BAB I and II Materi Buku Manajemen Persp

MANAJEMEN PERSPEKTIF ISLAM

Penulis

J. ARDAN MARDAN, Lc., MA., MM

Desain Cover :

Helmi Hidayat

Setting & Layout :

Tim Jaya Adv

Penerbit : Cetakan Pertama, Mei 2017

J. ARDAN MARDAN

BAB I ISLAM DAN MANAJEMEN PERSPEKTIF

Pengantar Manajemen Syariah

A. Universalitas Keilmuan dalam Islam

Ilmu menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Penekanan kepada ilmu sangat terlihat dalam al-Quran, al hadits dan kisah-kisah teladan para penuntut ilmu. Wahyu pertama turun (Al-Quran surah al- 'Alaq ayat 1-5) menekankan pentingnya ilmu bagi manusia. Al-Quran juga menegaskan bahwa sangat berbeda antara orang yang berilmu dan yang tidak berilmu (Al-Quran surah al-Zumar ayat 9). Allah Swt menjanjikan derajat yang banyak bagi penuntut ilmu (al-Quran surah al-Mujadilah ayat 11), dan tujuan utama pemilik ilmu dapat melahirkan rasa khashyah (takut) kepada Allah Swt (Al-Quran surah Fathir ayat 28), yang maknanya hanya orang berilmu yang mampu mewujudkan rasa dan sikap takut kepada Allah secara utuh (komprehensif).

Rasulullah Saw juga sangat menekankan kedudukan ilmu; bahwa jalan menuju surga dengan ilmu, Allah akan memudahkan jalan bagi penuntut ilmu, kebahagian dunia akhirat diraih dengan ilmu, malaikat akan meletakkan sayapnya bagi penuntut ilmu, seluruh makhluk di bumi akan mendoakan dan memohon ampunan bagi orang berilmu, tidurnya para ulama lebih ditakuti setan daripada ahli ibadah yang kurang ilmunya, wafatnya seseorang yang sedang menuntut ilmu dipandang sebagai syahid fî sabîlillah,wafatnya ulama dipandang sebagai ujian besar bagi kaum berilmu, danilmu yang bermanfaat pahalanya akan mengalir terus sebagai amal jariyah.

Islam memiliki aturan tentang adab-adab seorang pemberi ilmu dan penuntut ilmu. Diantara adab seorang pemberi ilmu; ikhlas, senantiasa memperbaiki interaksi 'ubudiyahnya kepada Allah Swt, berpegang teguh dengan akhlak dan etika terpuji, menyampaikan ilmu sesuai

kadar akal dan pemahaman para penuntut ilmu, mampu menjadi teladan bagi para peserta didiknya, dan beramal dengan ilmu yang diberikannya.

Adapun diantara adab para penuntut ilmu; ikhlas dan menghadirkan kesucian hati, senantiasa memperbaiki hubungannya kepada Allah Swt, fokus dan konsentrasi saat menuntut ilmu, memberikan kepercayaan penuh kepada orang yang mengajarkan ilmu, memelihara akhlak terpuji. 1

Berikutnya, karakter ilmu dalam Islam adalah komprehensif dan integratif. Tidak ada sisi kehidupan manusia yang lalai dari pengaturan Islam. Budaya ilmu itu universal. Semua hasil kajian para ilmuwan muslim pada masa Pemerintahan Dinasti Bani Abbas atau Khilafah Abbasiyah(132 H s.d. 656 H)merupakan bukti kuat akan kebenaran Islam. Mereka belajar dan melakukan kajian atas kesadaran dari perintah agama, yang tidak pernah memisahkan antara ilmu dan agama.Ahmad Syalabi (1993) mengungkapkan bahwa para ilmuwan muslim tidak memisahkan ilmu dengan agama, mereka belajar berpondasikan pada peradaban ilmu yang telah dimuat di dalam al- Quran dan as Sunnah. Peradaban yang orisinil berbasis tauhid. Dengan pondasi tauhid inilah peradaban ilmu pengetahuan pada masa Khilafah Abbasiyah sangat berkembang dan meraih puncaknya.

Hal yang menarik juga, bahwa para pelajar muslim di zaman Dinasti bani Abbas terkadang merujuk kepada referensi keilmuwan melalui peradaban Mesir Kuno, Yunani, Persia dan India yang sudah berkembang saat itu. Namun demikian, pada fase terakhir mereka mampu menciptakan peradaban keilmuan yang lebih besar dan agung dari peradaban-peradaban sebelumnya dan berbasis tauhid . Para 2 ilmuwan muslim saat itu tidak ingin berkompromi dengan peradaban

ISLAM DAN MANAJEMEN

BAB I

¹Ibnu Qudamah al-Maqdisi, Mukhtashar Minhâj al-Qâshidîn, Dâr al-Turâts: Kairo, 1978, hlm.21-23.

Pengantar Manajemen Syariah

Segala kesungguhan para ilmuwan muslim di atas telah membentuk peradaban yang besar dan dirasakan dunia guna memberikan kemudahan, kesenangan dan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia dan alam semesta.Jika kita coba menelaah biografi dari masing-masing ulama di atas, kita akan dapatkan kehidupan mereka diwarnai oleh celupan Allah Swt. Segala ilmu yang dinisbatkan kepada keagungan Tuhan akan mampu berinteraksi bersama fitrah manusia, sehingga dapat memberikan manfaat luas bagi kehidupan makhluk di bumi.

Para ilmuwan muslim menyadari bahwa isu mengenai dikotomi ilmu hanya dilakukan oleh ilmuwan Barat (Eropa). Mereka telah merubah struktur filsafat ilmu yang sesungguhnya dengan hawa nafsu akal semata, menolak wahyu sebagai sumber ilmu. Filsafat ilmu sekuler inilah yang memicu kekacauan besar dalam dunia keilmuan dan kemanusiaan saat ini. Menurut al-Attas dalam Adian Husaini (2013), Ilmu pengetahuan yang disebarkan Barat pada hakikatnya telah menjadi problematik, karena kehilangan tujuan yang benar, dan lebih menimbulkan kekacauan (chaos) dalam kehidupan manusia, ketimbang membawa perdamaian dan keadilan. Knowledgeyang seolah-olah benar, padahal memproduksi kekacauan dan skeptimisme. Bagi Barat, kebenaran fundamental dari agama dipandang sekedar teoritis. Kebenaran absolut dinegasikan dan nilai-nilai relatif diterima, tidak ada satu kepastian. Konsekuensinya, adalah penegasian Tuhan dan akhirat dan menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berhak mengatur dunia. Manusia akhirnya dituhankan dan Tuhan pun dimanusiakan . Ternyata, dikotomi ilmu pengetahuan ini tidak hanya 3 melahirkan skeptimisme dan sekulerisme, namun melahirkan ateisme.

