STUDI EKSPERIMEN PENGARUH TEKNIK KOOPERATIF METODE JIGSAW DAN METODE STRUKTURAL NUMBERED HEAD TOGETHER TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN SISWA KELAS VII SEMESTER GENAP DI SMP NEGERI 2 WURYANTORO TAHUN AJARAN 2009 2010

(1)

commit to user

i

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH TEKNIK KOOPERATIF METODE

JIGSAW DAN METODE STRUKTURAL NUMBERED HEAD TOGETHER

TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN SISWA KELAS VII

SEMESTER GENAP DISMP NEGERI 2WURYANTORO

TAHUN AJARAN2009/2010

SKRIPSI

Oleh : Rina Ari Sabtanti

NIM K6406048

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH TEKNIK KOOPERATIF METODE

JIGSAW DAN METODE STRUKTURAL NUMBERED HEAD TOGETHER

TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN SISWA KELAS VII

SEMESTER GENAP DISMP NEGERI 2WURYANTORO

TAHUN AJARAN2009/2010

Oleh : Rina Ari Sabtanti

NIM K6406048

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user


(4)

commit to user


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Rina Ari Sabtanti. STUDI EKSPERIMEN PENGARUH TEKNIK

KOOPERATIF METODE JIGSAW DAN METODE STRUKTURAL

NUMBERED HEAD TOGETHER DAN PRESTASI BELAJAR PKN SISWA KELAS VII SEMESTER GENAP DI SMP N 2 WURYANTORO TAHUN

AJARAN 2009/2010.Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sebelas Maret Surakarta, Februari. 2011.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pencapaian hasil belajar siswa pada pembelajaran PKn kompetensi

dasar Hakekat Hak Azasi Manusia antara metode Jigsaw dengan metode

struktural Numbered Head Together.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen untuk mengetahui prestasi belajar siswa dari aspek kognitif. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII semester genap SMP N 2 Wuryantoro tahun ajaran 2009/2010. Sampel terdiri dari

2 kelas yaitu kelas VIIC sebagai kelas eksperimen 1 untuk metode Jigsaw dan

kelas VIID untuk metode struktural Numbered Head Together sebagai kelas

eksperimen 2 yang dipilih secara random sampling. Data utama penelitian ini

adalah berupa prestasi belajar siswa yang diperoleh dari aspek kognitif. Analisis data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis uji-t dua pihak.

Hasil penelitian dapat disimpulkan : Adanya perbedaan antara prestasi

belajar PKn menggunakan metode Jigsaw dengan prestasi belajar PKn

menggunakan metode struktural Numbered Head Together pada aspek kognitif.


(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Rina Ari Sabtanti. EXSPERIMEN STUDY OF INFLUENCE JIGSAW METHOD

AND STRUKTURAL METHOD NUMBERED HEAD TOGETHER TOWARD LEARNING ACHIEVEMENT OF CIVIC STUDY ON 7TH GRADE STUDENTS IN

EVEN SEMESTER OF SMP N 2 WURYANTORO ACADEMIC YEAR 2009/2010. Thesis. Surakarta : Teacher Training Ard Eduation Faculty, Sebelas Maret University Surakarta, February. 2011.

The objective of this study is to know is there any different or not in achievity the learning achievement in civic study basic completence Human Right Essence between Jigsaw method with strucktural numbered head together.

This study uses experimental method to know student’s learning achievement from cognitive aspect. The population of this study are 7th grade

students in even semester of SMP N 2 Wuryantoro academic year 2009/2010. The sample consist of two classes, class VII C are the experimental class 1 for jigsaw method and class VII D for numbered head together method as the experimental class 2 chosen with random sampling. The main data of this study is the students learning achievement gained from cognitive aspect. Data analysis for hypothesis test is conducted by using t-test analysis of two sides.

The result of the study can be conclude : there is different between learning achievement of civic study by using jigsaw method with learning achievement of civic study by using structural numbered head together method on cognitive aspect. The matter is showed through (tcount > ttable = 4,744 > 1,995).


(7)

commit to user

vii

MOTTO

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam segala urusannya”. ( Q.S. Ath- Tholaq: 4 )

“Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat melintasinya melainkan


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk:

• Bapak dan Ibu tercinta

• Kakak-kakak tercinta

• Mas Agung atas dukungannya

• Asih, Eka & Intan tersayang

• Teman-teman kos

• Teman-teman angkatan Tahun 2006 tercinta


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan gelar sarjana pendidikan.

Penulis mengalami berbagai hambatan dalam penyusunan skripsi ini, namun atas bantuan dari berbagai pihak hambatan tersebut dapat teratasi. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Syaiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Sri Haryati, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan yang telah memberikan ijin penelitian untuk penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. E.S. Ardinarto, M.Pd Pembimbing I yang selalu memberikan

bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan penyusunannya.

5. Bapak Winarno, S.Pd, M.Si, Pembimbing II yang selalu sabar dalam

memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan penyusunannya.

6. Bapak/ Ibu Dosen Prodi PKn yang telah memberikan bekal ilmu

pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Joko Purnomo, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMP N 2

Wuryantoro yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

8. Siswa kelas VII SMP N 2 Wuryantoro yang telah membantu penelitian ini.

9. Almamater PKn angkatan 2006 yang telah memberikan motivasi untuk


(10)

commit to user

x

10.Semua pihak yang telah membantu penulis untuk kelancaran penulisan

skripsi ini.

Skripsi ini telah disusun dengan semaksimal mungkin, akan tetapi penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan. Oleh karena itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki skripsi ini. Di samping itu penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi majunya ilmu pendidikan di sekitar kita, khususnya bagi kemajuan Pendidikan Kewarganegaraan.

Surakarta, Februari 2011


(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN ABSTRACT ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Peneitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran ... 8

a. Pengertian Pembelajaran... 8

b. Pengertian Metode Pembelajaran ... 12

c. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 13

d. Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw ... 19

e. Pembelajaran Kooperatif Metode Numbered Head Together... 22


(12)

commit to user

xii

2. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar ... 23

a. Pengertian Belajar... 23

b. Pengertian Prestasi Belajar... 24

c. Pengertian Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan 26 B. Penelitian Yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berfikir ... 33

D. Perumusan Hipotesis……… 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

1. Tempat Penelitian ... 36

2. Waktu Penelitian……… 36

B. Metode Penelitian ... 36

C. Populasi dan Sampel ... 37

1. Populasi ... 37

2. Sampel ... 38

D. Variabel Penelitian ... 38

1. Variabel Bebas ... 38

2. Variabel Terikat………. 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 39

1. Sumber Data ... 39

2. Instrumen Penelitian ... 39

F. Teknik Analisis Data……… 44

1. Uji Prasyarat Analisis……….. 44

2. Uji Hipotesis……….... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 47

1. Pelaksanaan Penelitian………... 47

2. Deskripsi Data Hasil Belajar Kognitif………... 50

B. Analisis Data Akhir ... 52

1. Uji Normalitas ... 52


(13)

commit to user

xiii

C. Uji Hipotesis ... 54

D. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 59

B. Implikasi ... 59

C. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jadwal Penyusunan Kegiatan Penelitian ... 36

Tabel 2. Bagan Desain Penelitian One Shot Case Study ... 37

Tabel 3. Rangkuman Hasil Analisis Validitas ... 41

Tabel 4. Rangkuman Hasil Analisis Reliabilitas ... 42

Tabel 5. Rangkuman Hasil Analisis Taraf Kesukaran ... 42

Tabel 6. Rangkuman Hasil Analisis Taraf Pembeda... 43

Tabel 7. Alokasi Proses Pembelajaran Kelas VII C (Kelas Eksperimen 1) Dengan metode Jigsaw ... 48

Tabel 8. Alokasi Proses Pembelajaran Kelas VII D (Kelas Eksperimen 2) Dengan metode Numbered Head Together ... 49

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Aspek Kognitif untuk Kelas Eksperimen 1... 50

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Aspek Kognitif untuk Kelas Eksperimen 2... 51

Tabel 11. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Untuk Prestasi Belajar Aspek Kognitif Kelas eksperimen 1 ... 52

Tabel 12. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Untuk Prestasi Belajar Aspek Kognitif Kelas eksperimen 2 ... 53

Tabel 13. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Untuk Prestasi Belajar Aspek Kognitif Kelas eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2……… ... 53

Tabel 14. Hasil Perhitungan Uji-t Dua Pihak Untuk Prestasi Belajar aspek Kognitif Kelas eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2……… ... 54


(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran ... 35 Gambar 2. Histogram Nilai Prestasi Belajar Aspek Kognitif untuk Kelas

Eksperimen 1... 50 Gambar 3. Histogram Nilai Prestasi Belajar Aspek Kognitif untuk Kelas


