FUNGSI MUSIK KIAI KANJENG DALAM PENGAJIAN MOCOPAT SYAFA’AT JAMA’AH MAIYAH DI TIRTONIRMOLO KASIHAN BANTUL.

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta ` Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

oleh Setyo Pramono NIM 08208244032

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi ! " "" " #

$ % &


(7)

(8)

viii

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI ... 7

A. Fungsi Musik ... 7

B. GamelanKiai Kanjeng ... 10

C. Pengajian Mocopat Syafa’at ... 14

D. Jama’ah Maiyah ... 22


(9)

ix

C. Data Penelitian ... 26

D. Teknik Pengumpulan Data ... 27

1. Teknik Observasi ... 27

2. Teknik Wawancara ... 28

3. Teknik Dokumentasi ... 31

E. Instrumen Penelitian ... 32

F. Triangulasi ... 33

G. Analisis Data ... 34

BAB IV FUNGSI MUSIK KIAI KANJENG DALAM PENGAJIAN MOCOPAT SYAFA’AT JAMAAH MAIYAH DI TIRTONIRMOLO KASIHAN BANTUL ... 36

A. Sebagai Sarana Komunikasi ... 36

B. Sebagai Sarana Hibura ... 38

C. Sebagai Media Penerangan ... 40

D. Sebagai Pendidikan Norma Sosial ... 41

E. Sebagai Ritual Agama ... 42

F. Sebagai Identitas Masyarakat ... 43

G. Sebagai Sarana/Media Pendidikan ... 44

BAB V PENUTUP ... 46

A. kesimpulan ... 46


(10)

(11)

xi Oleh : Setyo Pramono NIM. 08208244032

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi musik Kiai Kanjeng dalamPengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah di Tirtonirmolo Kasihan Bantul.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Objek dari penelitian ini adalah musikKiai Kanjeng, adapunyang diteliti dari obyek itu sendiri adalah fungsi dari musik Kiai Kanjeng. Pengumpulan datanya dengan cara (1) Observasi, (2) Wawancara, dan (3) Dokumentasi. Tahap-tahap dalam menganalisis data adalah dengan (1) Reduksi Data, (2) Penyajian data, dan (3) Penyimpulan.Untuk pemeriksaan keabsahan datanya dilakukan dengan triangulasi teknik pengumpulan data.

HasilpenelitianmenunjukanbahwafungsimusikKiaiKanjengadalahsebagai; (1)

saranakomunikasiantarapemainmusikdanjama’ahsertakomunikasikepadaSangPenc

ipta; (2) saranahiburandapatmemberikepuasan yang

bersifatkesenangandankegembiraansertamenghindarkantekanan-tekananpsikologismaupunfisik; (3) media peneranganmelaluilagu-lagusebagaimisidakwah; (4) pendidikannormasosialberupapesan-pesan moral lewatsyairlagu yangdisampaikankepadapendengar; (5) ritual keagamaansebagaipengiringperibadatanketikaterdapatpenceramahatauustadmenya mpaikandakwah; (6) identitasmasyarakatdidalam instrument gamelan yang merupakan simbol dari masyarakat Jawa; (7)media pendidikan melalui media

musik yang

berperandalampembentukanberpikirsecarakreatifterpacudanberkembangsehinggad apatdigunakanmanusiadalam proses belajar;


(12)

1 A. Latar Belakang Masalah

Sudah sejak ribuan tahun, musik telah memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh, bunyi genderang dan sangkakala yang dibunyikan untuk menandakan bahwa perang akan dimulai. Selanjutnya, musik juga terdengar didalam upacara keagamaan, seperti pemujaan terhadap arwah para leluhur yang mereka anggap suci George dan Hodges (dalam Y Sumandiyo Hadi 2006: 34).

Pada dasarnya ritual keagamaan berawal dari kepercayaan dan keyakinan yang diadopsi oleh para leluhur. Keyakinan tersebut berkembang menjadi sebuah pola yang digunakan sebagai alat atau cara dalam melakukan suatu pemujaan. Sebagai contoh, terdapat sesajen dan alunan musik yang digunakan dalam sarana ritual keagamaan. Dengan berjalannya waktu, aktivitas tersebut semakin berkembang dalam kehidupan manusia dan membentuk suatu komunitas, kekerabatan. Sehingga menjadikan organisasi yang mempunyai keyakinan yang sama. Komunitas tersebut dikenal dengan nama agama O’Dea (dalam Y Sumandiyo Hadi 2006: 34).

Di negara berkembang khususnya di Indonesia, terdapat berbagai macam suku yang masih kental terhadap unsur ritual budayanya. Budaya yang turun-temurun tersebut selalu diwariskan kepada anak cucunya sebagai


(13)

sarana dalam peribadatan untuk menyembah Tuhan. Perjalanan budaya beragama di Indonesia sangat dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha, ini terbukti dengan adanya penggunaan sesajen dan dupa/kemenyan pada saat melakukan ritual peribadatan kepada Tuhan.

Di dalam sejarah Nusantara Wali Songo adalah tokoh-tokoh yang sangat berperan penting terhadap penyebarkan ajaran agama Islam. Hal ini Wali Songo mempunyai cara-cara khusus, sebagai contoh Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga melakukan pendekatan ritual keagamaan dengan cara mengkolaborasikan budaya Islam dengan budaya Hindu dan Budha, sehingga tercetuslah adanya sesaji. Misalnya penggunaan sesaji dalam melakukan ritual kepada Tuhan sebagai persembahan tanda bakti atau ucapan terimakasih atas hasil panen yang melimpah. Selain menggunakan media sesaji Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga mengunakan media bunyi untuk menarik perhatian masyarakat supaya datang dan mendengarkan syiar agama nya, yaitu dengan menggunakan alat musik yang biasa disebut gamelan. Gamelan ini berfungsi sebagai daya tarik perhatian orang untuk datang dan mendengarkan syiar agamanya.

Gamelan merupakan seperangkat alat musik Jawa yang terdiri dari kendang, demung, saron, peking, gong, bonang, slenthem, kethuk dan kenong, gender, gambang, rebab, siter, suling. Kecenderungan terhadap permainan alat musik gamelan adalah bersuara lembut dan sengaja seperti menghadirkan suasana ketenangan jiwa yang dimana prinsip itu terselaraskan mengenai prinsip hidup orang Jawa pada umumnya. Wujud paling nyata bisa


(14)

kita dapati dalam musik gamelan pada tarikan tali rebab yang sedang, paduan keseimbangan bunyi kenong, saron, kendang dan gambang serta suara gong disetiap penutup irama. Pada intrumen gamelan Jawa dibedakan menjadi dua laras nada yaitu slendro dan pelog. Dalam sejarah yang berkembang dimasyarakat pada khususnya Pulau Jawa gamelan slendro lebih tua daripada gamelan pelog. Gamelan slendro memiliki lima nada dalam satu oktaf yaitu, 1, 2, 3, 4, 5, 6 (ji, ro, lu, pat, mo, nem) sedangkan gamelan pelog memiliki tujuh nada dalam satu oktaf yaitu, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 (ji, ro, lu, pat, no, nem, pi).

Didalam lingkup keraton gamelan, masih mempunyai peran yang sangat sakral. Peran dan fungsi gamelan itu sendiri ikut mempunyai andil dalam kehidupan di masyarakat Jawa khususnya di dalam lingkup keraton. Suatu contoh gamelan Kiai Guntur madu dan Kiai Guntursari, gamelan ini dimainkan pada saat-saat tertentu yaitu pada waktu acara sekaten yang dimulai pada tanggal 5 Maulud hingga 12 Maulud selain ditabuh untuk memperingati hari kelahiran dan wafatnya Nabi Muhamad SAW, biasanya gamelan tersebut juga ditabuh untuk menyambut tamu agung keraton dan juga acara-acara resmi di dalam keraton.

Selain itu di Yogyakarta terdapat salah satu kelompok musik yang menggunakan alat musik gamelan dan dikolaborasikan dengan alat-alat musik barat seperti biola, gitar elektrik, bass elektrik, drum, dan keyboard. Kelompok musik ini dikenal dengan nama Kiai Kanjeng. Sebagai catatan awal Kiai Kanjeng adalah bukan nama orang-orang yang tergabung dalam


(15)

kelompok musik tersebut, akan tetapi Kiai Kanjeng adalah sebuah konsep nada (laras nada) gamelan yang tidak berlaras slendro dan tidak berlaras pelog sebagaimana gamelan pada umumnya yang tercipta dari tangan Novi Budianto. Untuk selanjutnya nama dari sebuah konsep nada pada perkembangannya dipinjam untuk semacam tenger sebagai nama Jaringan musisi di Yogyakarta yang memiliki kegelisahan kreatifitas pada waktu itu.

Musik Gamelan Kiai Kanjeng digunakan sebagai sarana dakwah oleh seorang budayawan yang bernama Emha Ainun Nadjib. Gamelan Kiai Kanjeng selalu tampil dan mendampingi dalam acara pengajian yang disebut dengan nama Mocopat Syafa’at. Pengajian Mocopat Syafa’at dilaksanakan setiap tanggal 17 yang diselenggarakan di halaman Taman Kanak Islam Terpadu Alhamdullilah di desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul yang dihadiri oleh jama’ah Maiyah. Jama’ah Maiyah adalah sebutan bagi para jama’ah yang hadir didalam acara Mocopat Syafa’at.

Pengajian Mocopat Syafaat ini dihadiri oleh berbagai kalangan masyarakat, ada yang dari mahasiswa, petani, pedagang, buruh serta kalangan masyarakat lainnya. Narasumber yang hadirpun bermacam-macam tidak hanya dari kalangan ustad maupun kyai, akan tetapi ada yang berasal dari mahasiswa, aktivis, budayawan, wartawan ataupun pejabat daerah sampai dengan pusat. Tema yang disuguhkanpun tidak hanya terfokus pada lingkup agama saja. Beberapa ragam tema selalu dihadirkan disini dari agama, budaya, sosial, dan politik. Semua narasumber yang diundang memberikan


(16)

argumen, berbagi pengalaman, serta melayani sesi tanya jawab kepada jama’ah yang bertanya.

Dibandingkan dengan pengajian pada umumnya yang durasi waktunya hanya dua sampai tiga jam, akan tetapi dalam pengajian Mocopat Syafa’at waktunya lebih lama. Yakni dimulai pukul 20.00 WIB sampai dengan pukul 03.00 WIB. Musik Kiai Kanjeng memiliki peranan penting dalam pengajian Mocopat Syafa’at. Musik tersebut memiliki peran tidak hanya sebagai pengiring tetapi sebagai sarana untuk menambah kekhusukan dalam proses pegajian berlangsung. Kiai Kanjeng menjadikan suasana dalam pengajian menjadi lebih menarik, hal tersebut secara umum belum diketemukan didalam proses pengajian yang lain.

Hal ini dianggap menarik oleh penulis untuk diteliti, karena didalam penelitian yang akan dilakukan, penulis ingin mengetahui Fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah yang diadakan di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan pemaparan uraian latar belakang tersebut maka, permasalahan difokuskan pada fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at jama’ah Maiyah di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah di desa Tirtonirmolo, Kasihan , Bantul.


