BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

(1)

1 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisitik Responden

Responden dalam penelitian ini sebanyak 80 orang petani kacang tanah yang terdiri dari 40 orang petani responden berasal dari Desa Rompegading Kecamatan Cenrana dan 40 orang petani responden berasal dari Desa Sawaru Kecamatan Camba . Kedua kecamatan dan kedua desa tersebut merupakan senteral pengembangan kacang tanah yang para petaninya sudah lama mengusahakan kacang tanah dan dilakukan secara turun temurun. Data Karakteristik responden disajikan pada Lampiran 1.

Analisis karakteristik petani responden meliputi golongan, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan. 1. Umur Responden

Kemampuan berpikir dan bekerja para petani dalam menjalankan usahataninya sangat dipengaruhi oleh umur petani. Pada umumnya petani yang berumur muda dan sehat mempunyai kemampuan fisik yang lebih kuat serta relatif lebih mudah memerima inovasi dibanding dengan petani yang berumur lebih tua. Oleh sebab itu perbedaan umur yang dimiliki oleh seorang petani dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk menilai tingkat kemampuan kerjanya, sedangkan petani yang berumur tua mempunyai kemampuan fisik yang sudah berkurang, tetapi mempunyai pengalaman kerja yang lebih banyak sehingga berhati-hati dalam menerapkan inovasi baru.

Berdasarkan teori kependudukan bahwa umur produktif seseorang berada pada kisaran umur 15 tahun sampai 55 tahun, di mana pada umur tersebut kemampuan berpikir dan bekerja relatif


(2)

2 lebih produktif. Tabel 5.1 memperlihatkan rata-rata tingkat golongan umur petani responden di Kabupaten Maros.

Tabel 5.1. Tingkat Golongan Umur Petani Responden No Golongan Umur Jumlah

Responden

Persentase persen

1 2 3 4

1 2 3 4 5 6

< 15 15 - 25 26 - 35 36 - 45 46 - 55 > 55

1 16 21 22 11 9

1,25 20,00 26,25 27,50 13,75 11,25

Total 80 100,00

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden terdapat 70 orang petani responden yang termasuk petani berumur produktif yaitu umur 15 – 55 tahun (87,50 %) dan hanya 10 petani responden atau (12,50 %) yang tergolong dari segi umur kurang produktif, Dengan demikian dapat digambarkan bahwa golongan umur bagi petani kacang tanah di Kabupaten Maros tidaklah menjadi hambatan dalam mengembangkan usahatani kacang tanah dimasa-masa yang akan datang.

2. Tingkat Pendidikan Responden

Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang pernah diikuti oleh petani responden, Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuanh pola pikir petani dalam mengembangkan usataninya, terutama dalam menyerap dan mengadopsi teknologi untuk meningkatkan produksi yang optimal.


(3)

3 Tabel 5.2 di bawah ini menunjukkan tingkat pendidikan petani responden dari 80 responden terdapat 40 orang ( 50 %) mempunyai tingkat pendidikan SD atau sederajat, tamat SLTA/sederajat 22 orang (27,50 %), tamat SLTP/sederajat 11 orang (13,75 %). Disamping itu terdapat lima orang (6,25 %) petani responden yang tidak sekolah/belum tamat SD, dan terdapat dua orang (2,50 %) yang memiliki pendidikan sarjana. Keadaan demikian akan memberikan pengaruh terhadap kemajuan dalam berbagai bidang pertanian terutama dalam pengembangan kacang tanah di Kabupaten Maros.

Tabel 5.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden No Tingkat Pendidikan Jumlah

Responden

Persentase (%)

1 2 3 4

1 2 3 4 5 6

Tidak /Belum Tamat SD Tamat SD/Sederajat Tamat SLTP/Sederajat Tamat SLTA/Sederajat Tamat Diploma /Sederajat Sarjana (S1 )

5 40 11 22 - 2

6,25 50,00 13,75 27,50

- 2,50

Total 80 100,00

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016 3. Tanggungan Keluarga Responden

Anggota keluarga merupakan aset dalam keluarga karena merupakan sumber tenaga kerja yang potensial dalam kegiatan berusahatani. Banyaknya anggota keluarga dapat juga menjadi beban dalam keluarga , karerna semakin besar jumlah keluarga semakin besar pula beban biaya yang harus dikeluarkan kepada anggota keluarga, Adapun jumlah tanggungan keluarga petani responden seperti Tabel 5.3 di bawah ini.


(4)

4 Tabel 5.3 di bawah ini menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden terdapat 32 orang (40,00 %) yang memiliki tanggungan keluarga antara 4 – 5 orang, 29 orang (36,25%) yang memiliki tanggungan keluarga antara 2 – 3 orang, dan sebanyak 12,25 persen (10 orang) yang memiliki tanggungan keluarga 0 – 1 orang. Dengan demikian memberikan indikasi bahwa petani responden rata-rata memiliki jumlah tanggungan keluarga yang tidak terlalu besar sehingga tidak merupakan penghambat dalam pengembangan komoditas kacang tanah dimasa-masa yang akan datang di Kabupaten Maros.

Tabel 5.3. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden No Jumlah Tanggungan

Keluarga

Jumlah Responden

Persentase (%)

1 2 3 4

1 2 3 4 5

< 2 2 - 3 4 - 5 > 5

10 29 32 9

12,50 36,25 40,00 11,25

Total 80 100,00

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016.

4. Luas Lahan Garapan

Luas lahan garapan petani berpengaruh pada aktivitas petani dan produksi usahataninya. Luas lahan garan petani responden bervariasi antara 0,10 hektar sampai dengan 2,00 hektar dan untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3 dan Tabel 5.4.

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa 22 orang (27,50 %) petani responden mempunyai luas lahan garapan kurang dari 0,50 hektar, 54 orang ( 76,50 % ) petani responden memiliki lahan garapan


(5)

5 antara 0,50 – 1,00 hektar dan hanya 4 orang ( 5,00 % ) yang memiliki lahan garan lebih besar 1,00 hektar.

Tabel 5.4. Luas Lahan Garapan pada Lahan Sawah Petani Responden

No Luas Lahan Garapan Jumlah Responden

Persentase (%)

1 2 3 4

1 2 3

< 0,50 Ha 0,50 - 1,00 Ha > 1,00 Ha

22 54 4

27,50 76,50 5,00

Total 80 100,00

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2006

Tabel 5.5 di bawah ini menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden dengan luas lahan garapan 54,22 hektar berdasarkan status kepemilikan terdapat 88,66 persen ( 48,07 Ha ) adalah lahan garapan milik petani responden sendiri dan 7,38 persen ( 4,00 Ha ) adalah lahan garapan petani responden dengan sitem sewa serta 3,97 persen ( 2,15 Ha ) adalah lahan garapan petani responden dengan sitem bagi hasil.

Tabel 5.5. Luas Lahan Garapan pada Lahan Sawah Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan No Status Lahan

Garapan

Luas Lahan ( Ha)

Persentase (%)

1 2 3 4

1 2 3

Milik Sendiri Sewa

Bagi Hasil

48,07 4,00 2,15

88,66 7,38 3,97

Total 54,22 100,00


(6)

6 Berdasarkan Tabel 5.4 dan Tabel 5.5 di atas dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat persentase 76,50 persen petani responden memiliki luas lahan garapan antara 0,50 – 1,00 hektar dan tingkat persentase status kepemilikan lahan 88,66 persen adalah milik petani responden menunjukkan bahwa peluang petani untuk meningkatkan pendapatan dalam berusahatani kacang tanah sangat besar.

B. Ketersediaan Sarana / Prasarana Teknologi 1. Lahan Pertanian

Perluasan areal tanah adalah merupakan salah satu upaya untuk meningkatan produksi dan produktivitas kacang tanah serta merupakan faktor pemberi peluang terbesar dalam upaya peningkatan produksi kacang tanah. Penanaman kacang tanah di Kabupaten Maros umumnya dilakukan pada lahan sawah yaitu ditanam setelah padi dengan pola penanaman adalah padi - kacang tanah – palawija/hortikultura lainnya dengan IP 300 atau padi – kacang tanah dengan IP 200.

Luas lahan sawah di Kabupaten Maros adalah 25.780,40 hektar dan lahan kering seluas 23.140,07hektar, sedangkan yang sangat potensial untuk pengembangan kacang tanah seluas 6,249 hektar. Dari luas lahan sawah dan lahan kering tersebut di atas untuk memperoleh pengolahan tanah yang sempurna harus ditunjang dengan ketersediaan prasarana yang cukup memadai seperti traktor. Jumlah traktor yang ada di Kabupaten Maros seperti pada Tabel 5.6.


