STRATEGI KELANGSUNGAN USAHA INDUSTRI ROTAN ( Strategi Kelangsungan Usaha Industri Kerajinan Rotan di Sentra Indusri Rotan di Desa Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo )

(1)

commit to user

i

( Strategi Kelangsungan Usaha Industri Kerajinan Rotan di Sentra Indusri Rotan di Desa Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo )

Di susun oleh : PUJI RAHAYU

D 0304063

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Jurusan Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user


(3)

commit to user


(4)

commit to user

iv

v

Inna ma’al ‘usri yusro (Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan)

(Alam Nasyrah : 94 : 6)

v

Segala yang indah belum tentu baik, namun segala yang baik sudah tentu

indah (AN)


(5)

commit to user

v

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk:

Ayah, Ibu dan Kakak-kakakku

(

Terima Kasih Atas Kasih Sayang, Cinta, Pengertian Dan Kesabaran Selama Ini)


(6)

commit to user

vi Assalamu’alaikum Wr Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin ya Allah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat-Mu atas terselesaikannya skripsi ini dengan baik dan lancar. Karena melalui kerahmatan-Mu semua dapat terjadi. Disamping itu, selain atas ridho-Mu, penulis juga menyadari bahwa karya ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak dalam penyusunan skripsi. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya karya kecil ini. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih setulus hati kepada :

1. Prof. Drs. Pawito Phd selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Bagus Haryono, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Dr. Mahendra Wijaya, M.S selaku pembimbing dengan penuh

kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. Jefta Leibo, SU selaku pembimbing akademis yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis melaksanakan kuliah.

5. Semua informan yang dengan tulus telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis.

6. Teman-teman Sosiologi FISIP UNS khususnya angkatan Tahun 2004 dan teman-teman Alumni SMU N 1 Kartasura, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.

7. Segala pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang


(7)

commit to user

vii pembelajaran yang lebih baik. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Surakarta, Maret 2011


(8)

commit to user

viii

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR MATRIK ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Perumuan Masalah...4

C. Tujuan Penelitian...5

D. Manfaat Penelitian...5

E. Tinjauan Pustaka...5

F. Paradigma dan Teori yang Digunakan...17

G. Kerangka Pemikiran...25

H. Definisi Konsep...26

I. Definisi Operasional...26

J. Metodologi Penelitian 1. Lokasi Penelitian...27

2. Jenis Penelitian...27

3. Sumber Data...27

4. Teknik Pengumpulan Data...28


(9)

commit to user

ix

7. Validitas Data...30 BAB II DESKRIPSI LOKASI

A. Keadaan Demografis Desa Trangsan...32 B. Kondisi Demografis Desa Trangsan...32 C. Sejarah Lokasi Penelitian

1. Sejarah Desa Trangsan...38 2. Perkembangan Industri Kerajinan Rotan...39 BAB III PROFIL USAHA INDUSTRI KERAJINAN ROTAN DI DESA

TRANGSAN...46 BAB IV STRATEGI PRODUKSI DAN STRATEGI PEMASARAN

KERAJINAN ROTAN DI DESA TRANGSAN

A. Strategi Produksi...51 B. Strategi Pemasaran...67 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...89 B. Implikasi

1. Implikasi Teoritis...93 2. Implikasi Metodologis...95 C. Saran...97 DAFTAR PUTAKA


(10)

commit to user

x

Halaman

Gambar 1 Bagan Model Analisis Interaktif...28 Gambar 2 Skema Alur Pemasaran Kerajinan Rotan...65


(11)

commit to user

xi

Halaman Tabel 1: Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin

Desa Trangsan tahun 2008……… ...29

Tabel 2: Jumlah penduduk menurut mata pencaharian Desa Trangsan tahun 2008………...30

Tabel 3: Jumlah peduduk menurut tingkat pendidikan pencaharian Desa Trangsan tahun 2008………...22

Tabel 4: Sarana pendidikan Desa Trangsan tahun 2008………...34

Tabel 5: Sarana komunikasi Desa Trangsan tahun 2008………...34

Tabel 6: Sarana perekonomian Desa Trangsan tahun 2008...35

Tabel 7: Sarana transportasi Desa Trangsan tahun 2008...37

Tabel 8: Jumlah status tenaga kerja dalam usaha industri kerajinan Rotan di Desa Trangsan...58

Tabel 9: Jam kerja karyawan industri kerajinan rotan di Desa Trangsa...59


(12)

commit to user

xii

Halaman

Matrik 1: Produk Kerajinan Rotan Desa Trangsan...65

Matrik 2: Strategi Produksi Kerajinan Rotan Desa Trangan ……...72

Matrik 3: Harga Kerajinan Rotan Desa Trangsan...75

Matrik 4: Tempat Pemasaran Kerajinan Rotan Desa Trangsan...82

Matrik 5: Strategi Pemasaran Kerajinan Rotan Desa Trangsan...85


(13)

commit to user

xiii Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Hasil Wawancara Lampiran 3 Dokumentasi Lampiran 4 Jurnal Internasional Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian


(14)

commit to user

xiv

Puji Rahayu, D 0304063, 2008, Strategi Kelangsungan Usaha Industri Rotan (Strategi Kelangsungan Usaha Industri Rotan di sentra Industri Rotan di Desa Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo).

Penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut karena pada saat ini dimana sedang terjadi kelangkaan kenaikan harga rotan yang kemudian membawa pengaruh pada kelangsungan usaha indutri kerajinan rotan. Dalam kondisi yang demikian sentra indutri rotan di Desa Trangan masih tetap bertahan , mekipun terjadi kenaikan harga bahan baku rotan. Sehingga dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana strategi kelangsungan usaha yang diterapkan oleh para pengrajin rotan tersebut.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan paradigma definisi sosial, adapun teori yang digunakan adalah teori aksi yang dikemukakan oleh Talcot Parsons. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik obervasi dan indepth interviewing terhadap responden. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan non probabilitas sampel dan dalam pemilihan reponden secara purposive sampling. Strategi pengambilan sampel ini dimakudkan untuk dapat menangkap atau menggambarkan tema sentral dari studi ini melalui informasi yang saling menyilang dari berbagai tipe responden. Fokus dari penelitian ini adalah pengusaha atau pengrajin rotan yang ada di Desa Trangsan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi yang diterapkan oleh para pengrajin terbagi dalam dua hal, yaitu strategi produki dan strategi pemasaran.

Dalam mempertahankan kelangsungan usahanya, pengrajin menghadapi permasalahan di dalam memenuhi faktor-faktor produksi khususnya dalam pengadaan bahan baku karena mahalnya harga rotan pada saat ini. Adapun strategi yang diterapkan oleh para pengrajin yaitu berupa penyesuaian diri dengan cara mengganti bahan baku rotan dengan bahan baku lain seperti misalnya pelepah pisang dan enceng gondok. Namun demikian sebagian besar pengrajin masih menggunakan rotan sebagai bahan baku utama.

Kemudian dalam hal pemasaran, dengan adanya kesamaan latar belakang sebagai pengusaha, para pengrajin rotan memiliki tata cara dan strategi yang hampir sama dalam memasarkan dan menjual produknya. Meskipun strategi tersebut tidak merujuk pada suatu referensi tertentu yang tertuang dalam bentuk tertulis maupun sumber lainnya. Namun karena menerapkan strategi tersebut, para pengrajin mampu mempertahankan kelangsungan usahanya. Strategi pemasaran yang diterapkan para pengrajin yaitu: memilih konsumen yang dituju, mengidentifikasi keinginan konsumen, menentukan marketing mix, yaitu sarana untuk memenuhi keinginan konsumen degan mengkombinasikan komponen produk, harga, promosi dan tempat pelayanan.


(15)

commit to user

xv

Puji Rahayu, D 0304063, 2008, Industry Business Continuity Strategy Rattan (Rattan Industry Business Continuity Strategy in the center of rattan industry in the Village District Trangsan Gatak Sukoharjo).

