FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 1 KECAMATAN JATIBARANG KABUPATEN BREBES TAHUN 2007.
i
ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 1 KECAMATAN JATIBARANG KABUPATEN BREBES
TAHUN 2007
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Dian Gunatmaningsih NIM. 6450403178
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
(2)
ii
Jatibarang Kabupaten Brebes Tahun 2007. Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat , Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : I. dr. Oktia Woro K.H, M.Kes, II. dr. Mahalul Azam. M.Kes.
Kata Kunci : Kejadian anemia, Remaja putri SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes.
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik, dengan rancangan penelitian cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMA Negeri 1 kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes tahun ajaran 2006/2007 yang berjumlah 255 siswi. Sampel yang diambil sejumlah 70 siswi, yang diperoleh dengan menggunakan teknik systematic random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) uji laboratorium kadar Hb dengan hemoque, 2) timbangan injak, 3) microtoa, 4) formulir recall 2x24 dan 5) kuesioner. Data penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pemeriksaan kadar Hb, pengukuran antropometri IMT, recall dan wawancara menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui data monografi SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan uji statistik chi-square dengan derajat kemaknaan (α =5%) =0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes adalah tingkat pendapatan keluarga (p=0,035), tingkat pendidikan ibu (p=0,040), status gizi (p=0.002) dan menstruasi (p=0,015). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan secara signifikan adalah tingkat pengetahuan tentang anemia (p=0,416) dan tingkat konsumsi zat besi (p=0,592).
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diajukan adalah bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes hendaknya hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam upaya penanggulangan dan pencegahan anemia pada remaja putri di kabupaten Brebes. Bagi peneliti selanjutnya agar menambah waktu recall dan menganalisis zat gizi lainnya. Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat FIK UNNES hendaknya dapat berpartisipasi dalam penanggulangan dan pencegahan anemia pada remaja putri.
(3)
iii
2007. Final Project. The Department of Public Health Science, Sport Science Faculty, Semarang State University. First Advisor: dr. Oktia Woro KH, M.Kes, Second Advisor: dr. Mahalul Azam, M.Kes.
Key Words: Anemia Case, during adolescense in SMA Negeri 1 Jatibarang Subdistrict Brebes Regency.
The problem studying in this research is aimed at factors that related to anemia case of female students in SMA Negeri 1 Jatibarang subdistrict Brebes regency. The purpose of this research is to find out the factors that related to anemia case of during adolescense in SMA Negeri 1 Jatibarang subdistrict Brebes regency.
This research is analytic observational, with cross sectional approachment. Population in this research is all the female students in SMAN 1 Jatibarang subdistrict Brebes regency in the academic in 2007, amount 255 female students. The taken samples are 70 female students, which is obtained from systematic random sampling technique. The instrument used in this research are 1) laboratory test of Hb degree in hemoque, 2) bathroom scale 3) microtoice, 4) recall form (2x24 hours) and 5) questionnaire. These data obtained from primary and secondary data. Primary data obtained from test of Hb degree, the measurement of antropometric IMT, recall and interview using questionnaire. The secondary data obtained from monograph data of SMA Negeri 1 Jatibarang subdistrict Brebes regency. The data obtained in this research in analyzed by using chi-square test statistic with alpha (= 5% ) = 0,05.
The result of the research indicates that is found a sygnificans relation with anemia case of during adolescense in SMA Negeri 1 Jatibarang subdistrict Brebes regency are family income levels (p= 0,035), mothers education levels (p= 0,040), nutrition status (p= 0,002) and menstruation (p= 0,015). Event significans unreleated variables are knowledge about anemia levels (p= 0,416) and the consumtion of iron substance levels (p= 0,692).
Based of the result of the research suggestions are proposed for health department in Brebes regency hoped the result of the research to appoint base to incinerate and prevent anemia case of during adolescense in Brebes regency. For the other researchers is expected to increase recall time and to analyze the other nutrient substance. For the department of public health service sport sciene faculty Semarang state university hoped that participation to incinerate and prevent anemia case of during adolescense.
(4)
v
MOTTO :
Ya Allah muliakanlah aku dengan cahaya ilmu dan kecepatan pemahaman, keluarkanlah aku dari kegelapan, keraguan, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu, ajarilah aku rahasia-rahasia hikmah-Mu.
Allah tidak membebani kewajiban kepada seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Hasil kerjanya yang baik untuknya sendiri, dan yang tidak baik menjadi tanggungannya sendiri pula. . . “ (QS Al-Baqarah:286)
“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain” (QS. Alam Nasyrah: 6-7).
PERSEMBAHAN:
Kupersembahkan karya ini untuk orang-orang yang selalu mencintai, menyayangi, mendukung dan memotivasi diriku:
1. Alm. Bapak (Semoga amal ibadah bapak diterima ALLAH SWT, Dian selalu merindukan Bapak), Ibu (ibu, doamu sungguh mustajab) “Terima kasih telah mengajarkan Dian banyak hal, tidak ada yang pernah menyayangi dan mencintai Dian seperti kalian dan terima kasih untuk segalanya”. 2. Kakak-kakakku tercinta yang selalu menyayangi,
memotivasi dan mendukungku (Alfatma Sutrianingsih, Bety Atmani Martrisnoningsih) terima kasih untuk segalanya.
3. “Seseorang” terbaik yang telah Allah janjikan untuk menemaniku.
(5)
vi
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri Di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes” dapat terselesaikan.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Keberhasilan penyusunan skripsi ini juga atas bantuan dari berbagai pihak, dengan rendah hati disampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Pimpinan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang atas nama Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Bapak Drs. Sutardji, M.S dan Pembantu Dekan Bidang akademik Bapak DR.Khomsin, M.Pd, atas ijin penelitian.
2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Ibu dr. Oktia Woro K.H, M.Kes, atas persetujuan penelitian.
3. Pembimbing I, dr. Oktia Woro K.H, M.Kes, atas bimbingan, arahan dan masukan dalam penelitian sampai dengan penyusunan skripsi ini.
4. Pembimbing II, dr. Mahalul Azam, M.Kes, atas bimbingan, arahan dan masukan dalam penelitian sampai dengan penyusunan skripsi ini.
(6)
vii perkuliahan.
6. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes, Bapak Drs. Haroe Sri Sadono, atas ijin yang diberikan untuk melakukan penelitian ini.
7. Siswi SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes, atas ketersediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
8. Keluargaku tercinta atas do’a, motivasi dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
9. “@’Arya (Ich Liebe Dich)”, K’only shadow, K’afif, K’topik atas perhatian dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
10.Temen-temenku kos Sederhana 2 (Ana, Yuni, Linda, Mb’Ida, de’Dina) atas semangat dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
11.Teman-temanku (Jihan, Anggi, Imeh, Eva, Inda, Lyana) dan teman-teman IKM angkatan 2003, atas motivasi dan bantuannya.
