Makalah Hukum Asuransi

(1)

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Lulus Mata Kuliah Lingkungan Bisnis & Hukum Komersial Pada Studi Pendidikan Profesi

Akuntansi (PPAk) pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Dosen Pembimbing : Dr. Nina Nurani, S.H., M.Si.

Disusun oleh: Kelompok 2

Erma Purwita 15133P037 Anwar Setiawan 15133P044 Ariyo Nur Syuhada 15133P046 Fany Riyantina Oktora 15133P047

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA

Terakreditasi (

Accredited

)

SK Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT)

No. 001/BAN-PT/Ak-I/PP/XII/2009

BANDUNG


(2)

2014

BAB I

PENDAHULUAN

Asuransi merupakan salah satu buah peradaban manusia dan merupakan suatu hasil evaluasi kebutuhan manusia yang sangat hakiki ialah kebutuhan akan rasa aman dan terlindungi, terhadap kemungkinan menderita kerugian. Salah satu masalah yang ditakuti manusia adalah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan kehilangan terhadap barang yang akan dikirim salah satunya denga melalui jalur laut. Terlebih dengan meningkatnya frekuensi pengangkutan barang-barang di dalam dan dari/ ke luar negeri, maka pertanggungan atas barang-barang yang diangkut tersebut merupakan suatu kebutuhan yang semakin diperlukan. Dengan adanya kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kehilangan barang maka dengan mengalihkan atau melimpahkan risiko tersebut kepada pihak lain atau badan usaha lain yaitu dengan asuransi.

Perkembangan atas permasalahan yang ada dan bermunculan sekarang ini, maka banyak perusahaan asuransi yang menawarkan berbagai macam produk keuntungan yang bermacam-macam, keuntungan yang diperoleh dari produk asuransi tersebut menimbulkan pertanggungan resiko yang berbeda pula.

Hak dan kewajiban dari pihak penanggung dan tertanggung dalam perjanjian asuransi dicantumkan dalam polis. Perjanjian atau kontrak asuransi ini merupakan suatu perjanjian timbal balik, yang berarti bahwa masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain.

Berkaitan dengan asuransi sebagai suatu perjanjian Pasal 255 KUHD menyatakan bahwa asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis dimana menurut Pasal 258 ayat (1) KUHD, polis merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi. Di samping itu, polis juga memuat kesepakatan mengenai syarat-syarat dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk mencapai tujuan asuransi. Tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap asuransi bukan berarti tidak ada kekecewaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi.


(3)

Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak di Indonesia terdapat bermacam-macam pertanggungan resiko dilihat berdasarkan jenis pertanggungan. Pada umumnya asuransi dibedakan menjadi :

1. Pertanggungan kerugian

Pertanggungan kerugian adalah perjanjian pertanggungan yang didalam pengertian yang murni harus mengandung tujuan bahwa kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh pihak tertanggung akan diganti oleh pihak penanggung, oleh karena didalamnya terdapat suatu penggantian kerugian.

2. Pertanggungan sejumlah uang.

Pertanggungan sejumlah uang adalah merupakan pertanggungan dimana penggantian kerugian yang diberikan oleh penanggung sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai suatu ganti rugi, oleh karena orang yang menerima ganti rugi itu tidak menerima ganti rugi yang sungguh-sungguh sesuai dengan kerugian yang dideritanya. Ganti rugi yang diterima itu sebenarnya adalah hasil penentuan sejumlah uang tertentu yang telah disepakati oleh pihak-pihak (Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1980 : 8-9).


(4)

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Asuransi

Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.

Menurut ketentuan pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah

perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).

Pengertian asuransi terdapat pula pada Pasal 861 The Civil and Commercial Code yang berbunyi :

“A contract of insurance is one in which a person agress to make compensation or to pay a sum of money in case of continget loss or any other future event specified in the contract, and another person agreess to pay therefor a sum of many, called premium”.

Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur asuransi seperti yang terdapat pada Pasal 246 KUHD atau Art 7.17.1.1 NBW juga terpenuhi, unsur-unsur yang dimaksud adalah :

1. Perjanjian

2. Kewajiban tertanggung membayar premi

3. Kewajiban penanggung memberikan ganti kerugian atau membayar sejumlah uang.


(5)

Unsur-unsur yuridis asuransi dari suatu asuransi adalah : 1. Adanya pihak tertanggung

2. Adanya pihak penanggung 3. Adanya kontrak asuransi

4. Adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan yang diderita tertanggung 5. Adanya peristiwa tertentu yang mungkin akan terjadi

6. Adanya uang premi yang dibayarkan oleh penanggung kepada tertanggung. Mengenai unsur peristiwa yang belum pasti terjadi dalam The Civil and Commercial Code tertuang melalui kalimat in case of contingent loss or any other future event specified in the contract. Apabila dibandingkan dengan rumusan asuransi pada Pasal 246 KUHD yang lebih menekankan kepada golongan asuransi kerugian (terbukti dari kalimat, karena suatu kerugian kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan), Pasal 861 The Civil and Commercial Code meliputi baik asuransi kerugian maupun asuransi jumlah.

Menurut undang-undang no. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian (UU asuransi), asuransi atau tertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

1. Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung empat unsur : a. Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi

kepada pihak penanggung, sekaliggus atau secara berangsur-angsur (asuransi kerugian)

b. Pihak penanggung (insure) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur tak tertentu (asuransi sejumlah uang).


(6)

c. Suatu peristiwa (accident) yang tak tertentu (tidak diketahui sebelumnya). d. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena

peristiwa yang tak tertentu.

Dari definisi diatas, maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimanan dalam pasal 1320 KUH Perdata, namun karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1774 KUH Perdata.

Dikatakan suatu persetujuan untung-untungan (kans-overeenkomst) karena suransi dianggap suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung rugi, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Beberapa hal penting mengenai asuransi :

1) Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata. 2) Perjanjian tersebut bersifat adhesif adalah isi perjanjian tersebut sudah

ditentukan oleh Perusahaan Asuransi (Kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tertanggal 20 April tentang perlindungan konsumen.

3) Terdapat 2 (dua) pihak didalamnya yaitu penanggung dan tertanggung namun dapat juga diperjanjikan bahwa tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan.

4) Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi.

5) Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah :

a. Subyek hukum (penanggung dan tertanggung)

b. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung c. Benda asuransi dan kepentingan tertanggungan

d. Tujuan yang ingin dicapai e. Resiko dan premi


(7)

g. Syarat-syarat yang berlaku h. Polis asuransi.

2.2 Fungsi Asuransi

1) Sebagai pemindahan resiko

Sebagaimana diketahui bahwa kehidupan manusia selalu dihadapkan dengan suatu risiko akibat adanya peristiwa yang tidak diharapkan terjadi, berupa bencana alam, kecelakaan dan akibat lainnya. Oleh sebab itu, manusia berusaha untuk mengalihkan risiko itu dengan membuat perjanjian pertanggungan.

Tertanggung kemudian mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak saat itu risiko beralih kepada penanggung. Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (risiko) ke perusahaan asuransi.

2) Kumpulan dana

Premi yang diterima kemudian dihimpun oleh perusahaan asuransi sebagai dana untuk membayar risiko atau pembayaran ganti kerugian yang terjadi.

3) Pembayaran ganti kerugian / Pembagian resiko

Jika suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya kerugian yang timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sunguh-sungguh diderita.

Dalam pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi berlaku prinsip subrogasi (diatur dalam pasal 1400 KUH Perdata) dimana penggantian hak si berpiutang (tertanggung) oleh seorang pihak ketiga (penanggung/pihak asuransi) yang membayar kepada si berpiutang (nilai klaim asuransi) terjadi baik karena persetujuan maupun karena undang-undang.


(8)

Ditinjau dari beberapa sudut, maka asuransi mempunyai tujuan dan teknik pemecahan yang bermacam-macam, antara lain :

a. Dari segi Ekonomi, maka :

Tujuannya : mengurangi ketidakpastian dari hasil usaha yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan dalam rangka memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan.

Tekniknya : dengan cara mengalihkan risiko pada pihak lain dan pihak lain mengombinasikan sejumlah risiko yang cukup besar, sehingga dapat diperkirakan dengan lebih tepat besarnya kemungkinan terjadinya kerugian. b. Dari segi Hukum, maka :

Tujuannya : memindahkan risiko yang dihadapi oleh suatu objek atau suatu kegiatan bisnis kepada pihak lain.

Tekniknya : mellaui pembayaran premi oleh tertanggung kepada penanggung dalam kontrak ganti rugi (polis asuransi), maka risiko beralih kepada penanggung.

c. Dari segi Tata Niaga, maka :

Tujuannya : membagi riisko yang dihadapi kepada semua peserta program asuransi.

Tekniknya : memindahkan risiko dari individu/perusahaan ke lembaga keuangan yang bergerak dalam pengelelolaan risiko (perusahaan asuransi), yang akan membagi risiko kepada seluruh peserta asuransi yang ditanganinya. d. Dari segi Kemasyarakatan, maka :

Tujuannya : menanggung kerugian secara bersama-sama antar semua peserta program asuransi.

Tekniknya : semua anggota kelompok (kelompok anggota) program asuransi memberikan kontribusinya (berupa premi) untuk menyantuni kerugian yang dierita oleh seorang/beberapa orang anggotanya.

e. Dari Segi Matematis, maka :

Tujuannya : meramalkan besarnya kemungkinan terjadinya risiko dan hasil ramalan itu dipakai dasar untuk membagi risiko kepada semua peserta (sekelompok peserta) program asuransi.