The authors are interested to raise the issue because at this time where is the scarcity of cane price increase which then had an impact on the sustainability of rattan craft industry. In this condition, the center of rattan industry in the village of Trangan still persist, there mekipun rattan raw material price increases. So therefore, this study aims to describe how business continuity strategy applied by the craftsmen of these rattan.

In this study, the authors use the paradigm of social definition, while the theories used is the theory of action proposed by Talcot Parsons. This study used a qualitative descriptive method by using techniques obervasi and indepth interviewing of respondents. The samples in this study using the method of making non-probability sample of respondents and in the selection of a purposive sampling. This sampling strategy is intended to capture or describe the central theme of this study through a mutual information crosses of various types of respondents. The focus of this research are businessmen or artisans in the village of rattan Trangsan.

The results of this study indicate that the strategy applied by the craftsmen are divided into two things, namely the production strategy and marketing strategy.

In a going concern, craftsmen faced problems in meeting the factors of production, especially in the procurement of raw materials due to the high price of rattan at the moment. The strategy applied by the craftsmen in the form of adjustment by replacing raw rattan with other raw materials such as banana bark and water hyacinth. However, most craftsmen still use the cane as the main raw material.

Then in terms of marketing, with a similar background as a businessman, rattan craftsmen have ordinances and similar strategies in marketing and selling their products. Although this strategy does not refer to a particular reference set out in written form as well as other sources. However, due to implement the strategy, the craftsmen are able to maintain its survival. The marketing strategies employed craftsmen are: selecting the target customers, identify customer desires, determine marketing mix, namely the means to meet consumer desire to combine components degan product, price, promotion and place of service.


(16)

commit to user 1

BAB l

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia, diperkirakan 80% bahan baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh Negara lain seperti: Philippina, Vietnam dan negara-negara Asia lainnya. Daerah penghasil rotan yaitu Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi dan Pulau Papua dengan potensi rotan Indonesia sekitar 622.000 ton/Tahun. Sebanyak 80 persen bahan baku rotan dunia berasal dari Indonesia. Dari jumlah itu, 90 persen merupakan sumbangan rotan alam yang terdapat di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera dan hanya 10 persen dihasilkan dari budi daya. (Tempo, 19 November 2007).

Sayangnya penanganan pemerintah terhadap keunggulan ini begitu dangkal, tampak tidak memiliki strategi yang jelas. Menurut sejarah komoditas rotan atau nama lainnya Lepidocaryodidae, yang ada cuma kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Kebijakan ekspor rotan sebagai bahan baku terus berubah-ubah. Sistem buka tutup kebijakan ekspor silih berganti. Sebelum tahun 1986 merupakan era bebas ekspor rotan. Indonesia secara besar-besaran mengekspor bahan baku rotan ke berbagai negara, terutama Taiwan yang menjadi pembeli terbesar. Tak pelak, perlahan-lahan industri mebel rotan Taiwan bangkit dan menguasai pasar mebel dunia. Melihat kondisi demikian, pemerintah kemudian


(17)

commit to user

mengubah dengan menyatakan larangan ekspor bahan baku rotan antara 1986– 1998. Bagi Asmindo (Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia), era pelarangan ini mampu mendorong tumbuhnya industri mebel rotan nasional sekaligus meningkatnya ekspor. Di pihak lain industri mebel Taiwan akhirnya menjerit karena kekurangan bahan baku. Indonesia terjaga dari mimpi indah sebagai eksportir rotan. (Sinatra, 2008).

Akan tetapi, bagi petani kondisi saat itu justru merugikan mereka karena harga rotan justru merosot. Petani tidak mampu menutupi kebutuhan hidupnya yang terus merangkak yang tidak diimbangi dengan harga rotan yang memadai. Masa perkembangan yang dialami produsen terganjal tatkala pemerintah kemudian membuka ekspor bahan baku rotan pada 1998. Pemerintah tidak punya strategi untuk mengatasi masalah rotan, terbukti dengan dikeluarkannya keputusan yang berbeda–beda oleh Departemen Perdagangan dan Perindustrian

tentang ekspor rotan pada tahun yang sama. Mulai SK Nomor

34/MPP/Kep/1/1998 yang mengatur ekspor lampit rotan dengan sistem kuota kemudian dicabut dengan SK Nomor 184/MPP/Kep/4/1998. Masih pada tahun yang sama kemudian diterbitkan SK Nomor 187/MPP/Kep/4/1998 yang membebaskan ekspor bahan baku rotan dan diterbitkan lagi SK Nomor 440/MPP/Kep/9/1998 mengatur khusus ekspor rotan bulat. Pada periode tersebut, Asmindo mengalami kekurangan bahan baku dan harga rotan fluktuatif. Di saat itu juga, ekspor yang sebagian besar ditujukan ke Cina memberi kesempatan negara itu membangun industri mebelnya. Kesulitan bahan baku rotan yang


(18)

commit to user

dianggap sudah mengganggu industri kemudian menelurkan lahirnya SK Nomor 355/MPP/Kep/5/2004 tentang Pengaturan ekspor rotan alam dalam bentuk mentah dan setengah jadi dikunci terhadap ekspor, yang diizinkan adalah ekspor rotan budidaya itu pun dengan sistem kuota. (Sinatra, 2008)

Dalam perkembangan selanjutnya ketika ekspor bahan baku dibuka kembali pada tahun 2005, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No.12/M-DAG/PER/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, industri rotan nasional perkembangannya mulai terhambat dan kegiatan usaha tersebut menjadi lesu. Sebaliknya di negara-negara pesaing seperti China, Taiwan dan Italia industri pengolahan rotannya bangkit kembali dan berkembang pesat. (Sinatra, 2008).

Adanya isu bahwa harga rotan internasional tinggi sehingga ekspor bahan baku rotan sangat banyak ke internasional berdampak pada kenaikan biaya produksi. Hal ini membuat para produsen rotan berlomba-lomba untuk mengekspor bahan baku. Dengan kondisi yang demikian, maka dampak yang terjadi di Indonesia yaitu bahan baku rotan menjadi langka sehingga harga bahan baku rotan menjadi tinggi. Keadaan ini tentu sangat berpengaruh pada dunia industri rotan dalam negeri, dengan sendirinya biaya produksi tinggi maka daya saing di luar negeri rendah karena kalah bersaing dengan harga internasional. Maka industri rotan dalam negeri produksinya menurun karena order rendah, bahkan ada yang sudah tidak mampu berproduksi lagi.


(19)

commit to user

Akibatnya apabila hal ini tidak segera diatasi, maka bisa jadi industri pengolahan rotan akan menjadi semakin terpuruk. Salah satu sentra industri rotan di Jawa Tengah yaitu industri kerajinan rotan di Trangsan Sukoharjo. Sejak tahun 2005, baik produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor industri pengolahan rotan di Trangsan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dan penurunan tersebut berlanjut pada tahun 2006 dan.pada tahun 2007, beberapa produsen atau pengrajin rotan di Trangsan mengalami penurunan produksi, bahkan ada yang jatuh pailit dan tidak berproduksi lagi, tapi ada juga yang masih bertahan. Hal tersebut disebabkan oleh sulitnya memperoleh bahan baku rotan, namun sebaliknya di negara pesaing bahan baku tersebut lebih mudah didapatkan. Hal ini menarik untuk diteliti mengenai bagaimana strategi para pengrajin rotan di Desa Trangsan Sukoharjo yang masih bertahan dalam menghadapi kelangkaan dan kenaikan harga bahan baku.

B. RUMUAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:

”Bagaimana strategi kelangsungan usaha industri kerajinan rotan di sentra industri kerajinan rotan di Desa Trangsan Sukoharjo ?”


(20)

commit to user

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi kelangsungan usaha industri kerajinan rotan di sentra indusri kerajinan rotan di Desa Trangsan Sukoharjo.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan, serta memperluas khasanah ilmu terutama kajian-kajian sosiologis yang berhubungan dengan nilai-nilai kewirausahaan dan sosiologi ekonomi.

2. Manfaat Metodologis

Penelitian seperti ini dapat digunakan sebagai bahan acuan, atau sebagai bahan pembanding untuk digunakan dalam penelitian sejenis.

