HUBUNGAN PERILAKU PERAWAT DENGAN KEPATUH

HUBUNGAN PERILAKU PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) SESUAI STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) DI RUANG RAWAT INAP BADAN LAYANAN UMUM DAERAH(BLUD) RUMAH SAKIT KONAWE TAHUN 2015 SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh: IRFAN BANDA

F1D311120

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2015

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.

yang telah memberikan hidayah-Nya, limpahan rezeki, kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015” sebagai salah satu syarat penyelesaian studi pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penelitian ini banyak hambatan yang penulis dapatkan. Namun, atas bantuan dan bimbingan serta motivasi yang tiada henti-hentinya disertai harapan yang optimis sehingga dapat mengatasi semua masalah tersebut. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada Bapak Pitrah Asfian S.Sos., M.Sc. sebagai pembimbing I dan Bapak Abdul Rahim Sya’ban S,K.M.,M.Sc. sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama proses penyusunan hasil ini.

Ucapan terima kasih penulis persembahkan pula kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. Dema Banda M,Si dan Ibunda Suharni, S.Pd yang telah membina, mendidik, memberikan semangat, serta do’a restu yang tak terhingga Ucapan terima kasih penulis persembahkan pula kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. Dema Banda M,Si dan Ibunda Suharni, S.Pd yang telah membina, mendidik, memberikan semangat, serta do’a restu yang tak terhingga

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

3. Ketua Jurusan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

4. Seluruh dosen pengajar yang dengan sepenuh hati memberikan banyak pengetahuan selama perkuliahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis, serta kepada Staf pengelola Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

5. Bapak Dr. Yusuf Sabilu, M.Si. Ibu arum dian pratiwi, S.K.M., M.Sc. dan Bapak Syawal K Saptaputra, S.K.M., M.Sc. selaku penguji yang telah memberikan motivasi, kritik, dan saran yang membangun demi penyempurnaan penelitian ini.

6. Bapak Drs.Djaeludin selaku kabag. Tata usaha BLUD Rumah Sakit Konawe yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta banyak membantu demi terlaksananya penelitian ini.

7. Sahabat-sahabatku yang tak terlupakan: Ramadhan, Aguslan, Irfan Yudiawan,Dimas Reza Prayoga, Aril Genezaret, Erit Eripin, Alwi, Hasmar Noe, Fahmi, Herlan, Azrin, Vivi, Desi, Riri, Saban, Rani, Indah, yang 7. Sahabat-sahabatku yang tak terlupakan: Ramadhan, Aguslan, Irfan Yudiawan,Dimas Reza Prayoga, Aril Genezaret, Erit Eripin, Alwi, Hasmar Noe, Fahmi, Herlan, Azrin, Vivi, Desi, Riri, Saban, Rani, Indah, yang

8. Teman-teman peminatan KLKK 2011: Ramadan, Alwi, Aguslan, Fahmi, Aril Genezaret, Erit Eripin, Hasmar Noe, Dimas Reza Prayoga, dan lainnya, salut atas kerjasama, kekompakan, dan bantuannya selama ini.

9. Teman-teman dari keluarga besar ENVISION, HAC, Epid.Com, HealthProz, kakak-kakakku angkatan 2005–2010, adik-adikku angkatan 2012–2014, teman-teman kelompok 11 PBL Desa Tomba Watu dan teman-teman di Sanggar Iqo Art Management (IAM) yang telah memberikan motivasi kepada penulis serta membantu dalam menyelesaikan penelitian. Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan berkah-

Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan pada Program S1 di Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa, negara, dan agama. Amin Ya Rabb.

