Analisis Economic Value Added (EVA) dalam Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan pada PT. Unilever Indonesia, Tbk.

(1)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

SKRIPSI

ANALISIS ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) DALAM MENILAI KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PADA

PT. UNILEVER INDONESIA, TBK

OLEH:

NAMA : Z U L F A U Z I

NIM : 040503121

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

“Analisis Economic Value Added (EVA) dalam Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan pada PT. Unilever Indonesia, Tbk”

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan Skripsi level program S-1 Reguler Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas.

Medan, 9 Juli 2008

Yang membuat pernyataan

ZULFAUZI NIM. 040503121


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan, dan kekuatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Economic Value Added (EVA) dalam Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan pada PT. Unilever Indonesia, Tbk”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ibunda dan Ayahanda penulis yang telah dengan susah payah membesarkan dan mendidik penulis sehingga penulis bisa seperti sekarang ini.

Selama proses penyusunan Skripsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan, dorongan, semangat, nasehat, dan bantuan lain baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si., Ak., selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc., Ak, selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Syahrul Rambe, SE, MM, Ak., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.


(4)

5. Bapak M. Utama Nasution, SE, MM, Ak ., selaku Dosen Pembanding I yang telah memberikan banyak masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Syahrurrahman, SE, Ak., selaku Dosen Pembanding II yang telah banyak memberikan saran kepada penulis.

7. Bapak Drs. Sucipto, MM., selaku dosen Wali serta seluruh staf pengajar dan pegawai FE-USU terutama Departemen Akuntansi yang telah mengajar dan membimbing penulis selama perkuliahan.

8. Bapak Darmin, SE, MBA., terima kasih atas ilmu yang telah diajarkannya dalam program Financial Quotient.

9. Keluargaku tercinta, Ibunda dan Ayahanda tercinta, adikku AL yang selalu menemaniku nonton One Piece dan kalau malam suka buat nasi goreng, adikku Ridha yang hobi banget buat kue, sepupuku yang lagi nakal-nakalnya, Om Khalid yang baru dapet momongan (sukses ya Om), dan Om Edi yang suka ngasi duit buat jajan.

10.Teman-teman seperjuangan Efendi (thanks ya Fen data BEInya), Ferriza yang udah minjemin koleksi DVDnya, Jaka yang sering gua pinjem komiknya pas lagi kuliah, Okta (Bro... makan KFC paket Attack nyok!), Martinus yang udah ngajarin trik maen game Naruto, Rangga (Ketua GASU), Cicil (Ibu Negara), Dani (Thanks Laptopnya ya Dan), Mul (Makasih atas saran-saran anehnya), Ramli (Thanks Naruto Shimpuddennya bro), Yogi Marshal, Erni, Katrin, Luga, Francisca, wah kayaknya masih banyak lagi, pokoknya semua temen- temen stambuk ’04 Aksi.


(5)

11.Seniorku Adam yang udah ngebolehin download game PSP di rumahnya, Dedi temen suka dan duka klo lagi nginep di rumah Adam, dan Faisal yang hobi banget cari Saham di Internet.

12.Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Sebagai manusia yang selalu memiliki kekurangan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun bahasanya, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima setiap kritik yang membangun bagi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 9 Juli 2008

Penulis

ZULFAUZI

NIM. 040503121


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu 50

Tabel 4.1 Perhitungan NOPAT PT. Unilever Indonesia, Tbk 67 Tabel 4.2 Biaya Utang PT. Unilever Indonesia, Tbk 69 Tabel 4.3 Penghitungan Komponen-komponen Biaya Ekuitas 72 Tabel 4.4 Penghitungan WACC PT. Unilever Indonesia, Tbk 74 Tabel 4.5 Penghitungan CoC PT. Unilever Indonesia, Tbk 76 Tabel 4.6 Penghitungan EVA PT. Unilever Indonesia, Tbk 78 Tabel 4.7 Perbandingan Nilai EVA dengan Harga Saham 81


(7)

DAFTAR GAMBAR


(8)

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the financial performance of PT. Unilever Indonesia, Tbk which is measured by Economic Value Added (EVA). Variable which is needed to compute The EVA are Net Profit After Tax (NOPAT), Cost of Capital (CoC), and Economic Value Added (EVA). EVA concept is different with another financial performance instruments. Because in computing EVA, Cost of Capital is included. That’s why accounting profitable company doesn’t mean it has positive EVA.

Data of this research are secondary data. They are documentation data during 2004 to 2006. This research is classified as descriptive research and replication to former research by using quantitative analysis technique.

The result indicates that PT. Unilever Indonesia, Tbk during 2004 to 2006 had gained value added for the company and its stock holders. The company had gained positive EVA and the value relatively increasing every year. In 2004 the EVA was Rp 794,279 billion, in 2005 it’s increasing significantly to Rp 1,171 trillion, and in 2006 the EVA was Rp 993,057 billion. This fact shows good financial performance of PT. Unilever Indonesia, Tbk by using The EVA concept. Keywords: Financial Performance, NOPAT, Cost of Capital, EVA,


(9)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja PT. Unilever Indonesia, Tbk dengan menggunakan alat ukur Economic Value Added (EVA). Variabel yang dihitung dalam memperoleh nilai EVA adalah Net Operating Profit After Tax (NOPAT) atau laba bersih setelah pajak, Cost of Capital (CoC) atau biaya modal dan Economic Value Added (EVA) atau nilai tambah ekonomis. Konsep EVA berbeda dengan alat ukur kinerja keuangan lainnya karena dalam penghitungan EVA biaya modal telah dikurangkan, sedangkan dengan alat ukur berdasarkan akuntansi, biaya modal diabaikan. Dengan demikian perusahaan yang berlaba secara akuntansi belum tentu memiliki nilai EVA yang positif.

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dengan cara dokumentasi selama periode 2004-2006. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik analisis kuantitatif dan merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya.

Berdasarkan hasil penelitian, PT. Unilever Indonesia, Tbk selama tahun 2004-2006 mampu menciptakan nilai tambah bagi perusahaan dan para pemegang sahamnya. Perusahaan ini berhasil mencapai nilai EVA yang positif, bahkan nilainya cenderung terus meningkat. Pada tahun 2004 nilai EVA perusahaan sebesar Rp 794,279 miliar, pada tahun 2005 meningkat tajam menjadi Rp 1,171 triliun, dan pada tahun 2006 terjadi sedikit penurunan menjadi Rp 993,057 miliar. Fakta ini menunjukkan kinerja keuangan PT. Unilever Indonesia, Tbk baik dengan menggunakan alat ukur EVA.


(10)

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the financial performance of PT. Unilever Indonesia, Tbk which is measured by Economic Value Added (EVA). Variable which is needed to compute The EVA are Net Profit After Tax (NOPAT), Cost of Capital (CoC), and Economic Value Added (EVA). EVA concept is different with another financial performance instruments. Because in computing EVA, Cost of Capital is included. That’s why accounting profitable company doesn’t mean it has positive EVA.

Data of this research are secondary data. They are documentation data during 2004 to 2006. This research is classified as descriptive research and replication to former research by using quantitative analysis technique.

The result indicates that PT. Unilever Indonesia, Tbk during 2004 to 2006 had gained value added for the company and its stock holders. The company had gained positive EVA and the value relatively increasing every year. In 2004 the EVA was Rp 794,279 billion, in 2005 it’s increasing significantly to Rp 1,171 trillion, and in 2006 the EVA was Rp 993,057 billion. This fact shows good financial performance of PT. Unilever Indonesia, Tbk by using The EVA concept. Keywords: Financial Performance, NOPAT, Cost of Capital, EVA,


(11)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja PT. Unilever Indonesia, Tbk dengan menggunakan alat ukur Economic Value Added (EVA). Variabel yang dihitung dalam memperoleh nilai EVA adalah Net Operating Profit After Tax (NOPAT) atau laba bersih setelah pajak, Cost of Capital (CoC) atau biaya modal dan Economic Value Added (EVA) atau nilai tambah ekonomis. Konsep EVA berbeda dengan alat ukur kinerja keuangan lainnya karena dalam penghitungan EVA biaya modal telah dikurangkan, sedangkan dengan alat ukur berdasarkan akuntansi, biaya modal diabaikan. Dengan demikian perusahaan yang berlaba secara akuntansi belum tentu memiliki nilai EVA yang positif.

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dengan cara dokumentasi selama periode 2004-2006. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik analisis kuantitatif dan merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya.

Berdasarkan hasil penelitian, PT. Unilever Indonesia, Tbk selama tahun 2004-2006 mampu menciptakan nilai tambah bagi perusahaan dan para pemegang sahamnya. Perusahaan ini berhasil mencapai nilai EVA yang positif, bahkan nilainya cenderung terus meningkat. Pada tahun 2004 nilai EVA perusahaan sebesar Rp 794,279 miliar, pada tahun 2005 meningkat tajam menjadi Rp 1,171 triliun, dan pada tahun 2006 terjadi sedikit penurunan menjadi Rp 993,057 miliar. Fakta ini menunjukkan kinerja keuangan PT. Unilever Indonesia, Tbk baik dengan menggunakan alat ukur EVA.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perusahaan merupakan suatu unit kegiatan produksi yang mengelola sumber-sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dan agar dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Perusahaan bertugas mengolah sumber-sumber ekonomi atau sering disebut faktor-faktor produksi.

Tujuan utama didirikan perusahaan selaku entitas bisnis adalah mendapatkan keuntungan yang digunakan untuk kelangsungan usaha. Modal merupakan salah satu faktor yang dominan dalam kelangsungan usaha perusahaan, dan modal disetor oleh investor dalam hal ini para pemegang saham. Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengelola modal yang disetor oleh para investor dalam rangka kemajuan perusahaan, perlu adanya pengukuran terhadap kinerja perusahaan. Berbagai aspek perlu dipertimbangkan dalam pengukuran kinerja ini, terutama harapan dari pihak-pihak yang menginvestasikan dananya. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana perusahaan mampu mengelola dana yang berasal dari investor atau pemegang saham, dengan menilai dari seberapa besar capital gain yang dapat dihasilkan oleh perusahaan. Semakin tinggi tingkat capital gain yang diberikan oleh perusahaan kepada investor maka akan semakin tinggi nilai perusahaan yang tercermin dalam nilai saham di bursa


(13)

efek. Kondisi ini biasanya terjadi pada perusahaan yang go public atau Perusahaan Terbuka (Tbk), yang menjual saham di pasar modal atau bursa efek.

