Analisis evaluasi pembelajaran Fisika dan implementasi pendekatan saintifik dalam evaluasi pembelajaran Fisika kelas XI IPA SMA : studi kasus di SMA P Yogyakarta.
ABSTRAK
Maria Hesti Dwi Kristiani. 2016. Analisis Evaluasi Pembelajaran Fisika dan Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Evaluasi Pembelajaran Fisika Kelas XI IPA SMA (Studi Kasus di SMA P Yogyakarta). Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui evaluasi yang dilakukan pada pembelajaran fisika yang menggunakan pendekatan saintifik, dan (2) untuk mengetahui sejauh mana evalusi tersebut dilakukan pada pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan saintifik.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2015 di SMA P Yogyakarta. Subjek pada penelitian ini adalah seorang guru mata pelajaran fisika yang mengajar di kelas XI IPA 1 yang berjumlah 26 orang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa rekaman wawancara, rekaman video pembelajaran, dan fieldnotes.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Guru melakukan evaluasi pada mata pelajaran fisika kelas XI IPA di SMA P dengan memperhatikan 3 aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi pada ketiga aspek tersebut dilakukan dengan cara yang terpisah. Penilaian kemampuan kognitif dilakukan dalam bentuk ulangan, kemampuan afektif dilakukan dengan melihat sikap siswa selama PBM berlangsung dan dicatat dalam sebuah jurnal, dan kemampuan psikomotorik dilakukan dengan mengadakan kegiatan praktikum; (2) Dalam pelaksanaan evaluasi, guru sudah melakukannya dengan cukup baik. Guru melakukannya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh sekolah dan guru pun mengadakan remedial sampai siswanya mencapai nilai KKM. Namun, dalam perencanaan evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi, pelaporan dan pemanfaatan hasil evaluasi, guru belum melakukannya dengan cukup baik.
(2)
ABSTRACT
Maria Hesti Dwi Kristiani. 2016. “Analysis of The Evaluation on Physic Learning and The Implementation of Scientific Method in The Evaluation of Physic Learning in Class XI IPA SMA (A Case Study in SMA P Yogyakarta)”. Thesis. Physic Education Study Program. Department of Mathematics and Natural Science Education. Faculty of Teachers Training and Education. Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research aims to (1) know the evaluation done in physic learning which uses scientific method, and (2) to evaluate the evaluation which has done in physic learning using scientific method.
This research was done in April-May 2015 in SMA P Yogyakarta. The subject of this research was a physic teacher who taught XI IPA 1 in which the students were 26 students. This was a qualitative research. The instrument to gather the data used in this research was interview record, video of teaching and learning, and field notes.
The result showed that (1) the teacher did the evaluation in 3 aspects: cognitive, affective, and psychomotoric. Those 3 aspects were done in different ways. The cognitive assessment was done in a test, the affective ability was done through observation in the teaching-learning process which was noted in a journal, and the psychomotor ability was done in a practicum; (2) in the performance evaluation, teacher already do quite well. Teacher do it according to the schedule set by school and ever hold a remedial for students to reach of standard point in the school. However, in the planning of the evaluations, the development of evaluation instruments, reporting, and utilization of evaluation
results, teacher don’t do it quite well.
(3)
i
ANALISIS EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA DAN IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM EVALUASI
PEMBELAJARAN FISIKA KELAS XI IPA SMA (STUDI KASUS DI SMA P YOGYAKARTA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh: Maria Hesti Dwi K
NIM: 111424027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2016
(4)
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
(5)
iii
HALAMAN PENGESAHAN
(6)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala perkara dapat kutanggung
di dalam DIA
yang memberi kekuatan kepadaku.
Filipi 4 : 13
Si pemalas dibunuh oleh keinginannya karena tangannya enggan bekerja.
Amsal 21 : 25
Skripsi ini ku persembahkan untuk: Yesus Kristus dan Bunda Maria; Orang tua yang sangat kucintai: Heru Nugraha dan Woro Endang;
FX. Heri Rahardiyanto dan BM Tri Nugrahaningsih; Kakak-kakak yang sangat kusayangi:
Maz Rezza, Mbak Rini, Mbak Lintang, dan Mas Suryo;
(7)
v
(8)
vi
(9)
vii
ABSTRAK
Maria Hesti Dwi Kristiani. 2016. Analisis Evaluasi Pembelajaran Fisika dan Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Evaluasi Pembelajaran Fisika Kelas XI IPA SMA (Studi Kasus di SMA P Yogyakarta). Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui evaluasi yang dilakukan pada pembelajaran fisika yang menggunakan pendekatan saintifik, dan (2) untuk mengetahui sejauh mana evalusi tersebut dilakukan pada pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan saintifik.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2015 di SMA P Yogyakarta. Subjek pada penelitian ini adalah seorang guru mata pelajaran fisika yang mengajar di kelas XI IPA 1 yang berjumlah 26 orang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa rekaman wawancara, rekaman video pembelajaran, dan fieldnotes.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Guru melakukan evaluasi pada mata pelajaran fisika kelas XI IPA di SMA P dengan memperhatikan 3 aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi pada ketiga aspek tersebut dilakukan dengan cara yang terpisah. Penilaian kemampuan kognitif dilakukan dalam bentuk ulangan, kemampuan afektif dilakukan dengan melihat sikap siswa selama PBM berlangsung dan dicatat dalam sebuah jurnal, dan kemampuan psikomotorik dilakukan dengan mengadakan kegiatan praktikum; (2) Dalam pelaksanaan evaluasi, guru sudah melakukannya dengan cukup baik. Guru melakukannya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh sekolah dan guru pun mengadakan remedial sampai siswanya mencapai nilai KKM. Namun, dalam perencanaan evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi, pelaporan dan pemanfaatan hasil evaluasi, guru belum melakukannya dengan cukup baik.
(10)
viii
ABSTRACT
Maria Hesti Dwi Kristiani. 2016. “Analysis of The Evaluation on Physic Learning and The Implementation of Scientific Method in The Evaluation of
Physic Learning in Class XI IPA SMA (A Case Study in SMA P Yogyakarta)”.
Thesis. Physic Education Study Program. Department of Mathematics and Natural Science Education. Faculty of Teachers Training and Education. Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research aims to (1) know the evaluation done in physic learning which uses scientific method, and (2) to evaluate the evaluation which has done in physic learning using scientific method.
This research was done in April-May 2015 in SMA P Yogyakarta. The subject of this research was a physic teacher who taught XI IPA 1 in which the students were 26 students. This was a qualitative research. The instrument to gather the data used in this research was interview record, video of teaching and learning, and field notes.
The result showed that (1) the teacher did the evaluation in 3 aspects: cognitive, affective, and psychomotoric. Those 3 aspects were done in different ways. The cognitive assessment was done in a test, the affective ability was done through observation in the teaching-learning process which was noted in a journal, and the psychomotor ability was done in a practicum; (2) in the performance evaluation, teacher already do quite well. Teacher do it according to the schedule set by school and ever hold a remedial for students to reach of standard point in the school. However, in the planning of the evaluations, the development of evaluation instruments, reporting, and utilization of evaluation
results, teacher don’t do it quite well.
(11)
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“ANALISIS EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA DAN IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM EVALUASI
PEMBELAJARAN FISIKA KELAS XI IPA SMA (STUDI KASUS DI SMA
P YOGYAKARTA)” ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
pada Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan, saran,
dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
meluangkan waktu, membimbing, memberi masukan, dan saran yang
bermanfaat dalam penyusunan skripsi.
2. Dr. Ignatius Edi Santosa, M.S., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika
dan Dosen Pembimbing Akademik Pendidikan Fisika angkatan 2011 yang
(12)
x
3. SMA Pangudi Luhur Sedayu, Bapak Pur, Bruder, dan siswa-siswi kelas XI
IPA 2 yang telah memberikan kesempatan dan membantu penulis dalam
melakukan penelitian.
4. Segenap Dosen Universitas Sanata Dharma, khususnya Program Studi
Pendidikan Fisika yang telah memberikan pengalama, pengetahuan, dan
bimbingan selama penulis belajar di Universitas Sanata Dharma.
5. Segenap Staf Sekretariat JPMIPA yang telah membantu segala keperluan
administratif selama penulis kuliah di Universitas Sanata Dharma.
6. Orang tua tercinta Bapak Heru Nugraha dan Mama Woro Endang, serta kakak
ku Mas Rezza dan Mbak Rini yang selalu mendampingi, membimbing, dan
memberikan semangat kepada penulis.
7. Elisabeth Anindita Arjanggi, Helen Puspitaningrum, dan Theresia Indah. P,
yang sudah berjuang bersama-sama selama proses pembuatan skripsi.
8. Teman-teman yang selalu mendukung, membantu, dan mengingatkan penulis
selama proses penulisan skripsi ini: Marjuki, Johan, Jejen, Heri, Yoana, Tika,
Hudan, Gina, dan seluruh teman-teman Pendidikan Fisika 2011.
9. Serta semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu atas dukungan dan semangat.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dan dalam
bidang ilmu pengetahuan pada umumnya.
