PENGEMBANGAN MODUL LATIHAN KETERAMPILAN PROSES SAINS UNTUK SMA/MA KELAS X PADA MATERI KINEMATIKA GER abstrak. 2. Tesis Heri FullL

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembaharuan pendidikan adalah suatu perubahan yang baru, dan kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Pembaharuan ini untuk memperkenalkan berbagai hal yang baru dengan maksud memperbaiki apa-apa yang sudah terbiasa demi timbulnya praktik yang baru, baik dalam metode ataupun cara-cara bekerja untuk mencapai tujuan.

Salah satu pembaharuan dalam dunia pendidikan di Indonesia di antaranya adalah perubahan dalam bidang kurikulum yaitu dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) kemudian menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan yang terakhir yang baru saja diimplementasikan adalah kurikulum 2013. Pada Kurikulum 2013 memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh siswa. Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan siswa sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk membantu siswa menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan pengembangan bakat, setiap siswa harus diberi kesempatan untuk mencapai


(2)

tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing. Pembelajaran pada Kurikulum 2013 dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry)untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup, sehingga lebih menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Pelaksanaan pembelajaran fisika dengan cara saintifik pada Kurikulum 2013 yang tidak lain merupakan implementasi untuk melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal satu, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara . Di dalam pembuatan RPP hal penting yang harus ditulis adalah proses pendekatan ilmiah (scientific approach), yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan menyimpulkan. Dengan demikian pada Kurikulum 2013, terdapat peningkatan dan keseimbangan soft skills danhard skillsyang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan (Kemendikbud, 2012).

Pendekatan ilmiah (scientific approach) selaras dengan aspek-aspek yang terdapat pada keterampilan proses sains (KPS), sehingga dalam Kurikulum 2013 KPS


(3)

terintegrasi dalam setiap proses pembelajaran yang dilakukan baik di kelas maupun di luar kelas. Akan tetapi kenyaataannya di lapangan banyak siswa yang masih belum mengenal KPS, terlebih lagi menerapkannya dalam pembelajaran. Berdasarkan pengamatan di lapangan, siswa cenderung kesulitan dalam melakukan metode-metode ilmiah dengan menerapkan KPS dalam pembelajarannya, antara lain dalam berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat dalam kegiatan pengamatan, maupun melaporkan hasil kegiatan eksperimen. Dengan demikian diperlukannlah suatu media maupun sarana untuk melatihkan KPS guna menunjang ketercapaian pembelajaran sesuai dengan hakekat Kurikulum 2013.

Perangkat Kurikulum 2013 disusun dengan memperhatikan karakteristik dan kemampuan serta kondisi satuan pendidikan misalnya: sekolah, kemampuan siswa, guru sehingga perlu adanya sumber belajar yang mendukung proses pembelajaran. Dengan memperhatikan hal tersebut pentingnya diajarkannya ilmu fisika kepada peserta didik untuk memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, dan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berfikir yang berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan yang lebih khusus dari diajarkannya ilmu fisika adalah untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang merupakan prasyarat untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mendorong pengembangan ilmu dan teknologi. Hal tersebut di atas akan terlaksana secara optimal apabila ditunjang oleh faktor-faktor pendukung dalam keterlaksanaan pembelajaran.


(4)

Salah satu sumber dan media belajar yang dirasa dapat membantu siswa maupun guru dalam proses pembelajaran fisika untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran adalah modul. Modul adalah suatu paket pengajaran yang berkenaan dengan suatu unit terkecil bertahap dari mata pelajaran tertentu, dengan kata lain modul dapat diartikan juga sebagai alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya (Depdiknas, 2007). Karakteristik modul adalah disajikan dalam bentuk yang bersifatself instructional,dengan demikian masing-masing siswa dapat menentukan kecepatan dan intensitas belajarnya sendiri guna meningkatkan efektivitas pembelajaran di kelas. Kelebihan modul inilah yang mendasari sehingga dikembangkan modul latihan untuk meningkatkan KPS siswa.

Fisika merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku alam dalam berbagai bentuk gejala untuk dapat memahami segala sesuatu yang mengendalikan atau menentukan perilaku tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka belajar fisika tidak lepas dari penguasaan konsep-konsep dasar fisika melalui pemahaman. Belajar fisika menuntut kemampuan untuk memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum, kemudian diharapkan siswa mampu menyusun kembali dalam bahasanya sendiri sesuai dengan tingkat kematangan dan perkembangan intelektualnya. Belajar fisika yang dikembangkan adalah kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik


(5)

secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri (Depdiknas, 2003: 1).

Tuntutan perkembangan kurikulum menjanjikan perbaikan kompetensi lulusan. Pada kurikulum 2013 standar kompetensi lulusan (SKL) terdiri dari tiga domain, yaitu domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Seperti yang terdapat dalam draft pengembangan kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2012) dalam domain keterampilan ini terdapat aspek elemen keterampilan proses yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta. Sedangkan dalam domain pengetahuan terdapat aspek elemen keterampilan proses mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisa, dan mengevaluasi.

Modul fisika yang digunakan siswa secara umum belum mengarah kepada penanaman keterampilan proses yang merupakan esensi dari pembelajaran fisika itu sendiri. Sehingga produk dari pembelajaran fisika merupakan siswa yang belum memiliki kemampuan yang baik untuk mengamati, mengkomunikasikan, mengelompokkan, melakukan pengukuran, menarik kesimpulan, dan melukan prediksi terhadap fenomena-fenomena alam yang terkait dengan fisika. Oleh karena itu perlu dikembangkan modul-modul fisika yang telah berorientasi keterampilan proses sains. Dalam modul ini, nantinya siswa mengajar dirinya sendiri dan melakukan kontrol sendiri terhadap intensitas belajarnya menggunakan fakta ilmiah, memahami sistem kehidupan dan memahami penggunaan peralatan


(6)

sains. Selain itu penggunaan dan pengembangan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah dalam pembelajaran sains bertujuan agar peserta didik mampu memahami konsep-konsep dan mampu memecahkan masalah sains.

Kinematika gerak merupakan salah satu cabang ilmu fisika yang mempelajari tentang gerak serta perubahan-perubahan yang tampak dalam rentang waktu benda melakukan gerak. Kinematika gerak termasuk materi ajar di SMA pada kelas X sesuai yang terdapat pada KD 4.2 Kurikulum 2013. Karakteristik materi kinematika gerak memungkinkan siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran melalui kegiatan-kegiatan pengamatan dan eksperimen. KPS berperan penting dalam melakukan pengamatan dan eksperimen. Penggunaan metode pembelajaran yang menunjang pada kinematika gerak, khususnya untuk mengakomodasi penemuan konsep maka siswa perlu menguasai KPS. Ketika siswa telah menguasai KPS dengan baik, maka KPS dapat membantu siswa untuk mempelajari materi berikutnya yaitu dinamika, perpaduan gerak, dan gerak paralabola. Oleh karena itu, KPS sangat diperlukan dalam pembelajaran kinematika gerak.

Bertolak dari hal tersebut adalah suatu tantangan bagi para guru fisika untuk dapat membelajarkan sains khususnya fisika secara kontekstual dan komprehensif kepada peserta didik. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang berkaitan dengan standar proses mengisyaratkan bahwa guru diharapkan dapat mengembangkan perencanaan pembelajaran, yang kemudian dipertegas melalui Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses,


(7)

yang antara lain mengatur tentang perencanan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk mengembangkan perencanaan pembelajaran. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun perangkat pembelajaran, antara lain Silabus dan RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Berdasarkan studi lapangan, di SMAN 2 Ponorogo, dari hasil wawancara terhadap guru dan siswa menunjukkan gambaran bahwa belum adanya modul relevan yang dapat digunakan untuk melatihkan keterampilan proses sains, sehingga meskipun siswa memiliki hasil belajar rata-rata baik, namun keterampilan-keterampilan saintifik seperti aktivitas di laboratorium sangat kurang. Siswa belum memiliki wawasan KPS secara komprehensif. Hal ini mendasari perlunya KPS dilatihkan terhadap siswa untuk meningkatkan KPS yang telah dimiliki. Dahar (1985:11) menyatakan bahwa KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru/ mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki, sehingga KPS sangat diperlukan dan harus selalu ditanamkan dan dilatihkan pada


(8)

semua jenjang pendidikan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dilakukan penelitian tentang: Pengembangan Modul Latihan Keterampilan Proses Sains untuk SMA/MA Kelas X pada Materi Kinematika Gerak

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan, diantaranya sebagai berikut:

1. Pembelajaran fisika di SMA belum mengarah kepada keterampilan proses sains.

2. Kompetensi lulusan pembelajaran fisika belum memiliki kemampuan keterampilan proses sains dengan baik.

3. Setiap guru pada satuan pendidikan belum menyusun perangkat pembelajaran fisika, yang dapat melatihkan keterampilan proses sains.

4. Perangkat pembelajaran fisika berbasis keterampilan proses belum ada, maka perlu diadakan perangkat pembelajaran fisika yang diharapkan dapat membantu guru dalam mengaitkan antara materi yang begitu luas dengan situasi dunia nyata.

C. Pembatasan Pengembangan

Berdasarkan identifikasi masalah, dapat diketahui bahwa masalah dalam penelitian ini sangat luas. Penelitian ini dibatasi pada pengembangan modul latihan keterampilan proses sains dalam pembelajaran fisika SMA/MA kelas X. Uji


(9)

coba di SMA Negeri 2 Ponorogo untuk mengetahui pengaruh modul fisika berbasis keterampilan proses ini terhadap hasil belajar siswa.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dicari jawabannya yaitu:

1. Bagaimanakah pengembangan modul latihan keterampilan proses sains pada materi kinematika gerak untuk kelas X?

2. Bagaimanakah kelayakan modul latihan keterampilan proses sains dengan materi kinematika gerak untuk kelas X?

3. Bagaimana pengaruh dari modul latihan keterampilan proses sains dengan materi kinematika gerak terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 2 Ponorogo?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang diuraikan pada latar belakang masalah, maka penelitian ini bertujuan:

1. Menghasilkan modul pembelajaran latihan keterampilan proses sains untuk SMA/MA Kelas X pada materi kinematika gerak.

2. Mengetahui kelayakan modul pembelajaran latihan keterampilan proses sains untuk SMA/MA Kelas X pada materi kinematika gerak.


(10)

3. Mengetahui pengaruh dari modul pembelajaran latihan keterampilan proses sains untuk SMA/MA Kelas X pada materi kinematika gerak sains terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 2 Ponorogo.

F. Spesifikasi Produk

Produk yang dikembangkan berupa modul latihan keterampilan proses sains dengan pokok bahasan kinematika gerak. Modul ini berupa modul cetak dan dilengkapi dengan suplemen silabus dan RPP untuk guru, dan dilengkapi dengan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) untuk siswa.

G. Manfaat Penelitian

Manfaan penelitian ini adalah : 1. Manfaat secara teoritis

a. Menekankan arti pentingnya penggunaan modul pembelajaran fisika dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa.

b. Menambah wawasan bagi guru dan siswa tentang modul pembelajaran fisika yang dapat melatihkan keterampilan proses sains.