Pengantar Manajemen Syariah

Tabel 1 Pengantar Manajemen Syariah Karya Ilmuwan Muslim pada Masa

Khilafah Abbasiyah (132-656 H)

BIDANG KARYA ILMU NAMA & KARYA

Sejarah & Ilmu Sosial

Ibnu Bathuthah Al-Mas'ûdi (Târîkh al-'Âlam) Ibnu Hayyân (al-Matîn) al-Bairuni Ibnu Khaldun (al-Muqaddimah) al-Khawarizmi Al-Zarqali Yâqut (Mu'jam al-Buldân) Abu al-Fida Amîr (Taqwîm al-Buldân) al-Fazari (terj. Sidhanta) Ibn Jâbir al-Battâni al-Khawârizmi Al-Zarqâli al-Khawarizmi (Hisâb al-Jabr wa al-Muqâbilah) Al-Kindi Jabir bin Hayyan (Nihâyah al-Itqân) Ibnul Haitsam Ibnu Zakariya (Kitâb al-Fallâhah) Ibnul Baithar (al-Adawiyah al-Mufradah) Ibnu Sina (al-Qânun fî al-Thibb) Al-Razi (al-Kitâb al-Manshuriy & al-Hâwi) Ali al-Baghdadi al-Zahrawi (al-Tashrîf) Ibnu Rusyd (al-Kulliyyât fî al-Thibb) Ibnu Zuhr (al-Taisîr  al-Mudâwah wa al-Tadbîr) Ibnul Baithar (al-Adawiyah al-Mufradah) Al-Mawardi (Al-Ahkâmu al-Sulthâniyyah) Imam Bukhari Imam Muslim Ibnu Majah Abu Daud Al-Tirmidzi An-Nasai Ibnu Jarir al-Thabary Ibnu 'Athiyah al-Andalusy Imam Abu Hanifah Imam Malik Imam Sya'i Imam Ahmad ibn Hanbal Imam Sibawaih Al-Kisa'i Abu Zakaria Al-Farra Imam Ghazali (Ihyâ 'Ulûmuddîn)

Geogra

Falak, Astronomi Matematika, Aljabar

Musik Kimia Optik, Cahaya

Pertanian, tumbuhan

Kedokteran

Apotik Politik

Ilmu Bahasa & Sastra Tasawuf

³Adian Husaini, et.al, Filsafat Ilmu, Gema Insani: Jakarta, 2013, hlm. 38.

Pihak gereja saat itu sangat terkesan eksklusif, yang memisahkan urusan keduniaan dengan agama, sebaliknya para ilmuwan Eropa juga terkesan eksklusif, yang menolak agama masuk dalam urusan-urusan keduniaan. Sangat banyak pelajar Barat yang belajar ilmu pengetahuan dari Islam sejak masa Dinasti Abasiyah hingga sekarang, namun tidak untuk menegakkan kalimat tauhid, tetapi hanya sekedar memanfaatkan hasil eksperimen dari ilmuwan muslim untuk kepentingan dunia mereka semata. Menjauhkan tauhid dari ilmu. Inilah yang kemudian menjadi strategi efektif untuk merusak struktur keilmuwan para pelajarmuslim, pemahaman sekuler.

Strategi itu bagian dari gerakan al-ghazwul fikri (perang pemikiran) yang diciptakan Barat pasca kekalahan pada perang Salib (1270 M). Perang ini tidak menggunakan senjata dan segala peralatannya, namun ini adalah perang pemikiran. Karena menguasai pemikiran manusia merupakan langkah awal untuk menguasai gerak-geriknya. Masuknya tidak begitu terasa, namun dampaknya lebih dahsyat dari serangan senjata. Tujuannya adalah untuk menghancurkan Islam dari dalam, menyebarkan virus-virus perpecahan dan pertikaian di kalangan masyarakat muslim, distorsi pemikiran Islam kepada pihak lain, berusaha mengelabui para sarjanawan muslim dengan pemikiran sekuler. Adapun sarana utama gerakan ghazwul fikri di abad modern ini ada tiga; orientalisme, kristenisasi dan zionisme.

B. Islam dan Manajemen

Pembahasan tentang manajemen bukan hal baru dalam Islam. Kita tidak memerlukan hukum baru tentang bagaimana bermanajemen berdasarkan syariat. Karena referensi dan rujukan tentang hal itu dengan mudah ditemukan di dalam nash al-Quran, as Sunnah dan

kehidupan para pelopor sukes terdahulu hingga sekarang. Sederhananya, bahwa dimana ada sistem pengelolaan hidup manusia agar menjadi lebih baik, maka disitu ada manajemen.

Manajamen lahir untuk mengharmonisasikan antara harapan dan realita manusia. Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang tidak memiliki harapan dan berhadapan langsung dengan realita yang ada. Allah Swt telah menyempurnakan syariat-Nya kepada manusia, agar manusia berfikir lalu bekerja dengan kesadaran penuh terhadap syariat- Nya tersebut.

Diantara produk hukum Islam adalah fikih.Ia merupakan refleksi dari manajemen, agar seorang muslim mampu mengoperasikan ibadah secara benar sehingga ia meraih tujuannya dalam beribadah.Mazhab- mazhab fikih yang dikenal sesungguhnya manifestasi dari konsekuensi fikih. Realita perbedaan dalam fikih hakikatnya memperkaya referensi dan cara kelola, agar mudah diimplementasikan dalam berbagai kondisi. Kaedah-kaedahnya senantiasa menjawab kemutakhiran sumber daya manajemen dan operasi manajemen yang ada saat ini, sehingga menjadikan manajemen Islam itu humanis, moderat dan universal.

Intisari dari pekerjaan seorang manajer modern saat ini, seperti fungsi, peranan dan keahlian telah ditemukan implementasinya dalam sejarah kehidupan para nabi dan rasul yang mulia.Orang-orang shaleh terdahulu telah mempraktikkan fungsi manajemen, peranan manajemen dan keahlian manajemen. Nabi Adam as adalah manusia pertama di bumi, kisah hidupnya merekam banyak aktivitas manajemen, hingga nabi terakhir Rasulullah Saw juga kaya dengan nilai-nilai manajerial. Ternyata usia manajemen sejalan dengan

Pengantar Manajemen Syariah Pengantar Manajemen Syariah

peradaban manusia pertama di bumi. Sebab isu manajemen adalah tentang desain perilaku manusia dalam mencapai tujuan dan sasarannya.

Para pakar manajemen juga sepakat bahwa benar manajemen sudah dipraktikkan sejak lama, namun dalam karya pena mereka masih belum mampu menunjukkan contoh praktik tersebutjika dimulai sejak kehidupan manusia pertama di bumi.Misalnya perilaku manajemen nabi Adam as, Nuh as, Yunus as, Yusuf as, Ibrahim as, Musa as, Isa as dan Muhammad Saw. Contoh yang biasa mereka munculkan untuk menunjukkan manajemen itu sudah ada sejak lama, seperti tahap perkembangan ilmu manajemen sebelum Masehi,tegaknya bangunan- bangunan Piramida di Mesir, karya Sun Tzu “The Art of War” tentang strategi militer lalu kemudian digunakan untuk keperluan manajemen. Padahal,kesuksesan manajemen orang-orang shaleh terdahulu titik fokusnya melekat pada pembentukan bangunan manusia yang utuh. Utuh dari sisi akidahnya, ibadahnya dan akhlaknya. Melalui proses pembentukan manusia utuh ini, terlahir dari mereka keluaran-keluaran yang super dan istimewa, mampu memberikan kedamaian kepada peradaban dunia.

