PROSES PEMINDAHAN PEDAGANG SATWA PASAR N

PROSES PEMINDAHAN PEDAGANG SATWA PASAR NGASEM KE PASTY (PASAR SATWA DAN TANAMAN HIAS YOGYAKARTA)

Tugas Akhir

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat Sarjana Teknik

IHSAN ARISWANTO 04/177422/TK/30034

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

1 KATA PENGANTAR

Sebelum jauh membaca buku ini, penulis mengingatkan pada para pembaca bahwa, meskipun tulisan ini seharusnya adalah tulisan ilmiah, akan tetapi karena ketidakfokusan penulis dalam melakukan riset, dan kegagalan penulis untuk disiplin berkonsultasi dengan pembimbing, buku ini mengalami beberapa kesalahan yang mengurangi bobot ilmiahnya. Buku ini ditulis dalam keadaaan sangat mendesak, sewaktu penulis sudah terancam dengan drop out dari Universitas Gadjah Mada.

Terlepas dari itu semua, penulis menjamin bahwa data-data penelitian yang ada di dalamnya adalah valid, hanya saja hasil analisis dan kesimpulan, masih perlu dilakukan pembenahan.

Meskipun penulis merasa malu untuk menyebut nama-nama besar berikut ini, namun, tanpa mereka penulis tidak akan bisa menyelesaikan buku ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

• Prof. Achmad Djunaedi, pembimbing dalam penulisan buku ini, meskipun penulis gagal untuk mengecap ilmu akademisnya, namun ilmu kehidupan yang beliau ajarkan tidak akan pernah luntur.

• Bapak Sani dan Bapak Retno Widodo, sebagai penguji dalam ujian pendadaran yang telah memberi banyak masukkan untuk masa depan penulis.

• Bapak Aris dan Bu Kurnia, yang tanpa lelah mendorong penulis menyelesaikan buku ini. • Seluruh staf JUTAP UGM yang memberi kesempatan penulis untuk lepas dari ancaman drop out.

Selain itu, tanpa bantuan dana dan moril dari keluarga, serta kawan-kawan PWK UGM, terutama dari angkatan 2003, 2004, 2005, dan 2006, serta kawan-kawan dari komunitas lainnya, penulis tidak akan pernah bisa merampungkan kewajiban akademisnya. Hanya ucapan terima kasih yang bisa penulis berikan pada mereka.

Sleman, 3 Februari 2013

IHSAN ARISWANTO

Alhamdulillahi rabbil 'alamin, nahmaduhu wa nasta'inuhu wa nastaghfiruhu, wa na'udzubillahi min syururi anfusinaa wa sayyiati a'malina, man yahdillahu fa laa mudhillalah, wa man yudhlil fa laa hadiyalahu.

Asyhadu an Laa ilaaha illallah wahdahu laa syarikalah, wa laa na''budu illa iyyah, mukhlishiina lahuddiin, walau karihal kafirun, walau karihal munafiqun, walau karihal mulhidun

Wa asyhadu anna sayyidina Muhammadin shalallahu 'alaihi wa aalihi wa baarik wassalam, 'abduhu wa rasuuluhu., laa nabiyya ba'dahu. Huwannuuru yahdill haqq.

Allahumma shalli wa sallim 'alaa sayyidina, wa habibina, wa maulana, wa syafi'ina Muhammadin shalallahu 'alaihi wa aalihi wa baarik wassalam, kamaa shalaita 'alaa sayyina Ibrahim wa 'ala aali sayyidinaa Ibrahim

Alfatihah penulis hadiahkan kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa aalihi wa baarik wassalam, beserta keluarganya, sahabat-sahabat beliau, juga kepada para ulama , para guru- guru yang membawa jalur Islam, khususnya kepada Sultan Para Wali, Syaikh Abdul Qadir Jailani, juga pada segenap ulama dalam thariqah Bani 'Alawi, khususnya Al-Faqih Muqaddam, Guru kami Habib Munzir Al-Musawwa, Habib Syech bin Abdul Qadir As-Segaf, Habib Naufal bin Muhammad Al-Aydrus, serta para guru lain baik dalam jalur Ba'alawi maupun di luarnya.

Alfatihah juga teruntuk bagi almarhum kakek kami, Kyai Wignyo Wiyadi, adik kami yang telah mendahuli, Nyai Ahad Pahing, Kyai Gonosri Legi, Kyai Gonosari Kliwon, dan seluruh arwah baik leluhur, maupun keluarga kami, serta muslimin muslimat semua, baik yang hidup maupun wafat.

Bagi mereka semua... Alfatihah...

Terima kasih untuk: Bapak dan Simbok, Prof Djun guru kehidupan bagi penulis, pak Aris yang seperti bapak kandung kami di kampus, Bu Nia yang ikhlas membantu kami, Dewi yang tak lelah membantu dan menyayangi, Mc dan Bolu, Zaki, Iwan, Nini, Wahyu ndut, bu Erika & Bu Isti, Imam & Dika, semua yang dulu di kontrakan Cuwi, PWK 04 semuanya, tak muat saya menyebut satu-satu :), Mas Akhid, Ajeng, Arul, Ario, dan semua PWK 03, Jito dkk di PWK 05, Budis dkk di PWK 06, Dimas dll di PWK 07, kawan-kawan OMMB, kawan-kawan PPNU, Syekh Wahyudi atas doa-doanya, KH A.Zabidi guru kami, Aris & Si Doel, Andya dan Alfa di K-73, Novi T.Sipil, aksel Delayota semuanya

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Melihat Situasi Pemindahan Pedagang di Indonesia

Pemindahan pedagang yang berujung konflik ternyata bukan hal yang jarang di negara ini. Dari pemberitaan di media, maupun pengalaman yang didapati sehari-hari dapat dillihat bagaimana proses pemindahan terkadang menimbulkan pertentangan, terutama dari kalangan pedagang. Beberapa lokasi perdagangan yang hendak dipindah terpaksa harus digusur paksa dengan menurunkan aparat (dalam hal ini biasanya Satuan Polisi Pamong Praja), sementara dalam prosesnya diwarnai demonstrasi yang masif.

Tentu saja kondisi konflik tersebut sangat jauh dari kondisi ideal yang diharapkan oleh pemerintah maupun masyarakat. Adanya ketidaksepahaman ataupun perbedaan cara berfikir antara pedagang dan pemerintah disinyalir sebagai sebab terjadinya konflik dalam pemindahan lokasi perdagangan. Sementara pandangan yang sering ditemui di media adalah pemerintah seringkali disalahkan dan dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil.

Di tengah berbagai kondisi tidak ideal tersebut, ternyata terdapat beberapa keberhasilan yang dicapai oleh beberapa pemerintah kota. Salah satu keberhasilan tersebut adalah di Kota Yogyakarta yang berhasil memindahkan pedagang satwa dari Pasar Ngasem ke Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta.

