ANALISIS KUALITAS PRODUK CARPET DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. CLASSIC PRIMA CARPET.

(1)

DI PT. CLASSIC PRIMA CARPET

SKRIPSI

OLEH :

ARIF JUNAIDI

NPM :

0732010163

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JATIM


(2)

Assalamualaikum WR. WB.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangNYA kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kualitas Produk Carpet Dengan Metode Six Sigma Di PT.

Classic Prima Carpet - SURABAYA”. Tak ada kata yang pantas untuk

diucapkan selain rasa syukur atas nikmat yang diberikan olehNYA.

Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. Minto Waluyo, MT. Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Ir. Joumil Aidil SZS,MT selaku Dosen Pembimbing I. 5. Bapak Ir. Iriani, MMT selaku Dosen Pembimbing II.


(3)

8. Bapak Setyawan, selaku pembimbing pabrik yang telah membantu memberikan banyak informasi tentang skripsi saya.

9. Seluruh Pimpinan, Karyawan dan Staff di PT. Classic Prima Carpetyang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi saya.

10.Kepada keluarga, yang telah memberikan motivasi dan tenaga dalam proses penyusunan sehingga terselesaikan skripsi ini.

11.Seluruh Sahabat dan Teman yang memberi support dalam suka maupun duka Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga hasil pemikiran yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca pada umumnya dan PT. Classic Prima Carpet pada khususnya.

Wassalamualaikum WR. WB.

Surabaya, 25 November 2011


(4)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

ABSTRAKSI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 2

1.3.Batasan Masalah ... 3

1.4.Tujuan Penelitian ... 3

1.5.Asumsi ... 3

1.6.Manfaat Penelitian ... 4

1.7.Sistematika Penulisan ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Kualitas ... 7

2.2 Six Sigma ... 10

2.3 Dmaic ... 13

2.3.1 Define ... 13

2.3.2 Measure ... 14


(5)

2.4 CTQ (Critical To Quality ... 19

2.5 DPMO (Defect per million opportunities ) ... 20

2.6 Kapabilitas Proses (Proccess Capability ... 22

2.6.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk data Atribut ... 24

2.6.2 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel ... 25

2.7 Pareto ... 27

2.8 Diagram Sebab Akibat ………..….…. 29

2.9 Failure Mode And Effect Analyze(FMEA)……….…… 31

2.10 Brainstorming………...………….……….……… 35

2.11 Penelitian Pendahulu ……….……… 36

BAB III. METODELOGI PENELITIAN 3.1Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel... 41

3.3Metode Pengumpulan Data ... 42

3.4 Metode Pengolahan Data ... 42

3.5 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah ... 43

BAB IV : ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Define …………... 47


(6)

4.2.2 Menentukan CTQ ... 49

4.2.3 Mengukuran Baseline Kinerja (DPMO)... 49

4.3 Analyze ... 67

4.3.1 Analisis Hasil Pengukuran ………... 68

4.3.2 Menentukan Akar Penyebab ………...………...………… 68

4.4 Improve ………...76

4.5 Control ………. 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 82

5.2 Saran ...83 DAFTAR PUSTAKA


(7)

Gambar Judul Hal

Gambar 2.1 : Contoh Diagram Sebab Akibat ... 30

Gambar 3.1 : Flowchart pemecahan masalah ... 42

Gambar 4.1 : Diagram Pareto bulan Februari ... 49

Gambar 4.2 : Diagram Pareto bulan Maret ... 50

Gambar 4.3 : Diagram Pareto bulan April ……….…... 51

Gambar 4.4 : Diagram Pareto bulan Mei ... 52

Gambar 4.5 : Diagram Pareto bulan Juni ... 53

Gambar 4.6 : Diagram Pareto bulan Juli ... 54

Gambar 4.7 : Diagram Pareto bulan Februari - Juli ... 55

Gambar 4.8 : Diagram sebab-akibat untuk defect Streaty ……….…….. 66

Gambar 4.9 : Diagram sebab-akibat untuk defect Brodol …………... 68

Gambar 4.10 : Diagram sebab-akibat untuk defect Stop Mark ……... 69

Gambar 4.11 : Diagram sebab-akibat untuk defect Preasure Mark... 71


(8)

Persaingan kualitas produk di dunia industri semakin meningkat. Perusahaan-perusahaan manufaktur pun berlomba-lomba untuk membuat produk yang dapat diterima dipasaran dengan baik. Kualitas merupakan rangkaian keseluruhan karakterstik dan keistimewaan dari suatu produk atau jasa dalam memuaskan sebagian atau keseluruhan kebutuhan dari konsumen. Konsumen sebagai pemakai produk semakin kritis dalam memilih atau memakai produk oleh karena itu keadaan ini mengakibatkan peranan kualitas semakin penting.

PT. Classic Prima Carpet sebagai salah satu perusahaan manufaktur di Indonesia yang memproduksi carpet menginginkan produk mereka dapat lebih menguasai pasar dengan meminimalkan defect yang terdapat pada produk mereka. Metode yang digunakan untuk menganalisis kualitas produk baut mereka adalah siklus perbaikan terus-menerus DMAIC. Dengan metode ini nantinya akan diperoleh tingkat DPMO dan level sigma dari kualitas produk yang mereka buat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui baseline kinerja dari segi tingkat DPMO dan level sigma, faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas dan menentukan tindakan perbaikan untuk memperbaiki kualitas produk konveksi.

Hasil penelitian menunjukkan kinerja proses pembuatan produk konveksi mempunyai tingkat DPMO sebesar 17.291 dan level sigma sebesar 3,61. Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil tersebut adalah karena mesin, operator, material, lingkungan kerja, dan metode untuk memperbaikinya harus dilakukan pembenahan pada faktor – faktor tersebut.


(9)

Competition quality products in the industrialized world is increasing. Manufacturing firms were competing to create an acceptable product in the market very well. Quality is a whole series of characteristics and features of a product or service in whole or in part to satisfy the needs of consumers. Consumers as users become more critical in selecting products or use the product and therefore the state has resulted in increasingly important role of quality.

PT. Classic Prima Carpet as one of the manufacturing companies in Indonesia that produce convection want products they can better control the market by minimizing defects contained in their products. The method used to analyze the quality of their products are bolt cycle of continuous improvement DMAIC. By this method will be obtained and the level DPMO sigma levels of quality products they make. The purpose of this study was to determine baseline performance levels in terms of DPMO and sigma level, the factors that affect the quality and determine corrective actions to improve product quality convection.

The results showed the performance of the product manufacturing process convection have this level of DPMO 17.291 and sigma level of 3.61. Factors - factors affecting these results is due to the machine, operators, materials, work environment, and methods to improve it should be revamping the factors - these factors.


(10)

1.1Latar Belakang

Adanya persaingan antar produk yang semakin ketat dewasa ini menuntut setiap perusahaan memberikan yang terbaik bagi konsumennya. Kualitas merupakan salah satu jaminan yang harus diberikan dan dipenuhi oleh perusahaan kepada pelanggan. Termasuk pada kualitas produk. Karena kualitas suatu produk merupakan salah satu kriteria penting yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih produk. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara terus – menerus dari perusahaan sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan pelanggan.

PT. Classic Prima Carpet merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur. Produknya adalah carpet dimana produk ini berbahan dasar dari biji plastik yang berkualitas. Saat ini kualitas produk carpet PT. Classic Prima Carpet belum maksimal, sehingga dengan implementasi metode DMAIC ini nantinya diharapkan pencapaian tingkat kualitas yang memenuhi standar yang diinginkan, serta meminimalkan jumlah defect yang terjadi pada proses produksi sehingga akan menghemat biaya, waktu dan tenaga dan menjadikan kepuasan tersendiri bagi pelanggan. hal ini ditunjukkan oleh banyaknya jumlah produk

defect yang cukup besar, yaitu sekitar 3 % defect dari setiap hasil produksi Pada

proses produksi yang bersifat continue process dimana pada setiap bulannya perusahaan selalu memproduksi dengan tiap harinya selama 24 jam, dari sekian banyak defect yang ditemukan, penyebab kecacatan terbesar terdapat pada proses


(11)

finishing. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kurang ketelitian operator, tidak adanya inspeksi yang ketat terhadap bahan baku produksi, perawatan mesin yang kurang maksimal dan lain sebagainya.

Untuk itu Six sigma paling tepat didefinisikan sebagai metode peningkatan proses bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktifitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan asset yang lebih tinggi, serta mendapatkan imbal hasil atas investasi yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan. Metode ini disusun berdasarkan sebuah metodologi penyelesaian yang sederhana – DMAIC, yang merupakan singkatan dari define (merumuskan), measure (mengukur), analyze (menganalisa), improve (meningkatkan/memperbaiki), dan

control (mengendalikan) yang menggabungkan bermacam-macam perangkat

statistic serta pendekatan perbaikan proses lainnya.

Dengan demikian diharapkan penelitian menggunakan metode DMAIC ini mampu meningkatkan kualitas produk dan menekan jumlah cacat produk seminimal mungkin.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

“ Bagaimana menganalisa kualitas produk dengan Metode SIX SIGMA di PT Classic Prima Carpet? ”


(12)

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan hanya pada produk carpet jenis quality bali kualitas nomer 1 dengan ukuran 40mx3,97m

2. Pengambilan data dilakukan pada bulan juni 2011 s/d data yang dibutukan terpenuhi.

3. Tahap Improve hanya sebatas usulan pada pihak perusahaan. 4. Tahap Control dilakukan oleh perusahaan.

5. Pendekatan metode six sigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah DMAIC.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1 Analisa kualitas produk carpet berdasarkan nilai sigma.

