KERJASAMA EKONOMI BILATERAL INDONESIA DAN MALAYSIA DALAM SEKTOR KOMODITI KELAPA SAWIT TAHUN 2006-2010.

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh Gelar

Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Peminatan/Konsentrasi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Oleh:

AL-KHARITZA RAHMAN HAKIM NPM. 1044010008

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

PEMINATAN/KONSENTRASI HUBUNGAN INTERNASIONAL SURABAYA


(2)

SKRIPSI

KERJASAMA EKONOMI BILATERAL INDONESIA DAN MALAYSIA DALAM SEKTOR KOMODITI KELAPA SAWIT TAHUN 2006-2010

Pernyataan Tidak Melakukan Plagiat

Bagian atau keseluruhan isi skripsi ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademis pada bidang studi atau univertas lain dan tidak pernah dipublikasikan atau ditulis oleh individu selain penulis kecuali dituliskan dengan

format kutipan dalam skripsi.

Surabaya, 24 Juni 2014 Penulis,


(3)

Disusun Oleh:

AL-KHARITZA RAHMAN HAKIM NPM. 1044010008

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Dr. Jojok Dwiridotjahjono, S.Sos, M.Si

NPT. 370119500421 Mengetahui

D E K A N

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 195507181983022001


(4)

Disusun Oleh:

AL-KHARITZA RAHMAN HAKIM NPM. 1044010008

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Peminatan/Konsentrasi Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada tanggal 24 Juni 2014

Pembimbing Utama Tim Penguji:

1. Ketua

Dr.Jojok Dwiridotjahjono,S.Sos,M.Si Dr.Jojok Dwiridotjahjono,S.Sos,M.Si

NPT. 370119500421 NPT. 370119500421

2. Sekretaris

Juwito, S.Sos, M.Si NPT. 367049500361 3. Anggota

Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si NPT. 370069400351

Mengetahui, D E K A N

Dra. Hj. Suparwati, MSi NIP. 195507181983022001


(5)

Cara berpikir yang mengatakan kekayaan bangsa adalah

minyak, gas, tambang, adalah cara berpikir penjajah kolonial,

kekayaan terbesar sebuah bangsa adalah manusianya

. – Anies Baswedan

Strong minds discuss ideas, average minds discuss events, and

weak minds discuss people

.

-

Socrates

Your beliefs don’t make you a better person, your behavior


(6)

Untuk papa (alm) tercinta Ir. Agoes Santoso, mama tersayang Rr.

Siti Nirwana Ningsih, Kakakku tersayang Liza Apriani Natalina.

ST, Aulia Rahman Hakim. SE, dan untuk keponakan-keponakanku

terlucu Fayza, Farza, dan Ega, dan untuk my beloved Agviana

Hardinia.

Thank’s for everything.


(7)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “Kerjasama Ekonomi Bilateral Indonesia dan Malaysia Dalam Sektor Komoditi Kelapa Sawit Tahun 2006-2010”dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Jojok Dwiridotjahjono, S.Sos,

M.Si selaku pembimbing utama dan Megahnanda A.K, S.IP, M.IP,

sebagai dosen pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Penulis juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa moril, spiritual maupun materil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H.Teguh Soedarto selaku Rektor Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Dra. Hj Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Juwito, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional


(8)

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Dr. Jojok D, S.Sos, M.Si selaku Ketua Peminatan/Konsentrasi Hubungan Internasional pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Resa Rasyidah S.Hub.Int,M.Hub.Int Pjs Sekretaris Peminatan/Konsentrasi Hubungan Internasional pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

7. Kedua Orang Tua tersayang, Ayah Ir.Agoes Santoso(Alm), dan Ibu Siti Nirwana Ningsih.

8. Semua teman teman terbaiku di Prodi Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur khususnya angkatan 2010, terima kasih banyak atas dukunganya.

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan penulis skripsi ini. Akhirnya, dengan segala keterbatasan yang penulis miliki semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak umumnya dan penulis pada khususnya.

Surabaya, 24 Juni 2014 Penulis


(9)

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4.1 Level Analysis ... 4

1.4.2 Landasan Teori ... 5

1.4.2.1 Kerjasama Ekonomi ... 5

1.4.2.2 Teori Permintaan ... 8

1.4.2.3 Teori Interdependensi ... 9

1.4.2.4 Kampanye Negatif ... 11

1.4.3 Kerangka Pemikiran ... 13

1.5 Hipotesis ... 13

1.6 Metodologi Penelitian ... 14

1.6.1 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ... 14

1.6.1.1 Permintaan ... 14

1.6.1.2 Kerjasama Ekonomi Bilateral ... 15

1.6.1.3 Lembaga Swadaya Masyarakat ... 16

1.6.2 Tipe Penelitian ... 17

1.6.3 Jangkauan Penelitian ... 19

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data ... 20

1.6.5 Teknik Analisis Data ... 21

1.6.6 Sistematika Penulisan ... 21

BAB II MoU TAHUN 2006 DAN 2008 SEBAGAI LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA MoU TAHUN 2010 ... 22


(10)

2.2.2.1 Lahan Kelapa Sawit di Indonesia ... 32

2.2.2.2 Lahan Kelapa Sawit di Malaysia ... 34

2.2.3 Ketersediaan Tenaga Kerja ... 35

2.2.3.1 Peran TKI Di Bidang Perkebunan Kelapa Sawit Di Malaysia ... 36

2.2.4 Dukungan Pemerintah Masing-Masing Negara ... 40

2.2.4.1 Indonesia ... 40

2.2.4.2 Malaysia ... 42

2.3 Kerjasama Indonesia Dan Malaysia Dalam Komoditi Kelapa Sawit ... 43

2.3.1 Memorandum of Understanding Indonesia-Malaysia Tahun 2006 .. 46

2.3.2 Memorandum of Understanding Indonesia-Malaysia Tahun 2008 .. 48

2.3.2.1 Pendanaan Investasi ... 49

BAB III KAMPANYE NEGATIF DARI LSM SEBAGAI FAKTOR TERBENTUKNYA MoU 2010 ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA 55 3.1 Memorandum of Understanding Indonesia-Malaysia Tahun 2010 ... 55

3.2 Gerakan Para Pemerhati Lingkungan ... 58

3.3 Kerjasama Indonesia-Malaysia Dalam Menghadapi Kampanye Negatif ... 60

3.4 Kampanye Negatif Sawit Dituding Ditunggangi Kepentingan ... 62

BAB IV KESIMPULAN ... 68

4.1 Kesimpulan ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(11)

(12)

Grafik 2.1 Ekspor CPO Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan (2010) ... 23 Grafik 2.2 Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia Ke Beberapa Negara Tujuan


(13)

Tabel 1.1 Negara Produsen Utama Minyak Sawit Dunia (2006-2010) ... 2 Tabel 2.1 Ekspor CPO Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan (2007-2009) ….. 23 Tabel 2.4 Volume, Presentase, dan Pertumbuhan Produksi Minyak Sawit

Indonesia dan Malaysia (2006-2010) ... 26

Tabel 2.5 Luas Areal Perkebunan Sawit Seluruh Indonesia Menurut

Pengusahaanya (1980-2009) ... 33 Tabel 2.6 Tingkat Keunggulan Komparatif Tenaga Kerja Negara Produsen Kelapa Sawit ... 38 Tabel 2.7 Pangsa Produksi dan Konsumsi Minyak Nabati Dunia (2003-2012) .. 50


(14)

Lampiran 1 MoU 2006 ... 74 Lampiran 2 MoU 2008 ... 85


(15)

ABSTRAK

KERJASAMA EKONOMI BILATERAL INDONESIA DAN MALAYSIA DALAM SEKTOR KOMODITI KELAPA SAWIT TAHUN 2006 - 2010

Kelapa sawit adalah komoditi unggulan bagi Indonesia dan Malaysia dengan berbagai macam produk olahanya. Perkembangan minyak kelapa sawit dunia menjadi produk yang sangat potensial dipasar internasional sampai saat inikarena dapat dijadikan sebagai sumber energi baru pengganti minyak bumi yang cadanganya semakin menipis, sedangkan minyak kelapa sawit dapat diperbarui dan diharapkan dapat sebagai sumber energi alternatif dalam jangka panjang. Fokus menarik dalam kajian kerjasama ekonomi bilateral ini adalah keberadaan Indonesia dan Malaysia sebagai negara produsen dan eksportir minyak kelapa sawit. Kedua negara merupakan pemain utama dalam perdagangan minyak sawit (CPO) di dunia. Untuk menghadapi permintaan akan minyak sawit dunia, maka Indonesia dan Malaysia melakukan kerjasama dalam sektor komoditi kelapa sawit. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori permintaan, kerjasama ekonomi bilateral, dan interdependensi untuk menganalisis kajian didalamnya, dan dalam tipe penelitian penulisan ini menggunakan deskriptif-kuantitatif untuk mengolah data yang ada. Dalam penelitian ini terdapat isu yang dapat dijadikan rumusan masalah, yaitu apa latar belakang terjadinya MoU 2010 yang disepakati antara Indonesia dan Malaysia. MoU ini berisi tentang kerjasama kedua negara dalam menghadapi isu tentang kampanye negatif terkait komoditi kelapa sawit, sebelum MoU 2010 ditandatangani, pada tahun 2006 dan tahun 2008 Indonesia dan Malaysia juga menyepakati MoU tentang pengembangan lahan, investasi, dan tenaga kerja. Pemerintah kedua negara sadar betul akan potensi di sektor kelapa sawit ini yang sangat potensial dan menguntungkan negara maka dari itu keduanya membuat MoU tentang kelapa sawit ini guna meningkatkan produksi kelapa sawit yang akan di ekspor ke negara-negara yang membutuhkan komoditi ini. Keadaan ini membuat beberapa LSM pecinta lingkungan melakukan aksi-aksi kampanye negatif guna mengurangi pengembangan lahan sawit, karena mereka menganggap perluasan lahan ini membuat kerusakan lingkungan khususnya hutan dan habitat sekitanya. Dari isu-isu inilah yang akhirnya pada tahun 2010 dibuat MoU dan disepakati oleh Indonesia-Malaysia untuk menghadapi kampanye negatif yang nanti dampaknya kurang baik bagi pertumbuhan komoditi kelapa sawit ini.

Kata Kunci: Indonesia, Malaysia, Kerjasama Ekonomi Bilateral, Komoditi Kelapa Sawit.