Sejak lebih dari 14 abad silam, Islam telah memerintahkan umatnya untuk ber-Islam secara kâffah (utuh). Maka diantara karakter ajaran Islam adalah komprehensif dan integral, dimana manajemen juga bagian dari perhatiannya.Manajemen merupakan ilmu dan seni mengelola menuju sasaran. Segala perintah agar beriman dan beramal shaleh, baik yang dilakukan oleh individu ataupun kolektif (organisasi) tidak mungkin terlaksana secara efektif, jika lalai dari desain manajemen yang terbaik. Maknanya, berbuat baik sekalipun wajib dengan penataan menajemen yang rapi. Apabila tidak rapi, maka yang

bersangkutan sedang bermaksiat kepada Allah Swt! Karena dalam beramal shaleh, sekedar niat saja belum cukup, harus diikuti kesesuaian amal dengan kesalehan yang berlaku serta bersungguh-sungguh.

Kaedah fikihpun menyebutkan bahwa hukum 'wasilah' berdasarkan niat dan tujuannya. Jika niat dan tujuan seseorang adalah peningkatan mutu dan kualitas produk, maka harus diikuti dengan wasilah-wasilah yang menghantarkannya kepada peningkatan mutu dan kualitas produk. Jika wasilah yang diusahakan tidak menunjukkan arah menuju kualitas, hakikatnyaia tidak sedang memiliki tujuan tersebut. Sama halnya, apabila seorang berzina namun diniatkan untuk ibadah, mencuri harta yang memang haram untuk diambil namun diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, membunuh jiwa manusia yang haram untuk dibunuh namun niatnya untuk menambah keimanan. Itu semua contoh konyol dan Allah akan menghukum berdasarkan kelakuan buruk yang dilakukannya. Oleh karena itu, manajemen Islam mendidik kita untuk jujur dalam niat dan perbuatan.

Mengapa seorang muslim tidak mengambil pelajaran manajemen dari syariat shalat, puasa, zakat dan haji?Di dalam manajemen shalat berjemaah misalnya, terdapat nyata praktik tentang fungsi manajemen yang dimulai dari planning hingga controlling.Ada persiapan- persiapan sebelum shalat berjemaah, seperti: berniat, bersuci, memahami waktu-waktu shalat dengan benar, mempersiapkan segala sarana dan prasarana mendukung shalat berjemaah, mengetahui tata cara shalat berjemaah, menentukan imam dan muadzin serta menyeru kaum muslimin untuk meramaikan masjid, mensyiarkan alasan dan tujuan shalat berjemaah. Selain itu ada juga tahapan pengawasan dan evaluasi shalat berjamaah, seperti feedback terhadap pelaksanaan

Pengantar Manajemen Syariah Pengantar Manajemen Syariah

shalat (sesuaikan dengan syarat, rukun dan ruhnya). Jika Imam khilaf saat proses shalat berlangsung, maka dapat dilakukan pengawasan concurrent, yaitu makmum dapat mengingatkan sang imam saat shalat sedang berlangsung dengan cara-cara tertentu.

Singkatnya, semua muslim menginginkan agar shalat mereka sesuai dengan tata cara yang telah Rasulullah praktikkan. Rasulullah sebagai tolak ukur dari praktik terbaik.Ini yang disebut juga dengan benchmarking (membuat tolak ukur), menjadikan praktik shalat Rasulullah sebagai yang terbaik dan unggul daripada praktik shalat lainnya, dalam rangka meraih ridha Allah Swt.

Nilai tambah yang akan diraih dari syariat shalat adalah implementasi akhlak mulia di dalam kehidupan. Betapa indahnya saat akhlak mulia hadir dalam manajemen. Betapa kokohnya manajemen bersama akhlak terpuji. Syaratnya ketika seorang muslim mampu menjadikan kesejukan hati dan matanya di dalam shalat.

Sebaliknya diduga kuat, alfanya akhlak dan etika di tengah masyarakat, merebaknya tindakan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) di mana- mana disebabkan oleh melemahnya pengelolaan (manajemen) shalat. Garis liniernya disaat shalat menghasilkan akhlak, namun menjadi anomali karena ramai yang sudah shalat dan masih belum berdampakpositif kepada keutuhan akhlak.Kualitas shalat menjadi persoalan besarnya. Apabila praktik shalat kita saja masih belum berkualits. Bagaimana dengan kewajiban ibadah lainnya? Biasanya hal-hal yang paradok itu muncul akibat dari perilaku manajemen seorang manusia yang membangun jarak yang sangat dengan Tuhannya, baik ia sadari ataupun tidak.

Oleh karena itu, setiap muslim wajib bersungguh-sungguh mengamalkan semua industri kebaikan. Senantiasa membangkitkan spirit bahwa hari esok harus lebih baik dari hari ini. Kuat dari seluruh fungsi manajemen, mulai dari perencanaan hingga pengawasannya. Menghidupkan pesan-pesan Rasulullah Saw untuk ihsân, itqân, bersungguh-sungguh, ikhlas, profesional, kreatif, inovatif, bertanggungjawab dan berbudaya baik.

Nabi Nuh as sukses mendisain dan membuat kapal besar (setelah Allah Swt perintahkan) yang mampu menampung para pengikutnya saat banjir besar melanda, dan mereka selamat dari bencana banjir itu. Tidakkah membuat kapal besar yang baik memerlukan manajemen? Nabi Yusuf as sukses menjabat bendaharawan negara Mesir saat itu, setelah sebelumnya ia ditelantarkan oleh saudara-saudaranya di dalam sebuah sumur, lalu ia juga mendekam di penjara kerajaan sampai akhirnya menduduki jabatan sebagai pemimpin keuangan di negeri Mesir. Bukankah kepemimpinan ini memerlukan manajemen yang profesional? Rasulullah Saw sukses disemua praktik manajemen yang dikenal saat ini; manajemen sumber daya manusia, manajemen operasional, manajemen keuangan, manajemen strategik, manajemen pemasaran, manajemen mutu, evaluasi kinerja.Kisah-kisah super tersebut tentu sarat dengan komitmen mencapai sebab-sebab yang telah digariskan Allah Swt.

