PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SQUARE DAN TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN IPS.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Hipotesis ... 15

F. Metode Penelitian ... 16

G. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pembelajaran Kooperatif ... 18

B. Keterampilan Sosial ... 31

C. Tinjauan Umum tentang Mata Pelajaran IPS ... 38

D. Tinjauan Empirik tentang Pembelajaran Kooperatif ... 41

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 45

1. Lokasi Penelitian ... 45

2. Desain Penelitian ... 47

a. Populasi ... 50

b. Sampel... 50

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 52


(2)

C. Langkah-Langkah Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square

Pada Kelompok Eksperimen Pertama ... 55

D. Langkah-Langkah Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Pada Kelompok Eksperimen Kedua ... 57

E. Langkah-Langkah Penggunaan Metode Pembelajaran Ekspository Pada Kelompok Kontrol ... 60

F. Pengembangan Instrumen Penelitian dan Skala Pengukuran ... 61

a. Menguji Validitas Butir Soal ... 63

b. Reliabilitas ... 65

G. Uji Normalitas ... 66

1. Uji Normalitas Data Post Test Kelompok Eksperimen ... 67

a. Uji Normalitas Data Post Test Kelompok Think Pair Square ... 67

b. Uji Normalitas Data Post Test Kelompok Numbered Heads Together ... 68

2. Uji Normalitas Data Post Test Kelompok Kontrol ... 70

3. Uji Homogenitas Data Post Test Kelompok Eksperimen (Think Pair Square dan Numbered Heads Together) dan Kelompok Kontrol ... 72

H. Teknik Pengumpulan Data ... 73

I. Teknik Analisis Data ... 75

J. Prosedur dan Alur Penelitian ... 78

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Hasil Penelitian 1. Hasil Observasi Awal ... 79

2. Data Post Test ... 83

a. Data Post Test Kelompok (Eksperimen) Think Pair Square ... 83

b. Data Post Test Kelompok (Eksperimen) Numbered Heads Together ... 85

c. Data Post Test Kelompok Kontrol ... 87

d. Perbandingan Data Post Test pada Kelompok Eksperimen (Think Pair Square dan Numbered Heads Together) dan Kelompok Kontrol ... 89


(3)

1. Uji Hipotesis Kelompok Eksperimen Pertama dan Kelompok Eksperimen Kedua

... 91

2. Uji Hipotesis Kelompok Eskperimen Pertama dan Kelompok Kontrol 96 3. Uji Hipotesis Kelompok Eksperimen Kedua dengan Kelompok Kontrol ... 99

4. Hasil Observasi Proses ... 103

a. Hasil Observasi Think Pair Square ... 103

b. Hasil Observasi Numbered Heads Together ... 110

c. Hasil Observasi Ekspository ... 117

C. Pembahasan ... 123

D. Temuan Hasil Penelitian ... 133

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 137

B. Rekomendasi ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 140

LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP ... 173


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya pendidikan adalah membangun gagasan dan emosi secara terus-menerus. Perubahan kesadaran manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi mengerti dan dari mengerti menjadi paham, urutan perubahan itu pun dikenal dengan sebutan proses. Proses tersebut berlangsung tanpa henti memberikan karakter distingtif pada pendidikan. Proses tersebut juga membuat pembelajaran dalam pendidikan menjadi semacam proses yang menyenangkan dan terus mengalami perubahan, sebagaimana pemikiran dan perasaan yang juga terus dibangun dan dikembangkan secara berkelanjutan.

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang merangkul pengalaman belajar tanpa batas mengenai bagaimana gagasan dan emosi berinteraksi dengan suasana kelas dan bagaimana keduanya dapat berubah sesuai suasana yang turut berubah (Joyce, Weil dan Calhoun, 2009: 6-7).

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi dari konsep-konsep dan keterampilan disiplin ilmu sejarah, geografi, sosiologi, antripologi dan ekonomi yang diorganisasikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pembelajaran. National


(5)

Council for the Social Studies (NCSS) tahun 1992 menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial adalah:

Social studies is the integrated study of the social science and humanities to promote civic competence. Within the school prgram social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics and natural science. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent word (Stahl dan Hartoonian, 2003: 3 dalam Maryani dan Sjamsuddin, 2008: 14)

National Council for the Social Studies memberi gambaran standar kurikulum pembelajaran IPS yang powerfull/tangguh saat guru berpegang pada 5 prinsip pembelajaran yaitu: bermakna (meaningful), terpadu (integrative), menantang (challenging), aktif (active) dan berbasis nilai (value based) (Sunal dan Hans, 2005:5).

Menurut Wiriaatmadja (2002: 307-308) proses belajar mengajar ilmu-ilmu sosial akan tangguh apabila melakukan banyak kegiatan aktif seperti:

1. Belajar mengajar aktif harus dengan berfikir reflektif dan pengambilan keputusan selama kegiatan berlangsung, karena proses pembelajaran berlangsung dengan cepat dan peristiwa dapat berkembang tiba-tiba. 2. Melalui proses belajar aktif, peserta didik lebih mudah mengembangkan

dan memahami pengetahuan baru mereka.

3. Proses belajar aktif membangun kebermaknaan pembelajaran yang diperlukan agar peserta didik dapat mengembangkan pemahaman sosialnya.

4. Peran guru secara bertahap bergeser dari berbagai sumber pengetahuan atau model kepada peranan yang tidak menonjol untuk mendorong peserta didik agar mendiri dan disiplin.


(6)

5. Proses belajar mengajar ilmu-ilmu sosial yang tangguh menekankan proses pembelajaran dengan kegiatan aktif di lapangan untuk mempelajari kehidupan nyata dengan menerapkan bahan untuk keterampilan yang ada di lapangan.

Berkaitan dengan konsep IPS sebagai perpaduan pengetahuan dan ilmu-ilmu sosial, maka tujuan kurikulum IPS menurut Sumaatmadja (1984: 48) harus mampu mencapai hal-hal berikut:

1. Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan di masyarakat.

2. Membekali peserta didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat.

3. Membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian.

4. Membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupannya yang tidak terpisahkan.

5. Membekali peserta didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, perkembangan masyarakat, perkembangan ilmu dan teknologi.

Menurut Dufty (1970) dalam Maryani (2008: 16) mengartikan IPS sebagai

“the process of learning to live with other people”. Uraian tersebut menampakan bahwa IPS bertujuan untuk melatih peserta didik agar berfikir sistematis, kritis, bersikap dan bertindak sehingga adaptable terhadap kehidupan masyarakat. Semua yang menjadi tujuan dari IPS salah satu pencapaiannya melalui pembelajaran.


(7)

Pendidikan berkualitas memerlukan suatu pembelajaran yang berkualitas pula. Pada proses pembelajaran, pengetahuan yang diperoleh peserta didik seharusnya tidak melalui pemberian informasi saja melainkan melalui proses pemahaman tentang bagaimana pengetahuan itu diperoleh, bagaimana proses daya alih untuk menggali, mendapatkan pengetahuan dan informasi yang diinginkan.

Utami Munandar (1990) dalam Al Muchtar (2006: 61), memberikan penilaian terhadap perolehan pendidikan dewasa ini, seperti dilansir pada harian Kompas (23/12/1999), bahwa kelemahan utama pendidikan adalah terlalu besarnya penekanan terhadap aspek kognitif. Hal ini pun terjadi pada mata pelajaran IPS.

Pengembangan mata pelajaran IPS saat ini lebih banyak memuat aspek kognitif pada tingkat rendah dan terpusat pada hapalan. Akibatnya mata pelajaran IPS lebih memberikan kesan kepada peserta didik sebagai pelajaran hapalan. Kondisi ini menguat, terutama pada kelas VI SD dan kelas III SMP disebabkan orientasi pada pencapaian target UAN/UN.

Maman Abdurachman (1990) dalam Al Muchtar (2006: 59) dalam penelitiannya menambahkan rangkaian permasalahan IPS yaitu, bahwa seharusnya proses belajar mengajar lebih mengutamakan kemampuan berpikir, namun pada kenyataannya profil belajar peserta didik lebih banyak dalam prilaku belajar menyimak informasi dengan kegiatan guru yang dominan, sehingga dirasakan hanya mengembangkan berpikir tingkat rendah. Guru lebih banyak memberikan pengetahuan dari pada proses berpikir.


(8)

Paradigma lama yang terjadi dalam proses pembelajaran peserta didik adalah penerima pengetahuan yang pasif, dan guru memiliki pengetahuan yang nantinya akan dihafal oleh peserta didik seperti halnya istilah “mengisi botol kosong dengan pengetahuan”. Hal ini sejalan dengan penelitian Al Muchtar (2006: 59) yang menyatakan bahwa profil peserta didik lebih banyak dalam prilaku belajar menyimak informasi dengan kegiatan guru yang dominan dan guru yang banyak mengambil posisi di depan kelas yang cenderung “menggurui” dari pada mengajar peserta didik untuk belajar memikirkan bahan pelajaran.

Sumaatmadja (1990: 64), menilai bahwa dewasa ini muncul adanya perlakuan diskriminatif terhadap pendidikan IPS sehingga mengakibatkan merosotnya citra pendidikan IPS. Salah satu temuan Al-Muchtar (2004) menyatakan “adanya suatu sekolah di Kota Bandung yang tidak menyediakan jurusan IPS pada jenjang SMA di kelas 2 dan 3” Al Muchtar (2006: 64).

