kurangnya pemasangan ventilasi serta adanya keluhan tenaga kerja selama proses yaitu cepat merasa lelah, mudah merasa haus, mudah mengantuk, sehingga mempengaruhi produktivitas kerja selain itu panas di dalam ruangan juga ditambah dari mesin-mesin yang ada dalam ruangan ketika mesin-mesin dioperasikan.

C.Analisa Kelelahan Kerja

Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan Reaction Timer yang dilakukan di CV. Rakabu Furniture Surakarta di bagian produksi diketahui tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 3 orang dengan presentase 10%, tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 7 orang dengan presentase 23,33%, dan tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 20 orang dengan presentase 66,67%.

Menurut Djafri (2007), untuk mengendalikan lingkungan kerja panas dapat dilakukan beberapa hal yaitu dengan mengurangi faktor beban kerja,


(1)

commit to user

mengurangi beban panas radian, adanya ventilasi buatan, pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dan mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai ISBB.

D.Analisa Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja

Hasil uji statistik korelasi pearson product moment dengan menggunakan

program SPSS 16.00 menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat

signifikan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi (p) = 0,000 atau p ≤ 0,01.

Sifat korelasi dapat dilihat dari nilai koefisien relasi (r) hitung yang positif, artinya semakin tinggi tekanan panas maka tingkat kelelahan tenaga kerja semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah tekanan panas maka tingkat kelelahan akan semakin rendah.

Hasil yang signifikan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya seperti :

1. Siska Sucianawati (2005) yang mengatakan bahwa ada pengaruh tekanan panas terhadap kelelahan kerja, metode yang dipakai Independent Sample

T-Test.

2. Sinta Dwi Cahyani (1996) yang mengatakan bahwa tekanan panas yang tinggi (Ruang Finishing) lebih melelahkan dari pada tekanan panas yang lebih rendah (Ruang Assembling), metode yang digunakan yaitu dengan uji


(2)

commit to user

3. Rochmad Nuryadin (2001) yang mengatakan bahwa tekanan panas yang tinggi (bagian Pelintingan) lebih melelahkan dari pada tekanan panas yang lebih rendah (bagian Penganyakan), metode yang digunakan yaitu dengan


(3)

commit to user BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Hasil Uji statistik korelasi pearson product moment menunjukkan nilai p = 0,000 (p ≤ 0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi di CV. Rakabu Furniture Surakarta.

2. Hasil pengukuran tekanan panas di bagian produksi CV Rakabu Furniture

Surakarta melebihi NAB (>28,0ºC), di dapatkan tekanan panas rata-rata adalah 31,24ºC dengan WBGT in minimal 28,4ºC dan WBGT in maksimal 33,7ºC.

3. Hasil pengukuran kelelahan kerja di CV Rakabu Furniture Surakarta didapatkan tenaga kerja di bagian produksi yang mengalami kelelahan kerja ringan adalah 3 orang dengan presentase 10%, tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja sedang adalah 7 orang dengan presentase 23,33%, dan tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja berat adalah 20 orang dengan presentase 66,67%.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut :


(4)

commit to user

1. Sebaiknya pemilik memberikan pengendalian terhadap tekanan panas yang

berlebih dengan penambahan ventilasi, pemasangan exhaust fan.

2. Untuk pengendalian kelelahan kerja sebaiknya mengatur kembali jam kerja dan istirahat yang cukup.

3. Untuk menghindari adanya dehidrasi sebaiknya disediakan fasilitas air minum untuk tenaga kerja.


(5)

commit to user DAFTAR PUSTAKA

Budiono S. 2003. Mengenal Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang : BP Undip, p:7.

Depkes RI. 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta : Depkes RI Pusat Kesehatan Kerja.

Depkes. 2007. Ergonomi. http://www.depkes.co.id/download/Ergonomi. PDF. Diakses 10 Mei 2011

Depnaker. 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999

tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta :

Depnaker.

Guyton. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Harrianto R. 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, p:161.

Heru Subaris, Haryono. 2008. Hygiene Lingkungan Kerja. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press, pp:43-44,47.

Joyce James, Colin Baker & Helen Swain. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk

Keperawatan. Jakarta. Erlangga, p:141.

Nurmianto E. 2008. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Wijaya.

Santoso G. 2004. Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi Pustaka, pp:52-54

Setyawati L. 2003. Buku Pedoman Pengukuran Waktu Reaksi dengan Alat

Pemeriksa Waktu Reaksi/Reaction Timer L77 Lakassidaya. Yogyakarta :

Amara Books.

Ramandhani A. S. 2003. Kelelahan (Fatigue) Pada Tenaga Kerja. Semarang : BP Undip, p:86.

Riyanto A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika,p:28.


(6)

commit to user

Riwidikdo H. 2008. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press, pp:12-29.

Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta, p:68.

Suma’mur P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja(Hiperkes). Jakarta: PT. Sagung Seto, pp:151-152, 153-154, 155-156, 158-159, 561,

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan

Produktivitas. Surakarta: Uniba Press.l, pp:33-97.

Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan

Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press, pp: 107 – 112, 345-


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN TENUN DI PT. ALKATEX TEGAL

2 20 72

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI TULANGAN BETON Hubungan Antara Beban Kerja Fisik Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Tulangan Beton di PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Majalen

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI TULANGAN BETON Hubungan Antara Beban Kerja Fisik Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Tulangan Beton di PT Wijaya Karya Beton Tbk PPB Majalen

0 2 17

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN WEAVING DI PT. ISKANDAR Hubungan Status Gizi Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Weaving di PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta.

0 3 16

HUBUNGAN STRESS KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN WEAVING DI PT. ISKANDAR Hubungan Stress Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Weaving Di Pt. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta.

0 7 16

Hubungan Tekanan Panas dan Beban Kerja Fisik dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Wanita bagian Sewing CV. X Garment Sukoharjo.

0 0 10

Hubungan Tekanan Panas dan Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Weaving PT. Iskandar Indah Printing Textile.

0 0 11

Hubungan Tekanan Panas Dengan Kelelahan Kerja dan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Small Packagings 2di PT XKlaten.

0 0 13

Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Bagian Produksi CV. Cahya Jaya Sukoharjo COVER

0 0 10

Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Bagian Produksi CV. Cahya Jaya Sukoharjo NASKAH PUBLIKASI

0 0 12