Yogyakarta, 26 Februari 2016
(13)
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 5
A. Pembelajaran Fisika ... 5
B. Pendekatan Saintifik ... 6
(14)
xii
D. Evaluasi Pembelajaran Fisika Menggunakan Pendekatan Saintifik ... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 26
A. Jenis Penelitian ... 26
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27
C. Subyek Penelitian ... 27
D. Instrumen Penelitian ... 27
BAB IV DATA, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Data ... 32
B. Analisis dan Pembahasan ... 34
1. Aspek Evaluasi ... 34
2. Teknik Evaluasi ... 44
3. Mekanisme dan Prosedur Evaluasi ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
(15)
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Izin ... 66
Lampiran 2 Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 67
Lampiran 3 Analisis Soal ... 68
(16)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini pendidikan di Indonesia semakin berkembang dalam
berbagai hal, baik dari materi, media, model pembelajaran, dan metode
pembelajaran. Dulu kebanyakan guru hanya mengajar dengan metode
ceramah yang sangat membosankan bagi siswa, namun sekarang banyak guru
yang melakukan berbagai inovasi dalam proses pembelajaran agar siswa
semakin bersemangat dalam belajar. Hal ini dilakukan untuk semakin
meningkatakan mutu pendidikan di Indonesia.
Pada hakekatnya, belajar adalah memahami sesuatu dengan percobaan
berulang-ulang hingga seseorang dapat paham, mengerti, dan menguasai suatu
hal dengan baik. Begitu pula dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Siswa akan lebih menguasi materi pelajaran jika siswa menemukan dan
menggali sendiri pengetahuannya tersebut, sehingga hasilnya pemahaman
siswa diharapkan lebih mendalam.
Fisika adalah ilmu yang memahami fenomena alam. Dalam
pembelajaran di sekolah, khususnya jenjang SMP dan SMA/SMK, siswa
diharapkan dapat aktif membentuk pemikiran mereka sehingga dapat
menjelaskan gejala fisis di kehidupan sekitarnya secara logis. Dalam hal ini
siswa dituntut untuk dapat berpikir secara induktif. Menurut Suparno, dalam
(17)
Dengan siswa aktif, siswa dapat menemukan sesuatu sendiri, karena dengan
menemukan sendiri siswa dapat lebih mengerti secara mendalam (Suparno,
2007: 72).
Berdasarkan hal di atas, guru seharusnya menggunakan model
pembelajaran yang mendukung kegiatan siswa untuk menemukan sendiri
pengetahuannya tersebut, salah satu model pembelajaran yang dapat
digunakan adalah pendekatan saintifik. Pendekatan ini pertama kali dicetuskan
oleh Galileo Galilei, seorang fisikawan yang memiliki banyak sumbangan
pada zamannya dan digunakan sampai saat ini. Pendekatan saintifik atau
pendekatan ilmiah sendiri sudah akrab dikenal pada pembelajaran fisika
sebagai metode ilmiah. Pendekatan saintifik ini menerapkan metode ilmiah
pada proses pembelajaran fisika. Pada metode ilmiah, siswa dituntut untuk
lebih mengedepankan penalaran induktif. Penalaran induktif melihat
fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara
keseluruhan. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan
kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.
Pendekatan saintifik ini bertujuan agar siswa mampu menemukan dan
mengembangkan secara mandiri pengetahuan yang didapatnya agar siswa
tersebut dapat lebih memahami materi yang dipelajarinya, tidak hanya sekedar
tahu saja.
Dalam suatu pembelajaran perlu diadakan evaluasi yang bertujuan untuk
mengukur sampai di mana tingkat kemampuan siswa selama proses
(18)
program pengajaran. Karena pendekatan saintifik lebih menitikberatkan pada
proses penemuan pengetahuan oleh siswa, maka diperlukan evaluasi yang
tidak hanya menilai pada hasil belajar siswa saja, tapi juga menilai dalam
proses belajar-mengajar. Teknik evaluasi yang dipakai pun harus disesuaikan
dengan pendekatan saintifik itu sendiri yang sesuai dengan metode ilmiah.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti akan melakukan
penelitian dengan judul “ANALISIS EVALUASI PADA PEMBELAJARAN FISIKA DAN IMPLEMENTASI PENDEKATAN
SAINTIFIK DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA KELAS
XI IPA SMA (STUDI KASUS DI SMA P YOGYAKARTA)”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, dapat dirumuskan bahwa:
1. Bagaimana evaluasi yang dilakukan pada pembelajaran fisika yang
menggunakan pendekatan saintifik?
2. Sejauh mana evaluasi dilakukan pada pembelajaran fisika dengan
(19)
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui evaluasi yang dilakukan pada pembelajaran fisika yang
menggunakan pendekatan saintifik.
2. Mengetahui sejauh mana evaluasi dilakukan pada pembelajaran fisika
dengan menggunakan pendekatan saintifik.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain:
1. Bagi Guru
Memberikan masukan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran mata
pelajaran fisika yang menggunakan pendekatan saintifik.
2. Bagi Sekolah
a. Meningkatkan mutu pendidikan khususnya pada mata pelajaran fisika.
b. Memberikan masukan untuk melihat betapa pentingnya evaluasi
pembelajaran pada mata pelajaran fisika.
3. Bagi Peneliti
Dapat mengetahui bagaimana melakukan evaluasi pembelajaran fisika
yang menggunakan model pembelajaran pendekatan saintifik dan seberapa
(20)
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran Fisika
Menurut Suparno, yang terpenting dalam pembelajaran fisika adalah siswa
yang aktif belajar fisika. Maka semua usaha guru harus diarahkan untuk
membantu dan mendorong agar siswa mau mempelajari fisika sendiri. Guru
membimbing siswa untuk menemukan sendiri kebenaran atau pengetahuan
barunya dengan menghubungkan fenomena-fenomena yang terjadi di
sekitarnya dengan teori yang ia miliki sejak awal. Siswa dibimbing untuk
menghubungkan hal tersebut dengan menggunakan penalaran induktif,
sehingga siswa dapat menemukan kesimpulan yang baik. Dengan siswa
menemukan sendiri pengetahuannya, siswa akan mengerti lebih dalam dan
tidak cepat lupa akan pengetahuan yang baru didapatkannya tersebut.
Adapun tujuan umum pembelajaran fisika seperti (Suparno, 2007: 3):
1. Mengerti dan menggunakan metode ilmiah
2. Menguasai pengetahuan fisika (konsep)
3. Menggunakan sikap ilmiah
4. Memenuhi kebutuhan pribadi dan masyarakat
(21)
B. Pendekatan Saintifik
Menurut Daryanto (2014: 55), pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah
adalah proses pembelajaran yang dapat dipadankan dengan suatu proses
ilmiah. Pada proses ilmiah, para ilmuwan menggunakan penalaran induktif, di
mana penalaran ini memandang suatu fenomena dengan kajian spesifik dan
detail untuk menarik kesimpulannya secara umum. Metode ilmiah sendiri
terdiri dari serangkaian kegiatan pengumpulan data melalui observasi atau
eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian
memformulasi dan menguji hipotesis. Penerapan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati,
mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan
(Daryanto, 2014: 51). Keterampilan proses sains sebagai keterampilan dasar
harus dimiliki oleh setiap siswa sebelum mereka menggunakan metode ilmiah.
Oleh karena itu, proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada
pengembangan keterampilan proses. Dalam pembelajaran IPA dengan
mengembangkan keterampilan proses, siswa dapat menemukan fakta-fakta,
membangun konsep-konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah yang akhirnya dapat
berpengaruh positif terhadap proses maupun produk pendidikan (Trianto,
2012: 143).
Adapun prinsip-prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan belajar
(Daryanto, 2014: 58):
1. Pembelajaran berpusat pada siswa
(22)
3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme
4. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi
dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip
5. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir
siswa
6. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar
guru
Berikut adalah tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik menurut
Daryanto (2014: 54):
1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa
2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah
secara sistematik
3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahawa belajar itu
merupakan suatu kebutuhan
4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi
5. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam
menulis artikel ilmiah
6. Untuk mengembangkan karakter siswa
Pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 Tahun 2013
dibahas bahwa untuk memperkuat pendekatan saintifik diterapkan
(23)
Adapun langkah-langkah pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran
sebagai berikut:
1. Mengamati (observasi)
Pada kegiatan ini siswa diharapkan mampu menemukan fakta bahwa
ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran
yang diajarkan oleh guru. Dengan mengamati sendiri siswa diharapkan
lebih dapat memahami konsep-konsep fisika yang diajarkan. Pada
kegiatan ini guru memfasilitasi dan membimbing siswa untuk melakukan
pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca,
mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.
2. Menanya
Setelah mengamati suatu obyek, siswa diberi kesempatan dan
dibimbing untuk dapat mengajukan pertanyaan terkait dengan obyek
tersebut. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang
bersifat hipotetik. Pertanyaan tersebut menjadi dasar siswa untuk mencari
informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru
sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal amapai
sumber yang beragam. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa
ingin tahu peserta didik.
3. Mengumpulkan Informasi
Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Aktivitas
(24)
cara, seperti melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku
teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas wawancara dengan narasumber
dan sebagainya.
4. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/Menalar
Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, kegiatan
mengasosiasi/mengolah informasi/menalar dalam kegiatan pembelajaran
adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik dari hasil
kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan
mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Kegiatan ini dilakukan
untuk menemukan pola dari keterkaitan informasi-informasi yang telah
dikumpulkan.
5. Menarik Kesimpulan
Setelah menemukan keterkaitan antara informasi-informasi yang
telah dikumpulkan dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan
tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam kelompok atau secara
individu membuat kesimpulan. Dalam pembuatan kesimpulan ini siswa
dapat dibimbing untuk menyimpulkannya secara induktif agar dapat
memperoleh kesimpulan secara umum keseluruhan.
6. Mengkomunikasikan
Pada kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan apa
yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui
menuliskan atau menceritakan apa yang telah mereka dapatkan dari hasil
(25)
C. Evaluasi Pembelajaran
Menurut Mehrens dan Lehman (1978, dalam Purwanto, 2012: 3), evaluasi
adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi
yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.
