Metode Newton termodifikasi untuk pencarian akar persamaan nonlinear

(1)

i

METODE NEWTON TERMODIFIKASI UNTUK PENCARIAN

AKAR PERSAMAAN NONLINEAR

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Disusun Oleh: Juliani Sihotang NIM: 123114006

PROGRAM STUDI MATEMATIKA, JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

ii

A

MODIFIED NEWTON’S METHOD

FOR FINDING ROOTS

OF NONLINEAR EQUATIONS

FINAL ASSIGNMENT

Presented as a Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Degree of Sarjana Sains

Mathematics Study Program

Written by: Juliani Sihotang Student ID: 123114006

MATHEMATICS STUDY PROGRAM, DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh

emas, dan mendapat pengertian jauh lebih berharga

dari pada mendapat perak”

~ Amsal 16:16 ~

Tugas akhir ini ku persembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Ayahku, Kiman Sihotang

Ibuku, Lasmaria Pandiangan


(6)

(7)

vii ABSTRAK

Metode Newton termodifikasi adalah suatu metode pencarian akar dari fungsi dengan satu variabel bebas yang didasarkan pada prinsip iterasi metode Newton standar. Metode Newton (baik yang versi standar ataupun yang termodifikasi) adalah suatu iterasi pendekatan fungsi tak linear dengan hampiran linear. Metode Newton termodifikasi lebih cepat konvergen dibandingkan dengan metode Newton standar. Sebagai catatan, tingkat konvergensi metode Newton termodifikasi dan metode Newton standar secara berturut-turut adalah + √2 ≈ 2.4 dan 2.

Metode Newton termodifikasi relatif sederhana dan robust. Hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah iterasi dari metode Newton termodifikasi lebih sedikit bila dibandingkan dengan metode Newton standar. Akan tetapi, satu kali iterasi metode Newton termodifikasi membutuhkan waktu lebih lama, karena metode Newton termodifikasi melakukan proses perhitungan yang lebih banyak.

Masalah aliran steady air dangkal telah diselesaikan dengan menggunakan metode Newton termodifikasi. Dalam hal memecahkan masalah pencarian akar, terlihat bahwa metode Newton termodifikasi lebih baik dari pada metode biseksi dan metode Newton standar. Metode Newton termodifikasi memberikan cara alternatif untuk mendapatkan akar fungsi nonlinear.


(8)

viii ABSTRACT

Modified Newton’s method is a root finding method of a function with one independent variable, based on the principal of standard Newton’s method iteration. The Newton’s method (either the standard version or modified) iteration is an approximation of nonlinear function by linear function. The modified

Newton’s method converges faster compared to the standard Newton’s method. As a note, the convergence order of the modified Newton’s method and standard

Newton’s method are + √2 ≈ 2.4 and 2 respectively.

Modified Newton’s method is relatively simple and robust. Numerical examples show that the iteration number of the modified Newton’s method is less

than standard Newton’s method. However, one iteration of the modified Newton’s method needs more time, because the process of this method does more calculations.

The steady flow problem has been solved using the modified Newton’s method. In terms of solving the problem of finding roots, it appears that the modified Newton's method is better than the bisection method and standard Newton’s method. The modified Newton’s method give an alternative way to get the roots of a nonlinear function.


(9)

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Universitas Sanata Dharma. Banyak tantangan dalam proses penulisan tugas akhir ini, namun dengan penyertaan Tuhan serta dukungan dari berbagai pihak akhirnya tugas akhir ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, sekaligus selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan penuh antusias dalam membimbing selama proses penulisan tugas akhir ini.

2. Bapak Y. G Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D. selaku Kepala Program Studi Matematika.

3. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Matematika yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.

4. Kedua orang tuaku, Kiman Sihotang dan Lasmaria Pandiangan, serta kedua kakakku Romauli Sihotang, Priskila Sihotang, dan adikku Legina Sihotang yang selalu mendukungku dengan penuh kasih dan memberikan masukkan positif kepadaku.

5. Saudara dan saudariku komsel Area Sanata Dharma yang telah memberikan semangat dan dukungan kepadaku dengan penuh kasih.


(11)

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Tujuan Penulisan ... 4

E. Metode Penulisan ... 4


(13)

xiii

G. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Metode Newton ... 7

B. Tingkat Konvergensi Metode Newton ... 10

C. Analisis Galat Metode Newton ... 12

D. Persamaan Diferensial ... 13

E. Integral ... 18

F. Deret Taylor dan Deret Maclaurin ... 22

G. Konvergensi Deret Taylor ... 23

BAB III METODE NEWTON TERMODIFIKASI DAN CONTOH PENERAPANNYA DALAM BIDANG DINAMIKA FLUIDA ... 29

A. Metode Newton Termodifikasi ... 29

B. Aliran Steady Air Dangkal ... 39

C. Hasil Numeris ... 44

BAB IV KONVERGENSI METODE NEWTON TERMODIFIKASI ... 47

A. Konvergensi Metode Newton Termodifikasi ... 47

B. Percobaan dengan Variasi Tebakan Awal... 48

BAB V PENUTUP ... 51

A. Kesimpulan ... 51


(14)

xiv

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang, rumusan dan pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan, serta sistema- tika penulisan tugas akhir ini.

A. Latar Belakang

Masalah di dunia nyata dapat dimodelkan ke dalam suatu persamaan atau sistem persamaan matematika. Penyelesaiannya dapat berupa penyelesaian ana-litis maupun bukan anaana-litis.

Untuk penyelesaian analitis, model matematika diselesaikan menggunakan teori dan analisa matematika yang telah ada sedemikian rupa se-hingga hasil yang diperoleh adalah penyelesaian eksak. Sedangkan untuk penyelesaian bukan analitis, penyelesaian dari model matematika tersebut di-peroleh dengan menggunakan metode pendekatan yang dikembangkan untuk menangani model matematika tersebut sedemikian rupa sehingga penyelesaian yang diperoleh adalah penyelesaian pendekatan. Dengan demikian, penyelesaian tersebut bukan penyelesaian eksak. Metode pendekatan tersebut selanjutnya disebut metode numerik.

Metode numerik adalah suatu teknik penyelesaian yang diformulasikan secara matematis dengan cara operasi hitungan atau aritmatika dan dilakukan


(16)

secara iteratif dengan bantuan komputer atau secara manual. Analisis suatu ma-salah yang didekati dengan menggunakan metode numerik umumnya melibat-kan angka-angka dalam jumlah banyak dan melewati proses perhitungan ma-tematika yang cukup rumit.

Dalam analisis numerik, metode Newton standar yang juga dikenal se-bagai metode Newton-Raphson merupakan salah satu metode yang dikenal un-tuk mencari hampiran terhadap akar fungsi real. Metode Newton standar yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah metode untuk mencari akar persamaan non-linear � � = dengan satu titik � sebagai kondisi awalnya dan fungsi � � mempunyai turunan pertama. Metode ini dianggap lebih mudah dari metode biseksi karena metode ini menggunakan pendekatan satu titik sebagai titik awal. Semakin dekat titik awal yang kita pilih dengan akar sebenarnya, maka metode Newton standar semakin cepat konvergen ke akarnya.

Metode Newton standar dapat dijelaskan secara geometris seperti tampak pada Gambar 1 dan penjabarannya sebagai berikut. Dimulai dengan menetukan � sebagai titik awal, kemudian menarik garis lurus (misal garis l) yang me-nyinggung grafik fungsi f di titik � , � � . Garis l memotong sumbu x dititik � . Setelah itu diulangi langkah sebelumnya tapi sekarang � dianggap sebagai titik awalnya. Dengan mengulang langkah ini akan diperoleh titik-titik � , � , � , � , … , �� dengan �� adalah bilangan real yang merupakan akar atau


(17)

Gambar 1.1: Ilustrasi iterasi metode Newton standar.

Misalkan fungsi f mempunyai turunan pertama �′. Barisan � , � , � , … diperoleh dari iterasi

��+ = ��−� �

� , untuk � = , ,2 … (1)

Metode Newton standar di atas mempunyai tingkat konvergensi dua (kua- dratik).Dalam perkembangannya, pada tahun 2014, metode ini telah dimodifi-kasi sehingga diperoleh metode dengan tingkat konvergensi lebih tinggi yang disebut metode Newton termodifikasi. Iterasi untuk metode Newton termodifi-kasi adalah:

��∗ = ��− [�� ��

�− + ��−∗ ] ,

(2)

��+ = ��−[ �� �� �+ ��∗ ]

(3)


(18)

Penelitian ini akan membandingkan hasil perhitungan yang diperoleh dari metode Newton standar dengan metode Newton termodifikasi.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibicarakan pada tugas akhir ini adalah: 1. Bagaimana cara mengonstruksi metode Newton standar?

