PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH : Penelitian Tindakan di Kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung Kabupaten Cirebon.

(1)

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

(Penelitian Tindakan di Kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung Kabupaten Cirebon)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Ragil Wyda Triana 0906084

Jurusan Pendidikan Sejarah

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia

2014 Click to buy NOW!

PDF-XCHANGE

w w

w .tr

acker-softwar e.c

om Click to buy NOW!

PDF-XCHANGE

w w

w .tr

acker-softwar

e.c


(2)

Halaman Hak Cipta untuk M ahasiswa S1

PENERAPAN METODE DISKUSI

UNTUK MENINGKATKAN

KETERAMPILAN BERBICARA SISWA

KELAS XI IPS 1 SMA

MUHAMMADIYAH KEDAWUNG

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

(Penelitian Tindakan di Kelas XI IPS 1

SMA Muhammadiyah Kedawung

Kabupaten Cirebon)

Oleh Ragil Wyda Triana

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Ragil Wyda Triana 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

Click to buy NOW!

PDF-XCHANGE

w w

w .tr

acker-softwar e.c

om Click to buy NOW!

PDF-XCHANGE

w w

w .tr

acker-softwar

e.c


(3)

Click to buy NOW!

PDF-XCHANGE

w w

w .tr

acker-softwar e.c

om Click to buy NOW!

PDF-XCHANGE

w w

w .tr

acker-softwar

e.c


(4)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan gerbang untuk membentuk karakter masyarakat yang dapat bersifat formal maupun non-formal. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta bertanggung jawab (Trianto, 2011: 1). Untuk tujuan tersebut pelaksanaan pendidikan harus melibatkan berbagai kalangan. Dalam tataran formal telah diketahui fasilitas yang tersedia ialah sekolah. Sekolah sebagai tempat belajar formal merupakan tiang utama pendidikan. Disebut sebagai tiang utama pendidikan karena sekolah merupakan lembaga yang didirikan di tengah-tengah masyarakat sebagai lembaga yang berperan langsung untuk melaksanakan pendidikan, dalam hal ini kegiatan belajar mengajar. Sekolah juga menjadi tempat berlangsungnya tumbuh kembang dan perubahan perilaku peserta didik yang juga menjadi salah satu tujuan pendidikan. Selain dijadikan tempat dalam proses belajar mengajar, sekolah juga merupakan tempat bagi siswa untuk melatih kemampuan berinteraksi antar individu yang lebih luas. Misalnya interaksi siswa dengan teman sebaya, interaksi adik kelas, interaksi dengan kakak kelas, serta interaksi dengan para guru dan karyawan sekolah. Sekolah juga memberikan fasilitas untuk pembinaan minat dan bakat siswa sebagai usaha dalam pembentukan karakter yang sesuai dengan minat dan bakat masing-masing. Ketersediaan kegiatan ekstra ini juga sebagai langkah dalam pelatihan keterampilan sosial dan berorganisasi agar siswa dapat siap terjun ke masyarakat sebagai individu yang dapat melaksanakan perannya dengan baik.

Kegiatan belajar akan diawali oleh siswa dan guru yang harus datang ke sekolah secara tepat waktu dan melaksanakan proses belajar mengajar sesuai


(5)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan waktu yang sudah ditentukan atau sesuai dengan jadwal yang ada. Di kelas, guru memberikan materi-materi pelajaran yang harus dipelajari siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Uraian yang diberikan guru diharapkan dapat diterima oleh siswa dengan baik sebagai pengetahuan baru. Dalam prosesnya, setiap siswa yang menjadi pesertanya diharapkan dapat memperoleh pengetahuan dan ilmu baru dengan ikut serta dalam proses belajar di sekolah. Proses belajar sendiri dinilai sebagai suatu kegiatan positif yang dilakukan untuk menambah pengetahuan serta mengubah pola pikir dan sikap seorang individu, dalam hal ini ialah siswa.

Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman (Baharuddin dan Wahyuni, 2008: 12). Pendapat tersebut didukung oleh dengan pendapat Rusman (2010: 1) bahwa: “belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui pengalaman”. Hal itu menandakan bahwa pembelajaran yang bermakna akan terjadi apabila siswa turut serta terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Tidak hanya duduk, mendengarkan, dan mencatat, tetapi juga ikut serta berperan aktif bertanya, menjawab, menjelaskan, dan mengemukakan pendapat serta gagasan dan ide. Proses pembelajaran yang melibatkan siswa akan menimbulkan pembelajaran bermakna sehingga siswa tidak hanya hadir di dalam kelas tetapi juga merasakan pengalaman dari pembelajaran tersebut. Maka, untuk mencapai suatu menghasilkan proses belajar yang melibatkan siswa secara aktif, guru diharapkan menggunakan metode yang variatif. Dengan demikian diharapkan pembelajaran akan dapat mempengaruhi terjadinya perubahan sikap pada siswa yang menjadi tujuan belajar itu sendiri. Selain pada guru, dalam pembelajaran, siswa juga dituntut untuk melakukan proses berpikir karena salah satu kemampuan hidup yang perlu dikembangkan dalam pendidikan adalah berpikir.


(6)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam proses pembelajaran, peneliti menemukan bahwa guru sering memberikan pertanyaan dan kesempatan bertanya atau mengemukakan pendapat pada siswa di tengah-tengah pelajaran. Namun, sesering itu pula siswa tidak menjawab pertanyaan guru atau memilih diam saja ketika guru memberikan kesempatan bertanya. Hal seperti ini sering terjadi dalam proses belajar mengajar. Peristiwa tersebut terjadi karena kemampuan guru dalam memberikan stimulasi kepada siswa menjadi salah satu penyebab munculnya sikap pasif siswa. Proses pembelajaran yang terlalu berpusat pada guru masih menjadi metode andalan yang dapat mematikan aktivitas pembelajaran. Siswa yang merasa bosan akan menjadi acuh terhadap proses pembelajaran. Mereka akan lebih memilih menyimpan suaranya dan melakukan hal-hal yang menurutnya lebih asyik.

Rendahnya minat siswa untuk bertanya dan mengemukakan pendapat karena masih adanya rasa malu dan ragu-ragu untuk mengungkapkan apa yang

ada di pikiran mereka. Selain itu “...ada juga yang menganggap topik pembicaraan

pada saat pembelajaran kurang menarik dan menantang” (Nurjaya, 2002: 109).

Hal tersebut membuat sebagian besar siswa menjadi jenuh dan berharap jam pelajaran segera usai. Diskusi yang dilaksanakan menjadi sepi peminat dan tidak ada maknanya. Faktor lainnya disebabkan masih kurangnya keahlian berkomunikasi dengan bahasa Indonesia karena pengaruh bahasa daerah yang kental sehingga siswa kesulitan mengutarakan pertanyaan, gagasan atau idenya. Fenomena rendahnya keterampilan berbicara tersebut merupakan masalah yang sering dihadapi oleh siswa sekolah menengah. Tidak sampai disitu, keterampilan berbicara yang rendah juga membuat minat belajar siswa menjadi rendah karena rendahnya kualitas berkomunikasi mereka kepada guru dan teman sebaya dalam hal belajar.

Permasalahan di atas merupakan masalah pembiasaan bertanya, menjawab, dan mengemukakan gagasan yang harus diterapkan dalam setiap pembelajaran. Keterampilan berbicara perlu diasah sebagai modal siswa dalam


(7)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kehidupan sosial untuk berinteraksi dengan individu maupun suatu kelompok. Membiasakan siswa untuk bertanya dan mengemukakan pendapat akan menumbuhkan keberanian dan mengasah kemampuan public speaking yang dimiliki siswa. Selain menumbuhkan keberanian, keterampilan berbicara harus didukung dengan adanya pengetahuan yang memadai sehingga dapat memicu munculnya cara berpikir kritis dalam diskusi. Dalam pembelajaran sejarah peneliti memilih diskusi sebagai sarana untuk belajar menyuarakan pertanyaan, pendapat, gagasan dan ide siswa yang kebanyakan dipendam dan dibiarkan menjadi imajinasi dalam karung. Seperti yang diutarakan oleh Tjokrodihardjo (2000: 3) dalam Trianto (2011: 124) bahwa:

Diskusi digunakan oleh para guru untuk setidaknya 3 (tiga) tujuan pembelajaran yang penting, yaitu: Pertama, meningkatkan cara berpikir siswa dengan jalan membantu siswa membangkitkan pemahaman isi pelajaran. Kedua, menumbuhkan keterlibatan dan partisipasi siswa. Ketiga, membantu siswa mempelajari keterampilan komunikasi dan proses berpikir.

Pernyataan di atas secara jelas menyampaikan bahwa diskusi terbukti dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi yang berarti siswa dituntut untuk dapat menguasai kemampuan berbicara secara baik. Dengan melaksanakan metode diskusi yang baik, diskusi dapat melatih keterampilan berbicara siswa agar menjadi lebih baik. Penggunaan metode diskusi dapat digunakan untuk melatih keterampilan berbicara siswa karena dalam diskusi dituntut adanya proses tanya jawab, mengemukakan pendapat, gagasan, serta ide. Trianto (2011) berpendapat bahwa diskusi bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Peneliti sependapat dengan pemikiran Trianto karena diskusi memiliki kelebihan dalam memicu siswa untuk aktif berbicara dalam proses pembelajaran. Diskusi diharapkan akan memberikan peningkatan keterampilan berbicara siswa karena

dengan berdiskusi “...keterampilan berbicara dapat berkembang secara optimal”


(8)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam diskusi, diharapkan siswa mampu melatih kemampuan berbicara karena “... semua aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja” (Roestiyah, 2008: 5).

