MOTIF REMAJA SURABAYA MENONTON PROGRAM ACARA FTV ”SINEMA WAJAH INDONESIA” DI SCTV ( Studi Deskriptif Kuantitatif Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara FTV “Sinema Wajah Indonesia“ di SCTV ).

(1)

Program Acara FTV “Sinema Wajah Indonesia“ di SCTV )

SKRIPSI

Oleh :

YUNGKIE AIRLANGGA NPM. 0443010234

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2011


(2)

MOTIF REMAJA SURABAYA MENONTON PROGRAM ACARA

FTV

“SINEMA WAJAH INDONESIA” DI SCTV

(Studi Deskriptif Kuantitatif Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara FTV “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV)

Oleh :

YUNGKIE AIRLANGGA NPM. 0443010234

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 29 Juli 2011

Pembimbing Utama Tim Penguji :

1. Ketua

Dra. Herlina Suksmawati, M.Si Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si

NIP. 196 41225 199309 2001 NPT. 370069400351

2. Sekretaris

Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 196309071991032001

3. Anggota

Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 196412251993092001

Mengetahui, D E K A N

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 195507181983022001


(3)

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan ridhonya, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “MOTIF REMAJA

SURABAYA MENONTON PROGRAM Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV

(Studi Deskriptif Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Ftv “Sinema Wajah Indonesia”di SCTV )”. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, baik dalam penyajian material maupun dalam pengungkapan bahasanya.

Disadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari segala bimbingan, bantuan, dan dorongan dari Ibu Dra. Herlina Suksmawati, M.si yang telah banyak memberikan pengarahan dan dorongan yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati ingin menyatakan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, MSi Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(4)

3. Ibu Dra. Herlina Suksmawati, M.si selaku Dosen pembimbing.

4. Orang tua tersayang dan keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat dan doanya.

5. Istri tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doanya. 6. Teman-teman angkatan 2004, terimakasih atas bantuannya

7. Soelastrie People (Sibro, Jhonny, Negro, Ndoweh, Kecenk, Krebo, Nyambek, Oon, Jojo, Sipenk, Fariz, Ramadhani, Anton,Okky,Bayu dan lainnya)

8. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang secara langsung telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, Mei 2011

Yungkie Airlangga


(5)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAKSI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 14

1.3. Tujuan Penelitian ... 15

1.4. Kegunaan Penelitian ... 15

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 15

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16

2.1. Landasan Teori ... 16

2.1.1. Komunikasi Massa ... 16


(6)

2.1.3. Teori Uses and Gratifications ... 21

2.1.4. Definisi dan Deskripsi Motif ... 24

2.1.5. Remaja Sebagai Khalayak ... 26

2.1.6. Sinema Wajah Indonesia ... 29

2.2. Kerangka Pikir ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Definisi Operasional ... 34

a.Motif... 35

b.Remaja sebagai khalayak... 36

3.1.2 Pengukuran Variabel... 37

3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 42

3.2.1. Populasi ... 42

3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 43

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.4. Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data 49 4.1.1. Gambaran Umum SCTV ... 49

4.1.2. Gambaran Umum Remaja Surabaya ... 52

4.1.3. Ftv Sinema Wajah Indonesia ... 54

4.2. Penyajian Data dan Analisis Data ... 55

4.2.1. Identitas Responden ... 55

4.2.2. Motif Responden Menonton Ftv Sinema Wajah Indonesia... 61


(7)

4.3. Motif Secara Keseluruhan ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

5.1 Kesimpulan ... 85

5.2. Saran... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 56

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 57

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi

Menonton ... 59

Tabel 4.5. Karakter Responden berdasarkan Frekuensi Menonton 60

Tabel 4.6. Motif Kognitif Responden Ingin Tahu Tentang

Perkembangan Film televisi di Indonesia ... 62

Tabel 4.7. Motif Kognitif Responden Ingin Tahu Tentang

Cerita-cerita diBerbagai Daerah di Indonesia ... 63 Tabel 4.8.. Motif Kognitif Responden Ingin Tahu Tentang

Tempat-tempat Indah dan Alami ... 64

Tabel 4.9. Motif Kognitif Responden Ingin Tahu Tentang

Kebudayaan diBerbagai daerah di Indonesia ... 65

Tabel 4.10. Motif Kognitif Responden Ingin Mendapatkan

Gambaran Yang Positif Dan Negatif ... 66 Tabel 4.11. Motif Kognitif Responden Ingin Memuaskan Rasa Ingin

Tahu ... 67 Tabel 4.12. Motif Kognitif Remaja Surabaya Dalam menonton Ftv

Sinema Wajah Indonesia di SCTV ... 68 Tabel 4.13. Motif Identitas Personal Menemukan Penunjang

Intropeksi Diri ... 70

Tabel 4.14. Motif Identitas Personal Menemukan Figur Untuk

dicentoh ... 71 Tabel 4.15. Motif Identitas Personal Mengidentifikasi Diri dengan


(9)

Tabel 4.18. Motif Diversi Ingin Mencari Hiburan ... 76

Tabel 4.19. Motif Diversi Bosan Dengan Tayangan Yang Ada ... 77

Tabel 4.20. Motif Diversi Mengisi Waktu Luang ... 78

Tabel 4.21. Motif Diversi Melepaska Kejenuhan ... 79

Tabel 4.22. Motif Diversi Ingin Menyalurkan Hobi Menonton Ftv .... 80

Tabel 4.23. Motif Diversi Remaja Surabaya Menonton Ftv Sinema Wajah Indonesia di SCTV ... 81


(10)

DAFTAR GAMBAR


(11)

Lampiran 3 Rekapitulasi Motif Identitas Personal ... 98

Lampiran 4 Rekapitulasi Motif Diversi... 101

Lampiran 5 Rekapitulasi Identitas Responden... 104


(12)

     

ABSTRAKSI

YUNGKIE AIRLANGGA, 0443010234, Motif Remaja Surabaya Menonton Program Acara Film televisi “SINEMA WAJAH INDONESIA” di SCTV (Studi deskriptif kuantitatif tentang Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara Film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV)

Seiring dengan semakin kompleksnya kebutuhan manusia, individu mulai aktif dalam menentukan media yang dapat menjadi sarana untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka. Program acara film televisi “Sinema Wajah Indonesia”di SCTV menyajikan film dalam format televisi. Selain itu acara tersebut juga memberikan informasi mengenai kebudayaan lokal diberbagai daerah di Indonesia, dengan mengangkat cerita-cerita lokal beserta keindahan alamnya, Acaranya pun dikemas dengan beragam tema yang berbeda dalam setiap episode. Karena Ftv ini mengusung konsep parade film.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori uses & gratifications karena pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan dasar dan khalayak secara aktif memilih media massa untuk memenuhi kebutuhannya sehingga mendapat kepuasan dari penggunaan media massa tersebut. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan informasi, identitas pribadi dan kebutuhan untuk melepaskan diri dari ketegangan (hiburan).

Penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Multistage Cluter Random Sampling, yaitu pengambilan sampel ini dilakukan melalui tahap-tahap tertentu dengan sample gugus bertahap-tahap, dengan catatan gugus yang diambel sebagai sampel secara acak. Jadi setiap remaja yang ditemui secara acak menurut tempat penelitiannya mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel atau responden dalam penelitian. Penyebaran kuisioner dilakukan dengan berkunjung ke Surabaya barat dan Surabaya Selatan.

Hasil dari pengolahan data yang didapatkan melalui kuisioner yang disebarkan maka dapat disimpulkan bahwa dalam menonton program acara “Sinema Wajah Indonesia”di SCTV sebagian besar remaja yang didorong oleh motif informasi, identitas personal dan hiburan terdapat pada kategori sedang. remaja didasari oleh keinginan yang bervariasi, disisi lain mereka membutuhkan informasi tapi juga ingin mencari sosok yang dapat dijadikan panutan atau bahkan untuk menghibur diri terkait dengan motif mereka dalam menonton acara tersebut.


(13)

1.1.Latar Belakang Masalah

Globalisasi media massa berasal pada kemajuan teknologi komunikasi dan informasi semenjak dasawarsa 1970-an. Tren perubahan dan perkembangan teknologi ini memungkinkan media massa menyebar dengan cepat ke seluruh dunia menjadi sangat transparan terhadap berbagai macam perkembangan teknologi, informasi dan transportasi. Hal ini memungkinkan suatu negara mempengaruhi perkembangan masyarakat di negara lain sehingga terciptalah dunia global yang berkembang tanpa batas budaya. Fenomena ini dikenal dengan Global Village ( Naisbitt Aburdene, 1991 : 56 ). Komunikasi yang digunakan peneliti sesuai dengan sasaran komunikasi yaitu ditujukan / diarahkan kedalam ” komunikasi massa ”. Komunikasi massa yaitu komunikasi yang ditujukan kepada massa atau komunikasi yang menggunakan media massa. Komunikasi massa sangat efektif karena dapat menjangkau daerah yang luas dan audience yang praktis tak terbatas. Sumber komunikasi massa pada umumnya adalah organisasi besar yang memikul biaya besar untuk membuat atau menyampaikan pesan. Pesan-pesan komunikasi massa bersifat terbuka ( setiap orang dapat menerimanya ). Komunikasi massa berlangsung dalam suatu konteks sosial dan konteks sosial mempengaruhi media. Dengan kata lain, terjadi hubungan transaksional antara media dan masyarakat ( Devito, 1997 : 507 ). Salah satu


(14)

2

media yang dipilih oleh peneliti adalah media massa. Media massa adalah media yang digunakan untuk komunikasi massal, karena sifatnya yang massal ( Widjaja, 2000 : 35 ).

Seiring dengan perkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam memperoleh informasi tidak hanya komunikasi secara langsung (tatap muka), tetapi juga dapat melalui media massa untuk membantu komunikator berhubungan dengan khalayaknya. Media massa dapat menjadi jembatan untuk menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu, bahkan pelapisan sosial dalam suatu masyarakat. Media massa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan respon dan kepercayaan masyarakat. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokok media massa membawa pula pesan – pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan respon seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal yang dapat memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

Kehadiran media massa merupakan gejala awal yang menandai kehidupan masyarakat modern sekarang ini. Hal ini dapat dilihat melalui meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat terhadap berbagai bentuk media massa dan bermunculan media baru yang menawarkan banyak pilihan pada khalayaknya, yang pada akhirnya akan menimbulkan ketergantungan masyarakat pada media elektronik tersebut. Media massa itu sendiri dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Media elektronik, yang terdiri dari audio


(15)

(radio) dan audio visual ( televisi ) ; 2) Media cetak, yang terdiri dari koran (surat kabar ), majalah, dan tabloid ( Sari, 1993 : 25 ).