2. Bagaimana cara mengonstruksi metode Newton termodifikasi?

3. Bagaimana menerapkan metode Newton termodifikasi dalam masalah dinamika fluida?

C. Batasan Masalah

Pembahasan masalah dalam tugas akhir ini akan dibatasi pada metode Newton standar dan metode Newton termodifikasi untuk mencari akar real suatu persamaan.

D. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk memodifikasi metode New-ton standar sehingga menghasilkan metode numeris yang lebih akurat.

E. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Metode studi pustaka, yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku


(19)

2. Simulasi numeris, yaitu dengan menggunakan komputer, akan dicari akar real suatu persamaan.

F. Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan tugas akhir ini adalah kita dapat mengetahui suatu metode yang mirip dengan metode Newton standar yang disebut metode Newton termodifikasi yang hasilnya lebih akurat daripada hasil dari metode Newton standar.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Metode Penulisan F. Manfaat Penulisan G. Sistematika Penulisan BAB II LANDASAN TEORI

A. Metode Newton

B. Tingkat Konvergensi Metode Newton C. Analisis Galat Metode Newton


(20)

D. Persamaan Diferensial E. Integral

F. Deret Taylor dan Deret Maclaurin G. Konvergensi Deret Taylor

BAB III METODE NEWTON TERMODIFIKASI DAN CONTOH PENERAPANNYA DALAM BIDANG DINAMIKA FLUIDA

A. Metode Newton Termodifikasi B. Aliran Steady Air Dangkal C. Hasil Numeris

BAB IV KONVERGENSI METODE NEWTON TERMODIFIKASI A. Konvergensi Metode Newton Termodifikasi

B. Percobaan dengan Variasi Tebakan Awal BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran


(21)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori tugas akhir ditulis dalam bab ini. Landasan teori tersebut meliputi: metode Newton, konvergensi metode Newton, analisis galat metode Newton standar, persamaan diferensial, integral, deret Taylor dan deret Maclaurin, dan konvergensi deret Taylor.

A. Metode Newton

Pada bagian ini dibahas mengenai metode Newton standar yang meliputi definisi dan contoh dari metode Newton standar tersebut.

Definisi 2.1

Metode Newton standar adalah salah satu metode numerik yang dapat digunakan untuk menentukan akar (solusi) dari suatu persamaan � � = . Dengan f dapat dideferensialkan sehingga grafik = � � mempunyai sebuah garis singgung pada setiap titik. Jika dapat ditentukan hampiran pertama � untuk sebuah akar yang diperoleh dengan cara menerka atau dari sketsa kasar grafik �, maka hampiran � yang lebih mendekati akar diperoleh dari perpotongan garis singgung di � , � � dengan sumbu �. Dengan menggunakan � sebagai sebuah hampiran, maka dapat ditentukan hampiran � yang lebih mendekati lagi dan seterusnya. Proses tersebut dapat dirumuskan dengan mengingat persamaan garis singgung di � , � � adalah


(22)

− � � = �′ � � − � dan titik potong sumbu � di � dapat ditentukan dengan = dan � � ≠ maka diperoleh

− � � = �′ � � − � ,

atau

� = � −� � � .

Lalu � digunakan untuk hampiran kedua untuk menghampiri , yang akan menghasilkan hampiran ketiga. Jika terus mengulang proses iterasi maka akan diperoleh barisan � , � , � , … . Umumnya, jika hampiran ke-� adalah � dan � �� ≠ , maka diperoleh skema untuk metode Newton standar yaitu

��+ = ��−� � � � ,

dengan � = , ,2, , … .

Untuk menghentikan proses iterasi, misalkan toleransi kesalahan � > sehingga |��− ��− | < � atau |� �� | < �.

Contoh 2.1

Gunakan metode Newton standar untuk menentukan akar real dari � � = � + � − 4� − dengan ketelitian sampai lima tempat desimal (dengan � =

. ).

Penyelesaian :

Misal � =1 sebagai hampiran pertama untuk . Dipandang � � = � + � − 4� − , maka turunan pertamanya adalah


(23)

�′ � = 4� + � − �.

Menggunakan rumus iterasi Newton standar ��+ = ��−� �

� ,

diperoleh

��+ = ��−��4�+ ��− 4��− � + �� − �� .

Hasil iterasi Newton standar untuk � = , , 2, , 4 adalah sebagai berikut: Untuk � = , maka

� = − + − 4 − 4 + − = .2, sehingga

|� .2 | = | .4 | = .4 .

Untuk � = , maka

� = .2 − .2 + .2 − 4 .2 − 4 .2 + .2 − .2 = . , sehingga

|� . | = | . | = . .

Untuk � = 2, maka

� = . − . 4 . + . + . − 4 . − . − = . 4 , sehingga

|� . 4 | = | . | = . .


(24)

� = . 4 − . 44 . 4 + . 4+ . 4 − 4 . 4− . 4 − = . 4 , sehingga

|� . 4 | = | . | = . .

Untuk � = 4, maka

�5 = . 4 − . 44 . 4 + . 4+ . 4 − 4 . 4− . 4 − = . 4 ,

sehingga

|� . 4 | = | . | = . .

Setelah melewati empat langkah, akan dijumpai lima digit pertama yang sama, dengan |�− ��− | < �. Jadi akar yang diperoleh adalah � = . 4 dengan jumlah iterasi sebanyak 4 kali.

B. Tingkat Konvergensi Metode Newton

Akan dibahas tentang konvergensi dari metode Newton standar dan akan ditunjukkan tingkat konvergensinya.

Definisi 2.2

Misalkan � , � , � , … merupakan barisan yang konvergen ke- �, dan = � − �� untuk � = , ,2, … . Jika terdapat suatu bilangan � > dan konstanta � ≠

sedemikian sehingga: lim

�→∞

|� − ��+ |

|� − ��|� = lim�→∞

| �+ |

| |� = �∗,


(25)

Catatan: Jika � = , maka barisan disebut konvergen secara linear. Jika � > , maka barisan disebut konvergen secara superlinear. Jika � = 2, maka barisan disebut konvergen secara kuadratik. Jika � = , maka barisan disebut konvergen secara kubik. Misalkan � , � , � , … mendekati �∗, maka

a. Tingkat konvergensinya paling tidak adalah linear. Jika berlaku

|��+ − �∗| �|��− �∗|,

untuk suatu < � < dan suatu bilangan bulat dengan � . b. Tingkat konvergensi paling tidak adalah superlinear.

Jika terdapat barisan {�} → dan bilangan bulat dengan � sehingga berlaku

|��+ − �∗| ��|�� − �∗|.

c. Tingkat konvergensi paling tidak adalah kuadratik.

Jika terdapat bilangan bulat dengan � dan konstanta positif � (tidak harus < ) sehingga berlaku

|��+ − �∗| �|��− �∗| .

Barisan {�}�=∞ dapat dipandang sebagai suatu barisan yang memenuhi Definisi 2.2. Misalkan � akar sesungguhnya dari persamaan tak linear � � , maka barisan itu konvergen ke �.


(26)

C. Analisis Galat Metode Newton

Bagaimanakah galat metode Newton standar berubah dari satu langkah ke langkah berikutnya?. Pada penurunan rumus turunan numeris dengan deret Taylor, rumus galat dalam penurunan rumus turunan numeris tersebut dapat langsung diperoleh. Tetapi dengan polinom interpolasi harus dicari rumus galat tersebut dengan bantuan deret Taylor.

Contoh 2.2

Tentukan rumus galat dan tingkat keakuratan dari rumus metode Newton standar : ��+ = �� −�′ �� ��

Penyelesaian:

Misalkan = − �

dengan adalah akar eksak dan � adalah hampiran pada langkah ke- �. maka:

�+ = − ��+ ,

= − ��−� � � � ,

= − ��+� � � � ,

= � +� � � � ,

= ��′ ��′ �� + � ��

� .


(27)

= � = � �� + � ,

= � �� + ��′ �� + ��′′ �2! +

= � �� + ��′ �� + ��′′ �2! +� untuk �� �

� = � �� + ��′ �� + ��′′ �2 ,

diperoleh

� �� + ��′ �� = −2 ��′′ �� .

Dari persamaan � ′ �� + ��

′ �� dan � �� + �� ′

� = − ��′′ �� menjadi �+ = −�

′′ � �

2�′ ≈ −

�′′ �

2�′ = � �,

untuk � yang cukup dekat dengan .

Karena �+ ≈ � . Disimpulkan bahwa metode Newton standar konvergen secara kuadratik untuk � yang cukup dekat dengan . Dengan kata lain, tingkat keakuratan metode Newton standar adalah tingkat dua.