Sehubungan dengan pembelajaran sejarah, sejarah memiliki kedudukan dalam tiga hal, yaitu sejarah sebagai peristiwa, sejarah sebagai ilmu, dan sejarah sebagai cerita. Sejarah tidak hanya perlu dicatat atau ditampilkan dengan tulisan, tetapi juga fungsi sejarah sebagai cerita menuntut adanya interpretasi peristiwa sejarah secara lisan. Dari beberapa arti kata sejarah, Supardan (2008: 287)

mengungkapkan: “...dapat disimpulkan bahwa arti kata sejarah sendiri, sekarang

ini memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi

pada masa lalu”. Dalam fungsi dan kedudukan sejarah sebagai cerita, diperlukan

keterampilan berbicara untuk melakukan apa yang disebut sebagai oral history. Keterampilan berbicara diperlukan agar pemaparan sejarah tidak kering dan tetap berdasar pada fakta-fakta yang ada.

Dari beberapa permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk menuliskan

skripsi dengan judul: “Penerapan Metode Diskusi untuk Meningkatkan

Keterampilan Berbicara Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung

Dalam Pembelajaran Sejarah”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, terdapat pembagian rumusan masalah yang akan dijadikan sebagai batasan-batasan masalah dalam penelitian, yaitu:

1. Bagaimana kondisi awal pembelajaran siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung sebelum diterapkannya metode diskusi untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada mata pelajaran sejarah?


(9)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Bagaimana perencanaan metode diskusi untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung pada mata pelajaran sejarah?

3. Bagaimana pelaksanaan metode diskusi untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung pada mata pelajaran sejarah?

4. Apa solusi terhadap kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan metode diskusi untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung dalam mata pelajaran sejarah?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian, yaitu:

1. Mendeskripsikan kondisi awal belajar siswa sebelum diterapkan metode diskusi untuk meingkatkan keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung pada mata pelajaran sejarah.

2. Menjelaskan perencanaan metode diskusi untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung terhadap mata pelajaran sejarah.

3. Menjelaskan pelaksanaan metode diskusi untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kedawung terhadap mata pelajaran sejarah.

4. Menjelaskan solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala dari pelaksanaan metode diskusi dalam meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah Kefawung dalam mata pelajaran sejarah.


(10)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Peneliti

a. Dapat melatih kemampuan berfikir kritis peneliti dalam menyelesaikan permasalahan di kelas.

b. Melatih kemampuan peneliti untuk melakukan penelitian yang dapat dikembangkan di masa yang akan datang.

c. Mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah. 2. Manfaat Bagi Guru

a. Membantu guru untuk mengatasi permasalahan yang ada di kelas dan menerapkan solusi penelitian dalam kegiatan belajar-mengajar sehari-hari.

b. Menumbuhkan budaya meneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di sekolah.

3. Manfaat Bagi Siswa

a. Meningkatkan ketertarikan siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran sejarah.

b. Meningkatkan minat belajar siswa dalam pembelajaran sejarah sehingga dapat melakukan pembelajaran yang bermakna.

c. Dapat melatih dan meningkatkan kemampuan berbicara dalam pembelajaran sejarah.

E. Struktur Organisasi

Struktur organisasi atau sistematika penulisan skripsi akan disesuaikan dengan yang tertera pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI 2013, yaitu:

Bab I Pendahuluan. Bagian-bagian dalam bab ini ialah latar belakang yang berisi alasan peneliti melakukan penelitian mengenai penerapan metode diskusi


(11)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Selain itu juga berisi identifikasi dan rumusan masalah berupa pertanyaan-pertanyaan penelitian yang ingin diselesaikan, dan tujuan penelitian yang berisi jawaban dari rumusan masalah. Serta manfaat penelitian yang berisi kemanfaatan skripsi ini bagi peneliti, siswa, dan guru. Terakhir disertai dengan penjelasan struktur organisasi skripsi.

Bab II Kajian Pustaka. Dalam bab ini dijelaskan kajian teoritik untuk istilah-istilah penting yang berhubungan dengan penelitian. Kajian teoritis tersebut didapatkan dari literatur-literatur yang dianggap relevan dengan penelitian. Interpretasi peneliti akan dihubungkan dengan teori dan hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya.

Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi pemaparan secara rinci mengenai lokasi dan subjek penelitian, desain dan metode penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Disini akan dipaparkan mengenai pengolahan data untuk menghasilkan temuan yang berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan membahas keseluruhan proses penelitian dan hasil temuan di lapangan serta pengolahan datanya.

Bab V Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisi penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis penelitian mengenai penerapan diskusi untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Serta pendapat dan rekomendasi dari orang-orang yang menggunakan hasil penelitian tersebut.


(12)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan menjelaskan metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian. Selain itu pada bagian ini akan dijelaskan juga mengenai desain penelitian dan teknik pengumpulan data secara rinci, juga subjek penelitian yang akan digunakan peneliti untuk melakukan penelitian.

A. Metode Penelitian

Untuk melakukan penelitian dibutuhkan pendekatan penelitian yang dijadikan sebagai landasan dalam menentukan tahapan-tahapan dan alat penelitian yang tepat. Kesesuaian pendekatan penelitian akan memudahkan peneliti dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul pada kondisi subjek. Dengan permasalahan yang ada peneliti akan menggunakan penelitian tindakan sebagai metode dalam menyelesaikan permasalahan di kelas. Meskipun penggunaan metode ini sudah sangat populer, namun penelitian tindakan dinilai masih relevan untuk digunakan sebagai salah satu metode penelitian karena kelebihannya tidak dimiliki oleh metode lain, seperti penerapan langsung di wilayah penelitian, fleksibel dan adaptif, serta temuannya dapat diterapkna pada fenomena-fenomena yang hampir sama. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau yang juga dikenal dengan istilah Classroom Action Research (CAR) merupakan salah satu metode penelitian yang digunakan untuk memperbaiki suatu keadaan dengan memanipulasi data dengan kondisi tertentu.

Stephen Kemmis (1983) memberikan definisi yang cukup luas mengenai penelitian tindakan yang menurutnya dapat dilakukan dalam kondisi-kondisi sosial. Penelitian tindakan dilakukan dalam instansi-instansi tertentu yang menghendaki adanya perubahan, seperti untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dalam praktik-praktik sosial dan pendidikan, pemahaman mengenai


(13)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

praktik tersebut, dan situasi yang melingkupi pelaksanaan praktik. Dalam pendidikan, penelitian tindakan dilakukan secara kolaboratif sebagai usaha untuk mengembangkan kurikulum berbasis sekolah, pengembangan profesional, program-program pengembangan sekolah, pengembangan kebijakan dan perencanaan sistem. Sedangkan Mills (2003) dalam Hopkins (2011) lebih menekankan pada guru sebagai peneliti yang melakukan penelitian tersebut mengumpulkan berbagai informasi sebanyak-banyaknya mengenai berbagai kegiatan sekolah dengan tujuan untuk memahami, mengembangkan praktik yang reflektif, memberikan pengaruh-pengaruh positif dalam lingkungan sekolah dan praktik pendidikan secara umum, serta untuk meningkatkan hasil pembelajaran siswa.

Selain itu John Elliot (1991) juga memandang bahwa penelitian tindakan dilakukan untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Disini ia mengemukakan bahwa penelitian memiliki tujuan untuk mempertimbangkan secara praktis berbagai teori dan hipotesis dalam situasi konkret yang tidak selalu

bergantung pada uji „saintis‟. Dalam penelitian tindakan lebih ditekankan pada

praktik itu sendiri.

Secara khusus penelitian tindakan dilakukan oleh tokoh-tokoh pendidikan, guru, dan pengembang kebijakan pendidikan. Penelitian tindakan merupakan penelitian yang bersifat reflektif untuk tujuan tertentu. Penelitian dapat dimaksudkan untuk memperbaiki diri sendiri (mengevaluasi diri) maupun memperbaiki kondisi pembelajaran. Memperbaiki diri sendiri dimaksudkan untuk penelitian yang dilakukan oleh guru dalam praktik-praktik pembelajaran yang hasilnya dapat dijadikan sebagai alat untuk mengembangkan keahlian mengajar. Di dalam penelitian perlu dilakukan kajian secara mendalam agar tindakan yang dipilih merupakan tindakan yang tepat sehingga permasalahan yang ada dapat dipecahkan. Untuk itu penelitian tindakan dilakukan secara sistematis, terencana,


(14)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dan profesional agar mendapatkan hasil yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah di kelas dan mengembangkan keahlian mengajar.

Menurut Natawijaya (1977) dalam Muslich (2009) PTK merupakan pengkajian terhadap permasalahan yang bersifat situasional. Permasalahan yang ada akan dipecahkan dengan tindakan yang tepat untuk memperbaiki situasi yang menjadi permasalahan tersebut. Sejalan dengan pendapat tersebut, Suyanto (1997) dalam Muslich (2009) yang menjelaskan bahwa PTK merupakan penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi tertentu serta dapat meningkatkan praktik-praktik pembelajaran bagi guru. Dalam penelitian tindakan, guru dapat memanfaatkan momen tersebut untuk memperbaiki dan mengembangkan keahliannya mengajar. Hal ini sejalan dengan pendapat McNiff (1992) dalam Kusumah dan Dwitagama (2011) yang menyatakan bahwa hasil dari penelitian tindakan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengembangkan keahlian mengajar.