12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga amal baik dari semua pihak, mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Semarang, Juli 2007
(7)
viii
Halaman
Halaman Judul ... i
Halaman Abstrak ... ii
Halaman Pengesahan ... iv
Motto dan Persembahan ... v
Kata Pengantar ... vi
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel ... xv
Daftar Gambar ... xvii
Daftar Grafik ...xviii
Daftar Lampiran ... xix
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.2.1 Rumusan Masalah Mayor ... 4
1.2.2 Rumusan Masalah Minor ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Mayor ... 5
1.3.2 Tujuan Minor ... 5
1.4 Manfaat Hasil Penelitian ... 6
(8)
ix
1.4.4 Bagi Peneliti ... 6
1.5 Keaslian Penelitian ... 7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 8
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat ... 8
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu ... 9
1.6.3 Ruang Lingkup Materi ... 9
BAB II. LANDASAN TEORI 2.1 Anemia ... 10
2.1.1 Pengertian Anemia ... 10
2.1.2 Tanda-tanda Anemia ... 10
2.1.3 Dampak Anemia ... 10
2.1.4 Klasifikasi anemia Gizi ... 11
2.2 Anemia Gizi Besi ... 13
2.2.1 Pengertian Anemia Gizi Besi ... 13
2.2.2 Standar Penentuan Anemia Gizi Besi ... 13
2.3 Patofisiologi Anemia ... 13
2.4 Hemoglobin ... 14
2.4.1 Pegertian Hemoglobin (Hb) ... 14
2.4.2 Fungsi Hemoglobin ... 14
2.4.3 Batas Normal Terendah Nilai Hemoglobin ... 15
(9)
x
2.5.2 Zat Besi Dalam Tubuh ... 19
2.5.3 Metabolisme Zat Besi ... 20
2.5.4 Fungsi Zat Besi ... 21
2.5.5 Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan ... 22
2.6 Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri ... 22
2.6.1 Tingkat Pendapatan Keluarga ... 22
2.6.2 Tingkat Pengetahuan Tentang anemia ... 22
2.6.3 Tingkat Pendidikan Ibu ... 23
2.6.4 Pelayanan Kesehatan ... 23
2..6.5 Asupan Zat Besi ... 24
2.6.5.1 Konsumsi Zat Besi ... 24
2.6.5.2 Status Gizi ... 25
2.6.6 Penyerapan Zat Besi ... 27
2.6.6.1 Keanekaragaman Makanan ... 28
2.6.6.2 Sindrom Malabsorbsi ... 39
2.6.7 Kebutuhan Zat Besi ... 30
2.6.7.1 Pertumbuhan Fisik ... 30
2.6.7.2 Aktivitas Fisik ... 31
2.6.8 Kehilangan Zat Besi ... 31
(10)
xi
2.7 Kerangka Teori ... 34
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 35
3.2 Hipotesis Penelitian ... 36
3.2.1 Hippotesis Mayor ... 36
3.2.2 Hipotesis Minor ... 36
3.3 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 37
3.4 Jenis dan Rancangan Penelitia ... 38
3.4.1 Jenis Penelitian ... 38
3.4.2 Rancangan Penelitian ... 39
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 39
3.5.1 Populasi ... 39
3.5.2 Sampel ... 39
3.5.2.1 Menentukan Kriteria Inklusi dan eksklusi ... 39
3.5.2.2 Sistematika Pengambilan Sampel ... 41
3.5.2.3 Besar Sampel ... 41
3.6 Instrumen Penelitian ... 42
3.6.1 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 43
3.6.1.1 Validitas ... 43
3.6.1.2 Relliabilitas ... 44
(11)
xii
3.7.2.1 Data Primer ... 45
3.7.2.2 Data Sekunder ... 45
3.8 Teknik Analisis Data ... 45
3.8.1 Pengolahan Data ... 45
3.8.2 Analisis Data ... 46
3.8.2.1 Analisis Univariat ... 46
3.8.2.2 Analisis Bivariat ... 46
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi ... 48
4.1.1 Keadaan Geografis ... 48
4.1.2 Jumlah Siswa ... 48
4.1.3 Jumlah Guru ... 49
4.2 Gambaran Karakteristik Responden ... 50
4.2.1 Umur Responden ... 50
4.2.2 Pekerjaan Orang Tua Responden ... 52
4.3 Hasil Penelitian ... 53
4.3.1 Analisis Univariat ... 53
4.3.1.1 Distribusi Responden menurut Tingkat Pendapatan Keluarga ... 53
4.3.1.2 Distribusi Responden menurutTingkat Pengetahuan tentang Anemia ... 54
(12)
xiii
4.3.1.4 Distribusi Responden menurut Tingkat Konsumsi Zat
Besi ... 56
4.3.1.5 Distribusi Responden menurut Status Gizi ... 57
4.3.1.6 Distribusi Responden menurut Menstruasi ... 58
4.3.1.7 Distribusi Responden menurut Kejadian Anemia ... 59
4.3.2 Analisii Bivariat ... 60
4.3.2.1 Hubungan antara Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Anemia ... 60
4.3.2.2 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan tentang Anemia dengan Kejadian Anemia ... 61
4.3.2.3 Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian Anemia ... 62
4.3.2.4 Hubungan antara Tingkat Konsumsi Zat Besi dengan Kejadian Anemia ... 63
4.3.2.5 Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian Anemia... 63
4.3.2.6 Hubungan antara Menstruasi dengan Kejadian Anemia... 64
4.3.2.7 Analisis Bivariat Keseluruhan ... 65
4.4. Pembahasan ... 66
(13)
xiv
4.4.1.2 Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan
Kejadian Anemia ... 67 4.4.1.3 Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian
Anemia... 68 4.4.1.4 Hubungan antara Menstruasi dengan Kejadian
Anemia... 69 4.4.2 Variabel yang Tidak Berhubungan dengan Kejadian
Anemia ... 70 4.4.2.1 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan tentang Anemia
dengan Kejadian Anemia ... 70 4.4.2.2 Hubungan antara Tingkat Konsumsi Zat Besi dengan
Kejadian Anemia ... 71
4.5 Hambatan dan Kelemahan Penelitian ... 73
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN ... 74
5.2 SARAN ... 75
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(14)
xv
Tabel Halaman
1. Keaslian penelitian ... 7
2. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ... 8
3. Standar penentuan anemia gizi besi (WHO) ... 13
4. Batas normal terendah nilai hemoglobin (WHO 1972) ... 15
5. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (per orang perhari) ... 22
6. Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia ... 26
7. Definisi operasional dan skala pengukuran variabel ... 37
8. Distribusi jumlah siswa SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes TA. 2006/2007... 49
9. Distribusi jumlah guru SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes TA. 2006/2007 ... 50
10.Distribusi responden menurut umur ... 50
11.Distribusi pekerjaan orang tua responden ... 52
12.Distribusi responden menurut tingkat pendapatan keluarga ... 53
13.Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan tentang anemia .... 54
14.Distribusi responden menurut tingkat pendidikan ibu ... 55
15.Distribusi responden menurut tingkat konsumsi zat besi ... 56
16.Distribusi responden menurut status gizi ... 57
17.Distribusi responden menurut menstruasi ... 58
(15)
xvi
20.Hubungan antara tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kejadian tentang anemia ... 62 21.Hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian anemia ... 62 22.Hubungan antara tingkat konsumsi zat besi dengan kejadian anemia... 63 23.Hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia ... 64 24.Hubungan antara menstruasi dengan kejadian anemia ... 65 25.Analisis bivariat keseluruhan ... 65
(16)
xvii
Gambar Halaman 1. Metabolisme zat besi ... 20 2. Kerangka Teori ... 34 3. Kerangka konsep ... 35
(17)
xviii
Grafik Halaman
1. Distribusi jumlah siswa SMA N 1 Kecamatan Jatibarang
Kabupaten Brebes TA. 2006/2007 ... 49
2. Distribusi responden menurut umur ... 51
3. Distribusi pekerjaan orang tua responden ... 52
4. Distribusi responden menurut tingkat pendapatan keluarga ... 53
5. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan tentang anemia .... 54
6. Distribusi responden menurut tingkat pendidikan ibu ... 55
7. Distribusi responden menurut tingkat konsumsi zat besi ... 56
8. Distribusi responden menurut sttus gizi ... 57
9. Distribusi responden menurut menstruasi ... 58
(18)
xix
Lampiran Halaman
1. Surat Tugas Pembimbing ... 79
2. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ... 80
3. Surat Ijin dari Tempat Penelitian ... 83
4. Kuesioner Penjaring ... 87
5. Kuesioner Penelitian ... 90
6. Rekap Skoring Uji Coba Kuesioner Pengetahuan tentang anemia... 101
7. Uji Validitas Kuesioner Pengetahuan tentang anemia... 102
8. Uji Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan tentang Anemia... 103
9. Rekap Data Hasil Penelitian ... 104
10.Analisa Data Kasar Penelitian ... 114
11.Surat Tera Timbangan Badan Injak ... 138
12.Surat Tera Microtoa ... 140
13.Perhitungan Tingkat Kecukupan Konsumsi Zat Besi... 142
(19)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan, yang dapat memberikan konstribusi dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas sehingga mampu berperan secara optimal dalam pembangunan (Yayuk Farida, dkk, 2004:4).
Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya (Depkes RI, 2003:1).
Di Indonesia terdapat empat masalah gizi yang utama yaitu Kurang Kalori Protein (KKP), Kurang Vitamin A (KVA), gondok endemik dan kretin serta anemia gizi (Bapelkes Salaman, 2000:161). Anemia gizi merupakan masalah gizi yang paling utama di Indonesia, yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995 menunjukkan 57,1% remaja putri; 39,5% wanita usia subur dan 50,9% ibu hamil menderita anemia (Dinkes propinsi Jawa Timur, 2002:1). Sedangkan berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001 menunjukkan 26,5% remaja putri; 40% WUS dan 47% anak usia 0-5 tahun menderita anemia (Bambang Tri. S, 2007).
(20)
Anemia pada remaja putri masih menjadi masalah kesehatan masyarakat bila prevalensinya lebih dari 15% (SKRT, 2001). Dimana berdasarkan hasil penelitian pada remaja putri di Bogor 57,1%; di Bandung 41% dan di Tangerang 41,7% menunjukkan remaja putri menderita anemia (DKK Tangerang, 2004). Sedangkan berdasarkan hasil Survei Kesehatan pada 10 Kabupaten daerah proyek Safe Motherhood Partnership Family Approach (SMPFA) pada tahun 1998/1999 menunjukkan 57,4% remaja putri menderita anemia (Depkes RI, 2003:1).
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) yang dilaksanakan oleh Seksi Pembinaan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Brebes terhadap remaja putri (siswi SMP dan SMA) menunjukkan 25,33% (tahun 2003); 20,33% (tahun 2004); 25,55% (tahun 2005) dan 40,13% (tahun 2006) remaja putri menderita anemia (DKK Brebes : 2006).
Secara umum tingginya prevalensi anemia gizi besi antara lain disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: kehilangan darah secara kronis, asupan zat besi tidak cukup, penyerapan yang tidak adekuat dan peningkatan kebutuhan akan zat besi (Arisman, 2004:145).
Remaja putri menderita anemia, hal ini dapat dimaklumi karena masa remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih tinggi termasuk zat besi. Disamping itu remaja putri mengalami menstruasi setiap bulan sehingga membutuhkan zat besi lebih tinggi, sementara jumlah makanan yang dikonsumsi lebih rendah daripada pria, karena faktor ingin langsing (Depkes RI, 1998:1). Pantang makanan tertentu dan kebiasaan makan yang salah juga
(21)
merupakan penyebab terjadinya anemia pada remaja putri (S.A. Nugraheni, 2000:14).
Anemia kekurangan zat besi dapat menimbulkan berbagai dampak pada remaja putri antara lain menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit, menurunnya aktivitas dan prestasi belajar. Disamping itu remaja putri yang menderita anemia kebugarannya juga akan menurun, sehingga menghambat prestasi olahraga dan produktivitasnya. Selain itu masa remaja merupakan masa pertumbuhan yang sangat cepat, kekurangan zat besi pada masa ini akan mengakibatkan tidak tercapainya tinggi badan optimal (Depkes RI, 1998:1).
Anemia pada remaja putri di Kabupaten Brebes masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, karena prevalensinya lebih dari 15%. Sebagai upaya untuk menanggulangi masalah tersebut, Pemerintah Kabupaten Brebes menerbitkan Instruksi Bupati Brebes No.04 Tahun 2000, tentang Penanggulangan Anemia Gizi Besi pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur.
SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang merupakan satu-satunya SMA Negeri yang ada di Kecamatan Jatibarang, yang baru 6 tahun berdiri dan belum pernah dijadikan sebagai tempat penelitian ilmiah tentang kesehatan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes”.
(22)
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah Mayor
Adakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes?
1.2.2 Rumusan Masalah Minor
1. Adakah hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes?
2. Adakah hubungan antara tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes?
3. Adakah hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes?
4. Adakah hubungan antara tingkat konsumsi zat besi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes?
5. Adakah hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes?
6. Adakah hubungan antara menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes?
(23)
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Mayor
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes. 1.3.2 Tujuan Minor
1. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
2. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
3. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
4. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi zat besi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
5. Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
6. Untuk mengetahui hubungan antara menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
(24)
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
1.4.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes
Sebagai salah satu acuan untuk menentukan langkah-langkah strategis dalam penanggulangan anemia pada remaja putri.
1.4.2 Bagi Pihak Sekolah
Memberikan gambaran tentang efek kejadian anemia terhadap proses belajar-mengajar dan prestasi belajar siswinya.
1.4.3 Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Sebagai bahan pustaka dalam rangka menambah informasi tentang ilmu kesehatan masyarakat khususnya mengenai anemia pada remaja putri.
1.4.4 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya ibu tentang pentingnya zat besi bagi pertumbuhan, kecerdasan anak dan pemenuhan zat besi khususnya pada usia remaja (usia yang rentan).
1.4.5 Bagi Peneliti
Sebagai sarana pembelajaran melakukan penelitian ilmiah sekaligus mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti selanjutnya.
(25)
1.5Keaslian Penelitian Tabel 1 Keaslian Penelitian No Judul Penelitian Nama Peneliti Tahun dan tempat Penelitian Rancangan Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1 2 3 4 5 6 7
1 Hubungan Anemia dengan Kebiasaan Makan, Pola Haid, Pengetahua n tentang Anemia dan Status Gizi Remaja Putri di SMUN 1 Cibinong Kabupaten Bogor Indah Indriawati Herman
2001, Jakarta Cross-sectional V.terikat - Anemia V.Bebas 1. Kebiasaa n makan 2. Pola haid 3. pengetah uan tentang anemia 4. Status gizi Hasil penelitian menunjukan bahwa kejadian anemia gizi remaja putri sebesar 42,2%. Ada hubungan bermakna secara statistik (p<0,05) dengan kejadian anemia pada remaja putri adalah kebiasaan makan, yang meliputi: diet, kebiasaan makan sumber protein hewani dan kebiasaan minum teh. 2 Hubungan antara Pola Konsumsi Makan dengan Kadar Hb pada Remaja Putri di SMA N 1 Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo Agustina Indika Sari 2006, Sukoharjo Cross-sectional V.terikat - Kadar Hb V.Bebas - Pola Konsumsi Makan (Jenis, frekuensi konsumsi dan tingkat konsumsi Besi) Tidak ada hubungan antara pola konsumsi makan (Jenis, frekuensi konsumsi dan tingkat konsumsi Besi) dengan kadar Hb.
(26)
Tabel 2
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu Pembeda Indah Indriawati Agustina Indika.S Dian. G
1 2 3 4
Judul Penelitian Hubungan Anemia dengan Kebiasaan Makan, Pola Haid, Pengetahuan tentang Anemia dan Status Gizi Remaja Putri di SMUN 1 Cibinong Kabupaten Bogor Tahun 2001
Hubungan antara Pola Konsumsi Makan dengan Kadar Hb pada Remaja Putri di SMA N 1 Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo
Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian anemia di SMAN 1 Kecamatan
Jatibarang,
Kabupaten brebes Tahun 2007
Tahun&tempat 2001, Jakarta 2006, Sukoharjo 2007, Jatibarang, Kab.Brebes
Rancangan Cross-sectional Cross-sectional Cross-sectional Variabel Penelitian Kebiasaan makan,
pola haid,
pengetahuan tentang anemia status gizi dan anemia.
Pola konsumsi makan (Jenis, frekuensi konsumsi dan tingkat konsumsi besi) dan kadar Hb. Tingkat pendapatan keluarga, tingkat pengetahuan tentang anemia, tingkat pendidikan ibu, tingkat konsumsi zat besi,
status gizi, menstruasi dan kejadian anemia.
Analisis data Analisis univariat dan bivariat
Analisis bivariat Analisis univariat dan bivariat
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa yang membedakan penelitian ini dengan dua penelitian sebelumnya terletak pada waktu, tempat penelitian dan variabel penelitian.
1.6Ruang Lingkup Penelitian
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat
Ruang lingkup tempat dalam penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri adalah SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
(27)
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan maret sampai dengan bulan april tahun 2007.
1.6.3 Ruang Lingkup Materi
Dalam penelitian ini peneliti membatasi materi pada faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada remaja putri.
Bidang ilmu yang diterapkan dalam penelitian adalah ilmu gizi kesehatan masyarakat.
(28)
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1Anemia
2.1.1 Pengertian Anemia
Anemia adalah keadaan dimana kadar zat merah darah atau hemoglobin (Hb) lebih rendah dari nilai normal (Mary E. Beck, 2000:196).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat disebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah (Guyton dan Hall, 1997:538).
2.1.2 Tanda-tanda Anemia:
1. Lesu, lemah, letih, lelah dan lalai (5L)
2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
2.1.3 Dampak Anemia 2.1.3.1 Pada anak-anak
1. Menurunnya kemampuan dan konsentrasi belajar.
2. Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak. 3. Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena daya tahan
tubuh menurun. 2.1.3.2 Pada wanita
1. Menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit. 2. Menurunkan produktivitas kerja.
(29)
3. Menurunkan kebugaran. 2.1.3.3 Pada remaja putri
1. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
2. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.
3. Menurunkan kemampuan fisik olahragawati. 4. Mengakibatkan muka pucat.
2.1.3.4 Ibu hamil
1. Menimbulkan pendarahan sebelum atau sesudah persalinan.
2. Meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah atau BBLR (<2,5 Kg).
3. Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan atau bayinya (Depkes RI, 1998:16).
2.1.4 Klasifikasi Anemia Gizi 2.1.4.1 Anemia gizi besi
Zat gizi besi (Fe) merupakan inti molekul hemoglobin yang merupakan unsur utama dalam sel darah merah, maka kekurangan pasokan zat gizi besi menyebabkan menurunnya produksi hemoglobin. Akibatnya, terjadi pengecilan ukuran (microcytic), rendahnya kandungan hemoglobin (hypochromic), serta berkurangnya jumlah sel darah merah.
2.1.4.2 Anemia gizi vitamin E
Anemia defisiensi vitamin E dapat mengakibatkan integritas dinding sel darah merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga sangat sensitif terhadap
(30)
hemolisis (pecahnya sel darah merah). Karena vitamin E adalah faktor esensial bagi integritas sel darah merah.
2.1.4.3 Anemia gizi asam folat
Anemia gizi asam folat disebut juga anemia megaloblastik atau makrositik; dalam hal ini keadaan sel darah merah penderita tidak normal dengan ciri-ciri bentuknya lebih besar, jumlahnya sedikit dan belum matang. Penyebabnya adalah kekurangan asam folat dan atau vitamin B12. Padahal kedua zat itu diperlukan dalam pembentukan nukleoprotein untuk proses pematangan sel darah merah dalam sumsum tulang.
2.1.4.4 Anemia gizi vitamin B12
Anemia ini disebut juga pernicious, keadaan dan gejalanya mirip dengan anemia gizi asam folat. Namun, anemia jenis ini disertai gangguan pada sistem alat pencernaan bagian dalam. Pada jenis yang kronis bisa merusak sel-sel otak dan asam lemak menjadi tidak normal serta posisinya pada dinding sel jaringan saraf berubah. Dikhawatirkan, penderita akan mengalami gangguan kejiwaan. 2.1.4.5 Anemia gizi vitamin B6
Anemia ini disebut juga siderotic. Keadaannya mirip dengan anemia gizi besi, namun bila darahnya diuji secara laboratoris, serum besinya normal. Kekurangan vitamin B6 akan mengganggu sintesis (pembentukan) hemoglobin. 2.1.4.6 Anemia Pica
Penderita memiliki selera makan yang tidak lazim, seperti makan tanah, kotoran, adonan semen, serpihan cat, atau minum minyak tanah. Tentu saja
(31)
perilaku makan ini akan memperburuk penyerapan zat gizi besi oleh tubuh (Mohamad Harli, 1999:4).
2.2Anemia Gizi Besi
2.2.1 Pengertian Anemia Gizi Besi
Anemia gizi besi adalah keadaan dimana kadar Hb dalam darah lebih rendah dari normal, akibat kekurangan zat besi (Mary E. Beck, 2000:196).
2.2.2 Standar Penentuan Anemia Gizi Besi Tabel 3
Standar Penentuan Anemia Gizi Besi (WHO) Kelompok Umur Hb daram Darah (g/dl)
1 2
6 Bulan -5 tahun 6-18 tahun Wanita dewasa Wanita dewasa Hamil
Laki-laki dewasa
<11 <12 <12 <11 <13
Sumber: Sukirman (1999/2000) dalam (Yayuk Farida dkk,2004: 22).
2.3Patofisiologi anemia
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan zat besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme dan akan diikuti dengan
(32)
menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Hb (Arlinda Sari, 2004:6).