D. Persamaan Diferensial

Berikut ini dibahas tentang persamaan diferensial. Persamaan diferensial yang dibahas meliputi definisi dan contoh persamaan diferensial, persamaan diferensial biasa, persamaan diferensial parsial, kelinearan suatu persamaan diferensial, dan aturan rantai.


(28)

Definisi 2.4

Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan variabel-variabel tak bebas dan turunan-turunannya terhadap variabel-variabel-variabel-variabel bebas.

Contoh 2.3

Persamaan di bawah ini merupakan contoh persamaan diferensial:

� = , (2.4)

5 5 + (

) = cos , (2.5)

� � +

� = , (2.6)

� �� +

� � +

� = . (2.7)

Definisi 2.5

Persamaan diferensial biasa adalah persamaan diferensial yang melibatkan turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas.

Contoh 2.4

Persamaan (2.4) dan (2.5) merupakan persamaan diferensial biasa. Pada persamaan (2.4) variabel � adalah suatu variabel bebas, dan variabel adalah variabel tak bebas. Pada persamaan (2.5), variabel adalah variabel bebas, dengan � adalah variabel tak bebasnya.


(29)

Definisi 2.6

Persamaan diferensial parsial merupakan persamaan diferensial yang melibatkan turunan parsial dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap lebih dari satu variabel bebas.

Contoh 2.5

Persamaan (2.6) dan (2.7) merupakan persamaan diferensial parsial. Pada persamaan (2.6), variabel dan adalah variabel bebas dan adalah variabel tak bebasnya. Pada persamaan (2.7) terdapat tiga variabel bebas yaitu �, , dan dengan adalah variabel tak bebasnya.

Definisi 2.7

Orde dari persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari turunan yang terkandung dalam persamaan diferensial.

Contoh 2.6

Persamaan diferensial biasa (2.4) adalah persamaan diferensial orde pertama, karena tingkat tertinggi dari turunan pada persamaan tersebut adalah satu. Persamaan (2.5) adalah persamaan diferensial biasa orde kelima. Persamaan (2.6) termasuk persamaan diferensial parsial orde pertama. Persamaan (2.7) merupakan persamaan diferensial parsial orde kedua.


(30)

Definisi 2.8

Suatu persamaan diferensial biasa orde ke- � �(�, , ′, ′′, … ,) = ,

dikatakan linear jika F merupakan suatu fungsi linear dari variabel , ′, ′′, … ,; definisi yang sama juga berlaku untuk persamaan diferensial

parsial. Secara umum persamaan diferensial biasa linear orde � dituliskan sebagai

� � � + � � �− + + �

� � = � , (2.8)

dengan � tidak sama dengan nol. Di sini ′=

�, ′′ = � , … , � = � ��.

Contoh 2.7

Persamaan diferensial biasa berikut keduanya linear. Pada kedua persamaan berikut, variabel adalah variabel tak bebas. Perhatikan bahwa dan turunan-turunannya terjadi dengan pangkat satu saja dan tidak ada perkalian dari dan atau turunan dari :

� + � + = , (2.9)

� + � � + 2� � = �. (2.10)

Definisi 2.8

Suatu persamaan diferensial biasa yang tidak memiliki bentuk (2.8) dinamakan persamaan diferensial biasa tak linear.


(31)

Contoh 2.7

Persamaan diferensial biasa berikut semuanya tak linear:

� + � + = , (2.11)

� + 4 ( �)

5

+ = , (2.12)

� + � + = . (2.13)

Persamaan (2.11) tak linear karena variabel tak bebas terdapat pada orde kedua dalam bentuk . Persamaan (2.12) juga tak linear karena terdapat bentuk 4 5 yang melibatkan pangkat lima pada turunan pertama. Persamaan (2.13) tak linear karena pada bentuk

� melibatkan perkalian terhadap variabel bebas dan

turunan pertamanya.

Definisi 2.9

Aturan rantai merupakan cara yang digunakan untuk mendiferensialkan fungsi komposisi.

Aturan rantai kasus 1

Misal = � dan = � . Jika dan � adalah fungsi yang terdiferensial, maka secara tidak langsung adalah fungsi terdiferensial dari � dan


(32)

Aturan rantai kasus 2

Andaikan = � �, adalah fungsi dari � dan yang terdiferensial, dengan � = dan = ℎ keduanya fungsi dari yang terdiferensial. Maka adalah fungsi dari yang terdiferensial dan

= ��� �+� .

E. Integral

Pada bagian ini dibahas mengenai integral yang meliputi definisi dan contoh dari integral tertentu dan tak tentu.

Definisi 2.10

Jika diberikan suatu fungsi � � pada suatu interval � dan berlaku �′ � = � � , untuk suatu � � , maka � � adalah suatu anti turunan dari � � . Dengan kata lain �′ � = � � .

Contoh 2.8

Carilah suatu anti turunan dari � � = � pada −∞, ∞ . Penyelesaian:

Fungsi � � = � bukan anti turunannya karena turunan � adalah � . Tetapi hal ini menyarankan � � = 5� , yang memenuhi �′ � =5 � = � . Dengan demikian, suatu anti turunan dari � adalah 5� .


(33)

Anti turunan dinotasikan dengan ∫ … �. Notasi tersebut menunjukkan anti turunan terhadap �. Anti turunan biasanya disebut integral tak tentu.

Teorema 2.1

Jika adalah sebarang bilangan rasional kecuali -1, maka ∫ �� � = ��+

+ + �. Bukti:

Untuk membuktikan

∫ � � � = � � + �, cukup dengan membuktikan

�[� � + �] = � � .

Dalam hal ini,

�[� �+

+ + �] = + + �� = ��. Teorema terbukti.

Integral Tentu

Perhatikan Gambar 2.1 berikut ini. untuk mengaproksimasi luas dibawah kurva = � � pada selang [�, ], dilakukan dengan cara aproksimasi yaitu dengan membagi interval [�, ] menjadi � subinterval.


(34)

Gambar 2.1: Ilustrasi fungsi satu variabel. Subinterval tersebut memiliki panjang yang sama yaitu −

� untuk � > . Setelah

membagi interval menjadi � subinterval kemudian menghitung total jumlah luasan dari masing-masing persegi panjang yang dibentuk oleh masing-masing subinterval tersebut. Hal ini diperoleh dengan memilih � , � , … , � dengan � = � , = �, dan

�� − ��− = − �� ,

untuk � = ,2, … , �.

Andaikan panjang masing-masing subinterval yaitu −

� dinotasikan dengan ∆�,

maka

∆� = �� − ��− .

� �


(35)

Gambar 2.2: Ilustrasi pendekatan integral menggunakan jumlahan Riemann. Luas daerah dibawah kurva diaproksimasikan dengan total luas daerah yang dibentuk oleh masing-masing subinterval, aproksimasi luas di bawah kurva adalah � + � + + ��. Artinya total luas tersebut dapat ditulis

� ∆� + � ∆� + + � � ∆� = ∑ � � ∆�

� �=

yang disebut jumlahan Riemann fungsi � pada interval [a,b], sebagai pendekatan luas daerah di bawah kurva = � � dan diatas sumbu �. Disini, ∈ [��− , �].

Semakin banyak subinterval yang digunakan, artinya ∆� → maka semakin baik pula aproksimasi luasan tersebut dan semakin dekat dengan luasan yang sebenarnya. Dengan demikian,

Luas daerah = lim∆�→ ∑ � � ∆�. �

� = � �

� = � � � ∆� � �=


(36)

Definisi 2.11

Andaikan � fungsi yang terdefinisi pada [�, ]. Integral tentu � dari � sampai dinotasikan ∫ � � �, adalah

∫ � � � = lim∆�→ ∑ � � ∆�.

F. Deret Taylor dan Deret Maclaurin

Pada subbab ini dibahas mengenai deret Taylor dan deret Maclaurin beserta contohnya.

Definisi 2.12

Misalkan � adalah suatu fungsi yang mempunyai turunan-turunan dari semua tingkat pada interval tertentu dengan � adalah suatu titik interior. Maka deret Taylor yang diberikan oleh � di sekitar � = � adalah:

∑� ��!

∞ �=

� − � � = � � + � � � − � +�′′ �

2! � − � + +

� �

�! � − � �+ .

Deret Maclaurin yang diberikan oleh � adalah:

∑� ��!

∞ �=

�� = � + �� +�′′

2! � + + � �

�! �� + ,

yaitu deret Taylor yang diberikan oleh � di sekitar � = .

