PENGEMBANGAN PEMAHAMAN KONSEP NEGARA HUKUM INDONESIA MELALUI MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN :Kajian Deskripsi Analisis Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pada Perguruan Tinggi Negeri di Kota Bandung.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN TENTANG KEASLIAN KARYA TULIS, ... i
KATA PENGANTAR, ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH, ... v
ABSTRAK, ... x
ABSTRACT, ... xi
DAFTAR ISI. ... xii
DAFTAR TABEL, ... xvii
DAFTAR GAMBAR, ... xviii
DAFTAR BAGAN, ... xix
BAB I PENDAHULUAN, ... 1
A. Latar Belakang Masalah, ... 1
B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah, ... 8
C. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian, ... 9
D. Maksud dan Tujuan, ... 10
1. Maksud, ... 10
2. Tujuan Penelitian, ... 10
E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian, ... 11
1. Signifikansi Penelitian, ... 11
2. Manfaat Penelitian, ... 12
F. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional, ... 13
(2)
G. Ruang Lingkup Penelitian, ... 17
H. Paradigma Penelitian, ... 19
I. Metodelogi Penelitian, ... 20
BAB II LANDASAN TEORITIS, ... 23
A. Memahami Konsep Negara Hukum Indonesia, ... 23
1. Kedudukan Hukum dalam Negara, ... 23
2. Arti Negara, ... 28
3. Makna Konsep Negara Hukum, ... 36
4. Konsep Negara Hukum Indonesia, ... 47
5. Pancasila Sebagai Dasar Konsep Negara Hukum Indonesia, 55
6. Kesadaran dan Kepatuhan Hukum, ... 60
B. Tinjauan Konseptual Pendidikan, ... 68
1. Pendidikan sebagai Usaha Transformasi Pengetahuan, ... 68
2. Pendidikan sebagai Bagian dari Suatu Kebijakan Negara, ... 71
C. Konsep Pendidikan dalam Perguruan Tinggi, ... 78
1. Mahasiswa sebagai Bagian dari Pendidikan Tinggi, ... 78
2. Jati Diri Pengajaran Pendidikan Tinggi dan Perguruan Tinggi, 81 D. Tinjauan Konseptual Pendidikan Kewarganegaraan di PerguruanTinggi, ... 93
1. Makna Konsep Pendidikan Kewarganegaraan, ... 93
2. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Politik, ... 100
3. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Hukum, . 107
4. Pendidikan Nilai sebagai Essensi Pendidikan Kewarganegaraan, ... 109
(3)
5. Pendidikan Demokrasi sebagai arah Kompetensi Pendidikan
Kewarganegaraan, ... 116
6. Misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, ... 118
BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN, ... 124
A. Metode Penelitian, ... 124
B. Penentuan Subyek Penelitian, ... 130
C. Sumber Data, ... 132
D. Teknik Pengumpulan Data, ... 133
E. Analisis Data, ... 139
F. Verifikasi Data, ... 143
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, ... 151
A. Hasil Penelitian, ... 152
1. Gambaran Kondisi Perkuliahan Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, ... 152
2. Gambaran Kondisi Pembelajaran Konsep Negara Hukum dalam Perkuliahan Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi, ... 211
3. Kendala dan Persoalan dalam Proses Pembelajaran Konsep Negara Hukum pada Mahasiswa melalui Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, ... 239
4. Perspektif Mahasiswa, Dosen, Manajemen Pendidikan Tinggi Dan Pakar dalam Pengembangan Pemahaman Konsep Negara Hukum melalui Mata Kuliah PKn, ... 244
B. Pembahasan, ... 263
1. Analisis Kondisi Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi, ... 263
(4)
2. Analisis Kondisi Pengembangan Pemahaman Konsep Negara Hukum Melalui Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi Negeri, ... 273
3. Analisis Kendala-kendala dan Permasalahan Dalam Proses Pembelajaran Konsep Negara Hukum pada Mahasiswa melalui Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, ... 307
4. Analisis Perspektif Mahasiswa, Dosen, Manajemen Pendidikan Tinggi, Dan Pakar dalam Pengembangan Pemahaman Konsep Negara Hukum melalui Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, ... 314
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI, ... 376
A. Simpulan, ... 376
B. Implikasi, ... 386
C. Rekomendasi, ... 388
DAFTAR PUSTAKA, ... 393
LAMPIRAN-LAMPIRAN, ... 403
(5)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam catatan perjalanan sejarah ketatanegaraan Jimly Asshidiqqie (2007:74-141) mencatat, sejak kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sampai saat ini yaitu masa Reformasi, Indonesia telah mengalami 5 (lima) masa republik. Selama masa-masa tersebut hukum belum dirasakan berwibawa dan berfungsi sebagai rambu pengendali terkuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, padahal konsepsi negara Indonesia sejak pendiriannya adalah Negara Hukum bukan negara kekuasaan, seperti diatur dalam sebagian besar ketentuan konstitusinya. bahkan sampai setelah perubahan keempat Undang-Undang Dasar 1945, konsepsi Negara Hukum dirumuskan dengan tegas dan jelas dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Indonesia adalah negara hukum”. masih juga belum dirasakan seperti apa yang diharapkan yakni menjadi pengendali terkuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konsepsi Negara Hukum ini menggariskan harus adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi, di mana pengakuan normatif adalah pengakuan yang tercermin dalam perumusan hukum dan/atau konstitusi, sedangkan pengakuan empirik adalah pengakuan yang tercermin dalam perilaku sebagian besar masyarakatnya bahwa hukum itu supreme artinya yang tertinggi untuk dipatuhi dan ditaati (Asshidiqie, 2004: 168).
(6)
Sebelumnya kita mengetahui di masa Orde Lama yaitu kurun waktu tahun 1959-1966 hukum tidak dijadikan sebagai suatu hal tertinggi, bahkan hukum menjadi suatu sub ordinasi dari kekuasaan seperti apa yang digambarkan kondisinya dalam sebuah simposium yang diadakan tanggal 6 sampai dengan 9 Mei 1966 oleh Universitas Indonesia, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) (Pranaka, 1985:198-199).
Akibatnya di masa Orde Lama kita melihat begitu banyak penyimpangan arah haluan negara yang dicita-citakan sejak proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, sehingga Indonesia menuju ambang kehancuran, di mana kesejahteraan dan keadilan jauh dari pencapaian.
Sementara itu kita telah mengetahui bahwa Rezim Orde Baru (kurun waktu 1966-1999) telah merekayasa undang-undang susunan dan kedudukan Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR), sehingga eksekutif mendominasi kekuasaan Legislatif dan Yudikatif, dan cabang-cabang kekuasaan lainnya hanya dianggap sebagai pengikut kebijakan eksekutif, yang pada akhirnya tidak terjadi check and balances antar lembaga penyelenggara negara, sehingga lembaga-lembaga negara mudah direkayasa oleh eksekutif demi kekuasaan, yang akhirnya menimbulkan korupsi, kolusi, dan Nepotisme diberbagai cabang kekuasaan seperti apa yang dicatat Maruarar Siahaan (2004:43) dalam catatan berbahasa Inggris di diskusi Masyarakat Transparancy Indonesia (MTI) tanggal 31 Agustus 1998.
Catatan itu menunjukkan betapa hukum telah direndahkan demi apa yang dinamakan kebijakan politik baik di masa Orde Lama, maupun Orde Baru hal ini
(7)
kemudian mengakibatkan merajalelanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sebagaimana yang ditunjukkan hasil penelitian Survey Barometer Corruption Global tahun 2006 yang dilakukan oleh Transparency International melalui Gallup International di 63 negara salah satunya adalah Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 24 Juli sampai dengan 10 Agustus 2006 yang menempatkan Indonesia sebagai negara korup kelima.
Selain permasalahan pengelolaan negara yang diwarnai kasus-kasus korupsi kita juga melihat dalam hal Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) yang merupakan salah satu ciri dari negara hukum masih memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya kasus pelanggaran HAM yang terjadi dan tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab. Beberapa catatan pelanggaran HAM yang terjadi, seperti pelanggaran HAM Tanjung Priok, pelanggaran HAM Timor-Timur, Tragedi Trisakti dan Semanggi, Lumpur Lapindo dan lain-lain.
Di tengah masyarakat kita pun banyak menemukan catatan penyimpangan dan pelanggaran hukum yang disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hukum misalnya; kurangnya kesadaran membayar Pajak, kurangnya kesadaran mentaati aturan berlalu lintas, maraknya kasus illegal loging, kasus penyerangan terhadap kaum Ahmadiyah, tawuran antar suku atau desa, dan lain-lain.
Padahal faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat adalah: 1) kaidah hukum; 2) peraturan itu sendiri; 3) sarana atau fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum; dan 4) kesadaran masyarakat
(8)
(Soekanto; 1980:13-24, Ali, 2006:62). Dan kesadaran hukum itu akan ada kalau ada pengetahuan dan pemahaman hukum (Soekanto, 1980:211, Ali, 2006:67).
Sementara itu dapat dikatakan masyarakat Indonesia tingkat pengetahuan hukumnya sangat terbatas terutama menyangkut hak-hak hukum dasar, proses hukum formal dan isu hukum perempuan. Seperti apa yang ditunjukkan hasil penelitian Baseline Survey; Pilot Program Revitalization of Legal Aid in Indonesia (RLA) Justice for the Poor Program yang dilaksanakan oleh Bank Dunia (World Bank) dan AC-Nielsen (http://www.justiceforthepoor.or.id/), yang dilaksanakan selama 16 bulan sejak september 2005 sampai Desember 2006 di Propinsi Lampung, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat.
Tentunya apabila tingkat pengetahuan dan pemahaman hukum kita cukup rendah maka perlu kita pertanyakan seberapa besar komitmen kita akan langkah-langkah yang bersifat edukasi atau pendidikan baik secara formal maupun non formal patut yang mampu memberikan kepada masyarakat mengenai hukum atau konsep negara hukum tersebut?.