2 Memberikan usulan perbaikan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas produksi di PT. Classic Prima Carpet Surabaya.

1.5 Asumsi

Adapun asumsi-asumsi dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tidak ada perubahan kebijakan manajemen selama penelitian berlangsung. 2. Proses produksi berjalan stabil dan tidak ada perubahan yang berarti.


(13)

3. Tim brainstorming pihak perusahaan dianggap sudah mampu mengetahui permasalahan yang ada.

4. Setiap 1 lembar produk karpet hanya mempunyai salah satu jenis defect

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian tugas akhir ini adalah : 1. Bagi Penulis :

- Dapat memenuhi persyaratan kelulusan program pendidikan S1 di UPN ‘Veteran’ Jatim

- Dapat mengetahui proses produksi pembuatan carpet

- Menambah pengetahuan mengenai analisis kualitas produk dengan pendekatan DMAIC

2. Universitas

 Menambah referensi perpustakaan.

 Diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang mengadakan penelitian dengan permasalahan yang serupa dan untuk penelitian lebih lanjut dimasa yang akan datang.

3. Perusahaan :

- Dengan adanya penerapan metode DMAIC, pihak perusahaan dapat memperbaiki kualitas produknya.

- Dapat mengetahui prioritas tindakan perbaikan dan melakukan perbaikan yang terbaik secara kontinyu.


(14)

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat, asumsi, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi tentang landasan teori-teori yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian sebagai penunjang untuk mengolah dan menganalisa data-data yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung yaitu teori tentang DMAIC.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang langkah-langkah dalam melakukan penelitian, mulai dari lokasi pencarian data, metode pengambilan data, identifikasi variabel, dan metode pengolahan data, yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian selama pelaksanaan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi tentang data-data yang telah terkumpul, kemudian diolah dengan menggunakan metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada.


(15)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini merupakan penutup tulisan yang berisi kesimpulan dan saran mengenai analisa yang telah dilakukan sehingga dapat memberikan suatu rekomendasi sebagai masukan ataupun perbaikan bagi pihak perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

2.1. Pengendalian Kualitas

Ada dua segi umum tentang kualitas yaitu kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat kualitas. Kualitas rancangan adalah istilah teknik terkait dengan perbedaan dalam variasi tingkat kualitas yang memang disengaja meliputi jenis bahan, daya tahan, keandalan, misalnya semua mobil mempunyai tujuan dasar memberikan angkutan yang aman bagi konsumen, tetapi mobil–mobil berbeda dalam ukuran, penentuan, rupa, dan penampilan.Perbedaan–perbedaan ini adalah hasil perbedaan rancangan yang disengaja antara jenis–jenis mobil itu, jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan, daya tahan dalam proses pembuatan, keandalan yang diperoleh melalui pengembangan teknik mesin dan bagian–bagian penggerak, dan perlengkapan atau alat-alat yang lain. (Montgomery, 1998).

Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk yang sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang diisyaratkan oleh rancangan. Kualitas kecocokan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan kualitas (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan) yang digunakan, seberapa jauh prosedur jaminan kualitas ini diikuti, dan motivasi angkatan kerja untuk mencapai kualitas. (Montgomery, 1998).


(17)

Pengendalian kualitas didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari pemeriksaan atau pengujian analisis dan tindakan-tindakan yang harus diambil dengan memanfaatkan kombinasi seluruh peralatan dan teknik-teknik, guna mengendalikan kualitas produk dengan ongkos minimal (Montgomery, 1998). Dalam istilah “Kendali Kualitas”, mengandung pengertian bahwa “Kualitas” bukan berarti terbaik di dunia industri kata itu berarti “terbaik dalam memuaskan kebutuhan pelanggan tertentu” (Montgomery, 1998).

Montgomery mengemukakan 2 hal penting dari kebutuhan konsumen yaitu fungsi dan harga produk, dua syarat ini tercemin dalam beberapa

kondisi-kondisi produk, diantaranya :

1. Kondisi Spesifikasi dimensi dan karakteristik 2. Umur produk dan keandalan

3. Standar yang relevan

4. Biaya rekayasa, pembuatan dan mutu 5. Pembuatan (persyaratan produksi)

6. Fungsi, pemeliharaan dan pemasangan di lapangan 7. Biaya-biaya operasi dan pemakaian konsumen

Berdasarkan hal diatas jelaslah kualitas tidak hanya berkaitan dengan mutu teknis produk, tetapi juga nilai ekonomisnya, sehingga kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam produk dan jasa


(18)

Tujuan pelaksanaan pengendalian kualitas adalah :

1. Pencapaian kebijaksanaan dan target perusahaan secara effesien 2. Perbaikan hubungan manusia

3. Peningkatan moral karyawan

4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja

Dengan mengarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan diatas akan terjadi peningkatan produktivitas dan probabilitas usaha. Secara khusus dapat pula diungkapkan bahwa tujuan pengendalian kualitas adalah :

1. Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan

2. Penurunan ongkos kualitas secara keseluruhan (Lindsay, 2007)

Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya terdiri dari 4 langkah yaitu : 1. Menetapkan standar, yaitu standar kualitas biaya, standar kualitas prestasi

kerja, standar kualitas keamanan dan standar kualitas keandalan yang diperlukan untuk suatu produk

2. Menilai kesesuaian antara produk yang dibuat dengan standar

3. Mengambil tindakan bila diperlukan, yaitu mencari penyebab timbulnya masalah dan mencari pemecahan masalah

4. Perencanaan peningkatan, berupa pengembangan usaha-usaha yang

continue untuk memperbaiki standar-standar biaya, prestasi keamanan dan keandalan.

Kegiatan pengendalian kualitas yang menunjang tercapainya standar kualitas tertentu tersebut, melibatkan unsur–unsur manusia, mesin, peralatan, spesifikasi dan metode pengujian.


(19)

Dengan adanya pengendalian diharapkan penyimpangan-penyimpangan yang muncul dapat dikurangi dan proses dapat diarahkan pada tujuan yang dicapai. Oleh karena itu fungsi pengendalaian kualitas ini harus dilaksanakan sebelum maupun pada saat pekerjaan pembuatan dilakukan (Purnama, 2006).

2.2 Six Sigma

Six Sigma, pertama kali dikembangkan oleh Bill Smith, Vice President Motorola Inc.. (Harry, Mikel J., 1988). Six Sigma, yang dikenal luas sebagai teknik yang memungkinkan suatu perusahaan mencapai kesempurnaan dalam mutu produk yang dihasilkan, pertama kali dikembangkan sebagai desain praktis untuk peningkatan proses manufaktur dan mengeliminasi kerusakan (defect), namun akhirnya diaplikasikan secara luas dalam berbagai tipe perusahaan. Dalam

Six Sigma, defect diartikan sebagai segala keluaran dari proses yang tidak memenuhi spesifikasi pelanggan atau segala hal yang dapat mengakibatkan keluaran (produk) yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.

Doktrin utama dari Six Sigma, adalah :

 Usaha yang terus-menerus untuk mencapai hasil proses yang secara stabil dan terprediksi (yaitu pengurangan variasi dalam proses) merupakan hal terpenting dalam kesuksesan bisnis

 Manufaktur (proses produksi) dan proses bisnis harus memiliki karakteristik yang dapat diukur, dianalisis, ditingkatkan dan dikontrol

 Pencapaian peningkatan kualitas yang berkelanjutan membutuhkan komitmen dari seluruh organisasi, utamanya dari Top Manajemen.


(20)

Dalam Six Sigma dikenal istilah DPMO (Defect Per Million Opportunities), yaitu besarnya kemungkinan terjadinya kerusakan (defect) dalam setiap sejuta kesempatan. Jadi, misalnya suatu perusahaan, seperti Motorola Inc., telah mencapai level 3,4 DPMO maka dalam setiap 1 juta proses/produk kemungkinan terjadi 3,4 proses/produk yang cacat. Sehingga jika dibuat rejection rate-nya sebesar 0,00034% (bandingkan dengan rejection rate industri farmasi rata-rata 5 – 10%). Motorola Inc., mengklaim bahwa dengan melaksakan jurus ini, mereka bisa menghemat lebih dari US$ 17 juta (About Motorola University. http://motorola.com/content).

Six Sigma , terbagi menjadi 2 metode, yaitu DMAIC dan DMADV. DMAIC digunakan untuk proyek-proyek yang ditujukan untuk peningkatan pada perusahaan yang telah exist, dan DMADV digunakan untuk produk baru atau proses desain.

DMAIC merupakan singkatan dari :

Define, yaitu penetapan masalah yang juga bisa merupakan keluhan dari pelanggan, tujuan dari suatu proyek, atau spesifikasi yang diinginkan  Measure, yaitu pengukuran aspek-aspek kunci dari proses yang ada saat

ini dan proses pengumpulan data-data yang relevan

Analysis, yaitu melakukan analisa terhadap data-data yang telah dikumpulkan untuk dilakukan penyelidikan dan memverifikasi hubungan sebab-akibat (akar permasalahan).

Improve, yaitu perbaikan atau optimalisasi dari proses yang ada saat ini berdasarkan analisis data menggunakan teknik-teknik misalnya design


(21)

experiment, poka yoke atau pembuktian kesalahan yang selanjutnya menciptakan atau menetapkan standar baru

Control, yaitu pengendalian atau pemantauan terhadap proses atau standar baru yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa setiap penyimpangan harus telah dikoreksi sebelum terjadi defect (kerusakan).

