Analisis Kinerja Keuangan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Dengan Menggunakan Metode Z-Score Model Altman, Springate, dan Zmijewski Serta Economic Value Added (EVA) Periode 2010-2014

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia istilah kinerja seringkali di kaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Selain itu tujuan pokok penelitian kinerja adalah untuk memotivasi para karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran keuangan.

2.1.2 Laporan Keuangan Sebagai Informasi Dalam Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan

Menurut Brigham dan Houston (2001: 36) laporan keuangan adalah beberapa lembar kertas yang bertuliskan angka-angka, tetapi sangat penting juga untuk memikirkan aktiva riil di balik angka-angka tersebut. Sementara menurut Darsono dan Ashari (2005:5) laporan keuangan yang disusun dan disajikan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan eksistensi suatu perusahaan, pada hakekatnya merupakan alat komunikasi. Artinya laporan keuangan itu adalah suatu alat yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan dari


(2)

suatu perusahaan dan kegiatan-kegiatannya, kepada mereka yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut.

Analisis terhadap laporan keuangan dimaksudkan untuk membantu manajemen dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam perencanaan dan pengendalian perusahaan. Sehingga dengan adanya laporan keuangan diharapkan mampu memberikan bantuan informasi kepada pengguna untuk membuat keputusan ekonomi yang bersifat finansial. Adapun tujuan laporan keuangan seperti yang tertulis dalam Standar Akuntansi Keuangan/SAK yang disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Salah satu kegunaan dari laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi kinerja perusahaan terutama profitabilitas yang diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan. Informasi tersebut menyangkut posisi keuangan perusahaan, informasi kinerja, dan perubahan posisi keuangan perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Analisis keuangan sangat tergantung pada informasi yang diberikan oleh laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber informasi yang penting disamping informasi lain seperti informasi industri, kondisi perekonomian, pangsa pasar perusahaan, kualitas manajemen dan lainnya. Ada tiga macam laporan keuangan pokok yang dihasilkan suatu perusahaan, yaitu meliputi: (1) Neraca (2) Laporan arus kas (3) Laporan laba rugi.


(3)

Disamping ketiga laporan pokok tersebut, dihasilkan juga laporan pendukung seperti laporan laba yang ditahan dan perubahan modal sendiri (Darsono dan Ashari, 2005:18).

2.1.3 Pengertian Kebangkrutan

Kebangkrutan ditinjau dari sisi keuangan sering dikaitkan dengan istilah kegagalan keuangan (financial failure), kesulitan keuangan (financial distress) maupun kegagalan bisnis (business failure) sehingga di dalam keuangan pengertian tentang kebangkrutan tidak pernah terlepas dari istilah-istilah tersebut.

Analisis rasio keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan juga bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap kebangkrutan. Tingkat kesehatan sangat penting bagi perbankan untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat ditingkatkan dan pada akhirnya terhindar dari kemungkinan terjadinya kebangkrutan (terlikuidasi). Analisis kebangkrutan ini dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda-tanda awal kebangkrutan). Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut ditemukan, semakin baik bagi pihak manajemen, karena dapat melakukan perbaikan sejak awal (Hanafi, 2008:263). Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba.

Kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah perusahaan didefinisikan dalam beberapa pengertian yaitu:


(4)

1. Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed) berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh di bawah arus kas yang diharapkan.

2. Kegagalan Keuangan (Financial Distressed) mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagian asset lia bility management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed. Kegagalan keuangan bisa juga diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk, yaitu:

a. Insolvensi teknis.

Perusahaan bisa dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.

b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan.

Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan pengertian ini kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.


(5)

2.1.4 Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan

Menurut Adnan (2000:139) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan adalah:

1. Faktor Umum a. Sektor ekonomi

Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.

b. Sektor sosial

Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderu ng pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan karyawan. Faktor sosial yang lain yaitu kerusuhan atau kekacauan yang terjadi di masyarakat.

c. Teknologi

Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan implementasi. Pembengkakan terjadi, jika penggunaan teknologi informasi tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya tidak terpadu dan para manajer pengguna kurang profesional.


(6)

d. Sektor pemerintah

Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.

2. Faktor Eksternal Perusahaan a. Faktor pelanggan / konsumen

Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen, karena berguna untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan peluang untuk menemukan konsumen baru dan menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing.

b. Faktor kreditur

Kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan mendapatkan jangka waktu pengembalian hutang yang tergantung kepercayaan kreditur terhadap kelikuiditasan suatu perusahaan.

c. Faktor pesaing

Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada konsumen, perusahaan juga jangan melupakan pesaingnya karena jika produk pesaingnya lebih diterima oleh masyarakat perusahaan tersebut akan kehilangan konsumen dan mengurangi pendapatan yang diterima.


(7)

3. Faktor Internal Perusahaan

Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan secara internal menurut Adnan (2000:140) sebagai berikut:

a. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga akan menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar.

b. Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya kemampuan, pengalaman, keterampilan, sikap inisiatif dari manajemen. c. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dimana sering dilakukan oleh

karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.

2.1.5 Analisis Z-Score Model Altman, Model Springate dan Model Zmijewski 2.1.5.1 Analisis Z-Score Model Altman

Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengetahui kegunaan analisis rasio keuangan dalam memprediksi kegagalan perusahaan. Salah satu studi tentang prediksi ini adalah Multiple Discriminant Analysis yang dilakukan oleh Prof. Edward I. Altman mempergunakan lina jenis rasio, yaitu: Working Capital to Tota l Assets, Reta ined Ea rning to Tota l Assets, Ea rning Before Interest a nd Ta xes (EBIT) to Tota l Assets, Ma rket Va lue of Equity to Book Va lue of Tota l Debt dan Sa les to Tota l Assets.

Rasio Working Capital to Total Assets digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya. Rasio Retained Earnings


(8)

to Tota l Assets digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Rasio EBIT to Tota l Assets digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Rasio Market Value of Equity to Book Value of Total Debt digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah utang lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi apilit (insolvent) sedangkan rasio manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan.

Altman menemukan lima jenis rasio keuangan tersebut dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Adapun bentuk persamaan yang kemudian dikenal dengan formula Z-Score adalah:

Z = W1X1 + W2X2 +W3X3 + W4X4 + W5X5

Dari hasil studinya tersebut, Altman memperoleh modal prediksi Multiple Discrimina nt Ana lysis yang dapat dinyatakan sebagai (Muslich, 2000:59) :

Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5 Keterangan:

X1= Modal kerja terhadap total aset (Working Capital to Total Assets).