Permasalahan yang lain pula muncul sebagai bentuk kelemahan dari proses pembelajaran IPS. Kebiasaan guru IPS lebih banyak menggunakan pendekatan “Ekspository” dari pada “inquiry”. Guru lebih banyak menerapkan metode ceramah dan jarang untuk menerapkan metode-metode lain selain ceramah. Hal ini pula diperkuat dengan hasil penelitian Maryani dan Sjamsuddin (2008: 88), bahwa 67.7% peserta didik SMP di Jawa Barat, tidak menginginkan penggunaan metode ceramah dalam kegiatan pembelajaran.


(9)

Kebanyakan guru mengajar dengan metode ceramah dan mengharapkan peserta didik duduk, diam, (men)dengar(kan), (men)catat dan (meng)hafal serta mengadu peserta didik satu sama lain (Lie, 2008: 3). Ada pula beberapa guru yang menyatakan bahwa mereka telah melaksanakan metode belajar dengan berkelompok (Lie, 2008: 7) namun strategi guru yang sering digunakan untuk mengaktifkan peserta didik dengan seluruh peserta didik lain di kelas ternyata tidak juga terlalu efektif, walaupun guru sudah berusaha dan mendorong peserta didik untuk berpartisipasi. Kenyataan yang terjadi adalah kebanyakan peserta didik terpaku menjadi penonton, sementara arena kelas dikuasai hanya segelintir peserta didik saja. Kaitannya dengan ketidakefektifan strategi yang digunakan dalam mengaktifkan peserta didik, Karp dan Yoel (1988) dalam Lie (2008: 6) mencatat hasil pengamatan pada tingkat perguruan tinggi dan menemukan bahwa kelas dengan mahasiswa yang berjumlah kurang dari 40 orang, hanya empat sampai lima orang saja yang menggunakan 75% dari waktu interaksi yang disediakan. Hasil pengamatan tersebut memperlihatkan pula, bahwa dalam kelas yang berisi lebih dari 40 orang, hanya dua orang sampai tiga orang saja yang mendominasi separuh dari interaksi kelas.

Perkembangan metode-metode pembelajaran saat ini dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Metode pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang dapat mempengaruhi proses dan kualitas pembelajaran. Menurut Sanjaya (2006: 59), beberapa komponen utama dalam pembelajaran adalah tujuan, isi/materi, metode, alat atau media dan penilaian atau evaluasi. Komponen-komponen


(10)

tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Terlebih lagi, dalam beberapa sekolah, umumnya proses pembelajaran diatur oleh masing-masing guru. Interaksi guru dan peserta didik hanya terbatas pada model pembacaan atau hafalan, guru akan menanyakan apa saja yang telah dipelajari, meminta salah seorang peserta didik untuk menjawab pertanyaan tersebut, kemudian membenarkan atau memperbaiki respon peserta didik (Sirotnik, 1983 dalam Joyce, Weil dan Calhoun, 2009: 296). Pola-pola evaluasi yang demikian menjadikan kelas sebagai ruang kompetensi antarsatu peserta didik dengan peserta didik lainnya. Tentu saja menurut beberapa penggagas teori pembelajaran kooperatif berpandangan bahwa pola-pola pendidikan individualistik, digabungkan dengan hafalan yang dikuasai seorang guru, sebenarnya merupakan hal yang kontra produkrif baik dalam tataran individu maupun sosial. Hal ini disebabkan bahwa metode yang demikian hanya menekan angka pembelajaran, menciptakan sebuah interaksi yang tidak alamiah, bahkan menjelma menjadi sebuah suasana yang antisosial. Simbol kegagalan dalam upaya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya dan melatih kemampuan untuk bekerjasama. Secara fitrah, bagaimanapun, manusia pada dasarnya suka bekerjasama, berdebat, berdiskusi, dan selalu berupaya menyaingi kompetensi yang dimiliki lawan debat atau diskusinya (Jhonson, 1990; Sharan, 1990; Thelen, 1960 dalam Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 296).


(11)

Metode ceramah seperti yang tersebut diatas, sudah selayaknya dikembangkan pada pemikiran peserta didik dan lingkungan pendidikan menuju istilah kontruktivisme. Inti dari pembelajaran konstruktivisme ini adalah pembelajaran diarahkan dengan bagaimana melatih peserta didik mengembangkan kapasitas peserta didik dalam meningkatkan pengetahuan dan bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan hubungan sosial dan intelektual yang produktif- meningkatkan pengetahuan dalam ranah akademik, sosial, dan personal secara bersamaan. Guru tidak mendominasi kelas dan pembelajaran lebih berpusat pada peserta didik dengan menjadikan peserta didik sebagai pemikir yang membentuk pengetahuan sendiri dan peserta didik dalam proses pembelajaranan, menyimpan informasi, mengolah, dan mengubah konsepsi-konsepsi yang sudah ada sebelumnya. Pembelajaran bukan hanya sekedar proses menyerap informasi, gagasan, dan keterampilan, karena materi-materi baru tersebut akan dikonstruksi oleh otak. Sehingga pengetahuan tidak sekedar ditransmisikan oleh guru, tetapi mau tidak mau harus dibangun dan dimunculkan sendiri oleh peserta didik agar mereka dapat merespon informasi dalam lingkungan pendidikan.

Bagi sebagian guru, konsep tentang berbagai metode pembelajaran merupakan jalan besar untuk menjadi seorang guru yang profesional. Dalam satu kesimpulan yang muncul dalam penelitian Bruce (1970-1980) dalam Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 30) bahwa ada begitu banyak model pembelajaran, sebagian ada yang hanya bisa diterapkan untuk satu atau dua tujuan, sebagian lagi ada yang bisa


(12)

diterapkan untuk tujuan yang lebih besar, dan sebagian yang lain ada yang benar-benar sesuai untuk tujuan-tujuan tertentu.

Metode pembelajaran merupakan cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya pembelajaran. Metode pembelajaran sangat diharapkan dapat membangun interaksi antara guru dengan para peserta didik dan mempertajam lingkungan/ suasana saat proses pembelajaran, sehingga beberapa praktek dalam penerapan metode pembelajaran menjadi sasaran kajian formal, diteliti dan dimanipulasi/ dipoles sehingga menjadi metode yang dapat digunakan dalam mengembangkan keterampilan-keterampilan profesional untuk tugas-tugas pembelajaran.

Salah satu metode pembelajaran yang dikembangkan oleh para pakar penelitian pendidikan dalam upaya meningkatkan keaktifan dan keterampilan sosial peserta didik adalah metode pembelajaran kooperatif yang dikenal dengan

cooperative learning.

Sebenarnya pembelajaran kooperatif telah memiliki sejarah yang panjang. Sejak zaman dahulu kala, para guru telah membolehkan atau mendorong peserta didik untuk bekerja sama dalam tugas-tugas kelompok tertentu, dalam diskusi atau debat kelompok, atau bentuk-bentuk kerja kelompok, atau kegiatan pelajaran tambahan berkelompok lainnya. Metode ini biasanya bersifat informal, tidak berstruktur, dan hanya digunakan pada saat-saat tertentu saja. Bahkan pada saat inipun, pada kegiatan pembelajaran di sekolah, tetap ada penerapan belajar


(13)

kelompok, seperti halnya pengerjaan soal-soal latihan yang dikerjakan peserta didik secara berkelompok, namun, tetap saja diterapkan dengan teknik-teknik yang lama. Metode pembelajaran kooperatif mestinya tidak sama dengan sekedar belajar secara berkelompok. Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif berbeda dengan kerja kelompok biasa. Pelaksanaan prosedur metode pembelajaran kooperatif dengan benar memungkinkan guru mendapat cara yang baik untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam metode pembelajaran lain, seperti halnya diskusi, sehingga tujuan pembelajaran kooperatif akan tercapai.

Suasana kelas direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga peserta didik mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Maksud dari interaksi ini adalah, peserta didik membentuk komunitas yang memungkinkan mereka mencintai proses pembelajaran pengembangan keterampilan sosial yang saat ini cenderung terlepas karena terlampau tetap bermuara kepada pencapaian hasil belajar saja. Peserta didik di kelas tidak dibangun untuk memberikan kesempatan berinteraksi satu dengan yang lain. Proses pembelajaran dikembangkan dari metode konvensional saja melalui Ekspository. Proses pembelajaran di kelas belum mengembangkan keterampilan sosial peserta didik. Penciptaan suasana belajar yang mengembangkan keterampilan sosial sangat diperlukan sehingga dapat mengembangkan keterampilan sosial dan dapat melakukan hubungan positif dengan yang lainnya.


(14)

Berdasarkan hasil penelitian Sumartini (2006) pembelajaran kooperatif dapat menjadikan peserta didik lebih aktif, lebih demokrastis, dan dapat mengembangkan pengetahuannya yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik sehingga peserta didik terlibat partisipasi aktif, kritis dan kreatif dalam mengikuti proses pembelajaran.

