OPTIMASI PEMBUATAN KEJU LUNAK TRADISIONAL (SOFT CHEESE) DENGAN PENGGUNAAN KULIT BATANG TANAMAN RAMPELAS (Ficus ampelas) DAN BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI KOAGULAN ALAMI.

(1)

i

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN FUNDAMENTAL

OPTIMASI PEMBUATAN KEJU LUNAK TRADISIONAL (

SOFT

CHEESE

) DENGAN PENGGUNAAN KULIT BATANG TANAMAN

RAMPELAS (

Ficus ampelas

) DAN BAKTERI ASAM LAKTAT

SEBAGAI KOAGULAN ALAMI

TAHUN KE-1 DARI RENCANA 2 TAHUN

TIM PENELITI

Prof. Dr. Ir. I Made Sugitha., M.Sc.

NIDN. 0012055508

Ni Nyoman Puspawati, S.TP., M.Si.

NIDN. 0010057901

AAI. Sri Wiadnyani, S.TP., M.Sc.

NIDN. 0006017902

Dibiayai:

Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Sesuai dengan Surat Peranian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: 127/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 03 Maret 2015

UNIVERITAS UDAYANA

OKTOBER 2015


(2)

(3)

iii RINGKASAN

Susu merupakan salah satu produk komoditi peternakan yang merupakan sumber protein hewani yang cukup banyak permintaannya. Namun, susu segar memiliki sifat mudah rusak, sehingga dibutuhkan proses pengolahan yang bertujuan untuk memperpanjang daya simpan dan meminimalkan kerusakan pada susu. Salah satu bentuk pengolahan susu adalah dengan pembuatan keju. Keju adalah sebuah makanan yang dibuat dengan bahan dasar susu yang dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi. Proses pengentalan ini dilakukan melalui tahap fermentasi bakteri asam laktat atau dengan menggunakan enzim rennet sehingga terjadi curd dan pemisahan serum susu.

Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah mampu menghasilkan keju yang berkualitas dengan harga produksi yang murah dengan penggunaan bahan koagulan alami dari batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) sebagai pengganti enzim rennet. Enzim rennet merupakan enzim yang berfungsi sebagai koagulan dalam pembuatan keju yang berasal dari lambung anak sapi. Harga enzim rennet sangat mahal dan sampai saat ini masih harus diimport. Target khusus yang ingin dicapai adalah menemukan bentuk aplikasi penggunaan batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) yang efisien dalam pembuatan keju namun tetap memberikan hasil optimum, menemukan metode pembuatan keju lunak (soft cheese) yang paling tepat dengan menggunakan batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) sebagai koagulannya yang dikombinasikan dengan bakteri asam laktat.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa atang tanaman rampelas (Ficus ampelas) dapat digunakan sebagai koagulan pada pembuatan keju lunak secara tradisional dengan konsentrasi minimal 0,25% (Sugitha, 2013). Hal ini disebabkan karena adanya kandungan senyawa-senyawa golongan phenol, flavonoids, tannin, saponin, mineral maupun senyawa-senyawa aktif lainnya.yang dapat menggumpalkan susu. Pada penelitian tahap pertama dilakukan aplikasi penggunaan batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) yang meliputi 3 perlakuan yaitu penggunaan kulit dalam bentuk lembaran besar, lembaran kecil dan dalam bentuk bubuk dengan konsentarsi sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu 0,25-0,3%, selanjutnya menganalisa keju yang dihasilkan meliputi kadar air, kadar protein, rendemen dan tekstur keju yang dihasilkan.

Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa perlakuan ukuran babakan rampelas tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar protein, rendemen dan tekstur keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan. Karakteristik terbaik keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan diperoleh pada perlakuan kulit batang tanaman rampelas ukuran 5 cm2 dengan karakteristik kadar air sebesar 60,82%, kadar protein 10,78%, rendemen 15,75% dan tekstur 5,73 (lunak) serta kenampakan 5,73 (kompak). Hasil terbaik dari penelitian tahap 1 dilanutkan ke tahap 2 dengan perlakuan penambahan susu skim untuk meningkatkan total padatan susu sehingga rendemen keju yang dihasilkan semakin tinggi. Karakteristik terbaik keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan diperoleh pada perlakuan penambahan susu skim sampai total padatan mencapai 15obrix (T5) dengan karakteristik: rendemen 13,32%, kadar air 65,08%, kadar protein 25,15%, kadar lemak 16,62%, warna 4, (agak putih), rasa 4,63 (agak khas keju), aroma 4,50 (agak khas keju), tekstur 5,75 (lunak) dan penerimaan keseluruhan 4,75 (agak suka).

Hasil terbaik dari penelitian tahap 2 dilanjutkan ke tahap 3 dengan perlakuan kombinasi penggunaan kulit rampelas dengan bakteri asam laktat sehingga karakteristik keju yang dihasilkan semakin baik. Karakteristik terbaik keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan diperoleh pada perlakuan kombinasi kulit rampelas dengan Lactococcus lactis dan Lactobacillus paracasei SKG 44 (K5) dengan karakteristik: rendemen 30,53%, kadar air 71,48%, kadar protein 13,22%, kadar lemak 47,53%, warna 5,38 (agak putih), rasa 4,25 (biasa), aroma 4,25 (biasa), tekstur 5,81 (lunak) dan penerimaan keseluruhan 4,44 (biasa).


(4)

iv PRAKATA

Puji sukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa berkat, atas rahmat dan karunianya laporan akhir penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dengan Surat Perajanjian Pelaksanaan Penelitian No. 311-127/UN14.2/PNL.01.03.00/2015.

Dengan selesainya laporan akhir ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada:

1. Rektor Universitas Udayana 2. Ketua LPPM Universitas Udayana

3. Ketua Pelaksana Kegiatan Penelitian Fundamental

4. Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana 5. Manager Monkey Forest, Ubud Gianyar Bali

6. Kepala Laboratorium di lingkungan FTP Unud

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga bantuan tersebut bermanfaat untuk pendidikan khususnya dan pembangunan bangsa.

Bukit Jimbaran, 25 Oktober 2015


(5)

v DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

RINGKASAN ... iii

PRAKATA ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Urgensi Penelitian ... 2

1.3. Luaran Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Keju ... 4

2.2. Susu dan Enzim Rennet ... 4

2.3. Proses Pembuatan Keju ... 5

2.4. Tanaman Rampelas (Ficus ampelas) ... 5

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 6

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 8

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 8

4.2. Bahan Penelitian ... 8

4.3. Alat Penelitian ... 8

4.4. Tahapan Penelitian ... 10

4.5. Metode Analisis ... 23 BAB V. HASIL YANG DICAPAI ...

5.1. Pengaruh ukuran kulit rampelas terhadap karakteristik keju lunak (soft cheese) ... 5.2. Pengaruh peningkatan total padatan terlarut susu terhadap karakteristik

keju lunak (soft cheese) ... 5.3. Pengaruh penggunaan kultur Lactococcus lactis dan Lactobacillus

paraciticus SKG 44 terhadap karakteristik keju lunak (soft cheese) ...

28 28

32


(6)

vi

BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ... 42

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 45

Lampiran 1. Artikel (Draft bukti sudah submit) ... 45


(7)

vii

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Spesifikasi Keju CottageMenurut USDA (United States Departement of Agriculture) ………

4

2 Rencana kegiatan penelitian (Roadmap Penelitian) ………... 8

3 Kriteria warna keju lunak dengan uji scoring ……… 26

4 Kriteria rasa keju lunak dengan uji scoring ……… 26

5. Kriteria aroma keju lunak dengan uji scoring ……… 26

6. Kriteria tekstur keju lunak dengan uji scoring ……….. 27

7. Kriteria penerimaan keseluruhan keju lunak dengan uji hedonik …….. 27

8. Nilai rata-rata rendemen, kadar air dan kadar protein keju lunak (soft cheese) ... 29 9. Nilai rata-rata tekstur dan kekompakan Keju Lunak (soft cheese) …… 30

10. Nilai rata-rata rendemen, kadar air dan kadar protein dan kadar lemak keju lunak (soft cheese) ... 32 11. Nilai rata-rata warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan keju lunak (soft cheese) ... 34 12. Nilai rata-rata rendemen, kadar air, kadar protein dan kadar lemak keju lunak (soft cheese) ... 37 13. Nilai rata-rata kadar abukeju lunak (soft cheese) ... 38

14. Nilai rata-rata pH dan Total BAL (cfu/g) keju lunak (soft cheese) ... 39 15. Nilai rata-rata warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan

keju lunak (soft cheese) ...

40

16. Tahapan penelitian lanjut yang akan dilaksanakan pada tahun kedua (tahun 2016) ………..


(8)

viii DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Tanaman Rampelas (Ficus ampelas) dan keju lunak (soft cheese) tradisional ………...

6

2. Diagram alir tahapan penelitian ………. 11 3. Diagram Pelaksanaan Penelitian (Fishbone) ……….. 20 4. Diagram alir proses pembuatan keju lunak (Suardika, 2014 yang

dimodifikasi) ………..

22

5. Kulit rampelas (Ficus ampelas) ………. 28

6. Grafik nilai rata-rata rendemen, kadar air dan kadar protein keju lunak

(soft cheese) ………

29

7. Grafik nilai rata-rata tekstur dan kekompakan keju lunak (soft cheese) 31 8. Keju lunak (soft cheese) dengan berbagai perlakuan ukuran kulit batang

rampelas ………

31

9. Grafik nilai rata-rata rendemen, kadar air, kadar protein dan kadar lemak keju lunak (soft cheese) ………..

33

10. Grafik nilai rata-rata evaluasi sensoris keju lunak (soft cheese) ………. 35 11. Keju lunak (soft cheese) pada berbagai perlakuan penambahan susu

skim………

36 12. Grafik nilai rata-rata rendemen, kadar air, kadar lemak dan kadar

protein keju lunak (soft cheese) ………

37

13. Grafik Kadar abu (%) keju lunak (soft cheese) ……… 39 14. Grafik nilai rata-rata evaluasi sensoris keju lunak (soft cheese) ………. 40

15 Keju lunak (soft cheese) pada berbagai perlakuan kombinasi penambahan bakteri asam laktat ………...


(9)

ix DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman 1 Draft Artikel Ilmiah ... 44


(10)

1 BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Susu merupakan salah satu produk komoditi hasil peternakan yang merupakan sumber protein hewani yang cukup banyak permintaannya. Susu segar memiliki kandungan gizi yang sangat baik, namun karena hal itulah susu segar memiliki sifat mudah rusak sehingga dibutuhkan proses pengolahan yang bertujuan untuk memperpanjang daya simpan dan meminimalkan kerusakan pada susu. Salah satu bentuk pengolahan susu adalah dengan pembuatan keju. Keju adalah sebuah makanan yang dibuat dengan bahan dasar susu yag dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi. Proses pengentalan ini dilakukan melalui tahap fermentasi bakteri asam laktat atau dengan menggunakan enzim rennet sehingga terjadi curd dan pemisahan serum susu.