Perusahaan go public adalah perusahaan yang sudah menjual sahamnya ke masyarakat umum. Go public merupakan proses timbal balik antara perusahaan yang membutuhkan modal untuk meningkatkan kegiatan usahanya dengan pemodal yang akan menanamkan modalnya kepada perusahaan. Dengan go public, pemodal akan mempunyai kesempatan untuk menanamkan modalnya dengan prospek hasil dan ikut menentukan kebijakan pengelolaan perusahaan tersebut.

Selanjutnya, selain mempengaruhi persepsi investor terhadap kinerja perusahaan, kinerja keuangan perusahaan dapat mempengaruhi harga saham perusahaan di pasar modal. Harga saham merupakan ukuran indeks prestasi perusahaan, yaitu seberapa jauh manajemen perusahaan telah berhasil mengelola perusahaan atas nama para pemegang saham sehingga kekuatan pasar di bursa ditunjukkan dengan adanya transaksi jual beli saham perusahaan tersebut di pasar modal. Terjadinya transaksi jual beli tersebut didasarkan pada pengamatan para investor terhadap kinerja perusahaan sehingga pada umumnya perusahaan yang diketahui mempunyai kinerja yang bagus akan mempunyai prospek kenaikan harga saham dengan cepat.

Tujuan yang ingin dicapai oleh para pemegang saham adalah untuk memperoleh keuntungan dari kepemilikan saham berupa dividen kas (yaitu pembagian sebagian laba perusahaan kepada para pemegang saham) atau capital gain (merupakan selisih lebih dari harga beli saham dan harga jual saham).


(14)

Dengan mempertimbangkan kinerja perusahaan para pemegang saham yang tidak puas terhadap kinerja perusahaan akan menjual sahamnya dan menanamkannya pada perusahaan lain.

Menurut Warsono (2003:24), ”ada lima macam alat ukur atau metode yang bisa digunakan untuk mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan, yaitu Analisis Rasio Keuangan, Analisis Rasio Keuangan yang Dimodifikasi, Analisis EVA, Analisis CAMEL, dan Analisis Balance Score Card (BSC)”. Manajemen dapat memilih metode yang paling sesuai untuk diterapkan di perusahaannya. Kelima metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Jenis yang lazim yang dikenal dan digunakan oleh perusahaan adalah Analisis Rasio Keuangan. Analisis ini dapat menjawab berbagai pertanyaan mengenai keadaan keuangan perusahaan. Perhitungan rasio keuangan ini relatif sederhana, selama data yang dibutuhkan lengkap/tersedia. Ada dua macam standar rasio yang digunakan, yaitu rasio yang sama dari laporan keuangan dari tahun-tahun yang lampau dan rasio dari perusahaan lain yang sejenis, atau disebut dengan rata-rata rasio industri. Metode analisis ini sangat bergantung pada data dan informasi akuntansi, yang berarti bergantung pula pada metode atau perlakuan akuntansi yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan perusahaan. Manajemen sebagai pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan, memiliki kontrol untuk memilih metode akuntansi yang yang dipakai. Pemakaian metode akuntansi yang berbeda akan menghasilkan informasi yang berbeda pula. Misalnya pemilihan metode penyusutan, metode penilaian persediaan, metode pengakuan pendapatan dan beban, dan lain sebagainya.


(15)

Akibatnya seringkali kinerja perusahaan terlihat baik dan meningkat yang diukur dari perolehan laba akuntansi (accounting profit), padahal mungkin saja kinerja yang sebenarnya tidak meningkat, bahkan kemungkinan menurun. Hal ini menyebabkan Analisis Laporan Keuangan yang terutama terfokus pada laba akuntansi dapat menjadi bias.

Kemudian, disadari bahwa rasio keuangan sebagai alat pengukuran kinerja ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utamanya adalah bahwa rasio keuangan tersebut mengabaikan adanya biaya modal sehingga sulit untuk mengetahui apakah perusahaan telah menciptakan nilai atau tidak. Selain itu, dalam menganalisis setiap rasio di atas, angka-angka yang diperoleh dari perhitungan tidak bisa berdiri sendiri. Rasio-rasio tersebut akan berarti bila setidaknya satu dari dua hal berikut ini bisa terpenuhi, yaitu adanya perbandingan dengan perusahaan sejenis yang mempunyai tingkat risiko yang hampir sama dan juga harus diadakan analisis kecendrungan (trend) dari setiap rasio terhadap rasio-rasio sebelumnya.

Mengingat keterbatasan analisis rasio keuangan tersebut sebagai alat pengukur kinerja keuangan tersebut sebagai alat pengukur kinerja keuangan perusahaan, maka ada pendekatan konsep baru yang disebut dengan Economic Value Added (EVA). Konsep Economic Value Added adalah pengukuran kinerja perusahaan harus mempertimbangkan harapan pada penyandang dana secara adil dengan mempertimbangkan biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital, WACC). Dengan perhitungan Economic Value Added, investor mendapatkan hasil perhitungan nilai ekonomi perusahaan yang realistis, dan juga


(16)

dapat mendukung penyajian laporan keuangan sehingga dapat mempermudah para pemakai laporan keuangan dalam melakukan analisis terhadap kinerja perusahaan dalam rangka pembuatan keputusan untuk berinvestasi.

Banyak perusahaan beralih pada pengukuran kinerja yang lebih menekankan pada nilai/value (Value Based management) dan salah satunya adalah EVA atau nilai tambah eknomis. Menurut Pradhono (2004:141),” VBM memiliki dua elemen kunci. Pertama penciptaan nilai bagi pemegang saham (shareholders Value) sebagai ukuran kinerja internal perusahaan yang mampu memotivasi manajemen mengejar tujuan perusahaan”.

Konsep EVA secara sederhana menyatakan bahwa kinerja keuangan dikatakan baik apabila berhasil memperoleh laba di atas semua biaya modalnya (cost of capital). Secara matematis, EVA dihitung dari laba setelah pajak dikurangi dengan cost of capital tahunan. Inilah perbedaan yang nyata antara laba akuntansi dengan laba secara EVA karena pada laba akuntansi, biaya modal belum dikurangkan. Sementara dengan metode EVA, laba telah dikurangi dengan biaya modal yang meliputi biaya utang dan biaya ekuitas.

EVA adalah alat ukur yang paling sesuai untuk mengukur kinerja yang berkaitan langsung dengan kemakmuran pemegang saham sepanjang waktu, karena EVA mempertimbangkan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh pemegang saham. Tingkat pengembalian (return) yang diharapkan oleh para pemegang saham adalah merupakan biaya bagi perusahaan, karena para pemegang saham juga mendapatkan hasil atau keuntungan jika mereka melakukan investasinya dalam bidang lain dengan tingkat risiko yang sama (opportunity


(17)

cost). dan EVA telah memperhitungkannya, sehingga dihasilkanlah laba ekonomis atau economic profit. Laba ekonomis adalah laba yang sebenarnya dari sebuah perusahaan, karena telah memperhitungkan semua komponen biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan laba tersebut.

Dengan perhitungan biaya modal pada metode EVA, para penyandang dana akan mengetahui dan dapat memilih investasi yang paling tepat. Dana yang ada dapat digunakan dengan optimal, sehingga nilai perusahaan akan terus meningkat, berarti kekayaan atau kemakmuran para pemegang saham juga meningkat. Dana kemakmuran pemegang saham ini tercermin dari peningkatan harga saham yang dimilikinya. Jadi jelas bahwa penggunaan metode EVA dalam penilaian kinerja keuangan perusahaan berkaitan langsung dengan kemakmuran para pemegang saham sepanjang waktu.

Dengan perhitungan biaya modal dalam metode EVA, maka meskipun perusahaan secara akuntansi dinyatakan berlaba, belum tentu memiliki nilai EVA yang positif. Jika EVA positif, berarti perusahaan berlaba secara ekonomis, mampu menutupi semua komponen biaya yang dikeluarkan serta kinerja keuangan bagus.

Konsep EVA secara sederhana dapat dinyatakan sebagai ukuran perhitungan riil dari operasi perusahaan. EVA diperoleh dari laba operasi bersih sesudah pajak (NOPAT) dikurangi biaya modal (cost of capital), yaitu jumlah dana yang tersedia bagi perusahaan yang merupakan jumlah dari total utang dan modal saham dikalikan dengan biaya modal rata-rata tertimbang (WACC).


(18)

Perusahaan yang akan diteliti oleh penulis adalah PT. Unilever Indonesia, Tbk. Perusahaan ini bergerak di bidang barang konsumsi. Perusahaan bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin, minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan ringan dan minuman dari teh, dan produk-produk kosmetik.

Dalam laporan keuangan tahunan PT. Unilever Indonesia,Tbk penulis tidak menemui perhitungan EVA perusahaan tersebut. PT. Unilever Indonesia, Tbk hanya mencantumkan perhitungan rasio-rasio keuangan. Dari segi net income, PT. Unilever Indonesia, Tbk menunjukkan kecendrungan meningkat dari tahun ke tahun. Dari fakta ini secara akuntansi perusahaan tersebut berlaba dan memenuhi ekspektasi stakeholders. Apakah laba yang terus meningkat itu diimbangi dengan kenaikan EVA? Sebagaimana kita tahu laba akuntansi tidak lepas dari distorsi-distorsi akuntansi seperti metode penyusutan, pengakuan pendapatan, estimasi, dan lain sebagainya.

Penulis mengamati bahwa pergerakan harga saham PT. Unilever Indonesia, Tbk sangat baik. Perusahaan ini juga cukup rajin membayar dividen. Disamping itu perusahaan ini juga melaksanakan dua kali stock split, yaitu:

1. Pada 6 November 2000, stock split 1:10. Artinya satu lembar saham dipecah menjadi 10 saham dan nilai nominal menjadi sepersepuluhnya yaitu Rp 100 2. Pada 3 September 2003, stock split 1:10. Berarti nilai nominal saham tersebut

menjadi Rp 10 per lembar. Sebelum di pecah harga pasar saham UNVR (kode PT. Unilever Indonesia, Tbk pada Bursa Efek Indonesia) Rp 27.800 per lembar. Setelah di pecah harganya menjadi Rp 3.350 per lembar


(19)

Pada Desember 2006 saham UNVR ditutup pada harga Rp 6.600 per lembar. Bila tidak terjadi stock split maka pada akhir Desember 2006 harga saham UNVR setidaknya Rp 6.600 x 100 yaitu Rp 660.000 per lembar. Harga yang cukup fantastis mengingat nilai nominalnya Rp 1000 per lembar dan dijual pada saat IPO Rp 3.175 per lembar. Dari prestasi ini, penulis tertarik untuk menganalisis kinerja keuangan PT. Unilever Indonesia, Tbk dengan alat ukur EVA.