Berangkat dari permasalahan di atas dan sedikit paparan mengenai pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square, tipe Numbered Heads Together dan metode pembelajaran Ekspository maka penulis tertarik untuk meneliti perbandingan pembelajaran kooperatif antara tipe Think Pair Square dan tipe Numbered Heads Together, perbandingan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan metode pembelajaran Ekspository dan yang terakhir perbandingan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dan metode pembelajaran Ekspository dalam pengaruhnyaterhadap keterampilan sosial peserta didik pada mata pelajaran IPS. B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan tipe Numbered Heads Together terhadap kemampuan keterampilan sosial peserta didik pada mata pelajaran IPS?”. Permasalahan tersebut dijabarkan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan rata-rata skor keterampilan sosial antara kelompok eksperimen pertama yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think


(15)

Pair Square dan kelompok eksperimen kedua yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together?

2. Apakah terdapat perbedaan rata-rata skor keterampilan sosial antara kelompok eksperimen pertama yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan kelompok kontrol yang menerapkan metode pembelajaran

Ekspository?

3. Apakah terdapat perbedaan rata-rata skor keterampilan sosial antara kelompok eksperimen kedua yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dan kelompok kontrol yang menerapkan metode pembelajaran Ekspository?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi keterampilan sosial peserta didik pada kelompok eksperimen pertama yang menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Square.

2. Mengidentifikasi keterampilan sosial peserta didik pada kelompok eksperimen kedua yang menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together.

3. Mengidentifikasi keterampilan sosial peserta didik pada kelompok kontrol yang menerapkan metode pembelajaran Ekspository.


(16)

4. Mengkaji tentang perbandingan/perbedaan rata-rata skor keterampilan sosial peserta didik, baik dari skor post test maupun nilai hasil observasi antara kelompok ekperimen pertama yang menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan kelompok eksperimen kedua yang menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together.

5. Mengkaji tentang perbandingan/perbedaan rata-rata skor keterampilan sosial peserta didik, baik dari skor post test maupun nilai hasil observasi antara kelompok eksperimen kedua yang menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan kelompok kontrol yang menerapkan metode pembelajaran Ekspository.

6. Mengkaji tentang perbandingan/perbedaan rata-rata skor keterampilan sosial peserta didik, baik dari skor post test maupun nilai hasil observasi antara kelompok eksperimen kedua yang menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dan kelompok kontrol yang menerapkan metode pembelajaran Ekspository.

D. Manfaat Penelitain

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah:

1. Sebagai bahan informasi bagi guru tentang penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan Numbered Heads Together sehingga dapat dijadikan salah satu alternatif metode pembelajaran.


(17)

2. Sebagai informasi hasil perbandingan rata-rata skor keterampilan sosial peserta didik, baik dari skor post test maupun nilai hasil observasi antara kelompok ekperimen pertama yang menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan kelompok eksperimen kedua yang menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together.

3. Sebagai informasi hasil perbandingan rata-rata skor keterampilan sosial peserta didik, baik dari skor post test maupun nilai hasil observasi antara kelompok eksperimen kedua yang menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan kelompok kontrol yang menerapkan metode pembelajaran Ekspository.

4. Mengkaji tentang perbandingan/perbedaan rata-rata skor keterampilan sosial peserta didik, baik dari skor post test maupun dari hasil observasi antara kelompok eksperimen kedua yang menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dan kelompok kontrol yang menerapkan metode pembelajaran Ekspository.

5. Memberikan pengalaman baru bagi peserta didik dengan pembelajaran kooperatif dan diharapkan dapat memberikan kemampuan keterampilan sosial yang signifikan.


(18)

E. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. - Hipotesis nol (H0):

Tidak terdapat perbedaan rata-rata skor (post test) keterampilan sosial antara kelompok eksperimen pertama yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan kelompok eksperimen kedua yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together.

-Hipotesis alternatif (H1)

Terdapat perbedaan rata-rata skor (post test) keterampilan sosial antara kelompok eksperimen pertama yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan kelompok eksperimen kedua yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together.

2. - Hipotesis nol (H0)

Tidak terdapat perbedaan rata-rata skor (post test) keterampilan sosial antara kelompok eksperimen pertama yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan kelompok kontrol yang menerapkan metode pembelajaran Ekspository.

-Hipotesis alternatif (H1)

Terdapat perbedaan rata-rata skor (post test) keterampilan sosial antara kelompok eksperimen pertama yang menerapkan pembelajaran kooperatif


(19)

tipe Think Pair Square dan kelompok kontrol yang menerapkan metode pembelajaran Ekspository

3. - Hipotesis nol (H0)

Tidak terdapat perbedaan rata-rata skor (post test) keterampilan sosial antara kelompok eksperimen kedua yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together dan kelompok kontrol yang menerapkan metode pembelajaran Ekspository.

- Hipotesis alternatif (H1)

Terdapat perbedaan rata-rata skor (post test) keterampilan sosial antara kelompok eksperimen kedua yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together dan kelompok kontrol yang menerapkan metode pembelajaran Ekspository.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan tipe Numbered Heads Together terhadap keterampilan sosial pada mata pelajaran IPS.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan quasi eksperimen dengan

Alternative Treatment Post test-Only with Nonequivalent Groups Design.


(20)

pedoman observasi. Analisis terhadap data dilakukan dengan bantuan SPSS versi 17.

G. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian di Sekolah Menengah Pertama Negeri 52 Bandung. Alamat dari SMP Negeri 52 Bandung di Jalan Bukit Raya Ciumbuleuit Kecamatan Cidadap Bandung.

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh peserta didik Kelas VIII tahun ajaran 2009/2010 yang berjumlah 491 peserta didik yang mencakup dalam 13 kelas paralel, yaitu kelas VIII A sampai dengan kelas VIII M. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII I dan VIII G sebagai kelompok eksperimen pertama dan kedua dan kelas VIII J sebagai kelompok kontrol.


(21)

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai petunjuk yang menjelaskan tentang cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan penelitian agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau dengan kata lain metode penelitian pada tesis ini merupakan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan penelitian guna mencapai tujuan yang ditentukan. Penelitian yang di gunakan yaitu metode penelitian quasi eksperimen.

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 52 Bandung. Alamat dari SMP Negeri 52 Bandung di Jalan Bukit Raya Ciumbuleuit Kecamatan Cidadap. Subjek eksperimen dari penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 52 Bandung pada tahun ajaran 2009-2010. Jumlah keseluruhan peserta didik kelas VIII 491 orang yang mencakup 13 kelas paralel yang terdiri dari kelas VIII A sampai dengan kelas VIII M.

Adapun alasan pengambilan populasi di SMP Negeri 52 Bandung, adalah rendahnya rata-rata kemampuan keterampilan sosial peserta didik di sekolah tersebut. Hasil observasi awal (2009) mengenai rata-rata keterampilan sosial peserta didik di


(23)

SMP Negeri 52 Bandung menunjukkan rendahnya keterampilan sosial peserta didik yang ditunjukkan oleh nilai keterampilan sosial peserta didik pada setiap kelas berada di nilai 1 (tidak baik) pada subindikator bergiliran, menghormati, membantu, mengontrol emosi, menyampaikan pendapat dan menerima pendapat. Berada di nilai 2 (cukup baik) hanya pada subindikator mengikuti petunjuk/ aturan.

Kehidupan kota Bandung yang sangat gemerlap, menambah alasan rendahnya kemampuan keterampilan sosial di SMP Negeri 52 Bandung. Kota Bandung yang identik dengan ciri-ciri kota, seperti memandang masyarakat sebagai arena dimana masing-masing individu dan kelompok orang bertarung untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginannya (Supardan, 2007: 116) sehingga menjadikan setiap individu hanya mementingkan keinginan pribadinya saja. Hal ini pula diperkuat dengan pernyataan Maryani (2002: 30), bahwa kehidupan kota, seperti halnya Kota Bandung, pada masyarakatnya sebagian tidak lagi saling mengenal, saling bekerja sama, dan bahkan hubungan primer (face to face) semakin memudar yang disebut dengan hubungan sekunder yaitu hubungan sosial berdasarkan pada kepentingan dan memperhitungkan untung rugi, solidaritas antar masyarakat semakin berkurang.

Alasan pengambilan populasi di SMP Negeri 52 Bandung selanjutnya adalah penerapan metode pembelajaran yang masih konvensional, sehingga pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan Numbered Heads Together masih jarang diterapkan, ditambah pula dengan belum adanya penelitian mengenai pengaruh kedua pembelajaran kooperatif (tipe Think Pair Square dan tipe Numbered Heads Together) terhadap kemampuan keterampilan sosial peserta didik.


(24)

2. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan tipe Numbered Heads Together terhadap keterampilan sosial peserta didik pada pelajaran IPS. Desain quasi eksperimen dalam penelitian ini yaitu Alternative Treatment Post test-Only with Nonequivalent Groups Design.

Tabel 3. 1

Desain Quasi Eksperimen

Alternative Treatment Post test-Only with Nonequivalent Groups Design.