(7)

7 Tabel 5.6. Jumlah Traktor yang ada di Kabupaten Maros sebagai

Penunjang Pengolahan Tanah

No Kecamatan

Traktor

Total Persentas e (%) Milik Dinas/UPJ A Milik Petani

1 2 3 4 5 6

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Maros baru Lau Turikale Marusu Bontoa Bantimurung Simbang Mandai Mongcongloe Tanralili Tompobulu Camba Cenrana Mallawa 5 1 6 1 6 6 5 3 5 6 1 9 4 3 41 85 25 2 53 188 88 112 20 70 76 205 42 79 46 86 31 3 59 194 93 115 25 76 77 214 46 82 4,01 7,50 2,70 0,26 5,14 16.91 8,11 10,03 2,18 6,63 6,71 18,66 4,01 7,15 Total 61 1.086 1.147 100,00 Sumber Data : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura

Kabupaten Maros , 2016

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa jumlah traktor yang ada di Kabupaten Maros sebanyak 1.147 unit yang terdiri dari milik Dinas Pertanian 61 unit dan milik petani/kelompok tani 1.086 unit. Diwilayah tempat penelitian yaitu Kecamatan Camba terdapat 214 unit (18,66 %) adalah merupakan kecamatan yang paling banyak traktor, sedangkang di Kecamatan Cenrana sebanyak 42 unit ( 4,01 % ). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketersediaan traktor sebagai alat pengolahan tanah cukup tersedia dan dapat menunjang pengembangan usahatani kacang tanah di Kabupaten Maros.


(8)

8 Tabel 5.7. Luas Lahan Sawah dan Lahan Kering Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros yang Dirinci Menurut Desa

No Desa /Kelurahan

Potenis Lahan

Total Sawah

(Ha)

Tanah Kering (Ha)

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 6 7

Rompegading Laiya

Laimapoccoe Labuaja Baji Pammai Lebbotengngae Cenrana Baru

160,00 620,00 363,00 65,00 165,00 226,00 402,00

78,00 560,00 185,00 386,00 199,00 56,00 116,00

238,00 1.180,00 548,00 451,00 364,00 282,00 518,00 Total 2.001,00 1.580,00 3.581,00 Sumber Data : Kecamatan Cenrana dalam Angka, 2015.

Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa luas lahan sawah di Kecamatan Cenrana 2.001 hektar dan lahan kering seluas 1.580 hektar ini menunjukkan bahwa peluang untuk pengembangan kacang tanah ditinjau dari segi lahan cukup tersedia yang tersebar pada tujuh desa/keluarahan, Begitu juga di Kecamatan Camba dengan luas lahan sawah 1.815,62 hektar dan lahan kering seluas 1.567,92 hektar yang lahannya tersebar pada enam desa dan dua kelurahan dari segi lahan cukup tersedia untuk pengembangan kacang tanah.

Masalah utama dalam ketersediaan lahan di Kabupaten Maros adalah belum optimalnya penggunaan lahan padahal lahan cukup tersedia dan sangat potensial untuk pengembangan kacang tanah, Hal ini sejalan dengan Astanto (2003), bahwa salah satu


(9)

9 penyebab rendahnya produksi kacang tanah di Indonesia disebabkan karena pemanfaatan lahan pertanian yang belum optimal

Tabel 5.8. Luas Lahan Sawah dan Lahan Kering Kecamatan Camba Kabupaten Maros yang Dirinci Menurut Desa

No Desa

/Kelurahan

Potenis Lahan

Total Sawah

(Ha)

Tanah Kering (Ha)

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 6 7 8

Cempaniga Sawaru Cenrana Timpuseng Patanyaman Pattirodeceng Benteng

Mario Pulana

118,75 369,00 348,00 188,08 260,00 277,10 130,00 160,69

80,64 178,79 236,85 392,00 172,00 232,00 260,00 15,64

199,39 547,79 584,85 580,08 432,00 509,10 390,00 176,33 Total 1.851,62 1.567,92 3.419,54 Sumber Data : Kecamatan Camba dalam Angka, 2015.

2. Benih

Pengadaan benih bermutu varietas unggul yang tepat jumlah, waktu dan standar yang ditetapkan merupakan salah satu syarat utama yang harus dipenuhi bila pertanaman kacang tanah ditujukan untuk mencapai produksi tinggi. Ketersediaan benih unggul di tingkat petani seringkali masih merupakan kendala utama bila akan dilakukan upaya intensifikasi peningkatan produksi (Harsono, 1993).

Cara petani responden mendapatkan benih kacang tanah untuk dijadikan benih adalah seperti pada Tabel 5.9.


(10)

10 Tabel 5.9 Jumlah Petani Responden yang Memperoleh Benih Kacang

Tanah di Tempat Penjualan Sarana Produksi

N

o Tempat Mendapatkan Benih

Jumlah Responde

n

Persentase (%)

1 2 3 4

1 2 3 4 5 6

Kios/Toko/Pasar di Tingkat Desa Kios/Toko/Pasar di Tingkat Kecamatan Kios/Toko/Pasar di Tingkat Kabupaten Kios/Toko/Pasar di Tingkat Propinsi Tanam Sendiri

Penangkaran Kelompok

0 40 1 2 24 13

0,00 50,00 1,25 2,50 30,00 16,25 Total 80 100,00 Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 5.9 di atas menunjukan bahwa dari 80 orang petani responden terdapat 40 orang (50 %) petani responden memperoleh benih dengan membeli pada pasar di tingkat kecamatan, 24 orang (30 %) petani responden memperoleh kacang tanah sebagai benih dengan cara menanam sendiri, dan hanya 13 orang (16,25 %) petani responden memperoleh kacang tanah sebagai benih dari penangkaran kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya penggunaan benih unggul di tingkat petani karena kurang tersedianya benih pada pengusaha/penjual benih unggul benih kacang tanah baik di tingkat propinsi, kabupaten maupun ditingkat Kecamatan. Sebagai kesimpulan bahwa bahwa para petani responden umumnya menanam varietas lokal yang mempunyai ukuran biji kecil dan berdaya hasil rendah yaitu varietas gajah yang belum mempunyai identitas atau tidak berlebel.


(11)

11 3. Pupuk

Upaya untuk meningkatkan produktivitas , produksi dan kualitas hasil perlu dikembangkan anjuran pemupukan berimbang, Agar petani dapat lebih mudah menerapkan anjuran paket teknologi pemupukan maka sarana produksi seperti pupuk harus tersedia dan terjangkau oleh petani (Soegiyanto dan Hadmadi, 1977).

Tabel 5.10 di bawah ini menunjukkan bahwa penyaluran pupuk dan pestisida Kecamatan Camba dilakukan oleh lima penyalur pupuk, 9 pengencer pupuk dan pestisida, dan lima koperasi tani, Sedangkan di Kecamatan Cenrana terdapat tiga unit pengencer dan satu unit koperasi tani. Penyalur, pengencer, Koperasi Tani pada kedua kecamatan tersebut, jenis pupuk yang disediakan pada umumnya masih berupa pupuk Urea dan ZA, dengan demikian para petani lebih mudah untuk memperoleh Urea, ZA dan Pestisida, sedangkan TSP dan KCL para petani harus mendapatkan di tempat lain seperti pengencer di tingkat kabupaten.