1.1.2 Pemindahan Pedagang Satwa Pasar Ngasem

Pasar Satwa Ngasem Yogyakarta yang telah beroperasi sejak tahun 1960 akhirnya ditutup untuk sementara pada tanggal 22 April 2010. Bekas Pasar Ngasem ini dikembangkan untuk pasar wisata yang diisi pedagang tradisional, pedagang suvenir, serta tempat wisata kuliner yang mendukung fungsi wisata kawasan Taman Sari.

Ditandai dengan sebuah kirab budaya meriah, sebanyak 287 pedagang Pasar Ngasem berpindah dan menempati lokasi baru yaitu PASTY (Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta) yang berada di kawasan Mantrijeron, Jalan Bantul, di bagian selatan Kota Yogyakarta. Sebuah perpindahan monumental karena Pasar Ngasem selama ini telah menjadi salah satu simbol tradisi dan simbol sejarah Yogyakarta.

Pemindahan pedagang Pasar Ngasem ini merupakan salah satu solusi terpadu penataan Kota Yogyakarta. Paling tidak, dalam pemindahan ini telah tercakup dua hal: penataan kawasan cagar budaya Taman Sari dan pengembangan kawasan selatan Kota Yogyakarta. Gubernur Yogyakarta mengungkapkan bahwa perpindahan ini tidak hanya menguntungkan bagi Kota Yogyakarta, namun juga bagi Kabupaten Bantul (www.pemda-diy.go.id/berita tanggal 10 April 2010, diakses Desember 2010).

Pemindahan lokasi sebuah kawasan perdagangan adalah salah satu hal yang vital dalam dunia perencanaan wilayah dan kota. Di Indonesia, pemindahan sebuah lokasi perdagangan tidak jarang menimbulkan konflik. Sebuah Pemindahan lokasi sebuah kawasan perdagangan adalah salah satu hal yang vital dalam dunia perencanaan wilayah dan kota. Di Indonesia, pemindahan sebuah lokasi perdagangan tidak jarang menimbulkan konflik. Sebuah

Seperti halnya yang terjadi pada perpindahan Pasar Ngasem ini, konflik dapat diminimalkan, bahkan hampir tidak terdapat konflik sama sekali. Sebuah deskripsi historis yang mendetail merangkum berbagai sisi pandangan menjadi hal yang penting sebagai dokumentasi yang mempermudah berbagai pihak untuk mempelajari dan menerapkan kembali dalam kasus dan kondisi serupa.

1.1.3 Communicative Planning

Dari sisi akademik, tampaknya pendekatan komunikatif dalam khasanah perencanaan wilayah dan kota telah banyak diterapkan di berbagai tempat di Indonesia. Communicative planning yang lebih mengedepankan dialog dan kebersamaan mulai dirasakan keberhasilannya.

Sebelum pemindahan pedagang Ngasem ini, Pemerintah Kota Yogyakarta juga telah berhasil melakukan pemindahan pedagang klithikan dari Jalan Mangkubumi ke Pasar Pakuncen dengan pendekatan komunikatif. Seperti dikatakan walikota Yogyakarta, Herry Zudianto, pemindahan pedagang Ngasem juga menggunakan cara yang hampir sama seperti pemindahan pedagang klithikan. Demikian juga di Surakarta, tahun 2006 Pemerintah Kota Surakarta juga memindahkan PKL dengan metode communicative planning.

Tidak adanya satu metode yang khusus dalam penerapan Communicative Planning menghasilkan cara yang berbeda-beda dalam pelaksanaannya di lapangan (Veeroja, 2012). Penerapan dalam satu kasus bisa jadi berbeda dengan Tidak adanya satu metode yang khusus dalam penerapan Communicative Planning menghasilkan cara yang berbeda-beda dalam pelaksanaannya di lapangan (Veeroja, 2012). Penerapan dalam satu kasus bisa jadi berbeda dengan

1.2 Rumusan Masalah

Penulis tergerak untuk melakukan penelitian terhadap proses pemindahan pedagang pasar Ngasem tersebut dengan maksud untuk bisa mendapatkan gambaran utuh tentang bagaimana perpindahan tersebut dapat berjalan dengan mulus tanpa ada konflik yang berarti.

Sebagai bagian dari upaya dokumentasi atas pemindahan pedagang satwa Pasar Ngasem, peneliti akan mendeskripsikan proses pemindahan, dari sejak rencana pemindahan digulirkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta hingga terjadinya perpindahan tanggal 22 April 2010. Peneliti menitikberatkan pada upaya pencegahan maupun peredaman konflik dalam proses pemindahan ini.

Setelah itu, peneliti akan mencari faktor-faktor yang mempengaruhi pemindahan pedagang satwa Pasar Ngasem ini bisa berjalan dengan mulus tanpa adanya konflik dengan mengacu pada konsep communicative planning dari teori para pakar.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah pada nomor 1.2 maka disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana proses pemindahan pedagang Pasar Satwa Ngasem ke Pusat Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta?

2. Faktor-faktor apa yang menjadi sebab keberhasilan pemindahan pedagang satwa Pasar Ngasem tanpa konflik?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan proses pemindahan Pasar Ngasem ke Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY) dengan memaparkan dalam bentuk narasi kronologis dengan mendasarkan pada wawancara maupun dokumen yang sudah ada.

2. Menggali faktor-faktor pencegahan dan peredaman konflik selama proses

pemindahan Pasar Ngasem dengan analisis communicative planning.

1.5 Batasan Penelitian

1.5.1 Batasan Isi

Isi yang diteliti adalah segala proses yang dilaksanakan Pemerintah Kota Yogyakarta beserta pihak-pihak lain yang terkait dalam upaya pemindahan Pasar Ngasem. Selanjutnya dari proses tersebut dianalisis untuk menemukan faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemindahan pedagang.

1.5.2 Batasan Tempat

Penelitian mengambil tempat di bekas Pasar Satwa Ngasem yang telah dikembangkan menjadi Pasar Wisata dan di PASTY sebagai tempat berdagang yang baru bagi pedagang satwa.

1.5.3 Batasan Waktu

Rentang waktu yang diamati oleh peneliti adalah sejak digulirkannya rencana pemindahan pedagang satwa Pasar Ngasem sampai dua tahun setelah terjadinya pemindahan pedagang. Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah mulai September 2012 sampai dengan Februari 2013.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut bagi dunia akademis, khususnya bidang Perencanaan Wilayah dan Kota, diharapkan penelitian ini dapat memperkaya khasanah pemikiran dalam pembelajaran manajemen konflik dan penerapan communicative planning.

Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi salah satu penelitian yang bisa dipetik pelajarannya ketika akan melakukan sebuah pemindahan tempat perdagangan, tentunya dengan menyesuaikan pada kondisi dan situasi setempat.