Kendari, September 2015

Irfan banda

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL

HALAMAN PENGAJUAN

ii

HALAMAN PENGESAHAN

iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN

iv

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

viii

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

DAFTAR ISTILAH

xiv

DAFTAR LAMBANG

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Ruang Lingkup Penelitian

F. Definisi Dan Istilah

G. Organisasi Penelitian

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Umum K3

B. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri

C. Tinjauan Tentang Perilaku

D. Tinjauan Tentang Kepatuhan

E. Kerangka Konsep

F. Hipotesis

III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

B. Lokasi Dan Waktu

C. Populasi dan Sampel

D. Instrumen pengumpulan data

E. Teknik Pengumpulan Data

F. Defenisi Operasional

G. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

47

A. Gambaran Lokasi Penelitian

55

B. Hasil Penelitian

66

C. Pembahasan

IIV. PENUTUP

78

A. Simpulan

79

B. Saran

DARTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel

Teks

Halaman

1. Fasilitas tempat tidur BLUD Rumah Sakit Konawe

53 Tahun 2015

2. Distribusi Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis

54 Pendidikan Tahun 2015

3. Distribusi Responden menurut jenis kelamin di

56 ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe

4. Distribusi Responden menurut kelompok umur di

56 ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

5. Distribusi Responden menurut pendidikan terakhir

57 di ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

6. Distribusi Responden menurut lama kerja di ruang

58 Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

7. Distribusi Responden menurut kepatuhan perawat

59 dalam menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

8. Distribusi Responden menurut pengetahuan perawat

60 di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

9. Distribusi Responden menurut sikap perawat di

61 BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

10. Distribusi Responden menurut tindakan perawat di

62 BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

11. Hubungan pengetahaun perawat BLUD Rumah

62 Sakit Konawe dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP Rumah Sakit Tahun 2015

12 Hubungan sikap perawat dengan kepatuhan

64 menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

13 Hubungan tindakan perawat dengan kepatuhan

65 menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

34

1. KerangkaTeori

36

2. KerangkaKonsep

DAFTAR LAMPIRAN

NO Lampiran

1 Informed Consent

2 Kuisioner

3 Master Tabel

4 Output SPSS

5 Dokumentasi

6 Surat Izin Penelitian

7 Surat Telah Melakukan Penelitian

DAFTAR ISTILAH

Singkatan

Arti/Keterangan

WHO World Health Organization K3

Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Depkes

Departemen Kesehatan RI

Republik Indonesia ILO

International Labour Organization RSU

Rumah Sakit Umum Dinkes

Dinas Kesehatan

APD Alat Pelindung Diri Menkes

Menteri Kesehatan UK

United Kingdom

Pemda Pemerintahan Daerah Per

Peraturan

Perda

Peraturan Daerah

Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan BLUD

Badan Layanan Umum Daerah AIDS

Acquired Immune Deficiency Syndrome

X Variabel Bebas

Variabel Terikat

UU

Undang-undang

SDM Sumber Daya Manusia SK

Surat Keputusan

SMA Sekolah Menengah Atas SMP

Sekolah Menengah Pertama SD

Sekolah Dasar

SPSS Statistical Package For Social Sciences BBM

Bahan bakar Minyak OSHA

Occupational Safety And Health Administration

SOP Standard Operating Procedure S-O-R

Stimulus-orgisme-respon PAD

Pendapatan Asli Daerah SS

Sangat Setuju

Setuju

TS

Tidak Setuju

STS Sangat Tidak Setuju

DAFTAR LAMBANG

LAMBANG Arti/Keterangan

= Samadengan -

Pengurangan +

Penambahan /

Pembagian <

Kurangdari ≥

Lebihbesaratausamadengan %

Persentase

HUBUNGAN PERILAKU PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) SESUAI STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) DI RUANG RAWAT INAP BLUD RUMAH SAKIT KONAWE TAHUN 2015

Oleh: Irfan Banda F1D3 11 120 ABSTRAK

Penggunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting untuk digunakan ketika sedang bekerja di rumah sakit. penggunaan APD harus sesuai standar operasional prosedur (SOP). Untuk mencegah masalah kecelakaan kerja atau resiko bahaya yang dapat muncul ketika sedang melakukan pekerjaan di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai Standard Operating Procedure (SOP) di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe Tahun 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan metode cross sectional study. Sampel pada penelitian ini berjumlah 52 responden yang bekerja pada ruang rawat inap. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan metode sampling jenuh. Hasil penelitian

menunjukkan hasil statistik pada tingkat signifikan α < 0,05 diperoleh ada hubungan yang kuat antara pengetahuan perawat dengan kepatuhan menggunakan

APD sesuai SOP ( ρ value = 0,024), ada hubungan yang bermakna antara sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP ( ρ value =0,027), dan tidak ada yang bermakna antara tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP ( ρ value = 0,100), di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe Tahun 2015.