Penyadaran bagi semua warga negara melalui pendidikan adalah suatu hak politik yang tidak terpisahkan, ketika seorang individu ditasbihkan menjadi warga negara apabila hendak dikatakan sebagai suatu negara demokratis. Steven M. Chan (2002: 18) mengatakan “Ketidaktahuan dari segelintir orang bisa merupakan sebuah ancaman bagi semua warga dalam sistem Demokrasi”. Dan Branson mengatakan Pengajaran informal di bidang kewarganegaraan dan pemerintahan hendaknya jangan meremehkan tanggung jawab warganegara dalam Demokrasi
(9)
konstitusional. Pemahaman tentang pentingnya hak-hak individu harus dibarengi dengan pengecekkan tanggung jawab pribadi dan kewarganegaraan.
Berkaitan dengan pengajaran kewarganegaraan kita tidak dapat mengenyampingkan keberadaan Perguruan Tinggi yang mempunyai misi sebagai pelaksana pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat, seperti apa yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi yaitu apa yang disebut dengan “Tri Dharma Perguruan Tinggi” (Riyanto, 2003:7). Pendidikan/Pengajaran biasanya lebih menonjol, karena sebagian besar Perguruan Tinggi berkenaan dengan kegiatan pengajaran, walaupun demikian bukan berarti misi lain yang tidak lagi penting.
Sehingga Perguruan Tinggi di Indonesia mempunyai kedudukan khas di tengah masyarakat dalam misinya untuk pengabdian pada masyarakat, yang tidak hanya sekedar mempelajari ilmu, melainkan sebagai agen perubahan yang dapat membagikan keahliannya kepada masyarakat. Dalam bahasa lama Perguruan Tinggi bukan merupakan menara gading (ivory tower) melainkan ibarat lentera yang dapat menerangi lentera diri dan lingkungan sekitarnya (Supriadi, 1997:34).
Misi terpenting Perguruan Tinggi adalah melaksanakan pendidikan/pengajaran, objek dari pendidikannya adalah Mahasiswa. Menurut Achmad Ichsan (Hermawan, 2006:496), mahasiswa dibedakan sebagai “apprettice ward, client, customer, dan member”. Peranan pertama mahasiswa bersifat taklid kepada gurunya dan diharapkan mahasiswa yang bersangkutan secara bertahap juga menyerupai gurunya; kedua peranan mahasiswa sebagai “anak angkat asuh” (ward) dari suatu universitas yang dititipkan oleh orang
(10)
tuanya atau masyarakatnya, di dalam lingkungan universitas yang harus bertanggungjawab atas kesejahteraan moral dan intelektualnya; ketiga peranan mahasiswa sebagai client terhadap universitasnya yang terlibat dalam hubungan profesional, di mana mahasiswa mendapat pelayanan pengajaran dari dosennya; keempat peranannya sebagai langganan (customer) yang mempunyai kebutuhan tertentu, yang akan dapat diperolehnya di universitas dengan cara membeli; kelima peranan mahasiswa sebagai anggota warga (member) dari universitas, yang mempunyai hak dan kewajiban dalam kedudukan sebagai “warga”.
Dari semua peranan mahasiswa yang harus kita perhatikan disini adalah bagaimana peranan mahasiswa sebagai seorang warga negara yang memiliki tingkat intelektual tinggi dapat menyokong keberlangsungan negara di kemudian hari, bagaimana kelak seorang mahasiswa sebagai warga negara dapat menjalankan kehidupan kenegaraannya dengan baik?, dan bagaimana negara ini dikelola dengan benar dan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh warganya?.
Misi Perguruan Tinggi sudah barang tentu secara aplikatif dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajarnya melalui mata kuliah yang memberikan Pendidikan Kewarganegaraan pada mahasiswanya seperti Manipol dan USDEK, Pancasila dan UUD 1945 (1960), Filsafat Pancasila (1970-sekarang), Pendidikan Kewiraan (1989-1990), dan Pendidikan Kewarganegaraan (2000-sekarang) (Rosyada dkk, 2005:4).
Akan tetapi sampai saat ini mata kuliah tersebut masih dirasa kurang memberikan penyadaran pada mahasiswa dalam berperilaku, apa yang terjadi di tengah masyarakat kita menjumpai kasus-kasus Mahasiswa tawuran, Demonstrasi
(11)
berakhir ricuh, perusakan fasilitas kampus dan peristiwa lainnya yang menunjukkan tidak adanya bentuk kesadaran mahasiswa terhadap konsepsi negara hukum sebagai suatu bagian dari kesadaran berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian perlu ada koreksi dan pembaharuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Pendidikan Tinggi yang dimulai dari restrukturisasi eksistensi keberadaan Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perguruan Tinggi melalui Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, di mana Pendidikan kewarganegaraan telah ditetapkan sebagai Mata Kuliah yang wajib diberikan di semua jenjang termasuk Pendidikan Tinggi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 37 ayat (2) Undang-undang tersebut, di mana kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat a) pendidikan agama; b) pendidikan kewarganegaraan; dan c) bahasa. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 43 Tahun 2006 menetapkan Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia sebagai Mata Kuliah Pengembang Kepribadian.
Pertanyaan yang dapat ditarik dari uraian di atas apakah benar Pendidikan Kewarganegaraan yang diajarkan sebagai mata kuliah wajib telah mampu memberikan pemahaman konsep negara hukum terhadap mahasiswa? Ataukah sebaliknya seperti realitas hari ini, di mana kita menyaksikan mahasiswa lebih menyukai demonstrasi anarkis dalam penyampaiannya aspirasinya?. Lalu apa yang salah dalam Pendidikan Kewarganegaraan? Pengajarannya, manajemen pengajaran, sumber daya pengajarnya, atau materinya itu sendiri?.
(12)
Atas dasar uraian-uraian tersebut di atas Penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisa bagaimana pengembangan pemahaman konsep Negara Hukum Indonesia melalui Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi.
B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah
Bertolak dari uraian latar belakang masalah dapat ditemukan permasalahan yang terkait dengan Pemahaman Konsep Negara Hukum Indonesia dalam Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Upaya sosialisasi melalui Pendidikan Kewarganegaraan ternyata belum memberikan dampak yang cukup berarti bagi peningkatan Pengetahuan dan Pemahaman Konsep negara hukum dalam rangka pembentukan warga negara yang baik dan cerdas (good and Smart Citizenship), tidak terkecuali dalam Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi sebagai suatu program pendidikan yang fokus utamanya adalah pembentukan civic culture pada mahasiswa sebagai warga negara yang memiliki tingkat intelektual cukup tinggi.
Berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka pertanyaan umum yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) apakah Pendidikan Kewarganegaraan yang disajikan dalam bentuk Mata Kuliah Umum (MKU) dan Mata Kuliah Pengembang Kepribadian (MKP) kepada mahasiswa di Perguruan Tinggi telah mampu memberikan pemahaman bagi mahasiswa mengenai konsep Negara Hukum, 2) apa yang menjadi sebab kurangnya pemahaman warga negara dalam hal ini mahasiswa terhadap konsep negara hukum?, 3). Bagaimana peran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata
(13)
Kuliah dalam pengembangan pemahaman konsep Negara Hukum pada Mahasiswa, dan 4) Bagaimana proses yang sebaiknya dilakukan dalam pengembangan pemahaman konsep Negara Hukum Indonesia pada Mahasiswa melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata kuliah di Perguruan Tinggi.
C. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Sesuai dengan uraian yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah di atas, maka yang fokus masalah penelitian ini: “Bagaimana pengembangan pemahaman konsep Negara Hukum Indonesia di Perguruan Tinggi melalui Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan”.
Berdasarkan Fokus Masalah di atas, maka pernyataan penelitiannya sebagai sandaran dan arah penelitian, adapun rumusannya sebagai berikut;
1. Bagaimana Kondisi Perkuliahan Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi?
2. Bagaimana Kondisi Pengajaran Konsep Negara Hukum Indonesia kepada mahasiswa dalam perkuliahan Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi?
3. Kendala dan Permasalahan apa yang ditemukan dalam proses pembelajaran Konsep Negara Hukum pada Mahasiswa melalui mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan?
4. Apa dan bagaimana prespektif Mahasiswa, Dosen, dan Pakar di bidang terkait (PKn, Dikti, dan Hukum) mengenai langkah-langkah yang harus dilaksanakan
(14)
dalam mengembangkan pemahaman konsep Negara Hukum melalui Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan?
D. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dan Tujuan Penelitian ini adalah : 1. Maksud
Maksud Penelitian ini adalah ingin memberi kejelasan mengenai Pengembangan Pemahaman mengenai konsep Negara Hukum Indonesia pada mahasiswa di Perguruan Tinggi melalui Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, selanjutnya dapat diambil suatu rekomendasi dalam bentuk model pembelajaran, naskah akademik, naskah buku, dan sebagainya mengenai langkah-langkah apa yang harus dilaksanakan sebagai perbaikan. Dengan diketahuinya kondisi, kelemahan, kekurangan, kendala, persoalan dan dampak pembelajaran mengenai kegiatan belajar mengajar Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
2. Tujuan Penelitian
Adapun mengenai tujuan penelitian ini adalah;
1. Untuk mengetahui bagaimana gambaran kondisi pembelajaran mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dalam memberikan pemahaman mengenai konsep Negara Hukum.
2. Untuk mengetahui gambaran pemahaman mahasiswa mengenai konsep Negara Hukum Indonesia melalui Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
(15)
3. Untuk mengidentifikasikan kendala dan permasalahan pembelajaran mengenai konsep negara hukum melalui Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan 4. Dapat mengembangkan Pemahaman Konsep Negara Hukum pada Mahasiswa
melalui pembelajaran mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan membuat suatu bentuk, model pembelajaran, silabus, naskah akademik, naskah buku, dan sebagainya.