Pada proses pembuatan keju di Indonesia masih mengimpor enzim rennet dari negara-negara di Benua Eropa, oleh sebab itu perlu dicari alternatif penggunaan enzim rennet dalam pembuatan keju untuk menekan biaya produksi keju. Alternatif pengganti enzim rennet adalah dengan penggunaan kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) yang dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pengembangan produk olahan keju. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) dapat digunakan sebagai bahan penggumpal protein susu pada proses pembuatan keju (Sugitha, 2013). Pada konsentrasi 0,25% kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) mampu menggumpalkan susu membentuk keju dengan tekstur dan citarasa yang khas. Namun dalam aplikasinya, penggunaan kulit batang rampelas masih menemukan beberapa kendala diantaranya pada proses pemisahan kulit batang kayu dengan curd yang sudah terbentuk. Hal ini disebabkan karena kulit batang kayu akan berada dibagian bawah dan tengah curd sehingga proses pemisahan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak curd ataupun tekstur keju yang dihasilkan. Selain itu rendemen yang dihasilkan dalam pembuatan keju ini masih cukup rendah padahal konsentrasi penggunaan kulit batang rampelas sangat kecil (0,25%) untuk bisa membentuk keju. Hal ini kemungkinan dapat diatasi dengan meningkatkan total padatan terlarut susu segar bahan baku keju dengan penambahan susu skim.

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu mengoptimasi proses pembuatan keju lunak (soft cheese) dengan penggunaan kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) dan bakteri asam laktat (BAL) sebagai koagulan alami dan pengaruhnya sebagai pangan fungsional yang baik bagi kesehatan. Manfaat dari penelitian ini adalah adanya informasi tentang aplikasi


(11)

2 penggunaan kulit batang rampelas (Ficus ampelas) dalam proses pembuatan keju sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam pembuatan keju lunak (soft cheese) dengan karakteristik yang terbaik.

2. Urgensi Penelitian

Susu adalah produk hasil sekresi hewan ternak seperti sapi dan kambing yang memiliki kandungan gizi sangat baik. Namun susu memiliki kelemahan, dimana susu merupakan produk yang sangat mudah rusak. Untuk mempertahankan daya simpan susu, banyak produk makanan yang dibuat dengan berbahan dasar susu. Salah satu produk makanan yang dibuat dengan menggunakan susu adalah keju.

Keju adalah sebuah makanan yang dibuat dengan bahan dasar susu yag dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi. Proses pengentalan ini dilakukan melalui tahap fermentasi bakteri asam laktat atau dengan menggunakan enzim rennet sehingga terjadi curd dan pemisahan serum susu. Rennet adalah sekelompok enzim yang dihasilkan oleh lambung binatang menyusui untuk mencerna susu ibu. Enzim aktif dalam rennet disebut rennin atau chymosin, dimana kegunaan rennet adalah untuk menggumpalkan susu dalam pembuatan keju.

Pada proses pembuatan keju di Indonesia masih mengimpor enzim rennet dari negara-negara di Benua Eropa, oleh sebab itu perlu dicari alternatif penggunaan enzim rennet dalam pembuatan keju untuk menekan biaya produksi keju. Alternatif pengganti enzim rennet adalah dengan penggunaan kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) yang dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pengembangan produk olahan keju. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) dapat digunakan sebagai bahan penggumpal protein susu pada proses pembuatan keju. Pada konsentrasi 0,25% kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) mampu menggumpalkan susu membentuk keju dengan tekstur dan citarasa yang khas (Sugitha, 2013). Namun dalam aplikasinya, proses pemisahan kulit batang kayu dengan curd yang sudah terbentuk sulit dilakukan. Hal ini disebabkan karena kulit batang kayu akan berada dibagian bawah dan tengah curd sehingga proses pemisahan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak curd ataupun tekstur keju yang dihasilkan. Selain itu rendemen yang dihasilkan dalam pembuatan keju ini masih cukup rendah. Hal ini disebabkan karena total padatan susu segar sekitar 12% sedangkan untuk membentuk keju yang baik diperlukan total padatan susu diatas 12%. Hal ini dapat diatasi dengan meningkatkan total padatan pada susu segar dengan penambahan susu skim. Selain hal tersebut, penggunaan kulit batang rampelas yang


(12)

3 dikombinasikan dengan bakteri asam laktat dapat memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan sebagai pangan fungsional yang sangat baik bagi kesehatan .

3. Luaran Penelitian yang ditargetkan

Hasil yang ditargetkan dari penelitian ini adalah:

1. Memperoleh bentuk aplikasi penggunaan kulit batang rampelas sebagai koagulan alami yang praktis dan efisien yang dapat menggantikan fungsi enzim rennet dalam pembuatan keju lunak (soft cheese) sehingga dapat menekan biaya produksi pembuatan keju.

2. Memperoleh formulasi terbaik kombinasi penggunaan kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) dan bakteri asam laktat sebagai koagulan alami dalam pembuatan keju lunak (soft cheese) dengan karakteristik terbaik.


(13)

4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KEJU

Keju adalah protein susu yang diendapkan atau dikoagulasikan dengan menggunakan asam, enzim atau fermentasi bakteri asam laktat sehingga terjadi curd dan pemisahan serum susu. Keju sebagai produk dengan bahan dasar susu, merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani. Hampir semua keju yang dipasarkan di negara Indonesia adalah keju keras, yaitu keju yang memerlukan tahap pematangan lebih lama sehingga biaya produksi tinggi. Komposisi dan karakteristik keju cottage yang standar dikeluarkan juga oleh USDA yaitu USDA Specifications for Cottage Cheese and Dry Curd Cottage Cheese. Parameter dan batasan yang disarankan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Spesifikasi Keju Cottage Menurut USDA (United States Departement of Agriculture)

Komposisi dan Kualitas (%) Batas Kadar air Tidak lebih dari 80% Kadar lemak Tidak lebih dari 0,5% pH Tidak lebih dari 5,5 Rasa Asin atau agak asin

Tekstur Halus, tidak seperti tepung, tidak lengket dan tidak encer Warna Putih krem

Koliform dan Jamur Tidak lebih dari 10 per gram Sumber : United States Department of Agriculture (2001)

2.2. SUSU dan ENZIM RENNET

Susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, S., 1983). Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia karena kelezatan dan komposisinya yang ideal selain air susu mengandung semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh, semua zat makanan yang terkandung didalam air susu dapat diserap oleh darah dan dimanfaatkan oleh tubuh. Sebagai bahan makanan/minuman air susu sapi mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena mengandung unsur-unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh seperti Calsium, Phosphor, Vitamin A, Vitamin B dan Riboflavin yang tinggi.

Rennet adalah enzim yang digunakan dalam proses pembuatan keju (cheese) yang terbuat dari bahan dasar susu. Rennet berperan untuk menghidrolisis kasein terutama kappa kasein yang berfungsi mempertahankan susu dari pembekuan. Faktor yang perlu diperhatikan


(14)

5 dalam memanfaatkan enzim pengganti rennet adalah adanya aktivitas proteolitik yang berlebihan dan kemungkinan timbulnya rasa pahit (Sardjoko, 1991). Untuk itu perlu diberikan pada konsentrasi yang sesuai. Secara umum aktivitas enzim dipengaruhi oleh: suhu, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, pH dan adanya inhibitor maupun aktivator.

2.3. PROSES PEMBUATAN KEJU

Keju adalah massa susu fermentasi yang dipadatkan. Susu yang digunakan biasanya dari sapi, namun susu kambing dan susu domba juga digunakan sebagai bahan baku keju. Fermentasi dilakukan oleh bakteri yang menghasilkan asam laktat dengan fermentasi laktosa (gula susu). Dalam pembuatan keju, pada perlakuan awal, 2 spesies yang paling umum digunakan bakteri Lactobacillus casei dan Streptococcus lactis, namun tidak menutup kemungkinan kultur bakteri asam laktat lainnya dapat berperan dalam proses fermentasi keju seperti kultur Lactococcus lactis, Lactobacillus paracasei.

Cara pembuatan keju

Prinsip pembuatan keju adalah protein dalam keju mengalami flokulasi dan mengikutkan 90% lemak susu dalam pengolahan. Keju dapat dibuat dengan mengendapkan protein menggunakan asam. Asam tersebut dapat dihasilkan oleh bakteri atau asam yang ditambahkan. Susu dipanaskan 80-90ºC dan asam ditambahkan berupa tetesan sambil dilakukan pengadukan sampai massa terpisah membentuk curd (Daulay, 1991).

Menurut Daulay (1991), prinsip dasar proses pembuatan keju semua sama, yaitu: (1). pasteurisasi susu pada susu 70°C, untuk membunuh seluruh bakteri pathogen, (2) pengasaman susu dengan tujuan agar enzim rennet dapat bekerja optimal. (3). Penambahan enzim rennet. Rennet memiliki daya kerja yang kuat, dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil. Perbandingan antara rennet dan susu adalah 1:5.000. Kurang lebih 30 menit setelah penambahan rennet ke dalam susu yang asam, maka terbentuklah curd, selanjutnya dilakukan pemisahan curd dari whey. (4) Pematangan keju (ripening), untuk menghasilkan keju yang berkualitas dengan cara menyimpan keju ini selama periode tertentu. Dalam proses ini, mikroba mengubah komposisi curd, sehingga menghasilkan keju dengan rasa, aroma, dan tekstur yang spesifik.

2.4. TANAMAN RAMPELAS (Ficus ampelas)

Tanaman Rampelas (Ficus ampelas) adalah tumbuhan dari keluarga Moraceae yang tingginya sampai 20 meter dengan gemang 50 cm, tumbuh di seluruh Indonesia. Daunnya


(15)

6 tunggal, berseling, lonjong, tepi bergerigi. Daun rampelas teksturnya kasar dan jika kering bisa dijadikan sebagai ampelas untuk menghaluskan permukaan kayu. Hampelas mengandung air, berwarna cokelat kekuningan dan rasanya pedas. Cairan ini dapat diperoleh dengan cara memotong akarnya. Daun, akar dan batang pohon rampelas mengandung saponin, flavonoida dan polifenol.


(16)

7 BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah mengoptimasi proses pembuatan keju lunak (soft cheese) dengan penggunaan kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) dan bakteri asam laktat (BAL) sebagai koagulan alami dan pengaruhnya sebagai pangan fungsional yang baik bagi kesehatan. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk aplikasi penggunaan kulit batang rampelas (Ficus ampelas) yang paling baik dan efisien dalam pembuatan keju lunak tradisional (soft cheese). 2. Mengetahui pengaruh penambahan susu skim untuk meningkatkan total padatan susu

segar sehingga dapat menghasilkan keju lunak tradisional (soft cheese) dengan karakteristik yang baik.

3. Mengetahui pengaruh kombinasi penggunaan kulit batang rampelas (Ficus ampelas) dan bakteri asam laktat (BAL) dalam meningkatkan efektifitas penggumpalan susu pada pembuatan keju lunak tradisional (soft cheese) dan pengaruhnya sebagai pangan fungsional yang baik bagi kesehatan.