Sedangkan DMADV (juga dikenal dengan nama DFSS – Define For Six Sigma) adalah singkatan dari:

Define, yaitu pemastian bahwa hasil akhir dari desain akan konsisten dengan keinginan/kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan

Measure, yaitu ukur dan identifikasi hal-hal kritis yang berpengaruh terhadap kualitas, kapabilitas produk, kapabilitas proses produksi dan resiko

Analysis, yaitu Analisis untuk pengembangan dan desain alternatif, ciptakan desain dengan level yang tinggi dan evaluasi kapabilitas desain untuk mendapatkan desain yang terbaik

Design, yaitu detail dari desain, optimasi dan rencanakan verifikasi dari desain.

Verify, yaitu pemastian desain, set-up, implementasi dari proses produksi dan sampaikan rancangan tersebut kepada pemilik proses.( Pande, 02)


(22)

2.3 DMAIC (Define, measure, analyze, improve, control)

DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus–menerus menuju target

Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah–langkah proses yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran–pengukuran baru, dan menetapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma. ( Gaspersz, 2002).

2.3.1. Define

Define merupakan langkah operasional pertama dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk dilakukan adalah identifikasi produk dan/atau proses yang akan diperbaiki. Kita harus menetapkan prioritas utama tentang masalah-masalah dan/atau kesempatan peningkatan kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek terbaik adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sesuai dengan kebutuhan, kapabilitas dan tujuan organisasi. Langkah kedua yaitu pernyataan tujuan proyek harus ditetapkan untuk setiap proyek Six Sigma yang terpilih. Pernyataan tujuan yang benar adalah apabila mengikuti prinsip SMART sebagai berikut :

Specific Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus bersifat spesifik yang dinyatakan dengan tegas. Tim peningkatan kualitas Six Sigma harus menghindari pernyataan-pernyataan tujuan yang bersifat umum dan tidak spesifik. Pernyataan tujuan seyogianya menggunakan kata kerja, seperti : menaikkan, menurunkan, menghilangkan, dll.


(23)

Measurable Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat diukur menggunakan indikator pengukuran yang tepat guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan-ulang, dan tindakan perbaikan diwaktu mendatang. Pengukuran harus mampu memunculkan fakta-fakta yang di-nyatakan secara kuantitatif menggunakan angka-angka.

Achievable Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat

dicapai melalui usaha-usaha yang menantang

(challenging effort).

Result-oriented Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus berfokus pada hasil-hasil berupa pencapaian target-target kualitas yang ditetapkan, yang ditunjukkan melalui penurunan DPMO (defect per million opportunities), peningkatan kapabilitas proses (cpm;cpmk), dll.

Time-bound Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus

menetapkan batas waktu pencapaian tujuan itu dan harus dicapai secara tepat waktu. (Pande,2002)

2.3.2 Measure

Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap Measure, yaitu :

1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.


(24)

2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada tingkat proses, output dan outcome.

Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu kita harus membedakan apakah data yang diukur itu merupakan data variabel atau data atribut. Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume. Data atribut merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut bersifat diskrit. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan lain-lain.

3. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses,

output, dan outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja

(performance baseline) pada awal proyek Six Sigma. Baseline kinerja dalam proyek Six Sigma biasanya diterapkan menggunakan satuan pengukuran DPMO dan tingkat kapabilitas sigma (sigma level). Sesuai dengan konsep pengukuran yang biasanya diterapkan pada tingkat proses, output dan outcome, maka baseline kinerja juga dapat


(25)

ditetapkan pada tingkat proses, output dan outcome. Pengukuran biasanya dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output dari proses dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. (Pzydek, 2002)

2.3.3 Analyze

Tahap ini merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah beberapa hal sebagai berikut :

1. Menentukan kapabilitas/kemampuan dari proses.

Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang

menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas Six Sigma

ditunjukkan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju tingkat kegagalan nol. Kemampuan proses didefinisikan sebagai “ukuran statistik dari variansi yang inheren pada suatu peristiwa tertentu dalam proses yang stabil.”

Cpm =

2 2

6 x T s

LSL USL

 

Dimana : Cpm = indeks kapabilitas proses (Process Capability Indeks) USL = batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit) LSL = batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit) T = target


(26)

s = standart deviasi x = arithmetic mean

Kriteria penilaian indeks kapabilitas proses sebagai berikut : Cpm > 2,00 : maka proses dianggap mampu (capable)

Cpm = 1,00 – 1,99 : maka proses dianggap mampu namun perlu upaya upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia.

Cpm < 1,00 : maka proses dianggap tidak mampu (not capable) Semakin tinggi Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas yang diinginkan pelanggan.

Menurut (Gasperz, 2002) bahwa analisis kapabilitas proses Cpm dan Cpk tidak dapat diterapkan pada data atribut karena data tersebut mengikuti pola distribusi binomium. Data atribut sering berbentuk kategori atau klasifikasi seperti : baik/buruk, sukses/gagal.

2. Mengidentifikasi sumber–sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan, dapat menggunakan Fishbone diagram (cause andeffect diagram). Dengan analisa cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah masalah, atau dalam beberapa kasus, merupakan akibat atau hasil yang diinginkan dan membuat daftar terstruktur dari penyebab potensial.

Setelah akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan, dimasukkan ke dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu :


(27)

1) Manpower ( tenaga kerja ). 2) Machines ( mesin-mesin ). 3) Methods ( metode kerja ).

4) Material ( bahan baku dan bahan penolong ).

5) Media (surat kabar). 6) Motivation ( motivasi ). 7) Money ( keuangan ).

( Pzydek, 2002 )

2.3.4 Improve

Tahap Improve merupakan langkah operasional keempat dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah ini dilakukan setelah sumber–sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi. Pada tahap ini ditetapkan suatu rencana tindakan (action Plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas

Six Sigma.Tool yang digunakan untuk tahap improve ini adalah FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).

Pada tahap ini tim peningkatan kualitas Six Sigma harus memutuskan apa yang harus dicapai serta alasan kegunaan rencana tindakan itu harus dilakukan, dimana rencana tindakan itu akan dilakukan, bilamana rencana tindakan itu akan dilakukan, siapa yang akan menjadi penanggung jawab dari rencana tindakan itu, bagaimana melaksanakan, dan berapa besar biaya untuk melaksanakan serta manfaat positif yang diterima dari implementasi rencana tindakan itu.(Gasper, 2002)


(28)

2.3.5 Control

Tahap ini merupakan langkah operasional kelima dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil–hasil peningkatan kualitas di dokumentasikan dan disebarluaskan, praktek–praktek terbaik yang sukses dalam peningkatan proses standardisasikan dan disebarluaskan, prosedur–prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standard, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini.

Tujuan dari standardisasi adalah menstandardisasikan sistem kualitas

Six Sigma yang telah terbukti menjadi terbaik dalam bisnis kelas dunia. Hasil–hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus

distandardisasikan, dan selanjutnya dilakukan peningkatan terus–menerus pada jenis masalah yang lain melalui proyek–proyek Six Sigma yang lain mengikuti konsep DMAIC. (Gaspersz, 2002).

2.4 CTQ (critical to quality)

CTQ merupakan karakteristik kualitas yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap suatu produk. CTQ dapat diklasifikasi kedalam tiga kategori, seperti yang disarankan oleh professor dari jepang, Noriaki Kano:

1. Penyebab ketidak puasan : sesuatu yang diharapkan didalam suatu produk atau jasa. Pada sebuah mobil, radio, pemanas, dan fitur-fitur keselamatan yang penting merupakan beberapa contoh yang tidak diminta langsung oleh pelanggan tetapi diharapkan ada di dalam ptoduk tersebut. Jika fitur-fitur ini tidak ada, maka pelanggan akan merasa tidak puas.


(29)

2. Penyebab kepuasan : sesuatu yang diinginkan oleh pelanggan. Banyak pembeli mobil menginginkan atap mobil, jendela otomatis, atau rem antikunci. Meskipun kebutuhan-kebutuhan ini tidak diminta oleh pelanggan. Memenuhi kebutuhan ini akan menciptakan kepuasan.

3. Pembuat senang : fitur baru atau otomatis yang tidak diharapkan pelanggan. Adanya fitur yang tidak diharapkan, seperti tombol prkiraan cuaca di radio atau kontrol audio khusus di kursi belakang yang terpisah yang member kesempatan pada anak-anak untuk mendengarkan music yang berbeda dari orang tua mereka, menghasilkan persepsi kualitas yang lebih tinggi. (Pzydek, 2002).

2.5 DPMO (Defects per million opportunities)

Defect adalah kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh pelanggan. Sedangkan Defects per Opportunity (DPO) merupakan ukuran kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan. Dihitung menggunakan formula DPO = banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan dibagi dengan (banyaknya unit yang diperiksa dikalikan banyaknya CTQ potensial yang menyebabkan cacat atau kegagalan itu). Besaran DPO ini, apabila dikalikan dengan konstanta 1.000.000, akan menjadi ukuran Defect Per Million Opportunities (DPMO). Sedangkan untuk mengukur tingkat kegagalan yaitu : DMPO / 1.000.000 X 100% .

Defects Per Million Opportunities (DPMO) merupakan ukuran kegagalan dalam program peningkatan Six Sigma , yang menunjukkan kegagalan per satu


(30)

juta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma Motorola, sebesar 3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata–rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik CTQ adalah hanya 3,4 kegagalan per satu juta kesempatan.