2. Manfaat secara praktis a. Bagi guru


(11)

digunakan sebagai salah satu alternatif sarana belajar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan melatihkan jiwa saintis b. Bagi siswa

Melatih siswa untuk memiliki jiwa saintis dan meningkatkan prestasi belajar siswa dengan menguasai keterampilan proses sains c. Bagi sekolah

Sekolah mempunyai modul pembelajaran latihan keterampilan proses sains sehingga dapat digunakan sebagai referensi pembuatan modul dengan materi pokok yang berbeda.

H. Definisi Operasional

1. Modul latihan keterampilan proses sains adalah buku pegangan berupa media cetak dari suatu konsep fisika yang pembelajarannya menggunakan aspek-aspek dalam keterampilan proses sains dan berisi ringkasaan materi, lembar kegiatan siswa, serta lembar evaluasi.

2. Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang dimiliki siswa dalam pembelajaran sains. Keterampilan ini merupakan keterampilan proses sains meliputi: mengamati (observing), menafsirkan (interpreting), berhipotesis (hypothesized), mengklasifikasi (classifying), merencanakan percobaan (experimenting), menyimpulkan (inferring), meramalkan (predicting), mengkomunikasikan (communicating), dan menerapkan konsep atau prinsip (applying concept)


(12)

3. Hasil belajar siswa adalah perolehan belajar siswa setelah mengikuti pemnbelajaran dengan menggunakan modul. Hasil belajar merupakan keterampilan proses sains (KPS) yang dimiliki oleh siswa.


(13)

JAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Domain Pembelajaran Fisika

Ilmu Pengetahuan Alam atau sin (bahasa Indonesia: sains) diambil dari kata latin Scientiayang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA. Ilmu Pengetahuan Alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Pembelajaran fisika adalah bagian dari pelajaran ilmu alam. Ilmu alam secara klasikal dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) ilmu-ilmu fisik(physical sciences)yang objeknya zat, energi, dan transformasi zat dan energi, (2) ilmu-ilmu biologi(biological sciences)yang objeknya adalah makhluk hidup dan lingkungannya (Kemble, 1966: 7).

Allan J. Mac Cormack dan R.E. Yager telah mengembangkan taksonomi pendidikan sains yang terdiri atas lima domain (Mac Cormack, 1995: 24). Lima domain ini diharapkan membantu peserta didik agar peka dan mampu mencari penyelesaian terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar. Lima domain tersebut adalah sebagai berikut:


(14)

a. Domain I Knowing and Understanding(knowledge domain)

Knowledge domain, merupakan ranah pengetahuan yang meliputi fakta, konsep, hukum (prinsip-prinsip), beberapa hipotesis dan teori yang digunakan para ilmuwan, serta masalah-masalah yang terkait dengan sains dan sosial. Semua informasi ini dimunculkan dalam tema pembelajaran sains yang menekankan pengaruh teknologi dan sains dalam lingkungannya.

b. Domain II Exploring and Discovering(process of science domain)

Penggunaan beberapa proses sains untuk belajar bagaimana para saintis berpikir dan bekerja, yang kemudian dikenal pula sebagai keterampilan proses sains. Beberapa proses sains adalah:

1) Keterampilan Dasar (Basic Skills) : Mengamati (observing), mengklasifikasi (classifying), mengukur (measuring), menyimpulkan (inferring), meramalkan (predicting), dan mengkomunikasikan (communicating)

2) Keterampilan terintegrasi (Integrated Skills) : Membuat model (Making Models), mendefinisikan secara operasional (Defining Operationally), mengumpulkan data (Collecting Data), menginterpretasikan data (Interpreting Data), Mengidentifikasi dan mengontrol variabel (Identifying and Controlling Variables), merumuskan hipotesis (Formulating Hypotheses), melakukan percobaan (Experimenting).


(15)

c. Domain III Imagining and Creating(creativity domain)

Merupakan ranah kreativitas dalam kegiatan pembelajaran. Namun, sebagian besar kegiatan pembelajaran fisika lebih memfokuskan pada informasi yang diberikan pada peserta didik. Sangat sedikit kegiatan pembelajaran fisika untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas berpikir peserta didik. Padahal kemampuan peserta didik dalam domain ini sangat penting, diantaranya: 1) Menghasilkan alternatif atau menggunakan objek yang tidak biasa digunakan, 2) Memecahkan beberapa masalah, 3) Berfantasi, 4) Menghasilkan ide-ide yang luar biasa.

d. Domain IV Felling and Valuing(attitudinal domain)

Ranah sikap merupakan sikap ilmiah yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik. Dikarenakan dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupan, peserta didik tidak cukup mengimplementasikan pada pengetahuan fisika, proses sains, dan kreativitas yang dimiliknya, tetapi juga perlu dikembangkan sikap ilmiah. Tanpa adanya sikap, tidak akan mungkin masa depan menjadi lebih baik. Sikap ilmiah yang perlu dikembangkan dalam domain ini antara lain:

1) Pengembangan sikap positif terhadap sains secara umum, sains di sekolah, dan para pendidik sains

2) Pengembangan sikap positif terhadap diri sendiri 3) Penggalian emosi kemanusiaan


(16)

4) Pengembangan kepekaan,dan penghargaan, terhadap perasaan orang lain 5) Pengambilan keputusan tentang isu-isu sosial dan lingkungan

e. Domain V Using and Applying(applications and connections domain)

Ranah penggunaan dan penerapan yang betujuan untuk perlu mengembangkan lebih lanjut semua pengalaman serta ide-ide peserta didik dalam mempelajari fisika sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Domain koneksi dan penerapan ini dapat diukur melalui kegiatan peserta didik dalam hal:

1) Mengamati contoh konsep-konsep sains dalam kehidupan sehari-hari 2) Menerapkan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sains yang

telah dipelajari untuk masalah-masalah teknologi sehari-hari

3) Memahami prinsip-prinsip fisika dan teknologi yang melibatkan peralatan teknologi rumah tangga

4) Menggunakan proses sains dalam memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari

5) Memahami dan menilai perkembangan fisika melalui media masa 6) Mengambil keputusan untuk diri sendiri yang berkaitan dengan

kesehatan, gizi, dan gaya hidup berdasarkan pengetahuan dalam sains daripada berdasarka apa yang didengar dan yang dikatakan atau hanya emosi


(17)

Dengan memandang kelima domain fisika yang dikembangkan diharapkan mampu memberikan peluang bagi peserta didik untuk belajar fisika secara utuh. Peserta didik menjadi tertarik dengan fisika melalui pembelajaran yang lebih efektif karena pengukuran dilakukan tidak berfokus pada satu domain saja.

2. Ketrampilan Proses Sains

Keterampilan merupakan kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Sedangkan proses dalam hal ini didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan penelitian

.

Keterampilan proses sains adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan bahwa sains itu terbentuk dan berkembang melalui suatu proses ilmiah. Dalam pembelajaran sains, proses ilmiah tersebut harus dikembangkan pada siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Bagaimanapun pemahaman konsep sains tidak hanya mengutamakan hasil (produk) saja, tetapi proses untuk mendapatkan konsep tersebut juga sangat penting dalam membangun pengetahuan siswa. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah memiliki peran yang penting dalam menemukan konsep sains. Siswa dapat membangun gagasan baru sewaktu mereka berinteraksi dengan


(18)

suatu gejala. Pembentukan gagasan dan pengetahuan siswa ini tidak hanya bergantung pada karakteristik objek, tetapi juga bergantung pada bagaimana siswa memahami objek atau memproses informasi sehingga diperoleh dan dibangun gagasan baru. Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.

Kemampuan yang dikembangkan dalam pembelajaran menggunakan keterampilan proses sains meliputi : (a) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (b) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum terjadi, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (c) dikembangkannya sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran keterampilan proses sains meliputi pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Melalui keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang lain.

Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran sains berorientasi pada peserta didik. Sehingga arah pembelajaran menjadi bagaimana menyediakan dan


(19)

memperkaya pengalaman belajar peserta didik . Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif.

Metode pendekatan saintifik yang berorientasi pada berfikir saintis dan berfikir kritis telah lazim digunakan untuk memaparkan keterampilas sains, dan dikenal dengan nama keterampilan proses sains. Metode ini dipopulerkan oleh sebuah proyek kurikulum yang dikenal sebagai Science A Process Approach (SAPA) (Padilla: 1990). Keterampilan proses sains dalam SAPA didefinisikan sebagai seperangkat kemampuan saintis yang dapat diterapkan sesuai dengan berbagai disiplin ilmu dan mencerminkan perilaku seorang ilmuwan.

Sebagaimana dalam uraian sebelumnya bahwa keterampilan proses sains merupakan salah satu domain dalam pembelajaran fisika. SAPA membagi keterampilan proses sains (science process skills) menjadi dua yaitu keterampilan dasar (basic skills)dan keterampilan terintegrasi (integrated skills).

Keterampilan Dasar (Basic Skills)

Keterampilan dasar dari keterampilan proses sains terdiri dari Mengamati (observing), mengklasifikasi (classifying), mengukur (measuring), menyimpulkan (inferring), meramalkan (predicting), dan mengkomunikasikan (communicating). Keterampilan dasar tersebut terintegrasi serentak ketika ilmuwan merancang dan melaksanakan eksperimen atau dalam kehidupan sehari-hari ketika melakukan tes atau percobaan.


(20)

1) Mengamati ( rving )

Mengamati adalah proses menyeluruh yang meliputi pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa dengan menggunakan panca indera. Untuk dapat menguasai keterampilan mengamati, siswa harus menggunakan sebanyak mungkin indera yang dimiliki, yakni melihat, mendengar, merasakan, mencium dan mencicipi. Dengan demikian dapat mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dan memadai secara maksimal.

2) Mengklasifikasi (lsifying )

Mengklasifikasi atau mengelompokkan adalah suatu sistematika yang digunakan untuk menggolongkan sesuatu berdasarkan syarat-syarat tertentu. Proses mengklasifikasikan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari kesamaan, mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan, dan mencari dasar penggolongan.

3) Mengukur (muring )

Proses tambahan dari klasifikasi mengharuskan pada kasus-kasus tertentu untuk melakukan pengukuran secara mendetail. Ketika mengukur beberapa benda berarti membandingkan benda tersebut untuk didefinisikan dengan rujukan yang disebut satuan. Sebuah informasi hasil penggkuran berisi dua bagian yaitu angka untuk memberitahu berapa banyak, dan nama satuan untuk memberitahu berapa banyak dengan rujukannya.

4) Menyimpulkan (infrring )


(21)

(interpretasi) yang dibuat berdasarkan pengamatan. Ketika mampu membuat kesimpulan, menafsirkan dan menjelaskan peristiwa-peristiwa di sekitar, dengan demikian siswa telah memiliki apresiasi yang lebih baik terhadap lingkungan di sekitar.

5) Meramalkan (pr ting )

Membuat ramalan (prediksi) adalah membuat dugaan secara logis tentang hasil dari kejadian masa depan. Ramalan ini didasarkan pada pengamatan yang baik dan kesimpulan yang dibuat tentang kejadian yang diamati. Apabila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatannya untuk mengemukakan fenomena yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya, maka siswa tersebut telah mempunyai kemampuan proses meramalkan.

