PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF : Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII di SMP Negeri 3 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF
(Studi Kuasi Eksperimen terhadap kelas VII di SMP Negeri 3 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika
Oleh:
Yolanda Stevani Silalahi 0706546
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2013
(2)
DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF
Oleh
Yolanda Stevani Silalahi
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Yolanda Stevani Silalahi 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF
(Studi Kuasi Eksperimen terhadap kelas VII di SMP Negeri 3 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013)
Oleh
Yolanda Stevani Silalahi NIM. 0706546
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I,
Dr. Elah Nurlaelah, M.Si NIP. 196411231991032002
Pembimbing II,
Drs. Maman Suherman, M.Si NIP. 195202121974121001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika,
(4)
iii
ABSTRAK
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF
(Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII di SMP Negeri 3 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013)
Yolanda Stevani Silalahi NIM. 0706546
Penelitian ini mengkaji “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generatif”. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen pada pokok bahasan Perbandingan, yang dilaksanakan di kelas VII SMP Negeri 3 Lembang semester ganjil tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran generatif dan yang pembelajarannya secara konvensional; (2) Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran generatif. Desain penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah Pretest-Postest control Group Design. Pengambilan sample dilakukan dengan acak kelas. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa (pretest dan postest); dan instrumen nontes yang terdiri dari lembar observasi dan angket respon siswa terhadap model pembelajaran generatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas generatif lebih baik daripada kelas konvensional. Selain itu diperoleh bahwa kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas generatif tergolong tinggi, sedangkan kelas konvensional tergolong rendah serta respon siswa terhadap model pembelajaran generatif tergolong baik.
(5)
ABSTRACT
IMPROVING CRITICAL THINGKING OF MATHEMATICAL JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS USING GENERATIVE LEARNING MODEL
( A Quasi Experiment on Grade VII Student at Lembang 3 Public Junior High School
Yolanda Stevani Silalahi NIM. 0706546
Researher studied “improving critical thingking of mathematical junior high school student using generative learning model”. The purpose of this study was (1) Knowing whether incrased critical thingking of mathematical of students receiving learning by implementing generative learning model is better than students who received conventional learning; (2) Knowing how was the response of students on generative learning model. The method used is the method of quasi-experiment with pre-test and post-test control group design with subject comparison and tested at grade VII student of Lembang 3 Public Junior High School. The research instrument used was a written test that measures critical thingking of mathematical and students questionaire responses. The result is showing that an incrase of critical thingking of mathematical students with generative learning model is better than an incrase of critical thingking of mathematical with conventional learning models. The incrase qulitity of critical thingking of mathematical students with generative learning model classified high, whereas students with conventional learning classified low and students in the class who getting generative learning model also responded positively on this learning.
(6)
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
PERNYATAAN KEASLIAN ISI SKRIPSI ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN DIAGRAM ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 7
1.3. Batasan Masalah ... 7
1.4. Tujuan Penelitian ... 8
1.5. Manfaat Penelitian ... 8
1.6. Definisi Operasional ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Model Pembelajaran Generatif ... 12
2.2. Kemampuan Berpikir Kirits ... 16
2.3. Hipotesis ... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian ... 22
(7)
x
3.2. Populasi dan Sampel ... 23
3.3. Variabel Penelitian ... 23
3.4. Instrumen Penelitian ... 24
3.4.1.Instrumen Pembelajaran ... 24
3.4.2.Instrumen Tes ... 25
3.4.3.Instrumen Non-Tes ... 32
3.5. Prosedur Penelitian ... 33
3.6. Teknik Pengolahan Data ... 34
3.6.1.Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 35
3.6.2.Teknik Analisa Data Kualitatif ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Data Hasil Tes ... 41
4.1.1.Analisa Data Pre-Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 42
4.1.2.Analisa Data Gain Kemampuan Berpikir Kritis ... 45
4.2. Analisa Data Hasil Non-Tes ... 50
4.2.1.Analisa Data HasilAngket Siswa ... 50
4.2.2.Analisa Data Hasil Observasi ... 54
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 56
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 61
5.2 Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 63
LAMPIRAN ... 65
(8)
DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN DIAGRAM
Halaman
Tabel 2.1 Indikator kemampuan berpikir kritis ... 18
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Data Skor Pre-Test dan Post-Test Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 41
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Data Pre-Test ... 42
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pre-Test ... 43
Tabel 4.4 Hasil Uji Mann-Whitney Pre-Test ... 44
Tabel 4.5 Kriteria Interpretasi Gain Ternormalisasi ... 45
Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Data Gain Ternormalisasi ... 45
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Gain ... 47
Tabel 4.8 Hasil Uji Mann-Whitney Data Gain ... 48
Tabel 4.9 Komposisi Interpretasi Indeks Gain ... 49
Tabel 4.10 Sikap Siswa terhadap Model Pembelajaran Generatif ... 51
Tabel 4.11 Pendapat Siswa terhadap Model Pembelajaran Generatif ... 52
(9)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran A Instrumen Penelitian
Kisi-kisi Pre-Test Post-Test ... 65
Soal Pre-Test ... 67
Soal Post-Test ... 69
Lembar Observasi Guru ... 71
Lembar Observasi Murid ... 73
Kisi-kisi Angket ... 74
Angket Minat Siswa ... 75
Lampiran B Bahan Ajar RPP Pertemuan 1 ... 76
LKS Pertemuan 1 ... 82
RPP Pertemuan 2 ... 85
LKS Pertemuan 2 ... 92
RPP Pertemuan 3 ... 95
LKS Pertemuan 3 ... 102
Lampiran C Sampel Hasil Tes dan Hasil Pembelajaran Hasil Uji Coba Instrumen ... 105
Hasil Pre-Test ... 110
Hasil LKS Pertemuan 1 ... 116
Hasil LKS Pertemuan 2 ... 124
Hasil LKS Pertemuan 3 ... 130
Hasil Lembar Observasi Guru ... 136
(10)
Hasil Post-Test ... 148
Hasil Angket Minat Siswa ... 162
Lampiran D Hasil Pengambilan Data Data Skor Kelas Generatif ... 172
Data Skor Kelas Konvensional ... 173
Data Hasil Angket Minat Siswa ... 174
Lampiran E Hasil Analisis Data Hasil Analisis Data Instrumen ... 176
Hasil Analisis Data Pre-Test ... 187
Hasil Analisis Data Gain ... 191
Hasil Analisis Data Angket Minat Siswa ... 193
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) adalah dengan meningkatkan pendidikan. Bangsa yang maju adalah bangsa yang maju di bidang ilmu pengetahuan dan teknologinya pesat. Salah satu cabang ilmu yang mendukung hal tersebut adalah matematika. Matematika sebagai ilmu dasar bagi pengembangan disiplin ilmu yang lain, memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka dengan meningkatkan pendidikan matematika, SDM menjadi lebih berkualitas dalam mendukung pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menurut Russefendi, “matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide proses dan penalaran”. Kemampuan berpikir kritis merupakan bagian dari penalaran. Sesuai dengan Krulik Rudnik (Safutra, 2012: 3), bahwa “penalaran mencakup berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif”. Maka berpikir kritis juga merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran matematika.