Sebagai metode penelitian, PTK memiliki karakteristik yang menjadi ciri khas yang tidak dimiliki metode penelitian lainnya. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai karakteristik yang dimiliki PTK. Berikut karakter PTK yang dirangkum dari Undang (2009):

Pertama, masalah yang diteliti adalah masalah “mikro” yang dibatasi oleh

“dinding-dinding kelas”. Maksudnya ialah permasalahan yang ruang lingkupnya

sempit. Permasalahan yang terjadi di kelas merupakan masalah mikro seperti permasalahan hasil belajar siswa, aktifitas siswa, dan lain-lain. Kedua, PTK

bersifat “evaluasi diri” terhadap kualitas pengajaran guru itu sendiri yang

bertujuan untuk memperbaiki Proses Belajar Mengajar (PBM). Oleh karenanya, penelitian tindakan sebaiknya dilakukan oleh pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran. Ketiga, PTK merupakan penelitian terapan untuk memecahkan masalah-masalah real yang dihadapi guru dan siswa. Sehingga hasilnya memang tidak bisa diterapkan dalam segala masalah yang


(15)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terjadi di masa depan, namun dapat dipakai pada fenomena yang sama. Keempat, PTK bersifat siklus. Artinya, perencanaan pengajaran dan pelaksanaan pembelajaran dapat ditindaklanjuti dengan pengamatan dan upaya memperbaikinya. Kelima, PTK berorientasi pada daya serap dan taraf serap materi pengajaran. Maksudnya untuk melihat bagaimana siswa mampu menyerap materi dengan lebih baik saat dilaksanakannya siklus. Artinya PTK dinilai berdasarkan proses yang berlangsung dan tidak terpaku pada hasil akhir.

Karakteristik PTK di atas juga termasuk dalam penjelasan Muslich (2009: 12-14) berikut ini:

1. Masalah PTK berawal dari guru

... PTK bukan penelitian yang disarankan oleh pihak lain kepada guru, melainkan muncul dari dalam diri guru sendiri yang merasakan adanya masalah.

2. Tujuan PTK adalah memperbaiki pembelajaran

Dengan PTK, guru akan berupaya untuk memperbaiki praktik pembelajaran agar menjadi lebih efektif. ... Guru tidak perlu mengubah jadwal rutin di kelas yang sudah direncanakan hanya untuk PTK. ...

3. PTK adalah penelitian yang bersifat kolaboratif

Guru tidak harus sendirian dalam upaya memperbaki praktik pembelajaran di kelas. ... Dosen dapat bertindak sebagai mitra diskusi yang baik untuk merumuskan masalah yang tepat, menentukan hipotesis tindakan yang baik, serta membantu analisis data penelitian. Sebaliknya, dosen LPTK dapat memperoleh masukan yang berharga dari orang yang benar-benar berkecimpung di kancah yang tahu secara persis tentang permasalahan yang terjadi di kelasnya. Hal yang lebih penting lagi ialah terbentuknya hubungan kesejawatan yang hamonis antara guru dengan guru ataupun antara guru dengan dosen LPTK. ... 4. PTK adalah jenis penelitian yang memunculkan adanya tindakan

tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas

Tindakan-tindakan tertentu itersebut dapat berupa penggunaan metode pembelajaran tertentu, penerapan strategi pembelajaran tertentu, pemakaian media dan sumber belajar tertentu, jenis pengelolaan kelas tertentu, atau hal-hal yang bersifat inovatif lainnya. ...

5. PTK dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik pendidikan


(16)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Selain itu secara rinci Stephen Kemmis dan Robin McTaggart (1990) menemukan berbagai karakteristik PTK yang dirangkum sebagai berikut:

Penelitian tindakan merupakan usaha untuk peningkatan mutu dalam pendidikan. Penelitian ini bersifat partisipatori dan kolaboratif dengan melibatkan banyak orang yang dapat melakukan kritik diri. Penelitian tindakan berbentuk refleksi diri karena diharapkan penelitian ini memperbaiki kinerja guru atau peneliti. Penelitian tindakan dimulai dari hal-hal atau masalah-masalah yang kecil yang selanjutnya dapat dikembangkan dalam upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang lebih besar.

Dari penjelasan beberapa ahli di atas, terdapat karakteristik yang dapat diambil sebagai acuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Pertama, penelitian tindakan dilakukan untuk meneliti masalah-masalah yang bersifat mikro. Artinya permasalahan dalam skala kecil yang dirasa penting diadakannya perubahan, sehingga permasalahan tersebut dapat diatasi dengan alternatif-alternatif cara yang dicobakan. Kedua, penelitian tindakan bersifat mengevaluasi dan memperbaiki. Pada dasarnya penelitian ini harus menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik, sehingga dapat memperbaiki kondisi terdahulu. Kondisi-kondisi yang dimaksud ialah Kondisi-kondisi permasalahan kelas yang sedang diteliti. Perubahan tidak hanya terjadi pada siswa, tetapi juga pada guru (peneliti) karena hal tersebut penting bagi guru untuk selalu mengevaluasi dirinya agar terus berubah ke arah yang lebih baik. Ketiga, penelitian tindakan merupakan penelitian terapan dimana hasil penelitian tidak dapat digunakan dalam setiap permasalahan. Hasil penelitian tersebut dapat digunakan dalam situasi-situasi tertentu yang merupakan fenomena yang hampir sama dengan permasalahan yang diteliti sebelumnya.

Keempat, penelitian tindakan bersifat siklus dengan proses belajar yang


(17)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terlihat. Kelima, penelitian tindakan berorientasi pada proses belajar. Penelitian tindakan mengedepankan proses, sehingga penilaiannya mengutamakan peningkatan dalam proses bukan pada hasil akhir. Keenam, bersifat kolaboratif. Penelitian tindakan dilakukan secara kolaborasi dengan menggandeng orang-orang yang memiliki kemampuan dalam bidang pendidikan. Kolaborasi tersebut untuk memberi kritik dan saran bagi peneliti sehingga dapat memperbaiki kekurangannya dalam penelitian dengan berdiskusi bersama. Terakhir, penelitian tindakan dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik. Penelitian tindakan dapat memberikan bukti mengenai kebenaran suatu teori.

Dari karakteristik yang dimiliki PTK di atas, menjadi acuan pula untuk prinsip-prinsip PTK. Kusumah dan Dwitagama (2011: 11) mengemukakan prinsip-prinsip dasar PTK sebagai berikut:

1. Berkelanjutan. PTK merupakan upaya yang berkelanjutan secara siklustis.

2. Integral. PTK merupakan bagian integral dari konteks yang diteliti. 3. Ilmiah. Diagnosis masalah berdasar pada kejadian nyata.

4. Motivasi dari dalam. Motivasi untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam.

5. Lingkup. Masalah tidak dibatasi pada masalah pembelajaran di dalam dan luar ruang kelas

Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa penelitian tindakan dilaksanakan secara kontinyu dan bertujuan untuk memperbaiki kinerja di dalam kelas. Masalah-masalah yang dihadapi pun hanya mencakup permasalahan yang terdapat di dalam kelas, seperti penggunaan metode, media, evaluasi, dan aktivitas kelas. Penggunaan metode penelitian ini dirasa sesuai dengan permasalahan dan solusi yang diambil oleh peneliti karena permasalahan yang menjadi perhatian peneliti tersebut memerlukan treatment untuk memperbaiki kondisi subjek.

Metode penelitian tindakan memiliki beberapa keunggulan yang dinyatakan Kusumah dan Dwitagama (2011: 17) sebagai berikut:


(18)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Praktis dan langsung relevan untuk situasi yang aktual 2. Kerangka kerjanya teratur

3. Berdasarkan pada observasi nyata dan objektif 4. Fleksibel dan adaptif

5. Dapat digunakan untuk inovasi pembelajaran

6. Dapat digunakan untuk mengembangkan kurikulum tingkat kelas 7. Dapat digunakan untuk meningkatkan kepekaan atau profesionalisme

guru

Penelitian tindakan juga mempermudah peneliti untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan proses penelitian yang akan dilakukan, sehingga dapat memperbaiki perencanaan dan tindakan penelitian. Dalam penelitian tindakan, peneliti akan terlibat langsung dalam penelitian, tidak hanya mengobservasi, tetapi juga melakukan tindakan sebagai guru. Masalah yang diangkat oleh peneliti dirasa sesuai dengan metode penelitian tindakan karena permasalahan tersebut sangat situasinal dan dapat diperbaiki dengan melakukan tindakan perbaikan secara kontinyu.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian atau biasa disebut model penelitian ialah suatu rancangan yang digunakan unuk merefleksikan sesuatu ke dalam realitas, hal itu berarti rancangan yang dimaksud ialah untuk dipraktekkan dalam penelitian tindakan. Penggunaan model penelitian dalam penelitian tindakan memiliki manfaat yang dinyatakan dalam Sanjaya (2011: 48-49) berikut:

Model berfungsi sebagai sarana yang mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil suatu keputusan, atau sebagai petunjuk menyusun perencanaan untuk kegiatan pengelolaan...