(16)

(17)

1.1.Latar Belakang

Hubungan Indonesia dan Malaysia merupakan salah satu contoh kajian dari studi hubungan internasional yang cukup menarik, kedua negara merupakan negara serumpun yang letak geografisnya pun berdekatan, meski sudah banyak sekali kontroversi antara persahabatan kedua negara ini nyatanya Indonesia – Malaysia pun juga saling berhubungan baik dan bekerja sama. Indonesia adalah negara tetangga dekat Malaysia dan berbatasan baik dari sisi darat maupun laut, hubungan keduanya pun juga juga sudah lama terjalin. Sejarah telah mencatatkan bahwa hubungan persahabatan antar kedua negara pun telah berlangsung secara resmi sejak tahun 1959 yang disimbolkan dengan adanya sebuah treaty of friendship yang ditandatangani di Kuala Lumpur.1 Sampai saat ini, kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Malaysia terjadi dalam banyak hal yaitu di bidang ekonomi, sosial budaya, politik, tenaga kerja, pendidikan dan lain sebagainya.

Indonesia dan Malaysia sama-sama merupakan negara penghasil dan pengekspor kelapa sawit terbesar di dunia, karena komoditi ini juga yang membuat kedua negara menjadi pemain utama dalam perdagangan minyak sawit dunia. Di Indonesia produk komoditi kelapa sawit merupakan salah satu produksi perkebunan terbesar dan juga sebagai salah satu penghasil devisa negara. Sampai saat ini kelapa sawit masih menjadi komoditas tanaman perkebunan yang potensial mengisi peluang

1 Kementrian luar negaeri Indonesia. Daftar perjanjian Internasional Indonesia-Malaysia. [online] dalam http://www.deplu.go.id/daftarperjanjianInternasionalmalaysia.htm diakses pada 21 maret 2014.


(18)

di pasar domestik maupun intenasional.2 Industri kelapa sawit yang kemudian diproses menjadi minyak mentah kelapa sawit (CPO: Crude Palm Oil) merupakan komoditi yang serbaguna dalam industri makanan dan kimia, dan permintaan kelapa sawit yang juga meningkat karena digunakan sebagai bahan baku bahan bakar nabati.

Biofuel / energi biodiesel tersebut juga dapat menjadi salah satu alternatif pilihan

pengganti sumber energi minyak bumi yang semakin menipis, selain itu biodiesel ini merupakan bahan bakar ramah lingkungan.3

Komoditas minyak sawit mentah Indonesia mempunyai daya saing yang cukup diperhitungkan oleh negara-negara eksportir CPO lainya. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir minyak terbesar dunia saat ini, sedangkan Malaysia berada pada peringkat kedua.4

Tabel: 1.1. Negara Produsen Utama Minyak Sawit Dunia (2006-2010) NEGARA VOLUME (000) Ton 2006 VOLUME (000) Ton 2007 VOLUME (000) Ton 2008 VOLUME (000) Ton 2009 VOLUME (000) Ton 2010

Indonesia 16050 16800 19200 20900 22000

Malaysia 15881 15823 17735 17620 17763

Thailand 860 1020 1150 13010 13045

Nigeria 815 835 830 860 860

Columbia 713 780 778 765 770

Ecuador 345 385 415 448 470

Lainnya 2478 2905 3016 3216 3311

Total 37142 38163 43124 45119 58219

Sumber : Oil World Annual (2006-2010)

2

Dina Meria Sinaga dan MulyoHendarto. 2012. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Sumatera Utara.Diponegoro Journal of Economics Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012.

3 Ibid 4


(19)

Jika dilihat dari sektor sumber daya alam Indonesia memang lebih unggul daripada Malaysia, Indonesia masih mempunyai cadangan ketersediaan sumber daya lahan yang cukup luas karena sampai saat ini kelapa sawit memang merupakan komoditi yang paling mendominasi luas areal perkebunan di Indonesia. Hal ini bertujuan agar lebih mengembangkan perkebunan kelapa sawit sehingga Indonesia masih dapat terus berpeluang untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar didunia.5

Lalu pada sektor ketenagakerjaan Indonesia memiliki tenaga kerja yang memadai, sementara Malaysia memiliki permodalan yang kuat dan kemampuan teknis yang memadai. Kedua negara ini memiliki kekuatan mengembangkan industri minyak kelapa sawit sebagai bentuk aliansi untuk mengisi kebutuhan dunia akan komoditas minyak sawit. Komoditi kelapa sawit ini tentunya berperan besar dalam mendorong berkembangnya sektor ekonomi masing-masing negara, dan juga bisa menjadi faktor pengentas kemiskinan dan menciptakan kesempatan kerja bagi masing-masing negara.6 Adapun kesepakatan yang dilakukan oleh kedua negara terkait dengan komoditas kelapa sawit adalah dengan adanya nota kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) yang ditanda tangani pada tahun 2006, 2008, dan 2010.7 Fokus ekonomi antara keduanya adalah dalam hal peningkatan produksi dalam komoditi kelapa sawit dikarenakan adanya permintaan pasar yang potensial, peningkatan produksi ini dilakukan dalam hal pengembangan lahan, investasi, dan juga tenaga kerja yang banyak guna kebutuhan pemenuhan

5 Ibid 6

Indonesia Eximbank. RI-Malaysia Sepakat Bekerjasama. [online] dalam

http://www.indonesiaeximbank.go.id/ri-malaysia-sepakat-bekerja-sama. diakses pada 21 Maret 2014 7


(20)

produksi kelapa sawit, karena proses produksi tanaman kelapa sawit hanya dapat menggunakan tenaga manusia.8

1.2. Rumusan Masalah

Setelah terbentuknya MoU 2006 dan 2008 apa yang melatarbelakangi terbentuknya MoU 2010 antara Indonesia dan Malaysia tentang kampanye negatif?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai penulis adalah memberikan penjelasan tentang bentuk kerjasama bilateral Indonesia dan Malaysia dalam mengatur perdagangan, investasi, tenaga kerja, dan menghadapi isu lingkungan di sektor komoditi kelapa sawit pada tahun 2006-2010.

1.4. Kerangka pemikiran 1.4.1. Level of Analysis

Dalam melihat peran pengambil kebijakan dapat dianalisa melalui dua level, yakni level individu dan kelompok. Artikel dari Neack (2008) dan Breunning (2007) sama-sama menjelaskan mengenai dua level analisis ini. Di mana Breunning lebih gamblang menjelaskan mengenai masing-masing level, sedangkan Neack lebih spesifik untuk menjelaskan metode menganalisa kedua level serta contoh kasus nyata. Penulis sendiri beropini bahwa kedua level ini menarik jika digunakan di dalam sebuh penelitian. Namun untuk menganalisa keduanya perlu data-data yang

8


(21)

lebih kuat karena berhubungan mengenai kepribadian seseorang dan sistem dalam kelompok.9

Level analisis sangat berguna untuk dijadikan metodologi penelitian, karena level analisis membantu peneliti dalam memahami fenomena yang ada dan memberikan analisis secara sistematis dan lebih efisien. Penulis beranggapan bahwa level analisis sangat membantu dalam memahami suatu fenomena dan sifat kebijakan luar negeri suatu negara, namun perlu diperhatikan bahwa penggunaan level analisis harus menyesuaikan dengan tujuan dan permasalahan penelitian, sehingga level analisis dapat memberikan pemahaman yang sesuai.

Dalam penelitian ini memakai Level of Analysis kelompok. Dalam analisa level kelompok ini, menganalisa mengenai keterlibatan kelompok yang menyokong pemimpin sebagai pengambil keputusan. Asumsi dasar dari LoA kelompok ini adalah dalam pengambilan suatu keputusan, seringkali seorang pemimpin dipengaruhi oleh pihak-pihak yang menjadi penyokong di dalamnya. Hermann dalam artikel Neack (2008) menyebutkan bahwa pengaruh-pengaruh dalam pengambilan kebijakan luar negeri disalurkan melalui struktur politik pemerintahan.10

1.4.2. Landasan Teori

1.4.2.1.Kerjasama Ekonomi Bilateral

Latar belakang ekonomi bilateral melalui kerjasama yang dilakukan dengan adanya kesepakatan yang dicapai dan selanjutnya diwujudkan dalam berbagai kegiatan operasional yang melibatkan pihak pemerintah dan terutama dunia usaha

9

Neack, Laura (2008). The New Foreign Policy: Power Seeking in a Globalized Era. Plymouth: Rowman & Littlefield Publishers.

10 Ibid


(22)

dari negara-negara yang terlibat dalam kerjasama.11 Walaupun demikian, dalam kerjasama bilateral masih ditemui berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam mewujudkan suatu pola kerjasama yang saling menguntungkan (mutual benefit) diantara pihak-pihak yang bekerjasama. Dalam rangka itu, diperlukan suatu upaya penilaian dan evaluasi yang seksama terhadap kinerja yang dimiliki masing-masing pihak yang terlibat, serta secara optimal mengupayakan perbaikan dan penyempurnaan yang dibutuhkan untuk lebih meningkatkan daya saing dan daya guna kerjasama yang dilakukan bersama.12

Hubungan ekonomi setidaknya mencakup tiga hubungan, antara lain:

1. Pertukaran hasil atau output negara satu dengan negara lainya, output bisa berupa barang atau jasa

2. Pertukaran atau aliran sarana produksi (faktor produksi) seperti tenaga kerja, modal, teknologi dan tidak berlaku pada bantuan kewiraswastaan lainya. Modal disini juga termasuk penanaman modal asing maupun bantuan luar negeri.

3. Hubungan utang-piutang (kredit) sebagai konsekuensi dari hubungan perdagangan. Pada asasnya hubungan kredit termasuk semua batuan luar negeri berupa pinjaman lunak. Namun kredit ini tidak berlaku pada bantuan yang berbentuk hibah.13

Tujuan Kerjasama Ekonomi Bilateral a. Mencukupi kebutuhan dalam negeri b. Meningkatkan produktivitas dalam negeri

11

Dikti. Pengembangan Kerjasama Ekonomi Regional. 1997 [online] dalam

http://ebookbrowsee.net/perkembangan-hubungan-perdagangan-bilateral-pdf-d77789509. diakses pada 29 April 2014

12 Ibid 13


(23)

c. Memperluas lapangan kerja

d. Meningkatkan Pendapatan Negara melalui Ekspor e. Memperkuat rasa persahabatan antar Negara f. Membantu pertumbuhan ekonomi antar negara g. Menyeimbangkan Neraca Pembayaran

h. Melindungi Industri Dalam Negeri.

Faktor – Faktor Penyebab Timbulnya Kerjasama Antar Negara a. Persamaan kekayaan Sumber Daya Alam

b. Perbedaan Faktor Produksi c. Perbedaan Jumlah Penduduk d. Perbedaan Kondisi Geografis

e. Persamaan Nasib dan Letak Geografis. Dampak Kerjasama Antar Negara.

-Dampak Positif

a. Peningkatan Devisa Negara (pendapatan negara) b. Peningkatan produktivitas bagi suatu negara

c. Peningkatan keuangan dan modal untuk melaksanakan pembangunan d. Peningkatan arus penanaman modal asing ke Indonesia.

