Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perkembangan Kelembagaan Leasing di Indonesia T2 322014010 BAB II

(1)

17

Bab ini akan dikaitkan dengan Teori Perubahan Kelembagaan. Perubahan kelembagaan bisa pula muncul dari perubahan tuntutan pemilih (demand of constituents) atau perubahan kekuasaan pemosok kelembagaan (suppliers of insitutions), yaitu aktor pemerintah. Tuntutan pemilih tersebut dapat mengubah kelembagaan dengan berbagai alasan.1 Dengan begitu, kelembagaan pasti akan berubah sesuai dengan tantangan atau kondisi zaman. Pada titik ini, perubahan kelembagaan memiliki perubahan konfigurasi antara pelaku ekonomi akan memicu terjadinya perubahan kelembagaan (institutional

change).2

Salah satu hubungan hukum yang selalu tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yaitu dalam bidang perekonomian. Sri Redjeki Hartono3 mengemukakan bahwa kegiatan ekonomi dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi, baik orang perorangan yang menjalankan

1 Ahmad Erani Yustika, Op. Cit., h. 162. 2 Ibid., h. 160.

3 Pada hakikatnya kegiatan ekonomi adalah kegiatan menjalankan perusahaan, yaitu suatu kegiatan yang mengandung pengertian bahwa kegiatan yang dimaksud harus dilakukan dengan beberapa cara yaitu: a) secara terus-menerus dan tidak terputus atau suatu kegiatan yang berkelanjutan; b) secara terang-terangan sah (bukan illegal) sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku; c) kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan orang lain. Lihat Sri Redjeki Hatono, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayumedia, Malang, 2007, h. 40.


(2)

perusahaan maupun badan-badan usaha yang mempunyai kedudukan sebagai badan hukum atau bukan badan hukum. Berbagai hubungan hukum dalam bidang perekonomian pada umumnya didasarkan pada perjanjian. Dengan berkembangnya masyarakat, hukum perjanjian pun senantiasa berkembang, terlebih lagi dengan makin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta munculnya era globalisasi, yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian, khususnya di bidang bisnis. Salah satu perjanjian yang banyak diperhatikan oleh masyarakat adalah perjanjian dalam bidang pembiayaan untuk penyediaan barang modal.4

Sesuai dengan itu maka dalam pembahasan Bab II ini penulis akan mengemukakan argument tersebut dimulai dengan menjelaskan lebih dahulu sejarah jelas mengenai tentang beberapa konsep sewa guna usaha atau yang di kenal dengan istilah leasing yang di kemukakan oleh beberapa pendapat yang penulis akan uraikan. Hal ini akan di uraikan tentang sistem pengaturan leasing seperti apa, sejarah

leasing dan mekanisme dan syarat-syarat apa saja dalam sewa guna

usaha (leasing). Untuk melihat bahwa salah satu alternative pembiayaan untuk memperkuat struktur finansial atau memperluas usaha barang modal dengan menggunakan jasa lembaga pembiayaan. Dalam hal ini kegiatan sewa guna usaha atau leasing yang merupakan salah satu solusi yang akan membantu dalam kebutuhan modal kerja khususnya pengadaan barang-barang modal yang akan datang. Penulis akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian dan pengaturan,

4http://eprints.undip.ac.id/40826/1/BUKU_RINGKASAN_DISERTASI._FIX. pdf, di kunjungi pada tanggal 16 Juni 2016, pukul 09.49.


(3)

keunggulan dan kelemahan, serta unsur-unsur sewa guna usaha, serta syarat-syarat dan mekanisme dalam sewa guna usaha (leasing).

A.

Konsep Kelembagaan

Kelembagaan, institusi, pada umumnya lebih di arahkan kepada organisasi, wadah atau pranata. Organisasi berfungsi sebagai wadah atau tempat, sedangkan pengertian lembaga mencakup juga aturan main, etika, kode etik, sikap dan tingkah laku seseorang atau suatu organisasi atau suatu sistem. Kelembagaan berasal dari kata lembaga, yang berarti aturan dalam organisasi atau kelompok masyarakat untuk membantu anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu lembaga juga dapat diartikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok social yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor social, politik dan ekonomi.5

Kelembagaan adalah sebagai aturan main (rule of the game) dalam masyarakat. Aturan main tersebut mencakup regulasi yang memaparkan masyarakat untuk melakukan interaksi. Kelembagaan dapat mengurangi ketidakpastian yang inheren dalam interaksi manusia melalui penciptaan pola prilaku. Termaksud dalam kelembagaan adalah efektivitas penegakan hak kepemilikan (property right), kontrak dan jaminan formal, trademarks, limited liability, regulasi kebangkrutan, organisasi koperasi besar dengan struktur tata kelola yang membatasi persoalan-persoalan agency.6

5 http://mardianpratama10.blogspot.co.id/, di kunjungi pada tanggal 19 juli pukul 10. 29.


(4)

Sebagai abstraksi, Challen mengungkapkan beberapa karakteristik umum dari kelembagaan, yaitu:7

a. Kelembagaan secara social diorganisasi dan di dukung (Scott, 1989), yang biasanya kelembagaan membedakan setiap rintangan-rintangan atas perilaku manusia, misalnya halangan biologis (biological constraints) dan rintangan fisik (physical

constraints).

b. Kelembagaan adalah aturan-aturan formal dan konvensi informal, serta tata perilaku (codes of behavior) (North, 1990). c. Kelembagaan secara perlahan-lahan berubah atas

kegiatan-kegiatan yang telah dipandu maupun dihalangi.

d. Kelembagaan juga mengatur larangan-larangan (prohibitions) dan persyaratan-persyaratan (conditional permissions) (North, 1990)

Ada berbagai konsep kelembagaan yang disampaikan oleh ahli dari berbagai bidang lembaga adalah:8

a. Aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang memfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerjasama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan (Ruttan dan Hayami, 1984) aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk

7Ibid., h. 27.

8 https://www.scribd.com/doc/104855537/Pengertian-Kelembagaan, di kunjungi pada tanggal 19 juli pukul 10.16.