C. Al-Tsawâbit dan al-Mutaghayyirât

Satu hal yang perlu dimengerti dalam realita bermanajemen saat ini, yaitu pemahaman dasar bahwa hukum-hukum syariat itu terbagi dua, yaitu hukum-hukum yang sifatnya permanen (al-tsawâbit) dan hukum- hukum yang sifatnya fleksibel (al-mutaghayyirât). Hukum-hukum al-

Pengantar Manajemen Syariah Pengantar Manajemen Syariah

tsawâbit adalah hukum-hukum yang terdapat nash syar'i baginya secara jelas dari al-Quran dan as-Sunnah yang sifatnya qath'i (tidak mengandung kemungkinan makna lain diluar konteks makna yang disebutkan), atau dzhanni (maknanya langsung terbetik dalam pikiran, namun masih mengandung kemungkinan kecil ada makna lain). 4

Hukum-hukum al-tsawâbit tidak akan berubah dan berganti karena sifatnya tetap, serta menjadi penopang bagi setiap kejadian dan peristiwa. Sebab mashlahat yang terkandung padanya pasti (tsâbit) hingga tidak memerlukan perubahan. Perubahan 'urf (adat istiadat), kondisi dan waktu sama sekali tidak mempengaruhinya. Misalnya, kewajiban shalat, puasa, zakat, haji, rukun-rukun iman, larangan memakan harta orang lain secara batil, larangan mendatangkan mudharat bagi diri dan orang lain, dan sebagainya. Kebanyakan yang termasuk pada kategori al-tsawâbit adalah akidah, dasar-dasar rukun Islam, dasar-dasar sesuatu yang diharamkan, prinsip-prinsip akhlak, prinsip-prinsip hukum muamalat.

Adapun hukum-hukum yang tergolong al-mutaghayyirât adalah hukum-hukum ijtihâdi yang dibangun atas pijakan kaidah atau sumber qiyas atau pertimbangan maslahat. Hukum-hukum ini secara dzatnya mungkin mengalami perubahan menurut perubahan zaman, situasi dan 'urf. Misalnya pada hukum-hukum muamalat, perkara-perkara cabang dalam hukum ibadah, adab-adab interaksi. Hukum al-mutaghayyirât ini menunjukkan keluasan dan kemudahan syariat Islam, dapat diimplementasikan pada situasi zaman dan tempat yang sarat dengan perubahan.

Permasalahannya bukan pada perbedaan pendapat ulama pada hukum- hukum al-mutaghayyirât, karena perbedaan mereka itu adalah fitrah

sebagai seorang manusia yang memiliki ilmu dan wawasan yang luas terhadap hukum agama. Perbedaan mereka itu sah dan logis. Perbedaan mereka itu memberikan keragaman dan saling menyempurnakan. Namun, yang menjadi permasalahan besar adalah cara kita dalam menyikapi berbagai macam pendapat dalam hal al-mutaghayyirât yang sifatnya ijtihadi. Disebabkan kebodohan, kedengkian, dendam sehingga diantara para pengikutnya saling melemahkan bangunan ukhuwwah Islamiyyah. Saling curiga, terpecah belah adalah harapan iblis dan syetan mulai sejak dulu kala.

Manajemen Islam juga memiliki ketentuan bersifat al-tsawâbit dan al- mutaghayyirât dengan pemahaman seperti yang dijelaskan di atas. Lalu terhadap perkara-perkara baru yang ditemukan pada ilmu manajemen modern, Islam memandangnya dengan timbangan hukum al-tsawâbit dan al-mutagahyyirât. Segala bentuk temuan baru, perubahan baru pada ilmu manajemen dianalisa melalui kayu ukur syariat yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah serta pendapat para ulama tentangnya. Apabila segala perubahan dan perkara baru tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam maka boleh untuk diambil dan dimanfaatkan.

Misalnya, Rasulullah Saw menerima ide baru dari Salman al-Farisi terkait penggalian parit pada perang Khandaq (5 H) yang sebenarnya strategi itu merupakan adat dan kebiasaan orang-orang Persia. Rasulullah Saw menyerahkan urusan penyerbukan kurma dan tata caranya kepada para petani kurma di Madinah karena ini merupakan perkara-perkara dunia yang mungkin mereka lebih mengerti daripada Rasulullah.

Dalam hadits marfu' namun maknanya benar disebutkan bahwa hikmah

Pengantar Manajemen Syariah Pengantar Manajemen Syariah

⁴Rapung Samuddin, Fiqih Demokrasi, Pustaka al-Kautsar: Jakarta, hlm. 38.

itu adalah harta orang mukmin yang hilang, dimana saja menemukannya dia lebih berhak untuk mengambilnya. Seorang mukmin harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari siapapun dan pada peristiwa apapun selama ianya tidak bertentangan dengan prinsip Islam dan memberikan mashlahat bagi kehidupan. Hikmah juga berarti kata-kata yang bermanfaat, yang meliputi teori, konsep, rumus dan formula, hukum. Oleh karena itu segala produk pikiran modern yang bermanfaat bagi kerja-kerja orang beriman dapat diambil dan diimplementasikan. Segala teori dan hukum yang ada dalam manajemen modern dapat diambil selama tidak bertentangan dengan prinsip Islam dan nyata memberikan manfaat seperti tercapainya efektifitas, efesiensi dan produktivitas organisasi, walaupun ianya muncul dari hasil pikiran non muslim sekalipun.

Misalnya tentang metodologi kuantitatif yang baru muncul pada awal abad ke-19 dan hingga kini masih digunakan para peneliti. Metode kuantitatif berkembang pesat sejak ditemukannya berbagai alat ukur penelitian. Alat ukur pertama kali hanya dikenal pada benda-benda fisik seperti ukuran berat (kg, ons, pon, gram, dan lain-lain) ukuran jarak/tinggi (km, m, cm, inchi, mm, dan lain-lain) maupun ukuran panas (celcius, fahrenheit, dan lain-lain). Sekarang ini telah berkembang berbagai bentuk pengukuran bidang ilmu sosial yang mendasari kuantifikasi ilmu-ilmu sosial. Alat ukur yang dapat dijadikan parameter tersebut antara lain adalah pengukuran sikap menggunakan skala Likert; pengukuran indikator ekonomi menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB), Pendapatan Perkapita (GNP), laju inflasi, nilai tukar mata uang. Analisis hipotesis pada kuantitatif dengan menggunakan berbagai macam instrumen dan alat pengujian modern untuk menerima atau menolak suatu hipotesis.

Semuanya itu masuk pada kategori al-mutaghayyirat, sebagai alat ukur

yang dapat memperkaya implementasi manajemen Islam pada era modern saat ini. Tentunya dalam rangka pemanfaatannya dibolehkan dalam manajemen Islam.

Dalam ushul fiqh, ada kaidah yang menyatakan bahwa “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwa wâjib”, yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan. Memutuskan suatu perkara yang baik dalam manajemen itu wajib, pada zaman modern ini tidak sempurna tanpa adanya alat ukur berupa metodologi kuantitatif serta turunannya, maka menerapkan alat ukur berupa metode kuantitatif tersebut menjadi wajib dilaksanakan, guna meraih keputusan manajemen kuantitatif yang terbaik.

Orang yang hanya fokus pada al-tsawâbit dan menolak al- mutagahyyirât akan melahirkan kejumudan, sebaliknya orang yang hanya fokus pada al-mutaghayyirât namun menolak al-tsawâbit maka dapatmenimbulkan kesesatan. Keseimbangan memahami dan merealisasikan makna al-tsawâbit dan al-mutagahyyirât menjadi kunci utamanya.