-Dampak Negatif

a. Masuknya tenaga asing


(24)

c. Kadang terjadi kesalahan dalam pembuatan kebijakan ekonomi.14

Jadi kerjasama ekonomi bilateral adalah sebuah proses dalam pencapaian kepentingan bersama yang saling menguntungkan antar dua negara didalam sektor ekonomi baik dalam perdagangan, investasi, pertukaran tenaga kerja, dan lain-lain yang bertujuan untuk mencapai kemapanan ekonomi kedua negara dengan dasar perjanjian-perjanjian yang telah dibuat bersama sebelumnya.

1.4.2.2. Teori Permintaan

Permintaan adalah keinginan yang disertai dengan kesediaan serta kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan. Permintaan terhadap suatu barang dibedakan menjadi dua yaitu permintaan potensial dan permintaan efektif. Permintaan yang didasarkan oleh keinginan saja disebut permintaan potensial, sedangkan permintaan yang didukung oleh daya beli disebut permintaan efektif.15

Permintaan dapat didefinisikan sebagai jumlah barang dan jasa yang diminta oleh konsumen dari suatu perusahaan pada berbagai tingkat harga menurut Sadorno Sukirno.16 Menurut Vincent Gaspersz permintaan konsumen terhadap suatu barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan merupakan faktor utama yangg menentukan penerimaan penjualan perusahaan tersebut, dan oleh karena itu permintaan menjadi perhatian utama setiap perusahaan. Pada tingkat harga yang konstan, semakin tinggi permintaan konsumen maka penerimaan penjualan perusahaan juga semakin

14

Pengertian Kerjasama Antar Negara. [online] dalam

http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2336078-pengertian-kerjasama-ekonomi-antar-negara/#ixzz2x90DBVzw. Diakses pada 27 Maret 2014

15

Suherman Rosyidi. 2004. Pengantar teori ekonomi. Jakarta PT. Raja Grafindo Persada. Hal 64. 16

Agung, Abdul rasul. 2012. Ekonomi Mikro Dilengkapi Sistem Informasi Permintaan. Jakarta. Mitra Wacana Media


(25)

meningkat, demikian sebaliknya jika permintaan konsumen menurun maka penerimaan penjualan perusahaan akan menurun.17 Perusahaan berani mengeluarkan sejumlah biaya untuk mengefektifkan permintaan konsumen, manakala kemungkinan penerimaan penjualan yang diperoleh menghasilkan laba.

Hendry Faisal Noor mengatakan ada beberapa faktor-faktor penentu permintaan di antaranya18 adalah pertama pendapatan konsumen merupakan faktor penentu permintaan konsumen tersebut terhadap suatu barang dan jasa, kedua penawaran produksi barang dan jasa baru sebagai akibat dari inovasi yang dilakukan sehingga menciptakan penawaran, ketiga harga barang itu sendiri, keempat corak distribusi pendapatan dalam masyarakat, kelima selera konsumen, keenam jumlah penduduk, dan yang terakhir ekspetasi mengenai keadaan di masa datang.

1.4.2.3. Teori Interdependensi

Interdependensi dalam politik internasional dipengaruhi oleh situasi oleh efek resiprokal (timbal balik) antara berbagai negara atau antara aktor-aktor di berbagai negara. Efek ini biasanya didapatkan sebagai hasil dari transaksi internasional – aliran uang, barang, orang dan pesan komunikasi yang melintasi batas-batas wilayah. Beberapa transaksi telah meningkat drastis sejak PD II : beberapa dekade belakangan ini memperlihatkan suatu kecendrungan akan berbagai bentuk keterkaitan antar manusia yang melintasi batas-batas negara akan semakin meningkat setiap sepuluh

17

Ibid 26 18


(26)

tahun. Keterkaitan ini tidaklah sama dengan interdependensi, efek transaksi dari interdependensi akan tergantung kepada hambatan dan biaya.19

Interdependensi menurut Soeprapto adalah, menciptakan dunia hubungan internasional yang jauh lebih kooperatif dan menguntungkan bagi pihak – pihak yang berinteraksi di dalamnya. Saling ketergantungan menyebabkan adanya interaksi antar Negara.20 Menurut Mohtar Mas’oed, interdepedensi adalah sebagai kontak atau pertukaran (exchange) diantara bangsa – bangsa, interdepedensi timbul akibat tindakan suatu pemerintah dan sebagian oleh pemerintah lain. Pengertian interdepedensi ini bersifat positif, karena bisa membuka suatu ikatan kerjasama yang saling menguntungkan.21 Secara umum Interdependensi adalah ketergantungan antara pihak satu dengan pihak yang lain, dalam penelitian ini dikhususkan antar negara yang saling membutuhkan akan kebutuhan yang tidak dimiliki oleh satu negara sehingga membutuhkan negara lain yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan negara dan begitu sebaliknya.

Fakta bahwa sektor-sektor ekonomi Malaysia ditopang oleh 2,3 juta tenaga kerja asing yang lebih dari lima puluh persen berasal dari Indonesia, mengharuskan kedua negara terus mengawal interdependensi dan jejaring agar pertumbuhan ekonomi yang dirasakan beberapa tahun belakangan ini dapat terus terjaga. Hal ini diungkapkan oleh Atase Tenaga Kerja KBRI Kuala Lumpur pada acara sosialisasi mengenai peraturan terkait penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri kepada lebih kurang enam puluh perwakilan perusahaan yang berasal dari

19

Robert Keohane and Joseph Nye. Power and Interdependence 3rd Edition. 2001. Chapter I.

Interdependence in World Politics New York. Longman Publishing. Hal 7. 20

Drs. RSoeprapto, Hubungan Internasional, Sistem Interaksi dan Prilaku.2004. 21


(27)

Johor, Melaka dan Pahang pada 20 Februari 2014 di Johor Bahru. Diungkapkan pula bahwa Indonesia dan Malaysia masing-masing memiliki regulasi pada tingkat nasional dan untuk mengatasi berbagai perbedaan maka telah dijembatani oleh beberapa Memorandum of Understanding.22

Berbagai peraturan yang ada itupun dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan perlakuan sebanding kepada para tenaga kerja termasuk kepada perusahaan yang mempekerjakannya. Konsul Jenderal RI Johor Bahru Taufiqur Rijal dalam kesempatan ini menyatakan bahwa manajemen perusahaan merupakan mitra kerja perwakilan dalam melakukan pembinaan terhadap masyarakat Indonesia yang berada di negara akreditasi. Karena itu, diharapkan kerja sama yang sudah terjalin dapat terus ditingkatkan di masa mendatang.23

1.4.2.4. Kampanye Negatif

Kerjasama antara Indonesia dan Malaysia tidak selamanya berjalan dengan baik, isu-isu negatif tentang kelapa sawit pun bermunculan terutama dari pihak LSM pecinta lingkungan yang melakukan kampanye negatif. Kampanye negatif bisa diartikan sebagai kampanye kotor menjatuhkan lawan dengan menggunakan isu negatif tidak berdasar. Dahulu “kampanye hitam ini” juga dikenal sebagai

whispering campaign melalui mulut ke mulut, selanjutnya dapat lebih canggih

dengan menggunakan media elektronik. Secara umum negative campaign memiliki ciri yang sangat pokok yaitu lebih banyak bual daripada fakta. Memang mungkin

22Interdependensi Dukung Kesinambungan Pertumbuhan Ekonomi. [online] dalam

http://www.kemlu.go.id/johorbahru/Pages/Embassies.aspx?IDP=63&l=id diakses pada 27 Maret 2014.

23 Ibid


(28)

saja terdapat satu atau dua fakta tetapi akan diolah sedemikian rupa untuk dilontarkan untuk mempengaruhi opini publik kearah yang negatif. Black campaign bisa merupakan serangan terbuka. Metode ini sangat mudah dikenali berniat menjatuhkan lawan. Berisi sisi negatif lawan dan selalu dilebih-lebihkan dengan fakta yang tidak jelas kebenarannya.24

Model lain adalah dengan melakukan bunuh diri. Biasanya “sang penyerang” melakukan hal ini juga dengan tertutup. Hebatnya ini adalah model negative campaign yang sistematis. Kelompok lawan akan berupaya menyusupkan “orangnya” masuk ke kubu lawan. Bila si penyusup sudah masuk maka dia akan berupaya membuat sesuatu yang merugikan kelompok yang disusupi. Seringkali pernyataan yang keluar justru kontraproduktif, misalnya membuat pernyataan yang membuat pemilih marah, benci dan kehilangan simpati. Hal ini tentu akan merugikan kelompok yang disusupi dengan merusak citra.25

Kampanye negatif dari penelitian ini adalah isu negatif yang di sebarkan oleh pihak LSM pecinta lingkungan, industri kelapa sawit dianggap sebagai kontributor utama kerusakan hutan/deforestasi, rusaknya keanekaragaman hayati dan habitat satwa langka, meningkatnya CO2 akibat dari pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan lahan gambut yang tidak terkendali. Dari isu lingkungan yang disebarkan oleh pihak LSM ini bisa saja ditunggangi oleh kepentingan yang mungkin merasa dirugikan dan ingin mengambil market share dari Indonesia dan Malaysia.

24

NN. 2014. [online] dalam www.leadership-park.com/new/more-about-u/black-campaign.html. diakses pada 30 Juni 2014.

25 Ibid


(29)

1.4.3. Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1 : Kerangka Pemikiran

Sintesa pemikiran dalam penelitian ini yaitu permintaan komoditi kelapa sawit yang terus meningkat menghasilkan kerjasama bilateral antara Indonesia dan Malaysia. Setelah diadakan kerjasama bilateral maka terbentuk MoU yang juga menyebabkan adanya interdependensi kedua negara tersebut. Setelah itu dari MoU tersebut muncul kampanye negatif dari para LSM pecinta lingkungan

1.5.Hipotesis

Indonesia dan Malaysia sama-sama merupakan negara penghasil kelapa sawit yang saling membutuhkan dalam sektor kelapa sawit yang diwujudkan dalam permintaan. Untuk mempertahankan posisi kedua negara tersebut sebagai negara eksportir terkuat di dunia dan untuk menghadapi isu-isu kampanye negatif yang berkembang terkait dengan industri minyak sawit, maka Indonesia dan Malaysia menjalin kerjasama ekonomi bilateral dalam berbagai bentuk melalui perdagangan, investasi, dan transfer tenaga kerja yang diwujudkan dalam Memorandum of

Understanding (MoU) pada tahun 2006, 2008, 2010. Dimana keduanya merupakan

negara yang saling ketergantungan (Interdependensi) baik dalam pemenuhan barang dan jasa.