X2= Laba yang ditahan terhadap total aset (Retained Earnings to Total Assets). X3= Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total aset (Earnings Before

Interest a nd Ta xes to Tota l Assets).

X4= Nilai pasar sendiri terhadap nilai buku dari hutang (Market Value Equity to Book Va lue of Tota l Debt).


(9)

Persentase rasio ke-1 sampai dengan ke-4 dihitung dengan persentase penuh, sedang untuk rasio ke-5 dihitung dengan persentase normal. Kriteria yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan model ini adalah (Muslich, 2000:60):

1. Jika perusahaan dianalisis dan memperoleh nilai indeks X < 1,20 maka perusahaan diprediksi akan bangkrut.

2. Jika perusahaan memperoleh nilai indeks X > 2,90 maka perusahaan diprediksi tidak bangkrut.

3. Nilai cut-off untuk indeks ini adalah X = 2,675, maka perusahaan berada di area abu-abu (grey area ).

Berikut rasio keuangan yang dianalisis adalah rasio-rasio keuangan yang terdapat pada model Altman yaitu:

X1 =

X2 =

X3 =

X4 =

X5=

Rasio-rasio inilah yang akan digunakan dalam menganalisa laporan keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan tersebut. Menurut Riyanto (2001:330) dalam


(10)

manajemen keuangan, rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman ini dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu:

1. Rasio Likuiditas yang terdiri dari X1.

2. Rasio Profitabilitas yang terdiri dari X2 dan X3. 3. Rasio Aktivitas yang terdiri dari X4 dan X5.

Formula Altman Z-Score merupakan kombinasi dari beberapa rasio keuangan yang dianggap dapat memprediksi kesehatan dan terjadinya kebangkrutan pada sebuah perusahaan. Menurut Muslich (2000:59) adapun penjelasan tentang kelima rasio keuangan tersebut adalah:

1. Working Ca pita l/Tota l Assets (X1)

Rasio Working Capital to Total Assets atau modal kerja terhadap total asset digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya, dimana modal kerja diperoleh dari selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Jika dikaitkan dengan indikator-indikator kebangkrutan, maka indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator internal seperti: ketidakcukupan kas, hutang dagang membengkak, utilitas modal (harta kekayaan) menurun, penambahan hutang yang tak terkendali, dan beberapa indikator lainnya.

Perusahaan mengalami kesulitan keuangan pada umumnya modal kerjanya akan turun lebih cepat daripada total aktiva menyebabkan rasio ini turun (Sawir, 2005:25). Selisih bersih antara sumber dana dan penggunaan dana akan menunjukkan modal kerja perusahaan itu bertambah atau berkurang. Jika terjadi


(11)

sumber dana lebih besar daripada penggunaan dana, maka terjadi surplus yang berarti modal kerja bertambah, demikian pula sebaliknya akan terjadi defisit (modal kerja berkurang) apabila sumber dana lebih kecil daripada penggunaan dana. Modal kerja bertambah karena penjualan aktiva tetap, bertambahnya hutang jangka panjang, dan modal sendiri. Modal kerja berkurang karena pembelian aktiva tetap, hutang jangka panjang, dan modal sendiri.

2. Reta ined Ea rning/Tota l Assets (X2)

Reta ined Ea rning to Tota l Assets atau laba ditahan terhadap total aktiva merupakan rasio-rasio profitabilitas yang mendeteksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, ditinjau dari kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam memperoleh laba dibandingkan dengan kecepatan perputaran opera ting a ssets sebagai ukuran efisiensi usaha. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai awal laba ditahan mulai turun. Bagi banyak perusahaan, nilai dari rasio Laba Ditahan/Total Aktiva akan menjadi negatif (Sawir, 2005:25).

3. EBIT/Tota l Assets (X3)

Ea rnings Before Interest a nd Ta xes to Tota l Assets atau pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total asetmerupakan rasio yang digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Beberapa indikator yang dapat kita gunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan diantaranya adalah: piutang dagang meningkat, rugi terus menerus dalam beberapa semester, pendapatan menurun, terlambatnya hasil penagihan piutang, kredibilitas perusahaan berkurang, serta


(12)

kesediaan memberi kredit pada konsumen yang tak dapat membayar pada waktu yang ditetapkan.

Rasio ini dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktifitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar daripada rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman (Sawir, 2005:25).

4. Ma rket Va lue Equity/Tota l Debt (X4)

Ma rket Va lue Equity to Tota l Debt atau nilai pasar sendiri terhadap nilai buku dari hutang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah utang lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi apilit (insolvent). Rasio ini sering juga digunakan dalam bentuk persamaan Net Worth/Total Debt. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap hutangnya melalui modalnya sendiri. Umumnya perusahaan-perusahaan yang gagal adalah perusahaan yang mengkonsumsi lebih banyak hutang dibandingkan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan perusahaan semakin dipercaya, artinya nilai perusahaan menjadi lebih tinggi. Rasio ini kebalikan dari Debt Equity Ratio yang dikenal di dalam rasio keuangan (Sawir, 2005:25). Perusahaan yang tidak go public tidak mempunyai nilai pasar, maka Altman mengembangkan model alternatif dengan menggantikan variabel X4 yang semula merupakan rasio perbandingan nilai pasar modal sendiri dengan nilai buku total hutang, menjadi rasio perbandingan nilai saham biasa dan preferen dengan nilai buku total hutang.


(13)

5. Sa les/Tota l Assets (X5)

Sa les to Tota l Assets atau penjualan terhadap total asset merupakan rasio yang mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam satu periode tertentu. Rasio ini dapat pula dikatakan sebagai rasio yang mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk menghasilkan pendapatan (revenue). Semakin besar perputaran total aktiva semakin efektif perusahaan mengelola aktivanya. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada aktivitas perusahaan yang kemudian akan berpengaruh pada rasio-rasio tersebut di atas adalah: pangsa pasar menurun, berpindahnya penguasaan pangsa pasar pada pesaing, modal kerja menurun, kepercayaan konsumen berkurang, dan beberapa indikator lainnya.