(5)

mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain.

b. Penataan institusi (institutional arrangements) dapat ditentukan oleh beberapa unsur: aturan operasional untuk pengaturan pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk menentukan, menegakkan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi (Ostrom, 1985; 1986).

c. Suatu himpunan atau tatanan norma-norma dan tingkah laku yang bisa berlaku dalam suatu periode tertentu untuk melayani tujuan kolektif yang akan menjadi nilai bersama. Institusi di tekankan pada norma-norma prilaku, nilai budaya dan adat istiadat (Uphoff, 1986).

d. Sekumpulan batasan atau faktor pengendali yang mengatur hubungan perilaku antara anggota atau antar kelompok. Dengan definisi ini kebanyakan organisasi umumnya adalah institusi karena organisasi umumnya mempunyai aturan yang mengatur hubungan antar anggota maupun dengan orang lain di luar organisasi itu (Nabli dan Nugent, 1989).

e. Aturan main di dalam suatu kelompok sosial dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Institusi dapat berupa aturan formal atau dalam bentuk kode etik informal yang disepakati bersama. North membedakan antara institusi dari organisasi dan mengatakan bahwa institusi adalah aturan main sedangkan organisasi adalah pemainnya (North, 1990).


(6)

f. Mencakup penataan institusi (institutional arrangement) untuk memadukan organisasi dan institusi. Penataan institusi adalah suatu penataan hubungan antara unit-unit ekonomi yang mengatur cara unit-unit ini apakah dapat bekerjasama dan atau berkompetisi. Dalam pendekatan ini organisasi adalah suatu pertanyaan mengenai aktor atau pelaku ekonomi di mana ada kontrak atau transaksi yang dilakukan dan tujuan utama kontrak adalah mengurangi biaya transaksi (Williamson, 1985).

g. Umumnya definisi lembaga mencakup konsep pola perilaku sosial yang sudah mengakar dan berlangsung terus menerus atau berulang. Dalam hal ini sangat penting diperhatikan bahwa perilaku sosial tidak membatasi lembaga pada peraturan yang mengatur perilaku tersebut atau mewajibkan orang atau organisasi untuk harus berpikir positif ke arah norma-norma. b. Kelembagaan, institusi, pada umumnya lebih di arahkan

kepada organisasi, wadah atau pranata. Organisasi berfungsi sebagai wadah atau tempat, sedangkan pengertian lembaga mencakup juga aturan main, etika, kode etik, sikap dan tingkah laku seseorang atau suatu organisasi atau suatu sistem. Kelembagaan berasal dari kata lembaga, yang berarti aturan dalam organisasi atau kelompok masyarakat untuk membantu anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu lembaga juga dapat diartikan sebagai aturan dalam sebuah


(7)

kelompok social yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor social, politik dan ekonomi.9

c. Kelembagaan adalah sebagai aturan main (rule of the game) dalam masyarakat. Aturan main tersebut mencakup regulasi yang memaparkan masyarakat untuk melakukan interaksi. Kelembagaan dapat mengurangi ketidakpastian yang inheren dalam interaksi manusia melalui penciptaan pola prilaku. Termaksud dalam kelembagaan adalah efektivitas penegakan hak kepemilikan (property right), kontrak dan jaminan formal, trademarks, limited liability, regulasi kebangkrutan, organisasi koperasi besar dengan struktur tata kelola yang membatasi persoalan-persoalan agency.10

Kelembagaan, adalah Organisasi berfungsi sebagai wadah atau tempat, sedangkan pengertian lembaga mencakup juga aturan main,

(rule of the game) dalam masyarakat. Aturan main tersebut mencakup

regulasi yang memaparkan masyarakat untuk melakukan interaksi. Dalam konteks yang lebih spesifik yaitu setiap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang leasing. Pengertian leasing sebagai lembaga hukum sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa-menyewa antara lessor dengan lessee.

9 http://mardianpratama10.blogspot.co.id/, di kunjungi pada tanggal 19 juli pukul 10. 29.


(8)

B.

Konsep Sewa Guna Usaha (Leasing)

Konsep leasing yang di pergunakan di sini adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan atau menyewakan barang-barang modal untuk digunakan oleh perusahaan lain dalam jangka waktu tertentu dengan kriteria sebagai pembiayaan perusahaan pembayaran sewa dilakukan secara berkala, penyediaan barang-barang modal, disertai dengan hak pilih atau hak opsi dan adanya nilai sisa yang disepakati.11

Berbicara mengenai leasing, maka tentu akan diperhadapkan pula tentang apa itu leasing. Pengertian mengenai leasing sangat pula berbeda-beda, hal ini didasari dari berbagai perbedaan pengertian tentang leasing oleh banyak ahli. Walaupun secara sederhana apabila melihat dalam konteks yang terjadi di Indonesia sekarang bahwa

leasing merupakan suatu lembaga pembiayaan.

Menurut Subektiyang mengartikan leasing adalah “Perjanjian

sewa-menyewa yang telah berkembang di kalangan pengusaha, di mana lessor (pihak yang menyewakan, yang sering merupakan perusahaan leasing) menyewakan suatu perangkat alat perusahaan (mesin-mesin) termasuk servis, pemeliharaan dan lain-lain kepada lessee (penyewa) untuk jangka waktu

tertentu.”12

Berdasarkan pengertian leasing di atas, Subekti

menginstruksikan leasing tersebut sebagai berikut:13

1. Leasing sama dengan sewa-menyewa;

11 Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta Salemba Empat, 2006, h.190.

12 Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Bandung, Alumni, 1985, h. 55.


(9)

2. Subjek hukum yang terkait dalam perjanjian tersebut adalah pihak lessor dan lessee;

3. Objeknya perangkat perusahaan termasuk pemeliharaan dan lain- lain;

4. Adanya jangka waktu sewa.

Sedangkan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan

mengatakan bahwa leasing adalah “suatu perjanjian

dimana si penyewa barang modal (lessee) menyewakan barang modal untuk usaha tertentu, untuk jangka waktu tertentu dan jumlah angsuran tertentu.”14

Defenisi yang dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofwan memandang bahwa institusi leasing merupakan suatu kontrak atau perjanjian antara pihak lesse dan pihak lessor. Oleh kerena itu antara pihak lessor dan lesse terdapat hubungan hukum sewa menyewa. Objek yang disewa adalah barang modal. Jangka waktu dan jumlah angsuran ditentukan oleh para pihak.