Kampanye Negatif LSM tentang kelapa

sawit MoU 2006 &

MoU 2008 Permintaan Komoditi

Kelapa Sawit


(30)

1.6. Metodologi Penelitian

1.6.1. Konseptual dan Operasionalisasi 1.6.1.1. Permintaan

Definisi konseptual permintaan menurut Ace adalah, dalam kehidupan sehari-hari manusia di dunia ini memerlukan barang-barang dan jasa karena pada hakekatnya barang dan jasa tersebut memberi kepuasan, manfaat dan guna.26 Sedangkan permintaan menurut Henry adalah, Permintaan akan barang dan jasa diartikan jumlah barang dan jasa yang ingin didapatkan (secara ekonomis akan dibeli) oleh konsumen.27 Selain itu faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan menurut Rosyidi ada 5 yaitu perilaku konsumen(selera konsumen), ketersediaan dan harga barang sejenis pengganti dan pelengkap, pendapatan atau penghasilan konsumen, perkiraan harga dimasa depan, lalu banyaknya/ intensitas kebutuhan konsumen. Jadi secara umum definisi konseptual permintaan adalah kebutuhan konsumen akan suatu barang atau jasa tertentu yang ingin didapatkan dan disesuaikan dengan daya beli konsumen itu sendiri.

Definisi operasional permintaan dalam penelitian ini yang dimaksud adalah kebutuhan negara negara yang membutuhkan barang dan jasa yang dimiliki oleh negara Indonesia demi memenuhi kebutuhan nasional negaranya khususnya di sub-sektor kelapa sawit, contohnya India yang merupakan pengimpor terbesar CPO dari Indonesia dengan daya beli yang besar mampu melakukan permintaan dengan jumlah yang besar, begitu juga dengan Malaysia selain membutuhkan impor kelapa sawit dari Indonesia. Malaysia membutuhkan jasa TKI dari Indonesia untuk menjadi

26

Ace Paradiredja. Pengantar Ekonomika, (Yogyakarta : BPFE, 2002), hlm. 161. 27


(31)

pekerja disana guna memenuhi kebutuhan nasional negaranya antara lain di sektor perkebunan, PRT, sampai tenaga ahli.

1.6.1.2. Kerjasama Ekonomi Bilateral

Bentuk kerja sama dengan negara lain dapat berupa kerja sama di bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, pertahanan, keamanan, dan sebagainya. Tujuannya pun berbeda-beda bagi setiap negara, salah satu diantaranya adalah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan ekonomi negara tersebut.28 Secara umum definisi kerjasama ekonomi bilateral adalah sebuah kerja sama ekonomi antar 2 negara yang diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan negara yang terlibat dalam perjanjian perdagangan, yaitu dengan mengandalkan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.

Definisi operasional kerjasama ekonomi bilateral dalam penelitian ini yang dimaksud adalah bentuk kerjasama antara Indonesia – Malaysia di bidang ekonomi khususnya kelapa sawit. Keduanya sangat unggul di dunia dalam sektor komoditi kelapa sawit, meskipun Malaysia memiliki kuota CPO yang besar Malaysia tetap mengimpor dari Indonesia yang akan diolah kembali untuk dijadikan produk jadi yang ekonomis yang bisa dijual kembali, selain itu Malaysia juga membutuhkan tenaga kerja dari Indonesia untuk bekerja disektor perkebunan, perindustrian, dan lain-lain karena kurangnya SDM di Malaysia. Keduanya saling membutuhkan dengan melakukan kerjasama bilateral di bidang ekonomi demi memenuhi kebutuhan masing-masing negara.

28

Ismawanto. 2009. Ekonomi 2 : Untuk SMA dan MA Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. hal 241.


(32)

1.6.1.3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Definisi konseptual LSM yaitu organisasi di luar pemerintah yang bertujuan untuk menyeimbangkan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.29 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.30 Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.31 LSM menjadi media aspirasi bagi masyarakat untuk dapat bersuara dan menetukan kebijakan pemerintah. Dengan adanya LSM banyak isu-isu yang seingkali luput dari perhatian pemerintah dapat menjadi terangkat kembali. Seperti isu lingkungan, kesadaran akan penyakit, energi, dan lain-lain.

Tujuan dibentuknya LSM sendiri tidak dapat dilihat dari satu sisi saja. LSM bekerja di dalam banyak sektor baik di lingkup nasional maupun internasional. Betsill dan Corell melihat bahwa LSM dapat berdiri dengan beberapa tujuan. Tujuan tersebut antara lain; pertama meningkatkan kesadaran publik terhadap isu-isu di sekitar, kedua melobi para pembuat keputusan, mampu untuk mempengaruhi kebijakandomestik maupun luar negeri, ketiga mampu untuk berpartisipasi di dalam

29

DR.Ir. Suhatmansyah IS, Msi. 2009. Pembinaan Organisasi Mitra Pemerintah. Direktorat Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik: Departemen Dalam Negeri.

30

Undang-Undang Nasional Republik Indonesia Pasal 28 C Ayat 2 Tahun 1945 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul, 1945. Jakarta : DPR RI.

31

Undang-Undang Nasional Republik Indonesia Pasal 28 E Ayat 3 Tahun 1945 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul, 1945. Jakarta : DPR RI.


(33)

dan beberapa tujuan lain. Tujuan-tujuan ini kemudian diselaraskan dengan isu-isu spesifik yang menjadi konsentrasi dari dibentuknya sebuah LSM.32

Definisi operasional dari LSM di penelitian ini adalah LSM pecinta lingkungan yang berusaha mengkampanyekan tentang isu negatif kelapa sawit yang ada di Indonesia dan Malaysia, beberapa LSM seperti Greenpeace, WWF, dan Friends of the Earth adalah LSM yang bersuara terkait kampanye negatif ini. Pihak LSM menganggap bahwa industri kelapa sawit dianggap sebagai kontributor utama kerusakan hutan/deforestasi, rusaknya keanekaragaman hayati dan habitat satwa langka, meningkatnya CO2 akibat dari pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan lahan gambut yang tidak terkendali. Dari isu lingkungan yang disebarkan oleh pihak LSM ini bisa saja ditunggangi oleh kepentingan yang mungkin merasa dirugikan dan ingin mengambil market share dari Indonesia dan Malaysia.

1.6.2. Tipe Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti merupakan kegiatan penelitian yang didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan juga sistematis. Kemudian, data yang diperoleh melalui penelitian itu adalah data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yaitu

32Elisabeth, Corell dan Michele M. Betsill. 2001. “

LSM Influence in International Environmental

Negotiations: A Framework for Analysis” dalam Global Environmental Politics 1:4, November 2001.


(34)

valid, reliable dan juga obyektif.33 Menurut Prof. Dr. Sugiyono, bermacam-macam metode penelitian yang dilihat dari landasan filsafat, data dan analisisnya yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tipe metode penelitian Kuantitatif, metode penelitian Kualitatif dan juga metode penelitian Kombinasi (mixed methods).34

Penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif, yaitu dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.35

Metode kuantitatif sering juga disebut metode tradisional, positivistik, ilmiah/scientific dan metode discovery. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini disebut sebagai metode ilmiah (scientific) karena metode ini telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru.36

33

Prof. Dr. Sugiyono. 2010. “Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)”. Bandung : Alfabeta CV. Hal :3.

34

Ibid. Hal: 9-10. 35

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

36 Ibid


(35)

Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini di identifikasi sebagai tipe penelitian deskriptif tentang kerjasama ekonomi bilatteral antara Indonesia dan Malaysia yang diwujudkan dengan MoU.

1.6.3 Jangkauan Penelitian

Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Fokus penelitian merupakan suatu ruang lingkup permulaan yang dijadikan sebagai wilayah pelaksanaan penelitian sehingga peneliti memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang situasi yang diteliti. Penetapan fokus penelitian sebagai pusat perhatian dimaksudkan sebagai batas yang berguna untuk mencegah terjadinya pembiasan dalam mempersepsikan dan membahas masalah yang diteliti.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti memberi batasan fokus penelitian. Yang pertama, fokus pada materi mengenai kerjasama Indonesia dengan Malaysia terutama fokus pada sub sektor industri kelapa sawit karena sektor ini memberikan porsi besar bagi keberlangsungan pertumbuhan industri dan perekonomian Indonesia dan Malaysia serta membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi penyerapan tenaga kerja. Yang kedua adalah fokus tahun digunakan untuk lebih memudahkan dalam menjawab konteks kerjasama bilateral, yaitu kurun waktu 2006-2010. Rentang waktu tersebut dipilih karena penulis ingin melihat bagaimana kerjasama kedua negara terjalin ketika ada MoU pada tahun 2006-2010.

Penulis mengambil tahun 2006 – 2010 karena selain jangkauan penelitian awal penulis dimulai tahun 2006, di tahun 2006 juga terjadi kerjasama bilateral antara Indonesia dan Malaysia dengan mewujudkan MoU tentang pengembangan lahan khususnya kelapa sawit. Setelah itu pada tahun 2008 Indonesia dan Malaysia


(36)

membuat kembali MoU tentang kelapa sawit yang berisi investasi dan ketenagakerjaan. Selanjutnya pada tahun 2010 kedua negara kembali menyepakati MoU tentang kampanye negative dari LSM pecinta lingkungan dikarenakan kedua negara sepakat memperluas area/lahan kelapa sawit demi terwujudnya Indonesia dan Malaysia sebagai negara penghasil dan pengekspor kelapa sawit terbesar di dunia untuk memajukan ekonomi masing-masing negara.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data yang yang digunakan penulis adalah studi literatur (studi pustaka) dengan analisis data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang sudah ada. Data tersebut diambil dari sumber-sumber sekunder seperti buku, dokumen, dan jurnal serta dilengkapi dengan informasi yang didapat dari internet, majalah, ataupun surat kabar.37 Teknik pengumpulan data dapat diawali dengan mengumpulkan data yang sesuai sebanyak mungkin, kemudian penulis akan menyeleksi dan mengelompokkan data-data yang telah dikumpulkan kedalam beberapa bab pemabahasan yang disesuaikan dengan sistematika penulisan untuk selanjutnya dianalisis.

37


(37)

1.6.5 Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan dan Bilken dalam moleong, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, meLSMrganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain.38

1.6.6 Sistematika Penulisan

Sistem penulisan dalam laporan skripsi ini akan dibagi menjadi 4 bab, yaitu sebagai berikut:

Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah atau pertanyakan masalah, tujuan dari penelitian, kerangka pemikiran atau landasan pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini yang juga terkait dengan peringkat analisis dan juga landasan teoritik, dan dilengkapi dengan hipotesa serta metodologi penelitian.

Bab 2 MoU Indonesia-Malaysia tahun 2006 dan 2008 sebagai latar belakang terbentuknya MoU Indonesia-Malaysia tahun 2010

Bab 3 Kampanye negatif dari LSM sebagai faktor terbentuknya MoU 2010 antara Indonesia dan Malaysia

Bab 4 merupakan kesimpulan.

38

Lexy J. Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Hal 248.