Pada abad 21 ini perkembangan teknologi komunikasi dan informasi membuat media massa menjadi sangat penting dalam kehidupan masyarakat modern. Dalam media elektronik yang semakin canggih ini, terutama perkembangan dunia audio visual (televisi), televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun warna, televisi juga dapat diartikan sebagai kotak televisi, acara televisi ataupun transmisi televis. Kata “televisi” merupakan gabungan dari kata tele (jauh) dari bahasa yunani dan visio (penglihatan) dari bahasa latin sehingga televisi dapat diartikan sebagai telekomunikasi yang dapat dilihat dari jarak jauh, penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia. Di Indonesia televisi secara tidak formal disebut dengan tv, tivi, teve atau tipi. Stasiun televisi, free-to-air di Indonesia yang salurannya dapat ditangkap melalui antena UHF/VHF (terestrial). Sejak berlakunya UU nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, izin penyelenggaraan stasiun televisi melalui antena UHF/VHF (terestrial) yang dikeluarkan hanyalah untuk stasiun televisi lokal, stasiun televisi yang ingin melakukan siaran nasional harus melakukan siaran berjaring antar beberapa stasiun televisi lokal, beberapa stasiun televisi yang ada di Indonesia : ANTV, GLOBAL TV, INDOSIAR, METRO TV, MNC TV, RCTI, SCTV, TRANS TV, TRANS 7, TV ONE, TVRI. (http://www.id.wikipedia.org/wiki/televisi)


(16)

4

Maka dari itu media televisi sudah menjadi kebutuhan masyarakat untuk mengetahui perubahan serta peristiwa yang terjadi di belahan dunia lain mulai dari film, berita, hingga kemajuan teknologi yang tengah berlangsung. Dibandingkan dengan media massa yang lain televisilah yang paling efektif dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan selain mengeluarkan suara, televisi juga menampilkan gambar, sehingga informasi yang disampaikan akan lebih mudah dimengerti. Pengaruh televisi terhadap sistem komunikasi tidak lepas dari pengaruh terhadap aspek – aspek kehidupan pada umumnya. Televisi disini menimbulkan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang sudah terlanjur mengetahui dan merasakannya, baik pengaruh yang positif ataupun pengaruh yang negatif. (Effendy, 1996:122)

Selain itu televisi juga memiliki kelebihan dan kekuatan tersendiri. Kelebihan dari media televisi adalah paket acaranya yang mampu membuka wawasan berpikir pemirsa untuk menerima dan mengetahui kejadian yang berada di lingkungan masyarakat (Kuswandi, 1996 : 94). Sedangkan kekuatan dari media televisi adalah menguasai jarak dan ruang, dapat menjangkau massa dalam jumlah besar, nilai aktualitas yang cepat, daya rangsang pemirsanya yang cukup tinggi, serta menyampaikan informasi dengan lebih singkat, jelas, dan sistematis. Mengingat kemampuan televisi dalam menguasai jarak secara geografis dan sosiografis. (Kuswandi, 1996) maka televisi dapat memberikan pengaruh yang lebih besar pada khalayak dibanding dengan radio dan surat kabar.


(17)

Seiring dengan berkembangnya teknologi saat ini media menempatkan diri sebagai sarana yang dapat memenuhi kebetuhan khalayak, tak terkecuali media televisi. Hal ini tidak lepasnya dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia yang menginginkan pemenuhan secara instan. Kondisi tersebut di manfaatkan banyak industry televisi di negeri ini untuk saling bersaing menyuguhkan tayangan yang dapat memenuhi hasrat khalayak sebagai pemirsa televisi.

Semakin bertambahnya jumlah stasiun televisi swasta yang mengudara saat ini merupakan bukti dari ketergantungan khalayak akan keberadaan media. Misalnya stasiun televisi swasta SCTV yang berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan khalayak dengan program acara yang bervariasi dan beda. Dari beberapa program acara yang ditawarkan oleh SCTV pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan stasiun televisi swasta lainnya. Misalnya program siaran berita, reality show, infotainment, kuis, sinetron, acara musik dan program siraman rohani bagi umat beragama,dan juga film televisi/sinema.

Film merupakan aktualisasi perkembangan kehidupan masyarakat pada masanya. Dari jaman ke jaman, film mengalami perkembangan, baik dari teknologi yang digunakan maupun tema yang diangkat. Bagaimanapun film telah merekam sejumlah unsur-unsur budaya yang melatarbelakanginya. Beberapa jenis film diantaranya adalah film bioskop yaitu sebuah produksi media yang ditayangkan secara khusus untuk dipertunjukkan digedung-gedung pertunjukan atau digedung-gedung bioskop ( cinema ). Film jenis ini berbeda


(18)

6

dengan film televisi ( television film ) atau sinteron ( sinema elektronik ) yang dibuat khusus untuk siaran televisi. Film bioskop dibuat secara mekanik sedangkan film televisi dibuat secara elektronik ( Effendy, 2005 : 201 ).

Film televisi mulai banyak diproduksi di Indonesia pada awal tahun 1995 yang dipelopori oleh SCTV. Hal ini dilakukan untuk menjawab kejenuhan masyarakat atas sinetron sejak saat itu banyak film televisi yang bermunculan. Hampir semua stasiun televisi memiliki plot waktu setiap minggunya untuk penayangan film televisi, contohnya SCTV terdapat plot acara gala sinema, di Transtv ada plot bioskop Transtv dalam negeri dan masih banyak lagi plot-plot acara lain yang sejenis di stasiun televisi di Indonesia. Di Indonesia sendiri film televisi sangat digemari terutama film televisi dengan tema percintaan remaja dan film televisi dengan tema religius. Perbedaan film televisi dengan film layar lebar:

1. Film televisi diproduksi oleh stasiun televisi atau rumah produksi untuk disiarkan melalui televisi sedangkan film layar lebar dibuat untuk ditayangkan dibioskop.

2. Proses pembuatan film televisi lebih singkat daripada film layar lebar. 3. Biaya pembuatan film televisi lebih murah daripada film layar lebar. 4. Cara menonton film televisi berbeda dengan film layar lebar karena saat

menonton film layar lebar tidak ada iklan seperti halnya saat menonton film televisi.

Dilihat dari Produksi dan kualitas film televisi lebih murah dan lebih mudah dibandingkan dengan produksi film layar lebar kebanyakan, film


(19)

televisi dengan biaya rendah dan berorentasi pada profit sehingga kadang-kadang penggarapan dari segi teknisnya kurang diperhatikan namun mengandalkan alur cerita yang menarik. Film televisi biasanya tidak menggunakan terlalu banyak efek film yang biasa dimasukkan. Alternatif lain dalam proses pembuatan film ini adalah video yang merupakan media baru dalam pembuatan film (http://www.id.wikipedia.org/wiki/film_televisi).

Contoh film televisi di Indonesia, bekisar merah adalah film televisi yang diproduksi di Indonesia yang mendapatkan banyak penghargaan karena ceritanya yang sederhana dan menyentuh, penghargaan yang didapatkan oleh film televisi (SCTV) ini tidak hanya berasal dari dalam negeri namun juga dari luar negeri, di Indonesia telah diproduksi banyak film televisi yang diproduksi dalam kurun waktu tahun 1995 sampai sekarang. Kebanyakan tema yang diangkat adalah percintaan. Berikut ini judul film televisi yang pernah diproduksi di Indonesia : (Frame Ritz) : Roti cinta, Janji rahasia, Pacarku 17 tahun, Satria bontot, Kemal, 3 cewek tomboy mencari cinta, Nama gw kiliwon, Sitomboy jatuh cinta, Satu cinta seribu masalah, Soulmate gw tukang sepatu, Botol shampo impian, surat dalam bakul, Kurma, Janji rahasia, My monkey love, cinta bukan untuk cinta, ajari aku cinta. (Trans tv) : Deary diary, hikayah menuju surga, Bihun desong, Jangan pernah sakit hati. (Indosiar) : Gw pasti bisa, antara kau dan dia, Geng cantik. (Kep media) : mayat yang ditanam, Loper kkoran jadi da’i gaul, dajjal-hartawarisan, Rahasia illahi selalu

tenung,Putri durhaka mati tersengat listrik.


(20)

8

Jadi dilihat dari data diatas dalam perkembangan, film televisi di Indonesia dimonopoli oleh film televisi yang mengangkat tema seputar percintaan remaja. Hal ini disebabkan karena pangsa pasar di Indonesia sebagian besar adalah remaja. Oleh karena itu industri pertelevisian di Indonesia memikili tendensi memproduksi film-film televisi yang bersifat komersial. Sehingga banyak film televisi yang mengesampingkan estetica dan pesan moral yang hendak disampaikan. Film televisi di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan remaja di Indonesia itu sendiri. Apabila ditinjau lebih lanjut masa remaja merupakan masa kehidupan paling menarik dan mengesankan. Masa remaja mempunyai ciri antaara lain, energik, suka akan tantangan, petualangan dan suka akan hal-hal yang baru. Film televisi tersebut dibuat dan diberi judul sesuai dengan tujuannya ingin memberikan sesuatu yang berbeda dari film-film televisi yang selama ini ditayangkan di stasiun-stasiun televisi swasta. adapun film televisi yang sedang menarik untuk ditonton dan mengisahkan tentang nilai-nilai budaya, kehidupan lokal berbagai daerah di Indonesia. Judul dari film televisi tersebut adalah “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV. Sesuai dengan judulnya, film televisi tersebut mengusung konsep parade film televisi yang berusaha mengangkat dan menampilkan keindahan alam pesona yang ada diberbagai daerah di Indonesia beserta dengan kebudayaan lokal yang ada di berbagai daerah di Indonesia sehingga sangat menarik dan banyak tantangan. Hal ini dapat menarik emosi penonton untuk terus mengikuti. Fenomena yang menarik adalah bahwa


(21)

film televisi ini bertemakan harmoni cinta Indonesia yang membahas persoalan-persoalan masyarakat lokal diberbagai daerah di Indonesia.

(http://tv.liputan6.com/main/read/sinema_wajah_indonesia)

Setelah berhasil menyabet penghargaan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam pergelaran Sinema 20 Wajah Indonesia tahun lalu, SCTV makin memantapkan diri dalam jalur film televisi. Kini, program yang menjadi unggulan tersebut kian digarap serius dengan mengusung konsep parade film televisi, bertajuk Sinema Wajah Indonesia.

( http://www.tempointeraktif.com/hg/film/2011/04/24/brk,id.html).

Dengan pendekatan-pendekatan produksi film layar lebar untuk mengangkat nilai-nilai budaya dan sosial sekaligus kearifan lokal berbagai daerah di Indonesia, “Sinema Wajah Indonesia” ini adalah keberanian SCTV sebagai stasiun televisi komersial dan ingin menjadi trendsetter dalam pembuatan film televisi, tapi tetap perhatiankan kualitas dengan menyuguhkan kualitas dari semua aspek, entah dari konten yang inspiratif ataupun pengerjaanya dikerjakan oleh orang-orang yang handal dibidangnya, salah satu yang diperhatikan dalam memproduksi Sinema Wajah Indonesia adalah kualitas cerita yang sangat Indonesia.”Quality memang tidak perlu diragukan dengan tayangan ini kami ingin mendobrak gaya tayangan televisi selama ini dengan warna konten tayangan yang lebih meng-Indonesia” kata Harsiwi achmad.


(22)

10

Parade film-film televisi “Sinema Wajah Indonesia” yang mengambil latar belakang budaya Indonesia akan ditayangkan secara rutin oleh SCTV, program ini akan tayang mulai 23 April 2011 setiap sabtu malam pukul 22.30 WIB, dua minggu sekali setiap bulan. Film yang dirangkai dalam program Sinema Wajah Indonesia ini disambut poritif oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar).