6) Mengkomunikasikan (ommuniing )

Komunikasi adalah keterampilan proses sains yang bergandengan seiring dengan keseluruhan keterampilan proses sains. Siswa harus berkomunikasi dalam rangka membagikan hasil pengamatan kepada orang lain, membagikan hasil percobaan berupa kesimpulan, maupun prediksi. Komunikasi harus jelas dan efektif agar orang lain dapat memahami informasi tersebut. Salah satu kunci untuk berkomunikasi efektif adalah dengan menggunakan rujukan (referensi).


(22)

Keterampilan terintegrasi (Integrated Skills)

Keterampilan terintegrasi dalam keterampilan proses sains berlandaskan kepada enam keterampilan dasar yang telah diuraikan sebelumnya. Keterampilan terintegrasi terdiri dari: membuat model (ming m !"ls), mendefinisikan secara operasional (d"fining o #"r$ %&i ly ), mengumpulkan data (coll"'ting! $ ), menginterpretasikan data (int"rpr"ting! $), mengidentifikasi dan mengontrol variabel (i! "ntifying % ! ' llingntroo v(i)&"s), merumuskan hipotesis (formul$ing hypot* "s"s ), melakukan percobaan ("x#"ri+ "nting ).

Keterampilan terintegrasi pada hakekatnya merupakan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk melakukan penelitian. Mulai dari membuat model yaitu model percobaan yang akan dilakukan, kemudian mendefinisikan secara operasional variabel-variabel yang digunakan, selanjutnya melakukan pengumpulan data dan menginterpretasikan. Langkah ini diikuti dengan mengidentifikasi dan mengontrol variabel-variabel yang digunakan dalam percobaan. Kemampuan merumuskan hipotesis sangat diperlukan dalam percobaan untuk memberikan arah dalam percobaan. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Dalam tahapan untuk melakukan percobaan, keterampilan proses sains dasar dilakukan oleh praktikan.

Keterampilan proses sains dalam pembelajaran diimplementasikan melalui pendekatan keterampilan proses. Pendekatan keterampilan proses adalah proses


(23)

pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti yang dikerjakan para ilmuwan, tetapi pendekatan keterampilan proses tidak bermaksud menjadikan setiap siswa menjadi ilmuwan.

Seperti yang diimplementasikan oleh SAPA (Science A Process Approach), pendekatan keterampilan proses sains (KPS) merupakan pendekatgn pembelajaran yang berorientasi kepada proses IPA. Namun dalam tujuan dan pelaksanaannya terdapat beberapa perbedaan. SAPA tidak mementingkan konsep apa yang akan dicapai, sedangkan pendekatan KPS justru menggunakan keterampilan proses untuk memahami konsep atau mempelajari konsep. Selain itu SAPA juga menuntut pengembanagan pendekatan yang dilakukan secara utuh yaitu dalam metode ilmiah selama pelaksanaannya, sedangkan jenis-jenis keterampilan proses dalam pendekatan KPS dapat dikembangkan secara terpisah, bergantung metode pembelajaran yang digunakan.

Dalam Nuryani (1995) menyatakan bahwa keterampilan proses terdiri dari sejumlah keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tak dapat dipisahkan, masing-masing keterampilan tersebut yaitu: 1) Melakukan pengamatan (observasi), 2) Menafsirkan pengamatan (interpretasi), 3) Mengelompokkan (klasifikasi), 4) Meramalkan (prediksi), 5) Berkomunikasi, 6) Berhipotesis,


(24)

7) merencanakan percobaan atau penyelidikan, 8) Menerapkan konsep atau prinsip, 9) Mengajukan pertanyaan.

Ketrampilan proses sains yang digunakan dalam pengembangan modul ini merupakan penggabungan dan modifikasi dari KPS menurut Nuryani dan yang terdapat dalam SAPA, sehingga diambil sembilan keterampilan proses sains, yaitu mengamati (,-. /rving)0 menafsirkan (int//rrpti ng ), berhipotesis (hypot1/siz/2 ), mengklasifikasi (3l4 .sifying)0 merencanakan percobaan (/x5/ri6 /nting ), menyimpulkan (inf/rring )0 meramalkan (pr/27 3ting )0 mengkomunikasikan (3ommuni348ing ), dan menerapkan konsep atau prinsip (4 559ying3,:3/pt ).

Keterampilan Proses Sains merupakan keterampialan yang bebas konsep, artinya dalam melatihkan KPS tidak terikat akan konsep maupun sintaks dalam pembelajaran. Pada umumnya KPS dilatihkan dengan dua cara. Metode melatihkan KPS yaitu dilatihkan secara tidak langsung dan terintegrasi dalam pembelajaran, dengan model-model pembelajaran berbasis KPS. Cara kedua adalah dengan melatihkan KPS secara langsung satu persatu dimulai dari KPS yang paling dasar, setelah siswa benar-benar menguasai KPS yang dilatihkan dapat dilanjutkan dengan KPS berikutnya. Dengan cara ini siswa akan lebih fokus untuk menguasai KPS sehingga dapat menunjang pembelajaran saintis untuk materi-materi yang berbeda.

Dalam modul ini KPS dilatihkan secara tersendiri lepas dari sintaks pembelajaran. KPS dilatihkan satu persatu dengan materi kinematika sebagai


(25)

pendamping dalam pembelajaran. Dengan demikian memudahkan siswa untuk belajar masing-masing KPS untuk menunjang pembelajaran kinematika maupun materi lain.

3. Modul

a. Pengertian Modul

Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya (Depdiknas, 2007).

Suatu modul adalah suatu paket pengajaran yang memuat satu unit konsep dari pada bahan pelajaran. Pengajaran modul itu merupakan usaha penyelenggaraan pengajaran individual yang memungkinkan siswa menguasai satu unit bahan pelajaran sebelum dia beralih kepada unit berikutnya. Modul itu disajikan dalam bentuk yang bersifat s;lf i nstr<=tion >?. Masing-masing siswa dapat menentukan kecepatan dan intensitas belajarnya sendiri. Modul sebagai alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

Modul disusun dengan memperhatikan bahwa sebagian anak belajar lebih cepat dari pada anak-anak lainnya, karena mereka berbeda dalam kemampuan intelektual dan fisiknya dari teman-temannya, serta dikarenakan


(26)

lingkungan sosial, ekonomi, dan pendidikan keluarganya sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Dengan adanya modul tersebut, diharapkan dalam pembelajaran di sekolah tidak menghambat siswa-siswa yang cepat dalam belajarnya. Dengan demikian memungkinkan para siswa maju berkelanjutan dalam belajarnya sesuai dengan kemampuan, irama, dan gaya belajarnya masing-masing.

@ A BujuCDEFnulisC DGo Hul

Adapun tujuan penulisan modul (Depdiknas, 2007) adalah:

1) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal.

2) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa maupun guru.

3) Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti: a) meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa;

b) mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya;

c) memungkinkan siswa belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya;

d) memungkinkan siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.


(27)

c. Karakteristik Modul

Agar menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi penggunanya, maka modul harus mencakup karakteristik yang diperlukan sebagai modul. Dengan demikian pengembangan modul harus memasukkan karakteristik sebagai berikut (Depdiknas, 2003:6):

1) Self Instructional

Self Instructional yaitu melalui modul siswa mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Sesuai dengan tujuan modul adalah agar siswa mampu belajar mandiri. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka modul harus:

a) terdapat tujuan yang dirumuskan dengan jelas, baik tujuan akhir maupun tujuan antara;

b) terdapat materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit/kegiatan spesifik sehingga memudahkan siswa belajar secara tuntas;

c) tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran;

d) terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan siswa memberikan respon dan mengukur penguasaannya;

e) kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan siswa;


(28)

f) menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif; g) terdapat rangkuman materi pembelajaran;

h) terdapat instrumen penilaian (assessment), yang memungkinkan siswa melakukan self assessment;

i) terdapat instrumen yang dapat digunakan menetapkan tingkat penguasaan materi untuk menetapkan kegiatan belajar selanjutnya; j) terdapat umpan balik atas penilaian siswa, sehingga siswa

mengetahui tingkat penguasaan materi;

k) tersedia informasi tentang rujukan/pembelajaran/referensi yang mendukung materi pembelajaran yang dimaksud.

2) Self Contained

Self contained yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan siswa mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu kompetensi/subkompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi/subkompetensi yang harus dikuasai oleh siswa.

3) Stand Alone


(29)

tergantung pada bahan ajar lain. Dengan menggunakan modul, siswa tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika siswa masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan tersebut, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri.

4) Adaptif

Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adapatif jika modul tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan diberbagai tempat. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dan perangkat dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.

5) User Friendly

Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat/akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk karakteristik moduluser friendly.


(30)

I J KLnulisMNOPIul

Modul pembelajaran harus mampumemerankan fungsi dan peranannya dalam pembelajaran yang efektif, modul perlu dirancang dan dikembangkan dengan mengikuti kaidah dan elemen yang mensyaratkannya. Elemen-elemen yang harus dipenuhi dalam menyusun modul antara lain (Depdiknas, 2003:8):

1) Konsistensi

a) gunakan bentuk dan huruf secara konsisten dari halaman ke halaman. Usahakan agar tidak menggabungkan beberapa cetakan dengan bentuk dan ukuran huruf yang terlalu banyak variasi;

b) gunakan jarak spasi konsisten. Jarak antara judul dengan baris pertama, antara judul dengan teks utama. Jarak baris atau spasi yang tidak sama sering dianggap buruk, tidak rapi;

c) gunakan tata letak dan pengetikan yang konsisten, baik pola pengetikan maupun margin/batas-batas pengetikan.

2) Format

a) gunakan format kolom (tunggal atau multi) yang proporsional. Penggunaan kolom tunggal atau multi harus sesuai dengan bentuk dan ukuran kertas yang digunakan. Jika menggunakan kolom multi, hendaknya jarak dan perbandingan antar kolom proporsional; b) gunakan format kertas (vertikal atau horisontal) yang tepat.


(31)

tata letak dan format pengetikan;

c) gunakan tanda-tanda (iQon ) yang mudah ditangkap yang bertujuan untuk menekankan pada hal-hal yang dianggap penting atau khusus. Tanda dapat berupa gambar, cetak tebal, cetak miring atau lainnya.

3) Organisasi

a) tampilkan peta/bagian yang menggambarkan cakupan materi yang akan dibahas dalam modul;

b) organisasikan isi materi pembelajaran dengan urutan dan susunan yang sistematis, sehingga memudahkan siswa memahami materi pembelajaran;

c) susun dan tempatkan naskah, gambar, dan ilustrasi sedemikian rupa sehingga informasi mudah mengerti oleh siswa;

d) organisasikan antar bab, antar unit dan antar paragraf dengan susunan dan alur yang memudahkan siswa memahaminya;

e) organisasikan antara judul, sub bab dan uraian yang mudah ditulis oleh siswa.

4) Daya tarik

Daya tarik modul dapat ditempatkan di beberapa bagian seperti:

a) bagian sampul (cover) depan dengan mengkombinasikan warna, gambar (ilustrasi), bentuk dan ukuran huruf yang serasi;


(32)

gambar atau ilustrasi, pencetakan huruf tebal, miring, garis bawah atau warna;

c) tugas dan latihan yang dikemas sedemikian rupa.