Lembaga pembiayaan diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tanggal 20 Desember 1988, dan dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 junc to Keputusan Menteri Keuangan Nomor 468/KMK.017/1995 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.15

Menurut pasal 1 ayat (2) Keputusan Presiden Tahun 1988, yang di maksudkan dengan Lembaga Pembiayaan adalah:

14 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perjanjian, Gadjah Mada, Yogyakarta, 1988, h. 28.


(10)

“Badan Usaha yang melakukan kegiatann pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.”16

Kata leasing berasal dari kata lease (bahasa inggris) yang berarti meyewakan. Oleh karena itu, maka yang di maksudkan dengan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan atau menyewakan barang-barang modal untuk digunakan oleh perusahaan lain dalam jangka waktu tertentu dengan kriteria sebagai berikut.17

1. Pembayaran sewa dilakukan secara berkala;

2. Masa sewa guna usaha ditentukan minimal 1,3 tahun untuk barang modal golongan II dan III dan minimal 7 tahun untuk barang modal bangunan. Golongan jenis barang modal tersebut sesuai ketentuan Pajak Penghasilan;

3. Disertai dengan hak opsi, yaitu hak dari persuahaan pengguna barang modal untuk mengembalikan atau membeli barang modal yang disewa pada akhir jangka waktu perjanjian

leasing.

Dari pengertian di atas, ada beberapa pihak yang terkait dengan

leasing ini, yaitu:18

1. Lesse, yaitu perusahaan pengguna barang;

16 Pasal 1 ayat (2) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 tahun 1988 tentang Pembiayaan.

17 Zaeni Asyhadie, Op. Cit., h. 107. 18 Ibid.


(11)

2. Lessor, yaitu perusahaan lembaga pembiayaan atau penyandang dana;

3. Supplier, perusahaan penyedia barang; dan juga perusahaan

asuransi;

4. Perusahaan asuransi.

Secara umum sewa guna usaha merupakan suatu equipment

funding, yaitu suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk peralatan atau

barang modal pada perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi. Mengenai definisi sewa guna usaha ini ada banyak pendapat, berikut ini adalah kutipan dari beberapa pendapat tersebut. The Equipment Leasing

Association di London, Inggris sebagaimana disitir oleh Amin Widjaja

Tunggal dan Arif Djohan Tunggal (1994, hlm.8) memberikan definisi sebagai berikut:19

“Leasing adalah perjanjian (kontrak) antara lessor dan

lesee untuk menyewa suatu jenis barang modal tertentu yang di pilih/ditentukan oleh lesse. Hak atas pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor, Adapun lesee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan dalam suatu jangka waktu tertentu.”20

Menurut Pasal 1 ayat (1) Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan No. 122, No. 32, No. 30 Tahun 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing, ditentukan bahwa yang dimaksud dengan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal untuk

19 Sunaryo, Op. Cit., h. 47. 20Ibid.


(12)

digunakan oleh suatu perusahaan dalam jangka waktu tertentu, berdasrkan pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang modal yang bersangkutan, atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasrkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.21

Adapun dalam Pasal 1 angka (9) Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan ditentukan, bahwa perusahaan sewa guna usaha (leasing company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara

finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa

guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasrkan pembayaran secara berkala.22

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dalam pengertian sewa guna usaha terkandung enam unsur, yaitu:23

d. Pembiayaan perusahaan. Pembiayaan di sini tidak dilakukan dalam bentuk sejumlah dana, tetapi dalam bentuk peralatan atau barang modal yang akan digunakan dalam proses produksi; e. Penyedian barang modal. Peralatan atau barang modal ini

biasanya disedikan oleh pabrikan atau supplier atas biaya dari

lesser untuk di pergunakan oleh lesse;

f. Pembayaran sewa secara berkalah. lessee membayar harga barang modal kepada lessor secara angsuran, sebagai imbalan

21Ibid. 22Ibid. 23Ibid., h. 48.


(13)

penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian sewa guna usaha;

g. Jangka waktu tertentu, yaitu lamanya waktu sewa guna usaha yang dimulai sejak diterimanya barang modal oleh lessee sampai dengan perjanjian sewa guna usaha;

h. Adanya hak pilih (opsi) bagi lessee. Pada akhir masa leasing,

lessee mempunyai hak untuk menentukan apakah dia ingin

membeli barang modal tersebut, memperpanjang perjanjian sewa guna usaha ataukah menembalikan barang modal tersebut kepada lessor;

i. Nilai sisa (residual value), yaitu nilai barang modal pada akhir masa sewa guna usaha yang telah disepakati oleh lessor dengan

lessee pada awal masa sewa guna usaha.

C.

Sejarah Sewa Guna Usaha (Leasing) Di Indonesia

Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia pada Tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Peridustrian No. Kep-122/MK/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974 dan No. 30 /KPB/I/74 Tanggal 7 Pebruari 1974 tentang “Perijinan Usaha Leasing”. Sejak saat itu dan khususnya sejak tahun 1980 jumlah perusahaan sewa guna usaha dan transaksi sewa guna usaha makin bertambah dan meningkat dari tahun ke tahun untuk membiayai penyediaan barang-barang modal dalam dunia usaha. Dalam perkembangan bisnis dan usaha, sering kita jumpai beberapa jenis


(14)

usaha pelayanan, sebut saja antara lain lembaga pembiayaan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.

Munculnya lembaga leasing ini merupakan suatu alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini memang sulit didapat dana rupiah untuk jangka waktu menengah dan panjang. Sedangkan melalui leasing mereka bisa memperoleh dana untuk membeli barang-barang modal dengan jangka pengembalian antara 3 tahun hingga 5 tahun atau lebih. Di samping hal tersebut para pengusaha juga memperoleh keuntungan dari adanya peraturan yang berlaku di mana untuk kepentingan pajak transaksi leasing diperuntukkan sebagai operating

leas sehingga leas rental dianggap sebagai biaya yang bisa

mengurangi pendapatan kena pajak.24

Lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan bersama-sama dengan lembaga perbankan. Lembaga pembiayaan (financing

institution), kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi

pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.25

Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus meningkat. Jika sebelumnya hanya terfokus pada

24 http://www.wacaan.co.vu/2013/04/sejarah-leasing-di-indonesia.html, di kunjungi pada tanggal 09 Juni 2016, pukul 12.47.