(17)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai fungsi musik Kiai Kanjeng didalam pengajian Mocopat Syafa’at pada khususnya.

b. Dapat dijadikan suatu bahan referensi dan dapat dikembangkan lagi dalam penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai salah satu alternatif metode penyampaian didalam acara sebuah pengajian, yang bagaimana dalam pengemasan acaranya dapat memudahkan jama’ah dalam menerima materi dengan menggunakan media seni.

b. Bagi peneliti menjadikan pengalaman dan pembelajaran dalam menuliskan karya ilmiah agar termotivasi untuk selalu terus belajar khusus mengenai seni budaya daerah.


(18)

7 A. Fungsi Musik

Fungsi musik menurut Martopo (2005: 1) musik merupakan seni yang paling abstrak dan sekaligus juga merupakan realitas bunyi, yang memiliki banyak keunggulan untuk membantu pendidikan watak seseorang (ekspresi, emosional), digunakan juga dalam sebuah tradisi adat (komunikasi, pelestari kebudayaan,respon sosial, pemersatu bangsa, respresentasi simbol, pendidikan norma sosial), dan hiburan serta sebagai promosi dagang.

Selain itu menurut Bahari (2008: 55) Musik dikatakan sebagai sarana ritual apabila sebuah musik mengandung nilai-nilai dalam rangka hubungan antara manusia dengan sang Khaliq (Tuhan), penilaian ini dapat ditinjau dari beberapa aspek yang terkandung didalam musik tersebut yaitu; dari segi komposisi, lirik dan dari segi penyajiannya.

Sedangkan Meriam (1964: 218) berpendapat tentang beberapa pengertian fungsi musik, yaitu: Fungsi pengungkapan emosional, fungsi penghayatan estetis, fungsi hiburan, sarana komunikasi, fungsi perlambangan, fungsi reaksi jasmani, fungsi instasi sosial dan ritual keagamaan,fungsi pengesahan lembaga sosial, fungsi kesinambungan budaya,fungsi pengintegrasian masyarakat.


(19)

Meriam dalam bukunya The Antroplogi of Music menyatakan ada sepuluh fungsi dari musik, berikut akan dijelaskan mengenai sepuluh fungsi tersebut:

1. Fungsi Pengungkapan Emosional

Musik sebagai suatu sarana dan media bagi seseorang dalam mengungkapkan perasaan atau emosi, dengan kata lain pemain dapat mengungkapkan perasaan atau emosinya melalui media musik.

2. Fungsi Penghayatan Estetis

Musik merupakan salah satu karya seni. Suatu karya dapat dikatakan karya seni apabila dia memiliki unsur keindahan atau estetika didalamnya. Melalui musik kita dapat merasakan nilai-nilai keindahan baik melalui melodi atau pun dinamiknya.

3. Fungsi Hiburan

Musik memiliki fungsi hiburan, mengacu kepada pengertian bahwa sebuah musik pasti mengandung unsur-unsur yang bersifat menghibur. Hal ini dapat dinilai dari melodi ataupun liriknya.

4. Fungsi Komunikasi

Musik memiliki komunikasi, sebuah musik yang berlaku disuatu daerah tertentu memiliki kebudayaan yang mengandung isyarat sendiri yang hanya diketahui oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari teks ataupun melodi musik tersebut.


(20)

5. Fungsi Perlambangan

Musik memiliki fungsi dalam melambangkan suatu hal. Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek musik tersebut, misalnya tempo sebuah musik. Jika tempo sebuah musik lambat, maka kebanyakan teksnya menceritakan hal-hal yang menyedihkan. Sehingga musik itu melambangkan akan kesedihan dan apabila musik tersebutmenggunakan tempo cepat musik itu melambangkan semangat atau emosi. Hal tersebut dapat dilihat dari melodi, tempo dan lirik.

6. Fungsi Reaksi Jasmani

Jika sebuah musik dimainkan, musik dapat merangsang sel-sel syaraf manusia sehingga menyebabkan tubuh kita bergerak mengikuti irama musik tersebut. Jika musiknya cepat maka gerakan kita cepat, dan begitu juga sebaliknya.

7. Fungsi Yang Berkaitan Dengan Norma Sosial

Musik berfungsi sebagai media pengajaran akan norma-norma atau peraturan-peraturan. Penyampaiannya melalui teks-teks nyanyian dan berisi aturan-aturan.

8. Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial

Sebuah musik memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu upacara, musik merupakan salah satu unsur yang penting dan menjadi bagian dalam upacara. Bukan hanya sebagai pengiring dalam suatu kegiatan sosial dalam masyarakat.


(21)

9. Fungsi Kesinambungan Budaya

Fungsi ini hampir sama dengan fungsi yang berkaitan dalam norma sosial. Dalam hal ini musik berisi tentang ajaran-ajaran untuk meneruskan sebuah system kebudayaan terhadap generasi selanjutnya. 10. Fungsi Pengintegrasian Masyarakat

Musik memiliki fungsi dalam pengintegrasian masyarakat. Suatu musik apabila dimainkan secara bersama-sama maka tanpa disadari musik tersebut menimbulkan rasa kebersamaan diantara pemain atau penikmat musik tersebut.

B. Gamelan Kiai Kanjeng

Menurut I Nyoman Sukerna (2003: 4) Gamelan merupakan salah satu jenis dari sekian banyak perangkat ansambel yang secara musikal dapat menyuguhkan sajian yang sangat menarik dan mengagumkan, karena disetiap permainan instrumennya mempunyai karakter dan fungsi masing-masing.

Selanjutnya menurut Sumarsam (2003: 345) Gamelan adalah suatu ansambel Jawa yang mempunyai pijakan nada yaitu pelog dan slendro. Instrumennya terbuat dari berbagai macam bahan logam seperti logam besi, logam kuningan, dan logam perunggu, cara bermainnya adalah dengan cara dipukul.

Menurut Lili Suparli (2010: 6) Istilah gamelan berasal dari kata gamel yang berarti pukul atau tabuh. Sedangkan istilah gamelan sendiri mempunyai arti sebagai benda yang dipukul atau di tabuh, nama-nama jenis gamelan dapat dikelompokkan berdasarkan kepada aspek wilayah budayannya, aspek


(22)

jenis bahan, aspek identitas sebuah nama, fungsi dan kegunaannya,serta aspek laras yang digunakannya. Artinya nama wilayah budaya yang menyertai kata gamelan, menunjukkan identitas wilayah budaya pemiliknya.

Selanjunya menurut Bram Palgunadi (2002: 1) Gamelan adalah alat musik Jawa yang digunakan sebagai pelengkap berbagai kegiatan seperti; ritual, kesenian dan hiburan oleh masyarakat suku Jawa, yang pada dasarnya gamelan merupakan kumpulan dari sejumlah ricikan (instrumen musik).

Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa, gamelan adalah instrumen musik asli Nusantara yang merupakan warisan nenek moyang. Gamelan terbuat dari beberapa jenis bahan logam yaitu: dari logam besi, logam perunggu, logam kuningan dan memainkannya dengan cara dipukul. Diantara gamelan-gamelan yang ada di Nusantara mungkin terlihat berbeda namun perbedaannya bukan terletak pada bahan ataupun laras yang digunakannya,dan juga bukan terletak padafungsi perbedaan penyajiannya akan tetapi lebih disebabkan oleh konsep estetika cara memainkannya. Suatu contoh di daerah Jawa dan Sunda terdapat gamelan wayang, gamelan klenengan, dan gamelan tari, dari ketiga fungsi itu apabila dilihat dari sudut pandang bahan, bentuk, dan laras bisa juga merupakan gamelan yang sama.

Menurut Ziaulhaq (2014), kiai adalah gelar khas Nusantara, khususnya di Pulau Jawa. Satu kata ini berasal dari gabungan dua unsur kata, yakni ‘ki’ dan ‘yai’. Kata ‘ki’ adalah panggilan kepada laki-laki yang dihormati. Bagi wanita kata ‘ki’ diganti dengan ‘nyi’. Sampai saat ini sebutan ‘ki’ tetap melekat bagi orang-orang yang beraktifitas dalam kebudayaan Pulau Jawa


(23)

pada khususnya, baik ranah fisik maupun spiritual. Sedangkan kata ‘yai’ adalah gelar kehormatan bagi apapun yang dianggap memiliki kewaskitaan dan kewibawaan. Orang maupun benda, sehingga benda-benda pusaka pun disebut ‘kiai’ semisal kiai guntur, dan kiai nogo wilogo, sepanjang set gamelan yang ditabuh saat perayaan sekaten di Yogyakarta, atau sebutan bagi kerbau kehormatan di Surakarta, Kiai Slamet.

Selanjutnya menurut Gus Mus (2007), kata “Kiai” ini memiliki sinomin dalam bahasa Arab, yakni syaikh. Secara terminologi, arti kata syaikh adalah “man balagha rutbatal fadli” yaitu orang-orang yang telah sampai pada derajat pada keutamaan, yakni berpengetahuan agama dan mengamalkan ilmu itu untuk dirinya serta mengajarkan kepada murid-muridnya. Penyebutan kiai ini berasal dari inisiatif masyarakat, bukan dari dirinya sendiri atau propaganda media masa. Orang yang sudah melampaui usia lanjut (sepuh) pun disebut syaikh, dan anak muda yang berpengetahuan agama luas serta mulia budinya juga disapa dengan sebutan syaikh. Intinya, sebutan kiai disematkan bagi orang-orang yang waskita, khususnya mereka yang berpengetahuan agama dan membimbing masyarakat, baik dilingkungan pesantren atau bukan.

Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kiai bukan merupakan jabatan yang diberikan oleh media massa yang tanpa nilai atau propagandamedia sosial. Kiai adalah orang yang mempunyai pengetahuan agama dan dapat mengamalkan untuk dirinya sendiri dan diajarkan kepada murid-muridnya. Kiai dalam budaya masyarakat bisa disebut juga orang yang


(24)

mempunyai petuah dari kata-kata, yakni perbuataannya yang dapat dipertanggung jawabkan dan mereka siapapun yang memandang segala sisi kehidupan umat dengan pandangan rahmat, kasih sayang, bukan pandangan kebencian, kebengisan, apalagi kekejian dan kekejaman.

Menurut Achmad Chodjim (2003: 15) istilah kata Kanjeng merupakan pangkat atau gelar kehormatan yang diberikan oleh Sultan. Kata Kanjeng merupakan peninggalan penyebutan para wali songo yang pada waktu itu diberikan oleh Sultan, sebagai gelar kehormatan yang diberikan kepada ulama-ulama penyebar agama islam pada zaman Walisongo.

Selanjutnya menurut Yusril Ihza Mahendra (2013) Didalam serat Ambiyasa, sebuah karya Islam Jawa dikisahkan kehidupan pada zaman Nabi Muhamad S.A.W semua tokoh dan kerabat Nabi Muhamad S.A.W diberikan gelar dan sebutan bangsawan seperti di Jawa. Karena kakek nabi Muhamad S.A.W menjadi penguasa kota mekkah, beliau disebut Adipati Abdul Mutalib. Di pulau Jawa atau Sunda, Nabi Muhammad diberi sebutan "Kanjeng" yang maksudnya Nabi Muhammad S.A.W, Istilah "Pangeran" di Jawa dan Sunda ditujukan kepada "Gusti" yakni Allah. Sedangkan kata "Kanjeng" digunakan untuk Rasulullah. Padahal dalam sejarah di dunia Arab, Nabi Muhammad S.A.W tidak dipangil dengan istilah "amir" atau "kanjeng" pemanggikan istilah kanjeng hanya ada di Jawa dan Sunda.

Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah kata kanjeng merupakan peninggalan budaya dari para leluhur, yang artinya adalah gelar kehormatan yang pada khusunya merupakan pemberian dari


(25)

Sultan yang kemudian menjadi budaya didalam masyarakat khusunya Jawa dan Sunda.Selanjutnya bagi masyarakat nama Kiai dijadikan sebagai identitas orang yang sudah mapan dalam segi spiritual. Kiai adalah sebutan bagi nilai terhadap sesuatu bentuk fisik manusia atau pun benda yang mempunyai energi spritual yang memiliki kewaskitaan dan kewibawaan baik dari segi ranah fisik maupun spiritual.

C. Pengajian Mocopat Syafa’at

Menurut Suyanto (2003: 4) Mocopat adalah karya sastra berbahasa jawa baru berbentuk puisi yang disusun menurut kaidah-kaidah tertentu meliputi guru gatra, guru lagu dan guru wilangan. Sedangkan menurut Rudi Setyawan (1993: 3) Mocopat adalah puisi tradisi jawa yang ditembangkan secara vokal tanpa iringan instrumen, dengan patokan-patokan tertentu, yaitu meliputi patokan tembang dan patokan sastra.

Menurut Mardiwasito (1983: 64) tembang mocopat adalah nyanyian bersinomim dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal dari kawi (bahasa sansekerta) yang berarti penyair.

Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa mocopat adalah sebuah bentuk tembang klasik Jawa dan merupakan sebuah bentuk puisi jawa tradisional, yang pada setiap baitnya terdiri dari empat baris kalimat. Di dalam tembang mocopat tersebut terdiri dari sebelas bagian dan kesemuanya mempunyai filosofi dalam menjalani urutan-urutan proses kehidupan, yaitu manusia pada waktu diciptakan, (di alam ruh), manusia pada waktu lahir dan hidup di dunia dengan segala warna dan sifat-sifatnya (bayi, anak-anak,


(26)

dewasa, asmara, menikah, tua) dan manusia pada saat akan menjelang mati (kembali ke sang Khaliq). Mocopat mengandung arti “Janmo Koco Asipat” yang mempunyai arti cerminan sifat-sifat kehidupan manusia dan gambaran-gambaran kehidupan manusia yang diungkapkan lewat sebuah tembang sebagai gambaran proses kehidupan.

Berikut penjelasan tentang urutan-urutan tembang Mocopat serta penjelasannya:

1. Maskumambang

Maskumambang menurut Suyanto (2003: 16) adalah gambaran dimana manusia masih di alam ruh, yang kemudian ditanamkan dalam rahim/ gua garbaning ibu kita. Dimana pada waktu di alam ruh Alloh S.W.Ttelah bertanya kepada kita “Alastu Bi Robbikum” yang artinya: Bukankah aku ini Tuhanmu dan pada waktu itu ruh-ruh kita telah menjawabnya “Qoolu Balaa Sahidna” yang artinya benar ya Alloh engkau adalah Tuhan kami dan kami semua menjadi saksinya.

Selanjutnya menurut Damar Jati (2007: 70) Maskumambang menggambarkan manusia masih ada di alam ruh dan belum lahir, selanjutnya ruh dititiskan pada tempat yang disebut gua garbaning ibu (dalam bahasa jawa). Kumambang artinya mengapung, terapung menggambarkan manusia ada didalam rahim sang ibu. Untuk watak tembang ini umumnya mempunyai karakter orang yang lagi merasa kesakitan dan sengsara.


(27)

2. Mijil

Mijil menurut Suyanto (2003: 16) merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia, mijil atau mbrojol, mencolot dan keluarlah si jabang bayi bernama manusia. Dan manusia sudah mulai berproses dalam kehidupan di bumi menjadi seorang anak.

Selanjutnya menurut Damar Jati (2007: 55) Mijil merupakan proses kelahiran manusia keluarlah si jabang bayi dari perut sang ibu yang akan berproses menjadi seorang manusia dan untuk melanjutkan proses berikutnya.

3. Sinom

Sinom menurut Suyanto (2003: 16) menggambarkan manusia dalam keadaan masa-masa muda atau dalam bahasa jawa (enom), yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari muda identik dengan ingin menang sendiri. Adalah lukisan dari masa muda, masa yang indah, penuh dengan harapan dan angan-angan.

Selanjutnya menurut Damar Jati (2007: 60) sinom menggambarkan kehidupan manusia sebagai balita hingga usia anak-anak. Ia masih selalu dikanthi, artinya dibawa, disandhing, digendong, dan kemana-mana diawasi secara cermat dan teliti, menuju remaja.

4. Kinanthi

Kinanthi menurut Pandi Upandi (2009: 40) adalah masa pembentukan jati diri dan meniti jalan menuju cita-cita. Kinanthi berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa kita membutuhkan


(28)

tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud. Misalnya belajar dan menuntut ilmu secara sungguh-sungguh. “Apa yang akan kita petik esok hari adalah apa yang kita tanam hari ini” dan “ Apabila kamu berbuat kebajikan maka kebajikan itu akan kembali padamu, tapi jika kamu berbuat jahat itu akan kembali kepada kamu juga”.

Selanjutnya menurut Damar Jati (2007: 68) Kinanthi adalah salah satu tembang mocopat yang pada ummunya menggambarkan rasa senang, cinta dan kebijaksanaan. Kinanthi bisa juga mempunyai arti bergandengan tangan dan bisa juga nama sebuah bunga. Kinanthi berasal dari kata kanthi atau tuntun yang maknanya kita sendiri butuh tuntunan, atau jalan yang benar supaya cita-cita dan pengharapan menjadi terlaksana.

5. Asmaradhana

Asmaradhana menurut Suyanto (2003: 16) menggambarkan masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta, ditenggelamkan dalam lautan kasih.

Selanjutnya Asmaradana menurut Suyanto (2003: 18) menggambarkan kehidupan manusia yang sedang terbakar oleh api asmara. Dahana (api), asmara (cinta), bahkan seperti orang gila karena jatuh cintanya pada seseorang yang menjadi pujaannya.

6. Gambuh

Gambuh menurut Suyanto ( 2003: 20) adalah jumbuh/ bersatu yang artinya komitmen untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah


(29)

tangga. Dan inti dari kehidupan rumah tangga yaitu: “Hunna Li Bassulakum, Wa Antum Libaasu Lahun” yang artinya: Istri-istrimu itu merupakan pakaian bagimu, dan kamu merupakan pakaian baginya. Hal ini mempunyai maksud dalam berumah tangga seharusnya saling menjaga, melindungi, dan mengayomi satu sama lain, agar biduk rumah tangga menjadi harmonis dan sakinah dalam naungan ridhoNya.

Selanjutnya menurut Damar Jati (2003: 44) gambuh menggambarkan kehidupan manusia yang gila asmara tadi sangat perlu dinasehati, diberi petunjuk, didudukkan baik-baik oleh yang tua (dewasa berpikir), dinikahkan. Hal ini dalam bahasajawa disebut ang-gambuh-i.

7. Dandanggulo

Dandanggulo menurut Damar Jati (2007: 70) gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan telah tercapai, cukup sandang, papan dan pangan. Karena hidup bahagia itu kuncinya adalah rasa syukur, yakni selalu bersyukur atas rezeki yang dianugerahkan Alloh SWT kepada kita.

Selanjutnya Dandanggulo menurut Suyanto (2003: 78) Dandanggulo menggambarkan kehidupan manusia yang sedang menempuh berbagai suka dan duka, haus, pahit getirnya dan manisnya kehidupan dalam berumah tangga. Dandang artinya (haus/pahit) sedangkan gula (manis/senang).


(30)

8. Durma

Durmo menurut Elly Komala (2010: 64) merupakan wujud dari rasa syukur kita kepada Alloh maka kita harus sering berderma, durma berasal dari derma yang artinya bersedekah berbagi kepada sesama, dengan berderma kita tingkatkan empati sosial kita kepada saudara-saudara kita yang kekurangan, mengulurkan tangan dan berbagi kebahagiaan, dengan membantu sesama makhluk di bumi.

Selanjutnya menurut Suyanto (2003: 20) Durma menggambarkan kehidupan kita yang sangat membutuhkan ajaran Dharma/ Dhurmo (Agama) yaitu ajaran susila, upacara taqwa. Sehingga hidup kita menjadi berguna khususnya untuk diri sendiri, untuk keluarga, masyarakat dan negara.

9. Pangkur

Pangkur menurut Wawan Susetya (2007: 67) Pangkur atau Mungkur artinya menyingkirkan hawa nafsu angkara murka, nafsu negatif yang menggerogoti jiwa. Menyingkirkan nafsu-nafsu angkara murka, memerlukan riyadhah/ upaya yang sungguh-sungguh. Atau dalam kata lain mengngerem nafsu-nafsu yang yang ada pada diri manusia.

Selanjutnya menurut Elli Komala (2010: 67) Pangkur menggambarkan kehidupan kita nantinya sudah mungkur (pamungkur) atau dalam artian sudah mulai meninggalkan sifat duniawi. Kita sudah menuju hidup, urip mahas hing hasepi, tansah manepi hing kasepen artinya hidup kita sudah memikirkan tentang ketenangan, selalu menyepi


(31)

ditempat yang sepi atau dalam istilah jawa “topo ngrame” yaitu selalu senang dengan kesunyian dan ketenangan.

10. Megatruh

Megatruh menurut Suyanto (2003: 18) Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita terlepasnya ruh/nyawa menuju keabadian. Yaitu menggambarkan manusia tentang kematiannya. Menggambarkan manusia menjelang proses skaratul maut.

Selanjutnya menurut Wawan Susetya (2007: 98) Megatruh menggambarkan kehidupan kita terpisahnya ruh dengan jiwa badan wadag, untuk menuju kembali sang pencipta.

11. Pucung

Pucung Menurut Damar Jati (2007: 80) Pucung atau kata lain Pocong, menggambarkan tentang keadaan manusia yang sudah mati, yang dibalut kain kafan, sebagai akhir dari perjalan manusia di alam dunia dan kembalinya roh kepada sang khaliq untuk diminta pertanggung jawaban selama hidup di dunia.

Selanjutnya menurut wawan susetya (2007: 98) Pucung menggambarkan bahwa badan jasmani kita dipucungi (dipocong) yang artinya dibungkus kain kafan putih. Besar buah pohon Pucung rata-rata sebesar batok kepala kita orang. Namun isi biji buah pohon Pucung (Pakem) ini sangat lezat untuk sambal/kecap utamanya bila pandai mengolah. Ini menggambarkan walau kita sudah meninggal, mestinya isi otak kita masih bisa dinikmati oleh anak cucu (rakyatnya), mungkin


(32)

berupa ide brilian yang telah dituangkan dalam bentuk artikel, ajaran, berbagai ilmu dalam bentuk berbagai gagasan yang tersimpan dalam buku, disk, kaset, dan sebagainya (atau dalam Islamdisebut amal jariyah)

Menurut pengertian dari segi bahasa Syafa’at berasal dari kata as- sayafa yang artinya adalah ganda, yaitu menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda, seperti membagi satu menjadi dua, dua menjadi tiga, tiga menjadi empat. Umumnya Syafa’at biasa diungkapkan untuk permohonan pribadi yang mulia kepada sosok yang lebih besar supaya berkenan memberikan maaf terhadap kesalahan yang telah dilakukan orang ketiga. Syafa’at hanya milik Alloh dan hanya Dialah yang mengizinkan seseorang untuk memberikan Syafa’atnya itu kepada orang yang dihendakinya. (Sayyid Quthb, 2004: 85) .

Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan arti kata dari Mocopat Syafa’at adalah membaca tentang kehidupan dengan bentuk kegiatan melalui agama, politik, sosial dan budaya. Mocopat Syafa’at merupakan kegiatan multidimensional yang mengandung berbagai ilmu didalamnya, baik ilmu politik, filsafat, kebudayaan, kesenian bahkan juga ilmu membaca alam tidak luput dari pembahasan didalamnya. Acara ini menawarkan spiritualitas estetika dan kemesraan kemanusiaan. Dan tentunya tidak lupa untuk selalu meminta Syafa’at kepada Kanjeng Nabi Muhamad SAW.

Mocopat Syafa’at merupakan cerminan kehidupan manusia, gambaran kehidupan manusia yang diungkapkan melalui kesenian dan dialektika ilmiah dengan harapan mendapat Syafa’at dari Kanjeng Nabi Muhamad SAW.


(33)

Mocopat Syafaat tidak hanya memberikan kritik, tetapi juga mencoba menawarkan kesadaran bersama atas hilangnya kepribadian manusia yang dicuri oleh kekuatan nafsu kekuasaan, keserakahan kapitalistik, ditelan ideologi dan bukan me-manage ideologi pilihannya.

E. Jama’ah Maiyah

Kata Maia terdapat dalam Al-Qur’an surat (Asy Syu’araa: 62) “Inna ma’iya rabbi” artinya: “ Sesungguhnya Rabbku bersamaku” Ayat ini berkaitan dengan peristiwa Nabi Musa as dengan rombongan yang dikejar-kejar oleh pasukan Fir’aun.

Selanjutnya didalam Al-Qur’an surah (at taubah: 40). Kata Maiyah pernah disebutkan dalam sebuah riwayat yang mengisahkan Nabi Muhamad S.A.W yang ketika itu dikejar-kejar oleh pasukan musuh, untuk menghibur dan memelihara iman Abu Bakar Ash Shidiq, Nabi Muhamad S.A.W mengucapkan kata Untuk menyakinkan kita, bahwa Alloh ada dan bersama kita. “La takhaf wa la tahzan, innalaha ma’ana” yang artinya jangan takut jangan bersedih Allah selalu bersama kita.

Dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkaan sebagai berikut: Arti dari kata Maiyah adalah kebersamaan. Kebersamaan dalam segitiga cinta Maiyah yaitu Manusia, Rasulloh dan Alloh SWT, yang selalu di terapkan dalam hati setiap jamaah kepada dirinya masing-masing. Bagi Jama’ah yang hadir dan mengikuti segala kegiatan lebih dalam atau menjadi jama’ah aktif disebut sebagai penggiat Maiyah. Jama’ah Maiyah yang ada diberbagai kota


(34)

disebut sebagai simpul Maiyah, dan apabila semua simpul Maiyah dikumpulkan jadilah Maiyah Nusantara.

F. PenelitianYang Relevan

1. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rendi Indarto angkatan 2008 Jurusan Pendidikan Seni Musik FBS UNY, dengan skripsi yang berjudul “Fungsi dan Bentuk Penyajian Musik Sholawat Khotamannabi di Dusun Pagerjo Desa Mendolo-lor Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan” pada tahun 2013. Dari penelitian tersebut didapatkan beberapa fungsi musik dari Sholawat Khotamanabi yaitu sebagai sarana komunikasi, media penerangan, pendidikan norma sosial, pelestari kebudayaan, ritual keagamaan, dan identitas masyarakat. Dari penelitian tersebut membantu peneliti untuk mendeskripsikan fungsi musik Kiai Kanjeng.

2. Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yangdilakukanoleh Gilang Silado angkatan 2010 JurusanPendidikanSeniMusikFBS UNY pada tahun 2015 dengan skripsi yang berjudul“Peranan Biola Dalam Musik Kiai Kanjeng” yang bertempat di Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul Yogyakarta. Dari penelitian tersebut disimpulkan beberapa fungsi dari peranan instrumen biola yaitu sebagai intro dari sebuah awalan lagu, sebuah pengisi fiiler dalam kekosongan lagu, melodi dalam permainan sebuah lagu, sebagai pembentukcoda dalam permainan sebuahlagu dalam membentuk sebuah klimak, sebagai pengganti melodilagu yang


(35)

dimainkan oleh vokal. Penelitian yang dilakukan oleh Gilang Silado bertujuanuntukmendeskripsikan peranan biola didalam musik Kiai Kanjeng. Dari penelitian tersebut dapat membantu dalam mendeskripsikan penelitian ini yangbertujuan untuk mengenai fungsi musik Kiai Kanjeng secara keseluruhan dalam pengajian Mocopat Syafa’at.


(36)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi lapangan tentang fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah di halaman Taman Kanak Islam Terpadu di desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Seperti yang diungkapkan Bogdan dan Biklen (dalam Sugiyono, 2005: 9) bahwa penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar sehingga tidak menekankan pada angka.Didalam penelitian kualitatif data berasal dari dokumentasi penelitian, pengawasan, evaluasi, pengamatan pendahuluan, dan pernyataan dari narasumber-narasumber yang dapat dipercaya. Hipotesis dalam penelitan kualitatif bersifat menemukan teori bukan merumuskan atau merinci hipotesis secara jelas sebelum terjun ke lapangan.

Pada penelitian ini, peneliti berusaha mendeskripsikan tentang fungsi musik Kiai Kanjeng.Pendeskripsian tersebut dilakukan agar dapat dipahami oleh Jama’ah Maiyah pada khususnya dan masyarakat luas yang baru mengerti dan mengenal musikKiai Kanjeng. Sehingga diharapkan Jama’ah dan masyarakat itu sendiri dapat mengetahui apa fungsi musik didalam acara pengajian ataupun dalam bentuk diluar acara pengajian, sehingga musik Kiai Kanjeng dapat berkembang di masyarakat luas.


(37)

B. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di Dukuh IX RT. 07 RW. 18, desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Waktu penelitian ini dimulai dari tanggal 3 September - 3 Desember 2015 yaitu bertempat dimana acara pengajian Mocopat Syafa’at itu berlangsung.

C. Data Penelitian

Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder, data primer didapatkan dari nara sumber pertama melalui prosedur dan teknik pengambilan data yang berupa wawancara, observasi, dan maupun penggunaan instrumen yang khusus sesuai dengan tujuannya. Selanjutnya data sekunder diperoleh dari sumber tidak langsung yang didapatkan dari data dokumentasi( foto,vodeo) dan arsip-arsip resmi.

Sumber data dalam penelitian ini diambil dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun informan dalam penelitian ini adalah: 1. Management Progres selaku pengurus dan pendamping (Cak Nun) dalam

segala kegiatan acara-acara Maiyah di Nusantara untuk memperoleh data yang akurat tentang seluk beluk Jama’ah Maiyah, acara Mocopat Syafa’at pada khususnya dan mengenai fungsi musik Kiai Kanjengdi dalam acara Mocopat Syafa’at didesa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.

2. Pemain musik Kiai Kanjeng untuk memperoleh data yang akurat tentang seluk beluk musik Kiai Kanjengyaitu mengenai fungsi musik Kiai


(38)

Kanjeng dalam acara pengajian Mocopat Syafa’at pada khususnya di desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.

3. Jama’ah Maiyah yang hadir di acara pengajian Mocopat Syafa’at sebagai tambahan data mengenai fungsi musik Kiai Kanjeng didalam pengajian Mocopat Syafa’at di desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategi dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapat data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono 2005:62). Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data-data yang penting dan akurat mengenai musik Kiai Kanjeng.

Pengumpulan data tersebut bertujuan untuk memperoleh data yang relevan, akurat, dan reliabel (dapat dipercaya). Guna mendukung tujuan utama dari pengumpulan data tersebut, peneliti mengunakan beberapa teknik pengumpulan data untuk menggali data-data yang dibutuhkan. Teknik-teknik tersebut adalah teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berikut diuraikan mengenai teknik pengumpulan data tersebut:

1. Teknik Observasi

Menurut Creswell (2010: 267), Observasi kualitatif merupakan observasi yang didalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk


(39)

mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Melalui metode observasi, peneliti memperoleh gambaran mengenai kehidupan sosial yang sulitdidapat ketika menggunakan metode lain serta memperoleh pengalamanlangsung. Selain itu observasi dapat digunakan apabila belum banyakketerangan atau data yang dimiliki tentang masalah yang sedang diteliti.

Merujuk pada penjelasan Moleong (2001: 126) mengenai pengamatan, peneliti melakukan pengamatan secara terbuka yang diketahui oleh subjek yaitu kelompok musik Kiai Kanjeng yang berada di Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, dimana mereka dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi. Adapun aspek-aspek yang diobservasi adalah: Fungsi musikKiai Kanjengdalam pengajian Mocopat Syafa’at dan aktifitas jama’ah maiyah didalam pengajian mocopat syafa’at.

2. Teknik Wawancara

Merujuk pada penjelasan Moleong (2000: 135) mengenai pengertian dariwawancara, peneliti merasa perlu untuk menggunakan teknik pengumpulandata tersebut. Dengan teknik ini, salah satu kelebihan yang diperoleh adalahpenjelasan yang lebih detail dan terperinci tentang data yang diharapkan dengan wawancara.Wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan data langsung secara lisan dari nara sumber atau informasi yang telah ditentukan.


(40)

Wawancara merupakan teknik atau cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab langsung terdiri dari dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, tetapi dalam kedudukan yang berbeda, yaitu antara peneliti sebagai pewawancara dengan subyek penelitian yang telah ditentukan yaitu nara sumber, yang meliputi management progres, pemain musik, dan jama’ah Maiyah.

Wawancara dalam penelitian ini dilandasi kerja sama yang baik antara peneliti dan subjek penelitian, agar proses pelaksanaannya dapat berlangsung lancar, wajar, dan dapat memberikan keterbukaan antara peneliti dan informan. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara lepas, bebas, namun tetap didasarkan pada fokus penelitian ini. Adapun pokok-pokokpertanyaan terdapat pada bagian lampiran.

Dalam melakukan wawancara peneliti memilih informan yang dianggap sebagai ahli terhadap musik Kiai Kanjeng informan-informan tersebut adalah:

a. Helmi Progres. Wawancara dilakukan secara bertahap yaitu:

1) Di Rumah Maiyah Jalan Barokah 287 Kadipiro Yogyakarta pada tanggal 12 Agustus 2015 materi wawancara seputar Jama’ah Maiyah dan Pengajian Mocopat Syafa’at.

2) Di Perumahan Mandala No. 1 U Jetisbaran Sardonoharjo Ngaglik Sleman Yogyakartan materi wawancara mengenai seputar Jama’ah Maiyah, Lingkar Maiyah dan Kiai Kanjeng.