Contoh 2.9


(37)

Penyelesaian: Diperoleh hasil:

� � = �,

�′ � = 2,

�′′ � = 4,

�′′′ � =,

…. Akan dicari nilai � , �′ , �′′ , �′′′ , …. sehingga diperoleh:

� = ,

�′ = 2,

�′′ = 4,

�′′′ = ,

Maka deret Taylor yang diberikan oleh � � = � saat � = adalah:

� + �′ � +�′′

2! � + �′′′

! � + + � �

�! �� +

= + 2� + 2� +4� +

G. Konvergensi Deret Taylor

Deret Taylor dapat digunakan untuk mengetahui kekonvergenan suatu fungsi. Hal ini dapat dilihat dengan teorema berikut.


(38)

Teorema 2.2 Teorema Taylor

Jika � dan turunan-turunan pertama hingga ke-��′, �′′, … , � � kontinu pada interval tertutup antara � dan , dan � � terdiferensial pada interval terbuka antara � dan , maka terdapat bilangan � antara � dan sedemikian sehingga:

� = � � + �′ − � +�′′ �

2! − � + +

� �

�! − � �

+�� + !�+ � − � �+ .

Bukti:

Untuk membuktikan teorema Taylor maka akan diasumsikan bahwa � < . Dipandang polinomial Taylor berbentuk sebagai berikut:

�� � = � � + �′ � � − � +�

′′

2! � − � + +

��

�! � − � �,

dan turunan pertama �-nya sesuai dengan fungsi � dan turunan pertama �-nya pada � = �. Hal ini tidak mengubah kesesuaian tersebut jika ditambahkan suku lain dari bentuk � − � �+ , dengan adalah suatu konstana, karena suku tersebut dan turunan pertama �-nya semua sama dengan nol pada � = �. Lalu, didefinisikan fungsi baru yaitu:

�� � = �� � + � − � �+ ,

dengan turunan pertama �-nya masih sesuai dengan fungsi � dan turunan pertama �-nya pada � = �.

Sekarang akan dipilih suatu nilai tertentu dari yang membuat kurva = �� � sesuai dengan kurva asli = � � pada � = , yaitu:


(39)

� = �� + − � �+ , atau = −��+� , (2.14)

dengan didefinisikan oleh persamaan (2.14), maka fungsi:

� � = � � − �� � ,

yang merupakan selisih antara fungsi asli � dan fungsi aproksimasi � � untuk setiap � di [�, ].

Selanjutnya akan digunakan teorema Rolle. Pertama, karena � � = � = dan � dan �′ keduanya kontinu pada [�, ], maka

�′ � = , untuk � di �, .

Lalu, karena �′ � = �′(� = dan �′ dan �′′ keduanya kontinu pada [�, � ], maka

�′′ � = , untuk � di �, � .

Terlihat bahwa teorema Rolle berhasil diaplikasikan pada �′′, �′′′, , � �− yaitu:

� pada �, � sedemikian sehingga �′′′ � = ,

� pada �, � sedemikian sehingga � � = ,

�� pada �, ��− sedemikian sehingga � � � = .

Karena � � kontinu pada [�, �] dan terdiferensial pada �, � , dan � � � =

� �

� = , bahwa teorema Rolle mengimplikasikan bahwa terdapat suatu

bilangan ��+ pada �, � sedemikian sehingga

� �+


(40)

Jika diturunkan � � = � � − � � − � − � �+ total dari � + kali, maka diperoleh:

� �+ � = � �+ � − − � + ! . (2.16)

Berdasarkan persamaan (2.15) dan (2.16), diperoleh:

= �� + ! , dengan � = ��+ � �+ pada �, . (2.17)

Dan berdasarkan persamaan (2.14) dan (2.17), diperoleh:

� = �� +�

�+

� + ! − � �+ .

Teorema terbukti.

Ketika menggunakan teorema Taylor, maka akan diasumsikan � tetap dan adalah variabel bebas. Rumus Taylor mudah digunakan saat mengganti dengan �. Rumus dibawah ini merupakan versi dari teorema Taylor setelah mengubah dengan �.

Rumus Taylor

Jika � mempunyai turunan-turunan dari semua tingkat pada interval terbuka � yang memuat �, maka untuk setiap bilangan bulat positif � dan untuk setiap � di �,

� � = � � + �′ � � − � +�′′ �

2! � − � +

+� ��!� � − � � + � � � ,

(2.18)


(41)

�� � =�

�+

� + ! � − � �+ ,

(2.19)

untuk � antara � dan �.

Ketika teorema Taylor dinyatakan seperti di atas, hal ini mengatakan bahwa untuk setiap � ∈ �, maka:

� � = �� � + �� � .

Fungsi � � ditentukan oleh nilai dari � + turunan ke � �+ di titik � yang bergantung pada kedua � dan �, dan terletak diantara mereka.

Persamaan (2.14) disebut rumus Taylor. Fungsi � � disebut suku galat untuk aproksimasi � oleh � � terhadap interval �.

Definisi 2.13

Jika � � → , � → ∞ untuk semua � ∈ � maka deret Taylor yang dibangun oleh � saat � = � pada interval �, ditulis sebagai berikut:

� � = ∑� ��!� � − � �.

�=

�� � dapat diperkirakan dengan tanpa mengetahui nilai �, untuk mengetahuinya

dapat dilihat contoh sebagai berikut.

Contoh 2.10

Tunjukan bahwa deret Taylor yang dibangun oleh � � = � saat � = konvergen ke � � untuk setiap � ∈ �.


(42)

Fungsi � � mempunyai turunan dari semua orde sepanjang interval � = −∞, ∞ . Persamaan (2.14) dan (2.15) dengan � � = � dan � = , maka:

= + 2� + 4

2! � + + 2�

�! + �� � , dan

�� � =

� + ! ��+ , untuk � antara 0 dan �.

Karena � adalah fungsi naik, maka � berada diantara = dan �. Ketika nilai � < maka nilai � < dan � < . Ketika nilai � = maka nilai � = dan � � = . Ketika nilai � > maka � > dan � < �. Maka

|�� � | |�|

�+

� + !, saat � , dan

|�� � | < � |�| �+

� + !, saat � > .

Karena

lim

�→∞

��+

� + ! = , untuk setiap �, lim

�→∞�� � = dan deret konvergensi untuk setiap �, maka: � = ∑2���

�! =

∞ �=


(43)

29 BAB III

METODE NEWTON TERMODIFIKASI DAN CONTOH PENERAPANNYA DALAM BIDANG DINAMIKA FLUIDA

Dalam bab ini akan dijelaskan metode Newton termodifikasi, konvergensi metode Newton termodifikasi, karakteristik persamaan gelombang air dangkal, dan hasil numeris yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan persamaan gelombang air dangkal.

A. Metode Newton Termodifikasi

Pada bagian ini dibahas mengenai metode Newton termodifikasi yang meliputi definisi dan contoh dari metode Newton termodifikasi tersebut.

Definisi 3.1

Metode Newton termodifikasi adalah suatu metode pencarian akar yang didasarkan pada prinsip iterasi metode Newton standar, yaitu pendekatan fungsi tak linear � � dengan hampiran linear. Skema Newton termodifikasi diperoleh dengan mempertinggi tingkat keakuratan metode Newton standar dengan memperhatikan fungsi tak linear yang akan ditentukan akarnya.

Dengan menetukan � sebagai titik awal, kemudian menarik garis lurus yang menyinggung grafik fungsi f di titik � , � � . Garis tersebut memotong sumbu x di titik � . Setelah itu diulangi langkah sebelumnya tetapi sekarang � dianggap


(44)

sebagai titik awalnya, kemudian menarik garis lurus yang menyinggung garik fungsi f di titik (� , � � . Garis tersebut memotong sumbu x dititik �∗.

Keterangan: � � dinyatakan saat � dan� .

�′ � dinyatakan saat �∗ = � dan � + �∗ . Gambar 3.1: Gambar dari metode Newton termodifikasi.

Diambil titik tengah antara � dan �∗ sehingga didapat � + �∗ . Dengan � + �∗ sebagai titik awal, kemudian menarik garis lurus yang menyinggung

grafik fungsi f di titik � + �∗ , � � + �∗ . Garis tersebut memotong sumbu x dititik � . Dengan mengulang langkah ini akan diperoleh titik-titik � , � , �∗, � + �, � , … , dengan adalah bilangan real yang merupakan akar

atau mendekati akar sebenarnya.

� �

�∗

2 � + �∗ �

r

� �

� � �


(45)

Iterasi awal untuk menentukan � adalah skema Newton standar. Tetapi untuk menentukan � turunan fungsi tidak dinyatakan saat � . Sebaliknya, estimasi yang ada dari turunan yang digunakan untuk menentukan nilai tengah, yaitu �∗ dan turunannya dinyatakan saat � + �∗ . Langkah untuk menetukan nilai tengah �∗ disebut langkah “predictor”, sedangkan langkah untuk menentukan nilai selanjutnya dari �, � , (menggunakan turunan dinyatakan saat � + �∗ ) yang disebut langkah “corrector”.