Sebuah upaya yang sangat baik yang dimulai oleh SCTV, film semacam ini akan membentuk karakter bangsa sehingga relevan dengan visi dari Hari Film Nasional yang diperingati pada tanggal 30 Maret. Program ini luar biasa, karena bisa mengangkat Wajah Indonesia, kami sangat mendukung, ujar Direktur Perfilman Kemenbudpar, syamsul lussa. Sinema wajah Indonesia merupakan program lanjutan Sinema 20 Wajah Indonesia yang telah sukses digelar tahun lalu dan mendapatkan penghargaan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).Syamsul lussa berharap, inisiatif SCTV menayangkan program semacam ini bisa dicontoh oleh televisi lain, semoga ini bisa menjadi contoh. Kalau film yang ditayangkan di bioskop, hanya bisa menjangkau sekitar 11% masyarakat Indonesia karena gedung bioskop kita terbatas. Sedangkan jika film yang mendidik semacam ini disiarkan ditelevisi, daya jangkauanya bisa lebih luas sehingga setiap orang bisa menonton.

Direktur Program dan Produksi SCTV, Harsiwi achmad mengatakan, program ini merupakan upaya untuk memberikan gaya baru bagi tayangan ditelevisi. Banyak masyarakat yang bertanya, kapan televisi


(23)

kita bisa memberikan tayangan yang mendidik dan berkualitas, Sinema Wajah Indonesia adalah jawabannya, ujar Harsiwi. Disini SCTV mengandeng sejumlah nama yang telah ahli untuk menggarap program ini, seperti Deddy mizwar, Arswendo atmowiloto, dan Putu wijaya. Dari segi penggarapanya, proses syuting dilakukan dengan video HD yang biasa digunakan untuk memproduksi film layar lebar agar gambar yang dihasilkan berkualitas. Deddy mizwar mengatakan, banyak sekali kebudayaan diIndonesia yang menarik untuk dijadikan cerita film. dirinya berharap, masyarakat bisa memberikan masukan untuk ide cerita tersebut, banyak sekali yang bisa diangkat tapi karena keterbatasan penulis skenario jadi tidak semua kebudayaan diIndonesia bisa difilmkan. Paling tidak Sinema Wajah Indonesia ini bisa mewakili berbagai kebudayaan tersebut ujar Deddy mizwar.

(

http://www.antaratv.com/berita/kemenbudpar-dukung-program-sinema-wajah-indonesia-sctv).

Kekurangan kebutuhan masyarakat terhadap hiburan macam ini adalah sebuah petualangan batin masyarakat untuk menjawab rasa ingin tahu mereka terhadap kebudayaan diberbagai daerah di Indonesia. Dengan kata lain, ini adalah sebuah tantangan lain menjadi pendorong utama masyarakat menyukai tayangan-tayangan yang lebih meng-Indonesia.

Dalam hubungannya dengan penggunaan media massa termasuk dalam televisi, tentu saja tidak lepas dari adanya kebutuhan serta dorongan yang timbul dan berkembang dalam diri individu sehingga seseorang


(24)

12

menggunakan televisi sebagai sumber informasinya. Dorongan inilaah yang sering disebut motif, tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan eksistensinya (Effendi, 1993 : 45).

Secara umum beberapa kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh media massa adalah kebutuhan akan informasi (kognitif), kebutuhan akan hiburan, (diversi), kebutuhan untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi khalayak sendiri (identitas personal) (Rakhmat, 2001 : 66). Jadi kebutuhan untuk menonton film televisi “Sinema Wajah Indonesia” sebagai jawaban adanya kebutuhan untuk mengetahui bagaimana tayangan film televisi Sinema Wajah Indonesia bisa memberikan informasi, wawasan dan pengetahuan bagi remaja.

Kebutuhan pada setiap individu tidaklah sama. Kebutuhan yang tidak sama ini sesuai dengan keingintahuan individu tersebut yang tumbuh sejalan dengan tingkat perkembangannya. Dari kekurangan kebutuhan itu, maka timbullah motif untuk menonton film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV. Motif kognitif adalah keinginan remaja yang menonton Sinema Wajah Indonesia untuk menambah pengetahuan baru. Motif diversi yaitu keinginan untuk mendapatkan hiburan. Dan yang terakhir motif identitas personal yaitu menonton Sinema Wajah Indonesia untuk memperkuat situasi khalayak sendiri.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah motif apakah yang mendorong remaja untuk menonton film terlevisi “Sinema


(25)

Wajah Indonesia” di SCTV. Apakah itu motif remaja untuk menambah pengetahuan baru, motif remaja untuk mencari hiburan dan keinginan remaja untuk mendapatkan identitas personal dengan situasi khalayak sendiri. Namun yang menjadi pokok permasalahan adalah pesan yang disampaikan dalam Sinema Wajah Indonesia akankah ada kemungkinan untuk terpenuhi dengan baik sesuai dengan kebutuhannya.

Teori yang digunakan untuk meneliti motif remaja dalam menonton film televisi”Sinema Wajah Indonesia”di SCTV adalah teori uses and gratification yang menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. Jadi menitik beratkan pada khalayak yang aktif, yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus ( Effendy, 1999 : 289 ) model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri seseorang, tetapi ia tertarik pada apa yang dilakukan seseorang terhadap media. Anggota khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya.

Dipilihnya remaja karena masa remaja juga mempunyai ciri antara lain energik, suka akan petualangan dan suka akan hal-hal baru, dalam Sinema Wajah Indonesia remaja akan menemukan hal tersebut, peneliti memilih remaja karena pada masa remaja adalah masa transisi yang tepat untuk memikirkan kejadian-kejadian pada masa kini dan masa yang akan datang, apalagi jam tayang Sinema Wajah Indonesia yaitu pukul 22.30


(26)

14

WIB. Jadi kemungkinan besar yang melihat adalah remaja. Seperti yang dikatakan Monks et. Al. (2002 : 260) dalam bukunya Psikologi Perkembangan, bahwa remaja dibagi menjadi tiga fase yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (16-18 tahun) dan masa remaja akhir (19-21 tahun). Istilah remaja masih digunakan bagi mereka bahkan sampai usia 21 tahun, menunjukkan bahwa mereka masih pada tahap peralihan dari dunia remaja ke dunia dewasa.

Sedangkan lokasi yang dipilih dalam penelitian ini yaitu Surabaya sebab dapat dilihat dari beberapa tempat yang menyelenggarakan kesenian,tari-tarian,dll selalu sepi oleh remaja dan karena juga ada keterkaitan historis, Surabaya merupakan tempat awal berdirinya stasiun SCTV bermula dari Jl. Darmo Permai, Surabaya, Agustus 1990. Siaran SCTV terbatas pada wilayah gerbang Kertasusila. Dan juga SCTV merupakan pelopor Film Televisi di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas pada dasarnya peneliti ingin melakukan penelitian dengan menitik beratkan pada motif yang mendasari individu (remaja) menonton film televisi “Sinema wajah Indonesia” di SCTV. Dari sini peneliti berusaha untuk mengetahui apa motif remaja Surabaya dalam menonton film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :


(27)

Bagaimanakah motif remaja Surabaya menonton program film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV ?

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif remaja Surabaya menonton program film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV.

1.4.Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu komunikasi tentang penelitian terhadap motif pemirsa terhadap tayangan film televisi sebagai referensi yang berguna untuk penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi media televisi yang berkaitan dengan motif pemirsa dalam menonton sebuah program acara, khususnya program acara film televisi “Sinema Wajah Indonesia” yang ditayangkan di SCTV.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Komunikasi Massa

Komunikasi massa berarti penyebaran pesan dengan menggunakan media massa modern antara lain televisi, radio dan film. Dengan kata lain ditunjukkan kepada massa yang abstrak yaitu sejumlah orang yang tidak nampak oleh si penyampai pesan. Pembaca surat kabar, pendengar radio dan penonton televisi tidak tampak oleh komunikator. Dengan demikian, jelas bahwa komunikasi massa atau komunikasi dnegan menggunakan media sifatnya adalah satu arah (one way traffic). Begitu pesan disampaikan oleh komunikator, tidak diketahui apakah pesan ini diterima, dimengerti atau dilakukan oleh komunikan wartawan, penyiar radio, penyiar televisi tidak mengetahui nasib pesan yang disampaikan kepada khalayak (Effendy, 2003 : 20).

Komunikasi massa pada dasarnya merupakan penggunaan saluran media yang mempunyai proses melibatkan beberapa komponen. Dua komponen yang berinteraksu (sumber dan penerima) terlibat, pesan yang diberi kode oleh sumber (encode), disalurkan melalui sebuah saluran dan diberi kode oleh penerima (decode), tanggapan yang diamati penerima merupakan umpan balik yang memungkinkan interaksi berlanjut antara sumber dan penerima (Winarso, 2005 : 18).


(29)

Terkait dengan pendapat Devito yang dikutip oleh Effendy (2003 : 21), bahwa komunikasi massa itu ditujukan kepada massa dengan melalui media massa, maka komunikasi massa mempunyai ciri-ciri kkhusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi massa berlangsung satu arah

Berbeda dengan komunikasi antar personal (interpersonal communication) yang berlangsung dua arah (two way traffic communication), komunikasi massa berlangsung satu arah (one way communication). Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.

b. Komunikasi pada komunikasi massa melembaga

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Hal ini berbeda dengan komunikator lainnya, misalnya kiai atau dalang yang munculnya dalam suatu forum bertindak secara individual, atas namanya sendiri, sehingga ia mempunyai lebih banyak kebebasan. Komunikator mada komuniksi massa, misalnya wartawan surat kabar atau penyiar televisi dan radio karema media yang dipergunakannya adalah suatu lembaga dalam menyebarluaskan pesan komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan dengan kebijakan (policy) surat akabar dan stasiun televisi atau radio siaran yang diwakilinya. Ia tida mempunyai kebebasan individual. Ungkapan seperti kebebasan mengemukakan


(30)

18

pendapat (freedom of expression atau freedom of opinion) merupakan kebebasan terbatasi (restrieted freedom).

c. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum

Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perseorangan atau kepada kelompok orang tertentu. Hal ini yang antara lain membedakan media massa dengan media nirmassa bukan media massa surat kabar kampus, radio telegrafi atau radio citizen band. Film dokumenter atau televisi siaran sekitar, bukanlah media massa, melainkan media nirmassa karena ditujukan kepada sekelompok orang tertentu.

d. Media komunikasi massa menimbulkan keserampakan

Ciri lain dari media massa adalah kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. Hal inilah yang merupakan ciri yang paling hakiki dibandingkan dnegan media komunikasi lainnya. Pesan yang disampaikan melalui radio siaran dalam bentuk pidato, misalnya pidato presiden, akan diterima oleh khalayak dalam jumlah jutaan, bahkan puluhan juta atau ratusan juta, serempak bersama-sama pada saat presiden berbicara.

e. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen

Komunikasi atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai


(31)

sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam keberadaannya secara terpencar-pencar dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak saling memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal, jenis kelamin, usia, ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hiup, keinginan, cita-cita dan sebagainya. Heterogenitas khalayak seperti itulah yang menjadi kesulitan seorang komunikator dalam menyebarkan pesannya melalui media massa karena setiap individu atau khalayak menghendaki keinginannya dipenuhi. Bagi para pengelola media massa adalah suatu hal yang tidak mungkin untuk memenuhinya. Satu-satunya cara untuk dapat mendekati keinginan seluruh khalayak sepenuhnya ialah dengan mengelompokkan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, hobi dan lain-lain (Effendy, 2003 : 22).