Saat ini pihak Motorola telah membuat gambaran kapabilitas sebuah proses dalam perbandingan antara sigma dan DPMO yang ditunjukkan di tabel 2.3

Tabel 2.3 Tabel konversi Sigma Motorola

Presentase yang

memenuhi spesifikasi DPMO Sigma

30,9 % 69,2 % 93,3 % 99,4 % 99,98 % 99,9997 % 690.000 308.000 66.800 6.210 320 3,4 1 2 3 4 5 6

(Gasperz, V., 2002)

Keterangan :

- Pada nilai DPMO sebesar 690.000 unit maka level sigmanya dikategorikan berada pada 1 sigma dengan prosentase sebesar 30,9 %

- Pada nilai DPMO sebesar 308.000 unit maka level sigmanya dikategorikan berada pada 2 sigma dengan prosentase sebesar 69,2 %

- Pada nilai DPMO sebesar 66.800 unit maka level sigmanya dikategorikan berada pada 3 sigma dengan prosentase sebesar 93,3 %

- Pada nilai DPMO sebesar 6.210 unit maka level sigmanya dikategorikan berada pada 4 sigma dengan prosentase sebesar 99,4 %

- Pada nilai DPMO sebesar 320 unit maka level sigmanya dikategorikan berada pada 5 sigma dengan prosentase sebesar 99,98 %


(31)

- Pada nilai DPMO sebesar 3,4 unit maka level sigmanya dikategorikan berada pada 6 sigma dengan prosentase sebesar 99,9997 %

2.6 Kapabilitas Proses (Process Capability)

Kapabilitas proses adalah kemampuan proses untuk memproduksi atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. Perlu dipahami bahwa indeks Cpm yang digunakan mengacu pada CTQ ( Critical-To-Quality) tunggal atau item karakteristik kualitas individual. Indeks Cpm mengukur kapabilitas potensial atau melekat dari suatu proses yang diasumsikan stabil, dan biasanya didefinisikan sebagai :

Cpm =

2 2 ) ( 6 ) (     T LSL USL

USL = Upper Specification Limit (batas spesifikasi atas) LSL = Lower Specification Limit (batas spesifikasi bawah)

T = Nilai target (nilai terbaik untuk karakteristik kualitas yang diharapkan Pelanggan) dari produk.

Ketiga nilai USL, LSL, dan T ditentukan berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi rasional dari pelanggan.

μ

= Nilai rata-rata (

mean) proses aktual

σ

2

= Nilai varian (variance) dari proses yang merupakan ukuran variasi proses Kapabilitas proses hanya diukur untuk proses yang stabil, sehingga apabila proses itu dianggap tidak stabil, maka proses itu harus distabilkan terlebih dahulu. Dengan demikian nilai standar deviasi yang digunakan dalam pengukuran


(32)

kapabilitas proses (Cpm) harus berasal dari proses yang stabil, sehingga merupakan variasi yang melekat pada proses yang stabil itu (common-cause variation).

Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas Six Sigma

ditunjukkan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju tingkat kegagalan nol (zero defect). Oleh karena itu, konsep perhitungan kapabilitas proses menjadi sangat penting untuk dipahami dalam implementasi program Six Sigma.

Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu : - Data Attribut (Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung

menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data attribut bersifat diskrit. Contoh data attribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat karena corelap, dana lain-lain. Data attribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans/ketidaksesuaian atau cacat/kegagalan terhadap spesifikasi kualitas yang ditetapkan.

- Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah ; diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel. (Pzydek, 2002).


(33)

2.6.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Attribut

Berikut ini akan dibahas tentang teknik memperkirakan kapabilitas proses dalam ukuran pencapaian target Sigma untuk data atribut (data yang diperoleh melalui perhitungan-bukan pengukuran langsung). Pada umumnya data atribut hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK.

Menurut (Gaspersz, 2002) Langkah-langkahnya : 1. Proses apa yang ingin anda tahu ?

2. Berapa banyak unit yang dikerjakan melalui proses? 3. Berapa banyak unit transaksi yang gagal

4. Hitung tingkat cacat berdasarkan langkah 3

(langkah 3) / (langkah 2)

5. Tentukan banyaknya CTQ potensial yang dapat mengakibatkan cacat

Banyaknya karakteristik CTQ

6. Hitung peluang tingkat cacat per karakteristik CTQ

(langkah 4) / (langkah 5)

7. Hitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan (DPMO)

(langkah 6) x 1.000.000

8. Konversi DPMO (langkah 7) ke dalam nilai sigma 9. Buat kesimpulan

DPO = Banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan (Banyaknya unit yang diperiksa x banyaknya kegagalan) DPMO = DPO x 1.000.000


(34)

2.6.2 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel

Data variabel merupakan data kuantitatif yang dihitung menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuatberdasarkan keadaan aktual, diukur secara langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut variable. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tingi, diameter, volume merupakan variabel.

Teknik penentuan kapabilitas proses untuk data variabel adalah sebagai berikut :

a. Menentukan proses yang ingin diukur.

b. Menentukan nilai batas spesifikasi atas dan batas spesifikasi bawah. c. Menentukan nilai target yang ingin dicapai.

d. Menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi dari proses.

e. Menghitung nilai DPMO, dengan menggunakan formula sebagai berikut :

DPMO = [ P { Z ≥ ( USL – X-bar ) / S } x 1juta ] + [ P { Z ≤ ( LSL – X-bar ) / S } x 1juta ]

Dimana , USL : Batas spesifikasi atas LSL : Batas spesifikasi bawah X-bar : Nilai rata-rata

S : Standart deviasi

f. Mengkonversikan nilai DPMO kedalam nilai sigma. g. Menghitung kemampuan proses didalam nilai sigma.


(35)

h. Menghitung kapabilitas proses didalam indeks kapabilitas proses, dengan formula sebagai berikut :

Cpm = (USL – LSL) / {6√X-bar – T)² + S²}

Dimana, Cpm : Indeks kapabilitas proses T : Nilai spesifikasi target

Menurut (Gasper, 2002) Kriteria (rule of thumb) dari Cpm adalah :

1) Cpm ≥ 2,00; maka poses dianggap mampu dan kompetitif (perusahaan berkelas dunia)

2) Cpm antara 1,00-1,99; maka proses dianggap cukup mampu, namun perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat kecil menuju nol (zero defect oriented). Persusahaan yang memiliki nilai Cpm yang berada diantara 1,00-1,99 memiliki kesempatan terbaiki dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma. 3) Cpm < 1,00; maka proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif

untuk bersaing dipasar global. i. Mengukur Level Sigma

Untuk mengukur level sigma bisa digunakan alat bantu berupa tabel konversi sigma ataupun kalkulator sigma, tapi disisni peneliti menggunakan Microsoft exel dengan memasukkan formula sebagai berikut :

Contoh perhitungan manual


(36)

Karena dalam tabel nilai 14876 tidak ada, maka mempergunakan interpolasi:

DPMO 14629, Nilai konversinya = 3,68 (lihat lampiran D) DPMO 14876, Nilai konversinya = ….?

DPMO 15003, Nilai konversinya = 3,67 (lihat lampiran D) Maka,

X= 3,68 +

           

3,68 3,67

14629 15003

14629 14629

= 3,68 +

         

0,01

374 247

= 3,68 +

0,660

 

 0,01

= 3,68 + (-0,0066) = 3,68 – 0,0066

= 3,673

Dan hasilnya adalah nilai sigma = 3,673

2.7 Pareto

Analisis pareto adalah proses dalam mempersingkat kesempatan untuk menentukan yang mana dari kesempatan potensial yang banyak harus dikejar lebih dahulu. Ini juga dikenal sebagai “memisahkan sedikit yang penting dari banyak yang sepele”.


(37)

Analisis pareto harus digunakan pada berbagai tahap dalam suatu program peningkatan kualitas untuk menentukan langkah mana yang diambil berikutnya. Analisis pareto digunakan untuk menjawab pertanyaan seperti”departemen apa yang harus memiliki tim SPC berikutnya?” atau “pada jenis kerusakan apa kita seharusnya mengkonsentrasikan usaha kita?” (pyzdek, 2002)

Sedangkan menurut (Gaspersz, 2002) pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.

Pada dasarnya diagram pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi untuk :

 Menentukan frekuensi relative dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada.

 Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat rangking terhadap masalah-masalah atau penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.

Langkah-langkah pembuatannya :

1. Menentukan masalah apa yang akan diteliti.

2. Membuat suatu ringkasan daftar atau table yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan lembar periksa.

3. Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi ke yang terendah.


(38)

4. Menggambar 2buah garis vertikal dan garis horizontal. 5. Membuat histogram pada pareto.

6. Menggambar kurva kumulatif dan mencantumkan nilai kumulatif.

7. Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas penyebab utama dari masalah yan

2.8 Diagram Sebab-Akibat

Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan factor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut diagram tulang ikan

(fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram ishikawa (ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1943.(gaspersz,2002)

Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan berikut:

 Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah

 Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah

 Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat dapat dikemukakan sebagai berikut:

 Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak untuk diselesaikan.


(39)

 Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat (effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas , kemudian gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak.

 Tuliskan faktor-faktor penyebab utama yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak. Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor; manusia, mesin, peralatan, material, metode, lingkungan, dll, atau stratifikasi melalui langkah-langkah actual dalam proses. Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori dapat dikembangkan melalui

Brainstorming.

 Tuliskan penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-penyebab utama, serta penyebab-penyebab-penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai tulang berukuran sedang.

 Tuliskan penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab sekunder, serta penyebab-penyebab-penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan sebagai tulang berukuran kecil.

 Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas.


(40)

Contoh diagram sebab-akibat :

Gamabar 2.1 diagram sebab – akibat untuk defect

2.9 Failure Mode and Effect Analyze (FMEA)

FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan). Dengan mendasarkan aktifitas pada FMEA, seorang manajer, tim perbaikan, atau pemilik proses dapat memfokuskan enerji dan sumber daya pada pencegahan, monitoring, dan rencana-rencana tanggapan yang paling mungkin untuk memberikan hasil. (pande, 2002)

 

   

Manusia  lingkungan

 

Mesin  Material

 

 

 

   

 

Defect  Produk 


(41)

Langkah – langkah proses implementasi FMEA adalah sebagai berikut :

 Tetapkan dan gambarkan proses yang akan dianalisa (tahapan define dari DMAIC)

 Tetapkan keseriusan nilai (dengan Brainstorming) untuk :

1. Keseriusan (severity) akibat kesalahan terhadap proses lokal, proses lanjutan dan konsumen

2. Tingkat keseringan terjadinya suatu kesalahan (occurance) karena penyebab potensial

3. Cara mendeteksi kesalahan akibat penyebab potensial muncul (detection) (tahapan measure dari DMAIC)

Brainstorming kesalahan dari tiap tahapan proses, potensial causes dan alat deteksi kesalahan yang ada (tahapan Analyze dari DMAIC)

 Masukan kriteria nilai yang sesuai untuk masing – masing akibat atau efek kesalahan, penyebab potensial dan alat kontrol

 Dapatkan RPN (Risk Potensial Number) dengan menganalisa S.O.D (Severity, Occurance, Detection)

 Rumus RPN = Severity x Occurance x Detection

Severity menunjukkan nilai keseriusan masalah yang timbul pada proses setempat, proses selanjutnya dan end user. Adapun nilai – nilai yang menggambarkan severity bisa diinterpretasikan seperti pada tabel 2.4


(42)

Tabel 2.4 Severity

Rating Kriteria Deskripsi

1. Negligigible Severity Pengaruh buruk yang dapat diabaikan

2. Mild Severity Pengaruh buruk yang ringan atau sedikit

3. Mild Severity Pengaruh buruk yang ringan atau sedikit

4. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat

(masih berada dalam batas toleransi)

5. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat

(masih berada dalam batas toleransi)

6. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat

(masih berada dalam batas toleransi)

7. High Severity Pengaruh buruk yang tinggi

(berada di luar batas toleransi)

8. High Severity Pengaruh buruk yang tinggi

(berada di luar batas toleransi)

9. Potensial Safety Problems Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya

(berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial) 10. Potensial Safety Problems Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya

(berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial)

Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah yang terjadi karena

potential cause. Adapun nilai – niali yang menggambarkan occurrence bisa diinterpretasikan seperti pada tabel 2.5

Tabel 2.5 Occurrence

Rating Tingkat kegagalan Deskripsi

1. 1 dalam 1.000.000 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang

mengekibatkan mode kegagalan

2. 1 dalam 20.000 Kegagalan akan jarang terjadi

3. 1 dalam 4.000 Kegagalan akan jarang terjadi

4. 1 dalam 1.000 Kegagalan agak mungkin terjadi

5. 1 dalam 400 Kegagalan agak mungkin terjadi

6. 1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi

7. 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi

8. 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi

9. 1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

10. 1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

Detection merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi potential cause. Adapun nilai – nilai yang menggambarkan detection bisa diinterpretasikan seperti pada tabel 2.6


(43)

Tabel 2.6 Detection

Rating Degree Deskripsi

1. Very high Secara otomatis proses bisa mendeteksi kesalahan yang terjadi 2. Very high Hampir semua kesalahan bisa dideteksi oleh alat kontrol (visual

pada bentuk barang dan ada doublechecking)

3. High Alat kontrol cukup awal untuk mendeteksi kesalahan (visual pada bentuk barang)

4. High Alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi kesalahan (visual pada kode barang)

5. Moderate Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan (visual pada jumlah barang)

6. Moderate Alat kontrol cukup bisa mendeteksi kesalahan (visual pada susunan barang)

7. Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan rendah

(pengamatan fisik)

8. Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan sangat

rendah (perubahan warna)

9. Very low Alat kontrol tidak bisa diandalkan untuk mendeteksi kesalahan (feeling berdasar pengalaman masa lalu)

10. Nil Tidak ada yang bisa digunakan untuk mendeteksi kesalahan

 Pusatkan perhatian pada RPN yang tertinggi dan lakukan perbaikan pada

potential cause-nya atau alat kontrolnya atau bahkan pada efeknya. (tahapan

improve pada DMAIC)

 Tetapkan implementasi action plan (tahapan improve pada DMAIC)  Ukur perubahan RPN yang terjadi (tahapan control pada DMAIC)

 Jika RPN-nya (baru) masih lebih besar RPN tertinggi terdahulu, maka kembali ke tahapan Brainstorming hingga nilai RPN-nya turun.


(44)

Tabel 2.7Contoh penggunaan nilai Risk Priority Number (RPN)

S O D RPN Artinya

8 8 1 64 Sering terjadi dan cukup serius akibatnya meskipun ada alat control otomatis untuk memberitahukan kesalahan proses yang terjadi

8 1 9 72 Jarang terjadi dan cukup serius akibatnya dan alat control yang ada belum bisa diandalkan untuk memberitahukan kesalahan proses yang terjadi

1 8 9 72 Sering terjadi dan akibat yang ditimbulkan tidak serius dan alat control yang ada belum bisa diandalkan untuk

memberitahukan kesalahan proses yang terjadi

2.10 Brainstorming

Brainstorming membantu membangkitkan ide-ide alternative dan persepsi dalam suatu tim kerja sama (teamwork) yang bersifat terbuka dan bebas (tidak malu-malu). Brainstorming dapat digunakan berkaitan dengan hal-hal berikut:

(gaspersz,2002)

 Menentukan penyebab yang mungkin dari masalah-masalah dalam proses dan/atau solusi terhadap masalah masalah itu.

 Memutuskan masalah apa (atau kesempatan peningkatan apa) yang perlu diselesaikan.

 Anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan menyumbangkan ide-ide kreatif mereka.

 Menginginkan untuk menjaring sejumlah besar persepsi alternatif  Kreatifitas merupakan outcome yang diinginkan.

 Fasilitator dapat secara efektif mengelola tim kerja sama itu. ( Gasper, 2001)


(45)

Untuk dapat melaksanakan brainstorming, dapat mengikuti langkah-langkah berikut :

 Menyatakan pertanyaan masalah secara jelas

 Semua anggota dari kelompok harus berpikir dan membuat catatan-catatan.

 Setiap ide atau respon yang diberikan oleh anggota kelompok tidak boleh dikritik atau diberi komentar.

 Setiap ide atau respon dari anggota kelompok dicatat tanpa memberikan komentar.

 Setiap anggota kelompok diminta memberikan ide atau respon, tidak boleh ada satupun anggota kelompok yang tidak memberikan ide atau respon.

 Setiap anggota kelompok menyiapkan suatu rangking dari ide-ide atau respon yang diterima itu.

 Rangking individualvterhadap ide-ide atau respon tersebut kemudian diperbandingkan.

 Memperioritaskan untuk memilih ide-ide terbaik dari berbagai ide atau respon yang dikemukakan itu.

2.11 Penelitian Pendahulu

Sebagai komparasi untuk penelitian yang terkait maka dicantumkan pula judul, pembahasan, dan kesimpulan dari penelitian pendahulu.

Moses L. Singgih dan Renanda tahun 2008 dengan judul :

Peningkatan Kualitas Produk Kertas Dengan Menggunakan Pendekatan Six Sigma Di Pabrik Kertas Y


(46)

Pendahuluan

Kualitas merupakan salah satu jaminan yang diberikan dan harus dipenuhi oleh perusahaan kepada pelanggan, karena kualitas suatu produk merupakan salah satu kriteria penting yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih produk.

Kualitas juga merupakan salah satu indikator penting bagi perusahaan untuk dapat eksis di tengah ketatnya persaingan dalam dunia industri, oleh karena itu, diperlukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara terus-menerus dari perusahaan sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan pelanggan.

Kondisi diatas berlaku juga pada PT. Y merupakan salah satu perusahaan yang menghasilkan berbagai macam kertas dan berusaha untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas, mengingat salah satu tujuannya adalah menghasilkan produk kertas yang bermutu dengan harga yang kompetitif baik dipasar domestik maupun international. Kualitas yang baik adalah kualitas yang mendekati sempurna sesuai yang diinginkan pelanggan (zero defect). Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengukur dan melakukan perbaikan kualitas agar dapat mengurangi variabilitas output terhadap spesifikasi ukuran dengan menggunakan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control)

pada Six Sigma.


(47)

Permasalahan yang dihadapi oleh PT. Y adalah terdapat variabilitas output

terhadap spesifikasi ukuran yang telah ditentukanbsehingga diperlukan upaya peningkatan kualitas untuk mengurangi variabilitas output tersebut.

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:

1. Dari data historis pada awal penelitian, pada tahap Measure diperoleh bahwa terdapat nilai kapabilitas proses untuk masing-masing parameter yaitu:

a. Brightness: nilai kapabilitas prosesnya sebesar 0,53 dan nilai sigmanya sebesar 3,15 yang memiliki DPMO sebesar 50.447.

b. L*: nilai kapabilitas prosesnya sebesar 0,47 dan nilai sigmanya sebesar 2,95 yang DPMO sebesar 73.489.

c. a*: nilai kapabilitas prosesnya sebesar 0,26 dan nilai sigmanya sebesar 2,30 dan memiliki DPMO sebesar 211.873.

d. b*: nilai kapabilitas prosesnya sebesar 0,28 dan nilai sigmanya sebesar 2,36 dan memiliki DPMO sebesar 194.358.