5) Bentuk dan Ukuran Huruf

a) gunakan bentuk dan ukuran huruf yang mudah dibaca sesuai dengan karakteristik umum siswa;

b) gunakan perbandingan huruf yang proporsional antara judul, sub judul dan isi naskah;

c) hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks, karena dapat membuat proses membaca menjadi sulit.

6) Ruang (spasi kosong)

Gunakan spasi atau ruang kosong tanpa naskah atau gambar untuk menambah kontras penampilan modul. Spasi kosong dapat berfungsi untuk menambahkan catatan penting dan memberikan kesempatan jeda kepada siswa. Gunakan dan tempatkan spasi kosong tersebut secara proporsional. Penempatan ruang kosong dapat dilakukan di beberapa tempat seperti:

a) Ruang sekitar judul bab dan sub bab

b) Batas tepi (margin), batas tepi yang luas memaksa perhatian siswa untuk masuk ke tengah-tengah halaman.


(33)

c) Pergantian antara paragraf dan dimulai dengan huruf kapital. d) Pergantian antar bab atau bagian.

RS T UVWUX-bagian Modul

Menurut Cece Wijaya (1992:99) bagian-bagian modul yang umum dikembangkan adalah sebagai berikut:

1) Petunjuk untuk guru

2) Tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.

3) Penjelasan tentang cara menyelenggarakan proses belajar mengajar yang efisien.

4) Penjelasan tentang materi pelajaran yang akan disajikan dan strategi belajarnya.

5) Waktu yang disediakan untuk mempelajari materi modul.

6) Alat-alat dan bahan pelajaran serta sumber-sumber yang harus digunakan, dan prosedur penilaian, jenis, cara/alat, dan materi penilaian.

7) Kegiatan siswa

a) Pendahuluan. Pada bagian ini dicantumkan jadwal modul lainnya dan kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan siswa. Disamping itu, memuat tujuan yang dicapai dan materi yang akan dipelajari oleh siswa.

b) Petunjuk belajar. Pada bagian ini, akan diuraikan apa-apa atau urutan langkah yang harus dikerjakan siswa dalam menggunakan modul.


(34)

c) Kegiatan belajar. Pada bagian ini, terdiri dari beberapa kegiatan masing-masing kegiatan memuat tujuan yang akan dicapai. Materi pokok yang akan dipelajari dan uraian materinya. Pada akhir uraian materi pelajaran, disajikan tugas atau masalah yang harus dipecahkan maupun pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab siswa mengenai materi pelajaran yang telah dipelajari. Tugas-tugas ini, diberikan agar siswa dapat menilai hasil belajarnya sendiri.

d) Kunci tugas. Kunci tugas disediakan pada akhir kegiatan siswa dengan harapan agar siswa dapat dengan segera mengetahui apakah tugas-tugas yang dikerjakannya benar.

8) Tes akhir modul

Setiap modul dilengkapi dengan tes akhir modul. Dari hasil tes siswa, guru dapat mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang ditetapkan telah tercapai atau belum. Cakupan tes akhir modul antara lain dapat mengukur aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik

9) Kunci tes akhir modul

Kunci tes disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Kunci tes ini, hanya dipegang oleh guru yang senantiasa dijaga kerahasiaannya.


(35)

Y Z Kekurangan dan Kelebihan Modul

Pembelajaran menggunakan modul lebih menekankan siswa untuk belajar mandiri. Menurut Suparman (1993:197), menyatakan bahwa bentuk kegiatan belajar mandiri ini mempunyai kekurangan-kekurangan sebagai berikut :

a) Biaya pengembangan bahan tinggi dan waktu yang dibutuhkan lama. b) Menentukan disiplin belajar yang tinggi yang mungkin kurang dimiliki

oleh siswa pada umumnya dan siswa yang belum matang pada khususnya.

c) Membutuhkan ketekunan yang lebih tinggi dari fasilitator untuk terus menerus mamantau proses belajar siswa, memberi motivasi dan konsultasi secara individu setiap waktu siswa membutuhkan.

Utomo (1991:72), juga mengungkapkan beberapa hal yang memberatkan belajar dengan menggunakan modul, yaitu: 1) Kegiatan belajar memerlukan organisasi yang baik, 2) Selama proses belajar perlu diadakan beberapa ulangan/ujian, yang perlu dinilai sesegera mungkin

Berdasar pendapat di atas ternyata pembelajaran menggunakan modul memiliki kelemahan-kelemahan mendasar yang harus dapat diatasi oleh guru sebagai sutradara dalam pembelajaran, agar pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Belajar menggunakan modul juga sangat banyak manfaatnya, siswa dapat bertanggung jawab terhadap kegiatan belajarnya sendiri, pembelajaran dengan modul sangat menghargai perbedaan individu,


(36)

sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya, maka pembelajaran semakin efektif dan efisien.

Tjipto (1991:72), mengungkapkan beberapa keuntungan yang diperoleh jika belajar menggunakan modul, antara lain:

a) Motivasi siswa dipertinggi karena setiap kali siswa mengerjakan tugas pelajaran dibatasi dengan jelas dan yang sesuai dengan kemampuannya. b) Sesudah pelajaran selesai guru dan siswa mengetahui benar siswa yang

berhasil dengan baik dan mana yang kurang berhasil. c) Siswa mencapai hasil yang sesuai dengan kemampuannya. d) Beban belajar terbagi lebih merata sepanjang semester. e) Pendidikan lebih berdaya guna.

[\ ]^_ul ` abic an Keterampilan Proses Sains

Modul latihan keterampilan proses sains adalah modul yang mencakup keseluruhan keterampilan proses sains, dalam hal ini mengacu kepada keterampilan proses terintegrasi yang dikemukakan SAPA (Padilla: 1990) dan Nuryani (1995) yang mencakup sembilan keterampilan proses sains.

Modul yang dikembangkan berisi materi kinematika gerak yang penyajiannya melatihkan siswa untuk menguasai keterampilan proses terintegrasi maupun keterampilan proses sains dasar. Kemudian pada akhir materi terdapat lembar kegiatan siswa untuk mengimplementasikan materi dan keterampilan proses sains yang telah dipelajari.


(37)

4. Kinematika Gerak

a. Pengantar Kinematika Gerak

Kinematika gerak merupakan ilmu dari fisika klasik yang sudah ada sejak jaman dahulu. Berbagai penelitian telah dilakukan diantaranya Aristoteles yang merupakan salah satu filsuf dan ilmuwan terbesar Yunani. Ia kemudian menjelaskan fenomena gerak dengan membuat klasifikasi. Aristoteles membagi gerakan dalam dua tipe: gerakan alami dan gerakan gangguan.

Gerakan alami diduga berasal dari sifat benda. Dalam pandangan Aristoteles, setiap benda dalam alam semesta memiliki tempat tertentu, yang ditentukan oleh sifat ini. Setiap benda yang tidak berada dalam tempat seharusnya akan bergerak untuk pergi ke tempat tersebut. Benda berada di bumi, benda terbuat dari tanah liat akan jatuh ke tanah. Benda yang terbuat dari udara seperti asap akan naik ke atas. Benda yang terbuat dari campuran tanah dan udara namun didominasi bumi, seperti bulu akan jatuh ke tanah namun tidak secepat benda yang terbuat dari tanah liat. Benda yang lebih besar akan bergerak lebih cepat. Karena itu, benda dipercayai jatuh dengan kecepatan proporsional dengan berat. Makin berat sebuah benda, makin cepat benda akan jatuh ke tanah. Gerakan alami dapat bergerak lurus ke atas atau ke bawah. Gerakan gangguan, ditimbulkan dari gaya mendorong atau menarik. Seseorang mendorong sebuah kereta atau mengangkat sebuah benda


(38)

mengakibatkan gerakan. Angin menimbulkan gerakan terhadap kapal laut. Hal mendasar tentang gerakan gangguan adalah disebabkan oleh penyebab luar dan diberikan kepada benda. Benda bergerak bukan karena dirinya, tetapi karena didorong atau ditarik.

Kemudian muncul teori Copernicus, tentang pergerakan bumi mengelilingi matahari, dan dilanjutkan oleh penelitian Galileo. Hipotesis benda jatuh Aristoteles dengan mudah digugurkan oleh Galileo. Ia melakukan percobaan dengan menjatuhkan benda dengan beragam berat dari puncak menara miring di Pisa dan membandingkan waktu jatuhnya. Berlawanan dengan Aristoteles, ia menemukan batu yang beratnya dua kali lipat dibanding batu yang lain tidak jatuh lebih cepat dua kali lipat. Kecuali akibat gaya gesek dengan udara. Galileo kemudian menemukan bahwa benda dengan berat beragam, ketika dilepaskan pada waktu yang bersamaan, jatuh bersama dan menyentuh tanah pada waktu yang bersamaan. Dari teori-teori tentang gerak inilah akhirnya memunculkan kemungkinan Newton untuk menjelaskan tentang pergerakan alam semesta berdasarkan fisika klasik.

Dalam perkembangannya gerak dibedakan menjadi dua, yaitu kinematika dan dinamika. Kinematika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana gerak dapat terjadi tanpa memperdulikan penyebab terjadinya gerak tersebut. Sedangkan dinamika adalah ilmu yang mempelajari tentang gerak dan gaya penyebabnya.


(39)

d e Kinematika gerak lurus

Dalam materi gerak lurus materi yang disampaikan, dapat disajikan dalam peta konsep berikut:

Gerak lurus adalah kondisi suatu benda berpindah menjauhi posisi titik acuan dengan lintasan lurus. Titik acuan adalah suatu titik untuk memulai pengukuran perubahan kedudukan benda. Adapun lintasan adalah titik-titik yang dilalui oleh suatu benda ketika bergerak. Suatu benda melakukan gerak, bila benda tersebut kedudukannya (jaraknya) berubah setiap saat terhadap titik asalnya (titik acuan). Sebuah benda dikatakan bergerak lurus, jika lintasannya berbentuk garis lurus. Misalnya gerak jatuh bebas dan gerak mobil di jalan. Gerak lurus yang dibahas ada dua macam yaitu :

a. Gerak lurus beraturan (disingkat GLB)

b. Gerak lurus berubah beraturan (disingkat GLBB)

Gambar 2.1 : Peta konsep materi gerak lurus

GERAK LURUS

GLB

Kecepatan Tetap

GLBB

Percepatan Tetap

Gerak Dipercepat Gerak Diperlambat

dapat berupa

dapat berupa

ciri ciri


(40)

1) Jarak dan perpindahan

Jarak merupakan panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu materi (zat). Sedangkan perpindahan ialah perubahan posisi suatu benda yang dihitung dari posisi awal. Jarak tidak mempersoalkan ke arah mana benda bergerak, sebaliknya perpindahan tidak mempersoalkan lintasan suatu benda yang bergerak. Perpindahan hanya mempersoalkan kedudukan, awal dan akhir benda itu. Jarak adalah besaran skalar, sedangkan perpindahan adalah vektor. Dua benda dapat saja menempuh jarak (panjang lintasan) yang sama namun mengalami perpindahan yang berbeda. Ketika berpindah dari posisi awalxi ke posisi akhirxf, perpindahan partikel didapat dengan xi- xf.. Digunakan simbol delta ( ) untuk menyatakan perubahan besaran. Sehingga perpindahan partikel dapat ditulis

x=xi- xf. (2.1)

Besaran x menyatakan posisi benda relatif terhadap titik tetap yang dipilih sebagai titik acuan atau titik pusat koordinta. Pada titik pusat koordinat nila x=0. Untuk perjanjian, jika benda berada di sebelah kanan titik pusat koordinat maka nilai x positif, sebaliknya jika benda berada di sebelah kiri


(41)

titik pusat koordinat nilai x negatif. Berdasarkan persamaan 2.1 x berharga positif jika xf lebih besar daripada xif begitu pula sebaliknya. Dikarenakan perpindahan bergantung pada arah geraknya, maka perpindahan bisa positif atau negatif. Perpindahan positif jika arah gerak ke kanan, dan Perpindahan negatif jika arah gerak ke kiri.