D. Hakikat Manusia

Tidak dapat dipungkiri, bahwa keberadaan manusia dalam suatu organisasi menjadi unsur paling penting. Kesuksesan dimulai dari manusianya, karena melalui sumber daya manusia yang baik akan menyebabkan sumber daya yang lain dalam organisasi dapat dijalankan dan berfungsi. Melalui sumber daya manusia yang berkualitas dapat menciptakan efesiensi, efektivitas dan produktivitas organisasi. Sebaliknya kegagalan organisasi adalah kegagalan sumber daya manusianya, ini merupakan titik masalah organisasi modern saat ini.

Pengantar Manajemen Syariah Pengantar Manajemen Syariah

Negara maju adalah negara yang mempersiapkan sumber daya manusia unggul seperti kompeten, kreatif, gigih dan mempunyai motivasi tinggi untuk berprestasi. Keunggulan ini mampu menggerakkan negara ke arah yang lebih baik. Walaupun terkadang terbatas sumber daya alamnya. Seperti Singapura, tidak memiliki keunggulan sumber daya alam layaknya Indonesia, namun mereka mendahului kita dari sisi keunggulan SDM dan kompetitif.

Oleh karenanya, tugas besar organisasi adalah mencari, memilih dan membentuk manusia-manusia berkualitas yang mampu mengubah visi menjadi realitas. Inilah yang diperankan Rasulullah Saw dan para sahabat yang mulia, mereka melakukan pembentukan manusia- manusia yang utuh untuk berikutnya dapat mengemban misi menegakkan kebaikan di muka bumi. Pemanfaatan waktu untuk 'pembentukan' SDM ini harus lebih mendominasi dari program lainnya. Sesungguhnya perdaban itu dibentuk oleh manusia-manusianya bukan institusi.

Sejalan dengan kenyataan tersebut, David Norton dan Roger Kaplan memperkenalkan konsep Balanced Scorecard (1992), menyatakan dalam sambutannya untuk buku Becker, Huselid, dan Ulrich (2001) bahwa dalam era 'ekonomi baru' Modal Insani adalah pondasi untuk penciptaan nilai (value creation). Menurut beliau, berbagai studi menunjukkan bahwa 85% dari nilai korporasi ditentukan oleh aset-aset intangible yang elemen utamanya adalah sumber daya manusia.

Demikian pentingnya bagi organisasi memandang manusia sebagai aset saat ini dan masa depan. Mari kita melihat bagaimana al-Quran menjelaskan tentang hakikat manusia. Hakikat manusia disini

bermakna umum, tanpa adanya batasan-batasan agama, suku, kasta, warna kulit, dan bangsa. Kita ditakdirkan sebagai manusia yang hidup di bumi, yang dahulunya kita bukan siapa-siapa, kemudian Allah mentakdirkan kita ada di bumi.

1. Manusia Makhluk Ciptaan

Allah Swt menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk dan rupa. Allah menegaskannya dalam isi sumpah-Nya pada surah al-Tiin: “Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik.” (QS. Al-Tiin:4).

Bentuk yang terbaik bermakna rupa, bentuk, susunan anggota tubuh yang terbaik. Bahkan sebagian ulama menyatakan manusia diciptakan terbaik dari malaikat, jin, tumbuh-tumbuhan, langit dan bumi, bulan dan matahari sekalipun. Oleh karenanya tidak dapat disamakan keindahan bentuk dan rupa manusia dengan rembulan di malam hari. Pada asalnya setiap bayi yang lahir berada dalam kesucian. Kemudian ia akan melalui tahapan-tahapan kehidupan yang penuh dengan ujian. Kesucian manusia disaat lahir dahulu, saat ini mungkin saja masih terpelihara ataupun tidak. Pemeliharaan fitrah itu dengan iman dan amal shaleh. Inilah hakikat kesempurnaan posisi manusia dihadapan Allah Swt, yaitu manusia yang telah diciptakan dalam bentuk terbaik itu akan mulia dalam pandangan Allah ketika ia beriman dan beramal saleh.

Allah menganugerahi akal pikiran, ruh, fisik dan agama,yang dengannya ia mampu hidup bersama keimanan dan amal shalehnya. Dalam dunia manajemen sekalipun, seorang muslim dihadapkan dengan tantangan yang nyata, yaitu kemampuan menjadikan kerja-

Pengantar Manajemen Syariah Pengantar Manajemen Syariah

Pengantar Manajemen Syariah

kerja manajemen sebagai ibadah, dapat meningkatkan kualitas dan Tuhannya, agama mengenalkan manusia dengan segala ajaran dan kuantitas amal shalenya dihadapan Allah Swt.

syariatnya guna keselamatan kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Lalu makhluk-makhluk Allah lainnya diciptakan, dalam rangka

Manusia diciptakan dalam kondisi lemah dan membutuhkan kepada menyempurnakan perjalanan hidup manusia, agar manusia dapat hidup sesuatu. Kebutuhan manusia beragam, dan ia diwajibkan

dengan baik.Sumber Daya Alam dibentangkan untuk kepentingan memenuhinya, lalu ia mempraktikkan perilaku konsumsi. Manusia itu

manusia, hewan dan tumbuhan ditundukkan untuk kemaslahatan hidup miskin, oleh itu ia membutuhkan harta dan kekayaan, lalu ia bekerja

manusia. Manusia memang sebaik-baik makhluk AllahSwt yang dan banyak melakukan perilaku produksi. Manusia itu butuh kepada

diciptakan.

ilmu pengetahuan, lalu ia belajar. Manusia butuh pasangan hidup yang akan menyempurnakan agamanya dalam bingkai keluarga sakinah,

Allah Swtberfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak- mawaddah dan rahmah, lalu ia menikah. Manusia butuh penguatan

anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri hubungannya kepada Allah Swt, lalu ia beribadah. Manusia perlu

mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan eksistensi, maka ia senantiasa menjadikan seluruh perbuatannya

kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami berkualitas.

ciptakan.” (QS. Al-Israa': 70).

Semua perilaku manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya

3. Manusia diberi Beban

harus memiliki nilai berkah. Formula keberkahan ini akan menarik setiap tahapan proses manajemen kepada ridho Ilahiy. Memastikan

Manusia itu diberi tanggungjawab di dunia, yaitu untuk beribadah bahwa input dan processnya halal sehingga outputnya halal, karena

hanya kepada Allah semata dan memakmurkan bumi. Setelah manusia dibangun melalui nilai dan budaya yang halal. Keberkahan akan

diciptakan dan dimuliakan, selanjutnya Allah Swt memberikan membawa manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

tanggunjawab untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

2. Manusia Dimuliakan

Ibadah harus melekat pada aktivitas manajemen seorang muslim. Mulai Manusia adalah makhluk yang dimuliakan dengan ruh. Dengan ruh

dari visi hingga kegiatannya harus bernilai ibadah, mulai dari manusia mampu beraktivitas memenuhi tugas dan tanggungjawabnya

perencanaan hingga pengawasan harus bernilai ibadah, mulai dari di dunia, dengan ruh manusia mampu merasakan sesuatu. Manusia

bangun tidurnya hingga tidur kembali harus bernilai ibadah disisi-Nya. juga dimuliakan dengan akal pikiran, yang dengannya ia dapat

Allah berfirman, “Tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk membedakan yang baik dan yang buruk.Manusia juga dimuliakan

menyembahAllah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena dengan karunia agama Islam.Agama mengenalkan manusia dengan

(menjalankan) agama.” (QS. Al-Bayyinah: 5). “Dan Aku tidak

Pengantar Manajemen Syariah

menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah- alam semesta ini, ia hanya sebagai khalifah bagi Pemilik yang Ku.” (QS. Al-Dzariyat: 57).

sesungguhnya.