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, diketahui bahwa perusahaan yang berlaba secara akuntansi belum tentu berlaba secara ekonomis atau memiliki nilai EVA yang positif. Kinerja keuangan yang baik dengan analisis rasio keuangan belum tentu baik dengan analisis EVA. Kedua alasan ini telah menarik penulis untuk membahas konsep EVA ini lebih lanjut dalam sebuah skripsi dengan judul

“Analisis Economic Value Added (EVA) dalam Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan pada PT. Unilever Indonesia, Tbk”

B. Perumusan dan Batasan Masalah 1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

”Bagaimana Kinerja Keuangan PT. Unilever Indonesia, Tbk selama Tahun 2004, 2005, dan 2006 dengan Alat Ukur EVA?”


(20)

2. Batasan Masalah

Berdasarkan perumusan masalah, penulis membatasi masalah sebagai berikut :

1. Metode analisis yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan PT. Unilever Tbk adalah Economic Value Added.

2. Data yang digunakan berdasarkan laporan keuangan PT. Unilever Indonesia, Tbk dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kinerja keuangan PT. Unilever Indonesia, Tbk dengan alat ukur EVA

2. Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang ilmu ekonomi, terutama di bidang analisis kinerja keuangan perusahaan melalui alat analisis Economic Value Added (EVA) serta bagaimana menggunakan EVA sebagai alat untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan.


(21)

Dengan adanya penelitian ini akan membantu pihak perusahaan untuk memahami bagaimana mengevaluasi kinerja bisnis yang mempertimbangkan tujuan investor pada umumnya.

3. Bagi Investor

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor maupun calon investor untuk mengambil keputusan dalam menanamkan modalnya di perusahaan.

4. Bagi Perguruan Tinggi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.


(22)

D. Kerangka Konseptual

Gambar 1.1

PT. Unilever Indonesia, Tbk

Laporan Keuangan Perusahaan

Analisis EVA

Kinerja Keuangan


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Laporan Keuangan

Laporan keuangan bagi suatu perusahaan merupakan hasil akhir dari pekerjaan bagian pembukuan. Selanjutnya laporan keuangan tersebut digunakan untuk menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan tersebut, dimana dengan hasil analisis tersebut pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengambil keputusan. Dengan demikian untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan diperlukan adanya laporan keuangan dari perusahaan bersangkutan.

Pengertian laporan keuangan menurut SAK no.1 (2002:2) adalah:

Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya sebagai arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.

Menurut Munawir (2000:2) menyatakan bahwa “Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.”

Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi atau suatu proses pengumpulan dan pengolahan data keuangan yang dilaksanakan oleh suatu


(24)

perusahaan. Dalam proses ini diidentifikasikan berbagai transaksi atau peristiwa yang merupakan aktivitas ekonomi perusahaan yang dilakukan melalui pengukuran, pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran sedemikian rupa sehingga hanya informasi yang relevan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya mampu memberikan gambaran secara layak tentang keadaan keuangan perusahaan.

1. Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan dibuatnya laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi para pemakai laporan keuangan dalam mengambil keputusan.

Menurut Mamduh (2004:79) tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut:

a. Menyajikan informasi sebagai dasar untuk pengambilan keputusan b. Memberikan informasi yang bermanfaat untuk pemakai eksternal

untuk memperkirakan jumlah, waktu, dan ketidakpastian (yang berarti risiko) penerimaan kas yang berkaitan .

c. Memberikan informasi yang bermanfaat untuk membantu pihak eksternal untuk memperkirakan jumlah, waktu, dan ketidak pastian aliran kas masuk bersih perusahaan.

d. Memberikan informasi mengenai sumber daya ekonomi perusahaan dan klaim-klaim atas sumber daya tersebut yang meliputi: hutang dan modal saham.

e. Memberikan informasi mengenai prestasi perusahaan selama periode tertentu untuk membantu pihak eksternal menetukan harapannya (expectation) mengenai prestasi perusahaan pada masa-masa mendatang. Atau dengan kata lain memberikan informasi mengenai pendapatan dan komponen-komponennya.

f. Memberikan informasi mengenai aliran kas perusahaan, bagaimana perusahaan menerima kas dan mengeluarkan kas, mengenai pinjaman dan pelunasan pinjaman, mengenai transaksi


(25)

permodalan termasuk dividen yang dibayarkan dan mengenai faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi likuiditas perusahaan.

2. Manfaat Laporan Keuangan

Manfaat laporan keuangan berdasarkan pihak penggunanya dapat dibagi dua yaitu:

a. Manfaat internal dari hasil interpretasi laporan keuangan dapat berupa tingkat kesehatan keuangan perusahaan untuk pemilik perusahaan, kondisi kesehatan keuangan perusahaan dibandingkan dengan perusahaan saingan, efektivitas manajemen dalam pengoperasian dan lain sebagainya tingkat kesehatan keuangan perusahaan dapat diketahui melalui analisis atau interpretasi terhadap laporan keuangan. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui potensi-potensi dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan sehingga pihak-pihak internal yang berkepentingan dengan perusahaan dapat mempergunakannya sebagai pertimbangan dalam pengabilan keputusan.

b. Manfaat eksternal dari hasil interpretasi laporan keuangan misalnya bagi investor, untuk membantu pengambilan keputusan untuk menanamkan atau menarik modalnya pada perusahaan sedangkan bagi kreditur untuk membantu dalam pengambilan keputusan dalam hal pemberian pengamana pada perusahaan.


(26)

B. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan perusahaan adalah sampai sejauh mana prestasi peningkatan posisi kesehatan atau performance dari nilai perusahaan yang diukur melalui laporan keuangan baik melalui neraca, maupun laporan laba rugi yang dibutuhkan oleh pihak-pihak tertentu.

Bagi pihak investor, informasi mengenai kinerja perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau harus mencari alternative investasi lain. Selain itu, kinerja juga memperlihatkan kepada penanam modal maupun pelanggan atau masyarakat secara umum bahwa perusahaan memiliki kredibilitas yang baik.

Kinerja perlu diukur, dievaluasi untuk menentukan sejauh mana keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan tertentu. Dua aspek yang sering digunakan dalam menilai kinerja adalah efisiensi dan efektivitas. Efisiensi menggambarkan hubungan antara input dan output, sedangkan efektivitas mencerminkan hubungan output pada suatu tujuan tertentu.

Pengukuran kinerja merupakan kunci penting dalam infrastruktur organisasi. Istilah tersebut mencakup suatu set kebijakan organisasional, sistem dan praktek yang mengkoordinasi tindakan serta transfer informasi untuk mendukung seluruh siklus manajemen. Manajemen menggunakan sistem pengukuran sebagai mekanisme untuk mengimplementasikan strategi.


(27)

1. Alat Ukur Penilaian Kinerja

Salah satu langkah di dalam tahap persiapan penilaian kinerja adalah menentukan kriteria penilaian yang dibuat untuk para mananjer perusahaan. Menurut Warsono (2003:24), “ Analisis laporan keuangan merupakan analisis dengan menggunakan laporan keuangan dan informasi keuangan lainnya untuk mengatahui posisi dan kinerja keuangan serta menilai kinerja keuangan di masa depan”. Analisis laporan keuangan dapat menggunakan beberapa alat ukur yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan, seperti:

a. Analisis Rasio Keuangan

b. Analisis Laporan Keuangan yang dimodifikasi c. Economic Value Added (EVA)

d. Analisis CAMEL e. Balanced Scorecard

Pengukuran kinerja keuangan perusahaan bergantung pada sudut pandang yang diambil dan tujuan analisis. Tujuan umum penilaian kinerja perusahaan adalah untuk mengevaluasi perubahan-perubahan atas sumber daya yang dimiliki perusahaan.

Rudianto (2006:313) terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif yaitu :

a. Kriteria tunggal, yaitu ukuran penilaian kinerja yang hanya menggunakan suatu patokan saja. Misalnya, jumlah penjualan bagi manajer pemasaran, volume produksi bagi manajer produksi, dan sebagainya. Kelemahan dari motode ini adalah diabaikannya ukuran kinerja lainnya, seperti mutu produksi, dan pemeliharaan peralatan bagi manajer produksi.

b. Kriteria beragam, yaitu ukuran penilaian kinerja dengan menggunakan bermacam ukuran. Tujuan dari penggunaan kinerja


(28)

beragam adalah supaya manajer divisi mengarahkan kinerjanya pada berbagai ukuran kinerja seperti profitabilitas, pangsa pasar, pengembangan karyawan, tanggungjawab masyarakat dan sebagainya. Masing-masing ukuran diberikan penilaian yang tersendiri dan terpisah.

c. Kriteria gabungan, yaitu ukuran penilaian kinerja dengan menggunakan metode penilaian gabungan antara beberapa ukuran seperti profitabilitas dan pangsa pasar untuk manajer pemasaran. Bobot kinerja profitabilitas ditetapkan sebesar 4 dan pangsa pasar sebesar 6. Dengan ukuran nilai 80 untuk profitabilitas dan 70 untuk pangsa pasar maka masing-masing nilai dikalikan dengan bobotnya, dan kemudian dijumlahkan sebagai dasar penilaina keseluruhan

Adapun kriteria yang digunakan perusahaan di dalam menilai kinerja para manajernya, sebaiknya hal tersebut dipahami dan disepakati dengan baik oleh seluruh anggota organisasi yang terlibat.

2. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam proses perencanaan dan pengendalian. Melalui pengukuran kinerja, perusahaan dapat melakukan perencanaan serta memilih strategi yang akan dilaksanakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Secara umum, tujuan suatu perusahaan dalam mengadakan pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:

a. Menentukan kontribusi masing-masing divisi atau perusahaan secara keseluruhan atau atas kontribusi masing-masing sub divisi dari suatu divisi (evaluasi ekonomi atau evaluasi segmen).

b. Memberikan daftar untuk mengevaluasi kualitas kerja masing-masing manajer divisi (evaluasi manajerial).


(29)

c. Memotivasi para manajer divisi supaya konsisten mengoperasikan divisinya sehingga sesuai dengan tujuan pokok perusahaan (evaluasi operasi).