2) Kecepatan dan kelajuan

Kecepatan rata-rata ( ) sebuah partikel didefinisikan sebagai perpindahan partikel x dibagi selang waktu t selama perpindahan tersebut terjadi

=

.

(2.2)

Kecepatan rata-rata partikel yang bergerak dalam satu dimensi dapat bernilai positif atau negatif, bergantung kepada tanda perpindahannya (perhatikan persamaan 2.1) akan tetapi selang waktu tselalu bernilai positif.

Dalam kehidupan sehari-hari, kelajuan dan kecepatan memiliki arti yang sama. Namun, dalam fisika terdapat perbedaan di antara keduanya. Sebagai contoh seorang pelari marathon yang berlari lebih dari 40 km, namun selesai pada tiitk kedudukan awal. Perpindahan totalnya nol, sehingga kecepatan rata-ratanya nol. Tetapi apabila kita hitung seberapa cepat dia berlari, maka bisa didapatkan rasio yang sedikit berbeda. Kelajuan rata-rata


(42)

partikel, sebuah besaran skalar, didefinisikan sebagai jarak tempuh total dibagi waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut.

Kelajuan rata-rata = ..(2.3)

Dalam kehidupan sehari-hari, kelajuan maupun kecepatan senantiasa berubah-ubah karena berbagai sebab. Misalnya jalanan yang tidak rata. Oleh karenanya dapat diartikan bahwa kelajuan dan kecepatan pada dua persamaan di atas sebagai kelajuan rata-rata dan kecepatan rata-rata.

3) Kecepatan dan kelajuan sesaat

Kecepatan didefinisikan sebagai perubahan posisi per satuan waktu. Kecepatan dari suatu gerak partikel dapat juga diketahui pada saat selang waktu tertentu saja. Misalnya sebuah partikel bergerak selama sepuluh detik, maka dapat juga diukur kecepatan pada saat detik ke 0 sampai detik ke 5 saja. Kecepatan ini disebut kecepatan sesaat, dengan kata lain kecepatan sesaat vx sebanding dengan limit rasio x/ tseiring tmendekati nol.

Gambar 2.3: Grafik kecepatan sesaat (Resnick: 2011)


(43)

Secara grafis kecepatan sesaat dapat didefinisikan sebagai gradient garis singgung dari kurva posisi(x) dan waktu(t) pada nilai tyang diinginkan. Grafik pada gambar 2.3 menunjukkan bahwa kecepatan sesaat pada posisi A didefinisikan dari gradien garis singgung kurvax(t) di titik A.

= lim

Dengan demikian kecepatan sesaat di titik A sebesar = = ~ , hal ini berarti pada titik A benda masih dalam keadaan diam sehingga nilai kecepatan sesaat tidak terdefinisikan. Kecepatan sesaat pada titik B adalah = = 5, dengan demikian kecepatan sesaat di titik B adalah 5 m/s. Kecepatan sesaat ini bisa bernilai positif maupun negatif bergantung arah gerakannya. Gerak benda dari A ke B pada grafik 2.1 menunjukkan kecepatan bernilai positif dikarenakan berharga positif. Sedangkan gerak dari B ke C sampai F kecepatan bernilai negatif dikarenakan berharga negatif.

Kelajuan sesaat didefinisikan sebagai besarnya kecepatan sesaat. Seperti kelajuan rata-rata, kelajuan sesaat tidak memiliki arah, sehingga tidak mempunyai tanda di depan besaran nilainya.

4) Percepatan

Percepatan rata-rata xdidefinisikan sebagai perubahan kecepatan

v

x dibagi selang waktu t perubahan tersebut terjadi:


(44)

x= = (2.5)

Perubahan kecepatan didapatkan dari selisih kecepatan akhir dengan kecepatan awal

.

Selang waktu tdidapatkan dari selisih waktu akhir awal

pengukuran dengan waktu awal pengukuran

.

Percepatan sesaat sama dengan turunan kecepatan terhadap waktu, yang menurut definisi berarti kemiringan grafik kecepatan-waktu.

a

x=

lim

0

=

(2.6)

percepatan dapat bernilai positif dan negatif. Percepatan bernilai positif artinya gerak benda mengalami pertambahan kecepatan sehingga kecepatannya semakin besar. Sedangkan percepatan bernilai negatif artinya gerak benda diperlambat sehingga kecepatannya semakin kecil bahkan berhenti, contoh pada gerak mobil yang di rem.

Secara grafis percepatan sesaat juga dapat didefinisikan sebagai gradient garis singgung dari kurva kecepatan (v) dan waktu (t) pada nilai t yang diinginkan seperti pada gambar grafik 2.3


(45)

Gradien garis singgung gambar grafik 2.4 didapatkan dari perbandingan perubahan kecepatan dengan perubahan waktu , sehingga didapatkan persamaan percepatan sesaat seperti persamaan 2.6

5) Gerak lurus beraturan (GLB)

Gerak lurus beraturan adalah gerak benda dalam lintasan garis lurus dengan kecepatan tetap.

Pada grafik 2.3 menyatakan hubungan antara kecepatan (v) dan waktu tempuh (t) suatu benda yang bergerak lurus. Berdasarkan grafik tersebut kecepatan benda selalu tetap. Ditinjau dari gerak tiap detik, pada detik pertama kecepatanya 3 m/s, pada detik kedua kecepatannya 3 m/s dan seterusnya dari waktu ke waktu yakni tetap sebesar 3 m/s. Jarak total yang ditempuh benda

t (s) v (m/s)

3

1 2 3 4 5

Gambar 2.5 : Grafik GLB Gambar 2.4: Grafik percepatan sesaat


(46)

dapat dihitung dari luas daerah di bawah kurva grafik v-t. Cara lain menghitung jarak tempuh adalah dengan menggunakan persamaan GLB.

=

(2.7)

Persamaan 2.7 menyatakan hubungan antara vg s. dan t dimana v adalah kecepatan gerak benda sedangkan t adalah waktu tempuh selama benda bergerak. Selain grafik v - t di atas, pada gerak lurus terdapat juga grafik s-t, yakni grafik yang menyatakan hubungan antara jarak tempuh (s) dan waktu tempuh (t) seperti grafik pada gambar grafik 2.6

Pada saat t= 0 s, jarak yang ditempuh oleh bendas = 0, pada saat t= 1 s, jarak yang ditempuh oleh benda s = 2 m, pada saat t = 2 s, jarak s = 4 m, pada saat t= 3 s, jaraks = 6 s dan seterusnya. Berdasarkan data tersebut dapat dapat dianalisis dengan persamaan 2.7 sehingga diperoleh data kecepatan pada tabel 2.1


(47)

Tabel 2.1 Analisis Kecepatan pada GLB

Waktu(t) Jarak(s) Kecepatan(v)

1s 2m 2 m/s

2s 4m 2 m/s

3s 6m 2 m/s

4s 8m 2 m/s

Selain menggunakan metode persamaan 2.7 kecepatan juga dapat diturunkan dari gradien kemiringan garis pada grafik 2.4. Gradien garis tan = ,tan tak lain adalah kecepatan gerak benda.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa benda yang diwakili oleh grafik s-tpada gambar 2.4 di atas, bergerak dengan kecepatan tetap 2 m/s.

6) Gerak lurus berubah beraturan (GLBB)

Gerak lurus berubah beraturan (GLBB) adalah gerak benda dalam lintasan garis lurus dengan percepatan tetap. Jadi, ciri utama GLBB adalah bahwa dari waktu ke waktu kecepatan benda berubah, semakin lama semakin cepat. Dengan kata lain gerak benda dipercepat. Namun demikian, GLBB juga dapat berarti bahwa dari waktu ke waktu kecepatan benda berubah, semakin lambat hingga akhirnya berhenti. Dalam hal ini benda mengalami percepatan negatif.

Hubungan antara besaran-besaran hx hv ih dan t pada gerak satu dimensi, dalam hal ini asesaat= arata-rata= konstan = a, dapat diturunkan secara pendekatan dari persamaan 2.5 yaitu:


(48)

=

=

=

sehingga

v= +a.t .. (2.8)

selain itu berdasarkan persamaan 2.4 vrata-rata= =

=

dan di lain

pihak juga vrata-rata = .Jika kedua persamaan untuk vrata-rataini digabungkan

didapatkan

=

,sehingga diperoleh

=

. .

=

( . ) .

=

. +

(2.9)

atau

=

+

. +

..(2.10)

Persamaan GLBB dengan perhitungan yang tidak mengandung variabel t

dapat diturunkan dari persamaan 2.8 diperoleh

=

( )

,

dengan mensubstitusi ke persamaan 2.10 diperoleh

=

+

+

Diperoleh

= 2 (

)

..(2.11)

Perhitungan GLBB lebih sederhana apabila disajikan dengan metode grafik gerak.


(49)

Gambar grafik 2.7 memperlihatkan gerak benda dengan kecepatan yang berubah dari v0 menjadi vt dalam selang waktu 0 detik sampai t detik. Perubahan kecepatan didapatkan dari vt-v0 yang berharga positif, dan selang waktu adalah t. Dengan demikian grafik 2.5 merupakan GLBB dipercepat dengan nilai kecepatan berubah semakin besar seiring bertambahnya waktu. Nilai percepatan diperoleh dari gradien grafikv-t

j k lmnilitinoyang relevan

1. Penelitian Gina Hanifah Rahmi (2013), bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa setelah pembelajaran dengan bantuan buku ajar yang dikembangkan serta mengetahui tanggapan guru dan siswa terhadap buku ajar yang dikembangkan. Hasil dari penelitian ini adalah didapatkannya peningkatan n-gain siswa setelah melakukan pembelajaran berbantuan buku ajar yang dikembangkan sebesar 0,33. Peningkatan keterampilan proses sains dasar lebih besar dibandingkan dengan keterampilan proses sains terpadu. Tanggapan guru dan siswa terhadap buku ajar yang dikembangkan sangat positif. Dengan demikian

Gambar 2.7 : Grafik v-t untuk GLB dipercepat

vo


(50)

penggunaan buku ajar yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses sains pada materi pokok optik yang dikembangkan oleh Gina hanifah ini mendasari penulis untuk mengembangkan modul dengan materi pokok yang berbeda dan dipilihlah materi kinematika gerak karena materi ini memerlukan KPS dalam setiap sub bahasannya.