Kata Kunci: APD, SOP, Pengetahuan, Sikap, Tindakan dan Kepatuhan

ASSOCIATION BETWEEN NURSE BEHAVIOR AND PURSUANCE OF NURSES IN UTILIZING SELF PROTECTION DEVICE (APD) APPROPRIATELY BASED ON STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) IN INPATIENT CARE ROOM OF BLUD HOSPITAL KONAWE IN 2015

BY: Irfan Banda F1D3 11 120 ABSTRACT

Utilization of Self Protection Device (APD) is considered essential when working in hospital. The using of APD should be appropriate with the standard operating procedure (SOP) to prevent potential accident or hazard that might be exposed while working in the hospital. This study aimed to understand the association between knowledge, attitude, practice and pursuance of nurses in utilizing APD appropriately according to the Standard Operating Procedure (SOP) at BLUD Hospital of Konawe in 2015. This study was observational analytic through cross sectional study method. The number of samples was 52 respondents who worked at inpatient care room. The sampling technique was made by saturated sampling technique. The results of the study demonstrating statistic test result at significance level α < 0.05 indicated that there was a significant association between knowledge of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP ( ρ value = 0.024), there was significant association between attitude of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP ( ρ value = 0.027), and there was no significant association between practice of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP ( ρ value = 0,100) in inpatient care room at BLUD Hospital of Konawe regency in 2015.

Key Words: APD, SOP, Knowledge, Attitude, Practice, and Pursuance

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

International Labour Organization (ILO) memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja termasuk di dalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di lingkungan kerja. Sedangkan menurut catatan World Health Organization (WHO) dari jumlah tenaga kerja sebesar 35% sampai 50% di dunia terpajan bahaya fisik, kimia dan biologi (Milyandra, 2010).

Dalam UU Kesehatan No.36 tahun 2009, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian upaya kesehatan yang dilakukan merupakan serangkaian kegiatan terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat (Depkes RI, 2009).

Bertitik tolak dari konsep kesehatan secara umum, maka konsep kesehatan perlu diterapkan pada semua lini kehidupan. Kesehatan kerja misalnya, merupakan aplikasi dalam penerapan konsep kesehatan dalam masyarakat yang diterapkan dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, laboratorium dan Bertitik tolak dari konsep kesehatan secara umum, maka konsep kesehatan perlu diterapkan pada semua lini kehidupan. Kesehatan kerja misalnya, merupakan aplikasi dalam penerapan konsep kesehatan dalam masyarakat yang diterapkan dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, laboratorium dan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali. Upaya K3 diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat melakukan pekerjaan (Hiperkes Bandung, 2008).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe tahun 2015 bahwa ditemukan masih banyaknya perawat yang kurang perhatian dan kesadaran/kepatuhan dalam menggunakan APD seehingga perawat memiliki potensi untuk terpapar penyakit dan juga terjadinya kecelakaan kerja.

Berdasarkan data pada tahun 2013, terdapat kejadian kecelakaan kerja baik ringan sebanyak 16 kasus atau sekitar 25%, seperti kecelakaan tertusuk jarum suntik dan terkena pecahan botol suntik dll, dan untuk kecelakaan berat sebanyak

13 kasus atau sekitar 22%, seperti kecelakaan terjatuh, tertindis alat kerja (Profil BLUD Rumah Sakit Konawe, 2013).

Dari uraian di atas, penulis tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul, “Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di Ruang Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe.

b. Untuk mengetahui hubungan sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe.

c. Untuk mengetahui hubungan tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan dan evaluasi kepala BLUD Rumah Sakit Konawe agar memperhatikan kesehatan pekerja

2. Manfaat Ilmiah

Untuk menambah wawasan ilmiah serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

3. Manfaat bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam memperluas wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi tentang pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan serta lembar observasi. Penelitian ini hanya mengambil tiga Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi tentang pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan serta lembar observasi. Penelitian ini hanya mengambil tiga

F. Defenisi dan Istilah

1. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan sistem imun yang disebabkan oleh infeksi HIV.

2. Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.

3. Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran oleh jasad renik atau obat untuk membasmi kuman penyakit.

4. Hepatitis B virus adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.

5. Hepatitis C virus adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C.

6. Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan.