(38)

TAHUN 2010

Produk kelapa sawit Indonesia dan Malaysia sudah tidak diragukan lagi kualitasnya sehingga dipercaya oleh beberapa negara besar untuk memenuhi kebutuhan minyak sawit nasionalnya. Indonesia dan Malaysia merupakan penghasil minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia di urutan pertama dan Malaysia di urutan kedua, dapat dibuktikan dari kuota ekspor kedua negara. Total kebutuhan minyak sawit dunia, 80 persen dipasok dari Indonesia dan Malaysia sehingga jenis komoditi kelapa sawit ini sudah pasti sangat menguntungkan dan sangat potensial kedepanya apalagi didukung oleh sumber daya alam yang memadai, tetapi bukan berarti tidak ada hambatan atas kesuksesan kedua negara tersebut dalam mengolah tanaman kelapa sawit dan menjadikan sebagai devisa negara yang besar.39

2.1. PERMINTAAN KELAPA SAWIT

Produk ekspor dari komoditas kelapa sawit antara lain: minyak kelapa sawit (CPO), dan minyak inti sawit (KPO). Indonesia mengekspor kelapa sawit ke berbagai negara tujuan, seperti: Uni Eropa, India, China, Pakistan, Malaysia, dan lain-lain.

39

PT. Perkebunan Nusantara XIII (Persero). 2007. RI dan Malaysia Harus Kerjasama Amankan Sawit. [online] dalam http://www.bumn.go.id/ptpn13/id/polls/berita/ri-malaysia-harus-kerjasama-amankan-sawit/ diakses pada 12 April 2014


(39)

Tabel 2.1: Ekspor CPO Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan (2007-2009)

Negara Tujuan 2007 2008 2009

Uni Eropa 2781 3207 3632

India 3010 3053 2096

China 2070 2492 2913

Pakistan 1029 1161 1293

Malaysia 544 751 958

Bangladesh 433 501 569

Turki 288 319 350

Nigeria 272 357 442

Tanzania 199 219 239

Hongkong 323 324 416

Jordan 207 286 370

South Africa 224 243 262

Rusia 209 241 273

Egypt 240 279 318

Lainya 915 1037 1156

Jumlah 12650 14470 16290

Sumber: Oil Annual World

Grafik 2.1: Ekspor CPO Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan (2010)

Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian

EKSPOR CPO INDONESIA (2010)

India Singapura Malaysia Jerman Belanda Spanyol Italia Lainya


(40)

Tabel diatas menunjukan bahwa ekspor CPO Indonesia menunjukan bahwa tiga pasar ekspor CPO utama pada tahun 2007 sampai 2009 adalah Uni Eropa, India, dan Cina, sementara Malaysia berada di urutan kelima.

Kemudian pada tahun 2010 pada tabel selanjutnya menunjukan bahwa pasar ekspor utama tidak lagi Uni Eropa melainkan India dengan nilai ekspor sebesar US$ 3,63 milyar (47,44%), diikuti ekspor ke Malaysia yaitu sebesar US$ 1,06 milyar (13,85%), Belanda sebesar US$ 800 juta (10,47%), Italia sebesar US$ 474 juta (6,20%), Singapura sebesar US$ 460 juta (6,02%), Jerman sebesar US$ 240 juta (3,14%), dan Spanyol sebesar US$ 230 juta (3,01%).40 Dari data diatas dapat terlihat bahwa meskipun Malaysia merupakan negara produsen kelapa sawit tetapi pada kenyataaanya Malaysia masih mengimpor CPO dari Indonesia.

Selain mengekspor CPO, Indonesia juga mengekspor minyak inti sawit mentah kebeberapa negara tujuan, antara lain: Malaysia, Cina, Belanda, India, dan negara lainya seperti grafik dibawah ini.

40

Pusat data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian.2011. Analisis Kinerja

Perdagangan Komoditas Pertanian Vol 3 No.2 Tahun 2011. [online] dalam

http://eksim.pertanian.go.id/tinymcpuk/file/analisis_Kinerja_perdaganganVol_13_No2_thn2011.p df. Diakses pada 10 April 2014


(41)

Grafik 2.2: Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan (2010)

Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi PertanianKementrian Pertanian

Pada tabel diatas menunjukan bahwa negara tujuan ekspor utama minyak inti sawit mentah pada tahun 2010 sebesar 37,78% diekspor ke malaysia dengan nilai ekspor sebesar US$ 553 juta, kemudian ke Cina sebesar 20,22%, Belanda sebesar 20,11%, India sebesar 14,55%, dan negara lainya sebesar 7,34%.41 Dari data ini juga menunjukan bahwa selain Malaysia masih mengimpor CPO ternyata juga masih mengimpor minyak inti sawit mentah dari Indonesia. Malaysia mengimpor bahan baku tersebut untuk kemudian diolah lagi menjadi produk turunan yang nanti memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.

41 Ibid

EKSPOR INTI SAWIT

Malaysia China Belanda India Lainya


(42)

Tabel 2.4: Volume, Presentase, dan Pertumbuhan Produksi Minyak Sawit Indonesia dan Malaysia (2006-2010)

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010

Dunia Produksi (juta/ton) Presentase (%) Pertumbuhan (%) 39,42 100 14,38 39,76 100 0,86 43,23 100 8,74 45,08 100 4,26 44,35 100 -1,61 Indonesia Produksi (juta/ton) Presentase (%) Pertumbuhan (%) 17,35 44,01 23,31 17,66 44,43 1,80 17,53 40,56 -0,70 19,32 42,86 10,17 19,76 44,55 2,25 Malaysia Produksi (juta/ton) Presentase (%) Pertumbuhan (%) 15,88 40,28 6,15 15,82 39,79 -0,35 17,73 41,02 12,07 17,56 38,96 -0,95 16,99 38,31 -3,25 Lainya Produksi (juta/ton) Presentase (%) Pertumbuhan (%) 6,19 15,71 17,02 8,27 15,78 1,35 7,96 18,42 26,92 8,19 18,18 2,86 7,60 17,14 -7,20 Sumber: FAO

Tabel diatas menunjukan bahwa total produksi minyak sawit di dunia mencapai 39,42 juta ton pada tahun 2006, dimana sebanyak 84,29 persen dipasok dari dua negara penghasil minyak sawit yaitu Indonesia dan Malaysia dengan produksi masing – masing 17, 35 ton (44,01%) dan 15,88 juta ton (40,28%). Pada tahun yang sama pertumbuhan produksi minyak sawit dunia mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu mencapai 14,83 persen.

Pada tahun 2007, pertumbuhan produksi minyak sawit dunia mengalami penurunan karena hanya mencapai nilai pertumbuhan sebesar 0,86%. Total produksi minyak sawit dunia mencapai 39,76 ton, dimana sebanyak 84,22% dipasok dari Indonesia dan Malaysia dengan rincian Indonesia memproduksi 17,66 juta ton (44,43%) dan Malaysia memproduksi 15,82 juta ton (39,79%). Total produksi minyak sawit di dunia tahun 2008 mencapai 43,23 juta ton


(43)

(81,58% dari total Indonesia dan Malaysia). Dengan rincian Indonesia memproduksi 17,53 juta ton (40,56%) dan Malaysia memproduksi 17,73 juta ton (41,02%). Malaysia mengalami peningkatan jumlah produksi dari 15,85 juta ton pada tahun sebelumnya menjadi 17,73 juta ton pada tahun 2008. Sedangkan Indonesia justru mengalami penurunan jumlah produksi.

Pada tahun 2009, total produksi minyak sawit di dunia mencapai 45,08 juta ton (81,82% dari total Indonesia dan Malaysia). Indonesia mengalami numlah peningkatan jumlah produksi yaitu menjadi 19,32 juta ton (42,86%), sedangkan Malaysia mengalami penurunan jumlah produksi yaitu menjadi 17,56 juta ton (38,96%). Kemudian pada tahun 2010, total produksi minyak sawit di dunia mencapai 44,35 juta ton (82,86% dari total Indonesia dan Malaysia). Indonesia mengalami peningkatan jumlah produksi lagi pada tahun ini yaitu mencapai 19,76 juta ton (44,55%), sedangkan Malaysia mengalami penurunan lagi menjadi 16,99 juta ton (38,31%).

Tingkat pertumbuhan produksi minyak sawit di Indonesia selama tahun 2066-2010 mengalami masa terendah pada tahun 2008 yaitu sebesar -0,70 persen padahal pertumbuhan produksi tahun sebelumnya mencapai 1,80 persen. Sementara itu Malaysia justru mengalami masa tertinggi dalam periode yang sama mencapai 12,07 persen. Namun pada tahun berikutnya 2009, pertumbuhan minyak sawit Malaysia mengalami penurunan tajam menjadi -0,95 persen, sementara Indonesia mengalami peningkatan menjadi 10,17 persen.


(44)

Indonesia dan Malaysia akan terus menjadi pemain utama dalam ekspor minyak kelapa sawit mengingat belum adanya perkembangan yang signifikan dari negara-negara penghasil minyak sawit lainnya.

2.2. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP

PENAWARAN DAN PRODUKSI MINYAK SAWIT DALAM MEMENUHI PERMINTAAN KONSUMSI DUNIA

Semakin meningkatnya permintaan global untuk lemak nabati tetap menjadi faktor utama yang mendorong harga minyak sawit di pasar komoditas internasional. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran dan produksi minyak sawit dalam memenuhi permintaan konsumsi dunia, antara lain: (1) iklim, (2) luas lahan yang tersedia, (3) ketersediaan tenaga kerja, (4) dukungan pemerintah masing-masing negara.42 Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan lebih mendalam, sebagai berikut :

2.2.1. IKLIM

Tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik agar mampu tumbuh dan berproduksi secara optimal. Terdapat tiga unsur iklim yang penting untuk di perhatikan dalam budi daya tanaman kelapa sawit, yaitu curah hujan, suhu, dan intensitas cahaya. Kelapa sawit merupakan tanaman yang berproduksi sepanjang tahun sehingga membutuhkan suplai air yang relatif sepanjang tahun pula. Suplai air tesebut berhubungan dengan jaminan ketersediaan air dalam tanah sepanjang pertumbuhan tanaman yang didapat dari

42

Iyung Pahan. 2006. Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Diakses pada 10 April 2014.