Model penelitian menuntun peneliti melaksanakan prosedur-prosedur penelitian. Karena dengan prosedur yang ada, peneliti tidak akan kehilangan arah dalam pelaksanaan penelitian. Pemilihan model penelitian dilakukan dengan


(19)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan serta jenis penelitian yang digunakan. Model penelitian yang dipilih sebaiknya merupakan model penelitian yang paling dimengerti oleh peneliti. Sehingga peneliti tidak kesulitan dalam menjalankan setiap langkah dalam model penelitian yang dipilihnya.

Pada penelitian tindakan, terdapat beberapa model penelitian yang dapat digunakan, salah satu yang banyak digunakan Pada dasarnya tahapan-tahapan dalam penelitian tindakan terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Tahapan-tahapan tersebut seperti dikemukakan dalam desain penelitian model Kemmis yang merupakan desain paling sederhana dari desain-desain yang ada. Untuk pelaksanaannya cukup mudah bagi peneliti yang baru dalam melaksanakan penelitian tindakan. Meski terkesan mudah, namun dibutuhkan ketelitian dalam menjalankan desain penelitian tersebut.

Tahapan-tahapan penelitian model Kemmis ialah sebagai berikut: 1. Perencanaan (plan)

Perencanaan merupakan tahapan merancang strategi yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian.

2. Pelaksanaan (act)

Setelah melakukan perencanaan, peneliti kemudian melakukan tindakan penelitian sesuai dengan rencana yang telah disusun.

3. Observasi (observe)

Observasi merupakan kegiatan pencatatan peristiwa-peristiwa yang terjadi saat pelaksanaan penelitian. Pencatatan ini sebagai suatu cara untuk mengumpulkan informasi tentang kekurangan-kekurangan penelitian serta cara untuk mengetahui efektivitas tindakan yang terjadi dalam penelitian.


(20)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam tahapan ini peneliti melakukan revisi perencanaan untuk siklus berikutnya. Dari kegiatan observasi, akan didapatkan informasi mengenai penelitian sebelumnya yang kemudian akan diperbaiki perencanaannya. Sehingga kekurangan-kekurangan yang ada dapat diperbaiki agar tidak terulang pada siklus berikutnya.

Pelaksanaan penelitian dengan empat tahapan di atas terjadi dalam suatu lingkaran yang terus menerus, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Model Penelitian Model Kemmis dan Taggart (Wiriaatmadja, 2009)

Siklus di atas merupakan model penelitian yang sangat sederhana dan banyak digunakan oleh para peneliti dalam melaksanakan penelitian. Karena pada dasarnya tahapan penelitian tindakan ialah seperti gambar di atas. Berikut ialah beberapa alasan peneliti menggunakan model penelitian Kemmis dan Taggart:

1. Model penelitian Kemmis dan Taggart ialah model penelitian yang paling sederhana.


(21)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Model penelitian ini merupakan model penelitian yang paling dimengerti oleh peneliti.

3. Dengan menggunakan model penelitian ini waktu penelitian yang dibutuhkan tidak akan terlalu lama.

4. Model penelitian ini sesuai dengan kebutuhan peneliti untuk melakukan penelitian awal.

C. Subjek Penelitian

Peneliti akan melakukan penelitian menggunakan sampel siswa di sebuah sekolah menengah atas swasta di kota Cirebon, tepatnya di SMA Muhammadiyah Cirebon. Sekolah ini berada di Jalan Tujuh Pahlawan Revolusi (Tuparev) No. 70. Salah satu sekolah swasta yang merupakan binaan organisasi Islam yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ini merupakan alamamater peneliti.

Penelitian akan dilaksanakan di kelas XI IPS 1 yang berjumlah 32 siswa. Kelas ini dipilih oleh peneliti karena jumlah siswanya yang tidak terlalu banyak sehingga akan memudahkan proses penelitian. Juga permasalahan di kelas yang sesuai dengan judul penelitian yang telah diajukan oleh peneliti.

D. Definisi Operasional 1. Metode Diskusi

Metode ialah cara-cara, prosedur, atau strategi untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa agar pembelajaran dapat berjalan untuk mencapai tujuan tertentu. Pengertian tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh beberapa ahli berikut:

Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai


(22)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tujuan pembelajaran (Uno, 2009: 2). Suryosubroto (2002: 149) secara singkat mengemukakan bahwa ...metode adalah cara, yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.

Diskusi merupakan kegiatan interaksi antara dua orang atau lebih untuk membahas suatu masalah atau fenomena untuk saling menyampaikan informasi dan mencari penyelesaian dari permasalahan yang dibahas dalam diskusi. Hal tersebut sesuai dengan Hasibuan dan Moedjiono (2008: 20) yang memberikan pengertian diskusi sebagai berikut:

Diskusi ialah suatu proses penglihatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat, atau pemecahan masalah. Maka dapat disimpulkan bahwa metode diskusi merupakan suatu strategi mengajar yang dilakukan oleh guru dimana guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengadakan pembicaraan ilmiah secara bersama-sama, saling bertukar informasi, dan menemukan pemecahan atas suatu masalah.

Pelaksanaan diskusi memiliki keuntungan-keuntungan yang dijelaskan dalam Reynolds dan Muijs (2008: 75-76) yaitu:

Diskusi kelas dapat membantu memenuhi tiga tujuan belajar utama: meningkatkan keterlibatan murid di dalam pelajaran dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyuarakan ide-idenya; membantu murid untuk mengembangkan pemahamannya dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpikir keras tentang berbagai hal dan kemudian memverbalisasi pemikiran mereka; dan yang terakhir membantu murid untuk mendapatkan keterampilan komunikasi (paling tidak rasa percaya-diri untuk menyuarakan pendapatnya sendiri di depan publik dan kemampuan untuk melakukan hal itu dengan jelas dan ringkas).


(23)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pelaksanaan diskusi membutuhkan sebuah perencanaan yang baik sebagai pegangan dalam pelaksanaannya. Diskusi secara umum dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Guru mengemukakan masalah apa yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya.

b. Siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi.

c. Para siswa berdiskusi dalam kelompok masing-masing dan guru berkeliling ke setiap kelompok, menjaga ketertiban, serta memberikan dorongan dan bantuan agar setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif, dan diskusi berjalan lancar.

d. Tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa. Guru memberi ulasan atau penjelasan terhadap laporan tersebut.

e. Siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari setiap kelompok.

2. Keterampilan Berbicara

Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa dan keterampilan berbicara merupakan anak kompeten yang harus dimiliki oleh setiap orang apalagi pelajar (Abidin, 2009: 123). Menurut Arsjad dan Mukti (1988: 23) kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan sehingga berbicara dijadikan media lisan untuk menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan. Keterampilan berbicara biasanya dilatih dalam pembelajaran Bahasa Indonesia namun aplikasi dari pelatihan keterampilan berbicara perlu diasah dalam bidang


(24)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

atau mata pelajaran lain. Perasaan ingin tahu dan ingin menyampaikan suatu hal yang ada dalam pikiran membutuhkan pembiasaan karena setiap individu perlu memiliki keberanian untuk menyampaikannya. Untuk menunjang itu semua perlu diberikan pembiasaan dalam mengemukakan pendapat, ide dan gagasan, serta menyampaikan pertanyaan dan jawaban. Kemampuan berbicara merupakan modal dasar dari komunikasi yang baik dalam pergaulan antar individu maupun kelompok. Indikator keberhasilan dalam peningkatan keterampilan berbicara dalam pembelajaran sejarah ialah kemampuan bertanya, mengungkapkan pendapat, gagasan dan ide.

Kemampuan siswa untuk bertanya akan memperlihatkan tingkat pemahaman siswa dalam pembelajaran sejarah. Sedangkan dalam mengungkapkan pendapat, gagasan dan ide, akan diamati kemampuan berbahasa dan tingkat kekritisan dalam menangkap makna pembelajaran sejarah. Indikator keterampilan berbicara pada proses diskusi dalam pembelajaran sejarah antara lain: menyampaikan informasi, menyampaikan gagasan dan ide, mengajukan pertanyaan, dan menyampaikan hasil diskusi. Berikut penjelasannya.

1. Menyampaikan informasi

Menyampaikan informasi ialah kegiatan yang dilakukan oleh siswa untuk menyampaikan masukan dan ilmu yang dimilikinya kepada siswa lain yang belum mengetahui berdasarkan sumber yang relevan.

2. Menyampaikan gagasan dan ide

Menyampaikan gagasan dan ide ialah kegiatan dilakukan oleh siswa dalam memberikan pemikiran baru atau pemikiran yang berbeda untuk menyelesaikan permasalahan tertentu.


(25)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mengajukan pertanyaan ialah kegiatan yang dilakukan siswa untuk menyampaikan hal-hal yang tidak dipahami. Dalam kegiatan diskusi siswa menyampaikan pertanyaannya kepada siswa lain yang menjadi pembicara atau siswa yang memiliki ilmu mengenai hal-hal yang ditanyakannya. Pertanyaan yang diajukan harus sesuai dengan materi yang sedang didiskusikan. 4. Menyampaikan hasil diskusi

Menyampaikan hasil diskusi ialah kegiatan berbicara di hadapan peserta diskusi mengenai hal-hal apa saja yang didapatkan selama diskusi berlangsung. Peserta diskusi dapat menggunakan catatan kecil saat menyampaikan hasil diskusi tersebut agar tidak lupa hal-hal penting yang hendak disampaikan.