Ulama sepakat,diterimanya suatu kerja dan usaha sebagai ibadah harus Siapapun yang memperoleh kepemimpinan pada jabatan tertentu di memenuhi dua syarat dasar, yaitu berniat ikhlas karena Allah ta'ala dan

muka bumi ini, sesungguhnya ia adalah khalifah bagi Allah ta'ala, kesesuaian kerja dan usaha tersebut dengan syariat Allah dan Rasul-

berperan sebagai pelayan bagi manusia. Sebaliknya, siapapun yang Nya. Kesesuaiannya meliputi sebab, waktu, tempat dan tujuan.

memimpin urusan manusia di muka bumi ini, namun tidak melaksanakannya sesuai dengan keinginan Pemilik alam semesta maka

Ikhlas secara bahasa bermakna jernih. Air yang jernih tidak terkotori ia bukanlah khalifah di bumi, tetapi pembangkang yang melawan Allah dengan dzat yang dapat merubah eksistensinya. Jika air jernih dicampur

Pemilik alam semesta. Sangat banyak kita saksikan para pemimpin dengan kopi maka berubahlah warna dan namanya, demikian juga

yang telah menyimpang dari fitrahnya sebagai manusia.

apabila amal dicampur dengan riya dan angkuh maka hilanglah kejernihan amal tersebut. Ikhlas menurut istilah yaitu seseorang yang

4. Manusia Bebas Memilih

tidak berharap pujian dan ganjaran dari kerja-kerjanya melainkan hanya pujian dan ganjaran dari Allah semata, dan seseorang yang tidak

Walaupun demikian, manusia bebas memilih diantara pilihan- berharap siapapun yang melihat kerjanya melainkan ia berharap hanya

pilihannya. Memang benar hidup itu adalah pilihan. Memilih mana Allah semata yang melihat dan mengawasinya. 5

yang baik dan buruk, memilih mana yang bermanfaat dan mana kurang manfaat, memilih skala perioritas. Menimbang mana tingkat resiko

Tabiat kesempurnaan kerja itu ada 5 dan saling berkaitan satu dengan yang lebih kecil dari resiko-resiko yang tersedia, dan mana manfaat yang lainnya; beriman kepada Allah, mengenal al-haq (kebaikan),

yang lebih besar dari uraian manfaat yang tersedia. Memutuskan dari ikhlas beramal karena Allah ta'ala, kesesuaian amal dengan sunnah

pilihan-pilihan yang tersedia. Keputusan itu akan menjadi aksi yang Rasulullah Saw, dan memakan harta yang halal. Jika salah satunya alfa 6

memiliki konsekuensi.

maka hilanglah nilai kesempurnaan suatu pekerjaan. Banyak sebutan produk dari suatu keputusan organisasi, seperti visi, Manusia juga diperintahkan memerankan fungsi khalifah di muka

misi, target, sasaran, tujuan, kebijakan, prosedur, peraturan, program, bumi. Hakikat Khilâfatul ardh yakni meyakini bahwa segala yang ada

kegiatan, strategi. Semuanya adalah hasil dari pilihan keputusan. di muka bumi ini adalah mutlak milik Allah ta'ala. Kepemilikan

Tantangannya adalah apakah produk pilihan tersebut sejalan dengan manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan dan

kehendak Allah ta'ala? Manajemen Islam mampu memastikan bahwa memanfaatkan hak guna (amanah) atas pemberian Allah berdasarkan

segala bentuk keputusan tersebut harus sesuai dengan ketentuan Islam. ketentuan-Nya, oleh karenanya manusia bukanlah raja dan pemilik

Maka diperlukan pendampingan syariat dalam suatu organisasi. Firman Allah ta'ala:

⁵Ibn Abi al-Dunya, al-Ikhlash wa al-Niyyah, Dar al-Basyair, hlm. 34. ⁶Ibid, hal. 32.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus, namun kebanyakan mansia tidak mengetahui.” (QS. Al-Rum: 30). Adapun bagi mereka yang berkehendak bebas atas semua pilihan dan aksinya, tanpa memperhatikan arahan dan batasan-batasan yang telah ditentukan syariat.Maka Allah pasti mengetahuinya, “Berbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushshilat: 40). Kemudian Allah akan memberikan balasan ke atasnya, “Maka sembahlah olehmu apa yang kamu kehendaki selain Dia. Sesungguhnya orang-orang yang rugi adalah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat, ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Al-Zumar: 15).

Sebelum memilih keputusan, setidaknya seorang pemimpin muslim terlebih dahulu melakukan tiga hal; Pertama, menganalisa segala fakta nyata kondisi lingkungan internal dan eksternal secara komprehensif. Kedua, melakukan analisa terhadap nashal-Quran, as Sunnah dan pendapat para ulama yang berkaitan dengan objek yang sedang diteliti. Lalu ketiga, menghubungkan antara fakta dengan teks.

5. Manusia diberi Balasan

Allah Swt Maha Mengetahui segala perbuatan makhluk-Nya, yang ghaib maupun yang nyata. Allah sangat dekat kepada manusia dan lebih dekat dari urat lehernya. Tidak ada perbuatan makhluk-Nya yang lalai dari pengawasan-Nya. Disisi lain Allah juga Maha Adil terhadap segala keputusan dan ketentuan bagi makhluk-Nya, dan Dia tidak pernah menzhalimi hamba-hamba-Nya, sesungguhnya manusialah yang

menzhalimi dirinya sendiri. Allah Swt memberikan balasan bagi siapa saja yang mengerjakan kebaikan walaupun hanya seberat dzarrah. Kata dzarrah di dalam al-Quran ada yang mengartikannya dengan debu yang terlihat saat disinari cahaya matahari, dan ada juga yang mengartikannya dengan semut yang kecil.

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim kepada seseorang, walaupun sebesar dzarrah dan jika ada kebaikan sebesar dzarrah niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (QS. Al-Nisa: 40). Allah ta'ala tidak mengurangi pahala orang-orang yang mengerjakan kebajikan walaupun sebesar dzarrah. Demikian juga apabila seseorang berbuat kejahatan sebesar dzarrah pun niscaya akan melihat balasannya pula. Allah tidak pernah lupa!