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen Kognitif ... 65

Lampiran 2. Soal Pilihan Ganda ... 67

Lampiran 3. Tabel Perhitungan Uji Validitas Tes Kognitif ... 73

Lampiran 4. Perhitungan Reliabilitas Tes Kognitif ... 77

Lampiran 5. Tabel Perhitungan Taraf Kesukaran ... 79

Lampiran 6. Tabel Perhitungan Taraf Pembeda.. ... 83

Lampiran 7. Kegitan Belajar Mengajar Dengan Metode Jigsaw... 87

Lampiran 8. Kegitan Belajar Mengajar Metode Numbered Head Together... ... 89

Lampiran 9. Distribusi Frekuensi Data Penelitian... ... 90

Lampiran 10. Perhitungan dan Uji Normalitas Skor Kognitif Kelas Eksperimen 1 ... 91

Lampiran 11. Perhitungan dan Uji Normalitas Skor Kognitif Kelas Eksperimen 2 ... 92

Lampiran 12. Tabel Nilai Kritik Uji Liliefors ... 93

Lampiran 13. Perhitungan dan Uji Homogenitas Variansi ... 94

Lampiran 14. Tabel Nilai Kritik Chi Kuadrat ... 95

Lampiran 15. Rekap Data Perhitungan T-Dua Pihak ... 96

Lampiran 16. Tabel Nilai T ………. ... 99

Lampiran 17. Permohonan ijin menyusun skripsi kepada dekan c.q pembantu dekan 1 FKIP-UNS di Surakarta ... 100

Lampiran 18. Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Tentang Ijin Menyusun Skripsi ... 101

Lampiran 19. Permohonan Ijin Research/Try Out untuk Rektor UNS... 102

Lampiran 20. Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Kepala Sekolah SMP N 2 Wuryantoro ... . 103

Lampiran 21. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian di SMP N 2 Wuryantoro ... 104


(17)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peran penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas. Melalui pendidikan dapat dilihat kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Pendidikan sebagai komponen pembentukan suatu pribadi yang sempurna dan mempersiapkan manusia masa depan yaitu generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, diperlukan pembaharuan dalam pendidikan agar kualitas pendidikan nasional semakin baik.

Untuk menunjang peningkatan kualitas pendidikan nasional, berbagai komponen yang ada di sekolah mengalami pembaharuan yang berkesinambungan. Komponen-komponen yang harus ada di setiap sekolah antara lain; siswa, guru, karyawan, ruang-ruang kelas, dan yang tidak kalah pentingnya dengan yang lain adalah kurikulum.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sebagai acuan penyusunan kurikulum adalah Permendiknas No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi dan Permendiknas No. 23 tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan (Budihardjo, 2007:19).

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, diantaranya penyempurnaan kurikulum yang diwujudkan dalam suatu pembaharuan kurikulum secara berkesinambungan yaitu ”kurikulum 1968, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 (kurikulum berbasis kompetensi), dan kurikulum 2006 yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan” (Budihardjo,2007:20).

Kurikulum yang saat ini sedang diterapkan dan dikembangkan oleh pemerintah adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai pengembangan dari kurikulum 2004. Dalam pengembangannya kurikulum tingkat satuan pendidikan berdasarkan pada prinsip sebagai berikut :


(18)

commit to user

”(1) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (2) beragam dan terpadu, (3) tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni, (4) relevan dengan kebutuhan hidup, (5) menyeluruh dan berkesinambungan, dan (6) seimbang antara kepentingan nasional dan daerah” (Mulyasa E, 2003:151-153).

”Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah suatu perencanaan mengenai pedoman penyelenggaran kegiatan belajar mengajar di sekolah yang disusun dan dilaksanakan oleh sekolah itu sendiri. Tetapi dalam penyusunan kurikulum tersebut tetap berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22, 23, dan 24 tahun 2006. Karena berpedoman pada peraturan yang sama jadi secara umum kurikulum pada masing-masing sekolah tetap sama tetapi bukan tidak mungkin bila suatu sekolah mempunyai kebijakan yang berbeda dengan sekolah lain misalnya dalam hal menentukan hari libur sekolah atau dalam kegiatan yang lain”. (Budihardjo, 2007:20-21).

Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berganti nama menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuan dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter - karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsabangsa lainnya , (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Sehingga untuk menuju tujuan mata pelajaran PKn dibutuhkan strategi belajar mengajar yang dilakukan oleh guru


(19)

untuk meningkatkan keaktifan dan partisipasi siswa. Dari inovasi di dalam

penyampaian materi PKn maka diharapkan siswa mempunyai output yang bagus

dan berkualitas.

Namun pada kenyataannya di SMP Negeri 2 Wuryantoro lain. SMP Negeri 2 Wuryantoro merupakan salah satu sekolah menengah pertama di Kecamatan Wuryantoro. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan guru PKn di SMP Negeri 2 Wuryantoro didapati kendala atau masalah seperti jumlah siswa yang cukup banyak yaitu 40-45 siswa sehingga membuat guru kurang dapat mengenali sikap dan perilaku siswa dengan baik dan metode yang digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar terkesan kaku dan cenderung searah. Maka, guru PKn hendaknya berupaya melakukan inovasi dalam pengajarannya, salah satu caranya adalah dengan mengubah metode pembelajaran PKn dari yang sekedar ceramah menjadi metode yang melibatkan peran aktif siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar mengajar, dengan cara siswa belajar memecahkan masalah, mendiskusikan masalah dengan teman-temannya, mempunyai keberanian menyampaikan ide atau gagasan dan mempunyai tanggung jawab terhadap tugasnya. Dengan inovasi dalam hal metode pembelajaran diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Karena rata-rata prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn sekarang ini hanya sebesar 6,1.

“Dalam suatu pembelajaran terdapat metode mengajar yang mengacu pada teori-teori pembelajaran. Pada masa kini terdapat teori-teori pembelajaran yang dapat diklasifikasikan pada teori yang utama yaitu behavioris, kognitif, sosial, humanis, Piaget, Vygotsky, Ausubel, dan Konstruktivisme”(www.miftachr.uns.id. 2010).

Salah satu pengembangan metode pembelajaran adalah metode berdasarkan teori belajar konstruktivisme. Teori konstruktivisme merupakan salah satu teori tentang proses pembelajaran yang menjelaskan tentang bagaimana siswa belajar dengan mengkonstruksi pengetahuannya menjadi pengetahuan yang bermakna. Ide pokok dari teori konstruktivisme adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri. Teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran model kooperatif.


(20)

commit to user

Menurut Richard I. Arends (1997:326) tentang pembelajaran

kooperatif mempunyai empat variasi, yaitu: 1. Metode STAD (Student

Teams Achievement Divisions), 2. Metode Jigsaw, 3. Metode GI (Group Investigation), 4. Metode Structural Approach a. think-pair-share dan b. numbered head together.

Dengan pembelajaran model kooperatif yang menekankan keterlibatan secara aktif siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar mengajar, dengan cara siswa belajar memecahkan masalah, mendiskusikan masalah dengan teman-temannya, mempunyai keberanian menyampaikan ide atau gagasan dan mempunyai tanggung jawab terhadap tugasnya, siswa diharapkan mampu menguasai materi pelajaran dalam waktu yang sama. Selain itu juga dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif, juga dapat membangkitkan pembelajaran yang menarik perhatian siswa, meningkatkan ketrampilan sosial dan meningkatkan rasa percaya diri siswa. Keberhasilan pembelajaran model kooperatif disebabkan adanya penghargaan kelompok yang berprestasi, otomatis penghargaan terhadap individu siswa.

Penggunaan metode Jigsaw dan metode struktural Numbered Head

Together pada materi pembelajaran PKn dilakukan sebagai upaya inovasi dalam proses belajar mengajar dengan harapan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu, memberikan variasi metode pembelajaran disamping metode ceramah yang selama ini sering digunakan oleh guru. Alasan lain dipilihnya

metode Jigsaw dan metode struktural Numbered Head Together karena melalui

metode Jigsaw, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong

royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi serta meningkatkan ketrampilan berkomunikasi. Sedangkan dalam metode struktural

Numbered Head Together, siswa saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling benar, meningkatkan semangat kerjasama selain itu siswa dapat berlatih berpendapat, menghargai pendapat dan bertukar pendapat yang disajikan dalam bentuk diskusi. Dengan menggunakan

pembelajaran model kooperatif dengan metode Jigsaw dan metode struktural


(21)

pembelajaran sehingga dapat menarik minat siswa untuk mengikuti pelajaran dengan baik dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu, siswa dapat ikut aktif dalam pemahaman konsep dan dibuktikan dengan mampu tidaknya mereka menjawab soal-soal dalam diskusi tersebut.

Dengan penggunaan metode pembelajaran yang lebih bervariasi diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pencapaian prestasi belajar siswa pada pembelajaran PKn

kompetensi dasar Hak Asazi Manusia dengan menggunakan metode Jigsaw dan

metode struktural Numbered Head Together, maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang studi eksperimen penggunaan teknik kooperatif metode Jigsaw dan metode struktural Numbered Head Together terhadap prestasi belajar PKn.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah seperti berikut:

1. Penggunaan metode dalam penyampaian materi yang digunakan oleh guru kurang tepat dan terkesan kaku.

2. Kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran.

3. Metode yang paling sering digunakan adalah metode ceramah, sehingga komunikasi yang terjadi hanya searah dan kurang interaksi antara guru dan siswa.