(45)

curah hujan. Curah hujan yang ideal untuk tanaman kelapa sawit berkisar 2.000-3.500 mm/th yang merata sepanjang tahu dengan minimal 100 mm/bulan.43

Unsur kedua yaitu suhu rata-rata tahunan untuk pertumbuhan dan produksi kelapa sawit antara 24-29 derajat celcius, dengan produksi terbaik antara 25-27 derajat celcius. Nilai geografis merupakan fungsi dari iklim. Jika ditinjau dari iklim, semakin jauh letak suatu negara dari daerah tropis, maka akan semakin rendah nilai geografisnya atau semakin tidak cocok untuk budi daya kelapa sawit. Hal tersebut karena penyebaran geografis areal kelapa sawit terkonsentrasi pada daerah tropis. Kelapa sawit akan tumbuh dengan baik pada dataran rendah di daerah tropis yang beriklim basah, yaitu sepanjang garis khatulistiwa antara 23,5 derajat lintang utara sampai 23,5 derajat lintangg selatan.44

Unsur yang ketiga adalah intensitas cahaya matagari, dimana hal tersebut menentukan laju fotosintesis pada daun kelapa yang nantinya berpengaruh terhadap tingkat produksi yang dihasilkan. Kelapa sawit memerlukan lama waktu penyinaran antara 5-12 jam/hari.45

Dari ketiga unsur yang harus diperhatikan dalam penanaman kelapa sawit maka kesesuaian iklim bagi pertumbuhan kelapa sawit akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit serta produk turunan/olahannya. Jika dilihat dari indikator iklim yang tepat untuk produksi kelapa sawit, maka Indonesia secara geografis sangat memenuhi kualifikasi tersebut karena indonesia beriklim tropis, berada tepat di jantung khatulistiwa, hanya memiliki musim hujan dan kemarau sehingga kebutuhan proses pengembangan kelapa sawit sangat

43

Ibid

44

Ibid

45


(46)

potensial. Dari indikator tersebut, secara iklim Indonesia sudah diuntungkan sehingga menangkap peluang memenuhi target pemenuhan permintaan kelapa sawit dunia yang trendnya naik dari tahun ke tahun. 46

Begitu juga dengan iklim di Malaysia tidak beda jauh dengan Indonesia yang juga memiliki karakteristik yang sama, di Malaysia pun juga iklimnya merupakan iklim tropis yang hanya memiliki musim hujan dan kemarau dan intensitas keduanya pun seimbang sehingga dapat dikatakan cuaca di Malaysia juga sangat cocok untuk industri kelapa sawit dan unsur-unsur seperti suhu, curah hujan, dan intensitas cahaya juga kurang lebih sama dengan Indonesia dimana ketiga unsur itupun juga sangat penting dalam penanaman kelapa sawit guna terciptanya tumbuhan kelapa sawit yang unggul.

2.2.2 LUAS LAHAN YANG TERSEDIA

Lahan merupakan sumber daya alam yang penting dalam menunjang kehidupan atau aktivitas manusia, karena di atas lahan inilah segala aktivitas berlangsung dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan keberlangsungan hidup manusia. Dari segi fisik geografi, lahan adalah tempat dimana sebuah hunian mempunyai kualitas fisik yang penting dalam penggunaanya. Sedangkan bila ditinjau dari segi ekonomi, lahan adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi.47 Dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit, membutuhkan luas lahan dengan tingkat kesuburan tanah yang baik,

46

Ibid

47

Lichrield dan Drabkin. Konsep Guna Lahan. [online] dalam


(47)

sehingga dengan lahan yang subur akan mencukupi sebagian besar unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit.48

Dari pernyataan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa lahan erat kaitanya dengan produksi karena suatu luas lahan dapat menghasilkan kuantitas kelapa sawit dengan jumlah tertentu. Sehingga dalam pemenuhan target produksi dan ditambah dengan perhitungan masa tanam dan panen, maka ketersediaan lahan bagi pengembangan dan produksi sawit sangat potensial dan vital. Untuk itu indikator ini berusaha dipenuhi dengan berbagai cara, khususnya adalah perluasan lahan–lahan baru.

Kebutuhan dunia akan minyak kelapa sawit dan produk turunannya, membuat Indonesia dan Malaysia memanfaatkan peluang tersebut dengan melakukan ekspansi pada perkebunan kelapa sawit kedua negara. Pemerintah Malaysia telah mengumumkan akan membuka lahan yang akan digunakan untuk pengolahan kelapa sawit. Hal ini akan menambah area lahan nasional kelapa sawit Malaysia dari 4,67 juta Ha menjadi 5,4 juta Ha.49 Untuk lebih lanjut mengetahui bagaimana kondisi lahan dan persebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia sebagai negara produsen terbesar didunia, bisa dilihat pada sub-bab berikut ini.

48

Iyung Pahan. 2006. Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Diakses pada 10 April 2014

49

Dirjen Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap Industri Pengolahan CPO. [online] dalam http://agro.kemenperin.go.id/e-klaster/file/roadmap/KICSUMUT_1.pdf. Diakses pada 10 April 2014


(48)

2.2.2.1. LAHAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan dari pengusahaanya atau pelaku perkebunan kelapa sawit, yaitu:

1. Perkebunan Besar Negara (PBN). 2. Perkebunan Besar Swasta (PBS) 3. Perkebunan Rakyat (PR)50

Perkebunan besar negara adalah bentuk usaha perkebunan yang kepemilikan, pengusahaan, dan pengelolaanya dilakukan secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB), kemudian perkebunan besar swasta dilakukan oleh masing-masing perusahaan, sedangkan perkebunan rakyat dilaksanakan oleh rakyat secara perorangan atau berkelompok. Tingkat produktivitas kelapa sawit juga tergantung dari kepemilikanya, dimana produktivitas perkebunan rakyat masih rendah jika dubandingkan perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta.51 Luas areal perkebunan sawit di Indonesia berdasarkan pengusahaanya adalah sebagai berikut:

50

Dina Meria Sinaga dan Mulyo Hendarto. 2012. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perkebunan

Kelapa Sawit di Provinsi Sumatra Utara. Diponegoro Journal of Economics Volume 1, Nomor 2,

tahun 2012 51


(49)

Tabel 2.5:Luas Areal Perkebunan Sawit Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaanya (1980-2009)

Tahun Luas Areal (Ha)

PR % PBN % PBS %

1980 6 2 200 68,9 84 28,9

1990 292 25 372 33 463 41

2000 1167 28 588 14,1 2403 57,8

2007 2752 40,7 607 9 3409 50,3

2008 2903 41,4 608 8,7 3409 48,8

2009 3204 43,7 617 8,4 3501 47,8

Ptb%/th 24,2 4,0 13,7

Sumber: Statistik Kelapa Sawit Indonesia

Perkembangan pesat perkebunan kelapa sawit dimulai pada akhir tahun 1980an, ketika PBS mulai sektor perkebunan dan pengolahan minyak kelapa sawit dalam jumlah yang besar. Sebelumnya, perkebunan kelapa sawit didominasi oleh PBN. Lahan kelapa sawit setiap tahunya selalu mengalami perluasan, dan sejauh ini PBS memiliki lahan yang lebih luas dibandingkan dengan PR dan PBN.

Berdasarkan tabel diatas pada tahun 1980 hanya PBN dan PBS saja yang banyak memiliki lahan perkebunan sawit, yaitu 68% (200 ribu Ha) untuk PBN 28,9% (84 ribu Ha) untuk PBS sementara untuk PR hanya memiliki sebagian kecil saja yaitu 2% (6 ribu Ha).52 Tetapi pada tahun 2007 luas area lahan sawit yang dimiliki oleh PR meningkat tajam hingga pada akhirnya mengungguli PBN yaitu meningkat menjadi 40,7% (2,7 juta Ha); PBN 9% (607 ribu Ha); dan 50% (3,4 juta Ha) milik PBS.53 Kemudian pada tahun 2008 terjadi peningkatan kembali oleh PR yaitu sebesar 41,4% (2,9 juta Ha); PBN 8,7% (608 ribu Ha); dan PBS 48,8% (3,4 juta Ha).54 Pada tahun 2009 dengan perincian sebagai berikut: 43,71% (3,2 juta Ha) dimiliki oleh PR; 8,4% (617 ribu Ha) dimiliki oleh PBN;

52 Ibid 53

Ibid 54


(50)

47,8% (3,5 juta Ha) dimiliki oleh PBS.55 Jika dilihat perkembangan lahan kelapa sawit yang dimiliki PR, PBN dan PBS dari tahun ke tahun, maka bisa dikatakan luas lahan perkebunan di Indonesia mengalami peningkatan.

2.2.2.2. LAHAN KELAPA SAWIT DI MALAYSIA

Kelapa sawit bagi Malaysia juga merupakan produk unggulan pertanian dengan penggunaan lahan pertanian negara sebanyak 79%. Berbeda dengan Indonesia yang memiliki potensi lahan yang cukup luas, Malaysia justru memiliki keterbatasan lahan. Terbatasnya ketersediaan lahan untuk dikonversi menjadi kebun kelapa sawit merupakan tantangan bagi pertumbuhan industri kelapa sawit Malaysia. Meskipun demikian, keterbatasan lahan yang tersedia untuk perluasan kelapa sawit tidak membuat Malaysia untuk menurunkan produksi minyak sawit. Untuk memenuhi target ekspor dan keberlanjutan produk, maka industri kelapa sawit Malaysia melakukan strategi penguasaan sumber daya lahan dengan melakukan ekspansi investasi ke negara lain, yaitu Indonesia.56

Dari tahun ke tahun, luas lahan produksi di Malaysia mengalami peningkatan dimana daerah yang paling luas penyebarannya adalah di semenanjung malaysia. Industri kelapa sawit di Malaysia sebagian besar dipacu oleh sektor swasta dan masih bertumpu pada industri hulu, yaitu produksi buah tandan segar, yang diproses mulai dari ladang hingga pengolahan. Kemudian pada tahun 2009, luas lahan kelapa sawit meningkat kembali menjadi 4,7 juta Ha.57

55 Ibid 56

Ibid 57

Program Transformasi Ekonomi: Hala Tuju Untuk Malaysia. [online] dalam http://www.fkm.utm.my/~istaz/etp_roadmap/bab9.pdf. diakses pada 30 Maret 2014.