2.4Hemoglobin
2.4.1 Pengertian Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin merupakan suatu protein yang kompleks, yang tersusun dari protein globin dan suatu senyawa bukan protein yang dinamai hem (Mohamad Sadikin, 2002:17)
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Hb merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan hemoglobin yang rendah dengan demikian mengindikasikan anemia (I Dewa Nyoman S, 2002:145)
2.4.2 Fungsi Hemoglobin
Dalam sel darah merah hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen (O2). Dengan banyaknya oksigen yang dapat diikat dan dibawa oleh darah, dengan adanya Hb dalam sel darah merah, pasokan oksigen keberbagai tempat di seluruh tubuh, bahkan yang paling terpencil dan terisolasi sekalipun akan tercapai (Mohamad Sadikin, 2002:15).
(33)
2.4.3 Batas normal terendah nilai hemoglobin
Tabel 4
Batas normal terendah nilai hemoglobin (WHO 1972)
Usia Kadar Hb (g/dl)
1 2
Anak usia 6 bulan-5 tahun Anak usia 6-18 tahun
Wanita dewasa
11,0 12,0 12,0-14,0 Sumber: Arisman (2004:145)
2.4.4 Prosedur Pemeriksaan Hb 2.4.4.1 Metode Sahli
1. Reagen a. HCl 0,1 N b. Aquadest 2. Alat
a. Pipet hemoglobin b. Alat sahli
c. Pipet Pastur d. Pengaduk 3. Prosedur kerja
a. Masukksan HCl 0,1 N ke dalam tabung Sahli sampai angka 2.
b. Bersihkan ujung jari yang akan diambil darahnya dengan larutan desinfektan (alkohol 70%, betadin dan sebagainya), kemudian tusuk dengan lancet.
(34)
c. Isap dengan pipet hemoglobin sampai melewati batas, bersihkan ujung pipet, kemudian teteskan darah sampai ke tanda batas dengan cara menggeserkan ujung pipet ke kertas saring/kertas tisu.
d. Masukkan pipet yang berisi darah ke dalam tabung hemoglobin, sampai ujung pipet menempel pada dasar tabung, kemudian tiup pelan-pelan. Usahakan agar tidak timbul gelembung udara. Bilas sisa darah yang menempel pada dinding pipet dengan cara menghisap HCl dan meniupnya lagi sebanyak 3-4 kali.
e. Campur sampai rata dan diamkan selama kurang lebih 10 menit f. Masukkan kedalam alat pembanding, encerkan dengan aquades tetes
demi tetes sampai warna larutan (setelah diaduk sampai homogen) sama dengan warna gelas dari alat pembanding. Bila sudah sama, baca kadar hemoglobin pada skala tabung.
2.4.4.2 Metode Cyanmethemoglobin 1. Reagensia
a. Larutan kalium ferrosianida (K3Fe(CN)6 0,6 mmol/l b. Larutan kalium sianida (KCN) 1,0 mmol/l
2. Alat
a. Pipet darah b. Tabung cuvet c. Kolorimeter 3. Prosedur kerja
(35)
b. Ambil darah kapiler seperti pada metode sahli sebanyak 0,02 ml dan masukkan ke dalam cuvet diatas, kocok dan diamkan selama 3 menit.
c. Baca pada kolorimeter pada lambda 546. 4. Perhitungan
a. Kadar Hb = absorpsi x 36,8 gr/dl/100 ml atau b. Kadar Hb = absorpsi x 22,8 mmol/l
2.4.4.3 Metode Hemoque 1. Alat dan bahan
a. β-Hemoglobin hemoque b. Microcuvettes
c. Lancet d. Accu-check e. Kapas dan alkohol 2. Prosedur Kerja
a. Nyalakan β-Hemoglobin hemoque dengan menekan tombol ON, sebelum digunakan kalibrasi dahulu β-Hemoglobin hemoque pada angka 12,1-12,2.
b. Bersihkan ujung jari yang akan diambil darahnya dengan larutan kapas beralkohol.
c. Masukkan lancet pada accu-check, letakkan ujung lancet pada jari yang akan ditusuk, kemudian tekan tombol pada ujung accu-check sehingga darah keluar, bersihkan darah.
(36)
d. Ambil microcuvet, tempelkan pada jari yang ditusuk, tekan jari agar darah keluar kembali dan minimal darah memenuhi daerah lingkaran putih pada microcuvet.
e. Masukkan microcuvet ke tempatnya pada β-Hemoglobin hemoque.
f. Tunggu 1-2 menit, setelah itu akan keluar hasil pemeriksaan (kadar Hb) pada monitor.
2.5Zat Besi (Fe)
2.5.1 Pengertian Zat Besi
Zat besi merupakan microelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopobesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin (Hb) (Achmad Djaeni, 2000:179).
Jumlah total besi dalam tubuh rata-rata 4-5 gram, lebih kurang 65 persennya dijumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persennya dalam bentuk mioglobin, 1 persen dalam bentuk macam-macam senyawa heme yang meningkatkan oksidasi intraseluler, 0,1 persen bergabung dengan protein transferin dalam plasma darah dan 15-30 persen terutama disimpan dalam sistem retikuloendotelial dan sel parenkim hati, khususnya dalam bentuk feritin (Guyton dan Hall,1997:536).
Tubuh sangat efisien dalam penggunaan besi, sebagian besi dalam bentuk feri direduksi menjadi fero. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung
(37)
dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat dalam makanan (Sunita Almatsier, 2001:249).
2.5.2 Zat Besi Dalam Tubuh
Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu yang fungsional dan yang reserve (simpanan).
Zat besi yang fungsional sebagian besar dalam bentuk hemoglobin (Hb), sebagian kecil dalam bentuk myoglobin dan jumlah yang sangat kecil tetapi vital adalah hem enzim dan non hem enzim.
Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi selain daripada sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan untuk kompartmen fungsional. Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka kebutuhan akan eritropobesis (pembentukan sel darah merah) dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah zat besi dalam bentuk reserve ini adalah kurang lebih seperempat dari total zat besi yang ada dalam tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai reserve ini, berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapat dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada keadaan tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah banyak, misalnya pada anak yang sedang tumbuh (balita), wanita menstruasi dan wanita hamil, jumlah reserve biasanya rendah. Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan, maka kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan perlu ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal.
(38)
2.5.3 Metabolisme Zat Besi
Untuk menjaga badan supaya tidak anemia, maka keseimbangan zat besi di dalam tubuh perlu dipertahankan. Keseimbangan disini diartikan bahwa jumlah zat besi yang dikeluarkan dari badan sama dengan jumlah besi yang diperoleh tubuh dari makanan. Suatu skema metabolisme zat besi untuk mempertahankan zat besi di dalam tubuh, dapat dilihat pada skema berikut :
Makanan Usus halus Tinja
10 mg Fe 1 mg 9 mg Fe
Fe dalam Darah Hati
(Turn over 35 mg) Disimpan sebagai Feritrin, 1 mg
Sumsum tulang Seluruh Jaringan
34 mg
Hemoglobin Sel-sel mati
Hilang bersama menstruasi Dikeluarkan melalui kulit, sal. Pencernaan dan air seni 1 mg Gambar 1
Metabolisme Zat Besi
Setiap hari turn over zat besi ini berjumlah 35 mg, tetapi tidak semuanya harus didapatkan dari makanan. Sebagian besar yaitu sebanyak 34 mg didapat dari penghancuran sel-sel darah merah tua, yang kemudian disaring oleh tubuh untuk dapat dipergunakan lagi oleh sumsum tulang untuk pembentukan sel-sel darah merah baru. Hanya 1 mg zat besi dari penghancuran sel-sel darah merah tua yang
(39)
dikeluarkan oleh tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan air kencing. Jumlah zat besi yang hilang lewat jalur ini disebut sebagai kehilangan basal (iron basal losses).
2.5.4 Fungsi besi
1. Metabolisme energi
Di dalam tiap sel, besi bekerja sama dengan rantai protein-pengangkut elektron, yang berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi.
2. Kemampuan belajar
Pollitt pada tahun 1970-an terkenal akan penelitiannya yang menunjukan perbedaan antara keberhasilan belajar anak-anak yang menderita anemia gizi besi dan anak-anak yang sehat. Penelitian di Indonesia oleh Soemantri (1985) dan Almatsier (1989) menunjukan peningkatan prestasi belajar pada anak-anak sekolah dasar bila diberikan suplemen besi. Hubungan defisiensi besi dengan fungsi otak dijelaskan oleh Lozoff dan Youdim pada tahun 1988. Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan hingga remaja. Kadar besi yang kurang pada masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah dewasa. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter (pengantar saraf). Daya konsentrasi, daya ingat dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. 3. Sistem kekebalan tubuh
(40)
4. Pelarut obat-obatan
Obat-obatan tidak larut air oleh enzim yang mengandung besi dapat dilarutkan hingga dapat dikeluarkan dari tubuh.
2.5.5 Angka kecukupan besi yang dianjurkan : Tabel 5
Angka kecukupan besi rata-rata yang dianjurkan (per orang per hari) Golongan umur
(wanita)
Berat badan (kg) Tinggi Badan (Cm)
Besi (mg)
1 2 3 4
13-15 46 153 19
16-19 50 154 25
Sumber: Sunita Almatsier (2001:302)
2.6Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri
2.6.1 Tingkat Pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga merupakan salah satu peubah ekonomi yang cukup dominan sebagai determinan konsumsi pangan (Yayuk Farida, dkk, 2004:70). Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun sekunder. Pendapatan/ penghasilan yang kecil tidak dapat memberi cukup makan pada anggota keluarga, sehingga kebutuhan keluarga tidak tercukupi (Soetjiningsih, 1995:10).
(41)
2.6.2 Tingkat Pengetahuan Tentang Anemia
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan ( Soekidjo Notoatmodjo, 2003:121).