(9)

2.3 Asas Kontrak Asuransi

Setiap perjanjian, termasuk perjanjian asuransi harus memenuhi syarat-syarat umum sebagai berikut :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat khusus bagi perjanjian asuransi harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam buku I Bab IX KUH Dagang, ialah :

a. Asas indemnitas / principle oleh indemnity b. Asas kepentingan / principle of insurable interest. c. Asas kejujuran yang sempurna

Ada beberapa prinsip-prinsip pokok asuransi yang sangat penting yang harus dipenuhi baik oleh tertanggung maupun penanggung agar kontrak/perjanjian asuransi berlaku (tidak batal). Adapun prinsip-prinsip pokok asuransi tersebut sebagai berikut :

a) Utmost good faith

Utmost good faith bisa diberikan arti bahwa para pihak memiliki iktikad baik untuk saling menguntungkan dan saling melindungi secara jujur. Utmost good faith adalah suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah : si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas objek atau kepentingan yang dipertanggungkan.

KUH Perdata khusus untuk perjanjian asuransi, masih dibutuhkan penekanan atas iktikad baik sebagaimana diminta oleh Pasal 251 KUH Dagang. Pasal 251 : “Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun iktikad baik ada apanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup


(10)

atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan”.

Iktikad baik yang sempurna dapat diartikan bahwa masing-masing pihak dalam suatu perjanjian yang akan disepakati, menurut hukum mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan atau informasi yang selengkap-lengkapnya, yang akan dapat mempengaruhi keputusan pihak yang lain untuk memasuki perjanjian atau tidak, baik ketenangan yang demikian itu diminta atau tidak.

Sedangkan pasal 251 KUH Dagang secara sepihak hanya memberi kewajiban untuk memberikan keterangan dan informasi yang benar kepada pihak kedua yaitu tertanggung atau pengambil asuransi saja. Sedangkan pihak penanggung sebaliknya mendapat perlindungan terhadap pelanggaran asas iktikad baik yang sempurna dari tertanggung.

b) Insurable interest

Insurable interest, yaitu para pihak memiliki kepentingan, baik kepentingannya sendiri maupun kepentingan keluarganya atau kepentingan lain.

Insurable interest hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.

Insurable interest (kepentingan yang dapat diasuransikan), yaitu setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, artinya tertanggung harus mempunyai keterlibatan sedemikian rupa, dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadi dan yang bersangkutan menderita kerugian akibat dari peristiwa itu.

Pasal 250 Kitab Undang-undang Hukum Dagang dinyatakan bahwa kepentingan yang diasuransikan tersebut harus ada pada saat ditutupnya perjanjian asuransi. Syarat tersebut tidak dipenuhi maka penanggung akan bebas dari kewajibannya untuk membayar kerugian. Pasal 268 Kitab Undang-undang Hukum Dagang mensyaratkan kepentingan yang dapat diasuransikan itu harus dapat dinilai dengan sejumlah uang.


(11)

c) Indemnity

Indemnity adalah suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD Pasal 252, 253 dan dipertegas dalam Pasal 278).

Satu asas utama dalam perjanjian asuransi karena merupakan asas yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri (khusus untuk asuransi kerugian). Pengertian kerugian itu tidak boleh menyebabkan posisi keuangan pihak tertanggung menjadi lebih diuntungkan dari posisi keuangan pihak tertanggung menjadi lebih diuntungkan dari posisi sebelum menderita kerugian.

Asas indemnitas ini adalah landasan dasar sebagai mana dimaksud diatas pada hakikatnya mengandung dua aspek, yaitu :

a. Aspek pertama ialah berhubungan dengan tujuan dari perjanjian harus ditujukan kepada ganti kerugian, yang tidak boleh diarahkan bawah pihak tertanggung karena pembayaran ganti rugi jelas akan menduduki posisi yang lebih menguntungkan.

b. Aspek kedua ialah berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian asuransi sebagai keseluruhan yang sah. Untuk keseluruhan atau sebagian tidak boleh bertentangan dengan aspek pertama.

Yang ingin dicapai oleh asas indemnitas adalah keseimbangan antara risiko yang dialihkan kepada penanggung dengan kerugian yang diderita oleh tertanggung sebagai akibat dari terjadinya peristiwa yang secara wajar tidak diharapkan terjadinya.

d) Asas kepentingan yang dapat diasuransikan

Kepentingan yang dapat diasuransikan merupakan asas utama kedua dalam perjanjian asuransi / pertanggungan. Setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi, harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, maksudnya ialah bahwa pihak tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadinya dan yang bersangkutan menjadi menderita kerugian.


(12)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, mengenai kepentingan, mengaturnya dalam dua pasal yaitu pasal 250 dan pasal 268.

Pasal 250 : “ Apabila seorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi”. Pasal 250 KUH dagang mengatur bahwa kepentingan itu harus ada pada saat perjanjian asuransi ditutup.

Pasal 268 : “Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat diancam oleh sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-undang”.

e) Subrogation

Subrogation adalah suatu pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar. Di dalam KUH Dagang, asas ini secara tegas diatur di dalam Pasal 284 : “Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan menerbitkan kerugian tersebut; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.”

Subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila memenuhi dua syarat berikut :

1. Apabila tertanggung di samping mempunyai hak terhadap penanggung masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga.

2. Hak tersebut timbul, karena terjadinya suatu kerugian. Hak subrogasi timbul dengan sendirinya (ipso facto) sehingga tidak perlu ditentukan dalam polis sebagai klausula subrogasi.

f) Contibution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.


(13)

g) Proximate cause adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantain kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.

2.4 Resiko Dalam Asuransi

Adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kehendak tertanggung yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung, resiko mana menjadi objek jaminan asuransi.

a) Resiko Murni (pure risk)

Kejadian yang masih tidak pasti bahwa suatu kerugian akan timbul, dimana jika kejadian tersebut terjadi, maka timbullah kerugian itu.

b) Resiko Spekulasi (speculative risk)

Kejadian yang terjadi menimbulkan 2 (dua) kemungkinan, akan menguntungkan atau akan merugikan.

c) Resiko Khusus

Resiko yang terbit dari tindakan individu dengan dampak hanya terhadap seorang tertentu saja.

d) Resiko Fundamental

Resiko yang bersumber dari masyarakat umum dan/atau yang mempengaruhi masyarakat luas.

e) Resiko Statis

Resiko yang tidak berubah dari masa ke masa. f) Resiko Dinamis

Resiko yang berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman.

2.5 Dasar Hukum Kontrak / Perjanjian Asuransi

Perjanjian asuransi adalah perjanjian untung-untungan/kans-Overenskom

(Pasal 1774 KUH Perdata).

Suatu perjanjian untung-untungan adalah : suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak maupun bagi salah satu pihak tergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.

a. Pasal 246 sampai dengan Pasal 308 Kitab Undang-undang Hukum Dagang. b. Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.


(14)

c. Pasal 1774 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

d. Peraturan perundang-undangan di luar Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu Undang-undang No. 2 Tahun 1992, tentang Usaha Perasuransian.

2.6 Jenis-Jenis Asuransi

Berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Usaha asuransi

1. Asuransi kerugian (non life insurance) merupakan usaha memberikan jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.

2. Asuransi jiwa (life insurance) merupakan suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggungan resiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.

3. Reasuransi (reinsurance) merupakan suatu system penyebaran resiko dimana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung yang lain.

b. Usaha penunjang

1. Pialang asuransi, merupakan usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaiaan ganti kerugian asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.

2. Pialang reasuransi, memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penangganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.

3. Penilai kerugian asuransi, memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.

4. Konsultan aktuaria, merupakan usaha memberikan jasa konsultan aktuaria. 5. Agen asuransi, merupakan pihak yang memberikan jasa keperantaraan


(15)

Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Pasal 1 ayaat (1) digariskan ada dua jenis asuransi, yaitu :

1. Asuransi kerugian (loss Insurance) dapat diketahuui dan rumusan :

Untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita oleh tertanggung”.

2. Asuransi jumlah (sum insurance) yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, dapat diketahui dari rumusan “

“Untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Perbedaan antara asuransi kerugian dan asuransi jumlah diantaranya :

Asuransi Kerugian Asuransi Jumlah

Mengganti kerugian tertentu yang diderita oleh tertanggung sebesar kerugian yang diderita

Penanggung berjanji akan membayar sejumlah uang yang sudah ditentukan sebelumnya (tidak distandarkan pada kerugian tertentu)

Berlaku Pasal 246 KUH Dagang Pasal 305 KUH Dagang

Rumusan dalam undang-undang di atas searah dengan praktik Asuransi pada umunya yang dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa, yang lebih jauh dijelaskan di bawah ini :

1. Asuransi Kerugian

Asuransi kerugian adalah suatu perjanjian yang oleh Tertanggung dan Penanggung (Perusahaan Asuransi) di mana tertanggung bersedia mewmbeyar sejumlah uang (premi asuransi) kepada Penanggung untuk jangka waktu tertentu, dan Penanggung bersedia memberikan ganti kerugian kepada Tertanggung manakala barang atau obyek yang dipertanggungkan mengalami kerusakan akibat peristiwa yang tidak diduga-duga.

Inti asuransi kerugian adalah menutup asuransi untuk suatu peristiwa karena kerusakan atau kemusnahan harta benda yang dipertanggungkan karena sebab-sebab atau kejadian yang dipertang-gungkan (sebab-sebab atau


(16)

bahaya-bahaya yang disebut dalam kontrak atau polis asuransi). Dalam asuransi kerugian penanggung menerima premi dari tertanggung dan apabila terjadi kerusakan atau kemusnahan atau harta benda yang dipertangungkan, maka ganti kerugian akan dibayarkan kepada tertanggung. Adapun jenis asuransi kerugian adalah :

a. Asuransi Kebakaran

b. Asuransi Kehilangan dan Kerusakan c. Asuransi Laut

d. Asuransi Pengangkutan e. Asuransi Kredit

Asuransi ini selalu berkaitan dengan dunia perbankan yang menitik beratkan pada asuransi jaminan kredit berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa resiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang maupun pemberi kredit khususnya bank yang meliputi : asuransi pengangkutan laut, asuransi kendaraan bermotor, dan sebagainya. Adapun fungsi daripada asuransi kredit ialah :

1) Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang diberikan kepada para nasabahnya.