Sedangkan menurut Norman E. Gronlund (1976, dalam Purwanto, 2012: 3)
dalam hubungannya dengan kegiatan pengajaran, evaluasi adalah suatu proses
yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh
mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa. Berdasarkan dua
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi dalam proses
pembelajaran merupakan suatu proses yang direncanakan secara sistematis
untuk memperoleh informasi pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran oleh
siswa.
Prinsip-prinsip umum yang perlu diperhatikan untuk memperoleh hasil
evaluasi yang lebih baik (Arifin, 2010: 31), yaitu:
1. Kontinuitas
Pembelajaran merupakan suatu proses yang kontinu. Oleh sebab itu,
evaluasi pun harus dilakukan secara kontinu. Kegiatan evaluasi harus
dilakukan pada permulaan, selama program berlangsung, dan pada akhir
program setelah program itu dianggap selesai, sehingga dapat diperoleh
gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik.
2. Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, guru harus mengambil
(26)
menyangkut kognitif siswa saja, tapi juga harus menyangkut afektif dan
psikomotorik siswa.
3. Adil dan Objektif
Dalam melaksanakan evaluasi, guru harus bersikap adil tanpa pilih kasih.
Semua siswa harus diberlakukan sama tanpa pandang bulu. Guru juga
hendaknya bertindak secara objektif, apa adanya sesuai dengan
kemampuan siswa. Oleh sebab itu, evaluasi harus didasarkan atas
kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi atau
rekayasa.
4. Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama dengan semua
pihak, baik orang tua siswa, sesama guru, kepala sekolah, maupun dengan
siswa itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dan
dihargai dengan hasil evaluasi.
5. Praktis
Dalam menyusun alat evaluasi, sebaiknya guru menyusunnya dengan
memperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal, agar alat evaluasi
tersebut mudah digunakan baik oleh guru tersebut maupun orang lain yang
akan menggunakannya.
Dalam kegiatan evaluasi pembelajaran, kegiatan evaluasi harus mencakup
(Asep dan Abdul, 2012: 64):
(27)
2. Hasil belajar, yaitu ketercapaian setiap kemampuan dasar, baik kognitif,
afektif, maupun pskimotorik, yang diperoleh siswa selama mengikuti
kegiatan pembelajaran tertentu.
Menurut Sudjana (2010: 22), dalam sistem pendidikan nasional rumusan
tujuan pendidikan, klasifikasi belajar menggunakan teori Benyamin Bloom
dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:
1. Kognitif
Aspek kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau
prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual. Menurut
taksonomi Bloom, aspek kognitif terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yaitu:
a. Pengetahuan (C1)
Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk tingkat kognitif yang
paling rendah. Kemampuan untuk mengetahui adalah kemampuan
untuk mengenal atau mengingat kembali suatu objek, ide, prosedur,
prinsip atau teori yang pernah ditemukan dalam pengalaman.
b. Pemahaman (C2)
Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami segala
pengetahuan yang diajarkan seperti kemampuan mengungkapkan
dengan struktur kalimat lain, membandingkan, menafsirkan, dan
sebagainya. Pemahaman dibedakan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:
1) Pemahaman terjemahan, yaitu kemampuan untuk mengubah
(28)
2) Pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian
terdahulu dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan
beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang
pokok dan yang bukan pokok.
3) Pemahaman ekstrapolasi, dengan ekstrapolasi diharapkan
seseorang mampu melihat di balik yang tertulis.
c. Aplikasi (C3)
Aplikasi adalah penggunaan konsep pada situasi kongkret atau
situasi khusus. Konsep tersebut dapat berupa ide, teori, atau petunjuk
teknis. Menerapkan konsep ke dalam situasi baru disebut aplikasi.
Mengulang-ngulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih
menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Seseorang menguasai
kemampuan ini jika ia dapat memberi contoh, menggunakan,
mengklasifikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan, dan
mengidentifikasi.
d. Analisis (C4)
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi
unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas susunannya. Secara rinci
Bloom mengemukakan tiga jenis kemampuan analisis, yaitu
menganalisis unsur, menganalisis hubungan, dan menganalisis
(29)
e. Sintesis (C5)
Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke
dalam bentuk menyeluruh. Berpikir sintesis merupakan salah satu
terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif. Berpikir kreatif
merupakan salah satu hasil yang hendak dicapai dalam pendidikan.
f. Evaluasi (C6)
Evaluasi adalah pemberian keputusan/penilaian tentang sesuatu
yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja,
pemecahan, metode, materil, dan lain-lain.
2. Afektif
Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri atas aspek
penerimaan, tanggapan, penilaian, pengelolaan, dan penghayatan
(karakterisasi). Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam
berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin,
motivasi belajar, menghargai guru dan teman kelas, kebiasaan belajar, dan
hubungan sosial.
3. Psikomotorik
Hasil belajar psikomorik tampak dalam bentuk keterampilan fisik
(skill) dan kemampuan bertindak individu. Tipe hasil belajar ranah psikomotorik berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak
(30)
Menurut Arifin (2010: 88) pengembangan evaluasi pembelajaran terdiri
atas:
1. Perencanaan evaluasi
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan penilaian
hasil belajar, yaitu:
a. Menentukan tujuan penilaian
Tujuan penilaian ini harus dirumuskan secara jelas dan tegas, karena
menjadi dasar untuk menentukan arah, ruang lingkup materi, dan
karakter alat penilaian. Rumusan tujuan penilaian harus
memperhatikan aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik
siswa. Dalam penilaian hasil belajar, terdapat empat jenis tujuan
penilaian, yaitu untuk memperbaiki kinerja atau proses pembelajaran
(formatif), untuk menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif),
untuk mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam proses
pembelajaran (diagnostik), dan untuk menempatkan posisi peserta
didik sesuai dengan kemampuannya (seleksi).
b. Mengidentifikasi kompetensi dan hasil belajar
Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai
yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Peserta
didik dianggap kompeten apabila ia memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai untuk melakukan sesuatu setelah
mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan hasil belajar, dilihat dari
(31)
c. Menyusun kisi-kisi
Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi
item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang
kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi
penilaian betul-betul representatif dan relevan dengan materi pelajaran
yang sudah diberikan oleh guru kepada siswa. Kisi-kisi soal yang baik
harus memenuhi persyaratan tertentu, antara lain:
1) representatif, yaitu harus mewakili isi kurikulum sebagai sampel
perilaku yang akan dinilai
2) komponen-komponennya harus terurai/terperinci, jelas, dan mudah
dipahami
3) soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang
ditetapkan
d. Mengembangkan draft instrumen
Instrumen penilaian dapat disusun dalam bentuk tes maupun nontes.
Dalam bentuk tes, berarti guru harus membuat soal. Penulisan soal
adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang
karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan
harus jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif, baik
bentuk pertanyaan maupun bentuk jawabannya. Dalam bentuk nontes,
guru dapat membuat angket, pedoman observasi, pedoman wawancara,
studi dokumentasi, skala sikap, penialaian bakat, minat, dan
(32)
e. Uji coba dan analisis instrumen
Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu diujicobakan.
Tujuannya untuk mengetahui soal-soal mana yang perlu diubah,
diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali. Soal yang baik adalah soal
yang sudah mengalami beberapa kali uji coba dan revisi.
f. Merakit instrumen baru
Setelah soal diuji coba dan dianalisis, ada soal yang masih dapat
diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik
yang menyangkut pokok soal maupun alternatif jawaban. Berdasarkan
hasil revisi soal ini, barulah dilakukan perakitan soal menjadi suatu
instrument yang terpadu.
2. Pelaksanaan evaluasi
Pelaksanaan evaluasi bergantung pada jenis evaluasi yang digunakan.
Dalam pelaksanaan penilaian hasil belajar, guru dapat menggunakan tes
(tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan) maupun non tes (angket,
observasi, wawancara, studi dokumentasi, skala sikap, dan sebagainya).
Dalam pelaksanaan tes maupun nontes berbeda sesuai dengan tujuan dan
fungsinya.
Pelaksanaan nontes dimaksudkan untuk mengetahui perubahan sikap
dan tingkah laku peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran,
pendapat peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran, kesulitan belajar,
minat belajar, motivasi belajar, dan sebagainya. Selain itu guru juga dapat
(33)
proyek dan menganalisis semua hasil kerja dalam bentuk portofolio.
Dalam penilaian, guru tidak hanya menilai kognitif siswa saja, tapi juga
perlu diperhatikan non-kognitif siswa, seperti pengembangan pribadi,
kreativitas, dan keterampilan interpersonal sehingga mendapat gambaran
yang komprehensif dan utuh.
3. Pengolahan data dan analisis
Mengolah data berarti mengubah wujud data yang sudah dikumpulkan
menjadi sebuah sajian data yang menarik dan bermakna. Data hasil
evaluasi, ada yang berbentuk kualitatif, ada juga yang berbentuk
kuantitatif. Dalam penilaian hasil belajar, data yang diperoleh adalah
tentang prestasi belajar. Dengan demikian, pengolahan data tersebut akan
memberikan nilai kepada siswa berdasarkan kualitas hasil pekerjaannya.
4. Pelaporan hasil evaluasi
Hasil evaluasi yang telah dilakukan harus dilaporkan ke berbagai pihak
yang terkait, seperti orang tua/wali, kepala sekolah, pengawas, pemerintah,
mitra sekolah, dan siswa itu sendiri agar proses pembelajaran termasuk
proses dan dan hasil belajar yang dicapai siswa serta perkembangannya
dapat diketahui oleh berbagai pihak. Laporan kemajuan belajar peserta
didik merupakan sarana komunikasi anatar sekolah, siswa, dan orang tua
dalam upaya mengembangkan dan menjaga hubungan kerja sama yang
harmonis. Isi laporan hendaknya memuat hal-hal seperti profil belajar
(34)
hasil belajar siswa dalam kurun waktu belajar tertentu, dan imbauan
terhadap orang tua.