Dalam menyampaikan hal-hal di atas, siswa harus melakukannya dengan bahas yang baik, jelas, dan mudah dimengerti. Selain itu pembahasan tidak boleh keluar dari materi yang sedang didiskusikan serta tidak memotong ketika peserta diskusi lain sedang berbicara.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Observing atau mengamati merupakan salah satu teknik yang sangat

baik untuk mendapatkan informasi. Kunandar (2012: 143) mengemukakan bahwa: Pengamatan atau observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Kegiatan mengamati dengan melihat, mendengar, dan merasakan kondisi secara langsung informasi yang didapatkan lebih akurat dan dapat memudahkan peneliti untuk mengidentifikasi permasalahan secara cepat dan tepat. Salah satu karakteristik PTK ialah bersifat kolaboratif, maka observasi merupakan teknik yang baik untuk dilakukan


(26)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam pelaksanaan penelitian. Hal ini disampaikan Hopkins (2011: 132)

mengenai observasi, yaitu: “Observasi juga mendorong kemampuan guru untuk saling berdiskusi tentang pengajaran mereka...” Hal tersebut

menandakan bahwa dalam melakukan penelitian tindakan kelas, diperlukan partner untuk melaksanakan beberapa observasi yang diperlukan dalam mengumpulkan data.

Kusumah dan Dwitagama (2011: 66) menyatakan bahwa:

Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian dan di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Observasi sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan kondisi/ interaksi belajar-mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok.

Pernyataan di atas diperjelas oleh Ali (2012: 231) yang mengungkapkan dengan jelas bahwa: Observasi sebenarnya dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan karena observasi itu dilakukan pada saat tindakan sedang dilaksanakan. Dengan cara ini peneliti dapat mengetahui secara detail apa saja kekurangan dan kelebihan yang ada pada penelitian serta segera mencari cara untuk memperbaki kekurangan yang timbul. Hal inilah yang membuat peneliti merasa perlu untuk melakukan pengamatan atau observasi sebagai salah satu cara dalam pengumpulan data. Dalam Arifin (2011: 232) disebutkan beberapa kelebihan observasi antara lain:

... (a) observasi merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena, (b) observasi cocok untuk mengamati orang yang sedang melakukan suatu kegiatan, (c) banyak hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi justru lebih tepat dengan observasi, dan (d) tidak terikat dengan laporan pribadi.


(27)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Wawancara secara umum merupakan suatu cara untuk mengungkapkan kesaksian atau hal-hal nyata yang terjadi yang direkam oleh ingatan seseorang. Sebagaimana yang dinyatakan Nasution (2003: 114) bahwa: Wawancara merupakan alat yang ampuh untuk mengungkapkan kenyataan hidup, apa yang dipikirkan dan dirasakan orang tentang berbagai aspek kehidupan. Wawancara memang menjadi sebuah cara yang digunakan untuk mengumpulkan data-data yang berasal dari ingatan seseorang atau sekelompok orang untuk membuktikan sesuatu. Bagi Arifin (2011: 233) wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan dan tanya-jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan responden untuk mencapai tujuan tertentu.

Dalam konteks penelitian tindakan kelas menurut Kunandar (2012: 157) wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu dan memiliki relevansi dengan permasalahan penelitian tindakan kelas. Wawancara memang diperlukan dalam penelitian tindakan agar persepsi yang timbul dari peneliti dapat disesuaikan dengan pandangan dari subjek serta kolaborator. Sehingga pendapat peneliti dapat sesuai dengan hasil yang dirasakan oleh subjek dan kolaborator.

Wawancara dilakukan peneliti terhadap siswa sebagai subjek penelitian untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dirasakan dalam berbicara di hadapan teman-teman sekelas dan penyebab dari kesulitan-kesulitan yang dirasakannya tersebut. Wawancara juga diharapkan dapat menggali tingkat keberhasilan dalam penelitian dengan mengemukakan pertanyaan mengenai bagaimana perasaan siswa setelah diberlakukan tindakan di kelas.


(28)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Studi Dokumentasi

Pengumpulan dokumen-dokumen yang terkait dalam proses penelitian sangat dibutuhkan. Dokumen dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi yang tidak terdapat di tempat lain. Dikemukakan oleh Hopkins

(2011: 210) bahwa: “dokumen-dokumen (memo, surat, makalah, kertas

ujian, kliping koran, dan sebaganya) yang menyangkut kurikulum atau bidang pendidikan lain dapat memberikan rasionalisasi dan tujuan observasi dengan cara-cara yang menarik”. Studi dokumentasi ini akan menambah kekayaan informasi yang sudah dimiliki oleh peneliti mengenai subjek penelitian.

Disebutkan dalam Hopkins (2011: 211) studi dokumentasi memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

 Mencerahkan isu-isu seputar kurikulum atau metode pengajaran.

 Menyediakan konteks, latar belakang, dan pemahaman.

 Cara mudah memperoleh persepsi orang lain.

Agar peneliti lebih banyak mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut, dibutuhkan studi dokumentasi untuk mendukung hal tersebut. Maka dari itu, teknik pengumpulan data ini perlu digunakan oleh peneliti.

F. Instrumen Penelitian 1. Pedoman Observasi

Dalam melakukan pengamatan di arena penelitian, hal terpenting yang harus dilakukan oleh peneliti ialah merekam dan mencatat. Kegiatan merekam ini dapat dilakukan dengan cara mengingat hal-hal penting yang dilihat, atau merekam dengan alat. Selain proses merekam, diperlukan pula


(29)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

proses mencatat. Pencatatan ini memerlukan pedoman yang sistematis agar informasi yang didapat akan tersusun secara baik. Untuk memudahkan pencatatan ini, peneliti perlu membuat pedoman observasi yang akan diisi dengan informasi dari pengamatannya selama proses penelitian berlangsung. Pedoman observasi akan diisi dengan susunan waktu dan kejadian-kejadian penting yang terjadi selama proses pengamatan. Jika diperlukan, catatan observasi akan dilengkapi dengan tanda warna atau simbol tertentu untuk memberi ciri pada catatan-catatan yang dirasa sangat penting dan membutuhkan perhatian dalam proses penelitian.

Langkah-langkah penyusunan pedoman observasi dalam Arifin (2011: 232) antara lain:

... (a) merumuskan tujuan observasi, (b) membuat lay-out atau kisi-kisi observasi, (c) menyusun pedoman observasi, (d) menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan dengan proses belajar peserta didik maupun kepribadiannya, (e) melakukan uji-coba pedoman observasi untuk melihat kelemah-kelemahan pedoman observasi, (f) merevisi pedoman observasi berdasarkan hasil uji-coba, (g) melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung, dan (h) mengolah dan menafsirkan hasil observasi. Dengan menggunakan pedoman observasi, rekan sejawat atau kolaborator akan lebih mudah dalam memberikan penilaian dalam melakukan observasi. Akan lebih mudah pula jika apa saja yang akan diobservasi telah ditentukan sebelumnya, sehingga kolaborator tidak merasa bingung dalam melakukan observasi. Setelah pelaksanaan observasi, peneliti dengan kolaborator harus mendiskusikan hasil observasi sehingga ditemukan kekurangan tindakan dan segera membuat perbaikan untuk tindakan selanjutnya. Terdapat dua jenis pedoman observasi yang akan digunakan peneliti dalam penelitian, ialah check list, rating check list,


(30)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Check List

Menurut Suparno (2007: 48) ceklis adalah suatu daftar atau tabel yang berisi hal-hal yang hendak diamati dengan kolom-kolom yang akan digunakan untuk mengecek apakah sesuatu terjadi atau tidak terjadi. Check list ini akan digunakan untuk melihat apakah seluruh perencanaan yang dibuat peneliti sudah sesuai dengan prosedur. Selain itu akan disertakan pula kotak kosong yang akan diisi dengan komentar atau keterangan dari pengamat atau observer mengenai kondsi penelitian. Pendapat tersebut akan djadikan sebagai masukan bagi peneliti untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan penelitian.

b. Rating Checklist

Suparno (2007: 49) memberikan gambaran rating checklist sebagai berikut:

Menurut Johnson, rating checklist ini seperti ceklis tetapi lebih khusus karena untuk melihat tindakan khusus yang ingin kita perhatikan, dengan melihat kualitas tindakan itu. Jadi, bukan hanya mencatat apakah siswa melakukannya, tetapi juga setinggi mana tingkat atau levelnya.

Sesuai dengan penjelasan Suparno (2007) di atas, rating

checklist akan digunakan peneliti sebagai catatan pengamatan

peneliti untuk melihat apakah siswa atau kelompok siswa mengalami peningkatan keterampilan berbicara atau tidak.

c. Fieldnotes

Fieldnotes atau catatan lapangan merupakan suatu alat

observasi dengan mencatat segala kejadian yang berlangsung dalam tindakan penelitian. Pencatatan tersebut dilakukan secara terinci yang nantinya akan digunakan sebagai sumber data untuk didiskusikan, danalisis, dan ditafsirkan. Tujuan membuat catatan demikian adalah untuk menggambarkan situasi kelas selengkapnya


(31)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sehingga urutan-urutan kejadian tercatat semuanya (Kunandar, 2012: 146).

d. Rubrik

Penggunaan rubrik perlu dilakukan dalam penelitian agar terlihat perkembangan siswa dari tiap-tiap pelaksanaan tindakan di kelas. Rubrik memuat aspek-aspek penilaian yang akan digunakan untuk mengukur sejauh mana tingkat keterampilan berbicara siswa dalam diskusi.