2) Membantu kegiatan keamanan perkreditan baik kredit perbankan maupun kredit lainya diluar perbankan (Elisa Kartika Sari dan Edvendi Simangunsong, 2005 : 88-89).

f. Asuransi Kendaraan Bermotor g. Asuransi Kerangka Kapal h. Contrution All Risk (CAR) i. Property/Industrial All Risk j. Asuransi Customs Bond k. Asuransi Surety Bond

2. Asuransi Jiwa atau Asuransi Jumlah

Asuransi Jiwa diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHDagang) hanya dijumpai tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai Pasal 308. Pasal 302 KUHDagang sebagai dasar asuransi jiwa, yang menyatakan bahwa :


(17)

Jika seseorang dapat guna keperluan seseorang yang berkepentingan, dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya jiwa itu, baik untuk suatu waktu yang ditetapkan dalam perjanjian”.

Pengertian asuransi yang terdapat pada ketentuan Pasal 302 di atas lebih menekankan kepada suatu waktu yang ditentukan dalam asuransi jiwa. perjanjian. Selain dari definisi atau pengertian asuransi jiuwa secara formil yang terdapat dalam undang-undang hukum dagang tersebut, ada juga pendapat para ahli hukum yang memberikan definisi asuransi jiwa dimaksud.

Berikut pengertian asuransi jiwa menurut Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika yang dikutip dari pendapat Molengraff berpendapat bahwa :

“Asuransi jiwa dalam penertian luas memuat semua perjanjian mengenai pembayaran sejumlah modal atau bunga, yang didasarkan atas kemungkinan hidup atau mati, dan dripada itu pembayaran premi atau dua-duanya dengan cara digantungkan pada masa hidupnya atau meninggalnya seseorang atau lebih”.

Pada pasal Ia Bab I Staatsblad 1941-101 pengertian asuransi jiwa sebagai berikut :

“Perjanjian asuransi jiwa ialah perjanjian tentang pembayaran yang dengn nikmat dari premi dan yang berhubunagn dengan hidup atau matinya seseorang termasuk juga perjanjian asuransi kembali/uang dengan pengertian/catatan bahwa perjanjian dimaksud tidak termasuk perjanjian asuransi kecelakaan”

Sedangkan menurut H.M.N Purwosutjipto adalah :

“Asuransi jiwa dapat diartikan sebagai pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan mana penutup asuransi mengikat diri selama jalanya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang dngiperjanjikan mengikat diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk untuk penutup asuransi sebagai penikmatnya”


(18)

Volmar menyebutkan asuransi jiwa itu dengan istillah sommen verzekering berpendapat bahwa :

“Secara luas sommen verzekering itu dapat diartikan sebagai suatu perjanjian di mana suatu fihak mengikat dirinya untuk membayar sejumlah uang secara sekaligus atau periodik, sedangkan pihak mengikat dirinya untuk membayar premi dan pembayaran itu adalah tergantung kepada hidup atau matinya seseorang tertentu atau lebih”

Santoso Poejosoebroto memberikan pengertian asuransi itu sebagai berikut :

‘Asuransi pada umumnya adalah suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak penanggung dengan menerima premi mengikat diri untuk memberikan pembayaran kepada pengambil asuransi atau orang yang ditunjuk, karena terjadinya peristiwa yang belum pasti. Yang disebutkan di dalam perjanjian, baik karena pengambil asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang disebabkan oleh peristiwa lain, maupun karena peristiwa tadi mengenai hidup dan kesehatan”

Penulis berpendapat bahwa asuransi jiwa adalah suatu perjanjian di mana Tertanggung menawarkan diri kepada Penanggung untuk membuat perjanjian pertanggungan, dan Tertanggung bersedia membayar sejumlah uang pertanggungan kepada Penanggung untuk jangka waktu tertentu demi kepentingan pihak lain atau tertunjuk bilamana terjadi peristiwa tidak terduga pada diri Tertanggung.

Menutup pertanggungan untuk membayarkan sejumlah santunan karena meninggal atau tetap hidupnya seseorang dalam jangka waktu pertanggungan. Dalam asuransi jiwa, penanggung menerima premi dari tertanggung dan apabila tertanggung meninggal, maka santunan (uang pertanggungan) dibayarkan kepada ahli waris atau seseorang yang ditunjuk dalam polis sebagai penerima santunan. Adapun jenis-jenis pertanggungan jiwa/jumlah adalah :

a. Asuransi Kecelakaan b. Asuransi Kesehatan c. Asuransi Jiwa Kredit.


(19)

Produk asuransi jiwa dalam praktik dijumpai sebagai berikut : a. Prodak Asuransi Jiwa

1) Asuransi Jiwa Murini (Whole Life Insurance) 2) Asuransi Jiwa Berjangka Panjang

3) Asuransi Jiwa Jangka Pendek (Term Insurance)

b. Prodak Asuransi Jiwa dalam Program Asuransi Sosial

1) Program Dana Pensiun da Tabungan Hari Tua bagi Pegawai Negeri dan ABRI yang diselenggarakan oleh PT TASPEN dan PT ASABRI.

2) Asuransi Wajib Sosial yang diatur dalam UU NO. 33 Tahun 1964/PP No 17 Tahun 1965 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan UU No 34 Tahun 1964/PP No 18 1965 Dana Kecelakaan Lalu Lintas. 3) JAMSOSTEK

Perbedaan antara Pertanggungan Kerugian dan Pertanggungan Jumlah (Jiwa) adalah :

No Masalah Pertanggungan Kerugian Pertangungan Jiwa/Jumlah

1 Para Pihak Penanggung dan Tertanggung

Penutup Asuransi (pembayar polis),

Penanggung dan pemikat

2 Obyeknya Barang Jiwa

3 Kepentinga n

Kewajiban Bernilai Uang

Hubungan kekeluargaan (tidak bernilai uang)

4 Evenemen Peristiwa tertentu yang mengakibatkan kerugian

Hilangnya nyawa

2.7 Cara Mengadakan Kontrak / Perjanjian Asuransi


(20)

Menurut ketentuan KUH Perdata bahwa perjanjian/kontrak harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu arus memenuhi syarat yang tertuang dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu :

1. Adanya kesepakatan kehendak antara pihak penanggung dengan tertanggung 2. Adanya kecakapan dari kedua belah pihak baik penanggung maupun

tertanggung.

3. Adanya objek asuransi disebut kepentingan.

Kepentingan adalah kekayaan atau bagian dari kekayaan yang apabila terjadi musibah akan menimbulkan kerugian. Kepentingan tersebut harus memenuhi beberapa syarat antara lain :

Kepentingan materiil / materiil belang a) Asuransi Kerugian

 Dapat dinilai dengan uang

 Dapat diancam bahaya

 Tidak dikecualikan UU Kepentingan : idiil / idil belang b) Asuransi Jumlah

Tidak dapat dinilai dengan uang.

4. Adanya causa yang halan dalam perjanjian asuransi disebut bahaya, misalnya : kebanjiran, kehilangan, kerusakan.

Selain keempat syarat tersebut diatas, khusus untuk perjanjian asuransi perlu dilengkapi dengan persyaratan tambahan yang tertuang dalam pasal 251 KUH Dagang disebut mededelingspicht yaitu memberikan keterangan yang sebenar-benarnya tentang keadaan objek yang diasuransikan dari pihak tertanggung.

Bentuk perjanjian asuransi :

1) Formal, dibuat secara tertulis yaitu dalam bentuk akta, walaupun akta di bawah tangan yang hanya dibuat oleh kedua belah pihak saja yaitu pihak penanggung dan pihak tertanggung disebut polis.


(21)

2) Konsensual artinya perjanjian sudah dinyatakan sah sejak ada kesepakatan antara pihak penanggung dan tertanggung, bahkan sebelum hak dan kewajiban timbul sejak ada kesepakatan, walau polis dalam belum ditandatangani.

2.8 Polis Asuransi 1. Fungsi Polis

Menurut ketentuan Pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis merupakan alat bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung. Akan tetapi pada Pasal 257 dan Pasal 258 KUH Dagang yang dapat disimpulkan bahwa polis dalam perjanjian asuransi tidak merupakan syarat multak tetapi hanya merupakan alat bukti.

Polis sebagai suatu akta yang formalitasnya diatur di dalam undang-undang, mempunyai arti yang sangat penting pada perjanjian asuransi, baik pada tahap awal, selama perjanjian berlaku dan dalam masa pelaksanaan perjanjian. Jadi polis tetap mempunyai arti yang sangat penting di dalam perjanjian asuransi, meskipun bukan merupakan syarat bagi sahnya perjanjian, karena polis merupakan satu-satunya alat bukti bagi tertanggung terhadap penanggung. Undang-undang menentukan bahwa polis dibuat dan ditandatangani oleh penanggung sebagaimana diatur pada pasal 256 ayat 3 ; “Polis tersebut harus ditandatangani oleh tiap-tiap penanggung”.

Meskipun kemudian sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata diperkenankan saja apabila para pihak memperjanjikan bahwa perjanjian asueansi baru berlangsung setelah polis selesai atau setelah diserahkan kepada tertanggung. Dalam hal yang demikian berarti polis dijadikan sebagai syarat mutlak pada perjanjian asuransi yang bersangkutan.