Tabel 5.10. Jumlah Penyalur /Pengencer Pupuk dan Pestisida pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Maros

No Kecamatan Penyalur Pengencer Koptan

1 2 3 4 5

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Maros baru Lau Turikale Marusu Bontoa Bantimurung Simbang Mandai Mongcongloe Tanralili Tompobulu Camba Cenrana Mallawa - - 2 - 1 4 - 1 - 1 - 5 - - 3 7 3 - 2 6 3 3 2 7 3 9 3 5 - - - - 1 1 - - - 1 1 5 1 1 Total 14 53 11 Sumber Data : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultuta Kabupaten


(12)

12 Tabel 5.10 di bawah ini menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden, 24 orang petani responden mendapatkan atau memperoleh pupuk Urea/ZA pada kios/toko/pasar ditingkat kecamatan, 30 orang petani responden memperoleh pupuk Urea/ZA dari kelompok tani, sedangkan pupuk TSP dan KCL petani belum menggunakannya pada usahatani kacang tanah, Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketersediaan pupuk terutama Urea/ZA di tingkat petani cukup tersedia, sedangkan pupuk TSP dan KCL yang umumnya hanya dapat diperoleh di tingkat kabupaten serta harga yang belum terjangkau oleh petani menunjukkan tingkat ketersediannya masih kurang,

Tabel 5.11. Jumlah Petani Responden yang Memperoleh Pupuk di Tempat- Tempat Penjualan Sarana Produksi

No Tempat

Mendapatkan Pupuk

Jumlah Responden

Urea / ZA TSP KCL

1 2 3 4 5

1

2

3

4

5

6

Kios/Toko/Pasar di Tingkat Desa Kios/Toko/Pasar di Tingkat Kecamatan Kios/Toko/Pasar di Tingkat Kabupaten Kios/Toko/Pasar di Tingkat Propinsi Kelompok Tani / Koperasi Tani Tidak mendapatkan karena tidak

menggunakan pupuk

0 24 11 0

30

15

0 0 7 0

0

73

0 0 7 0

0

73

Total 80 80 80


(13)

13 Tingginya harga TSP dan KCI serta belum terdapatnya pengencer pupuk TSP dan KCL ditingkat Kecamatan dan desa menyebabkan para petani belum bisa menerapkan pemupukan berimbang sesuai anjuran , sehingga dapat mempengaruhi produksi kacang tanah yang dihasilkan, Menurut Sudaryono (1997), bahwa apabila unsur hara dalam tanah kurang dan tidak tersedia bagi tanaman dapat menyebabkan rendahnya produksi polong yang dihasilkan tanaman baik secara kualitas maupun kuantitasnya,

4. Pengairan (Pemanfaatan Air)

Pada fase awal pertumbuhan, fase pembungaan dan fase pengisian polong tanaman kacang tanah membutuhkan pengairan yang memadai apalagi pada musim kemarau (Anonim, 2003 ).

Tabel 5.12. Jumlah Pompa Air pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Maros

No Kecamatan Pompa Air Persentase

1 2 3 4

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Maros baru Lau Turikale Marusu Bontoa Bantimurung Simbang Mandai Mongcongloe Tanralili Tompobulu Camba Cenrana Mallawa 22 30 28 7 39 318 121 41 9 26 18 128 22 20 2,65 3,62 3,38 0,84 4,70 38,36 14,60 4,95 1,09 3,14 2,17 15,44 2,65 2,41 Total 829 100,00 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Maros , 2016

Agar petani lebih mudah menerapkan anjuran paket teknologi maka ketersediaan sarana dan prasarana pengairan dan pompa air harus


(14)

14 tersedia dalam jumlah yang sesuai sehingga penyediaan air pada pertanaman kacang tanah dapat terjamin sesuai dengan kebutuhan.

Tabel 5.12 di atas menunjukan bahwa jumlah parasarana pompa air yang terdapat di Kabupaten Maros adalah sebanyak 829 unit , dan kecamatan yang paling banyak memiliki pompa air adalah Kecamatan Bantimurung sebanyak 318 unit ( 38,36 % ) pompa air, dan urutan yang kedua adalah Kecamatan Camba sebanyak 128 unit ( 15,44 % ) pompa air, Kecamatan Simbang 121 unit (14,60 %) pompa air , Kecamatan Mandai sebanyak 41 unit ( 4,95 % ) pompa air, Kecamatan Bontoa 39 unit (4,70 %) pompa air, dan Kecamatan Cenrana 22 unit (2,65 ) pompa air.

Berdasarkan jumlah pompa air yang ada di Kabupaten Maros maka dapat disimpulkan bahwa prasana pompa air cukup tersedia dan sangat mendukung dalam pengembangan usahatani kacang tanah di Kabupaten Maros,

Tabel 5.13 di bawah ini menunjukan bahwa luas lahan pertanian di Kabupaten Maros yang didasarkan pada jenis pengairan yang tersedia yaitu lahan sawah seluas 25.780,40 hektar yang terdiri dari pengairan teknis 5.477,38 hektar, pengairan ½ teknis 1.537,95 hektar, pengairan desa 5.189,86 hektar , dan sawah tadah hujan 13.575,21 hektar , dan lahan kering seluas 23.140,07 hektar yang terdiri dari ladang 20.069,44 hektar , pekarangan 3.070,63 hektar.

Luas lahan sawah di daerah tempat penelitian yaitu Kecamatan Camba seluas 1.851, 62 hektar yang terdiri dari sawah pengairan ½ teknis 115,00 hektar, pengairan desa seluas 1.165,54 hektar, tadah hujan 571,08 hektar, dan lahan kering 1.567,92 hektar yang terdiri dari ladang, 1.340,07


(15)

15 Tabel 5.13. Luas Lahan Pertanian Kabupaten Maros Berdasarkan Jenis Pengairan yang dirinci menurut Kecamatan

No Kecamatan

Irigasi Lahan Kering Lahan Sawah

+ Lahan Kering Pengairan

Teknis

Pengairan ½ Teknis

Pengairan Desa

Tadah Hujan

Jumlah Ladang Pekara- Rangan

Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14 Maros baru Lau Turikale Marusu Bontoa Bantimurung Simbang Mandai Mongcongloe Tanralili Tompobulu Camba Cenrana Mallawa 709,00 1.803,84 484,56 - 264,00 1.975,88 104,00 - - - 136,10 - - - - 124,00 - - - 181,00 351,00 - - - 30,95 115,00 736,00 - - - - - 50,00 725,00 492,85 115,20 195,98 847,94 329,60 1.165,54 499,00 768,75 392,00 331,00 490,06 1.189,92 1.621,15 1.026,09 1.085,95 1.384,95 943,46 1.342,90 1.429,60 571,08 766,00 1.001,05 1.101,00 2.258,84 974,62 1.189,92 1.935,15 3.907,97 2.033,80 1.500,15 1.139,44 2.190,84 1.926,25 1.851,62 2.001,00 1.769,80 171,00 276,00 96,00 2.026,52 - 3.153,12 1.149,86 1.712,93 1.112,90 933,50 3.084,00 1.340,07 1.342,48 3.671,06 145,00 152,00 230,00 216,33 294,53 374,00 294,09 122,22 132,10 288,80 143,70 227,85 237,52 212,49 316,00 428,00 326,00 2.242,85 294,53 3.527,12 1,443,95 1.835,15 1.245,00 1.222,30 3.227,70 1.567,92 1.580,00 3.883,55 1.417,00 2.686,84 1.300,62 3.432,77 2.229,68 7.435,09 3.477,75 3.335,30 2.384,44 3.413,14 5.153,95 3.419,54 3.581,00 5.653,35 Total 5.477,38 1.537,95 5.189,86 13.575,21 25.780,40 20.069,44 3.070,63 23.140,07 48.920,47 Sumber Data : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultuta Kabupaten Maros , 2016 )


(16)

51 hektar, pekarangan 227,85 hektar. Sedangkan pada Kecamatan Cenrana luas lahan sawah 2.001 hektar yang terdiri dari sawah pengairan ½ teknis 736 hektar, pengairan desa 499 hektar, sawah tadah hujan 766 hektar, dan lahan kering 1.580 hektar, ladang 1.342,48 hektar, pekarangan 237,52 hektar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Luas lahan pertanian yang didasarkan pada ketersedian prasarana pengairan baik pengairan teknis, pengairan ½ teknis dan pengairan desa sangat tersedia dan dapat menunjang dan menjamin tingkat ketersediaan air dalam pengembangan usahatani kacang tanah di Kabupaten Maros.

5. Pestisida

Serangan hama/penyakit pada tanaman kacang tanah merupakan salah satu kendala dalam upaya meningkatkan produksi kacang tanah, Walaupun pestisida belum banyak digunakan pada kacang tanah, tetapi pestisida merupakan salah satu alternatif yang diandalkan oleh petani dalam mengendalikan hama/penyakit,

Upaya pengendalian hama/penyakit pada kacang tanah perlu menerapkan sistem terpadu, yaitu kombinasi antara pengendalian biologis, kimia dan mekanis, hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan alami, Pada Tabel 20 di bawah ini menunjukkan bahwa 80 orang petani responden 57 orang (71,25 %) petani responden diantaranya memperoleh sarana pestisida di kios/Toko/pasar di tingkat kecamatan, dan 23 orang (28,75 %) petani responden mendapatkan sarana pestisida dari kelompok tani , Umumnya petani responden hanya mendapatkan sarana pestisida tingkat kecamatan karena , pestisida sudah cukup tersedia sehingga tidak perlu lagi mencari ditingkat kabupaten atau tempat-tempat lain.