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk mengarahkan pertanyaan sesuai dengan permasalahan. Tidak hanya itu, pedoman wawancara juga dapat membatasi permasalahan agar tidak melebar dan menyebar menjadi pembicaraan yang keluar dari jalur. Menurut Arifin (2011: 233) ada tiga bentuk pertanyaan wawancara yang digunakan dalam penelitian, yatu: (a) bentuk pertanyaan berstruktur, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban agar sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ini biasanya digunakan jika masalahnya tidak terlalu kompleks dan jawabannya sudah konkret, (b) bentuk pertanyaan tak berstruktur (open-ended), yaitu pertanyaan bersifat terbuka di mana responden secara bebas menjawab pertanyaan tersebut. ..., dan (c) bentuk pertanyaan campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban campuran, ada yang berstruktur ada pula yang bebas.

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan wawancara dengan pedoman pertanyaan tidak terstruktur. Menurut Arikunto (2006: 227)

pedoman wawancara tidak terstruktur ialah “… pedoman wawancara yang


(32)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menggunakan wawancara dengan jenis pertanyaan tidak berstruktur karena peneliti akan melakukan wawancara kepada siswa. Melakukan wawancara dengan siswa perlu suasana yang lebih santai dan memerlukan kedekatan emosional yang baik. Oleh karena itu, pertanyaan tidak berstruktur akan lebih menunjang untuk melakukan wawancara dengan siswa.

Dalam membuat pedoman pertanyaan untuk wawancara dibutuhkan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Arifin (2011: 234) sebagai berikut: (a) merumuskan tujuan wawancara, (b) membuat kisi-kisi atau

layout dan pedoman wawancara, (c) menyusun pertanyaan sesuai dengan

data yang diperlukan dalam bentuk pertanyaan yang diinginkan.... (d) melaksanakan uji-coba untuk melihat kelemahan-kelemahan pertanyaan yang disusun, sehingga dapat diperbaiki lagi, dan (e) melaksanakan wawancara dalam situasi sebenarnya.

3. Studi Dokumentasi

Pengumpulan data berupa dokumen-dokumen dapat dilakukan melalui pencarian informasi pada instansi terkait. Data yang diperlukan peneliti seperti data nilai mata pelajaran sejarah, presensi siswa, dan profil siswa bisa didapatkan dari guru mata pelajaran sejarah atau wali kelas. Pemanfaatan materi-materi semacam ini dapat menyediakan informasi ... yang tidak tersedia di tempat lain (Hopkins, 2011: 210). Maksudnya, data yang dibutuhkan oleh peneliti hanya dimiliki di tempat penelitian terkait dan tidak bisa didapatkan di tempat lain. Dokumen-dokumen ini akan disusun secara berurutan sebagai bukti bahwa penelitian yang dilakukan benar adanya.


(33)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Analisis data dalam proses penelitian menjadi hal yang penting. Untuk itu, terdapat beberapa pendapat ahli yang menjelaskan tentang analisis data. Kunandar (2012: 101) mengemukakan bahwa:

Analisis data diwakili oleh momen refleksi putaran penelitian tindakan kelas. Dengan melakukan refleksi peneliti akan memiliki wawasan autentik yang akan membantu dalam menafsirkan datanya.

Beberapa ahli juga memberikan penjelasan langkah-langkah analisis data yang diperlukan saat melakukan penelitian. Hopkins (2011) menyebutkan langkah-langkah analisis data, yaitu: pengumpulan data, validasi, dan interpretasi.

1. Pengumpulan Data

Mengumpulkan data merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya. Data yang dikumpulkan dan didapatkan kemudian tidak hanya menjadi data yang diam. Data-data tersebut memiliki sejumlah informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Namun, untuk menggali informasi dari data-data yang telah terkumpul, ada hal yang harus dilakukan pada tahap akhir pengumpulan data. Pada akhir tahap pengumpulan data, kita tidak hanya mengumpulkan data, tetapi juga membangun sejumlah hipotesis, konstruk-konstruk, atau kategori-kategori untuk menjelaskan apa yang terjadi di ruang kelas (Hopkins, 2011: 227).

Membuat kategori-kategori yang dimaksud ialah mengkoding data untuk selanjutnya dilakukan pengelompokan data. Cara ini untuk memudahkan peneliti dalam menggali informasi yang ada secara runut.


(34)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Proses validasi data ialah proses penting dimana data perlu diperiksa kembali menggunakan berbagai cara dan pendapat dari luar diri peneliti. Untuk mendapatkan hasil data yang terpercaya, dalam penelitian ini akan digunakan validasi data dengan teknik triangulasi. Triangulasi menurut Wiriaatmadja (2009) ialah membandingkan hipotesis, atau analisis yang dibuat oleh peneliti dengan pendapat atau pengamatan dari orang lain. Semisal ialah kolaborator yang hadir dan menyaksikan kondisi yang terjadi saat tindakan berlangsung.

Triangulasi digunakan untuk mengurangi unsur subjektivitas yang muncul dalam penelitian. Triangulasi dilakukan dalam tiga sudut pandang, yaitu oleh guru (peneliti), siswa, dan kolaborator. Guru atau peneliti diperlukan pandangan dan penjelasan mengenai tujuan pembelajaran. Siswa yang merupakan subjek penelitian diperlukan untuk menjelaskan bagaimana tindakan guru dan respon siswa terhadap tindakan tersebut. Serta kolaborator yang menjadi partner guru diperlukan penjelasannya mengenai pengamatannya tentang kondisi interaksi guru dengan siswa selama berlangsungnya siklus. Selain itu pernyataan Hasan et al (2011: 78) yang

mendukung alasan peneliti mengenai penggunaan triangulasi bahwa: “Tiga

sudut pandang ini memiliki alasan pembenaran atau justifikasi

epistemology.”

Selain triangulasi, peneliti perlu menggunakan validasi dengan

expert opinion. Kunandar (2012: 109) mengungkapkan pengertian expert opinion sebagai berikut:

... yakni dengan meminta kepada orang yang dianggap ahli atau pakar penelitian tindakan kelas atau pakar bidang studi untuk memeriksa semua tahapan-tahapan kegiatan penelitian dan memberikan arahan atau judgements terhadap masalah-masalah penelitian yang dikaji.


(35)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Expert opinion digunakan untuk mengetahui pendapat dari luar

subjek penelitian seperti pendapat dari kolaborator atau orang-orang yang lebih ahli di bidang pendidikan atau penelitian tindakan. Karena penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan pertama kali, maka peneliti membutuhkan nasehat, saran, dan pendapat dari orang-orang yang lebih berpengalaman di bidangnya.

3. Interpretasi

Interpretasi data dilakukan dengan ...menggunakan hipotesis-hipotesis yang valid dan menyesuaikannya dengan kerangka-kerangka rujukan yang mendasarinya (Hopkins, 2011: 234). Dalam menginterpretasikan data dibutuhkan kajian pustaka yang berkaitan dengan isu atau permasalahan penelitian yang diangkat oleh peneliti.


(36)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL-HASIL PENELITIAN

Pembahasan pada bab ini akan mencakup pembahasan mengenai profil SMA Muhammadiyah seperti sejarah berdirinya SMA Muhammadiyah, alamat, letak sekolah, dan lain-lain. Selain itu dibahas juga kondisi guru, kondisi siswa, dan kondisi awal pembelajaran di kelas. Kemudian akan diuraikan perencanaan untuk melaksanakan pembelajaran dengan metode diskusi. Dalam bab ini juga akan diuraikan hasil pelaksanaan siklus, menghadirkan pengolahan data penelitian, deskripsi pengolahan dan analisis data, serta menjelaskan solusi dari masalah-masalah yang muncul dalam tindakan meningkatkan keterampilan berbicara dalam pembelajaran sejarah.

A. Deskripsi SMA Muhammadiyah Kedawung Kab. Cirebon 1. Profil Sekolah

Pada 21 Juli 1954 berkumpul tokoh-tokoh muhammadiyah, yaitu H. Ahmad Dasoeki, H. Djadjuli, H. Roeslani, Bumita Sastradiredja dan Sutisna Sastradiredja. Mereka melaksanakan rapat di teras atas Gedung Percetakan Lima (Jalan Siliwangi Cirebon) membicarakan tentang pendirian SMA Muhammadiyah Cirebon.

Tanggal 1 Agustus 1954 SMA Muhammadiyah Cirebon mulai beropereasi, awalnya dengan dua jurusan yaitu jurusan B untuk Eksata dan jurusan C untuk Ekonomi. Kepala Sekolahnya dijabat oleh Ketua Panitia Pendirian SMA Muhammadiyah yaitu Bapak Bumita Sastradiredja. Jumlah murid pada saat itu baru berjumlah 80 orang. Pada 18 November 1954 SMA Muhammadiyah diresmikan oleh PP Muhammadiyah, Majelis P dan K Bapak Sarjono dengan mengambil tempat di Jalan Bahagia Cirebon bergabung dengan SMP Muhammadiyah.