Mengingat fungsinya sebagai alat bukti tertulis maka para pihak (khususnya tertanggung) wajib memerhatikan kejelasan isi polis dimana


(22)

sebaiknya tidak mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi sehingga dapat menimbulkan perselisihan (dispute).

Upaya pembuktian bahwa telah ditutupnya suatu perjanjian asuransi/pertanggungan dalam hal belum dikeluarkannya polis oleh pihak penanggung, satu-satunya dasar ialah pasal 258 ayat 1 dan 2. Pasal 258 :

Untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian tersebut, diperlukan pembuktian dengan tulisan; namun demikian bolehlah lain-lain alat pembuktian dipergunakan juga manakala sudah ada suatu permulaan pembuktian dengan tulisan. Namun demikian bolehlah ketetapan-ketetapan dan syarat-syarat khusus, apabila tentang itu timbul suatu perselisihan, dalam jangka waktu antara penutupan perjanjian dan penyerahan polisnya, dibuktikan dengan segala alat bukti; tetapi dengan pengertian bahwa segala hal yang dalam beberapa macam pertanggungan oleh ketentuan-ketentuan undang-undang, atas ancaman-ancaman batal, diharuskan dibuktikan dengan tulisan”.

Dalam periode setelah penyerahan polis, alat bukti yang sangat penting ialah tulisan atau surat serta permulaan pembuktian dengan surat. Dalam arti luas hal ini yang dimaksud tentu saja polis dengan seluruh persyaratannya. Hal ini berlaku mengenai diadakannya perjanjian pertanggungan maupun tentang janji-janji khusus. Keduanya hanya dapat dibuktikan dengan alat bukti tertulis (perhatikan pasal 258 KUH Dagang).

Polis yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh penanggung sebenarnya hanyalah mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna untuk kepentingan tertanggung atau orang-orang yang memperoleh hak daripadanya dan hanya mempunyai kekuatan terhadap penanggungan yang bersangkutan saja. Artinya penanggung dengan siapa tertanggung mengadakan perjanjian asuransi/pertanggungan.

2. Isi Polis

Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini :


(23)

b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan. d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan)

e. Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung

f. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung.

g. Premi asuransi.

h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan BANKER’S CLAUSE, jika terjadi peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung dapat berhadapan dengan siapa pemilik atau pemegang hak.

Beberapa dasar hukum yang menjadi dasar dalam isi polis, diantaranya :

 Asuransi ganti rugi : Pasal 564 KUH Dagang

 Asuransi Jiwa : Pasal 304 KUH Dagang

 Asuransi kebakaran : Pasal 287 KUH Dagang

 Asuransi Hasil Pertanian : Pasal 299 KUH Dagang

 Asuransi Laut : Pasal 592 KUH Dagang

 Asuransi Pertanggungan : Pasal 686 KUH Dagang

Untuk jenis asuransi tertentu, misalnya asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan bahwa dalam polisnya harus pula menyebutkan :

a. Letak barang tetap serta batas-batasnya. b. Pemakaiannya

c. Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sepanjang berpengaruh terhadap objek pertanggungan.

d. Harga barang-barang yang dipertanggungkan.

e. Letak dan pembatasan gedung-gedung dan tempat-tempat dimana barang-barang bergerak yang dipertanggungkan itu berada.

Untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh suatu polis asuransi, perlu diperhatikan tujuh aspek penutupannya, yaitu :


(24)

a. Bencana yang ditutup b. Yang ditutup

c. Kerugian yang ditutup d. Orang-orang yang ditutup e. Lokasi-lokasi yang ditutup f. Jangka waktu yang ditutup

g. Bahaya-bahaya yang dikecualikan.

Pada dasarnya setiap polis terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu : 1. Deklarasi

Deklarasi merupakan suatu pernyataan yang dibuat oleh calon tertanggung, yang pada dasarnya memberikan keterangan mengenai beberapa hal baik mengenai jati dirinya maupun yang mengenai obyek/barang yang dipertanggungkan atau mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penutupan perjanjian asuransi / pertanggungan.

2. Klausula pertanggungan

Klausula pertanggungan merupakan bagian yang utama dari suatu polis. Pada bagian klausula ini dengan jelas dianut ketentuan mengenai risiko apa saja dari polis yang bersangkutan, yang ditanggung oleh penanggung, syarat-syarat yang diminta dan ruang lingkup tanggung jawab penanggung.

Perjanjian asuransi memuat janji-janji khusus dirumuskan secara tegas dalam polis. Jenis atau kesepakatan itu disebut klausula asuransi yang maksudnya untuk menentukan batas-batas hak dan kewajiban para pihak, tanggung jawab penanggung dalam pembaayaran ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis asuransi tersebut ditentukan oleh sifat obyek asuransi itu, bahaya yang mengamcam dalam setiap asuransi. Klausula-klausula yang dimaksud antara lain :

a. Klausula Premier Risque

Klusula ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi di bawah nilai benda terjadi kerugian, penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah yang diasuransikan (Pasal 253 ayat 3 KUHD).


(25)

Klausula ini bisa digunakan pada asuransi pembongkaran dan pencurian, asuransi tanggung jawab.

b. Klausula All Risk

Klausula ini menentukan bahwa penanggung segala risiko atau benda yang diasuransikan. Ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang timbul akibat peristiwa apa pun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD).

1) Klausula Total Loss Only (TLO)

Klausula ini menentukan bahwa penanggung bahwa menanggung kerugian yang merupakan kerugian keseluruhan/total atas benda yang diasuransikan.

2) Klausula Sudah Diketahui (All Seen)

Klausula yang digunakan pada asuransi kebakaran. Klausula ini menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui keadaan.

3) Klausula Renunsiasi (Renunciation)

Menurut Klausula penanggung tidak akan menggugat tertanggung dengan alasan Pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim menetapkan bahwa pasal tersebut harus diberlakukan secara jujur atau itikad baik dan sesuai dengan kebiasaan. Berarti apabila timbul kerugian akibat evenemen tertanggung tidak memberitahukan keadaan benda obyek asuransi kepada penanggung, maka penanggung tidak akan mengajukan Pasal 251 KUHD dan penanggung akan membayar klaim ganti kerugian kepada tertanggung. 4) Klausula Free Particular Average (FPA)

Bahwa penanggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian yang timbul akibat peristiwa khusus di laut (Particular Average) seperti ditentukan pada Pasal 709 KUHD dengan kata lain penanggung menolak kerugian yang diklaim oleh tertanggung yang sebenarnya timbul dari akibat peristiwa khusus yang sudah dibebaskan klausula FPA.

5) Klausula Riot, Strike & Civil Commetion (RSCC)

Riot (kerusuhan) adalah tindakan suatu kelompok orang, minimal sebanyak 12 orang, yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama


(26)

menimbulkan suasana gangguan ketertiban umum dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta pengrusakan harta benda orang lain, yang belum dianggap sebagai huru-hara.

Strik (pemogokan) adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompok pekerja, minimal 12 orang pekerja atau separuh dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah selutruh pekerja kurang dari 24 orang), yang menolak bekerja sebagaimana biasanya dalam usaha untuk memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau dalam melakukan protes terhadap peraturan atau persyaratan kerja yang diberlakukan oleh majikan. Civil Commotion (huru-hara) adalah keadaan di suatu kota di mana sejumlah besar massa secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil menimbulkan suasana gang uan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan kegaduhan menggunakan kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar harta benda, sedimikian rupa sehingga timbul ketakutan umum, yang ditandai dengan berhentinya lebih dari separuh kegiatan normal pusat perdagangan/pertokoan atau perkantoran atau sekolah atau transportasi umum di kota tersebut selama 24 jam secar terus menerus yang dimulai sebelum, sedang atau setelah kejadian tersebut. 6) Banker’s Clause

Banker’s Clause atau Klausula Bank adalah suatu klausula yang tercantum dalam Polis yang hanya dicantumkan atas permintaan pihak Bank di mana dalam polis secara tegas dinyatakan bahwa Pihak Bank adalah sebagai penerima ganti rugi atas peristiwa yang terjadi atas obyek pertanggungan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian asuransi (polis). Klausula ini muncul sebagai akibat adanya hubungan utang piutang antara Debitur dan Kreditur di mana obyek pertanggungan adalah menjadi jaminan Bank, sehingga klausula bukan merupakan standar yang pada umumnya tercantum dalam Polis.

3. Pengecualian-pengecualian

Dalam setiap polis dengan kondisi apapun juga selalu terdapat bagian yang mengandung pasal-pasal mengenai pengecualian. Dengan tegas polis ini


(27)

menentukan terhadap hal-hal apa saja terdapat pengecualian, apakah bencana atau bahayanya, ataukah mengenai bendanya atau mengenai kerugian tertentu yang dikecualikan dari perjanjian pertanggungan yang dimaksud.

4. Kondisi-kondisi.

Pada bagian polis ini dijelaskan tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak baik penanggung atau tertanggung. Kondisi-kondisi termaksud, biasanya mengenai :

 Pembayaran premi

 Pertanggungan-pertanggungan lain

 Perubahan risiko

 Kewajiban tertanggung bila terjadi peristiwa

 Laporan kerugian

 Ganti rugi

 Kerugian atas barang

 Ganti rugi pertanggungan rangkap

 Pertanggungan di bawah harga

 Laporan waktu

 Taksiran harga dalam kerugian

 Biaya yang diganti

 Pembayaran ganti rugi

 Sisa barang

 Sisa jumlah pertanggungan

 Subrogasi

 Gugurnya hak ganti rugi

 Penghentian pertanggungan

 Pengembalian premi

 Perselisihan

 Penutup


(28)

a) Hak Penanggung

 Menerima premi

 Menerima mededelingsplicht yaitu (keterangan tentang keadaan benda yang sebenarnya dari benda yang diasuransikan dari tertanggung).