2.1.5.2 Analisis Z-Score Model Springate

Model ini dikembangkan pada tahun 1978 oleh Gorgon L.V. Springate. Dengan mengikuti prosedur yang dikembangkan Altman, Springate menggunakan step wise multiple discrimina te a na lysis untuk memilih empat dari 19 rasio keuangan yang popular sehingga dapat membedakan perusahaan yang berada dalam zona bangkrut atau zona aman. Model Springate merumuskan sebagai berikut :

S = 1,03A + 3,07B + 0,66C + 0,4D

Rasio keuangan yang dianalisis adalah rasio-rasio keuangan yang terdapat pada model Springate yaitu :


(14)

B = � �

C = �

D =

Model tersebut memiliki standar dimana :

1. Perusahaan yang mempunyai skor Z > 0,862 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat.

2. Perusahaan yang mempunyai skor Z < 0,862 diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial bangkrut.

3. Nilai cut-off yang berlaku untuk model ini adalah 0,862. Model ini memiliki akurasi 92,5%.

2.1.5.3Analisis Z-Score Model Zmijewski

Perluasan studi dalam prediksi kebangkrutan dilakukan oleh Zmijewski pada tahun 1983 menambah validasi rasio keuangan sebagai alat deteksi kegagalan keuangan perusahaan. Zmijewski melakukan studi dengan menelaah ulang studi bidang kebangkrutan hasil riset sebelumnya selama dua puluh tahun. Rasio keuangan dipilih dari rasio-rasio keuangan penelitian terdahulu dan diambil sampel sebanyak 75 perusahaan yang bangkrut, serta 3573 perusahaan sehat selama tahun 1972 sampai dengan tahun 1978, indikator F-test terhadap rasio-rasio kelompok, Rate of Return, liquidity, leverage, turnover, fixed payment coverage, trends, firm size, dan stock return volatility, menunjukkan adanya


(15)

perbedaan yang signifikan antara perusahaan yng sehat dan yang tidak sehat. Dengan kriteria penilaian semakin besar nilai X maka semakin besar kemungkinan / probabilitas perusahaan tersebut bangkrut. Model yang berhasil dikembangkan yaitu (Fanny dan Saputra, 2000:4) :

X = -4,3 – 4,5X1 + 5,7X2– 0,004X3

Rasio keuangan yang dianalisis adalah rasio-rasio keuangan yang terdapat pada model Zmijewski yaitu :

X1 = x 100%

X2 = x 100%

X3 =

Dimana :

X1 = Return On Asset atau Return On Investment X2 = Debt Ratio

X3 = Current Ratio

Model tersebut memiliki standar yaitu :

1. Cut-off yang digunakan dalam model ini adalah 0

2. Jika nilai Z positif maka perusahaan berpotensi bangkrut dan apabila negatif perusahaan berarti sehat.

3. Tingkat akurasi dari model Zmijewski adalah 94,9%.

Berdasarkan uraian di atas, dapat terlihat rasio-rasio yang digunakan dalam metode Z-Score model Altman, model Springate dan model Zmijewski tidak


(16)

hanya terfokus pada bagian-bagian keuangan perusahaan saja tetapi juga dapat dikorelasikan dengan beberapa indikator yang mungkin dapat mempengaruhi rasio-rasio tersebut. Hal ini berarti bahwa implementasi metode Z-Score model Altman, model Springate dan model Zmijewski pada sebuah perusahaan di samping akan mendeteksi terjadinya kemungkinan kebangkrutan, juga akan mengarahkan perusahaan yang sedang mengalami masalah dengan memperhatikan beberapa indikator yang berkaitan dengan likuiditas, profitabilitas, dan aktivitas perusahaan.

Metode Z-Score model Altman, model Springate dan model Zmijewski pertama kali dikembangkan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Pada dasarnya tujuan perhitungan nilai Z adalah untuk mengingatkan akan masalah keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius dan menyediakan petunjuk untuk bertindak. Bila nilai Z perusahaan lebih rendah daripada yang dikehendaki manajemen, maka harus diamati laporan keuangan untuk mencari penyebab mengapa terjadi begitu. Hal yang menarik mengenai metode analisis Z-Score model Altman, model Springate dan model Zmijewski adalah keandalannya sebagai alat analisis tanpa memperhatikan bagaimana ukuran perusahaan. Meskipun perusahaan sangat makmur, tetapi bila nilai Z mulai turun dengan tajam, perusahaan harus segera waspada dan mengambil langkah tepat untuk memperbaiki kinerjanya.

Pengamatan dimulai dengan menghitung nilai Z dari periode-periode sebelumnya dan dibandingkan dengan nilai Z sekarang. Bila kecendrungan menurun, cobalah pahami apa yang telah berubah sehingga menghasilkan


(17)

rasio-rasio yang menyebabkan skor jatuh. Memantau kecenderungan nilai Z akan membantu mengevaluasi perubahan keuangan perusahaan.

Weston dan Copeland (2005:125) menyebutkan sebab-sebab terjadinya ketidaksehatan suatu perusahaan yang berujung pada kondisi kegagalan perusahaan tersebut. Kondisi itu dapat berupa:

1. Kegagalan ekonomi yang diartikan:

a. Ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran.

b. Biaya modal perusahaan lebih besar dari tingkat laba atas biaya historis investasi.

c. Realisasi laba yang diterima perusahaan tidak dapat menututup biaya. 2. Kegagalan bisnis yaitu:

a. Jika perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo dan perusahaan dinyatakan pailit.

b. Jika total kewajiban melebihi nilai wajar dari total aktivanya. c. Modal atau networth perusahaan adalah negatif.

Pada umumnya, jauh sebelum perusahaan mengalami kegagalan, tanda-tanda awal yang menunjukkan ke arah kecendrungan yang kurang menguntungkan itu telah kelihatan, tetapi sering kali manajemen mengindahkan bahkan tidak memperhatikan sama sekali. Manajemen juga terkadang menganggap bahwa tanda-tanda yang menunjukkan tidak sehatnya perusahaan merupakan gejala sementara yang akan hilang dengan sendirinya, tanpa perlu ada campur tangan manajemen. Anggapan ini mengakibatkan pihak manajemen


(18)

terlambat melakukan tindakan antisipasi maupun proses perbaikan terhadap kinerja perusahaan.

Menurut Adnan dan Kuniasih (2001) rasio tingkat kesehatan perusahaan dengan rasio-rasio dalam potensi kebangkrutan mempunyai hubungan yang sangat kuat dalam menentukan kondisi keuangan perusahaan tersebut.

2.1.6 Pengertian Economic Value Added (EVA)

Metode EVA pertama kali dikembangkan oleh Stewart & Stern seorang analisis keuangan dari perusahaan Stern Stewart & Co pada tahun 1993. Di Indonesia metode tersebut dikenal dengan nama Nilai Tambah Ekonomi (NITAMI).

Menurut Tunggal (2001) “EVA adalah metode manajemen keuangan untuk

mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta manakala perusahanan mampu memenuhi semua biaya operasi (opera ting cost) dan biaya modal (cost of capital).”