Group Treatment Post test

A X1 O

B X2 O

C O

Keterangan:

A : Kelas eksperimen pertama, dengan Think Pair Square (VIII-I) B : Kelas eksperimen kedua, dengan Numbered Heads Together (VIII-G) C : Kelas Kontrol, penerapan metode pembelajaran ekspository (VIII-J) O : Post-test

X1 : Perlakuan dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square

X2 : Perlakuan terhadap kelompok eksperimen dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together


(25)

Desain ini digunakankhusus untuk penelitian yang ingin membandingkan dua atau lebih perlakuan tetapi tidak memberikan pre test. Penelitian ini hanya akan membandingkan dua perlakuan sehingga hanya mengukur nilai post test sebagai nilai akhir setelah perlakuan pada setiap kelompok (Mc Millan, JH and Sally, 1989: 315).

Alasan digunakannya desain ini dikarenakan adanya observasi awal yang menghasilkan data-data yang hampir sama dari setiap kelompok. Dengan kata lain hasil observasi awal tidak menunjukkan perbedaan yang sangat berarti. Alasan ini juga menjadi alasan yang terkuat untuk melakukan hanya post test saja sesuai yang diungkap Mc Millan and Sally (1989: 315) bahwa hampir tidak adanya perbedaan kondisi awal (usia, pengalaman pembelajaran, nilai rata-rata, atau komposisi kelas yang lain) dari masing-masing kelompok yang menjadi alasan terkuat kuat to would be the post test only nonequivalent groups (Mc Millan and Sally, 1989: 315).

Penelitian dilaksanakan dalam 5 kali pertemuan dengan mengambil waktu pada semester genap tahun ajaran 2009-2010. Setiap pertemuan menggunakan waktu 2 X 45 menit, dengan perincian satu kali pertemuan untuk post test, sedangkan empat kali pertemuan digunakan untuk kegiatan pembelajaran.

Penelitian eksperimen ini melibatkan dua kelompok ekperimen, dan satu kelompok kontrol. Ketiga kelompok tersebut sama-sama diberi post-test, namun diberi perlakuan yang berbeda. Kelompok eksperimen pertama diberi perlakuan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square, kelompok eksperimen kedua diberi


(26)

perlakuan pembelajaraan kooperatif tipe Numbered Heads Together dan satu kelompok kontrol dengan penggunaan metode pembelajaran ekspository (perlakuan konvensional).

Tabel 3.2

Keseimbangan Kelompok Penelitian

Nama Kelompok

Jumlah Peserta didik

Jenis Kelamin Rata-rata

nilai keterampilan

sosial

Laki-laki

Perem puan

Kelompok Eksperimen

Numbered Heads Together 35 18 17 1 (tidak baik)

Kelompok Eksperimen

Think Pair Square 35 19 16 1 (tidak baik)

Kelompok Kontrol

Ekpository 35 18 17 1 (tidak baik)

Sumber: Data SMPN 52 Bandung, 2010

Pada tabel 3. 2, setiap kelompok berada setimbang dengan kelompok lain, baik jumlah peserta, jenis kelamin dan rat-rata nilai keterampilan sosial yang menjadi alasan digunakan desain penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan dalam 5 pertemuan, 1 kali pertemuan untuk post-test, dan 4 kali pertemuan digunakan untuk kegiatan pembelajaran.


(27)

a. Populasi

Menurut Gay (1976) dalam (Sevilla, et al, 1993: 160), “mendefinisikan populasi sebagai kelompok tempat peneliti akan menggeneralisasikan hasil penelitiannya”.

Sugiyono (2009: 117) menyatakan populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 52 Bandung semester genap tahun ajaran 2009-2010 jumlah dari populasi ini adalah 491 orang yang terdiri dari 13 kelas.

b. Sampel

Menurut Sumaatmadja (1988: 122), “sampel adalah sebagian dari populasi (contoh, cuplika) yang mewakili populasi yang bersangkutan, sedangkan menurut Ferguson dalam (Sevilla, et al, 1993: 160), “sampel beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi atau porsi dari suatu populasi”.

Menurut Ali (1996: 54), sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti yang dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu.

Kriteria sampel diambil dari keseluruhan sifat-sifat atau generalisasi dari populasi, dan besarnya sampel belum ada ketentuan yang jelas tentang batas minimal


(28)

besarnya sampel yang dapat diambil dan dapat mewakili suatu populasi yang akan diteliti. Berdasarkan kesepakatan para ahli sebagaimana yang dikemukakan Nasution (1996: 101) dalam Tika (1997: 32), dikatakan bahwa sampel terkecil dan dapat mewakili distribusi normal adalah 30.

Teknik penarikan sampel pada penelitian ini yaitu probabilita yang diartikan sebagai suatu teknik penarikan sampel yang mendasarkan diri bahwa setiap anggota populasi memilki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Jenis dari teknik penarikan sampel probabilita dalam penelitian ini yaitu Teknik Acak Berkelompok (Cluster Random Sampling). Dengan cara yang hampir sama pada teknik penarikan sampel acak sederhana yaitu melalui pengundian kelas dari kelas VIII A sampai dengan kelas VIII M.

Setelah pengundian kelas melalui acak sederhana berdasarkan urutan kelas, dengan terlebih dahulu menentukan strata kelas dan selanjutnya menentukan kelas VIII saja, diperoleh sampel penelitian yaitu kelas VIII I sebagai kelompok eksperimen pertama, kelas VIII G sebagai kelompok eksperimen kedua, dan kelas VIII J sebagai kelompok kontrol. Ketiga kelas berjumlah masing-masing 35 peserta didik.


(29)

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel

Singarimbun (1989: 48) mengemukakan bahwa variabel adalah konsep yang diberi lebih dari satu nilai. Menurut Soewarno (1987: 51-52) “variabel adalah karakteristik yang dapat diamati dari sesuatu (objek) dan mampu memberikan bermacam-macam nilai atau beberapa kategori, atau dengan kata lain, variabel adalah (a) merupakan ciri-ciri suatu objek; (b) dapat diamati; (c) berbeda dari satu observasi ke observasi lainnya”.

Penelitian ini terdapat dua variabel, yang pertama variabel bebas (independent variable), yaitu variabel yang menunjukan adanya gejala atau peristiwa sehingga diketahui pengaruhnya terhadap variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together yang selanjutnya diberi symbol (X).

Variabel kedua dalam penelitian ini yaitu variabel terikat (dependent variable), hasil yang terjadi karena variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah keterampilan sosial peserta didik, yang selanjutnya diberi symbol (Y).

Hubungan antar variabel (variabel bebas dan variabel terikat) dalam penelitian ini dibatasi pada pengaruh penggunaan pembelajaran koopertaif tipe Numbered Heads Together dan tipe Think Pair Square (X) dengan kemampuan keterampilan sosial peserta didik (Y).


(30)

2. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang perlu dijelaskan definisi operasionalnya (makna istilah-istilah tersebut dalam konteks penelitian ini). Beberapa istilah yang dimaksud antara lain:

a. Metode pembelajaran kooperatif adalah suatu pola untuk merancang pembelajaran di dalam kelas dengan cara mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok kecil secara bervariasi untuk belajar secara bersama-sama dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama dan saling membantu dalam memahami suatu pembelajaran. Ada beberapa macam tipe metode pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah tipe Think Pair Square

dan tipe Numbered Heads Together

1) Tipe Think Pair Square merupakan salah satu teknik dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif dimana guru membagi peserta didik kedalam kelompok yang terdiri dari 4 orang dengan pengelompokkan bervariasi. Kemudian guru memberikan LKS kepada masing-masing peserta didik, dalam pengerjannya, mula-mula peserta didik diminta bekerja sendiri-sendiri lalu berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya (berdua) dan selanjutnya dengan kelompok berempat. Selanjutnya Guru memanggil salah satu kelompok atau perwakilannya untuk ke depan kelas dan memberikan kesimpulan jawaban yang telah disepakati kelompoknya dan ditanggapi oleh seluruh peserta didik sampai ditemukan suatu kesimpulan.


(31)

2) Tipe Numbered Heads Together merupakan salah satu teknik dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif. Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

Peserta didik dibagi menjadi kelompok (5-7). Setiap anggota kelompok diberi nomor 1-7 sebagai identitas dirinya. Kemudian guru memberikan tugas kelompok dan masing-masing kelompok mengerjakannya. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian peserta didik yang nomornya sama melaporkan hasil kerjasama kelompoknya untuk seluruh kelas.

b. Metode pembelajaran ekspository adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik, lebih dikenal dengan istilah pembelajaran langsung (materi disampaikan secara langsung oleh guru.

c. Keterampilan Sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat bersamaan dapat menguntungkan individu, atau bersifat saling menguntungkan atau menguntungkan orang lain. Keterampilan sosial yang akan di ukur dalam penelitian ini adalah tiga indikator Living and working together; Learning self-control and self-direction; Sharing ideas and


(32)

Menghargai pendapat orang lain, bergiliran, mengikuti petunjuk/aturan, mengontrol emosi, menyampaikan pendapat dan menerima pendapat melalui

post test (dalam/untuk uji hipoetesis) dan melalui observasi dalam empat kali perlakuan.

d. Kelompok eksperimen adalah suatu kelompok yang dikenakan perlakuan berupa metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square sebagai kelompok eksperimen pertama dan metode pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together selaku kelompok eksperimen kedua. Peneliti mengambil kelas VIII I sebagai kelompok eksperimen pertama (Think Pair Square) dan kelas VIII G sebagai kelompok eksperimen kedua (Numbered Heads Together).

e. Kelompok kontrol adalah suatu kelompok yang diberikan perlakuan berupa metode pembelajaran ekspository. Peneliti mengambil kelas VIII J sebagai kelas kontrol.