E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian
1. Signifikansi Penelitian
Pesatnya perkembangan dinamika kehidupan kenegaraan yang berpengaruh pada kebijakan Pendidikan memaksa kita untuk setiap kali mengevaluasi apa yang telah dan hendak kita lakukan dalam pengambilan kebijakan pendidikan apakah ini telah sesuai, atau malah keluar dari garis yang hendak dicapai.
Oleh karena itu hasil-hasil penelitian penting sekali untuk dijadikan alat ukur dalam mengevaluasi setiap kebijakan yang kita ambil dalam Pendidikan khususnya pada Pendidikan Kewarganegaraan. Maka berdasarkan hal tersebut Penelitian ini penting untuk dilakukan karena;
1. Perubahan Ketatanegaraan Indonesia yang begitu cepat yang mengubah seluruh sendi-sendi bangunan negara termasuk dalam struktur pendidikan dan kependidikan yang mau tidak mau memaksa kita untuk menanggapi semua perubahan dengan tepat.
2. Pendidikan adalah salah satu usaha komunikasi informasi dalam pengembangan perikehidupan seorang warga negara yang dalam hal ini
(16)
dilakukan melalui pendidikan kewarganegaraan perlu segera dievaluasi agar dapat menyesuaikan diri dengan setiap perkembangan-perkembangan yang terjadi.
3. Perlu adanya suatu kajian ilmiah yang dapat mengevaluasi setiap kebijakan-kebijakan dalam bidang Pendidikan sebagai barometer bagaimana pelaksanaan Pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Manfaat Penelitian
Maka dengan dilaksanakan penelitian yang termaksud dalam tesis ini diharapkan dapat;
1. Dapat menjadi bahan informasi mengenai kondisi Pendidikan secara umum dan Pendidikan Tinggi secara khusus.
2. Dapat menjadi sumber kajian pustaka yang bersifat ilmiah dalam dunia Pendidikan di Indonesia.
3. Sebagai data evaluasi mengenai keadaan Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan di Indonesia dalam Pendidikan Tinggi.
4. Sebagai bahan petunjuk dan pertimbangan dalam setiap pengambilan kebijakan para Stake Houlder di bidang Pendidikan, terutama bagi Pendidikan Tinggi.
5. Sebagai bahan rujukan ilmiah bagi penelitian selanjutnya dalam bidang kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi khususnya dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
(17)
F. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional
Di dalam penulisan judul di atas dapat kita temukan beberapa konsep yakni; Pengembangan Pemahaman, Konsep Negara Hukum, Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, dan Perguruan Tinggi, di mana pada di bawah ini akan dikemukakan Definisi akan konsep-konsep tersebut sebagai suatu cara memudahkan komunikasi akademis dalam penyusunan Tesis ini.
1. Pengembangan Pemahaman
Pertama-tama definisi konsep mengenai makna “Pengembangan” dalam penulisan tesis ini dimulai dari kata dasar “kembang, berkembang yang bermakna 1) mekar terbuka atau membentang (tentang barang yang berlipat atas kuncup); 2) menjadi besar (luas, banyak, dsb), memuai; 3) menjadi bertambah sempurna (tentang pribadi, pikiran, pengetahuan dan sebagainya); 4) menjadi banyak (merata, meluas, dan sebagainya). Dan makna yang dipergunakan dalam Tesis ini adalah untuk point no 3 yang bermakna menjadi bertambah sempurna, sehingga makna kata “Pengembangan” bermakna suatu proses, cara, perbuatan untuk menambah sempurna tentang pribadi, pikiran, pengetahuan dan sebagainya); dan hal yang dimaksud adalah “Pemahaman” yang berasal dari kata dasar “Paham” dalam Bahasa Indonesia yang bermakna; 1) pengertian: pengetahuan banyak, 2) pendapat; pikiran 3) aliran: haluan: pandangan: 4) mengerti benar 5) pandai dan mengerti benar ( ttg suatu hal) memahami; mengerti benar (akan) mengetahui benar; ia, 6) memaklumi mengetahui, sedangkan untuk kata “Pemahaman” bermakna: proses, cara perbuatan memahami atau memahamkan (Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, 2003: 811).
(18)
Sasaran Utama dalam Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi itu adalah Mahasiswa, kalau dilihat dari segi umur kelompok mahasiswa itu terdiri atas pemuda pemudi berumur sekitar 18-30 tahun dengan mayoritas kelompok 18 -25 tahun (Riyanto, 2003:29) pada kategori umur inilah mahasiswa yang dimaksud dalam Definisi Penelitian ini.
Sedangkan Mahasiswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Peserta didik pada Pendidikan Tinggi untuk jenjang Strata 1 (S-1) dan Diploma, dan yang dimaksud Peserta Didik sebagaimana yang dimaksud Pasal 1 huruf d yakni Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Dalam hal ini yaitu Pendidikan tinggi. Maka makna pengembangan pemahaman yang dimaksud adalah Suatu cara, perbuatan, proses untuk menambah sempurna pemahaman yang dimiliki Peserta Pendidikan Tinggi untuk jenjang Strata 1 (S-1) dan Diploma yakni; Mahasiswa sebagai mana tersebut di atas.
Pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu pemahaman yang meliputi: pemahaman peserta didik secara integratif secara kognitif, afektif, dan psikomotorik mengenai suatu konsep.
2. Konsep Negara Hukum
Konsep Negara Hukum disini adalah konsep negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” dalam hal ini artinya berdasarkan
(19)
penafsiran para ahli hukum Tata Negara diantaranya Jimly Asshiddiqie dan Moch Mahfud M.D.
Jimly Asshidiqie (2006:151) menjabarkan ide negara hukum terkait dengan konsep Rechtstaat dan Rule Of Law juga terkait dengan Konsep Nomokrasi yang artinya Nomos berarti Norma, sedangkan Cratos adalah kekuasaan maka yang menjadi faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum.
Selanjutnya Moch Mahfudz M.D. (2007:7-8) menjelaskan Indonesia menganut Negara Hukum Pancasila yang berbeda dari konsep negara hukum Rechtstaat, dan konsep Rule Of Law, akan tetapi konsep negara hukum Indonesia merupakan suatu ikatan prismatik dan integratif, yang menganut prinsip kepastian hukum dan keadilan subtansial artinya konsep negara hukum Indonesia mengambil hal-hal yang terbaik diantara keduanya.
Dengan demikian definisi Pemahaman Konsep Negara Hukum dalam penelitian ini adalah Suatu konsep yang menerangkan bahwa faktor penente kekuasaan negara dan kehidupan bernegara adalah norma atau hukum dalam hal Negara Republik Indonesia yakni norma atau hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
3. Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan yang menjadi fokus dalam Penelitian ini adalah Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) yang tergabung dalam Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) yang wajib dipelajari oleh semua Mahasiswa pada jenjang Pendidikan Tinggi pada
(20)
Program Diploma dan Strata 1 (S1) sebagaimana diwajibkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 37 ayat (2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat : a). Pendidikan agama; b) pendidikan kewarganegaraan; dan c) bahasa. Yang secara aplikatif diatur berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan No. 43 Tahun 2006. 4. Perguruan Tinggi Negeri
Perguruan Tinggi Negeri yang dimaksud dalam Tesis ini adalah lembaga atau institusi Pendidikan Tinggi yang pengelolaannya mengatasnamakan Negara. Dalam menyelenggarakan satuan jenjang Pendidikan Tinggi sebagai termaksud Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Sedangkan mengenai bentuk lembaga atau intitusi Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan penjelasan; Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Dan menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi sebagai diatur Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di mana untuk kata “Mengatasnamakan Negara” yang dimaksud dalam uraian di atas adalah Mengatasnamakan lembaga atau Institusi Negara seperti: Departemen dan sebagainya, Lembaga dan sebagainya, dan atau Badan Hukum lainnya yang berada dibawah kendali institusi Negara seperti Badan Hukum Milik Negara.
(21)
G. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup pembahasan tesis ini pertama-tama akan dimulai landasan teoritis dengan membahas Konsep Negara sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, oleh karena itu negara harus dapat menciptakan tertib sosial dengan menegakkan hukum dan menciptakan konsep negara hukum sebagai tujuan utamanya.
Hukum dibentuk dari nilai-nilai sosial yang bersumber dari Cita hukum (Recht Idee), dalam hal ini untuk Indonesia adalah Pancasila, maka akan dikemukakan bagaimana teori-teori yang menggambarkan bagaimana hubungan hukum dengan negara, hubungan hukum dengan Recht Idee, dan bagaimana nilai-nilai sosial membentuk hukum.
Dalam rangka mewujudkan negara hukum, Negara mengambil kebijakan dalam bidang Pendidikan di Perguruan Tinggi dengan mengajarkan Konsep Negara hukum tersebut melalui Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu bentuk Pendidikan Hukum, Pendidikan Politik, dan Pendidikan Nilai dalam pandangan sebagai Pendidikan Demokrasi yang kelak akan membentuk Civic Knowledge, Civic Disposition, dan Civic Skill pada diri Mahasiswa sebagai bagian dari warga negara,. apabila kelak mahasiswa mampu memahami konsep negara hukum tersebut, maka diharapkan ia memiliki Budaya Politik (civic culture) yang selaras dengan cita konsep Negara Hukum Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bersama. Sebagai gambaran uraian ini berikut gambaran skema pembahasannya;
(22)
Bagan 1.1.
Ruang lingkup Landasan Teoritis
Cita Hukum Recht Idee Nilai – nilai Sosial
Hukum Negara Hukum Rule Of Pendidikan Tinggi Budaya Politik (Civic Culture) Negara Mahasiswa Rechtstaats Kesejahteraan Warga Negara Pendidikan Sebagai Usaha Transformasi Pengetahuan Pendidikan Sebagai Bagian Kebijakan
Pengembangan Pemahaman Konsep Negara Hukum Konsep Prismatik Negara Hukum Indonesia Aturan Perundang-undangan Pendidikan Politik Pendidika n Nilai Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Hukum Sadar Hukum Moral Civic Knowledge Civic Disposition Pendidikan Demokrasi Civic Skill Melek Politik (political literacy)
(23)
H. Paradigma Penelitian.
Adapun yang menjadi alur pemikiran atau Paradigma penelitian ini secara paradigmatik akan dijelaskan melalui alur skema di bawah ini adalah:
PENGEMBANGAN PEMAHAMAN KONSEP NEGARA HUKUM INDONESIA MELALUI MATA KULIAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENELITIAN
PENDEKATAN METODE PENGUMPULAN DATA
TEMUAN PENELITIAN
KESIMPULAN IMPLIKASI
MODEL PENGAJARAN REDUKSI, ANALISIS.