Metode Newton untuk menentukan akar (solusi) dari suatu persamaan nonlinear � � = lebih sederhana dan tingkat kecepatan menuju kekonvergenan lebih cepat. Dengan menggunakan fungsi dan turunan pertama dari fungsi itu, metode Newton dapat menghasilkan barisan dari aproksimasi yang konvergen secara kuadratik untuk akar (solusi) persamaan.

Informasi turunan ini, dikombinasikan dengan pengamatan bahwa jika � � adalah fungsi kuadrat dengan akar (solusi) , maka dapat diperoleh dengan cara berikut, yaitu

= � − � �

�′( [� + ]). (3.1)

Dipandang suatu aturan predictor-corrector dengan bentuk di bawah ini: �∗ = � −� �

�′ , (3.2)

� = � − � �

�′( [� + �]),


(46)

dengan �′ merupakan pendekatan ketika di titik � . Langkah awal predictor itu merupakan langkah dasar metode Newton untuk mengestimasi turunan, sementara langkah corrector diperoleh dari hubungan implisit pada persamaan (3.1).

Pilih � = ,

��∗ = ��− [�� ��

�− + ��−∗ ] ,

(3.4)

��+ = ��− [�� �� �+ ��∗] .

(3.5)

Persamaan di atas digunakan ulang dalam persamaan (3.4) dari turunan yang dihitung dalam iterasi sebelumnya sehingga aturan khusus dari langkah predictor-corrector hanya membutuhkan satu fungsi dan satu nilai turunan.

Iterasi yang diperumum, diperoleh dari bentuk persamaan (3.4) dan (3.5) di atas merupakan iterasi umum. Telah dibahas sebelumnya, bahwa aturan predictor -corrector dengan langkah predictor didasarkan pada turunan yang dihitung dalam iterasi sebelumnya, dan langkah corrector diperoleh dari relasi implisit. Kelebihan dari skema di atas adalah menyisipkan dari fungsi dan nilai turunan, dengan menyatakan bahwa fungsi dan turunannya diperoleh dari nilai � yang berbeda (lihat Gambar 3.1).

Untuk melakukan iterasi pada dasarnya membutuhkan dua nilai awal, yaitu � dan �∗. Setelah itu gunakan langkah corrector pada persamaan (3.3). Diketahui perkiraan awal � pada akar, terdapat dua metode yang jelas untuk memperoleh nilai kedua dari �∗ kedua yaitu:

 �∗ diperoleh dari dengan metode Newton yaitu = � − �0 0′ , atau


(47)

 Himpunan sederhana �∗ = � dengan langkah bentuk corrector pada persamaan (3.3) mengurangi metode Newton untuk memperoleh nilai � .

Pada dua pilihan di atas ternyata efektif, dan selanjutnya �∗ = � .

Metode Newton termodifikasi secara umum akan diuji dengan secara berikut:

�∗ = � , (3.6)

� = � − � �

�′( [� + �])= � −

� �

�′ � . (3.7)

Diikuti oleh (untuk � )

��∗ = ��− [�� ��

�− + ��−∗ ] ,

(3.8)

��+ = ��− [�� ��

�+ ��∗] . (3.9)

Langkah-langkah dalam prosedur metode Newton termodifikasi diilustrasikan pada Gambar 3.1, dengan langkah-langkah yang ditampilkan untuk menentukan � . Kunci utama dari metode Newton termodifikasi dapat dilihat pada Gambar 3.1, yaitu:

1. Nilai � dihitung dari � menggunakan � � dan nilai dari turunan saat � + �∗ (adalah nilai hampiran dari turunan yang digunakan untuk menghitung

ketika � ), dan

2. �∗ dapat diperoleh dengan cara nilai turunan yang sama ini digunakan kembali pada berikutnya yaitu langkah predictor.


(48)

Contoh 3.1

Dengan menggunakan metode Newton termodifikasi tentukan akar penyelesaian persamaan � � = , dengan � � = � + � − 4� − dengan

� = dan � = . .

Penyelesaian:

Diketahui � = dan � = . . Dipandang � � = � + � − 4� − maka turunan pertamanya adalah

�′ � = 4� + � − �.

Hasil iterasi metode Newton termodifikasi persamaan (3.6)-(3.9) untuk � = , , 2, ,4 adalah sebagai berikut:

Untuk � = , maka

�∗ = � = ,

� = � −� � � , dengan

� � = � = + − 4 − = − , dan turunan pertamanya adalah

�′ � = � = 4 + − = .

Dengan demikian diperoleh

� = −− = = .2,

dan


(49)

Untuk � = , maka

�∗ = � − � �

�′

2 [� + �∗] , dengan

� � = � .2 = .2 + .2 − 4 .2 − = .4 ,

maka turunan pertamanya adalah �′(

2[� + �∗]) = �′(2[ + ]) = �′

�′ = 4 + − = .

diperoleh

�∗ = .2 − ( .4 ) = . 4 ,

sehingga

�′(

2[� + �∗])= �′(2[ .2 + . 4 ]) = �′ . 24

�′ . 24 = 4 . 24 + . 24 − . 24 = . .

Dengan demikian diperoleh

� = � − � �

�′ [� + �] ,

� = .2 − .4. = . 4 ,

dan


(50)

Untuk � = 2, maka

�∗ = � − � �

�′

2 [� + �∗] ,

dengan

� � = � . 4 = . 4 + . 4 − 4 . 4 − = − . 2,

dan turunan pertamanya adalah �′(

2[� + �∗]) = �′(2[ .2 + . 4 ]) = �′ . 24 ,

�′ . 24 = 4 . 24 + . 24 − . 24 = . .

Diperoleh

�∗ = . 4 − . 2

. = . 4 4 ,

sehingga

�′(

2[� + �∗]) = �′(2[ . 4 + . 4 4 ]) = �′ . 4 4 ,

�′ . 4 4 = 4 . 4 4 + . 4 4 − . 4 4 = . .

Dengan demikian diperoleh

� = � − � �

�′( [� + �]),


(51)

dan

|� . 4 | = | . | = . .

Untuk � = , maka

�∗ = � − � �

�′

2 [� + �∗] ,

dengan

� � = � . 4 = . 4 4+ . 4 − 4 . 4 2− = . ,

dan turunan pertamanya adalah

�′(

2[� + �∗]) = (2[ . 4 + . 4 4 ]) = �′ . 4 4 ,

�′ . 4 4 = 4 . 4 4 + . 4 4 − . 4 4 = . .

Diperoleh

�∗ = . 4 .

. = . 4 ,

sehingga

�′(

2[� + �∗]) = �′(2[ . 4 + . 4 ]) = �′ . 4 ,

�′ . 4 = 4 . 4 + . 4 − . 4 = . .

Dengan demikian diperoleh

� = � − � �


(52)

� = . 4 − .. = . 4 , dan

|� . 4 | = | . | = . .

Untuk � = 4, maka

�∗ = � − � �

�′

2 [� + �∗] ,

dengan

� � = � . 4 = . 4 + . 4 − 4 . 4 − = .

dan turunan pertamanya adalah �′(

2[� + �∗]) = (2[ . 4 + . 4 ]) = �′ . 4

�′ . 4 = 4 . 4 + . 4 − . 4 = . .

Diperoleh

�∗ = . 4 .

. = . 4 ,

sehingga �′(

2[� + �∗]) = �′(2[ . 4 + . 4 ]) = �′ . 4 ,

�′ . 4 = 4 . 4 + . 4 − . 4 = . .

Dengan demikian diperoleh


(53)

�5 = . 4 − .. = . 4 .

Jadi akar penyelesaiannya adalah � = . 4 dengan jumlah iterasi sebanyak 4 kali.

B. Aliran Steady Air Dangkal

Persamaan (gelombang) air dangkal diklasifikasikan dari gerak fluida. Sebagai contoh, aliran dapat digolongkan sebagai aliran steady dan unsteady, satu dimensi, dua dimensi, tiga dimensi, serta seragam dan tidak seragam. Aliran disebut steady bila kondisi alirannya yaitu kecepatan, tekanan, densitas tidak berubah terhadap waktu. Aliran dimana kondisi alirannya berubah terhadap waktu disebut aliran unsteady. Aliran air yang konstan di dalam sebuah pipa bersifat unsteady, akan tetapi pada saat katup alirannya sedang dibuka atau sedang ditutup, maka aliran itu tidak unsteady. Sebuah aliran mungkin saja dianggap steady oleh pengamat yang satu, tetapi dianggap tidak steady oleh pengamat yang lain. Sebagai contoh, aliran di sebelah hulu sebuah pilar jembatan tampak steady oleh pengamat yang berdiri di jembatan, tetapi tampak tidak steady oleh pengamat yang berada di sebuah perahu. Penggolongan air sebagai aliran steady atau bukan sering didasarkan pada pertimbangan kemudahan semata. Sebagai contoh, penjalaran gelombang di permukaan danau jelas unsteady. Walaupun begitu, gerak air akibat gelombang dianggap tidak terlalu berperan dalam pengangkutan polutan di danau itu sehingga dalam model yang digunakan untuk mempelajari perpindahan polutan gerak gelombang boleh diabaikan, sehingga aliran air di situ dianggap steady.