Menurut Young & O’Byrne (2001:8) “EVA merupakan alat komunikasi yang efektif, baik untuk penciptaan nilai yang dapat dijangkau oleh manajer lini yang akhirnya mendorong kinerja perusahaan dan untuk berhubungan dengan pasar modal.”

Berdasarkan definisi EVA yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya EVA merupakan alat untuk menilai kinerja keuangan perusahaan berdasarkan nilai tambah yang memperhatikan adanya biaya modal (cost of capital) yang ditanggung perusahaan. EVA memberikan sistem


(19)

pengukuran yang baik untuk menilai kinerja keuangan perusahaan karena EVA memperhatikan adanya biaya modal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa EVA merupakan metode analisis keuangan untuk menilai profitabilitas dan kinerja manajemen dari operasi perusahaan.

Apabila perusahaan memiliki nilai EVA yang positif, maka dapat dikatakan bahwa manajemen dalam perusahaan tersebut telah mampu menciptakan nilai tambah bagi perusahaannya, sebaliknya apabila EVA negatif, dinamakan distructing atau destroying value.

Manajemen dapat melakukan banyak hal untuk menciptakan nilai tambah tetapi pada prinsipnya EVA akan meningkat jika manajemen melakukan satu dari tiga hal berikut (Utomo, 2009:37) antara lain:

1. Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal.

2. Menginvestasikan modal baru ke dalam proyek yang mendapat Return lebih besar dari biaya modal yang ada.

3. Menarik modal dari aktifitas-aktifitas usaha yang tidak menguntungkan. Laba operasi perusahaan dapat ditingkatkan tanpa adanya tambahan modal, berarti manajemen dapat menggunakan aktiva perusahaan secara efisien untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Selain itu dengan berinvestasi ke proyek -proyek yang menerima Return lebih besar daripada biaya modal (cost of capital) yang digunakan berarti manajemen hanya mengambil proyek yang bermutu dan meningkatkan nilai perusahaan. EVA juga mendorong manajemen untuk berfokus pada proses dalam perusahaan yang menambah nilai dan mengeliminasi aktifitas atau proses yang tidak menambah nilai. Perhitungan EVA suatu perusahaan


(20)

merupakan proses yang kompleks dan terpadu karena perusahaan harus menentukan terlebih dahulu biaya modalnya.

2.1.7 Metode Perhitungan Economic Value Added (EVA)

Menurut Brigham dan Houston (2001:51) ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur EVA, yaitu dengan memfokuskan pada efektivitas manajerial dalam satu tahun tertentu. Apabila dalam struktur modal perusahaan terdiri dari hutang dan modal sendiri, secara sistematis EVA dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

EVA = NOPAT – (WACC x TA) Keterangan:

NOPAT = Net Operating Profit After Taxes WACC = Weighted Average Cost of Capital

TA = Total Asset (Total Modal yang Diinvestasikan) Interpretasi dari hasil perhitungan EVA adalah sebagai berikut:

a. Jikanilai EVA > 0 atau EVA bernilai positif, hal ini menunjukkan terjadinilai tambah ekonomis bagi perusahaan.

b. Jika EVA = 0, hal ini menunjukkan posisi impas karena laba telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham.

c. Jika nilai EVA < 0 atau EVA bernilai negatif, hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.


(21)

Berdasarkan rumus diatas, terlihat bahwa EVA meningkat, dan nilai tambah diciptakan ketika sebuah perusahaan dapat mencapai hal berikut ini:

1. Meningkatkan pengembalian atas modal yang ada. Jika NOPAT meningkat sedangkan WACC dan modal yang diinvestasikan tetap, EVA meningkat. 2. Pertumbuhan yang menguntungkan. Ketika sebuah investasi diharapkan

mendapat pengembalian lebih besar dari WACC, nilai diciptakan.

3. Pelepasan dari aktivitas yang memusnahkan nilai. Modal yang diinvestasikan menurun ketika sebuah bisnis atau divisi dijual atau ditutup. Jika penggunaan modal lebih mengganti kerugian dengan peningkatan perbedaan NOPAT dan WACC, EVA meningkat.

4. Pengurangan Biaya Modal.

a . Net Opera ting Profit After Ta xes (NOPAT)

Net Opera ting Profit After Ta xes (NOPAT) atau laba operasi bersih setelah pajak merupakan sejumlah laba penelitian yang akan dihasilkan jika perusahaan tersebut tidak memiliki utang dan tidak memiliki asset financial. NOPAT dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Sartono, 2001:100) :

NOPAT = EBIT (1 – Tarif Pajak)

Faktor yang non operasional dan laba/rugi luar biasa, seperti laba/rugi dari penghentian unit usaha serta beberapa akun laba/rugi lain-lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan kegiatan operasional rutin perusahaan dan tidak ada keterangan yang jelas dalam catatan laporan keuangan perusahaan, tidak diikutsertakan dalam perhitungan NOPAT.


(22)

b. Weighted Avera ge Cost of Ca pita l (WACC)

Weighted Avera ge Cost of Ca pita l (WACC) atau biaya modal rata-rata tertimbang adalah biaya ekuitas dan biaya hutang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa masing-masing dikalikan dengan presentasi ekuitas dan hutang dalam struktur modal perusahaan. Adapun rumus untuk menghitung WACC adalah (Prawironegoro, 2008:35) :

WACC = [(D x Rd) x (1 – Tax) + (E x Re)]

Dimana dalam menghitung WACC suatu perusahaan harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :

1. Tingkat Modal Dari Hutang (D) = x 100%

2. Cost of Debt (Rd) = x 100%

3. Tingkat Modal Dan Ekuitas (E) = x 100%

4. Cost of Equity (Re) = � x 100%

5. Tingkat Pajak (Tax) = �

� x 100%

Sebuah perusahaan dapat meningkatkan nilai tambah ekonomisnya apabila memperoleh tingkat pengembalian yang lebih besar daripada WACC. Strategi manajemen dalam berinvestasi sebaiknya mempertimbangkan ada tidaknya penciptaan nilai tambah ekonomis dari investasi tersebut. Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas, ada yang terbuka atau sahamnya dijual kepada


(23)

tidak diperdagangkan pada bursa efek atau kepada publik, maka biaya ekuitasnya dihitung dengan menambahkan premi risiko perusahaan dengan suku bunga obligasi pemerintah (Young & O’Byrne, 2001:161).

c. Modal Yang Diinvestasikan (Invested Capital)

Menurut Young & O’Byrne (2001:39), modal yang diinvestasikan adalah jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva tidak menanggung bunga (non interest bearing liabilities) seperti hutang, upah yang akan jatuh tempo (accured wages), dan pajak yang akan jatuh tempo (accured taxes). Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, seluruh hutang jangka pendek dan jangka panjang.