(17)

52 Tabel 5.14. Jumlah Petani Responden yang Memperoleh Pestisida

di Tempat-Tempat Penjualan Sarana Produksi

No Tempat Mendapatkan Benih Jumlah Responden

Persentase (%)

1 2 3 4

1 2 3 4 5

Kios/Toko/Pasar di Tingkat Desa Kios/Toko/Pasar di Tingkat Kecamatan Kios/Toko/Pasar di Tingkat Kabupaten Kios/Toko/Pasar di Tingkat Propinsi Kelompok Tani

0 57 0 0 23

0,00 71,25 0,00 0,00 28,75 Total 80 100,00 Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016,

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketersediaan sarana pestisida di tingkat kecamatan dan tingkat petani sudah cukup tersedia, sehingga dalam menerapkan anjuran paket teknologi cukup tersedia, mudah diperoleh dan harga yang bisa terjangkau oleh petani, 6. Pasar

Usaha peningkatan produksi kacang tanah dengan cara intensifikasi menghendaki pula perbaikan pemasaran hasil, agar diperoleh pendapatan yang lebih besar, Menurut Mosher, 1991 bahwa pemasaran adalah merupakan salah satu syarat pokok dalam pembangunan pertanian.

Pemasaran kacang tanah didaerah tempat penelitian umumnya masih dilakukan oleh pedagang-pedangang pengumpul ditingkat kecamatan yang tidak mempunyai cukup modal, di mana para petani menjual sendiri pada pedagang pengumpul ditingkat kecamatan.


(18)

53 Harga kacang tanah pada saat panen raya sangat rendah karena karena para pedagang kewalahan menampung kacang tanah yang dihasilkan oleh petani, sedangkan petani sangat membutuhkan uang untuk menunjang biaya hidupnya sehingga dengan harga berapapun petani akan menjual produksi kacang tanahnya.

Tabel 5.15. Harga Jual Kacang Tanah yang Diperoleh oleh Petani Responden

No Harga Jual ( Rp/kg)

Jumlah Responden

Persentase (%)

1 2 3 4

1 2 3 4 5

< 21.000 21.000 - 22.200 22.250 - 23.450 23.500 - 24.700 > 24.700

15 4 10 47 4

18,75 5,00 12,50 58,75 5,00

Total 80 100,00

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 5.15 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden, 47 orang ( 58,75 %) petani responden menjual kacang tanah dengan harga kisaran antara Rp 23.500 - Rp 24.700,- per kg , 10 orang (12,50 %) petani responden menjual hasil produksi kacang tanah dengan harga antara Rp 22.250 - Rp 23.450,- per kg dan 19 orang (23,75 %) petani responden menjual hasil produksinya dengan harga di bawah Rp 22.250.- per kg.


(19)

54 C. Intensitas Penyuluhan, Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap

Petani terhadap Penerapan Paket Teknologi

1. Tingkat Penerapan Petani terhadap Paket Teknologi Produksi Paket teknologi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah paket teknologi produksi pada kacang tanah yaitu penggunaan benih unggul, pemupukan berimbang, pemanfaatan air, penyiangan/pembumbunan, pengendalian hama/penyakit (OPT) yang mengacu pada Anjuran Paket Teknologi Produksi yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Maros sebagaimana pada Tabel 5.16 di bawah ini.

Tabel 5.16. Anjuran Paket Teknologi Produksi untuk Pengembangan Komoditi Kacang Tanah di Kabupaten Maros

No Uraian Anjuran Teknologi

1 2 3

1 Benih  Jumlah  Mutu  Varietas

80 – 100 kg

Baru, Sehat , berlabel Unggul

2 Pengolahan Tanah Olah tanah sempurna 3  Jarak Tanam (cm)

 Cara Tanam

40 X 20; 40 X 15; 40 X 10; 25 X 25 ; 25 x 20 ; 20 X 20,

1-2 Biji /lubang, ditugal 4 Pemupukan

 Z A  Urea  TSP  KCL

25 – 50 kg/ha( tanpa Urea) 25 – 50 kg/ha (tanpa ZA) 50 – 100 kg/ha


(20)

55 5 Penyiangan

Pembumbunan

Umur 10 HST, dan 25 HST (sebelum berbunga)

Pada saat penyiangan kedua

7 Pengairan Pada saat tanam, berbunga dan pengisian polong,

8 Pengendalian Hama/Penyakit

Perlindungan tanaman dilakukan dengan prinsip PHT yaitu

 Penggunaan benih yang sehat dan varietas yang tahan hama/penyakit  Penggunaan musuh alami  Pemantauan pertanaman

secara rutin

 Penggunaan pestisida secara bijaksana

Sumber Data : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Maros ( Anonim, 2016 )

Data hasil skoring tingkat penerapan teknologi disajikan pada Tabel Lampiran 2. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa total skor tingkat penerapan petani terhadap lima komponen paket teknologi produksi dari 80 orang responden adalah bervariasi dengan kisaran antara enam sampai dengan 13 poin dan rata-rata skor adalah 10,48 poin .

Total skor petani diklasifikan dalam dua bentuk kategori yaitu tingkat penerapan tinggi (T) dan tingkat penerapan rendah (R), Penerapan tinggi (T) adalah petani yang memiliki nilai skor lebih besar atau sama dengan 10,48 poin dan petani ini secara umum telah melaksanakan teknologi sesuai dengan anjuran, Sedangkan penerapan rendah (R) adalah petani yang


(21)

56 mempunyai nilai skor di bawah 10,48 poin dan secara umum belum melaksanakan teknologi secara tepat sesuai dengan anjuran.

Tingkat penerapan teknologi produksi yang kategori tinggi dan kategori rendah yang dilaksanakan oleh petani di Kecamatan Cenrana dan Kecamatan Camba dalam melaksanakan usahatani kacang tanah dapat dilihat pada Tabel 23 di bawah ini.

Tabel 5.17. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Penerapan Teknologi Produksi

Tingkat Penerapan Rata-rata Skor

Jumlah Petani (Orang)

Persentas e ( % )

Tinggi Rendah

≥ 10,48 < 10,48

43 37

53,75 46,25

Total - 80 100,00

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 5.17 di atas menunjukkan bahwa jumlah petani responden yang tergolong dalam tingkat penerapan tinggi ( T ) adalah sebanyak 43 orang atau 53,75 persen petani responden, sedangkan petani responden yang tergolong dalam tingkat penerapan rendah yaitu sebanyak 37 orang atau 46,25 persen petani responden. Atas dasar ini maka dapat disimpulkan bahwa tingkat penerapan petani terhadap teknologi produksi dalam pengembangan kacang tanah di Kabupaten Maros tergolong tinggi, namun masih terdapat sekitar 46,25 persen petani belum menerapkan paket teknologi produksi secara baik dan benar dalam menjalankan usahatani kacang tanah. Rendahnya penerapan teknologi penggunaan benih unggul atau benih


(22)

57 berlebel disebabkan karena rata-rata kacang tanah yang dijadikan benih oleh petani adalah kacang tanah komsumsi yang dijual bebas di pasaran tampa melalui seleksi langsung, dan tidak mengetahui asal usul yang digunakan oleh petani hanya diperoleh dari pasar tampa melalui seleksi, begitu juga benih yang diperoleh dengan cara menanam sendiri yaitu para petani menanam benih yang tidak mempunyai berkualitas yang benihnya ditanaman secara turun temurun tanpa melalui proses penangkaran yang benar .

Menurut Van den Ban & Hawkins (1999) bahwa jika orang tidak benar menggunakan sarana produksi seperti benih dan pupuk maka sarana produksi yang benar tersebut akan beralih kearah yang keliru dan selanjutnya dikatakan bahwa penggunaan yang benar dan tepat waktu akan memberikan peningkatan pendapatan yang besar bagi petani.

Munawir (1996) mengatakan bahwa salah satu penyebab rendahnya produksi kacang tanah adalah karena para petani belum menerapkan teknologi secara sempurna seperti belum menggunakan varietas unggul, pemupukan yang belum sesuai atau belum berimbang. Tinggi rendahnya pemakaian sarana produksi sangat ditentukan oleh kemudahan mendapatkan dan kemampuan daya beli petani untuk memperoleh sarana produksi yang dibutuhkan (Pasandaran , dkk., 1989).

2. Intensitas Penyuluhan

Intensitas penyuluhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa banyak petani tersebut menerima informasi, baik melalui agen penyuluhan, maupun keinginan sendiri mengunjungi kantor penyuluhan di tingkat kecamatan dan di tingkat kabupaten.