C. Langkah-Langkah Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe

Think Pair Square pada Kelompok Eksperimen Pertama

Sebelum penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square

pada kelompok eksperimen pertama, dibawah ini adalah langkah-langkah penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square (Lie, 2001: 57):


(33)

1. Guru membagi peserta didik ke dalam kelompok, dengan satu kelompok terdiri dari 4 orang dengan pengelompokan bervariasi berdasarkan kemampuan keterampilan sosial dan jenis kelamin.

2. Presentasi kelas yang dilakukan oleh guru, yaitu dengan cara pengajaran langsung. Presentasi kelas ini berbeda dengan presentasi kelas biasa, yang disampaikan hanya menyangkut pokok-pokok meteri dan penjelasannya tentang teknik pembelajaran yang akan digunakan.

3. Guru memberikan LKS pada masing-masing peserta didik.

4. Dalam pengerjaannya, mula-mula peserta didik diminta bekerja sendiri lalu berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya dan selanjutnya dengan kelompok berempat. Selanjutnya masuk ke tahapan di bawah ini:

5. Tahap 1 : Thingking. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan (LKS) yang berhubungan dengan pelajaran, peserta didik diminta untuk memikirkan pertanyaan (LKS) tersebut secara mandiri beberapa saat.

6. Tahap 2 : Pairing (Berpasangan). Guru meminta peserta didik berpasangan dengan peserta didik lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Pesertra didik berinteraksi, bekerjasama untuk menjawab LKS dengan berbagi jawaban setelah melalui proses pengidentifikasian pengisian LKS/ berdiskusi untuk meyakinkan jawaban. 7. Tahap 3 : Sharing (Berbagi). Pada tahap akhir ini, peserta didik


(34)

(Kelompok yang berempat) untuk berbagi (kembali) dengan kelompok berempatnya dan berbagi jawaban serta berdiskusi untuk saling meyakinkan dan mencari jawaban terbaik.

8. Evaluasi: Guru memanggil salah satu kelompok atau perwakilannya untuk kedepan kelas dan memberikan kesimpulan jawaban yang telah disepakati kelompoknya dan ditanggapi oleh seluruh peserta didik yang lain sampai ditemukan suatu kesimpulan.

D. Langkah-Langkah Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe

Numbered Heads Together pada Kelompok Eksperimen Kedua

Langkah-langkah penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together menurut Lie (Lie, 2002: 59) adalah:

1. Presentasi kelas yang dilakukan oleh guru, yaitu dengan cara pengajaran langsung. Presentasi kelas ini berbeda dengan presentasi kelas biasa, karena presentasi kelas metode pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together yang disampaikan hanya menyangkut pokok-pokok meteri dan penjelasannya tentang teknik pembelajaran yang akan digunakan.

2. Pembagian kelompok (kelompok belajar). Sebuah kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together adalah kelompok belajar yang terdiri dari 5-7 peserta didik dengan kemampuan akademik dan kemampuan keterampilan sosial yang berbeda. Anggota kelompok mewakili


(35)

strata yang ada, dalam hal ini kemampuan akademik, kemampuan sosial dan jenis kelamin. Penyusunan anggota kelompok ditentukan atas dasar susunan peringkat peserta didik dan jumlah skor kemampuan sosial peserta didik yang telah dibuat pada observasi awal. Diusahakan agar setiap kelompok beranggotakan peserta didik yang mempunyai akademik dan kemampuan sosial tinggi, sedang dan rendah. Dengan demikian, di antara kelompok yang lain mempunyai rata-rata kelompok yang seimbang.

3. Tahap kerja dan belajar kelompok

Kegiatan utama pada tahap ini adalah peserta didik mempelajari materi yang sedang dipelajari dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru secara berkelompok. Peserta didik berdiskusi untuk menyepakati jawaban yang benar. Selama belajar kelompok, peserta didik selalu berada dalam kelompoknya. Tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan mengasah kemampuan sosial melalui kerjasama dan saling membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi dan untuk menjadikan kerja kelompok yang nyaman bagi teman-teman satu kelompok. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi peserta didik untuk belajar mandiri.

4. Evaluasi

Pada tahap ini guru memanggil nomor peserta didik secara acak pada salah satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang diajukan guru.


(36)

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru telah tercantum pada tugas yang diberikan guru di tahap kerja dan belajar kelompok. Peserta didik yang nomornya dipanggil mengangkat tangannya untuk menjawab pertanyaan. Pada tahap ini diharapkan tidak ada lagi diskusi dalam kelompok. Jika peserta didik menjawab dengan benar, kelompoknya akan menerima poin. Sedangkan jika jawabannya salah, peserta didik dengan nomor yang sama pada kelompok lain diberi kesempatan untuk menjawab.

5. Penghargaan kelompok

Pada akhir evaluasi atau kompetensi dilakukan penghitungan skor. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan kelompok mana yang memperoleh nilai tertinggi. Pemberian penghargaan ini dimaksudkan untuk memberikan rangsangan bagi peserta didik untuk lebih giat belajar, agar pada kegiatan pembelajaran berikutnya dapat memperoleh nilai yang lebih baik serta untuk dapat merangsang peningkatan keterampilan sosial dalam memahami konsekuensi dari sebuah tindakan sosial baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, bersikap sungguh-sungguh, partisipasi produktif, bertindak secara bertanggung jawab, dan kesadaran kelompok (prosess awareness).


(37)

E. Langkah-Langkah Penggunaan Metode Pembelajaran Ekspository pada Kelompok Kontrol

Langkah penggunaan metode pembelajaran Ekspository (Sanjaya: 2006: 185) adalah dibawah ini :

1. Persiapan, guru menyampaikan awal pembelajaran dengan mempersiapkan peserta didik untuk menerima pelajaran melalui pemberian sugesti yang positif kepada peserta didik.

2. Penyajian, penyampaian meteri sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan.

3. Menghubungkan, guru menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman peserta didik atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik dapat menangkap keterkaitannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik.

4. Menyimpulkan, langkah ini dilakukan untuk memahami inti (core) dari mata pelajaran yang telah disajikan dan memberikan keyakinan kepada peserta didik tentang kebenaran suatu paparan.

5. Mengaplikasikan, guru menyimpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh peserta didik dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang disajikan.


(38)

F. Pengembangan Instrumen Penelitian dan Skala Pengukuran

Instrumen sangat penting di dalam suatu penelitian, karena dengan instrumen data yang diperlukan dapat diperoleh. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format observasi dan tes. Adapun tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes buatan guru yang berbentuk soal uraian. Tes tertulis ini disusun berdasarkan indikator, standar kompetensi dan kompetensi dasar pada materi pelajaran IPS SMP kelas VIII semester genap yang di buat juga berdasarkan indikator keterampilan sosial yang akan dicapai peserta didik. Uji coba instrumen penelitian dilaksanakan pada peserta didik kelas VIII-M (diluar kelas penelitian) SMP Negeri 52 Bandung dengan jumlah peserta didik uji coba sebanyak 30 peserta didik.

Selain instrumen tes, dibuat pula format observasi yang dimaksudkan untuk melihat keterampilan sosial peserta didik dari setiap pertemuan dan untuk melihat keefektifan penggunaan metode pembelajaraan kooperatif pada proses pembelajaran di kelas yang telah disesuaikan dengan langkah penggunaannya. Format observasi dibuat dengan menyesuaikan pada indikator dan subindikator yang akan diukur melalui range antara nilai 1 sebagai nilai terendah sampai empat sebagai nilai tertinggi. Format observasi yang dibuat berdasarkan indikator dan subindikator keterampilan sosial yang akan dicapai, yang dibatasi hanya dalam lingkup di bawah ini:


(39)

Tabel 3. 3

Indikator dan Subindikator Keterampilan Sosial Indikator

Keterampilan Sosial SubIndikator Keterampilan Sosial

Living & Working together

Membantu/menolong orang lain .

(diambil dari Skills Curriculum Guide, 1992- Survey For Social Relationship Skills dan Survey For Decision-Making and Problem Solving Skills)

Menghargai pendapat orang lain.

(diambil dari Skills Curriculum Guide, 1992- Survey For Social Relationship Skills)

Bergiliran.

(diambil dari Skills Curriculum Guide, 1992- Survey For Social Relationship Skills)

Learning self control and self direction

Mengucapkan kata-kata yang baik.

(diambil dari Skills Curriculum Guide, 1992- Survey For Social Relationship Skills)

Mengontrol emosi

(diambil dari Social Skills Curriculum Guide, 1992, Survey of Skills For Expressing Feeling dan Survey Of Conflict Management Skills)

Mengikuti petunjuk/ aturan

(diambil dari Skills Curriculum Guide, 1992- Survey For Social Relationship Skills)

Sharing ideas and Experiences

Menyampaikan pendapat Menerima pendapat,

(diambil dari Skills Curriculum Guide, 1992, Survey Of Skills For Initial Social Skills)

Diadaptasi dari: Skills Curriculum Guide dan John Jarolimek, 1993 : 9; (http:/www.duniaguru.com)

Subindikator pada tabel 3. 3 diatas di nilai melalui pedoman observasi yang sudah ditentukan (lembar observasi terlampir).