Hasil penelitian oleh S.A Nugraheni pada remaja putri di kabupaten Kendal menunjukan pada umumnya yaitu 84% (Kendal) dan 81% (Boja) pengetahuan responden tentang pengertian, tanda, gejala, penyebab, akibat dan upaya pencegahan anemia masih kurang (S.A Nugraheni, 2002).
2.6.3 Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam penunjang ekonomi keluarga juga berperan dalam penyusunan makan keluarga, serta pengasuhan dan perawatan anak. Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi kesehatan khususnya bidang gizi, sehingga dapat menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari (Achmad Djaeni, 1996:35).
2.6.4 Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pecegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas dan rumah sakit (Arianton Aritonang, 2003:13).
(42)
2.6.5 Asupan Zat Besi
Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan. Kandungan zat besi dalam makanan berbeda-beda, dimana makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati dan ayam). Makanan nabati (seperti sayuran hijau tua) walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus (Depkes RI, 1998:14).
Rendahnya asupan zat besi ke dalam tubuh yang berasal dari konsumsi zat besi dari makanan sehari-hari merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia (Mary E. Beck, 2000:197).
Asupan zat besi kedalam tubuh remaja putri dipengaruhi : 2.6.5.1 Konsumsi Zat Besi
Dalam makanan terdapat 2 macam zat besi yaitu besi heme (40%) dan besi non hem. Besi non hem merupakan sumber utama zat besi dalam makanan. Terdapat dalam semua jenis sayuran misalnya sayuran hijau, kacang-kacangan, kentang dan serealia serta beberapa jenis buah-buahan. Sedangkan besi hem hampir semua terdapat dalam makanan hewani antara lain daging, ikan, ayam, hati dan organ – organ lain (Sunita Almatsier, 2001:252).
Sebagian besar penduduk di negara yang (belum) sedang berkembang tidak (belum) mampu menghadirkan bahan kaya Fe di meja makan (Arisman, 2004:146).
Dalam masa remaja, khususnya remaja putri sering sangat sadar akan bentuk tubuhnya, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makanannya. Bahkan banyak yang berdiit tanpa nasehat atau pengawasan seorang ahli
(43)
kesehatan dan gizi, sehingga pola konsumsinya sangat menyalahi kaidah-kaidah ilmu gizi. Banyak pantang atau tabu yang ditentukan sendiri berdasarkan pendengaran dari kawannya yang tidak kompeten dalam soal gizi dan kesehatan, sehingga terjadi berbagai gejala dan keluhan yang sebenarnya merupakan gejala kelainan gizi (Achman Djaeni, 2000:241).
Banyak remaja putri yang sering melewatkan dua kali waktu makan dan lebih memilih kudapan. Padahal sebagian besar kudapan bukan hanya hampa kalori, tetapi juga sedikit sekali mengandung zat gizi, selain dapat mengganggu (menghilangkan) nafsu makan. Selain itu remaja khususnya remaja putri semakin menggemari junk food yang sangat sedikit (bahkan ada yang tidak ada sama sekali) kandungan kalsium, besi, riboflavin, asam folat, vitamin A dan vitamin. 2.6.5.2 Status Gizi
2.6.5.2.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Contoh: Gondok endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (I Dewa Nyoman S, 2002:18).
Status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien (Mary E. Beck, 2000:1).
2.6.5.2.2 Pengukuran Status Gizi Secara Antropometri
Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
(44)
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (I Dewa Nyoman S, 2001:19)
Pengukuran antropometri dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) Pengukuran IMT meliputi:
a. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan panjang tulang b. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometris yang paling banyak digunakan. IMT =
) (
) (
2
m TB
kg BB
Keterangan :
IMT = Indeks Massa tubuh BB = Berat badan dalam kg TB = Tinggi badan dalam meter
Tabel 6
Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
1 2
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kurus
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal > 18,5-25,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0 Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0 Sumber : I Dewa Nyoman S, (2001:61)
(45)
2.6.6. Penyerapan Zat Besi
Banyaknya zat besi yang ada dalam makanan yang kita makan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh kita tergantung pada tingkat absorbsinya.
Diperkirakan hanya 5-15% besi makanan diabsorbsi oleh orang dewasa yang berada dalam status besi baik. Dalam keadaan defisiensi besi absorbsi dapat mencapai 50%.
Penyerapan zat besi di dalam usus yang kurang baik (terganggu) juga merupakan penyebab terjadinya anemia. (Mary E. Beck, 2000:197).
Zat besi dari pangan hewani lebih mudah diserap, yaitu antara 10-20 persen, sedangkan dari pangan nabati hanya sekitar 1-5 persen. Oleh karena itu, mengkonsumsi zat besi dari pangan hewani jauh lebih baik daripada pangan nabati.
Besi-hem yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat dalam daging hewan dapat diserap oleh tubuh dua kali lipat daripada besi-nonhem
Penyerapan zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu :
1. Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan. Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.
2. Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan penyerapan. Asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa usus.
3. Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat meningkatkan absorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri
(46)
menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar 25 – 50 persen.
4. Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentuknya kompleks besi, fosfat yang tidak dapat diserap.
5. Adanya fitat dan oksalat dalam sayuran, serta tanin dalam teh juga akan menurunkan ketersediaan Fe.
6. Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe.
7. Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.
8. Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe. 2.6.6.1 Keanekaragaman Makanan
Keanekaragaman makanan dapat dilihat dalam susunan menu makanan yang dikonsumsi. Keanekaragaman makanan dalam jumlah dan proporsi yang sesuai dapat dijumpai dalam susunan menu yng seimbang, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan. Kehadiran atau ketidakhadiran suatu zat gizi esensial dapat mempengaruhi ketersediaan, absorbsi metabolisme atau kebutuhan zat gizi lain. Adanya saling keterkaitan antar zat-zat gizi ini menekankan keanekaragaman makanan dalam menu sehari-hari.
Menu yang beranekaragam antara lain terdiri dari makanan pokok, lauk hewani dan nabati, sayur dan buah-buahan. (Sunita Almatsier, 2001:285).
(47)
Makan besi-hem dan dan nonhem secara bersamaan dapat meningkatkan penyerapan besi-nonhem.
Makanan atau minuman tertentu dapat mengganggu penyerapan zat besi di dalam tubuh. Asam fitat dan faktor lain di dalam serat serealia dan asam oksalat di dalam sayuran menghambat penyerapan besi. Asam fitat dan asam oksalat yang terkandung dalam sayuran akan mengikat zat besi, sehingga mengurangi penyerapan zat besi. Karena hal inilah, bayam meski tinggi kandungan zat besinya bukan merupakan sumber zat besi yang baik. Oleh karena itu, jika hendak mengonsumsi bayam dan sayuran lain, sebaiknya disertai dengan mengonsumsi buah-buahan yang tinggi kandungan vitamin C nya, seperti jambu biji, jeruk dan nanas. Namun lebih dianjurkan untuk meminumnya dalam bentuk jus. Sebab jika dalam bentuk buah segar, yang kandungan seratnya masih tinggi, juga akan menghambat penyerapan zat besi (Etisa Adi. M, 2006: Http://www.suara merdeka.com).
2.6.6.2 Sindrom Malabsorbsi 2.6.6.2.1 Gastritis
Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat hanya superfisial dan oleh karena itu tidak begitu bahaya, atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atrofi mukosa lambung yang hampir lengkap.
Atrofi lambung pada banyak orang dengan gastritis kronis, mukosa secara bertahap menjadi atrofi sampai sedikit atau tidak ada aktivitas kelenjar lambung yang tersisa. Juga dianggap bahwa beberapa orang mempunyai
(48)
autoimunitas terhadap mukosa lambung. Kehilangan sekresi lambung pada atrofi lambung menimbulkan aklorhidria dan kadang-kadang anemia (Guyton dan Hall, 1997:1052).
2.6.6.2.2 Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum adalah suatu daerah ekskoriasi mukosa yang disebabkan oleh kerja kelenjar pencernaan cairan lambung.
Penyebab umum dari ulserasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan sekresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal juga netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum (Guyton dan Hall, 1997:1053).
2.6.6.2.3 Diare
Diare terjadi akibat pergerakan yang cepat dari materi tinja sepanjang usus besar. Pada diare infeksi umum, infeksi paling luas terjadi pada seluruh usus besar dan pada ujung distal ileum. Dimanapun infeksi terjadi, mukosa teriritasi secara luas dan kecepatan sekresinya sangat tinggi (Guyton dan Hall, 1997:1056).
2.6.7 Kebutuhan Zat Besi
Kebutuhan zat besi pada remaja putri dipengaruhi oleh: 2.6.7.1 Pertumbuhan Fisik
Pada usia remaja tumbuh kembang tubuh berlangsung lambat bahkan akan berhenti menjelang usia 18 tahun, tidak berarti faktor gizi pada usia ini tidak memerlukan perhatian lagi.
Selain itu keterlambatan tumbuh kembang tubuh pada usia sebelumnya akan dikejar pada usia ini. Ini berarti pemenuhan kecukupan gizi sangat penting
(49)
agar tumbuh kembang tubuh berlangsung dengan sempurna (Sjahmien Moeji, 63:2003).
Taraf gizi seseorang, dimana makin tinggi kebutuhan akan zat besi, misalnya pada masa pertumbuhan, kehamilan dan penderita anemia (Mary E. Beck, 2000:198).
2.6.7.2 Aktivitas Fisik
Sifat energik pada usia remaja menyebabkan aktivitas tubuh meningkat sehingga kebutuhan zat gizinya juga meningkat (Sjahmien Moeji, 63:2003).