(23)

58 Data hasil penelitian tingkat intensitas penyuluhan yang diterima petani responden disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil pengolahan data disajikan pada Tabel 5.18 .

Tabel 5.18. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Intensitas Penyuluhan

Intensitas Penyuluhan

Rata-rata Skor

Jumlah Petani (Orang)

Persentase ( % ) Tinggi

Rendah

≥ 1,61 < 1,61

34 46

42,50 57,50

Total - 80 100,00

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 5.18 di bawah ini menunjukkan bahwa dari jumlah responden sebanyak 80 orang, dikategorikan petani yang mempunyai intensitas tinggi adalah responden yang memiliki skor lebih besar atau sama dengan 1,61 poin yaitu sebanyak 34 orang atau 42,50 persen, sedangkan yang dikategorikan intensitas rendah adalah responden yang memiliki skor kurang dari 1,61 poin yaitu sebanyak 46 orang atau 57,50 persen, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat intensitas penyuluhan yang diterima petani kacang tanah di Kabupaten Maros tergolong masih rendah .

3. Tingkat Pengetahuan Petani

Petani yang memiliki pengetahuan yang cukup dapat memecahkan masalahnya sendiri, dan pengetahuan ini banyak dikembangkan dari percobaan-percobaan sederhana yang dilakukan oleh petani sendiri dan belajar dari upaya-upaya menyusuaikan rekomendasi penyuluhan yang diperoleh dari agen


(24)

59 penyuluh dengan keadaan usahataninya, serta pengetahuan yang diperoleh secara turun temurun.

Data hasil penelitian tingkat pengetahuan petani disajikan pada Tabel Lampiran 3. Hasil pengolahan data tingkat pengetahuan petani responden disajikan pada Tabel 5.19 di bawah ini.

.

Tabel 5.19 Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan terhadap Teknologi Produksi

Tingkat Pengetahuan

Rata-rata Skor

Jumlah Petani (Orang)

Persentase ( % ) Tinggi

Rendah

≥ 13,66 < 13,66

53 27

66,25 33,75

Total - 80 100,00

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 5.19 menunjukkan bahwa dari jumlah responden sebanyak 80 orang, dikategorikan berpengetahuan tinggi adalah responden yang memiliki skor lebih besar atau sama dengan 13,66 poin yaitu sebanyak 53 orang (66,25 %) petani responden, sedangkan yang dikategorikan berpengetahuan rendah adalah responden yang memiliki skor kurang dari 13,66 poin yaitu sebanyak 27 orang (33,75 %), petani responden. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan petani kacang tanah di Kabupaten Maros sudah tergolong tinggi

4. Tingkat Keterampilan Petani

Data hasil penelitian tingkat keterampilan petani disajikan pada Tabel lampiran 4. Hasil pengolahan data tingkat keterampilan petani responden disajikan pada Tabel 5.20.


(25)

60 Tabel 5.20 di bawah ini diperoleh bahwa dari jumlah responden sebanyak 80 orang, dikategorikan bahwa responden yang mempunyai keterampilan tinggi adalah responden yang memiliki skor lebih besar atau sama dengan 13,09 poin. Dikategorikan keterampilan tinggi adalah sebanyak 47 orang (58,75%) petani responden, sedangkan yang dikategorikan keterampilan rendah adalah responden yang memiliki skor kurang dari 13,09 poin yaitu sebanyak 33 orang (41,25 %) petani responden. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat keterampilan petani kacang tanah di Kabupaten Maros tergolong tinggi.

Tabel 5.20. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Keterampilan terhadap Teknologi Produksi

Tingkat Keterampilan Rata-rata Skor

Jumlah Petani (Orang)

Persentas e (% ) Tinggi

Rendah

≥ 13,09 < 13,09

47 33

58,75 41,25

Total - 80 100,00

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

5. Sikap Petani

Data hasil penelitian sikap petani terhadap teknologi produksi disajikan pada Tabel lampiran 5. Hasil pengolahan data skor gabungan sikap petani terhadap paket teknologi disajikan pada Tabel 5.21 di bawah ini

Tabel 5.21 menunjukkan bahwa dari 80 orang jumlah responden terdapat 49 orang (61,25%) petani responden yang mempunyai skor lebih besar atau sama dengan 160,44 poin dan dikategorikan mempunyai sikap positif terhadap paket teknologi produksi, sedangkan 31 orang (38,75 %) petani responden yang


(26)

61 mempunyai skor kurang dari 160,44 poin dan dikategorikan mempunyai sikap negatif terhadap paket teknologi produksi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa petani kacang tanah di Kabupaten Maros mempunyai sikap yang positif terhadap paker teknologi produksi yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Maros

Tabel 5.21. Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Paket Teknologi Sikap Petani Rata-rata Skor Jumlah Petani

(Orang)

Persentase (% ) Positif

Negatif

≥ 160,44 < 160,44

49 31

61,25 38,75

Total - 80 100,00

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016 .

D. Hubungan antara Intensitas Penyuluhan, Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap Petani dengan Tingkat Penerapan Paket Teknologi

1. Hubungan antara Intensitas Penyuluhan dengan Tingkat Penerapan Teknologi Produksi

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat intensitas penyuluhan yang diterima petani dengan tingkat penerapan teknlogi produksi dapat dilihat pada Tabel 5.22 di bawah.

Tabel 5.22 di bawah ini menunjukkan bahwa dari 80 responden terdapat 34 orang (42,50 %) petani responden mempunyai intensitas penyuluhan tinggi. Dari 34 responden tersebut, terdapat 21 orang (26,25 %) petani responden yang memiliki intensitas penyuluhan tinggi dan tingkat penerapan tinggi,


(27)

62 13 orang (16,25 %) petani responden yang memiliki intensitas penyuluhan tinggi dengan tingkat penerapan rendah.

Tabel 5.22. Hubungan antara Tingkat Intensitas Penyuluhan dengan Tingkat Penerapan Teknologi Produksi Intensitas

Penyuluhan

Tingkat Penerapan Teknologi Produksi

Total

Tinggi Rendah

N % N % N %

Tinggi

Rendah

21

22

26,25

27,50

13

24

16,25

30,00

34

46

42,50

57,50

Total 43 53,75 37 46,25 80 100

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

C= 1,019 nilai X2hitung = 0,948 dan nilai X2tabel (0,95 db 1) = 3,841

Intensitas penyuluhan rendah sebanyak 46 orang (57,50 %) petani responden terdiri dari 22 orang (27,50 %) petani responden yang mempunyai tingkat intensitas penyuluhan rendah dan tingkat penerapan teknologi tinggi, 24 orang (30 %) petani responden memiliki intensitas penyuluhan rendah dan tingkat penerapan teknologi rendah.

Hasil analisis Uji Chi-Kuadrat diperoleh nilai X2

hitung = 1,019 dan nilai X2

tabel (0,95 db 1) = 3,841, Jadi X2hitung = 1,019 lebih kecil dari X2

tabel = 3,841, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara tingkat intensitas penyuluhan yang diterima oleh petani dengan tingkat penerapan teknologi tidak nyata . Hal ini disebabkan karena masih rendahnya frekwesi pelaksanaan penyuluhan serta kurang tersedianya sarana produksi. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Mosher dalam Van den Ban & Hawkins (1999) bahwa penyuluhan hanya bisa berjalan efektif apabila memenuhi 5 syarat yaitu :


(28)

63 b. Teknologi pertanian yang terus menerus berubah

c. Tersedianya infut dan alat-alat pertanian di tingkat lokal

d. Insentif produksi yang menguntungkan petani untuk memproduksi lebih banyak

e. Sarana transportasi dari desa ke desa.

2. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Petani dengan Tingkat Penerapan Teknologi Produsi Kacang Tanah

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat penerapan teknlogi produksi dapat dilihat pada Tabel 5.23. Tabel 5.23. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Petani

Dengan Tingkat Penerapan Teknologi

Tingkat Pengetahuan

Tingkat Penerapan Teknologi

Produksi Total

Tinggi Rendah

N % N % N %

Tinggi Rendah

35 8

43,75 10,00

18 19

22,50 23,75

53 27

66,25 33,75

Total 43 53,75 37 46,25 80 100

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

X2

hitung = 8,130 X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 C= 0,303 nilai Cmaks= 0,707

Tabel 5.23 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden terdapat 53 orang ( 66,25 % ) petani responden berpengetahuan tinggi, dan 53 orang petani responden tersebut terdapat 35 orang (43,75 %) petani responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi dan tingkat penerapan tinggi, 18 orang (22,50


(29)

64 %) petani responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi dengan tingkat penerapan rendah.