4. Sarana dan prasarana yang kurang memadai sehingga perhatian siswa terhadap materi menjadi kurang.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas maka pembatasan masalah ini dibatasi pada masalah-masalah

yang mempunyai kaitan antara metode Jigsaw dan metode struktural Numbered

Head Together denganprestasi belajar pada kompetensi dasar Hakekat Hak Azasi Manusia meliputi aspek kognitif.


(22)

commit to user

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi tersebut di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut :

Apakah ada perbedaan pencapaian hasil belajar siswa pada pembelajaran

PKn kompetensi dasar Hakekat Hak Azasi Manusia antara metode Jigsaw dengan

metode struktural Numbered Head Together?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pencapaian hasil belajar siswa pada pembelajaran PKn kompetensi dasar Hakekat Hak Azasi

Manusia antara metode Jigsaw dengan metode struktural Numbered Head

Together.

F. Manfaat Penelitian

Peneliti mengharapkan bahwa penelitian ini dapat memberikan suatu manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi perkembangan pendidikan khususnya pada Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Memberikan masukan kepada pihak sekolah pada umumnya dan guru mata pelajaran PKn pada khususnya, mengenai pemilihan pembelajaran model

koperatif, yaitu metode Jigsaw dan metode struktural Numbered Head Together


(23)

b. Bagi Siswa

Dengan digunakannya metode Jigsaw dan metode struktural Numbered

Head Together dalam kegiatan belajar mengajar, diharapkan mampu menambah minat belajar siswa dan semangat siswa untuk mengikuti pelajaran sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat.


(24)

commit to user

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran

Istilah pembelajaran sama dengan Instruction atau pengajaran.

“Pengajaran mempunyai arti cara (perbuatan) mengajar atau mengajarkan” (H.J.Gino :1996:30).

Bila pengajaran diartikan sebagai perbuatan mengajar, dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan mengajar oleh guru.

Beberapa definisi yang berhubungan dengan pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:

1). “Pembelajaran adalah usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar yaitu terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dank arena adanya usaha” (H.J.Gino, 1996: 33).

2). Menurut Alvin W. Howard, “pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan ketrampilan, sikap, cita-cita, penghargaan dan pengetahuan” (Slameto, 2003: 32).

3). Menurut Sardiman (2007: 14), menyebutkan bahwa “proses belajar mengajar merupakan proses interaksi antara dua unsur manusiawi, yaitu siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar dengan siswa sebagai subyek pokok”.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari pengajar untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan pengetahuan, ketrampilan dan tingkah laku pada diri pebelajar.


(25)

Menurut H.J.Gino dalam Belajar Pembelajaran (1996: 36-39), ciri-ciri pembelajaran terletak pada adanya unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa yaitu “motivasi belajar, bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar, dan kondisi siswa yang belajar”. Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut : 1). Motivasi belajar adalah sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri

seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar.

2). Bahan belajar merupakan isi pembelajaran yang berorientasi pada tujuan yang akan dicapai siswa.

3). Alat bantu belajar atau media belajar merupakan alat yang dapat membantu siswa belajar untuk mencapai tujuan belajar.

4). Suasana belajar adalah komunikasi dua arah antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa.

5). Kondisi siswa yang belajar adalah kondisi siswa dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam/intern misalnya motivasi dan factor dari luar, yaitu segala sesuatu yang di luar siswa, termasuk situasi belajar mengajar yang diciptakan oleh guru.

Menurut Sri Anitah W dan Sumartini (2007: 216-217) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di antaranya:

“1). Isi pelajaran.

2). Bahan pelajaran berwujud tulisan, bentuk fisik atau stimuli visual.

3). Strategi pembelajaran.

4). Perilaku guru.

5). Menstrukturkan pelajaran atau menyusun pelajaran.

6). Lingkungan belajar.

7). Pebelajar.

8). Durasi pembelajaran.

9). Lokasi pembelajaran”.

Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut :

1). Isi pelajaran yaitu berkaitan dengan pengetahuan, ketrampilan, aturan, konsep atau proses kreatif yang akan dipelajari pebelajar.


(26)

commit to user

2). Bahan yaitu bahan pelajaran berwujud tulisan, bentuk fisik atau stimuli visual yang digunakan dalam pembelajaran.

3). Strategi pembelajaran yaitu pemilihan strategi pembelajaran yang digunakan untuk mengajar isi pembelajaran merupakan perencanaan sentral guru.

4). Perilaku guru yaitu guru melakukan sejumlah kegiatan selama proses

pembelajaran dan membantu pebelajar dalam kegiatan-kegiatan belajar. 5). Menstrukturkan pelajaran yaitu menyusun pelajaran berkaitan dengan

kegiatan yang terjadi pada suatu saat tertentu selama penyajian pelajaran dan guru perlu merencanakan struktur pelajaran.

6). Lingkungan belajar, ketika kegiatan belajar direncanakan perlu dipertimbangkan lingkungan belajar yang ingin diciptakan.

7). Pebelajar, dalam kegiatan pembelajaran perlu dipertimbangkan karakteristik pebelajar tertentu yang ada di kelas, selain itu perlu dipertimbangkan motivasi pebelajar, kebutuhan akademik, kebutuhan fisik dan psikologis. 8). Durasi pembelajaran, yaitu membuat rencana tentang waktu yang tersedia

atau dialokasikan, untuk menjamin bahwa pebelajar mempunyai kesempatan untuk mencapai tujuan pembelajaran selama kurun waktu tertentu.

9). Lokasi pembelajaran, lokasi dapat berubah berdasarkan kebutuhan misalnya ruang kerja tertentu (ruang komputer), tambahan referensi (perpustakaan), atau struktur sosial yang berbeda (belajar bersama)”.

Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan beberapa komponen yaitu “standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok” ( Depdiknas, 2003: 27-30).

Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut:

1).Standar kompetensi adalah kompetensi yang dapat dilakukan atau ditampilkan untuk suatu mata pelajaran; kompetensi dalam mata pelajaran tertentu yang harus dimiliki oleh siswa, kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan dalam suatu mata pelajaran.

2). Kompetensi dasar adalah kompetensi minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan, kompetensi minimal yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa di standar kompetensi untuk suatu pelajaran.


(27)

3). Indikator adalah karakteristik, ciri-ciri, tanda-tanda perbuatan atau respons yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan bahwa siswa itu telah memiliki kompetensi dasar tertentu. 4). Materi pokok adalah bahan ajar minimal yang harus dipelajari siswa untuk

menguasai kompetensi dasar.

Komponen-komponen yang terlibat dalam proses kegiatan belajar mengajar menurut H.J. Gino (1996: 20) meliputi “siswa, guru, tujuan, isi pelajaran, metode, media, evaluasi”. Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut:

1). Siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima dan penyimpan isi materi pelajaran yang dibutuhkan intuk mencapai tujuan.

2). Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar, katalisator belajar mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.

3). Tujuan adalah pernyataan tentang perubahan penilaian yang diinginkan terjadi pada pembelajaran setelah mengikuti belajar mengajar. Perubahan penilaian tersebut mencakup perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik.

4). Isi pelajaran adalah segala informasi yang berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

5). Metode adalah cara yang diatur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.

6). Media adalah bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa agar mereka dapat mencapai tujuan.

7). Evaluasi adalah cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar mengajar dan sekaligus memberikan balikan bagi setiap komponen kegiatan belajar mengajar.


(28)

commit to user

Dari pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan jalan mengaktifkan faktor intern dan ekstern dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran merupakan proses yang kompleks, untuk itu perlu direncanakan secara matang oleh guru sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan dalam proses pembelajaran. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah memilih metode pembelajaran yang akan dipakai yang disesuaikan dengan materi sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa untuk dapat mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan optimal.

b. Pengertian Metode Pembelajaran

”Metode pembelajaran adalah cara melakukan atau menyajikan, menguraikan, memberi contoh dan memberi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu” (Martinis Yamin, 2006: 64).

Sedangkan menurut Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2002: 84) ”metode pembelajaran adalah strategi pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila menggunakan metode yang tepat”. Ketepatan penggunaan metode tersebut tergantung pada isi proses kegiatan belajar mengajar dan proses belajar mengajar.

Pemilihan metode yang kurang tepat akan menghambat keberhasilan proses belajar mengajar. Kesalahan dalam pemilihan metode berakibat sulitnya siswa menerima materi yang diberikan oleh guru, siswa menjadi tidak bersemangat dalam pembelajaran sehingga hasil belajar para siswa rendah. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan materinya agar tercipta interaksi yang edukatif antara guru dan siswa sehingga menumbuhkan semangat belajar bagi siswa yang berakibat pada meningkatnya hasil belajar siswa.