Modal yang diinvestasikan = Kewajiban Jangka Pendek + Kewajiban Jangka Panjang + Ekuitas Pemegang Saham

2.1.8 Tujuan dan Manfaat Penerapan Model EVA

Menurut Abdullah (2003:142) tujuan dan manfaat penerapan model EVA adalah sebagai berikut:

a. Tujuan Penerapan Model EVA

Dengan perhitungan EVA diharapkan akan mendapatkan hasil perhitungan nilai ekonomis perusahaan yang lebih realistis. Hal ini disebabkan oleh EVA dihitung berdasarkan perhitungan biaya modal (cost of capital) yang menggunakan nilai pasar berdasarkan kepentingan kreditur terutama para pemegang saham dan bukan berdasar nilai buku yang bersifat historis. Perhitungan EVA juga diharapkan dapat mendukung penyajian laporan


(24)

keuangan sehingga akan mempermudah bagi para pengguna laporan keuangan diantaranya para investor, kreditur, karyawan, pemerintah, pelanggan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.

b. Manfaat Penerapan Model EVA

Manfaat yang diperoleh dari penerapan model EVA didalam suatu perusahaan adalah:

1. Penerapan model EVA sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai pengukur kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerja adalah penciptaan nilai (value creation).

2. Penilaian kinerja keuangan dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA para manajer akan berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan. 3. EVA mendorong perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijakan

struktur modalnya.

4. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang memberikan pengembalian yang lebih tinggi daripada biaya modalnya. Kegiatan atau proyek yang memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan adanya penciptaan nilai dari proyek tersebut dengan demikian sebaiknya diambil, begitu pula sebaliknya.


(25)

2.1.9 Keunggulan dan Kelemahan EVA

Salah satu keunggulan EVA sebagai penilai kinerja perusahaan adalah dapat digunakan sebagai penciptaan nilai (value creation). Keunggulan EVA yang lain adalah (Iramani, 2005:6) :

a. EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban sebagai konsekuensi investasi.

b. Konsep EVA adalah alat perusahaan dalam mengukur harapan yang dilihat dari segi ekonomis dalam pengukurannya yaitu dengan memperhatikan harapan para penyandang dana secara adil dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar dan bukan pada nilai buku.

c. Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian.

d. Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada karyawan terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih sehingga dapat dikatakan bahwa EVA menjalankan stakeholders satisfaction concept. e. Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut

merupakan ukuran praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan sehingga merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis.

EVA selain mempunyai keunggulan-keunggulan seperti tersebut di atas, juga mempunyai kelemahan-kelemahan, diantaranya (Abdullah, 2003:143) :


(26)

a. Secara konseptual EVA memang lebih unggul daripada pengukur tradisional akuntansi, namun secara praktis belum tentu dapat diterapkan dengan mudah. Penentuan biaya modal saham cukup rumit sehingga diperlukan analisis yang lebih mendalam tentang teknik-teknik menaksir biaya modal saham.

b. EVA adalah alat ukur semata dan tidak bias berfungsi sebagai cara mencapai sasaran perusahaan sehingga diperlukan suatu cara bisnis tertentu untuk mencapai sasaran.

c. Masih mengandung unsur keberuntungan (tinggi rendahnya EVA dapat dipengaruhi oleh gejolak di pasar modal).

d. EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu. e. EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk investasi resiko yang

kecil sehingga secara tidak langsung EVA mendorong perusahaan untuk menghindari resiko padahal sebagian besar inovasi-inovasi dalam bisnis memiliki risiko yang sangat tinggi terutama dalam era pasar bebas yang penuh dengan ketidakpastian.

2.2 Penelitian Terdahulu

Analisis laporan keuangan merupakan salah satu hal yang penting bagi perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan untuk meningkatkan laba perusahaan. Dan penelitian terhadap metode Z-Score dan Economic Value Added (EVA) juga sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya untuk melihat perusahaan tersebut dalam keadaan sehat atau tidak berpotensi bangkrut. Dan


(27)

penelitian tersebut menggunakan berbagai macam variabel serta hasil yang juga berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan hasil dari penelitian sebelumnya sebagai dasar penelitian. Berikut ini dijelaskan beberapa penelitian tentang metode Z-Score dan Economics Value Added (EVA) yang terdahulu.

Penelitian Yuliastary dan Wirakusuma (2014) dengan judul penelitian “Analisis Fina ncia l Distress Dengan Metode Z-Score Altman, Springate, Zmijewski.”Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah kinerja keuangan PT. Fast Food Indonesia Tbk. dengan menggunakan metode Z-ScoreAltma n, Springa te, Zmijewski periode 2008-2012. Penelitian ini menggunakan data sekunder pada PT. Fast Food Indoneisia Tbk. yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012 dengan menggunakan teknik analisis deskriptif komparatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan yang dianalisis dengan metode Z-Score Altman, Springate, Zmijewski pada PT. Fast Food Indonesia Tbk. periode 2008-2012 diklasifikasikan dalam keadaan sehat atau tidak berpotensi bangkrut. Faktor-faktor yang digunakan antara lain: fina ncia l distress, rasio Springate, rasio Z-Score Altman, rasio Zmijewski.

Penelitian Lutfiana, Sudjana dan Endang (2011) dengan judul penelitian

“Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Economic

Va lue Added (EVA) Dan Metode Market Value Added (MVA).” Penelitian ini menjelaskan bahwa berdasarkan keseluruhan hasil EVA dan MVA pada PT. Japfa Comfeed Tbk. dan PT. Charoen Pokphand Tbk. selama periode 2009-2011 mampu memberikan nilai tambah kepada perusahaan dan memberikan tingkat


(28)

pengembalian yang diharapkan investor karena EVA dan MVA yang dicapai bernilai positif. Tidak ada perbedaan hasil EVA dan MVA mencerminkan bahwa kinerja manajerial perusahaan tersebut sudah baik dan perusahaan tersebut mampu memberikan nilai tambah ekonomi maupun nilai tambah pasar.