Penilaian kinerja pada suatu organisasi sebaiknya menjadi syarat mutlak bagi penempatan sumber daya ketika akan melaksanakan kegiatan baru, memperhitungkan pendapatan dan biaya serta investasi suatu proyek.

Menurut Mulyadi (2001:415), penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen untuk:

a. Mengelola organisasi secara efektif dan efisien melalui memotivasi karyawan secara maksimal.

b. Membantu pengambilan keputusan yang berhubungan dengan karyawan seperti promosi, transfer dan pemberhentian.

c. Menidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

d. Menyediakan umpan balik bagi karyawan bagaimana atasan menilai kinerja mereka.

e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.

3. Tahapan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama, yaitu tahap persiapan dan tahap penilaian.

Tahap persiapan terdiri dari:

a. Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggungjawab.

b. Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja. c. Pengukuran kinerja yang sesungguhnya.


(30)

Sedangkan tahap penilaian terdiri dari:

a. Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya.

b. Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar.

c. Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak diharapakan.

Pembahasan berikutnya adalah kinerja keuangan perusahaan, maka persiapan penilaian kinerja dilakukan pada saat pertanggungjawaban laporan keuangan.

C. Economic Value Added (EVA)

Menurut Stewart III (1990:118), pencetus EVA pertama kali, mendefinisikan EVA sebagai berikut:

EVA is a residual income measure that substracts the cost of capital from the operating profits generated in the business. It’s measure to account properly for all of the ways in which corporate value may be added or lost. EVA will increase if operating profit can be made to grow without tying up any more capital, if new capital is diverted or liquidated from business activities that do not cover their cost of capital.

Definisi EVA menurut Dess (1996:12) adalah “EVA or the wealth a firm’s creates fork’s owners is simply the traditional financial measure of after tax operating profits minus the total cost of capital”.

Menurut Rudianto (2006:340), “EVA adalah suatu sistem manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercapai jika perusahaan mampu


(31)

memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital). Hansen (2005:829) menyatakan bahwa “ nilai tambah ekonomi (EVA) merupakan laba operasi setelah pajak dikurang total biaya modal”.

Menurut Young (2001:32) “EVA merupakan suatu aliran, sebab ia mengukur laba dan semua pengukuran laba merupakan aliran”.

Laba ekonomis menurut Young (2001:95) “adalah laba yang diperoleh dari suatu tindakan ekonomis bertentangan dengan perspektif akuntansi yang mensyaratkan perusahaan dapat menetapkan tidak hanya biaya operasi tetapi juga biaya modal”. Perbedaan utama EVA dengan pengukuran laba konvensional adalah:

1. Menurut Young (2001:32),” EVA merupakan laba ekonomi kebalikan dari laba akuntansi”.

2. Menurut Brigham (2006:96),” EVA memperhitungkan pengurangan biaya modal, sedangkan pengukuran laba konvensional tidak memperhitungkannya”.

3. Menurut Djawahir (2005:30):

EVA memasukkan semua investasi baik berwujud maupun tidak berwujud dalam neraca, sedangkan para akuntan menghapus investasi tidak berwujud pada tahun tertentu dengan pencatatan sebagai biaya bukan sebagai asset atau dalam EVA dilakukan juga penyesuaian akuntansi seperti akuntansi upaya berhasil (successful efforts accountants), penelitian dan pengembangan (R&D), pajak yang ditangguhkan, depresiasi goodwill, dan lain-lain yang ditujukan untuk perhitungan yang lebih akurat jika penyesuaian-penyesuaian tersebut materil.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa EVA merupakan keuntungan operasional setelah pajak dikurangi dengan biaya modal


(32)

atau dengan kata lain EVA merupakan pengukuran pendapatan sisa (residual income) yang mengurangi biaya modal terhadap laba operasi. EVA ditentukan oleh dua hal yaitu laba bersih setelah pajak dan tingkat biaya modal. Laba operasi setelah pajak menggambarkan hasil penciptaan value dalam perusahaan, sedangkan biaya modal dapat diartikan sebagai pengorbanan yang dikeluarkan dalam penciptaan value tersebut.

1. Sejarah Economic Value Added (EVA)

Gagasan mengenai EVA telah lama ada, pada tahun 1920-an, Alfred Sloan melaksanakan sistem seperti EVA (mengurangi biaya modal dari laba yang diperoleh) untuk divisi operai GM. Matsushita menciptakan sistem serupa pada tahun 1930-an sebagaimana halnya GE pada tahun 1950. pada zaman tersebut disebut dengan pendapatan residual (residual income) atau laba ekonomi (economic profit). Konsep EVA pertama kali diperkenalkan oleh Gorge Bennet Stewart III, salah seorang managing partner dari sebuah parusahaan konsultan management terkemuka yaitu Stern Stewart and Company yang berkantor pusat di New York yang termuat dalam bukunya yang berjudul “The Quest for Value” pada tahun 1980.

Perusahaan pertama yang sukses menerapkan EVA adalah Coca Cola Company pada tahun 1990. Berkat penerapan EVA perusahaan tersebut dapat meningkatkan efisiensi operasi sehingga harga sahamnya naik dari US$ 3 menjadi US$ 42 atau naik sebesar 14 kali lipat. Tahun 1995 perusahaan SPX juga menerapkan EVA, dan hasilnya cukup mengagumkan. Perusahaan yang


(33)

sebelumnya mengalami kinerja buruk selama bertahun-tahun dengan laba rendah, berubah menjadi pencipta nilai yang tinggi. Tahun 1996 perusahaan tersebut berhasil mencetak EVA sebesar US$ 27 juta. Kemudian pada tahun 1998 meningkat menjadi US$ 60 juta dan tahun 1999 naik lagi menjadi US$ 130. perusahaan ini berhasil memperbaiki kinerja dengan menerapkan konsep EVA.

EVA banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat. Beberapa diantaranya yaitu Briggs and Statton, AT&T, CSX, Quaker Oats (Nasser 2003:25). Di Indonesia konsep EVA juga telah diterapkan oleh beberapa perusahaan untuk menilai kinerja manajemennya. Perusahaan yang pertama kali menerapkan EVA di Indonesia adalah PT. United Tractors, Tbk pada tahun 1996.

2. Elemen-elemen EVA

a. Capital Asset Pricing Model (CAPM)

Bodie (2005) menjelaskan bahwa Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan hasil utama dari ekonomi keuangan modern. Capital Asset Pricing Model (CAPM) memberikan prediksi yang tepat antara hubungan risiko sebuah aset dan tingkat harapan pengembalian (expected return). Walaupun Capital Asset Pricing Model belum dapat dibuktikan secara empiris, Capital Asset Pricing Model sudah luas digunakan karena Capital Asset Pricing Model akurasi yang cukup pada aplikasi penting.

Capital Asset Pricing Model mengasumsikan bahwa para investor adalah perencana pada suatu periode tunggal yang memiliki persepsi yang sama mengenai keadaan pasar dan mencari mean-variance dari portofolio yang optimal.


(34)

Capital Asset Pricing Model juga mengasumsikan bahwa pasar saham yang ideal adalah pasar saham yang besar, dan para investor adalah para price-takers, tidak ada pajak maupun biaya transaksi, semua aset dapat diperdagangkan secara umum, dan para investor dapat meminjam maupun meminjamkan pada jumlah yang tidak terbatas pada tingkat suku bunga tetap yang tidak berisiko (fixed risk free rate). Dengan asumsi ini, semua investor memiliki portofolio yang risikonya identik. Capital Asset Pricing Model menyatakan bahwa dalam keadaan ekuilibrium, portofolio pasar adalah tangensial dari rata-rata varians portofolio. Sehingga strategi yang efisien adalah passive strategy. Capital Asset Pricing Model berimplikasi bahwa premium risiko dari sembarang aset individu atau portofolio adalah hasil kali dari risk premium pada portofolio pasar dan koefisien beta.

Keinginan utama dari investor adalah meminimalkan risiko dan meningkatkan perolehan (minimize risk and maximize return). Asumsi umum bahwa investor individu yang rasional adalah seorang yang tidak menyukai risiko (risk aversive), sehingga investasi yang berisiko harus dapat menawarkan tingkat perolehan yang tinggi (higher rates of return), oleh karena itu investor sangat membutuhkan informasi mengenai risiko dan pengembalian yang diinginkan.

Capital Asset Pricing Model (CAPM) mencoba untuk menjelaskan hubungan antara risk dan return. Dalam penilaian mengenai risiko biasanya saham biasa digolongkan sebagai investasi yang berisiko. Risiko sendiri berarti kemungkinan penyimpangan perolehan aktual dari perolehan yang diharapkan


(35)

(possibility), sedangkan derajat risiko (degree of risk) adalah jumlah dari kemungkinan fluktuasi (amount of potential fluctuation).

Saham berisiko dapat dikombinasi dalam sebuah portfolio menjadi investasi yang lebih rendah risiko daripada saham biasa tunggal. Diversifikasi akan mengurangi risiko sistematis (systematic risk), tetapi tidak dapat mengurangi risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk). Unsystematic risk adalah bagian dari risiko yang tidak umum dalam sebuah perusahaan yang dapat dipisahkan. Systematic risksystematic risk adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan yang berhubungan dengan seluruh pergerakan pasar saham dan tidak dapat dihindari. Informasi keuangan mengenai sebuah perusahaan dapat membantu dalam menentukan jumlah

Investor biasanya menghindari risiko, investor menginginkan perolehan tambahan (additional returns) untuk menanggung risiko tambahan (additional risks). Saham berisiko tinggi (High-risk securities) harus mempunyai harga yang menghasilkan perolehan lebih tinggi daripada perolehan yang diharapkan dari saham berisiko lebih rendah

b. Net Operating Profit After Tax (NOPAT)

Menurut Stewart III (1991:86) Net Operating Profit After Tax (NOPAT) didefenisikan sebagai berikut: “NOPAT is the profit derived from company’s after taxes but before financing cost and non cash-book-keeping entries. As such, NOPAT also is the total poll of profits available to provide a cash return to all financing providers of capital to the firm”.


(36)

Peak (2001:6) menjelaskan NOPAT sebagai Net Operating Income (NOI),”NOI is the amount of money generated exclusively from operation.” Peak menjelaskan bahwa Net Operating Income adalah jumlah uang yang khusus atau hanya dihasilkan dari operasi utama perusahaan, tanpa ada tambahan lainnya yang sifatnya tidak rutin seperti penjualan asset.