3.2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui proses pembuatan keju lunak (soft cheese) dengan penggunaan kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) dan bakteri asam laktat (BAL) sebagai koagulan alami yang paling optimal.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang manfaat kulit batang rampelas (Ficus ampelas) dan aplikasi penggunaan dalam proses pembuatan keju.

3. Dapat digunakan sebagai acuan dalam pembuatan keju lunak (soft cheese) dengan memanfaatkan kulit batang rampelas (Ficus ampelas) sebagai koagulan alami.


(17)

8 BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Waktu pelaksanaan penelitian adalah tahun 2015 sampai 2016.

4.2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) yang diperoleh di Desa Gadungan, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, susu sapi pasteurisasi Merk Diamond, susu skim, isolat Lactococcus lactis, Lactobacillus paracasei SKG 44, MRSB, MRSA, PW, tablet kjeldahl, H2SO4, Heksan, AgNO3, Potasium kromat, buffer 4, buffer 7, buffer 10, NaCl 0,85%, aquades, kertas saring whatman, kertas saring, plastik PP, plastik HDPE, aluminium foil, kain saring (kain blacu), kertas label.

4.3. Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah oven, pisau, talenan, loyang, sendok, gelas, blender, kompor, termometer, ayakan 80 mesh, pipetman, tip pipet 0,1 ml, labu pisah, erlenmeyer, beaker gelas, cawan porselin, botol timbang, timbangan analitik, labu ukur, corong, gelas ukur, pipet tetes, oven kadar air, desikator, muffle, soxhlet dan kondensor, cawan petri, tabung reaksi, sentrifuse dingin, autoclave, inkubator.

Tabel 2. Rencana kegiatan penelitian (Roadmap Penelitian)

TAHUN 2013 (SUDAH DILAKSANAKAN)

Tahap KEGIATAN LUARAN INDIKATOR

CAPAIAN 1 Identifikasi Komponen aktif tanaman

Rampelas (Ficus ampelas)

Komponen senyawa aktif tanaman Rampelas (Ficus ampelas):

Senyawa Flavonoids, Poliphenol, Saponin, Tannin, Mineral Ca, Mg

Berhasil

mengidentifikasi

komponen senyawa aktif tanaman Rampelas (Ficus ampelas) 2 Efektifitaskoagulasi kulit batang

rampelas (Ficus ampelas) pada berbagai tingkat kekeringan dan konsentrasi yang tepat dari kulit batang rampelas (Ficus ampelas) dalam pembuatan keju lunak (soft

1. Tingkat tingkat kekeringan yang tepat dari kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) dalam

pembuatan keju lunak 2. Konsentrasi penggunaan

Mengetahui kekeringan dan konsentrasi yang tepat dari kulit batang rampelas (Ficus ampelas) pada pembuatan keju lunak


(18)

9

cheese) kulit batang tanaman

rampelas (Ficus ampelas)

dengan karakeristik sesuai dengan sandar 3 Pengujian karakteristik dan kualitas

keju lunak (soft cheese)

Mengetahui karakteristik dan kualitas keju lunak (soft cheese) yang meliputi: kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar garam, pH dan evaluasi sensoris.

Berhasil mengetahui karakteristik dan kualitas keju lunak (soft cheese) yang dibuat dengan menggunakan kulit kayu rampelas (Ficus

ampelas) TAHUN 2015

Tahap KEGIATAN LUARAN INDIKATOR

CAPAIAN 1 Aplikasi Penggunaan Kulit Batang

Tanaman Rampelas (Ficus ampelas) secara efektif dan efisien sebagai koagulan alami; terdiri dari 3 perlakuan bentuk dan ukuran kulit batang rampelas:

1. Potongan besar (5 cm2) 2. Potongan kecil-kecil (1 cm2) 3. Bubuk kayu rampelas (80 mesh)

Memperoleh bentuk dan ukuran kulit batang rampelas yang paling tepat sehingga bisa digunakan secara efektif dan efisien dalam pembuatan keju lunak (soft cheese)

Berhasil membuat keju lunak (soft cheese) dengan efektif dan efisien dengan

karakteristik dan tekstur yang baik (kompak), dengan parameter: - Kadar Air - Kadar Protein - Tekstur 2 Pengaruh Penambahan susu skim

sebagai bahan untuk meningkatkan total padatan susu segar dalam pembuatan keju lunak (Soft Cheese). Terdiri dari 6 tingkat konsentrasi total padatan susu segar yaitu:

1. Total padatan susu 12% (kontrol) 2. Total padatan susu 13%

3. Total padatan susu 14% 4. Total padatan susu 15%

Konsentrasi total padatan susu segar yang optimal untuk pembuatan keju lunak (soft cheese).

Berhasil menentukan konsentrasi total padatan susu segar yang optimal untuk menghasilkan keju lunak (soft cheese) dengan karakteristik terbaik, dengan parameter: - Kadar Air - Kadar Abu - Kadar Protein - Kadar Lemak - Evaluasi Sensoris 3 Pengaruh Kombinasi Penggunaan

Kulit Batang Rampelas (Ficus ampelas) dengan Bakteri Asam Laktat (BAL) sebagai koagulan alami dalam pembuatan keju lunak (soft cheese).

Kombinasi penggunaan koagulan alami:

1. Kulit Batang Rampelas 2. Lactococcus lactis dan

Lactobacillus paracasei SKG 44 3. Kulit Rampelas dg Lactococcus

lactis

4. Kulit Rampelas dg Lactobacillus paracasei SKG 44

5. Kulit Rampelas dg Lactococcus lactis dan Lactobacillus

paracasei SKG 44

Kombinasi Penggunaan Kulit Batang Rampelas (Ficus ampelas) dengan BAL yang terbaik dalam pembuatan keju lunak (soft cheese).

Mengetahui Kombinasi Penggunaan Kulit Batang Rampelas (Ficus ampelas) dengan BAL tepat dalam pembuatan keju lunak (soft cheese), dengan parameter: - Kadar air - Kadar abu - Kadar protein - kadar lemak - pH

- Total BAL - Evaluasi sensoris


(19)

10 TAHUN 2016

Tahap KEGIATAN LUARAN INDIKATOR

CAPAIAN 1 Optimasi proses pemisahan

(pengepresan) curd dengan whey pada pembuatan keju lunak (soft cheese); kajian terhadap waktu pemisahan dan berat beban pengepresan

Optimasi waktu dan berat beban pengepres keju

Mendapatkan waktu dan berat beban pengepres yang optimum dalam pembuatan keju lunak

2 Penentuan umur simpan keju lunak (soft cheese); kajian suhu

penyimpanan dan jenis bahan pengemas.

Umur simpan dan bahan pengemas keju lunak (soft cheese)

Mengetahui umur simpan dan jenis bahan pengemas yang paling baik untuk penyimpanan keju lunak

4.4. Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu tahap 1. Efisiensi dan efektifitas penggunaan kulit batang rampelas (Ficus ampelas) sebagai koagulan alami, 2. Penambahan susu skim sebagai bahan untuk meningkatkan total padatan susu segar untuk meningkatkan rendemen keju yang dihasilkan, 3. Kombinasi penggunaan kulit batang rampelas (Ficus ampelas) dengan BAL (Lactococcus lactis dan Lactobacillus paracasei SKG 44) sebagai koagulan dalam pembuatan keju lunak (soft cheese). Pada setiap tahap penelitian dilakukan pengujian karakteristik dan kualitas keju lunak tradisional (soft cheese) yang dihasilkan. Secara garis besar tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 dan roadmap penelitian dalam bentuk fishbone dapat dilihat pada Gambar 3.


(20)

11 TAHAP 3

Kulit Batang Rampelas (Ficus ampelas)

Penambahan susu skim sebagai bahan untuk meningkatkan total padatan susu segar dalam pembuatan keju lunak (Soft Cheese), dengan perlakuan total padatan susu: 12%, 13%, 14% dan 15%

Gambar 2. Diagram alir tahapan penelitian

Efektifitas bentuk dan ukuran Kulit Batang Rampelas (Ficus ampelas)

1. Potogan besar (5 cm2) 2. Potongan kecil-kecil (1 cm2) 3. Bentuk bubuk/ekstrak

Keju lunak tradisional (soft cheese)

Kombinasi Penggunaan Kulit Batang Rampelas (Ficus ampelas) dengan Bakteri Asam Laktat (BAL) sebagai koagulan alami dalam pembuatan keju lunak (soft cheese)

Keju lunak tradisional (soft cheese) dengan karakteristik terbaik

TAHAP 2 TAHAP 1

Bentuk dan ukuran Kulit Batang Rampelas (Ficus ampelas) yang paling efektif


(21)

20

STUDI YG SUDAH STUDI YG AKAN DILAKUKAN STUDI YG AKAN DILAKUKAN

TUJUAN AKHIR: Mendpt koagulan alami dari kulit batang rampelas dan formulasi optimum pada pembuatan keju

Tahun 2013

Tahun 2015

Tahun 2016

Identifikasi komponen aktif kulit rampelas Optimasi proses pembuatan keju dengan koagulan alami dr kulit rampelas dan BAL

Optimasi metode pengepresan dan umur simpan keju lunak

LOKASI LOKASI BAHAN BAKU

Sampling kulit rampelas di kab. Gianyar

Analisa di Lab FTP Univ.Udayana

BAHAN

Kulit rampelas

PARAMETER

Hasil: Senyawa bioaktif kulit batang rampelas

Hasil: ukuran kulit, konsentrasi total adatan susu, kombinasi koagulan

alami yg paling optimum

Efektifitas koagulasi komponen aktif, konsentrasi penggumpalan susu Komoponen aktif: tannin, flavonoids, polifenol, saponin

Analisa di Lab FTP Univ.Udayana

BAHAN

Kulit rampelas, susu sapi segar

Kulit rampelas, susu sapi segar

Analisa di Lab FTP Univ Udayana

PARAMETER PARAMETER

Optimasi pembuatan keju::

-bentuk dan ukuran kulit rampelas -Konsentrasi optimum total padatan susu segar

-Kombinasi koagulan optimum kulit rampelas dg BAL

-Waktu pengepresan - Berat beban pengepres -- Bahan Pengemas dan Umur simpan


(22)

21 4.4.1. Penelitian Tahap 1. Efisiensi dan efektifitas Bentuk dan Ukuran Kulit Batang

Tanaman Rampelas (Ficus ampelas) sebagai koagulan alami

Pada penelitian tahap pertama dilakukan penentuan bentuk dan ukuran kulit batang rampelas pada pembuatan keju lunak. Bentuk dan ukuran kulit batang rampelas sangat menentukan karakteristik keju yang dihasilkan terutama tekstur keju. Pada tahap ini bentuk dan ukuran kulit batang rampelas di bedakan menjadi 3 yaitu kulit kayu rampelas dalam ukuran besar yaitu 5 cm2, ukuran kecil 1 cm2 dan dalam bentuk bubuk (80 mesh). Pada proses pembuatan keju, konsentrasi kulit kayu rampelas sebesar 0,33%. Konsentrasi yang digunakan lebih besar dari pada hasil penelitian sebelumnya (0,25%). Hal ini disebabkan karena kulit batang rampelas yang digunakan pada penelitian ini berasal dari pohon yang berbeda dibandingkan dari penelitian sebelumnya. Pohon yang berbeda kemungkinan menyebabkan kandungan komponen aktifnya memiliki perbedaan pula terutama dalam hal jumlah/konsentrasinya, namun dari jenis komponen aktifnya masih tetap sama.