Demikian ciri-ciri komunikasi dengan menggunakan media massa untuk membandingkan dnegan komunikasi yang memakai media nirmassa. Meskipun pada hakekatnya penggunaan media massa dan media nirmassa itu saling mengisi pengoperasiannya, baik secara regional, nasional maupun secara internasional.

2.1.2. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Televisi adalah paduan radio (broadcast) dan film (moving picture). Para penonton di rumah-rumah tidak mungkin menangkap siarat


(32)

20

televisi, kalau tidak ada unsur-unsur radio. Dan tidak mungkin dapat melihat gambar-gambar yang bergerak pada layar pesawat televisi, jika tida ada unsur-unsur film. (Effendy, 2003:174).

Televisi terdiri dari istilah “tele” yang berarti jauh dan “visi” (vision) yang berarti penglihatan. Segi “jauh”-nya diusahkan oleh prinsip radio dan segi “penglihatan”-nya oleh gambar. Tanpa gambar tidak mungkin ada apa-apa yang dapat dilihat. Para penonton dapat menikmati siarat televisi, kalau pemancar televisi tadi memancarkan gambar. Dan gambar-gambar yang dipancarkan itu adalah gambar-gambar yang bergerak. (Effendy, 2003:174).

Televisi dikatakan sebagai “saudara muda” dari radio, karena lahirnya sesudah radio dan karenanya, sebagaimana dikatakan tadi dasarnya adalah radio.

Kelebihan televisi dari media massa lainnya ialah kemampuan menyajikan berbagai kebutuhan manusia, baik hiburan, inforamsi, maupun pendiidikan dengan sangat memuaskan. Penonton televisi tidak perlu susah-susah pergi ke gedung bisokop atau gedung sandiwara karena pesawat televisi menyajikan ke rumah. (Effendy, 2004:60).

Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol dengan keluarga atau pasangan mereka. Bagi


(33)

banyak orang televisi adalah teman, televisi menjadi cermin perilaku masyarakat dan televisi dapat menjadi candu. (Morrisan, 2004:1)

2.1.3. Teori Uses and Gratifications

Teori Uses and Gratifications menunjukkan yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubahs ikap dan khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. Jadi bobonya adalah pada khalayak yang aktif yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus (Effendy, 2003 : 289). Anggota khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga timbul istilah uses and gratifications yang itu penggunaan dan pemenuhan kebutuhan (Rakhmat, 2002 : 65).

Dalam asumsi ini tersirat pengertian bahwa komunikasi massa berguna bahwa konsumi media diarahkan oleh motif (intentionality), bahwa perilaku media mencerminkan kepentingan dan preferensi (selectivity) dan bahwa khalayak sebenarnya kepala batu (strunborn). Karena penggunaan media hanyalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan psikologis, efek media dianggap sebagai salah satu situasi ketika kebutuhan ini terpenuhi. Mengenai kebutuhan biasanya orang merujuk kepada hirarki kebutuhan yang ditampilkan oleh Abraham Maslow (1954) dalam effendy (2003 : 2090) ia membedakan lima perangkat kebutuhan dasar, yaitu :


(34)

22

a. Kebutuhan Psikologi (Physiological Needs) adalah kebutuhan primer yang menyangkut fungsi biologis bagi organisme manusia seperti kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan fisik.

b. Kebutuhan Keamanan (Safety Needs) adalah kebutuhan mengenai perlindungan dari bahaya, perlakuan tidak adil dan terjaminnya keamanan diri.

c. Kebutuhan Cinta (Love Needs) adalah kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan secara pribadi.

d. Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs) adalah kebutuhan dihargai secara prestasi, kemampuan, kedudukan atau status.

e. Kebutuhan aktualisasi diri (Self-actualization Needs) adalah kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara maksimal, kreativitas dan ekspresi diri.

Teori Uses and Gratifications menurut Kats. Gurevitch dan Haas dalam Efendy (2003 : 294) dimulai dengan lingkungan sosial (social environment) yang menentukan kebutuhan manusia. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri afiliasi kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Penjelasannya adalah sebagai berikut :

a. Kebutuhan kognitif (Cognitive Needs) adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungannya.


(35)

b. Kebutuhan afektif (Affective Needs) adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman estetis, emnyenangkan dan emosional.

c. Kebutuhan pribadi secara integratif (Personal integrative Needs) adalah kebutuhan yang terkait dengan kreativitas.

d. Kebutuhan pelepasan (Escapist Needs) adalah kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindari dari tekanan, ketegangan dan hasrat akan keanekaragaman.

Menurut para pendiri Katz. Gurevitch dan Blumler, uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain.

Lebih lanjut untuk memahami teori uses and gratifications m, maka sebagaimana yang dikutip Rakhmat (2007 : 66) dari Katz. Gurevitch dan Blumler dijelaskan bahwa dalam motif yaitu kognitif, diversi dan identitas personal. Teori ini menunjukkan bahwa bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak, bukan bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak. Asumsi dari teori ini adalah khalayak yang aktif dan sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus. Jadi jelaslah penggunaan media massa karena didorong oleh motif-motif tertentu dan karena adanya berbagai kebutuhan yang dapat dipuaskan oleh media massa. Seseorang ingin mencari kesenangan,


(36)

24

media massa dapat memberikan hiburan. Seseorang mengalami goncangan batin, media massa memberikan kesempatan untuk melarikan diri dari masalahnya. Dan jika seseorang kesepian, maka media massa dapat berfungsi sebagai sahabat.

2.1.4. Definisi dan Deskripsi Motif

Dalam melakukan suatu tindakan atau perbuatan pasti didasarkan pada motif-motif tertentu. Pengertian motif tidak dapat dipisahkan dari pada kebutuhan. Seseorang atau suatu organisme yang berbuat atau melakukan seseuatu sedikit banyak ada kebutuhan di dalam dirinya atau ada sesuatu yang hendak dicapai. Menurut W.A. Gerungan (1991 : 140), motif adalah suatu pengertian yang melingkupi semua pengegrak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan individu berbuat sesuatu. Motif manusia yang menyebabkan individu berbuat sesuatu. Motif manusia merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dirinya, untuk melakukan sesuatu. Motif-motif itu memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku kita.

Menurut Teevan dan Smith menyatakan bahwa motivasi merupakan konstruksi yang mengaktifkan perilaku, sedangkan komponen yang lebih spesifik dari motivasi yang berhubungan dengan tipe perilaku tertenu disebut motif. Selanjutnya mereka berpendapat bahwa motif mempunyai dua fungsi, yaitu memberi daya untuk menggeakkan perilaku dan fungsi


(37)

yang lain adalah menggerakkan perilaku (Martaniah, 1984 : 13). Sedangkan menurut Purwanto (1996 : 193) motif adalah sebagai seluruh aktifitas mental yang dirasakan atau yang dialami dan memberikan kondisi sehingga terjadi suatu perilaku.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya motif itu timbul karena adanya kebutuhan, atau dengan kata lain motif merupakan ciri dari kebutuhan dan berfungsi menggerakkan serta mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan tertentu.

Ada beberapa pengklasifikasian motif dari berbagai ahli komunikasi, tetapi dalam penelitian ini digunakan kategori motif menurut Blumler dalam Rakhmat (2001 : 66) yaitu kognitif, identitas personal dan diversi. Adapun tiga jenis motif menggunakan media secara umum dijabarkan sebagai berikut :

a. Motif Kognitif (kebutuhan akan informasi)

Motif ini berkenaan dengan individu untuk mencari berita atau informasi tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia, dorongan mencari konfirmasi untuk menentukan pendapat atau suatu pilihan, dorongan rasa ingin tahu, dorongan belajar serta dorongan memperoleh rasa aman melalui pengetahuan yang didapat.

b. Motif Identitas Personal (personal identity)

Motif ini berkenaan dengan dorongan individu untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi


(38)

26

khalayak sendiri menemukan model perilaku, mengidentifikasi diri dengan nilai-nilai, meningkatkan harga diri dan meningkatkan pemahaman diri.

c. Motif Diversi (kebutuhan akan hiburan)

Motif ini berkenaan dengan dorongan individu untuk melepaskan diri dari permasalahan atau ketegangan, dorongan bersantai, memperoleh kenikmatan jiwa dan penyaluran emosi.

2.1.5. Remaja Sebagai Khalayak

Secara universal dan sederhana khalayak media dapat diartikan sebagai sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, penonton dan pemirsa sebagai media massa atau komponen isinya. Dalam arti yang lebih ditekankan, khalayak media ini memiliki beberapa karakteristik yaitu memiliki jumlah yang besar, bersifat heterogen, menyebar dan anonym, serta mempunyai kelemahan dalam ikatan organisasi sosial sehingga tidak konsisten dan komposisinya dapat berubah dengan cepat (Mc.Quail, 1994:201).

Pemirsa merupakan sasaran komunikasi massa melalui media televisi. Komunikasi dapat efektif, apabila pemirsa terpikat perhatiannya, tertarik minatnya, mengerti, dan melakukan kegiatan yang diinginkan komunikator. Pada dasarnya pemirsa televisi dapat dibedakan dalam 4 hal yaitu: pertama, heterogen (aneka ragam) yakni pemirsa televisi adalah massa, sejumlah orang sangat banyak, yang sifatnya heterogen


(39)

terpencar-pencar diberbagai tempat. Selain itu pemirsa televisi dapat dibedakan pula menurut jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan taraf kehidupan, dan kebudayaan. Kedua, pribadi yakni untuk dapat diterima dan dimengerti oleh pemirsa, maka isi pesan yang disampaikan melalui televisi bersifat pribadi dalam arti sesuai dengan situasi pemirsa saat itu. Ketiga, aktif yakni pemirsa sifatnya aktif. Mereka aktif, seperti apabila mereka menjumpai sesuatu yang menarik dari sebuah stasiun televisi mereka berpikir aktif, aktif melakukan interprestasi. Mereka bertanya-tanya pada pada dirinya, apakah yang diucapkan oleh seorang penyiar televisi, benar atau tidak. Keempat, selektif yakni pemirsa sifatnya selektif. Ia memilih program televisi yang disukainya (Effendy, 1990:84).

Dalam penelitian ini khalayak yang dijadikan objek penelitian adalah remaja. Secara psikologis, remaja adalah suatu masa di mana individu mulai terintegrasi beralih ke dalam masyarakat dewasa. Pada masa remaja perkembangan intelektual juga sedang mengalami perkembangan yang pesat dalam aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berfikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tetapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua perkembangan.

Seperti yang dikatakan Monks et. Al. (2002 : 260) dalam bukunya Psikologi Perkembangan, bahwa remaja dibagi menjadi tiga fase yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (16-18 tahun) dan masa remaja akhir (19-21 tahun). Istilah remaja masih digunakan bagi


(40)

28

mereka bahkan sampai usia 21 tahun, menunjukkan bahwa mereka masih pada tahap peralihan dari dunia remaja ke dunia dewasa.

Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan manusia yang sangat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik. Perkembangan intelektual yang terus menerus menyebabkan remaja mencapai tahap berfikir operasional formal. Tahap ini memungkinkan remaja mampu berfikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya daripada sekedar melihat apa adanya. Kemampuan intelektual ini yang membedakan fase remaja dari fase-fase sebelumnya (Ali, 2005 : 9). Karena itulah pada fase ini, remaja yang sedang mengalami perkembangan intelektual menjadi haus akan informasi dan informasi bisa didapat dari berbagai sumber yang termasuk diantaranya adalah media massa.

Secara umum, remaja lebih menyukai artikel-artikel hiburan, sedangkan mereka yang lebih berumur menyukai informasi dan masalah-masalah umum. Namun, pembaca yang berpendidikan lebih suka dengan artikel-artikel hiburan (Rivers, William L, 2003 : 303).

Menurut Gunarsa (1989) terdapat beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:

1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan. 2. Ketidakstabilan emosi.


(41)

3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.

4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.

5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.

6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.

7. Senang bereksperimentasi. 8. Senang bereksplorasi.

9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.

10.Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

2.1.6. Sinema Wajah Indonesia

Sinema Wajah Indonesia merupakan kelanjutan dari film televisi 20 Wajah Indonesia yang telah berhasil merebut hati pemirsa SCTV. Untuk kedua kalinya “Sinema Wajah Indonesia“ kembali dipersembahkan oleh stasiun televisi SCTV bekerjasama dengan H.Deddy mizwar, program tersebut kembali dibuat dengan pendekatan-pendekatan produksi film layar lebar untuk mengangkat nilai-nilai budaya dan sosial sekaligus kearifan lokal berbagai daerah di Indonesia “Sinema Wajah Indonesia” ini adalah keberanian SCTV sebagai stasiun televisi komersial, tapi kita tetap perhatikan kualitas dengan menyuguhkan kualitas dari berbagai aspek ,


(42)

30

entah dari konten yang inspiratif ataupun pengerjaanya dikerjakan oleh orang-orang yang handal dibidangnya tentunya itu bukan sesuatu yang gampang oleh karena itu Harsiwi Achmad selaku Direktur program dan produksi SCTV mengundang Deddy Mizwar, Zairin zein, Putu wijaya, Garin nugroho, Arswendo atmowiloto, Dedy setiadi, Armantono, Imam tantowi, Muswar yasin, dan masih banyak lagi.H.Deddy mizwar menjelaskan dari segi penggarapan, proses syuting untuk semua judul menggunakan video HD yang biasa dipakai untuk produksi film layar lebar pertimbanganya adalah menghasilkan gambar yang lebih berkualitas secara keseluruhan. Konsep ceritanya pun dipilih melalui proses seleksi demi kematangan kisah yang sangat erat dengan cita rasa ke-Indonesia-an, dengan memakan biaya dan waktu penggarapan yang dua kali lipat dari film televisi biasa hal ini tidak menjadi masalah bagi pihak SCTV sebagai stasiun televisi swasta yang menayangkan Sinema Wajah Indonesia.

Salah satu hal yang paling diperhatikan dalam memproduksi Sinema Wajah Indonesia adalah kualitas cerita yang sangat Indonesia jadi quality memang tidak perlu diragukan dengan tayangan ini SCTV ingin mendobrak gaya tayangan televisi selama ini dengan warna konten yang lebih meng-Indonesia. Sinema Wajah Indonesia akan tayang 2 minggu sekali setiap hari sabtu pukul 22.30 wib dan akan dimulai tanggal 23 April 2011.ada 13 judul yang akan disuguhkan dalam Sinema Wajah Indonesia yakni “Mahasamara”(latar belakang kota solo), “Tak Cukup Sedih”(latar belakang Bandung), “Jalur Cianjur”(Cianjur), “Sandal Butut”(Boyolali),


(43)

“Pahala Terindah”(Lombok), “Wagina Bicara Lagi”(Wonogiri), “Pensiunan Monyet”(Solo pinggiran), “Kalung kiriman ibu” (Gorontalo), “Bercanda dengan nyawa”(Madura), “Undangan kuning” (Purwodadi), “Pilihan iman, Perkawinan digubuk kota” (Jakarta). Yang pertama tayang dalam Sinema Wajah Indonesia, berjudul Mahasmara bercerita tentang mitos seorang gadis bernama Mahasmara yang mempunyai bahu lawean atau berbentuk busur jika menikah akan membawa kematian bagi sang suami cerita ini berlatarbelakang kota solo.

(

http://www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/kabar/sinema-wajah-indonesia).

2.2. Kerangka Pikir

Manusia mempunyai banyak kebutuhan, seperti kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan, sampai kebutuhan aktualisasi diri. Salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat agar mendapatkan penghargaan atau sebagai aktualisasi dirinya adalah kebutuhan akan informasi dan hiburan.

Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan dasar dan khalayak secara aktif memilih media massa untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga mendapat kepuasan dari penggunaan media tersebut. Khalayak mempunyai berbagai kebutuhan yang dapat dipuaskan dan berharap dengan menggunakan media dapat memenuhi sebagian dari kebutuhannya. Kebutuhan tersebut antara lain :


(44)

32

a. Kebutuhan Kognitif, yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan pemahaman atas lingkungan.

b. Kebutuhan Identitas Personal, yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan mengidentifikasikan diri, meningkatkan harga diri dan meningkatkan pemahaman diri.

c. Kebutuhan Hiburan, yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan untuk melepaskan diri dari permasalahan atas ketegangan, dorongan bersantai, memperoleh kenikmatan jiwa dan penyaluran emosi.

Menonton program film televisi didasarkan pada motif-motif tertentu dan motif timbul karena adanya kebutuhan. Menurut Blummer dalam Rakhmat (2001 : 65) motif dapat diartikan sebagai keinginan untuk menambah wawasan dan pengetahuan baru, keinginan untuk mencari hiburan dan keinginan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.

Dalam hal ini Sinema Wajah Indonesia sebagai film televisi yang memberikan tayangan film televisi yang bisa memberikan pengetahuan baru bagi remaja. Tayangan berdurasi 120 menit dengan iklan-iklannya menjadi Program film televisi yang menjadi unggulan berkat kesuksesan program sebelumnya yaitu Sinema 20 Wajah Indonesia yang telah mendapat penghargaan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2010. Oleh karena itu peneleti berusaha meneliti motif remaja di Surabaya menonton “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka berpikir sebagai berikut :


(45)

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Kebutuhan para

penonton film :

1. Cognitive Needs 2. Affective Needs 3. Personal

Integrative Needs 4. Social Inegrative

Needs

5. Escapist Needs

Motif kebutuhan media :

1. Motif Kognitif 2. Motif Identitas

Pribadi 3. Motif Hiburan

Remaja Surabaya yang menonton ”Sinema Wajah Indonesia” di SCTV Analisis Data mengunakan Tabel Frekuensi K e s i m p u l a n


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

3.1.1. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan dalam penelitian yang dapat diamati atau dioperasionalkan. Sehubungan dengan pernyataan diatas, maka pada penelitian ini peneliti tidak membicarakan hubungan antara variabel sehingga tidak ada pengukuran variabel X dan Y. Penelitian ini difokuskan pada motif remaja dalam menonton film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV, sehingga penelitian ini menggunakan metode penelitian survey dengan tipe analisis deskriptif untuk menggambarkan dan menjelaskan motif remaja tersebut.

Dalam hal ini motif dapat dioperasionalkan sebagai semua penggerak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dari dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Motif timbul karena adanya kebutuhan, dengan kata lain motif merupakan ciri dari kebutuhan. Motif tidak dapat dipisahkan dengan kebutuhan (need) seseorang atau melakukan sesuatu, sedikit banyaknya ada kebutuhan dari dalam dirinya dan berusaha untuk mencapainya.


(47)

A. Motif

Dalam hal ini motif dapat dioperasionalisasikan sebagai dorongan dari dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu motif timbul karena adanya kebutuhan dengan kata lain motif merupakan ciri dari kebutuhan.

Untuk memudahkan pengukuran, maka dalam penelitian ini digunakan kategori motif menurut Blumer dalam Rakhmat (2001:66), dimana motif tersebut meliputi:

1. Motif Informasi

Kebutuhan akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat tertentu yang diinginkan, yang terdiri dari:

a. Ingin memperoleh wawasan atau pengetahuan baru tentang perkembangan film televisi di Indonesia.

b. Ingin mendapatkan informasi tentang cerita-cerita lokal diberbagai daerah di Indonesia.

c. Ingin mendapatkan informasi tentang tempat-tempat yang indah dan alami di berbagai daerah di Indonesia.

d. Ingin mendapatkan informasi tentang kebudayaan diberbagai daerah di Indonesia.

e. Ingin mendapatkan gambaran apa yang baik dan apa yang buruk tentang kehidupan manusia.


(48)

36

2. Motif Identitas Pribadi (Personal Identity)

Kebutuhan menggunakan isi media untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi khalayak sendiri, yang terdiri dari:

a. Menemukan penunjang untuk intropeksi diri dan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

b. Menemukan figur untuk dicontoh.

c. Mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai yang ada dalam tayangan tersebut.

d. Ingin mengetahui karakter tokoh yang ada di Sinema Wajah Indonesia (karena merupakan gambaran diri manusia itu sendiri). 3. Motif Hiburan (Diversi)

Kebutuhan akan pelepasan dari tekanan dan kebutuhan akan hiburan, yang terdiri dari:

a. Mencari hiburan.

b. Bosan dengan tayangan yang ada. c. Mengisi waktu luang.

d. Melepaskan diri dari kejenuhan atau terpisah dari permasalahan e. Menyalurkan hobi menonton Ftv.

B. Remaja Sebagai Khalayak

Remaja di kota Surabaya disini merupakan khalayak sasaran (target audience). Seperti yang dikatakan Monks et. Al. (2002 : 260) dalam


(49)

bukunya Psikologi Perkembangan, bahwa remaja dibagi menjadi tiga fase yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (16-18 tahun) dan masa remaja akhir (19-21 tahun). Istilah remaja masih digunakan bagi mereka bahkan sampai usia 21 tahun, menunjukkan bahwa mereka masih pada tahap peralihan dari dunia remaja ke dunia dewasa. Namun dalam penelitian ini peneliti menentukan remaja yang dijadikan objek penelitian adalah yang berumur 16-21 tahun. Hal ini dikarenakan remaja pada umur tersebut mampu berfikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya daripada sekedar melihat apa adanya.

3.1.2. Pengukuran Variabel

Pengukuran motif ini diukur melalui pemberian skor dengan menggunakan model skala Likert (skala sikap) dengan rasio ordinal. Metode ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap dengan menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan skalanya. Untuk melakukan penskalaan dengan model ini, responden diberi daftar pertanyaan mengenai motif dan setiap pernyataan akan disediakan jawaban yang harus dipilih oleh responden untuk menyatakan kesetujuan dan ketidaksetujuannya (Singarimbun, 1987 : 111).

Pilihan jawaban masing-masing pernyataan digolongkan dalam empat macam kategori yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).