 Hak-hak lain sebagai lawan dari kewajiban Penanggung b) Kewajiban Penanggung

 Memberikan polis

 Memberikan ganti rugi terjadi peristiwa yang tidak boleh bertentangan dengan asas indemtriteit (untuk asuransi ganti rugi).

 Memberikan pembayaran sejumlah uang berdasarkan kata sepakat (untuk asuransi sejumlah uang)

 Mengembalikan premi restorno (mengembalikan sebagian atau seluruh premi berhubungan sebagian/seluruh resiko tak jadi dipertanggungkan). Syarat premi restorno :

a) Itikad baik

b) Peristiwa belum terjadi

c) Perjanjian seluruh / sebagian tak sah. c) Kewajiban Tertanggung

 Membayar premi

 Memberikan mededelingsplidat

 Mencegah agar kerugian dapat diatasi. d) Hak Tertanggung

 Menerima polis

 Mendapat ganti kerugian jika terjadi peristiwa yang belum tentu terjadi

 Hak-hak lain sebagai lawan dari kewajiban tertanggung.

2.10 Batal & Sanksi Asuransi

Suatu pertanggungan hakikatnya adalah suatu perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan risiko batal atau dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 PUH Perdata.


(29)

Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi apabila :

1. Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan kepada pebanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251 KUHD)

2. Memuat suatu kerugianyang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal 269 KUHD); memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui pengadilan membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan datang (Pasal 272 KUHD)

3. Terdapat suatu penipuan atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282 KUHD) 4. Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak

boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau akal asing yang digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boeh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).

Di dalam praktik dijumpai banyak sekali perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian. Ini menunjukkan bisnis asuransi merupakan bisnis yang menguntungkan. Akan tetapi, bisnis asuransi dapat juga merugikan masyarakat apabila perusahaan asuransi dikelola secara tidak profesional.

Untuk itulah pemerintah telah menentukan sanksi bagi perusahaan asuransi yang melakukan pelanggaran.

1. Sanksi Administratif

Setiap perusahaan perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No, 73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (PP No 73/1992) serta peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan :

a. Perizinan usaha b. Kesehatan keuangan c. Penyelenggaraan usaha d. Penyampaian laporan


(30)

e. Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung.

Dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatanusaha dan sanksi pencabutan izin usaha (Pasal 37 PP No 73/1992) Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terdapat :

1) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasurransi yang tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dsan perhuitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda administratif Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan.

2) Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dikenakan denda administratif Rp. 5.00.000,- (lima ratsu ribu rupiah) untuk setiuap hari keterlambatan (Pasal 38 PP No 73/1992).

2. Sanksi Pidana

Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam Pasal 21 UU Asuransi, berikut ini;

a. Terhadap pelaku utama

Orang yang menjalankan atau menyuruh menjalankan usaha perasuransian tanpa izi usaha, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau menggunakan tanpa hak kekayaan Perasuransi Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).

b. Terhadap pelaku pembantu

Orang yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjual kembali kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang diketahuinya atau patutu diketahuinya bahwa barang-barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau


(31)

Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

c. Terhadap pemalsu dokumen

Orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Hal-hal lain yang perlu dikatahui dalam Asuransi : a. Tarif Asuransi

Suatu harga satuan dari suatu kontrak Asuransi tertentu, untuk obyek penanggungan tertentu, terhadap risiko tertentu, dan digunakan untuk masa depan tertentu pula.

Alat untuk mengukur risiko yang realistis (eality of risk), yang berkisar dan tertanggung kepada mutunya, makin besar kemungkinan rugi, makin besar pula tarifnya.

b. Obyek Pertanggungan

Yaitu semua obyek (properti dan manusia) yang dapat dipertanggungkan aturannya karena kemungkinan akan mengalami suatu risiko yang dapat menimbulkan kerugian ditinjau dari segi keuangan. contoh :

 Rumah tinggal, gedung, pabrik, tempat usaha,dan lain-lain.

 Mobil, kapal, pesawat, dan lain-lain.

 Jiwa manusia, keehatan, dan lain-lain;

 Proyek pembangunan dan pemasangan mesian.

 Pengangkutan barang dan lain-lain. c. SPPA (Surat Permintaan Penutupan Asuransi)

SPPA adalah formulir isian yang harus di isi oleh calon tertanggung dalam rangka Penutupan Asuransi yang akan digunakan oleh penanggung untuk mengevaluasi tingkat risiko dari obyek pertanggungan tersebut. Adapun data


(32)

yang di isi dalam SPPA adalah seputar obyek pertanggungan, kondisi sekitar onyek pertanggungan, data tertanggung, data tertanggung, perincian obyek tertanggung, tingkat bahaya, dan lain-lain.

2.11 Tinjauan tentang Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Asuransi 2.11.1 Tanggung Jawab Hukum

Menurut kamus bahasa Indonesia, tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya (Novianto HP, 501). Definisi tentang hukum sangat sulit untuk dibuat, karena tidak mungkin untuk mengadakan yang sesuai dengan kenyataan. Hampir semua Sarjana Hukum memberikan pembatasan hukum yang berlainan, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. E.M. Meyers mengemukakan hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditunjukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman bagi penguasapenguasa negara dalam melakukan tugasnya.

b. Leon Duguit mengemukakan hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaanya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.

c. Immanuel Kant mengemukakan hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan (C.S.T. Kansil, 1989 : 36).

Menurut kamus bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan yang dibuat dan disepakati baik secara tertulis maupun tidak tertulis, peraturan, undangundang yang mengikat prilaku setiap masyarakat tertentu (Novianto HP, 221). Tanggung jawab hukum dapat disimpulkan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatu hal berdasarkan peraturan yang dibuat dan disepakati baik secara tertulis maupun tidak tertulis.


(33)

Perusahaan adalah istilah ekonomi yang dipakai dalam KUHD dan perundang-undangan di luar Kitab Undang-undang Hukum Dagang, tetapi dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang sendiri tidak dijelaskan pengertian resmi istilah perusahaan itu. Rumusan pengertian prusahaan terdapat dalam Pasal 1 Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (UWPD), yang berbunyi sebagai berikut: perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang besifat tetap dan terus-menerus dan didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Pengertian asuransi dalam kamus bahasa Indonesia adalah pertanggungan jiwa maupun benda (Novianto HP, 51).

Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang menentukan bahwa asuransi adalah suatu persetujuan atau perjanjian dimana pihak yang menjamin (penanggung) berjanji terhadap pihak yang dinjamin (tertanggung) untuk dengan menerima sejumlah uang premi pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin (tertanggung) akibat dari suatu peristiwa yang belum terang akan terjadinya. Perusahaan asuransi diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1992, yang dimaksud perusahaan asuransi adalah perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, agen asuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi dan purusahaan konsultan akturia. Undang-undang No. 2 Tahun 1992, perusahaan asuransi ada dua, yaitu:

a. Perusahaan asuransi kerugian, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. b. Perusahaan asuransi jiwa, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.

Kesimpulannya bahwa perusahaan asuransi adalah suatu badan usaha yang memberikan jaminan pertanggungan jiwa maupun benda atas peristiwa yang tidak. Pengertian diatas antara definisi tanggung jawab hukum dan perusahan asuransi, maka tanggung jawab hukum perusahaan asuransi adalah kewajiban


(34)

yang harus ditanggung sesuai dengan peraturan atau kesepakatan yang telah disepakati bersama oleh suatu badan usaha yang memberikan jaminan pertanggungan jiwa maupun benda atas peristiwa yang tidak pasti.

BAB III

STUDI KASUS

PT. ASURANSI RECAPITAL, atau dikenal dengan nama “Reguard” adalah salah satu perusahaan asuransi umum nasional yang bernaung di bawah Recapital Group. Perusahaan asuransi ini memiliki berbagai macam produk asuransi, salah satunya adalah produk pengamanan barang – barang berharga. PT. Asuransi Recapital (pihak tergugat) sendiri memiliki perjanjian dengan salah satu nasbahnya yang bernama Zainuddin Anshori ( pihak penggugat) dengan nomor polis SMG/ CC-6/ 2008/00121 dengan objek pertanggungan berupa 117 ( seratus tujuh belas) ton konstruksi beton besi tower pemancar dengan nilai pertanggungan yang telah disepakati antara kedua belah pihak yakni Rp. 936.000.000 ( Sembilan ratus tiga puluh enam juta rupiah). Objek pertanggungan berupa konstruksi yang akan diangkut dari pelabuhan searang dengan tujuan pelabuhan Jambi Kalimantan Barat yang diangkut oleh KLM Sinar Bunga Perdana dengan tanggal keberangkatan 24 Juni 2013.

Pihak asuransi sendiri adalah pihak yang bertanggung jawab antara lain menyiapkan logistik, mengasuransikan barang angkutan, dan mengirimkan ke lokasi proyek di Jambi Kalimantan Barat untuk PT. Citra Aditama Indonesia. Objek pertanggungan asuransi dalam perkara a quo merupakan sebagian dari barang-barang proyek yang menjadi tanggung jawab penggungat untuk dikirim sampai dengan saat di lokasi proyek.