3. Manfaat Praktis

Memberikan informasi mengenai strategi yang digunakan oleh para pengrajin dalam mempertahankan kelangsungan industri kerajinan rotan.

E. TINJAUAN PUTAKA

1. Strategi Kelangsungan Usaha

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan strategi yang diterapkan oleh pengrajin dalam rangka mempertahankan kelangsungan


(21)

commit to user

usahanya yaitu indusri kerajinan rotan. Jadi sebelum masuk pada tujuan utama tersebut, konsep strategi harus dipahami terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia konsep strategi menunjuk pada suatu rencana. Konsep strategi didefinisikan sebagai berikut :

“Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.”(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1985: 859).

Alfred D Chandler memiliki pendapat mengenai pengertian konsep strategi sebagai berikut :

”Strategi adalah penentuan tujuan jangka panjang dan penerapan serangkaian tindakan serta alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu.”(Alfred D. Chandler dalam Robert M. Grant, 1997:10)

Menurut James Brian Quinn, strategi memiliki pengertian sebagai berikut :

”Strategi merupakan suatu bentuk atau rencana yang mengintegrasikan tujuan-tujuan utama, kebijakan-kebijakan, dan rangkaian tindakan dalam suatu organisasi menjadi suatu kesatuan yang utuh. Strategi yang diformulasikan dengan baik akan membantu penyusunan dan pengalokasian sumber daya yang dimiliki perusahaan menjadi suatu bentuk yang unik dan dapat bertahan. Strategi yang baik disusun berdasarkan internal dan kelemahan perusahaan, antisipasi perusahaan dalam lingkungan, serta kesatuan pergerakan yang dilakukan oleh mata-mata musuh.” (James Brian Quinn alam RobertM Grant, 1997:10)


(22)

commit to user

Kemudian Kenneth Andrews berpendapat bahwa :

”Strategi merupakan bentuk dari tujuan-tujuan, kebijakan utama, dan rencana untuk mencapai tujuan, yang dipaparkan sedemikian rupa sehingga dapat menerangkan dalam usaha apa organisasi tersebut bergerak atau seharusnya bergerak.” (Kenneth Andrews dalam Robert M Grant, 1997:10)

Jadi pada intinya konsep strategi itu berkaitan langsung dengan konsep perencanaan yang mengarah pada tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan faktor-faktor yang menunjang tercapainya suatu tujuan dalam sebuah strategi menurut Robert M. Grant adalah sebagai berikut:

a) Tujuan yang sederhana, konsisten dan berjangka panjang

b) Pemahaman yang baik mengenai lingkungan persaingan.

c) Penilaian yang obyektif megenai sumber daya yang dimiliki. d) Pelaksanaan yang efektif. ( Robert M. Grant,1997:7)

Dari faktor-faktor tersebut, yang pertama adalah berupa tujuan yang sederhana. Di sini memiliki pengertian bahwa di dalam strategi itu telah dirumuskan dengan sederhana dan jelas tujuan apa yang hendak dicapai. Sehingga dengan demikian akan terjadi suatu hubungan yang sinergis antara pelaku atau pelaksana daripada strategi tersebut dengan tujuan yang hendak dicapai. Dan strategi tersebut harus dilaksanakan dengan konsisten, terutama mengenai prosedur yang ada didalamnya, sehingga tidak akan menyimpamg dari tujuan yang telah ditetapkan. Dan yang terakhir adalah berjangka panjang, maksudnya adalah strategi yang diterapkan haruslah berorientasi pada masa depan.


(23)

commit to user

Faktor yang kedua, pemahaman yang baik mengenai lingkungan persaingan merupakan salah satu faktor utama yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya suatu tujuan yang dirumuskan dalam sebuah strategi. Semakin baik seseorang memahami para pesaingnya, maka akan semakin baik pula rumusan strategi yang akan disusunnya. Sehingga kemudian tujuan yang ingin dicapainya akan dapat dengan mudah terwujud.

Faktor yang ketiga adalah penilaian yang obyektif mengenai sumber daya yang dimiliki. Artinya bahwa sebelum merumuskan suatu strategi, seseorang harus benar-benar memahami sumber daya yang dimiliki. Sehingga dengan pemahaman yang baik itu, ia akan dapat merencanakan pemanfaatan sumber daya yang ada untuk mewujudkan tujuannya secara efektif dan efisien.

Dan faktor yang terakhir adalah pelaksanaan yang efektif. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap kesuksesan dari sebuah strategi, karena tanpa pelaksanaan yang baik strategi sebaik apapun tidak akan menghasilkan atau tidak akan mewujudkan suatu tujuan yang maksimal seperti yang diharapkan. Hal ini menyangkut hal-hal yang bersifat teknis seperti kapabilitas pelakunya, faktor-faktor penunjang dan timing yang tepat.

2. Industri

Pengertian industri menurut Departemen Perindustrian adalah sebagai berikut :

”Yang dimaksud dengan industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi menjadi barang jadi


(24)

commit to user

dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.”(Pasal 1(2),UU Perindustrian No.5 tahun 1989)

Soerjono Soekanto memberikan definisi dari konsep industri sebagai berikut:

Industri adalah kategori organisasi-organisasi produktif yang mempergunakan tipe teknologi yang sama. (Soerjono Soekanto, 1985:236)

Dalam hal ini Soekanto juga memberikan penjelasan bahwa industri ada dua macam yaitu industri basic dan industri non basic, yang memiliki pengertian sebagai berikut :

”Industri basic adalah industri yang mmproduksi barang-barang dan jasa-jasa konsumsi diluar masyarakat setempat yang bersangkutan dan

menghasilkan uang bagi masyarakat setempat tersebut (industri

dasar).”(Soekanto, 1985: 236-273)

”Sedangkan industri non basic adalah industri yang menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa bagi konsumsi masyarakat setempat (industri non dasar).” (Soekanto, 1985: 236-237)

Bertolak dari dua penggolongan industri menurut Soekanto di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa industri kerajinan rotan yang menjadi obyek dalam penelitian ini termasuk jenis industri basic atau industri dasar. Hal tersebut tentunya didukung dengan adanya faktor, bahwa hasil produksi dari industri kerajinan rotan ini sebagian besar dipasarkan ke luar daerah bahkan luar negeri.


(25)

commit to user

Setelah membahas tentang pengertian industri, maka penulis selanjutnya akan mengetengahkan tentang pengertian kerajinan. Larasati Suliantoro Sulaiman mengemukakan bahwa pengertian dari kerajinan dapat ditinjau dari beberapa arti:

- Arti kata umum:

Kerajinan adalah suatu ketrampilan yang dihubungkan dengan suatu pembuatan barang yang harus dikerjakan secara rajin dan teliti, biasanya dikerjakan dengan menggunakan tangan.

- Arti dalam budaya :

Kerajinan berhubungan erat dengan sistem upacara kepercayaan, pendidikan, kesenian, teknologi, peralatan bahkan juga mata penaharian. (Mubyarto, 1985:360)

Dari dua pengertian diatas maka dapat ditemukan beberapa unsur yang terkandung dalam pengertian kerajinan yaitu :

1. Adanya penciptaan suatu barang.

2. Penekanan pada ketrampilan tenaga manusia.

3. Barang yang diciptakan itu berguna untuk memenuhi kebutuhan. 4. Barang yang dicipta itu dapat bernilai seni.

sehingga dapat disimpulkan bahwa kerajinan merupakan suatu ketrampilan tenaga manusia untuk menciptakan suatu barang yang mempunyai kualifikasi fungsional dan estetika.


(26)

commit to user

Industri rotan disini yang diusahakan dalam bentuk industri kerajinan yang dikerjakan dengan menggunakan alat-alat yang sederhana sebagai teknologinya dan juga dibantu dengan ketrampilan tangan para pekerjanya.

Dalam industri kerajinan pada umumnya terdapat pemilik industri kerajinan, yaitu orang yang mengusahakan dan mengkoordinir semua kegiatan produksi kerajinan dan memiliki alat-alat produksi. Pemilik industri kerajinan ini dapat pula disebut sebagai pengusaha atau wirausaha.