Pembuatan keju lunak (soft cheese) dilakukan dengan menggunakan metode setting pendek yang telah dimodifikasi. Sebanyak 1L susu yang merupakan bahan dasar keju dipanaskan sampai suhu 80oC, kemudian ditambahkan kulit batang rampelas sebesar 0,33% dengan bentuk sesuai perlakuan. Pemanasan dilanjutkan sampai terbentuk curd (45 menit) dengan suhu tetap dipertahankan 80oC. Setelah terjadi koagulasi susu, curd yang terbentuk dipisahkan dari whey dengan kain saring. Whey dibiarkan memisah/menetes dan dilanutkan dengan proses pengepresan dengan member pemberat diatas kain saring (kain blacu). Pengepresan dilakukan selama 18 jam (sampai tidak ada whey yang menetes) sesuai hasil penelitian sebelumnya (Suardika, 2014). Curd yang diperoleh selanjutnya dibentuk/dipadatkan (moulding) dengan cetakan aluminium/plastik, kemudian didiamkan dalam lemari es selama 60 menit agar stabil dan kompak. Keju selanjutnya siap dianalisis. Diagram alir proses pembuatan keu lunak dapat dilihat pada Gambar 4. Pembuatan keju pada penelitian tahap 1 dilakukan dengan perlakuan yaitu:

P1 : kulit batang rampelas ukuran besar (5 cm2) P2 : kulit batang rampelas ukuran kecil (1 cm2)

P3 : kulit batang rampelas dalam bentuk bubuk (80 mesh)

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 9 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Parameter yang diamati pada tahap ini meliputi: kadar air, kadar protein dan tekstur. Keju dengan karakteristik terbaik yang memiliki kadar protein dan tekstur yang homogen, kompak dan tidak mudah pecah akan dilanjutkan ke tahap berikutnya.


(23)

22 Diagram alir proses pembuatan keu lunak (soft cheese)

4.4.2. Penelitian Tahap 2. Penambahan susu skim sebagai bahan untuk meningkatkan total padatan susu segar dalam pembuatan keju lunak (Soft Cheese)

Hasil keju terbaik dari penelitian tahan 1 dilakukan tahap optimasi total padatan susu segar. Susu sapi pasteurisasi memiliki total padatan yang tidah terlalu tinggi (sekitar 12oBrix). Komponen utama susu segar adalah air (sekitar 85 – 90%). Kandungan total padatan yang kecil menyebabkan keju yang diproduksi bisa gagal atau rendemen yng dihasilkan sangat kecil. Pada tahap ini dilakukan penambahan susu skim untuk meningkatkan total padatan susu segar sebelum digunakan sebagai keju. Proses pembuatan keju lunak (soft cheese) dilakukan seperti tahap 1 dengan perlakuan yaitu:

T1 : total padatan susu segar 12% T2 : total padatan susu segar 13% T3 : total padatan susu segar 14% T4 : total padatan susu segar 15%

Kulit Batang Rampelas (Ficus ampelas)

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan keju lunak (Suardika, 2014 yang dimodifikasi)

Dipotong sesuai dengan perlakuan: 5 cm2, 1 cm2 (untuk yang bubuk, potongan awal 1 cm2)

Ditambahkan kulit batang rampelas

Dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC; 24 jam Dibersihkan dari kotoran

yang menempel (tanpa menggunakan air)

Kulit batang rampelas kering dihancurkan menjadi bubuk dan diayak dengan ukuran 80

mesh (untuk perlakuan U3)

dan siap digunakan

Susu Pasteurisasi

Dipanaskan sampai suhu 80oC

Pemanasan dilanjutkan selama 45 menit dengan suhu dipertahankan 80oC

Terbentuk curd yang memisah dengan whey

Curd disaring dengan kain blacu

Curd dipres selama 18 jam dengan pemberat (sampai tdk ada whey yg

menetes)


(24)

23 Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 12 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Parameter yang diamati pada tahap ini adalah rendemen, kadar air, kadar abu, kadar protein dan evaluasi sensoris. Keju dengan hasil terbaik akan dilanjutkan ke tahap 3.

4.4.3. Penelitian Tahap 3. Kombinasi Penggunaan Kulit Batang Rampelas (Ficus ampelas) dengan Bakteri Asam Laktat sebagai koagulan dalam pembuatan keju lunak (soft cheese)

Hasil terbaik dari penelitian tahap 2 dilanjutkan pada penelitian tahap 3, dimana pada tahap ini dilakukan kombinasi koagulan alami antara kulit batang rampelas terbaik dengan bakteri asam laktat. Penggunaan bakteri asam laktat pada proses pembuatan keju adalah untuk mempercepat proses pengasaman dan terbentuknya curd dari susu. Bakteri asam laktat yang digunakan adalah Lactococcus lactis dan Lactobacillus paracasei SKG 44. Kultur Lactobacillus paracasei SKG 44 adalah bakteri asam laktat yang berhasil diisolasi dari susu kuda liar dari Sumbawa. Proses pembuatan keju dilakukan seperti tahap sebelumnya. Perlakuan yang dibuat pada tahap ini adalah penambahan koagulan alami dengan kombinasi:

K1 : Kulit batang rampelas

K2 : Lactococcus lactis dan Lactobacillus paracasei SKG 44 K3 : Kulit batang rampelas dan Lactococcus lactis

K4 : Kulit batang rampelas dan Lactobacillus paracasei SKG 44

K5 : Kulit batang rampelas, Lactococcus lactis dan Lactobacillus paracasei SKG 44

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Parameter yang diamati pada tahap ini adalah rendemen, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, derajat keasaman (pH), total bakteri asam laktat (Total BAL) dan evaluasi sensoris.

4.5. Metode Analisa 4.5.1. Rendemen

Rendemen merupakan persentase volume/berat keju yang dihasilkan dari jumlah susu segar yang dipergunakan dalam proses pembuatan keju lunak (soft cheese). Rendemen keju dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Rendemen (% b/v) = x 100%

segar susu Volume

diperoleh yang

keju Berat


(25)

24 4.5.2. Kadar Air

Kadar air ditetapkan dengan metode pemanasan (Sudarmadji et al, 1997). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian ditempatkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100–105oC selama 3–5 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Prosedur ini diulang sampai diperoleh berat konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam sampel. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

Perhitungan :

Kadar Air (%) = − ×100% a

b a

Keterangan :

a = berat awal contoh (g) b = berat akhir contoh (g)

4.5.3. Kadar Abu

Kadar abu dianalisa dengan menggunakan metode pemijaran menurut Sudarmadji (1997). Sampel ditimbang sebanyak 1 gram yang telah dihaluskan ke dalam cawan porselin yang kering dan telah diketahui berat konstannya, kemudian dibakar dalam alat pembakar sampai asapnya habis kemudian dipijarkan dalam muffle dengan suhu 600oC hingga diperoleh abu yang berwarna keputihan. Cawan dan abu didinginkan dalam eksikator kemudian ditimbang sampai ditemukan berat yang konstan. Kadar abu dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

Kadar Abu (%) = ×100% l

Beratsampe Beratabu

4.5.4. Kadar Protein

Penetapan kadar protein menggunakan metode semi mikro Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1989) yang telah dimodifikasi. Sampel keju lunak (soft cheese) ditimbang sebanyak 0,5 – 1 gram yang telah dihaluskan ditambahkan tablet kjeldahl 1 gram kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke daam labu kjeldahl. Setelah itu ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat. Pemanasan dilakukan sampai menjadi cairan jernih tak berwarna. Setelah dingin ditambahkan 100 ml aquades dan diisi kertas lakmus dan ditambhakan larutan NaOH 50% sampai bersifat basis (kertas lakmus berubah warna menjadi biru) serta ditambahkan Zn. Labu Kjeldahl segera dipasang pada alat destilasi dan dipanaskan sampai amoniak menguap seluruhnya. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml asam borat 2%. Destilasi diakhiri sampai volume destilat 80 ml, kemudian destilat dititrasi dengan HCl. Dibuat juga


(26)

25 perlakuan blanko yaitu seperti diatas tanpa menggunakan sampel. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus:

(%) N =

(

)

14,008 100%

1000 ) ( x NHClx x sampelx gram blanko HCl ml HClSampel ml

(%) Protein = % N x faktor dalam tabel (6,25)

4.5.5. Kadar Lemak

Kadar lemak dilakukan dengan cara ekstraksi langsung dengan alat soxhlet (Sudarmadji et al, 1997) yang dimodifikasi. Ditimbang 5 gram bahan yang telah dihaluskan dan telah bebas air (kering), kemudian dibungkus dengan kertas saring, sedemikian rupa sehingga dapat dimasukkan ke dalam soxhlet, labu ekstraksi kosong dioven dan ditimbang. Soxhlet dipasang di atas labu ekstraksi dan pelarut hexan dimasukkan ke dalam labu melalui soxhlet secukupnya. Kondensor dipasang di atas soxhlet, selanjutnya air pendingin dialirkan melalui kondensor dan pemanas dihidupkan, kemudian ekstraksi dilakukan selama 4 jam (12 – 15 kali sirkulasi). Selanjutnya dilakukan pemisahan pelarut hexan dan lemak yang tertinggal dalam labu ekstraksi. Labu yang mengandung lemak dan sisa-sisa pelarut kemudian dikeringkan dalam oven 105°C sampai dicapai berat konstan. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus:

Kadar lemak (%) =

(

)

( )x100%

sampel Berat kosong labu berat lemak labu

berat + −

4.5.6. Derajat Keasaman (pH) (AOAC 1994)

Sampel sebanyak 20 ml, dihomogenkan dan dibiarkan 15 menit. Selanjutnya diukur pHnya dengan pH meter yang telah dikalibrasi dengan buffer pH 4,0 dan pH 7,0. Nilai pH diukur sebanyak 2 kali ulangan.

4.5.7. Total Bakteri Asam Laktat (Harrigan, 1998)

Penentuan total bakteri asam laktat dilakukan dengan menggunakan metode plate count yaitu diambil sebanyak 5 gram sapel diencerkan ke dalam 45 ml NaCl 0,85% sehingga diperoleh pengenceran 10-1, kemudian dilakukan pengenceran kembali sampai 10-8, sebanyak 0,1 ml hasil pengenceran 10-6 sampai 10-8 diambil dan ditanam diatas media MRSA padat. Lakukan penyebaran secara merata dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 48


(27)

26 jam. Total bakteri asam laktat dihitung berdasarkan rumus dari BAM (Bacteriological Analytical Manual).