Dari defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa laba bersih dari operasi setelah pajak atau NOPAT adalah laba yang didapatkan dari operasi perusahaan setelah pajak tetapi belum membiayai biaya-biaya (costs) dan memasukkan pembukuan yang bukan tunai. Dengan demikian, NOPAT adalah jumlah laba yang tersedia untuk memberikan pengembalian (return) tunai kepada penyedia dana untuk modal perusahaan.

c. Capital dan Invested Capital

Dalam konsep EVA, nilai capital terdiri atas ekuitas (nilai buku ekuitas dan cadangan) ditambah utang berbunga (interest bearing debt) yang diambil dari pasiva neraca (tidak termasuk utang dagang dan biaya terutang; accrued expenses).

Menurut Sartono (2001:101), “Invested capital merupakan hasil reorganisasi neraca untuk melihat besarnya capital yang diinvestasikan dalam perusahaan oleh kreditor dan pemodal”. Dilihat dari segi investor, jumlah modal yang ditanamkan mengidikasikan besarnya nilai yang ditanam oleh investor di dalam perusahaan melalui pembelian surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan emiten.


(37)

Semakin besar jumlah yang diinvestasikan, semakin besar pula tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor.

d. Rate of Return (r)

Menurut Stewart III (1991:85) yang dimaksud dengan rate of return (r) dalam konsep EVA adalah,”Rate of return is the return that should be used to assets corporate performance. Computed by dividing a firm’s net operating profit after tax (NOPAT) by the total capital employed in operating.” Dari defenisi ini, rate of return dihitung dengan cara membagi laba operasi perusahaan setelah pajak (NOPAT) dengan total modal yang digunakan dalam operasi perusahaan. Rate of return ini mengukur produktivitas modal yang digunakan tanpa memandang metode pembiayaan dan terbebas dari distorsi akuntansi yang timbul dari pencatatan akuntansi akrual, dan kecenderungan untuk menilai modal terlalu rendah. Rumusnya adalah sebagai berikut

e. Biaya Modal (Cost of Capital)

Konsep cost of capital dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya riil dari penggunaan modal dari masing-masing sumber dana untuk kemudian menetukan biaya modal rata-rata (average cost of capital) dari

r = NOPAT Capital


(38)

keseluruhan dana yang digunakan di dalam perusahaan yang merupakan tingkat biaya penggunaan modal perusahaan (the firm’s cost of capital).

Pengertian cost of capital menurut Young (2001:148) menjelaskan biaya modal sebagai berikut:

1) Biaya modal berdasarkan pengembalian yang diharapkan, bukan pada pengembalian histories

2) Biaya modal adalah biaya kesempatan yang mencerminkan pengembalian yang diharapkan investor dari investasi lain dengan risiko yang serupa

Biaya modal perusahaan merupakan opportunity cost yaitu total pengembalian yang diharapkan oleh penanam modal perusahaan jika uang mereka diinvestasikan dalam saham dan obligasi yang memiliki tingkat risiko yang sebanding. Biaya modal didasari oleh trade off antara risiko dan keuntungan. Semakin besar risiko perusahaan yang ditanggung investor, semakin besar pula tingkat pengembalian yang harus dicapai.

Jenis-jenis biaya modal menurut Houston (2006:589) adalah sebagai berikut:

1) Cost of Debt (Kd)

Biaya penggunaan utang (cost of debt) adalah tingkat bunga yang harus dikeluarkan oleh perusahaan bila mendapatkan dana dengan melakukan pinjaman dari pihak lain. Untuk menghitung besarnya biaya penggunaan utang (Kd), maka kita harus mencari nilai Kb (cost of debt before tax) dari persamaan berikut:


(39)

Kb = Ct M Maka

Kd = Kb (1 - T) Keterangan:

Kb : biaya utang sebelum pajak T : tingkat pajak

Ct : besarnya bunga yang harus dibayar per tahun M : nilai jatuh tempo dari utang

Kd : biaya bunga setelah pajak

2) Cost of Common Stock (Ks)

Biaya modal saham berkaitan dengan trade off risiko dan imbalan yang diharapkan dalam investasi, artinya suatu perusahaan harus mengkompensasikan pemegang saham dengan pengembalian ekonomi dalam peramalan di masa mendatang yang mungkin berbeda dengan masa lalu. Alasan perhitungan biaya modal saham biasa lebih sulit karena adanya unsur ketidakpastian atas pembayaran dividen kepada pemegang saham biasa. Cost of Common Stock untuk perusahaan-perusahaan yang normal dalam arti tidak mengalami pelonjakan harga saham yang signifikan,

menggunakan rumus Capital Asset Pricing Model (CAPM) sebagai berikut:

Ks = Rf + β (Rm – Rf )


(40)

Ks : required return of common stock Rf : tingkat bunga bebas risiko

Rm : Perkiraan tingkat harga minimum dalam pasar secara keseluruhan β : Koefisien beta

Untuk perusahaan yang mengalami lonjakan harga saham yang signifikan (booming), rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

D1 : dividen yang harus dibayar P : harga saham

g : tingkat pertumbuhan dividen

3) Cost of Preffered Stock (Kp)

Saham preferen memiliki karakteristik campuran antara utang dengan saham biasa. Seperti halnya utang, saham preferen mengandung kewajiban yang tetap, yaitu mengadakan pembayaran secara periodik dan apabila perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham preferen memiliki hal didahulukan sebelum para pemegang saham biasa.

Cost of Preffered Stock (Kp) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Kp = dp Np Ks = D1 x g


(41)

Keterangan:

Kp : cost of preffered stock Dp : dividen yang dibayar

Np : net proceeed (penerimaan bersih dari jumlah saham preferen)

4) Cost of Retained Earning (Kr)

Apabila perusahaan menggunakan dana yang berasal dari laba ditahan (retained earning), maka biaya modalnya adalah sebesar rate of return yang diharapkan akan diterima oleh investor saham biasa apabila mereka menginvestasikan sendiri dana tersebut sebesar rate of return yang mereka harapkan dari sahammnya.

f. Weighted Average Cost of Capital (WACC)

Para investor membutuhkan pengembalian yang lebih tinggi untuk pembelian saham dalam suatu perusahaan tertentu daripada ketika mereka memberikan pinjaman karena investasi dalam saham lebih berisiko. Oleh karena itu biaya modal suatu perusahaan tidak hanya bergantung pada biaya utang dan pembiayaan ekuitas tetapi juga seberapa banyak dari masing-masing itu dimiliki struktur modal. Tujuan pokok menghitung biaya modal rata-rata tertimbang adalah untuk digunakan dalam mengambil keputusan tentang investasi modal baru yang dinilai berdasarkan standar pengembalian yang cukup memadai untuk menkompensasikan semua penyedia modal.


(42)

WACC adalah tingkat return minimum berdasarkan porsi masing-masing instrumen pembiayaan dalam struktur modal perusahaan yang harus dihasilkan perusahaan untuk memenuhi ekspektasi dari kreditur dan pemegang saham selaku penyedia modal. Pembobotan dilakukan berdasarkan jenis pembiayaan dalam perusahaan karena setiap pembiayaan memiliki risiko yang berbeda-beda bagi tiap investor. Umumnya pembiayaan terdiri dari dua kelompok yaitu utang dan ekuitas. Hubungan ini digabungkan dalam biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) dari perusahaan tersebut yang dihitung dengan rumus:

WACC = Wd x Kd + Ws x Ks + Wp x Kp

Keterangan:

WACC : biaya modal rata-rata tertimbang

Wd : bobot utang jangka panjang dalam struktur modal Kd : cost of debt

Ws : bobot jumlah saham dalam struktur modal Ks : cost of common stock

Wp : bobot jumlah saham preferen dalam struktur modal Kp : cost of preffered stock

g. Sruktur Modal

Struktur modal merupakan komposisi antara sumber dana jangka panjang beruapa utang jangka panjang dan ekuitas. Struktur modal ini menunjukkan proprosi pendanaan dalam perusahaan untuk menjalankan perusahaan. Bagi


(43)

perusahaan besar umumnya struktur sebagian berasal dari pihak luar perusahaan apakah dari investor maupun kreditur.

Struktur modal perusahaan berbeda-beda, tetapi pada umumnya struktur modal sebuah perusahaan terdiri atas utang dan modal sendiri dalam bentuk saham. Perbedaan struktur modal ini mengakibatkan biaya modal yang berbeda pula. Karena masing-masing memiliki biaya dalam penggunaanya yaitu bunga pinjaman apabila modal berbentuk utang dan return atau tingkat pengembalian yang diharapkan investor jika modal berbentuk saham.

Menurut Warsono (2003:236), faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan adalah sebagai berikut:

1) Laju pertumbuhan dan kemantapan penjualan di masa yang akan datang

2) Struktur kompetitif dalam industri 3) Struktur asset dari perusahaan sendiri 4) Risiko bisnis yang dihadapi perusahaan

5) Status kendali dari para pemilik dan manajemen

6) Sikap para kreditor modal terhadap industri dan perusahaan 7) Posisi pajak perusahaan

8) Fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk menerbitkan modal dalam kondisi yang tidak baik

9) Konservatisme dan agresivitas manajerial.

Hal-hal tersebut akan mempengaruhi keputusan manajemen dalam memutuskan struktur modalnya.


(44)

3. Penghitungan EVA

Berdasarkan penjelasan yang telah disebutkan sebelumnya, maka penghitungan EVA mencakup tiga variabel penting, yaitu NOPAT, CoC, dan EVA itu sendiri. Langkah-langkah atau proses penghitungan EVA adalah sebagai berikut:

a. NOPAT (Net Operating Profit After Tax)

NOPAT atau laba bersih setelah pajak dapat dihitung dengan rumus:

NOPAT = EBIT (1 – Tax)

EBIT adalah Earning Before Interest and Tax atau laba sebelum bunga dan beban pajak. Dalam penghitungan EVA terlebih dahulu kita harus mengetahui nilai NOPAT perusahaan yang diteliti. Jika pada laba akuntansi laba dikurang dengan biaya operasional saja, maka EVA mengurangkan laba setelah pajak dengan biaya hutang dan biaya modal. Sehingga semua biaya yang dikeluarkan untuk operasi benar-benar telah dihitung.

b. WACC (Weighted Average Cost of Capital)

WACC dapat dihitung dengan menggunakan rumus: WACC = Ki x Wi + Ke x We

WACC atau biaya modal rata-rata adalah rata-rata biaya modal yang dikeluarkan perusahaan sesuai dengan struktur modalnya. Young (2001:149) mengatakan untuk menghitung WACC perlu diketahui hal-hal berikut:


(45)

2) Jumlah ekuitas dalam struktur modal, pada nilai pasar 3) Biaya utang

4) Tingkat pajak 5) Biaya ekuitas

Struktur modal perusahaan sudah tentu pasti berbeda satu dengan yang lain. Pada umumnya struktur modal perusahaan terdiri dari hutang dan modal sendiri dalma bentuk saham, untuk saham ada yang saham biasa (common stock) dan saham preferen. Perbedaan struktur modal ini mengakibatkan biaya modal yang berbeda pula. Karena masing-masing ada biaya dalam penggunaannya, yaitu bunga pinjaman untuk modal yang berasal dari utang, dan expected return atau tingkat pengembalian yang diharapkan untuk modal yang berasal dari saham.