Menurut W.J.S. Poerwodarminto pengusaha diartikan sebagai orang yang mengusahakan perusahaan atau orang yang melakukan pekerjaan besar dan alat-alat atau cara-cara yang teratur, bermaksud untuk mencari keuntungan (menghasilkan sesuatu, membuat barang-barang, berdagang)

Pengusaha adalah orang yang mampu melakukan koordinasi, organisasi dan pengawasan. Seorang wirausaha adalah orang yang memiliki pengetahuan yang luas tentang lingkungan dan membuat keputusan-keputusan tentang lingkungan usaha, mengelola sejumlah modal dan mnghadapi ketidakpastian untuk meraih keuntungan.

Keputusan seseorang untuk terjun dan memilih profesi sebagai seorang pengusaha atau wirausaha didorong oleh beberapa kondisi. Kondisi-konisi yang mendorong tersebut adalah:

1. Orang tersebut lahir atau dibesarkan dalam keluarga yang memiliki tradisi yang kuat dibidang usaha (confidence modalities)


(27)

commit to user

2. Orang tersebut berada dalam kondisi yang menekan, sehingga tidak ada pilihan lain bagi dirinya selain menjadi wirausaha (tension modalities) 3. Seseorang yang memang mempersiapkan diri untuk menjadi pengusaha

(Emotion modalities)

Seorang pengusaha atau enterpreneur menggunakan strategi yang disusun dan dilaksanakan untuk menjaga keberlangsungan usahanya. Sehingga usaha yang mereka miliki dapat terus bertahan. Strategi yang dilakukan dan diterapkan di sini berupa strategi produksi dan pemasaran.

a. Strategi Produksi

Strategi produksi merupakan strategi yang yang menitikberatkan pada proses produksi guna meningkakan pemanfaatan atas nilai produk yang mereka buat, sekaligus sebagai bentuk usaha untuk dapat mempertahankan kelangsungan usaha mereka. Kegiatan produksi sebenarnya berkenaan dengan pemilihan proses produksi alternatif, seperti pemilihan usaha dan alokasi sumber daya secara optimal, yang mana merupakan masalah pokok dalam produksi.

Secara konseptual Beatti dan Taylor menjelaskan definisi tentang konsep produksi sebagai berikut :

”Produksi merupakan suatu proses kombinasi dan koordinasi materi-materi dan kekuatan-kekuatan (input, sumber daya, jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang dan jasa.”(Beatti dan Taylor, 1993:3)


(28)

commit to user

”Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah.” (Adiningsih, 1991:22)

Sedangkan menurut Sofjan Assauri dalam bukunya Manajemen Produksi, produksi didefinisikan sebagai berikut:

”Produksi merupakan suatu cara, metode, teknik, untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana). (Sofjan Assauri,1980:25)

b. Strategi Pemasaran

Selain melakukan strategi produksi, strategi pemasaran juga merupakan faktor yang sangat menentukan dalam menjaga kelangsungan suatu usaha, khususnya bisnis industri kerajinan rotan ini, di tengah persaingan dunia internasional yang kian menantang.

Sebelum membahas berbagai pengertian dari konsep strategi pemasaran, kita harus melihat dan memahami terlebih dahulu konsep pemasaran, yang kemudian akan menjadi dasar dalam pembahasan konsep strategi pemasaran itu sendiri.

“Pemasaran adalah suatu kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.” (Sofjan Assauri, 1980:5)

“Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan baik


(29)

commit to user

kepada pembeli yang ada maupun pembeli yang potensial.” (William J. Stanton dalam Basu Swastha Dharmemesa dan Tani Handoko, 1997)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa arti dari pemasaran adalah jauh lebih luas dari pada arti penjualan. Pemasaran mencakup usaha perusahaan yang dimulai dengan mengidentifikasikan kebutuhan konsumen yang perlu dipuaskan, menentukan produk yang hendak diproduksi, menentukan harga produk yang sesuai, menentukan cara-cara promosi dan penyaluran atau penjualan produk tersebut. Jadi kegiatan pemasaran adalah kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan sebagai suatu sistem.

“Strategi pemasaran adalah suatu proses, cara atau perbuatan memasarkan suatu barang. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1985:859)

“Strategi pemasaran merupakan serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran perusahaan dari waktu ke waktu, sebagai tanggapan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah.” (Sofjan Assauri, 1980:54)

Dalam industri kerajinan sangkar burung Manunggal terdapat hubungan dagang yang terjadi antara pengrajin, pedagang dan pelanggan sangkar burung didasarkan adanya kepentingan dari masing-masing pihak untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan. Pengrajin menginginkan barang hasil produksinya dapat laku terjual kepada konsumen sehingga mendapatkan keuntungan, sedangkan pedagang menginginkan penghasilan dengan menjual barang dagangan dari


(30)

commit to user

pengrajin. Pelanggan memperoleh sangkar burung yang sesuai dengan kemampuan dan keingginannya. Untuk itu penelitian ini akan yang membahas bagaimana hubungan dagang antara pengrajin, pedagang dan pelanggan sangkar burung tentang perdagangan sangkar burung dan bagaimana kaitan aspek sosial budaya dalam strategi pemasaran sangkar burung. (DESI PUJI UTAMI, 2008 “HUBUNGAN DAGANG ANTARA PENGRAJIN, PEDAGANG DAN PELANGGAN SANGKAR BURUNG” di Kampung Debegan Kelurahan Mojosongo Kota Surakarta).

Industry refers to the production of an economic good (either material or a service) within an economy . There are four key industrial economic sectors : the primary sector , largely raw material extraction industries such as mining and farming ; the secondary sector , involving refining , construction , and manufacturing ; the , which deals with services (such as law and medicine ) and distribution of manufactured goods; and the quaternary sector , a relatively new type of knowledge industry focusing on technological research, design and development such as computer programming, and biochemistry. A fifth, quinary , sector has been proposed encompassing nonprofit activities. The economy is also broadly separated into public sector and private sector , with industry generally categorized as private. Industries are also any business or manufacturing. (Urban Diversiy and Economic Growth, John M. Quigley)

Industri mengacu pada produksi sebuah barang ekonomi (baik material atau jasa) dalam perekonomian. Ada empat kunci sektor ekonomi industri: sektor primer, sebagian besar bahan baku industri ekstraksi seperti pertambangan dan pertanian, sektor sekunder, yang melibatkan pemurnian, konstruksi, dan


(31)

commit to user

manufaktur,, yang berkaitan dengan pelayanan (seperti hukum dan kedokteran) dan distribusi pokok produksi, dan sektor kuartener, jenis yang relatif baru industri sektor pengetahuan berfokus pada penelitian teknologi, desain dan pembangunan seperti pemrograman komputer, dan biokimia, kelima bagian dalam sektor ini telah diusulkan mencakup kegiatan nirlaba. Ekonomi juga luas dipisahkan menjadi sektor publik dan sektor swasta, dengan industri pada umumnya dikategorikan sebagai pribadi. Industri juga setiap bisnis atau manufaktur.

In today's global economy, the most successful engineering managers rely on a combination of technical skills and business principles. Industrial and systems engineering (ISE) aims at imparting fundamental knowledge to develop the ability to address complex industrial issues, emphasising on how to design, run, control and optimise production systems. The field of industrial engineering embraces a broad spectrum of technical activities including the classical techniques of work methods, production and facilities planning, quality control and safety. It also embraces the fields of human factors, operations research, manufacturing systems, and organisation and management systems. The ISE discipline is intellectually challenging and blends with the latest quantitative tools from a systems perspective of solving problems. (Second International Fuzzy

Systems Symposium (FUZZYSS'11)17 - 18 November 2011 Hacettepe

University,Ankara,Turkey)

Dalam perekonomian global saat ini, para manajer teknik paling sukses bergantung pada suatu kombinasi dari keterampilan teknis dan prinsip-prinsip bisnis. Industri dan rekayasa sistem (ISE) bertujuan untuk menyampaikan


(32)

commit to user

pengetahuan dasar untuk mengembangkan kemampuan untuk menangani masalah-masalah industri yang kompleks, menekankan mengenai bagaimana merancang, menjalankan, kontrol dan sistem mengoptimalkan produksi. Bidang teknik industri mencakup spektrum yang luas dari kegiatan teknis termasuk teknik klasik metode kerja, produksi dan perencanaan fasilitas, kontrol kualitas dan keselamatan. Hal ini juga mencakup bidang faktor manusia, riset operasi, sistem manufaktur, dan organisasi dan sistem manajemen. ESI disiplin intelektual menantang dan menyatu dengan alat kuantitatif terbaru dari perspektif sistem pemecahan masalah.