2.6.8 Kehilangan Zat Besi
Pendarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia (Depkes RI, 1998:14), misalnya pada peristiwa:
2.6.8.1 Pendarahan
Pendarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia (Depkes RI, 1998:14).
Setelah mengalami pendarahan yang cepat, maka tubuh akan mengganti cairan plasma dalam waktu 1 sampai 3 hari, namun hal ini akan menyebabkan konsentrasi sel darah merah menjadi rendah. Bila tidak terjadi pendarahan yang kedua, maka konsentrasi sel darah merah biasanya kembali normal dalam waktu 3 sampai 6 minggu.
Pada kehilangan darah yang kronis, penderita sering kali tidak dapat mengabsorbsi cukup besi dari usus halus untuk membentuk hemoglobin secepat darah yang hilang. Kemudian terbentuk sel darah merah yang mengandung sedikit
(50)
sekali hemoglobin, sehingga menimbulkan keadaan anemia (Guyton dan Hall, 1997:538).
2.6.8.2 Menstruasi
Menstruasi adalah runtuhnya jaringan epitel endometrium akibat pengaruh perubahan siklik keseimbangan hormonal reproduksi wanita.
Ciri-ciri menstruasi normal:
1. Lama siklus antara 21-35 hari (28+7 hari) 2. Lama perdarahan 2-7 hari
3. Perdarahan 20-80 cc per siklus (50+30 cc) 4. Tidak disertai rasa nyeri
5. Darah warna merah segar dan tidak bergumpal (Med. Ali, dkk. http://www.geocities.com).
Pada remaja putri mulai terjadi menarche dan mensis yang disertai pembuangan sejumlah zat besi (Achmad Djaeni, 2000:241).
2.6.8.3 Cacingan
Kehilangan zat besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasit seperti cacing tambang (Ancilostoma dan Necator), Scistosoma dan mungkin Trichuris trichiura.
Darah yang hilang akibat infestasi cacing tambang bervariasi antara 2-100 cc/hari, tergantung pada beratnya infestasi. Kisaran jumlah darah yang dihisap oleh Necator americanus ialah 0,031±0,015 cc per ekor. Perkiraan jumlah cacing pada setiap orang yang terinfestasi rata-rata 350 ekor. Jika jumlah zat besi dihitung berdasarkan banyaknya telur cacing yang terdapat dalam tinja, jumlah zat
(51)
besi yang hilang perseribu telur adalah sekitar 0,8 mg (untuk Necator americanus) sampai 1,2 mg (untuk Ancylostoma duodenale) sehari (Arisman, 2004:146).
(52)
2.7 Kerangka Teori
Gambar 2
Kerangka Teori
(Sumber: Arlinda Sari Wahyuni : 2004, dengan modifikasi) Penyerapan
Zat besi
Kebutuhan Zat Besi
Kehilangan Zat Besi Pendapatan
Keluarga Pengetahuan Tentang anemia
Pendidikan Ibu Pelayanan Kesehatan
Konsumsi Zat besi
Status Gizi
Keanekaragaman Makanan
Sindrom Malabsorbsi (gastritis, ulkus
peptikum) Diare
Pertumbuhan fisik
Aktivitas Fisik
Pendarahan
Menstruasi
Cacingan
Asupan Zat Besi
KEJADIAN ANEMIA
(53)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Kerangka Konsep
Gambar 3 Kerangka Konsep Keterangan : Variabel yang diteliti :
Variabel yang tidak diteliti : ... Variabel Bebas
Variabel Terikat
KEJADIAN ANEMIA 1. Tingkat Pendapatan
Keluarga
2. Tingkat Pengetahuan Tentang Anemia 3. Tingkat Pendidikan Ibu 4. Tingkat Konsumsi Zat Besi 5. Status Gizi
6. Menstruasi
Variabel Pengganggu 1. Keanekaragaman Makanan 2. Aktivitas Fisik
3. Sindrom Malabsorbsi (gastritis, ulkus peptikum) 4. Diare
5. Pertumbuhan Fisik 6. Pendarahan 7. Cacingan
(54)
3.2Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yan terkumpul (Suharsimi Arikunto, 2002;64).
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: 3.2.1 Hipotesis mayor
Ada faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes.
3.2.2 Hipotesis minor
1. Ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
2. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
4. Ada hubungan antara tingkat konsumsi zat besi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
5. Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
(55)
6. Ada hubungan antara menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
3.3Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Tabel 7
Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Variabel Definisi Operasional
Skala Pengukuran Instrumen
1 2 3 4
Kejadian Anemia Kejadian anemia pada remaja putri (10-18 tahun). Dinilai dengan
membandingkan kadar Hb responden
dengan nilai normalnya.
Nominal
1. Anemia (Hb <12 mg) 2.Tidak anemia (Hb ≥12 mg)
Tes pemeriksaan kadar Hb dengan hemoque. Tingkat Pendapatan keluarga Dinilai berdasarkan besarnya pendapatan rata-rata setiap bulan keluarga responden, kemudian dibagi jumlah keluarga yang masih menjadi tanggungan, lalu hasilnya dibandingkan dengan UMR Kabupaten Brebes yang dibagi 4 (UMR perkapita).
Ordinal
1. Rendah (<Rp 126.250) 2.Tinggi (≥ Rp. 126.250)
Kuesioner
Tingkat Pengetahuan
Segala hal yang diketahui remaja putri
Ordinal
1. Kurang (< 60%)
(56)
Tentang Anemia yang berkaitan dengan anemia.
2. cukup ( 60- 80 %) 3. Baik ( > 80%)
Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan formal yang telah ditempuh ibu responden.
Ordinal
1. Rendah (< wajar 9 tahun) 2.Tinggi ( ≥ wajar 9 tahun)
Kuesioner
Tingkat Konsumsi Zat Besi.
Konsumsi bahan makanan kaya zat besi oleh responden. Dinilai dengan menghitung konsumsi rata-rata zat besi responden per hari yang kemudian dibandingkan dengan AKG .
Ordinal
1. Defisit (< 70% AKG) 2. Kurang ( 70-80% AKG) 3. Sedang (>80-99% AKG) 4. Baik (≥100% AKG)
Recall 2x24 jam
(Food Procesor)
Status Gizi. Keadaan gizi setiap responden.
Ordinal
1. Kurus (IMT ≤ 18,5) 2. Normal (IMT > 18,5-25,0) 3. Gemuk (IMT >25,0)
Antropometri IMT
Menstruasi Keadaan responden saat pemeriksaan Hb sedang menstruasi atau tidak.
Nominal
1. Sedang menstruasi 2. Tidak sedang menstruasi
Kuesioner
3.4Jenis dan Rancangan Penelitian
3.4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah observasional analitik yaitu menggambarkan dan menjelaskan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
(57)
3.4.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dimana pegukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat (Sudigdo S. dan Sofyan I, 2002:97).
3.5Populasi dan Sampel Penelitian
3.5.1 Populasi
Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu (Sudigdo S. dan Sofyan I, 2002:67).
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes, yang berjumlah 255 siswi.
3.5.2 Sampel
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap mewakili populasi. Adapun langkah-langkah dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
3.5.2.1 Menentukan kriteria inklusi dan eksklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada populasi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: 1) Umur responden 15-18 tahun.
2) Responden sudah mengalami menstruasi.
3) Responden dalam wilayah pelayanan kesehatan yang sama, dalam satu wilayah kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
(58)
4) Responden tidak sedang mengalami keluhan berupa nyeri perut sebelah atas yang disertai rasa mual atau nyeri pada ulu hati yang merupakan gejala dari gastritis.
5) Responden tidak sedang mengalami keluhan berupa nyeri lambung, perih, panas, sakit, rasa perut kosong dan lapar yang merupakan gejala dari ulkus peptikum.
6) Responden tidak sedang mengalami keluhan berupa buang air besar yang sering (lebih dari 3 kali sehari), faeces cair dan berlendir yang merupakan gejala dari diare.
7) Responden tidak sedang mengalami pendarahan kronik (kehilangan darah yang terlalu banyak), misalnya pendarahan akibat trauma (kecelakaan).
8) Responden tidak sedang mengalami keluhan berupa rasa gatal yang hebat di anus, kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari), nafsu makan berkurang, berat badan menurun, rasa gatal atau iritasi vagina dan kulit di sekitar anus menjadi lecet atau kasar atau terjadi infeksi akibat penggarukan yang merupakan gejala dari cacingan.
9) Responden adalah siswi SMA N 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes.
Kriteria eksklusi adalah sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi tetapi harus dikeluarkan karena suatu hal.
(59)
1) Responden yang memenuhi kriteria inklusi namun tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
2) Responden adalah atlet olahraga.
3) Responden tidak tinggal bersama orang tua (kos) 3.5.2.2Sistematika Pengambilan Sampel
Peneliti menentukan sampel yang terdapat dalam populasi yaitu secara systematic random sampling.
3.5.2.3Besar Sampel
Peneliti menentukan jumlah sampel minimal yang dapat diambil dalam penelitian ini, adapun metode statistik yang digunakan untuk menentukan besar sampel adalah :
n = ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 2 2 / 1 2 2 2 / 1 P P Z N d N P P Z − + − − − − α α Keterangan :
n = Besar Sampel N = Besar Populasi
Z12−α/2 = Derajat kepercayaan 95% (1,96) d = Presisi 10% (0,1)
P = Proporsi 50% (0,5) (Stanley Lemeshow, dkk, 1997:54).
Sehingga didapat jumlah sampel sebagai berikut : n = ) 5 , 0 1 ( 5 , 0 ) 96 , 1 ( ) 1 255 ( ) 1 , 0 ( 255 ) 5 , 0 1 ( 5 , 0 ) 96 , 1 ( 2 2 2 − + − −
(60)
=
96 , 0 54 , 2
8 , 244
+ =
5 , 3
3 , 244
= 69,9 ≈70 Siswi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sampel minimal yaitu sejumlah 70 siswi.