Apabila manusia menyesali perbuatan jeleknya, lalu ia beristighfar dan bertaubat kepada-Nya, maka sesungguhnya Allah Maha Pemberi pintu taubat. Allah Maha Pengasih dan Penyayang, rahmat-Nya mengalahkan murka-Nya. Allah sangat gembira dengan taubatnya seorang hamba. Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan salah seorang diantara kalian yang kehilangan untanya di padang pasir kemudian menemukannya kembali.” (HR. Muslim).

Dalam hadits lain Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kejelekan pada siang hari, dan Allah membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kejelekan pada malam hari, sampai matahari terbit dari sebelah Barat.” (HR. Muslim).

Pengantar Manajemen Syariah Pengantar Manajemen Syariah

Pengantar Manajemen Syariah

kerugian, namun ternyata hal itu terbaik baginya, dan sebaliknya ia Selain sebagai motivasi, diciptakannya pahala dan dosa juga sebagai

meraih profit namun ternyataberakhir buruk.Sepenuh rahasia hari esok ujian bagi manusia.Ujian bagaimana menyikapi suatu pahala dan ujian

memang milik Allah Swt. Manajemen konvensional tidak mampu bagaimana menyikapi suatu dosa. Catatan lembaran pahala dan dosa

untuk mengharmonisasikansecarafitrah antara harapan dan realita di akan berakhir melalui kematian yang dialami seorang manusia,

atas.Manajemen konvensional sangat langka menyentuh fitrah manusia kemudian ia akan mempertanggungjawabkan segala perilaku

disaat berhadapan dengan kegagalan dan kesuksesan.

manajemennya pada hari Perhitungan kelak. Ini juga titik difrensiasi manajemen Islam dari yang lainnya, bahwa manajemen Islam meyakini

Karena lemahnya koneksi kepada Tuhan, yang muncul adalah perilaku- dosa dan pahala, dunia dan akhirat, serta agama dan Tuhan.

perilakumenentang fitrah baik dalam sukses maupun gagalnya. Sementara dalam manajemen Islam ada aturan tentang tawakkal dan

6. Pentingnya Manajemen

doa, sabar dan syukur.Dengannya, seorang muslim menjalani segala situasi kehidupan secara harmoni.

Realitanya, seseorang itu memiliki sesuatu yang terbatas, sumber daya itu terbatas, karena kita hidup di alam dunia yang penuh dengan

Pada dasarnya manajemen dalam Islam itu penting, sebab:

batasan-batasan. Walaupun terkadang keinginan itu sangat liar hingga

1. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan umat Islam agar ihsân menuntut seseorang untuk mencapai sesuatu di luar batas

dan itqân dalam bekerja.

2. Merupakan metode (uslûb) terbaik untuk mencapai target dan realita dan harapan.

kemampuannya. Disini manusia dihadapkan kepada dua dimensi;

tujuan.

3. Mampu mengharmonisasikan antara harapan dengan realita Bersungguh-sungguh meraih harapan/cita-cita adalah kewajiban,

secara baik.

namun bertoleransi terhadap realita merupakan keindahan. Manajemen

4. Mampu mendidik seseorang dapat bekerja bersama tim dengan berperan untuk mengharmonisasikan antara harapan dan

baik ('amal jamâ'i).

realita.Manajemen akan menghantarkan suatu kebaikan yang berawal

5. Mampu menciptakan efektivitas, efesiensi dan produktivitas dari visi menjadi realita.Sebaliknya tanpa peranan manajemen yang

dengan baik.

terbaik, kerja-kerja akan menjadi acak dan semrawut, gagal

6. Mampu menegakkan keadilan dan keseimbangan bagi mengintegrasikan antara harapan dan realita,hidup menjadi tidak

organisasi.

memiliki nilai.

7. Mampu membangun jiwa kepemimpinan.

8. Mampu menumbuhkan sikap saling tolong menolong dalam Terkadang, yang kita sukai itu berakhirburuk, dan yang kita benci itu

mencapai tujuan dan sasaran organisasi.

ternyata membawa kebaikan. Terkadang, pedagang menerima pahitnya

9. Mampu tumbuh dan berkembang secara terukur.

10. Terwujudnya implementasi hak dan kewajiban organisasi semu, jujur tidak bohong. Oleh karena itu, pengelolaan urusan apa saja dengan baik.

seyogyanya memperhatikan makna tersirat dari kata idârah tersebut. Idârah bisa juga berarti kesungguhan kerja. Maka, melalui pendekatan arti idârah secara bahasa, meng-idarah aktivitas bisnis serta ekonomi

E. Pengertian Manajemen Islam

wajib berpegang pada prinsip kejujuran, kejelasan, realistis dan kesungguhan.

1. Pengertian Manajemen

Adapun Tadbîr berasal dari kata ﺮـﱠﺑد yang berarti: mengurus, mengatur,

Di dalam bahasa Arab terdapat dua kata yang menunjukkan makna

mengelola. Sebagaimana firman Allah SWT:

management, yaitu ةرادﻹا dan ﺮـــــــــﯿﺑﺪﺘﻟا . Dua kata tersebut dipandang mewakili makna manajemen, baik secara umum ataupun khusus. Al- Idârah berasal dari kataرادأ yang berarti: mengatur, mengoperasikan.

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu Firman Allah SWT:

naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”(QS. Al-Sajadah: 5)

Sebagian berpendapat bahwa lafazh at-Tadbîr lebih komprehensif dan “Melainkan jika muamalah itu perniagaan tunai yang kamu jalankan

mendalam daripada lafazh al-idârah guna memaknai kata manajemen. diantara kamu...”(Q.S Al-Baqarah: 282).

Karena Allah SWT menyebutkan lafazh idârah dalam kaitan pembahasan tentang perniagaan (mu'âmalah mâliyyah) saja.

Lafazh Idârah di dalam al-Quran hanya ditemukan pada surah di atas, Sementara lafazh tadbîr disebutkan di dalam al-Quran pada

yang terkait dengan pengaturan niaga atau bisnis, termasuk dalam pembahasan yang lebih luas dan menyeluruh; mulai dari proses

hukum muamalat. Petikan ayat di atas merupakan solusi bagi pemikiran dan penghayatan tentang berbagai lini dalam kehidupan,

pencatatan dalam transaksi. Pencatatan tidak begitu dibutuhkan saat hingga implementasi terhadap suatu urusan melalui pemilihan aktivitas

perniagaan yang dilakukan melalui tukar-menukar secara langsung

dan program yang terbaik.

(tunai), ia dapat menghilangkan pertikaian dan menimbulkan kepastian.Wahbah al-Zuhayli mengartikan 'ﺎﮭﻧوﺮﯾﺪﺗ' transaksi muamalah

7 Namun menurut penulis, tidak juga keliru jika kita menggunakan istilah melalui tangan dengan tangan, yakni langsung tanpa penundaan . Al-

idârah untuk menunjukkan makna manajemen secara umum. Fahdawy mengomentari transaksi tunai adalah transaksi yang nyata,

Walaupun lafazh tersebut digunakan di dalam al-Quran terkait dengan

dapat dilihat, diraba, dan jelas. 8

perniagaan, namun tidak membatasi penggunaannya kepada lini-lini kehidupan manusia lainnya yang lebih menyeluruh dan jamak.