(40)

diperoleh perangkat pertanyaan yang mempunyai kualitas yang memadai. Analisis tes dipandang sangat perlu untuk memperoleh gambaran yang jelas dan nyata tentang mutu (kualitas) kelayakan alat penilaian. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis butir soal tes adalah:

a. Menguji Validitas butir soal

Sebuah tes dikatakan valid, apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Cara mengetahui valid atau tidaknya suatu butir soal, digunakan pengkajian melalui nilai practical significance. Menurut Hairs et al (1998) dalam Iskandar (2008: 151) nilai validitas diatas 0.30 adalah nilai yang dapat di terima analisis faktor. Analisis ini dilakukan untuk menggugurkan item-item instrumen yang nilainya di bawah 0.30. Ujian yang popular dan sering digunakan dalam pengukuran validitas dan reliabilitas sesuatu konsep instrumen adalah teknik Alpha Cronbach.

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas melalui bantuan SPSS versi 17, diperoleh hasil dari 10 soal yang diujicobakan terdapat 7 soal yang termasuk valid dan 3 butir soal yang dinyatakan tidak valid, seperti yang terlihat pada tabel 3. 4 berikut:


(41)

Hasil Uji Validitas Butir Soal (Item-Total Statistics) Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Keterangan

Item 1 19.13 7.637 .338 .443 .695 Valid

Item 2 19.00 7.862 .383 .286 .689 Valid

Item 3 19.33 7.540 .266 .355 .712 Tidak Valid

Item 4 19.23 6.737 .600 .722 .646 Valid

Item 5 19.10 7.403 .466 .443 .675 Valid

Item 6 19.27 6.340 .572 .671 .647 Valid

Item 7 19.07 8.685 .075 .287 .726 Tidak Valid

Item 8 19.03 8.861 -.028 .096 .745 Tidak Valid

Item 9 19.10 7.403 .466 .568 .675 Valid

Item 10 19.13 7.016 .557 .461 .657 Valid

Sumber: Anova, 2010

Berdasarkan hasil uji validitas pada tabel 3. 4 diatas terdapat tiga butir soal (item 3, 7, 8), yang nilai Corrected Item-Total Correlation di bawah 0.30 (sebagai batas nilai validitas yang dapat diterima, > 0. 30) yang bearti tidak valid. Ketiga item tersebut tersebut selanjutnya direvisi dan diujicobakan kembali pada peserta didik kelas VIII-M.


(42)

b. Reliabilitas

Mendapatkan skala pengukuran instrumen yang baik, harus dilakukan pengujian reliabilitas. Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subjek yang sama. Ketetapan ini pada dasarnya dapat diketahui dengan melihat kesejajaran hasil. Sebuah instrumen dikatakan reliable, instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama, dengan kata lain, hasil tes tersebut menunjukkan keajegan atau ketetapan.

Menurut Konting (2000) dalam Iskandar (2008: 152) nilai reliabilitas

Alpha Cronbach dengan nilai 0.60 sering digunakan sebagai nilai reliabilitas dalam suatu penelitian. Hair et al (1998) dalam Iskandar (2008: 152) menyatakan nilai reliabilitas Alpha Cronbach alat ukur dalam melakukan penelitian dengan nilai 0.06 hingga 0.07 adalah nilai terendah yang dapat diterima. Tes reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan pada menggunakan SPSS versi 17.


(43)

Tabel 3. 5 Hasil Reliabilitas

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

Keterangan

.712 .696 10 Reliable

Sumber: Anova 2010

Perhitungan statistik melalui SPSS diatas memberikan nilai koefisien reliabilitas dengan melihat Cronbach's Alpha untuk keseluruhan skala pengukuran adalah sebesar 0.712. Nilai Cronbach's Alpha jelas berada diatas batas minimal 0, 70 (Nunnaly, 1978 dalam Uyanto, 2006). Sehingga dapat disimpulkan bahwa soat post test mempunyai reliabilitas yang baik. Artinya instrumen ini layak untuk dijadikan instrumen penelitian.

G. Uji Normalitas

Sebelum melakukan pengolahan data yang akan dilanjutkan pada analisis data, penggunaan statistik parametris mensyaratkan bahwa data setiap variable yang akan dianalisis harus berdistribusi normal. Berikut ini adalah hasil uji normalitas pada data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.


(44)

1. Uji Normalitas Data Post test Kelompok Eksperimen

a. Uji Normalitas Data Post test Kelompok Think Pair Square

Pengujian normalitas data post test menggunakan pengujian Anova melalui SPSS versi 17. Hasil uji normalitas kelompok eksperimen pertama yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square disajikan pada tabel 3. 6.

Tabel 3. 6

Uji NormalitasData Post test Kelompok Think Pair Square

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Nilai_Post_TPS .121 35 .200* .970 35 .442

Sumber: Anova, 2010

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Berdasarkan uji normalitas data post test kelompok Think Pair Square

dengan Anova yang menggunakan Kalmogorov-Smirnov(a) dan Shapiro-Wilk. Distribusi data normal jika kedua-duanya diuji tidak signifikan >05. Oleh sebab itu, data diatas adalah normal.


(45)

Gambar 3. 1

Histrogram Uji Normalitas Data Post test Kelompok Think Pair Square

Bentuk Histrogram, frekuensi distribusi normalitas data menunjukkan bahwa data tersebut adalah normal, karena menunjukan bentuk yang tinggi di tengah dan kedua-dua kiri dan kanan adalah rendah.

b. Uji Normalitas Data Post test Kelompok Numbered Heads Together Pengujian normalitas data post kelompok eksperimen kedua yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

menggunakan pengujian Anova melalui SPSS versi 17. Hasil uji normalitas kelompok eksperimen Numbered Heads Together disajikan pada tabel 3. 7


(46)

Tabel 3. 7

Uji NormalitasData Post test Kelompok Numbered Heads Together

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. Nilai_Post_NH

T

.119 35 .200* .970 35 .447

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Sumber: Anova, 2010

Uji normalitas menggunakan Kalmogorov-Smirnov(a) dan Shapiro-Wilk. Distribusi data normal jika kedua-duanya diuji tidak signifikan >05. Oleh sebab itu, data diatas adalah normal.

Gambar 3. 2


(47)

Bentuk Histrogram, frekuensi distribusi normalitas data menunjukan bahwa data tersebut adalah normal, karena menunjukan bentuk yang tinggi di tengah dan kedua-dua kiri dan kanan adalah rendah.

2. Uji Normalitas Data Post test Kelompok Kontrol Tabel 3. 8

Uji Normalitas Data Post test Kelompok Kontrol Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Nilai_Post_Konvensi onal

.107 35 .200* .943 35 .071

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.


(48)

Dari hasil perhitungan uji normalitas data post test kelompok kontrol dapat diketahui dengan menggunakan Kalmogorov-Smirnov(a) dan Shapiro-Wilk, distribusi data normal, dengan kedua-duanya diuji tidak signifikan >05. Oleh sebab itu, data diatas adalah normal.

Gambar 3. 3

Histrogram Uji Normalitas Data Post test Kelompok Kontrol

Bentuk Histrogram, frekuensi distribusi normalitas data menunjukan bahwa data tersebut adalah normal, karena menunjukan bentuk yang tinggi di tengah dan kedua-dua kiri dan kanan adalah rendah.


(49)

3. Uji Homogenitas Data Post test Kelompok Eksperimen (Think Pair

Square dan Numbered Heads Together) dan Kelompok Kontrol

Setelah melakukan uji normalitas dan telah diperoleh bahwa ketiga kelompok berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji hemogenitas varians dengan menggunakan Anova melalui SPSS versi 17. Pengujian homogenitas varians ini dimaksudkan untuk menguji apakah varians dari ketiga kelompok ( post test Think Pair Square, post test Numbered Heads Together dan post test Ekspository) bersifat homogen atau tidak, sebagai langkah keharusan sebelum uji hipotesis. Di bawah ini ditampilkan hasil homogenitas data Post test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Tabel 3. 9

Uji Homogenitas Data Post test Kelompok Eksperimen (Think Pair Square

dan Numbered Heads Together) dan Kelompok Kontrol Test of Homogeneity of Variances

Nilai_Post_Test

Levene

Statistic df1 df2 Sig.


(50)

Berdasarkan tabel 3. 9 diatas menyatakan bahwa variance dari group dalam hal ini variance dari Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square, Numbered Heads Together dan Metode pembelajaran ekspository adalah sama (homogen- merupakan asumsi dari Anova). Jadi dalam hal ini Levene’s Test menguji apakah

variance dari ketiga metode pembelajaran secara signifikan berbeda. Hasil nilai F sebesar 0.247 dengan probabilitas 0.714 yang jauh diatas 0.05 atau dengan kata lain

variance dari ketiga metode tersebut adalah homogen.