PENYAJIAN DATA
REKOMENDASI Perspektif Pemikiran
Pakar
PEMBELAJARAN MATA KULIAH PKN DI PERGURUAN TINGGI SEBAGAI MKDU/MKP
Manajemen Pendidikan Dosen Materi Gambaran Manajemen Pengelolaan Pengajaran PKn Profil Mata Kuliah PKn
Paradigma Struktur Keilmuan Struktur Taksonomi Strategi Belajar Mengajar PKn Pengelolaan Pengajaran Mahasiswa Aspek Kognitif Aspek Afektif Aspek Psikomotorik Petunjuk Langkah-langkah pengembangan pemahaman konsep Negara Hukum melalui Mata Kuliah PKn di PT
Gambaran dan Analisa Pengajaran Konsep negara hukum Indonesia
kepada mahasiswa dalam perkuliahan Mata
Kuliah PKn di PT Gambaran dan Analisa
kondisi pembelajaran mata kuliah PKn di PT
Indentifikasi Kendala dan Permasalahan
dalam proses pembelajaran konsep
negara hukum pada Mahasiswa melalui mata
(24)
I. Metodelogi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Istilah Penelitian Kualitatif menurut Strauss dan Corbin (2007:4) menunjukkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya, dan Cresswell (1998:15) memberikan definisi;
Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The Researches build a complex, holistic picture, analyses words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting.
Hal ini didasarkan pada rumusan masalah penelitian yang menuntut peneliti melakukan eksplorasi dalam memahami dan menjelaskan masalah yang diteliti melalui hubungan yang intensif dengan sumber data.
Adapun penentuan subyek penelitian ini dengan maksud memperoleh sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan konteks keilmuan dan subtansi PKn dalam pengembangan pemahaman konsep negara hukum pada diri mahasiswa sebagai seorang warga negara, dengan mencoba mencari sintesa dari berbagai informasi dalam bentuk naskah, dokumen, dan transkrip wawancara yang didapat dari subyek tersebut.
Ada beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan subyek penelitian, yakni latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events), dan proses (process) (Miles dan Huberman, 1984:56, Al-Wasilah, 2003:145-146, Sapriya, 2007:144). Kriteria pertama adalah latar, yang dimaksud adalah situasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni: di dalam kegiatan belajar dan
(25)
mengajar di kampus, wawancara di rumah, di kantor, wawancara formal dan informal, berkomunikasi resmi dan tidak resmi.
Sumber data dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) Sumber bahan data lapangan, meliputi catatan observasi kelas, pembelajaran dan sebagainya; 2) Sumber bahan cetak (kepustakaan) meliputi buku teks, dokumen, makalah, kliping tentang PKn, Kajian ilmiah di Perguruan Tinggi mengenai Pengembangan Pemahaman Konsep Negara Hukum yang diperoleh dari surat kabar, majalah ilmiah, jurnal, situs internet dan lain-lain; dan 3) Sumber Responden (human resources) yang meliputi; Pakar Pendidikan Kewarganegaraan, Pakar Hukum Tata Negara, Pakar Pembelajaran Pendidikan Tinggi, Pejabat Perguruan Tinggi di bidang Kurikulum, Birokrat di bidang Pendidikan Tinggi, Dosen dan Mahasiswa.
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tehnik-tehnik pengumpulan data kualitatif, yang meliputi: Studi Dokumentasi, wawancara, dan observasi.
Setelah Data terkumpul kemudian dilakukan analisis data. Menurut Bogdan dan Biklen (1990:189) Analisa data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip wawancara, catatatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang telah anda himpun untuk menambah pemahaman anda sendiri mengenai bahan-bahan itu semua untuk memungkinkan anda melaporkan apa yang telah anda temukan kepada pihak lain. Analisa data meliputi kegiatan menyusun data, dengan membagi-baginya menjadi satuan-satuan kecil yang
(26)
kemudian disintesakan, dicari polanya, menentukan mana yang penting, mana yang tidak, dan diputuskan untuk dilaporkan.
Akhirnya setelah data di analisis selanjutnya dilakukan tahapan verifikasi data, dalam kesempatan ini Penulis menggunakan prosedur Triangulasi (triangulation) di mana menurut Cresswell (201-203, 1998) prosedur ini menggunakan seluas-luasnya sumber yang banyak dan berbeda, metode-metode, dari para peneliti, dan teori-teori untuk menyediakan bukti-bukti yang benar (corroborative evidence). Selain prosedur tersebut di atas kemudian penulis menggunakan juga Member Checks, peneliti mengumpulkan/mencari/memohon (solicit) pandangan-pandangan para informan tentang kredibilitas dari temuan-temuan dan interpretasi.
(27)
BAB III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
Bab ini menguraikan bagaimana gambaran metodelogi yang digunakan dalam penelitian sebagai suatu proses penelaahan kajian yang dilakukan secara sistematis dan bertahap guna membangun sebuah kesimpulan. Adapun Bab ini menguraikan hal-hal sebagai berikut: A) Metode Penelitian; B) Penentuan Subyek Penelitian; C) Sumber Data; D) Teknik Pengumpulan Data; E) Analisis Data; dan F) Verifikasi Data. pada bagian akhir akan disajikan bagan proses penelitian. A. Metode Penelitian
Penelitian ini diarahkan untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam mengenai bagaimana gambaran pengembangan pemahaman konsep Negara Hukum pada Mahasiswa jenjang Sarjana dan Diploma semester satu Tahun ajaran 2007/2008 Melalui Perkuliahan Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di berbagai Perguruan Tinggi Negeri di Kota Bandung.
Hasil Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai kondisi kegiatan belajar mengajar dalam Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Kuliah Dasar Umum atau Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, Konsep Negara Hukum Indonesia dalam Materi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, Kelemahan dan kekurangan Pembelajaran Konsep Negara Hukum melalui Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, Kendala dan Permasalahan dalam Pembelajaran Konsep Negara Hukum Melalui Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, dan Dampak Pengembangan Konsep
(28)
Negara Hukum melalui pembelajaran Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan pada Mahasiswa.
Setelah diketahui gambaran kondisi riil di lapangan mengenai bagaimana Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Negeri, kemudian dikonfirmasikan kepada para pakar di bidang Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Tinggi untuk dimintai analisa dan pandangannya dari sudut teori keilmuan, hasilnya akan dibuat suatu bentuk rekomendasi dalam pengembangan Pemahaman Konsep Negara Hukum Indonesia di Perguruan Tinggi.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Istilah Penelitian Kualitatif menurut Strauss dan Corbin (2007:4) menunjukkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya, dan Cresswell (1998:15) memberikan definisi;
Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The Researches build a complex, holistic picture, analyses words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting.
Kemudian Mc. Millan dan Schumacher (2001:35) mengklasifikasikannya dalam dalam 2 (dua) pendekatan sebagai mana berikut:
Qualitative modes inquiry can be classified as interactive or non interactive. These qualitative modes of inquiry are important because each has a prominent history in one of the disclipines and has generated journals, book, and distinctive, methodologies that characterize its approach. As a group, these qualitative modes of inquiry are reported frequently in journals; espouse rigorous and systematic methodologies; and illustrate diversity in research design, researcher role, and data gathering techniques,...
(29)
Di atas dijelaskan bahwa Penelitian Kualitatif didekati dalam dua pendekatan yakni; interaktif dan non interaktif. Kemudian dijelaskan oleh Mc. Millan dan Schumacher (2001:35) untuk penelitian kualitatif yang pendekatan secara interaktif ;
Interactive qualitative inquiry is an in-depth study using face-to-face techniques to collect data from people in their natural setting. The researcher interprets phenomena in terms of the meanings people bring to them. Qualitative researchers build a complex, holistic picture with detailed description of informants prespectives. Interactive researchers describe the context of the study, illustrate different perspectives of the phenomena, and contually revise questions from their experience in the field.
Penelitian kualitatif secara interaktif adalah penelitian dengan sangat mendalam menggunakan teknik langsung menggunakan data dari orang secara faktual di lapangan. Periset menginterpretasikan fenomena menggunakan interpretasi hasil data prespektif pendapat orang. Peneliti Kualitatif hendak mengembangkan gambaran secara detail berdasarkan informasi perspektif orang.. Secara intraktif peneliti menggambarkan obyek yang dipelajarinya, mengilustrasikan perbedaan cara pandang dari suatu fenomena dan menjawab semua pertanyaan penelitian berdasarkan apa yang didapat dilapangan Sedangkan non interaktif dijelaskan oleh Mc Millan dan Schumacher (2001:38) sebagai berikut;
Noningteractive modes of inquiry, termed analytical research, investigate historical concepts and events through an analysis of documents. The researcher identifies, studies, and then synthezes the data to provide an understanding of the concept or a past event that may or may not have been directly observable. Authentificated documents are the major source of data. The researcher interprets “facts” to provide explanations of the past and clarifies the collective educational meanings that may be underlying current practices and issues.
(30)
Pendekatan Non interaktif dengan mengunakan suatu analisa dan investigasi terhadap konsep perjalanan sejarah melalui suatu analisis dokumen. Peneliti mengidentifikasi, mempelajari dan mensintesakan berbagai data yang diperoleh dari pengamatan. Mengindentifikasikan seluruh data dokumen otentik. Peneliti menginterpretasikan fakta yang memberikan penjelasan dan klarifikasi mengenai definisi atau peristiwa sebenarnya terjadi dan atau hanya isu saja.