(41)

3) Di Rumah Maiyah Jalan Barokah 287 Kadipiro Yogyakarta pada tanggal 3 September 2015 materi wawancara seputar Jama’ah Maiyah dan Pengajian Mocopat Syafa’at.

b. Novi Budianto. wawancara dilakukan secara bertahap yaitu:

1) Di Pondok Pesantren Rohmatul Umam Jalan Parangtritis km. 22, Tegalsari Donotirto Kretek, Bantul Yogyakarta pada tanggal 5 September 2015 materi wawancara berkenalan, ngobrol dan meminta waktu khusus untuk proses mencari data selanjutnya. 2) Di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01

Yogyakarta pada tanggal 7 September 2015materi wawancara seputar sejarah Kiai Kanjeng meliputi bentuk penyajian teater, musik dan puisi Emha Ainun Nadjib.

3) Di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada tanggal 10 September 2015materi wawancara mengenai bentuk musik Kiai Kanjeng dan acara-acara rutin yang dihadiri oleh Kiai Kanjeng dan strategi pementasan musik Kiai Kanjeng dalam pementasan-pementasannya.

c. Iwa. Wawancara dilakukan di Pondok Pesantren Rohmatul Umam Jalan Parangtritis km. 22, Tegalsari Donotirto Kretek, Bantul Yogyakarta pada tanggal 5 September 2015 materi wawancara berkenalan, basa-basi dan menjurus tentang perbedaan materi pengajian serta pengaruh musik di dalam pengajian Mocopat Syafa’at.


(42)

1) Hendro. Wawancara dilakukan di desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta pada tanggal 17 september 2015 pada saat terselengaranya pengajian Mocopat Syafa’at materi wawancara perkenalan, basa-basi dan menjurus tentang pengaruh musik didalam acara pengajian Mocopat Syafa’at.

3. Teknik Dokumentasi

Menurut Moleong (2001: 161), dokumentasi yaitu catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaan. Maksud mengumpulkan dokumen tersebut adalah untuk memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor di sekitar subjek penelitian. Dengan demikian peneliti merasa perlu menggunakan teknik ini guna melengkapi dan mendukung data yang diperlukan dari penggunaan metode observasi dan wawancara.

Adapun pengambilan data-data yang dikumpulkan melalui teknik pengumpulan datadokumentasi,yaitu dalam bentuk rekaman audio visual dan foto.

a. Rekaman Audio

Dokumentasi dalam bentuk audio sangat membantu dalam proses melakukan rekaman dari hasil wawancara peneliti dengan nara sumber.

Audio merupakan alat bantu yang efektif, karena hasil pengumpulan data yang diperoleh dari peneliti mampu direkam


(43)

dalam bentuk soft copy. Selain itu dengan menggunakan alat perekam mampu memberikan catatan rekonstruksi dialog tentang fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah diTirtonirmolo Kasihan Bantul.

b. Foto

Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2001: 115) Foto banyak digunakan sebagai alat bantu untuk keperluan penelitian kualitatif karena dapat mempermudah dalam proses berbagai keperluan. Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga sehingga dapat digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya dianalisis secara induktif, terdapat dua kategori foto yang dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri.

Adapun foto yang dimanfaatkan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen resmi managemen Progres untuk memberikan gambaran tentang fungsi musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Hal ini untuk memperjelas dari hasil uraian yang telah di deskripsikan oleh peneliti.

E. Instrumen Penelitian

Merujuk pada pendapat Sugiono (2005: 59) mengenai instrumen dalam penelitian kualitatif, instrumen penelitian utama yangdigunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagaiinstrumen penelitian


(44)

berfungsi dalam mengambil inisiatif yang berhubungandengan penelitian. Inisiatif ini meliputi pencarian data, pembuatan pertanyaanuntuk wawancara dan sebagai pengolah data.

F. Triangulasi

Merujuk pada penjelasan Moleong (2001: 178) dan Sugiyono (2005: 83), peneliti melakukan langkah triangulasi guna pengecekan keabsahan dan kredibilitas data yang didapatkan dalam penelitian ini. Teknik triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik pengumpulan data.

Dalam penelitian ini, peneliti mengecek data kepada sumber yang sama dengan berbagai teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang sama yang diperoleh dari ketiga teknik tersebut kemudian disinkronkan untuk disimpulkan keabsahan datanya. Apabila terjadi perbedaan hasil data, peneliti kemudian mendiskusikan dengan sumber data yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan data yang dianggap benar.

Peneliti memperoleh data yang berkaitan tentang fungsi musik Kiai Kanjeng melalui observasi non partisipatif. Observasi dilaksanakan di Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Agar data yang didapat melalui observasi tersebut merupakan data yang valid, peneliti juga mengumpulkan data melalui wawancara dengan informan. Selain hal tersebut, peneliti juga melakukan pengecekan data dengan dokumentasi.


(45)

Data-data yang sudah terkumpul tersebut, kemudian disinkronkan guna mendapatkan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini.

G. Analisis Data

Merujuk pada penjelasan Milles dan Huberman (dalam Sugiono, 2005: 91) mengenai teknik analisis data, peneliti melakukan teknik analisis data tersebut untuk mendapatkan hasil penelitian yang sistematis dari hasil perolehan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Perolehan data tersebut kemudian diorganisasikan menjadi satu untuk dipakai dan diinterpretasikan sebagai bahan temuan untuk menjawab permasalahan penelitian.

Dalam penelitian ini data dianalisis dengan teknik kualitatif deskriptif, yakni yang dilakukan untuk memaparkan data-data dengan kata-kata atau kalimat-kalimat untuk memperoleh kesimpulan. Dalam menganalisis data peneliti menggunakan tiga komponen yaitu reduksi data (data reduction), penyajian (data display), dan penyimpulan (conclusion drawing/verification). 1. Data reductions (reduksi data), selama proses pengambilan data

penelitian, peneliti memperoleh data yang beraneka ragam yang didapatkan melalui berbagai macam teknik pengumpulan data. Dari perolehan data tersebut peneliti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, atau data-data yang dianggap perlu dan mendukung terhadap penelitian ini. Dengan demikian peneliti mengkelompokan data-data tersebut sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji. Peneliti hanya menggunakan data-data yang berkenaan dengan fungsi musik Kiai Kanjeng.Selain data-data pokok tersebut,


(46)

peneliti juga menggunakan data-data pendukung guna mempermudah pengkajian dan memperkuat penelitian, data-data tersebut antara lain buku tentang gamelan kiai kanjeng, rekaman audio tentang kiai kanjeng, video pementasan Kiai Kanjeng, dan catatan-catatan tentang Kiai Kanjeng.

2. Data display (penyajian data), setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan display data atau penyajian data, diperlukan untuk mendapatkan gambaran secara keseluruhan tentang data yang masuk. Dalam tahap ini, peneliti mencoba menyusun data-data yang telah dipilih tersebut menjadi teks naratif yang disusun secara sistematis dan terperinci guna memudahkan peneliti dalam proses pemahaman data tersebut. Teks naratif tersebut memuat seluruh data utama dan data pendukung yang berupa deskripsi tentang fungsi musik Kiai Kanjeng di Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.

3. Conclusion drawing/ verification (penyimpulan data), setelah data tersaji secara sistematis dan terperinci, peneliti selanjutnya melakukan proses penarikan kesimpulan dan verifikasi terhadap data-data yang telah terorganisasi dengan menganalisis secara kualitatif. Sehingga dengan kesimpulan data-data tersebut dapat mempermudah peneliti untuk menyimpulkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti.


(47)

36 BAB IV

FUNGSI MUSIK KIAI KANJENG

DALAM PENGAJIAN MOCOPAT SYAFA’AT JAMA’AH MAIYAH DI TIRTONIRMOLO KASIHAN BANTUL

Dari penelitian yang telah dilakukan telah didapat hasil bahwa Fungsi dari musik Kiai Kanjeng adalah sebagai berikut :

A. SEBAGAI SARANA KOMUNIKASI.

Dalam setiap pementasan Kiai Kanjeng selalu melihat segmen dari kapasitas publik itu sendiri. Artinya setiap segmen pementasan musik Kiai Kanjeng selalu menyesuaikan tema yang ada dan selalu mengedepankan audient yang hadir. Universalitas dan fleksibelitas yang diterapkan dengan melihat sejauh apa kepentingan dan muatan yang dikehendaki dalam even atau momentum tersebut.

Hal ini dimaksudkan agar musik Kiai Kanjeng benar-benar tepat dan mengena dengan momentum tersebut, supaya dapat terjalin, segmen publik dalam kesatuan perasaan. Sebagai contoh apabila momentum dan segmen publik suatu masyarakat religi yang berupa acara pengajian atau sejenisnya, maka bentuk penyajian musiknya adalah musik-musik dan nyayian dengan titik berat pada nilai-nilai religiusitas. Dalam gambaran lain apabila momentum dan segmen publik berupa masyarakat yang lebih majemuk, sebagai contoh suatu pagelaran dikampus dengan mahasiswa sebagai audientnya tentu saja bentuk musiknya akan menyesuaikan dengan audient setempat atau yang hadir, misalkan berupa penyajian musik dengan warna


(48)

sosial, politik, atau pun budaya-budaya lain atau biasa disebut dengan musik populer. Sehingga semua pesan yang diharapkan dapat tersampaikan pada audient yang hadir. Hal ini ditegaskan oleh Novi Budianto melalui (Wawancara di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada tanggal 7 sepetember 2015)

disetiap pementasan Kiai Kanjeng saya dan teman-teman hanya menentukan beberapa lagu yang akan dibawakan sebagai lagu pembuka dalam sebuah acara, untuk selanjutnya Cak Nun yang menentukan repertoar-repertoar lagu disela-sela acara berlangsung, dalam komunikasi terhadap masyarakat Cak Nunlah ahlinya”

Hal ini ditegaskan didalam (wawancara pada waktu perjalanan dari Jogja ke Magelang pada tanggal 6 september 2015).

“Kalau Kiai Kanjeng diposisikan sebagai alat atau media penguat tempur, ya pasti ada, tapi sudut pandangnya bisa juga begini, obyek dakwah itu kan umat atau masyarakat, yaitu kumpulan individu. Nah Simbah amat paham apa dan siapa itu manusia,yang punya berbagai dimensi yang punya potensi-potensi dan kecenderungan-kecenderungan yang multi aspek maksudnya manusia itu berkomunikasi tidak hanya melewati herbal komunikasi juga bisa dijalin melalui instrumen-instrument yang menghasilkan buny”

Jadi fungsi musik dalam kiai kanjeng adalah material budaya (seperti bahasa) yang di lengkapi sejenis semiotik dan kekuatan afektif yang digunakan dalam kontruksi sosial. Pengaruh musik terhadap emosi dapat mempengaruhi secara tidak langsung tetapi independen pada situasi mendengarkan. Musik adalah bahasa universal yang dapat diterima oleh siapa saja. Musik dapat berbicara dalam budaya yang berbeda, hal ini disebabkan dalam setiap individu terdapat daya tarik untuk mengorganisir suara yang masuk pada telinga kita. Musik merupakan bahasa komunikasi antar budaya,


(49)

dengan musik dapat menjalin hubungan menuju kesepakatan terhadap pihak-pihak yang berselisih, yaitu musik dijadikan sebagai sarana pengganti bahasa.