Kemampuan berpikir kritis siswa di Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS) pada tahun 2007 melaporkan bahwa “rata-rata skor matematika siswa usia 13-15 (SMP kelas VIII) di Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika siswa internasional dan berada pada rangking ke 36 dari 48 negara”.
(12)
Dibandingkan dengan dua negara tetangga, Singapura dan Malaysia, posisi ini jauh tertinggal. Pada TIMSS 2007 kompetensi siswa yang diamati yaitu pengetahuan, penerapan, dan penalaran, adapun materinya mencakup pokok bahasan bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang. Menurut analisis TIMSS 2007 rata-rata skor matematika siswa di Indonesia untuk setiap kemampuan yang diteliti masih berada dibawah rata-rata skor matematika siswa internasional, untuk kemampuan pengetahuan berada pada rangking ke 38, penerapan pada rangking ke 35, dan penalaran pada rangking ke 36 dari 48 negara.
Dalam sebuah penelitian (Priatna, 2007), disebutkan bahwa “kualitas kemampuan penalaran dan pemahaman matematis siswa SLTPN di kota Bandung masih belum memuaskan yaitu masing-masing hanya 42% dan 50% dari skor ideal”. Salah satu faktor penyebab rendahnya kemampuan matematika siswa adalah proses belajar matematika siswa yang kurang bermakna. Pembelajaran cenderung abstrak dan diberikan secara klasikal melalui metode ceramah tanpa banyak melihat kemungkinan penerapan metode lain yang sesuai dengan jenis materi, bahan dan alat yang tersedia. Sebagaimana dijelaskan oleh Mullis (Setiaji,2009: 3) bahwa “Sebagian besar pembelajaran matematika belum berfokus pada pengembangan penalaran matematis siswa, secara umum pembelajaran matematika masih dilaksanakan secara konvensional”. Berdasarkan analisis TIMSS dan penelitian di atas, terlihat bahwa pembelajaran matematika di Indonesia belum memuaskan dan kemampuan berpikir kritis yang merupakan bagian dari penalaran masih cukup rendah.
Menurut Depdiknas dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika adalah:
(13)
3
1)Memahami konsep matematis, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2)Menggunakan penalaran dalam pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematis.
3)Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4)Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah menjadi dua macam, yaitu berpikir matematis tingkat rendah dan berpikir matematis tingkat tinggi. Hal ini sesuai dengan lima standar kompetensi dalam National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) yaitu pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi dan representasi. Dari pembahasan di atas, dapat dikatakan bahwa berpikir kritis yang merupakan bagian dari penalaran adalah salah satu bagian yang penting dalam pembelajaran matematika.
Berpikir kritis merupakan tahap kegiatan berpikir logis dalam menganalisis ide dan informasi-informasi yang berhubungan permasalahan yang diberikan untuk kemudian mencari sousi tersebut. Indikator berpikir kritis matematika adalah elemen dasar FRISCO yaitu focus (fokus), reason (alasan), inference (penyimpulan), situation (situasi), clarity (kejelasan), overview (tinjauan).
Joanne Kurfiss (Wahyudin, 2009:5) mengatakan bahwa “berpikir kritis merupakan suatu penyelidikan yang tujuannya adalah mengeksplorasi suatu situasi, peristiwa, pertanyaan, atau permasalahan sehingga sampai pada suatu hipotesis atau kesimpulan tentang hal tersebut yang menggabungkan semua informasi yang tersedia”. Berpikir kritis juga melatih seorang siswa untuk pandai membaca situasi setiap masalah, mengevaluasinya serta mengambil kesimpulan atas kondisi tersebut
(14)
sehingga kemampuan pemahaman yang dibangun akan semakin kuat dan tidak mudah terlupakan.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis juga dapat berimplikasi pada rendahnya prestasi siswa. Penyebab rendahnya pencapaian siswa dalam pelajaran matematika adalah proses pembelajaran yang belum optimal. Dalam proses pembelajaran umumnya guru sibuk sendiri menjelaskan apa-apa yang telah dipersiapkannya. Demikian juga siswa sibuk sendiri menjadi penerima informasi yang baik. Akibatnya siswa hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru tanpa makna dan pengertian sehingga dalam menyelesaikan soal siswa beranggapan cukup dikerjakan seperti apa yang dicontohkan. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang memiliki kemampuan berpikir kritis matematis, kemampuan menyelesaikan masalah dengan menganalisis ide dan informasi-informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diberikan untuk kemudian mencari solusi terhadap permasalahan tersebut.
Pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang diberikan di sekolah secara umum. Pembelajaran matematika harus dipersiapkan secara matang agar pembelajarannya lebih bermakna dan dapat merangsang aspek-aspek tertentu pada diri seseorang sehingga ia mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal, dan salah satumya adalah berpikir kritis.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa, diperlukan model pembelajaran yang mampu merangsang daya berpikir kritis siswa. Walau bagaimanapun tidak ada model pembelajaran yang sempurna dan tepat untuk
(15)
5
memfasilitasi kebutuhan kegiatan pembelajaran. Dengan model pembelajaran yang diterapkan, diharapkan siswa mampu membangun, mengembangkan bahkan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat diharapkan memfasilitasisiswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah model pembelajaran generatif (Generative Learning).
Menurut Osborne dan Wittrock (Indrawan, 2009:11), “pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya”. Model pembelajaran generatif dilaksanakan melalui lima tahapan yaitu (1) orientasi, (2) pengungkapan ide, (3) tantangan dan restrukturisasi, (4) penerapan, dan (5) melihat kembali.
Dari kelima tahapan dalam pembelajaran generatif ada beberapa bagian yang sejalan dengan pola berpikir kritis. Misalnya pada tahap orientasi, pada tahap ini siswa dirangsang mengenai materi yang akan dipelajari, sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk membangun kesan mengenai konsep dengan menghubungkan informasi yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Hal ini sejalan dengan salah satu indikator berpikir matematis yaitu focus. Indikator ini dimaksudkan siswa untuk mengetahui dan mengenali sebanyak mungkin pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki akan semakin mudah mengenali informasi yang akan digunakan siswa untuk fokus pada permasalahan, mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan, dan mempertimbangkan jawaban yang mungkin.
(16)
Pada tahap tantangan dan restrukturisasi. siswa menerima tantangan berupa permasalahan yang diberikan oleh guru ataupun yang diajukan oleh salah satu siswa, kemudian melalui diskusi kelompok para siswa berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut. Selanjutnya siswa menyajikan pekerjaannya untuk dibandingkan dengan pekerjaan dari kelompok lain. Setelah proses tersebut diharapkan siswa bisa memperoleh koneksi baru mengenai konsep yang bersangkutan. Hal ini berkaitan dengan salah satu indikator berpikir kritis yaitu situation (situasi). Situation (situasi), yaitu kebenaran dari pernyataan tergantung situasi yang terjadi. Oleh karena itu, siawa perlu mengetahui situasi/ keadaan permasalahan. Situation ini dimaksudkan siswa mampu menjawab soal sesuai dengan konteks permasalahan, dapat mengungkapkan situasi atau permasalahan dengan menggunakan bahasa matematika dan mampu menjawab soal-soal matematika aplikasi.
Model pembelajaran generatif mendorong para siswa untuk memahami permasalahan, menganalisis argumen, dan mengambil kesimpulan sebagai dugaan sementara. Siswa dituntut berpikir tingkat tinggi dengan berpikir kristis untuk memahami permasalahan, menuangkan ide, menghadapi tantangan berupa permasalahan yang diberikan oleh guru ataupun yang diajukan oleh siswa yang lain, menerapkannya dan mengevaluasi untuk menarik kesimpulan. Seluruh kesimpulan diseleksi melalui proses diskusi. Hasil diskusi akan memunculkan rencana penyelesaian masalah hingga diperoleh solusi untuk masalah yang diberikan.
Aktifitas dalam model pembelajaran generatif lebih banyak ditentukan oleh siswa, sehingga siswa menjadi lebih aktif. Setiap langkah/tahapan yang baru dan
(17)
7
sebelumnya saling berkaitan sehingga membuat siswa lebih mudah mengerti, memahami materi dan membangun kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan penjelasan diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran generatif dalam upaya meningkatkan berpikir kritis matematis siswa. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “ Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generatif ”.
1.2. Rumusan Masalah
Adanya rumusan masalah adalah untuk memperjelas permasalahan yang akan diteliti. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran generatif lebih baik daripada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya konvensional?
2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran generatif?
1.3. Batasan Masalah
Penulis membuat batasan masalah dalam penelitian ini agar dapat dihasilkan pemecahan masalah yang tepat, fokus, dan terarah. Batasan masalah pada penelitian ini menurut rumusan masalah sebelumnya yaitu :
(18)
1. Penelitian dilakukan terhadap siswa SMP kelas VII semester ganjil, tahun ajaran 2012/2013.
2. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah perbandingan.
3. Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah elemen dasar FRISCO yaitu focus (fokus), reason (alasan), inference (penyimpulan), situation (situasi), clarity (kejelasan), overview (tinjauan).
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran generatif dan yang pembelajarannya secara konvensional.
2. Mengetahui respons siswa terhadap pembelajaran denagn menggunakan model pembelajaran generatif.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Meningkatkan sikap positif siswa terhadap pelajaran matematika sehingga siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
(19)
9
2. Memberikan suatu masukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah melalui penerapan model pembelajaran generatif, khususnya dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa.
3. Menambah wawasan mengenai model pembelajaran matematika.
1.6. Definisi Operasional
1. Pembelajaran generatif adalah suatu model pembelajaran berbasis konstruktivisme yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Model pembelajaran generatif melalui lima tahapan yaitu (1) orientasi, (2) pengungkapan ide, (3) tantangan dan restrukturisasi, (4) penerapan, dan (5) melihat kembali.
2. Pembelajaran secara konvensional adalah model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah. Pada umumnya mempunyai kekhasan tertentu, yaitu lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.