Bagi kalangan umum, penelitian ini diharapkan dapat menjadi alat dokumentasi dan bahan pembelajaran publik. Khusus bagi warga Kota Yogyakarta, penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat untuk membangun sikap saling percaya antara warga dengan pemerintah.

1.7 Keaslian Penelitian

Dalam menentukan keaslian penelitian ini, dicari penelitian lain dengan tema dan pendekatan yang serupa dengan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat banyak penelitian tentang relokasi pedagang namun terkait dengan Pedagang Kaki Lima (informal) yang berbeda dengan fokus penelitian ini yaitu pedagang formal.

Beberapa penelitian lain yang penulis temukan terkait dengan pemindahan pedagang pasar Ngasem, maupun hal terkait seperti revitalisasi Pasar Ngasem dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.7.1: Keaslian Penelitian

Perbedaan dengan Judul dan Tahun

Penelitian Ini

Penelitian memfokuskan Proses Relokasi PKL Pasar '45 Rahmi PWK UGM pada PKL di Pasar '45 Banjarsari (2012)

Fitritara

Banajarsari Penelitian memfokuskan

Kajian Modernisasi pada modal sosial dengan

Kementrian Kementrian

Pengelolaan Pasar Tradisional cakupan pasar-pasar dari

PU

PU

Berbasis Modal Sosial beberapa kota termasuk Yogyakarta

Penelitian memfokuskan pada pembuatan video

Hermawan

Video Dokumenter Pasar

STMIK

dokumenter dengan

mengambil lokasi Pasar

Purnomo

Ngasem pada saat pemindahan berlangsung

Relokasi Pasar Ngasem dalam Mario Universitas Penelitian memfokuskan Surat Kabar (2011)

Antonius

Atma Jaya

pada pemberitaan di surat

Birowo

kabar tentang pemindahan pedagang Pasar Ngasem

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Proses Pembangunan

2.1.1 Pentingnya Proses dalam Pembangunan Masyarakat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu arti dari kata proses adalah runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu (http://pusatbahasa.kemendiknas.go.id/kbbi).

Dalam teori pembangunan terdapat minimal dua pemahaman mengenai pencapaian pembangunan. Kedua hal tersebut adalah pembangunan yang berorientasi pada hasil akhir dan pembangunan yang berorientasi pada proses (Ife dan Tesoriero, 2008). Ife dan Tesoriero tampaknya membandingkan kedua pemahaman tersebut secara berhadapan.

Pembangunan yang berorientasi pada hasil akhir, menggunakan mekanisme pemisahan antara tujuan dengan sarana. Meskipun bisa mencapai tujuan dengan lebih cepat, namun pembangunan dengan orientasi hasil akhir dapat terjatuh pada penghalan segala sarana untuk mencapai tujuan pembangunan, termasuk penggunaan kekerasan (Ife dan Tesoriero, 2008).

Selanjutnya, keduanya menjelaskan bahwa dalam mengevaluasi proyek pembangunan masyarakat, siapapun harus melihat pada proses. Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, proses harus lebih dikedepankan daripada hasil akhir. Proses yang baik akan mendorong masyarakat untuk Selanjutnya, keduanya menjelaskan bahwa dalam mengevaluasi proyek pembangunan masyarakat, siapapun harus melihat pada proses. Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, proses harus lebih dikedepankan daripada hasil akhir. Proses yang baik akan mendorong masyarakat untuk

2.1.2 Prinsip-Prinsip Proses Pembangunan Masyarakat

Proses pembangunan yang baik memiliki prinsip-prinsip berikut (Ife dan Tesoriero, 2008).

1. Memadukan antara proses, hasil, dan visi pembangunan. Orientasi pada proses tidak berarti mengorbankan hasil akhir, tetapi tetap berpedoman pada visi pembangunan. Adapun visi tersebut harus menghormati proses.

2. Integritas proses, yaitu bahwa proses harus dijaga agar tetap sesuai dengan visi pembangunan yang akan diwujudkan.

3. Menumbuhkan kesadaran masyarakat dengan cara saling berbagi pengalaman antara pemerintah dengan masyarkat.

4. Menjalankan kerjasama dan konsensus. Pemerintah sebagai pelaksana pembangunan selalu mengajak masyarakat dalam proses pembangunan serta menetapkan kesepakatan bersama dalam merumuskan dan melaksanakan rencana pembangunan.

5. Menetapkan langkah-langkah (tahapan) pembangunan. Pembangunan yang berorientasi pada proses memang memakan waktu yang lebih lama.

6. Pembangunan dilaksanakan dengan menetapkan tahapan-tahapan untuk dijalani bersama antara pemerintah dengan masyarakat.

7. Mengedepankan perdamaian dan menghindari kekerasan. Pelaksana pembangunan wajib mendahulukan prinsip-prinsip damai dan tidak menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan.

8. Menerapkan prinsip inklusivitas, yaitu bahwa setiap golongan diikutsertakan tanpa membeda-bedakan sesuai dengan posisi masing- masing.

9. Menerapkan community buiding (pembangunan masyarakat) dengan cara menumbuhkan sikap saling membutuhkan antara pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan.

Selain prinsip-prinsip di atas, dalam praktik pelaksanakan suatu perubahan dalam proses pembangunan masyarakat hendaknya selalu dilakukan hal-hal berikut (Soetomo, 2009):

1. masyarakat perlu diikutsertakan dalam pemecahan masalah,

2. kegiatan dilaksanakan atas dasar kesepakatan bersama,

3. memahami adanya berbagai perbedaan pendapat dan persepsi dalam masyarakat,

4. terjadi mekanisme saling mengisi antara unsur dalam masyarakat guna melakukan adopsi perubahan,

5. memberikan peluang bagi adanya revisi/modifikasi dalam proses yang sedang berjalan.

2.2 Konsep Konflik

2.2.1 Pengertian Konflik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu arti dari kata konflik adalah percekcokan, perselisihan, pertentangan; sedangkan konflik sosial diartikan sebagai pertentangan antaranggota masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan ( http://pusatbahasa.kemendiknas.go.id/kbbi).

Penjelasan konflik menurut berbagai pakar ilmu sosial sebagai berikut (Waluya, 2009):

1. menurut Robert Lawang konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial, dan budaya) yang relatif terbatas,

2. menurut Kartono konflik merupakan proses sosial yang bersifat antagonistik dan terkadang tidak bisa diserasikan krena dua belah pihak yang berkonflik memiliki tujuan, sikap, dan struktur nilai yang berbeda, yang tercermin dalam berbagai bentuk perilaku perlawanan, baik yang halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung, terkamuflase, maupun yang terbuka dalam bentuk tindak kekerasan.