(35)

Pada tanggal 29 Juni 2008, KLM Sinar Bunga Perdana tenggelam di perairan utara Karimun Jawa sebagaimana laporan kecelakaan No GM.761/01/12 / Ad. Tg 2007 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Administrator Pelabuhan Tegal. Ajkibat dari tenggelamnya KLM Sinar Bunga perdana tersebut, pihak penggugat yakni pihak Bpk. Anshori mengajukan klaim asuransi sebesar nilai pertanggungan yang telah disepakati sebelumnyaa yakni Rp. 936.000.000,00 sebagaimana surat yang telah diajukan Pak Anshori selaku pihak tergugat tertanggal 12 Agustus 2008 kepada tergugat.

Berdasarkan surat tersebut, pihak tergugat meninta agar penggugat melengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut :

a. Invoice baarang b. Packing list

c. Kontrak kerja dengan pihak Excelmindo

d. Kontrak kerja pengiriman barang dengan EMKL

e. Dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan dengaan pengiriman barang tersebut.

Lalu, setelah itu, pihak penggugat menanggpi surat tergugat dengan mengirimkan dokumen-dokumen berupa :

a. Invoice barang

b. Packing list

c. Kontrak kerja dengan pihak Excelmindo

d. Kontrak pengiriman barang dengan EMKL

Namun ternyata, berdasarkan surat No 062/ ARC-HDO/ LM / X/08 pihak Tergugat menolak klaim yang diajukan penggugat dengan alasan yaitu telah terjadi perbedaan mengenai waktu keberangkatan yang menurut dalil Tergugat disebutkan kapal tersebut berangkat pada tanggal 19 Juni 2008 sedangkan penandatanganan polis pada tanggal 23 Juni 2008. Kemudian, pihak penggugat


(36)

menanggapi surat Tergugat sebagaimana bukti penandatanganan polis tanggal 23 Juni 2008 dengan mengirimkan surat tertanggal 3 November 2008 yang menyampaikan bahwa tidak mungkin kapal tersebut bisa berangkat pada tanggal 19 Juni 2008, fakta ini sesuai degan bukti-bukti lainnya sehingga adalah tidak mungkin kapal berlayar dengan mengangkut barang milik Penggugat pada tanggal 19 Juni 2008 sedangkan pembayaran dilakukan tanggal 20 Juni 2008.

Pihak tergugat sendiri mengetahui persis bahwa kapal tidak berangkat tanggal 19 Juni 2008 sebagaimana bukti-bukti yang telah diajukan penggugat sebelumnya ditambah dengan keterangan dari Kepala Kantor Administrator Pelabuhan Tegal yang secara jelas menyebutkan bahwa kapal berangkat dari pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada hari Selasa tanggal 24 Juni 2008 jam 04.00 sehingga dalil tergugat yang menyatakan menolak klaim karena keberangkatan kapal sebelum waktu penandatanganan polis asuransi adalah alasan yang tidak dapat diterima.

Berdasarkan bukti-bukti yang tidak terbantahkan lagi kebenarannya, maka sangat beralasan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memerika perkara a quo, untuk menjatuhkan putusan, putusan yang dijatuhkan adalah sebagai berikut :

a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

b. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji/ wanprestasi

c. Menghukum tergugat untuk membayar klaim asuransi kepada Penggugat beserta kerugan dengan rincian sebagai berikut:

- Materiil : penggantian klaim atas objek asuransi seharga Rp. 936.000.000 ( Sembilan ratus tiga puluh enam juta rupiah) yang menjadi hak penggugat sebagai pemegang polis.

- Immateriil : Terganggunya roda usaha penggugat serta reputasi dan kreadibilitas penggugat di mata dunia usaha dapat dinilai sebesar Rp. 10.000.000.000,00 ( sepuluh ilyar rupiah).


(37)

d. Menghukum tergugat untuk membayar buga sebesar 10 % per tahun dari nilai pertanggungan Rp. 936.000.000,00 atau sama dengan Rp.

93.600.000,-e. Menyatkan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan.

f. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada bantahan banding dan kasasi (Uitvoerbaar bji voorraad).

g. Menghukum turut Tergugat untuk tubduk dan patuh terhadap putusan dalam perkara ini.

h. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara

Namun, pihak tergugat yakni pihak asuransi sendiri tidak dapat menerima putusan hukum yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Oleh karena itu, pihak tergugat mengajukan banding dimana telah megajukan eksepsi pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut :

1. Bahwa gugatan Penggugat memiliki cacat formil error in persona dalam bentuk plurium litis consortium, dimana gugatan Penggugat tidak lengkap (kurang pihak) dalam menarik dan menempatkan Tergugat sebagai subyek gugatan dalam gugatan Penggugat.

2. Bahwa Tergugat tidak pernah berhubungan dan menerima pengajuan permohonan /permintaan penutupan pertanggungan/asuransi secara langsung dari Penggugat yang biasanya dikategorikan sebagai direct business dalam industri asuransi.

3. Bahwa Penggugat melakukan pengajuan permohonan/permintaan penutupan pertanggungan/asuransi kepada PT. Ghanie Akbarindo Distributory yang bergerak di bidang Insurance & Claims Consultans dan berkedudukan hukum di Jalan Sindoro II No.32 Ungaran. Semarang 51507 melalui saudara Pramudita yang bekerja sebagai Operational & Marketing Manager di Perusahaan tersebut. 4. Bahwa selanjutnya, Tergugat tidak pernah menerima pembayaran premi

pertanggungan /asuransi secara langsung dari Penggugat, tetapi Penggugat membayar presmi pertanggungan tersebut kepada PT. Ghanie Akbarindi Distributory sebagai perusahaan perantara asuransi independent melalui PT. Cahaya Kalimantan Raya sebagai turut Tergugat setelah permohonan/permintaan


(38)

penuntupan pertanggungan /asuransi Penggugat diterima oleh PT.Ghanie Akbarindo Distributory;

5. Bahwa PT. Ghanie Akbarindo merupakan jasa perantara asuransi independent dan tidak mempunyai hubungan hukum mengikat atau perjanjian agen asuransi dengan Tergugat sebagai penanggung;

6. Bahwa PT. Ghanie Akbarindo Distributory sebagai badan hukum perseroan mempunyai tanggung jawab hukum atas perbuatan hukum dan hubungan hukum yang telah dilakukannya untuk kepentingan hukum Penggugat, terkait dengan fakta-fakta hukum yang dicantumkan dalam pengajuan permohonan/permintaan penutupan pertanggungan/asuransi tersebut.

7. Bahwa Tergugat berpendapat pihak yang ditarik dan ditempatkan sebagai Tergugat tidak lengkap (kurang pihak/ plurium litis consortium) karena masih terdapat pihak lain yang harus ikut ditarik dan ditempatkan sebagai Tergugat lain berdasarkan semua uraian dan dalil yang Tergugat kemukakan di atas. Oleh karena itu, gugatan Penggugat memiliki cacat formil error in persona dalam bentuk plurium litis consortium yang berarti bahwa gugatan yang diajukan oleh Penggugat kurang pihak, sehingga Penggugat seharusnya menarik dan menempatkan Direksi PT. Ghanie Akbarindo Distributory sebagai Tergugat I (pertama) sebagai subyek gugatan dalam gugatan Penggugat.

Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengambil putusan, yaitu putusannya No. 1301/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel. tanggal 03 Pebruari 2010 yang amarnya sebagai berikut :

DALAM EKSEPSI :

- Menolak eksepsi Tergugat tersebut;

DALAM POKOK PERKARA :

- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

- Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.281.000,- (dua ratus delapan puluh satu ribu rupiah);

Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi


(39)

Jakarta dengan putusannya No.290/Pdt/2010/PT.DKI. tanggal 13 Desember 2010 yang amarnya sebagai berikut :

 Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat ZAINUDIN ANSHORI;

 Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor : 1301/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel. tanggal 03 Pebruari 2010 yang dimohonkan banding tersebut;

MENGADILI SENDIRI : DALAM EKSEPSI :

 Menyatakan eksepsi Tergugat tidak dapat diterima;

DALAM POKOK PERKARA :

 Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

 Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) ;

 Menghukum Tergugat membayar klaim asuransi kepada Penggugat sebesar Rp.936.000.000,- (sembilan ratus tiga puluh enam juta rupiah) yang menjadi hak Penggugat sebagai pemegang Polis Nomor : SMG/CC-06/2008/00121 tanggal 23 Juni 2008;

 Menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara dalam kedua tingkat Pengadilan, yang dalam tingkat banding berjumlah Rp.150.000,-(seratus lima puluh ribu rupiah);

 Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;

Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada Tergugat/Terbanding I pada tanggal 15 Maret 2011 kemudian terhadapnya oleh Tergugat/Terbanding I dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa


(40)

khusus tanggal 15 Maret 2011 diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 28 Maret 2011 sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi No 1301/PDT.G/2009/PN.JKT.SEL. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, permohonan tersebut disertai dengan/diikuti oleh memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 07 April 2011 ;

Bahwa setelah itu oleh Penggugat/Pembanding yang pada tanggal 3 Mei 2011 telah diberitahu tentang memori kasasi dari Tergugat/Terbanding I diajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri di Jakarta Selatan pada tanggal 05 Mei 2011;

Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima ;

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah :

A.I. BAHWA PERTIMBANGAN HUKUM PUTUSAN JUDEX FACTI TIDAK DILAKUKAN SECARA SEKSAMA (ONVOLDOENDE GEMOTIVEERD);

Bahwa Pemohon Kasasi I (Terbanding I) berpendapat putusan judex facti tersebut tidak secara seksama telah mempertimbangkan semua hal yang relevan dengan pokok perkara yang bersangkutan, sehingga putusan demikian harus dikategorikan sebagai putusan yang mengandung kesalahan penerapan hukum atau bertentangan dengan hukum. Dalam hal putusan judex facti dikategorikan sebagai putusan judex facti onvoldoende gemotiveerd adalah apabila pertimbangan hukum putusan judex facti tersebut dilakukan secara singkat, kabur, dan tidak konkrit, dimana melalui pertimbangan hukum yang singkat dan kabur dimaksud diambil suatu kesimpulan untuk mengabulkan dalil-dalil Termohon Kasasi (Pembanding) tanpa didasari dan didukung oleh alat-alat bukti yang


(41)

memenuhi batas minimal pembuktian. Pada umumnya putusan yang dikategorikan sebagai onvoldoende gemotiveerd sering bertitik singgung dengan kesalahan penerapan hukum pembuktian. Fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan tidak dipertimbangkan secara menyeluruh dan komprehensif, dimana yang dipertimbangkan hanya sebagian saja tanpa adanya penilaian dan pertimbangan alat-alat bukti relevan lainnya;

Hal tersebut dapat terlihat dengan jelas pada bagian pokok perkara untuk pertimbangan-pertimbangan hukum putusan judex facti di halaman sampai dengan halaman 5 putusan judex facti dimaksud sebagai berikut :

 Menimbang, bahwa Pengadilan Tinggi sependapat dengan Pengadilan tingkat pertama (halaman 32 alinea ketiga) yang pada pokoknya menyatakan bahwa berdasarkan laporan Kecelakaan Kapal (bukti P.3), Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan Nahkoda (bukti P-10), Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan Kamar Mesin (bukti P-11) dan seterusnya…..”