Penelitian Peter dan Yoseph (2011) dengan judul penelitian “Analisis Kebangkrutan Dengan Metode Z-Score Altman, Springate, Dan Zmijewski Pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Periode 2005-2009.” Penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. pada tahun 2005, 2006, dan 2009 adalah baik tetapi pada tahun 2007 dan 2008 buruk. Dalam hal ini juga diperoleh hasil dari analisis kebangkrutan Z-Score Altman pada tahun 2005-2009 berpotensi bangkrut. Dari analisis Springate pada tahun 2005, 2006, dan 2009 tidak berpotensi bangkrut tetapi pada tahun 2007 dan 2008 berpotensi bangkrut. Dari analisis Zmijewski pada tahun 2005-2009 tidak berpotensi bangkrut.

Penelitian Srinivasan dan Sundari (2011) dengan judul penelitian “Dimension Of Fina ncia l Performa nce Of Cement Units In South India An Emphirica l Study (Z-Score Ana lysis).” Penelitian ini menjelaskan berdasarkan hasil perhitungan dari kinerja keuangan dari beberapa perusahaan semen yang ada di India Selatan dinilai sebagai kegagalan karena adanya kelebihan hutang dan modal kerja berlebih yang dapat melemahkan kesehatan keuangan perusahaan tertentu. Tetapi ada cara untuk menghindari kelebihan hutang dan modal kerja berlebih tersebut yaitu dengan cara membantu meningkatkan laba operasi melalui penjualan dan target pasar yang harus diperbaiki dan dicapai sesuai dengan


(29)

pemanfaatan maksimal dari kapasitas yang tersedia sehingga dapat membentuk dan menjaga perusahaan dari masalah keuangan.

Penelitian Anjum (2012) dengan judul penelitian “Business Ba nkruptcy Prediction Models : A Significant Study Of The Altman’s Z-Score Model. Penelitian ini merupakan ringkasan penelitian yang signifikan di daerah perusahaan perindustrian di India dengan prediksi kebangkrutan dan menyediakan perbandingan model yang berbeda namun yang umum digunakan yaitu dengan cara meneliti juga model Altman Z-Score sehingga didapat hasil yang baik dan terdapat perubahan signifikan dalam meningkatkan prediktabilitas kebangkrutan dan menghindari kegagalan bisnis dalam informasi keuangan.

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Penelitian

Variabel Penelitian Alat Uji Hasil Penelitian

1. Yuliastary dan Wirakusuma (2014) Analisis Financial Distress Dengan Metode Z-Score Altman, Springate, Zmijewski.

Dependen:

Springate ratio, Altman Z-Score ratio, Zmijewski ratio.

Independen:

Financial Distress.

Deskriptif Komparatif

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan yang dianalisis dengan metode Z-Score Altman, Springate, Zmijewski pada PT. Fast Food Indonesia Tbk.

Periode 2008-2012

diklasifikasikan dalam keadaan sehat atau tidak berpotensi bangkrut.

2. Lutfiana, Sudjana dan Endang (2011) Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Economic Value Added

(EVA) dan

Metode

Market Value Added (MVA).

Independen:

Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA).

Dependen:

Kinerja Keuangan Perusahaan.

Deskriptif Analisis kinerja keuangan PT, Japfa Comfeed Indonesia Tbk. dan PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk. dengan penggunaan metode Economic Value Added (EVA) dan Market

Value Added (MVA)

menunjukkan perusahaan dalam kondisi sehat sehingga tidak berpotensi bangkrut.


(30)

3. Peter dan Yoseph (2011) Analisis Kebangkrutan Dengan Metode Z-Score Altman, Springate dan Zmijewski Pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Periode 2005-2009.

Independen:

Altman Z-Score ratio,

Springate ratio,

Zmijewski ratio. Dependen: Kebangkrutan.

Deskriptif Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. pada tahun 2005, 2006, 2009 adalah baik tetapi pada tahun 2007 dan 2008 buruk sehingga PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. diposisi

grey area.

4. Srinivasan dan Sundari (2011)

Dimension Of Financial Performance Of Cement Units In South India-An Emphirical Study (Z-Score Analysis).

Independen:

Z-Score ratio, Springate ratio, Fulmer ratio.

Dependen:

Financial Performance

Deskriptive Dimensi kinerja keuangan beberapa perusahaan semen di India Selatan dengan analisis metode Z-Score menunjukkan perusahaan dalam keadaan sehat sehingga tidak berpotensi bangkrut.

5. Anjum (2012) Business Bankruptcy Prediction Models: A Significant Study Of The

Altman’s Z

-Score Model.

Independen:

Altman’s Z-Score Model.

Dependen:

Bankruptcy.

Deskriptive Model prediksi kebangkrutan pada beberapa perusahaan perindustrian di India dalam keadaan sehat dengan menggunakan model analisis

Altman Z-Score sehingga tidak berpotensi bangkrut.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual atau kerangka berpikir merupakan gambaran tentang hubungan antar variabel yang akan diteliti, yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Sugiyono, 2006:49). Metode untuk mengukur kinerja keuangan yang dipergunakan didalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis Z-Score model Altman, model Springate, model Zmijewski dan Economic Va lue Added (EVA) pada PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero). Pengukuran kinerja keuangan berdasarkan analisis kebangkrutan dan nilai tambah


(31)

(value added) dapat dilakukan dengan metode analisis Z-Score model Altman, model Springate, model Zmijewski dan Economic Value Added (EVA).

Menurut Muslich (2000:59) analisis Z-Score adalah analisis kinerja keuangan perusahaan diukur secara kuantitatif dengan rasio-rasio keuangan berdasarkan formula dari Prof. Edward I. Altman, sesuai dengan jurnalnya pada tahun 1968, dalam hal ini analisis kinerja keuangan dilihat dari seberapa besar kemungkinan perusahaan untuk dapat bertahan dari kebangkrutan. Dalam studinya setelah menyeleksi 22 rasio keuangan, Altman menemukan lima rasio dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut. Kelima rasio tersebut adalah Working Capital to Total Assets, Reta ined Ea rning to Tota l Assets, Ea rning Before Interest and Ta xes to Tota l Assets, Ma rket Va lue of Equity to Book Va lue of Tota l Debt dan Sales to Total Assets.

Menurut Tunggal (2001:1) “EVA adalah metode manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta manakala perusahanan mampu memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital).”Secara lebih rinci dapat didefinisikan sebagai laba usaha dikurangi dengan pajak dan biaya atas hutang (Net Operating After Tax) atau disingkat dengan NOPAT serta dikurangi dengan biaya modal (cost of capital). Selisih antara laba setelah pajak dengan biaya modal disebut spread EVA, selisih yang dipergunakan perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan, yaitu ketika investasi yang diharapkan dapat meningkatkan tingkat pengembalian lebih besar dari biaya


(32)

modal (cost of capital) yang diciptakan oleh perusahaan. Hal ini berarti bahwa pembelian mampu menciptakan nilai tambah bagi pemilik perusahaan berupa tambahan keuntungan.