Dalam memilih metode pembelajaran, guru tidak boleh memilih dengan sembarangan. Metode yang digunakan haruslah metode yang dapat mendorong keaktifan serta inisiatif siswa dalam proses belajar. Menurut Slameto (2003: 35)


(29)

ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk memilih metode mengajar yang tepat, yaitu:

1). Tujuan pengajaran yaitu tingkah laku yang diharapkan dapat dinampakkan siswa setelah proses belajar mengajar. Pemilihan metode pengajaran yang tepat dapat mempermudah tercapainya tujuan pembelajaran.

2). Materi pelajaran yaitu bahan yang disajikan dalam pelajaran. Materi pelajaran yang berupa konsep memerlukan metode mengajar yang berbeda seperti yang dipakai untuk mengajar meteri yang berupa fakta.

3). Kemampuan siswa yaitu kemampuan siswa untuk menangkap dan mengembangkan bahan pelajaran yang disampaikan.

4). Kemampuan guru yaitu kemampuan guru dalam menggunakan berbagai metode mengajar.

5). Fasilitas yang tersedia yaitu bahan atau alat bantu atau fasilitas lain yang digunakan untuk meningkatkan efektifitas pengajaran.

6). Waktu yang tersedia yaitu jumlah waktu yang direncanakan atau dialokasikan untuk menyajikan bahan pengajaran guna mencapai tujuan pengajaran yang ditentukan.

Setiap metode pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahanya sendiri-sendiri, jadi sebuah metode pembelajaran belum tentu cocok bila diterapkan untuk materi tertentu. Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama pada umumnya masih menggunakan metode pembelajaran klasikal ( ceramah) dan kenyataanya sering dijumpai masih rendahnya hasil belajar siswa di sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut salah satunya diperlukan inovasi dalam hal metode pembelajaran. Untuk memperoleh hasil yang maksimal maka seorang guru harus bisa untuk memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, materi yang akan disampaikan, situasi kelas serta disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia.

c. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Priyanto dalam Made Wena (2009: 189) “pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu“. Prinsip dasar pembelajaran koperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai


(30)

commit to user

tujuan bersama. Dalam pembelajarn kooperatif siswa pandai mengajari siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya.

“Dalam proses pembelajaran kooperatif siswa dibagi secara berkelompok. Dalam setiap pengelompokan tersebut harus memperhatikan keheterogenan baik secara kemampuan ataupun jenis kelamin dari siswa. Sehingga akan tercipta dinamika dalam kegiatan belajar mengajar karena dalam kelompok-kelompok tersebut mempunyai kemampuan yang sama, tidak ada yang kuat dan tidak ada yang lemah“ (Mulyani Sumantri, 2001: 127-128).

Jadi, pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling membantu pembelajaran agar setiap anggota baik. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dikelompokkan secara variatif (beraneka ragam) berdasarkan prestasi siswa mereka sebelumnya, kesukaan/kebiasaan, dan jenis kelamin (Slavin: 2008: 3).

Selanjutnya Slavin (2008: 3) menjelaskan “belajar kooperatif mempunyai kelebihan yang tidak ditemukan dalam kegiatan individual seperti interaksi sosial, pertanggungjawaban individu dan kerja sama dengan kelompok“. Dalam kegiatan belajar individual cenderung mementingkan pribadi dan tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya.

Menurut Made Wena dalam Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (2009: 190) ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif yaitu :

1). saling ketergantungan positif (positive interdepence)

2). interaksi tatap muka (face to face interaction) 3). akuntabilitas individual (individual accountability)

4). ketrampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau

ketrampilan sosial yang secara sengaja diajarkan(use of

collarative/social skill)

Dalam teori pembelajaran konstruktivisme, strategi pokok yang diperlukan


(31)

pengetahuan dapat dipahami, maka harus bermakna secara potensial. Dalam

meaningful learning, setiap unsur materi ajar harus diolah dan

diinterpresentasikan sedemikian rupa sehingga masuk akal (make senses) dan

bermakna (meaningful) bagi siswa. Dengan pendekatan pembelajaran ini,

pengetahuan dapat diterima dan tersimpan lebih baik karena masuk otak melalui proses masuk akal.

“Teori konstruktivisme mengharuskan siswa untuk secara aktif mengkonstruksikan makna dari setiap pengetahuan yang dipelajari dan dari pengalaman yang di dapat selama siswa melakukan kegiatan belajar mengajar sehingga pengetahuan yang didapat siswa menjadi berkembang“ (Sardiman, 2003: 37-38).

Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi kesempatan agar menggunakan suatu strategi sendiri dalam belajar secara sendiri dan pendidikan dalam hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan yang mengarah lebih tinggi. Oleh karena itu, agar peserta didik benar-benar memahami mereka harus bekerja keras untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan ide-ide dan kemampuannya.

Ide pokok pada teori konstruktivisme adalah peserta didik secara aktif membagi pengetahuan mereka sendiri. Pendekatan dalam pembelajaran konstruktivisme dapat menggunakan pembelajaran secara kooperatif ekstensif. Menurut teori ini peserta didik akan lebih mudah menanamkan dan mengerti akan konsep-konsep yang sulit jika mereka dapat membicarakan dan mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.

Peserta didik secara rutin bekerja dalam kelompok yang terdiri sekitar 4 orang untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah dalam hal ini penekanannya pada aspek sosial dalam pembelajaran dan penggunaan kelompok yang sederajat untuk menghasilkan pemikiran. Pada sistem pengajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur dan

inilah yang disebut pengajaran gotong royong atau cooperative learning

(Slavin, 2008: 2).


(32)

commit to user

Model pembelajaran kooperatif lebih unggul dari pembelajaran biasa karena para siswa banyak melakukan variasi kegiatan dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Melalui berbagai variasi kegiatan belajar tersebut mereka melakukan pengulangan, perluasan, pendalaman dan penguatan terhadap penguasaan materi pengetahuan yang dipelajari, sedang dalam pembelajaran biasa yang bersifat ekspositori, siswa hanya mengalami atau melakukan satu atau dua kegiatan belajar saja, sehingga tidak atau kurang terjadi pengulangan, perluasan, pendalaman dan penguatan penguasaan (Erlina Syaodih dalam http://educare.e_fkipunla.net 2010).

Model pembelajaran kooperatif disamping memiliki keunggulan, dalam penerapannya terdapat beberapa hambatan sebagai berikut:

1). karena belum biasa guru tidak langsung dapat melaksanakan model pembelajaran kooperatif secara efektif, mereka membutuhkan penyesuaian atau latihan dalam pertemuan pertama.

2). karena belum biasa para siswa juga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan kegiatan yang baru. Guru dituntut untuk lebih meningkatkan disiplin belajar terutama kebiasaan siswa berbicara dan bekerja lebih efisien. 3). kegiatan-kegiatan kelompok yang mengaktifkan siswa membutuhkan waktu

belajar yang relatif lebih lama. Masalah ini dapat diatasi dengan meningkatkan efisiensi penggunaan waktu, penentuan target sasaran dan waktu untuk setiap kegiatan, pengawasan dan perintah untuk segera mengakhiri sesuatu kegiatan dan berpindah ke kegiatan lainnya.

4). kelengkapan media dan sumber. Masalah ini merupakan masalah umum yang dihadapi oleh sekolah, dapat diatasi dengan meningkatkan kerjasama dengan unsur pimpinan dan komite sekolah, dan peningkatan upaya guru mengembangkan sendiri media dan sumber belajars.

(Erlina Syaodih dalam http://educare.e_fkipunla.net 2010). Keberhasilan dari proses belajar kooperatif adalah karena ada 5 prinsip, yaitu:

1) Adanya sumbangan dari ketua kelompok

Tugas dari seorang ketua kelompok adalah memberikan sumbangan pengetahuannya untuk anggota kelompoknya, karena ketua kelompoknya adalah seseorang yang dinilai berkemampuan lebih dibandingkan dengan anggota yang lainnya. Dalam hal ini anggota kelompok diharapkan dapat memperhatikan, mempelajari informasi/penjelasan yang diberikan oleh ketua kelompok jika ada anggota kelompok yang merasa belum jelas, walaupun tugas ini bisa dilakukan oleh anggota yang lain.


(33)

2) Keheterogenan kelompok

Kelompok belajar yang efektif adalah yang mempunyai anggota kelompok yang heterogen, baik dalam hal jenis kelamin, latar belakang sosial, ataupun tingkat kecerdasan.

3) Ketergantungan pribadi yang positif

Setiap anggota kelompok belajar untuk berkembang dan bekerja satu sama lain. Ketergantungan pribadi ini dapat memberikan motivasi bagi setiap individu karena pada awalnya mereka harus bisa membangun pengetahuannya sendiri terlebih dahulu sebelum bekerja sama dengan temannya.