5. Pemanfaatan hasil evaluasi
Tahap akhir dari prosedur evaluasi adalah penggunaan atau
pemanfaatan hasil evaluasi. Salah satu penggunaan hasil evaluasi adalah
laporan. Laporan dimaksudkan untuk memberikan feedback kepasa semua pihak yang terkait dalam pembelajaran, seperti siswa, guru, kepala
sekolah, orang tua, penilik, dan pemakai lulusan.
Tes hasil belajar digunakan untuk menilai kompetensi peserta didik yang
mencakup pengetahuan dan keterampilan tertentu sebagai hasil belajar
mengajar fisika. Tes dapat dikelompokkan ke dalam tes objektif dan tes non
objektif. Bentuk soal tes objektif yang dapat digunakan adalah: pilihan ganda,
jawaban singkat, menjodohkan, dan uraian objektif. Sedangkan bentuk soal tes
non objektif yang dapat digunakan adalah: uraian bebas, unjuk kerja atau
observasi, dan portofolio atau proyek.
Bentuk soal tes pilihan ganda dapat mencakup banyak materi pelajaran
penyekoran objektif. Tes pilihan ganda dapat mengukur tingkat kemampuan
berpikir yang tinggi dan hal ini tentunya tergantung pada kompetensi pembuat
soal. Berikut kaidah-kaidah penulisan soal tes pilihan ganda:
1. Soal harus sesuai dengan indikator.
2. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
(35)
4. Kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes.
5. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pertanyaan
yang diperlukan saja.
6. Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.
7. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar.
8. Pokok soal jangan menggunakan pernyataan-pernyataan yang bersifat
negative ganda.
9. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
10.Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
11.Pilihan jawaban berbentuk angka harus disusun berdasarkan
besar-kecilnya.
12.Gambar/grafik/tabel/diagram dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus
jelas dan berfungsi.
13.Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling
benar.
14.Butir soal jangan tergantung pada jawaban soal sebelumnya.
Menurut Mundilarto, tes uraian objektif adalah tes yang bentuknya soal
uraian tetapi jawabannya sudah tertentu. Butir soal tes uraian objektif
bermanfaat dalam mengembangkan kompetensi berpikir tingkat tinggi,
khususnya aspek analisis sintesis dan evaluasi. Bentuk soal uraian objektif
sangat tepat digunakan untuk bidang matematika dan sains, karena kunci
jawabannya hanya satu. Berikut kaidah-kaidah penulisan soal tes uraian
(36)
1. Soal harus mengacu pada indikator.
2. Menggunakan bahasa yang baku dan komunikatif.
3. Apabila terdapat gambar, grafik, tabel harus disajikan secara benar, jelas,
dan komunikatif.
4. Hanya mengadung variable-variabel, informasi-informasi, dan
besaran-besaran fisis yang relevan saja.
5. Pertanyaan harus dirumuskan secara jelas agar tidak menimbulkan
perbedaan penafsiran di antara peserta didik.
6. Untuk setiap soal hanya mengandung satu pertanyaan saja.
7. Siapkan jawaban secara lengkap.
8. Tetapkan pedoman penyekoran.
Berdasarkan pada Permendiknas No. 20 Tahun 2007, perancangan strategi
penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang
penjabarannya merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP). Sehingga segala bentuk evaluasi hasil belajar peserta didik tercantum
di dalam RPP berikut pedoman penyekorannya.
D. Evaluasi Pembelajaran Fisika Menggunakan Pendekatan Saintifik
Seperti yang telah dikatakan di atas, pendekatan saintifik erat kaitannya
dengan metode ilmiah. Di mana metode ilmiah itu sendiri terdiri dari
serangkaian kegiatan pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen,
(37)
menguji hipotesis. Serangkaian kegiatan tersebut menggunakan penalaran
induktif, di mana penalaran ini memandang suatu fenomena secara spesifik
untuk menarik kesimpulannya secara umum.
Untuk menilai seluruh kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi
tersebut, maka dibutuhkan suatu penilaian yang dapat menilai seluruh kinerja
siswa di dalam proses belajar mengajar menggunakan pendekatan saintifik
tersebut. Penilaian yang dilakukan harus mampu menggambarkan peningkatan
hasil belajar siswa, baik dalam mengobservasi, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan. Salah satu
penilaian yang cocok dengan pendekatan saintifik adalah penilaian autentik.
Hal ini pun tercantum dalam Permendikbud No. 66 Tahun 2013, bahwa
penilaian proses pembelajaran menggunakan penilaian autentik (authentic assessment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh. Menurut Mundilarto (2012: 24), penilaian adalah proses interpretasi dan
membuat judgment terhadap informasi hasil pengukurannya. Suatu penilaian
dikatakan autentik jika melibatkan peserta didik dalam tugas-tugas yang
bermanfaat, signifikan, dan berarti. Penilaian autentik adalah penilaian kinerja
yang orientasi utamanya pada proses dan hasil pembelajaran yang melibatkan
peserta didik. Penilaian autentik dilakukan secara komprehensif untuk menilai
masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran. Menurut Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian, cakupan
penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata
(38)
semacam ini dapat menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik,
baik dalam mengobservasi, menalar, mencoba, mengkomunikasikan, dan
lain-lain. Penilaian autentik memungkinkan siswa untuk menunjukkan kompetensi
mereka yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Penilaian autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian, yaitu pengukuran
langsung keterampilan siswa, penilaian atas tugas-tugas, dan analisis proses
yang digunakan untuk menghasilkan respon siswa atas perolehan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Berikut teknik-teknik yang digunakan
menurut Permendikbud No. 66 Tahun 2013:
1. Penilaian kompetensi sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi,
penilaian diri, penilaian antar peserta didik, dan jurnal. Instrumen yang
dilakukan dapat berupa daftar cek atau skala penilaian yang disertai rubrik,
sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
2. Penilaian kompetensi pengetahuan
Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui:
a. Tes tulis
Instrumen yang digunakan berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban
singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian.
b. Tes lisan
Instrumen yang digunakan dapat berupa daftar pertanyaan.
(39)
Instrumen yang digunakan dapat berupa pekerjaan rumah dan/atau
proyek yang dikerjakan secara individu atau kelompok.
3. Penilaian kompetensi keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu
penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu
kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, proyek, dan
penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan dapat berupa daftar cek
atau skala penilaian yang dilengkapi rubrik.
Berikut hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam mekanisme dan
prosedur penilaian berdasarkan Permendikbud No. 66 Tahun 2013:
1. Penilaian hasil belajar dilakukan dalam bentuk:
a. Penilaian autentik dilakukan oleh guru secara berkelanjutan.
b. Penilaian diri dilakukan oleh peserta didik untuk tiap kali sebelum
ulangan harian.
c. Penilaian proyek dilakukan oleh pendidik untuk tiap akhir bab atau
tema pelajaran.
d. Ulangan harian dilakukan oleh pendidik terintegrasi dengan proses
pembelajaran dalam bentuk ulangan atau penugasan.
e. Ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester dilakukan oleh
pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
2. Perencanaan ulangan harian dan pemberian proyek oleh pendidik sesuai
dengan silabus dan dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
(40)
3. Kegiatan ujian sekolah/madrasah dilakukan dengan langkah-langkah:
a. Menyusun kisi-kisi ujian
b. Mengembangkan (menulis, menelaah, dan merevisi) instrumen
c. Melaksanakan ujian
d. Mengolah (menyekor dan menilai) dan menentukan kelulusan peserta
didik
e. Melaporkan dan memanfaatkan hasil penilaian
4. Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum
diadakan ulangan harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai
(41)
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif
dengan tujuan memperoleh gambaran bagaimana cara mengevaluasi
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran pendekatan saintifik
dan keefektifan evaluasi tersebut. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bersifat deskriptif dengan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar,
keadaan daripada bilangan termasuk juga data transkrip interview, fieldnotes, foto, videotapes, dokumen pribadi dan ofisial, memo, dan record lain. Penelitian kualitatif lebih tertarik pada proses daripada hasil akhir (Suparno,
2010: 154). Bentuk penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini
adalah nonparticipant observation. Dalam penelitian ini, peneliti tidak terlibat dalam kegiatan yang diteliti, tetapi lebih melihat dari luar (Suparno, 2010:
154). Penelitian ini menggunakan sampel yang sedikit, dengan meneliti kasus
(42)
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1) Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas XI IPA SMA P Yogyakarta
2) Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2015.
C. Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada seorang guru fisika kelas XI IPA SMA P
Yogyakarta dan 2 siswa kelas XI IPA 2 SMA P Yogyakarta.
D. Instrumen Penelitian
Instrumentasi adalah seluruh proses untuk mengumpulkan data. Termasuk
di dalamnya bagaimana memilih atau mendesain instrument dan menentukan
keadaan agar instrument itu dapat digunakan/dipraktikkan. Pengertian
intrumen sendiri adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian. Bentuknya dapat berupa: tes tertulis, angket, wawancara,
dokumentasi, dan observasi (Suparno, 2010: 56).