4.5.8. Evaluasi Sensoris

Warna, Rasa, Aroma, Tekstur dan Penerimaan Keseluruhan

Pengujian terhadap warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan dilakukan dengan uji scoring dan uji hedoni (Soekarto, 1985). Uji ini dilakukan untuk mengetahui kualitas keju lunak (soft cheese) yang disajikan. Kesan yang diperoleh dinyatakan dengan skala numerik yang sesuai dengan skor. Adapun kriteria dan skala numerik untuk menyatakan warna, rasa, aroma, penerimaan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3-7.

Tabel 3. Kriteria warna keju lunak dengan uji skoring Kriteria Nilai Sangat Putih Putih Agak Putih Biasa Agak Kuning Kuning Sangat Kuning 7 6 5 4 3 2 1

Tabel 4. Kriteria rasa keju lunak dengan uji skoring Kriteria Nilai Sangat Khas Keju

Khas Keju Agak Khas Keju Biasa

Agak Tidak Khas Keju Tidak Khas Keju Sangat Tidak Khas Keju

7 6 5 4 3 2 1

Tabel 5. Kriteria aroma keju lunak dengan uji skoring Kriteria Nilai Sangat Khas Keju

Khas Keju Agak Khas Keju Biasa

Agak Tidak Khas Keju Tidak Khas Keju Sangat Tidak Khas Keju

7 6 5 4 3 2 1


(28)

27 Tabel 6. Kriteria tekstur keju lunak dengan uji skoring

Kriteria Nilai Sangat Lunak

Lunak Agak Lunak Biasa

Agak Tidak Keras Keras

Sangat Keras

7 6 5 4 3 2 1

Tabel 7. Kriteria penerimaan keseluruhan keju lunak dengan uji hedonik Kriteria Nilai

Sangat Suka Suka Agak suka Biasa

Agak tidak suka Tidak Suka Sangat Tidak suka

7 6 5 4 3 2 1


(29)

28 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan penelitian, dimana penelitian tahap 1 mengkaji tentang efisiensi dan efektifitas bentuk dan ukuran kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) sebagai koagulan alami, penelitian tahap 2 mengkasi tentang pengaruh peningkatan total padatan susu segar terhadap karakteristik keu yang dihasilkan. Penelitian tahap 3 mengkaji tentang pengaruh kombinasi kulit batang rampelas dan bakteri asam laktat untuk meningkatkan kualitas keju yang dihasilkan.

5.1. Pengaruh ukuran kulit rampelas terhadap karakteristik keju lunak (Soft Cheese)

5.1.1. Rendemen, Kadar Air dan Kadar Protein Keju Lunak (Soft Cheese)

Pada penelitian tahap pertama dilakukan penentuan bentuk dan ukuran kulit batang rampelas pada pembuatan keju lunak. Bentuk dan ukuran kulit batang rampelas sangat menentukan karakteristik keju yang dihasilkan terutama tekstur keju. Pada tahap ini bentuk dan ukuran kulit batang rampelas di bedakan menjadi 3 yaitu kulit kayu rampelas dalam ukuran besar yaitu 5 cm2, ukuran kecil 1 cm2 dan dalam bentuk bubuk (80 mesh). Kulit batang rampelas yang digunakan pada tahap ini dapat dilihat pada Gambar 5.

a. Kulit rampelas b. Kulit rampelas bubuk

c. Kulit

rampelas 1 cm2

d. Kulit

rampelas 5 cm2 Gambar 5. Kulit rampelas (Ficus ampelas)

Berdasarkan hasil analisis varian diketahui bahwa perlakuan bentuk dan ukuran kulit rampelas tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar protein dan kadar lemak keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan, namun tekstur dan warna keju yang dihasilkan menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok. Nilai rata-rata rendemen, kadar air dan kadar protein kej u lunak (soft cheese) dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 6.


(30)

29 Tabel 8. Nilai rata-rata rendemen, kadar air dan kadar protein keju lunak

(soft cheese)

Perlakuan Rendemen (%) Kadar Air (%) Kadar Protein (%)

P1 (5 cm2) 15,75 a 60,82 a 10,78 a

P2 (1 cm2) 12,77 a 62,38 a 9,89 a

P3 (80 mesh) 14,36 a 61,09 a 11,44 a

Ket: Huruf dibelakang angka menunjukkan pengaruh perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

Gambar 6. Nilai rata-rata rendemen, kadar air dan kadar protein keju lunak (soft cheese)

Nilai rata-rata rendemen keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan berkisar antara 12,779% sampai 15,75%, namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata(P>0,05) antar perlakuan tersebut. Rendemen (yield) merupakan rasio/perbandingan antara volume bahan yang digunakan (susu segar) dengan berat curd/keju yang dihasilkan setelah proses pengepresan. Curd padat diperoleh dengan cara pemisahan curd dengan whey dengan menggunakan kain saring (kain blacu), yang kemudian dilanjutkan dengan proses pengepresan dengan memberi beban (pasir) dengan berat tertentu sehingga whey habis menetes.

Keju yang dihasilkan dalam penelitian ini menghasilkan rendemen yang hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Razig dan Babiker (2009), dimana keju yang dibuat dengan menggunakan ekstrak buah sebagai bahan pengasam dapat memberikan rendemen berkisar antara 14 – 18%. Pada penelitian ini, perlakuan penggunaan kulit batang rampelas dengan ukuran 5 cm2 dan 80 mesh memberikan hasil dalam kisaran tersebut kecuali perlakuan penggunaan kulit batang rampelas dengan ukuran 1 cm2 yaitu hanya 12,77%. Hal ini kemungkinan disebabkan semakin kecil ukuran kulit batang rampelas (dengan konsentrasi


(31)

30 penambahan yang sama) maka semakin besar luas permukaan kulit batang rampelas sehingga semakin banyak komponen aktif dari kulit batang rampelas yang dapat terekstrak keluar dan kontak langsung dengan susu. Hal ini mengakibatkan semakin banyak protein susu yang dapat dikoagulasi menjadi curd.

Kadar air keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan berkisar antara 60,82% sampai 62,38%, namun tidak berbeda nyata antar perlakuan tersebut. Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan penggunaan kulit batang rampelas dengan ukuran 5cm2. Menurut United States Departement of Agriculture tentang spesifikasi keju Cottage, kadar air keju lunak dipersyaratkan tidak lebih dari 80% sehingga semua perlakuan masuk dalam persyaratan tersebut (Anon, 2001).

Kadar protein keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan berkisar antara 9,89% sampai 11,44%, namun tidak berbeda nyata antar perlakuan tersebut. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan penggunaan kulit batang rampelas dengan bentuk bubuk ukuran 80 mesh.

5.1.2. Tekstur dan Kekompakan Keju Lunak (Soft cheese)

Berdasarkan pengujian secara subyektif (sensoris), penggunaan bentuk dan ukuran kulit rampelas yang berbeda sangat mempengaruhi tekstur keju yang dihasilkan. Nilai rata-rata tekstur dan kekompakan keju lunak (sot cheese) dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 6.

Tabel 9. Nilai Rata-rata Tekstur dan kekompakan Keju Lunak (soft cheese)

Perlakuan Tekstur Kekompakan

P1 (5 cm2) 5,73 (lunak) 5,73 (kompak)

P2 (1 cm2) 6,73 (sangat lunak) 3,91 (biasa) P3 (bubuk 80 mesh) 7,00 (sangat lunak) 3,09 (agak pecah)


(32)

31 Gambar 7. Grafik tekstur dan kekompakan keju lunak (soft cheese)

Hasil uji sensoris terhadap tekstur dan tingkat kekompakan keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan menunjukkan bahwa perlakuan perlakuan penggunaan kulit batang rampelas dengan ukuran 5cm2 memiliki nilai tekstur terbaik 5,73 dengan kriteria lunak dan tingkat kekompakan tertinggi sebesar 5,73 dengan kriteria kompak dan tidak pecah sedangkan perlakuan P2 dan P3 memiliki tekstur sangat lunak dan tingkat kekompakan kurang yaitu dari biasa dan agak pecah. Tekstur keju sangat dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat pada keju. Semakin tinggi kadar air keju maka tekstur keju akan semakin lunak. Sedangkan kekompakkan keju sangat dipengaruhi oleh proses koagulasi dan pengambilan sisa kulit rampelas. Keju yang dihasilkan memiliki warna yang tidak seragam dari mulai putih sampai putih agak kekuningan. Keju dengan perlakuan P1 dan P2 memiliki warna putih bersih sedangkan keju dengan perlakuan P3 memiliki warna putih agak kekuningan yang disertai bintik-bintik coklat yang berasal dari bubuk kulit rampelas yang digunakan. Foto keju lunak (soft cheese) dapat dilihat pada Gambar 8.

a. Perlakuan 5 cm2 (P1) b. Perlakuan 1 cm2 (P2) c. Perlakuan 80 mesh (P3) Gambar 8. Keju lunak (soft cheese) dengan berbagai perlakuan ukuran kulit batang


(33)

32 Berdasarkan hasil analisa dari parameter rendemen, kadar air, kadar protein, tekstur dan kekompakan keju maka dapat diambil kesimpulan bahwa keju yang memiliki karakteristik terbaik dan layak dilanjutkan untuk tahap kedua adalah keju dengan perlakuan P1 (5 cm2) walaupun dari segi rendemen, kadar air dan kadar protein tidak berpengaruh nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Namun dari segi tekstur dan kekompakan, keju dengan perlakuan P1 memiliki kriteria lunak dan kompak dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.

5.2. Pengaruh peningkatan total padatan susu terhadap karakteristik keju lunak (Soft Cheese)

Berdasarkan hasil penelitian tahap 1, perlakuan terbaik yang dilanjutkan ke tahap 2 adalah keju lunak yang dibuat dengan perlakuan menggunakan kulit batang rampelas dengan ukuran 5 cm2.

5.2.1. Rendemen, Kadar Air, Kadar Protein dan Kadar Lemak Keju Lunak (Soft Cheese)

Hasil analisis statistik diketahui bahwa perlakuan peningkatan total padatan susu berpengaruh sangat nyata terhadap kadar protein keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan, namun tidak berpengaruh terhadap rendemen, kadar air, dan kadar lemak. Nilai rata-rata rendemen, kadar air kadar protein dan kadar lemak keju lunak (soft cheese) dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 9.

Tabel 10. Nilai rata-rata rendemen, kadar air dan kadar protein dan kadar lemak keju lunak (soft cheese)

Perlakuan Rendemen (%) Kadar Air (%) Kadar Protein (%) Kadar Lemak (%)

T1 (12obrix) 12,61 a 63,34 a 17,77 a 16,19 a

T2 (13obrix) 11,67 a 62,66 a 19,32 a 17,86 a

T3 (14obrix) 13,43 a 62,95 a 21,31 b 18,57 a

T4 (15obrix) 13,32 a 65,08 a 25,15 c 16,62 a


(34)

33 Gambar 9. Grafik nilai rata-rata rendemen, kadar air, kadar protein dan kadar

lemak keju lunak (soft cheese)

Rendemen keju lunak yang dihasilkan berkisar antara 11,61% sampai 13,38%. Rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 dengan total padatan susu sebesar 14obrix sebesar 13,38% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Rata-rata rendemen keju yang dihasilkan hampir sama dengan penelitian tahap 1 namun dari segi tekstur keju yang dihasilkan pada tahap 2 kompak. Rendemen keju lebih besar dari nilai rata-rata keju yang dibuat pada umumnya. Pada umumnya keju yang dihasilkan memiliki rendemen sekitar 10% (Suardika, 2014).