4) Ketrampilan bekerja sama

Dalam proses bekerja sama perlu adanya ketrampilan khusus sehingga kelompok tersebut dapat berhasil membawa nama kelompoknya. Proses yang dibutuhkan di sini adalah adanya komunikasi yang baik antar anggota kelompok.

5) Otonomi kelompok

Setiap kelompok mempunyai tujuan agar bisa membawa nama kelompoknya untuk menjadi yang terbaik. Jika mereka mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah setelah melampaui tahap kegiatan kelompok maka mereka akan bertanya kepada gurunya bukan kepada kelompok lain.

Dalam model mengajar kooperatif diharapkan siswa bekerja sama satu sama lainnya berdiskusi dan berdebat, menilai kemampuan pengetahuan dan mengisi kekurangan anggota lainnya. Bila diorganisasikan dengan tepat, siswa dapat bekeja sama dengan yang lainnya untuk memastikan bahwa setiap siswa dalam kelompok tersebut telah menguasai konsep yang telah diajarkan. Hal ini akan menumbuhkan realisasi bahwa siswa membutuhkan belajar dan berpikir untuk memecahkan masalah dan mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilannya.

Menurut Richard I. Arends (1997:326) pembelajaran model kooperatif

mempunyai empat variasi, yaitu “ STAD, Jigsaw, Group Investigation (GI),

Structural Approach”. Adapun penjelasan sebagai berikut:


(34)

commit to user

Dalam penerapan STAD, guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam kelompok untuk memastikan anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran. Akhirnya, seluruh siswa diberi ulangan atau kuis dengan materi yang sama. Pada saat ulangan atau kuis ini siswa tidak dapat saling membantu, dan nilai kuis ini dipakai untuk menentukan skor individu maupun kelompok.

2) Jigsaw

Dalam penerapan Jigsaw, siswa dibagi dalam kelompok kecil dengan

menggunakan kelompok asal dan kelompok ahli. Setiap kelompok asal diberi tugas untuk mempelajari bagian tertentu yang berbeda dengan materi yang diberikan. Kemudian setiap siswa yang mempelajari topik yang sama saling bertemu dan membentuk kelompok ahli untuk bertukar pendapat dan informasi. Setelah itu siswa kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan informasi yang diperoleh. Akhirnya setiap siswa diberi kuis secara individu. Penilaian dan penghargaan yang digunakan

pada Jigsaw sama dengan STAD.

3) Group Investigation (GI)

Group Investigation (GI) mengarahkan kepada siswa untuk saling bekerjasama dalam kelompok kecil untuk menyelidiki topik tertentu yang dipilih. Setiap kelompok membuat rencana kegiatan pembelajaran dan kemudian melaksanakannya. Akhirnya setiap kelompok mempresentasikan hasilnya.

4) Structural Approach (Pendekatan Struktural)

Langkah pertama yaitu guru menyajikan materi pelajaran, kemudian setiap kelompok mengerjakan lembar kerja siswa, saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama dalam kelompok. Pendekatan ini menghendaki siswa saling bekerjasama saling membantu dalam kelompok kecil. Terdapat dua tipe yang dikembangkan dari pendekatan struktural ini, yaitu:

a) Think-Pair-Share, pendekatan ini bertujuan memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu


(35)

sama lain. Pendekatan ini mempunyai tiga tahapan, yaitu berpikir (Thinking), berpasangan (Pairing), dan berbagi (Sharing).

b) Number-Head-Together, pendekatan ini bertujuan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran. Pendekatan ini terdiri dari empat langkah utama, yaitu: penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, dan menjawab.

Selain dua tipe di atas menurut Anita Lie (2010: 60-63) terdapat beberapa tipe lain yaitu “kepala bernomor terstruktur, dua tinggal dua tamu dan kancing gemerincing”.

Salah satu hal yang ditekankan dalam pembelajaran kooperatif adalah kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen. Masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara. Karena pada pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian, siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.

d. Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw

Salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang efektif adalah Jigsaw.

Robert E. Slavin mengatakan bahwa Metode pengajaran Jigsaw dikembangkan

oleh Elliot Aronso dan rekan-rekannya” (2008: 236).

Dalam model pembelajaran kooperatif metode Jigsaw, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.

Menurut Doantara Yasa tentang keunggulan kooperatif tipe Jigsaw

meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.


(36)

commit to user

Meningkatkan bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (http://ipotes.wordpres.com: 2008).

“Metode ini paling sesuai untuk subyek – subyek seperti pelajaran ilmu sosial, literatur, sebagian pelajaran ilmu pengetahuan ilmiah, dan bidang-bidang lainnya yang tujuan pembelajarannya lebih kepada penguasaan konsep daripada penguasaan kemampuan” (Slavin: 2008: 237).

Menurut Priyanto dalam Made Wena, (2009: 194-195) dalam

penerapannya pembelajaran kooperatif metode Jigsaw ada beberapa langkah yang

harus dilakukan, yaitu sebagai berikut : “1). Pembentukan kelompok asal 2). Pembelajaran pada kelompok asal 3). Pembentukan kelompok ahli 4). Diskusi kelompok ahli

5). Diskusi kelompok asal (induk) 6). Diskusi kelas

7). Pemberian kuis

8). Pemberian penghargaan kelompok”

Selain dari pendapat di atas, menurut Anita Lie (2010: 69-70) langkah- langkah penerapan pembelajaran metode Jigsaw :

“1). Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi 4 bagian. 2). Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan

mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. 3). Siswa dibagi dalam kelompok berempat.

4). Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan siswa yang kedua mendapatkan bagian yang kedua, begitu seterusnya.

5). Siswa disuruh membaca atau mengerjakan bagian masing-masing.

6). Setelah selesai siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca atau dikerjakan masing-masing.

7). Khusus untuk kegitan membaca, kemudian pengajar membagikan bagia cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa.


(37)

8). Kegiatan ini diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran tersebut”.

Tujuan penggunaan metode Jigsaw :

1). menyajikan metode alternatif selain metode ceramah.

2). mengkaji kebergantungan positif dalam menyampaikan dan menerima diantara anggota kelompok untuk mendorong kedewasaan berpikir.

3). menyediakan kesempatan berlatih bicara dan mendengar untuk melatih kognisi siswa dalam menyampaikan informasi.

Selama pelaksaan metode Jigsaw guru memantau kerja

kelompok-kelompok kecil untuk mengetahui bahwa kegiatan yang berlangsung dengan lancar. Dalam metode ini guru juga tidak banyak menjelaskan materi kepada siswa. Guru hanya perlu menyiapkan garis besar materi dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang akan menjadi petunjuk atau kerangka diskusi bagi kelompok ahli agar diskusi dapat terfokus. Disamping itu, guru berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung.

Kelebihan metode Jigsaw :

1). memacu siswa untuk berpikir kritis.

2). memacu siswa untuk membuat kata-kata yang tepat agar dapat menjelaskan kepada teman lain, ini akan membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan verbal dan sosialnya.

3). diskusi yang terjadi tidak didominasi oleh siswa tertentu, tetapi semua siswa dituntut untuk menjadi aktif.

Kekurangan metode Jigsaw:

1). kegiatan belajar mengajarnya membutuhkan lebih banyak waktu

dibandingkan metode ceramah.

2). bagi guru, metode ini membutuhkan konsentrasi dan tenaga yang lebih ekstra, karena setiap kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda-beda.


(38)

commit to user

e. Pembelajaran Kooperatif Metode Numbered Head Together

Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dalam Anita Lie (2010:56) “dengan melibatkan para siswa dalam melihat kembali bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajran tersebut”. Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur 4 langkah, yaitu:

“1). Penomoran (Numbering)

2). Pengajuan Pertanyaan (Question)

3). Berpikir Bersama (Head Together)

4). Pemberian Jawaban (Answering)

(Richard I. Arends,1997: 123-124). Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut :

1). Penomoran, Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang yang beranggotakan 4-5 orang dan member mereka nomor sehingga setiap siswa dalam tim memiliki nomor yang berbeda.

2). Guru mengajukan pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat hingga yang bersifat umum.

3). Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.

4). Guru menyebut satu nomor siswa dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas Anita Lie dalam bukunya Cooperatif Learning (2010:60) menuliskan

langkah-langkah penerapan metode struktural Numbered Head Together sebagai

berikut :

1). Siswa dibagi dalam setiap kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor.

2). Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok

mengerjakannya.

3). Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.

4). Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.


(39)

Kelebihan dan kelemahan metode struktural Numbered Head Together

adalah sebagai berikut :

Kelebihan metode struktural Numbered Head Together adalah:

1) Setiap siswa menjadi siap semua.

2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

4) Adanya interaksi antar siswa dalam proses belajar mengajar melalui kegiatan

diskusi dapat meningkatkan ketrampilan sosial siswa.