Penelitian ini menggunakan 4 (empat) buah instrumen, yaitu
wawancara/interview, observasi/pengamatan, dokumentasi, dan fieldnotes. 1. Wawancara/interview
Interview adalah semacam kuesioner lisan, suatu dialog yang dilakukan oleh peneliti untuk memperleh informasi yang diperlukan
(43)
terpimpin dimana interview ini merupakan kombinasi antara interview
bebas yang dapat mengajukan pertanyaan secara bebas sesuai yang
diperlukan dan interview terpimpin yang mengajukan pertanyaan sesuai dengan daftar pertanyaan lengkap yang telah disusun.
Interview/wawancara dilakukan pada guru mata pelajaran fisika dan 2 (dua) siswa kelas XI IPA yang masing-masing dilakukan sebanyak 2 (dua)
kali. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti sudah membuat daftar
pertanyaan yang akan ditanyakan pada narasumber guna menarik
sebanyak-banyak informasi yang terkait dengan penelitian ini. Berikut
daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada guru dan siswa:
Tabel 3.1 Daftar Pertanyaan untuk Instrumen Wawancara Penelitian
tentang Implementasi Pendekatan Saintifk dalam Evaluasi pada Mata
Pelajaran Fisika Kelas XI IPA SMA
NARASUMBER DAFTAR PERTANYAAN
1) GURU 1) Teknik penilaian apa saja yang dilakukan dalam penilaian terhadap proses dan hasil belajar siswa?
2) Bagaimana caranya Anda menyusun soal? Aspek apa saja yang harus diperhatikan?
3) Dalam bentuk apa Anda memberikan tugas kepada siswa?
4) Seberapa sering Anda memberikan tugas kepada siswa? Bagaimana respon siswa dalam mengerjakan tugas tersebut?
5) Bagaimana caranya Anda menilai proses belajar siswa?
(44)
NARASUMBER DAFTAR PERTANYAAN
6) Bagaimana caranya Anda menilai aspek sikap, pengetahuan, keterampilan, dan spiritual siswa?
7) Menurut Anda, bagaiman hasil belajar siswa selama ini?
8) Menurut Anda, bagaimana proses belajar siswa selama ini?
9) Kesulitan apa saja yang Anda temui dalam melakukan penilaian pada siswa?
2) SISWA 1) Menurut Anda, bagaimana cara gurumu mengajar di dalam kelas? Apakah Anda senang dengan cara mengajar gurumu tersebut?
2) Apakah kamu dapat mengikuti kegiatan belajar dengan baik?
3) Apa yang kamu lakukan jika diberi tugas oleh gurumu?
4) Dalam mengerjakan tugas, apakah kamu mengerjakannya secara individu atau berkelmpok?
5) Seberapa sering gurumu memberikan tugas? Dalam bentuk apa saja tugas yang
diberikan?
6) Menurut Anda, apakah tugas-tugas tersebut dapat membantu Anda dalam memahami materi?
7) Menurut Anda, soal-soal yang diberikan oleh guru Anda susah atau tidak?
8) Apakah soal-soal tersebut sudah sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan oleh guru Anda?
(45)
NARASUMBER DAFTAR PERTANYAAN
9) Menurut Anda, bagaimana hasil belajar Anda selama ini?
2. Observasi/pengamatan
Menurut Suparno, pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian
terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera
(penciuman, pendengaran, peraba, pengecap, rekaman gambar, rekaman
suara, dll). Pada penelitian ini menggunakan observasi sistematis, dimana
observasi yang dilakukan menggunakan pedoman (daftar kegiatan dalam
pengamatan). Observasi/pengamatan dilakukan pada saat proses
pembelajaran di kelas berlangsung dan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali.
Fokus pengamatan diarahkan pada bagaimana guru mengajar di dalam
kelas dan ativitas siswa di dalam kelas ketika proses belajar mengajar
menggunakan pendekatan saintifik berlangsung.
3. Catatan Lapangan/Fieldnotes
Menurut Bogdan dan Biklen di dalam buku Moeloeng, catatan
lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat,
dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi
terhadap data dalam penelitian kualitatif (2009: 209). Pada proses
pengamatan di dalam kelas, peneliti akan mencatat secara singkat hal-hal
yang dianggap penting pada proses pengamatan tersebut. Catatan itu
(46)
catatan lapangan. Proses ini dilakukan setiap selesai melakukan
pengamatan dan wawancara agar tidak tercampur dengan informasi lain
dan ingatan sesorang itu sifatnya terbatas.
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan data-data lewat pengumpulan
benda-benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen, notulen catatan
harian, daftar nilai, foto-foto, dll (Suparno, 2010: 64). Pada penelitian ini
dokumen yang dikumpulkan berupa perangkat pembelajaran berupa
soal-soal latihan dan soal-soal-soal-soal ulangan yang digunakan oleh guru untuk
(47)
32
BAB IV
DATA, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN
A. Data
1. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu sekolah menengah atas di
Yogyakarta yaitu SMA P. Pembelajaran di sekolah ini menggunakan
kurikulum KTSP. Peneliti mengambil data pada kelas XI IPA 1 yang
berjumlah 27 siswa, dengan materi Fluida dan Termodinamika.
Pada penelitian ini, subjeknya adalah guru fisika sedangkan objeknya
adalah evaluasi pembelajaran fisika pada pendekatan saintifik dalam
pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran fisika. Penelitian ini dilakukan
pada satu sekolah dan satu guru agar penelitian ini fokus dalam
mengetahui evaluasi pembelajaran fisika pada pendekatan saintifik dalam
pelaksanaan pembelajaran fisika.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan observasi di
sekolah sebanyak 2 kali. Hal ini dilakukan untuk melihat situasi siswa dan
kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung, serta untuk
membiasakan siswa dengan keberadaan peneliti di dalam kelas.
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan dalam 2 bentuk, yaitu observasi
di dalam kelas dan wawancara dengan guru dan siswa. Pelaksanaan
(48)
Pada pelaksanaan penelitian hari pertama, dilakukan di Ruang
Laboratorium IPA disebabkan pada waktu tersebut siswa melakukan
eksperimen terkait dengan materi tegangan permukaan. Pada pelaksaan
observasi hari kedua dan ketiga, penelitian dilakukan di dalam kelas.
Peneliti melakukan observasi dengan merekam proses pembelajarann
dengan menggunakan Handycam. Wawancara guru dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu sebelum pelaksanaan penelitian di dalam kelas
(24 April 2015) dan sesudah pelaksanaan penelitian di dalam kelas (23
Mei 2015). Wawancara ini dilakukan di ruang tamu sekolah pada jam
kosong guru agar guru merasa nyaman ketika diberi pertanyaan oleh
peneliti. Sedangkan wawancara siswa dilakukan terhadap 2 (dua) siswi
kelas XI IPA 1 pada tanggal 19 Mei 2015 di asrama kedua siswi itu tingga.
Berikut rincian pelaksanaan penelitian:
Tabel 4.1 Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan Observasi Pertemuan I
Senin, 4 Mei 2015 pukul 12.00-13.30
Praktikum Tegangan Permukaan
Pertemuan II
Jumat, 8 Mei 2015 pukul
Membahas materi tentang Teori Kinetik Gas
Pertemuan III
Senin, 11 Mei 2015 pukul 12.00-13.30
Latihan soal untuk mempersiapkan ulangan harian
Kegiatan Wawancara Wawancara Guru
Sesi I Jumat, 24 April 2015 pukul Sesi II Sabtu, 23 Mei 2015 pukul Wawancara Siswa Selasa, 19 Mei 2015 pukul
(49)
Setelah proses perekaman data di dalam kelas dan wawancara
selesai, peneliti kemudian mendeskripsikan dan mengananalisis evaluasi
pemebelajaran yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran, kemudian
mentranskripnya.
2. Data Penelitian
Data penelitian yang didapat dari rekaman wawancara dan
rekaman video disalin dalam bentuk tulisan. Pembuatan transkripsi
dilakukan peneliti dengan mengamati rekaman video pembelajaran dan
rekaman wawancara terhadap guru dan siswi. Peneliti mengamati
aktifitas guru dalam mengevaluasi pembelajaran. Transkrip wawancara
terhadap guru dan siswa, serta transkirp rekaman video dapat dilihat
pada lampiran 3, 4, dan 5.
B. Analisis dan Pembahasan
1. Aspek Evaluasi
Sebagaimana disebutkan dalam Bab 2, implementasi pendekatan
saintifik dalam evaluasi pembelajaran fisika dilakukan dalam 3 (tiga)
aspek, yaitu kompetensi sikap (afektif), kompetensi pengetahuan
(kognitif), dan kompetensi keterampilan (psikomotorik). Di dalam
penelitian ini, guru memahami tentang hal tersebut. Hal ini dapat terlihat
dari pernyataan guru sebagai berikut:
“Kan penilaian fisika itu ada koginitif, sikap, dan psikomotorik. Ada 3.”
(50)
Berikut uraian pemahaman guru tentang aspek-aspek yang dinilai pada
siswa:
a. Kompetensi pengetahuan (kognitif)
Guru menilai kompetensi kognitif siswa dari ulangan, baik ulangan
harian, ulangan tengah semester, maupun ulangan akhir semester.
Berikut kutipan pernyataan guru:
“Kalau kognitifkan ulangan to nak.“
Ulangan harian sendiri dilakukan setiap satu KD (Kompetensi Dasar)
selesai dipelajari. Berikut kutipan pernyataan guru yang menyatakan
hal tersebut:
“Tetapi ketika ulangan, sudah banyak rumus. Karena satu KD harus ulangan.”
Menurut guru, mata pelajaran fisika adalah yang paling sering
mengadakan ulangan harian. Hal ini dilakukan sebagai salah satu cara
guru untuk memaksa siswanya belajar ditengah keaktifan siswa yang
semakin tahun semakin menurun.