3. Berpikir kritis merupakan tahap kegiatan berpikir logis dalam menganalisis ide dan informasi-informasi yang berhubungan permasalahan yang diberikan untuk kemudian mencari solusi tersebut. Indikator berpikir kritis matematika adalah elemen dasar FRISCO yaitu :
(20)
1) Focus (fokus), yaitu hal pertama yang harus dilakukan untuk mengetahuiinformasi. Untuk fokus terhadap permasalahan, diperlukan pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki akan semakin mudah mengenali informasi. Indikator Focus di sini dimaksudkan siswa mampu memfokuskan pertanyaan, mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan, dan mempertimbangkan jawaban yang mungkin.
2) Reason (alasan), yaitu mencari kebenaran dari pernyataan yang akan dikemukakan. Dalam mengemukakan pernyataan harus disertai alasan-alasan yang mendukung pernyataan tersebut.
3) Inference (penyimpulan), yaitu langkah dari alasan menjadi kesimpulan. Menarik kesimpulan meliputi kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan pertimbangan. Indikator Inference di sini dimaksudkan siswa dapat membuat kesimpulan dari alasan yang telah dikemukakannya.
4) Situation (situasi), yaitu kebenaran dari pernyataan tergantung situasi yang terjadi. Oleh karena itu, perlu mengetahui situasi/ keadaan permasalahan. Situation ini dimaksudkan siswa mampu menjawab soal sesuai dengan konteks permasalahan, dapat mengungkapkan situasi atau permasalahan dengan menggunakan bahasa matematika dan mampu menjawab soal-soal matematika aplikasi.
(21)
11
5) Clarity (kejelasan), yaitu siswa mampu membedakan beberapa hal dengan jelas (tidak menimbulkan makna ganda).
6) Overview (tinjauan), yaitu melihat kembali sebuah proses dalam memastikan kebenaran pernyataan dalam situasi yang ada sehingga bisa menentukan keterkaitan dengan situasi lainnya.
(22)
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian merupakan kerangka, pola atau rancangan yang menggambarkan alur dan arah penelitian yang di dalamnya terdapat langkah-langkah yang menunjukkan suatu urutan kerja. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen. Pada metode kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya karena kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokan secara acak karena pembentukan kelas baru akan mengganggu jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah
Dalam penelitian ini perlakuan yang diberikan adalah model pembelajaran generatif, sedangkan aspek yang diukurnya adalah kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol pretest-posttest (pretest-posttest control group design). Pada desain ini digunakan dua kelas, yaitu satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen memperoleh pembelajaran melalui pendekatan model pembelajaran generatif, sedangkan kelas kontrol memperoleh pembelajaran secara konvensional. Ruseffendi menyatakan desain yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:
(23)
23
O X O O O
O : pre-test atau post-test
X : Pembelajaran melalui pendekatan model pembelajaran generatif
Desain ini dipilih karena melibatkan dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan eksperimen, sehingga dapat melihat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran generatif dan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.
3.2. Populasi Dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Berdasarkan pernyataan tersebut yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP kelas VII SMP Negeri 3 Lembang. SMP Negeri 3 Lembang yang keseluruhannya terdiri dari tujuh kelas. Dari tujuh kelas tersebut dipilih dua kelas sebagai sampel. Dari kedua kelas tersebut salah satu kelas berperan sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang memperoleh pembelajaran model pembelajaran generative dan kelas lain berperan sebagai kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional. Hasil pemilihan diperoleh kelas VII-E sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 39 siswa dan kelas VII-F sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 39 siswa.
Sampel adalah bagian dari populasi. Dengan demikian, sampel yang akan diteliti dan dianggap menggambarkan populasi dalam penelitian ini yaitu satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol.
(24)
3.3. Variabel Penelitian
Ada dua variabel yang di gunakan dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi strategi pembelajaran, juga merupakan faktor dipilih untuk dicari hubungan atau pengaruh terhadap subjek yang diamati. Model pembelajaran generatif dan pembelajaran konvensional merupakan variabel bebas dalam penelitian ini. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan berpikir kritis siswa.
3.4. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data mengenai peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui pendekatan model pembelajaran generatif dengan penyajian masalah terbuka maka diperlukan seperangkat instrumen penelitian.
Instrumen tes yaitu berupa tes pemahaman soal-soal aplikatif, sedangkan instrumen non tes yaitu angket, jurnal harian dan lembar observasi. Penjelasan mengenai instrumen yang digunakan sebagai berikut:
3.4.1. Instrumen Pembelajaran
Instrumen pembelajaran adalah instrumen yang dipakai selama pembelajaran berlangsung.Instrumen pembelajaran dalam penelitian ini terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa.
(25)
25
a. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
RPP merupakan pedoman metode dan langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam setiap kali pertemuan di kelas. RPP merupakan persiapan mengajar yang didalamnya mengandung program yang terperinci sehingga tujuan yang diinginkan untuk menentukan keberhasilan kegiatan pembelajaran sudah terumuskan dengan jelas.
Peneliti melaksanakan pembelajaran di dua kelas, kelas eksperimen dan kelas kontrol.Penyusunan RPP untuk kelas eksperimen disesuaikan dengan model pembelajaran generatif, sementara untuk kelas kontrol disesuaikan dengan pembelajaran konvensional.
b. Lembar Kerja Siswa
Lembar Kerja Siswa dalam penelitian ini diberikan kepada kelas eksperimen, lembar kerja digunakan sebagai pedoman untuk menunjang aktifitas siswa dalam proses pembelajaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa dalam kajian tertentu dengan tujuan mengaktifkan siswa, memungkinkan siswa dapat belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya serta merangsang kegiatan belajar.
3.4.2. Instrumen Tes
Tes yang digunakan bertujuan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa melalui soal-soal aplikatif tentang faktorisasi suku aljabar.Tes ini diberikan dua kali baik kepada kelas kontrol maupun kelas eksperimen yaitu tes awal (pre-test) dan tes akhir (pos-test).Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis siswa, sementara tes akhir bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
(26)
peningkatan berpikir kritis siswa setelah mendapatkan model pembelajaran generatif dengan penyajian masalah terbuka untuk kelas kontrol.