Berdasarkan latar belakang dan teori yang telah dikemukakan diatas, maka model kerangka konseptual yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Penelitian Sumber: Erlina(2008) 2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Ginting dan Situmorang (2008), hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang sudah diperoleh dari penyusunan kerangka pikiran, berupa preposisi deduksi. Merumuskan hipotesis berarti membentuk preposisi yang sesuai dengan kemungkinan-kemungkinannya serta tingkat kebenarannya (hanya berupa jawaban yang bersifat sementara dari masalah yang sedang diidentifikasi).

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian sebagai berikut: Diduga perkembangan kinerja keuangan pada PT. INALUM (Persero) dari tahun 2010 sampai tahun 2014 dengan menggunakan analisis Z-Score model Altman, model Springate dan model Zmijewski serta Economic Value Added (EVA) adalah dalam keadaan sehat dan tidak berpotensi bangkrut.

Z-Score: -Model Altman -Model Springate -Model Zmijewski Economic Value Added

(EVA)

Kinerja Keuangan Perusahaan


(1)

penelitian tersebut menggunakan berbagai macam variabel serta hasil yang juga berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan hasil dari penelitian sebelumnya sebagai dasar penelitian. Berikut ini dijelaskan beberapa penelitian tentang metode Z-Score dan Economics Value Added (EVA) yang terdahulu.

Penelitian Yuliastary dan Wirakusuma (2014) dengan judul penelitian “Analisis Fina ncia l Distress Dengan Metode Z-Score Altman, Springate, Zmijewski.”Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah kinerja keuangan PT. Fast Food Indonesia Tbk. dengan menggunakan metode Z-ScoreAltma n, Springa te, Zmijewski periode 2008-2012. Penelitian ini menggunakan data sekunder pada PT. Fast Food Indoneisia Tbk. yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012 dengan menggunakan teknik analisis deskriptif komparatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan yang dianalisis dengan metode Z-Score Altman, Springate, Zmijewski pada PT. Fast Food Indonesia Tbk. periode 2008-2012 diklasifikasikan dalam keadaan sehat atau tidak berpotensi bangkrut. Faktor-faktor yang digunakan antara lain: fina ncia l distress, rasio Springate, rasio Z-Score Altman, rasio Zmijewski.

Penelitian Lutfiana, Sudjana dan Endang (2011) dengan judul penelitian “Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Economic Va lue Added (EVA) Dan Metode Market Value Added (MVA).” Penelitian ini menjelaskan bahwa berdasarkan keseluruhan hasil EVA dan MVA pada PT. Japfa Comfeed Tbk. dan PT. Charoen Pokphand Tbk. selama periode 2009-2011 mampu memberikan nilai tambah kepada perusahaan dan memberikan tingkat


(2)

pengembalian yang diharapkan investor karena EVA dan MVA yang dicapai bernilai positif. Tidak ada perbedaan hasil EVA dan MVA mencerminkan bahwa kinerja manajerial perusahaan tersebut sudah baik dan perusahaan tersebut mampu memberikan nilai tambah ekonomi maupun nilai tambah pasar.

Penelitian Peter dan Yoseph (2011) dengan judul penelitian “Analisis Kebangkrutan Dengan Metode Z-Score Altman, Springate, Dan Zmijewski Pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Periode 2005-2009.” Penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. pada tahun 2005, 2006, dan 2009 adalah baik tetapi pada tahun 2007 dan 2008 buruk. Dalam hal ini juga diperoleh hasil dari analisis kebangkrutan Z-Score Altman pada tahun 2005-2009 berpotensi bangkrut. Dari analisis Springate pada tahun 2005, 2006, dan 2009 tidak berpotensi bangkrut tetapi pada tahun 2007 dan 2008 berpotensi bangkrut. Dari analisis Zmijewski pada tahun 2005-2009 tidak berpotensi bangkrut.

Penelitian Srinivasan dan Sundari (2011) dengan judul penelitian “Dimension Of Fina ncia l Performa nce Of Cement Units In South India An Emphirica l Study (Z-Score Ana lysis).” Penelitian ini menjelaskan berdasarkan hasil perhitungan dari kinerja keuangan dari beberapa perusahaan semen yang ada di India Selatan dinilai sebagai kegagalan karena adanya kelebihan hutang dan modal kerja berlebih yang dapat melemahkan kesehatan keuangan perusahaan tertentu. Tetapi ada cara untuk menghindari kelebihan hutang dan modal kerja berlebih tersebut yaitu dengan cara membantu meningkatkan laba operasi melalui penjualan dan target pasar yang harus diperbaiki dan dicapai sesuai dengan


(3)

pemanfaatan maksimal dari kapasitas yang tersedia sehingga dapat membentuk dan menjaga perusahaan dari masalah keuangan.

Penelitian Anjum (2012) dengan judul penelitian “Business Ba nkruptcy Prediction Models : A Significant Study Of The Altman’s Z-Score Model. Penelitian ini merupakan ringkasan penelitian yang signifikan di daerah perusahaan perindustrian di India dengan prediksi kebangkrutan dan menyediakan perbandingan model yang berbeda namun yang umum digunakan yaitu dengan cara meneliti juga model Altman Z-Score sehingga didapat hasil yang baik dan terdapat perubahan signifikan dalam meningkatkan prediktabilitas kebangkrutan dan menghindari kegagalan bisnis dalam informasi keuangan.

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Penelitian

Variabel Penelitian Alat Uji Hasil Penelitian 1. Yuliastary

dan Wirakusuma (2014) Analisis Financial Distress Dengan Metode Z-Score Altman, Springate, Zmijewski.

Dependen:

Springate ratio, Altman Z-Score ratio, Zmijewski ratio.

Independen: Financial Distress.

Deskriptif Komparatif

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan yang dianalisis dengan metode Z-Score Altman, Springate, Zmijewski pada PT. Fast Food Indonesia Tbk.

Periode 2008-2012

diklasifikasikan dalam keadaan sehat atau tidak berpotensi bangkrut.

2. Lutfiana, Sudjana dan Endang (2011) Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Economic Value Added (EVA) dan Metode Market Value Added (MVA).

Independen:

Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA).

Dependen:

Kinerja Keuangan Perusahaan.

Deskriptif Analisis kinerja keuangan PT, Japfa Comfeed Indonesia Tbk. dan PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk. dengan penggunaan metode Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) menunjukkan perusahaan dalam kondisi sehat sehingga tidak berpotensi bangkrut.