(54)

Pendekatan seperti ini terutama diterapkan pada aliran-aliran turbulen, yang hampir selalu dijumpai dalam dunia rekayasa. Disini, kondisi unsteady berlaku untuk fluktuasi-fluktuasi dalam aliran yang ditinjau dalam skala waktu yang sangat pendek.

Misalkan terdapat aliran air dangkal seperti pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2: Gambaran umum aliran steady dengan topografi gundukan parabolik.

Misalkan � adalah ruang titik, adalah waktu = �, adalah kecepatan, ℎ = ℎ �, adalah kedalaman air, = � adalah ketinggian permukaan tanah. Persamaan air dangkal yang bersesuaian dengan Gambar 3.2 adalah :

ℎ�

h(x,t)

u(x,t)

z(x) ℎ


(55)

ℎ + ℎ � = ,

ℎ + ℎ +2 ℎ � = − ℎ �.

(3.10)

Dengan asumsi bahwa turunan dan ℎ mulus, penjabaran persamaan kedua di atas menjadi :

ℎ + ℎ +2 ℎ �+ ℎ �= ,

maka persamaan tersebut dapat ditulis ulang menjadi

ℎ + ℎ + ℎ �+2 ℎ �+ ℎ � = ,

atau

ℎ + ℎ + ℎ� + �ℎ +2 ℎℎ �+ ℎ � = ,

atau

ℎ + ℎ + ℎ� + �+ � ℎ +2 ℎℎ�+ ℎℎ� + ℎ � = ,

atau

ℎ + ℎ + ℎ� + 2 � ℎ +2 2ℎℎ� + ℎ �= ,

atau

ℎ + ℎ + ℎ� + 2 � ℎ + ℎℎ�+ ℎ �= ,

atau

ℎ + ℎ + ℎ� + 2 � ℎ + ℎℎ�+ ℎ � = .

Substitusikan ℎ = − ℎ pada persamaan yang di atas, diperoleh

ℎ + − ℎ � + ℎ� + 2 � ℎ + ℎℎ�+ ℎ � = ,

atau


(56)

atau

ℎ − ℎ� − �ℎ + ℎ� + 2 � ℎ + ℎℎ�+ ℎ � = ,

atau

ℎ + �ℎ + ℎℎ�+ ℎ �= ,

atau

ℎ + �+ ℎ�+ � = ,

atau

ℎ + �+ ℎ�+ � = ,

atau

ℎ + �+ ℎ + � = ,

atau

+ �+ ℎ + � = .

Karena alirannya diasumsikan steady, kedalaman air dan kecepatan aliran tidak berubah terhadap waktu, berarti = dan ℎ = , maka persamaan air dangkal menjadi :

ℎ �= ,

�+ ℎ + � = .

Setelah diintegralkan, persamaan air dangkal dapat ditulis kembali menjadi : ℎ = ,

2 + ℎ + = �,

(3.11)

untuk dan � adalah konstan. Sistem (3.11) berlaku untuk semua domain. Di tempat yang jauh � → ±∞ , dasar ketinggian, kedalaman air dan kecepatan aliran berturut-turut adalah �, = , ℎ �, = ℎ dan �, = . Dengan demikian untuk semua domain, jelas bahwa :


(57)

ℎ = ℎ , (3.12) dan

2 + ℎ + = 2 + ℎ + = 2 + ℎ . (3.13)

Jika dieliminasi dari persamaan (3.13) dengan menggunakan persamaan (3.12), maka diperoleh :

= ℎ ,ℎ ℎ

2ℎ + ℎ + = 2 + ℎ .

Menggunakan bilangan Froude, yaitu � = /√ ℎ , maka diperoleh :

ℎ [ ℎ

2ℎ + ℎ + ] = ℎ [ 2 + ℎ ],

atau

ℎ 2ℎ ℎ +

ℎ + ℎ = 2 ℎ + ℎ ℎ , atau 2 ℎ ℎ ℎ + ℎ

ℎ + ℎ = 2 ℎ + , atau � 2 ℎ ℎ + ℎ

ℎ + ℎ = �

2 + .

Dengan dimisalkan = ℎ/ℎ dan � = /ℎ , persamaan terakhir disederhanakan menjadi :

2 ( ) + + � =

� 2 + ,


(58)

atau

[�2 ( ) + + �] = [�2 + ], atau

2 + + � =

2 + ,

atau

2 + + � −

2 − = ,

sehingga

+ (� −2 � − ) +2 � = . (3.13)

Jika persamaan kubik tersebut diselesaikan untuk semua titik, maka akan diperoleh deskripsi permukaan air dari aliran yang steady, dengan kedalaman air dihitung menggunakan ℎ = ℎ . Kecepatan air dihitung menggunakan formula = ℎ /ℎ. Metode penyelesaian akar memainkan peran penting dalam memecahkan persamaan (3.13) dalam menentukan nilai dari kedalaman air di semua ruang titik.

C. Hasil Numeris

Pada bagian ini, akan disajikan hasil numeris dari uji kasus metode penyelesaian akar untuk menyelesaikan masalah aliran steady. Masalah tersebut diberikan sebagai berikut. Dipandang ruang domain [0,25]. Topografinya adalah :


(59)

� = { .2 − . � − jika � 2, lainnya.

Diambil persamaan (3.13), yaitu + � − � − + � = . Percepataan gravitasi = . , galat toleransi untuk solusi eksak adalah − 5, � = 0

√ ℎ0,

� =

0, ℎ = ℎ . Perhitungan dilakukan dengan menggukan aplikasi MATLAB

pada komputer. Dimisalkan = dan ℎ = 2. Domain ruang [0,25] didiskritkan menggunakan panjang langkah seragam. Panjang langkah adalah 0.1.

Tabel 3.1 Perbandingan antara metode biseksi, metode Newton standar dan metode Newton termodifikasi untuk menyelesaikan masalah aliran steady.

Banyaknya

Iterasi Kedalaman air

Ketinggian permukaan

tanah (Metode Biseksi 23 1.787135270153852 0.2 Metode Newton

Termodifikasi 4 1.787135270153852 0.2

Metode Newton

Standar 6 1.787135270153852 0.2

Hasil numerik diringkas dalam Tabel 3.1. Ruang titik yang diuji dengan menggunakan aplikasi MATLAB yaitu � = . Dengan mengamati metode Newton termodifikasi, hanya membutuhkan 4 iterasi untuk menyelesaikan masalah tersebut, dengan kedalaman air ℎ yaitu 1.787135270153852 dan ketinggian permukaan tanah yaitu 1.787135270153852, yang mana banyaknya iterasi dengan metode Newton standar yaitu 6 iterasi, dengan kedalaman air ℎ yaitu 1.787135270153852 dan ketinggian permukaan tanah yaitu


(60)

1.787135270153852. Jelas bahwa dalam hal banyaknya iterasi, metode Newton termodifikasi lebih baik daripada metode biseksi dan metode Newton standar. Perhatikan bahwa semua metode ini menghasilkan solusi yang sama, tetapi banyaknya iterasinya bervariasi seperti yang ditampilkan dalam Tabel 3.1.


(61)

47 BAB IV

KONVERGENSI METODE NEWTON TERMODIFIKASI

Pada bagian ini akan dibahas tentang konvergensi metode Newton termodifikasi dan percobaan dengan variasi tebakan awal.

A. Konvergensi Metode Newton Termodifikasi

Metode Newton standar mempunyai orde kekonvergenan 2 yaitu konvergen kuadratik, untuk akar sederhana. Metode Newton standar dapat dimodifikasi sehingga orde kekonvergenannya dapat ditingkatkan.