3.6Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji laboratorium kadar Hb, pengukuran antropometri (IMT), formulir recall 2 x 24 jam dan kuesioner.
1. Uji laboratorium digunakan untuk mengetahui kadar Hb, yang kemudian di interprestasikan dengan kejadian anemia pada siswi. Menurut WHO standar anemia besi dapat menggunakan kadar Hb dalam darah (Yayuk Farida dkk, 2004:22). Uji kadar Hb dalam darah yang digunakan adalah dengan hemoque. 2. Pengukuran IMT digunakan untuk mengetahui status gizi setiap responden.
Alat yang digunakan berupa timbangan injak berat badan (bathromm scale) untuk menimbang berat badan dan microtoa untuk mengukur tinggi badan. 3. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto, 2002:128).
(61)
Kuisioner digunakan untuk mengetahui informasi tentang tingkat pendapatan keluarga, tingkat pengetahuan tentang anemia, tingkat pendidikan ibu dan menstruasi.
4. Formulir Recall 2x24 jam
Recall dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi (I Dewa Nyoman, 2001:94).
Beberapa penelitian menunjukkan recall dapat dilakukan minimal 2x24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Supariasa, 2002:94).
Formulir recall digunakan untuk mengetahui konsumsi zat besi, hasil recall dihitung dengan bantuan software komputer food processor dan kemudian dihitung angka kecukupan gizi (AKG) responden dan tingkat konsumsi responden terhadap AKG.
3.6.1 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel maka kuesioner tersebut harus diuji validitas dan reliabilitas.
3.6.1.1 Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Uji validitas dapat dilakukan dengan menggunakan product moment. Suatu instrumen dikatakan valid atau sahih apabila korelasi tiap
(62)
butiran memiliki nilai positif dan nilai r hitung > r tabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:129).
Hasil uji validitas kuesioner dengan bantuan program komputer menunjukkan bahwa 9 butir soal pengetahuan tentang anemia yang diuji cobakan kepada 20 orang, berdasarkan tabel nilai r, dengan α =5%, nilai r tabel adalah 0,444, semua valid karena memiliki r hitung > r tabel.
3.6.1.2 Reliabilitas
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reliabilitas menggunakan bantuan software komputer dengan rumus alpha cronbach. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila r hitung > r tabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:129).
Hasil uji reliabilitas kuesioner kepada 20 responden, diperoleh r hitung (0,792) > r tabel (0,444), sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner tersebut reliabel.
3.7Teknik Pengambilan Data
3.7.1 Jenis Pengambilan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer berupa data faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
(63)
anemia. Data sekunder berupa data mengenai gambaran lokasi tempat penelitian dan gambaran umum siswi.
3.7.2 Cara Pengambilan Data
Cara pengambilan data dalam penelitian ini yaitu : 3.7.2.1Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara tes laboratorium kadar Hb siswi, pengukuran IMT, recall 2x24 jam dan wawancara dengan menggunakan kuesioner.
3.7.2.2Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan cara mencatat data monografi SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes.
3.8 Teknik Analisis Data
3.8.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan manual dan menggunakan software komputer. Pengolahan data meliputi:
1. Editing
Sebelum data diolah, data tersebut perlu di edit. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas data.
2. Coding
Mengkode data dengan memberikan kode pada masing-masing jawaban untuk mempermudah pengolahan data.
(64)
3. Tabulasi
Membuat tabulasi termasuk dalam kerja memproses data. Membuat tabulasi tidak lain dari memasukkan data ke dalam tabel.
3.8.2 Analisis Data
3.8.2.1 Analisis univariat
Analisis ini dilakukan pada masing-masing variabel. Hasil ini berupa distribusi dan prosentase setiap variabel.
3.8.2.2 Analisis bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Dalam penelitian ini uji statistik yang digunakan yaitu uji chi-square dengan bantuan SPSS 12,0 for windows. Adapun syarat uji chi-square adalah tidak ada sel yang nilai observed yang bernilai nol, sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel. Jika uji chi-square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya, alternatif uji chi-square untuk tabel 2x2 adalah uji fisher, alternatif uji chi-square untuk tabel 2xk adalah uji kolmogorov-smirnov dan penggabungan sel adalah langkah alternatif uji chi-square untuk tabel selain 2x2 dan 2xk (Sopiyudin Dahlan, 2004:18).
Pada studi cross-sectional, estimasi risiko relatif dinyatakan dengan Rasio Prevalens (RP), yang merupakan perbandingan antara jumlah subyek dengan penyakit pada satu saat dengan seluruh subyek yang ada. RP dihitung dengan cara menggunakan tabel 2x2. RP harus disertai dengan
(65)
interval kepercayaan (confidence interval), interval kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf kesalahan 0, 05%.
Interpretasi hasil:
1. Bila rasio prevalens = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko tersebut tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya efek, atau dengan kata lain bersifat netral.
2. Bila rasio prevalens > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, berarti variabel tersebut merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.
3. Apabila rasio prevalens < 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, maka variabel yang diteliti justru akan mengurangi kejadian penyakit, bahkan variabel yang diteliti merupakan faktor protektif.
4. Bila interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1, berarti pada populasi yang diwakili oleh sampel tersebut mungkin nilai prevalensnya = 1, sehingga belum dapat disimpulkan bahwa faktor yang dikaji tersebut merupakan faktor risiko atau faktor protektif ( Sudigdo S dan Sofyan I, 2002:102).
(66)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Demografis
SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes merupakan satu-satunya SMA negeri yang ada di Kecamatan Jatibarang, yang beralamat di jalan Raya Karanglo-Tegalwulung Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes. Adapun batas wilayah Kecamatan Jatibarang adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kabupaten Brebes Sebelah timur : Kota Tegal
Sebelah selatan : Kecamatan Songgom Sebelah barat : Kecamatan Larangan
4.1.2 Jumlah Siswa
SMA Negeri 1 Kecamatan Brebes mempunyai lokal kelas X sejumlah 5 kelas, kelas XI IPA sebanyak 2 kelas dan XI IPS juga sebanyak 2 kelas dan untuk kelas XII IPA berjumlah 2 kelas dan XII IPS juga sebanyak 2 kelas. Jumlah seluruh siswa pada tahun ajaran 2006/2007 sebanyak 499 siswa, dengan distribusi menurut kelas dan jenis kelamin tercantum pada tabel berikut ini:
(67)
Tabel 8
Distribusi Jumlah Siswa SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes TA. 2006/2007
Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
1 2 3 4
X XI XII 93 74 77 95 81 79 188 155 156
Jumlah 244 255 499
Sumber: Data sekunder
Distribusi Jumlah Siswa SMAN 1 Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes T.A 2006/2007
93 74 77 95 81 79 0 20 40 60 80 100
X XI XII
Kelas Fre k ue ns i Laki-laki Perempuan Grafik 1
Distribusi Jumlah Siswa SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes T.A 2006/2007
4.1.3 Jumlah Guru
Jumlah guru aktif mengajar di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang sebanyak 32 yang dapat disajikan pada tabel sebagai berikut:
(68)
Tabel 9
Distribusi Jumlah Guru di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes TA. 2006/2007
Jenis Guru Jumlah
1 2
PNS
Guru bantu (GT) Guru tidak tetap (GTT)
14 5 13
Jumlah 32
Sumber: Data Sekunder
4.2 Gambaran Karakteristik Responden 4.2.1 Umur Responden
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas X sampai kelas XII SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang. Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa umur resaponden bervariasi antara 15 tahun sampai dengan 18 tahun. Lebih jelasnya distribusi umur responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10
Distribusi Responden menurut Umur
Umur Frekuensi Prosentase (%)
1 2 3
15 16 17 18
5 20 33 12
7,1 28,6 47,1 17,1
Jumlah 70 100,0
(69)
15 16 17 18 Umur
0 10 20 30 40 50
Persenta
se
7.1
28.6
47.1
17.1
Distribusi Responden menurut Umur
Grafik 2
Distribusi Responden menurut Umur
Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa tingkat umur responden yang terbanyak adalah 17 tahun sebanyak 33 responden (47,1%), sedangkan tingkat umur yang paling sedikit adalah 15 tahun sebanyak 5 responden (7,1%).