Kadar air keju lunak yang dihasilkan berkisar antara 62,66% sampai 65,08%. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 dengan perlakuan total padatan susu sebesar 14obrix sebesar 13,38% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Kadar air keju yang dihasilkan pada semua perlakuan masih memenuhi kriteria standar keju lunak yaitu tidak lebih dari 80% (Anon, 2001). Kadar air keju sangat tergantung dari proses pengepresan yang dilakukan khususnya besarnya berat beban dan lama waktu pengepresan dilakukan. Semakin besar berat beban pengepres maka semakin banyak air/whey yang bisa dikeluarkan dari curd sehingga kadar air pada curd/keju akan semakin rendah demikian pula sebaliknya. Semakin lama waktu pengepresan dengan berat beban yang sama maka semakin banyak air/whey yang bisa dikeluarkan dari curd sehingga kadar air pada curd/keju akan semakin rendah demikina pula sebaliknya.

Kadar protein keju lunak yang dihasilkan berkisar antara 17,77% sampai 25,15%. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 dengan perlakuan total padatan susu sebesar 15obrix sebesar 25,15% dan berbeda sangat nyata dengan perlakuanT3, T2 dan T1,


(35)

34 sedangkan kadar protein terendah diperoleh pada perlakuan T1 (12obrix) yaitu sebesar 17,77% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan T2 (13obrix). Total padatan susu segar berkisar 12obrix dan untuk meningkatkan total padatan dilakukan dengan penambahan susu skim. Susu skim adalah susu tanpa lemak yang bubuk susunya dibuat dengan menghilangkan sebagian besar air dan lemak yang terdapat dalam susu (Anon, 2009). Susu skim merupakan bagian dari susu yang krimnya sudah diambil sebagian ataupun seluruhnya, sehingga kadar lemak pada susu skim kurang dari 1% (Anon, 2009). Kandungan gizi susu skim hampir sama dengan susu pada umumnya kecuali kandungan lemak dan vitamin yang larut dalam lemak. Semakin besar peningkatan total padatan susu/penambahan susu skim pada pembuatan keju maka semakin besar pula kadar protein keju lunak yang dihasilkan.

Kadar lemak keju lunak yang dihasilkan berkisar antara 16,19% sampai 18,57%. Kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 dengan perlakuan total padatan susu sebesar 14obrix sebesar 18,57% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Penambahan susu skim untuk meningkatkan total padatan susu segar tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan kadar lemak keju lunak yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena susu skim memiliki kandungan lemak yang rendah kurang dari 1% (Anon, 2009).

5.2.2. Evaluasi Sensoris Keju Lunak (Soft Cheese)

Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa perlakuan penambahan susu skim untuk meningkatkan total padatan susu berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap warna dan tektur keju lunak namun tidak berpengaruh terhadap rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan. Nilai rata-rata evaluasi sensoris keju lunak (soft cheese) dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 10.

Tabel 11. Nilai rata-rata warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan keju lunak (soft cheese)

Perlakuan Warna Rasa Aroma Tekstur Penerimaan

Keseluruhan T1 (12obrix) 5,44 ab 4,94 a 5,19 a 5,25 b 5,19 a T2 (13obrix) 5,38 ab 3,88 a 4,31 a 4,06 a 4,31 a T3 (14obrix) 5,50 b 4,31 a 4,44 a 5,19 b 4,63 a T4 (15obrix) 4,88 a 4,63 a 4,50 a 5,75 b 4,75 a Ket: Huruf dibelakang angka menunjukkan pengaruh perbedaan yang tidak nyata


(36)

35 Gambar 10. Grafik nilai evaluasi sensoris keju lunak (soft cheese)

Pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa warna keju lunak yang dihasilkan memiliki nilai berkisar antara 4,88 sampai 5,50 dengan kriteria agak putih sampai putih. Nilai warna tertinggi diperoleh pada T3 dengan perlakuan penambahan susu skim sampai 14obrix, berbeda nyata dengan perlakuan T1 dan T2 serta berbeda sangat nyata dengan perlakuan T4. Semakin tinggi penambahan susu skim maka akan terjadi perubahan warna semakin kuning. Hal ini disebabkan karena susu skim memiliki warna putih agak kekuningan sehingga penampakan warna keju akan ikut mengalami perubahan menadi kuning tergantung dari besarnya penambahan susu skim.

Pada Tabel 11 dapat menunjukkan bahwa perlakuan penambahan susu skim untuk meningkatkan total padatan susu segar berpengaruh sangat nyata terhadap tekstur keju lunak yang dihasilkan. Nilai rata-rata tekstur berkisar antara 4,06 sampai 5,75. Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 5,75 dengan kriteria lunak dan tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan T1 dan T3 sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan T2 sebesar 4,06 dengan kriteria biasa. Tekstur keju sangat dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat pada keju. Semakin tinggi kadar air keju maka tekstur keju akan semakin lunak.

Pada Tabel 11 dapat menunjukkan bahwa rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan keju lunak tidak berpengaruh nyata. Nilai rata-rata rasa berkisar antara 3,88 sampai 4,94. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 sebesar 4,94 dengan kriteria agak khas keju dan nilai terendah diperoleh pada perlakuan T2 sebesar 3,88 dengan kriteria biasa. Nilai rata-rata aroma keju berkisar antara 4,31 sampai 5,19. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 sebesar 5,19 dengan kriteria agak khas keju dan nilai terendah diperoleh pada perlakuan T2 sebesar 4,31 dengan kriteria biasa. Nilai rata-rata penerimaan keseluruhan keju berkisar antara 4,31 sampai 5,19. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 sebesar 5,19 dengan


(37)

36 kriteria agak suka dan nilai terendah diperoleh pada perlakuan T2 sebesar 4,31 dengan kriteria biasa. Foto keju yang dihasilkan pada penelitian tahap 2 dapat dilihat pada Gambar 11.

a. Perlakuan T1 (12obrix) b.Perlakuan T2 (13obrix) c.Perlakuan T3 (14obrix) d.Perlakuan T4 (15obrix)

Gambar 11. Keju lunak (soft cheese) pada berbagai perlakuan penambahan susu skim.

Berdasarkan hasil analisa dari parameter rendemen, kadar air, kadar protein, kadar lemak dan evaluasi sensoris keju maka dapat diambil kesimpulan bahwa keju yang memiliki karakteristik terbaik dan layak dilanjutkan untuk tahap ketiga adalah keju dengan perlakuan T4 (15obrix). Hal ini disebabkan karena keju dengan perlakuan penambahan susu skim sampai total padatan mencapai 15obrix memiliki kadar protein tertinggi dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya, sedangan dengan parameter yang lain keju lunak tidak memiliki perbedaan yang nyata. Jika dilihat dari segi evaluasi sensoris warna dan tekstur keju dengan perlakuan T5 cukup berbeda dengan perlakuan lain namun hal tersebut tidak mempengaruhi penerimaan panelis. Sedangkan parameter yang lain seperti rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan tidak ada perbedaan.

5.3. Pengaruh penggunaan kultur Lactococcus lactis dan Lactobacillus paraciticus SKG 44 terhadap karakteristik keju lunak (Soft Cheese)

Berdasarkan hasil terbaik dari penelitian tahap 2, perlakuan terbaik yang dilanjutkan ke tahap 3 adalah keju lunak yang dibuat dengan perlakuan penambahan susu skim pada susu segar sampai mencapai total padatan 15obrix (T5).

5.3.1. Rendemen, Kadar Air, Kadar Protein dan Kadar Lemak Keju Lunak (Soft Cheese)

Hasil analisis statistik diketahui bahwa perlakuan kombinasi penggunaan kulit batang rampelas dengan bakteri asam laktat berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, kadar air keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan, namun tidak berpengaruh terhadap kadar lemak.


(38)

37 Bakteri asam laktat yang digunakan pada penelitian ini adalah spesies Lactococcus lactis dan Lactobacillus paracasei SKG 44. Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang sangat umum ditemukan pada media susu. Lactococcus lactis merupakan bakteri asam laktat yang biasa digunakan dalam proses fermentasi keju sedangkan Lactobacillus paracasei SKG 44 merupakan bakteri asam laktat yang berhasil diisolasi dari media susu kuda liar. Nilai rata-rata rendemen, kadar air, kadar protein dan kadar lemak keju lunak (soft cheese) dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 12.

Tabel 12. Nilai rata-rata rendemen, kadar air, kadar protein dan kadar lemak keju lunak (soft cheese)

Perlakuan Rendemen (%) Kadar Air (%) Kadar Protein (%) Kadar Lemak (%)

K1 12,79 a 61,35 a 13,11 46,19 a

K2 27,38 c 72,45 b 13,19 46,22 a

K3 30,59 c 71,70 b 12,38 41,02 a

K4 25,76 b 68,70 b 12,45 40,24 a

K5 30,53 c 71,48 b 13,22 47,53 a

Ket: Huruf dibelakang angka menunjukkan pengaruh perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

Gambar 12. Nilai rata-rata rendemen, kadar air, kadar lemak, dan kadar protein keju lunak (soft cheese)

Rendemen keju yang dihasilkan berkisar antara 12,79% sampai 30,59%. Rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan K3 dengan perlakuan kombinasi kulit rampelas dan Lactococcus lactis yaitu sebesar 30,59% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K2 (kombinasi Lactococcus lactis dan Lactobacillus paracasei SKG 44) dan K5. Rata-rata rendemen keju yang dihasilkan mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan penelitian tahap 2. Peningkatan rendemen keu yang dihasilkan dibandingkan penelitian tahap 2 berkisar sampai 15,20%. Hal ini disebabkan karena kemampuan bakteri asam laktat dalam memproduksi asam sebagai hasil metabolitnya sehingga pH susu menurun sampai mencapai


(39)

38 titik isoelektrik. Saat titik isoelektrik susu tercapai maka protein susu dalam hal ini akan mengalami koagulasi. Rendemen keju lebih besar dari nilai rata-rata keju yang dibuat pada umumnya, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan keju yang dibuat dengan menggunakan ekstrak buah sebagai bahan pengasam dimana rendemennya berkisar antara 14 – 18% (Razig dan Babiker, 2009).

Kadar air keju lunak yang dihasilkan berkisar antara 61,35% sampai 72,45%. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan K2 dengan perlakuan kombinasi Lactococcus lactis dan Lactobacillus paracasei SKG 44 tanpa kulit rampelas yaitu sebesar 72,45% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K3, K4 dan K5 namun berbeda sangat nyata dengan perlakuan K1 (kontrol tanpa BAL). Kadar air keju yang dihasilkan pada semua perlakuan masih memenuhi kriteria standar keju lunak yaitu tidak lebih dari 80% (Anon, 2001). Kadar air keju sangat tergantung dari proses pengepresan yang dilakukan khususnya besarnya berat beban dan lama waktu pengepresan dilakukan.