2. Dari hasil perolehan nilai kapabilitas proses, nilai sigma dan DPMO pada keempat parameter tersebut, bisa dikatakan bahwa proses produksi kertas tersebut belum mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.

3. Berdasarkan pada analisa FMEA, penyebab yang paling berpengaruh terhadap penyimpangan warna adalah dari faktor manusia. Selanjutnya dari faktor machine, metode dan material.


(48)

4. Prioritas yang utama dalam melakukan tindakan perbaikan berdasarkan pada FMEA adalah memberikan peringatan kepada operator agar tidak melakukan kesalahan dalam pengontrolan.

5. Konfirmasi hasil perhitungan nilai sigma dan kapabilitas proses setelah perbaikan adalah sebagai berikut:

a. Brightness: nilai sigma meningkat menjadi 3,50 dengan DPMO sebesar 22.750 dan kapabilitas proses juga meningkat menjadi 0,68.

b. L*: nilai sigma meningkat menjadi 3,10 dengan DPMO sebesar 54.799 dan kapabilitas proses juga meningkat menjadi 0,60.

c. a*: nilai sigma meningkat menjadi 2,70 dengan DPMO sebesar 115.070 dan kapabilitas proses juga meningkat menjadi 0,33.

d. b*: nilai sigma meningkat menjadi 2,50 dengan DPMO sebesar 158.655 dan kapabilitas proses juga meningkat menjadi 0,31.

E.V. Yuliana Wibisono, tahun 2007 dengan judul :

Usaha Penurunan Persentase Cacat Ring Piston Tipe 4ja1 Pada Proses Habanakashi Mesin Besly

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengukur kinerja proses produksi dari segi tingkat DPM dan level sigma PT. Baninusa Indonesia saat ini.

2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas proses produksi ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring.

3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas proses produksi ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring.


(49)

4. Menentukan tindakan perbaikan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring.

5. Mengetahui hasil penerapan tindakan perbaikan terhadap kinerja produksi ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring dari segi tingkat DPM dan level sigma di PT. Baninusa Indonesia.

Kesimpulan

Proses produksi di PT. Baninusa Indonesia dibagi 2, yaitu proses produksi pengecoran dan proses produksi pemesinan. Pada proses produksi pemesinan, terdapat 7 stasiun pemeriksaan kualitas, sehingga DPM dan tingkat sigma untuk setiap proses tidak sama. Berdasarkan perhitungan DPM dan analisis diagram pareto, maka tindakan perbaikan yang harus diprioritaskan untuk dilakukan adalah perbaikan pada proses habanakashi. Penerapan parameter proses terbaik berdasarkan hasil dari perancangan eksperimen pada proses habanakashi di mesin besly, mampu mengurangi variansi proses secara signifikan dan mampu mengurangi rata-rata persentase cacat pada proses habanakashi secara signifikan yaitu sebesar 2.682%.


(50)

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Classic Prima Carpet yang beralamatkan di Jalan Rungkut Industri No 39 Surabaya. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2011 s/d data yang dibutuhkan terpenuhi.

3.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Identifikasi variabel berada di tahap Define, tahap ini merupakan awal dari siklus DMAIC pada pola berpikir Six Sigma. Dimana variabel yang ditentukan adalah sebagai berikut:

1. Variabel Bebas

Variabel yang mempengaruhi variabel lain dalam penelitian (variabel terikat). Dalam penelitian ini variabel yang dimaksud antara lain:

 Pressure mark (carpet lungset akibat tumpukan soft-soft)

 Stop mark (carpet terdapat goresan)

 Brodol (terdapat serabut carpet yang keluar)

 Nglongkop (akibat perekatan kurang)

 Streaty (terdapat sobekan dari pisau tuffing) 2. Variabel Terikat

Variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas. Variabel terikat yang dipengaruhi variabel bebas disini adalah :


(51)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk bahan penelitian ialah menggunakan data sekunder yaitu :

Data yang diperoleh dari data bagian produksi yang sudah berbentuk arsip di PT. Classic Prima Carpet. Yaitu data hasil produksi, data kecacatan produk. Teknik-teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dilapangan adalah : 1. Observasi

Pengumpulan data yang dilakukan secara pengamatan langsung di lapangan. 2. Interview

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan tanya jawab pada karyawan bagian produksi, data yang terkumpul kemudian diolah berdasarkan teori-teori yang mempunyai maksud dan tujuan seperti yang telah ditetapkan.

3.4. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang dilakukan adalah berdasarkan siklus DMAIC (define, measure, analyze, improve, control)yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Define

Menentukan obyek penelitian dan membuat Diagram SIPOC (supplier,

input, process, output, customer).

2. Measure

Menentukan CTQ dari obyek yang telah ditentukan dan mengukur baseline kinerja dalam DPMO dan level Sigma.


(52)

DPMO = DPO x 1.000.000

Untuk level sigma dapat dilihat pada tabel konversi sigma 3. Analyze

Menganalisa hasil dari DPMO dan Nilai sigma, Menganalisa penyebab terjadinya cacat terbesar dengan brainstorming untuk menentukan fishbone

diagram

4. Improve

Memberikan usulan perbaikan dari potensial cacat sekaligus prioritas perbaikan dengan menggunakan FMEA(Failure Mode and Effect Analyze).

5. Control

Memantau dan menjaga hasil dari perbaikan yang telah dilakukan, tapi dalam hal ini dilakukan oleh pihak perusahaan sendiri.

3.5. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah

Langkah-langkah pemecahan masalah ada pada gambar 3.1 berikut ini:

Survei lapangan Studi pustaka

Identifikasi Variabel Perumusan Masalah

Mulai

DEFINE

‐ Identifikasi obyek penelitian Carpet Bali Tujuan Penelitian


(53)

Gambar 3.1. Langkah-langkah Penelitian Penjelasan langkah-langkah Pemecahan Masalah :

1. Mulai

Tahap ini merupakan langkah awal sebelum melakukan penelitian. 2. Studi Pustaka

A

Sudah 6Sigma?

Ya

Tidak

MEASURE

- Pengumpulan data: - Data kecacatan - Data penetapan CTQ - Menentukan CTQ : - Pressure Mark

- Stop Mark

- Brodol

- Nglongkop

- Streaty

- Mengukur baseline kinerja (DPMO dan Sigma)

IMPROVE

- Usulan rencana perbaikan

- Identifikasi prioritas rencana perbaikan

Selesai Kesimpulan dan saran

ANALYZE

- Menganalisis hasil pengukuran

‐ Menentukan akar penyebab dari CTQ


(54)

Studi pustaka merupakan tahap penelusuran referensi, dapat bersumber dari buku, jurnal, maupun penelitian yang telah ada sebelumnya. Berguna untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

3. Survei Lapangann dalam suatu penelitian karena pada tahap ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi nyata obyek yang akan diteliti. Hal ini untuk menghindari terjadinya

Studi lapangan sangat diperluka ketidaksesuaian antara tujuan peneliti dengan kondisi obyek penelitian.

4. Perumusan masalah

Yaitu bagaimana menganalisa kualitas produk dengan metode DMAIC di PT. Classic Prima Carpet.

5. Tujuan penelitian

Yaitu perencanaan hasil yang ingin diketahui 6. Identifikasi variabel

Yaitu menentukan variabel yang akan dipakai

7. Define

Menentukan obyek penelitian Carpet bali 8. Measure

Pengumpulan data: Data pemeriksaan dan Data kecacatan

Menentukan CTQ dari obyek yang telah ditentukan dan mengukur baseline kinerja dalam DPMO dan level Sigma.

DPO =

DPMO = DPO x 1.000.000


(55)

9. Analyze

-Menganalisa hasil dari DPMO dan Nilai sigma -Menentukan akar penyebab dari CTQ

10. Improve

Memberikan usulan perbaikan dari potensial cacat sekaligus prioritas perbaikan dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analyze). 11. Kesimpulan dan Saran

Menjawab dari tujuan dan memberikan saran-saran yang dapat digunakan untuk perbaikan dan pengembangan selanjutnya

12. Selesai


(56)

4.1 Define

Tahap define adalah langkah pertama dalam siklus DMAIC dimana pada tahap ini dilakukan identifikasi obyek penelitian carpet yang dimaksudkan untuk mementukan sasaran yang akan dilakukan penelitian terhadapnya.

4.1.1 Identifikasi Obyek Penelitian

PT. Classic Prima Carpet memproduksi berbagai jenis carpet di antaranya yaitu bali, bahar, milano, dalton untuk keperluan memenuhi pesanan pelanggan dan stok. Berdasarkan jenis karpet yang di produksi maka di pilih jenis karpet bali karena terdapat kecacatan yang terbanyak dari jenis-jenis karpet lainnya. Carpet bali adalah salah satu dari sekian banyak produk carpet yang diproduksi di perusahaan tersebut. Carpet bali ini adalah carpet banyak beredar di pasaran dan merupakan produk yang sangat diandalkan karena paling banyak diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut.

Carpet bali terbuat dari biji plastik berpolyploprine ultramid, kemudian bahan biji plastik dip roses menjadi benang bali setelah itu diproses di mesin tuffing sehingga menjadi soft karpet dengan 1 lembarnya memiliki ukuran panjang 40 meter dan lebar 3,97 meter, dari soft karpet kemudian diproses di departemen latex dengan melekatkan secondary buking jenis action, kemudian jadilah karpet bali tersebut.