(51)

Dari luas lahan tersebut terdapat 416 perusahaan kilang, 34 pelumat, 51 kilang penapis, 18 loji elokimia dan 25 loji biodiesel.58

Pelaku dalam industri perkebunan kelapa sawit di Malaysia terdiri dari tiga pilar yang disebut dengan pengembang, pengilang, dan pedagang. Pertama berdasarkan dari pengembang industry kelapa sawit (pelaku perkebunan kelapa sawit), yaitu perusahaan swasta besar, Badan Usaha Milik Pemerintah Malaysia, Milik Negara Kerajaan, dan perkebunan rakyat. Kemudian berdasarkan pengilangnya yaitu industri prosesor minyak kelapa sawit yang terdiri dari pabrik CPO, perusahaan minyak goreng, perusahaan elokimia, perusahaan penjernih CPO dan perusahaan produk turunan CPO lainnya. Ketiga adalah kumpulan pedagang dan eksportir minyak sawit dan produk turunannya.59

2.2.3. KETERSEDIAAN TENAGA KERJA

Kelapa sawit merupakan salah satu produk perkebunan yang memiliki nilai tinggi dan industrinya bukan berbentuk pada teknologi, melainkan padat karya.60 Dari karakteristik yang padat karya tersebut, ketersediaan tenaga kerja yang melimpah dengan keahlian yang cukup dan tingkat upah efisien merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya skala ekonomi untuk usaha perkebunan kelapa sawit. Industri tidak bisa berjalan dengan baik tanpa terpenuhinya permintaan tenaga kerja. Tenaga kerja (man power) adalah seluruh

58

Ibid

59

Ibid

60

Iyung Pahan. 2006. Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Diakses pada


(52)

penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa.61

Biaya transaksi industri dengan tenaga kerja cukup rumit secara ekonomi jika menggunakan hitungan angka, teetapi hal tersebut bisa ditarik ke dalam pola korelasi antara mata rantai industri dengan tenaga kerja lintas negara. Dalam hal ini Indonesia dan Malaysia. Tenaga kerja yang dibutuhkan pada sektor kelapa sawit meliputi, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pengolahan. Apabila upah yang diperoleh pekerja/buruh tinggi, maka output yang dihasilkan oleh buruh tersebut juga akan tinggi karena produktivitas tenaga kerja mempengaruhi besar kecilnya produksi yang dihasilkan.62

2.2.3.1 PERAN TKI DI BIDANG PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI MALAYSIA

Kelancaran dan keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit selain ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, juga ditentukan oleh faktor kemampuan pengusaha atau negara dalam mengelola dan melaksanakan manajemen sumber daya manusianya. Dengan kata lain bahwa dalam memproduksi minyak sawit dan produk olahanya memerlukan dukungan tenaga kerja. Interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran dalam pasar tenaga kerja, cesara bersama-sama menentukan jumlah orang yang akan dipekerjakan dan tingkat upahnya karena permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan tingkat upah. Keunikan suatu negara akan terlihat dari apa yang dimiliki oleh negara tersebut

61

Pengertian Tenaga Kerja. [online] dalam http://www.datstatistik-indonesia.com. Diakses pada 8 April 2014

62 Ibid


(53)

yang tidak dimiliki oleh negara lain. Hal tersebut akan membuat negara memiliki keungulan yang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan negaranya.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keunggulan tenaga kerja tersebut apabila dibandingkan dengan negara produsen kelapa sawit lainya, yaitu India, Kamerun, Zaire, Ghana, Thailand, Brazil, Malaysia, Kolombia, dan Papua New Guinea.63 Sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di duni, Indonesia memiliki tenaga kerja yang melimpah namun kemampuan SDM masih cukup atau terbatas, sedangkan Malaysia sebagai negara produsen kelapa sawit memiliki keterbatasan jumlah tenaga kerja namun memiliki SDM yang berkemampuan tinggi.64 Berikut ini adalah tabel mengenai tingkat keunggulan komparatif tenaga kerja negara produsen kelapa sawit.

63

Iyung Pahan.2006. Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir [online] dalam http://books.google.co.id/books?id=XSptqDdEIcOC%&pg diakses pada 29 April 2014.

64 Ibid.


(54)

Tabel 2.6: Tingkat Keunggulan Komparatif Tenaga Kerja Negara Produsen Kelapa Sawit

No Negara Tenaga Kerja Tingkat

Keunggulan

Jumlah Kemampuan Harga

1 India Banyak Tinggi Rendah 1

2 Indonesia Banyak Cukup Rendah 2

3 Kamerun Banyak Rendah Rendah 3

4 Zaire Banyak Rendah Rendah 3

5 Ghana Banyak Rendah Rendah 3

6 Thailand Banyak Tinggi Tinggi 4

7 Brazil Banyak Cukup Tinggi 5

8 Malaysia Cukup Tinggi Tinggi 6

9 Kolombia Cukup Cukup Tinggi 7

10 Papua New

Guinea

Sedikit Rendah Rendah 8

Sumber: FAO

Dengan adanya ekspansi Malaysia terhadap lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, maka membuka peluang bagi para migran terutama TKI untuk mencobamencari peruntungan di Malaysia sebagai buruh perkebunan. Dari situlah kemudian terjadi kerjasama antar dua negara, dimana Indonesia memiliki banyak tenaga kerja dan penganggauran sedangkan Malaysia yang mengalami pertumbuhan industrialisasi membutuhkan transfer tenaga kerja. Sumber daya manusia atau tenaga kerja merupakan salah sattu faktor produksi yang menyerap biaya cukup besar, sehingga memerlukan upaya untuk meningkatkan efisiensi.


(55)

Kebutuhan tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit ini dipengaruhi oleh luas lahan, jenis pekerjaan, iklim, teknologi, serta komposisi tanaman.65

Pada tahun 2006-2008 TKI menduduki jumlah pekerja terbesar di Malaysia, hampir 50 persen pekerja migran Malaysia berasal dari Indonesia. Sebagian bekerja di sektor rumah tangga dan bangunan sebanyak 20 persen dan sisanya bekerja di perkebunan dan kehutanan sebanyak 80 persen. Dari seluruh pekerja bangunan kelapa sawit di Malaysia m 70 persen merupakan pekerja asing dan 30 persen warga Malaysia sendiri. Dari 70 persen itu, sebesar 80 persen merupakan pekerja Indonesia yang jumlahnya sekitar 500 ribu orang.

Meskipun jumlah TKI di Malaysia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, namun pada tahun 2009, Wakil Duta Besar Indonesia untukMalaysia menyatakan bahwa terdapat 1.170 kasus yang menimpa TKI di Malaysia.66 Dikarenakan banyak TKI yang mengalami banyak kasus (penganiayaan, dan kekerasan, pelecehan seksual, upah yang tidak/belum dibayarkan, TKI ilegal, di deportasi, dan lain-lain) tersebut,maka pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan memoratorium atau penghentian pengiriman TKI ke Malaysia sampai MoU tentang hak dan kewajiban serta perlindungan tenaga kerja Indonesia tahun 2006 direvisi.67 Memoratorium itu diberlakukan untuk memberikan perlindungan kepada para TKI di Malaysia. Dengan adanya memoratorium ini, sebenarnya juga mengakibatkan berkurangnya devisa negara dan meningkatnya

65 Ibid 66

Ibid. 67


(56)

angka pengangguran di Indonesia, sementara itu jumlah TKI di sektor perkebunan di perkebunan sawit juga berkurang.68

Sektor perkebunan merupakan andalan perekonomian Malaysia yang hampir sepenuhnya ditopang oleh tenaga kerja asal Indonesia, sehingga TKI merupakan salah satu tulang punggung perkebunan sawit di Malaysia, karena tenaga manusia belum tergantikan oleh teknologi di bidang perkebunan. Hal itu menunjukkan ketergantungan Malaysia dalam masalah ekonomi terhadap Indonesia, terutama kebutuhan akan tenaga kerja (TKI) yang sangat tinggi sebagian besar bekerja di perkebunan.69 Jika Malaysia kehilangan para TKI karena masalah politik yang terjadi di antara kedua negara, maka sektor perkebunan akan menurun, sektor industri dan konstruksi akan merosot tajam. Hal tersebut dikarenakan Malaysia merupakan produsen terbesar kedua di dunia untuk CPO dan terbesar ketiga untuk karet, sedangkan TKI merupakan tulang punggung perkebunan sawit dan karet di Malaysia.70

2.2.4. DUKUNGAN PEMERINTAH MASING-MASING NEGARA 2.2.4.1. INDONESIA

Keberhasilan Indonesia sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia, bukan hanya karena faktor-faktor lingkungan (kesesuaian lahan, iklim, dan sebagainya), tetapi juga karena adanya kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan industri kelapa sawit. Dukungan pemerintah Indonesia dalam

68 Ibid 69

Investasi Kelapa Sawit di Indonesia terancam. Kamis, 26 Agustus 2010. [online] dalam Antara News.com. Dikutip pada 12 April 2014.

70 Ibid.


(57)

sektor minyak sawit diwujudkan dalam kerangka kerja kebijakan pemerintah, peraturan dan perundang-undangan,71 sebagai berikut:

1. Kebijakan perdagangan untuk menghambat ekspor, stabilisasi harga minyak goreng dan ketersediaan bahan baku untuk industri dalam negeri diterapkan melalui penggunaan instrumen pajak ekspor.

2. Kebijakan perpajakan dan retribusi untuk meningkatkan penerimaan negara dan daerah melalui penggunaan instrumen pajak penghasilan, pertambahan nilai dan retribusi.

3. Kebijakan yang berkaitan dengan perijinan usaha/investasi, yaitu adanya integrasi vertikal antara kebun kelapa sawit dengan pengolahan dan integrasi horizontal antara kebun kelapa sawit dengan usaha lainya.

4. Sebagai bank tabungan negara (Pola BTN), dimana investor/perusahaan membangun keduri atau pabrik pengolahan hasil perkebunan yang kemudian akan dialihkan kepada peminat/pemilik yang bergabung dalam koperasi.

Dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut, dapat dipahami bahwa pemerintah Indonesia berupaya untuk mendukung perkembangan dan kelancaran industri kelapa sawit.

71

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan

Agribisnis Kelapa sawit Edisi Kedua. [online] dalam

http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/sawit/sawit-bagian-a.pdf diakses pada 10 April 2014


(58)

2.2.4.2. MALAYSIA

Pemerintah Malaysia sangat mendukung pengembangan industri minyak kelapa sawit dengan diberlakukanya landasan hukum yang kuat dan di implementasikan dalam bentuk kebijakan yang efektif. Dukungan pemerintah Malaysia dalam sektor minyak sawit diwujudkan dalam pengembangan industri berbasis CPO yaitu The Third National Agricultural Policy (NAP3) 2005-2010

dan The Second Industrial Master Plan (IMP2) 1996-2005.72 Dalam hal

peningkatan produksi tentunya banyak faktor yang harus dipenuhi oleh produsen kelapa sawit, seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa lahan yang luas, iklim yang sesuai, pemenuhan tenaga kerja merupakan faktor operasional yang penting dan juga dukungan dari pemerintah juga sangat penting karena pemerintah yang akan mengawasi serta meregulasi segala proses yang ada guna kelancaran produksi. Kedua negara sangat fokus dalam hal peningkatan produksi kelapa sawit yang membuat keduanya saling ketergantungan dalam pemenuhan barang dan jasa. Indonesia membutuhkan investasi dan pembelian minyak kelapa sawit dari malaysia, sedangkan malaysia sendiri juga sangat membutuhkan investasi di Indonesia dan tentunya pemenuhan tenaga kerja dari Indonesia. Pada akhirnya Interdependensi antar kedua negara sangat terlihat pada fokus peningkatan produksi komoditi kelapa sawit kedua negara, dimana peningkatan produksi ini dapat membangun ekonomi kedua negara ditunjang dengan permintaan pasar yang sangat potensial yang membuat Indonesia dan Malaysia ingin terus meningkatkan tren positif ini.

72

Industri Hilir Sawit: Indonesia Harus Siapkan Hard dan Soft Infrastruktur.[online] dalam http://elaeisindonesia.com/industri-hilir-sawit-indonesia-harus-siapkan-hard-dan-soft-infrastruktur. Diakses pada 10 April 2014.