Kadar lemak keju lunak yang dihasilkan berkisar antara 40,24% sampai 43,53%. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan K5 dengan perlakuan kombinasi kulit batang rampelas, Lactococcus lactis dan Lactobacillus paracasei SKG 44 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K1, K2, K3 dan K4.

5.3.2. Kadar Abu

Hasil analisis statistik diketahui bahwa kadar abu keju lunak (soft cheese) berpengaruh sangat nyata antar perlakuan. Nilai rata-rata kadar abu keju lunak (soft cheese) dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 13.

Tabel 13. Nilai rata-rata kadar abukeju lunak (soft cheese) Perlakuan Kadar abu (%)

K1 1,09 b

K2 0,48 a

K3 0,64 a

K4 0,60 a

K5 0,40 a

Ket: Huruf dibelakang angka menunjukkan pengaruh perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)


(40)

39 Gambar 13. Kadar abu (%) keju lunak (soft cheese)

Abu merupakan senyawa anorganik sisa hasil pembakaran. Kadar abu dapat menunukkan kandungan mineral yang terkandung dalam suatu bahan. Kadar abu keju lunak (soft cheese) berkisar antara 0,40% sampai 1,09%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 dengan perlakuan kontrol tanpa penambahan Lactococcus lactis dan Lactobacillus paracasei SKG 44 yaitu sebesar 1,09% dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan K2, K3, K4 dan K5.

5.3.3. pH dan Total Bakteri Asam Laktat

Hasil analisis statistik diketahui bahwa kadar abu keju lunak (soft cheese) berpengaruh sangat nyata antar perlakuan. Nilai rata-rata kadar abu keju lunak (soft cheese) dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Nilai rata-rata pH dan Total BAL (cfu/g) keju lunak (soft cheese) Perlakuan pH Total BAL (cfu/g)

K1 5,21 b 3,8 x 106 a

K2 3,94 a 2,0 x 108 b K3 3,94 a 4,0 x 108 b K4 3,94 a 1,6 x 108 b K5 3,86 a 3,0 x 108 b

Ket: Huruf dibelakang angka menunjukkan pengaruh perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai pH keju lunak (soft cheese) berkisar antara 3,86 sampai 5,21. Penggunaan bakteri asam laktat dalam pembuatan keju berpengaruh sangat signifikan dengan nilai pH, dimana nilai pH akan semakin menurun dengan adanya penggunaan BAL. hal ini uga sejalan dengan umlah total BAL yang terkandung dalam keju


(41)

40 lunak (soft cheese). pH tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan K2, K3, K4 dan K5. Demikian pula dengan total bakteri asam laktat. Total BAL yang terkandung pada keju berkisar antara 1,6 x 108 cfu/g sampai 4,0 x 108 cfu/g. dengan adanya kandungan bakteri asam laktat pada keju maka dapat dinyatakan bahwa keju lunak ini dapat berfungsi sebagai pangan probiotik maupun pangan fungsional yang mengandung probiotik.

5.3.4. Evaluasi Sensoris

Hasil analisis statistik diketahui bahwa perlakuan kombinasi kulit rampelas dan bakteri asam laktat sangat berpengaruh terhadap warna, rasa, tekstur, penerimaan keseluruhan, namun tidak berbeda nyata terhadap aroma keu lunak (soft cheese) yang dihasilkan. Nilai rata-rata warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan keju lunak (soft cheese) dapat dilihat pada Tabel 15 dan Gambar 14.

Tabel 15. Nilai rata-rata warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan keju lunak (soft cheese)

Perlakuan Warna Rasa Aroma Tekstur Penerimaan Keseluruhan

K1 4,44 a 2,00 a 3,81 a 4,25 a 2,50 a

K2 5,00 b 4,00 b 4,63 a 5,25 b 4,38 b

K3 5,31 b 4,19 b 4,38 a 5,63 b 4,75 b

K4 5,31 b 4,00 b 4,56 a 5,31 b 4,50 b

K5 5,38 b 4,25 b 4,25 a 5,81 b 4,44 b

Ket: Huruf dibelakang angka menunjukkan pengaruh perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)


(42)

41 Pada Tabel 15 dapat diketahui bahwa warna keju lunak yang dihasilkan memiliki nilai berkisar antara 4,44 sampai 5,38 dengan kriteria biasa sampai agak putih. Warna keju tertinggi adalah agak putih. Hal ini disebabkan karena susu segar sebagai bahan baku keju setelah ditambahkan dengan susu skim memiliki warna agak kekuningan karena warna dasar susu skim agak kekuningan sehingga ini akan mempengaruhi warna keju yang dihasilkan. Nilai rata-rata rasa keju lunak berkisar antara 2,00 sampai 4,25 dengan kriteria tidak khas keju sampai biasa. Nilai terendah diperoleh pada perlakuan K1 yaitu kontrol tanpa BAL yaitu sebesar 2,00. Nilai yang cukup rendah ini disebabkan adanya rasa pahit pada keju dengan perlakuan K1 sedangkan rasa pahit tersebut tidak ditemukan pada keju dengan perlakuan K2, K3, K4 dan K5. Hal ini kemungkinan disebabkan karena hasil metabolism BAL yang dapat mengurangi bahkan menghilangkan rasa pahit yang disebabkan oleh kulit batang rampelas.

Nilai rata-rata tekstur keju lunak berkisar antara 4,25 sampai 5,81 dengan kriteria biasa sampai lunak. Nilai tertinggi tekstur diperoleh pada perlakuan K5 yaitu perlakuan kombinasi kulit rampelas, Lactococcus lactis dan Lactobacillus paracasei SKG 44 tanpa BAL yaitu sebesar 5,81dengan criteria lunak dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K2, K3 dan K4. Foto keju lunak (soft cheese)yang dihasilkan pada penelitian tahap 3 dapat dilihat pada Gambar 15.

a. K1 (kontrol) b.K2 (L.lactis + L.paracasei SKG 44

c. K3 (R + L. lactis)

a.K4 (R + L. Paracsei SKG 44) b. K5 (R + L.lactis + L.paracasei

SKG 44

Gambar 15. Keju lunak (soft cheese) pada berbagai perlakuan kombinasi penambahan bakteri asam laktat


(43)

42 BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama dapat diketahui bahwa kadar air dan rendemen keu lunak (soft cheese) yang dihasilkan masih mengalami fluktuasi naik turun dan tidak stabil. Kadar air sangat ditentukan dari banyaknya air/whey yang dapat dikeluarkan dari curd. Semakin besar beban yang digunakan dalam proses pengepresan maka air/whey yang dikeluarkan akan semakin banyak begitu pula semakin lama waktu yang digunakan dalam proses pengepresan maka air/whey yang dikeluarkan akan semakin banyak. Hal ini akan berpengaruh terhadap kadar air dan rndemen keju lunak yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan tahap optimasi berapa besar beban dan lama waktu yang digunakan yang paling optimal sehingga dapat mengasilkan keju lunak (soft cheese) dengan karakteristik terbaik dan kualitas yang stabil/konsisten. Dari hasil optimasi metode pengepresan, penelitian kemudian dilanutkan untuk mengetahui berapa masa simpan keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan mengingat kandungan kadar airnya cukup tinggi sehingga akan cukup mudah mengalami kerusakan. Topik penelitian yang akan dilaksanakan pada tahun kedua adalah: “Optimasi metode/proses pemisahan (pengepresan) keju lunak (soft cheese) dan penentuan masa simpan keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan”. Tahapan penelitian yang akan dilakukan secara lebih detail dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Tahapan penelitian lanjut yang akan dilaksanakan pada tahun kedua (tahun 2016) TAHUN 2016

Tahap KEGIATAN LUARAN INDIKATOR

CAPAIAN 1 Optimasi proses pemisahan

(pengepresan) curd dengan whey pada pembuatan keju lunak (soft cheese); kajian terhadap waktu pemisahan dan berat beban pengepresan

Optimasi waktu dan berat beban pengepres keju

Mendapatkan waktu dan berat beban pengepres yang optimum dalam pembuatan keju lunak

2 Penentuan umur simpan keju lunak (soft cheese); kajian suhu penyimpanan dan jenis bahan pengemas.

Umur simpan dan bahan pengemas keju lunak (soft cheese)

Mengetahui umur simpan dan jenis bahan pengemas yang paling baik untuk penyimpanan keju lunak


(44)

43 BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksnakan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil penelitian tahap 3 berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, pH, total BAL, warna, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter kadar lemak dan rasa keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan.

2. Keju lunak (soft cheese) terbaik yang dihasilkan diperoleh pada perlakuan K5 yaitu perlakuan penggunaan batang rampelas ukuran 5 cm2, total padatan susu 15obrix dan kombinasi penggunaan Lactococcus lactis dan Lactobacillus paracasei SKG 44 dengan kriteria rendemen sebesar 30,35%, kadar air 71,45%, kadar abu 0,40%, kadar protein 13,22%, kadar lemak 47,53%, pH 3,86, total BAL 3,0 x 108 cfu/g, warna 5,38 (agak putih), rasa 4,25 (biasa), aroma 4,25 (biasa), tekstur 5,81 (lunak), penerimaan keseluruhan 4,44 (biasa).

7.2. Saran

Perlu dilakukan proses optimasi pengepresan dan umur simpan dari keju lunak (soft chesse) yang dihasilkan untuk mendapatkan titik optimumproses peroduksi keju lunak dengan karakteristik terbaik.


(45)

44 DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2009. Susu Bubuk Skim. Cahaya Surya Gemilang. Diakses pada 11 Juni 2010. AOAC. 1994. Official Method of Analysis. 16th Edition. Association of Official Analytical

Chemistry International, Gaithersburg.

Hadiwiyoto, S. 1983. Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit: Liberty Yogyakarta.

Harrigan, W.F., Mc Chance M.E. 1998. Laboratory Methods in Food Microbiology 3rd edition. Academic Press, Inc., New York.

Razig K.A.A., Babiker N.A. 2009. Chemical and Microbiological Properties of Sudanese with Soft Cheese Made by Direct Acidification Technique. Pakistan Journal of Nutrition 8:1138-1143.

Soekarto. 2002. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Penerjemah Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suardika. I.K. 2014. Penentuan Konsentrasi Ekstrak Kulit Kayu (Babakan) Tanaman Rampelas (Ficus ampelas Burm L) sebagai Koagulan Alami terhadap Karakteristik Keju Lunak (Soft cheese). Skripsi. Urusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana.

Sudarmadji, S.,B. Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Sugitha, I.M., N.N.Puspawati., I.W.R.Widarta,. S.Miwada. 2013. Identifikasi Komponen Senyawa Aktif Pada Kulit Batang Tanaman Rampelas (Ficus ampelas) Sebagai Koagulan Alami Pada Pembuatan Keju Lunak Tradisional (Soft cheese). Laporan Hibah Penelitian Grup Riset, Universitas Udayana.