G. Organisasi Penelitian

Tugas akhir ini berjudul “Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015”. Penyusunan tugas akhir ini dibimbing oleh Bapak Pitrah Asfian, S.Sos., M.Sc. selaku pembimbing I dan Bapak Abdul Rahim Sya’ban, S.K.M.,M.Sc selaku pembimbing II serta para dewan Penguji I, Penguji II dan penguji III.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana kita mengendalikan risiko (risk management) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan (Milyandra, 2010)

1. Kesehatan Kerja

Pasal 23 Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja, disebutkan pula bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja (Haryono, 2007).

Menurut Suma’mur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi- tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha Menurut Suma’mur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi- tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha

a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan- kecelakaaan akibat kerja.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.

c. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.

d. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta kenikmatan kerja.

e. Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan agar terhindar dari bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut.

f. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan.

Tujuan akhir dan kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan (Notoatmodjo, 2007).

Ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada pengenalan, evaluasi dan kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul di tempat kerja yang mungkin menyebabkan kesakitan, gangguan kesehatan dan Ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada pengenalan, evaluasi dan kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul di tempat kerja yang mungkin menyebabkan kesakitan, gangguan kesehatan dan

2. Keselamatan Kerja

Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko kecelakaan atau kerusakan atau dengan risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingkat tertentu (Johny, 2000).

Keselamatan kerja adalah upaya keselamatan yang diterapkan di tempat kerja. Menurut Webster dalam Intercollegiate dictionary, keselamatan sendiri mempunyai pengertian bebas interaksi antara manusia-mesin-media yang berakibat kerusakan sistem, degradasi dari misi sukses, hilangnya jam kerja, atau luka pada pekerja. Sedangkan gagalnya upaya kesehatan umumnya disebabkan oleh hubungan sistem kerja manusia–alat-bahan-komponen lingkungan yang menghasilkan masalah besar sebagai akibat dari kurang bagusnya pengawasan di industri (Lukmannul, 2004)

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Modul K3 ITB, 2009).

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 1993).

Menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja, syarat-syarat keselamatan kerja seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya berikut jenis- jenis bahaya akan diatur dengan peraturan perundangan (Suma’mur, 1993).

Indikator penyebab keselamatan kerja adalah:

a. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:

1) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.

2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak

3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.

b. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:

1) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.

2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik pengaturan penerangan.

3. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur (Balai K3 Bandung, 2010).

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. (Depnaker, 1998).

Secara umum penyebab kecelakaan ada dua, yaitu unsafe action (faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan). Menurut penelitian bahwa 80-85 % kecelakaan disebabkan oleh unsafe action (Anizar, 2009).

a. Unsafe Action Unsafe Action dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut :

1) Ketidakseimbangan fisik tenaga kerja yaitu :

a) Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lelah

b) Cacat fisik

c) Cacat Sementara

d) Kepekaan panca indera terhadap sesuatu

2) Kurang Pendidikan

a) Kurang pengalaman

b) Salah pengertian terhadap suatu perintah

c) Kurang terampil

d) Salah mengartikan SOP (Standard Operational Procedure),

sehingga mengakibatkan kesalahan pemakaian alat kerja

a. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan a. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan

c. Pemakaian alat pelindung diri (APD) hanya berpura-pura

d. Mengangkut beban yang berlebihan

e. Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja

b. Unsafe Condition Unsafe condition dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut:

1) Peralatan yang sudah tidak layak pakai

2) Ada api di tempat bahaya

3) Pengamanan gedung yang kurang standar

4) Terpapar bising

5) Terpapar radiasi

6) Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan

7) Kondisi suhu yang membahayakan

8) Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan

9) Sistem peringatan yang berlebihan

10) Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya. Menurut Notoatmodjo (2007) terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh kedua faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja.

B. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) alat pelindung diri atau pesonal protective equipment atau didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya (OSHA, 2009).

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.8/MEN/VII/2010, alat pelindung diri atau personal protective equipment didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.

Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Pasal 108 menyatakan bahwa “setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”, maka upaya perlindungan terhadap karyawan akan bahaya khususnya pada saat melaksanakan kegiatan (proses kerja) di tempat kerja perlu dilakukan oleh pihak manajeman perusahaan. Salah satu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja tersebut adalah dengan penggunaan APD.