Konsep konflik memiliki banyak dimensi dan bisa dilihat sesuai dengan sudut pandang pengamatnya dan sesuai dengan tujuan analisis si pengamat (Rummel, 1976). Dalam penelitian ini, istilah konflik dimaksudkan sebagai konflik yang terjadi dalam proses pembangunan.

2.2.2 Penyebab Konflik

Untuk memahami munculnya konflik, dapat dilihat tiga komponen yang membentuk konflik yaitu sikap, perilaku, dan kontradiksi (Galtung, 2003) Ketiga komponen tersebut tergambar dalam “segitiga konflik” berikut.

Sumber: Galtung (2003:54)

Sikap adalah cara berfikir dan kesadaran yang ada pada diri seseorang, sedangkan perilaku adalah tindakan seseorang dalam menyikapi sebuah peristiwa (Galtung, 2003).

Kontradiksi, dijabarkan oleh Galtung (2003) sebagai keadaan-tujuan yang tidak cocok dalam suatu sistem pencapaian tujuan. Tujuan dalam hal ini dimaksudkan sebagai sesuatu yang ingin dicapai, sedangkan keadaan-tujuan adalah tercapainya tujuan (Galtung, 2003).

Menurut Galtung (2003) konflik terjadi dengan rumus berikut:

Konflik = Sikap + Perilaku + Kontradiksi

Artinya konflik timbul ketika ada ketiga komponen tersebut, yaitu sikap menentang, adanya perilaku menentang, dan ada kontradiksi yang merupakan peristiwa.

Pruit dan Rubin dalam (Soetomo, 2009) menyebutkan penyebab timbulnya konflik adalah:

1. timbulnya berbagai aspirasi dari tiap individu, bahwa mereka mampu untuk mendapatkan suatu objek berharga untuk diri mereka sendiri, serta merasa berhak atas objek tersebut;

2. terjadinya kesenjangan antara aspirasi dengan prestasi, yaitu bahwa aspirasi yang ada berkembang dengan sangat pesat namun tidak ada alternatif nyata yang bisa memuaskannya;

3. ambiguitas pada persepsi terhadap kekuasaan yang membuat satu pihak merasa lebih kuat daripada pihak lainnya;

4. lemahnya aturan dan norma yang berakibat membentuk cara pandang individu terhadap hak-haknya yang terkadang tidak cocok dengan individu lainnya;

5. cemburu terhadap kelompok lain yang menyebabkan satu kelompok mencoba memaksakan aspirasinya pada kelompok lain;

6. munculnya kelompok penentang yang berusaha memperjuangkan aspirasinya serta merasa terpisah dari kelompok lain.

2.2.2 Konflik dalam Pembangunan dan Perubahan

Konflik dalam pembangunan dan perubahan masyarakat bisa terjadi antara sesama anggota masyarakat maupun antara masyarakat dengan pemerintah. Konflik antara sesama masyarakat biasa disebut konflik horizontal, sedangkan konflik antara masyarakat dengan pemerintah biasa disebut konflik vertikal (Waluya, 2009).

Pembahasan yang relevan dalam penelitian ini adalah tentang konflik vertikal. Konflik vertikal dalam pembangunan bisa muncul di antaranya karena:

1. masyarakat merasa bahwa kegiatan pembangunan/perubahan yang ada, bukanlah miliknya,

2. kegiatan perubahan tersebut tidak mendapat dukungan dari masyarakat

dan bukan merupakan kesepakatan dalam sistem. (Soetomo, 2009) Mulkhan dalam (Suharyanto, 2008) menjelaskan penyebab konflik dalam

masyarakat adalah:

1. adanya struktur yang timpang yang menciptakan suatu individu atau kelompok masyarakat yang inferior dan superior dimana pihak yang lebih kuat “menginjak-injak” hak maupun kepentingan dari pihak yang lemah,

2. dalam pendistribusian sumberdaya-sumberdaya, terutama sumber daya kunci tidak mencapai kata keadilan.

2.2.3 Pencegahan Konflik dalam Proses Pembangunan

Konflik yang terjadi dalam sebuah proses pembangunan atau perubahan dalam masyarakat dapat dihindari jika pemerintah dan masyarakat sama-sama Konflik yang terjadi dalam sebuah proses pembangunan atau perubahan dalam masyarakat dapat dihindari jika pemerintah dan masyarakat sama-sama

pemerintah untuk meminimalkan timbulnya penolakan dan konflik dalam proses pembangunan atau perubahan masyarakat sebagai berikut:

1. memberikan kesan bahwa perubahan tersebut akan mengurangi beban masyarakat dan bukan menambah beban masyarakat,

2. memastikan bahwa perubahan tersebut tidak bertentangan dengan nilai- nilai dasar dan idealisme yang sudah diterima masyarakat,

3. perubahan tersebut menawarkan jenis-jenis pengalaman baru yang menarik,

4. perubahan tersebut tidak berkesan mengurangi otonomi masyarakat.

2.3 Konsep Perencanaan Komunikatif (Communicative Planning)

2.3.1 Teori Communicative Action oleh Habermas

Pendekatan komunikatif dalam proses perencanaan dikembangkan antara lain dari pemikiran Jurgen Habermas dengan teori communicative action. Habermas menekankan pentingnya komunikasi dan interaksi dalam membentuk rasionalitas pemikiran seseorang (Connie, 2008).

Habermas menjelaskan bahwa posisi Communicative Action dalam mencapai suatu tujuan adalah dalam lingkup pendekatan sosial dengan orientasi untuk mendapatkan saling kesepahaman (Bolton, 2005). Posisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2: Posisi Communicative Action dalam Mencapai Tujuan

sumber: Bolton (2005:32)

Dengan gambar di atas, Bolton (2005) menjelaskan bahwa instrumental action berorientasi pada tercapainya tujuan dengan cara-cara non-sosial (teknis), sedangkan strategic action melakukan pendekatan sosial dengan mengizinkan

aktor-aktor yang terlibat dalam pencapaian tujuan untuk turut mempengaruhi tercapainya tujuan.

Pada titik yang berseberangan, communicative action berorientasi pada tercapainya kesepakatan dalam menuju tujuan. Communicative action menomorduakan tercapainya tujuan dengan lebih mementingkan saling kesepahaman (Bolton, 2005).

2.3.2 Konsep Communicative Planning dalam Proses Perencanaan

Masuknya teori communicative action ke ranah perencanaan antara lain melalui pemikiran John Forester, Tore Sager, Judith Innes, dan Patsy Healey. Para Masuknya teori communicative action ke ranah perencanaan antara lain melalui pemikiran John Forester, Tore Sager, Judith Innes, dan Patsy Healey. Para

Stromberg (1999) merangkum pemikiran Sager dan Healey bahwa dalam perencanaan komunikatif, perspektif yang digunakan adalah bagaimana kebijakan dan strategi perencanaan dikembangkan dalam konteks sosial, sehingga pemahaman dan kesepahaman diperoleh dari proses pembelajaran timbal balik antara pihak yang berkepentingan (Stromberg, 1999).