(57)

4.2 Measure

Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam siklus DMAIC dimana pada tahap ini dilakukan pengukuran terhadap obyek penelitian yaitu carpet bali. Pengukuran dilakukan dari segi tingkat kecacatan serta mengukur baseline kinerja dalam kurun waktu februari – juli 2011. Untuk baseline kinerja, yang akan dicari adalah tingkat DPMO dan level sigma.

4.21. Pengumpulan Data

Penelitian difokuskan pada proses pembuatan produk carpet bali yang pengambilan datanya dari data historis bulan februari – juli 2011. Data tersebut berupa data pemeriksaan produk jadi. Berdasarkan informasi, data pemeriksaan tersebut diambil secara sistematik. Data pemeriksaan tersebut disajikan dalam tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Data Kecacatan Produk Karpet Bali Pada Bulan Februari 2011 – Juli 2011

Bulan Total pemeriksaan Total defect

Februari 2011 242 18

Maret 2011 231 25

April 2011 220 20 Mei 2011 250 16 Juni 2011 235 22 Juli 2011 210 19

Jumlah 1388 120

Sumber : Data PT. CLASSIC PRIMA CARPET

Metode DMAIC terfokus pada cacat dan variasi dengan diawali pengidentifikasian unsur – unsur Critical To Quality (CTQ) dari produk carpet bali. CTQ merupakan atribut-atribut dari produk yang dipentingkan oleh


(58)

konsumen. Hasil pengidentifikasian menunjukkan bahwa CTQ pada carpet bali adalah : pressure mark, stop mark, brodol, nglongkop, dan streaty. Adapun rinciannya ada pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Data Penetapan CTQ berdasarkan tabel 4.1

Bulan Pressure mark

Stop mark

Brodol Nglongkop Streaty Total

Februari 2011 0 6 3 1 8 18 Maret 2011 5 4 0 2 14 25 April 2011 3 0 3 4 10 20

Mei 2011 2 4 9 1 0 16

Juni 2011 1 3 4 0 14 22

Juli 2011 2 1 3 4 9 19

Total 13 18 22 12 55 120 Sumber : Data PT. CLASSIC PRIMA CARPET

4.2.2 Menentukan CTQ

Karakteristik kualitas berhubungan langsung dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan oleh karena itu karakteristik kualitas harus mewakili keinginan dan kebutuhan pelanggan serta kinerja proses operasional.

Hasil pengidentifikasian menunjukkan bahwa CTQ pada carpet bali adalah : Pressure, Stop mark, Brodol, Nglongkop, dan Streaty

4.2.3 Mengukur Baselin Kinerja (DPMO)

Dari data defect dan jenis defect yang ada di tabel 4.1 dan 4.2 maka dapat dihitung prosentase (%) defect per bulan, diagram pareto, Defect Per Opportunity (DPO), dan Defect Per Million Opportunities (DPMO) sebagai berikut:


(59)

a. Persentase Defect Bulan Februari 2011

Contoh perhitungan: a. defect straety

 Persen defect = x 100%

= x 100% = 44.444

 Komulati defect = persen defect (1) + persen defect (0) = 44.444 + 0 = 44.444

Tabel 4.3 Data Persentase defect Bulan Februari 2011

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect (%)

Strety 8 44.444 44.444

Stop mark 6 33.333 77.777

Brodol 3 16.667 94.444

Nglongkop 1 5.556 100

Pressure 0 0 100

Total 18 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, maka dapat dibuat diagram pareto seperti pada gambar 4.1 dibawah ini.


(60)

Gambar 4.1 Diagram Pareto Bulan Februari 2011

Dari gambar 4.1 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada bulan februari 2011 adalah terdapat goresan dengan persentase sebesar 44.444 %

b. Persentase Defect Bulan Maret 2011

Tabel 4.4 Data Persentase Defect Bulan Maret 2011

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect (%)

Streaty 14 56 56

Preasure 5 20 76

Stop mark 4 16 92

Nglongkop 2 8 100

Brodol 0 0 100

Total 25 100

Berdasarkan tabel 4.4 diatas, maka dapat dibuat diagram pareto seperti pada gambar 4.2 dibawah ini.


(61)

Gamabar 4.2 Diagram Pareto Bulan Maret 2011

Dari gambar 4.2 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada bulan maret 2011 adalah terdapat goresan dengan persentase sebesar 56 %

c. Persentase Defect Bulan April 2011

Tabe 4.5 Data Persentase Defect Bulan April 2011

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect (%)

Streaty 10 50 50

Nglongkop 4 20 70

Preasure 3 15 85

Brodol 3 15 100

Stop mark 0 0 100

Total 20 100

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, maka dapat dibuata diagram pareto seperti pada gambar 4.3 dibawah ini.


(62)

Gambar 4.3 Diagram Pareto Bulan April 2011

Dari gambar 4.3 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada bulan april 2011 adalah terdapat goresan dengan persentase sebesar 50%

d. Persentase Defect Bulan Mei 2011

Tabel 4.6 Data Persentase Defect Bulan Mei 2011

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect (%)

Brodol 9 56.25 56.25

Stop mark 4 25 81.25

Pressure 2 12.5 93.75

Nglongkop 1 6,25 100

Streaty 0 0 100

Total 16 100

Berdasarkan tabel 4.6 diatas, maka dapat dibuata diagram pareto seperti pada gambar 4.4 dibawah ini.

X Y 


(63)

Gambar 4.4 Diagram Pareto Bulan Mei 2011

Dari gambar 4.4 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada bulan mei 2011 adalah terdapat goresan dengan persentase sebesar 56,25%

e. Persentase Defect Bulan Juni 2011

Tabel 4.7 Data Persentase Defect Bulan Juni 2011

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect (%)

Streaty 14 63.64 63.64

Brodol 4 18.18 81.82

Stop mark 3 13.64 95.46

Pressure 1 4.54 100

Nglongkop 0 0 100

Total 22 100

Berdasarkan tabel 4.7 diatas, maka dapat dibuata diagram pareto seperti pada gambar 4.5 dibawah ini.


(64)

Gambar 4.5 Diagram Pareto Bulan juni 2011

Dari gambar 4.5 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada bulan juni 2011 adalah terdapat goresan dengan persentase sebesar 63.64%

f. Persentase Defect Bulan Juli 2011

Tabel 4.8 Data Persentase Defect Bulan Juli 2011

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect (%)

Streaty 9 47.36 47.36

Nglongkop 4 21.05 68.41

Brodol 3 15.79 84.2 Pressure 2 10.53 94.73

Stop mark 1 5.27 100

Total 19 100

Berdasarkan tabel 4.8 diatas, maka dapat dibuata diagram pareto seperti pada gambar 4.6 dibawah ini.

X Y 


(65)

Gambar 4.6 Diagram Pareto Bulan juli 2011

Dari gambar 4.6 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada bulan juli 2011 adalah terdapat goresan dengan persentase sebesar 47.36 %

g. Persentase Defect Bulan Februari – Juli 2011

Tabel 4.9 Data Persentase Defect Bulan Februari – Juli 2011

CTQ Jumlah defect Persen defect (%) Komulatif defect (%)

Streaty 55 45.84 45.84 Brodol 22 18.33 64.17

Stop mark 18 15 79.17

Pressure 13 10.83 90

Nglongkop 12 10 100

Total 120 100

Berdasarkan tabel 4.9 diatas, maka dapat dibuata diagram pareto seperti pada gambar 4.7 dibawah ini.


(66)

Gambar 4.7 Diagram Pareto Bulan februari - juli 2011

Dari gambar 4.7 di atas, dapat diketahui defect terbesar yang terjadi pada bulan februari - juli 2011 adalah terdapat goresan dengan persentase sebesar 45.84 %

Perhitungan Nilai DPMO dan Sigma

a. Bulan Februari 2011

1. Mengukur tingkat DPMO

DPO =

DPMO = DPO x 1.000.000

 Jumlah pemeriksaan : 242  Jumlah cacat ditemukan : 18  Jumlah CTQ : 5

 DPO = = 0.014876


(67)

 DPMO = 0.014876 x 1.000.000 = 14876.033

Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa pada bulan februari dilakukan pemeriksaan sebanyak 242 lembar produk dengan jumlah produk yang cacat mencapai 18 lembar. Sedangkan untuk Karakteristik kualitasnya adalah sebanyak 5 buah, sehingga kesempatan kegagalan yang terjadi dalam satu juta produk adalah sebanyak 14876 lembar.

2. Mengukur Level Sigma

Untuk mengukur level sigma bisa digunakan alat bantu berupa tabel konversi sigma ataupun kalkulator sigma, tapi disisni peneliti menggunakan Microsoft exel dengan memasukkan formula sebagai berikut :

Perhitungan manual

Konversi dengan tabel kapabilitas Sigma :

Karena dalam tabel nilai 14876 tidak ada, maka mempergunakan interpolasi:

DPMO 14629, Nilai konversinya = 3,68 (lihat lampiran D) DPMO 14876, Nilai konversinya = ….?