Penggunaan APD ditempat kerja sendiri telah diatur melalui Undang- Undang No.1 tahun 1970. Pasal-pasal yang mengatur tentang penggunaan APD adalah antara lain :

1. Pasal 3 ayat 1 : Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat perlindungan diri kepada para pekerja.

2. Pasal 9 ayat 1c : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tahap tenaga kerja baru tentang alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

Alat pelindung diri (APD) berperan penting terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peranan dan kedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan. Sebagai pelaku pembangunan, perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan baik dari aspek ekonomi, politik, sosial, teknis, dan medis dalam mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja. terjadinya kecelakaan kerja dapat mengakibatkan korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan, menurunnya mutu dan hasil produksi, terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, dan akhirnya akan merugikan semua pihak serta berdampak kepada perekonomian nasional (Anizar, 2009).

1. Program Penggunaan APD

Berdasarkan Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pengusaha/pengurus perusahaan perusahaan wajib menyediakan APD secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja. Apabila kewajiban pengusaha/pengurus perusahaan tersebut tidak dipenuhi merupakan suatu pelanggaran undang- Berdasarkan Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pengusaha/pengurus perusahaan perusahaan wajib menyediakan APD secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja. Apabila kewajiban pengusaha/pengurus perusahaan tersebut tidak dipenuhi merupakan suatu pelanggaran undang-

2. Pemilihan dan Persyaratan APD

Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri (personal protective devices). APD harus memenuhi persyaratan (Suma’mur, 2009) :

1. Enak (nyaman) dipakai;

2. Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan; dan

3. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi.

Menurut Anizar (2009) APD yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh tenaga kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan sertifikat. Tenaga kerja berhak menolak untuk memakai jika APD yang disediakan tidak memenuhi syarat. Dari ketiga pemenuhan persyaratan tersebut, harus diperhatikan faktor-faktor pertimbangan di mana APD harus

1) Enak dan nyaman dipakai;

2) Tidak menggangu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak pekerja;

3) Memberikan perlindungan efektif terhadap segala jenis bahaya/potensi bahaya;

4) Memenuhi syarat estetika;

5) Memperhatikan efek samping penggunaan APD; dan

6) Mudah dalam pemeliharaan, tempat ukuran, tempat penyediaan, dan harga terjangkau.

3. Jenis-Jenis APD

Menurut Anizar (2009) aneka alat pelindung diri adalah sebagai berikut :

a. Masker

Pada tempat-tempat kerja tertentu seringkali udaranya kotor yang diakibatkan oleh bermacam-macam sebab antara lain :

1) Debu-debu kasar dari pengindaraan atau operasi-operasi sejenis.

2) Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap.

3) Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia.

4) Bukan gas beracun tetapi seperti CO 2 yang menurunkan konsentrasi oksigen di udara. Jenis-jenis masker dan penggunaannya (Anizar, 2009):

1) Masker penyaring debu

Masker penyaring debu berguna untuk melindungi pernapasan dari serbuk-serbuk logam, atau serbuk lainnya.

2) Masker berhidung

Masker ini dapat menyaring debu atau benda lain sampai ukuran 0.5 mikron, bila kita sulit bernapas waktu memakai alat ini maka hidungnya harus diganti karena filternya telah teBLUD Rumah Sakitmbat oleh debu.

3) Masker Bertabung

Masker bertabung mempunyai filter yang baik dari pada masker berhidung. Masker ini sangat tepat digunakan untuk melindungi pernapasan dari gas tertentu. Bermacam-macam tabung dapat dipasangkan dan bermacam-macam tabungnya tertulis untuk macam gas yang bagaimana masker tersebut digunakan.

b. Kacamata

Salah satu masalah di BLUD Rumah Sakit dalam pencegahan kecelakaan adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa mata dimana jumlah kecelakaan demikian besar. Orang-orang merasa enggan memakai kacamata karena ketidaknyamannya sehingga dengan alasan tersebut pekerja merasa mengurangi kenikmatan kerja. Sekalipun kacamata pelindung yang memenuhi persyaratan demikian banyaknya.