Tingkat pengetahuan rendah sebanyak 27 orang ( 33,75 %) petani responden yang terdiri dari delapan orang (10 %) petani responden yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah dan tingkat penerapan teknologi tinggi, 19 orang (23,75 %) petani responden tingkat pengetahuan rendah dan tingkat penerapan teknologi rendah.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa petani dengan tingkat pengetahuan tinggi maka tingkat penerapan terhadap teknologi juga tinggi, sebaliknya petani dengan tingkat pengetahuan rendah menyebabkan tingkat penerapan terhadap teknologi juga rendah. Menurut Van den Ban & Hawkins (1999) bahwa petani yang tidak memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas terhadap teknologi tidak akan mampu memecahkan masalahnya sendiri, tetapi petani yang cukup memiliki pengetahuan atau sikap telah berubah akan mampu memecahkan masalah dan tujuan yang ingin dicapai..

Hasil analisis Uji Chi-Kuadrat diperoleh nilai X2

hitung = 8,130 dan nilai X2tabel (0,95 db 1) = 3,841, Jadi X2hitung = 8,130 lebih besar dari X2

tabel = 3,841, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat penerapan teknologi yang sangat nyata. Untuk mengetahui dejarat hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat penerapan digunakan

Koefisien Kontigensi C .

Hasil perhitungan Koefisien Kontigensi C diperoleh nilai C = 0,303 dan nilai Cmaks= 0,707 bila dibandingkan nilai C dengan nilai Cmaks sangat dekat sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat penerapan teknologi cukup besar. Petani memamfaatkan berbagai sumber untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi, yang mereka perlukan untuk mengelolah usahataninya sehingga dapat memperoleh


(30)

65 keuntungan yang lebih besar. Sumber pengetahuan dan informasi itu biasanya didapat dari petani-petani lain, organisasi penyuluh milik pemerintah, perusahaan swasta yang menjual sarana produksi, organisasi petani, jurnal usahatani, radio, tv, media masa lainnya (Van den Ban & Hawkins, 1999). Selanjutnya dikatakan bahwa pengetahuan bagi petani juga diperoleh dari pengalaman – pengalaman mereka sendiri yang diperoleh dalam menjalangkan usahataninya serta dapat diperoleh secara turun temurun.

3. Hubungan antara Tingkat Keterampilan Petani dengan Tingkat Penerapan Teknologi

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat keterampilan dan tingkat penerapan teknlogi dapat dilihat pada Tabel 5.24 di bawah ini.

Tabel 5.24. Hubungan antara Tingkat Keterampilan dengan Tingkat Penerapan Teknologi

Tingkat Keterampilan

Tingkat Penerapan Teknologi

Produksi Total

Tinggi Rendah

N % N % N %

Tinggi Rendah

31 12

38,75 15,00

16 21

20,00 26,25

47 33

58,75 41,25

Total 43 53,75 37 46,25 80 100

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

C= 0,259 C maks = 0 ,707

Tabel 5.24 menunjukkan bahwa dari 80 responden terdapat 47 responden ( 58,75 %) mempunyai keterampilan tinggi. Dari 47 responden tersebut terdapat 31 orang (38,75%) petani responden yang memiliki tingkat keterampilan tinggi dan tingkat penerapan

841 , 3

2 

tabel X

692

,

5

2


(31)

66 tinggi, 16 orang (20 %) petani responden yang memiliki tingkat keterampilan tinggi dengan tingkat penerapan rendah.

Tingkat keterampilan rendah sebanyak 33 petani responden ( 41,25 %) yang terdiri dari 12 orang (15,00 %) petani responden yang mempunyai tingkat keterampilan rendah dan tingkat penerapan teknologi tinggi, 21 orang (26,25 %) petani responden tingkat keterampilan rendah dan tingkat penerapan teknologi rendah. Hal ini dapat disimpulkan bahwa petani yang memiliki tingkat keterampilan tinggi maka tingkat penerapan teknologi juga tinggi, sebalikya petani yang memiliki tingkat keterampilan rendah maka penerapan teknologinya juga rendah.

Hasil analisis Uji Chi-Kuadrat diperoleh nilai X2

hitung = 5,692 dan nilai X2

tabel (0,95 db 1) = 3,841, Jadi X2hitung = 5,692 lebih besar dari X2

tabel = 3,841, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat keterampilan dengan tingkat penerapan teknologi yang sangat nyata, Untuk mengetahu dejarat hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat penerapan digunakan

Koefisien Kontigensi C .

Hasil perhitungan Koefisien Kontigensi C diperoleh nilai C = 0,259 dan nilai Cmaks= 0,707 bila dibandingkan nilai C dengan nilai Cmaks sangat dekat sehingga diperoleh kesimpulan bahwa derajat hubungan tingkat keterampilan dan tingkat penerapan teknologi cukup besar.. Keterampilan petani adalah kemampuan petani melaksanakan secara baik dan benar setiap komponen teknologi produksi dalam menjalankan usahataninya. Dengan demikian apabila petani memiliki tingkat keterampilan tinggi secara otomatis akan terampil dalam mengaflikasikan paket teknologi produksi. Menurut Suriatna (1987) bahwa walaupun petani memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi tetapi apabila tidak didukung dengan ketersediaan sarana produksi teknologi yang


(32)

67 akan diaplikasikan maka penerapan teknologi tidak akan pernah terjadi.

6. Hubungan antara Sikap Petani dengan Paket Teknologi Produksi

Untuk mengetahui hubungan antara sikap petani dengan tingkat penerapan teknlogi produksi dapat dilihat pada Tabel 5.25 di bawah ini.

Tabel 5.25. Hubungan antara Sikap Pertani dan Tingkat Penerapan Teknologi Produksi

Sikap Petani

Tingkat Penerapan Teknologi

Produksi Total

Tinggi Rendah

N % N % N %

Positif Negatif

27 16

33,75 20,00

22 15

27,50 18,75

49 31

61,25 38,75

Total 43 53,75 37 46,25 80 100

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

X2hitung = 0,006 X2tabel (0,95 db 1) = 3,841

Tabel 5.25 menunjukkan bahwa dari 80 responden terdapat 49 orang (61,25 %) petani responden sikap positif terhadap teknologi. Dari 49 petani responden tersebut terdapat 27 orang (33,75 %) petani responden yang bersikap positif terhadap teknologi dengan tingkat penerapan tinggi, 22 orang (27,50 %) petani responden yang bersikap positif terhadap teknologi tetapi tingkat penerapan teknologi yang rendah.

Jumlah petani responden yang bersikap negatif terhadap teknologi produksi sebanyak 31 orang ( 38,75 %) petani responden yang terdiri dari 16 orang (20,00 %) petani responden yang bersikap negatif terhadap teknologi tetapi tingkat pernerapan


(33)

68 teknologi yang tinggi, 15 orang (18,75 %) petani responden bersikap negatif terhadap teknologi dengan tingkat penerapan teknologi yang rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap petani terhadap teknolgi produksi dalam pengembangnan usatani kacang tanah di Kabupaten Maros adalah positif. Mosher (1991) mengatakan bahwa keluarga merupakan salah satu indikator yang menentukan tingkat sosial ekonomi petani. Faktor sosial ekonomi dapat berpengaruh terhadap seseorang untuk bersikap positif atau bersikap negatif terhadap teknologi yang ditawarkan kepadanya. Selanjutnya dikatakan oleh Ndraha (1997) bahwa sikap terhadap pekerjaan bisa berubah karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan informasi, kesadaran akan kepentingan, jika kepentingan berubah maka sikap dapat berupah dari sikap positif menjasi sikap negatif atau sebaliknya.

Hasil analisis Uji Chi-Kuadrat diperoleh nilai X2

hitung = 0,006 dan nilai X2

tabel (0,95 db 1) = 3,841, Jadi X2hitung = 0,006 lebih kecil dari X2

tabel = 3,841, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap petani dengan tingkat penerapan teknologi yang sangat nyata. Hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat pengetahuan dan tingkat keterampilan petani tergolong tinggi serta petani mempunyai sikap yang positif terhadap teknologi namun perilaku petani dalam penerepan teknologi masih menggunakan benih lokal, pemupukan seadanya.

Suriatna (1987) bahwa betapun pengetahuan bertambah , jika sikapnya tidak percaya diri, masih tertutup terhadap inovasi, bersikap negatif, maka tidak akan terjadi perubahan perilaku dan selanjutnya dikatakan bahwa walaupun petani sudah memiliki pengetahuan, keterampilan yang cukup, sikap terbuka atau sikap positif terhadap terhadap teknologi baru, tetapi tidak tersedia sarana dan prasarana yang memadai maka peruhan perilaku tidak akan terjadi.