DPMO 15003, Nilai konversinya = 3,67 (lihat lampiran D) Maka,

X= 3,68 +

           

3,68 3,67

14629 15003

14629 14629

= 3,68 +

         

0,01

374 247

= 3,68 +

0,660

 

 0,01

= 3,68 + (-0,0066)


(68)

= 3,68 – 0,0066

= 3,673

=NORMSINV((1000000-14876)/1000000)+1.5 Dan hasilnya adalah nilai sigma = 3,673

Tabel 4.10 Kapabilitas Proses Bulan Februari 2011

Keterangan Nilai Total Pemeriksaan 242

Total Defect 18

CTQ 5 DPMO 14876

Sigma 3,673  

b. Bulan Maret 2011

1. Mengukur tingkat DPMO

DPO =

DPMO = DPO x 1.000.000

 Jumlah pemeriksaan : 231  Jumlah cacat ditemukan : 25  Jumlah CTQ : 5


(69)

= 0.021645  DPMO = 0.021645 x 1.000.000

= 21645

Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa pada bulan februari dilakukan pemeriksaan sebanyak 231 lembar produk dengan jumlah produk yang cacat mencapai 25 lembar. Sedangkan untuk Karakteristik kualitasnya adalah sebanyak 5 buah, sehingga kesempatan kegagalan yang terjadi dalam satu juta produk adalah sebanyak 21645 lembar.

2. Mengukur Level Sigma

Untuk mengukur level sigma bisa digunakan alat bantu berupa tabel konversi sigma ataupun kalkulator sigma, tapi disisni peneliti menggunakan Microsoft exel dengan memasukkan formula sebagai berikut :

=NORMSINV((1000000-21645)/1000000)+1.5 Dan hasilnya adalah nilai sigma = 3,521

Tabel 4.11 Kapabilitas Proses Bulan Maret 2011

Keterangan Nilai Total Pemeriksaan 231

Total Defect 25

CTQ 5 DPMO 21645

Sigma 3,521


(70)

1. Mengukur tingkat DPMO

DPO =

DPMO = DPO x 1.000.000

 Jumlah pemeriksaan : 220  Jumlah cacat ditemukan : 20  Jumlah CTQ : 5

 DPO = = 0.018181  DPMO = 0.018181 x 1.000.000

= 18181

Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa pada bulan februari dilakukan pemeriksaan sebanyak 220 lembar produk dengan jumlah produk yang cacat mencapai 20 lembar. Sedangkan untuk Karakteristik kualitasnya adalah sebanyak 5 buah, sehingga kesempatan kegagalan yang terjadi dalam satu juta produk adalah sebanyak 18181 lembar.

2. Mengukur Level Sigma

Untuk mengukur level sigma bisa digunakan alat bantu berupa tabel konversi sigma ataupun kalkulator sigma, tapi disisni peneliti menggunakan Microsoft exel dengan memasukkan formula sebagai berikut :

=NORMSINV((1000000-18181)/1000000)+1.5 Dan hasilnya adalah nilai sigma = 3,591


(71)

Tabel 4.12 Kapabilitas Proses Bulan April 2011

Keterangan Nilai Total Pemeriksaan 220

Total Defect 20

CTQ 5 DPMO 18181

Sigma 3,591

d. Bulan Mei 2011

1. Mengukur tingkat DPMO

DPO =

DPMO = DPO x 1.000.000

 Jumlah pemeriksaan : 250  Jumlah cacat ditemukan : 16  Jumlah CTQ : 5

 DPO = = 0.0128  DPMO = 0.0128 x 1.000.000

= 12800

Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa pada bulan februari dilakukan pemeriksaan sebanyak 250 lembar produk dengan jumlah produk


(1)

79 

 

3. Mesin

Severity (S) = 7 ( pengaruh buruk yang tinggi )

Occurance (O) = 3 ( kegagalan agak jarang terjadi )

Detection (D) = 5 ( alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan )

Nilai RPN = S x O x D

= 7 x 3 x 5

= 105

4. Metode

Severity (S) = 4 ( pengaruh buruk yang moderat )

Occurance (O) = 3 ( kegagalan agak terjadi )

Detection (D) = 7 (keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan rendah)

Nilai RPN = S x O x D

= 4 x 3 x 7

= 84


(2)

Berdasarkan dari nilai RPN yang terbesar pada proses pembuatan produk karpet bali karena peralatan manusia yang kurang diperhatikan, baik dalam hal pegawai kurang teliti, kurang hati-hati dan kurang terampil. Dengan melihat nilai RPN, maka disini peneliti hanya memberikan sebatas usulan rencana perbaikan dan pengendalian kepada pihak perusahaan untuk mengurangi tingkat resiko kegagalan. Adapun rangkuman hasil perhitungan RPN dapat dilihat seperti tabel 4.18 berikut :

Table 4.18 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Failure Mode Potensial

Problem Root Cause S O D RPN

(Manusia) Pegawai kurang teliti, kurang hati-hati,

kurang trampil

5 7 4 140 (Material)

Bahan tidak di tempatkan dengan

baik dan di tumpuk 6 5 4 120 (Mesin) Kurang perawatan dan

pengecekkan jadwal perawatan

7 3 5 105

- Streaty

- Nglongkop

- Brodol

- Pressure

- Stop mark

(Metode)

Prosedur kerja kurang di pahami dan system

inspeksi kurang diperhatikan

4 3 7 84

Analisa tabel :

Prioritas 1 : nilai RPN 140

Memberikan himbauan pada operator agar tidak melakukan kesalahan Prioritas 2 : nilai RPN 120

Memberikan tempat yang bersih dan cukup agar penempatan bisa tersusun rapi

Prioritas 3 : nilai RPN 105


(3)

81 

 

Membuat jadwal inspeksi secara intensif dan diadakan pelatihan tentang prosedur kerja yang tepat

Berdasarkan nilai RPN maka usulan perbaikan dari nilai RPN mmulai dari terbesar hingga sampai kecil

 

Tabel 4.19. Usulan Rencana Perbaikan

 

RPN 

Potential root cause 

 

Usulan Tindakan Perbaikan 

Pegawai kurang teliti   Memberikan training kepada operator untuk memperbaiki hasil kerja

140 

Pegawai kurang hati‐ hati dan kurang  trampil 

Memberi peringatan dan pengarahan kepada operator agar lebih disiplin dan teliti dalam menjalankan proses

produksi

120  Bahan tidak di tempatkan dengan baik dan di tumpuk

Pengecekan kualitas awal materiad dan membuat ukuran perbandingan yang baik untuk bahan baku

105  Kurangnya perawatan  dan pengecekan  jadwal perawatan 

 Melakukan perawatan berkala pada mesin dan memberikan himbaun

 Prosedur kerja kurang dipahami

Diadakan pelatihan tentang prosedur kerja yang tepat

84 

 Sistem inspeksi kurang diperhatikan

Membuat jadwal inspeksi secara intensif

4.5. Control

Pada tahap ini merupakan tahap operasional terakhir. Tetapi pada penelitian ini tidak dapat melaksanakan kontrol karena pada tahap improve hanya sebatas usulan Sehingga pada tahap ini hasil-hasil pengukuran didokumentasikan untuk dijadikan pedoman kerja.


(4)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di PT. Classic Prima Carpet maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses selama bulan februari – juli 2011 diukur dengan tingkat DPMO dan level sigma dengan pemeriksaan sebanyak 1.388 lembar dan defect sebanyak 120 lembar adalah : DPMO = 17.291 dan level sigma = 3,61

Sebelum dilakukan penelitian pada bulan februari - juli terdapat cacat sebanyak 3% dari 1.388 lembar dengan nilai DPMO = 23.342 dan level sigma = 3,489. Dan setelah dilakukan penelitian Pada bulan februari – juli 2011 pada 1.388 lembar karpet diketahui nilai DPMO=17.291 dan level sigma=3,613 2. Usulan perbaikan yang diberikan untuk mengurangi jumlah defect adalah :

Prioritas 1 : nilai RPN 140, pada manusia :

Memberikan himbauan pada operator agar tidak melakukan kesalahan Prioritas 2 : nilai RPN 120, pada material :

Memberikan tempat yang bersih dan cukup agar penempatan bisa tersusun rapi

Prioritas 3 : nilai RPN 105, pada mesin :


(5)

83

Prioritas 4 : nilai RPN 84, pada metode :

Membuat jadwal inspeksi secara intensif dan diadakan pelatihan tentang prosedur kerja yang tepat

5.2 Saran

Pada akhir penelitian ini dapat diberikan beberapa saran bagi perusahaan adalah sebagai berikut:

 Mempertimbangkan usulan perbaikan dari peneliti untuk diimplementasikan di perusahaan.

Mengimplementasikan metode six sigma sebagai untuk perbaikan proses secara terus menerus.


(6)

Evans dan Lindsay, (2007), Pengantar Six Sigma, Salemba Empat.

E.V. Yuliana Wibisono (2007), Usaha Penurunan Persentase Cacat Ring Piston Tipe 4ja1 Pada Proses Habanakashi Mesin Besly

Gaspersz, V., (2001), Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas, Gramedia

Pustaka Utama.

Gaspersz, V., (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma: Terintegrasi dengan ISO 9001: 2001, MBNQA, dan HACCP, Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Montgomery, D.C., 1998, Introduction to Statistical Quality Control, Wiley. Pande, dkk., (2002), The Six Sigma Way, Andi Yogyakarta.

Priyambodo, Lean Six Sigma, WordPress.com

Purnama, N., (2006), Manajemen Kualitas Perspektif Global, Ekonisia, Yogyakarta

Pyzdek, T., (2002), The Six Sigma Handbook, Salemba Empat.

Singgih dan Renanda, 2008, Peningkatan Kualitas Produk Kertas Dengan Menggunakan Pendekatan Six Sigma Di Pabrik Kertas Y, Yogyakarta