(4)

3. Peter dan Yoseph (2011) Analisis Kebangkrutan Dengan Metode Z-Score Altman, Springate dan Zmijewski

Pada PT.

Indofood Sukses Makmur Tbk. Periode 2005-2009.

Independen:

Altman Z-Score ratio, Springate ratio, Zmijewski ratio.

Dependen: Kebangkrutan.

Deskriptif Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. pada tahun 2005, 2006, 2009 adalah baik tetapi pada tahun 2007 dan 2008 buruk sehingga PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. diposisi grey area.

4. Srinivasan dan Sundari (2011)

Dimension Of Financial Performance Of Cement Units In South India-An Emphirical Study (Z-Score Analysis).

Independen:

Z-Score ratio, Springate ratio, Fulmer ratio. Dependen:

Financial Performance

Deskriptive Dimensi kinerja keuangan beberapa perusahaan semen di India Selatan dengan analisis metode Z-Score menunjukkan perusahaan dalam keadaan sehat sehingga tidak berpotensi bangkrut.

5. Anjum (2012) Business Bankruptcy Prediction Models: A Significant Study Of The

Altman’s Z

-Score Model.

Independen:

Altman’s Z-Score Model.

Dependen: Bankruptcy.

Deskriptive Model prediksi kebangkrutan pada beberapa perusahaan perindustrian di India dalam keadaan sehat dengan menggunakan model analisis Altman Z-Score sehingga tidak berpotensi bangkrut.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual atau kerangka berpikir merupakan gambaran tentang hubungan antar variabel yang akan diteliti, yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Sugiyono, 2006:49). Metode untuk mengukur kinerja keuangan yang dipergunakan didalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis Z-Score model Altman, model Springate, model Zmijewski dan Economic Va lue Added (EVA) pada PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero). Pengukuran kinerja keuangan berdasarkan analisis kebangkrutan dan nilai tambah


(5)

(value added) dapat dilakukan dengan metode analisis Z-Score model Altman, model Springate, model Zmijewski dan Economic Value Added (EVA).

Menurut Muslich (2000:59) analisis Z-Score adalah analisis kinerja keuangan perusahaan diukur secara kuantitatif dengan rasio-rasio keuangan berdasarkan formula dari Prof. Edward I. Altman, sesuai dengan jurnalnya pada tahun 1968, dalam hal ini analisis kinerja keuangan dilihat dari seberapa besar kemungkinan perusahaan untuk dapat bertahan dari kebangkrutan. Dalam studinya setelah menyeleksi 22 rasio keuangan, Altman menemukan lima rasio dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut. Kelima rasio tersebut adalah Working Capital to Total Assets, Reta ined Ea rning to Tota l Assets, Ea rning Before Interest and Ta xes to Tota l Assets, Ma rket Va lue of Equity to Book Va lue of Tota l Debt dan Sales to Total Assets.

Menurut Tunggal (2001:1) “EVA adalah metode manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta manakala perusahanan mampu memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital).”Secara lebih rinci dapat didefinisikan sebagai laba usaha dikurangi dengan pajak dan biaya atas hutang (Net Operating After Tax) atau disingkat dengan NOPAT serta dikurangi dengan biaya modal (cost of capital). Selisih antara laba setelah pajak dengan biaya modal disebut spread EVA, selisih yang dipergunakan perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan, yaitu ketika investasi yang diharapkan dapat meningkatkan tingkat pengembalian lebih besar dari biaya


(6)

modal (cost of capital) yang diciptakan oleh perusahaan. Hal ini berarti bahwa pembelian mampu menciptakan nilai tambah bagi pemilik perusahaan berupa tambahan keuntungan.

Berdasarkan latar belakang dan teori yang telah dikemukakan diatas, maka model kerangka konseptual yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Penelitian Sumber: Erlina(2008) 2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Ginting dan Situmorang (2008), hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang sudah diperoleh dari penyusunan kerangka pikiran, berupa preposisi deduksi. Merumuskan hipotesis berarti membentuk preposisi yang sesuai dengan kemungkinan-kemungkinannya serta tingkat kebenarannya (hanya berupa jawaban yang bersifat sementara dari masalah yang sedang diidentifikasi).

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian sebagai berikut: Diduga perkembangan kinerja keuangan pada PT. INALUM (Persero) dari tahun 2010 sampai tahun 2014 dengan menggunakan analisis Z-Score model Altman, model Springate dan model Zmijewski serta Economic Value Added (EVA) adalah dalam keadaan sehat dan tidak berpotensi bangkrut.

Z-Score: -Model Altman -Model Springate -Model Zmijewski Economic Value Added

(EVA)

Kinerja Keuangan Perusahaan


Dokumen yang terkait

Analisis Economic Value Added (EVA) Dalam Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan Pada PT. Indosat, Tbk

6 60 100

Analisis Economic Value Added (EVA) dalam Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan pada PT. Unilever Indonesia, Tbk.

15 102 104

Analisis Perbandingan Economic Value Added (EVA) dan Financial Value Added (FVA) Sebagai Alat Ukur Penilaian Kinerja Keuangan Pada PT. Souci Indoprima

12 71 81

Analisis Keuangan PT. Perkebunan Nusantara III Menggunakan Analisis Metode Z-Score dan Economic Value Added (EVA)

11 82 84

Analisis Kinerja Keuangan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Dengan Menggunakan Metode Z-Score Model Altman, Springate, dan Zmijewski Serta Economic Value Added (EVA) Periode 2010-2014

3 43 109

Analisis Kinerja Keuangan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Dengan Menggunakan Metode Z-Score Model Altman, Springate, dan Zmijewski Serta Economic Value Added (EVA) Periode 2010-2014

0 0 9

Analisis Kinerja Keuangan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Dengan Menggunakan Metode Z-Score Model Altman, Springate, dan Zmijewski Serta Economic Value Added (EVA) Periode 2010-2014

0 1 2

Analisis Kinerja Keuangan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Dengan Menggunakan Metode Z-Score Model Altman, Springate, dan Zmijewski Serta Economic Value Added (EVA) Periode 2010-2014

0 0 6

Analisis Kinerja Keuangan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Dengan Menggunakan Metode Z-Score Model Altman, Springate, dan Zmijewski Serta Economic Value Added (EVA) Periode 2010-2014

0 0 3

Analisis Kinerja Keuangan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Dengan Menggunakan Metode Z-Score Model Altman, Springate, dan Zmijewski Serta Economic Value Added (EVA) Periode 2010-2014

0 0 26