(34)

69 Jadi untuk merubah perilaku petani kacang tanah secara utuh, agar mau menerapkan teknologi penggunaan benih bermutu, pemupukan berimbang khususnya di Kabupaten Maros, maka proses belajar bagi petani perlu digalakkan melalui usaha perubahan sikap baru, harus dilakukan pemberian pengetahuan baru, harus dijelaskan melalui latihan keterampilan baru dan harus diadakan penyediaan sarana baru yang cukup tersedia dan terjangkau oleh petani.

E. Implikasi Hasil Penelitian terhadap Kebijakan Perencanaan Pembangunan Pertanian

1. Ketersediaan Sarana/Prasarana Teknologi

Berbagai cara pembinaan yang perlu dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Maros dalam pengembangan kacang tanah terutama dalam meningkatkan produktivitas kacang tanah. Dengan Memanfaatkan secara optimal sumber daya alam , sumber daya manusia serta tersedianya alsintan yang cukup memadai maka pengembangan kacang tanah memberikan harapan cukup besar sehingga petani dapat memperoleh tambahan pendapatan yang memadai.

Petani kacang tanah di Kabupaten Maros hingga saat ini belum seluruhnya menggunakan sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida) dalam menerapkan teknologi sesuai dengan anjuran dengan berbagai alasan dan pertimbangan sebagai berikut : (1) tidak tersedianya sarana produksi saat dibutuhkan, (2) harganya kurang terjangkau oleh petani, dan (3) dengan memakai sarana produksi seadanya, petani menganggap sudah cukup mendukung berlangsungnya usahatani kacang tanah.


(35)

70 Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya dan alternatif agar petani mau menyadari pentingnya pemakaian sarana/prasarana produksi yang lengkap dan penerapan teknologi secara baik dalam rangka peningkatan produktivitas kacang tanah dan pendapatan petani . Upaya-upaya tersebut antara lain :

a. Penyediaan benih bermutu/unggul dapat dilakukan dengan mendorong tumbuhnya penangkaran benih kacang tanah dalam kelompok tani, hal ini dapat ditempuh melalui kemitraan dengan Koptan, Gapoktan, UPB, BUMN atau pun usaha mandiri dari petani itu sendiri.

b. Penyediaan pupuk dan pestisida dapat dilakukan dengan kerjasama stake holder atau pemilik/distributor produk. Selain itu dapat juga dilakukan dengan membimbing petani membuat pupuk organik dari sisa-sisa tanaman/hewan, dan pestisida nabati/biologi untuk pengendalian OPT.

c. Penyediaan dan pendistribusian pupuk dan pestisida dari Lini I hingga Lini IV dan sampai kepada petani berjalan lancar dan dapat memenuhi prinsip enam tepat (jenis, waktu, lokasi, mutu, jumlah dan harga ), sehingga petani dapat memperoleh dan menerapapkan teknologi sesuai dengan anjuran.

d. Pengelolaan air harus diusahakan secara optimal (tepat jumlah , tepat waktu) dan efisien dalam rangka peningkatan produksi maupun dalam upaya perluasan areal melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) atau penambahan luas baku lahan. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara : (1) Pemberdayaan Petani Pemakai Air ( P3A), (2) penataan pola dan tata tanam yang tepat.

e. Upaya pengaman produksi kacang tanah dari dampak kekeringan dapat dilakukan melalui pompanisasi, efesiensi penggunaan air, penyiapan embun, cek dam, bak penyimpanan air, sumur , pemilihan varietas umur pendek


(36)

71 atau tahan kekeringa, sedangkan upaya pengamanan produksi dari dampak banjir yaitu melalui perbaikan saluran irigasi, pembangunan/perbaikan cek dam, penguatan tanggul-tanggul.

f. Untuk meningkatkan posisi tawar petani dapat dilakukan dengan mewujudkan sistem informasi pasar yang terbuka dan saling berhubungan antara pusat dan daerah sehingga data dan informasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pelaku agribisnis, pemerintah dan kelompok tani yang berkepentingan.

g. Agar petani mendapatkan jaminan harga yang layak , maka petani perlu dimotivasi untuk : (1) memasarkan produksinya secara terkoordinasai, baik melalui kelompok tani, koperasi maupun melalui lembaga pemasaran lainnya, (2) meningkatkan kerjasama/kemitraan antara petani dan industri olehan untuk meningkatkan efesiensi dan jaminan pemasaran, (3) Pemerintah perlu menyiapkan dana untuk menguasai hasil produksi pada saat panen raya agar petani tetap mendapatkan harga yang layak.

2. Intensitas Penyuluhan, Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap Petani

Intensitas penyuluhan yang diterima petani masih tergolong rendah sehingga perlu upaya peningkatan frekuensi penyuluhan kepada petani terutama penyuluhan teknologi produksi pada kacang tanah yaitu pemanfaatan lahan, penggunaan pupuk, penggunaan benih bermutu/ unggul, pemanfaatan air, pengendalian OPT) sehingga diharapkan para petani dapat menerapkan teknologi sesuai dengan anjuran.

Tingkat pengetahuan, tingkat keterampilan, dan sikap petani yang tergolong tinggi merupakan modal yang dapat menunjang


(37)

72 pengembangan usahatani kacang tanah di Kabupaten Maros, namun demikian tetap masih memerlukan pembinaan secara terencana dan berkelanjutan. Berbagai upaya dan alternatif yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku petani agar mau menerapkan teknologi produksi secara baik dan benar adalah melalui : (1) Demplot, (2) Dem Farm, (3) Dem Area, (4) magang, dan lain-lain. Sedangkan untuk meningkatkan kemampuan, mempercepat penyebaran informasi, dan meningkatkan keyakinan petani terhadap teknologi dapat dilakukan melalui kaji terap. Tambahan pengetahuan dan kemampuan bagi agen penyuluh juga perlu ditingkatkan baik melalui pendidikan formal maupun non formal seperti latihan-latihan dan kursus-kursus, sehingga penyuluhan menjadi efektif, metode yang digunakan tepat, serta sesuai dengan sasaran dan kebutuhan.

Menurut Akhsan (1996) bahwa penyuluhan yang bermutu baik adalah penyuluhan yang memenuhi atau melebihi pemenuhan kebutuhan dan harapan-harapan pihak-pihak yang disuluh atau sasaran.

Untuk meningkatkan lalu lintas teknologi antara penyedia teknologi dan masyarakat petani sebagai pengguna teknologi maka perlu dikembangkan program pemasyarakatan dan kerjasama teknologi seperti Pos Pelayanan Teknologi Pedesaan (POSYANTEKDES), Warung Teknologi Desa (WARTEKDES), Gelar Teknologi Tepat Guna, dan Widyawisata Teknologi.


(1)

67 akan diaplikasikan maka penerapan teknologi tidak akan pernah terjadi.

6. Hubungan antara Sikap Petani dengan Paket Teknologi Produksi

Untuk mengetahui hubungan antara sikap petani dengan tingkat penerapan teknlogi produksi dapat dilihat pada Tabel 5.25 di bawah ini.

Tabel 5.25. Hubungan antara Sikap Pertani dan Tingkat Penerapan Teknologi Produksi

Sikap Petani

Tingkat Penerapan Teknologi

Produksi Total

Tinggi Rendah

N % N % N %

Positif Negatif

27 16

33,75 20,00

22 15

27,50 18,75

49 31

61,25 38,75

Total 43 53,75 37 46,25 80 100

Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

X2hitung = 0,006 X2tabel (0,95 db 1) = 3,841

Tabel 5.25 menunjukkan bahwa dari 80 responden terdapat 49 orang (61,25 %) petani responden sikap positif terhadap teknologi. Dari 49 petani responden tersebut terdapat 27 orang (33,75 %) petani responden yang bersikap positif terhadap teknologi dengan tingkat penerapan tinggi, 22 orang (27,50 %) petani responden yang bersikap positif terhadap teknologi tetapi tingkat penerapan teknologi yang rendah.