Tersiratlah pada kata idârah makna kejelasan tidak samar, rill tidak

⁷Wahbah al-Zuhayli, al-Tafsîr al-Munîr fî al-'Aqîdah wa al-Syarî'ah wa al-Manhaj, Dâr al-Fikr: Damaskus, jilid ke-2, 2003, hlm.117. ⁸Fahmi al-Khalifah al-Fahdawy, al-Idârah fî al-Islâm, Dâr al-Masîrah:

Pengantar Manajemen Syariah

3. Pengertian Manajemen Islam

Sementara kata manajemen sendiri berasal dari bahasa Inggris: Management dengan kata kerja to manage, secara umum berarti

Menurut al-Mazjajiy manajemen Islam adalah segala aktivitas halal mengelola. Robbins dan Coulter mendefinisikan manajemen yakni

dari individu maupun sekelompok orangpada periode waktu tertentu aktivitas kerja yang melibatkan koordinasi dan pengawasan terhadap 11 untuk mencapai sasaran dan tujuan halal yang terbatas.

pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan Pengertian manajemen Islam di atas umum, mencakup kerja-kerja secara efisien dan efektif. Efesien adalah melakukan pekerjaan secara

manajemen pada bidang-bidang yang khusus, seperti ekonomi, politik, tepat sasaran, atau menghasilkan output sebanyak mungkin dari input

pendidikan, militer, sosial, dll. Karena memang Islam tidak membatasi sesedikit mungkin. Adapun efektif seringkali diidiomkan sebagai

implementasi manajemen hanya dalam bidang pendidikan atau bisnis mengerjakan hal yang tepat, yaitu menjalankan aktivitas-aktivitas yang

saja. Namun manajemen mulai diterapkan untuk kepentingan pribadi, secara langsung mendorong tercapainya sasaran-sasaran organisasi. 9

keluarga, masyarakat hingga negara.

Stoner, Freeman dan Gilbert JR menyebutkan pula, manajemen adalah Jika manajemen Islam dioperasikan pada sektor niaga dan bisnis, maka proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan

segala aktivitas perniagaannya haruslah halal lagi baik. Tahapan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dengan menggunakan

input,process dan outputnya halal, dibatasi oleh rentang waktu, dalam semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang

rangka meraih tujuan berniaga yang halal, yaituprofit(materi)dan telah ditetapkan. 10

benefit (non materi, seperti keberkahan dan pertumbuhan).

2. Pengertian Islam

Al-Nahawiy menyebutkan manajemen Islam adalah pemanfaatan dari segala prinsip-prinsip iman untuk menghimpun produktivitas yang

Kata al-Islâm secara bahasa memiliki beberapa makna, yaitu: berserah tinggi, dengan usaha yang itqân (terbaik), dalam waktu seefesien diri (al-istislâm), suci bersih (al-salîm), selamat dan sejahtera (al-

mungkin, agar menjadikan seluruh kerja-kerjanya bernilai ibadah. salâm), damai (al-silmu), dan bertahap (al-sullam).

Jamil Abu al-'Ainain menyebutkan pula bahwa manajemen yang disandarkan kepada nash al-Quran dan sunnah nabawiyyah, tidak ada

Adapun al Islâm menurut istilah bermakna ketundukkan kepada wahyu keraguan bahwa itu adalah manajemen akidah (tauhid), Islam tidak Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya

terbatas pada ibadah (mahdhah) saja, namun ia adalah aturan yang Muhammad Saw, sebagai hukum Allah yang membimbing umat

komprehensif dan sempurna bagi kehidupan.

manusia ke jalan yang lurus menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Menarik juga apa yang disampaikan al-Fahdawy, bahwa manajemen Islam adalah tadbîr al-mashâlih al-syar'iyyah (mengelola

⁹Stephen P. Robbins & Mary Coulter, Manajemen, Terj. Bob Sabran, Devri Barnadi Putera, Erlangga: Fahmi al-Khalifah al-Fahdawy, al-Idârah Jakarta, 2010, hlm. 7.

fî al-Islâm, Dâr al-Masîrah:Amman, James A.F. Stoner, R. Edward Freeman dan Daniel R. Gilbert JR, Manajemen, Terj. Alexander Sindoro,

cet ke-3, 2014, hal. 65.

“Saya.” Beliau bertanya, “Siapakah dari kalian yang telah memberi makan kepada seorang miskin pada hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya, “Siapakah dari kalian yang telah menjenguk orang sakit pada hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Maka Rasululah Shallalahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Tidaklah semua amalan ini terkumpul pada diri seseorang kecuali dia akan masuk surga.”(HR. Muslim)

Pada dini pagi saja, Abu Bakar al-shiddiqmampu mengungguli perbuatan terpuji, yaitu berpuasa, mengantar jenazah, memberi makan orang miskin dan menjenguk orang sakit. Umar r.a pun mengukuhkan keunggulan Abu Bakar dalam infak dan amal terpuji lainnya.

Arah visi dan misi dibatasi oleh waktu. Target dan tujuannya dibatasi oleh waktu, program dan kegiatannya juga dibatasi oleh waktu. Tabiat dari waktu adalah tidak dapat berhenti walaupun hanya sesaat, ia akan terus berjalan dan tanpa pernah kembali. Oleh karenanya, manusia wajib menghargai waktu, mampu memanfaatkannya sebaik mungkin. Sehingga ia dapat meraih efesiensi, efektivitas dan produktivitas yang terbaik. Demikian besarnya manfaat waktu bagi kehidupan manusia, sehingga Allah Swt bersumpah atas nama waktu (masa), Allah berfirman:

“Demi masa (1) Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian (2) Melainkan orang beriman, dan beramal shaleh, serta orang yang selalu saling nasehat menasehati dengan kebenaran dan kesabaran.” (Q.S Al-'Ashr: 1-3).

maslahatyang sesuai dengan syariat). al-Ghazali mengatakan al- Mashâlih al-Syar'iyyah yakni mendatangkan manfaat dan mencegahmudarat serta menjaga maqashid syariah. 12

Dari beberapa teori tentang manajemen di atas, penulis dapat menyimpulkan pengertian manajemen Islam yaitu segala bentuk

upaya halal yang dilakukan oleh individu atau kelompok/ organisasi dalam rangka mencapai maslahat halal tertentu, baik secara materi dan non materi melalui usaha terbaik dan pemanfaatan waktu yang terbaik, dalam rangka beribadah kepada Allah Swt.

Manajemen berbasis Islam, harus mengimplementasikan makna keagungan 'Islam'itu sendiri.Manajemen Islam adalah manajemen yang bersih dan rapi, manajemen yang selalu memperkuat rasa cinta dan harmoni, manajemen yang mensejahterakan karyawan dan pegawainya, manajemen yang peduli atas keselamatan manusia, manajemen yang simpel dan mudah. Itulah Islam!