(15)

pembiayaan transportasi, kini berkembang pada keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini mengindikasikan multi finance kian dikenal pelaku usaha nasional.26

Ada beberapa hal menarik jika kita mencermati konsentrasi dan perkembangan perusahaan leasing. Pada era 1989, misalnya, industri ini di Indonesia cenderung berupaya memperbesar asset. Perburuan asset tersebut diantaranya disebabkan tantangan perekonomian menuntut mereka tampil lebih besar, sehat dan kuat. Perusahaan yang tidak beranjak dari skala semula, tampak terguncang-guncang dana akhirnya tutup sama sekali.27

Dengan asset dan skala usaha yang besar, muncul anggapan perusahaan lebih andal dibandingkan yang lain. Bagi yang kapasitasnya memang terbatas, mereka berupaya agar tetap tampil megah dan gagah. Maka, di mulailah saling lirik dan penjajakan di antara sesamanya. Skenario selanjutnya, banyak perusahaan leasing yang melakukan penggabungan menjadi satu grup. Tampaknya, langkah ini membuahkan hasil positif. Selain modal dan asset menggelembung, kredibilitas dan penguasaan pasar pun ikut terdongkrak.28

Namun gairah menggelembungkan asset tersebut berangsur-angsur mulai pudar. Karena pada tahun berikutnya (1990), industri

26 http://hukumperbankan.blogspot.co.id/2009/04/sejarah-leasing.html, di kunjungi pada tanggal 09 Juni 2016 pukul 12.50.

27 Ibid. 28 Ibid.


(16)

leasing mulai kembali pada prinsip dasar ekonomi. mereka lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya.29

D.

Perbedaan Leasing dengan Jenis Perjanjian Lain

1.

Perbedaannya Dengan Sewa Menyewa

30

a. Pada leasing, masalah jangka waktu perjanjiannya merupakan fokus uatama karena dengan berakhirnya jangka waktu, lessee diberikan hak opsi. Sementara itu, pada sewa menyewa, masalah waktu bukan fokus utama sehingga pihak penyewa dapat saja menyewa barang dalam jangka waktu yang tidak dibatasi.

b. Sewa menyewa merupakan jenis perjanjian nominatif, yaitu suatu jenis perjanjian yang sudah diatur dalam KUHPerdata. Sementara itu, leasing adalah suatu jenis perjanjian innominatif, yang disebut sebagai salah satu lembaga pembiayaan badan usaha.

c. Para pihak dalam leasing adalah badan usaha, sedangkan dalam sewa menyewa, para pihaknya bisa perorangan.

d. Pada leasing biasanya dibutuhkan jaminan-jaminan tertentu, sedangkan pada sewa menyewa tidak diperlukan jaminan.

29 Ibid.


(17)

e. Pada leasing disertai dengan hak opsi, sedangkan pada sewa menyewa hak opsi tidak diperlukan.

2.

Perebedaannya Dengan Sewa Beli

31

a. Dalam sewa beli, peralihan hak milik pasti terjadi setelah berakhir masa sewa, sedangkan dalam leasing, peralihan hak milik terjadi jika lessee mempergunakan hak opsinya.

b. Leasing merupakan salah satu jenis lembaga pembiayaan,

sedangkan sewa beli suatu jenis perjanjian innominatif yang tidak termasuk lembaga pembiayaan.

c. Dalam leasing ada tiga pihak yang terlibat, yaitu lesse, lessor,

dan supplier, sedangkan pada sewa beli hanya ada dua pihak.

3.

Perbedaan Dengan Jual Beli

32

a. Penyerahan/peralihan hak milik pada jual beli pasti terjadi setelah pembeli membayar harga barang yang dibeli, sedangkan pada leasing, peneyerahan/peralihan hak milik terjadi apabila lesse mempergunakan hak opsinya.

b. Sama halnya dengan sewa menyewa, jual beli adalah suatu jenis perjanjian normonatif yang bukan merupakan jenis lembaga pembiayaan, sedangkan leasing adalah jenis perjanjian innominatif yang merupakan lembaga pembiayaan.

31 Zaeni Asyhadie, Op. Cit., h. 113. 32Ibid.


(18)

E.

Keunggulan dan Kelemahaan Sewa Guna Usaha

Sewa guna usaha sebagai alternative sumber pembiayaan memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan dibandingkan dengan sumber pembiayaan lainnya terutama bank. Menurut Munir Fuady (1995 hlm. 33) keunggulan atau kelebihan dari sewa guna usaha yang

pertama adanya fleksilitas, terutama dalam hal dokumentasi jaminna,

struktrur kontraknya, besar dan jangka waktu pembayaran angsuran oleh lessee, nilai residu, dan hak opsi bagi lessee. Yang kedua biaya relative murah, dalam sewa guna usaha relative tidak memerlukan biaya yang besar, karena prosedur dalam sewa guna usaha relative sederhana. 33

Dalam praktik biasanya semua biaya diakumulasikan ke dalam sutu paket, antara lain meliputi biaya konsultan, biaya pengadaan dan pemasangan barang, dan biaya asuransi. Yang ketiga penghematan pajak, sistem perhitungan pajak untuk sewa guna usaha yang meringankan, sehingga pembayaran pajaknya lebih hemat. Yang ke

empat pengaturannya tidak terlalu kompleks sebagaimana terhadap

kredit bank ini sangat menguntungkan bagi lessor, mengingat perusahaan pembiayaan tidak perlu harus melaksanakan banyak hal, seperti diwajibkan untuk suatu bank.Yang kelima kriteria lessee yang longgar, di bandingkan dengan fasilitas kredit bank, persyaratan dalam sewa guna usaha bagi lessee lebih longgar. Yang keenam resiko pemutusan kontrak, lessee diberi hak berupa kemudahan untuk memutuskan kontrak, tetapi lessor juga dapat menjual barang modal


(19)

kapan saja dengan harga yang dapaat menutupi bahkan melebihi dari sisa utang lessee.34