Jumlah petani responden yang bersikap negatif terhadap teknologi produksi sebanyak 31 orang ( 38,75 %) petani responden yang terdiri dari 16 orang (20,00 %) petani responden yang bersikap negatif terhadap teknologi tetapi tingkat pernerapan


(2)

68 teknologi yang tinggi, 15 orang (18,75 %) petani responden bersikap negatif terhadap teknologi dengan tingkat penerapan teknologi yang rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap petani terhadap teknolgi produksi dalam pengembangnan usatani kacang tanah di Kabupaten Maros adalah positif. Mosher (1991) mengatakan bahwa keluarga merupakan salah satu indikator yang menentukan tingkat sosial ekonomi petani. Faktor sosial ekonomi dapat berpengaruh terhadap seseorang untuk bersikap positif atau bersikap negatif terhadap teknologi yang ditawarkan kepadanya. Selanjutnya dikatakan oleh Ndraha (1997) bahwa sikap terhadap pekerjaan bisa berubah karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan informasi, kesadaran akan kepentingan, jika kepentingan berubah maka sikap dapat berupah dari sikap positif menjasi sikap negatif atau sebaliknya.

Hasil analisis Uji Chi-Kuadrat diperoleh nilai X2hitung = 0,006 dan nilai X2tabel (0,95 db 1) = 3,841, Jadi X2hitung = 0,006 lebih kecil dari X2

tabel = 3,841, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap petani dengan tingkat penerapan teknologi yang sangat nyata. Hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat pengetahuan dan tingkat keterampilan petani tergolong tinggi serta petani mempunyai sikap yang positif terhadap teknologi namun perilaku petani dalam penerepan teknologi masih menggunakan benih lokal, pemupukan seadanya.

Suriatna (1987) bahwa betapun pengetahuan bertambah , jika sikapnya tidak percaya diri, masih tertutup terhadap inovasi, bersikap negatif, maka tidak akan terjadi perubahan perilaku dan selanjutnya dikatakan bahwa walaupun petani sudah memiliki pengetahuan, keterampilan yang cukup, sikap terbuka atau sikap positif terhadap terhadap teknologi baru, tetapi tidak tersedia sarana dan prasarana yang memadai maka peruhan perilaku tidak akan terjadi.


(3)

69 Jadi untuk merubah perilaku petani kacang tanah secara utuh, agar mau menerapkan teknologi penggunaan benih bermutu, pemupukan berimbang khususnya di Kabupaten Maros, maka proses belajar bagi petani perlu digalakkan melalui usaha perubahan sikap baru, harus dilakukan pemberian pengetahuan baru, harus dijelaskan melalui latihan keterampilan baru dan harus diadakan penyediaan sarana baru yang cukup tersedia dan terjangkau oleh petani.

E. Implikasi Hasil Penelitian terhadap Kebijakan Perencanaan Pembangunan Pertanian

1. Ketersediaan Sarana/Prasarana Teknologi

Berbagai cara pembinaan yang perlu dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Maros dalam pengembangan kacang tanah terutama dalam meningkatkan produktivitas kacang tanah. Dengan Memanfaatkan secara optimal sumber daya alam , sumber daya manusia serta tersedianya alsintan yang cukup memadai maka pengembangan kacang tanah memberikan harapan cukup besar sehingga petani dapat memperoleh tambahan pendapatan yang memadai.

Petani kacang tanah di Kabupaten Maros hingga saat ini belum seluruhnya menggunakan sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida) dalam menerapkan teknologi sesuai dengan anjuran dengan berbagai alasan dan pertimbangan sebagai berikut : (1) tidak tersedianya sarana produksi saat dibutuhkan, (2) harganya kurang terjangkau oleh petani, dan (3) dengan memakai sarana produksi seadanya, petani menganggap sudah cukup mendukung berlangsungnya usahatani kacang tanah.


(4)

70 Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya dan alternatif agar petani mau menyadari pentingnya pemakaian sarana/prasarana produksi yang lengkap dan penerapan teknologi secara baik dalam rangka peningkatan produktivitas kacang tanah dan pendapatan petani . Upaya-upaya tersebut antara lain :

a. Penyediaan benih bermutu/unggul dapat dilakukan dengan mendorong tumbuhnya penangkaran benih kacang tanah dalam kelompok tani, hal ini dapat ditempuh melalui kemitraan dengan Koptan, Gapoktan, UPB, BUMN atau pun usaha mandiri dari petani itu sendiri.

b. Penyediaan pupuk dan pestisida dapat dilakukan dengan kerjasama stake holder atau pemilik/distributor produk. Selain itu dapat juga dilakukan dengan membimbing petani membuat pupuk organik dari sisa-sisa tanaman/hewan, dan pestisida nabati/biologi untuk pengendalian OPT.

c. Penyediaan dan pendistribusian pupuk dan pestisida dari Lini I hingga Lini IV dan sampai kepada petani berjalan lancar dan dapat memenuhi prinsip enam tepat (jenis, waktu, lokasi, mutu, jumlah dan harga ), sehingga petani dapat memperoleh dan menerapapkan teknologi sesuai dengan anjuran.

d. Pengelolaan air harus diusahakan secara optimal (tepat jumlah , tepat waktu) dan efisien dalam rangka peningkatan produksi maupun dalam upaya perluasan areal melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) atau penambahan luas baku lahan. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara : (1) Pemberdayaan Petani Pemakai Air ( P3A), (2) penataan pola dan tata tanam yang tepat.

e. Upaya pengaman produksi kacang tanah dari dampak kekeringan dapat dilakukan melalui pompanisasi, efesiensi penggunaan air, penyiapan embun, cek dam, bak penyimpanan air, sumur , pemilihan varietas umur pendek


(5)

71 atau tahan kekeringa, sedangkan upaya pengamanan produksi dari dampak banjir yaitu melalui perbaikan saluran irigasi, pembangunan/perbaikan cek dam, penguatan tanggul-tanggul.

f. Untuk meningkatkan posisi tawar petani dapat dilakukan dengan mewujudkan sistem informasi pasar yang terbuka dan saling berhubungan antara pusat dan daerah sehingga data dan informasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pelaku agribisnis, pemerintah dan kelompok tani yang berkepentingan.

g. Agar petani mendapatkan jaminan harga yang layak , maka petani perlu dimotivasi untuk : (1) memasarkan produksinya secara terkoordinasai, baik melalui kelompok tani, koperasi maupun melalui lembaga pemasaran lainnya, (2) meningkatkan kerjasama/kemitraan antara petani dan industri olehan untuk meningkatkan efesiensi dan jaminan pemasaran, (3) Pemerintah perlu menyiapkan dana untuk menguasai hasil produksi pada saat panen raya agar petani tetap mendapatkan harga yang layak.

2. Intensitas Penyuluhan, Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap Petani

Intensitas penyuluhan yang diterima petani masih tergolong rendah sehingga perlu upaya peningkatan frekuensi penyuluhan kepada petani terutama penyuluhan teknologi produksi pada kacang tanah yaitu pemanfaatan lahan, penggunaan pupuk, penggunaan benih bermutu/ unggul, pemanfaatan air, pengendalian OPT) sehingga diharapkan para petani dapat menerapkan teknologi sesuai dengan anjuran.

Tingkat pengetahuan, tingkat keterampilan, dan sikap petani yang tergolong tinggi merupakan modal yang dapat menunjang


(6)

72 pengembangan usahatani kacang tanah di Kabupaten Maros, namun demikian tetap masih memerlukan pembinaan secara terencana dan berkelanjutan. Berbagai upaya dan alternatif yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku petani agar mau menerapkan teknologi produksi secara baik dan benar adalah melalui : (1) Demplot, (2) Dem Farm, (3) Dem Area, (4) magang, dan lain-lain. Sedangkan untuk meningkatkan kemampuan, mempercepat penyebaran informasi, dan meningkatkan keyakinan petani terhadap teknologi dapat dilakukan melalui kaji terap. Tambahan pengetahuan dan kemampuan bagi agen penyuluh juga perlu ditingkatkan baik melalui pendidikan formal maupun non formal seperti latihan-latihan dan kursus-kursus, sehingga penyuluhan menjadi efektif, metode yang digunakan tepat, serta sesuai dengan sasaran dan kebutuhan.

Menurut Akhsan (1996) bahwa penyuluhan yang bermutu baik adalah penyuluhan yang memenuhi atau melebihi pemenuhan kebutuhan dan harapan-harapan pihak-pihak yang disuluh atau sasaran.

Untuk meningkatkan lalu lintas teknologi antara penyedia teknologi dan masyarakat petani sebagai pengguna teknologi maka perlu dikembangkan program pemasyarakatan dan kerjasama teknologi seperti Pos Pelayanan Teknologi Pedesaan (POSYANTEKDES), Warung Teknologi Desa (WARTEKDES), Gelar Teknologi Tepat Guna, dan Widyawisata Teknologi.