Kelemahan metode struktural Numbered Head Together adalah:

1) Pembelajaran metode struktural Numbered Head Together belum banyak

diterapkan di sekolah-sekolah sehingga memerlukan kemampuan dan ketrampilan dalam pelaksanaannya.

2). Siswa yang lebih pandai cenderung akan mendominasi kelas sehingga siswa yang kurang pandai akan merasa minder dan pasif.

3). Dikhawatirkan siswa hanya menyalin pekerjaan siswa lain sehingga kegiatan diskusi tidak berjalan lancar.

4). Pengelompokan siswa akan membutuhkan waktu

5). Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 6). Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Dalam metode struktural Numbered Head Together interaksi antar siswa

diperlukan untuk meyakinkan bahwa setiap orang dalam kelompok itu mengetahui jawabannya. Pembelajaran serta kerja sama dengan struktur menawarkan saling tergantung yang bersifat positif antara lain pertanggungjawaban individu dan kelompok.

2. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar a. Pengertian Belajar

”Belajar secara tradisional diartikan sebagai upaya menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan” (Mulyani Sumantri, 2001 : 13).

Menurut pendapat Morgan dalam Mulyani Sumantri (2001:13), belajar merupakan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman, yang di dalamnya memuat


(40)

commit to user

dua unsur penting dalam belajar yaitu, pertama belajar adalah perubahan tingkah laku, dan kedua perubahan yang terjadi adalah terjadi karena latihan atau pengalaman.

Beberapa definisi belajar dari para ahli antara lain :

1). Menurut Howard Kingsley, belajar diartikan sebagai proses tingkah laku

dalam arti luas yang diubah melalui praktek atau latihan, “Learning is a

process which behavior (in the broader sense)is originated or changed through practice or training” (H.J.Gino, 1996: 6).

2). Sedangkan Winkel dalam bukunya Psikologi Pengajaran menyatakan bahwa ”belajar adalah aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan sikap. Perubahan itu bersikap konstan dan berbekas” (H.J. Gino, 1996: 6).

Dari definisi tersebut di atas dapat ditentukan pengertian belajar adalah suatu kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan pengetahuan, ketrampilan dan tingkah laku, perubahan itu terjadi karena usaha sadar yang dilakukan individu yang sedang belajar.

b. Pengertian Prestasi Belajar

Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda “prestatie” yang “berarti hasil usaha” (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991:190). Dalam hal penelitian ini prestasi merupakan hasil belajar. Hasil belajar merupakan hal yang penting dalam proses belajar mengajar, karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Dengan demikian jika pencapaian hasil belajar siswa itu tinggi, dapat dikatakan proses belajarnya berhasil.

Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah melakukan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Usaha tersebut dipengaruhi oleh kondisi dan situasi tertentu, yaitu pendidikan dan latihan dalam suatu jenjang pendidikan. Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan dengan tes atau evaluasi. Untuk


(41)

melakukan evaluasi alat evaluasi yang obyektif, menyeluruh dan berkesinambungan.

Adapun fungsi dari prestasi belajar adalah sebagai : 1) Indikator kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai siswa.

2) Lambang pemuasan hasrat ingin tahu.

3) Bahan informasi dalam inovasi pendidikan, karena prestasi belajar dapat

dijadikan sebagai pendorong bagi siswa dalam peningkatan kualitas mutu pendidikan.

4) Indikator intern dan ekstern dari suatu instansi pendidikan, karena prestasi

belajar dapat dijadikan sebagai tingkat produktivitas dan sebagai kesuksesan siswa.

5) Mengetahui daya serap siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang

diprogramkan kurikulum.

Menurut Taksonomi Bloom dalam Richard I Arends (2008: 117)

yaitu,”ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor”. Hal tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1) Ranah Kognitif

a) Remember (mengingat), menurut para kreator taksonomi, berarti mengambil informasi yang relevan dari ingatan jangka panjang.

b) Understand (memahami), berarti mengkonstruksikan makna dari berbagai pesan instruksional.

c) Apply (menerapkan), berarti melaksanakan atau menggunakan suatu prosedur.

d) Analize (menganalisis), bearti menguraikan materi menjadi bagian-bagian konstituen dan menentukan bagaimana hubungan bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

e) Evaluated (mengevaluasi) termasuk proses kognitif checking (memeriksa) dan critiquing (mengkritik) dan berhubungan dengan kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. f) Created (menciptakan) bearti membuat judgment berdasarkan kriteria dan


(42)

commit to user

2) Ranah Afektif

a) Receiving (menerima), siswa menyadari atau memperhatikan sesuatu di lingkungan.

b) Responden (merespon), siswa memperlihatkan perilaku baru tertentu sebagai hasil pengalaman dan respon terhadap pengalaman.

c) Valuing (menghargai), siswa memperhatikan keterlibatan mutlak atau komitmen terhadap pengalaman tertentu.

d) Organization (organisasi), siswa telah mengintegrasikan sebuah nilai baru ke dalam nilai-nilai umumnya dan memberinya tempat yang layak dalam sistem prioritas.

e) Characterization by value (karakterisasi menurut nilai), siswa bertindak secara konsisten menurut nilainya dan memiliki komitmen yang kuat terhadap pengalaman itu.

3) Ranah Psikomotor

a) Gerakan reflek, tindakan siswa dapat terjadi di luar kehendak sebagai

respons terhadap stimulus tertentu.

b) Gerakan fundamental dasar, siswa memiliki pola gerakan bawaan yang

terbentuk dari kombinasi berbagai gerakan refleks.

c) Kemampuan perseptual, siswa dapat menstranslasikan stimuli yang

diterima melalui indera menjadi gerakan yang tepat seperti yang diinginkan.

d) Gerakan yang terampil, siswa telah mengembangkan gerakan-gerakan

yang lebih kompleks yang membutuhkan derajat efisiensi tertentu.

e) Komunikasi nondiskursif, siswa memiliki kemampuan untuk

berkomunikasi melalui gerakan tubuh.

c. Pengertian Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaan (PKn) 1) Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sebagai mata pelajaran diganti dengan nama mata pelajaran Pendidikan


(43)

Kewarganegaraan (PKn). Berdasar Permendiknas No 22 tahun 2006 tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Muhammad Numan Somantri (1976:54) Pendidikan Kewarganegaraan yang cocok dengan Indonesia sebagai berikut:

Pendidikan Kewargaan Negara adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik, yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, positive influence pendidikan sekolah, masyarakat, orang tua, yang kesemuanya itu diproses untuk melatih pelajar-pelajar berfikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis, dengan berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Syahrial Syarbaini, dkk (2006: 4) Pendidikan kewarganegaraan merupakan :

Suatu bidang kajian yang mempunyai obyek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan, dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk program kurikuler kewarganegaraan aktivitas-aktivitas sosial-kultural, dan kajian ilmiah kewarganegaraan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang di dalamnya terdapat berbagai aspek meliputi hak dan kewajiban warga negara, bidang politik dan budaya kewarganegaraan dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik yang relevan dalam aktivitas sosial kultural. Menurut Udin S. Winatapura dalam Winarno (http://winarno.staff.fkip.uns.ac.id/files/, 2009):

pendidikan kewarganegaraan atau citizenship education sudah menjadi

bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia dalam lima status, yaitu :

a). sebagai mata pelajaran di sekolah. b). sebagai mata kuliah di perguruan tinggi.

c). sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru.


(44)

commit to user

d). sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu crash program.

e). sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan

kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Berdasar pendapat di atas maka peneliti akan fokus pada status pertama yaitu pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah.

2) Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Pelajaran di Sekolah

Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. (Permendiknas No 22 tahun 2006 ).

Menurut Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (http:// www.puskur.net/ download/ prod2007) “Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran wajib pada semua satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah”. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah mempunyai tujuan, visi dan misi, serta ruang lingkup. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a) Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran

Tujuan Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah adalah mengembangkan kompetensi sebagai berikut:

(1) Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertibdak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi; (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (Anonim, 2009: 21)


(45)

b) Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan

Visi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak

bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara.

Adapun misi dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah membentuk warga Negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan UUD 1945. (Badan Standar Nasional Pendidikan

dalam Andri,www.google.gurubelajarnulis.kompetensi PKn, 2010).

c) Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran

Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 (2006:21) tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek yaitu : “(1) Persatuan dan Kesatuan, (2) Norma, Hukum dan Peraturan, (3) Hak Asasi Manusia, (4) Kebutuhan Warga Negara, (5) Konstitusi Negara, (6) Kekuasaan dan Politik, (7) Globalisasi”. Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut :

(1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan,

Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.

(2) Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga,

Tata terrtib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.

(3) Hak Asasi Manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan

kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

(4) Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri

sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara.


(46)

commit to user

(5) Konstitusi negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi

pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.

(6) Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,

Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sitem pemerintahan, Pers dalam masyrakat demokrasi.

(7) Pancasila, meliputi: Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan

ideologi negara, Proses perumusan pancasila senagai dasar negara, Pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.