B. SEBAGAI SARANA HIBURAN

Fungsi hiburan mengacu kepada pengertian bahwa sebuah musik pasti mengandung unsur-unsur yang bersifat menghibur. Hiburan merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat penting, karena dengan hiburan manusia dapat meringankan beban dari tekanan-tekanan sebagai efek ketegangan psikologis maupun fisik yang banyak dijumpai dalam kehidupan. Seni dan hiburan merupakan bagian tidak terpisahkan dengan kehidupan manusia. Kebutuhan akan hiburan itupun beragam, maka sudah semestinya corak, ragam, dan hiburannya bermacam-macam pula sesuai lingkungan masyarakatnya, termasuk pula rasa dan lingkup budayanya.

Disela-sela materi dakwah yang disampaikan selalu ada selingan musik untuk mengingat materi-materi yang diberikan pada waktu sebelumnya, dan musik dijadikan sebagai salah satu hiburan supaya otak dan syaraf-syaraf terlihat kendor.Menghibur diri untuk meringankan beban ataupun rasa capek sangat diperlukan oleh jama’ah dimana mereka telah menghabiskan semua tenaga dan pikirannya selama mengikuti acara pengajian yang begitu banyak materi- materi yang diberikan. Sehingga dengan adanya hiburan tersebut maka tekanan-tekanan psikologis dan fisik yang terdapat dalam diri jama’ah akan lebih tenang, rileks serta dapatmenghilangkan stres dan menyenangkan hati, sehingga selain hati menjadi senang juga materi-materi yang diberikan dapat masuk didalam otak kita. Hal ini ditegaskan oleh Penggiat Maiyah yang


(50)

berasal dari kota Bandung M. Iswah Marully (Wawancara perjalanan jogja menuju kota Munthilan pada tanggal 5 September 2015)

“Pada peristiwa yang saya alami disetiap pengajian Cak Nun yang menghadirkan Kiai Kanjeng. Selain menyuguhkan lagu-lagu bernuansa Islami Kiai Kanjeng juga memainkan lagu-lagu populer sesuai dengan identitas masyarakat yang hadir ditempat itu. Tentunya sebagai sarana hiburan dan sebagai penyejuk suasana agar lebih menarik dan dapat mempermudah tentang bahasan yang tersajikan”

Hal ini ditegaskan oleh Hendro Jama’ah Maiyah yang berasal dari kota Klaten melalui (Wawancara di acara Mocopat Syafaat di Dukuh IX RT. 07 RW. 18, desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul pada tanggal 17 sepetember 2015)

“Saya sering mengikuti acara pengajian di kampung di daerah saya. Akan tetapi pengemasan dalam sebuah acara terlalu kaku dan membosankan. Berbeda sekali dengan Mocopat Syafaat karena ada musik Kiai Kanjeng yang menjadikan suasana lebih santai dan rilek dalam mengikuti acara ini, tentunya karena musik yang dihadirkan sangat menghibur dan mampu membuat hati dan pikiran jama’ah tidak terlalu tegang”

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa, musik sangat mempengaruhi suasana dalam diri masing-masing individu, tergantung pada suasana hati dan tingkat emosi individu-individu tersebut. Otak manusia di berkahi dengan makna suara musik, sehingga suara musik lebih kepada representasi, dalam memaknai suara musik yang diperdengarkan. Otak manusia juga dilengkapi potensi untuk membuat seseorang tertawa, sedih atau pun menangis. Musik sebagai media terapi kegelisahan, mental, spiritual serta sebagai sarana hiburan.


(51)

C. SEBAGAI MEDIA PENERANGAN

Pada zaman modern seperti sekarang ini musikselalu digunakan oleh suatu lembaga ataupun instansi pemerintahan sebagai media penerangan. Salah satu contohnya adalah musik Kiai Kanjeng dimana setiap isi syair-syairnya diambil dari kehidupan sehari-hari terdiri dari tema agama, sosial, politik dan budaya. Yang pastinya semua lagu yang dimainkan selain sebagai sarana hiburan juga digunakan sebagai media penerangan melalui syair lagu yang dimainkan. Dengan media kesenian pesan-pesan yang disampaikan untuk masyarakat akan lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami.

Konsep ini mungkin bisa diambil contoh pada waktu zaman para wali songo dan sesepuh kita yang menggunakan media seni pada khususnya media musik yang menjadikan sebuah tontonan menjadikan prinsip tuntunan yang bertujuan untuk merubah pola hidup dan cara berpikir menjadi lebih baik. Tentunya dalam hal ini Kiai Kanjeng memasukan pesan-pesan menggunakan media musik supaya pesan yang diingikan secara tidak langsung sebagai media penerangan. Diharapkan melalui media musik pesan yang tersurat dapat tersampaikan.

Hal ini ditegaskan oleh Penggiat Maiyah yang berasal dari kota Bandung M. Iswah Marully (Wawancara perjalanan dari kota Jogja menuju kota Munthilan pada tanggal 6 September 2015).

“Untuk hal-hal tertentu penyampaian pesan melalui musik itu lebih efektif bisa lewat lagu ataupun liriknya. Kita bisa jadi punya semacam


(52)

pegangan yang bisa dipakai kapanpun, tentu saja pegangan nilai bukan sekedar hiburan yang kita nyanyikan ketika senang atau sedih”

D. SEBAGAI PENDIDIKAN NORMA SOSIAL

Kesenian digunakan sebagai media untuk mengajarkan norma-norma ataupun aturan-aturan yang sekalipun tidak tertulis namun berlaku di tengah

masyarakat. Didalam pementasan musik Kiai Kanjeng selain membawakan

syair lagu sholawat juga membawakan syair lagu yang didalamnya terdapat pesan-pesan moral, etika dan budaya untuk disampaikan kepada jama’ah.

Ada beberapa lagu dolanan yang diaransement ulang oleh Kiai Kanjeng

yang sebenarnya lagu tersebut mempunyai makna dan pesan yang sangat baik. Salah satu syair lagu dolanan yang begitu sederhana akan tetapi memilki pesan moral seperti contoh Lagu Gundul-Gundul Pacul. Hal ini ditegaskan oleh Novi Budianto sebagai pemimpin Kiai Kanjeng melalui (Wawancara di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada tanggal 7 sepetember 2015)

“Kiai Kanjeng bukan orang-orang yang ahli musik ataupun sarjana musik akan tetapi Kiai Kanjeng selalu berusaha mengikuti trend musik yang ada pada saat ini, agar Kiai Kanjeng selalu bisa dapat diterima di hati masyarakat. Aransemen-aransemen musiknya pun sangat beragam dari pop, rock, jazz, keroncong dan musik-musik Jawa”

Lagu Gundul-gundul pacul, yang diaransement ulang seperti lagu populer pada saat ini, ada unsur jawa dan jazz, didalam aransemen lagu tersebut sehingga terlihat kesan populer dan dapat diterima oleh para generasi muda dengan zaman sekarang, serta dapat membangkitkan dan membawa suasana yang menarik bagi para pemuda selanjutnya dapat dijadikan sebagai sarana dalam belajar dan acuan belajar yang menarik. Sehingga pesan dan


(53)

aliran dalam musik serta pesan yang ada didalamnya dapat masuk dalam satu kesatuan dan menjadikan nilai positif didalamnya.

E. SEBAGAI RITUAL KEAGAMAAN

Biasanya musik pada umumnya tidak lepas dari kegiatan keagamaan. Hal ini sering dijumpai dalam berbagai kegiatan baik upacara adat ataupun kegiatan lain yang bersifat sakral di kalangan masyarakat. Maksud dari musik Kiai Kanjeng sebagai ritual keagamaan, yaitu tidak terdapat ritual-ritual seperti memberikan sesembahan atau sesaji dalam upacara adat pada umumnya, tetapi yang dimaksudkan musik Kiai Kanjeng tersebut sebagai pengiring dalam peribadatan. Dalam hal ini ibadah dibagi menjadi dua kategori yaitu ibadah madoh dan ibadah muamalah. Peran atau fungsi musik Kiai Kanjeng dalam peribadatan diletakan dalam ibadah mahdoh yaitu ibadah diluar syariat dalam agama Islam yang artinya musik dijadikan sarana dalam konteks dalam memperindah diluar ibadah muamallah. Dalam musik Kiai Kanjeng ada moment-moment khusus dalam acara yang pasti mengajak para jamaah dalam mengajak ibadah dengan semua yang ada di alam, dengan salah satu nya dengan musik mereka memainkan lagu sholawat yang pada intinya untuk mengingat bahwa dan menjunjung kehadiran Nabi Muhamad S.A.W.Hal ini ditegaskan oleh Novi Budianto melalui (wawancara di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada tanggal 7 sepetember 2015)

“Semua yang ada di alam ini semuanya bersholawat tidak hanya manusia saja, akan tetapi semua benda yang ada di bumi ini semua ikut bersholawat, tidak terkecuali gamelan Kiai Kanjeng semua alat-alat


(54)

musik ikut dimainkan bersama-sama untuk bersholawat kepada Kanjeng Nabi S.A.W”

Adapun religiusitas Kiai Kanjeng terwujudkan melalui lagu-lagu yang dimainkan, baik berupa wirid, doa-doa, dan sholawat (interaksi vertikal dengan Alloh) maupun lagu yang memuat pesan kebaikan moral (ineraksi horizontal dengan alam dan manusia) yang semua itu merupakansuatu upaya untuk mewujudkan Islam sebgai rahmattan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam. Selain itu daam musik Kiai Kanjeng juga memuat unsur prulalisme, dimana perbedaan tetap dijada batas-batas koridornya yaitu menghargai perbedaan dengan prinsip lakum diinukum waliyadiin (bagimu agamamu dan bagimu agamaku).

F. SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT

Identitas dari Kiai Kanjeng sendiri selain dari syair lagu dan pesan-pesan dari lirik lagu tersebut, terdapat pada gamelan itu sendiri yang merupakan ciri dari instrumen Jawa yang pada dasarnya menggunakan laras pelog dan slendro tetapi dalam musik Kiai Kanjeng sudah diperbaruhi menjadi tangga nada diatonis G Mayor.

Kehadiran Kiai Kanjeng sendiri merupakan bentuk ekspresi dari masyarakat yang pada sejarahnya merupakan kegelisahan dalam kemiskinan kreatifitas. Lewat kesenian yang menggunakan instrument gamelan menjadikan suatu identitas yang tidak lepas dari asal usul intrument gamelan sebagai identitas masyarakat di pulau Jawa pada umumnya.


(55)

Hal ini ditegaskan oleh Novi Budianto melalui (wawancara di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada tanggal 7 sepetember 2015)

“Gamelan adalah instrumen peninggalan budaya nenek moyang kita. Yang diwariskan secara turun temurun. Gamelan Kiai Kanjeng saya ciptakan tidak untuk merubah bentuk fisik dari gamelan yang sudah ada akan tetapi hanya menganti bentuk laras nada yang sudah ada dari pentatonis menjadi diatonis, tujuan awal ini semata-mata hanya untuk melayani dalam mengiringi musik puisi Emha Ainun Nadjib. Dan tentunya karena diperjalankan oleh_Nya sehingga Kiai Kanjeng menjadi seperti ini”

Keberadaan instument gamelanmerupakan warisan dari leluhur yang masih mampu dipertahankan dan terus dinikmati oleh masyarakat. Hal ini terbukti bahwa Kiai Kanjeng menjunjung tinggi kebudayaan Jawa dan norma-norma keagamaan yang telah tertulis disetiap syair lagu yang dimana selalu dimainkan dengan alat musik gamelan. Berdasarkan konsep awal yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan, maka hal tersebut menentukan identitas dari mana kesenian musikgamelan Kiai Kanjeng tersebut berasal. Adapun unsur budaya yang terdapat dalam kesenian tersebut dan sebagai identitas masyarakat, dapat diketahui dari segi bahasa maupun dari intrumen gamelan itu sendiri. Dengan demikian musik Kiai Kanjengtersebut merupakan kesenian yang memiliki ciri-ciri khas yang tentunya merupakan identitas masyarakat Jawa.