Menurut Warsono (2003:236), faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan adalah sebagai berikut:

1) Laju pertumbuhan dan kemantapan penjualan di masa yang akan datang.

2) Struktur kompetitif dalam industri. 3) Susunan aset dari perusahaan sendiri. 4) Risiko bisnis yang dihadapi perusahaan.

5) Status kendali dari para pemilik dan manajemen.

6) Sikap para kreditor modal terhadap industri perusahaan. 7) Posisi pajak perusahaan.

8) Fleksibilias keuangan perusahaan atau kemampuan untuk menerbitkan modal dalam kondisi yang tidak baik.

9) Konservatisme atau agresivitas manajerial

c. Biaya Utang

Young (2001:150) menyatakan bahwa “biaya utang adalah tingkat sebelum pajak yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemberi pinjaman. Jika


(46)

perusahaan memiliki beberapa sumber pembiayaan utang, masing-masing dengan tingkat berbeda, biaya utang yang digunakan adalah rumus WACC”.

Menurut Warsono (2003:239),” Utang perusahaan dapat berupa utang pada bank atau utang obligasi. Biaya utang bank adalah sebesar bunga yang dibayarkan. Dan perlu diingat bahwa penghitungan bunga secara umum ada dua, yaitu simple interest dan compund interest (bunga berbunga)”. Secara umum biaya utang dapat dihitung dengan rumus:

Kd = Beban Bunga x 100% Jumlah Utang

Kd : Biaya utang sebelum pajak

Sedangkan untuk utang yang berasal dari obligasi, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Martono:204)

Kdo =

1+(N-Nb)/n Nb+N/2

Keterangan:

Kdo : Biaya utang obligasi

N : Harga nominal obligasi atau nilai obligasi pada akhir umurnya. N : Jangka waktu obligasi

I : Bunga obligasi satu tahun dalam Rupiah Nb : Nilai bersih penjualan obligasi.


(47)

Rumus ini tidak memasukkan beban pajak. Besarnya biaya utang setelah pajak menurut Brigham (2006:470) adalah:

Ki = Kd (1-T) Keterangan:

Ki : Biaya utang setelah pajak Kd : Biaya utang sebelum pajak T : Tingkat pajak

Indonesia menganut sistem pajak progresif berlapis dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Laba sebelum pajak < Rp 25,00 juta = 10 %

2. Kelebihan laba sebelum pajak antara Rp 25,00 juta – Rp 50,00 juta = 15% 3. Kelebihan laba sebelum pajak > Rp 50,00 juta = 30%

d. Biaya Ekuitas

Menurut Young (2005:150), “biaya ekuitas adalah pengembalian yang diminta oleh investor untuk membuat investasi ekuitas dalam perusahaan itu”. Selain dari menerbitkan obligasi perusahaan juga dapat menggunakan laba ditahan (retained earning) dan menerbitkan saham biasa yang baru sehingga biaya ekuitas dapat berasal dari modal saham baik saham biasa maupun saham preferen serta dari laba ditahan.


(48)

e. Saham Preferen

Saham preferen memiliki ciri-ciri yang khusus, yaitu mirip dengan utang karena adanya penghasilan tetap bagi para pemiliknya walaupun perusahaan tersebut tidak berlaba atau rugi. Pendapatan ini berupa dividen saham yang harus dibayarkan setiap tahun. Saham preferen tidak ada masa jatuh temponya seperti yang dimiliki oleh obligasi. Biaya untuk saham preferen dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:

Kps : tingkat pengembalian minimum yang diisyaratkan oleh pemegang saham Preferen

Dps : dividen saham preferen Vps : Harga saham preferen

Menurut Tampubolon (2005:175), ada tiga teknik pendekatan dalam menghitung biaya modal saham biasa sebagai ekuitas di dalam perusahaan, yaitu:

1) The Gordon’s Growth Model

Keterangan:

Po : Nilai saham biasa

DI : Penerimaan dividen dalam satu tahun r : Rate of return yang diinginkan investor

Kps = Dps Vps

Po = D I r - g


(49)

g : Growth yaitu tingkat pertumbuhan yang diasumsikan konstan setiap tahun.

2) Capital Asset Pricing Model (CAPM)

Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh William Sharpe dengan mengembangkan teori keseimbangan yang menghubungkan antara risiko dan return. Menurut Martono (2001:11),” return suatu saham merupakan fungsi dari tingkat keuntungan bebas risiko (risk free rate), tingkat keuntungan yang diisyaratkan agar portofolio pasar (market return ) dan koefisien β (beta)”. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ke = Rf + {(Rm – Rf) x β } Keterangan:

Ke : Biaya ekuitas perusahaan

Rf : Pengembalian bebas risiko, pada penelitian ini digunakan besarnya Rata-rata SBI selama satu tahun

Rm : Tingkat pengembalian pasar, yang dihitung dengan cara Menjumlahkan return pasar selama satu tahun

β : Risiko sistematis (risiko individual) saham perusahaan yang dihitung dengan cara mencari nilai rata-rata beta saham untuk satu tahun.

Tingkat pengembalian suatu saham biasa yang diinginkan investor sama dengan tingkat risiko saham perusahaan yang dikenal dengan istilah beta (β). Beta


(50)

merupakan alat ukur risiko individual saham yang dikaitkan dengan tingkat return yang diinginkan atau diharapkan investor.

Menurut Naftali (2007:4), “β adalah ukuran dari hubungan paralel dari sebuah saham biasa dengan seluruh tren dalam pasar saham. Bila β > 1.00 artinya saham cenderung naik dan turun lebih tinggi daripada pasar. β < 1.00 artinya saham cenderung naik dan turun lebih rendah daripada indek pasar secara umum (general market index)”. Bila nilai β = 1 artinya adanya hubungan yang sempurna dengan kinerja seluruh pasar seperti yang diukur indek pasar (market index), Rumus yang digunakan untuk mencari nilai β suatu saham adalah:

Rm = IGSG t - IHSG t-1 IHSG t-1

Ri = Pn - Pn-1 + Dn Pn - 1

Keterangan:

n : Banyaknya periode pengamatan x : tingkat pengembalian pasar (Rm)

y : Tingkat pengembalian saham i pada periode t (Ri) IGSG t : IHSG pada tahun t

β = n ∑x ∑y - ∑x ∑y n ∑x2 - (∑x)2


(51)

IHSG t-1 : IHSG pada tahun t-1

Pn : Harga saham pada periode t Pn-1 : Harga saham pada periode t-1 Dn : Dividen yang diperoleh

3) The Bond Plus Approach

Ke = Long Term Bond + Risk Premium Ke = Kd (1-T) + Risk Premium Keterangan:

Ke : Biaya Ekuitas

Kd : Biaya utang sebelum pajak T : Tax atau pajak

f. Laba Ditahan

Menurut Warsono (2003:146), ”ada tiga pendekatan untuk menghitung biaya laba ditahan. Penghitungan biaya laba ditahan hampir sama dengan penghitungan biaya saham biasa”. Tetapi dalam penerapannya ada kemungkinan menghasilkan biaya laba ditahan yang berbeda karena menggunakan dasar dan asumsi yang berbeda. Untuk menjustifikasinya maka dicari hasil perhitungan rata-ratanya. Ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut:


(52)

1) Model Arus Diskonto

Keterangan:

Ks : Biaya laba ditahan

D1 : Dividen yang diharapakan (expected) pada tahun pertama Po : Harga pasar saham biasa

G : Tingkat pertumbuha dividen tahunan

2) Capital Asset Pricing Model (CAPM)

Ks = Rf + { ( Rm – Rf ) x β Keterangan:

Ks : Biaya laba ditahan

Rf : Tingkat pengembalian bebas risiko β : Beta, yaitu risiko sistematis saham Rm : Tingkat pengembalian pasar

3) Model Premi Risiko Ks = Ki + RP Keterangan:

Ks : Biaya laba ditahan

Ki : Biaya utang setelah pajak RP : Risk Premium atau premi risiko.

Ks = D1 + g


(53)

Setelah biaya utang dan biaya ekuitas diperoleh, maka biaya modal rata-rata tertimbang dapat kita hitung. Langkah-langkah dalam menghitung biaya modal rata-rata tertimban (WACC) adalah sebagai berikut:

1) Penentuan komponen biaya modal

Komponen biaya modal ditentukan berdasarkan pada rencana sumber pembiayaan yang akan digunakan. Komponen biaya modal terdiri dari biaya modal, biaya saham preferen, dan biaya saham biasa.

2) Penentuan besarnya proporsi dari setiap sumber pembelanjaan.

Penentuan proporsi masing-masing komponen biaya dalam pembelanjaan suatu perusahaan dapat digambarkan sebagai berikut:

Proporsi Utang Bank = Utang Bank Total Modal

Proporsi Utang Obligasi = Utang Obligasi Total Modal

Proporsi Modal Saham Preferen = Modal Saham Preferen Total Modal Proporsi Modal Saham Biasa = Modal Saham Biasa

Total Modal Proporsi Laba Ditahan = Laba Ditahan


(54)

Penentuan Biaya Modal Rata-rata Tertimbang

Menurut Warsono (2003:153), biaya modal rata-rata tertimbang dapat dihitung dengan rumus:

WACC = Ki x Wi + Ke x We Keterangan:

Ki : Biaya utang setelah pajak

Wi : Proporsi utang jangka panjang atas kewajiban dan ekuitas Ke : Biaya ekuitas

We : Proporsi ekuitas atas kewajiban dan ekuitas

g. Cost of Capital

Tampubolon (2005:170),” biaya modal (the cost of capital) adalah sebagai tingkat pengembalian (rate of return) berdasarkan nilai pasar dari suatu korporasi yang dilihat dari saham yang beredar (price of the firm’s stock)”. Cost of capital adalah biaya modal dalam bentuk nominal yang diperoleh dengan mengalikan biaya modal rata-rata tertimbang dengan jumlah utang dan ekuitas yang dimiliki sebuah perusahaan.