Sumarmono, J., .M. Suhartati. 2012. Yield dan Komposisi Keu Lunak (Soft Cheese) dari Susu Sapi yang Dibuat dengan Teknik Direct Acidification Menggunakan Ekstrak Buah Lokal. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1 No. 3, 2012.

United States Departement of Agriculture. 2001. USDA Spesification for Cottage Cheese and

Dry Curd Cottage Cheese. http://www.ams.usda.gov/


(1)

46 treatment plants using rampelas bark size of 5 cm2 with the characteristics of the water content of 60.82 % , 10.78 % protein content , yield of 15.75 % and 5.73 texture (soft) as well as the appearance of 5.73 (compact) .

Key words: cheese (soft cheese), rampelasbark (Ficus ampelas), leather size rampelas

PENDAHULUAN

Susu merupakan salah satu produk komoditi peternakan yang merupakan sumber protein hewani yang cukup banyak permintaannya. Namun, susu segar memiliki sifat mudah rusak, sehingga dibutuhkan proses pengolahan yang bertujuan untuk memperpanjang daya simpan dan meminimalkan kerusakan pada susu. Salah satu bentuk pengolahan susu adalah dengan pembuatan keju. Keju adalah sebuah makanan yang dibuat dengan bahan dasar susu yang dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi.

Pada proses pembuatan keju di Indonesia masih mengimpor enzim rennet dari negara-negara di Benua Eropa, oleh sebab itu perlu dicari alternatif penggunaan enzim rennet dalam pembuatan keju untuk menekan biaya produksi keju. Alternatif pengganti enzim rennet adalah dengan penggunaan kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) yang dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pengembangan produk olahan keju. Kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) dapat digunakan sebagai bahan penggumpal protein susu pada proses pembuatan keju, dimana pada konsentrasi 0,25% kulit batang tanaman rampelas (Ficus ampelas) mampu menggumpalkan susu membentuk keju dengan tekstur dan citarasa yang khas (Sugitha, 2013). Namun dalam aplikasinya, penggunaan kulit batang rampelas masih menemukan beberapa kendala diantaranya pada proses pemisahan kulit batang kayu dengan curd yang sudah terbentuk. Hal ini disebabkan karena kulit batang kayu akan berada dibagian bawah dan tengah curd sehingga proses pemisahan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak curd ataupun tekstur keju yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh bentuk dan ukuran kulit rampelas serta optimasinya dalam pembuatan keju lunak sehingga bisa dihasilkan keju dengan karakteristik terbaik.

METODE PENELITIAN

Proses pembuatan keju lunak dilakukan dengan menggunakan kulit rampelas (Ficus ampelas) sebagai koagulan alami. Penggunaan kulit rampelas (Ficus ampelas) dilakukan


(2)

47 dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 3 perlakuan yaitu: penggunaan kulit rampelas (Ficus ampelas) dengan ukuran 5 cm2, 1 cm2 dan bubuk rampelas ukuran 80 mesh. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 9 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Parameter yang diamati pada tahap ini meliputi: kadar air (AOAC, 1994), kadar protein (Sudarmadji 1989), rendemen, tekstur dan kekompakan.

Pelaksanaan Penelitian

a. Persiapan Kulit Rampelas

Penelitian diawali dengan persiapan kulit rampelas (Ficus ampelas). Kulit rampelas (Ficus ampelas) setelah diambil/dipanen selanjutnya dipotong kecil-kecil dengan ukuran 1 cm2 dan 5 cm2. Tahap selanjutnya kulit rampelasdikeringkan dengan alan dioven pada suhu 60oC selama 24 jam, selanutnya sebagian dari kulit rampelas yang sudah kering dihancurkan dengan cara digiling dan diayak dengan ukuran 80 mesh. kulit rampelas selanjutnya siap digunakan untuk pembuatan keju lunak.

b. Proses Pembuatan Keju Lunak (Soft cheese)

Pembuatan keju lunak (soft cheese) dilakukan dengan menggunakan metode setting pendek yang telah dimodifikasi (Suardika, 2014). Sebanyak 1000 liter susu yang merupakan bahan dasar keju dipanaskan sampai suhu 80oC, selanutnya ditambahkan potongan kulit rampelas sesuai perlakuan dengan konsentrasi 0,33% (Sugitha 2013). Pemanasan dilanjutkan selama 45 menit dengan suhu tetap dipertahankan 80oC. Setelah terjadi koagulasi susu, curd yang terbentuk dipisahkan dari whey dengan kain saring. Whey dibiarkan memisah/menetes dengan cara member pemberat untuk bisa mengeluarkan whey sebanyak mungkin. Curd yang sudah terbentuk selanutnya dicetak dan siap dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keju lunak (soft cheese) dibuat dengan menggunakan kulit rampelas (Ficus ampelas) sebagai koagulan alami menggantikan enzim rennet. Kulit rampelas yang digunakan dalam bentuk kering dengan ukuran yang berbeda yaitu 5 cm2, 1 cm2 dan bubuk 80 mesh. Kulit rampelas yang digunakan dalam pembuatan keju dapat dilihat seperti Gambar 1 dan keju yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.


(3)

48

e. Kulit rampelas f. Kulit rampelas

bubuk

g. Kulit

rampelas 1 cm2

h. Kulit

rampelas 5 cm2 Gambar 1. Kulit rampelas (Ficus ampelas)

a. Keju dengan

rampelas 5 cm2 sebagai koagulan (P1)

b. Keju dengan

rampelas 1 cm2 sebagai

koagulan (P2)

c. Keju dengan

bubuk rampelas sebagai koagulan (P3)

Gambar 2. Keju lunak (soft cheese) yang dihasilkan

Nilai rata-rata kadar air, kadar protein, rendemen dan tekstur keju lunak yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air, kadar protein, rendemen dan tekstur keju lunak (soft cheese)

Perlakuan Kadar air (%)

Kadar Protein

(%)

Rendemen

(%) Tekstur Kekompakan

P1 (5 cm2) 60,82 a 10,78 a 15,75 a 5,73 (lunak)

5,73 (kompak) P2 (1 cm2) 62,38 a 9,89 a 12,77 a 6,73

(sangat lunak)

3,91 (biasa) P3 (Bubuk) 61,09 a 11,44 a 14,36 a 7,00

(sangat lunak)

3,09 (agak pecah)

1. Kadar Air

Hasil analisis data kadar air diperoleh hasil bahwa perlakuan ukuran kulit rampelas tidak berpengaruh terhadap kadar air keju lunak yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa kadar air keju lunak tertinggi diperoleh pada keju dengan penggunaan kulit rampelas berukuran 1 cm2 sebesar 62,38%, namun hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambakan kulit rampelas baik dengan ukuran 5 cm2 maupun berbentuk bubuk.


(4)

49 Berdasarkan klasifikasi keju lunak , kadar air keju yang dihasilkan seluruhnya memenuhi kriteria sebagai keju lunak. Standar kadar air keju lunak berkisar antara 55 – 80% (Sugitha dan Widarta, 2013). Kadar air keju yang cukup tinggi berpengaruh langsung terhadap tekstur keju yang dihasilkan, dimana semakin tinggi kadar air keju maka teksturnya semakin lunak dan demikian pula sebaliknya.

2. Kadar Protein

Kadar protein keju lunak yang dihasilkan berkisar antara 9,89 – 11,44% dan ini tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan bentuk dan ukuran kulit rampelas lainnya. dari data Tabel 1 dapat dilihat bahwa, kadar protein keju lunak tertinggi diperoleh pada keju dengan penggunaan kulit rampelas berbentuk bubuk yaitu sebesar 11,44%. Semakin tinggi luas permukaan bahan yang digunakan maka semakin besar pula kontak yang terjadi antara susu dan komponen aktif pada kulit rampelas. Hal ini menyebabkan semakin banyak protein susu yang dapat dikoagulasikan membentuk curd.

Kulit rampelas berbentuk bubuk memiliki luas permukaan terbesar dibandingkan dengan kulit rampelas berukuran 1 cm2 maupun 5 cm2 sehingga semakin banyak pula protein susu yang dapat dikoagulasikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kadar protein tertinggi.

3. Rendemen

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rendemen keju yang dihasilkan berkisar antara 12,77 % - 15,75%, dan secara statistik nilai tersebut tidak berbeda nyata. Rata-rata rendemen keju pada umumnya hanya mencapai 10%. Rendemen merupakan perbandingan antara hasil yang diperoleh dengan bahan baku yang digunakan dikali seratus persen. Semakin tinggi rendemen yang dihasilkan maka hal ini menunjukkan bahwa bahan yang digunakan semakin efisien sehingga secara ekonomis akan lebih menguntungkan.

4. Tekstur dan kekompakan

Berdasarkan data pada Tabel 1 diketahui bahwa tekstur keju yang dihasilkan memiliki karakteristik lunak sampai sangat lunak dengan nilai berkisar antara 5,73 – 7,00 dengan kriteria lunak sampai sangat lunak. Tektur keju yang paling lunak diperoleh dari perlakuan penggunaan rampelas dalam bentuk bubuk.

Nilai kekompakan keju yang dihasilkan berkisar antara 3,09 – 5,73 dengan kriteria agak pecah sampai kompak. Kekompakan terbaik diperoleh pada perlakuan penggunaan rampelas berukuran 5 cm2. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ukuran rampelas cukup


(5)

50 besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya, dimana pada saat pengambilan sisa rampelas dengan ukuran terbesar akan semakin mudah dan tidak merusak curd yang sudah terbentuk.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Perlakuan bentuk dan ukuran kulit rampelas yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar protein dan rendemen keju lunak yang dihasilkan.

2. Perlakuan terbaik pada pembuatan keju lunak (soft chesse) diperoleh pada perlakuan penggunaan kulit batang rampelas dengan ukuran 5 cm2 sebagai koagulan alami dengan karakteristik: kadar air sebesar 60,82%, kadar protein 10,78%, rendemen 15,75% dan tekstur 5,73 (lunak) serta kenampakan 5,73 (kompak).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalisasi proses pembuatan keju lunak agar tekstur dan kekompakan yang dihasilkan menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1994. Official Method of Analysis. 16th Edition. Association of Official Analytical Chemistry International, Gaithersburg.

Soekarto. 2002. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Penerjemah Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sudarmadji, S.,B. Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Suardika, IK. 2014. Penentuan Konsentrasi Ekstrak Kulit Kayu (Babakan) Tanaman Rampelas (Ficus ampelas burm F) sebagai Koagulan Alami terhadap Karakteristik Keju Lunak (Soft Cheese). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udaynan.

Sugitha, I.M., N.N.Puspawati., I.W.R.Widarta,. S.Miwada. 2013. Identifikasi Komponen Senyawa Aktif Pada Kulit Batang Tanaman Rampelas (Ficus ampelas) Sebagai Koagulan Alami Pada Pembuatan Keju Lunak Tradisional (Soft cheese). Laporan Hibah Penelitian Grup Riset, Universitas Udayana.


(6)

51 Lampiran 2. Produk Penelitian Keju Lunak (Soft Cheese)