(8) Globalisasi, meliputi: Globalisasi dilingkungannya, Politik luar negeri, Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Menguasai globalisasi.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah adalah suatu pendidikan yang memuat berbagai aspek seperti persatuan dan kesatuan bangsa, norma hukum dan peraturan, HAM, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasaan dan politik, pancasila dan globalisasi yang diajarkan kepada siswa untuk mempersiapkan siswa secara dini agar menjadi warga negara yang kritis, cerdas, dan aktif setelah dewasa nanti serta memiliki karakteristik yang baik sesuai dengan pancasila dan UUD 1945. Menurut Udin S. Winataputra dalam (http://sps/edu/prodipknupi.id ,2007) karakteristik warga negara yang baik adalah sebagai berikut:

1). Manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2). Mencintai sesama manusia, keluarga, masyarakat, bangsa, dan tanah

airnya.

3). Menghormati sesama warga negara.

4). Dapat hidup bersama dalam masyarakat majemuk. 5). Toleransi keagamaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat perlu untuk diajarkan disetiap sekolah, mulai


(47)

dari sekolah dasar sampai pada sekolah menengah karena melalui Pendidikan Kewarganegaraan peserta didik dapat belajar untuk menjadi warga negara yang kritis, cerdas dan aktif sehingga setelah dewasa akan memiliki karakteristik yang baik sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

3) Pengertian Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaan (PKn)

Pengertian prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan adalah penguasaan pengetahuan tentang materi pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diajarkan oleh guru PKn kepada para siswa yang ditunjukkan dengan nilai. Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar.

Menurut Saifudin Azwar dalam Sunarto (http://sunartombs.wordpres.com ,2009), “tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap performasi maksimal subjek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dapat diketahui setelah siswa mengikuti tes mata pelajaran PKn yang diadakan di sekolah.

Tes yang digunakaan peneliti dalam mengukur hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan yang sudah ada dalam silabus dan dijabarkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran kelas VII di semester genap, yaitu sebagai berikut :

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Menampilkan sikap

positif terhadap perlindungan dan penegakan Hak Azasi Manusia (HAM).

1.1Menguraikan hakikat, hukum dan

kelembagaan HAM

1.2Mendeskripsikan kasus pelanggaran dan

upaya penegakan HAM

1.3Menghargai upaya perlindungan HAM


(48)

commit to user

Setelah mengetahui standar kompetensi dan kompetensi dasar Pendidikan Kewarganegaraan, maka selanjutkan akan nampak apa yang menjadi indikator dari hasil belajar Pendidikan Kewarganegaran. Indikator yang dimaksud yaitu:

a) Menjelaskan pengertian HAM.

b) Menyebutkan dasar hukum penegakan HAM di Indonesia.

c) Menyebutkan lembaga-lembaga perlindungan HAM.

d) Menjelaskan latar belakang lahirnya perundang-undangan HAM

nasional.

e) Menyebutkan contoh-contoh kasus pelanggaran HAM di

lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

f) Mengemukakan cara-cara penanganan pelanggaran HAM.

g) Menguraikan peranan lembaga perlindungan HAM.

h) Menyebutkan pasal-pasal dalam UUD 1945 hasil perubahan yang

berkaitan dengan HAM.

i) Menunjukkan sikap positif terhadap upaya penegakan HAM di

wilayahnya.

j) Menampilkan sikap positif terhadap upaya penegakkan dan

perlindungan HAM di wilayahnya.

B. Penelitian Yang Relevan

Di dalam penelitian ini juga dicantumkan pendapat dari peneliti lain yang hasil penelitiannya relevan dengan penelitian ini. Hal ini peneliti lakukan guna mendukung penelitian yang telah peneliti lakukan. Diantaranya adalah:

1) Bahriyatul Azizah (2006) “Studi Komparasi Metode Pembelajaran Kooperatif

Tipe Jigsaw dan Metode Konvensional Pokok Bahasan Jurnal Khusus Sebagai

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar pada Siswa Kelas II MAN Suruh”. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata hasil pre test kelompok eksperimen sebesar 4,23 dan kelompok kontrol sebesar 4,11. Hasil uji t diperoleh diperoleh thitung = 0,595 < ttabel = 1.99. Hal ini berarti bahwa antara

kelompok eksperimen dan kontrol mempunyai kemampuan awal yang relatif sama dalam memahami materi pokok bahasan jurnal khusus sebelum


(49)

mengikuti pembelajaran. Rata-rata hasil post test kelompok eksperimen sebesar 6,84 dan kelompok kontrol sebesar 6,04. hasil uji t data post test diperoleh thitung = 4,639 > ttabel = 1,99. Hal ini berarti ada perbedaan hasil

belajar akuntansi pokok bahasan jurnal khusus antara metode kooperatif tipe

Jigsaw dengan pembelajaran konfensional. Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen yang lebih tinggi menunjukkan pembelajaran dengan metode

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dibandingkan pembelajaran

konvensional.

2) Hidayah Puput Saputri (2009) “Eksperimen Pembelajaran Kooperatif Melalui

Pendekatan Struktural Numbered Heads Together Ditinjau Dari Aktivitas

Belajar Siswa”. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran kooperatif melalui pendekatan struktural

Numbered Heads Together menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada penggunaan metode pembelajaran konvensional pada sub pokok bahasan Fungsi (Fa = 6,4885 > 3,9760 = Ftabel), aktivitas belajar

matematika yang lebih tinggi tidak menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada aktivitas belajar yang lebih rendah dalam sub pokok bahasan Fungsi (Fb = 2,2797 < 3,1260 = Ftabel), tidak terdapat interaksi yang

signifikan antara metode pembelajaran dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika pada sub pokok bahasan Fungsi (Fab = 1,7362 < 3,1260 = Ftabel).

Beberapa penelitian tersebut menyatakan bahwa metode Jigsaw dapat

meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Ekonomi pokok bahasan

Jurnal Khusus. Metode struktural Numbered Head Together juga lebih baik

dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pelajaran Matematika

pada sub pokok bahasan Fungsi. Sehingga metode Jigsaw dan metode

struktural Numbered Head Together dapat digunakan sebagai salah satu


(1)

pihak ini terdapat dalam rekap data lampiran 15 dan tabel nilai t dapat dilihat dalam lampiran 16.

D. Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang membandingkan pengaruh pemberian perlakuan (treatment) pada suatu obyek (kelas eksperimen). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar Pkn yang dapat dilihat dari nilai post test antara kelas eksperimen 1 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif metode Jigsaw dengan kelas eksperimen 2 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif metode struktural Numbered Head Together.

Dalam penerapan metode struktural Jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan 4 - 6 anggota kelompok belajar heterogen. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari, menguasai bagian tertentu bahan yang diberikan kemudian menjelaskan pada anggota kelompoknya. Dengan demikian terdapat rasa saling membutuhkan dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Para anggota dari kelompok lain yang bertugas mendapat topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Kemudian anggota tim ahli kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan didalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri.

Model pembelajaran kooperatif metode struktural Numbered Head

Together biasanya juga disebut dengan berpikir secara berkelompok yang terdiri

atas empat tahap yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. Pada pembelajaran kooperatif tipe struktural Numbered Head Together dibuat kelompok kecil yang beranggotakan 4-6 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 6, siswa diberi pertanyaan tentang materi, kemudian berdiskusi bersama anggota kelompoknya dan memastikan agar setiap anggota mengerti dan memahami


(2)

commit to user

jawaban dari kelompoknya. Kemudian hasilnya dijawab didepan kelas oleh siswa yang namanya dipanggil oleh guru sebagai perwakilan dari kelompoknya.

Setelah kedua kelompok mendapatkan perlakuan yang berbeda yaitu model pembelajaran kooperatif metode Jigsaw dan metode struktural Numbered

Head Together untuk kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2, kemudian

kedua kelas tersebut diberi post test.

Dari analisis data tahap awal diketahui bahwa untuk kelas eksperimen 1 (metode Jigsaw) Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal bila L

hitung < Ltabel , dari tabel dapat dilihat dari aspek kognitif diperoleh harga Lhitung =

0,082 dan L

tabel = 0,148. Karena Lhitung < Ltabel yaitu 0,082 < 0,148 maka dengan

demikian sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Untuk kelas eksperimen 2 (Numbered Head Together), sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal bila L

hitung < Ltabel , dari tabel dapat dilihat dari

aspek kognitif diperoleh harga L

hitung = 0,122 dan Ltabel = 0,148. Karena Lhitung <

L

tabel yaitu 0,122 < 0,148 maka dengan demikian sampel berasal dari populasi

yang berdistribusi normal.