2. Penelitian oleh Haryono (2006), bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains guna meningkatkan kemampuan proses sains dan hasil belajar siswa Sekolah Dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model yang dikembangkan yaitu merupakan model dalam proses pembelajaran yang menterjemahkan keterampilan proses sains ke dalam rangkaian proses pembelajaran di kelas dan dikembangkan secara terintegrasi dengan pembelajaran yang berpola deduktif. Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains secara signifikan efektif untuk meningkatkan kemampuan proses sains siswa dari 46,08% menjadi 67,27%. Penelitian ini sebagai pendukung bahwa untuk meningkatkan keterampilan proses sains juga tidak lepas dari model pembelajaran yang digunakan, sehingga dalam penelitian pengembangan yang dilakukan penulis harus disusun model pembelajaran yang sesuai untuk mengembangkan KPS siswa.

3. Penelitian oleh Muhfahroyin (2009), bertujuan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada mata pelajaran biologi kelas X SMA Kartikatama Metro melalui penerapan model pembelajaran PBL. Penelitian


(51)

ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri datri dua siklus. Pada siklus kedua keterampilan proses sains siswa meningkat sebesar 17,48% dari siklus sebelumnya. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Dengan demikian model pembelajaran yang dapat digunakan dalam penelitian pengembangan yang dilakukan penulis salah satunya menggunakan model pembelajaran PBL.

4. Penelitian oleh Raose Amnah Abd Rauf, et all (2013), bertujuan untuk mengetahui apakah pendekatan pembelajaran sains pada kelas sains di dua Smart Schooldi Malaysia dapat menanamkan keterampilan proses sains serta mengidentifikasi keterampilan proses sains manakah yang dapat ditanamkan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa proses belajar mengajar sains yang menggunakan berbagai pendekatan pengajaran dalam satu pelajaran memiliki keuntungan tambahan dalam hal memberikan kesempatan bagi penanaman keterampilan proses sains tersebut. Model pembelajaran yang bervariatif dapat digunakan agar proses melatihkan KPS dapat lebih optimal sesuai dengan KPS yang sedang dilatihkan.

5. Penelitian oleh Dilek Zeren Ozer dan Muhlis Ozkan (2011), mengembangkan instrument penilaian yang merupakan instrument tes keterampilan proses sains dan terdiri dari pertanyaan bersifat open ended yang disajikan dalam bentuk pilihan ganda, serta instrumen penilaian yang lain berupa penilaian presentasi proyek. Dari hasil penelitian disimpulkan


(52)

bahwa metode pembelajaran berbasis proyek lebih efektif untuk memberikan penilaian terhadap keterampilan proses sains. Berdasarkan kesimpulan dalam peleitian tersebut, salah satu metode dalam melatihkan KPS yang dapat digunakan penulis sebagai acuan adalah model pembelajarn berbasis proyek. 6. Penelitian oleh Audrey N. Tomera (1974). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui bagaimana keterampilan proses sains mengamati dan membandingkan digunakan dalam konten materi yang berbeda dari matei ketika keterampilan proses tersebut dilatihkan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses sains dasar dapat diajarkan dan ketika telah dipelajari, dapat menunjang siswa untuk belajar dengan menerapkannya pada situasi atau materi yang baru. Dengan demikian penting adanya penanaman KPS terhadap siswa untuk menumbuhkan jiwa saintis dan menunjang pembelajaran.

pq Kerangka Berpikir

Pembelajaran fisika dengan keterampilan proses sains di SMA/MA memiliki arti penting dalam kegiatan belajar mengajar. Hal tersebut disebabkan karena akan memberikan pengalaman yang bermakna pada siswa. Siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami serta memanfaatkannya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam kehidupannya. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka


(53)

tidak melihat mata pelajaran berdiri sendiri. Mereka melihat objek atau peristiwa yang ada memuat sejumlah konsep/materi beberapa mata pelajaran.

Berdasarkan wawancara dengan siswa SMAN 2 Ponorogo, pengalaman belajar yang diperoleh di kelas nyatanya belum utuh sehingga orientasi tercapainya kompetensi inti dan kompetensi dasar belum maksimal. Pembelajaran lebih bersifat rs turt r -centered, guru hanya menyampaikan sains sebagai produk dan siswa menghafal informasi faktual. Siswa belum mahir mempelajari sains pada domain kognitif yang tinggi. Siswa belum dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak siswa yang cenderung menjadi malas belajar secara mandiri. Alasan yang sering dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah siswa per kelas yang terlalu banyak. Dalam kenyataan, memang tidak banyak siswa yang menyukai kajian sains karena dianggap sukar, keterbatasan kemampuan siswa, atau karena mereka tidak berminat menjadi ilmuwan atau ahli teknologi. Namun demikian, mereka tetap berharap agar pembelajaran sains di sekolah dapat disajikan secara menarik, efisien, dan efektif.

Dari uraian di atas tampak betapa pentingnya pembelajaran fisika berbasis keterampilan proses khususnya di SMA Negeri 2 Ponorogo yang telah menerapkan Kurikulum 2013. Pembelajaran fisika berbasis keterampilan proses akan memberikan pengalaman pengalaman belajar kepada siswa secara


(54)

menyeluruh. Dalam pembelajaran fisika tersebut dilatihkan keterampilan-keterampilan untuk melakukan pengamatan, pengukuran, pengelompokan, berkomunikasi, menarik kesimpulan, dan memberikan prediksi. Keenam hal tersebut adalah beberapa aspek keterampilan proses sains.

Pengembangan modul yang dapat melatihkan keterampilan proses sains diharapkan dapat memberikan pembelajaran kepada siswa tentang keterampilan proses sains secara utuh tanpa terkendalan adanya keterbatasan waktu, sarana, dan lingkungan belajar yang tidak mendukung. Dengan adanya modul fisika berbasis keterampilan proses, diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan dari tujuan pembelajaran fisika itu sendiri.

Penelitian pengembangan ini bertujuan menghasilkan modul fisika latihan keterampilan proses sains, dengan model pengembangan 4-D yang memiliki tahapanDefine, Design, Develop,danDisseminateatau diadaptasi menjadi model 4-P, yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran.

Tahap pertama adalah pendefinisian yang bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan di dalam proses pembelajaran meliputi analisis Kurikulum 2013 mata pelajaran fisika SMA, materi kinematika gerak, kompetensi yang harus dicapai siswa, silabus kinematika gerak, dan pembelajaran berbasis keterampilan prose sains. Tahap kedua adalah perancangan, dilakukan kegiatan merancang perangkat pembelajaran dan modul yang berbasis keterampilan proses sains. Tahap selanjutnya merupakan pengembangan modul


(55)

pembelajaran yang meliputi pengujian, evaluasi, dan revisi produk. Perangkat serta modul pembelajaran akan dievaluasi dengan divalidasi oleh ahli dalam bidangnya dan guru. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan modul yang dikembangkan. Langkahnya adalah melakukan revisi apabila pada kegiatan evaluasi masih ditemukan hal yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya adalah tahap implementasi dan penyebaran. Pada tahap ini peneliti akan melakukan kegiatan uji coba lapangan terhadap produk yang dihasilkan.

Uji coba berupa pembelajaran di kelas yang akan menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kelayakan modul yang dihasilkan, mengetahui respon siswa terhadap modul latihan keterampilan proses sains, dan mengetahui pengaruh dari modul pembelajaran latihan keterampilan proses sains dengan materi kinematika gerak terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA Negeri 2 Ponorogo.


(56)

w x wy yy

z{ | }~{{ €{ y| yx€ x‚ zƒ„ …l n†…‡ ˆ‰†ˆ ‰m

Š ‹Œ ‹ Ž ŽŒŽŒ Ž ‘‹’“” •Œ ” ‹Œ‹ ŽŽŒ –Œ ” ‹Œ— ‹‘˜Œ—Œ ™š ›œ›ž Ÿ   ¡¢ £› ¤›¥¦§¨ › ¡© ª š«£ ¬ ­Œ— ˜‹’“ ®“ Œ “Œ“ • ‘‹Œ— ‹‘˜Œ— • Œ ‘¯–“  Ž° Œ •‹ ‹’‘” Ž Œ ” ’¯± ‹± ± ŽŒ± “Œ“ • ² ³ ´µ³ ´ •‹ ± X ” – ‘ ‹’Ž •ŽŒ ‹‘ Ž • —‹’• –Œ ‘‹Œ— ‹°“ Ž •“ Ž± ‘¯–“ ­Œ—–Ž° ’”•Œ –”  ‘‹Œ ŽŒ— ••Œ ” ’‹±± Ž ˜‹ ®’ ± Ž± ¶ ˜‹’“”  ” ‹ŒŽŒ— •Œ •‹ ‹’‘”Ž Œ ” ’¯± ‹± ± ŽŒ ± ­Œ— –Ž‘ ŽŽ•Ž. ³ ¯–‹ ­Œ— –Ž—“Œ •Œ “Œ“ • –± ’ ” ‹Œ—‹ ‘˜Œ— Œ ‘¯ –“   Ž° Œ •‹ ‹’‘” Ž Œ ”’¯± ‹± ŽŒŽ ‘‹’“” •Œ °±Ž–” ± Ž –’Ž ”‹Œ— ‹‘˜Œ— Œ ” ‹’Œ— • ‘¯–‹ 4-· ™¸¦¹žº£ ¨¦ ¢› ¥¬ ­Œ—–Ž•‹ ‘“ •• Œ¯‹°»° Ž—  ’® Œ™1974: 5¬.

w ‚ ¼os…„ur…†…n m‡ˆ ‰†ˆ ‰

Š ’¯±‹–“ ’ – ‘ ” ‹Œ‹ Ž Ž Œ ŽŒ Ž ‘‹Œ— –” ±Ž ”– ”‹Œ— ‹‘˜Œ—Œ ” ‹’Œ— • ‘ ¯– ‹ 4-· ™ ¸¦¹ž £ ¨ ¦ ¢› ¥¬ ­Œ— –Ž•‹ ‘“ ••Œ ¯‹° »° Ž—’® Œ ™1974¬. ³ ¯–‹ ŽŒ Ž ‹’–Ž ’Ž –’Ž 4  ° ” ” ‹Œ—‹ ‘˜Œ— Œ½ ­Ž “ £› ¸¾ ¡›¿ £›œ¾ À ¡¿ £›¤› ¥¦§¿ –Œ £¾œ œ›¨¾¡©›  “ –Ž –”±Ž •Œ ‘‹Œ ®–Ž ³¯–‹ 4-Š, ­Ž“ Š ‹Œ–‹ÁŽŒ Ž± Ž  Œ, Š ‹’ŒÂ Œ—Œ½ Š ‹Œ— ‹‘˜Œ— Œ½ –Œ Š ‹Œ­‹ ˜ ’ŒÃ Š ‹Œ—‹‘˜Œ—Œ ” ‹’Œ— •  ” ‹‘˜‹ ®’ Œ‘‹Œ——“Œ • Œ‘¯–‹ 4-·–‹Œ—Œ˜ ‹’–±  ’•Œ•‹‹˜Ž° Œ˜‹ ’Ž •“:

1. Š ‹’Œ— •”‹‘˜‹ ® ’ Œ‘¯–‹ 4-·‹˜Ž°’“Œ“Œ½

2. ´ –Œ­  °” Ѝ Ž –± Ž –Œ “ ®Ž  ¯˜ ‘ ‹Œ®–Ž•Œ –’ Á ­Œ— –Ž° ± Ž•Œ

 ‹˜Ž°± ‹ ‘”“ ’Œ .