Jauhiainen (dalam Veeroja, 2012) menjelaskan bahwa perencanaan komunikatif adalah konsep yang luas dan tidak seragam, namun ada satu kesamaan di antara para pemikir teori perencanaan yaitu bahwa proses perencanaan komunikatif menekankan pentingnya partisipasi. Veeroja (2012) merangkum pemikiran tentang perencanaan komunikatif dengan penekanan pada kunci-kunci yang penting untuk diterapkan dalam proses perencanaan. Rangkuman Veeroja selengkapnya dapat dilihat di Tabel 2.3.1 berikut.

Tabel 2.3.1: Rangkuman Pendapat Para Pakar tentang Communicative Planning

Nama Pakar Kunci Perencanaan Komunikatif

John Friedman - pembelajaran timbal balik antara pihak-pihak yang berkepentingan

- pembelajaran sosial bagi publik - pentingnya dialog dalam proses

perencanaan - pentingnya perilaku non-verbal untuk dimengerti dalam proses perencanaan

- bahasa yang mudah dimengerti oleh semua pihak - mengatasi konflik

John Forester - semua pihak yang berkepentingan memperoleh informasi yang setara

- adanya partisipasi publik dalam pembuatan dan pelaksanaan rencana

- kemampuan mendengar aspirasi secara kritis - pentingnya perilaku non-verbal untuk dimengerti dalam proses perencanaan

- mengerti adanya perbedaan kekuasaan antara pihak yang terlibat

- proses penceritaan (storytelling) untuk mencapai kesepahaman Patsy Healey

Menekankan perencanaan yang

kolaboratif:

- pentingnya dialog - adanya diskusi terbuka - kesepahaman timbal balik

antara pihak yang terlibat dalam rencana

- partisipasi publik dalam proses perencanaan - semua pengetahuan yang ada dihargai dalam proses perencanaan

Judith Innes dan David Booher - adanya proses pembelajaran - pentingnya dialog - partisipasi publik daam proses

perencanaan - proses perencanaan yang terbuka (diketahui publik) - memahami pemahaman awal dari setiap pihak yang terlibat

Sumber: Veeroja (2012)

3 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Marshal dalam Sarwono (2006) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Salah satu metode yang digunakan dalam pendekatan kualitatif adalah studi kasus (Semiawan, 2010). Menurut Waluya (2009), metode studi kasus adalah suatu bentuk penelitian yang intensif, terintegrasi, dan mendalam.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode studi kasus guna mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai proses pemindahan pedagang yang terjadi. Semiawan menjelaskan bahwa pemahaman yang khusus dan mendalam terhadap sebuah kasus khusus yang terjadi di masa lampau, dapat membantu individu, kelompok, atau masyarakat, dalam menghadapi kasus serupa yang sedang atau akan dihadapi.

Patton dalam Semiawan (2010) menyebutkan tiga tahapan dalam penelitian dengan metode studi kasus. Tahapan pertama adalah pengumpulan data mentah

terhadap individu, organisasi, tempat, program, yang menjadi dasar penulisan studi kasus. Tahapan kedua adalah pemadatan, peringkasan, dan pengklasifikasian data mentah yang telah diperoleh menjadi sebuah berkas yang mudah dijangkau dan mudah diatur. Tahapan ketiga adalah penulisan laporan akhir dari kasus terhadap individu, organisasi, tempat, program, yang menjadi dasar penulisan studi kasus. Tahapan kedua adalah pemadatan, peringkasan, dan pengklasifikasian data mentah yang telah diperoleh menjadi sebuah berkas yang mudah dijangkau dan mudah diatur. Tahapan ketiga adalah penulisan laporan akhir dari kasus

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan studi dokumen, dan studi pustaka.

3.2.1 Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap pihak yang terkait langsung terhadap pemindahan pedagang Pasar Ngasem yaitu para pedagang sebagai objek pemindahan, dan pemerintah Kota Yogyakarta sebagai subjek yang melakukan pemindahan.

Wawancara terhadap pedagang dilakukan dengan mengambil perwakilan dari setiap kelompok pedagang dengan prioritas pada tokoh-tokoh penting yang mewakili kelompok. Wawancara dilakukan sampai memperoleh hasil yang jenuh dan tidak ada informasi baru yang didapatkan. Wawancara terhadap pemerintah

Kota Yogyakarta dilakukan terhadap pemegang kekuasaan pada masa pemindahan terjadi.

3.2.2 Observasi Langsung

Observasi langsung dilakukan dengan cara mengamati detail dari lokasi bekas Pasar Ngasem dan detail dari PASTY. Hasil observasi langsung didokumentasikan dalam bentuk foto.

3.2.3 Studi Dokumen

Studi dokumen adalah pengumpulan data dari sumber sekunder yang berupa rekaman video, foto, dan kesaksian tertulis dari pihak yang mengetahui pemindahan pedagang Pasar Ngasem, kliping pemberitaan media cetak dan media digital terkait dengan pemindahan pedagang Pasar Ngasem, baik sebelm terjadi pemindahan, saat pemindahan, maupun setelah pemindahan, serta dokumen perencanaan yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta.

3.2.4 Studi Pustaka

Tujuan studi pustaka adalah sebagai alat kendali dalam pengumpulan data, agar data yang diperoleh adalah data valid yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Selain itu, studi pustaka juga menjadi pembanding dan acuan pada saat analisis data. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari literatur seputar pasar,

kebijakan publik, relokasi, pencegahan konflik, serta proses perencanaan komunikatif.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. daftar pertanyaan, sebagai panduan untuk wawancara,

2. alat rekam suara, untuk merekam wawancara,

3. komputer dan internet, untuk pengumpulan kliping dan wawancara tertulis,

4. telepon seluler, kamera digital, dan alat tulis.

3.3.1 Cara Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan:

1. membandingkan dan melakukan pengecekan silang antara satu data dengan data lainnya agar diperoleh informasi yang valid,

2. mengkategorikan hasil penemuan ke dalam kelompok-kelompok data yang dibuat sesuai dengan kronologi kejadian,

3. memaparkan hasil penelitian dalam bentuk deskripsi, dengan unit

informasi yang digunakan adalah kejadian yang terjadi dengan periode tertentu yang mengikuti alur proses perencanaan, dimulai dari sejak digulirkannya wacana pemindahan, hingga setelah terjadi pemindahan,

4. menarik kesimpulan dari hasil yang telah diperoleh.

3.4 Tahapan Penelitian

3.4.1 Tahapan Sebelum Penelitian

Tahapan sebelum penelitian berupa persiapan dan perzinan.