(1)

4.1. KESIMPULAN

Hubungan suatu negara terhadap negara lain merupakan bukti bahwa setiap negara tidak dapat hidup sendiri untuk dapat memenuhi semua kebututhan dan mencapai tujuan negara tersebut terlebih lagi perkembangan dunia yang semakin modern dan kompleks yang membuat masing-masing negara semakin terpacu untuk lebih meningkatkan hubunganya dengan negara lain. Indonesia dan Malaysia sama-sama merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit dengan berbagai macam produk olahan melakukan kerjasama untuk memperkuat posisi masing-masing negara di mata internasional. Tentunya dalam peningkatan produksi harus diimbangi dengan permintaan yang tinggi yang membuat produksi semakin efektif, selain itu kerjasama yang dilakukan kedua negara juga tidak kalah pentingya karena Indonesia-Malaysia juga saling bergantung dalam hal investasi dan pemenuhan tenaga kerja yang semakin menunjang peningkatan produksi.

Dengan adanya MoU 2006 dan 2008 yang telah disepakati antara Indonesia dan Malaysia tentang Investasi dan pengembangan lahan yang merupakan latar belakang disepakatinya MoU 2010, dimana setelah disepakati MoU 2006 dan MoU 2008 menimbulkan kampanye negatif dari para LSM pecinta lingkungan. Beberapa LSM pecinta lingkungan melakukan aksi-aksi kampanye, karena mereka menganggap bahwa industri ini dapat merusak hutan dan mengganggu stabilitas habitat disekitarnya. Dengan adanya kampanye negatif dari


(2)

para LSM-LSM tersebut akhirnya Indonesia dan Malaysia membuat suatu kerjasama untuk menghadapi kampanye negatif tersebut demi melanjutkan kesuksesan kedua negara sebagai pemain utama minyak kelapa sawit dunia. Industri kelapa sawit dianggap sebagai kontributor utama kerusakan hutan/deforestasi, rusaknya keanekaragaman hayati dan habitat satwa langka, meningkatnya CO2 akibat dari pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan lahan gambut yang tidak terkendali. Isu ini merupakan persaingan non harga berupa isu lingkungan dan isu keanekaragaman hayati.

Dengan isu-isu negatif terkait yang ada mengenai kelapa sawit dapat membahayakan posisi Indonesia dan Malaysia sebagai penghasil minyak sawit terbesar didunia karena para negara pengimpor bisa saja mengurungkan niat untuk terus mengimpor kelapa sawit ke negaranya karena dianggap berbahaya dan dapat dicekal penjualanya di pasar internasional Isu ini juga bisa saja ditunggangi oleh para negara produsen kelapa sawit lainya yang ingin mengambil market share dari Indonesia dan Malaysia.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku/Literatur/Dokumen Resmi Pemerintah

Abdul, Agung Rasul. 2012. Ekonomi Mikro Dilengkapi Sistem Informasi Permintaan. Jakarta. Mitra Wacana Media

Boediono. 1981. Pengantar Ilmu Ekonomi No 3: Ekonomi Internasional. BPFE. Yogyakarta. Hal 4.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta. Rajawali Pers. Chapter I. Interdependence in World Politics New York. Longman Publishing.

Hal 7.

Departemen Perindustrian.2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa sawit. Diena Lestari. 2010. Produsen CPO RI-Malaysia Bergandeng Tangan. [online]

dalam http://www.bumn.go.id. Diakses pada 12 April 2014.

Drs. RSoeprapto, Hubungan Internasional, Sistem Interaksi dan Prilaku.2004. Faizal, Henry Noor. Ekonomi Manajerial, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2007), hlm. 38.

Ismawanto. 2009. Ekonomi 2 : Untuk SMA dan MA Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. hal 241.

John W. Creswell. 2009. “Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches”. California: Sage Publications. Hal: 148-161.

Keohane, Robert and Joseph Nye. Power and Interdependence 3rd Edition. 2001. Jurnal Ilmu sosial dan Ilmu Politik, Edisi 1 Januari Tahun 2001, FISIP UNRI, 2001 halaman 87

Krauss, Ellis S. dan TJ.Pempel. 2004. Beyond Bilateralism: US-Japan Relations in the New Asia Pacific. Stanford University Press. USA. hal 34. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung.

PT Remaja Rosdakarya. Hal 248.

Pahan, Iyung. 2006. Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir.

Paradiredja, Ace. Pengantar Ekonomika, (Yogyakarta : BPFE, 2002), hlm. 161. Prof. Dr. Sugiyono. “Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)”. Bandung :

Alfabeta CV. Hal : 15.

Prof. Dr. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Rosyidi, Suherman. 2004. Pengantar teori ekonomi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal 64.

Sinaga, Dina Maria dan Mulyo Hendarto. 2012. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Sumatera Utara.Diponegoro Journal of Economics Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012.

Singer, David J (1961). “The Level-of-Analysis Problem in International Relations”, World Politics. hal.77.

Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Makro Ekonomi. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(4)

Website Resmi (Online)

Antara News. 2008. Indonesia-Malaysia Tandatangani JTIC. [online] dalam http://www.antaranews.com. Diakses pada 14 April 2014.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit. [online] dalam http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/sawit/ sawit-bagian-a.pdf diakses pada 10 April 2014

Dikti. Pengembangan Kerjasama Ekonomi Regional. 1997 [online] dalam http://ebookbrowsee.net/perkembangan-hubungan-perdagangan-bilateral-pdf-d77789509. diakses pada 29 April 2014

Dirjen Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap Industri Pengolahan CPO. [online] dalam http://agro.kemenperin.go.id/e-klaster/file/roadmap/KICSUMUT_1.pdf. Diakses pada 10 April 2014

DR.Ir. Suhatmansyah IS, Msi. 2009. Pembinaan Organisasi Mitra Pemerintah. Direktorat Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik: Departemen Dalam Negeri.

Eye On Aceh. 2007. Tanaman “Emas”? Kelapa Sawit Pasca Tsunami di Aceh. Perpustakaan Republik Indonesia.

Industri Hilir Sawit: Indonesia Harus Siapkan Hard dan Soft

Infrastruktur.[online] dalam http://elaeisindonesia.com/industri-hilir-sawit-indonesia-harus-siapkan-hard-dan-soft-infrastruktur. Diakses pada 10 April 2014.

Interdependensi Dukung Kesinambungan Pertumbuhan Ekonomi. [online] dalam http://www.kemlu.go.id/johorbahru/Pages/Embassies.aspx?IDP=63&l= id diakses pada 27 Maret 2014

Indonesia Eximbank. RI-Malaysia Sepakat Bekerjasama. [online] dalam http://www.indonesiaeximbank.go.id/ri-malaysia-sepakat-bekerja-sama. diakses pada 21 Maret 2014

Investasi Kelapa Sawit di Indonesia terancam. Kamis, 26 Agustus 2010. [online] dalam Antara News.com. Dikutip pada 12 April 2014.

Iyung Pahan.2006. Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir [online] dalam

http://books.google.co.id/books?id=XSptqDdEIcOC%&pg diakses pada 29 April 2014.

KBRI Kuala Lumpur. 2009. Hubungan Ekonomi Indonesia-Malaysia. [online] dalam http://www.kbrikualalumpur.org. Diakses pada 12 April 2014. Kemendag RI. 2011. Kampanye negatif sawit Indonesia. [online] dalam

http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/admin/docs/publication/2481 336970842.pdf pada 30 Juni 2014.

Kementrian luar negaeri Indonesia. Daftar perjanjian Internasional


(5)

http://www.deplu.go.id/daftarperjanjianInternasionalmalaysia.htm diakses pada 21 maret 2014.

Laporan World Growth. 2011. Manfaat minyak sawit bagi perekonomian indonesia [online] dalam http://worldgrowth.org/site/wp-content/uploads

2012/06/WG_Indonesia_palm_oil_benefits_bahasa_report-2_11.pdf diakses pada29 April 2014.

Lichrield dan Drabkin. Konsep Guna Lahan. [online] dalam http://eprints.undip.ac.id/34134/5/1648_chapter_II.pdf. diakses pada 10 April 2014

Media Indonesia. 2010. Indonesia Malaysia Jalin Kerjasama Kampanye Putih

Kelapa Sawit. [online] dalam

http://www.bumn.go.id/ptpn8/publikasi/berita/indonesia-malaysia-jalin-kerjasama-kampanye-putih-kelapa-sawit/. Diakses pada 10 April 2014 Mengapa Minyak Sawit Penting Dalam Kehidupan Sehari-hari. [online] dalam

http://www.rspo.org/file/RSPO_consumer_factsheet_2013_INA.pdf. Diakses pada 15 April 2014.

MPOA Annual Report. 2006. [online] dalam

http://www.mpoa.org.my/pdf/AR2006.pdf. Diakses pada tanggal 14 April 2014.

NN. 2014. [online] dalam www.leadership-park.com/new/more-about-u/black-campaign.html. diakses pada 30 Juni 2014.

Pengertian Tenaga Kerja. [online] dalam http://www.datstatistik-indonesia.com. Diakses pada 8 April 2014

Pengertian Kerjasama Antar Negara. [online] dalam http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2336078-pengertian-kerjasama-ekonomi-antar-negara/#ixzz2x90DBVzw. Diakses pada 27 Maret 2014

Pusat data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian.2011. Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol 3 No.2 Tahun 2011.

[online] dalam

http://eksim.pertanian.go.id/tinymcpuk/file/analisis_Kinerja_perdagang anVol_13_No2_thn2011.pdf. Diakses pada 10 April 2014

Program Transformasi Ekonomi: Hala Tuju Untuk Malaysia. [online] dalam http://www.fkm.utm.my/~istaz/etp_roadmap/bab9.pdf. diakses pada 30 Maret 2014.

PT.Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. 2010. RI-Malaysia Kerjasama Hadapi Isu Negatif CPO. [online] dalam

http://www.kpbptpn.co.id/news-5099-0-ri-malaysia-kerjasama-hadapi-isu-negatif-cpo.html. Diakses pada 12 April 2014.

PT. Perkebunan Nusantara XIII (Persero). 2007. RI dan Malaysia Harus Kerjasama Amankan Sawit. [online] dalam

http://www.bumn.go.id/ptpn13/id/polls/berita/ri-malaysia-harus-kerjasama-amankan-sawit/ diakses pada 12 April 2014

Riau Bisnis. 2010. RI-Malaysia Tekad Memerangi Isu Negatif Sawit. [online] dalam http://riaubisnis.com. Diakses pada 14 April 2014.


(6)

Undang-Undang Nasional Republik Indonesia Pasal 28 C Ayat 2 Tahun 1945 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul, 1945. Jakarta : DPR RI. World Growth. 2011. Manfaat Minyak Sawit Bagi Perekonomian Indonesia.

[online] dalam http://worldgrowth.org/site/wp-content/uploads/2012/06/WG_Indonesia_Palm_Oil_Benefits_Bahasa_ Report-2_11.pdf.Diakses pada 14 April 2014.