Bentuk tes yang digunakan dalam pembelajaran ini yaitu soal berbentuk uraian yang terdiri atas lima soal. Dengan menggunakan tes uraian, akan mempermudah meninjau sejauh mana setiap proses berpikir dan kreatifitas setiap siswa.Tes yang diberikan relatif sama baik pada soal-soal untuk pre-test maupun post-test. Sebelum penyusunan instrumen ini, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal yang di dalamnya mencakup nomor soal, soal, dan indikator kemampuan penalaran matematis.
Langkah awal dalam menyusun instrumen adalah membuat kisi-kisi soal tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa.Kemudian untuk mengukur skor terhadap soal-soal tersebut diperlukan pedoman pemberian skor.Adapun pedoman pemberian skor tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1.
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Skor Keterangan
0 Tidak ada jawaban/ Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/ Tidak ada yang benar.
1
Hanya sedikit dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan benar.
2
Sebagian dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan benar.
(27)
27
3
Hampir semua dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan benar.
4
Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan lengkap/ jelas dan benar.
Instrumen atau alat evaluasi yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil evaluasi yang baik pula. Oleh karena itu, sebelum instrumen tes ini digunakan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen terlebih dahulu dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, kemudian dilakukan uji coba agar dapat terukur validitas, reliabilitas instrumen, indeks kesukaran dan daya pembeda dari instrumen tersebut melalui analisis tiap butir soal.Analisis uji coba instrumen diolah dengan bantuan Microsoft Office Excel.
a. Uji validitas
Dalam penelitian ini, untuk menghitung koefisien validitas tes menggunakan rumus korelasi produk momen memakai angka kasar (raw score), yaitu:
2 2
2
2
y y n x x n y x xy n rxy Keterangan: xyr = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
(28)
x skor yang diperoleh dari tes
y
skor total yang diperoleh dari tesUntuk mengetahui tingkat validitas digunakan kriteria (Suherman, 2003: 113) berikut ini:
Tabel 3.2.
Tabel Interpretasi Validitas Nilai rxy
Nilai Keterangan
00 , 1 90
,
0 rxy Validitas sangat tinggi 90
, 0 70
,
0 rxy Validitas tinggi
70 , 0 40
,
0 rxy Validitas sedang 40
, 0 20
,
0 rxy Validitas rendah 20
, 0 00
,
0 rxy Validitas sangat rendah
00 , 0
xy
r Tidak valid
Validitas yang diperoleh untuk tiap butir soal disajikan pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.3.
Validitas Tiap Butir Soal
No. Soal Koefisien Korelasi Keterangan
1 0,424 Validitas sedang
2 0,745 Validitas tinggi
3 0,669 Validitas sedang
4 0,925 Validitas sangat tinggi
(29)
29
b. Uji reliabilitas
Koefisien realiabilitas menyatakan derajat kereterandalan alat evaluasi, dinotasikan dengan r11. Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha, yaitu sebagai berikut:
22 11 1 1 t i s s n n r Keterangan:
n banyak butir soal
2i
s jumlah varians skor setiap soal
2 t
s varians skor total
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi yang dapat digunakan dibuat oleh Guilford (Suherman, 2003: 139) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4.
Tabel Interpretasi Derajar Reliabilitas
Nilai Interpretasi
20 , 0
11
r Sangat rendah
40 , 0 20
,
0 r11 Rendah
70 , 0 40
,
0 r11 Sedang
90 , 0 70
,
0 r11 Tinggi
00 , 1 9
,
0 r11 Sangat tinggi
Hasil penghitungan reliabilitas soaldiperoleh koefisien reliabilitas keseluruhan soal adalah �11 = 0,608 yang artinya keseluruhan butir soal memiliki reliabilitas sedang.
(30)
c. Uji daya pembeda
Daya pembeda soal dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
A B A JS JB JB
DP atau
B B A JS JB JB
DP
Keterangan:
DP
= Daya PembedaA
JB = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok atas
B
JB = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok bawah
A
JS = Jumlah siswa kelompok atas
B
JS = Jumlah siswa kelompok bawah
Klasifikasi interpretasi daya pembeda (Suherman, 2003: 161) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.5
Tabel Interpretasi Indeks Daya Pembeda
Nilai Keterangan
00 , 1 70
,
0 DP Sangat baik
70 , 0 40
,
0 DP Baik
40 , 0 20
,
0 DP Cukup
20 , 0 00
,
0 DP Jelek
00 , 0
(31)
31
Hasil perhitungan Daya Pembeda beserta kategorinya disajikan dalam tabel 3.6.
Tabel 3.6
Tabel Interpretasi Indeks Daya Pembeda
No Soal Nilai Keterangan
1 0,45 Baik
2 0,22 Cukup
3 0,53 Baik
4 0,57 Baik
5 0,3 Cukup
d. Uji indeks kesukaran
Rumus untuk mencari indeks kesukaran tiap soal, yaitu:
A B A JS JB JB IK 2 atau B B A JS JB JB IK 2 Keterangan:
IK = Indeks Kesukaran
JBA= jawaban benar kelompok atas
JBB = jawaban benar untuk kelompok bawah
JSA = jumlah siswa kelompok atas
JSB= jumlah siswa kelompok bawah
(32)
Tabel 3.7.
Tabel Interpretasi Indeks Kesukaran
IK Keterangan
IK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < IK 0,30 Soal sukar 0,30 < IK 0,70 Soal sedang 0,70 < IK < 1,00 Soal mudah
IK = 1,00 Soal terlalu mudah
a. Menentukan dan memilih sampel dari populasi yang telah ditentukan.
b. Menghubungi kembali pihak sekolah untuk mengkonsultasikan waktu dan teknis pelaksanaan penelitian.