(50)

38

Dalam penelitian ini tidak digunakan alternatif jawaban ragu-ragu (undecided) alasannya menurut Hadi (1981 : 20) adalah sebagai berikut :

a. Kategori undecided memiliki arti ganda. Bisa diartikan belum dapat memberikan jawaban netral dan ragu-ragu. Kategori jawaban yang memiliki arti ganda (multiple interpretable) ini tidak diharapkan dalam instrumen.

b. Tersedianya jawaban ditengah menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah (central tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu akan kecenderungan jawaban.

c. Disediakannya jawaban ditengah akan menghilangkan banyaknya data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring oleh responden.

Pada tahap selanjutnya empat kategori jawaban diatas akan diberi nilai sesuai dengan jawaban yang dipilih oleh responden. Sedangkan pemberian nilainya sebagai berikut :

Sangat Setuju (SS) : diberi skor 4, jika responden sangat menyetujui dan sependapat dengan pernyataan yang diajukan.

Setuju (S) : diberi skor 3, jika responden setuju akan tetapi ada keraguan dengan pernyataan yang diajukan


(51)

Tidak Setuju (TS) : diberi skor 2, jika responden tidak sependapat dengan pernyataan yang diajukan.

Sangat Tidak Setuju (STS) : diberi skor 1, jika responden sangat tidak sependapat dengan pernyataan yang diajukan.

Skoring dilakukan dengan cara menjumlahkan skor dari setiap item dari tiap-tiap angket, sehingga diperoleh skor total tiap pernyataan tersebut untuk masing-masing individu.selamjutnya tiap-tiap indikator untuk motif diukur melalui pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam angket. Kemudian jawaban yang telah dipilih diberi skor dan ditotal. Total skor dari tiap kategori, dikategorisasikan kedalam 3 interval, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Penentuan interval dilakukan dengan menggunakan range. Range masing-masing kategori ditentukan dengan rumus :

R (range) =

diinginkan yang

Jenjang

dah Skor teren

nggi Skor terti

Keterangan :

Range : batasan dari setiap tingkatan

Skor tertinggi : perkalian antara nilai tertinggi dengan jumlah item pertanyaan

Skor terendah : perkalian antara nilai terendah dengan jumlah item pertanyaan


(52)

40

Jenjang : 3 (tinggi, sedang, rendah)

Berdasarkan rumus tersebut maka diperoleh tingkat interval jawaban untuk mengetahui motif remaja dalam menonton film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV.

1. Pada motif kongnitif terdapat enam item pertanyaan untuk responden yang menonton Ftv ”Sinema Wajah Indonesia” di SCTV, sebagai berikut:

Motif informasi : (4 x 6) – (1 x 6) = (24 – 6) = 6

3 3

Rendah = 6 – 12 Sedang = 13 – 18 Tinggi = 19 – 24

Rendah : Mempunyai tingkat motif informasi yang rendah artinya tingkat informasi yang didapatkan dari menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV sangat sedikit.

Sedang : Mempunyai tingkat motif informasi yang sedang dalam arti tingkat informasi yang didapatkan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV hanya sebagian saja. Tinggi : Mempunyai tingkat motif informasi yang tinggi artinya tingkat

informasi yang didapat setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV sangat banyak.

2. Pada motif identitas personal terdapat lima item pertanyaan untuk responden yang menonton Ftv “Sinema Wajah Indonesia”di SCTV, sebagai berikut: Motif identitas personal : (4 x 4) – (1 x 4) = (16 – 4) = 4


(53)

Rendah = 4 – 8 Sedang = 9 – 12 Tinggi = 13 – 16

Rendah : Mempunyai tingkat motif yang rendah artinya tingkat identitas personal yang didapatkan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV sangat kecil.

Sedang : Mempunyai tingkat motif yang sedang dalam arti tingkat identitas personal yang didapatkan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV hanya sebagian.

Tinggi : Mempunyai tingkat motif yang tinggi artinya tingkat identitas personal yang didapatkan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV sangat banyak.

3. Pada motif hiburan (Diversi) terdapat lima item pertanyaan untuk responden yang menonton Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV, sebagai berikut: Motif hiburan : (4 x 5) – (1 x 5) = (20 – 5) = 5

3 3

Rendah = 5 – 10 Sedang = 11 – 15 Tinggi = 16 – 20

Rendah : Mempunyai tingkat motif hiburan yang rendah artinya tingkat hiburan yang didapatkan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV sangat sedikit.


(54)

42

Sedang : Remaja sebagai pemirsa mempunyai tingkat motif hiburan yang sedang dalam arti tingkat hiburan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV hanya sebagian saja.

Tinggi : Remaja sebagai pemirsa mempunyai tingkat motif hiburan yang tinggi dalam arti tingkat hiburan yang didapatkan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV sangat banyak.

3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

3.2.1. Populasi

Dalam melakukan penelitian, peneliti memiliki keterbatasan biaya, waktu dan tenaga yang tidak memungkinkan untuk meneliti keseluruhan dari objek yang dijadikan pengamatan. Peneliti hanya bisa mempelajari, memprediksi, dan menjelaskan sifat-sifat suatu objek atau fenomena hanya dengan mempelajari dan mengamati sebagian dari objek atau fenomena tersebut. Sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati inilah yang disebut sampel. Sedangkan keseluruhan objek atau subjek yang diteliti disebut populasi. (Kriyantono,2007:149)

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja Surabaya berusia 16 - 21 tahun dengan jumlah 224.567 jiwa tersebar dalam 5 wilayah Surabaya pusat, Surabaya utara, Surabaya timur, Surabaya selatan dan Surabaya barat. (BPS 2010).


(55)

3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

Penentuan jumlah sampel ditentukan dengan menghitung responden menggunakan rumus Yamane (Bungin, 2005 : 105) adalah :

n =

(

)

2

1

d

N

N

Keterangan :

n = jumlah sampel yang diperlukan N = jumlah populasi

d = nilai presisi (ditentukan sebesar 90% atau 0,1) n = 1 ) 1 , 0 ( 567 . 224 567 . 224 2  n = 67 , 2246 567 . 224

n = 99,95 dibulatkan menjadi 100 remaja.

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan Multistage Cluster Random Sampling yaitu pengambilan sampel ini dilakukan melalui tahap – tahap tertentu atau dengan sample gugus bertahap. Dengan catatan bahwa gugus yang akan diambil sebagai sampel harus secara acak. (Singarimbun, 1989 : 166). Sampel disini


(56)

44

adalah remaja yang menonton film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV. Mengingat responden dalam penelitian ini banyak dan tersebar dalam wilayah kota Surabaya, populasinya dipilih secara acak (random) dan keadaan populasi bersifat homogen dan juga agar memudahkan penghitungan dalam penelitian ini.

a. Langkah pertama adalah mengetahui wilayah yang terdapat di kota Surabaya yaitu Surabaya Timur, Surabaya Barat, Surabaya Selatan, Surabaya Utara, dan Surabaya Pusat. Kemudian diarnbil secara acak (random) muncul wilayah Surabaya Barat dan Surabaya Selatan. b. Diambil secara acak (random) lagi ke bagian Kelurahan, wilayah

Surabaya Barat terpilih Kecamatan Benowo dan Kecamatan Lakarsantri. Dari wilayah Selatan terpilih Kecamatan Wonokromo dan Kecamatan Wonocolo

c. Langkah ketiga, dilakukan pemilihan daerah kelurahan. Dari Kecamatan Benowo, terpilih Kelurahan Sememi dan kelurahan Kandangan Dari kecamatan Lakarsantri terpilih kelurahan Lakarsantri dan Kelurahan Lidah Kulon Dari kecamatan Wonokromo terpilih Kelurahan Ngagel dan Kelurahan Jagir. Dan dari Kecamatan Wonocolo terpilih Kelurahan Siwalankerto dan Kelurahan Jemur WonoSari.

Jumlah sampel yang digunakan sebagai responden adalah 100 remaja. Selanjutnya, dialokasikan secara proposional yang ditentukan melalui rumus :


(57)

n 1 =

N1

N

x n

Keterangan :

n 1 = jumlah penduduk di suatu Kelurahan N1 = ukuran stratum ke-1

N = jumlah seluruh penduduk

n = jumlah sampel minimum yang telah ditetapkan. Tabel 3.1

Remaja berusia 16 – 21 tahun di 8 Kelurahan

No Kelurahan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sememi Kandangan Lakarsantri Lidah Kulon Jagir Ngagel Siwalankerto Jemur Wonosari 3.293 1.568 1.501 1.765 2.552 1.120 2.139 3.002

Total 17.039


(58)

46

Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh : a. Kelurahan Sememi.

039 . 17

3293

x 100 = 19,3 dibulatkan 19 b. Kelurahan Kandangan.

039 . 17 568 . 1

x 100 = 9,2 dibulatkan 9 c. Kelurahan Lidah Kulon.

039 . 17 765 . 1

x 100 = 10,3 dibulatkan 10 d. Kelurahan Lakarsantri.

039 . 17 501 . 1

x 100 = 8,8 dibulatkan 9 e. Kelurahan Jagir.

039 . 17 552 . 2

x 100 = 14,9 dibulatkan 15 f. Kelurahan Ngagel.

039 . 17 120 . 1

x 100 = 6,57 dibulatkan 7 g. Kelurahan Siwalankerto.

039 . 17 139 . 2

x 100 = 12,55 dibulatkan 13 h. Kelurahan Jemur Sari.

039 . 17 002 . 3


(59)

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini, menurut cara perolehannya dilakukan dengan dua pendekatan :

1. Data Primer.

Data primer adalah data yang dikumpulkan dari responden. Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari responden yang memberikan jawaban dari kuisioner.

2. Data Skunder.

Data skunder adalah data yang tidak dapat langsung diperoleh dari lapangan. Data skunder dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi kedua, seperti perpustakaan, pusat pengolahan data, pusat penelitian, dan lain sebagainya. Data skunder ini akan digunakan sebagai data penunjang untuk melakukan analisis.

Jenis kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner tertutup dan terbuka yang berupa angket. Yang dimaksud kuisioner tertutup adalah kemungkinan jawahan sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan memberikan jawaban lain (Singarimbun, 1989 : 45).

3.4. Teknik Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel frekuensi yang digunakan untuk menggambarkan data yang diperoleh


(60)

48

dari hasil wawancara berdasarkan penyebaran kuisioner yang diisi oleh responden.

Data yang diperoleh dari hasil kuisioner selanjutnya akan diolah untuk mendeskripsikan. Pengolahan data yang diperoleh dari hasil kuisioner terdiri dari : mengedit, mengkode, dan memasukkan data tersebut dalam tabulasi data untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif setiap pertanyaan yang diajukan.

Data yang didapat dianalisis secara kuantitatif dengan rnenggunakan rumus :

P =

N F

x 100%

Keterangan :

P : Persentase responden F : Frekuensi responden N : Jumlah responden

Dengan menggunakan rurnus tersebut maka diperoleh apa yang diinginkan peneliti dengan kategori tertentu. Hasil perhitungan selanjutnya dilampirkan dalam tabel yang disebut tabulasi agar mudah diinterpretasikan.


(61)

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Dan Penyajian Data 4.1.1 Gambaran Umum SCTV

Bermula dari Jl. Darmo Permai, Surabaya, Agustus 1990, siaran SCTV diterima secara terbatas untuk wilayah Gerbang Kertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan) yang mengacu pada izin Departemen Penerangan No. 1415/RTF/K/IX/1989 dan SK No. 150/SP/DIR/TV/1990. Satu tahun kemudian, 1991, pancaran siaran SCTV meluas mencapai Pulau Dewata, Bali dan sekitarnya.