Dengan demikian, tidak hanya resiko bagi lessor maupun lessee jika terjadi pemutusan kontrak di tengah jalan.Yang ketujuh pembukan yang lebih mudah, pembukaan dalam sewa guna usaha lebih mudah dan menguntungkan bagi perusahaan lessee. Bahkan cukup reasonable pula jika transaksi leasing ini dimasukan sebagai pembiayaan secara off

balance sheet. Yang kedelapan pembiayaan penuh, tidak jarang pula

pembiayaan sewa guna usaha diberikan sampai dengan 100% (seratus persen) (full pay out). Hal ini akan sangat membantu bagi perusahaan

lessee yang baru berdiri. Yang terakhir perlindungan dampak kemajuan

teknologi. Lessee dapat terhindar dari kerugian akibat barang yang disewa mengalami ketinggalan model karena pesatnya kemajuan teknologi. Dalam kontrak sewa guna usaha bisa dicantumkan klausul bahwa barang modal dapat ditukar dengan barang modal yang sama lebih canggih jika di kemudian hari ada penemuan baru yang lebih unggul. Disamping itu keunggulan di atas, sebagaimana juga pada lembaga bisnis lain, sewa guna usaha juga mempunyai beberapa kelemahan.35

Di antara kelemahan tersebut adalah yang pertama biaya bunga yang tinggi, karena perusahaan sewa guna usaha juga memperoleh biaya dari bank, maka kedudukan lessor hanyalah sebagai perantara saja bagi lessee. Untuk itu lessor akan mendapatkan keuntungan margin tertentu. Konsekuensinya, perhitungan bunga ataupun

34 Sunaryo, Op. Cit., h. 52-53. 35 Sunaryo, Op. Cit., h. 53.


(20)

kompensasi terhadap bunga dalam transaksi sewa guna usaha relative lebih tinggi. Yang kedua biaya marginal tinggi, kedudukan lessor sebagai perantara antara penyedia dana (bank) dengan pihak lessee, menyebabkan mata rantai distribusi dana menjadi lebih panjang. Konsekuensinya tentu biaya akan menjadi lebih tinggi mengingat perantara juga memerlukan fee sebagai kompensasi atas jasa-jasanya. Yang ketiga kurangnya perlindungan hukum, pengaturan sewa guna usaha masih kurang memadai disbanding dengan sektor perbankan. Perlindungan hukum bagi para pihak hanya sebatas pada itikad baik dari masing-masing pihak tersebut. 36

Selanjutnya ssesuai dengan hukum pasar, maka pihak yang kedudukannya lemah akan kurang terlindungi hak atau kepentingannya. Akibat lain dari pengaturan yang masih kurang memadai ini adalah kurang terjaminnya unsur fairness, tidak predictable dan kurang adanya kepastian hukum. Dan yang terakhir proses eksekusi yang sulit, dalam hal pembayaran cicilan macet, tidak ada suatu prosedur yang khusus untuk eksekusi sewa guna usaha, sehingga jika terjadi sengketa harus diselesaikan lewat pengadilan. Ini tentu saja akan banyak menghabiskan waktu dan biaya serta hasilnya tidak predictable yang bagi perusahaan sewa guna usaha sangat riskan. Selama sengketa, barang modal berada pada status quo (setelah adanya sita revindikator), yang berarti barang modal masih dikuasai oleh lessee dan nilai ekonomisnya akan terus turun sebagai akibat terjadinya proses amortisasi.37

36 Sunaryo, Loc. Cit.


(21)

F.

Pihak-pihak Dalam Sewa Guna Usaha dan Syarat,

Mekanisme Sewa Guna Usaha

Kegiatan sewa guna usaha dilakukan dalam bentuk penyediaan barang modal oleh lessor bagi lessee untuk menjalankan usahanya. Dengan demikian, dalam transaksi sewa guna usaha pada umumnya ada 3 (tiga) pihak utama di dalamnya yaitu lessor, lessee, dan supplier sebagai pihak penjual atau penyedian barang modal. Namun, karena pembiayaan ini terkadang memerlukan dana yang besar serta mengandung resiko, maka tidak jarang oula dalam suatu transaksi sewa guna usaha melibatkan pihak bank, dan perusahaan asuransi.38

1.

Pihak

Pihak yang Terlibat

a. Lessor yaitu Perusahaan leasing yang memberikan jasa

pembiayaan kepada lessee dalam bentuk barang modal;

b. Lessee yaitu Perusahaan/pihak yang memperoleh

pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor; c. Pemasok/supplier yaitu Pihak yang mengadakan barang

untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor;

d. Bank yaitu Dalam perjanjian/kontrak leasing, pihak bank tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor, terutama dalam


(22)

9 4

8

1 6 3

2 6

7

mekanisme leverage lease dimana sumber dana pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank.

Gambar 1. Bagan Pihak – Pihak yang Terlibat

Keterangan

1. Lessee menghubungi pemasok untuk pemilihan

dan penentuan jenis barang, spesifikasi harga, jangka, waktu penagihan, dan jaminan purna jual atas barang yang akan disewa;

2. Lessee melakukan negosiasi dengan lessor

mengenai kebutuhan pembiayaan barang modal;

3. Lessor mengirimkan letter of offer/comitmen

letter kepada lessee yang berisi syarat-syarat

pokok persetujuan lessor untuk membiayai barang modal yang dibutuhkan lessee

Lessor


(23)

menandatangani dan mengembalikannya kepada

lessor;

4. Penandatanganan kontrak leasing setelah persyaratan dipenuhi oleh lessee;

5. Pengiriman order beli kepada pemasok disertai instruksi pengiriman barang kepada lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui;

6. Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh

lessee sesuai pesanan serta menandatangani surat

tanda terima perintah bayar yang selanjutnya diserahkan kepada pemasok;

7. Penyerahan dokumen oleh pemasok kepada

lessor termasuk faktur dan bukti kepemilikan

barang lainnya;

8. Pembayaran oleh lessor kepada pemasok;

9. Pembayaran sewa secara berkala oleh lessee kepada lessor selama massa leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai beserta bunganya.39


(24)

2.