CoC = WACC x Jumlah utang dan Ekuitas Keterangan:

CoC : Besarnya biaya modal tertimbang perusahaan dalam nilai nominal WACC : Biaya modal rata-rata tertimbang


(55)

h. Economic Value Added (EVA)

EVA dapat dihitung dengan rumus: EVA = NOPAT - CoC Keterangan:

EVA : Economic Value Added NOPAT : Laba bersih setelah pajak CoC : Biaya modal

Hasil dari penghitungan tersebut akan diperoleh nilai EVA. Hasil penelitian kinerja suatu perusahaan dengan menggunakan ukuran EVA menurut Rudianto (2006:348) dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori yang berbeda, yaitu:

1) Nilai EVA > 0 atau EVA bernilai positif

Pada posisi ini berarti manajemen perusahaan telah berhasil menciptakan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan

2) Nilai EVA = 0

Pada posisi ini berarti manajemen perusahaan berada pada dalam titik impas. Perusahaan tidak mengalami kemunduran tetapi tidak mengalami kemajuan secara ekonomi

3) Nilai EVA < 0 atau EVA bernilai negatif

Pada posisi ini berarti tidak terjadi proses pertambahan nilai ekonomis bagi perusahaan. Dalam arti laba yang dihasilkan tidak memenuhi harapan para kreditor dan pemegang saham (investor)


(56)

4. Keunggulan dan Kelemahan EVA

a. Keunggulan EVA

Beberapa alasan mengapa Economic Value Added lebih tepat digunakan adalah:

1) Konsep ini dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibandingkan dengan perusahaan sejenis ataupun membuat suatu analisis kecenderungan dengan tahun sebelumnya.

2) Konsep ini menyajikan ukuran yang secara adil mempertimbangkan harapan-harapan kreditur dan pemegang saham

3) Konsep ini sangat membantu dalam memberikan pertimbangan keputusan manajemen secara tepat seperti penetapan tujuan, penganggaran modal, penilaian kinerja, dan komunikasi dengan karyawan, lebih tepatnya EVA dapat digunakan sebagai dasar untuk menerapkan sistem manajemen keuangan yang terintegrasi secara lengkap.

Menurut Rudianto (2006:352) keunggulan yang dimiliki EVA antara lain sebagai berikut:

1) EVA dapat menyelaraskan tujuan manajemen dalam kepentingan pemegang saham dimana EVA digunakan sebagai ukuran operasional dari manajemen yang mencerminkan keberhasilan perusahaan dalam menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham atau investor.

2) EVA memberikan pedoman bagi manjemen untuk meningkatkan laba operasi tanpa tambahan dana/modal, mengeksposur pemberian pinjaman (piutang), dan menginvestasikan dana yang memberikan imbalan tinggi.

3) EVA dapat merupakan sistem manajemen yang dapat memecahkan semua masalah bisnis, mulai dari strategi dan pergerakan sampai keputusan operasional sehari-hari.


(57)

Menurut Suryadi (1999:89) EVA sebagai alat ukur kinerja perusahaan memiliki keunggulan , ia menyimpulkan sebagai berikut:

1) EVA dalam segi ekonomis mengukur kinerja perusahaan secara adil dengan memperhatikan harapan-harapan para kreditur dan investor. Yang mana derajat keadilannya dinyatakan dengan rata-rata tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar bukan nilai buku.

2) EVA mempunyai kegiatan yang berfokus pada kegiatan

memaksimalkan nilai perusahaan, agar para pemegang saham mendapat penghasilan yang maksimal. Fokus ini sangat membantu mengurangi serendah mungkin konflik yang umum terjadi antara pihak manajemen dan pemilik perusahaan.

3) EVA bisa berdiri sendiri tanpa perlu adanya pembanding dengan perusahaan sejenis yang pada prakteknya seringkali tidak tersedia. 4) EVA menjadikan perusahaan untuk lebih memperhatikan

kebijaksanaan strukur modalnya.

5) EVA sangat membantu dalam identifikasi kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modal.

Menurut Peak (2001:3), keuntungan penerapan EVA sebagai pengukur keberhasilan perusahaan, antara lain:

1) EVA makes financial performance more relevant to all employees 2) EVA emphasizes managing the whole business and creating value. 3) EVA directs our efforts toward growing our business and producing

long term value through additional investments. It causes us to challenge existing deployments of capital and turn our focus toward continuous profitability improvement.

4) EVA helps all employees to do their jobs better and thus the business runs more effectively.


(58)

b. Kelemahan Economic Value Added

Kelemahan yang dimiliki Economic Value Added (EVA) diantaranya adalah:

1) EVA hanya menggambarkan penetapan nilai pada suatu tahun tertentu. Nilai suatu perusahaan adalah merupakan akumulasi EVA selama umur perusahaan , bisa saja suatu perusahaan mempunyai EVA positif pada tahun tertentu tetapi nilai perusahaanya rendah karena EVA di masa datangnya negatif. Hal ini mungkin terjadi untuk jenis perusahaan yang memerlukan pengembalian yang cukup lama. EVA pada awal tahun operasi negatif sedangkan EVA pada akhir masa proyek positif. Maka dalam menggunakan EVA untuk menilai kinerja harus melihat EVA pada masa kini dan masa yang akan datang.

2) Perhitungan EVA yang sesungguhnya cukup rumit.

Secara konseptual EVA memang unggul daripada pengukuran dengan rasio, tetapi secara praktis belum tentu EVA dapat diterapkan dengan mudah, karena perhitungan EVA memerlukan estimasi atas biaya modal yang cukup sulit dilakukan dengan tepat, terutama bagi perusahaan yang belum go public. Biaya modal atas hutang umumnya lebih mudah diperkirakan karena bisa diperoleh dari tingkat bunga setelah pajak yang harus dibayar perusahaan jika perusahaan harus melakukan pinjaman. Sebaliknya karena keterbatasan data, tidak mudah memperkirakan biaya modal atas ekuitas. Berbagai estimasi ini dapat menyebabkan kesalahan


(59)

dalam perhitungan biaya modal yang pada akhirnya akan mengurangi manfaat dari EVA itu sendiri.

Menurut Young (2001:84), kelemahan EVA diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Umumnya para eksekutif mengkhawatirkan EVA dan biaya modal yang dikenakan pada semua aktiva, akan mengecilkan hati manajer untuk melakukan investasi karena peningkatan biaya modal

menurunkan EVA.

2) Pengukuran EVA lebih sulit, terlebih jika penggunaan EVA

menggunakan penyesuaian akuntansi. Penyesuaian ini serta perhitungan WACC dalam EVA sulit untuk diputuskan apakah

EVA dapat diterapkan dalam setiap jenjang manajemen.

Menurut Keys (2001:5), EVA memiliki beberapa keterbatasan yaitu sebagai berikut:

1) EVA is easy to manipulate.

2) Managers will have never fewer choices in financing operations. 3) Risky projects will be accepted and moderately risky project will be

rejected.

4) EVA is too complex.

5) EVA should not be used for capital budgeting 6) EVA is a short term measure.

Walaupun laba secara EVA lebih baik dari laba akuntansi, EVA masih juga terkait dengan akuntansi. Karena angka yang dipakai dalam perhitungan EVA berasal dari laporan keuangan yang berdasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan. EVA dapat dengan mudah dimanipulasi karena perhitungan EVA berdasarkan metode akuntansi konvensional seperti penerapan biaya akrual, sehingga perhitungannya mempertimbangkan taksiran-taksiran seperti amortisasi, jumlah piutang tak tertagih, tingkat penyusutan, dan taksiran lainnya. Bagi para


(60)

manajer yang menerapkan EVA akan memiliki pilihan yang sedikit dalam hal pembiayaan dalam kegiatan operasi karena pengukuran EVA memfokuskan pada struktur modal yang baik di mana biaya modal saham akan lebih tinggi daripada biaya hutang, sehingga EVA akan meningkat apabila rasio Debt to Equity juga meningkat. Keadaan ini yang menjadikan bagian pengungkit (leverage) dalam struktur modal tidak lagi penting dalam menentukan kinerja perusahaan.

Biaya modal yang besar mengindikasikan harapan pengembalian yang besar pula, sebaliknya investasi yang sedikit berisiko menunjukkan tingkat pengembalian rata-rata. Perusahaan yang menerapkan EVA tentu akan memilih investasi dengan modal besar dengan tingkat risiko besar, tindakan ini akan dapat membahayakan going concern perusahaan. Selain itu, perhitungan EVA juga termasuk rumit karena pelaksana harus memahami pendapatan akuntansi dan ekuitas perusahaan serta elemen-elemen EVA dalam formulasinya. EVA sebaiknya tidak digunakan dalam penganggaran modal, untuk tujuan ini perusahaan lebih baik menggunakan metode internal rate of return (IRR) dan net present value (NPV) karena perhitungannya mempertimbangkan nilai dari arus kas. Begitu pula dalam hal keputusan investasi jangka panjang, EVA menyebabkan keengganan manajer untuk melakukan investasi karena sifat pengukuran EVA hanyalah potret jangka pendek.


(61)

D. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

No. Nama Tahun Judul Kesimpulan

1 Stern Stewart III

1991 The Quest for Value

EVA merupakan pendekatan dalam

penilaian kinerja keuangan perusahaan yang memiliki korelasi kuat terhadap penciptaan nilai pemegang saham.

2 Rischa Carolina

2006 Penerapan Konsep EVA sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan pada PT. Indosiar Media Karya, Tbk

Konsep EVA memberikan penilaian kinerja keuangan yang lebih akurat daripada analisis kinerja

berdasarkan pada laba akuntansi. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian EVA yang bernilai negatif pada tahun 2003, meskipun secara akuntansi perusahaan tersebut berlaba. Hal tersebut disebabkan karena EVA memperhitungkan semua biaya modal, sedangkan laba akuntansi tidak memperhitungkan biaya modal.