 Menimbang, bahwa dalam pertimbangan Pengadilan tingkat pertama (halaman 32 alinea keempat), Pengadilan tingkat pertama juga menyatakan bahwa berdasarkan bukti-bukti selain dan selebihnya, setelah menunjukkan formalitas pengiriman barang dan seterusnya…….”.

 Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Pengadilan Tinggi berpendapat bahwasannya Penggugat telah berhasil membuktikan dalil-dalil, yaitu :

Dalam hal ini terlihat dengan jelas bahwa pertimbangan hukum putusan judex facti tersebut dapat dikategorikan sebagai putusan judex facti onvoldoende gemotiveerd karena pertimbangan hukum putusan judex facti dimaksud telah dilakukan secara singkat, kabur dan tidak konkrit, di mana melalui pertimbangan hukum yang singkat dan kabur itu diambil suatu kesimpulan untuk mengabulkan dalil-dalil Termohon Kasasi (Pembanding) tanpa di dasari dan didukung oleh alat-alat bukti yang memenuhi batas minimal pembuktian. Hal tersebut sangat berbeda


(42)

dengan pertimbangan-pertimbangan hukum yang terdapat di halaman 29 sampai dengan halaman 35 putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.1301/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel., apabila Majelis Hakim Agung melihat dan mencermati pertimbangan-pertimbangan hukum yang dibuat, di mana pertimbangan-pertimbangan hukumnya dibuat dan dilakukan secara menyeluruh, serta komprehensif dengan adanya penilaian dan pertimbangan alat-alat bukti relevan lainnya;

Bahwa selanjutnya, Pemohon Kasasi I (Terbanding I) berpendapat penerapan onvoldoende gemotiveerd dapat juga bersinggungan dengan kaidah-kaidah normatif hukum perjanjian apabila putusan judex facti dimaksud juga tidak mempertimbangkan dengan saksama kaidah-kaidah normatif hukum perjanjian secara komprehensif;

Hal tersebut dapat terlihat jelas pada bagian pokok perkara untuk pertimbangan-pertimbangan hukum putusan judex facti di halaman 5 sampai dengan halaman 6 putusan judex facti dimaksud sebagai berikut :

 Menimbang, bahwa berdasarkan kenyataan di atas, Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa Penggugat berhak mengajukan klaim asuransi kepada, dan seterusnya………

 Menimbang, bahwa akan tetapi Pengadilan tingkat pertama ternyata menolak gugatan Penggugat berkenaan dengan tidak dipenuhinya, dan seterusnya ……

 Menimbang, bahwa Pengadilan tingkat pertama berpendapat bahwa Penggugat telah misrepresentasi yang merupakan pelanggaran terhadap prinsip, dan seterusnya…..

 Menimbang, bahwa alasan Pengadilan tingkat pertama tersebut adalah tidak dan tidak benar karena dalam Polis Asuransi, dan seterusnya…….


(43)

 Menimbang, hal tersebut ditambah diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa Polis Asuransi, dan seterusnya,…….

 Menimbang, bahwa sehingga dengan demikian perbedaan dokumen tanggal pemberangkatan kapal yang mengangkut barang tertanggung dan seterusnya….

Bahwa Pemohon Kasasi I (Terbanding I) berpendapat pertimbangan-pertimbangan hukum yang dikemukakan dalam putusan judex facti juga tidak mempertimbangkan dengan saksama kaidah-kaidah normatif hukum perjanjian secara kompreshensif sebagai berikut :

1. Bahwa ketentuan Pasal 251 KUHD menganut prinsip iktikad baik (principle of utmost good faith), dimana perjanjian asuransi harus dilaksanakan berdasarkan prinsip iktikad baik, sehingga prinsip iktikad baik tersebut merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh calon tertanggung atau tertanggung sebelum perjanjian pertanggungan atau asuransi ditutup, dan bukan merupakan kewajiban calon tertanggung atau tertanggung yang harus dipenuhi dalam rangka pelaksanaan perjanjian yang sudah ditutup sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 251 KUHD polis pertanggungan secara otomatis batal dan penanggung tidak perlu melakukan permintaan untuk pembatalan dimaksud, baik jika pelanggaran terhadap prinsip iktikad baik tersebut telah terjadi secara sengaja atau tidak;

2. Bahwa Termohon Kasasi (Pembanding/Tertanggung) memberi keterangan atau fakta material berbeda di dalam formulir permintaan penutupan pertanggungan/asuransi yang dibuat oleh PT. Ghanie Akbarindo Distributory, dimana obyek pertanggungan diangkut oleh KLM Sinar Bunga Perdana yang berangkat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada tanggal 24 Juni 2008, sedangkan bukti-bukti yang dimiliki oleh Pemohon Kasasi I (Terbanding I) termasuk pengakuan Termohon


(44)

Kasasi (Pembanding) menerangkan secara jelas bahwa obyek pertanggungan diangkut oleh KLM Sinar Bunga Perdana yang berangkat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada tanggal 19 Juni 2008;

3. Bahwa berdasarkan semua bukti yang dimiliki oleh Pemohon Kasasi I (Terbanding I), Termohon Kasasi (Pembanding/Tertanggung) terbukti secara sah dan meyakinkan memberikan keterangan yang tidak benar dan tidak jujur dengan cara memanipulasi data atau Termohon Kasasi (Pembanding/ Tertanggung) telah melakukan misrepresentasi mengenai tanggal keberangkatan KLM Sinar Bunga Perdana kepada Pemohon Kasasi I (Terbanding I/Penanggung);

4. Bahwa Pemohon Kasasi I (Terbanding I/Penanggung) berpendapat dan mengkualifikasikan perbuatan atau misrepresentasi yang dilakukan oleh Termohon Kasasi (Pembanding /Tertanggung) merupakan pelanggar terhadap prinsip iktikad baik (principle of utmost good faith) dalam hukum asuransi, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 251 KUHD yang berdampak pada pembatalan polis pertanggungan secara otomatis dan Pemohon Kasasi I (Terbanding I/Penanggung) tidak mempunyai kewajiban hukum untuk membayar klaim per tanggungan, sebagaimana dikabulkan oleh putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 290/Pdt/2010/PT.DKI;

Bahwa berdasarkan atas hal-hal yang Pemohon Kasasi I (Terbanding I) telah kemukakan di atas, Pemohon Kasasi I (Terbanding I) memohon kepada Majelis Hakim Agung untuk mempertimbangkan semua dalil hukum tersebut, termasuk dan sebagaimana juga telah diperkuat dengan pertimbangan-pertimbangan hukum dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas perkara perdata Nomor : 1301/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel, serta membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 290/Pdt/2010/PT.DKI, karena putusan judex facti dimaksud terbukti telah melakukan kesalahan penerapan hukum


(45)

pembuktian dengan tidak menilai dan mempertimbangkan secara seksama dan komprehensif semua fakta yang ditemukan dalam persidangan;

A.II. BAHWA PUTUSAN JUDEX FACTI TELAH SALAH DALAM MENERAPKAN HUKUM PEMBUKTIAN :

Bahwa Pemohon Kasasi I (Terbanding I) berpendapat kesalahan penerapan hukum pembuktian dapat terjadi apabila putusan judex facti hanya menilai dan mempertimbangkan sebagian alat bukti yang diajukan dalam persidangan, sebagaimana dimuat dalam semua pertimbangan hukum putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 290/PDT/2010/PT.DKI.

Pertimbangan-pertimbangan hukum judex facti tersebut tidak dibuat dan dilakukan secara menyeluruh, serta komprehensif dengan adanya penilaian dan pertimbangan alat-alat bukti relevan lainnya. Dalam hal ini pembuktian secara tertulis dan keterangan para saksi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I secara tegas menyatakan sebagai berikut :

A. PEMBANDING TELAH MEMANIPULASI TANGGAL KEBERANGKATAN KAPAL LAUT MOTOR (KLM) SINAR BUNGA PERDANA;

1. Bahwa Pemohon Kasasi I (Terbanding I) berpendapat pertimbangan hukum judex facti tidak memperhatikan secara seksama bahwa Termohon Kasasi (Pembanding) telah memberi keterangan atau fakta material berbeda di dalam formulir permintaan penutupan pertanggungan/asuransi yagn dibuat oleh PT. Ghanie Akbarindo Distributory, di mana obyek pertanggungan diangkut oleh KLM Sinar Bunga Perdana yang berangkat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada tanggal 24 Juni 2008, sedangkan bukti-bukti tertulis yang dimiliki oleh Pemohon Kasasi I (Terbanding I) termasuk pengakuan Termohon Kasasi (Pembanding) menerangkan secara jelas bahwa obyek pertanggungan diangkut oleh KLM Sinar Bunga


(1)

tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima.