Untuk penelitian kualitatif secara interaktif ini menurut Cresswell (1994:11-12) dalam penelitian ilmu sosial terdapat 4 (empat) tradisi penelitian yakni;
Etnographies, in which the researches studies an intact cultural group in a natural setting during a prolonged period of time by collecting, primally, observational data (Wallen & Fraenkel, 1991). The research process is flexible and typically evolves contextually in response to the lived realities encountered in the field setting (Grant & Fine, 1992, Spradley, 1979). Examples in this book are drawn also from critical etnography, a style of discourse and analysis embedded within conventional ethnography. In this approach the researcher chooses between conceptual alternatives and value-laden judgements to challenge research, policy, and other forms of human activity (Thomas, 1993). Critical Etnographers attempt to aid emancipatory goals, negate, repressive influence, raise consciosness, and invoke a call to action that potentially will lead to social change.
Grounded theory in which the researcher attempts to derive a theory by using multiple stages of data collection and the refinement and interrelationship of categories of information (Strauss & Corbin, 1990). Two Primarry Character of design. Two primary characteristics of this design are the constant comparison of data with emerging categories, and theoretical sampling of different groups to maximize the similarities and the differences of information.
Case studies, in which the researcher explores a single entity or phenomen (“the case”) bounded by time and activity (a program, event, process, institution, or social group) and collects detailed information by using a variety of data collection procedures during a sustained period of time (Merriam, 1988, Yin, 1989).
Phenomenological studies, In which human experiences are examined through the detailed descriptions of people being studied. Understanding the “lived experiences” marks phenomenology as a philosophy based on the works of Husserl, Heidegger, Schuler, Sartre, and Merlau Ponty
(31)
(Nieswiadomy, 1993), as uch as it is a method of research. As a method the procedure involves studying a small number of subjects through extensive and prolonged engagement to develop patterns and relationships of meaning (Dukes, 1984, Oiler, 1986). Through this process the researcher “brackets” his or her own experiences in order to understand those of the information (Nieswiadomy, 1993).
Selain dari keempat tradisi penelitian kualitatif yang tersebut di atas kemudian Cresswell (1998:47) ditambahkan juga sebuah pendekatan yang dinamakan A Biography Study yang penjelasannya sebagai berikut:
A biography study is the study of an individual and her or his his experience as told to researcher or found in documents and archival material.
Dari kelima tradisi pendekatan tersebut kemudian mengutip pendapatnya Marshall dan Rossman, Mc Millan dan Schumacher (2001:37) menambahkan Critical Studies (Studi kritis) dalam tradisi pendekatan kualitatif, dengan penjelasan;
Critical studies begin with a commitment to expose social manipulation and oppression and to change oppressive social structures. They often have explicit emancipatory goals either through sustained critique or through direct advocacy and anction taken by researcher or the participants. A researcher may identify his or her gender, race, age, ethnicity, social status, and political positions to inform the reader that interpretations are not value-free (Carspecken, 1996; Rossman & Rallis, 1998).
Studi Kritis dimulai dengan sebuah komitmen untuk mengekspos manipulasi sosial, kesewenangan dan untuk membebaskan tekanan sosial. Seringkali bertujuan emansipasi dan sebuah kritik oleh peneliti atau partisipan mengenai sebuah aksi pembelaan. Peneliti mengidentifikasikan posisinya dalam interpretasi sebagai bagian dari gendernya, ras, usia, sosial status, dan posisi
(32)
politik di mana ini menunjukkan dia tidak bebas nilai atau pada posisinya yang tidak netral.
Dari semua pendekatan tersebut Penelitian ini mengambil pendekatan kualitatif dengan tradisi Studi Kasus (Case Study) dengan maksud hendak memberikan gambaran bagaimana Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Negeri pada suatu tempat di suatu waktu yakni dalam hal ini bertempat di Kota Bandung pada tahun ajaran 2007-2008. Dalam rangka memberikan sekelumit deskripsi mengenai Pembelajaran Konsep Negara Hukum melalui Mata Kuliah PKn di Perguruan Tinggi sebagai bagian pengembangan karakter kewarganegaraan (civics culture) yang smart and good citizenship.
Pendekatan kualitatif dalam kesempatan ini di maksudkan untuk mengungkapkan apa yang terjadi dalam Pengembangan Pemahaman Konsep Negara Hukum pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi melalui kegiatan Pembelajaran Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau nama Mata Kuliah Lain yang dianggap mewakili Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang berkedudukan sebagai Mata kuliah wajib.
Proses kerja dilakukan secara perspektif emik dengan berusaha mengungkapkan fenomena berdasarkan apa yang diketahui, dirasakan dan dilakoni oleh para civitas academika di suatu Perguruan Tinggi Negeri yang menjadi obyek penelitian mengenai Pembelajaran dalam Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan, di mana Data kemudian digambarkan melalui teknik deskripsi, baik interpretasi maupun reproduksi.
(33)
Selain dengan Prespektif emik penelitian menggunakan juga Prespektif etik dengan mengemukakan interpretasi pihak ketiga, dalam hal ini para pakar di bidang Pendidikan Kewarganegaraan, Hukum Tata Negara, Pakar Pembelajaran Pendidikan Tinggi.
B. Penentuan Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, Peneliti menetapkan kriteria subjek penelitian sebagai teknik penentuan apa-apa yang dapat dijadikan subyek penelitian ini, dengan maksud agar peneliti dapat sebanyak mungkin mendapatkan informasi dengan segala kompleksitas yang berkaitan dengan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Ada beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan subyek penelitian, yakni latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events), dan proses (process) (Miles dan Huberman, 1984:56, Al-Wasilah, 2003:145-146, Sapriya, 2007:144). Kriteria pertama adalah latar, yang dimaksud adalah situasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni: di dalam kegiatan belajar dan mengajar di kampus, wawancara di rumah, di kantor, wawancara formal dan informal, berkomunikasi resmi dan tidak resmi.
Berkaitan dengan kriteria pertama Lokasi Penelitian ini mengambil lokasi Perguruan Tinggi Negeri se wilayah Kota Bandung. Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung merupakan Ibu Kota Propinsi Jawa Barat, yang dikenal sebagai salah kota pendidikan di Indonesia, di mana kota ini memiliki tiga PTN berbentuk Universitas, satu Institut, tiga politeknik, dan empat sekolah tinggi yaitu; Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Padjajaran (UNPAD),
(34)
Univesitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Institut Teknologi Bandung (ITB), Politeknik Kesehatan Bandung, (Poltekkes Bandung), Politeknik Negeri Bandung (POLBAN), Politeknik Manufaktur Bandung (POLMAN) Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STP Bandung), Sekolah Tinggi Ilmu Seni (STIS) Bandung, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STT Tekstil) Bandung, dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial Bandung.
Dengan demikian di Kota Bandung terdapat 12 (dua belas) intitusi Perguruan Tinggi Negeri (PTN), oleh karena itu berdasarkan jumlah tersebut peneliti berpandangan cukup signifikan apabila dijadikan sebagai suatu bentuk penggambaran atau deskripsi mengenai bagaimana pembelajaran PKn di Perguruan Tinggi saat ini.
Kriteria kedua, Pelaku, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adalah Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri yang berkaitan dengan kebijakan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Dosen Mata Kuliah Umum (MKU) Pendidikan Kewarganegaraan, Mahasiswa jenjang Diploma dan Sarjana angkatan 2007/2008 yang sedang mengambil mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, pakar yang berkaitan keilmuan terkait dengan dimensi Pendidikan Kewarganegaraan, dan kependidikan tinggi.
Kriteria ketiga adalah Peristiwa yang dimaksud realitas perkuliahan sebagai suatu interaksi edukatif Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan pemahaman konsep negara hukum pada Mahasiswa sebagai bagian dari sistem pendidikan tinggi.
(35)
Kriteria keempat adalah proses, yang dimaksud observasi dan wawancara antara peneliti dengan subyek penelitian berkenaan dengan situasi, kondisi, pendapat, dan pandangannya terhadap fokus masalah dalam penelitian ini.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Sumber bahan data lapangan, meliputi catatan observasi kelas, pembelajaran
dan sebagainya.
2. Sumber bahan cetak (kepustakaan) meliputi buku teks, dokumen, makalah, kliping tentang Pendidikan Kewarganegaraan, Pembelajaran di Perguruan Tinggi dan Pengembangan Pemahaman Konsep Negara Hukum yang diperoleh dari surat kabar, majalah ilmiah, jurnal, situs internet dan lain-lain. 3. Sumber Responden (human resources)
1). Pakar Pendidikan Kewarganegaraan. 2). Pakar Hukum Tata Negara
3). Pakar Pembelajaran Pendidikan Tinggi
4). Pejabat Perguruan Tinggi di bidang Kurikulum 5). Dosen
6). Mahasiswa
Apabila divisualisasikan dalam bentuk tabel maka dapat diperlihatkan sumber data yang dipergunakan penelitian ini:
(36)
Tabel 3.1.
Jumlah dan Distribusi Sumber Data
No Sumber Data Jumlah Keterangan
1. Sumber Data Lapangan (1) Catatan Observasi Kelas (2) Catatan Observasi Harian (3) Transkrip Wawancara (4) Catatan Khusus
5 1 10
1 2. Sumber Data Bahan Cetak
(1) Buku Teks
(2) Dokumen Silabus dan Satuan Acara Perkuliahan
5 12 3. Sumber Responden
(1) Pakar Pendidikan Kewarganegaraan (2) Pakar Hukum Tata Negara
(3) Pakar Pembelajaran Pendidikan Tinggi (4) Pejabat Perguruan Tinggi di bidang kurikulum (5) Dosen (6) Mahasiswa 1 1 1 2 10 50
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tehnik-tehnik pengumpulan data kualitatif, yang meliputi: Studi Dokumentasi, wawancara, dan observasi.
1. Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi adalah langkah pertama yang dilakukan peneliti dengan memanfaatkan sumber-sumber kepustakaan yang berupa buku teks, makalah jurnal, dokumen kurikulum, hasil penelitian terdahulu, dokumen negara sebagai penunjang dalam melaksanakan analisa.
Menurut Lincoln dan Gubba (1985: 276-277) catatan dan dokumen dapat digunakan sebagai suatu saksi dari peristiwa-peristiwa tertentu atausebagai
(37)
bentuk pertanggungjawaban, maka dalam rangka penelitan peneliti mengumpulkan catatan dan dokumen yang dipandang perlu untuk membantu. Dalam Studi Dokumentasi ini peneliti akan menggunakan sumber kepustakaan berupa buku teks, makalah, jurnal, dokumen, kurikulum, hasil penelitian, dokumen negara seperti Keputusan Dirjen Dikti Nomor: 267/Dikti/Kep/2000 tentang Penyempurnaan Kurikulm Inti Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan pada Perguruan Tinggi Di Indonesia, Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/Dikti/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Di Perguruan Tinggi dan Peraturan Menteri Nomor 22/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Kajian dokumen difokuskan pada aspek materi atau substansi yang ada kaitannya dengan Pendidikan Kewarganegaraan secara Konseptual dalam rangka mengembangkan pemahaman kepada Mahasiswa sebagai Warga Negara akan Konsep Negara Hukum.
2. Wawancara
Selain Studi dokumentasi kemudian peneliti akan melaksanakan wawancara, di mana subyek wawancaranya yakni; pakar yang berlatang belakang keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan serta banyak menaruh banyak perhatian terhadap pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan, Pejabat Pendidikan Tinggi dalam bidang Kurikulum, Birokrat Pemerintahan yang berkaitan dengan pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan, Dosen pengajar Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, dan Mahasiswa yang sedang mengambil Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
(38)
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2003: 180), seperti apa yang dijelaskan Mc. Millan dan Schumacher (2001: 42) sebagai berikut; An in-depth interviews is often characterized as a conversations with a goal.
Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab secara tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Karena itu wawancara tidak hanya menangkap pemahaman atau ide tetapi juga dapat menangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif yang dimiliki oleh obyek yang diwawancarai (Gulo, 2007:119). Wawancara secara garis besar dibagi dua yakni: wawancara tak struktur dan wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, dan wawancara terbuka (opended interview), wawancara etnografis, sedangkan wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku (standarized interview), yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban yang sudah disediakan sebelumnya (Mulyana, 2003: 180).
Berkaitan dengan jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan jenis wawancara mendalam, di mana ini dilakukan guna mendapatkan kualifikasi jawaban sebagai data lapangan, yang dapat memberikan jawaban atas makna dari temuan fakta di lapangan.
(39)
Mengenai langkah-langkah atau prosedur melakukan wawancara Cresswell (1997:123-125) memberikan petunjuk sebagai berikut;
1) Indentify interviewers based on one of the purposeful sampling procedurs mentioned in preceeding (Miles & Huberman, 1994).
2) Determine what type of interview is pratical and will net the most useful information answer research questions.
3) Whether conducting one-on-one or focus group interviews, I recomended the use of adequate recording procedures, such as a lapel mike for both the interviewer and interviewer or an adequate mike sensitive to the acoustics of the room.
4) Design the interview protocol, a form about four of five pages in length, wtih approximately five open-ended questions and sample space between the question to write responses to the interviewee’s comments.
5) Determine the place for conducting the interview.
6) After arriving at the interview site, obtain consent from the interviewer to participate in the study.
7) During the interview, stick to the questions, complete within the time specified (if possible), be respectful and courteous, and often few questions and advice.
Maka berdasarkan apa yang dikemukakan Cresswell di atas langkah-langkah wawancara dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi responden yang akan diwawancarai sesuai dengan tujuan pengambilan data.
2. Memilah informasi apa yang diperlukan dan yang tidak diperlukan dengan membuat suatu indikator data.
3. Menyiapkan alat media pengambilan data wawancara seperti; Alat perekam, kamera, buku catatan dan sebagainya.
4. Menyusun pedoman wawancara sebagai pedoman praktis dalam melakukan wawancara.
(40)
6. Menyusun hasil wawancara, dan membuat salinan secepatnya setelah mendapat data hasil wancara.
7. Hasil Wawancara yang berbentuk data-data rekaman atau tulisan disusun dalam bentuk transkrip tertulis hasil wawancara .
8. Mengevaluasi dan menganalisa hasil wawancara. 3. Observasi.
Mengutip pendapat Hammersly dan Atkinson (Creswell, 1997:125) yang menjelaskan kegiatan observasi dalam penelitian kualitatif sebagai berikut:
Observing in a setting is a special skill that requires management of issues such as the potential deception of the people being interviewed, impression management, and the potential marginality of the researcher in a strange setting.
Dalam uraian tersebut dikatakan kegiatan observasi adalah sesuatu kemampuan khusus dari peneliti dalam menangkap isu yang dikemukakan oleh responden, seperti pesan dan kesan menipu, dan sesuatu yang terlewatkan peneliti dari lapangan seperti apa yang dikemukan oleh responden.
Hal itu dilakukan dengan melakukan pencatatan informasi yang disaksikan peneliti selama penelitian, Pencatatam terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatata soyektif mungkin.
Mc. Millan dan Schumacer (2001: 41-42) menjelaskan ada 2 (dua) macam bentuk observasi dalam penelitian kualitatif itu yakni;
1) Observasi partisipan/partisipan penuh (Parcipant Observation) adalah suatu teknik interaktif dalam mencatat untuk menggambarkan
(41)
“partisipasi” dari si peneliti terhadap apa yang terjadi dalam obyek penelitiannya. Jadi dalam hal ini peneliti menyamakan dirinya sebagai orang yang diteliti.
2) Observasi lapangan (Field Observation) adalah suatu teknik observasi yang seringkali dilakukan oleh penelitian kualitatif. Di mana peneliti bertindak sebagai saksi mata dalam mencatat secara detail apa saja yang terjadi dalam obyek pengamatan, di sini ia membatasi diri dalam berpartisipasi hanya sebagai pengamat dan tidak berperan ikut serta sebagai bagian dari obyek penelitian.
Berdasarkan uraian diatas, tehnik observasi yang digunakan penelitian ini adalah menggunakan tehnik observasi lapangan belaka, di mana peneliti berusaha bertindak sebagai pengamat dalam berbagai kegiatan belajar dan mengajar Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata kuliah umum Perguruan Tinggi Negeri di Kota Bandung.
Mengenai langkah-langkah Observasi, Cresswell (1997:125-126) memberikan petunjuk sebagai berikut:
1) Select a site to be observed.
2) At the site, identify who or what to observe, when, and for how long.
3) Determine, initially, a role as an observer.
4) Design an observational protocol as method for recording notes in the field.
5) Record aspects such as portraits of the informant, the physical setting, particullar events and activities, and your own reactions (Bogdan & Bikken, 1983).
6) During the observation, have someone introduce you if you are an outsider, be passive and friendly, and start with limmited objectives in the first few sessions of observation.
(42)
7) After observing, slowly withdraw from site, thinking the participants and informing them of the use of the data and their acessibility to the study.
Adapun langkah-langkah observasi yang diambil oleh peneliti dalam penelitian ini adalah:
1) Menentukan tempat observasi.
2) Mengidentifikasi apa, siapa, kapan dan berapa lama observasi dilaksanakan.
3) Menentukan indikator-indikator Observasi
4) Membuat dan menyusun pedoman observasi sebagai metode pengambilan data lapangan.
5) Merekam semua data dari berbagai aspek yang diperlukan dalam penelitian.
6) Mengubah semua bentuk data lapangan mulai dari catatan, rekaman audio, rekaman video, dan sebagainya dalam bentuk transkrip tertulis.
7) Menyusun laporan hasil observasi secara tertulis. 8) Mengevaluasi dan menganalisa hasil observasi.
Berkaitan dengan observasi dalam penelitian ini observasi dilakukan pada dua hal yakni; 1) Dalam pembelajaran di kelas; dan 2) kebijakan yang diambil Perguruan Tinggi Negeri yang bersangkutan.
E. Analisis Data.
Setelah Data terkumpul kemudian dilakukan analisis data. Menurut Bogdan dan Biklen (1990:189) Analisa data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip wawancara, catatatan lapangan, dan
(43)
bahan-bahan lain yang telah anda himpun untuk menambah pemahaman anda sendiri mengenai bahan-bahan itu semua untuk memungkinkan anda melaporkan apa yang telah anda temukan kepada pihak lain.
Analisa data meliputi kegiatan menyusun data, dengan membagi-baginya menjadi satuan-satuan kecil yang kemudian disintesakan, dicari polanya, menentukan mana yang penting, mana yang tidak, dan diputuskan untuk dilaporkan.
Nasution (2003:126) menjelaskan analisis adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolongkannya dalam pola, thema atau kategori. Tanpa kategorisasi atau klasifikasi data akan terjadi chaos. Tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep. Interpretasi menggambarkan perspektif atau pandangan peneliti, bukan kebenaran. Kebenaran hasil penelitian masih harus dinilai orang lain dan diuji dalam berbagai situasi lain.
Analisa data dalam penelitian kualitatif umumnya bersifat induktif, di mana kita berangkat dari kasus-kasus atau data-data yang bersifat khusus untuk kita rumuskan menjadi model, konsep, teori, prinsip, proporsisi, atau definisi yang bersifat umum. Induksi adalah proses dengan mana data dikumpulkan untuk mengembangkan suatu teori (Mulyana, 2003:156).
Berkaitan dengan analisa induktif pada penelitian kualitatif ini Mc. Millan dan Schumacer (2001: 41-42) menjelaskan:
(44)
Fase 4
Fase 3
Fase 2
Fase 1
Inductive analysis means that categories and pattern emerge from data rather than being imposed on data prior to data collection. Inductive process generate more abstract descriptive synthesis of the data....