Banyak upaya harus diselenggarakan ke arah pembinaan disiplin, atau melalui pendidikan dan penggairahan, agar tenaga kerja memakainya. Tenaga kerja yang berpandangan bahwa risiko kecelakaan terhadap mata adalah besar akan memakainya dengan kemauan sendiri. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa bahaya itu kecil, mereka tidak akan mau memakainya (Anizar, 2009).

Kecelakaan mata berbeda-beda dan aneka jenis kacamata pelindung diperlakukan. Sebagai misal, pekerjaan dengan kemungkinan adanya risiko dari bagian-bagian yang melayang memerlukan kacamata Kecelakaan mata berbeda-beda dan aneka jenis kacamata pelindung diperlakukan. Sebagai misal, pekerjaan dengan kemungkinan adanya risiko dari bagian-bagian yang melayang memerlukan kacamata

c. Sepatu Pengaman

Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja terhadap kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa kaki, paku-paku atau benda tajam lain yang mungin terinjak, logam pijar, asam-asam dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang buatannya kuat dan baik cukup memberikan perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan tertimpa benda-benda berat masih perlu sepatu dengan ujung tertutup baja dan lapisan baja di dalam solnya. Lapis baja di dalam sol perlu untuk melindungi tenaga kerja dari tusukan benda runcing dan tajam khususnya pada pekerjaan bangunan.

d. Sarung Tangan

Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja dengan pertimbangan akan bahaya-bahaya dan persyaratan yang diperlukan. Antara lain syaratnya adalah bebannya bergerak jari dan tangan. Macamnya tergantung pada jenis kecelakaan yang akan dicegah yaitu tusukan, sayatan, terkena benda panas, terkena bahan kimia, terkena aliran listrik, terkena radiasi dan sebagainya.

Sarung tangan juga sangat membantu pada pengerjaan yang berkaitan dengan benda kerja yang panas, tajam ataupun benda kerja yang licin. Sarung tangan juga dipergunakan sebagai isolator untuk pengerjaan listrik.

e. Topi Pengaman (helmet)

Topi pengaman (helmet) harus dipakai oleh tenaga kerja yang mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau benda-benda lain yang bergerak. Topi demikian harus cukup keras dan kokoh, tetapi ringan. Bahkan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cocok untuk keperluan ini.

Topi pengaman dengan bahan elastis seperti karet atau plastik pada umumnya dipakai oleh wanita. Rambut wanita yang memiliki risiko ditarik oleh mesin. Oleh karena itu, penutup kapala harus dipakai agar rambut tidak terbawa putaran mesin dengan cara rambut diikat dan ditutup oleh penutup kepala.

f. Pelindung Telinga

Telinga harus dilindungi terhadap loncatan api percikan logam, pijar atau partikel-partikel yang melayang. Perlindungan terhadap kebisingan dilakukan dengan sumbat atau tutup telinga. Alat pelindung telinga merupakan salah satu bentuk alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan, sering disebut sebagai personal hearing protection atau personal protective devices.

g. Pelindung Paru-Paru (Respirator)

Paru-paru harus dilindungi manakala udara tercemar atau ada kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pencemaran-pencemaran mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dan lainnya. Kekurangan oksigen mungkin terjadi di tempat-tempat yang pengudaraannya buruk Paru-paru harus dilindungi manakala udara tercemar atau ada kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pencemaran-pencemaran mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dan lainnya. Kekurangan oksigen mungkin terjadi di tempat-tempat yang pengudaraannya buruk

h. Pakaian Pelindung

Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala rambut, baju yang pas dan tidak memakai perhiasan- perhiasan. Pakaian kerja sintesis hanya baik terhadap bahan-bahan kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan- bahan dapat meledak oleh aliran listrik statis.

Menurut Suma’mur (2009), alat proteksi diri beraneka ragam. Jika digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindungi, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sebagai berikut :

1. Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu

topi pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala.

2. Mata : kacamata pelindung (protective goggles)

3. Muka : Pelindung muka (face shields)

4. Tangan dan jari : Sarung tangan (sarung tangan dengan ibu jari terpisah, sarung tangan biasa (gloves); pelindung telapak tangan (hand pad), dan 4. Tangan dan jari : Sarung tangan (sarung tangan dengan ibu jari terpisah, sarung tangan biasa (gloves); pelindung telapak tangan (hand pad), dan

5. Kaki : Sepatu pengaman (safety shoes).

6. Alat pernapasan : Respirator, masker, alat bantu pernafasan.

7. Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga.