Baru pada tahun 1993, berbekal SK Menteri Penerangan No. 111/1992 SCTV melakukan siaran nasional ke seluruh Indonesia. Untuk mengantisipasi perkembangan industri televisi dan juga dengan mempertimbangkan Jakarta sebagai pusat kekuasaan maupun ekonomi, secara bertahap mulai tahun 1993 sampai dengan 1998, SCTV memindahkan basis operasi siaran nasionalnya dari Surabaya ke Jakarta.

Pada tahun 1999 SCTV melakukan siarannya secara nasional dari Jakarta. Sementara itu, mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang kian mengarah pada konvergensi media SCTV mengembangkan potensi multimedianya dengan meluncurkan situs http://www.liputan6.com, http://liputanbola.com. Melalui ketiga situs tersebut, SCTV tidak lagi hanya bersentuhan dengan masyarakat Indonesia di wilayah Indonesia, melainkan juga


(62)

  50

menggapai seluruh dunia. Dalam perkembangan berikutnya, melalui induk perusahaan PT. Surya Citra Media tbk (SCM), SCTV mengembangkan potensi usahanya hingga mancanegara dan menembus batasan konsep siaran tradisional menuju konsep industri media baru.

SCTV menyadari bahwa eksistensi industri televisi tidak dapat dipisahkan dari dinamika masyarakat. SCTV menangkap dan mengekspresikannya melalui berbagai program berita dan feature produk Divisi Pemberitaan seperti Liputan6 (Pagi, Siang, Petang dan Malam), Buser, Topik Minggu Ini, Sigi dan sebagainya. SCTV juga memberikan arahan kepada pemirsa untuk memilih tayangan yang sesuai. Untuk itu, dalam setiap tayangan SCTV di pojok kiri atas ada bimbingan untuk orangtua sesuai dengan ketentuan UU Penyiaran No: 32/2002 tentang Penyiaran yang terdiri dari BO (Bimbingan Orangtua), D (Dewasa), dan SU (Semua Umur). Jauh sebelum ketentuan ini diberlakukan, SCTV telah secara selektif menentukan jam tayang programnya sesuai dengan karakter programnya.

Dalam kurun waktu perjalanannya yang panjang, berbagai prestasi diraih dari dalam dan luar negeri antara lain: Asian Television Awards (2004 untuk program kemanusiaan Titian Kasih (Pijar), 1996 program berita anak – anak Krucil), Majalah Far Eastern Economic Review (3 kali berturut – turut sebagai satu dari 200 perusahaan terkemuka di Asia Pasific), Panasonic Awarsd (untuk program berita, pembaca berita dan program current affair pilihan pemirsa) dan sebagainya. Semua itu menjadikan SCTV kian dewasa dan matang. Untuk itu, manajemen SCTV memandang perlu menegaskan kembali identitas dirinya


(63)

sebagai stasiun televisi keluarga. Maka sejak Januari 2005, SCTV mengubah logo

dan slogannya menjadi lebih tegas dan dinamis: Satu Untuk Semua.

Melalui 47 stasiun transmisi, SCTV mampu menjangkau 240 kota dan menggapai sekitar lebih dari 175 juta potensial pemirsa. Dinamika ini terus mendorong SCTV untuk selalu mengembangkan profesionalisme sumber daya manusia agar dapat senantiasa menyajikan layanan terbaik bagi pemirsa dan mitra bisnisnya.

SCTV telah melakukan transisi ke platform siaran dan produksi digital yang merupakan bagian dari kebijakan untuk secara konsisten mengadopsi kecanggihan teknologi dalam meningkatkan kinerja dan efisiensi operasional. Dalam semangat yang sama, kebijakan itu telah meletakkan penekanan yang kokoh pada pembinaan kompetensi individu di seluruh aspek untuk mempertajam basis pengetahuan seraya memupuk talenta, kreativitas dan inisiatif. Inilah kunci untuk memperkuat posisi SCTV sebagai salah satu dari stasiun penyiaran terkemuka di Indonesia.

1. VISI SCTV

Menjadi stasiun televisi unggulan yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan pencerdasan kehidupan bangsa.

2. MISI SCTV

Membangun SCTV sebagai jaringan stasiun televisi swasta terkemuka di Indonesia dengan :

 Menyediakan beragam program yang kreatif, inovatif dan berkualitas yang membangun bangsa.


(64)

  52

Melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)

4.1.2 Gambaran Umum Remaja Surabaya

Pada penelitian ini sampel yang akan diteliti adalah remaja Surabaya yang selalu mengikuti perkembangan program acara film televisi di televisi serta mempunyai tingkat keingintahuan yang tinggi (selalu ingin tahu) terhadap sesuatu yang baru dan juga melihat dari segi jam penayangan program acara tersebut, Seperti yang dikatakan Monks et. Al. (2002 : 260) dalam bukunya Psikologi Perkembangan, bahwa remaja dibagi menjadi tiga fase yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (16-18 tahun) dan masa remaja akhir (19-21 tahun). Istilah remaja masih digunakan bagi mereka bahkan sampai usia (19-21 tahun, menunjukkan bahwa mereka masih pada tahap peralihan dari dunia remaja ke dunia dewasa. Maka objek penelitian ini adalah remaja usia 16 – 21 tahun Kota Surabaya.

Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan manusia yang sangat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik. Perkembangan intelektual yang terus menerus menyebabkan remaja mencapai tahap berfikir operasional formal. Tahap ini memungkinkan remaja mampu berfikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya daripada sekedar melihat apa adanya. Kemampuan intelektual ini yang membedakan fase remaja dari fase-fase sebelumnya (Ali, 2005 : 9). Karena itulah pada fase ini, remaja yang sedang mengalami


(65)

perkembangan intelektual menjadi haus akan informasi dan hiburan, bisa didapat dari berbagai sumber yang termasuk diantaranya adalah media massa.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat statistik (BPS), remaja Surabaya usia 16-21 th, Surabaya terdiri dari 31 kecamatan dan terbagi menjadi 163 kelurahan, Surabaya berbatasan dengan selat madura disebelah utara dan disebelah timur, disebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Sidoarjo dan berbatasan dengan kabupaten Gresik disebelah barat. Dalam penelitian ini sasaran lokasi pemilihan adalah wilayah Surabaya Barat dan Surabaya Selatan. Dari masing-masing wilayah diambil secara random (acak ) 2 kecamatan, yaitu untuk Surabaya barat adalah kecamatan Benowo dan Lakarsantri, untuk Surabaya Selatan adalah kecamatan Wonokromo dan Wonocolo, dari masing-masing kecamatan diambil dua kelurahan secara random. Untuk kecamatan Benowo adalah kelurahan Sememi dan Kandangan, untuk kecamatan Lakarsantri adalah kelurahan Lakarsantri dan lidah kulon. Untuk kecamatan Wonokromo adalah kelurahan Jagir dan Ngagel, untuk kecamatan Wonocolo adalah kelurahan Siwalankerto dan kelurahan Jemur Wonosari, yang mana masing-masing kelurahan memiliki jumlah penduduk remaja usia 16-21 tahun yang berbeda-beda. Kelurahan Sememi mempunyai jumlah remaja sebanyak 3.293 jiwa, Sedangkan Kelurahan Kandangan mempunyai jumlah remaja sebanyak 1.568 jiwa, Untuk Kelurahan Lakarsantri mempunyai jumlah remaja sebanyak 1.501 jiwa, Yang untuk Kelurahan Lidah Kulon mempunyai jumlah remaja sebanyak 1.765 jiwa, Sedangkan Kelurahan Jagir mempunyai jumlah remaja sebanyak 2.552 jiwa, kemudian Kelurahan Ngagel mempunyai 1.120 jiwa, Untuk Kelurahan


(66)

  54

Siwalankerto mempunyai jumlah remaja sebanyak 2.139 jiwa, Dan Kelurahan Jemur Wonosari mempunyai jumlah remaja sebanyak 3.002 jiwa.

4.1.3 Ftv “ Sinema Wajah Indonesia “

Film Televisi ( dalam bahasa Inggris disebut sebagai television movie ) atau lebih sering dikenal sebagai Ftv adalah jenis film yang diproduksi untuk televisi yang dibuat oleh stasiun televisi ataupun rumah produksi berdurasi 120 menit sampai 180 menit dengan tema yang beragam seperti remaja, tragedi kehidupan, cinta dan agama. Film layar lebar yang ditayangkan di televisi tidak dianggap sebagai Ftv.

Program acara Film Televisi “ Sinema Wajah Indonesia “ adalah acara Ftv yang ditayangkan oleh SCTV. Sinema Wajah Indonesia ditayangkan perdana pada tanggal 23 April 2011, akan ditayangkan dua minggu sekali setiap bulan pada hari sabtu jam 22.30 WIB. Disini Harsiwi Achmad selaku Direktur program dan produksi SCTV mengajak Deddy Mizwar, Zairin zein, Arswendo Atmowiloto, Putu Wijaya, dan para pelaku seni dalam bidang perfilmman beserta para artis dan aktor yang sudah handal dibidangnya. Ftv tersebut mengusung konsep parade film televisi yang berusaha mengangkat dan menampilkan keindahan alam pesona yang ada diberbagai daerah di Indonesia beserta dengan kebudayaan lokal yang ada diberbagai daerah di Indonesia yang menarik disini adalah membahas tentang persoalan-persoalan masyarakat lokal daerah di Indonesia. Dengan kualitas gambar Ftv tersebut seperti gambar film layar lebar diharapkan oleh Harsiwi Achmad SCTV memberikan tayangkan Ftv yang berbeda dengan Ftv-Ftv yang ada di Stasiun swasta pada umumnya.