Analisis pada Kasasi Putusan Kasasi:

Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.290/Pdt /2010/ PT.DKI tanggal 13 Desember 2010 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.1301/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel. tanggal 03 Februari 2010; dan Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. ASURANSI RECAPITAL.

Alasan pertimbangan hukum :

 Bahwa didasarkan bukti-bukti KLM Sinar Bunga Perdana (T.7,T.15) seharusnya berlayar pada tanggal 19 Juni 2008 namun faktanya baru berangkat pada tanggal 24 Juni 2008;

 Bahwa ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang No.21 tahun 1992 Tentang Pelayaran menyebutkan tentang “kewajiban memiliki Surat Ijin Berlayar (SIB)” dengan ketentuan bila ada perubahan (Peraturan Bandar 1925 Pasal 8 ayat 3) dan kapal tidak berlayar, maka surat ijin berlayar (SIB) tidak berlaku lagi, sedangkan Polis asuransi ditandatangani pada tanggal 23 Juni 2008 (bukti P-1, P-1A); Sehingga surat izin yang telah ditentukan.berlayar yang dikeluarkan oleh departemen perhubungan pada tanggal 19 juni 2008 sudah tidak berlaku lagi, dikarenakan batas waktu surat izin berlayar adalah 24jam setelah surat dikeluarkan. Seharusnya pihak KLM Sinar Bunga Perdana memperbaharui Surat Izin Berlayar dikarenakan kapal berlayar melewati batas waktu.

 Didasarkan pada pasal 604 KUHD yaitu “ jika dalam hal ini ternyata terdapat kerugian yang harus diganti, maka pihak tertanggung harus disumpah, bahwa ia betul-betul tidak mengetahui tentang keberangkatan kapal tersebut”. Hal ini didasarkan pada surat izin berlayar yang dikeluarkan oleh direktorat perhubungan yang menyatakan bahwa kapal berangkat pada tanggal 19 juni dan bukan pada tanggal 24 juni sebagaimana fakta yang menyatakan kapal


(2)

tersebut berangkat dari pelabuhan. Sehingga pihak Termohon tidak mengetahui adanya perubahan jadwal keberangkatan kapal.

 Bahwa dengan demikian berdasarkan Pasal 251 KUHD maka pertanggungan menjadi batal sebab melanggar prinsip iktikad baik (principle of utmost good faith) dan Penggugat/Termohon Kasasi telah melakukan wanprestasi dan Tergugat/Pemohon Kasasi tidak mempunyai kewajiban hukum terkait klaim asuransi Penggugat/Termohon Kasasi dan dalam gugatan a quo pertimbangan hukum judex facti/Pengadilan Negeri sudah tepat dan benar;

 Bahwa alasan tersebut cenderung merupakan alasan yang dicari-cari hanya untuk melepaskan diri dari tanggung jawab memberikan klaim asuransi yang di tanggung oleh Tergugat, karena bukan merupakan “persyaratan yang mutlak” harus dipenuhi Tertanggung misalnya : tidak membayar premi dan sebagainya. Yang dalam keterangan saksi ahli menyebutkan “adalah hak” Nakhoda dan Adpel untuk memberangkatkan atau tidak memberangkatkan kapal bila misalnya ada cuaca buruk.

Hubungan hukum para pihak dalam hal ini antara Pemohon Kasasi/Tergugat dan Termohon Kasasi/Penggugat harus didasarkan pada perjanjian asuransi/polis asuransi No.SMG/CC-06/2008/00121. Lampiran Perjanjian asuransi/polis asuransi tegas menyebutkan bahwa keberangkatan kapal pada tanggal 24 Juni 2008 (P.1) dan dikuatkan oleh Laporan Kecelakaan yang dikeluarkan oleh Kepala Administrasi Pelabuhan Tegal yang menyatakan pula kapal berangkat hari Selasa tanggal 24 Juni 2008 jam 04.00 dan kecelakaan terjadi tanggal 29 Juni 2008 jam 06.00 (P.3, T.4A). Oleh sebab itu sudah terdapat konsistensi/kesesuaian antara dokumen hukum dan fakta keberangkatan, serta kecelakaan terjadi dalam rentang waktu setelah perjanjian dibuat bukan sebelum perjanjian dibuat.

Dijelaskan bahwa dalam polis asuransi tidak ada klausula yang tegas menyatakan bahwa tanggal keberangkatan sebagai syarat esensial yang dapat dijadikan alasan batalnya klaim asuransi dari pihak Penggugat/Termohon Kasasi. Lagi pula kecelakaan terjadi setelah para pihak mengadakan/menandatangani perjanjian, yaitu tanggal 23 Juni 2008 dan kecelakaan laut terjadi pada tanggal 29


(3)

Juni 2008. Informasi keberangkatan kapal tanggal 19 Juni 2008 diperoleh Pemohon Kasasi/Tergugat/pihak asuransi dari Termohon Kasasi secara lisan (P.8). Tetapi dokumen-dokumen menyebutkan bahwa kapal berangkat tanggal 24 Juni 2008 dan dibenarkan oleh Kepala Administrasi Pelabuhan Tegal, sehingga tidak terdapat perbedaan faktual antara dokumen hukum dan fakta keberangkatan. Oleh sebab itu secara hukum tidak dapat dibenarkan jika setelah kecelakaan terjadi tiba-tiba Pemohon Kasasi/Tergugat menggunakan Pasal 251 KUHD yang intinya memuat norma bahwa perjanjian dilaksanakan dengan iktikad baik;

Termohon Kasasi justru beriktikad tidak baik melaksanakan perjanjian asuransi ini karena setelah kecelakaan terjadi tiba-tiba mempersoalkan tanggal keberangkatan kapal padahal tidak ada satu pasal pun dalam perjanjian asuransi yang menyatakan bahwa kebenaran tanggal keberangkatan kapal adalah syarat esensial yang manakala terjadi ketidaksesuaian dapat berakibat batalnya perjanjian, sehingga mengusulkan agar permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/ Tergugat ditolak.

Sehingga mengakibatkan bahwa oleh karena permohonan kasasi (PT ASURANSI RECAPITAL) di kabulkan, dan Termohon Kasasi/Penggugat (Bapak Zainuddin Anshori) berada di pihak yang kalah, maka harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan dan kehilangan keuntugan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).


(4)

- Pada analisis kasus yaitu Bp. Zainuddin Anshori mengajukan perkara pedata terhadap PT. ASURANSI RECAPITAL bahwa tergugat mengetahui persis bahwa kapal tidak berangkat pada tanggal 19 juni 2008 ditambah pula dari keterangan Kepala Kantor Administrasi Tegal yang jelas jelas menyebutkan bahwa kapal berangkat dari pelabuhan tanjung emas tanggal 24 juni 2008. Sehingga dalil tergugat menyatakan menolak klaim sebelum penandatanganan polis asuransi adalah alasan yang tidak dapat diterima. Pihak penggugat telah melakukan wanprestasi terbukti benar. Karena menurut pasal 1239 KUHPerdata dan pasal 1243 KUHPerdata yang intinya ialah si terhutang harus mengganti biaya dan kerugian atas wanprestasi yang telah dilakukan. Tergugat sendiri telah melakukan wanprestasi karena tidak memenuhi klaim penggugat padahal semua persyaratan telah dipenuhi oleh penggugat.

- Namun pihak tergugat yakni pihak asuransi sendiri tidak dapat menerima putusan hukum yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Oleh karena itu, pihak tergugat mengajukan banding, dengan beberapa pertimbangan gugatan. Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.290/Pdt /2010/ PT.DKI tanggal 13 Desember 2010 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.1301/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel. tanggal 03 Februari 2010; dan Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. ASURANSI RECAPITAL

5.2 Saran

Kasus ini dapat terjadi oleh karena adanya itikad baik dari salah satu pihak yang melakukan sesuatu perikatan perjanjian berasaskan kebebasan berkontrak. Oleh karena itu perlu adanya itikad baik dari kedua belah pihak yang melakukan suatu perjanjian dengan berasaskan kebebasan berkontrak agar kasus seperti ini tidak terjadi.


(5)

1. Bagi pihak penggugat yaitu bapak Anshori lebih terbuka dan komunikatif mengenai kasus klaim asuransi yang sedang dihadapi terhadap PT. Asuransi Recapital, sehingga meminimalisir kesalahpahaman.

2. Bagi pihak ketiga yakni PT.Cahaya Kalimantan Raya selaku perusahaan yang bergerak dibidang pelayaran agar dapat mengikuti prosedur Surat Izin Berlayar agar tidak ada pihak yang dirugikan.

3. Bagi pihak PT. Asuransi Recapital diharapkan untuk memperjelas klausul dengan pemegang polis.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Man Suparman Sastrawidjaja, S.H., S.U,. 2013. Hukum Asuransi. Penerbit P.T. Alumni : Bandung.


(6)

Dr. H. Zainal Asikin, S.H., SU. 2013. Hukum Dagang. PT Rajagrafindo Persada : Depok.

Dr. Nina Nurani, S.H., M.Si., 2009. Cetakan IV. Hukum Bisnis : Suatu Pengantar. CV Insan Mandiri : Bandung.

Dr. Sri Rejeki Hartono, S.H. 1995. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Sinar Grafika : Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.