F. Paradigma dan Teori yang Digunakan

Dalam menganalisa penelitian ini penulis menggunakan disiplin ilmu sosiologi. Dalam sosiologi ada tiga paradigma yang umum digunakan dalam penelitian suatu kasus, yaitu paradigma fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial. Sedangkan paradigma sendiri dapat diartikan sebagai suatu pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu ilmu pengetahuan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma definisi sosial, yang mana dalam hal ini paradigma definisi sosial juga memandang hal tersebut sebagai pokok bahasan.

Max Weber mengartikan tindakan sosial adalah suatu tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada orang lain.(Ritzer, 1992:45). Di dalam bertindak pelaku


(33)

commit to user

mempunyai suatu tujuan yang hendak dicapai. Entah tindakan itu bersifat lahiriah atau batiniah yang berupa perenungan, perencanaan, pengambilan keputusan atau kelakuan.

Memandang makna dari sebuah tindakan-tindakan, Weber membedakan tindakan atas dasar rasionalitas tindakan sosial ke dalam 4 tipe yaitu :

a. Zwerk Rational

Yaitu tindakan sosial murni. Dalam tindakan ini, aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang terbaik untuk mencapai tujuannya tetapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan dari Zwerk Rational tidak absolut. Ia dapat juga menjadi cara yang paling rasional, maka mudah memahami tindakan itu.

b. Werk Rational Action

Dalam tindakan tipe ini, aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan pilihan yang tepat ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Dalam tindakan ini, tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan. Tindakan tipe kedua ini masih rasional sehingga dapat dipertanggungjawabkan untuk dipahami.

c. Affectual Action

Affectual Action merupakan tindak yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami dan kurang rasional.


(34)

commit to user d. Traditional Action

Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu di masa lalu saja. (Ritzer, 1992: 47-48)

Bertolak dari adanya pemaknaan terhadap tindakan sosial secara rasional seperti tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh pengrajin rotan disini merupakan tindakan zwerk rational, dimana dalam memilih strategi yang digunakan untuk kelangsungan usahanya merupakan salah satu wujud konkret dari tindakan tersebut.

Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori aksi yang dikemukakan oleh Talcot Parsons, yang juga merupakan pengikut Weber. Ada beberapa asumsi fundamental Teori Aksi yang dikemukakan oleh Hinkle dengan merujuk karya Mac Iver, Znanieki dan Parsons sebagai berikut:

1) Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek.

2) Sebagai subyek manusia bertindak/berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu.

3) Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.

4) Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya.


(35)

commit to user

5) Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan telah dilakukannya.

6) Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan pada saat pengambilan keputusan.

7) Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik penemuan yang bersifat subyektif seperti metode verstehen, imajinasi, sympathetic reconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri vicarious experience. ( Ritzer,2003:46)

Pengrajin rotan adalah individu ataupun sekelompok individu yang mempunyai status sebagai pengrajin. Mereka beraktivitas sesuai dengan status yang dimilikinya yaitu mencari bahan baku, membuat dan memasarkan hasil produksi kerajinannya dengan cara-caranya sendiri. Tujuan utama dari penetapan cara atau strategi usaha adalah untuk menjaga kelangsungan usaha dengan hasil perolehan keuntungan.

Pekerjaan adalah suatu bentuk kebutuhan guna mengekspresikan eksistensi manusia terhadap manusia yang lain. Bentuk pekerjaan itupun bermacam-macam sesuai dengan keahlian dan keinginan dari masing-masing individu. Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan sebagai makhluk sosial. Dengan kata lain, dengan bekerja maka manusia telah melakukan tindakan sosial. Yaitu untuk mengekspresikan eksistensi dirinya melalui hasil karya yang mana itu adalah hasil dari pilihannya sendiri. Sehingga ketika manusia bekerja sesuai


(36)

commit to user

dengan apa yang dikehendakinya, maka manusia itu akan mampu memaknai arti dari sebuah pekerjaan yang dilakukannya.

Dilihat secara ekonomis dikenal tindakan rasional yang melihat tindakan aktor bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan dan keuntungan dari hasil pekerjaan yang dipilihnya. Menurut Beker (dalam Damsar,1997) perilaku rasional berarti memaksimalkan keajegan perilaku yang diantisipasi atau diharapkan membawa imbalan atau hasil dimasa yang akan datang.

Dalam hal ini rasional berarti:

a. Aktor melakukan perhitungan dari pemanfaaan atau preferensi dalam pemilihan suatu bentuk tindakan.

b. Aktor juga menghitung biaya bagi setiap jalur perilaku.

c. Aktor berusaha memaksimalkan pemanfaatan untuk mencapai pilihan

tertentu. (Damsar, 1997:39)

Tindakan untuk menjaga kelangsungan usaha yang dilakukan oleh para pengrajin rotan merupakan tindakan rasional. Dimana mereka melakukan atau menerapkan strategi dalam usaha mereka tersebut. Strategi di sini berupa strategi produksi dan pemasaran.

Parsons dalam Teori aksinya juga menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Adanya individu selaku aktor.


(37)

commit to user

3. Aktor mempunyai alternatif, cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuannnya.

4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut berupa situasi dan kondisi sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan oleh individu, misalnya jenis kelamin dan tradisi.

5. Aktor berada dibawah kendala dan nilai-nilai dasar, norma-norma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan. Contohnya kendala kebudayaan. (Ritzer dalam Alimanan 2003:48-49)

Di dalam industri kerajinan rotan di Desa Trangsan ini, aktor (dalam hal ini pengrajin) akan megggunakan cara, teknik, prosedur, metode serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mengejar, mencapai tujuan dalam situasi dimana norma- norma mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan arah. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat, tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan inilah yang disebut Parsons sebagai voluntarism. Singkatnya voluntarism adalah kemampuan individu untuk melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuannya.

Konsep voluntarisme Parsons inilah yang menempatkan Teori Aksi ke dalam paradigma definisi sosial. Dalam konsep ini aktor merupakan pelaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan memilih dari alternatif


(38)

commit to user

tindakan. Walaupun aktor tidak mempunyai kebebasan total, namun ia mempunyai kemauan bebas dalam memilih berbagai alternatif tindakan. Berbagai tujuan yang hendak dicapai, kondisi dan norma serta situasi penting lainnya kesemuanya membatasi kebebasan aktor.

Terkait dengan adanya penjelasan dari Teori Aksi tersebut diatas, maka pengrajin rotan di sini berlaku sebagai aktor yang aktif dan kreatif dalam melakukan suatu tindakannya, di mana dia senantiasa melakukan sesuatu yang dianggapnya baik. Dalam mempertahankan kelangsungan usaha industri kerajinan rotan yang dimilikinya, aktor akan menggunakan strategi atau cara untuk mencapai tujuannya.

Seperti telah dikemukakan diatas, bahwa tindakan manusia itu muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek. Disini berarti bahwa pengrajin yang berlaku sebagai aktor akan melakukan suatu tindakan, dimana tindakan tersebut merupakan suatu tuntutan dari situasi eksternal yang ada. Adapun contoh dari situasi eksternal tersebut misalnya kelangkaan bahan baku ataupun kondisi pasar yang sepi yang dapat menjadi hambatan dari usaha industri kerajinan rotan ini untuk tetap bertahan. Sehingga kemudian para pengrajin rotan dituntut untuk dapat bertahan dengan menggunakan berbagai cara atau strategi yang dianggapnya baik untuk dapat mencapai tujuannya. Jadi tindakan yang dilakukan oleh si aktor, dalam hal ini adalah pengrajin rotan tidak lain adalah berupa strategi yang sengaja dipilih dengan harapan untuk dapat mempertahankan kelangsungan usahanya.