G. SEBAGAI SARANA ATAU MEDIA PENDIDIKAN

Musik dalam pendidikan sangat berperan dalam pembentukan berpikir secara kreatif. Melalui seni, kegiatan berpikir kreatif akan terpacu dan berkembang sehingga dapat digunakan manusia dalam proses belajar. Sebagai


(56)

media pendidikan, lagu atau syair dalam musik Kiai Kanjengdapat menanamkan jiwa dan budi pekerti yang baik, sebagai contoh mengagungkan nama Tuhan, semangat nasionalisme, perjuangan, cinta kepada orang tua, lingkungan, teman, dan perilaku yang baik lainnya.Hal ini ditegaskan oleh Novi Budianto melalui (wawancara di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan RW Monginsidi No. 01 Yogyakarta pada tanggal 7 sepetember 2015)

Musik hanya sebagai salah satu media dalam penyampaian pesanyang terkandung. Kiai Kanjeng selalu ingin menampilkan warna musik yang menarik dan dapat mudah di mengerti oleh masyarakat, tentunya dengan lirik yang sederhana tapi mengena di hati masyarakat. Tema-tema yang disuguhkan selalu dengan Tema-tema yang terjadi di sekitar misal tema tentang lingkungan, keluarga, dan nasionalisme, ketuhanan. Kiai Kanjeng memposisikan diri sebagai pelayan dan untuk selanjutnya biarlah masyarakatlah yang menilainya”

Musik banyak pula digunakan sebagai media untuk mengajarkan norma-norma ataupun aturan-aturan yang sekalipun tidak tertulis namun berlaku di tengah masyarakat. Musik Kiai Kanjeng selain membawakan lagu-lagu sholawat ia juga membawakan syair-syair lagu-lagu yang merupakan pesan-pesan moral, etika dan budaya untuk disampaikan kepada jama’ah.


(57)

46 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilakukan di desa Tirtonirmolo Kasihan Bantul Yogyakarta, tentang musik Fungsi Musik Kiai Kanjeng dalam pengajian Mocopat Syafa’at Jama’ah Maiyah maka, fungsi musik Kiai Kanjeng adalah sebagai; a) sarana komunikasi antara pemain musik dan jama’ah serta komunikasi kepada sang pencipta; b) sarana hiburan dapat memberi kepuasan yang bersifat kesenangan dan kegembiraan serta menghindarkan tekanan-tekanan psikologis maupun fisik; c) media penerangan melalui lagu-lagu sebagai misi dakwah; d) pendidikan norma sosial berupa pesan-pesan moral lewat syair lagu yang disampaikan kepada pendengar; e) ritual keagamaan sebagai pengiring peribadatan ketika terdapat penceramah atau ustad menyampaikan dakwah; dan f) identitas masyarakat merupakan bentuk ekspresi masyarakat lewat kesenian yang terdapat unsur-unsur budaya Jawa sehingga memunculkan identitas masyarakatnya; g) media pendidikan sangat berperan dalam pembentukan berpikir secara kreatif terpacu dan berkembang sehingga dapat digunakan manusia dalam proses belajar;


(58)

B. Saran

Di dalam berbagai acara pengajian yang berlangsung ditempat lain mulailah membuka hati dan pikiran bahwa musik merupakan salah satu sarana dalam peribadatan. Penggunaan media musik pada setiap acara pengajian berlangsung dirasa cukup penting karena dengan media musik tersebut diharapkan materi yang diberikan lebih terfokus dan tepat sasaran sesuai dengan apa yang diharapkan. Kedudukan atau kehadiran akan seni dalam ritual agama bukan berarti sebagai pameran atau pertunjukan dan juga semata-mata bukan berarti “menyenikan” ritual agama, tetapi ini adalah merupakan serangkaian pengalaman yang harmonis dalam menjalankan ibadah. Musik dalam ritual agama akan mendorong kesadaran dalam religiusitas, diharapkan penggunaan media musik lebih dapat mengungkapkan tentang keindahan Tuhan.


(59)

48

DAFTAR PUSTAKA

Bahari, N. 2008. Kritik Seni: Wacana, Apresiasi, dan Kreasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chodjim, A. 2003. Mistik dan Makrifat Kanjeng Sunan Kalijaga. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Creswell, J. W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jati, D. 2007. Kalawarti Umum Bahasa Jawa. Jakarta: Gramedia Prima.

Komala, E. 2010. Komunikasi Transendental Pada Ulama Pada Maqam

Makrifat. Bandung: Rosdakarya

Mardiwarsito. 1993. Nguri-nguri Kabudayan Jawi: Tembang Mocopat.

Suarakarta: Media Raya Press.

Martopo, H. 2005. Musik Sebagai Faktor Penting Dalam Penerapan Metode Pembelajaran Quantum dalam Harmonisasi Volume VI. Semarang: Unnes Press.

Ma’shum. 1985. Kisah Teladan Nabi Rosul. Gresik: CV Bintang Pelajar.

Meriam, A. P. 1964. The Antropologi Of Music. Chicago: Northwestern University Pers.

Moleong, L. J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Palgunadi, B. 2002. Karawitan Jawi: Serat Kandha. Bandung: ITB.

Upandi, Pandi. 2009. Metode Pembelajaran Kliningan “Kawih Dan Gendhing Piringannya" STSI Bandung.

Setiawan, R. 1993. Dibalik tembang mocopat. Jakarta Selatan: Karya Unipress. Sukerna, N, I. 2003. Gamelan Jegog Bali. Semarang Timur: Intra Pustaka Utama.

Suyanto. 2003. Walang Malangandan Filosofi Tembang Mocopat. Surakarta: Citra Etnika


(60)

49

Sumarsam. 2003. Gamelan Interaksi Budaya dan Perkembangan Musikal di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Suparli, L. 2010. Gamelan Pelog Slendro: Induk Gamelan Karawitan Sunda. Bandung. Sunan Ambu Press.

Susetya, W. 2007. Renungan Sufistik Isalam Jawa. Surakarta: Tiga Serangkai Yasin, A. dkk. 2004. Dibawah Naungan Al_Quran jilid 10. Jakarta: Gema Insani

Prees.

Bisri, A. M. 2007. Catatan Kritis dan Analisis,

www.gusmus.net/gusmus/page. Diakses pada tanggal 19 oktober 2015.

Mahendra, Y. 2013. Gusti, Kanjeng, Ulama, Kiai dan Gus. M. Kompasiana.com/ Yusrilihza_Mahendra/ Gusti-Kanjeng-Ulama-dan-Gus. Diakses pada tanggal 19 oktober 2015.

Ziaulhaq, A. 2014 Panggil saya ustad memahami istilah ulama habib dan kiai http://filsafat.kompasiana.com/2010/04/04/. diunduh pada tanggal 25-02-2015.


(61)

(62)

(63)

(64)

1. Fungsi Musik Kiai Kanjeng. a. Apakah fungsi musik Kiai

Kanjeng sebagai sarana

komunikasi?

b. Apakah fungsi musik Kiai

Kanjeng sebagai sarana

hiburan?

c. Apakah fungsi musik Kiai

Kanjeng sebagai media

penerangan?

d. Bagaimanakah fungsi musik

Kiai Kanjeng sebagai

pendidikan norma sosial?

e. Bagaimanakah fungsi musik

Kiai Kanjeng sebagai ritual keagamaan?

f. Bagaimanakah fungsi musik

Kiai Kanjeng sebagai identitas masyarakat?

g. Bagaimakah fungsi musik Kiai Kanjeng sebagai sarana atau media pendidikan?


(65)

1. Jamaah Maiyah

2. Mocopat Syafa’at

a. Apa yang dimaksud dengan arti kata Maiyah?

b. Apa yang dimaksud tentang visi

dan misi adanya Jamaah

Maiyah?

c. Apa yang dimaksud dengan

perbedaan Jamaah Maiyah dan Penggiat Maiyah?

a. Bagaimanakahsejarah

berdirinya pengajian Mocopat Syafa’at?

b. Apakah yang dimaksud dengan Mocopat Syafa’at?

c. Bagaimanakah visi dan misi dari terselenggaranya Mocopat Syafa’at?


(66)

1. Pengaruh Musik Kiai Kanjeng Terhadap Jamaah

a. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sarana komunikasi terhadap Jamaah?

b. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sarana hiburan terhadap Jamaah?

c. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sebagai media penerangan?

d. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sebagai media sosial?

e. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sebagai sarana keagamaan?

f. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sebagai identitas masyarakat?

g. Apakah fungsi Musik Kiai

Kanjeng dapat menjadi sarana atau media pendidikan?


(67)

Yang Bertanda Tangan di sini:

Nama : Setyo Pramono

NIM : 08208244032

Prodi : Pendidikan Seni Musik

Fakultas : Bahasa dan Seni

Telah melakukan wawancara langsung dengan ahli guna memenuhi keabsahan hasil penelitian yang berjudul “ Fungsi Musik Kiai Kanjeng dalam Pengajian Mocopat Syafa’at di Tirtonirmolo Kasihan Bantul”

Demikian saya buat surat ini dengan sebenar-benarnya dan untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, September 2015

Narasumber Peneliti


(68)

Yang Bertanda Tangan di sini:

Nama : Setyo Pramono

NIM : 08208244032

Prodi : Pendidikan Seni Musik

Fakultas : Bahasa dan Seni

Telah melakukan wawancara langsung dengan ahli guna memenuhi keabsahan hasil penelitian yang berjudul “ Fungsi Musik Kiai Kanjeng dalam Pengajian Mocopat Syafa’at di Tirtonirmolo Kasihan Bantul”

Demikian saya buat surat ini dengan sebenar-benarnya dan untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, September 2015

Narasumber Peneliti


(69)

Yang Bertanda Tangan di sini:

Nama : Setyo Pramono

NIM : 08208244032

Prodi : Pendidikan Seni Musik

Fakultas : Bahasa dan Seni

Telah melakukan wawancara langsung dengan ahli guna memenuhi keabsahan hasil penelitian yang berjudul “ Fungsi Musik Kiai Kanjeng dalam Pengajian Mocopat Syafa’at di Tirtonirmolo Kasihan Bantul”

Demikian saya buat surat ini dengan sebenar-benarnya dan untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, September 2015

Narasumber Peneliti


(70)

Yang Bertanda Tangan di sini

Nama : Setyo Pramono

NIM : 08208244032

Prodi : Pendidikan Seni Musik

Fakultas : Bahasa dan Seni

Telah melakukan wawancara langsung dengan ahli guna memenuhi keabsahan hasil penelitian yang berjudul “ Fungsi Musik Kiai Kanjeng dalam Pengajian Mocopat Syafa’at di Tirtonirmolo Kasihan Bantul”

Demikian saya buat surat ini dengan sebenar-benarnya dan untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, September 2015

Narasumber Peneliti


(71)

Transkrip wawancara dengan Pak Novi Budianto sebagai pimpinan Kiai Kanjeng pada tanggal 7 September 2015 bertempat di SMP Negeri 6 Yogyakarta Jalan R.W Monginsidi No.1 Yogyakarta.