Akan diperlihatkan hubungan antara suatu fungsi yang memenuhi beberapa asumsi tentang nilai fungsi dan nilai fungsi-fungsi turunan di sekitar akar sebenarnya, dengan kekonvergenan serta tentang derajat kekonvergenan. Asumsi yang digunakan adalah :

1. Fungsi � dapat diturunkan beberapa kali (sampai � kali, �> 2). 2. Fungsi � mempunyai akar sederhana pada � = �.

3. Tebakan awal � cukup dekat ke � sehingga iterasi dijamin konvergen.

Metode Newton termodifikasi memberikan penyelesaian dari persamaan � � = konvergen dengan orde � = + √2 ≈ 2.4 42. Hal ini telah dibuktikan oleh McDougall dan Waterspoon (2014).


(62)

B. Percobaan dengan Variasi Tebakan Awal

Untuk mengetahui seberapa cepat proses iterasi yang dilakukan oleh metode Newton termodifikasi bila dibandingkan dengan metode Newton standar maka akan dilakukan percobaan. Percobaan dilakukan menggunakan program MATLAB. Dari hasil percobaan dapat diketahui akar penyelesaian dan jumlah iterasi yang dilakukan oleh kedua metode.

Berikut merupakan perbandingan hasil iterasi simulasi numeris untuk metode Newton termodifikasi dengan metode Newton standar.

Tabel 4.1. Uji kasus penyelesaian persamaan � � = � − = dengan error (galat) − 5.

Nilai

awal

Metode Newton Standar Metode Newton Termodifikasi

Akar Numeris Akar Eksak Eror Numeris

Iterasi Akar

Numeris Akar eksak Eror Numeris Iterasi -3 -1.66666666666 -1.13333333333 -1.00784313726 -1.00003051804 -1 -1 -0.6666667 -0.1333333 -0.0078431 -3.0518E-05 -4.6566E-10 1 2 3 4 5 -1.0813008130 -1.00098727188 -1.00000002448 -1.00000000000 - -1 -1.0813008 -0.0009872 -0.0000002 0.00000000 - 1 2 3 4 - -9 -4.55555555556 -2.38753387534 -1.40318805004 -1 -3.5555556 -1.3875339 -0.4031881 1 2 3 -2.09064627791 -1.19431460672 -1.00691203825 -1 -1.0906463 -0.1943146 -0.0069120 1 2 3


(63)

Nilai

awal

Metode Newton Standar Metode Newton Termodifikasi

Akar Numeris Akar Eksak Eror Numeris

Iterasi Akar

Numeris Akar eksak Eror Numeris Iterasi -1.05792545186 -1.00158581967 -1.00000000000 -1 -0.0579255 -0.0015858 -7.80043E1 0 4 5 6 7 -1.00000280646 -1.00000000001 -1.00000000000 - -0.0000028 -0.0000001 0 - 4 5 6 - 2 1.25 1.025 1.000304878 1.00000004646 1 1 0.25 0.025 0.00030488 0.00000005 0 1 2 3 4 5 1.01158940397 1.00000983397 1.00000000031 1 - 1 0.01158940 0.00000983 0.00000000 0.00000000 - 1 2 3 4 -

Tabel 4.1 menunjukkan hasil simulasi akar persamaan � � = � − = . Dapat dilihat bahwa perbandingan hasil iterasi simulasi numeris menggunakan metode Newton Standar dan metode Newton termodifikasi. Percobaan yang dilakukan dengan data random yang berupa tebakan awal, yaitu -3, -9, -2. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa akar numeris, akar eksak dari metode Newton standar dan metode Newton termodifikasi. Ketika tebakan awal yang diambil adalah -3, maka banyaknya iterasi yang diperoleh dengan menggunakan metode Newton standar yaitu 5 kali iterasi, sedangkan dengan metode Newton termodifikasi yaitu


(64)

4 kali iterasi. Ketika tebakan awal yang diambil adalah -9, maka banyaknya iterasi yang diperoleh dengan menggunakan metode Newton standar yaitu 7 kali iterasi, sedangkan dengan metode Newton termodifikasi yaitu 6 kali iterasi. Ketika tebakan awal yang diambil adalah 2, maka banyaknya iterasi yang diperoleh dengan menggunakan metode Newton standar yaitu 5 kali iterasi, sedangkan dengan metode Newton termodifikasi yaitu 4 kali iterasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses iterasi dengan menggunakan metode Newton termodifikasi lebih cepat dibandingkan metode Newton standar.


(65)

51 BAB V PENUTUP

Pada bab ini diberikan kesimpulan dan saran atas pembahasan bab-bab sebelumnya sarta saran untuk penelitian selanjutnya.

A. Kesimpulan

Dari pembahasan dalam tugas akhir ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Metode Newton termodifikasi membutuhkan jumlah iterasi lebih sedikit,

namun waktu perhitungan lebih lama. Ini berarti dalam satu kali iterasi, metode Newton termodifikasi membutuhkan lebih banyak perhitungan.

2. Metode Newton standar dan metode Newton termodifikasi dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah aliran air dangkal yang steady.

3. Metode Newton termodifikasi secara komputasi telah menunjukkan bahwa dibutuhkan hanya beberapa iterasi untuk konvergen ke solusi yang tepat untuk galat toleransi yang ditetapkan.

4. Dari banyaknya iterasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan persamaan nonlinear dari akar-akar tersebut, metode Newton termodifikasi lebih baik daripada metode Newton standar dan metode biseksi.


(66)

B. Saran

Penulis sadar bahwa dalam peyusunan tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kelak akan ada yang melanjutkan penelitian ini. Tulisan ini hanya membahas metode Newton termodifikasi, penulis berharap kelak ada yang akan melakukan penelitian untuk metode dengan orde kekonvergenan yang lebih tinggi lagi.


(67)

53

DAFTAR PUSTAKA

Burden, R. L. dan Faires, J. D. (2011). Numerical Analysis. Boston: Cengange Learning.

Greenbaum, A. dan Chartier, T. P. (2012). Numerical Methods. Princeton, NJ: Princeton University Press.

Kosasih, P. B. (2006). Komputasi Numerik Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.

McDougall, T. J. dan Wotherspoon, S. J. (2014). A simple modification of Newton’s method to achieve convergence of order 1+√2. Applied Mathematics Letters, 29: 20-25.

Mungkasi, S. dan Sihotang, J. (2016). A Modified Newton’s Method to Solve a Steady Flow Problem Based on the Shallow Water Equations. International Conference on Engineering, Science and Nanotechnology. To appear in AIP Conference Proceedings.

Mungkasi, S. (2008). Finite Volume Methods for the One-Dimensional Shallow Water Equations. Masters Thesis. Canberra: Australian National University. Thomas, G. B. (2010). Thomas’ Calculus Early Transcendentals. Boston: Pearson

Education.

Olson, R. M. dan Wright, S. J. (1993). Dasar-Dasar Mekanika Fluida Teknik. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.


(68)

54 LAMPIRAN

Berikut ini adalah code program MATLAB untuk masing-masing metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah aliran steady pada persamaan air dangkal.

1. Code untuk metode Newton

function cari_akar_dengan_METODE_NEWTON_1

tic

for j=1:10

clc

format long

syms h

N = length(X); Z = zeros(1,N); H = zeros(1,N); g=9.81;

u0=1; h0=2;

F0=u0/sqrt(g*h0);

for i= 1:N

if X(i)>8 && X(i)<12

Z(i)=0.2-0.05*(X(i)-10)^2; else Z(i)=0; end end plot(X,Z)

for i=1:N

z=Z(i);

y=(h/h0)^3+(z/h0-0.5*F0^2-1)*(h/h0)^2+0.5*(F0)^2;

yp=diff(y); % turunan dari y

a =2; % nilai perkiraan awal

dari akar

delta=10^-15; % toleransi error

err=delta+1.0; % error

k=0; % iterasi

fa=subs(y,h,a);

while abs(err) > delta df=diff(y,h); dfa=subs(df,h,a); dx=-(fa/dfa); err=abs(dx);

a=a+dx; % update nilai dugaan


(69)

k=k+1;

end

H(i) = a;

end end

k toc

plot(X, H, X, Z) ylim([-0.5 2.5])

end

2. Code untuk metode Newton termodifikasi

function cari_akar_dengan_METODE_NEWTON

tic

for j=1:10

clc

format long

syms h

X=10;%0:5:25; N=length(X); Z=zeros(1,N); H=zeros(1,N); g=9.81; u0=1; h0=2; F0=u0/sqrt(g*h0);

for i= 1:N

if X(i)>8 && X(i)<12

Z(i)=0.2-0.05*(X(i)-10)^2; else Z(i)=0; end end plot(X,Z)

for i=1:N

z=Z(i);

y=(h/h0)^3+(z/h0-0.5*F0^2-1)*(h/h0)^2+0.5*(F0)^2;

yp=diff(y); % turunan dari y

x0=2; % nilai perkiraan awal dari akar

delta=10^-15; % toleransi error

err=delta+1.0; % error

k=0; % iterasi

fx0=subs(y,h,x0); % fungsi awal

df=diff(y,h); % turunan

dfx0=subs(df,h,x0); % turunan dari x0

dx=-(fx0/dfx0); err=abs(dx);

x0star=x0; % iterasi ke nol star

x1=x0-fx0/dfx0; % iterasi ke-satu

xk=x1; xkm1=x0;