4.2.2 Pekerjaan Orang Tua Responden
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pekerjaan ayah responden paling banyak tergolong dalam pekerjaan petani (22,9%), sedangkan untuk pekerjaan ibu paling banyak tergolong tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga (60%). Lebih jelasnya untuk pekerjaan orang tua responden dapat dilihat pada tabel berikut:
(70)
Tabel 11
Distribusi Pekerjaan Orang Tua Reponden
Jenis Pekerjaan Pekerjaan Ayah % Pekerjaan Ibu %
1 2 3 4 5
PNS CPNS Wiraswasta Petani Buruh Lain-lain Tidak bekerja 6 2 15 16 9 21 1 8,5 2,9 21,4 22,9 12,9 30 1,4 2 - 15 8 3 - 42 2,9 - 21,4 11,4 4,3 - 60
Jumlah 70 100 70 100
Sumber : Data Penelitian 2007
Distribusi Pekerjaan Orang Tua Responden
8,5 2,9 12,9 30,0 1,4 2,9 0 0 60,0 22,9 21,4 11,4 21,4 4,3 0 10 20 30 40 50 60 70 PN S CP NS Wira swa sta Pet ani Buruh Lain -lain Tida
k be kerja Jenis Pekerjaan Pers entase (% ) Ayah Ibu Gambar 3
(71)
4.3 Hasil Penelitian 4.3.1 Analisis Univariat
4.3.1.1 Distribusi Responden menurut Tingkat Pendapatan Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam tingkat pendapatan keluarga yang tinggi yaitu sejumlah 39 responden (55,7%), sedangkan responden dengan tingkat pendapatan keluarga rendah sebanyak 31 responden (44,3%), lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12
Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendapatan Keluarga
No Pendapatan Keluarga Frekuensi %
1 2 3 4
1 2
Rendah (<126.250) Tinggi (≥126.250)
31 39
44,3 55,7
Jumlah 70 100,0
Sumber : Data Penelitiam 2007
Distribusi Responden menurut Tingkat Pendapatan Keluarga 44,3 55,7 0 10 20 30 40 50 60
Rendah (<126.250) Tinggi (>= 126.250)
Tingkat Pendapatan P e rs e n ta s e (% ) Grafik 4
(72)
4.3.1.2 Distribusi Responden menurut Tingkat Pengetahuan tentang Anemia
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 48 responden (68,6%) dalam tingkat pengetahuan tentang anemia cukup, 18 responden (25,7%) dalam tingkat kurang dan 4 responden (5,7%) dalam tingkat baik, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13
Distribusi Responden menurut Tingkat Pengetahuan tentang Anemia
No Pengetahuan tentang anemia Frekuensi %
1 2 3 4
1 2 3
Kurang (<60%) Cukup (60-80%)
Baik (>80%) 18 48 4 25,7 68,6 5,7
Jumlah 70 100,0
Sumber : Data Penelitian 2007
Distribusi Responden menurut Tingkat Pengetahuan tentang Anemia
25,7 68,6 5,7 0 20 40 60 80
Kurang (<60%) Cukup (60-80%) Baik (>80%)
Tingkat pengetahuan P e rs en ta e (% ) Grafik 5
(73)
4.3.1.3 Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan Ibu
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu responden memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu sebanyak 42 responden (60%) dan ibu responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi sebanyak 28 responden (40%) (tabel 14).
Tabel 14
Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan Ibu
No Pendidikan Ibu Frekuensi %
1 2 3 4
1 2
Rendah (<wajar 9 tahun) Tinggi (≥wajar 9 tahun)
42 28
60 40
Jumlah 70 100
Sumber: Data Penelitian 2007
Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan Ibu 60,0 40,0 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0
Rendah (< wajar 9 tahun)
Tinggi (>= wajar 9 tahun)
Tingkat Pendidikan Ibu
P e rs en ta se (% ) Grafik 6
(74)
4.3.1.4 Distribusi Responden menurut Tingkat Konsumsi Zat Besi
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa konsumsi zat besi responden sebagian besar dalam kategori defisit yaitu sebanyak 56 responden (80,0), sedang sebanyak 11 responden (15,7%), kurang sebanyak 3 responden (4,3%) dan tidak ada responden dalam tingkat konsumsi zat besi baik.
Tabel 15
Distribusi Responden Menurut Tingkat Konsumsi Zat Besi
No Tingkat Konsumsi Fe Frekuensi %
1 2 3 4
1 2 3 4
Defisit (<70% AKG) Kurang (70-80% AKG) Sedang (>80-99% AKG)
Baik (≥100% AKG)
56 3 11 0 80,0 4,3 15,7 0
Jumlah 70 100
Sumber: Data Penelitian 2007
Distribusi Responden menurut Tingkat Konsumsi Zat Besi
80,0
4,3 15,7 0
0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 De fi s it (< 7 0 % AKG ) K u rang ( 70 -8 05 A K G) S eda ng (> 80-99 % AK G ) Ba ik ( > = 10 0% A K G)
Tingkat Konsumsi Zat Besi
P er se n tase ( % ) Grafik 7
(75)
4.3.1.5 Distribusi Responden menurut Status Gizi
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki status gizi normal sebanyak 41 responden (58,6%); 25 responden ( 35,7 %) dalam kategori kurus dan 4 responden (5,7%) dalam kategori gemuk (tabel 16).
Tabel 16
Distribusi Responden Menurut Status Gizi
No Status Gizi Frekuensi %
1 2 3 4
1 2 3
Kurus (IMT ≤18,5) Normal (IMT >18,5-25,0)
Gemuk (IMT >25,0)
25 41 4 35,7 58,6 5,7
Jumlah 70 100,0
Sumber : Data Penelitian 2007
Distribusi Responden menurut status Gizi 35,7 58,6 5,7 0 10 20 30 40 50 60 70
Kurus (IMT <= 18,5) Normal (IMT >18,5-25,0) Gemuk (IMT >25,0) Status Gizi P e rs en ta se ( % ) Grafik 8
(76)
4.3.1.6 Distribusi Responden menurut Menstruasi
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden tidak sedang mengalami menstruasi pada saat pemeriksaan Hb yaitu sebanyak 50 responden (71,4%) dan yang sedang mengalami menstruasi sebanyak 20 responden ( 28,6%) (tabel 17).
Tabel 17
Distribusi Responden Menurut Menstruasi
No Menstruasi Frekuensi %
1 2 3 4
1 2
Sedang Menstruasi Tidak sedang menstruasi
20 50
28,6 71,4
Jumlah 70 100,0
Sumber : Data Penelitian 2007
Distribusi Responden menurut Menstruasi
28,6
71,4
0 20 40 60 80
Sedang menstruasi Tidak sedang menstruasi
Menstruasi
P
e
rs
en
ta
se
(
%
)
Grafik 9
(77)
4.3.1.7 Distribusi Responden menurut Kejadian Anemia
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 37 responden (52,9%) dan yang mengalami anemia sebanyak 33 responden (47,1%) (tabel 18).
Tabel 18
Distribusi Responden Menurut Kejadian Anemia
No Kejadian Anemia Frekuensi %
1 2 3 4
1 2
Anemia Tidak Anemia
33 37
47,1 52,9
Jumlah 70 100
Sumber : Data Penelitian 2007
Distribusi Responden menurut Kejadian Anemia
47,1
52,9
44 46 48 50 52 54
Anemia (Hb<12 mg) Tidak anemia
(Hb>=12mg)
Kejadian anemia
P
e
rs
en
ta
se
(%
)
Grafik 10
(78)
4.3.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dalam penelitian ini ada 3 variabel yang dilakukan penggabungan sel dalam tabulasi silang, yaitu variabel tingkat pengetahuan tentang anemia, tingkat konsumsi zat besi dan status gizi. Penggabungan sel dilakukan supaya 3 variabel tersebut memenuhi syarat untuk uji statistik chi-square.
Penggabungan tersebut meliputi:
1. Variabel tingkat pengetahuan tentang anemia dari tingkat pengetahuan tentang anemia kurang, cukup dan baik menjadi tingkat pengetahuan tentang anemia rendah (kurang) dan tinggi (penggabungan antara cukup dan baik).
2. Variabel tingkat konsumsi zat besi dari tingkat konsumsi zat besi defisit, kurang, sedang dan baik menjadi tingkat konsumsi zat besi kurang (penggabungan antara defisit dan kurang) dan tingkat konsumsi zat besi baik (penggabungan antara kategori sedang dan baik.).
3. Variabel status gizi dari status gizi kurus, normal dan gemuk menjadi status gizi tidak normal (penggabungan antara status gizi kurus dan gemuk) dan normal
4.3.2.1 Hubungan antara Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Anemia
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa frekuensi responden dengan tingkat pendapatan keluarga rendah dan menderita anemia berjumlah 19 responden (61,3%), sedangkan yang tidak menderita anemia berjumlah 12 responden (38,7%). Responden dengan tingkat pendapatan keluarga tinggi tetapi
(79)
menderita anemia berjumlah 14 responden (35,9%), sedangkan yang tidak menderita anemia berjumlah 25 responden (64,1%).
Hasil uji statistik dengan chi-square antara variabel tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian anemia diperoleh p = 0,035 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian anemia.
Tabel 19
Hubungan antara Tingkat Pendapatan keluarga dengan Kejadian Anemia
Kejadian Anemia Total
Pendapatan
keluarga Anemia % Tidak % ∑ %
P RP
Rendah Tinggi
19 14
61,3 35,9
12 25
38,7 64,1
31 39
100,0 100,0
0,035 1,707
Sumber : Data penelitian tahun 2007
4.3.2.2 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan tentang anemia dengan Kejadian Anemia
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan frekuensi responden dengan tingkat pengetahuan tentang anemia rendah dan menderita anemia berjumlah 7 responden (38,9%), sedangkan yang tidak menderita anemia berjumlah 11 responden (61,1%). Responden dengan tingkat pengetahuan tentang anemia tinggi tetapi menderita anemia berjumlah 26 responden (50,0%), sedangkan yang menderita anemia juga berjumlah 26 responden (50,0%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara variabel tingkat pengetahuan tentang anemia dengan variabel kejadian anemia diperoleh p = 0,416
(1)
Lampiran 13
Perhitungan Tingkat Kecukupan Konsumsi Zat Besi
Perhitungan Angka Kecukupan Zat Besi :
AKG = tabel dalam BB aktual BB
X AKG Zat Besi dalam tabel
Perhitungan Tingkat Kecukupan Zat Besi :
TKG = Besi Zat AKG recall hasil besi Zat X 100%
(2)
143
Lampiran 14
Foto Dokumentasi Penelieian
Gambar 1
Siswi SMA 1 Kec. Jatibarang
Gambar 2
(3)
Gambar 3
Pemeriksaan kadar Hb oleh petugas
Gambar 4
(4)
145
Gambar 5
Wawancara dan pengisian kuesioner oleh petugas
Gambar 6
(5)
Gambar 7
Penimbangan berat badan
Gambar 8
(6)