1. Persiapan yang dilakukan berupa studi pustaka, penyusunan proposal penelitian, persiapan instrumen penelitian, penentuan objek wawancara, dan kosultasi dengan pembimbing.

2. Perizinan yang diperlukan antara lain permohonan wawancara, dan pengajuan surat izin survey.

3.4.2 Tahapan Pengumpulan Data

1. Pengumpulan kliping tentang pemindahan Pasar Ngasem dari media cetak dan media digital.

2. Observasi ke bekas lokasi Pasar Ngasem dan ke lokasi PASTY.

3. Wawancara dengan para pedagang yang berada di PASTY.

4. Wawancara langsung maupun tertulis dengan pejabat yang terkait dengan pemindahan pedagang Pasar ngasem tahun 2010.

3.4.3 Tahapan Analisis Data

1. Mentranskrip wawancara dari bentuk rekaman menjadi tertulis.

2. Uji validitas data dengan cara membandingkan satu data dengan data lain.

3. Memadatkan data untuk mendapatkan informasi yang diperlukan.

4. Menyusun informasi menjadi sebuah narasi dalam susunan kronologis.

5. Mengidentifikasi hal-hal yang merupakan upaya peredaman dan penghindaran konflik dalam proses pemindahan pedagang Pasar Ngasem dan menuliskan dalam kesimpulan.

4 BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kota Yogyakarta

4.1.1 Letak Kota Yogyakarta

4.1.2 Administrasi dan Luasan

Gambar 4.1: Peta Administratif Kota Yogyakarta

Sumber: www.jogjakota.go.id (Agustus 2012) Sumber: www.jogjakota.go.id (Agustus 2012)

4.1.3 Topografi Kota Yogyakarta

4.1.4 Kependudukan Kota Yogyakarta

Jumlah penduduk Kota Yogyakarta selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Sumber: Rancangan RPJMD Kota Yogyakarta 2012-2016

4.1.5 Perekonomian Kota Yogyakarta

Perkembangan perekonomian Kota Yogyakarta dapat dilihat dari perkembangan pertumbuhan PDRB selama 4 (empat) tahun yaitu 2007 – 2010. Berdasarkan harga konstan, nilai dan kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sektor yang memberikan sumbangan yang terbesar bagi PDRB Kota Yogyakarta. Selengkapnya sumbangan tiap sektor terhadap PDRB Kota Yogyakarta dapat dilihat pada tabel berikut.

Sumber: Rancangan RPJMD Kota Yogyakarta 2012-2016 Jumlah Pasar yang terdapat di Kota Yogyakarta pada tahun 2008 mencapai

32 pasar yang menempati lahan seluas 124.847,07 m dengan 15.340 pedagang.Dari keseluruhan pasar yang ada, sekitar 79,62 persen pasar sudah memiliki sarana dan prasarana yang memadai sedangkan 20,38 persennya merupakan pasar tradisional dengan sarana prasarana yang masih sangat terbatas.

4.2 Gambaran Umum Kecamatan Kraton

4.2.1 Letak Kecamatan Kraton

Kecamatan Kraton berada di wilayah kota Yogyakarta dan merupakan salah satu dari 14 Kecamatan di Kota Yogyakarta. Kecamatan Kraton berlokasi di dalam benteng Kraton Ngayogyakarta. Peta wilayah kecamatan Kraton dapat Kecamatan Kraton berada di wilayah kota Yogyakarta dan merupakan salah satu dari 14 Kecamatan di Kota Yogyakarta. Kecamatan Kraton berlokasi di dalam benteng Kraton Ngayogyakarta. Peta wilayah kecamatan Kraton dapat

Gambar 4.2: Peta Wilayah Kecamatan Kraton

Sumber: Kecamatan Kraton dalam Angka Tahun 2007

4.2.2 Kondisi, Luasan, dan Pembagian Administratif

Sumber: Kecamatan Kraton dalam Angka Tahun 2007

4.2.3 Kependudukan dan Perekonomian

4.3 Gambaran Umum Kecamatan Mantrijeron

Adapun pembagian administratif Kecamatan Mantrijeron dapat dilihat pada tabel dan peta berikut.

Sumber: Kecamatan Mantrijeron dalam Angka Tahun 2007

Sumber: www.jogjakota.go.id, diakses Agustus 2012

4.3.1 Kependudukan Mantrijeron

5 BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Perkembangan Pasar Ngasem Dan Pasty

5.1.1 Perkembangan Pasar Ngasem

Pasar Ngasem sebelum pemindahan pedagang tahun 2010, adalah pasar satwa peliharaan yang terlengkap di DIY dengan daya tarik utamanya adalah burung peliharaan. Lokasinya berada di persimpangan antara Jalan Polowijan dengan Jalan Ngasem. Posisi Pasar Ngasem berada di sebelah utara area Taman Sari, berada dalam wilayah jeron benteng Kraton Ngayogyakarta. Pasar Ngasem menempati tanah yang merupakan milik Kraton.

Pasar Ngasem secara resmi berdiri tahun 1960 dengan dipindahkannya pedagang burung dari kawasan Beringharjo ke lokasi Taman Sari (www.wartapasarjogja.com, diakses Desember 2012). Menurut penuturan pemandu wisata Taman Sari, yang juga warga sekitar Ngasem, sekaligus abdi dalem Kraton Ngayogyakarta, sebelum tahun 1960 pasar Ngasem sudah ada. Dalam wawancara, beliau menyebutkan:

“Jauh sebelum itu mas. Kata Bapak saya itu waktu Serangan Umum 1 Maret 1949, Pasar Ngasem sudah ada. Kakek saya dulu ikut babat alas waktu pertama bikin pasar yang bagian sayur itu. Kakek saya ada foto- foto jaman itu, tapi sayang saya cari sudah gak ada kotak petinya yang buat nyimpen.”

Hal ini memperkuat tesis Rumah Budaya Tembi, Bantul yang mengatakan bahwa Pasar Ngasem telah ada sejak abad 19. Pada publikasi di halaman situs Rumah Budaya Tembi, (www.tembi.org, diakses Maret 2012), disebutkan bahwa ditemukan satu foto tahun 1809 yang menggambarkan adanya perdagangan burung di lokasi sekitar Taman Sari.

Gambar 5.1: Pedagang Burung di Area Ngasem Tahun 1809

Sumber: www.tembi.org, diakses Desember 2012 Foto pada Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa telah ada kios

pedagang burung ditandai dengan gantungan-gantungan sangkar di area yang sekarang menjadi Pasar Ngasem tersebut. Sejak diresmikan tahun 1960, Pasar Ngasem selanjutnya menjadi gabungan antara pasar tradisional dengan pasar satwa peliharaan, khususnya burung.