(39)

commit to user

Dalam dunia sosial, perjuangan kompetitif itu mungkin antara individu-individu atau antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat atau antara penduduk yang berbeda ras dan etnisnya, masing-masing dengan pola budayanya tersendiri untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hasil dari kompetitif ini adalah bahwa mereka yang paling bisa menyesuaikan diri atau yang paling sehatlah yang dapat hidup terus (survival of the fittest). Mereka yang mampu menyesuaikan diri dengan hasil yang saling memuaskan pasti berhasil dalam perjuangan kompetitif dan untuk menghasilkan lebih banyak lagi dari pada saingannya, dan untuk menjadi dominan. Sebaliknya mereka yang tidak mampu menyesuaikan dirinya secara berhasil akan dirundung malapetaka atau tunduk. Jadi proses evolusi meliputi suatu seleksi bertahap atas banyak generasi manusia atau kelompok yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Terkait dalam hal ini para pengrajin rotan di Desa Trangsan yang mampu mempertahankan usahanya yaitu mereka yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan memenangkan persaingan dengan para pengrajin lainnnya.

G. Kerangka Pemikiran

Padaawal berdirinya, industri kerajinan rotan belum banyak mengalami hambatan dalam kegiatannya. Pengusaha masih relatif sedikit jumlahnya sehingga dalam pengadaan bahan baku produksi masih mudah dan tingkat persaingan harga dan kualitas produk masih rendah. Dalam perkembangannya ternyata memiliki


(40)

commit to user

berbagai hambatan seperti kelangkaan dan mahalnya harga bahan baku rotan yang berpengaruh terhadap proses produksi dan tingkat persaingan usaha yang semakin ketat. Untuk mempertahankan usahanya maka sangat penting menggunakan strategi. Strategi yang diterapkan oleh para pengrajin yaitu berupa strategi produksi dan strategi pemasaran.

Dengan menerapkan strategi produksi dan strategi pemasaran yang tepat, para pengrajin akan tetap eksis ditengah persaingan dan berbagai hambatan yang mengancam usaha mereka.

Dari penjelasan tersebut diatas, dalam penelitian ini kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

H. Definisi Konsep

a) Kelangsungan Usaha

Kemampuan seseorang atau kelompok sosial untuk tetap mempertahankan usahanya dalam kondisi atau keadaan tertentu.

Hambatan:

Mahalnya bahan baku, tingkat persaingan usaha tinggi

Strategi produksi dan strategi pemasaran

Eksistensi industri kerajinan rotan.

Industri kerajinan rotan


(41)

commit to user b) Industri

Merupakan suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi menjadi barang yang mempunyai nilai lebih tinggi. c) Kerajinan

Suatu ketrampilan tenaga manusia untuk menciptakan suatu barang yang memiliki kualifikasi fungsional dan estetis.

I. Definisi Operasional

1. Strategi Kelangsungan Usaha

Strategi merupakan bentuk dari tujuan-tujuan, kebijakan utama, dan rencana

dalam rangka mempertahankan keberlangsungan kegiatan ekonomi

perusahaan dan untuk mencapai tujuan perusahaan. 2. Industri Kerajinan Rotan

Suatu ketrampilan tenaga manusia untuk menciptakan suatu barang yang memiliki kualifikasi fungsional dan estetis, yang bahan baku produksinya adalah menggunakan rotan.

J. Metodologi Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Trangsan Kelurahan Gatak Kabupaten Sukoharjo dengan alasan bahwa berdasarkan informasi yang


(42)

commit to user

diperoleh bahwa Desa Trangsan ini merupakan salah satu sentra industri kerajinan rotan di Jawa Tengah.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang berbagai strategi yang diterapkan oleh para pengrajin dalam mempertahankan kelangsungan usaha industri kerajinan rotannya dalam menghadapi kenaikan bahan baku.

3. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer

Sumber data primer diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

informan. Informan adalah orang yang dianggap mengetahui

permasalahan yang akan dihadapi dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan.

b. Data Sekunder

Merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain. Misal dalambentuk tabel atau diagram.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :


(43)

commit to user

a. Wawancara

Adalah cara pengumpulan data dilakukan dengan teknik percakapan dengan informan dengan maksud untuk mencari informasi yang berkaitan dengan kajian penelitian ini. Dalam melakukan wawancara di lapangan penulis menggunakan daftar pertanyaan atau “interview guide” yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tujuan dari interview guide itu sendiri adalah untuk memudahkan peneliti alam memberikan pertanyaan kepada informan agar dapat terarah sesuai dengan informasi yang dibutuhkan.

b. Dokumentasi

Adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara mencatat arsip-arsip, surat-surat dan dokumen lain yang mendukung.

c. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan fenomena yang diteliti. Observasi memungkinkan melihat dan mengamati sendiri perilaku atau kejadian sebagaimana keadaan sebenarnya. Dalam penelitian ini penulis datang ke lokasi penelitian untuk melihat secara langsung mengenai aktivitas yang ada dan sedang berlangsung.

5. Metode Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi. Sampel ini diambil dari anggota populasi yang diketahui


(44)

commit to user

peneliti dapat menjadi sumber informasi data yang diinginkan dan diperlukan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini sampel yang diambil sebanyak 6 (enam) orang pengrajin rotan. Jumlah ini diambil bukan dengan ukuran tertentu yang sifatnya baku, tetapi peneliti menganggap bahwa data yang diperlukan telah cukup, sehingga pencarian data atau informasi dihentikan pada orang tersebut atau responden ke-6 tersebut.

6. Teknik Analisis Data

Data yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui observasi, wawancara diolah dan dianalisis supaya menghasilkan kesimpulan yang valid. Ada tiga komponen pokok dalam tahap analisis (Sutopo,1988:35).

a. Reduksi Data

Reduksi data ini berlangsung terus selama pelaksanaan penelitian. Reduksi data dilakukan dengan membuat ringkasan dari catatan data yang diperoleh di lapangan baik itu hasil observasi maupun hasil wawancara yang berhubungan dengan strategi kelangsungan usaha industri kerajinan rotan. Dalam reduksi data ini, peneliti mempertegas, memperpendek, membuang hal-hal yang tidak penting.

b. Sajian Data

Sajian data ini merupakan rangkaian kalimat yang peneliti susun secara logis dan sistematis sehingga mudah dibaca. Sajian data ini mengacu pada masalah penelitian yang telah dirumuskan sehingga diharapkan dapat menceritakan dan menjawab permasalahan yang ada. Sajian data dalam


(45)

commit to user

penelitian ini selain dalam bentuk narasi juga disajikan dalam bentuk bagan (skema), tabel.

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan setelah semua data terkumpul dan telah direduksi. Kesimpulan perlu diverifikasi supaya mantap dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam verifikasi penarikan kesimpulan ini dilakukan penelusuran data kembali dengan cepat dengan melihat kembali sebentar pada catatan lapangan.

7. Validitas Data

Validitas data membuktikan bahwa apa yang diamati sesuai dengan apa yang ada dalam dunia kenyataan dan apakah penjelasan yang diberikan sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Untuk menguji keabsahan data yang terkumpul peneliti menggunakan teknik trianggulasi sumber dengan cara mengecek, membandingkan informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda.

Untuk lebih jelasnya, proses analisis interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:


(46)

commit to user

Bagan Model Analisis Interaktif

(Sutopo. 2002: 87)

Penarikan Kesimpulan

Reduksi Data Penyajian Data


(47)

commit to user 32 BAB II DESKRIPSI LOKASI

A. Keadaan Geografis Desa Trangsan

Desa Trangsan merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Gatak. Desa Trangsan berada pada ketiggian 718 meter diatas permukaan laut (dpl). Desa Trangsan beriklim tropis dengan suhu rata-rata 36 C. Jarak Desa Trangsan dengan pusat pemerintahan Kecamatan Gatak sejauh 1 km, sedangkan jarak Desa Trangsan dengan pusat pemerintahan Kota Sukoharjo sejauh 20 km, dan jarak Desa Trangsan dengan Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah sejauh 113 km.