(57)

ÇÈÉÊÈË 3.1. Ì ÍÎÈÏ ÐÑ ÍÐÏ ÒÈ ÏÈ ÐÑË ÓÔÕÖ× ÓÔÕÒÑÍÉÊ ÍÒÈØÈË È ÐÙÏ ÎÏ ÖÈ

2003: 6

ßàául â ãäå æ ãnçè äè éã êë å ì ãíî éàïèïð ãåí ï ñèòåï åó

ô éãõ äó ó ö÷ øù úûüýþÿø

ñèòå ïåó ó

ñèòå ïåó ó ó

üøøøü, ý ø , üüþø

÷ üþûþü÷ üü

îèíáèõ åí å ïåãí

þøø üúüþüüüýøþøüú

þüø ü ú

ô éãõ äó

úþþûøûø øþøü

î èéèíãíããí

ôéãõäó ó ó

ö÷ øù úûüøý þü

üøø üø

îèí èê ãí ãí

þ üüú øþü üøþúü üø

ü üøü! þ þ ûüüúøüøüøþü ø"

îèí#è ãéãí


(58)

%& ' () (*+,- .,/ 0-010(-(Define)

2 345 36747 87 94 : 3;<=> =94 =4 <=? @34 3<9A?94 594 @3453 67 4787 ?94 ?3:=< =B94- ?3: =<=B94 57 59C9@ A;D838 A3@: 3C9 >9;94E F7 59C 9@ @34 3<9A?94 ? 3: =<=B94A3@: 3C9 >9 ;94 B9C G94H A3;C = 57 A3;B 9<7 ?94 94 <9 ;9 C 97 4 @34H 3497 ?3838=97 94 ?3: =< =B94 A3@:3C9 >9;94 5 34H94 ?=;7?=C =@ G9 4H : 3;C 9 ?=I <7 4H ?9 < 9<9= <9B9 AA3 ;?3@: 94H948 7 8J9, 594?D457 878 3?DC9BE K& ' () (*+,L(-M(-N(-(Design)

2959 <9B9 A 747 57 C9 ?=?94 A3;94O94H94 A ;D<D<7A3 A3;94H ?9 < A3@: 3C9 >9 ;94:3;=A9@D5 =C. P9B9 AA3;94 O94H94747< 3;57 ;759 ;7:

9. 2 3@7 C7B94Q D;@9 <

2 3@7C7 B94 6D;@9< 57838=97 ?94 5 34H94 6D ;@ 9< ?;7<3;7 9 @D5 =C G9 4H57959 A<98 759;76D;@9 <?;7<3;79: =?=G9 4H57?3C =9 ;?94DC 3BRST2. :E F38 97 4UJ9CVD5 =C

F9C 9@ A34G=8 =494 9J9C 5 ;96 @ D5 =C 9 ?94 57B98 7 C?94 5;96 @ D5 =C W 5 34H9483?=;94H-?=;94H4G9@ 34 O9 ?=A5759C9@4G9, G9 7 <=X

1Y

Z=5 =C @D5 =C G9 4H @34HH9 @:9 ;?94 @9 <3;7 G9 4H 9 ?94 57 < =94H ?94 5759C 9@@D5 =C.

2Y [ D@ A3< 348 79 <9=8=:?D@A3<3487 G9 4H 9 ?94 57O9A97 83< 3C9B

@ 3@ A3C9 >9;7@ D5 =C.

3Y P=>=94 <3;57;7 5 9;7 < =>=94 9 ?B7; 5 94 <=> =94 94 < 9;9 G94H 9 ?94


(59)

4^ _`a bcd e`fg hbcdid jbfg ba`kl`fm nba bc` ojdp`fm q` f idn`j e` fg

k`cli

q dj bp`r`c d

q`f qdnl`i` d

sp bk idit`. ud

q`p` o o`abc d abcq`j`a ` na dvda`i p` hsc` asc dl o l fa l n obfql nl fg ndfbcr` dpod`k idit`.

5^ wcsibqlc `a`l n bg d`a`f e` fg k `cli q dd nlad idit` l fal n

o boj bp`r`c dosqlp. 6^

xs`p-is`p,

p`a dk`f q` f `a`l a lg`i e`fg k`cli

q dn bcr` n` f `a `lq dibp bi `dn` fspbkidit`.

7^ yv`pl`id `a`l jbfdp ` d` f e`fg hbczl fgid obfg l nlc nbo`ojl` f

idit`q`p` oobfgl`i `dosqlp.

8^ {l f|dr`t` h` fq`c dis`p, p`a dk` fmq`f`a`lj bfglrd` f}

~ € ‚ ƒ„…† ‡ …ˆ‰† ‡ †(Develop) Š`k`j

j bfg boh` fg ` f dfd

hbcalrl` f

l fal n obfgk`i dp n` f

osqlp j bohbp`r`c` fi`d fi e` fg i lq`k qdcbvdi d hbcq`i `cn` f o`il n` f j `c` `kp d q` f k`i dp lrd |sh` nbidit`.

`. ‹`p dq`idj bc`fg n`aq d dnladq bfg` fcbvdid Š`k`j

dfd

hbcalrl` f

lfal n obfq`j`a n` f i`c ` f e` da l l fal n obfg ba`kldnbhbf`c` f did q`f

zsc o`a

ibca` nba bcp` ni` f`` f qc `z osqlp Œ h`gd j bfdfg n`a` f h`k ` f jboh bp`r`c `f o bp `p l d nbg d`a` f v`p dq`id osqlp e` fg a bp`k q dk`i dp n` f j`q` a `k`j j bc` f|` fg` f} u`p ` o k`p d fd, jcsibi v`pdq`i d q dp d h`a n`f v`p dq`asc e` dal `kp d,


(60)

Ž‘’ “ ”‘•‘ Ž, –‘ ’ —˜™˜š ›‘œ  –‘“  ‘žœ œ Ÿ˜Ž ‘žœ  –˜œ / –‘ –‘ ’ ‘ žœ

Ÿ¡œ‘”‘ ™‘’

“‘ ’“,

¢–˜‘ ’£‘ ˜’Ž ˜¢

’—Ž‘ ž˜ ¢¡’‘ ™‘ ’  “ –‘ ’ ¤  ™ ‘ Ž   –˜œ Ÿ¡œ‘” ‘ ™‘’ “‘ ’“ Ž™Ÿ‘ –˜ £‘’— –¢¡‘ ’—¢‘’ Ÿ’ œ Ž . ›‘œ–‘ “ –‘ ™ Ž‘ ’ “ ” ‘• ‘ Ž £‘ Ž˜ ¥‘œ  –‘ “  –‘ ™ ‘ž‘ “ “•‘ ¦’– –¢‘ ’ §‘ ’“ ¦‘ “¨‘“‘ ™”‘ ’‘ ©’¥™“ Ž‘ “ §¡œ‘ “ ª‘™Ž §˜™‘¢‘™Ž‘ ˜’Ž ˜¢ ’— Ž‘ ž˜ ¢Ž ™¡‘¨‘‘ ’ ‘ Ž ™ –‘ ’ ¤ ™‘Ž. §–‘’—¢‘ ’

› ‘œ–‘ “ — ˜ ™ ˜

£‘Ž˜ ¥‘œ  –‘ “ 

–‘ ™ —˜™˜

¢ž˜“ ˜“ ’£‘ — ˜ ™˜ ¤“ ¢‘ §ª «¬ 2 ¦  ’  ™ —  ˜’Ž ˜¢ ’—  Ž‘ ž˜ ¢ ˜’—¢ ’‘ ’ ¢Ž™œ ‘¢“‘’‘ ‘’ Ÿ  ¡œ‘” ‘ ™‘’ ’—— ˜’‘¢‘’   – ˜œ Ÿ¡œ ‘” ‘™‘ ’ “ ‘ ’“ Ž ™Ÿ‘ –˜£‘’—Žœ‘ ž–¢¡‘ ’—¢‘ ’

§Žœ‘ ž –™‘¤   –˜œ ­ –¥‘œ  –‘“  –‘ ’ – ™¥“ , ‘¢‘ –ž‘ “ œ¢‘ ’ –™‘¤  –˜œ­­. ®™‘¤ª –˜œ­­“œ ‘ ’”˜Ž’£‘‘¢‘ ’–˜”¨ ¡‘Ÿ’—— ˜’‘‘’’£‘ ¢“ “• ‘.

¡š ©”¨ ¡‘

–’—‘ ’“ “• ‘

©” ¨ ¡‘   –˜œ Ÿ ¡œ ‘” ‘ ™‘ ’ ¤“ ¢‘ –œ‘¢˜¢‘’ ˜” ¨ ¡‘ Ž™¡‘Ž‘“ – §ª «¬2 ¦  ’  ™ — . ¯˜” ˜‘ ’ –‘™ ˜”¨ ¡‘ ’ ‘ –‘œ ‘ ž˜’Ž ˜¢ ’—  Ÿ™‘ “  ’‘œ¢‘’   –˜œ ¤ “ ¢‘ œ‘ Ž ž‘’ ¢Ž ™‘ Ÿœ ‘’ Ÿ™  “ “ “‘ ’“. °‘ “ œ ˜”  ¨ ¡‘ Ž™¡‘ Ž‘ “ ‘¢‘ ’ –” ‘–¢‘ ’ “ ¡‘—‘  ‘ “˜¢‘ ’ ‘ Ž‘ ˜ Ÿ™¡‘ ¢‘ ’ ˜’Ž ˜¢ ˜” œ ‘ Ÿ‘’—‘ ’š

±² ³ ´µ ´¶·¸¹ º ¸»´¼´¹(Disseminate)


(1)

š š›

œ ž Ÿ  ¡ ¢£a¤ ¢¥a¤¢¡¦§¨ §¡ ¢©¢a¨

ª «¬­®¯ ®¬° ®±² «³´ ®µ ®¯ ® ±­®± ¯¶ ³²·¸ ®±¹®±º » «¸® µ­¶ ² «¬ ¼¸«µ½³®°®²«± «¸¶ »¶®± ²«±º «³´ ®±º®±¶±¶³«³´«¬¶ °®±¶ ³² ¸¶ °®¯¶¯ «´ ®º ®¶´ «¬¶°·»¾

¿À Á³² ¸¶°®¯¶Â«¼¬ ¶ »¶¯

®À à «³´ «¸®Ä ®¬ ®± ·±» ·° ³« ¸®» ¶ µ °®± °«»«¬®³²¶¸®± ²¬ ¼¯ «¯ ¯ ®¶ ±¯ ­ ®²®» ­¶ ¸®°·° ®± ­ «±º ®±³«±º«³´®±º °®±³¼­ ·¸² ®­ ®°¼³² «» «±¯¶­ ®¯®¬¹®±º¸®¶±

´ À à «³´ «¸®Ä ®¬ ®± ³«±ºº ·± ® °®± ³¼­ ·¸ Ŷ ¯¶°® ¸ ®»¶ µ®± °«» «¬ ®³²¶ ¸®± ²¬ ¼¯«¯ ¯ ®¶±¯ ¹® ±º´ «¬¶ ¯¶ÆÇ ÃÈ­¶ ¸®» ¶ µ°®±¯ «É®¬®´«¬» ®µ®² ´ «¬»·Ä ·®±·±» ·°³«¸®»¶µ°®±­® ± ³«±¶ ±º °®» °®±ÇÃȹ®±º­¶³¶¸¶°¶¯¶¯Ê ®À