(37)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tahun 1955-1957 SMA Muhammadiyah mulai dipercaya oleh masyarakat dengan memiliki jumlah murid yang terus bertamba dan pada Ujian Akhir Negara (UAN) dapat meraih prestasi yang baik dengan lulusnya siswa jurusan B (Eksata) sebesar 80% dan siswa jurusan C (Ekonomi) sebesar 94%.

Pada 1959 SMA Muhammadiyah berupaya membangun gedung sendiri di Jalan Tuparev dengan cara bekerjasama dengan PGA Negeri (yang dipimpin oleh kakak dari Bapak Bumita Sastradiredja yaitui Sutisna Sastradiredja) dengan mendapatkan bantuan pembangunan gedung local 14 buah beserta rumah pamong dan mushola dari Departemen RI yang dirampungkan pada tahun 1960. Namun, SMA Muhammadiyah belajar pada siang hari karena pada pagi harinya di prioritaskan untuk PGAN.

Pada tahun 1957-1965 ujian negara yang dilangsungkan dapat berhasil dengan prosentase antara 80% sampai dengan 100% merupakan modal utama berlakunya tata tertib bagi guru dan siswa dengan menerapkan disiplin yang kuat yang akhirnya menumbuhkan sikap kemandirian dari siswa dan alumninya. Pada tahun 1965-1967 terjadi penyusutan jumlah siswa dikarenakan SMA Muhammadiyah hanya memiliki tiga kelas dan juga karena bertambahnya siswa PGAN.

Tahun 1967 Bapak Bumita Sastradiredja diangkat menjadi kepala SMA Negeri 2 Cirebon, maka Drs. Enang Ruhiyat, SH (Guru SMA Negeri 2 Cirebon) sebagai pengganti di angkat menjadi kepala SMA Muhammadiyah Cirebon. Beliau menjadi kepala sekolah yang loyal, baik terhadap pemerintah maupun persyerikatan Muhammadiyah, sehinga terdapat penambahan hal-hal baru yang bersifat konstruktif diantaranya: menjadikan Bahasa Arab bidang study yang wajib bagi kelas 1,2 dan 3 dengan lamanya waktu 1 jam pelajaran per minggunya. Seusai EBTA, diselengarakan MPP (Masa Penghayatan Pendidikan). Pada kesempatan ini Kepala SMA Muhammadiyah


(38)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menyampaikan pesan-pesan yang isinya berupaya agar pihak PGAN memberikan tambahan ruang kelas kepada SMA Muhammadiyah.

Pada tahun 1975 di angkatlah Drs. Anang Abdurachman Abdullah diangkat sebagai Kepala SMA Muahammadiyah Cirebon. SElama 13 tahun SMA Muhammadiyah dipimpin oleh Bapak Drs. Amang Abdurachman Abdullah, SMA Muhammadiyah mengalami banyak perubahan seperti perubahan Kurikulum dan perubahan metode sistem pendidikan dengan program pemerintah masa kini.

Pada tahun 1981 terjadi perubahn pakaian seragam yang tadinya berwarna hijau putih menjadi abu-abu putih dan wanita wajib mengenakan kerudung kepala. Tanggal 15 Juni 1976 berdiri STM Muhammadiyah yang menempati gedung SMA pada siang harinya. Pada tanggal 1 Juni 1980 berdirilah SPK (Sekolah Pendidikan Keperawatan) yang dilanjutkan dengan berdirinya SMF (Sekolah Menengah Farmasi) yang semuanya mengambil tempat belajar di SMA Muhammadiyah Cirebon pada sore harinya.

Pada 17 Januari 1985, di bawah pimipinan Drs. Amang Abdurahman Abdullah, SMA Muhammadyah semakin berkembang dari sekolah Tipe C menjadi Tipe B yang memiliki 24 kelas dengan jumlah siswa 1200 siswa.Mendapat Akreditasi dari status bersubsidi berubah menjadi disamakan (SK Dirjen Pendidikan Dasar Menengah No. 007/C/Kep/1985 yang ditandatangani oleh Prof. Darji Darmodiharjo).

Pada tahun 1989 Bapak Amang Abdurahman digantikan oleh pejabat sementara Bapak Fahmy Dahlan (mantan kepala PGAN) dalam waktu satu tahun dapat mengantarkan SMA Muhammadiyah tetap disamakan (SK Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah NO. 009/C1/1990 ditanda tangani oleh Direktur Sekolah swasta Sardjono Sigit).

Pada tahun 1990 Sekolah di pimpin oleh Bapak Tukiyat Hardisucipto,BA (Alumnus SMAM tahun 1950). Jumlah kelas berkembang


(39)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menjadi 31 kelas dan Akreditasi masih tetap disamakan. Pada masa kepemimpinannya didirikan UKGK (Usaha Kesejahteraan Guru dan Karyawan).

Pada 1 Desember 1998 Sekolah di pimpin oleh Bapak Sugiarto Slsmet.BA (Alumni SMAM) mulai dibangun sarana diantaranya gedung sekolah bertingkat di bagian depan, mengembangkan Mushola yang dapat menampung 800 jama`ah, dan masih dapat mempertahankan status SMA disamakan, serta didirikannya Marching Band Gita Swara.

Pada 4 November 2001 sekolah di pimpin oleh Drs. Agus Hidayat (Aktifis Seni dan budaya Muhammadiyah). Terjadi perubahan Kurikulum KBK yang berorientasi kepada pengalaman belajar siswa. Jenjang Akreditasi

Berubah dari disamakan menjadi Terakreditasi “A”. Dilakukan berbagai model pengembangan kecerdasan dengan dibangunnya pusat kecerdasan yang disebut kegiatan KRIDA. Mendapat Penghargaan Sekolah Unggul dari Kepala Dinas Pendidikan Wilayah Jawa Barat. Banyak kejuaraan-kejuaraan yang di peroleh siswa.

Setelah kepemimpinan Drs. Agus Hidayat, selama 3 bulan dipimpin oleh Drs. H. Nedi Sunedi. Lalu pada bulan Oktober 2008 barulah SMA Muhammadiyah Cirebon dipimpin oleh Drs. Mohammad Alfan sampai dengan September 2012. Kepemimpinan SMA Muhammadiyah kemudian dipercayakan kepada Drs. Rumiyanto yang menjabat pada 3 Oktober 2012 sampai sekarang.

SMA Muhammadiyah Cirebon beralamat di Jl. Tujuh Pahlawan Revolusi No. 70 Kecamatan Kedawung Cirebon. SMA Muhammadiyah Cirebon terletak di komplek pelajar yang dipadu dengan pertokoan, perkantoran, dan fasilitas lainnya. Tempat seperti ini dinilai cukup strategis karena sekolah ini terletak pada jalur yang ramai kendaraan umum baik dari


(40)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam kota maupun ke luar kota. Lokasi sekolah juga dekat dengan kotamadya Cirebon sehingga mudah dijangkau dari kota dan kabupaten.

Sekolah ini memiliki fasilitas yang cukup lengkap untuk menjalankan pembelajaran. Berikut ialah daftar sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMA Muhammadiyah:

Tabel 4.1 Sarana Sumber Belajar

No Jenis Ruangan Jumlah

1 Perpustakaan 1

2 Laboratorium Fisika 1

3 Laboratorium Biologi 1

4 Laboratorium Kimia 1

5 Laboratorium Komputer 2

6 Laboratorium Audio Visual 1

Tabel 4.2 Sarana Ruang Penunjang


(41)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1 Ruang kepala sekolah 1

2 Ruang wakil kepala sekolah 1

3 Ruang guru 1

4 Ruang tata usaha 1

5 Ruang Bimbingan & Konseling 1

6 Ruang IPM / OSIS 1

7 Ruang Komite Sekolah -

8 Ruang aula / serba guna -

9 Ruang kesehatan / UKS 1

10 Ruang ibadah / Masjid 1

11 Ruang keamanan / Pos Satpam 1

12 Lapangan upacara 1

13 Ruang tamu 1

14 Ruang koperasi 1

15 Kantin 1

16 Toilet / WC 16

17 Gudang 2

18 Ruang Hizbul Wathan 1

19 Dapur 1

20 Ruang Musik Kolaborasi 1


(1)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

F. Solusi Dalam Menghadapi Kendala Pada Saat Meningkatkan

Keterampilan Berbicara Siswa Kelas XI IPS 1 di SMA Muhammadiyah Kedawung Kab. Cirebon dalam Pembelajaran Sejarah

Tidak semua yang telah direncanakan dapat berjalan dengan apa yang diinginkan. Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti menghadapi kendala-kendala yang tidak terduga datangnya. Secara keseluruhan, pelaksanaan tindakan dapat dikatakan lancar, namun beberapa masalah datang dari dalam diri peneliti maupun datang dari luar diri peneliti. Permasalahan yang sangat dirasakan peneliti antara lain, pertama, peneliti memiliki kelemahan dalam mengingat urutan kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan bahkan terkadang ada beberapa poin yang tidak terlaksana karena kelemahan ini. Selain itu peneliti juga memiliki sifat spontan, sehingga jika lupa urutan kegiatan pembelajaran peneliti secara spontan melakukan inisiatif lain di luar kegiatan pembelajaran. Untuk menanggulangi masalah ini peneliti berusaha mengingat-ingat sebaik mungkin urutan kegiatan pembelajaran dan membuat catatan kecil dalam notes agar dapat dilihat sewaktu-waktu.