Syarat Dan Mekanisme Sewa Guna Usaha

Perusahaan sewa guna usaha (lessor) merupakan lembaga pembiayaan yang melakukan kegiatan berupa penyediaan barang modal bagi penyewa guna usaha (lessee). Sebagaimana lembaga pembiayaan lainnya, lessor dalam menjalankan kegiatan juga memiliki resiko atas barang modal yang disewagunausahakan kepada lessee oleh karena itu, guna memperlancar sekaligus mengamankan kegiatan pembiayaannya lessor menetapkan beberapa syarat dan prosedur yang harus dipenuhi oleh lessee.40

Adapun mekanisme transaksi sewa guna usaha secara rinci dilakukan melalui tahapan sebagai berikut.41

a. Tahap permohonan

Setiap permohonan pembiayaan sewa guna usaha,

lessee harus mengisi formulir aplikasi yang telah

disediakan oleh lessor untuk diisi dengan lengap dan ditandatangani oleh lessee.

b. Tahap pengecekan/desk research checking

Berdasarkan aplikasi pemohon, lessor akan melakukan pengecekan atas kebenaran dari pengisian formulir aplikasi tersebut.

40 Sunaryo, Op. Cit., h. 58. 41 Sunaryo, Op. Cit., h. 58-60.


(25)

c. Tahap audit checkin/pemeriksaan lapangan

Apabila tahap pengecekan/desk research checking hasilnya cukup baik, maka proses permohonan dilanjutkan dengan pemeriksaan lapangan atau audit ke calon lessee.

d. Tahap pembuatan customer profile

Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, lessor akan membuat customer profile yang isinya memuat tentang nama perusahaan costomer, nama pemilik, alamat dan nomor telepon, contact person, kondisi pembiayaan yang diajukan lessee, jenis dan tipe barang modal, dan lain-lain.

e. Tahap pengajuan proposal kepada kredit komite Selanjutnya marketing department di lessor akan mengajukan proposal atas permohonan yang di ajukan oleh lessee kepada kredit komite.

f. Tahap pengajuan keputusan kredit komite

Keputusan kredit komite merupakan dasar bagi

lessor untuk melakukan pembiayaan atau tidak.

Apabila permohonan lessee ditolak, harus diberitahukan melalui surat penolakan, sedangkan apabila sisetujui maka marketing depertment akan


(26)

mempersiapkan surat penawaran kepada calon lessee.

g. Tahap pengiriman surat penawaran

Setelah proposal memperoleh persetujuan dari

kredit komite, marketing depertement

mempersiapkan surat penawaran kepada lessee. Surat penawaran wajib ditandatangani oleh lessee dan dokumen ini biasanya akan dijadikan surat penerimaan (letter of acceptance).

h. Tahap pengikatan

Berdasarkan surat penawaran yang telah ditandatangani oleh lessee, oleh bagian legal akan mempersiapkan pengikatan sebagai berikut.

a) Perjanjian sewa guna usaha beserta lampirannya;

b) Jaminan pribadi (jika ada); c) Jaminan pribadi (jika ada); d) Jaminan perusahaan (jika ada).

Pengikatan kontrak sewa guna usaha dapat dilakukan secara bawah tangan, dilegalisir oleh notaris, atau secara notarial.


(27)

Setelah proses pendatangan kontrak dilakukan oleh kedua belah pihak selanjutnya lessor akan melakukan:

a) Pemesanan barang modal kepada supplier. Pesanan ini dituangkan dalam penegasan pemesanan pembelian/confirm purchase order dan bukti pengiriman dan surat tanda penerimaan barang.

b) Penerimaan pembayaran dari lessee kepada

lessor (dapat melalui supplier atau dealer).

j. Tahap Pembayaran kepada supplier

Setelah barang modal diserahkan oleh supplier kepada lessee, selanjutnya supplier akan melakukan penagihan kepada lessor.

k. Tahap penagihan/monitoring pembayaran

Setelah seluruh pembayaran kepada supplier/dealer dilakukan, proses selanjutnya adalah pembayaran sewa oleh lessee kepada lessor.

l. Tahap Pengambilan Jaminan

Setelah lessee melunasi seluruh piutang sewanya kepada lessor, maka lessor akan mengembalikan kepada lessee:


(28)

a) Jaminan (BPKB, dan/atau sertifikat dan/atau

faktur/ invoice);

b) Pemberitahuan atas pelaksanaan hak opsi; c) Dokumen lainnya, jika ada.

G.

Penggolongan Perusahaan Leasing

Perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :42

1.

Independent Leasing Company

Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing. Perusahaan tipe ini berdiri sendiri atau independent dari supplier yang mungkin dapat sekaligus sebagai pihak produsen barang dan dalam memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya (lessee). Perusahaan dapat membelinya dari berbagai supplier atau produsen kemudian

di lease kepada pemakai. Lembaga keuangan yang terlibat

dalam kegiatan usaha leasing, misalnya bank-bank, dapat pula disebut sebagai lessor independent. Banyak lembaga keuangan yang bertindak sebagai lessor tidak hanya memberikan pembiayaan leasing kepada lessee tetapi juga memberikan pendanaan kepada perusahaan leasing. Di samping itu lessor

42 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/amanita-novi-yushita-se-msi/sewa-guna-usaha.pdf, di kunjungi pada tanggal 08 juni 2016 pukul 09.52.


(29)

independen dapat pula memberikan pembiayaan kepada supplier

(manufacturer) yang sering disebut dengan vendor program.43

2.

Captive Lessor

Captive lessor akan tercipta apabila supplier atau

produsen mendirikan perusahaan leasing sendiri untuk membiayai produk-produknya. Hal ini dapat terjadi apabila pihak supplier berpendapat bahwa dengan menyediakan pembiayaan leasing sendiri akan dapat meningkatkan kemampuan penjualan melebihi tingkat penjualan dengan menggunakan pembiayaan tradisional. Captive lessor ini sering pula disebut dengan two-party lessor. Pihak pertama terdiri atas perusahaan induk dan anak perusahaan leasing (subsidiary) dan pihak kedua adalah lessee atau pemakai barang.44

3.

Lease Broker atau Packager

Bentuk akhir dari perusahaan leasing adalah lease broker atau packager. Broker leasing berfungsi mempertemukan calon

lessee dengan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang

modal dengan cara leasing. Broker leasing biasanya tidak memiliki barang atau peralatan untuk menangani transaksi

leasing untuk atas namanya. Disamping itu perusahaan broker

leasing memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam usaha

43 Ibid. 44 Ibid.


(30)

leasing tergantung apa yang dibutuhkan dalam suatu transaksi

leasing.