Berikut merupakan hasil analisis soal-soal yang diberikan oleh
guru kepada siswa menurut taksonomi Bloom:
Tabel 4.2 Rekap Analisis Soal berdasarkan Taksonomi Bloom
NO TINGKATAN BANYAKNYA SOAL 1 Mengingat (C1) 3
2 Memahami (C2) 19 3 Menerapkan (C3) 8 4 Menganalisis (C4) 0 5 Mengevaluasi (C5) 0 6 Mencipta (C6) 0
(51)
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dalam pembuatan soal, guru
hanya membuat kemampuan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi
siswa. Di mana menurut taksonomi Bloom, ketiga kemampuan
tersebut berada dalam tingkatan yang lebih rendah.
Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa dalam melakukan
evaluasi, guru tidak melakukan evaluasi secara mendalam pada
kemampuan kognitif siswa. Hal ini terlihat dari penilaian yang hanya
dilakukan dalam bentuk ulangan dan soal-soal yang dibuat oleh guru
pun memiliki tingkatan yang rendah. Hal ini mengakibatkan, guru
tidak mampu menilai kemampuan siswa secara mendalam dan siswa
pun tidak bisa mengetahui dan mengasah kemampuannya dalam mata
pelajaran fisika. Padahal bisa saja siswa memiliki tingkat kemampuan
yang lebih tinggi, di atas tingkatan kemampuan menerapkan (C3).
b. Kompetensi sikap (afektif)
Guru menilai kompetensi sikap siswa pada saat praktikum dengan
mengacu pada 3 (tiga) hal, yaitu A bila sikap siswa sangat baik, B bila
sikap siswa baik, dan C bila sikap siswa cukup. Pada saat praktikum,
guru menilai sikap kedisiplinan pada siswa. Siswa yang melakukan
praktikum sesuai dengan prosedur yang telah disepakati, masuk dalam
kriteria sikap siswa yang sangat baik. Sedangkan siswa yang
melakukan praktikum tidak sesuai dengan prosedur yang telah
disepakati maka masuk dalam kriteria sikap siswa yang cukup. Berikut
(52)
P :…….. Penilaian afektifnya itu seperti apa?
G : penilaian sikap itu kan kita hanya mengacu pada A itu sangat baik B baik C cukup. Hanya itu nilainya. P : yang termasuk kriteria baik, kurang baik itu seperti
apa dalam mata pelajaran fisika?
G : kriteria anak dikatakan, maaf ya nak, ketika anak praktek dikatakan baik atau sangat baik atau cukup, kriterianya, , ketika anak mengerjakan sesuai prosedur. Loh, ya baik. Di kelas 2 pertama kali masuk sudah diterangkan kalau praktikum, ruangannya dalam keadaan bersih, jika nanti meninggalkan juga dalam keadaan bersih. Alat ditata rapi, itukan sudah perjanjian di awal. Nanti ditinggalkan ya rapi. Tidak boleh dikumpulkan, diletakkan di meja masing-masing. Itu kan sudah perjanjian di awal ya nak. Pak Guru kan nanti, anak meninggalkan ruangan Pak
Guru kan masih di sana, kan bisa melihat, oh ini ….
Itu mengenai sikap.
Selain sikap kedisiplinan siswa, guru juga memperhatikan motivasi
siswa dalam belajar. Dalam hal ini, guru menilai bahwa motivasi siswa
dalam belajar saat ini sangat kurang. Hal ini terlihat ketika siswa diberi
soal yang agak sulit, maka siswa akan menyerah begitu saja. Hal ini
dapat dilihat dari kutipan wawancara dengan guru sebagai berikut:
“Maka saya mengamati ketika anak-anak tidak mau mencoba, hanya sebatas yang diberikan guru, itu ya sangat amat kurang. Padahal yang diberikan guru itu hanya seberapa ya, P? Sedikit. Maka, belajar paling banyak itu dari anak mencoba, kekurangannya, yang tidak tahu baru ditanyakan, tapi sebaliknya. Belum pernah mencoba, bahkan – maaf ya – diberi soal sedikit berbeda, soal mudah anak mau mengerjaakan, tetapi ketika sulit sedikit anak tidak mau mencoba. Nah, kelemahannya di situ. Tidak mau mencoba. Kalau yang dulu-dulu itu, kalau ada yang sulit itu adalah tantangan. Ngotak-atik ngotak-atik. Sekarang enggak. Di tinggal, rame. Begitu pula dengan soal ulangan, padahal untuk mencari nilai. Ketika mudah dikerjakan, tetapi ketika
(53)
Selain motivasi belajar siswa, guru pun sangat memperhatikan
keaktifan siswa pada saat PBM. Menurut guru, ketika siswa sudah
memiliki sifat apatis, maka untuk meningkatkan keaktifan siswa pun
sulit. Salah satu cara yang digunakan oleh guru adalah dengan
memaksa siswa belajar dengan mengadakan ulangan. Ketika akan
menghadapi ulangan, maka mau tidak mau siswa menyiapkan ulangan
tersebut dengan belajar. Berikut kutipan hasil wawancara dengan guru
terkait dengan hal tersebut:
P : Kira-kira kegiatan bapak, untuk mengaktifkan siswa bagaimana caranya bapak ?
G : Cara mengaktifkan siswa itu ya ketika anak tidak apatis sulit betul tetapi ketika anak memang punya keinginan untuk maju itu lebih enak.
P : Lalu bagaimana cara bapak untuk mengaktifkan siswa?
G : loh kita liat bagaimana mengaktifkan kan situasional menurut saya lo ya, tidak bisa misalkan harus menjadi
sama semua caranya. ……. Tetapi menjadi ketika
anak sudah mulai apatis sudah mulai jenuh atau anak nah,,,, ya,,, diberi semangat. Mengaktifkan itu menurut saya gini ya liat kondisi kemudian kalo anak biarkan anak mau belajar fisika ya harus di paksa jujur, harus dipaksa. Anak kalau tidak dipaksa untuk belajar maaf ya nanti gak mau belajar saya itu sampe jelek. Fisika tu ulangan paling sering harapannya ya satu memaksa anak untuk mau belajar.
Selain sikap kedisiplinan, motivasi belajar, dan keaktifan siswa,
dalam menilai kompetensi afektif siswa, guru pun memperhatikan
perhatian siswa ketika belajar di kelas. Guru menilai sikap perhatian
siswa ketika belajar dengan memberikan penghargaan kepada siswa
yang benar-benar memperhatikan pada saat pelajaran dan mau
(54)
itu tidak efektif dalam menilai sikap siswa karena yang maju ke depan
kelas hanya beberapa siswa saja dan siswa yang itu-itu saja. Berikut
kutipan wawancara dengan guru terkait dengan hal tersebut:
“ Kalo saya lebih baik ulangan atau yang kedua, Pak Guru juga menghormati tugas anak, artinya ada tugas ya kita hormati. Ketika tugas tidak pernah dihormati atau tidak pernah dinilai yakin, tidak bakal dikerjakan anak. Kadang malah menjadi, ketika mengerjakan apapun ya harus dihormati, bahkan harus dinilai. Anak yang maju pun saya beri nilai, tetapi lama kelamaan gak praktis. Karena yang mau maju itu ya anak-anak yang pintar, ya hanya itu-itu saja. Dulu pernah saya lakukan model itu anak yang maju saya nilai, tapi itu saya beri kesepakatan awal, anak yang maju saya hormati saya beri nilai benar
saya beri nilai 100.”
Guru pun memperhatikan sikap kejujuran siswa ketika anak
mengerjakan ulangan. Ketika siswa ketahuan menyontek, maka siswa
tersebut mendapat nilai afektif yang jelek. Sedangkan siswa yang
mengerjakan dengan jujur, maka siswa tersebut mendapat nilai afektif
yang bagus pula. Dalam penilaian, guru memperhatikan aspek
kemampuan afektif siswa sebagai salah satu upaya dalam pembentukan
karakter siswa. Namun, tuntutan dari orang tua untuk mendapat nilai
yang baik (dalam bentuk angka) menjadikan siswa melakukan kegiatan
menyontek untuk mendapatkan nilai yang selalu bagus, sehingga siswa
pun tidak memperdulikan penilaian afektif. Berikut kutipan hasil
(55)
“Anak ulangan jujur, ya afektifnya bagus. Ulangan nyontek, afektifnya sudah jelek kok. Tapi kadang anak kan tidak senang kalau nilai kognitif jelek. Yang dipampangkan nilai kognitifnya, 80, 90, 100. Lupa kalau afektif itu kan sangat penting sekali untuk pembentukan karakter. Ulangan tidak diamati, semua jujur. Ya lebih bagus begitu, dibandingkan nilainya 10-10 tapi sikapnya jelek. Makanya begitu nak. Afektifnya pentingya di situ. Tapi ya orang tua dan anak, oh lebih penting nilainya
100.”
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa menilai aspek
kemampuan afektif siswa, guru memperhatikan sikap kedisiplinan
siswa, motivasi belajar siswa, keaktifan siswa ketika PBM
berlangsung, perhatian siswa ketika belajar, dan sikap kejujuran siswa.
c. Kompetensi keterampilan (psikomotorik)
Guru menilai kompetensi psikomotorik siswa dari kegiatan
praktikum. Praktikum diadakan agar guru tidak hanya menilai siswa
dari aspek kognitif saja, namun juga dari aspek psikomotorik siswa.