Dari perhitungan uji homogenitas, secara keseluruhan untuk kelas eksperimen 1(metode Jigsaw) dan kelas eksperimen 2 (metode Numbered Head

Together ) untuk aspek kognitif diperoleh H

hitung sebesar 0,282 sedangkan Htabel =

3,841. Dari tabel tersebut terlihat masing – masing harga Hhitung < Htabel yaitu 0,282

< 3,841 maka dengan demikian maka sampel berasal dari populasi yang homogen. Selain itu, berdasarkan uji-t dua pihak untuk prestasi belajar aspek kognitif, diperoleh thitung = 4,744 setelah dikonsultasikan dengan tabel distribusi t

pada taraf siknifikan 5% (0,05) didapat harga ttabel = 1,995. Karena hasil uji-t

yaitu thitung > ttabel (4,744 > 1,995). Maka dapat dibuat kesimpulan bahwa H0

ditolak, yang artinya ada perbedaan prestasi belajar pada pembelajaran Pkn antara metode Jigsaw dengan metode struktural Numbered Head Together, untuk aspek kognitif.


(3)

Pembelajaran kooperatif dengan metode Jigsaw dapat meningkatkan pemahaman konsep. Metode Jigsaw menjadikan siswa untuk lebih aktif dan banyak berdiskusi, peran guru juga aktif yaitu untuk mengkoreksi setiap pekerjaan dan pertanyaan siswa. Selain itu, metode Jigsaw memberikan keuntungan bagi siswa karena memacu siswa untuk berpikir kritis, memacu siswa untuk membuat kata-kata yang tepat agar dapat menjelaskan kepada teman lain, ini akan membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan verbal dan sosialnya, diskusi yang terjadi tidak didominasi oleh siswa tertentu, tetapi semua siswa dituntut untuk menjadi aktif. Dari hal-hal tersebut dapat meningkatkan motivasi belajar siswa maka akan mengakibatkan pencapaian hasil belajar siswa yang lebih baik. Dalam metode Jigsaw menekankan pada kerja sama atau gotong royong dan saling berbagi (saling bertukar pengetahuan). Saling ketergantungan yang positif terjadi dalam kelompok, karena pembagian materi belajar ke dalam komponen yang terpisah menjadi bagian yang penting dalam metode ini.

Pembelajaran kooperatif dengan metode struktural Numbered Head

Together menekankan pada pada struktur-struktur khusus yang yang dirancang

untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa, sehingga siswa dapat bekerja sama, saling bergantung dalam kelompok-kelompok kecil. Metode struktural

Numbered Head Together mempunyai keuntungan bagi siswa yaitu setiap siswa

menjadi siap semua, dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai, adanya interaksi antar siswa dalam proses belajar mengajar melalui kegiatan diskusi dapat meningkatkan ketrampilan sosial siswa. Tetapi tingkat kematangan kerjasama dan diskusi pada metode struktural Numbered Head Together kurang dibandingkan dalam metode

Jigsaw. Hal ini disebabkan, dalam metode struktural Numbered Head Together

siswa mendiskusikan soal atau permasalahan lebih dari satu macam, dimana diskusi tersebut berlangsung hanya satu kali. Sedangkan dalam metode Jigsaw

diskusi berlangsung dua kali yaitu pada kelompok asal dan kelompok ahli, dimana dalam kelompok ahli siswa mendiskusikan soal atau permasalahan yang sama. Jadi secara umum terjadinya perbedaan hasil belajar dimungkinkan karena dalam


(4)

commit to user

pembelajaran kooperatif metode struktural Numbered Head Together diskusi hanya berlangsung satu kali sedangkan dalam Jigsaw diskusi berlangsung dua kali. Pembelajaran kooperatif memberikan kontribusi hasil belajar yang lebih baik dengan kegiatan kerja bersama kelompoknya.

Model pembelajaran kooperatif lebih unggul dari pembelajaran biasa karena para siswa banyak melakukan variasi kegiatan dibandingkan dengan pembelajaran biasa. “Melalui berbagai variasi kegiatan belajar tersebut mereka melakukan pengulangan, perluasan, pendalaman dan penguatan terhadap penguasaan materi pengetahuan yang dipelajari, sedang dalam pembelajaran biasa yang bersifat ekspositori, siswa hanya mengalami atau melakukan satu atau dua kegiatan belajar saja, sehingga tidak atau kurang terjadi pengulangan, perluasan, pendalaman dan penguatan penguasaan“ (Erlina Syaodih: 2010) dengan demikian diharapkan melalui penggunaan metode-metode belajar model kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, karena metode yang digunakan haruslah metode yang dapat mendorong keaktifan serta inisiatif siswa dalam proses belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Djamarah (2002: 84) “metode pembelajaran adalah strategi pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila menggunakan metode yang tepat”.

Berdasarkan seluruh analisis di atas dapat diketahui bahwa ada perbedaan prestasi belajar pada pembelajaran PKn pada standar kompetensi Hak Asasi Manusia antara model pembelajaran kooperatif metode Jigsaw dengan model pembelajaran kooperatif metode struktural Numbered Head Together. Jadi hipotesa yang telah peneliti uraikan pada bab II dapat dibuktikan kebenarannya.


(5)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan interpretasi hasil penelitian serta pembahasan di bab IV, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan prestasi belajar siswa kelas eksperimen 1 (metode Jigsaw) dan kelas eksperimen 2 (metode struktural Numbered Head Together). Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Adanya perbedaan antara prestasi belajar PKn menggunakan metode

Jigsaw dengan prestasi belajar PKn menggunakan metode struktural Numbered

Head Together pada aspek kognitif. Hal tersebut ditunjukkan dengan ( thitung >

ttabel = 4,744 > 1,995).

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas maka menimbulkan beberapa implikasi sebagai berikut:

1. Implikasi Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian bahwa ada perbedaan hasil pengajaran menggunakan metode Jigsaw dengan metode struktural Numbered Head

Together. Selain itu, hasil pengajaran menggunakan metode Jigsaw memberikan

pencapaian prestasi belajar meliputi aspek kognitif yang lebih tinggi dari pengajaran dengan menggunakan metode struktural Numbered Head Together

pada standar kompetensi Hak Asasi Manusia.

2. Implikasi Praktis

Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa metode Jigsaw

dan metode struktural Numbered Head Together dapat digunakan untuk meningkatkan pencapaian prestasi belajar siswa. Maka diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi kepada guru PKn tentang: pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif metode Jigsaw dapat lebih meningkatkan pencapaian prestasi belajar siswa, dibandingkan pengajaran dengan


(6)

commit to user

menggunakan model pembelajaran kooperatif metode struktural Numbered Head

Together. Pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

metode Jigsaw dan metode struktural Numbered Head together dapat digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar pada materi Hak Asasi Manusia.

C. Saran

Dalam rangka untuk ikut serta dalam menyumbangkan pemikiran, maka berdasarkan implikasi di atas terdapat beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi Guru

Dalam proses belajar mengajar hendaknya guru mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran. Guru diharapkan menggunakan metode pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yang diantaranya yaitu metode pembelajaran metode

Jigsaw dan metode struktural Numbered Head Together yang merupakan

bagian dari model pembelajaran kooperatif. 2. Bagi Siswa

Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif yaitu metode Jigsaw dan metode struktural Numbered Head Together dapat digunakan untuk menumbuhkan rasa kebersamaan, kerjasama dan mengembangkan sikap sosial antara siswa yang satu dengan siswa lain dan menjaga agar semangat siswa tetap tinggi dalam belajar maka disarankan agar siswa mempunyai keinginan untuk mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga memperoleh hasil belajar atau nilai yang baik.

3. Bagi Peneliti

Kepada peneliti lain dapat melakukan penelitian serupa pada materi lain, sehingga diperoleh informasi lebih luas tentang keefektifan pembelajaran kooperatif metode Jigsaw dan metode struktural Numbered Head Together.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Mathaul Huda

0 5 173

Pengaruh metode Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di SMP Al-Zahra Indonesia Pamulang

0 4 177

Effect of Method Numbered Head Together (NHT) to the Student Results on Subjects of Fiqh at Al-Zahra Indonesian Junior Pamulang.

0 25 177

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR DANPENGUASAAN MATERI SISWA (Kuasi Eksperimen PadaSiswa Kelas VII SMP Negeri Natar Lampung Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 6 47

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi Eksperimen pada siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Punggur Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013 Pada Materi Pokok mengaplik

0 19 50

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI DENGAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) SISWA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2009 2010

0 3 100

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI Pengaruh Metode Pembelajaran Numbered Heads Together (Nht) Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau Dari Keaktifan Belajar Matematika Siswa Kelas Vii Smp Negeri

0 3 14

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA BANGUN DATAR SEGI EMPAT MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER (PTK Kelas VII SMP Negeri I Baki Semester II Tahun Ajaran 2009/2010).

0 0 8

PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR DAN BERFIKIR KRITIS SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 2 COLOMADU TAHUN AJARAN 2009/ 2010.

0 1 10

PERBEDAAN ANTARA PEMBELAJARAN INDVIDUAL ( Metode Mind Perbedaan Antara Pembelajaran Indvidual ( Metode Mind Mapping ) Dengan Pembelajaran Kooperatif (Metode Numbered Head Together ) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP N 1 Mojogedang Tahun Ajaran 2

0 0 13