Hasil pengolahan Indeks kesukaran soal untuk tiap butir soal disajikan dalam tabel 3. 8
Tabel 3.8
Tabel Interpretasi Indeks Kesukaran
No Soal IK Keterangan
1 0,55 Sedang
2 0,26 Sukar
3 0,30 Sukar
4 0,35 Sedang
5 0,39 Sedang
Hasil rekapitulasi pengolahan data uji instrumen disajikan pada tabel 3.9.
Tabel 3.9
Rekapitulasi Pengolahan Data Hasil Uji Instrumen
No Soal Validitas DP IK Reliabilitas
1 0,42 (Sedang) 0,45 (Baik) 0,55 (Sedang)
0,608 (Sedang) 2 0,74 (Tinggi) 0,22 (Cukup) 0,26 (Sukar)
3 0,66 (Sedang) 0,53 (Baik) 0,30 (Sukar) 4 0,92 (Sangat Tinggi) 0,57 (Baik) 0,35 (Sedang) 5 0,71 (Tinggi) 0,30 (Cukup) 0,39 (Sedang)
(33)
33
Berdasarkan hasil analisis ujicoba instrumen dengan melihat validitas, reabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda maka instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematis memenuhi semua kriteria dan dapat digunakan dalam penelitian.
3.4.3. Instrumen Non-Test 3.4.3.1. Angket
Ruseffendi (Herlianawati, 2008) menjelaskan bahwa angket adalah serentetan pertanyaan atau pernyataan yang dilengkapi oleh responden dengan memilih atau menjawab pertanyaan, melalui jawaban yang sudah disediakan atau melengkapi kalimat dengan jalan mengisi.
Dalam penelitian ini angket tentu saja digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika melalui pendekatan model pembelajaran generatif dengan penyajian masalah terbuka untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Angket disusun dengan menggunakan skala sikap model Likert yang terdiri dari empat jawaban pilihan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
3.4.3.2. Lembar Observasi
Lembar Observasi adalah instrumen non tes yang digunakan untuk melihat aktivitas siswa, aktivitas guru, dan aktivitas siswa yang menunjukkan kemampuan berpikir kritis dalam proses pembelajaran.
(34)
Penilaian data hasil observasi dilakukan dengan cara menyimpulkan hasil pengamatan observer selama proses pembelajaran berlangsung. Setiap pernyataan dalam lembar observasi terdiri dari aktivitas guru dan aktivitas siswa yang memuat dua kategori, Ya dan Tidak.
3.5. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini, yaitu sebagai berikut: a. Identifikasi permasalahan mengenai bahan ajar, merencanakan
pembelajaran, serta alat dan bahan yang akan digunakan. b. Membuat proposal penelitian.
c. Melaksanakan seminar proposal penelitian. d. Menyusun instrumen penelitian.
e. Melakukan perizinan tempat untuk penelitian
f. Melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan untuk mengetahui kualitasnya. Uji coba instrumen ini diberikan terhadap subyek lain di luar subyek penelitian, tetapi mempunyai kemampuan yang setara dengan subyek dalam penelitian yang akan dilakukan.
a. Analisis kualitas/kriteria instrumen
2. Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap ini, yaitu sebagai berikut. a. Memberikan pretest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen
(35)
35
b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran di kedua kelas tersebut. Pada kelas kontrol pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional, sedangkan pada kelas eksperimenpembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran generatif.
c. Memberikan postest pada kedua kelas. d. Memberikan angket respon siswa.
3. Tahap Analisis Data
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh dalam penelitian untuk melihat pengaruhnya terhadap kemampuan yang diukur.
3.6. Teknik Pengolahan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan memberikan seperangkat soal pretest dan posttest, pengisian angket, lembar observasi, dan jurnal harian. Data yang telah diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam jenis data kualitatif dan kuantitatif.Data kualitatif meliputi data hasil pengisian angket, lembar observasi, jurnal harian, dan wawancara, sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil pretest dan posttest. Setelah data diperoleh, kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(36)
3.6.1. Teknik Analisis Data Kuantitatif
Untuk melihat peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka dilakukan analisis data kuantitatif. Langkah-langkah dalam melakukan analisis data kuantitatif adalah sebagai berikut:
A. Teknik Analisis Data Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Setelah dilakukan pretest dan posttest di kelas eksperimen dan kontrol, maka dilakukan pengolahan dan analisis data untuk mengetahui kemampuan awal dan akhir siswa serta peningkatan kemampuan kompetensi strategis siswa (indeks gain) di masing-masing kelas. Analisis data tersebut menggunakan bantuan software SPSS 17.0 for Windows, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua kelas berdistribusi normal atau tidak.Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa data berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas.Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah data yang lebih dari 30.Sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji Mann Whitney.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Apabila kedua kelompok (sampel)
(37)
37
mempunyai varians yang sama maka kedua kelompok tersebut homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan ujiLevene’s test.
3) Uji Perbedaan Dua Rata-rata
Uji perbedaan dua rata-rata dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata skor pretest dan posttest kedua kelas berbeda.Untuk data yang memenuhi asumsi normal dan homogen maka pengujiannya menggunakan uji t, sedangkan untuk data yang memenuhi asumsi normal tetapi tidak homogen maka pengujiannya menggunakan uji t’.Untuk data yang tidak normal dan tidak homogen maka pengujiannya menggunakan uji nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney Test.
B. Teknik Analisis Data Gain
Analisis data gain dilakukan untuk melihat peningkatan kemampuan kompetensi strategis siswa setelah kelas eksperimen diberi perlakuan dengan model pembelajaran generatif dan kelas kontrol tidak diberi perlakuan. Analisis data gain dilihat dari pretest dan postest kedua kelompok tersebut.