Karena berdasarkan analisis guru, terdapat beberapa siswa yang rendah
nilainya pada penilaian kompetensi kogintif, namun ketika mengikuti
kegiatan praktikum, siswa tersebut dapat melakukan kegiatan
praktikum dan mengikuti PBM dengan baik. Melihat hal ini guru pun
sangat menghargai usaha siswa yang bersungguh-sungguh pada saat
praktikum. Berikut kutipan wawancara terkait dengan hal tersebut:
G : kalau dalam pembuatan nilai itu kan kalau praktikum itu ranahnya masuk ketrampilan.
P : hmm…masuknya psikomotorik?
G : he’e psikomotorik. Maka psikomotorik itu diambil dari yang praktek. Kemudian kalau nilai pengetahuan,
kognitif itu kan ulangan harian itu. nah,… Karena ada
(56)
praktek. Ada anak IPA sini tu kalau fisika harian itu jelek, tapi kalau praktikum sungguh-sungguh. Loh maka yang terjadi adalah bahwa nilai kognitifnya rendah, psikomotoriknya bisa lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang pandai. Pak Guru akan menghormati itu. loh betul noh, pada saat praktek sungguh-sungguh, loh bagus betul kok.
Guru berharap bahwa dengan adanya kegiatan praktikum dapat
menumbuhkan rasa ingin tahu dan sikap kritis di dalam diri siswa,
sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri. Dari rasa
ingin tahu itu diharapkan muncul pertanyaan-pertanyaan yang
membuat siswa penasaran. Dalam hal ini, guru membantu siswa
menjawab pertanyan tersebut dengan membimbing siswa dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan umpan agar siswa dapat menjawab
pertanyaan tersebut dengan sendirinya. Hal ini membantu siswa dalam
membangun pengetahuannya sendiri. Dengan menjawab pertanyaan
yang muncul dari rasi ingin tahu, siswa dapat lebih mengingat materi
yang dipelajarinya tersebut.
Selain membangun rasa ingin tahu pada siswa, guru juga berharap
bahwa dapat tumbuh sikap kritis pada siswa atas peristiwa yang terjadi
pada saat melakukan kegiatan praktikum. Namun pada kenyataannya
sikap kritis itu tidak muncul pada siswa saat kegiatan praktikum
berlangsung. Peneliti melihat, siswa hanya melakukan kegiatan
praktikum sesuai dengan langkah kerja yang tertulis pada LKS
(Lembar Kerja Siswa) dan menuliskannya dalam laporan. Dalam
(57)
lewat buku lalu menyalinnya. Berikut kutipan wawancara dengan guru
terkait dengan harapannya dalam kegiatan praktikum:
“Sebenernya yang saya inginkan ke anak itu adalah
mengapa kok tidak tenggelam padahal logikanya massa jenis jarum lebih besar. Saya membaca beberapa anak ternyata adalah sebelum belajar ke tegangan permukaan massa jenis jarum tu lebih kecil daripada massa jenis air. Konsep itu masih melekat pada diri anak-anak ketika bicara benda mengapung, melayang dan tenggelam. Nah kadang-kadang itu mengecoh betul konsep yang sudah diterima mengapung, melayang dan tenggelam ternyata apa kadang-kadang pada diri anak bisa terkecoh pada tegangan permukaan. Beberapa anak sebenarnya pak guru ingin menggali kekritisan anak. Apakah betul teori mengapung itu, saya juga beralasan kalo seperti itu teori mengapung, melayang itu patah dalam praktik anak-anak. Tetapi kan anak kadang-kadang susah penasaran. Sebenernya Pak P hanya ingin mengajarkan dengan percobaan sederhana itu anak berpikir kritis tidak ada
faktor menerima.”
Dari observasi yang telah dilakukan oleh peneliti pada saat
kegiatan praktikum berlangsung, guru mendampingi siswa dengan
mendatangi setiap kelompok. Dalam masing-masing kelompok, guru
mengkonfirmasi dan membimbing siswa dalam membentuk
pengetahuannya. Seperti, guru menanyakan mengapa peristiwa jarum
mengapung bisa terjadi. Ketika siswa menjawabnya dengan salah,
guru mengarahkan siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
yang mengarah pada jawaban yang sebenarnya. Guru pun
menyarankan siswa untuk mencari jawabannya dengan mencari bahan
referensi lain lewat internet. Dengan cara tersebut, peneliti melihat
siswa pun dapat memberikan alasan yang tepat atas peristiwa yang
(58)
hanya mencari jawabannya di buku lalu menyalinnya. Peneliti pun
melihat dari hasil laporan praktikum yang telah dibuat siswa, terdapat
satu kelompok yang masih salah konsep dalam menjawan pertanyaan.
Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa siswa belum memiliki sikap kritis
ketika menemukan suatu gejala fisika. Dalam kegiatan praktikum,
siswa hanya melakukan kegiatan sesuai dengan langkah kerja yang
tertulis pada LKS, menuliskan apa yang terjadi pada saat kegiatan
praktikum, dan menjawab pertanyaan dengan hanya mencari
jawabannya dari buku cetak.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa guru menilai
kemampuan psikomotorik siswa lewat kegiatan praktikum. Dalam
kegiatan tersebut, guru melihat bagaimana siswa memiliki rasa ingin
tahu yang lebih atas gejala fisika yang terjadi pada saat kegiatan
praktikum berlangsung dan bagaimana siswa mencari jawaban yang
tepat atas rasa ingin tahunya tersebut. Selain itu, guru pun melihat dan
mencoba membangun sikap kritis pada siswa dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang memancing. Dengan cara tersebut
diharapkan siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri.
Walaupun pada kenyataanya, peneliti tidak melihat tumbuh sikap
seperti itu pada siswa, hanya beberapa siswa saja yang memiliki rasa
(59)
2. Teknik Evaluasi
Di dalam Permendikbud No. 66 Tahun 2013 sudah diatur teknik-teknik
yang harus diperhatikan pada penilaian seperti yang sudah dijelaskan pada
Bab 2. Berikut teknik-teknik penilaian yang dilakukan guru SMA P di
dalam proses belajar mengajar fisika di kelas:
a. Penilaian kompetensi pengetahuan (kognitif)
Guru melakukan penilaian kompetensi kognitif siswa hanya dalam
bentuk penilain, yaitu ulangan. Ulangan yang diberikan pun dalam
bentuk pilihan ganda dan uraian. Dalam hal ini guru kurang dapat
mengeksplorasi kemampuan siswa. Padahal dalam penilaian
kompetensi kognitif siswa, guru bisa melakukannya dalam bentuk lain
selain tes tertulis. Selain guru dapat melihat kemampuan kognitif siswa
secara keseluruhan, hal tersebut juga dapat mendorong siswa untuk
meingkatkan kemampuannya. Berikut kutipan wawancara yang terkait
dengan hal tersebut:
P : kalo suruh mecahin masalah gitu, suruh buat proyek apa kira-kira kayak seumpama eee suruh buat essay tentang pemanasan global atau apa gitu?
S 1 : gak pernah.
P : buat makalah gitu? S 2 : enggak.
S 1 : Cuma laporan doang. S 2 : laporan abis praktek. P : PR PR gitu?
S 2 : PR di pak X jarang kok ngasih PR mbak. P : berarti tugas-tugas tuh jarang ya?
S 2 : tugas tuh palin g satu nomor dia bacain, abis itu suruh kerjain, nah udah gitu, paling langsung ulangan ulangan harian dia sistemnya.
(60)
Selain itu, guru pun jarang memberikan tugas baik secara individu
maupun kelompok. Menurut pengakuan siswi yang telah
diwawancarai, guru pernah mengadakan diskusi ketika semester 1,
pada saat itu sedang diberlakukan Kurikulum 2013 yang menuntut
sistem pembelajarannya seperti itu. Setelah semester 2 dan kurikulum
yang digunakan kembali ke KTSP, guru tidak pernah lagi mengadakan
diskusi kelompok. Padahal dengan dengan adanya diskusi kelompok,
siswa mengaku lebih dapat mengikuti PBM dengan baik dan lebih
memahami materi dengan baik. Berikut hasil wawancara dengan siswa
terkait hal tersebut:
P : Suka ada belajar kelompok kah? S2 : Dulu ya?
S1 : Dulu sih sempet berapa kali belajar kelompok ya. Pas itu, pas sistem kurikulum 2013. Nah itu belajar S1 : Ya semester 1.
P : Itu belajar kelompok?
S1 : Karena memang sistemnya kan belajar kelompok mbak.
P : Nah pas itu malah kalian lebih ngerti?
S1 : Iya. Lebih paham. Maksudnya, oh kaya gini.
Dari hasil observasi yang telah dilakukan, guru terkadang
memberikan beberapa soal latihan ketika PBM berlangsung. Soal
latihan tersebut langsung dikerjakan dan dibahas pada saat itu juga.
Ketika ada siswa yang bisa mengerjakan, maka siswa itu ditunjuk
untuk mengerjakannya di papan tulis tanpa membahasnya lagi
bersama-sama dengan siswa yang lain. Namun tidak jarang siswa
sama sekali tidak ada yang bisa mengerjakannya. Akhirnya guru pun
(61)
menjelaskannya kepada para siswa. Berikut hasil wawancara dengan
siswa terkait hal tersebut:
P : kemaren kan dikasih soal latihan, trus itu misalkan itu ehh, yang ngerjaain itu, misalnya itu suka dibahas gak?
S2 : dibahas...
S1 : Dibahas. Jadi misalnya anak ini maju, misal saya maju, yaudah gitu. Ya itu jawabannya.
P : temen-temen kalian yang ngerjain di depan? Atau bapaknya yang malah ngerjain sendiri.
S1 : Kadang kalau ada yang tau ya? S2 : He.eh…
S1 : Paling si R yang maju. Kalau enggak…
S2 : Misalkan kami nanya. “Pak, ini bagaimana pak?”