Desa Trangsan memiliki wilayah seluas 248.256 Ha yang terdiri dari 10 RW dan 37 RT. Adapun batas-batas Desa Trangsan dengan wilayah lain secara administratif yaitu :

· Sebelah utara : Desa Gumpang dan Mayang

· Sebelah selatan : Desa Luang

· Sebelah barat : Desa Wironanggan dan Ngemplak

· Sebelah timur : Desa Trosemi dan Waru

B. Kondisi Demografis Desa Trangsan

1. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Jumlah atau keadaan penduduk Desa Trangsan menurut umur dan jenis kelamin dapat dilihat dari tabel sebagai berikut


(48)

commit to user Tabel 1

Jumlah Penduduk Menurut Umur

No. Umur Jumlah Persen

1. 0-4 th 403 6,3

2. 5-9 th 494 7,7

3. 10-14 th 476 7,4

4. 15-19 th 515 8,1

5. 20-24 th 495 7,7

6. 25-29 th 484 7,6

7. 30-39 th 765 12,0

8. 40-49 th 944 14,8

9. 50-59 th 864 13,6

10. 60 th + 911 14,3

Jumlah 6351 100

Sumber : Data Monografi Desa Trangsan, Desember 2008

Komposisi penduduk menurut umur secara garis besar dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu :

a.Usia muda atau angkatan belum produktif, yaitu usia 0-14 tahun. b.Usia dewasa/angkatan kerja produktif, yaitu usia 15-59 tahun. c.Usia tua/angkatan tidak produktif yaitu usia 60 tahun keatas.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari kategori usia muda, dewasa dan usia tua, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa Trangsan tergolong dalam kategori dewasa. Dimana penduduk yang berusia antara 0-14 tahun (usia muda) berjumlah 173 jiwa atau sebesar 21,6 %, sedangkan penduduk


(49)

commit to user

yang berusia antara 15-59 tahun ( usia dewasa) berjumlah 4067 jiwa atau 64,0 % dan penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (usia tua) berjumlah 911 atau 14,3 % dari jumlah penduduk secara keseluruhan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sebagian besar penduduk Desa Trangsan adalah penduduk dengan usia atau angkatan kerja yang produktif, yaitu sebesar 64 %.

2. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Jenis mata pencaharian masyarakat Desa Trangsan antara lain petani, buruh tani, buruh/swasta, pegawai negeri, pengrajin, pedagang, TNI/POLRI, dan lain sebagainya. Selain itu, ada pula sebagian penduduk yang belum memiliki pekerjaan tetap, masih menganggur dan masih sekolah.

Untuk lebih jelas mengenai mata pencaharian penduduk Desa Trangsan dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 2

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah Persen

1. Petani 356 23,3 %

2. Buruh Tani 564 37 %

3. Buruh/Swasta 65 4,2 %

4. Pegawai Negeri 127 8,3 %


(50)

commit to user

6. Pedagang 125 8,2 %

7. Peternak 2 0,1 %

8. Nelayan 0 0 %

9. Montir 2 0,1 %

10. Dokter 2 0,1 %

11 TNI/POLRI 18 1,1 %

12. Pensiunan 38 2,4 %

Jumlah 1524 100 %

Sumber : Data Monografi Desa Trangsan, Desember 2008

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah terbesar dari mata pencaharian penduduk Desa Trangsan adalah Buruh Tani yaitu 564 jiwa, sedangkan penduduk yang bermata pencaharian sebagai peternak, montir dan dokter sangat kecil, yaitu masing-masing profesi jumlahnya 2 orang, sedangkan jumlah dari pengrajin yaitu 250 orang atau sekitar 16,4 %, pengrajin disini sebagian besar adalah pengrajin rotan.

3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk dapat meningkatkan dan mewujukan kemajuan bangsa. Hal ini sesuai dengan arah dan tujuan bangsa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk mencerdaskan dan memajukan segenap tanah air dan tumpah darah Indonesia. Di


(51)

commit to user

sini tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pola pikir dan keterbukaan masyarakat pada perkembangan dan kemajuan suatu daerah.

Dalam hal pendidikan, masyarakat Desa Trangsan dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok kategori berdasarkan tingkat pendidikan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tingkat pendidikan rendah

Penduduk yang termasuk dalam tingkat pendidikan rendah adalah penduduk yang tidak pernah sekolah, penduduk yang belum / tidak tamat SD.

b. Tingkat pendidikan lanjutan / menengah

Yaitu penduduk yang tamat SLTP dan yang tamat SLTA. c. Tingkat pendidikan tinggi

Yaitu penduduk yang tamat perguruan tinggi (Universitas, Institut, Akademi, dan lain-lain).

Dalam membicarakan jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan ini dibatasi pada penduduk yang berumur 5 tahun ke atas. Jumlah penduduk Desa Trangsan berdasarkan tingkat pendidikan adalah 6351 jiwa. Dan untuk lebih jelas mengenai jumlah pnduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat dari tabel berikut ini :


(52)

commit to user Tabel 3

Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tamat Akademi/PT Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD Tidak tamat SD Belum tamat SD Tidak sekolah 114 643 887 2156 1105 326 1120 1,7 % 10,1 % 13,9 % 33,9 % 17,3 % 5,1 % 17,6 %

Jumlah 6351

Sumber : Data Monografi Desa Trangsan, Desember 2008

Tingkat pendidikan juga akan berpengaruh pada pemilihan pekerjaan. Banyaknya dari penduduk Desa Trangsan yang berpendidikan masih minim kemudian terjun bekerja sebagai petani ataupun sebagai buruh industri, terutama bekerja di industri rotan yang ada di daerah mereka sendiri karena bekerja di bidang tersebut tidak memerlukan pendidikan formal yang tinggi.

Dari data yang telah disajikan dalam tabel 3, menunjukkan bahwa penduduk yang termasuk dalam tingkat pendidikan rendah yaitu penduduk yang tidak pernah sekolah, penduduk yang belum / tidak tamat SD dan tamat SD di Desa Trangsan ini menempati urutan pertama jumlah penduduk berdasarkan


(53)

commit to user

tingkat pendidikan yaitu sebanyak 5707 orang atau 73,9 %. Disusul kemudian penduduk yang berpendidikan menengah yaitu tamat SLTP dan SLTA sebanyak 1530 orang atau 14 %, sedangkan untuk penduduk yang lulus pendidikan tinggi sebanyak 114 atau 1,7 %.

Dari data ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Desa Trangsan adalah tergolong rendah, karena sebagian besar masyarakat memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu mereka yang hanya tamat SD, belum tamat SD dan yang tidak bersekolah sama sekali.

4. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan yang ada di Desa Trangsan berdasarkan monografi pemerintahan Desa Trangsan berikut ini :

Tabel 4 Sarana Pendidikan

No Sarana Pendidikan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5.

TK

SD/sederajat SLTP/sederajat SLTA/sederajat TPA

3 5 2 0 11

Jumlah 21

Sumber : Data Monografi Desa Trangsan, Desember 2008


(54)

commit to user

Sarana komunikasi yang terdapat di Desa Trangsan dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 5 Sarana Komunikasi

No Sarana Perdagangan Jumlah

1. 2. 3. 4.

ORARI Pesawat TV Pesawat Radio Antena Parabola

3 unit 1073 unit 700 unit 3 unit

Jumlah 1779 unit

Sumber : Data Monografi Desa Trangsan, Desember 2008

Sarana komunikasi sangat penting bagi manusia. Dengan sarana komunikasi manusia dapat menyampaikan dan menerima informasi dengan cepat. Dengan demikian mereka tidak akan ketinggalan informasi . Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa sarana komunikasi yang ada di Desa Trangsan meliputi 3 unit ORARI, 17 unit pesawat TV, 7 unit pesawat radio dan 3 unit antena parabola.