(62)

3 Lidia K. Sianturi

2007 Analisis Penerapan EVA sebagai Alat Ukur Penilaian Kinerja Keuangan pada PT. Telkom Indonesia, Tbk

PT. Telkom Indonesia, Tbk memiliki laba yang meningkat setiap tahunnya yang diikuti dengan naiknya harga saham perusahaan serta diikuti nilai EVA yang positif dan meningkat setiap tahunnya 4 Elvira

Leman

2008 Pengaruh EVA dan Rasio Profitabilitas terhadap Harga Saham Perusahaan Infrastruktur di Bursa Efek Jakarta (BEJ)

Secara parsial ada

pengaruh yang signifikan antara variabel EVA dan Earning Price Ratio terhadap harga saham infrastruktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ)


(63)

BAB III Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah berbentuk deskriptif yaitu penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh dari oleh peneliti dari subjek berupa individu, organisasional, industri atau perseftif yang lain. Menurut Erlina (2007:22),” Studi deskriptif membantu peneliti untuk menjelaskan karakteristik subjek yang diteliti, mengkaji berbagai aspek dalam fenomena tertentu, dan menawarkan ide masalah untuk pengujian atau penelitian selanjutnya”.

B. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder berupa data kuantitatif yang deperoleh dari website PT. Unilever, Tbk dan BEJ. Data tersebut terdiri atas:

1. Laporan Keuangan tiga tahun terakhir

2. Sejarah singkat perusahaan, sturktur organisasi, lokasi perusahaan, visi misi, kegiatan usaha PT. Unilever, Tbk dan data lainnya

3. Daftar pergerakan harga penutupan saham bulanan PT. Unilever, Tbk selama tiga tahun

4. Daftar IHSG bulanan selama tiga tahun


(64)

C. Teknik Pengumpulan Data Teknik Dokumentasi

Yaitu dengan mengumpulkan laporan keuangan, dokumen-dokumen, catatan-catatan, dan informasi lainnya dari internet yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

D. Teknik Analisis Data

Deskriptif kuantitatif, yaitu analisis terhadap data yang berbentuk angka, menyusun, mengelompokkan, dan menghitung dengan rumus yang relevan dengan EVA sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang kinerja keuangan. Data yang diperoleh, diolah untuk mengevaluasi kinerja keuangan dengan menghitung nilai EVA. Langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung nilai EVA adalah sebagai berikut:

1. Menghitung NOPAT

NOPAT = EBIT (1-T)

Keterangan:

NOPAT : Net Operating Profit After Tax EBIT : Earning Before Interest and Tax


(65)

2. Menghitung WACC

WAAC dapat dihitung setelah menghitung terlebih dahulu biaya utang dan biaya ekuitas. Biaya utang dalam hal ini adalah biaya utang setelah pajak. Dihitung dengan rumus:

Ki = Kd (1 – T)

Brigham (2006:470) Keterangan:

Ki : Biaya utang setelah pajak Kd : Biaya utang sebelum pajak T : Tingkat pajak atas badan usaha

Ke = Rf + { (Rm – Rf) x β

Martono (2001:11) Keterangan:

Ke : Biaya ekuitas perusahaan

Rf : Pengembalian bebas risiko, yang pada penelitian ini digunakan besarnya rata-rata SBI selama 1 tahun.

Rm : Tingkat pengembalian pasar yang dihitung dengan cara menjumlahkan return pasar selama 1 tahun.

β : Risiko sistematis (risiko individual) saham perusahaan yang dihitung dengan cara mencari nilai rata-rata saham selama satu tahun.


(66)

Setelah biaya utang dan biaya modal diperoleh maka biaya modal rata-rata tertimbang dapat dicari dengan rumus:

WACC = Ki x Wi + Ke x We

Warsono (2003:170) WACC : Weighted Average Cost of Capital.

Ki : Biaya utang setelah pajak.

Wi : Proporsi utang jangka panjang atas kewajiban dan ekuitas Ke : Biaya ekuitas

We : Proporsi ekuitas atas kewajiban dan ekuitas

3. Menghitung Cost of Capital

CoC = WACC x Jumlah Utang dan Ekuitas

Tampubolon (2005:170) Keterangan

CoC : Cost of Capital, Besarnya biaya modal tertimbang perusahaan dalam nilai Nominal


(67)

4. Menghitung EVA

EVA = NOPAT - CoC Keterangan

EVA : Economic Value Added

NOPAT : Net Operating Profit After Tax, laba bersih setelah pajak CoC : Cost of Capital, biaya modal tertimbang

E. Jadwal dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Unilever Indonesia, Tbk dari bulan Januari 2008 sampai Mei 2008.


(1)

Sertifikat Bank Indonesia Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia

Tahun 2004 – 2006

Sumber data: Website Bank Indonesia

Bulan 2004 2005 2006

Januari 8.053 7.42 12.745

Februari 7.637 7.425 12.7425

Maret 7.42 7.435 12.726

April 7.335 7.615 12.7375

Mei 7.32 7.882 12.548

Juni 7.335 8.098 12.5

Juli 7.365 8.477 12.3125

Agustus 7.37 8.677 11.85

September 7.385 10 11.25

Oktober 7.405 11 10.917

November 7.145 12.25 10.25

Desember 7.43 12.75 9.875


(2)

Tingkat Pengembalian Pasar (Rm) Tahun 2004 – 2006

Bulan 2004 2005 2006

IHSG Rm IHSG Rm IHSG Rm

656.943 974.838 1152.824

Januari 753.233 0.147 1025.709 0.052 1221.743 0.059 Februari 767.547 0.019 1068.301 0.042 1239.716 0.015 Maret 745.092 -0.029 1112.789 0.042 1277.568 0.031

April 787.198 0.057 1076.995 -0.032 1407.606 0.102

Mei 726.209 -0.077 1054.951 -0.02 1437.117 0.021

Juni 712.525 -0.019 1114.676 0.057 1288.091 -0.104

Juli 756.898 0.062 1144.04 0.026 1323.009 0.027

Agustus 751.504 -0.007 1114.779 -0.026 1411.977 0.067 September 803.725 0.069 1054.58 -0.054 1481.327 0.049 Oktober 852.301 0.06 1084.626 0.028 1556.996 0.051 November 924.022 0.084 1055.691 -0.027 1670.185 0.073 Desember 974.838 0.055 1152.824 0.092 1772.173 0.061 Total 0.421 0.18 0.452 Sumber: Website Bursa Efek Indonesia


(3)

Tingkat Pengembalian Saham (Ri) PT. Unilever Indonesia, Tbk

Tahun 2004-2006

Bulan 2004 2005 2006

P D Ri P D Ri P D Ri

3200 3300 4275

Januari 3825 0.195313 3500 0.060606 4300 0.005848 Februari 3400 -0.11111 3550 0.014286 4275 -0.00581 Maret 3550 0.044118 3825 0.077465 4250 -0.00585 April 3675 0.035211 3750 -0.01961 4575 0.076471

Mei 3600 -0.02041 4575 0.22 4025 -0.12022

Juni 3925 0.090278 4075 -0.10929 4125 120 0.054658 Juli 3775 80 -0.01783 4350 80 0.087117 4225 0.024242 Agustus 3350 -0.11258 4225 -0.02874 4475 0.059172 September 3250 -0.02985 4075 -0.0355 4600 0.027933 Oktober 3275 0.007692 4375 0.07362 4800 0.043478 November 3325 0.015267 4325 -0.01143 6000 80 0.266667 Desember 3300 70 0.013534 4275 60 0.002312 6600 0.1 Total 0.109625 0.33084 0.526588 Sumber: Website Bursa Efek Indonesia dan PT. Unilever Indonesia, Tbk


(4)

Beta Saham PT. Unilever Indonesia, Tbk Tahun 2004

Bulan Rm ( X ) Ri ( Y ) X Y X 2

Januari 0.147 0.195313 0.028711 0.021609

Februari 0.019 -0.11111 -0.00211 0.000361

Maret -0.029 0.044118 -0.00128 0.000841

April 0.057 0.035211 0.002007 0.003249

Mei -0.077 -0.02041 0.001572 0.005929

Juni -0.019 0.090278 -0.00172 0.000361

Juli 0.062 -0.01783 -0.00111 0.003844

Agustus -0.007 -0.11258 0.000788 0.000049 September 0.069 -0.02985 -0.00206 0.004761

Oktober 0.06 0.007692 0.000462 0.0036

November 0.084 0.015267 0.001282 0.007056 Desember 0.055 0.013534 0.000744 0.003025

Total 0.421 0.109633 0.027295 0.054685

Beta 2004 0.587468


(5)

Beta Saham PT. Unilever Indonesia, Tbk Tahun 2005

Bulan Rm ( X ) Ri ( Y ) X Y X 2

Januari 0.052 0.060606 0.003152 0.002704

Februari 0.042 0.014286 0.0006 0.001764

Maret 0.042 0.077465 0.003254 0.001764

April -0.032 -0.01961 0.000628 0.001024

Mei -0.02 0.22 -0.0044 0.0004

Juni 0.057 -0.10929 -0.00623 0.003249

Juli 0.026 0.087117 0.002265 0.000676

Agustus -0.026 -0.02874 0.000747 0.000676 September -0.054 -0.0355 0.001917 0.002916

Oktober 0.028 0.07362 0.002061 0.000784

November -0.027 -0.01143 0.000309 0.000729 Desember 0.092 0.002312 0.000213 0.008464

Total 0.18 0.33084 0.004515 0.02515

Beta 2005 0.01993


(6)

Lampiran 4

Beta Saham PT. Unilever Indonesia, Tbk Tahun 2004

Sumber: Website Bursa Efek Indonesia dan PT. Unilever Indonesia, Tbk

Bulan Rm ( X ) Ri ( Y ) X Y X 2

Januari 0.059 0.005848 0.000345 0.003481

Februari 0.015 -0.00581 -8.7E-05 0.000225

Maret 0.031 -0.00585 -0.00018 0.000961

April 0.102 0.076471 0.0078 0.010404

Mei 0.021 -0.12022 -0.00252 0.000441

Juni -0.104 0.054658 -0.00568 0.010816

Juli 0.027 0.024242 0.000655 0.000729

Agustus 0.067 0.059172 0.003965 0.004489

September 0.049 0.027933 0.001369 0.002401

Oktober 0.051 0.043478 0.002217 0.002601

November 0.073 0.266667 0.019467 0.005329

Desember 0.061 0.1 0.0061 0.003721

Total 0.452 0.526588 0.033439 0.045598