Rumus untuk normalized gain (gain ternormalisasi) menurut Hake (Dahlia, 2008) adalah:
Indeks gain diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria seperti dalam tabel berikut Hake :
(38)
Tabel 3.10
Tabel Kriteria Indeks (Gain)
Indeks Gain Kriteria
Tinggi Sedang Rendah
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data indeks gain adalah sama seperti langkah-langkah pengolahan data pre-test dan post-test.
3.6.2. Teknik Analisis Data Kualitatif
Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran melalui pendekatan model pembelajaran generatif maka dilakukan analisis terhadap data kualitatif yang diperoleh.
a. Teknik Analisis Data Angket
Untuk mengolah data angket ini dilakukan dengan menggunakan skala Likert.Setiap jawaban diberikan bobot skor tertentu sesuai dengan jawabannya, yaitu 1 (STS), 2 (TS), 4 (S), dan 5 (SS) untuk pernyataan favorable, sebaliknya 1 (SS), 2(S), 4 (TS), dan 5 (STS) untuk pernyataan unfavorable.Pengolahan dapat dilakukan dengan membandingkan rerata skor subjek dengan rerata skor alternatif jawaban netral dari semua butir pertanyaan (Suherman, 2003:191). Jika rerata skor subyek lebih besar daripada 3 (rerata skor untuk jawaban netral) maka ia bersikap positif, sebaliknya jika reratanya kurang dari 3 maka ia bersikap negatif.
Seberapa besar perolehan persentasenya dalam angket diketahui dengan perhitungan:
(39)
39
Keterangan:
P = Persentase jawaban f = Frekuensi jawaban
n = Banyaknya siswa (responden)
Selanjutnya, dihitung rata-rata skor tiap subjek untuk masing-masing pernyataan menggunakan rumus (Sudjana: 2005, 67) yaitu:
� = ���
Keterangan: = Rata-rata.
= Skor tiap pernyataan.
n = Banyaknya pernyataan angket.
Jika rata-ratanya lebih dari 3, maka siswa bersikap positif. Jika rata-ratanya kurang dari 3, maka siswa bersikap negatif. Jika rata-ratanya sama dengan 3, maka siswa bersikap netral (Suherman dan Sukjaya, 1990: 237).
Penafsiran data angket dilakukan dengan menggunakan kategori persentase yang disajikan dalam tabel berikut:
(40)
Tabel 3.11
Tabel Tafsiran Data Angket
Persentase Data Interpretasi
Tak seorang pun Sebagian kecil Hampir setengahnya
Setengahnya Sebagian besar Hampir seluruhnya
(41)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP Negeri 3 Lembang yang mendapatkan model pembelajaran generatif lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.
2. Berdasarkan hasil analisa data kualitatif diperoleh hasil yang menunjukkan respon siswa yang cenderung positif terhadap model pembelajaran generatif, siswa tertantang, dan tertarik untuk mempelajari matematika karena mendapatkan keterkaitan konsep yang dipelajari dan kehidupan sehari-hari.
5.2. Saran
Selama penelitian berlangsung, peneliti mendapatkan beberapa hal yang dapat menjadi masukan atau saran bagi peneliti, guru matematika dan bagi pembaca :
1. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa model pembelajaran generatif masih baik digunakan untuk alternatif pembelajaran matematika di dalam kelas, namum perlu penelitian lebih lanjut dan mendalam untuk mengetahui pembelajaran generatif dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan matematis lainnya.
2. Dalam mengimplementasikan model pembelajaran generatif terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah : (a)
(42)
Memberikan arahan yang tepat untuk membimbing siswa dalam tahapan-tahapan model pembelajaran generatif ; (b) Penyusunan bahan ajar yang dapat dipahami oleh siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai; dan (c) guru tidak tergesa-gesa memberikan arahan dan bantuan pada siswa, agar kemampuan berpikir kritis matematisnya dapat berkembang secara optimal.
(43)
63
DAFTAR PUSTAKA
Anwar (2008) Pembelajaran generatif [Online]. Tersedia : http://anwarhadil.blogspot.com/2008104/pembelajaran-generatif-mpg.html (15 Agustus 2012)
BNSP(2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah [Online]. Tersedia : http://www.litbangkemdikbud.go.id/bukustu(4).pdf (16 Juli 2012)
BPG (2007) Strategi Pembelajaran Generatif [Online]. Tersedia : http://www.geocities.novizan-2000/strategi_pembelajaran_generatif.html (16 Juli 2012)
Depdiknas (2009). Undang Undang Repblik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional [Online]. Tersedia : http://www.baksi.undip.ac.id/images/download/dokumen/uu%20no20%th n%202003%20sisdiknas.pdf (1 Agustus 2012)
Ennis, Robert H. (2011) Critical Thingking [Online]. Tersedia http://crtiticalthinking.net/definition.html [9 Agustus 2012]
Herawati, C (2006). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Recipracal Teaching dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Herlianawati, R (2008). Pembelajaran Matematika dengan Penyajian Masalah Terbuka Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk
(44)
Yolanda Stevani Silalahi, 2013
Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Dengan Menggunakan Model
Meningkatkan Prestasi Belajar matematika Siswa SMP. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Indrawan, A (2009). Pengaruh Model Pembelajaran Generatif dalam Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Siswa. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Iradat, I. M. (2002). Pengaruh Pemberian Soal Terbuka Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis Siswa SMU dalam Pembelajaran Matematika. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Misnadi, A (2005). Penerapan Pembelajaran Matematika Interaktif dengan Pola CAI Tipe Simulasi untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa SMA. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Mulyana, Tatang (2010). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif [Online]. Tersedia : http://file.upi.edu/Direktori/D-
FPMIPA/JUR.PENDMATEMATIKA/195101061976031-TatangMulyana/File24KemampuanBerpikirkirisdankreatifmatematika.pdf (06 Okober 2012)
NCTM (1991). Professional Standart [Onlne]. Terseida : http://toolkitforchange.org/toolkit/documents/ss1_92.nctm_teaching_stand art.pdf (1 Agustus 2012)
Priatna, K (2007). Masalah Pendidikan di Indonesia [online]. Tersedia : http://www.google.com/
(45)
65
Yolanda Stevani Silalahi, 2013
Rizki, A (2009). Penerapan Model pembelajaran Generatif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisik pada Siswa SMP . Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Rusefendi, E T (2006). Pengantar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito
Safutra, N. Y. (2012) Pencapaian Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP dalam Pembelajaran Matematika dengan Strategi REACT (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP). Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.