(70)

xkm1star=x0;

while err > delta

dx=subs(y,h,xk)/subs(df,h,1/2*(xkm1+xkm1star)); err=abs(dx);

xkstar=xk-dx; % iterasi ke satu star

xkp1=xk-(subs(y,h,xk)/subs(df,h,1/2*(xk+xkstar))); xkm1=xk; xk=xkp1; xkm1star=xkstar; k=k+1; end H(i)=xkm1star; end end k toc

plot(X, H, X, Z) ylim([-0.5 2.5])

end

3. Code untuk metode Biseksi

function S = coba(x)

tic

N = length(x); z = ones(1,N); g = 9.81; q = 4.42; h_0 = 2.0; u_0 = 2.21;

Fr_0 = u_0/sqrt(g*h_0); k=0;

for i=1:N

z(i) = fungsiB1(x(i));

end

function xR = bisecting(xR,xL,H)

while ((xR - xL) > 10^-14)

xM = xL + (xR - xL) / 2.0;

if (xL^3+xL^2*(H-1.0-Fr_0^2/2.0)+Fr_0^2/2.0) *

(xM^3+xM^2*(H-1.0-Fr_0^2/2.0)+Fr_0^2/2.0) > 0 xL = xM;

else

xR = xM; k=k+1;

end end end

wA = zeros(1,N); uA = zeros(1,N); hA = zeros(1,N);


(71)

H = zeros(1,N);

for i=1:N

H(i) = z(i)/h_0;

y1 = bisecting(1.0,0.5,H(i)); hA(i) = y1*h_0;

wA(i) = hA(i)+z(i); uA(i) = q/hA(i); k

end

QA = hA.*uA; S = [wA;QA;uA]; toc

figure(1)

plot(x,wA,'b*', x,z,'k.');

ylim([-0.5 2.5])

end

%fungsiB for Test case II from HE-43/97/016/B

%Momentum equation source term calculation - 1D codes

function B=fungsiB1(x)

if x >8 && x<12

B=0.2-0.05*(x-10)^2;

else

B=0;

end end

clc clear

x=10%0:1:25;


(1)

B.

Saran

Penulis sadar bahwa dalam peyusunan tugas akhir ini masih banyak

kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kelak akan ada yang

melanjutkan penelitian ini. Tulisan ini hanya membahas metode Newton

termodifikasi, penulis berharap kelak ada yang akan melakukan penelitian untuk

metode dengan orde kekonvergenan yang lebih tinggi lagi.


(2)

53

DAFTAR PUSTAKA

Burden, R. L. dan Faires, J. D. (2011).

Numerical Analysis.

Boston: Cengange

Learning.

Greenbaum, A. dan Chartier, T. P. (2012).

Numerical Methods.

Princeton, NJ:

Princeton University Press.

Kosasih, P. B. (2006).

Komputasi Numerik Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta: ANDI

Yogyakarta.

McDougall, T. J. dan Wotherspoon, S. J. (2014). A simple modification of

Newton’s

method to achieve convergence of order 1+

√2

.

Applied

Mathematics Letters, 29: 20-25.

Mungkasi, S. dan Sihotang, J

. (2016). A Modified Newton’s Method to Solve a

Steady Flow Problem Based on the Shallow Water Equations.

International

Conference on Engineering, Science and Nanotechnology.

To appear in

AIP

Conference Proceedings

.

Mungkasi, S. (2008).

Finite Volume Methods for the One-Dimensional Shallow

Water Equations

. Masters Thesis. Canberra: Australian National University.

Thomas, G. B. (2010).

Thomas’ Calculus Early Transcendentals.

Boston: Pearson

Education.

Olson, R. M. dan Wright, S. J. (1993).

Dasar-Dasar Mekanika Fluida Teknik

.

Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.


(3)

54

LAMPIRAN

Berikut ini adalah code program MATLAB untuk masing-masing metode

yang digunakan untuk menyelesaikan masalah aliran steady pada persamaan air

dangkal.

1.

Code untuk metode Newton

function cari_akar_dengan_METODE_NEWTON_1 tic

for j=1:10 clc

format long

syms h

N = length(X); Z = zeros(1,N); H = zeros(1,N); g=9.81;

u0=1; h0=2;

F0=u0/sqrt(g*h0); for i= 1:N

if X(i)>8 && X(i)<12

Z(i)=0.2-0.05*(X(i)-10)^2; else

Z(i)=0; end end

plot(X,Z) for i=1:N z=Z(i);

y=(h/h0)^3+(z/h0-0.5*F0^2-1)*(h/h0)^2+0.5*(F0)^2; yp=diff(y); % turunan dari y

a =2; % nilai perkiraan awal dari akar

delta=10^-15; % toleransi error

err=delta+1.0; % error

k=0; % iterasi

fa=subs(y,h,a); while abs(err) > delta df=diff(y,h); dfa=subs(df,h,a); dx=-(fa/dfa); err=abs(dx);

a=a+dx; % update nilai dugaan


(4)

k=k+1; end

H(i) = a; end

end k toc

plot(X, H, X, Z) ylim([-0.5 2.5]) end

2.

Code untuk metode Newton termodifikasi

function cari_akar_dengan_METODE_NEWTON tic

for j=1:10 clc

format long

syms h

X=10;%0:5:25; N=length(X); Z=zeros(1,N); H=zeros(1,N); g=9.81; u0=1; h0=2; F0=u0/sqrt(g*h0); for i= 1:N

if X(i)>8 && X(i)<12

Z(i)=0.2-0.05*(X(i)-10)^2; else Z(i)=0; end end plot(X,Z) for i=1:N z=Z(i);

y=(h/h0)^3+(z/h0-0.5*F0^2-1)*(h/h0)^2+0.5*(F0)^2; yp=diff(y); % turunan dari y

x0=2; % nilai perkiraan awal dari akar

delta=10^-15; % toleransi error

err=delta+1.0; % error

k=0; % iterasi

fx0=subs(y,h,x0); % fungsi awal

df=diff(y,h); % turunan

dfx0=subs(df,h,x0); % turunan dari x0

dx=-(fx0/dfx0); err=abs(dx);

x0star=x0; % iterasi ke nol star

x1=x0-fx0/dfx0; % iterasi ke-satu

xk=x1; xkm1=x0;


(5)

xkm1star=x0;

while err > delta

dx=subs(y,h,xk)/subs(df,h,1/2*(xkm1+xkm1star)); err=abs(dx);

xkstar=xk-dx; % iterasi ke satu star

xkp1=xk-(subs(y,h,xk)/subs(df,h,1/2*(xk+xkstar))); xkm1=xk;

xk=xkp1;

xkm1star=xkstar; k=k+1;

end

H(i)=xkm1star; end

end k toc

plot(X, H, X, Z) ylim([-0.5 2.5]) end

3.

Code untuk metode Biseksi

function S = coba(x) tic

N = length(x); z = ones(1,N); g = 9.81; q = 4.42; h_0 = 2.0; u_0 = 2.21;

Fr_0 = u_0/sqrt(g*h_0); k=0;

for i=1:N

z(i) = fungsiB1(x(i)); end

function xR = bisecting(xR,xL,H) while ((xR - xL) > 10^-14)

xM = xL + (xR - xL) / 2.0;

if (xL^3+xL^2*(H-1.0-Fr_0^2/2.0)+Fr_0^2/2.0) * (xM^3+xM^2*(H-1.0-Fr_0^2/2.0)+Fr_0^2/2.0) > 0

xL = xM; else

xR = xM; k=k+1; end

end end

wA = zeros(1,N); uA = zeros(1,N); hA = zeros(1,N);


(6)

H = zeros(1,N); for i=1:N

H(i) = z(i)/h_0;

y1 = bisecting(1.0,0.5,H(i)); hA(i) = y1*h_0;

wA(i) = hA(i)+z(i); uA(i) = q/hA(i); k

end

QA = hA.*uA; S = [wA;QA;uA]; toc

figure(1)

plot(x,wA,'b*', x,z,'k.'); ylim([-0.5 2.5])

end

%fungsiB for Test case II from HE-43/97/016/B

%Momentum equation source term calculation - 1D codes function B=fungsiB1(x)

if x >8 && x<12

B=0.2-0.05*(x-10)^2; else

B=0; end

end clc clear

x=10%0:1:25;