P : Secara singkat Pak, fungsi musik Kiai Kanjeng sebagai sarana

komunikasi itu yang bagaimana Pak?

N : Musik Kiai Kanjeng sebagai sarana komunikasi maksudnya

begini, pada setiap sebelum di mulai sebelum Cak Nun naik ke atas panggung Kiai Kanjeng selalu menjadi pembuka pra acara.

P : Selain sebagai sarana komunikasi kepada jama’ah yang hadir

adakah sarana komunikasi yang lain Pak?

N : Iya tentu ada, selain sebagai sarana komunikasi kepada jama’ah

yang hadir sarana komunukasi kepada terhadap sang pencipta yaitu Alloh SWT Yang di sampaikan kepada Nabi Muhamad SAW.

P : Selain dari alunan musiknya sendiri adakah pilihan jenis-jenis

lagu yang akan di bawakan dan adakah persiapan latihan sebelum pentas Pak?

N : Iya tentu, karena komunikasi antara pemain juga sangat

dibutuhkan, dalam hal ini kami sebelum pentas dimulai kami hanya melakukan cek sound saja, dan pada waktu acara akan dimulai kita baru menentukan lagu apa yang akan dibawakannya nanti.


(72)

Mengingat bahwa dengan adanya hiburan dapat meringankan tekanan-tekanan psikologis maupun fisik para jama’ah yang hadir. Hiburan yang dimaksud disini adalah disaat sela-sela materi dakwah yang disampaikan selalu ada selingan musik Kiai Kanjeng yang sifatnya menghibur entah dari jenis musiknya ataupun liriknya, supaya otak dan fisik yang mulai capek diharapkan dapat kembali fokus lagi.

P : Maksud dari jenis atau lirik lagu yang menghibur itu yang

bagaimana Pak?

N : Dari jenis musik dangdut, reggae, atau rock diharapkan setelah

otak menjadi rilek dan fisik sudah mulai kendor tidak tegang lagi. Dapat mengobati diri jama’ah yang hadir dan dapat

membangkitkan semangat dalam mengikuti acara pengajian ini.

P : Bagaimana dengan pemain musik Kiai Kanjeng sendiri?

N : Untuk para pemain sendiri tidak masalah karena bermain musik

bagi kami adalah sebuah hiburan dan pengabdian kepada sang pencipta. Kami merasa memang diperjalankan dalam berkesenian bersama dengan suatu wadah Jaringan Gamelan Kiai Kanjeng.

P : Kalau fungsi musik Kiai Kanjeng sebagai media penerangan yang


(1)

N : Mengenai sebagai media penerangan melalui syair lagu Kiai Knjeng yang kebanyakan syair lagunya selalu terdiri dari tema sosial, agama, sosial, politik, dan lirik syair lagu tersebut mudah dan gampang karena Kiai Kanjeng sendiri memang ingin pada jama’ah yang hadir agar mudah di ingat.

P : Bagaimana fungsi musik Kiai Kanjeng sebagai pendidikan norma

sosial?

N : Banyak sekali contoh-contoh lagu Kiai Kanjeng yang bertemakan

tentang pendidikan norma sosial, diantaranya adalah lagu Gundul-gundul pacul, Lir-ilir dan masih banyak lagi.

P : Arti dari isi lagu Gundul-gundul pacul tersebut seperti apa Pak?

Adakah pesan yang disampaikan pada lagu tersebut?

N : Lagu Gundul-gundulkami aransement ulang ada unsur Jawa dan

Jazz di dalamnya, supaya menarik dan tetap peka zaman. Arti lagu Gundul-gundul pacul tersebut adalah bahwa seorang pemimpin harus tegas dan bertanggung jawab kepada rakyatnya.

P : Apakah musik Kiai Kanjeng tersebut juga sebagai ritual

keagamaan?

N : Iya tentu sajaselain musik dijadikan sebagai sarana hiburan dan

komunikasi, musik Kiai Kanjeng sebagai sebuah pengiring penceramah dalam menyampaikan dakwah. Musik sebagai sarana dalam berdakwah.


(2)

P : Apa yang dimaksud musik Kiai Kanjeng sebagai identitas masyarakat?

N : Kiai Kanjeng sebagai identitas masyarakat bisa anda lihat dari

syair atau lirik lagu, yang sebagian lagu yang kami bawakan menggunakan bahasa jawa.

P : Selain itu adakah unsur dari identitas lain?

N :Identitas nya adalah pada alat gamelan itu sendiri meskipun alat

gamelan sudah saya modifikasi laras menjadi diatonis.

P : Maksudnya modifikasi laras bagaimana?

N : Iya gamelan adalah gamelan yang berlaras nada diatonis, yaitu G:

do nada sebagai berikut sel, la, si, do, re, mi, fa, sol.

P : Mengenai sejarahnya sendiri awal mula Bapak menciptakan

gamelan Kiai Kanjeng tersebut bagaimana?

N : Kalau saya bilang ini diperjalankan?

P : Maksudnya bagaimana Pak?

N : Saya dapat menciptakan laras nada gamelan yang bukan slendro

dan bukan pelog ini karena diperjalankan.

P : Maksudnya diperjalankan oleh siapa Pak?

N : Ya oleh yang punya hidup, yaitu gusti Alloh SWT. Yang

memberi petunjuk sehingga jadilah konsep gamelan yang bukan slendro dan bukan pelog.

P : Kalau boleh konsep awalnya bagaimana sehingga bapak dapat


(3)

N : Pada waktu saya msih aktif di teater Dinasty saya dan kawan-kawan selalu meminjam gamelan punya Pak Elka Dipowinatan, tapi setelah grup teater Dinasti bubar gamelan tersebut di jual oleh Pak Elka, dan kebetulan pada waktu itu Cak Nun mengajak untuk menggarap sebuah drama yang berjudul Pak Kanjeng.

P : Terus untuk cerita selanjutnya bagaimana Pak?

N : Iya itu saya memutuskan untuk membuat gamelan sendiri yang

saya buat dengan besi dan sama persis dengan bentuk gamelan slendro dan pelog akantetapi laras nadanya lah yang membedakan dari gamelan pada umumnya.

P : Perbedaan Pak Kanjeng dan Kiai Kanjeng sendiri apa Pak?

N : Pak Kanjeng adalahsebuah lakon yang ada dalam naskah drama

monolog Cak Nun yang pada waktu itu dimainkan oleh Butet Kertaredjasa, dan untuk selanjutnya naskah itu di rubah untuk dimainkan oleh saya sendiri, Butet Kertaredjasa dan Joko Kamto.

P : Terus mengenai nama gamelan Kiai Kanjeng sendiri bagaimana

Pak?

N : Untuk mengenang naskah tokoh yang ada didalam drama Kiai

Kanjeng nama gamelan tersebut kami beri nama Kiai Kanjeng.

P : Pak maksud dari musik Kiai Kanjeng sebagai sarana atau media


(4)

N : Sebagai media pendidikan lagu atau syair musik Kiai Kanjeng selalu memilih point-point syair atau lagu yang bukan hanya lirik musik yang hanya berbunyi saja, tapi semualirik atau syairnya harus mempunyai bobot dan terkandung nilai sebagai media pendidikan.

P : Maksudnya lirik yang bagaimana Pak lirk atau syair yang

terkandung?

N : Ya lirik lagu yang dapat menanamkan jiwa dan budi pekerti yang

baik, sebagai contoh mengandung lirik yang selalu mengagungkan dan mengingat nama Tuhan, semangat nasionalis, cinta kepada orang tua, saling sayang pada sesama.

P : Pak kalau mengenai musik Kiai Kanjeng sebagai sarana terapi

maksudnya yang bagaimana ya Pak?

N : Selain musik menjadi sarana hiburan musik Kiai Kanjeng juga

menjadi sebuah media terpai oleh Jama’ah.

P : Maksudnya media terapi yang bagaimana Pak?

N : Alunan musik mempunyai frekwensi glombang dan dapat

mempengaruhi pikiran dan tubuh dalam berbagai tingkatan. Lewat lirik lagu musik Kiai Kanjeng atau lewat melodi yang dimainkan biasanya setiap instrumen memiliki peran atau fungsi dalam sebuah lagu supaya pesan yang disampaikan dapat terpenuhi dan menjadi sarana terapi bagi penikmatnya. Dan semua disatukan dalam kesatuan yang bernama musik Kiai Kanjeng.


(5)

Transkrip wawancara dengan Mas Helmi sebagai manajemenProgres selaku pengurus dari semua kegiatan acara Mocopat Syafa’at pada tanggal 12 Agustus 2015 bertempat di rumah Maiyah jalan barokah 287 Kadipiro Yogyakarta.

P : Secara singkat Mas Helmi sebenaranya arti dari kata Maiyah itu

sendiri apa?

N : Maiyah sebenarnya berasal dari kata “ma’iya atau dari kata lain

ma’ana”yang artinya adalah kebersamaan.

P : Maksudnya kebersmaan yang bagaimana mas? Dan kebersamaan

bersama siapa?

N : Kebersama’an antara kita, Rosulloh SAW dan Alloh SWT. Yang

artinya maiyah bukan sebuah organisasi ataupun golongan Maiyah adalah suatu konsep kesadaran nilai kebersamaan anatara kita, Rosulloh SAW dan Alloh SWT.

P : Kalau mengenai Jama’ah Maiyah sendiri apa dan seperti apa

bentuk fisik dalam pengajian.

N : Jama’ah maiyah adalah jama’ah dimana Cak Nun menghadiri

suatu acara yang dimana jama’ah yang hadir itu bisa disebut jama’ah Maiyah.

P : Berarti jam’ah Maiyah orang yang hadir di dalam acara Cak Nun

ya mas?


(6)

P : Maksud dari tingkatan level tersebutyang bagaimana mas?

N : Maksudnya begini bagi jama’ah yang hadir dan hanya mengikuti

acara pengajian

Kalau level yang saya sebutkan adalah penggiat Maiyah yang dimana, maksudnya adalah jama’ah Maiyah yang tidak hanya hadir didalam acara-acara pengajian Cak Nun akan tetapi juga ikut serta dalam kegiatan-kegiatan diluar pengajian Cak Nun.

P : Apakah ada kegiatan pengajian Jamaah Maiyah yang dilakukan

selain di acara Mocopat Syafa’at?

N : Ada mas, di Padang Mbulan Jombang Jawa Timur yaitu sebagai

cikal bakal dari Jamaah Maiyah lainnya.

P : Kalau mengenai Jamaah lainnya berada dimana saja mas?

N : Mocopat Syafa’at di Yogyakarta, Gambang Syafa’at di

Semarang, Bangbang Wetan di Surabaya dan masih banyak lainnya yang tersebar di Nusantara.

P : Mengenai acara Mocopat Syafa’at sendiri diadakan setiap kapan?

N : Setiap bulan mas, pada tanggal 17 dihalaman taman

Kanak-Kanak Islam Terpadu Tirtonirmolo Kasihan Bantul.

P : Acara ini dimulai pukul berapa?

N : Sekitar pukul 20.00 WIB sampai dengan sekitar pukul 03.00 WIB

P : Tema acara yang dihadirkan apakah seperti pengajian secara

umumnya? Atau ada yang lain?

N : Acara ini memuat tentang mengkaji secara luas, ada tema sosial,