Analisis Induktif adalah suatu bentuk pengkategorian dan mempola dari suatu data yang telah dikumpulkan, selain itu proses induktif merupakan suatu proses mensintesa data. Pelaksanaan analisanya terdiri atas fase yang saling berulang. Secara umum proses terdiri dari 4 (empat) fase yang berkesinambungan, di mana apabila kita gambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1.
Skema fase analisis induktif dalam Penelitian Kualitatif
Jujun Suriasumantri (2005:48) menjelaskan Berpikir Induksi atau Induktif merupakan cara berpikir, di mana ditarik kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas
Hasil Pengamatan Visual (Visual Representation) Struktur Narasi
(Narrative Structure)
Pola Tema /Konsep
Kategori (Emik, dan Etik)
Topik
Data
(45)
dan terbatas menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Dalam Penelitian ini, analisa data meliputi semua pelaksanaan kegiatan analisis atau analisa yang berkaitan dengan data konseptual dan data lapangan yang berkaitan dengan pengembangan Konsep Negara Hukum pada Mahasiswa melalui pembelajaran mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Seperti apa yang telah diketahui dalam uraian sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan tradisi penelitian kualitatif Ethnography atau Naturalistic, maka analisa yang digunakan adalah prosedur yang digunakan oleh penelitian ini Naturalistic.
Secara bertahap dapat diuraikan mengenai analisis kualitatif dalam penelitian ini :
1. Analisis Data hasil Observasi Lapangan mengenai kegiatan belajar mengajar Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi mengenai: Perspektif Pengajaran, Fasilitas Pengajaran, Manajemen pengelolaan pengajaran, situasi kondisi kegiatan pembelajaran di kelas, dan dampak pengajaran terhadap aspek kognitif, afektif dan psikomotorik Mahasiswa setelah Pengajaran.
2. Analisis Kualitatif Materi pengajaran apabila dilihat dari dimensi keilmuan (body of knowledge) yang terdiri dari fakta, data, konsep, generalisasi dan teori serta taksonomi (kognitif, afektif, dan Psikomotorik).
(46)
3. Pedoman Wawancara alat ini digunakan untuk mempertegas atau memperjelas serta melengkapi data kualitatif dengan melakukan wawancara kepada Manajemen Pengajaran, Dosen, dan Mahasiswa.
F. Verifikasi Penelitian Kualitatif
Dalam rangka memverifikasi keabsahan hasil dalam penelitian dalam studi ini Penulis melaksanakan proses pengujian kepercayaan validitas penelitian yang ditentukan oleh beberapa kriteria, yaitu; derajat keprcayaan “kredibilitas” (Validitas internal)”, Keteralihan Transferabilitas (validitas eksternal), ketergantungan Depentabiitas (realibilitas) dan kepastian komfirmabilitas (objektivitas) (Nasution 1988: 144-120).
Kredibilitas atau tingkat kepercayaan dipergunakan untuk mengetahui kebenaran hasil penelitian dapat mengungkapkan realitas yang sesungguhnya. Tranferabilitas (transbility) merupakan kriteria keabsahan hasil penelitian yang menjamin bahwa hasil penelitian yang diperoleh dapat diterapkan dalam konteks lain. Realibilitas suatu penelitian adalah tehnik yang dipergunakan berulangkali terhadap obyak yang sama, sehingga menghasilkan data yang sama pula. Sementara itu Konfirmabilitas adalah suatu kriteria yang berkaitan dengan masalah kesepakatan antara obyek yang terkait dalam penelitian.
Menurut Cresswell (1998, 201-203) terdapat delapan prosedur Verifikasi Kualitatif yakni:
1. Perpanjangan waktu kerja dan observasi yang gigih (prolonged engagement and persistent observation) di lapangan termasuk membangun kepercayaan dengan para partisipan, mempelajari budaya, dan mencek informasi yang salah
(47)
dari distorsi yang dibuat oleh peneliti atau informan. Di lapangan si peneliti membuat keputusan-keputusan apa yang penting/menonjol untuk dikaji, relevan dengan maksud kajian dan perhatian untuk difokuskan.
Menurut Fetterman, “kerja dengan orang-orang hari demi hari, untuk waktu yang panjang, memberikan penelitian etnografis validitas dan vitalitasnya. 2. Trianggulasi (triangulation) menggunakan seluas-luasnya sumber-sumber
yang banyak dan berbeda, metode-metode, dari para peneliti, dan teori-teori untuk menyediakan bukti-bukti yang benar (corroborative evidence).
3. Reviu sejawat (peer review) atau debriefing menyiapkan suatu cek eksternal dari proses penelitian; teman sejawat itu menanyakan pertanyaan-pertanyaan sulit tentang metode, makna dan interpretasi penelitian dari peneliti.
4. Analisis Kasus negatif (negative case analysis). Si Peneliti memperbaiki lagi hipotesis-hipotesis kerjanya selagi penelitian berlangsung berdasarkan atas bukti/evidensi yang negatif atau tidak pasti (disconfirming evidence).
5. Klarifikasi bias peneliti (clarifying researcher bias) sejak awal dari penelitian adalah penting sehingga pembaca memahami posisi peneliti dan setiap bias atau asumsi-asumsi yang berdampak pada penelitian. Dalam klarifikasi ini, peneliti mengomentari pengalaman-pengalaman sebelumnya, bias-bias, prasangka-prasangka, dan orientasi-orientasi yang mungkin membentuk interpretasi-interpretasi dan pendekatan pada kajian.
6. Cek anggota (member checks), peneliti mengumpulkan, mencari, memohon (solicit) pandangan-pandangan para informan tentang kredibilitas dari temuan-temuan dan interpretasi-interpretasi. Teknik ini menurut Lincoln dan Guba
(48)
adalah “tehnik yang paling kritis untuk menegakkan kredibilitas. Pendekatan ini sangat umum dalam kajian kualitatif, termasuk pengambilan data, analisis, interpretasi, dan kesimpulan-kesimpulan yang kembali kepada partisipan sehingga mereka dapat mempertimbangkan akurasi dan kredibilitas dari cerita/ narasi.
7. Deskripsi yang kaya dan tebal (rich, thick description) memungkinkan pembaca membuat keputusan-keputusan mengenai kemampuannya untuk ditransfer (transferability) karena penulis menggambarkan dengan rinci para partisipan atau keadaan/lingkungan (setting) yang sedang dikaji. Dengan deskrispsi yang rinci semacam itu, peneliti membuat mungkin para pembaca mentransfer informasi ke keadaan (setting) yang lain dan menetapkan apakah temuan-temuan itu dapat ditransfer “karena mempunyai karakteristik-karakteristik yang sama”
8. Audit luar (external audits) memperkenankan konsultan luar, auditor, memeriksa proses dan produks hasil dari laporan (account), mengakses akurasinya. Auditor iniaharus tidak mempunyai hubungan dengan kajian. Dalam mengakses, Auditor memeriksa apakah temuan-temuan, interpretasi-interpretasi, dan kesimpulan-kesimpulan didukung oleh data. Lincoln dan Guba membandingkan ini, secara metafora, dengan seorang Audit fiskal dan prosedur ini menyediakan rasa (sense) realiabilitas dari kajian.
Dengan demikian apabila kita gabungkan langkah-langkah dalam melakukan verifikasi hasil penelitian dalam hal ini adalah;
(1)
____ . (2007). Perdebatan Hukum Tata Negara Amandemen Konstitusi. Jakarta: LP3S.
Martiano, Dwi Hastuti. (2002). Pendidikan Karakter Paradigma Baru Dalam Pembentukan Manusia Berkualitas. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor . Desember 2002:Tidak Diterbitkan.
Manan, Bagir. (1994). Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
____ . dan Kuntana Magnar, (1996). “Mewujudkan Kedaulatan Rakyat Melalui Pemilihan Umum”, dalam: Kedaulatan Rakyat Hak Asasi Manusia, dan Negara Hukum. Bagir Manan (Eds). Jakarta:Gaya Media Pratama.
____ . (1999). Lembaga Kepresidenan. Yogyakarta:Pusat Studi Hukum UII dan Gama Media.
Martosoewignyo, Sri Sumantri. (1992). Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung:Alumni.
Mc Millan, James H. dan Sally Schumacher. (2001). Research In Education A Conceptual Introduction. 5th edition. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Meager, Linda. D. And Thomas G. Devine. (1993). Handbook On College teaching. Duranggo Colorado: Hollowbrok Publishing.
Muharram, Agus. (2007). “Pendidik dan Anak Didik dalam: Pedagogik. Uyoh Sadulloh dkk. Bandung:Cipta Utama.
Mulyana, Dedi. (2003). Metodelogi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Cet iii. Bandung:Remadja Rosdakarya. Naning, Ramlon. (1985). Pendidikan Politik dan Regenerasi. Yogyakarta:Liberty. Nasir, Moh (2003). Metoda Penelitian. Jakarta: Ghalia.
Nasution, S. (2003). Metode Penelitian. Naturalistik Kualitatif. Cet ulang iii. Bandung:Tarsito
Nazsir, Nasrullah. (2005). “Pendidikan Politik Rakyat dalam Pembangunan Demokrasi”: dalam Berkarya di Belantara Budaya Dinamika Budaya Lokal, Partisipasi, dan Pembangunan. M. Didi Turmudzi dkk (eds). Bandung:Indra Prahasta.
Nusantara, Abdul Hakim G. dan Mulyana W. Kusumah. (1988), Aspek-aspek Sosio Legal Pendidikan Hukum Non Formal.
Pocock, J.G.A. (1995) “The Ideal Of Citizenship Since Classical Times”. Dalam Theorizing Citizenship. Ronald Beiner (eds). Albany:State University Of New York.
(2)
Poerwadarminta, W. J. S. (1984) Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Cet: VII), Jakarta:Balai Pustaka.
Perry, John A. dan Erna K. Perry. (1980) Contemporary Society An Introduction To Social Science. 3th edition. New York:Harper & Row Publisher.