H. Teknik pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Studi Literatur

Studi literatur dimaksudkan untuk mendapatkan sejumlah data berupa teori dan konsep yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Teori ini digunakan sebagai pedoman untuk memperkuat informasi atau sebagai landasan pemikian dalam penulisan penelitian.

2. Observasi

Menurut Tika, (1997: 68) Observasi adalah “cara atau teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek fenomena”.

Menurut Sumaatmadja (1998: 105) observasi yang dilakukan di lapangan pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu


(51)

observasi terkontrol dan observasi tidak terkontrol. Observasi pada penelitian ini yaitu observasi terkontrol, sehingga pada saat melakukan observasi, sudah ditentukan hal-hal apa saja yang akan diobservasi dengan menggunakan daftar

Rating Scale.

Sugiyono (2009: 203) menyatakan bahwa teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.

3. Studi Dokumentasi

Teknik merupakan teknik pengumpulan data sekunder. Data sekunder adalah data yang lebih dahulu dikumpulkan dari laporan oleh orang atau instansi di luar diri peneliti sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data yang asli. Data-data yang diperoleh berupa profil sekolah, jumlah peserta didik dan yang lainnya yang berhubungan dengan sekolah tempat penelitian.

4. Tes tertulis

Tes ini dibuat dalam bentuk pertanyaan terbuka sebanyak 10 butir soal dengan skor tertinggi dari masing-masing item soal 10, dan skor total 100.


(52)

I. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui tingkat kemampuan keterampilan sosial peserta didik dilakukan pengolahan data terhadap skor post-test, nilai mean difference analisis hasil observasi dalam setiap perlakuan di empat kali pertemuan. Pengolahan data terhadap skor post-test dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan keterampilan sosial peserta didik dari hasil analisis soal post test, perhitungan mean difference

dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap tingkat kemampuan keterampilan sosial peserta didik sedangkan analisis hasil observasi dimaksudkan untuk mengamati secara sistematik nilai keterampilan sosial dalam setiap pertemuan saat tiga metode pembelajaran (Think Pair Square, Numbered Heads Togother dan Eskpository) di terapkan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan cara statistik dan deskripsi kuantitatif..

Langkah-langkah yang digunakan untuk mengolah data hasil penelitian ini terdiri dari :

1. Penskoran

Penskoran untuk soal uraian menggunakan skala antara 3 sampai 10 dengan nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 10 per bagian soal. Skor setiap peserta didik ditentukan dengan menghitung jumlah jawaban yang didapat oleh setiap peserta didik yang sudah ditentukan pada kisi-kisi instrumen penelitian.


(53)

2. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat bahwa data yang diperoleh dari skor post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan SPSS 17.

3. Uji homogenitas

Setelah kedua sampel penelitian dinyatakan berdistribusi normal, selanjutnya dicari nilai homogenitasnya menggunakan Levene’s Test. Langkah yang ditempuh untuk pengujian homogenitas dilakukan dengan

Levene’s Test (ANOVA) melalui SPSS versi 17.

4. Uji hipotesis dengan ANOVA

Uji hipotesis dianalisis dengan menggunakan uji Univariate Analysis of Variance (ANOVA) atau sering disebut dengan One-Way-Anova. Uji hipotesis dilakukan untuk melihat perbedaan rata-rata skor post test

keterampilan sosial antara kelompok eksperimen pertama yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan kelompok eksperimen kedua yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Perbedaan rata-rata skor post test keterampilan sosial antara kelompok eksperimen pertama yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Square dan kelompok kontrol yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Ekspository dan untuk melihat perbedaan rata-rata skor post


(54)

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dan kelompok kontrol yang menerapkan pembelajaran Ekspository terhadap kemampuan keterampilan sosial.

5. Analisis Hasil Observasi

Anlisis hasil observasi dimaksudkan untuk mengamati secara sistematik nilai keterampilan sosial dalam setiap pertemuan pada penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square, tipe Numbered Heads Togother dan pada metode pembelajaran Eskpository di terapkan.


(55)

J. Prosedur dan Alur Penelitian

Judul

Gambar 3. 4: Bagan Alur Penelitian

Permasalahan

Studi Kepustakaan

Menyusun rancangan Pembelajaran kooperatif dalam Pembelajaran IPS

Penyusunan Instrumen Penelitian

Penyusunan Post test Keterampilan Sosial, Format Observasi dan Kuesioner

Uji coba Instrumen

Observasi Pembelajaran di

kelas

Penerapan Metode pembelajaran Think Pair Square,

Numbered Heads Together dan Ekspository

Post-test

Analisis Data


(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian melalui observasi, pengolahan dan analisis data, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: yang pertama, metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square lebih baik dalam pencapaian nilai rata-rata skor

post test dan nilai hasil observasi keterampilan sosial peserta didik, terutama pada subindikator bergiliran, menghormati, membantu/ menolong, mengikuti petunjuk/aturan, mengontrol emosi, menyampaikan pendapat san menerima pendapat dengan nilai masing-masing dari subindikator adalah 4, (sangat baik), Kesimpulan

kedua, pada kelompok yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together menunjukkan pencapaian nilai keterampilan sosial lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang menerapkan tipe Think Pair Square dan bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan yang menerapkan Ekspository, dengan pencapaian subindikator menghormati, menyampaikan dan menerima pendapat yang bernilai 3 (Baik), dan subindikator mengontrol emosi yang bernilai 2 (cukup baik). Kesimpulan ketiga, pencapaian subindikator pada kelompok kontrol yang jauh lebih rendah dari tipe Think Pair Square dan Numbered Heads Together dengan pencapaian subindikator, bergiliran, mengikuti petunjuk, mengontrol emosi dan menerima pendapat dengan nilai 3 (baik), subindikator menghormati dan


(57)

membantu/menolong mencapai nilai 2 (cukup baik) dan subindikator terakhir menyampaikan pendapat hanya mencapai nilai 1 (tidak baik), sehingga secara keseluruhan terdapat perbedaan rata-rata skor post test keterampilan sosial antara

Think Pair Square dan Numbered Heads Together, antara Think Pair Square dan

Ekspository dan antara Numbered Heads Together dan Ekspository. Dan terdapat pula perbedaan nilai hasil observasi dari masing-masing penerapan metode pembelajaran (Think Pair Square, Numbered Heads Together dan Ekspository)

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, penulis mengemukakan rekomendasi yang berdasarkan pada temuan selama penelitian berlangsung, bahwa pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan tipe Numbered Heads Together

dapat berpengaruh terhadap keterampilan sosial peserta didik sehingga menjadi penting untuk mempertimbangkan penerapan metode tersebut sebagai salah satu alternatif pembelajaran.

Agar metode ini dapat dilaksanakan secara efektif, maka ada banyak langkah yang harus dilakukan, seperti halnya guru harus terlebih dulu membuat perencanaan yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dengan detail yang jelas dan terperinci. Langkah lain yang harus dilakukan adalah saat pelaksanaan pembelajaran harus sesuai dengan rencana yang telah disiapkan termasuk dengan memfungsikan alat


(58)

fasilitator, motivator dan evaluator. Selanjutnya ada baiknya peserta didik telah memahami belajar kelompok, seperti berdiskusi baik disekolah maupun di luar sekolah.

Kepada pihak yang paling strategis dan memiliki kewenangan dalam menentukan kebjakan pendidikan pada tingkat sekolah maka kepala sekolah diharapkan lebih memperhatiakn pengadaan sarana dan prasarana pendukung belajar. Kepala sekolah pula hendaknya motivasi dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru untuk mengembangkan potensi dan kompetensi, baik melalui MGMP, worshop dan lain sebagainya.

Bagi penentu kebijakan yang lain, misalnya Dinas Pendidikan, MGMP dan pencetak pendidik (UPI) diharapkan meningkatkan pengawasan terutama dalam hal pelatihan dan supervasi dalam proses pembelajaran.

Untuk para guru, diharapkan penggunaan metode ini untuk menjadi alternatif utama dalam mencapai keterampilan sosial peserta didik. Terbukti dengan pencapaian rata-rata skor post test keterampilan sosial yang tinggi.

Bagi peneliti bidang sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan dengan memperluas populasi penelitian demi untuk keprofesionalisme-an guru dan berguna bagi pencapaian keterampilan sosial peserta didik.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (1993). Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung: Angkasa.

Anonim. (1992). Social Skills Instruction Guide. Curriculum Development SSD St. Louis Country.

Dwi Ratnasari, Yunita. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi (Studi Eksperimen pada Kelas XI IPS di SMAN 7 Malang). Skripsi. Malang: Universitas Negeri Malang-tidak terbitkan.

Ghozali, I. (2008). Desain Penelitian Eksperimental Teori, Konsep dan Analisis Data dengan SPSS 16.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro.

Goldstein, A. P. dkk. (1992). Teaching Social Skill To Children Innovative Approaches, Second Edition. USA: Pergamon Press.

Isdjoni dan Ismail, A. (2008). Model-Model Pembelajaran Mutakhir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Iskandar. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta : Gaung Persada Press.

Joyce, B., Weil, M., dan Calhoun, E. (2009). Models Of Teaching. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.

Lie, A. (2002). Cooperative Learning: Mempraktekan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Maryani, E dan Syamsuddin, Helius. (2008). Laporan Penelitian: Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Kompetensi Keterampilan Sosial. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia-tidak diterbitkan.