Kedua, peneliti kurang memperhatikan alokasi waktu yang telah

ditentukan dalam perencanaan kegiatan pembelajaran. Waktu yang digunakan untuk berdiskusi melebihi waktu yang telah ditentukan. Hal ini mungkin juga merupakan kelemahan dari diri peneliti. Masalah ini berusaha peneliti atasi dengan lebih memperhatikan waktu melalui jam dinding atau jam tangan peneliti serta memperhatikan alokasi waktu yang telah ditentukan.

Ketiga, peraturan pembelajaran yang kurang tegas, sehingga menimbulkan

kondisi siswa yang masih kurang disiplin. Peneliti agak kesulitan ketika pembelajaran di jam pertama, karena sebagian siswa sering datang terlambat. Hal ini diatasi dengan motivasi dari peneliti kepada siswa dengan pemberian poin


(2)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tambahan bagi siswa yang tidak terlambat di pagi hari. Pemberian poin ini juga menambah semangat siswa dalam berdiskusi. Siswa yang kesulitan memberanikan diri untuk berbicara di hadapan teman-temannya juga cukup terpengaruh untuk mengeluarkan suaranya ketika diskusi dengan motivasi seperti itu. Dengan pemberian poin dirasa akan menambah motivasi terhadap siswa untuk aktif dalam pembelajaran.

Keempat, dalam proses pembelajaran masih ada beberapa siswa yang

dengan sengaja menggunakan gadget tidak untuk kepentingan pembelajaran. Untuk mengantisipasi hal tersebut peneliti sering memberikan peringatan dan lebih sering mengawasi siswa. Dengan begitu dapat meminimalkan penyalahgunaan

gadget di dalam kelas.

Kelima, mengenai topik diskusi. Tidak semua topik diskusi dapat dikuasai

atau diminati oleh siswa. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah baru yang dapat mengancam aktivitas diskusi. Peneliti menyadari bahwa ketertarikan siswa dengan topik diskusi merupakan salah satu modal yang penting dalam melaksanakan diskusi. Untuk meminimalkan situasi tersebut terjadi, peneliti perlu benar-benar memahami tiap-tiap topik diskusi dan memunculkan masalah-masalah atau hal-hal unik yang menjadi ciri dari suatu topik. Dengan memunculkan hal-hal unik atau berbeda tersebut siswa akan lebih tertarik membahasnya dalam diskusi.


(3)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Daftar Pustaka

Buku

Abidin, Y. (2009). Kemampuan Menulis dan Berbicara Akademik. Bandung: Rizqi Press. Ali, M. (2012). Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan. Bandung: Pustaka Cendekia

Utama.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arsjad, MG dan Mukti. (1988). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Baharuddin dan Wahyuni, EN. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Djamarah, SB dan Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Gandhi. (1995). Pengalaman Sebagai Guru Sejarah dalam Pengajaran Sejarah (Kumpulan Makalah Simposium). Jakarta: Depdikbud.

Hasan, H., Kusmaryani, Y. dan Ma’mur, T. (2011). Penelitian Pendidikan Sejarah. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasibuan dan Moedjiono. (2008). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hopkins, D. (2011). Panduan Guru Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hugiono dan Poerwantana. (1992). Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Rineka Cipta.

Iskandarwassid dan Sunendar, D. (2011). Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Rosda. Kochhar, SK. (2008). Teaching of History. Jakarta: Grasindo.

Kunandar. (2012). Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembagan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Kusumah, W dan Dwitagama, D. (2011). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Indeks.

Muijs, D dan Reynolds, D. (2008). Effective Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mukhtar dan Yamin, M. (2001). Metode Pembelajaran Yang Berhasil. Jakarta: Sasama Mitra Suksesa.


(4)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Nasih, AM dan Kholidah, LN. (2009). Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam. Bandung: Refika Aditama.

Nasution, S. (2003). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: PT. Bumi Aksara. Prawiradilaga, DS. (2009). Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Roestiyah. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran. Depok: PT. Rajagrafindo Persada. Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sujiono, YN. (2010). Mengajar Dengan Portofolio. Jakarta: Indeks. Supardan, D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Suparno, P. (2007). Riset Tindakan untuk Pendidik. Jakarta: Grasindo.

Suparno, S. (1995). Pengajaran Sejarah Sebagai Sarana Memperkuat Jati Diri dan

Intergrasi Bangsa: Sudut Pandang Ilmu Pendidikan dalam Pengajaran Sejarah

(Kumpulan Makalah Simposium). Jakarta: Depdikbud.

Suryosubroto, B. (2002). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Suyitno, I. (2011). Memahami Tindakan Pembelajaran: Cara Mudah dalam Perencanaan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Bandung: Refika Aditama.

Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan

Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:

Kencana.

Undang, G. (2009). Teknik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Sayatagama. Uno, B.H. (2009). Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Wineburg, S. (2006). Berpikir Historis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Wirartha, IM. (2006). Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Andi Offset. Wiriaatmadja, R. (2009). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya Jurnal

Nurjaya, IG. (2002). Penggunaan Kasus Kontroversial untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran Keterampilan Berbicara di Sekolah Menengah Umum. Jurnal


(5)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Wasimin. (2009). Peningkatan Kompetensi Berbicara Siswa SD Melalui Metode Role Playing. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 15, (1), hlm. 188-198.

Skripsi dan Tesis

Asmi, AR. (2013). Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Berbasis Pengalaman Historis

Siswa Melalui Metode Diskusi Tipe Dialog Kreatif. (Tesis Program Magister Sekolah

Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Budiarti, L. (2013). Hubungan Penerapan Metode Diskusi Dengan Keaktifan Siswa Dalam

Pembelajaran Sejarah (Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI Sekolah Madrasah Aliyah Negeri Sukamanah). (Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah). Universitas

Pendidikan Indonesia, Bandung.

Ekawati, AP. (2013). Penerapan Metode Diskusi Kelompok Untuk Menumbuhkan Aktivitas

Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas Dikelas XI IPS 3 SMA Pasundan 1 Cianjur). (Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah). Universitas

Pendidikan Indonesia, Bandung.

Intantia, N. (2013). Penerapan Metode Diskusi Buzz Group Untuk Meningkatkan

Kemampuan Berargumentasi Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas di kelas XI IPS 3 SMA Negeri 6 Bandung). (Skripsi Jurusan Pendidikan

Sejarah). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Maryana, H. (2012). Penggunaan Metode Diskusi Untuk Meningkatkan Kemampuan

Komunikasi Dalam Pembelajaran IPS Siswa Kelas IV di SDN Mekarwangi Kecamatan Lembang. (Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar). Universitas Pendidikan

Indonesia, Bandung.

Mulyati, I. (2010). Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Dalam Pembelajaran

Diskusi Dengan Menggunakan Model Cooperative Learning (Penelitian Tindakan Kelas terhadap siswa kelas IX B SMP Negeri 26 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011).

(Skripsi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Purbaningsih, S. (2013). Penerapan Metode Diskusi Kelompok Untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Dalam Pembelajaran IPS (Penelitian Tindakan Kelas Siswa VIII-E di SMP Negeri 44 Bandung). (Skripsi Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial) Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Putri, MM. (2013). Peningkatan Keterampilan Berbicara Pada Pembelajaran Bahasa


(6)

Ragil Wyda Triana,2014

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Negeri Citrasari. (Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar). Universitas

Pendidikan Indonesia, Bandung.

Syahara, E. (2009). Peningkatan Kemampuan Siswa Berkomunikasi Dalam Pembelajaran

Berbicara Melalui Pendekatan Active Learning (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2008/2009). (Skripsi Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Yuniati, L. (2007). Efektifitas Penggunaan Metode Diskusi Terhadap Peningkatan Hasil

Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIII-E SMP Kartika Siliwangi II Bandung Tahun Ajaran 2006/2007). (Skripsi Jurusan


Dokumen yang terkait

PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING BERBANTUAN MEDIA PEMBELAJARAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA : Siswa-siswi kelas XI IPS 1 dan XI IPS 2 di SMA Negeri 1 Tanjungpandan-Belitung.

2 6 8

PENERAPAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH : Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPS 3 SMA Pasundan 1 Bandung.

0 4 36

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN AKHLAQ TERHADAP TINGKAH LAKU SISWA KELAS XI IPS DI SMA MUHAMMADIYAH 1 Pengaruh Manajemen Pembelajaran Akhlaq Terhadap Tingkah Laku Siswa Kelas XI IPA Di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012.

0 1 15

PENERAPAN METODE DISKUSI KELOMPOK UNTUK MENUMBUHKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH : Penelitian Tindakan Kelas Dikelas XI IPS 3 SMA Pasundan 1 Cianjur.

0 0 41

PENERAPAN METODE DISKUSI BUZZ GROUP UNTUK MEMUNCULKAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH :Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 6 Bandung.

0 1 33

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KERJASAMA SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH: Penelitian Tindakan Kelas XI IPS 2 SMA Kartika Siliwangi 1 Bandung.

2 31 44

PENERAPAN METODE LEARNING STARTS WITH A QUESTION DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT SISWA : Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Tanjungsiang.

0 4 45

PEMBELAJARAN FISIKA DI KELAS XI IPS 1 SMA MUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA DENGAN INKURI TERBIMBING

0 3 14

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERBASIS MIND MAP TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN TURUNAN KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH KEDAWUNG CIREBON SKRIPSI

0 0 21

PENGEMBANGAN BLOG UNTUK PEMBELAJARAN EKONOMI SMA KELAS XI IPS

0 6 315