8. Tubuh : Pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan panas, pakaian kerja tahan dingin, pakaian kerja lainnya.

9. Lainnya : Sabuk pengaman.

C. Tinjauan Tentang Perilaku

Maulana (2009) menyebutkan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus – organisme- respon).

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tersebut (Notoatmodjo, 2007) . Respon ini terbentuk dua macam, yakni :

1. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, maka perilaku tersebut terselubung (covert behaviour).

2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, maka perilaku tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut ‘over behaviour’.

a. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku

Teori Lawrence Green (1980) dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku, konsep umum yang sering digunakan dalam berbagai kepentingan program dan beberapa penelitian yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan olah Green (1980). Ia menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor penguat (Maulana, 2009).

Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini termasuk pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai nilai, norma sosial, budaya, dan faktor sosio-demografi.

Faktor pendorong (enabling factors). Faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku. Hal ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan.

Faktor penguat (reinforcing factors). Faktor yang memperkuat perilaku termasuk sikap dan perilaku petugas, kelompok referensi, dan tokoh masyarakat.

b. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan APD

1) Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal- hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya (Mulyanti, 2008).

a) Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Sedangkan menurut Maulana (2009) sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga, berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu :

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation, yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).

b) Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1983) dalam Maulana (2009) sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut.

Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan

‘pre-disposisi’ tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo, 2007) :

1) Menerima (Receiving) Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3) Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mengindikasikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

4) Bertanggung Jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko.

Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara

c) Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya: orang tua, saudara, suami, isteri, dan lain-lain, yang sangat penting untuk mendukung tindakan yang akan dilakukan. Tingkatan tindakan (practice) yaitu:

1. Persepsi (Perception). Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (Guide responce). Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator tindakan tingkat kedua.

3. Mekanisme (Mechanism). Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai tindakan tingkat ketiga.

4. Adaptasi (Adaptation). Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah 4. Adaptasi (Adaptation). Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah

2) Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya (Mulyanti, 2008).

a) Ketersediaan Fasilitas

Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas dan penangananya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang, asas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai (Johny, 2000).

Menurut Laurenta (2001) yang dikutip oleh Mulyanti (2008) keserasian perbandingan antara manusia dengan alat kerja sehingga turut menjamin adanya suasana kerja yang menggairahkan. Peralatan dan perlengkapan harus tepat guna dan tidak mewah. Setiap alat dan perlengkapan harus diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan.

Menurut Maulana (2009), faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan. Menurut penelitian Hakim (2004) Menurut Maulana (2009), faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan. Menurut penelitian Hakim (2004)

b) Kenyamanan Fasilitas

Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang timbul pada saat menggunakan APD akan mengakibatkan keengganan tenaga kerja menggunakannya dan mereka memberi respon yang berbeda-beda (Budiono dkk., 2003). Pemakaian APD dapat menyebabkan ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk jangka lama, karena pemakai merasa tertutup dan terisolasi. Oleh karena itu, pekerja cenderung untuk melepaskannya untuk menghilangkan ketidaknyamanan (Harrington dkk., 2003).

3) Faktor penguat (Reinforcing Factors). Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan- peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan.

a) Pola Pengawasan

Pengawasan adalah suatu proses untuk mengukur penampilan kegiatan atau pelaksanaan kegiatan suatu program yang selanjutnya memberikan pengarahan-pengarahan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai (Notoatmodjo, 2007).

Dilakukan pengawasan adalah untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan (Sastrohadiwiry, 2003).

Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan pada bahaya dari cara kerja, karena dapat membahayakan tenaga kerja itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Antara lain pemakaian APD yang tidak semestinya dan cara memakai yang salah. Pengusaha perlu memperhatikan cara kerja yang dapat membahayakan ini, baik pada tempat kerja maupun dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari (Johny, 2000).

b. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD), telah digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini dengan timbulnya AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), HBV (Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan munculnya kembali tuberkulosis di banyak negara, penggunaan APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas (Tietjen, 2004).