Purwanto, Ngalim. (2002). Psikologi Pendidikan. Bandung:Rosdakarya
Pranarka, A.M.W. (1985). Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila. Jakarta:Yayasan Proklamasi dan CSIS.
Pickles, Dorothy. (1991). Pengantar Ilmu Politik. Penerjemah Sahat Simamora. Xi. Jakarta:Rineka Cipta.
Pelu, Ibnu S. (2007). Reaktualisasi Cita Hukum Menggagas arti Hukum Bagi Kehidupan Masyarakat Dalam Perspektif Paradigma Moral, : dalam Reaktualisasi Cita Hukum Dalam Pembangunan. Malang:In Trans.
Putra, Anom Surya. (2003). Teori Hukum Kritis Struktur Ilmu dan Riset Teks. Bandung:Citra Aditya Bakti.
Rasyidin, Waini. (2007). “Ilmu Pendidikan Teoritik”. Dalam: Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan. Rochman Natawidjaya dkk (eds). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.
Riduwan. (2005). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: CV Alfabeta.
Riyanto, Astim. (2000). Teori Konstitusi. Bandung:YAPEMDO. ____ . (2003). Filsafat Hukum. Bandung:YAPEMDO.
____ . (2003). Proses Belajar Mengajar Efektif Di Perguruan Tinggi. Bandung:YAPEMDO.
____ . (2006). Negara Kesatuan Konsep, Asas, dan Aktualisasinya. Bandung:YAPEMDO.
____ . (2007). “Optimalisasi Pemasyarakatan Hukum Sebagai Upaya Menuju Masyarakat Sadar Hukum. Dalam: Kapita Selekta Hukum Dalam Dinamika. Bandung:YAPEMDO.
Rosyada, Dede dkk. (2004). Buku Panduan Dosen Pendidikan Kewargaan (Civic Education). Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan The Asia Foundation.
_____,. (2005). Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani. Edisi Revisi Cet 2. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan Prenada Media.
(3)
Sabon, Max Boli dkk. (1994). Ilmu Negara Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta:Gramedia.
Sadulloh, Uyoh. (2004). Pengantar Filsafat Pendidikan. Cet ii. Bandung:Alfabeta. ____ , (2007). “Manusia sebagai Animal Educandum dalam: Pedagogik. Uyoh
Sadulloh dkk. Bandung:Cipta Utama.
Salman, Otje. (1989). Beberapa Aspek Sosiologi Hukum. Bandung: Alumni.
Sallis, Edward (2007). Total Quality Management in Education (Manajemen Mutu Pendidikan). Alih Bahasa. Ahmad Ali Riyadi, dan Fahrurrozi. Cet VI. Yogyakarta:IRCiSod.
Samidjo. (1986). Ilmu Negara. Bandung: Armico.
Sapriya, dan Udin S. Winataputra. (2004). Pendidikan Kewarganegaraan Model Pengembangan Materi dan Pembelajaran. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.
Sapriya, (2007). Perspektif Pemikiran Pakar Tentang Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Pembangunan Karakter Bangsa Sebuah Kajian Konseptual Filosofis Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Konteks Pendidikan IPS. Desertasi SPS UPI Bandung:Tidak diterbitkan.
Setiardja, Gunawan. (2002). “Supremasi Hukum Dalam Perspektif Pengembangan HAM”. Dalam: Kapita Selekta Pendidikan Pancasila untuk Mahasiswa. Bagian I. Jakarta: Proyek Peningkatan Tenaga Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Shils, Edward. (1993). Etika Akademik. Terjemahan A. Agus Nugroho.
Jakarta:Yayasan Obor.
___ . (2006). “Warga Negara dan Teori Kewarganegaraan”. dalam Pendidikan Nilai Moral Dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan Menyambut 70 Tahun Prof. Drs. H. A. Kosasih Djahiri. Dasim Budimansyah dan Syaifullah Syam (eds). Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) FPIPS-UPI.
____ . (2007). Perspektif Pemikiran Pakar Tentang Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Pembangunan Karakter Bangsa Desertasi SPS UPI Bandung:tidak diterbitkan.
Siahaan, Maruarar. (2004). “Rule Of Law or Role Of Law? What Happing to The Legal Reform Process in Indonesia”. Dalam: Indonesia Today Problem and Perspectives Politics and Society five years into Reformation Jakarta:Yayasan Konrad Adenauer.
(4)
Simanjuntak, Marsilam. (2003). Pandangan Negara Integralistik Sumber Unsur Dan Riwayatnya Dalam Persiapan UUD 1945. Cet 3. Jakarta:Grafiti.
Sirozi. M. (2007). Politik Pendidikan Dinamika Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta:RajaGrafindo Persada.
Somantri, M. Nu’man. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung Rosda.
Soekanto, Soerjono. (1982). Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta:Rajawali.
____ . (1983). Beberapa aspek Sosio Yuridis Masyarakat. Bandung:Alumni. __________ . Penegakkan Hukum. Jakarta:Bina Cipta.
__________ . Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia. Jakarta:UI Press.
Soekanto, Soerjono. (1985). Kamus Sosiologi. Jakarta:Rajawali Press.
____ , (2004). Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Cet V. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Soelaeman, M. Munandar. (2006). Ilmu Sosial Dasar. Cet 12. Bandung: Refika
Aditama.
Soeroso, R., (1996). Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta:Sinar Grafika.
Somantri, Gumilar Rusliwa. (2006) Pancasila dalam Perubahan Sosial Politik Indonesia Modern: dalam Restorasi Pancasila Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas. Penyunting Irfan Nasution dan Ronny Agustin. Bogor: Brighten Press.
Strauss, Anselm. dan Juliet Corbin. (2007). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif Tatalangkah dan Teknik-teknik Teorisasi data. Terjemahan Muhammad Shodiq dan Imam Mutaqqien. Cet II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudirwo, Daeng. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Eds Revisi. Bandung:C.V. Randu Alas.
Sudjana, Djuju. (2007). Andragogi, dalam: Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan. Rochman Natawidjaya dkk (eds). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.
Sukarliana, Lili. (2005). Peranan Mahasiswa Dalam Menumbuhkan Kepemimpinan Dan Partisipasi Politik. Tesis Magister PPS-UPI Bandung: tidak diterbitkan. Sukmadinata. (2007). Teori Kurikulum. Dalam: Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis
Ilmu Pendidikan. Rochman Natawidjaya dkk (eds). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.
(5)
Supardan, Dadang. (2008). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta:Bumi Aksara.
Supriadi, Dedi. (1997). Isu dan Agenda Pendidikan Tinggi di Indonesia. Jakarta:Rosda Jayaputra.
Suprijanto. (2007). Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta:Bumi Aksara.
Surbakti, Ramlan. (1999) Memahami Ilmu Politik. Cet iv. Jakarta:Grasindo.
Suriasumantrri, Jujun. S. (2005). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Cet XVIII. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
Suwignyo, Agus. (2008). Pasar Kerja Hiperdinamis Dan Tanggapan Dunia Pendidikan Tinggi Apa yang Perlu dilakukan?, dalam: Pendidikan Tinggi Dan Goncangan Perubahan. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Syaifullah. (2006). Pendidikan Warga Negara dalam Konteks Global, dalam: Sistem Hukum dan Politik Indonesia Dalam Mewujudkan Negara Demokratis. Jurnal Civicus Vol I No. 6 Tahun 2006. Bandung: Jurusan PKn FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.
Taneko, Soleman. B. (1993). Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat. Jakarta:RajaGrafindo Persada.
Tim penyusun Direktorat Jenderal Pendidikan Tiinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2003), Perguruan Tinggi di Indonesia dalam Lintasan Waktu dan Peristiwa, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tiinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2002) Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ed III, Cet II). Jakarta: Balai Pustaka.
Titus, Harold. H. dkk (1984). Persoalan-Persoalan Filsafat. Alih bahasa H. M. Rasjidi. Jakarta:Bulan Bintang.
Trisnamanansyah, Sutaryat. (2007). “Pendidikan Orang Dewasa dan Usia Lanjut” dalam : Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan. Rochman Natawidjaya dkk (eds). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press. UNESCO, 2000. Civics Education for The Twenty Century, UNESCO, New York. Wahab, H. A. Azis. (2006). “Pengembangan Konsep Dan Paradigma Pendidikan
Kewarganegaraan Baru Indonesia Bagi Terbinanya Warga Negara Multidimensional Indonesia”: dalam Pendidikan Nilai Moral Dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan Menyambut 70 Tahun Prof. Drs. H. A. Kosasih Djahiri. Dasim Budimansyah dan Syaifullah Syam (eds). Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) FPIPS-UPI.
(6)
___ ,. (2007), “Pendidikan Politik”. Dalam dalam : Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan. Rochman Natawidjaya dkk (eds). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.
___________, Metode dan Model-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Bandung:Alfabeta.
Wahyono, Padmo, dan Teuku Amir Hamzah. (1966). Diktat Standar Ilmu Negara. Jakarta:Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Winarno, Dwi. (2006). Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi. Jakarta:Bumi Aksara.
Winataputra, Udin. S. (2000). “Konsep dan Rasional Social Studies Secara Umum”. Dalam: Pendidikan IPS. Abdul Azis Wahab dkk. Jakarta:Universitas Terbuka dan DEPDIKBUD.
______,. (2001). Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi Suatu Kajian Konseptual dalam Konsteks Pendidikan IPS. Desertasi SPS UPI Bandung:tidak diterbitkan.
____ . (2006). Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Sebagai Pendidikan Disiplin Ilmu: Tantangan Epistemologis, Dan Implikasi Pedagogis. Makalah Pada Seminar Pengembangan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Disiplin Ilmu. Prodi Pkn SPs-UPI, Tanggal 17 Juni 2006 Bandung.
____ . dan Dasim Budimansyah. (2007). Civic Education Konteks, Landasan, Bahan Ajar Dan Kultur Kelas. Bandung:Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.