H.

Bentuk dan Perjanjian Sewa Guna Usaha

Pada Pasal 9 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha ditentukan bahwa setiap transaksi sewa guna usaha wajib diikat dalam perjanjian sewa guna usaha. Kemudian pengumuman Direktur Jenderal Moneter No. Peng.307/DJM/III,1/7/1974 menyebutkan bahwa untuk kepentingan pengawasan dan pembinaan para pengusaha leasing diharuskan menyampaikan Dirjen Keuangan antara lain kopi kontrak

leasing dan sebagainya. Kedua ketentuan tersebut di atas dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa kegiatan sewa guna usaha merupakan suatu bentuk perjanjian yang dibuat secara tertulis (kontrak).45

Mengenai isi dari kontrak sewa guna usaha, baik dalam pengumuman Direktur Jendral Moneter No. 307/DJM/III.1/7/1974 maupun dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha sudah menetukan hal-hal apakah yang minimal harus dimuat dalam kontrak sewa guna usaha. Namun demikian, menurut Eddy P. Soekadi (1990, hlm.154) suatu kontrak sewa guna usaha yang lengkap memuat hal-hal mengenai subjek perjanjian, objek perjanjian, jangka waktu, imbalan jasa swa serta cara pembayaran, hak opsi bagi lessee, kewajiban perpajakan, penutupan

45 http://annisawally0208.blogspot.co.id/2016/01/syarat-mekanisme-bentuk-dan-isi.html, di kunjungi pada tanggal 08 juni 2016 pukul 13.01.


(31)

asuransi, tanggung jawab atas objek perjanjian, akibat kejadian lalai, serta akibat rusak atau hilangnya objek perjanjian sewa guna usaha.46

Mengenai isi dari kontrak sewa guna usaha, harus sudah menentukan hal-hal dapat dimuat yaitu :47

a. Subjek perjanjian;

b. Objek perjanjian leasing;

c. Jangka waktu perjanjian leasing;

d. Imbalan jasa leasing dan cara pembayarannya; e. Hak opsi;

f. Kewajiban perpajakan; g. Penutupan asuransi;

h. Tanggung jawab atas objek perjanjian leasing; i. Akibat kejadian lain;

j. Akibat rusak atau hilangnya objek perjanjian leasing. Sewa guna usaha merupakan suatu equipment funding, yaitu kegiatan pembiayaan yang disediakan oleh lessor dalam bentuk peralatan atau barang modal yang diperlukan oleh lessee guna menjalankan usahanya. Di Indonesia, secara formal keberdaaan sewa guna usaha di Indonesia masih relative baru, yaitu dengan dikeluarkannnya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan No. 122, No. 32, No. 30 Tahun 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.48

46 Sunaryo, Op. Cit., h. 61. 47 Sunaryo, Op. Cit., h. 61-63. 48 Sunaryo, Op. Cit., h. 69.


(32)

Dilihat dari segi pengaturannya, peraturan perundang yang mengatur tentang sewa guna usaha masih belum memadai. Sampai sekarang belum ada peraturan setingkat undang-undang yang secara khusu mengatur tentang sewa guna.Sebagai lembaga bisnis di bidang pembiayaan, sewa guna usaha bersumber dari berbagai ketentuan hukum, baik berupa perjanjian (bersifat perdata) maupun perundang-undangan (bersifat publik) terutama yang relevan dengan kegitan sewa guna usaha. Meskipun pengaturan sewa guna usaha belum cukup memadai, namun perkembangan sewa guna usaha di Indonesia relative cukup pesat. Hal ini tidak terlepas dengan adanya beberapa keunggulan meskipun tetap saja masih ada kelemahannya, baik ditinjau dari segi pengaturan, proses, biaya maupun resiko dalam sewa guna usaha.49

Terjadinya transaksi sewa guna usaha dilatarbelakangi karena tidak cukupnya dan lessee untuk membeli barang modal, sehingga menghubungi lessor untuk membiayainya. Dengan demikian, dalam sewa guna usaha ada tiga pihak utama yang di dalamnya, yaitu lessor sebagai perusahaan pembiayaan, lessee sebagai pihak yang dibiayai dalam memperoleh barang modal, dan supplier sebagai penyedia atau penjual barang modal. Berdasarkan transaksi yang terjadi antara

finance dan lessee ini, maka sewa guna usaha tersebut adalah adanya

hak opsi bagi lesse pada jenis finance lease, Adapun dalam operating

lease. Perbedaan pokok di antara kedua jenis sewa guna usaha tersebut

adalah adanya hak opsi bagi lessee pada jenis finance lease, adapun dalam operating lease tidak ada hak opsi bagi lessee.50

49Ibid.


(1)

Setelah proses pendatangan kontrak dilakukan oleh kedua belah pihak selanjutnya lessor akan melakukan:

a) Pemesanan barang modal kepada supplier. Pesanan ini dituangkan dalam penegasan pemesanan pembelian/confirm purchase order dan bukti pengiriman dan surat tanda penerimaan barang.

b) Penerimaan pembayaran dari lessee kepada

lessor (dapat melalui supplier atau dealer).

j. Tahap Pembayaran kepada supplier

Setelah barang modal diserahkan oleh supplier kepada lessee, selanjutnya supplier akan melakukan penagihan kepada lessor.

k. Tahap penagihan/monitoring pembayaran

Setelah seluruh pembayaran kepada supplier/dealer dilakukan, proses selanjutnya adalah pembayaran sewa oleh lessee kepada lessor.

l. Tahap Pengambilan Jaminan

Setelah lessee melunasi seluruh piutang sewanya kepada lessor, maka lessor akan mengembalikan kepada lessee:


(2)

a) Jaminan (BPKB, dan/atau sertifikat dan/atau

faktur/ invoice);

b) Pemberitahuan atas pelaksanaan hak opsi; c) Dokumen lainnya, jika ada.

G.

Penggolongan Perusahaan Leasing

Perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :42

1.