ËÀ Á³² ¸¶°®¯¶Ã ¬®°»¶¯

à «³´ «¸®Ä ®¬ ®± ³«±ºº ·± ® °®± ³ ¼­ ·¸ Ŷ ¯¶ °® ¸ ®» ¶ µ®± °«» «¬®³²¶¸®± ²¬ ¼¯«¯ ¯ ®¶±¯ ­ ®² ®» ³«±¶ ±º °®» °®± ÇÃÈ ¹®±º ­¶ ³¶¸¶°¶ ¯¶ ¯Ê®À Ì ¸«µ °®¬«± ® ¶ » · º ·¬ · ­ ®²®» ³ «±ºº ·±®°®± ³ ¼­·¸ Ŷ ¯¶ °® ¸®» ¶ µ®± °«»«¬ ®³²¶¸®± ²¬ ¼¯ «¯ ¯ ®¶±¯ ­®¸ ®³ ² «³´ «¸®Ä ®¬®± ·±» ·° ³ «±¶ ±º °®» °®± Ç ÃÈ ¯¶¯Ê®À Í ·¬· Ä·º® µ ®¬·¯ ­ ®²®» ³ «±º «³´ ®±º °®±³¼­ ·¸¯«Ä «±¶ ¯·±» ·°³«¸®» ¶ µ°®±Ç Ãȯ «É ®¬®» «¬ ¯»¬ ·°»·¬À

ΝSaÏa¨

ª «¬­®¯ ®¬° ®± ¯¶ ³² ·¸ ®±½ ³®°® ²«¬ ¸· ­¶¸®°·° ®± ²«¬´ ®¶°®± ­®± ¯ ®¬ ®± ­ ® ¸ ®³ ²«³ ®±Å® ®»®±²¬ ¼­ ·°¸ «´¶µ¸®±Ä ·»®±» ®¬ ®¸ ®¶ ±¾

¿À È®¬ ®±·±» ·°º ·¬·


(2)

Ð ÐÑ

ÒÓ Ô ÕÖ× ÕØ ÒÙÖ×ÙÖ ØÚÛÜÝ ÝÙÞß àÙÖ á ÕÞ ÕâÙ Øãß ÝÙÖ ãâ Úä Õä ä Ùß Öä ÛÙãÙ Þ Ûß ÝÙá Üá ÙÖ ãÙ ÛÙØÙÞ Õâßåß äß áÙæÙ Ö×Ý ÙßÖÓ

çÓ èÜâßá ÜÝÜØ éêëì æÙÖ× Ûß× ÜÖÙáÙÖ ÛÙÝÙ ØãÕÖÕÝ ß Þß ÙÖ ßÖß ÛÙ ãÙ Þ ÛßãÙáÙßäÕÒÙ× Ùß Ù çÜÙÖ× ÜâÜÜÖ ÞÜáØÕÖ× ÙØÒÙÖ×áÙÖÒÙ àÙÖÙíÙâÝÙß ÖæÙÖ×äÕäÜÙßÓ

éÓ îÙâÙÖÜÖ ÞÜáãÕÖÕÝ ß Þß

Ù Ó Ô ÕÖ× ÕØ ÒÙÖ×ÙÖ ØÚÛÜÝ Ý Ù ÞßàÙÖ áÕÞ Õâ Ù ØãßÝ ÙÖ ãâÚäÕä äÙßÖä ÛÙ ãÙ Þ ÛßÝ ÙáÜá ÙÖ ãÙ ÛÙ ØÙÞ Õâß åßä ßáÙ æÙÖ× ÝÙßÖï äÕàß Ö××Ù ã ÕÖ ÕÝßÞß ä ÕÝÙÖí ÜÞÖæÙ ÛÙãÙ Þ ØÕÖ ÕâÙ ãá ÙÖÖæÙãÙ ÛÙØÙ Þ ÕâßæÙ Ö×Ý Ùß Ö Ó

ÒÓ èÜâßá ÜÝÜØ éêëì Ûß á ÕØ ÒÙÖ×áÙÖ ÛÙÖ ÒÕâÒÙä ßä ãÙ ÛÙ á ÕØÙ Ø ãÜÙÖ ä Ùß Ö Þßåß á äÕàß ÖÖ×ÙÛÙ ãÙ ÞÛß ×ÜÖÙá Ù ÖÜÖ ÞÜáØ ÕÖ× ÕØÒÙÖ×áÙÖ ÒÙàÙÖÙíÙ âÝ Ùß ÖæÙ Ö×ÛÙãÙ Þ ØÕÝ ÙÞß àáÙÖá ÕÞÕâ ÙØ ãßÝ ÙÖãâ Úä ÕääÙßÖäÓ


(3)

ð ð6

DAFTAR PUSTAKA

Abd Rauf, Rose Amnah et all. 2013. Inculcation of science Process Skills in a

Science Classroom. Asian Social Science Vol 9 no. 8.

BSNP. 2008.Teknik Penyusunan Modul. Jakarta: BSNP Dahar, R.W. 1985.Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga Depdiknas. 2003.Kurikulum 2004. Jakarta: Depdiknas.

________. 2004. Pedoman Pengembangan I nstrumen dan Penilaian Ranah

Psikomotor. Jakarta: Direktorat PLP, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas.

________. 2007. Materi Sosialisasi dan pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) SMP: Pengembangan bahan ajar. Jakarta:

Depdiknas.

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Dirjen Manajemen Dikdasmen, Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas.

Gunawan, Setya. 2005. Modul online : Kinematika Gerak Lurus. (diakses 6 Juni 2013)

Halliday, Resnick and Walker. 2001. Fundamental of Physics, 6th Edition. New Jersey: John Wiley & Son.

Hake, R.R. 1998. Interactive Engagement Versus Traditional Method: A Six-Thousand Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory

Phsyics Course. Am. J. Phus. 66: 64-74.

Haryono. 2006. Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses

Sains. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol 7 No. 1, 1-3

Ibrahim, Muslimin. 2001. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran menurut

Jerold E Kemp & Thiagarajan. Surabaya: FMIPA-UNESA.

Khabibah, S. 2006.Pengembangan Model Pembelajaran Matematika dengan Soal

Terbuka untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar.


(4)

ñ ñò

Kemble, E. C. 1966.Physical Science, its Structure and Development. Messachusetts : The M.I.T Press.

Kemendikbud. 2012.Pengembangan Kurikulum 2013.Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemendiknas. 2011. Panduan Pengembangan Pembelajaran FISIKA secara

Terpadu. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Kustijono, Rudy. 2011.Keterampilan Proses Sains.

(http://rudy-unesa.blogspot.com/2011/10/keterampilan-proses-sains.html). Diakses 20 Juni 2013

Lambat, Ettin. 2009. Understanding Science Process Skills. Sarawak: SPA JPN Sarawak

Mahmuddin. 2010.Pengantar Penilaian Keterampilan Proses Sains.

(http://mahmuddin.wordpress.com/2010/04/10/pengantar-penilaian-keterampilan-proses-sains/). Diakses 30 Juni 2013.

Mc Cormack, A.J. 1995.Trend and Issues in Science Curriculum. San Diego, California: San Diego State University.

Mc Cormack, AJ. & Yager, Robert E. 1989. A New Taxonomy of Science Education. Science Teacher vol 56,pp 47-48.

Muhfahroyin. 2009. Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Melalui Problem Based Learning pada Siswa Kelas X SMA Kartika Metro. Jurnal Pendidikan MIPA. Vol 10 No. 2 Juli 2009.

Nuryani. 1995. Pengembangan Keterampilan Proses dan Strategi Belajar Aktif

(Makalah Penyuluhan dan Pengabdian Kepada Masyarakat). Bandung: IKIP Bandung.

Nuryani & Rustaman, Adrian.1997. Pokok-pokok Pengajaran Biologi dan Kurikulum

1994.Jakarta: Depdikbud.

Ozer, Dilek Zeren et al. 2013. A Study on the Evaluation of Science Project of Primary School Students Based on Scientific Criteria. Asia Pasific Forum on Science Learning and teaching. Volume 14, Issue 2, article 6,p.1


(5)

ó ó8

Padilla, Michael. 1990. The Science Process Skills.Research Matters - to the Science Teacher No. 9004 March 1, 1990

(http://www.educ.sfu.ca/narstsite/publications/research/skill.htm) diakses 30 Juni 2013.

Padilla, Michael, et al. 1983. The relationship between science process skills and formal thinking abilities.Journal of Research in Science Teaching, 20(3), 239-246

Prabowo. 1998.Metodologi Penelitian. Surabaya: Upress Unesa Program Pascasarjana. 2011.Panduan Penulisan Tesis.Surakarta

Rahmi, Gina Hanifah. 2013. Penggunan Buku Ajar Materi Alat Optik untuk

Meningkatkan Keterampilan Proses sains Siswa SMA. Skripsi.

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Serway, Raymond A. dan Jewett Jr. 2009.Fisika-untuk Sains dan Teknik. Jakarta : Salemba Teknika.

Shaibu, Amos A.M., & Jonathan S. Mari. 2013. The Effect of Process-skill

Instruction on Secondary School Students’ Formal Reasoning Ability in

Nigeria.Science Education International, Vol. 14, No. 4, Desember 20013.

Sudjana. 1996.Metoda Statistika.Bandung : Tarsito Bandung

Sugiyono. 2008.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.Bandung: Alfabeta

Sukiman.2012.Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta: Pedagogia Suparman, Atwi. 1993.Desain Instruktional. Jakarta: Rineka Cipta

Thiagarajan & Semmel. 1974. Instructional develeopment for training teacher

of exeptional children. Bloomington Indiana: Indiana University.

Tomera, Audrey N. 1974. Transfer and retention of transfer of the science processes of observation and comparison in junior high school students.Science Education, 58, 195-203


(6)

ô ôõ

Trianto. 2007. Model pembelajaran terpadu, dalam teori dan praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka

Trianto. 2010.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana. ________. 2007.Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,

Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.

Trowbridge, L. $ Bybee, R. 1996. Teaching secondary school science. Englewood Cliffs, N.J.: Merill and Prenctice Hall.

Utomo, Pristiadi. 2008. Modul Gerak dan Gaya (online).

(http://pristiadiutomo.wordpress.com/2008/05/30/gerak-dan-gaya/) diakses 28 November 2013.

Utomo, Tjipto. 1991. Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Vembriarto. 1975.Pengantar Pengajaran Modul. Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Paramita.

Wagiran. 2006. Meningkatkan keaktifan mahasiswa dan reduksi miskonsepsi melalui pembelajaran konstruktivistik model kooperatif berbantuan

modul. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid 13 No.1, hal. 25-32.

Widyoko, Eko P. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran .Yogyakarta : Pustaka Pelajaran

Wijaya, Cece. 1992. Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: Remaja Rosda Karya

Yulianti, D. & Herlina, L. 2008. Pemanfaatan Media dalam Pembelajaran. Semarang: Universitas Negeri Semarang


Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25