Selain burung, pada perkembangannya, Pasar Ngasem juga mewadahi pedagang satwa lain seperti ikan hias, reptil, kucing, anjing, kelinci, dan hewan- hewan tertentu dipercaya sebgai obat seperti tokek dan kelelawar. Robi, penjual reptil di PASTY yang dulunya juga berdagang di Ngasem, meyebutkan dalam wawancara:

“Selain penggemar, ada juga dari kalangan mahasiswa biologi mas yang butuh reptil. Kalo yang kalong sama codot biasa untuk obat asma.”

Dari penuturan Pak Sutaryoko, pemandu wisata Taman Sari, adanya Pasar Ngasem sangat menunjang pariwisata Taman Sari. Disebutkan bahwa banyak turis mancanegara yang tujuan utamannya adalah ke Pasar Ngasem, kemudian singgah ke objek wisata Taman Sari. Menurut beliau, sejak tahun 2002, telah muncul gagasan untuk melakukan renovasi area Taman Sari. Masih menurut beliau, Pada tahun 2003, dengan adanya beberapa bantuan dana dari banyak pihak, proses revitalisasi Pasar Ngasem dimulai dengan melakukan pembersihan dinding.

Tahun 2004, gabungan dari beberapa LSM dan kalangan akademik bersama Pemerintah Provinsi DIY dan Kraton Ngayogyakarta bekerja sama untuk melakukan proyek revitalisasi yang lebih serius. Seperti disebutkan dalam publikasi di www.jogjaprov.go.id, revitalisasi ini mulai dilakukan dengan adanya lomba Pra-Rancangan Desain Pasar Ngasem.

Gambar 5.2: Pasar Ngasem tahun 2009

Sumber: JogjaWalking, diakses April 2012 Tahun 2007, Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah Provinsi DIY

mulai merencanakan pelaksanaan pembangunan ulang Pasar Ngasem dan area Taman Sari. Mulai 2007 sampai dengan tahun 2010, dilakukan proses persiapan pemindahan pedagang satwa Pasar Ngasem.

Kondisi Pasar Ngasem menjelang tahun-tahun pemindahan pedagang satwa, bisa dilihat pada gambar 5.2. Tampak kepadatan dan nuansa lusush di Pasar Ngasem tahun tersebut. Pada saat menjelang pemindahan tersebut, komposisi pedagang di Pasar Ngasem adalah sebagai berikut dalam tabel 5.1.1 berikut.

Tabel 5.1.1: Jumlah Pedagang Pasar Ngasem tahun 2009

Sumber: publikasi Dinas Pengelolaan Pasar di Harian Jogja, 19 Maret 2009

Pemerintah Kota berencana memindahkan pedagan satwa, baik yang telah resmi menjadi pedagang, maupun yang belum. Adapun pedagang tradisional (pedagang umum) masih tetap berdagang di Pasar Ngasem.

Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah pedagang satwa Ngasem yang dipindah adalah 227. Namun jumlah ini bertambah karena adanya 60 pedagang yang belum terdaftar karena tidak memiliki kartu bukti pedagang. Tanggal 22 April 2010 terjadi pemindahan pedagang satwa Pasar Ngasem menempati lokasi baru, yaitu Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY) dengan sebuah kirab meriah seperti tampak pada gambar 5.3 berikut.

Gambar 5.3: Kirab Boyongan Pedagang Ngasem ke PASTY

Sumber: Foto milik Fransiscus Handoyo, tahun 2010

Bulan Juni 2010, dimulai pembangunan Pasar Wisata Ngasem dan proses revitalisasi kawasan Taman Sari. Tahun 2011, Pasar Wisata Ngasem dengan total

33 los, dan 10 kios di atas tanah 6.900 meter persegi itu telah bisa dikunjungi. Foto-foto pada gambar 5.4 berikut menggambarkan Pasar Wisata Ngasem

setelah revitalisasi tahun 2010. Tampak deretan los yang masih kosong. Menurut penuturan pemandu wisata Taman Sari, jumlah kunjungan pada Januari 2013 masih tergolong sepi jika dibandingkan sewaktu pedagang satwa masih menempati Pasar Ngasem.

Gambar 5.4: Pasar Wisata Ngasem Setelah Revitalisasi 2010

Sumber: Survey lapangan tahun 2013

5.1.2 Perkembangan PASTY

Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY) yang berlokasi di Jalan Bantul Km.1, tepatnya di perbatasan Dongkelan dengan Dukuh, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta merupakan pengembangan dari Bursa Agro Jogja (BAJ) yang diresmikan Pemerintah Kota Yogyakarta tahun 2008. Lokasi PASTY dulunya merupakan area yang dinamakan Kebun Bibit Dongkelan Barat, yang dikelola oleh Dinas Pertanian Provinsi DIY sebagai tempat pengembangan tanaman hias dan tanaman obat keluarga (toga).

Menurut penjelasan dari pengurus Unit Pelaksana Teknis (UPT) PASTY, sejak tahun 2003 hingga tahun 2005, di kawasan Kebun Bibit Dongkelan Barat ini sering diadakan pameran tanaman hias. Pameran ini memakai nama Bursa Agro Jogja, yang kemudian oleh Pemerintah Kota dipergunakan sebagai nama resmi untuk proyek pembangunan pusat perdagangan dan pembibitan tanaman hias di lokasi tersebut.

Pembangunan BAJ yang dimulai tahun 2005, merupakan salah satu rangkaian pembangunan kawasan selatan Kota Yogyakarta, yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta untuk lebih memajukan perekonomian kawasan selatan kota.

Mulai tahun 2002, Pemerintah Kota melakukan berbagai pembangunan fasilitas di kawasan selatan, diawali dengan Terminal Tipe A Giwangan, diiringi dan dilanjutkan dengan pembangunan Pasar Induk Buah dan Sayur Giwangan. Untuk pengembangan pertanian kota di kawasan selatan, Pemerintah Kota Mulai tahun 2002, Pemerintah Kota melakukan berbagai pembangunan fasilitas di kawasan selatan, diawali dengan Terminal Tipe A Giwangan, diiringi dan dilanjutkan dengan pembangunan Pasar Induk Buah dan Sayur Giwangan. Untuk pengembangan pertanian kota di kawasan selatan, Pemerintah Kota

Rencana Pemerintah Kota membangun BAJ bukan hanya sebagai tempat pengembangan tanaman hias, namun juga sebagai tempat perdagangan dan pengembangan ikan hias dan burung hias. Pemerintah Kota telah mempersiapkan diri untuk menghadapi wacana Pemerintah Provinsi DIY yang hendak melakukan penataan kawasan Taman Sari yang dimungkinkan akan menyebabkan keharusan pindah bagi pedagang satwa Pasar Ngasem.