(60)

Maryani, E. (2002). Pengantar Geografi Perkotaan. Bandung; Jurdik Geografi Universitas Pendidikan Indonesia.

Mc. Millan, JH and Sally S. (1989). Research in Education a Conceptual Introduction. Second Edition. USA: Harper Collins Publisher.

Prasetyo, Bambang dan Miftahul Jannah, Lina. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Rajawali Press.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sevilla, et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta. Universitas Indonesia-Press.

Sevilla, et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press.

Singarimbun, M dan Effendi, S. (1989). Metode Penellitian Survey. Jakarta: LP3ES. Slavin, R. E. (2009). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa

Media.

Soewarno, B. (1987). Metode Kuantitatif Dalam Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.

Solihatin dan Raharjo. (2007). Cooperative Learning. Jakarta: Bumi Aksara.

Soniangsing, Nia. (2006). Kajian Negosiasi Makna Siswa Pada Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Square Menggunakan Modul Berprogram dalam Konsep Pencemaran Lingkungan. Skripsi. Bandung; Universitas Pendidikan Indonesia-tidak diterbitkan.

Sudjana, N. (1995). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(61)

Sumaatmadja, N. (1997). Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi Aksara. Sumarni, N. (2000). “Pembelajaran Kooperatif”. Makalah pada Latihan Kerja Guru

Inti MGMP-IPA-Biologi SLTP dan MTs Se-Jawa Barat, Bandung.

Sumartini, Eti. (2006). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia-tidak diterbitkan.

Supardan, D. (2007). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Tika, P. (1996). Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Uyanto, S. (2006). Pedoman Anlisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sumber Internet:

_______________. Keterampilan_Sosial. (2008). Tersedia: http:/ educare.e-fkipunla.net [29 Oktober 2009]


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian melalui observasi, pengolahan dan analisis data, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: yang pertama, metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square lebih baik dalam pencapaian nilai rata-rata skor post test dan nilai hasil observasi keterampilan sosial peserta didik, terutama pada subindikator bergiliran, menghormati, membantu/ menolong, mengikuti petunjuk/aturan, mengontrol emosi, menyampaikan pendapat san menerima pendapat dengan nilai masing-masing dari subindikator adalah 4, (sangat baik), Kesimpulan kedua, pada kelompok yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together menunjukkan pencapaian nilai keterampilan sosial lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang menerapkan tipe Think Pair Square dan bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan yang menerapkan Ekspository, dengan pencapaian subindikator menghormati, menyampaikan dan menerima pendapat yang bernilai 3 (Baik), dan subindikator mengontrol emosi yang bernilai 2 (cukup baik). Kesimpulan ketiga, pencapaian subindikator pada kelompok kontrol yang jauh lebih rendah dari tipe Think Pair Square dan Numbered Heads Together dengan pencapaian subindikator, bergiliran, mengikuti petunjuk, mengontrol emosi dan menerima pendapat dengan nilai 3 (baik), subindikator menghormati dan


(2)

membantu/menolong mencapai nilai 2 (cukup baik) dan subindikator terakhir menyampaikan pendapat hanya mencapai nilai 1 (tidak baik), sehingga secara keseluruhan terdapat perbedaan rata-rata skor post test keterampilan sosial antara Think Pair Square dan Numbered Heads Together, antara Think Pair Square dan Ekspository dan antara Numbered Heads Together dan Ekspository. Dan terdapat pula perbedaan nilai hasil observasi dari masing-masing penerapan metode pembelajaran (Think Pair Square, Numbered Heads Together dan Ekspository)

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, penulis mengemukakan rekomendasi yang berdasarkan pada temuan selama penelitian berlangsung, bahwa pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dan tipe Numbered Heads Together dapat berpengaruh terhadap keterampilan sosial peserta didik sehingga menjadi penting untuk mempertimbangkan penerapan metode tersebut sebagai salah satu alternatif pembelajaran.

Agar metode ini dapat dilaksanakan secara efektif, maka ada banyak langkah yang harus dilakukan, seperti halnya guru harus terlebih dulu membuat perencanaan yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dengan detail yang jelas dan terperinci. Langkah lain yang harus dilakukan adalah saat pelaksanaan pembelajaran harus sesuai dengan rencana yang telah disiapkan termasuk dengan memfungsikan alat pembelajaran dan sumber belajar seoptimal mungkin sehingga guru berperan sebagai


(3)

fasilitator, motivator dan evaluator. Selanjutnya ada baiknya peserta didik telah memahami belajar kelompok, seperti berdiskusi baik disekolah maupun di luar sekolah.

Kepada pihak yang paling strategis dan memiliki kewenangan dalam menentukan kebjakan pendidikan pada tingkat sekolah maka kepala sekolah diharapkan lebih memperhatiakn pengadaan sarana dan prasarana pendukung belajar. Kepala sekolah pula hendaknya motivasi dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru untuk mengembangkan potensi dan kompetensi, baik melalui MGMP, worshop dan lain sebagainya.

Bagi penentu kebijakan yang lain, misalnya Dinas Pendidikan, MGMP dan pencetak pendidik (UPI) diharapkan meningkatkan pengawasan terutama dalam hal pelatihan dan supervasi dalam proses pembelajaran.

Untuk para guru, diharapkan penggunaan metode ini untuk menjadi alternatif utama dalam mencapai keterampilan sosial peserta didik. Terbukti dengan pencapaian rata-rata skor post test keterampilan sosial yang tinggi.

Bagi peneliti bidang sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

dikembangkan dengan memperluas populasi penelitian demi untuk

keprofesionalisme-an guru dan berguna bagi pencapaian keterampilan sosial peserta didik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (1993). Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung: Angkasa.

Anonim. (1992). Social Skills Instruction Guide. Curriculum Development SSD St. Louis Country.

Dwi Ratnasari, Yunita. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi (Studi Eksperimen pada Kelas XI IPS di SMAN 7 Malang). Skripsi. Malang: Universitas Negeri Malang-tidak terbitkan.

Ghozali, I. (2008). Desain Penelitian Eksperimental Teori, Konsep dan Analisis Data dengan SPSS 16.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro.

Goldstein, A. P. dkk. (1992). Teaching Social Skill To Children Innovative Approaches, Second Edition. USA: Pergamon Press.

Isdjoni dan Ismail, A. (2008). Model-Model Pembelajaran Mutakhir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Iskandar. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta : Gaung Persada Press.

Joyce, B., Weil, M., dan Calhoun, E. (2009). Models Of Teaching. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.

Lie, A. (2002). Cooperative Learning: Mempraktekan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Maryani, E dan Syamsuddin, Helius. (2008). Laporan Penelitian: Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Kompetensi Keterampilan Sosial. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia-tidak diterbitkan.


(5)

Maryani, E. (2002). Pengantar Geografi Perkotaan. Bandung; Jurdik Geografi Universitas Pendidikan Indonesia.

Mc. Millan, JH and Sally S. (1989). Research in Education a Conceptual Introduction. Second Edition. USA: Harper Collins Publisher.

Prasetyo, Bambang dan Miftahul Jannah, Lina. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Rajawali Press.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sevilla, et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta. Universitas Indonesia-Press.

Sevilla, et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press.

Singarimbun, M dan Effendi, S. (1989). Metode Penellitian Survey. Jakarta: LP3ES. Slavin, R. E. (2009). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa

Media.

Soewarno, B. (1987). Metode Kuantitatif Dalam Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.

Solihatin dan Raharjo. (2007). Cooperative Learning. Jakarta: Bumi Aksara.

Soniangsing, Nia. (2006). Kajian Negosiasi Makna Siswa Pada Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Square Menggunakan Modul Berprogram dalam Konsep Pencemaran Lingkungan. Skripsi. Bandung; Universitas Pendidikan Indonesia-tidak diterbitkan.

Sudjana, N. (1995). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(6)

Sumaatmadja, N. (1997). Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi Aksara. Sumarni, N. (2000). “Pembelajaran Kooperatif”. Makalah pada Latihan Kerja Guru

Inti MGMP-IPA-Biologi SLTP dan MTs Se-Jawa Barat, Bandung.

Sumartini, Eti. (2006). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia-tidak diterbitkan.

Supardan, D. (2007). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Tika, P. (1996). Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Uyanto, S. (2006). Pedoman Anlisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sumber Internet:

_______________. Keterampilan_Sosial. (2008). Tersedia: http:/ educare.e-fkipunla.net [29 Oktober 2009]


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DAN THINK Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Dan Think Pair Share Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditin

0 2 17

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN IPS.

3 10 76

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STRUCTURE NUMBERED HEADS PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI.

0 2 18

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI.

0 3 53

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STRUKTURAL THINK PAIR SHARE DAN NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP SELF EFFICACY PESERTA DIDIK: Studi Kuasi Eksperimen pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X di SMA Negeri 5 Cimahi.

10 21 54

11.005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

0 0 10

MENINGKATKAN SIKAP SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS SISWA KELAS V SD MANGUNAN.

2 1 201

BAB II LANDASAN TEORI A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP MOTIVASI BELAJAR FIQIH PESERTA DIDIK MI AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH KALIOMBO KOTA KE

0 0 20