Setiaji, Darmawan (2009). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Improve untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Sudjana. (2005). Metode Statistika : Tarsito
Suherman, E (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI. Sumarna, H (2009). Penerapan Model Pembelajaran Generatif terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Madrasah. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
TIMSS (2009). Higlight From TIMSS 2007 [Online]. Tersedia
http://warwick.ac.uk/ETS/publications/guides/cat.htm (29 September
2012)
Wahyudin. (2009). Pengembangan Berpikir Kritis. UPI Bandung: Belum Diterbitkan.
(1)
40
Tabel 3.11
Tabel Tafsiran Data Angket Persentase Data Interpretasi
Tak seorang pun Sebagian kecil Hampir setengahnya
Setengahnya Sebagian besar Hampir seluruhnya
(2)
62
Yolanda Stevani Silalahi, 2013
Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generatif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP Negeri 3 Lembang yang mendapatkan model pembelajaran generatif lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.
2. Berdasarkan hasil analisa data kualitatif diperoleh hasil yang menunjukkan respon siswa yang cenderung positif terhadap model pembelajaran generatif, siswa tertantang, dan tertarik untuk mempelajari matematika karena mendapatkan keterkaitan konsep yang dipelajari dan kehidupan sehari-hari.
5.2. Saran
Selama penelitian berlangsung, peneliti mendapatkan beberapa hal yang dapat menjadi masukan atau saran bagi peneliti, guru matematika dan bagi pembaca :
1. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa model pembelajaran generatif masih baik digunakan untuk alternatif pembelajaran matematika di dalam kelas, namum perlu penelitian lebih lanjut dan mendalam untuk mengetahui pembelajaran generatif dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan matematis lainnya.
2. Dalam mengimplementasikan model pembelajaran generatif terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah : (a)
(3)
63
Memberikan arahan yang tepat untuk membimbing siswa dalam tahapan-tahapan model pembelajaran generatif ; (b) Penyusunan bahan ajar yang dapat dipahami oleh siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai; dan (c) guru tidak tergesa-gesa memberikan arahan dan bantuan pada siswa, agar kemampuan berpikir kritis matematisnya dapat berkembang secara optimal.
(4)
63
Yolanda Stevani Silalahi, 2013
Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generatif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Anwar (2008) Pembelajaran generatif [Online]. Tersedia :
http://anwarhadil.blogspot.com/2008104/pembelajaran-generatif-mpg.html (15 Agustus 2012)
BNSP(2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah [Online]. Tersedia : http://www.litbangkemdikbud.go.id/bukustu(4).pdf (16 Juli 2012)
BPG (2007) Strategi Pembelajaran Generatif [Online]. Tersedia :
http://www.geocities.novizan-2000/strategi_pembelajaran_generatif.html (16 Juli 2012)
Depdiknas (2009). Undang Undang Repblik Indonesia nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional [Online]. Tersedia :
http://www.baksi.undip.ac.id/images/download/dokumen/uu%20no20%th n%202003%20sisdiknas.pdf (1 Agustus 2012)
Ennis, Robert H. (2011) Critical Thingking [Online]. Tersedia
http://crtiticalthinking.net/definition.html [9 Agustus 2012]
Herawati, C (2006). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Recipracal Teaching dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Herlianawati, R (2008). Pembelajaran Matematika dengan Penyajian Masalah Terbuka Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk
(5)
64
Yolanda Stevani Silalahi, 2013
Meningkatkan Prestasi Belajar matematika Siswa SMP. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Indrawan, A (2009). Pengaruh Model Pembelajaran Generatif dalam Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Siswa. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Iradat, I. M. (2002). Pengaruh Pemberian Soal Terbuka Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis Siswa SMU dalam Pembelajaran Matematika. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Misnadi, A (2005). Penerapan Pembelajaran Matematika Interaktif dengan Pola CAI Tipe Simulasi untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa SMA. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Mulyana, Tatang (2010). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif [Online].
Tersedia :
http://file.upi.edu/Direktori/D-
FPMIPA/JUR.PENDMATEMATIKA/195101061976031-TatangMulyana/File24KemampuanBerpikirkirisdankreatifmatematika.pdf (06 Okober 2012)
NCTM (1991). Professional Standart [Onlne]. Terseida :
http://toolkitforchange.org/toolkit/documents/ss1_92.nctm_teaching_stand art.pdf (1 Agustus 2012)
Priatna, K (2007). Masalah Pendidikan di Indonesia [online]. Tersedia : http://www.google.com/
(6)
Yolanda Stevani Silalahi, 2013
Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generatif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Rizki, A (2009). Penerapan Model pembelajaran Generatif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisik pada Siswa SMP . Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Rusefendi, E T (2006). Pengantar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito
Safutra, N. Y. (2012) Pencapaian Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP dalam
Pembelajaran Matematika dengan Strategi REACT (Penelitian
Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP). Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.
Setiaji, Darmawan (2009). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Improve untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Sudjana. (2005). Metode Statistika : Tarsito
Suherman, E (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI. Sumarna, H (2009). Penerapan Model Pembelajaran Generatif terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Madrasah. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
TIMSS (2009). Higlight From TIMSS 2007 [Online]. Tersedia
http://warwick.ac.uk/ETS/publications/guides/cat.htm (29 September
2012)
Wahyudin. (2009). Pengembangan Berpikir Kritis. UPI Bandung: Belum Diterbitkan.