Independent Leasing Company

Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing. Perusahaan tipe ini berdiri sendiri atau independent dari supplier yang mungkin dapat sekaligus sebagai pihak produsen barang dan dalam memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya (lessee). Perusahaan dapat membelinya dari berbagai supplier atau produsen kemudian

di lease kepada pemakai. Lembaga keuangan yang terlibat

dalam kegiatan usaha leasing, misalnya bank-bank, dapat pula disebut sebagai lessor independent. Banyak lembaga keuangan yang bertindak sebagai lessor tidak hanya memberikan pembiayaan leasing kepada lessee tetapi juga memberikan pendanaan kepada perusahaan leasing. Di samping itu lessor

42


(3)

independen dapat pula memberikan pembiayaan kepada supplier

(manufacturer) yang sering disebut dengan vendor program.43

2.

Captive Lessor

Captive lessor akan tercipta apabila supplier atau

produsen mendirikan perusahaan leasing sendiri untuk membiayai produk-produknya. Hal ini dapat terjadi apabila pihak supplier berpendapat bahwa dengan menyediakan pembiayaan leasing sendiri akan dapat meningkatkan kemampuan penjualan melebihi tingkat penjualan dengan menggunakan pembiayaan tradisional. Captive lessor ini sering pula disebut dengan two-party lessor. Pihak pertama terdiri atas perusahaan induk dan anak perusahaan leasing (subsidiary) dan pihak kedua adalah lessee atau pemakai barang.44

3.

Lease Broker atau Packager

Bentuk akhir dari perusahaan leasing adalah lease broker atau packager. Broker leasing berfungsi mempertemukan calon

lessee dengan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang

modal dengan cara leasing. Broker leasing biasanya tidak memiliki barang atau peralatan untuk menangani transaksi

leasing untuk atas namanya. Disamping itu perusahaan broker

leasing memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam usaha

43 Ibid.


(4)

leasing tergantung apa yang dibutuhkan dalam suatu transaksi

leasing.

H.

Bentuk dan Perjanjian Sewa Guna Usaha

Pada Pasal 9 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha ditentukan bahwa setiap transaksi sewa guna usaha wajib diikat dalam perjanjian sewa guna usaha. Kemudian pengumuman Direktur Jenderal Moneter No. Peng.307/DJM/III,1/7/1974 menyebutkan bahwa untuk kepentingan pengawasan dan pembinaan para pengusaha leasing diharuskan menyampaikan Dirjen Keuangan antara lain kopi kontrak

leasing dan sebagainya. Kedua ketentuan tersebut di atas dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa kegiatan sewa guna usaha merupakan suatu bentuk perjanjian yang dibuat secara tertulis (kontrak).45

Mengenai isi dari kontrak sewa guna usaha, baik dalam pengumuman Direktur Jendral Moneter No. 307/DJM/III.1/7/1974 maupun dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha sudah menetukan hal-hal apakah yang minimal harus dimuat dalam kontrak sewa guna usaha. Namun demikian, menurut Eddy P. Soekadi (1990, hlm.154) suatu kontrak sewa guna usaha yang lengkap memuat hal-hal mengenai subjek perjanjian, objek perjanjian, jangka waktu, imbalan jasa swa serta cara pembayaran, hak opsi bagi lessee, kewajiban perpajakan, penutupan

45


(5)

asuransi, tanggung jawab atas objek perjanjian, akibat kejadian lalai, serta akibat rusak atau hilangnya objek perjanjian sewa guna usaha.46

Mengenai isi dari kontrak sewa guna usaha, harus sudah menentukan hal-hal dapat dimuat yaitu :47

a. Subjek perjanjian;

b. Objek perjanjian leasing;

c. Jangka waktu perjanjian leasing;

d. Imbalan jasa leasing dan cara pembayarannya; e. Hak opsi;

f. Kewajiban perpajakan; g. Penutupan asuransi;

h. Tanggung jawab atas objek perjanjian leasing; i. Akibat kejadian lain;

j. Akibat rusak atau hilangnya objek perjanjian leasing. Sewa guna usaha merupakan suatu equipment funding, yaitu kegiatan pembiayaan yang disediakan oleh lessor dalam bentuk peralatan atau barang modal yang diperlukan oleh lessee guna menjalankan usahanya. Di Indonesia, secara formal keberdaaan sewa guna usaha di Indonesia masih relative baru, yaitu dengan dikeluarkannnya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan No. 122, No. 32, No. 30 Tahun 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.48

46 Sunaryo, Op. Cit., h. 61. 47 Sunaryo, Op. Cit., h. 61-63. 48 Sunaryo, Op. Cit., h. 69.


(6)

Dilihat dari segi pengaturannya, peraturan perundang yang mengatur tentang sewa guna usaha masih belum memadai. Sampai sekarang belum ada peraturan setingkat undang-undang yang secara khusu mengatur tentang sewa guna.Sebagai lembaga bisnis di bidang pembiayaan, sewa guna usaha bersumber dari berbagai ketentuan hukum, baik berupa perjanjian (bersifat perdata) maupun perundang-undangan (bersifat publik) terutama yang relevan dengan kegitan sewa guna usaha. Meskipun pengaturan sewa guna usaha belum cukup memadai, namun perkembangan sewa guna usaha di Indonesia relative cukup pesat. Hal ini tidak terlepas dengan adanya beberapa keunggulan meskipun tetap saja masih ada kelemahannya, baik ditinjau dari segi pengaturan, proses, biaya maupun resiko dalam sewa guna usaha.49

Terjadinya transaksi sewa guna usaha dilatarbelakangi karena tidak cukupnya dan lessee untuk membeli barang modal, sehingga menghubungi lessor untuk membiayainya. Dengan demikian, dalam sewa guna usaha ada tiga pihak utama yang di dalamnya, yaitu lessor sebagai perusahaan pembiayaan, lessee sebagai pihak yang dibiayai dalam memperoleh barang modal, dan supplier sebagai penyedia atau penjual barang modal. Berdasarkan transaksi yang terjadi antara

finance dan lessee ini, maka sewa guna usaha tersebut adalah adanya

hak opsi bagi lesse pada jenis finance lease, Adapun dalam operating

lease. Perbedaan pokok di antara kedua jenis sewa guna usaha tersebut

adalah adanya hak opsi bagi lessee pada jenis finance lease, adapun dalam operating lease tidak ada hak opsi bagi lessee.50

49Ibid.