(1)

No Motif Diversi NILAI Nilai

Responden III.1 III.2 III.3 III.4 III.5 Motif

1 3 3 3 1 3 13 Sedang

2 4 2 2 3 4 15 Sedang

3 3 3 3 2 3 14 Sedang

4 4 3 3 4 4 18 Tinggi

5 3 3 3 2 3 14 Sedang

6 3 1 4 3 4 15 Sedang

7 3 2 2 3 2 12 Sedang

8 4 3 3 4 3 17 Tinggi

9 4 3 3 4 3 17 Tinggi

10 4 2 2 3 2 13 Sedang

11 3 3 3 4 3 16 Tinggi

12 4 2 3 1 3 13 Sedang

13 3 2 3 4 3 15 Sedang

14 4 3 3 4 4 18 Tinggi

15 3 3 1 3 1 11 Sedang

16 3 2 2 3 2 12 Sedang

17 2 2 2 3 2 11 Sedang

18 4 3 3 4 3 17 Tinggi

19 2 2 2 3 1 10 Rendah

20 4 2 3 1 3 13 Sedang

21 3 3 3 2 3 14 Sedang

22 3 4 4 3 4 18 Tinggi

23 3 3 3 4 3 16 Tinggi

24 3 3 4 3 4 17 Tinggi

25 4 2 3 4 3 16 Tinggi

26 1 4 4 3 4 16 Tinggi

27 2 4 4 3 4 17 Tinggi

28 2 2 2 3 2 11 Sedang

29 1 3 3 4 4 15 Sedang

30 3 1 3 4 3 14 Sedang

31 3 3 3 4 3 16 Tinggi

32 1 3 2 3 1 10 Rendah

33 3 2 3 2 3 13 Sedang

34 3 3 4 3 4 17 Tinggi

35 4 3 3 2 3 15 Sedang

36 3 2 3 1 3 12 Sedang

37 4 3 3 4 4 18 Tinggi

38 3 2 3 1 3 12 Sedang


(2)

40 4 1 4 3 4 16 Tinggi

41 4 4 4 3 4 19 Tinggi

42 4 4 4 4 4 20 Tinggi

43 3 4 4 3 4 18 Tinggi

44 3 3 1 3 1 11 Sedang

45 2 4 4 3 4 17 Tinggi

46 1 2 3 4 3 13 Sedang

47 3 2 2 3 2 12 Sedang

48 3 3 3 2 3 14 Sedang

49 3 2 3 1 3 12 Sedang

50 3 2 3 2 3 13 Sedang

51 3 2 2 3 2 12 Sedang

52 2 4 4 3 2 15 Sedang

53 3 3 3 4 3 16 Tinggi

54 4 1 3 2 3 13 Tinggi

55 2 3 3 4 4 16 Tinggi

56 4 3 1 3 1 12 Sedang

57 1 3 3 4 4 15 Sedang

58 4 1 3 1 3 12 Sedang

59 3 2 2 3 2 12 Sedang

60 3 3 3 2 3 14 Sedang

61 2 4 4 3 2 15 Sedang

62 3 4 4 3 2 16 Tinggi

63 4 4 4 4 4 20 Tinggi

64 3 1 4 3 4 15 Sedang

65 3 2 2 3 2 12 Sedang

66 1 3 3 4 3 14 Sedang

67 4 4 4 4 4 20 Tinggi

68 3 1 3 1 3 11 Sedang

69 3 2 3 1 3 12 Sedang

70 3 1 3 4 4 15 Sedang

71 3 2 3 2 3 13 Sedang

72 2 4 4 3 4 17 Tinggi

73 4 3 1 3 1 12 Sedang

74 3 2 2 3 2 12 Sedang

75 2 2 2 3 2 11 Sedang

76 1 4 4 3 4 16 Tinggi

77 3 1 4 3 4 15 Sedang

78 4 3 3 2 3 15 Sedang

79 3 2 2 3 2 12 Sedang


(3)

81 2 4 4 3 2 15 Sedang

82 4 2 4 3 4 17 Tinggi

83 1 2 3 2 3 11 Sedang

84 3 2 3 4 3 15 Sedang

85 4 3 3 4 4 18 Tinggi

86 4 3 1 3 1 12 Sedang

87 4 4 4 4 4 20 Tinggi

88 3 1 4 3 4 15 Sedang

89 1 3 3 4 4 15 Sedang

90 2 3 3 2 3 13 Sedang

91 3 1 3 4 3 14 Sedang

92 3 3 3 2 3 14 Sedang

93 4 3 1 3 1 12 Sedang

94 3 3 1 3 1 11 Sedang

95 2 2 3 2 3 12 Sedang

96 4 3 2 3 1 13 Sedang

97 2 4 4 3 2 15 Sedang

98 4 4 4 4 4 20 Tinggi

99 4 4 4 3 4 19 Tinggi


(4)

IDENTITAS RESPONDEN

Jenis Berapa Kali

Kelamin Kali Menonton

No. Usia Alamat

Pekerjaan Pendidikan

(3 Bulan)

1 19 Siwalankerto L Mahasiswa S1 3 2 18 Siwalankerto L Pelajar SMU 2 3 17 Siwalankerto L Pelajar SMU 3 4 19 Siwalankerto P Mahasiswa Diploma 2 5 19 Siwalankerto L Mahasiswa S1 3 6 18 Siwalankerto P Pelajar SMU 4 7 17 Siwalankerto P Pelajar SMU 2 8 19 Siwalankerto L Mahasiswa S1 3 9 20 Siwalankerto L Mahasiswa S1 3 10 17 Siwalankerto L Pelajar SMU 4 11 19 Siwalankerto P Mahasiswa Diploma 2 12 18 Siwalankerto L Mahasiswa S1 3 13 17 Siwalankerto P Pelajar SMU 4 14 17 Ngagel P Pelajar SMU 5 15 19 Ngagel L Mahasiswa S1 3 16 17 Ngagel P Pelajar SMU 2 17 19 Ngagel L Mahasiswa Diploma 4 18 17 Ngagel P Pelajar SMU 4 19 19 Ngagel L Mahasiswa S1 3 20 17 Ngagel L Pelajar SMU 2 21 19 Jagir L Mahasiswa S1 3

22 17 Jagir P Pelajar SMU 4

23 19 Jagir L Mahasiswa S1 3 24 19 Jagir L Mahasiswa Diploma 2 25 21 Jagir L Mahasiswa S1 2

26 17 Jagir L Pelajar SMU 3

27 19 Jagir P Mahasiswa S1 4 28 21 Jagir L Mahasiswa S1 3

29 17 Jagir L Pelajar SMU 2

30 21 Jagir P Mahasiswa S1 5

31 16 Jagir L Pelajar SMU 3

32 19 Jagir P Mahasiswa Diploma 4

33 16 Jagir L Pelajar SMP 3

34 21 Jagir P Mahasiswa S1 4

35 17 Jagir L Pelajar SMU 3


(5)

37 21 Jemursari L Mahasiswa S1 4 38 18 Jemursari L Pelajar SMU 3 39 16 Jemursari L Pelajar SMP 2 40 21 Jemursari P Mahasiswa S1 4 41 16 Jemursari L Pelajar SMU 3 42 21 Jemursari P Mahasiswa S1 5 43 16 Jemursari L Pelajar SMU 2 44 19 Jemursari L Mahasiswa Diploma 3 45 21 Jemursari L Mahasiswa S1 4 46 17 Jemursari P Pelajar SMU 2 47 16 Jemursari L Pelajar SMP 3 48 21 Jemursari L Mahasiswa S1 3 49 17 Jemursari P Pelajar SMU 2 50 19 Jemursari L Mahasiswa S1 4 51 21 Jemursari L Mahasiswa S1 2 52 17 Jemursari L Pelajar SMU 3 53 20 Jemursari P Mahasiswa Diploma 4 54 17 Sememi L Pelajar SMU 3 55 19 Sememi L Mahasiswa S1 4 56 18 Sememi P Pelajar SMU 5 57 19 Sememi L Mahasiswa Diploma 3 58 21 Sememi P Mahasiswa S1 2 59 18 Sememi L Pelajar SMU 2 60 21 Sememi P Mahasiswa Diploma 4 61 21 Sememi L Mahasiswa S1 3 62 18 Sememi P Pelajar SMU 5 63 19 Sememi L Mahasiswa S1 3 64 18 Sememi P Pelajar SMU 2 65 19 Sememi L Mahasiswa Diploma 3 66 17 Sememi L Pelajar SMU 4 67 21 Sememi L Mahasiswa S1 3 68 17 Sememi P Pelajar SMU 2 69 21 Sememi P Mahasiswa S1 4 70 19 Sememi L Mahasiswa Diploma 3 71 17 Sememi L Pelajar SMU 4 72 16 Kandangan L Pelajar SMP 3 73 21 Kandangan L Mahasiswa S1 2 74 21 Kandangan P Mahasiswa Diploma 4 75 17 Kandangan L Pelajar SMU 3 76 17 Kandangan L Pelajar SMU 4 77 19 Kandangan L Mahasiswa S1 3


(6)

78 18 Kandangan L Pelajar SMU 2 79 19 Kandangan L Mahasiswa Diploma 3 80 16 Kandangan P Pelajar SMP 5 81 17 Kandangan L Pelajar SMU 3 82 21 Lidah Kulon L Mahasiswa S1 4 83 17 Lidah Kulon L Pelajar SMU 2 84 20 Lidah Kulon P Mahasiswa Diploma 85 17 Lidah Kulon L Pelajar SMU 3 86 21 Lidah Kulon L Mahasiswa S1 2 87 18 Lidah Kulon P Pelajar SMU 5 88 19 Lidah Kulon L Mahasiswa Diploma 3 89 17 Lidah Kulon L Pelajar SMU 4 90 21 Lidah Kulon L Mahasiswa S1 3 91 17 Lidah Kulon P Pelajar SMU 2 92 19 Lakarsantri L Mahasiswa Diploma 3 93 17 Lakarsantri P Pelajar SMU 5 94 20 Lakarsantri L Mahasiswa S1 3 95 19 Lakarsantri L Mahasiswa Diploma 4 96 16 Lakarsantri L Pelajar SMP 3 97 21 Lakarsantri P Mahasiswa Diploma 5 98 20 Lakarsantri L Mahasiswa S1 3 99 18 Lakarsantri P Pelajar SMU 4 100 16 Lakarsantri L Pelajar SMP 2


Dokumen yang terkait

“MOTIF PEMIRSA MENONTON ACARA “X-FACTOR INDONESIA” (Studi Deskriptif Kuantitatif Motif Remaja Surabaya Menonton Acara “X-Factor Indonesia” di RCTI).

2 3 118

RECEPTION ANALYSIS REMAJA PADA FTV SINEMA SIANG SCTV (Studi Reception Analysis Remaja tentang Identitas Remaja di FTV “Indahnya Cinta Pertama” SCTV).

0 1 107

MOTIF REMAJA SURABAYA MENONTON PROGRAM ACARA DOKUMENTER ”PARADISO” DI TRANS7 ( Studi Deskriptif Kuantitatif Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara Dokumenter “PARADISO“ di TRANS7 ).

0 0 98

MOTIF REMAJA SURABAYA MENONTON PROGRAM ACARA DOKUMENTER "PARADISO" DI TRANS7 ( Studi Deskriptif Kuantitatif Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara Dokumenter "PARADISO" di TRANS7 ).

0 0 98

MOTIF PEMIRSA DALAM MENONTON PROGRAM ACARA “J-TRAX” DI JTV (Studi Deskriptif Tentang Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara “J-Trax” Di JTV).

0 3 101

DI SCTV ( Studi Deskriptif Kuantitatif Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara FTV “Sinema Wajah Indonesia“ di SCTV )

0 0 27

MOTIF PEMIRSA DALAM MENONTON PROGRAM ACARA “J-TRAX” DI JTV (Studi Deskriptif Tentang Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara “J-Trax” Di JTV)

0 1 24

MOTIF REMAJA SURABAYA MENONTON PROGRAM ACARA DOKUMENTER "PARADISO" DI TRANS7 ( Studi Deskriptif Kuantitatif Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara Dokumenter "PARADISO" di TRANS7 )

0 0 25

MOTIF REMAJA SURABAYA MENONTON PROGRAM ACARA DOKUMENTER ”PARADISO” DI TRANS7 ( Studi Deskriptif Kuantitatif Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara Dokumenter “PARADISO“ di TRANS7 )

0 0 25

RECEPTION ANALYSIS REMAJA PADA FTV SINEMA SIANG SCTV (Studi Reception Analysis Remaja tentang Identitas Remaja di FTV “Indahnya Cinta Pertama” SCTV)

0 0 22