Mulai tahun 2006, Bursa Agro Jogja telah bisa dimanfaatkan sebagai tempat display tanaman hias yang dilengkapi fasilitaas-fasilitas pengembangbiakkan tanaman. Selanjutnya pada tahun 2007, Pemerintah Kota menambahkan sub-raiser ikan hias yang berlokasi di seberang BAJ, tepatnya di sebelah timur Jalan Bantul. Pertengahan tahun 2007, Pmerintah Kota mengagendakan pemindahan pedagang ikan hias dari Pasar Ngasem, untuk menempati sub-raiser ikan hias di area Bursa Agro Jogja. BAJ diresmikan oleh walikota pada Janauri 2008.

Seiring dengan rencana Pemerintah Provinsi untuk melaksanakan penataan Kawasan Taman Sari, Pemrintah Kota mengumumkan akan memindahkan pedagang satwa Ngasem ke BAJ. Mulai tahun 2009, BAJ diubah namanya menjadi PASTY. Bulan April tahun 2010 dilakukan pemindahan pedagang dari Pasar Ngasem ke PASTY, dan mulai saat itu PASTY diresmikan.

PASTY memiliki luas sebesar 29.605 m2 dan terbagi menjadi 3 zona, yaitu zona satwa di sebelah timur Jalan Bantul, serta zona ikan hias, dan zona tanaman hias yang berada disebelah barat Jalan Bantul.

Zona satwa yang merupakan tempat pindahan pedagang Ngasem berada di sisi timur jalan yang dulunya dipakai untuk sub-raiser ikan hias, menempati tanah seluas 15.605 m2. Pada zona ini terdapat 16 unit kios dengan ukuran 12 m2 dan

37 los yang terbagi dalam 764 modul berukuran 2,4 m2. Suasana gerbang zona satwa dapat dilihat pada gambar 5.5 berikut.

Gambar 5.5: Pintu Gerbang Zona Satwa yang berada di timur Jalan Bantul

Sumber: Survey lokasi tahun 2013

Sementara sub-raiser ikan hias yang juga disebut sebagai zona ikan hias, di pindahkan ke sebelah barat jalan, berada di sisi selatan, berdampingan dengan zona tanaman hias yang berada di sisi utara. Kedua zona tersebut menempati area 14.030 m2. Suasana gerbang zona ikan hias dan tanaman hias dapat dilihat pada gambar 5.6 dan 5.7 berikut.

Gambar 5.6: Gerbang zona tanaman hias PASTY yang berada di barat Jalan

Bantul

Sumber: survey tahun 2013

Gambar 5.7: Gerbang zona tanaman hias di sebelah barat Jalan Bantul

sumber: survey tahun 2013

Pedagang yang menempati PASTY pada tahun 2010 merupakan gabungan dari pindahan pedagang Ngasem dan para pedagang tanaman hias yang telah menempati lokasi tersebut semasa masih bernama Bursa Agro Jogja. Jumlah pedagang pada bulan Mei 2010 satu bulan setelah pemindahan, adalah sebanyak 340 pedagang. Selengkapnya jumlah pedagang dapat dilihat pada tabel 5.1.2 berikut.

Sumber: UPT PASTY

Penempatan pedagang di PASTY selain sesuai dengan zona, juga dikelompokkan menurut jenis dagangan. Selain untuk mempermudah pengawasan dan pemberian fasilitas, juga memudahkan pengunjung untuk mendatangi lokasi objek yang diinginkan. Denah penempatan pedagang beserta lokasi fasilitas penunjang dapat dilihat pada gambar 5.8 berikut.

Sumber: diolah dari keterangan UPT PASTY dan harian Kompas 1 Mei 2010

Pengelolaan PASTY sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2009 berada di bawah Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta dengan UPT PASTY sebagai pelaksana pengelolaan harian. Struktur kepengelolaan UPT PASTY dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.9: Bagan Struktur Organisasi UPT PASTY

Sumber: Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2009

5.1.3 Pembagian Periode Proses Pemindahan Pedagang Satwa Pasar Ngasem

Dari uraian subbab 5.1.1 dan 5.1.2 di atas, dapat digambarkan perkembangan Pasar Ngasem dan PASTY ke dalam diagram alir waktu berikut ini dalam gambar 5.10.

Gambar 5.10: Diagram alir perkembangan Pasar Ngasem dan PASTY

Diagram di atas menjelaskan titik-titik penting dalam perkembangan kedua pasar tersebut. Tahun 1960 saat secara resmi dibuka Pasar Ngasem. Tahun 2004 adalah saat Pemerintah Provinsi mencanangkan penataan Kawasan Taman Sari. Tahun 2007 adalah saat Pemerintah Kota Yogyakarta mengumumkan pada pedagang akan adanya pemindahan pedagang ikan hias Pasar Ngasem.

Periode antara 2007 sampai dengan 2010 adalah saat terjadinya proses pemindahan yang akan menjadi titik fokus pembahasan penelitian ini. Untuk mempermudah pembahasan, proses akan dibagi secara kronologis dengan mengacu pada kejadian penting yang terjadi dalam tataran keputusan Pemerintah Provinsi maupun Kota sebagai berikut:

1. Periode pra-rencana penataan kawasan Taman Sari ditandai dengan dimulainya agenda penataan kawasan Taman Sari oleh Pemerintah Provinsi DIY, sampai dengan masuknya agenda tersebut ke dalam rencana Pemerintah Kota Yogyakarta.

2. Periode Bursa Agro Jogja, dimulai dengan masuknya agenda penataan kawasan Taman Sari, sampai dengan terjadinya pemindahan pedagang ikan hias Pasar Ngasem ke BAJ dan kesepakatan Pemerintah Kota dengan Pemerintah Provinsi tentang penataan Ngasem dan Taman sari

3. Periode sosialisasi, setelah adanya kesepakatan Pemkot-Pemprov sampai dengan diumumkannya perubahan nama BAJ menjadi PASTY dan dibentuknya UPT PASTY. Tahap ini banyak diisi dengan dialog Dinas Pasar dengan pedagang.

Dokumen yang terkait

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

ANALISIS PROSES PENYUSUNAN PLAN OF ACTION (POA) PADA TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN JEMBER TAHUN 2007

6 120 23

EVALUASI IN VITRO ANTIOKSIDAN SENYAWA FENOL BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) SELAMA PROSES PENGOLAHAN EMPING MELINJO BERDASARKAN SNI 01-3712-1995

4 111 16

FUNGSI DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM) DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)

5 65 215

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

6 77 70

UPAYA PENINGKATAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV (EMPAT) SDN 3 TEGALSARI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

23 110 52

SIKAP MASYARAKAT KOTA PALEMBANG TERHADAP PEMINDAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PASAR 16 ILIR PALEMBANG KE PASAR RETAIL JAKABARING

4 84 128

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA BURUNG YANG DILINDUNGI (STUDI BKSDA LAMPUNG)

14 97 54