“Jadi gini, nak” Akhirnya dia yang ngerjain di depan.
Sebelum memberikan ulangan harian, biasanya guru memberikan
beberapa soal latihan dulu kepada siswa. Soal latihan tersebut
dikerjakan oleh siswa baik secara individu maupun kelompok, setelah
itu dibahas bersama-sama di kelas. Soal-soal ulangan harian yang
digunakan diambil beberapa dari soal latihan yang telah dikerjakan
siswa sebelumnya. Hal ini tidak hanya berlaku pada saat ulangan
harian saja, pada saat ulangan tengah semester dan ulangan akhir
semester pun berlaku hal yang sama. Dengan sistem seperti ini, siswa
sangat dimudahkan untuk memperoleh nilai yang bagus ketika
ulangan. Tapi mereka juga merasa tetap tidak mengerti dengan materi
yang dipelajarinya karena ketika mengerjakan ulangan hanya
mengandalkan hafalan saja atas apa yang sudah dikerjakan di soal
latihan sebelumnya tanpa mengerti konsep yang sesungguhnya.
(62)
P : Terus, Bapak kan sebelum ngasih ulangan selalu ngasih latihan soal.
S1 & S2 : Kadang.
S1 : Kadang kalau lagi rajin dia mungkin ngasih 20 nomor. Kadang ngerjain ini, nak. Nanti saya kasih 8 soal di ulangan.
P : Tapi 8 soal itu pasti keluar dari situ?
S1 : Iya keluar. Pak X itu enaknya, sistemnya dia ulangan, UKK, UTS, kaya ulangan-ulangan harian dia ngasih soal, pasti keluar dari situ. Paling beda angka.
S2 : He.eh iya. Kadang dia ngasih latihan, terus keluar.
S1 : Kalau UKK itu dia cuma jiplak dari tahun lalu, terus kita disuruh ngerjain.
P : Enak ya kalau gitu?
S2 : Ya enak mbak. Tapi tetep aja gak ngerti. Hafalan kan jadinya. Oh ini, jawaban tadi malam ini. Yaudah kertas buramnya bersih.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menilai
kemampuan kognitif siswa, guru hanya menggunakan 1 teknik
penilaian saja, yaitu tes tertulis. Tes tertulis tersebut digunakan dalam
ulangan harian, UTS, dan UAS. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada
variasi atau pengembangan dalam penggunaan instrumen penilaian
yang dilakukan oleh guru dalam menilai kemampuan kognitif siswa.
Penilaian kemampuan kognitif siswa, bisa dilakukan dalam bentuk
lain, seperti tes lisan dan penugasan. Dengan melakukan variasi pada
instrumen penilaian, guru dapat lebih menilai kemampuan siswa secara
mendalam dan siswa pun dapat lebih meningkatkan kemampuan
(63)
b. Penilaian kompetensi sikap (afektif)
Guru menilai kemampuan afektif siswa dengan melihat sikap siswa
yang paling ekstrem (yang tertinggi dan terendah) selama proses
belajar mengajar (PBM) berlangsung. Dengan kriteria, siswa yang
paling serius/aktif akan diberi nilai A dan siswa yang paling usil akan
diberi nilai C. Sedangkan siswa yang biasa-biasa saja (tidak terlalu
menonjol pada saat PBM berlangsung) maka akan diberi nilai B.
Berikut hasil wawancara dengan guru terkait tentang bagaimana guru
menilai kompetensi sikap (afektif) siswa ketika proses belajar
mengajar berlangsung:
G : Penilaian sikap seperti itu. Sikap itu ya tidak semua dinilai, hanya yang usil dan yang paling serius. P : dicari yang paling ekstremnya ya Pak.
G : betul.
Selain itu, guru pun menilai kompetensi afektif siswa dengan
menggunakan jurnal dengan mencatat sikap-sikap siswa ketika PBM
berlangsung. Di dalam jurnal tersebut diisi dengan berbagai catatan
tentang sikap siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.
Namun tidak semua sikap siswa dan keaktifan siswa ketika proses
belajar mengajar pun dicatat di dalam jurnal tersebut, hanya yang “luar
biasa” saja menurut guru. Baik buruknya sikap siswa dicatat di dalam
buku tersebut. Hal ini dilakukan agar guru mempunyai alat bukti dalam
menilai kompetensi afektif siswa dan ketika proses memasukan nilai
(64)
dilakukan juga untuk menghindari penilaian yang bersifat subjektif.
Jika guru mencatat semua sikap siswa di dalam jurnal tersebut dan
memakainya menjadi patokan dalam menilai kompetensi sikap siswa,
maka diharapakan penilaian guru menjadi lebih objektif. Berikut
kutipan wawancara dengan guru terkait dengan hal tersebut:
G : Dan penilaian afektif itu yang dinilai yang aneh-aneh kok nak. Jadi guru itu punya alat bukti ketika guru itu memutuskan anak itu mendapat nilai A. Bukan masalah suka dan tidak suka. Tetapi ada alat buktinya sungguh.
P : Alat buktinya itu apa pak?
G : Nah itu tadi, alat buktinya itu berarti catatan. Tidak sembarang, karena kalau begitu jatuhnya berdasarkan suka atau tidak suka. Hafalan. Jadi masa sekarang kalau rapotan Pak Guru harus eling-eling. Ya lucu. Jadi buka aja buku catatan. Jika banyak plusnya, sering maju. Maka tadi dikatakan, keaktifan tadi misalkan.
P : Jadi di sini guru itu semacam punya catatannya siswa ya pak?
G : Iya punya. Tapi yang dicatat itu itu tidak semuanya anak dicatat. Hanya yang luar biasa.
P : hahahah… Yang luar biasa baik dan luar biasa jelek ya pak?
G : Nah ya itu. Tidak semuanya dicatat. Saya yakin pasti semua guru punya catatan yang luar biasa itu nak. Baik dan minusnya itu mesti dicatat. Agar nilainya nanti tidak hanya mengira-ngira. Lah masa nilai dikira-kira? Ya kan lucu.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan, bahwa dalam menilai
kompetensi afeksi siswa, guru menggunakan 2 (dua) macam teknik
penilaian, yaitu observasi selama PBM berlangsung dan jurnal.
Observasi dilakukan dengan melihat sikap siswa yang ekstrem (terbaik
dan terendah). Jurnal diisi dengan berbagai macam catatan tentang
(65)
negatif. Namun yang dicatat hanya sikap siswa yang menurut guru
“luar biasa” saja. Jadi guru hanya mengambil sikap siswa yang paling
baik dan paling buruk.
c. Penilaian kompetensi keterampilan (psikomotorik)
Guru menilai kemampuan psikomotorik siswa lewat kegiatan
praktikum. Hal ini dilakukan karena menurut guru kemampuan setiap
siswa berbeda-beda. Ada beberapa siswa yang pandai ketika belajar di
dalam kelas namun tidak pandai ketika melakukan kegiatan praktikum
dan ada pula siswa yang tidak terlalu pandai belajar di dalam kelas
namun pandai dalam melakukan kegiatan praktikum. Hal ini lah yang
mendasari guru melakukan kegiatan praktikum dan mengambil nilai
praktikum tersebut sebagai nilai kemampuan psikomotorik siswa.
Karena dalam kegiatan praktikum, siswa tidak hanya dituntut dapat
mencapai tujuan praktikum dengan hasil yang bagus, namun juga
sangat diperhatikan dalam proses praktikumnya (pada saat
pengambilan data). Berikut hasil wawancara dengan guru terkait hal
tersebut:
P : Nah, itu bagaimana cara bapak menilainya?
G : he’em. Ya kalau anak praktikum kemudian saya nilai, nilai praktek masuk nilai psikomotorikkan nak?
……… …..
P : kalau misalkan dari LKS pas praktikumnya itu ga dinilai juga, dari laporannya?
G : kalau dalam pembuatan nilai itu kan kalau praktikum itu ranahnya masuk ketrampilan.
(66)
G : he’e psikomotorik. Maka psikomotorik itu diambil dari yang praktek. Kemudian kalau nilai pengetahuan, kognitif itu kan ulangan harian itu. nah, …karena ada begini, bisa anak itu nanti yang pandai tetapi ga suka praktek. Ada anak IPA sini tu kalau fisika harian itu jelek, tapi kalau praktikum sungguh-sungguh. Loh maka yang terjadi adalah bahwa nilai kognitifnya rendah, psikomotoriknya bisa lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang pandai. Pak Guru akan menghormati itu. loh betul no, pada saat praktek sungguh-sungguh, loh bagus betul kok.
Ketika kegiatan praktikum berlangsung, guru pun berkeliling
kelas untuk memperhatikan cara kerja siswa dalam melakukan
praktikum. Menurut guru, terdapat beberapa hal yang sederhana yang
seharusnya diperhatikan oleh siswa pada saat kegiatan praktikum.
Namun menurut guru, banyak siswa yang tidak memperhatikan hal
tersebut karena siswa hanya mengikuti langkah kerja yang tertulis di
dalam LKS tanpa berpikir kritis, seperti yang telah dibahas
sebelumnya.
Dalam kegiatan praktikum tersebut, siswa diminta oleh guru
untuk membuat laporan praktikum seperti pada lampiran 8.
Berdasarkan analisis peneliti, guru menilai laporan praktikum siswa
dengan melihat bagaimana siswa menganalisis hasil dari kegiatan
praktikum yang telah dilakukan pada bagian pembahasan. Berikut
(1)
74
Lampiran 4 Laporan Praktikum
KELOMPOK A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
(3)
76
KELOMPOK C
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
(5)
78
KELOMPOK F
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)