6. Sarana Perekonomian / perdagangan

Sarana perekonomian Desa Trangsan sebagian besar terdapat dan berpusat di daerah Kecamatan Gatak yang jaraknya sekitar 1 km dari Desa Trangsan. Berdasarkan data terakhir Kecamatan Gatak untuk sementara ini ada 283 buah yang terdiri dari unit perekonomian seperti terlihat pada tabel berikut :


(55)

commit to user Tabel 6

Sarana Perekonomian

No Sarana Perekonomian Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. Pasar Warung Kios Toko Bank KUD 2 buah 11 buah - 250 buah 1 buah 1 buah

Jumlah 283 buah

Sumber : Data Monografi Desa Trangsan, Desember 2008

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa sarana perdagangan / perekonomian yang ada di Desa Trangsan yang paling besar jumlahnya adalah warung, yakni 11 buah. Hal ini membuktikan bahwa sarana perdagangan / perekonomian yang paling banyak diminati warga masyarakat Desa Trangsan adalah warung karena dianggap dekat dan ekonomis serta cukup mudah didatangi suatu saat atau kapan saja. Selain itu, bank juga menjadi sarana penting dalam melakukan transaksi keuangan terutama bagi para pengrajin rotan dalam melakukan kegiatan ekonominya.

7. Sarana Transportasi

Kemajuan ekonomi di Desa Trangsan tentu saja didukung oleh sarana dan prasarananya. Prasarana yang ada di daerah ini terutama alat perhubungan yang berupa alat transportasi. Sarana transportasi merupakan faktor penting dalam


(56)

commit to user

memperlancar mobilitas serta berbagai aktifitas masyarakat di Desa Trangsan terutama dalam industri kerajinan rotan . Kondisi jalan yang sudah baik, sarana dan prasarana yang lancar dan memadai akan mempengaruhi kemajuan dan perkembangan suatu daerah. Jalan yang sudah beraspal dan tersedianya alat transportasi yang baik membuat Desa Trangsan lebih mudah diakses oleh masyarakat setempat ataupun orang yang berasal dari luar daerah. Sarana transportasi yang dimiliki penduduk Desa Trangsan yang terdiri dari sarana transportasi milik pribadi atau kendaraan-kendaraan pribadi atau umum. Kendaraan pribadi pada umumnya berupa sepeda, sepeda motor dan mobil. Sedangkan kendaraan umum berupa angkutan-angkutan desa seperti delman, bus, truk, becak, dan sebagainya.

Sarana transportasi yang ada di Desa Trangsan dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 7 Sarana Transportasi

No Sarana Transportasi Jumlah

1. 2. 3. 4. 5.

Sepeda Sepeda motor Mobil pribadi Truk

Gerobag

1125 300 30 4 5


(57)

commit to user 6.

7.

Becak Delman

6 1

Jumlah 1459

Sumber : Data Monografi Desa Trangsan, Desember 2008

Sarana transportasi sangat penting bagi industri kerajinan rotan Desa Trangsan yaitu untuk mengangkut bahan baku dan memasarkan produk mereka. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sepeda dan sepeda motor merupakan sarana transporasi yang paling banyak dimiliki oleh penduduk Desa Trangsan. Hal ini disebabkan karena secara ekonomis lebih mudah didapatkan daripada sarana transportasi yang lain. Di Desa Trangsan ini terdapat 1125 unit sepeda dan 300 buah sepeda motor.

C. Sejarah Lokasi Penelitian

a. Sejarah Desa Trangsan

Nama Desa Trangsan itu sendiri berasal dari Bumi TROWANGSAN, nama tersebut diambil sesuai dengan nama raja atau pemimpin yang membawahi bumi Trowangsan pada waktu itu, karena pemerintahan pada waktu itu dipimpin oleh Raja R. Ng. Setrowongso, adapun bumi yang dibawakan disebut Bumi Trowangsan, karena masyarakat salah mengucap ejaan maka Trowangsan menjadi Trangsan.


(58)

commit to user

Desa Trangsan pada waktu jaman penjajahan Belanda dulu, lebih kurang tahun 1927 semula terdiri dari dua kelurahan yaitu Kelurahan Dani dan Kelurahan Trangsan, pada perkembangannya kemudian dua kelurahan ini menjadi satu pada jaman Kerajaan Surakarta sedang mengalami kejayaan, yaitu waktu Sri Susuhunan PAKU BUWONO ke X menjadi raja (sekitar tahun 1928).

Adapun peninggalan sejarahnya adalah sebagai berikut :

1. Sumber Air Gayam Pitu

Gayam Pitu menurut sejarah merupakan sumber air yang besar karena pada kejayaan Raja Sri Susuhunan PAKU BUWONO X dan waktu itu pertanian onderneming, pernah air mau dijadikan oncoran kemantren ke Desa Timulus Baki oleh Belanda tetapi gagal dan Jepang datang ke Indonesia.

2. Sendang Air Dani

Sendang Air Dani merupakan sumber air utama untuk keperluan sehari-hari oleh masyarakat desa.

3. Petilasan Patung Mbah Lembu

Pada waktu itu dijadikan kepercayaan adat di desa, setiap ada pengantin atau orang yang punya hajat harus berjalan mengelilingi arah di sekitar Parung Mbah Lembu itu, dengan tujuan selamat, agar tidak ada halangan suatu apapun pada waktu menyelenggarakan hajatan tersebut.


(59)

commit to user

Perkembangan industri kerajinan rotan Desa Trangsan yaitu sekitar pada waktu tahun 1928 mulai masuk dan dikembangkan oleh Bapak Martosenotono alias Rebo dan Bapak Wongsoijoyo serta Bapak Lurah Wongsolaksono sendiri. Kemudian Bapak Lurah Wongsolaksono mengikutsertakan hasil kerajinan rotannya di pameran kerajinan yang diselenggarakan di Alun-Alun Utara bernama Toko Strelling, pada waktu jaman jaya-jayanya Sri Susuhunan PAKU BUWONO ke X, dan diterima baik hasil exposisi tersebut, untuk selanjutnya Bapak Lurah Wongsoksono ditambah gelar Lurah Demang Wongsolaksono, beliau meninggal sekitar Bulan Oktober tahun 1949 ditembak Belanda pada waktu terjadi kles Belanda ke I.

Setelah Lurah Demang Wongsolaksono meninggal, kemudian oleh Bapak Martosenotono dan Bapak Wongsoijoyo terus mengembangkan kerajinan rotan di Desa Trangsan untuk mengenang Lurah Wongsolaksono, tetapi karena ada waktu itu rotan masih langka di Desa Trangsan, maka bahan baku yang digunakan bambu. Demikian terus dilakukan pewarisan secara turun-temurun hingga industri kerajinan rotan di Desa Trangsan bisa berkembang seperti sekarang ini. Berikut perkembangan industri kerajinan rotan di Desa Trangsan, menurut Bapak Sriyana (45 tahun) :

“Kerajinan rotan di Desa Trangsan ini mulai marak itu tahun 1950an, tapi pada waktu itu jumlah pengrajinnya masih sedikit, belum seperti sekarang ini. Baru pada tahun 1970an mulai mengalami perkembangan baik dari jumlah produksi ataupun jumlah pengrajin, karena pada masa ini bahan baku rotan mudah didapat dan harganya masih murah. Tetapi setelah tahun 1991 sampai


(60)

commit to user

sekarang kondisi industri kerajinan rotan di Desa Trangsan ini sedang mengalami kelesuan karena rotan sulit didapat dan harganya mahal.”

Dari penuturan Bapak Sriyana di atas, maka dapat dismpulkan bahwa perkembangan industri kerajinan rotan di Desa Trangsan dapat dibagi menjadi 3 tahapan :

1. Tahun 1950 sampai 1970

Pada masa ini industri kerajinan rotan di Desa Trangsan belum menjadi mata pencaharian pokok bagi para pengrajinnya tetapi hanya sebagai pekerjaan sampingan, selain itu pengrajin rotan di Desa Trangsan pun jumlahnya masih relatif sedikit.

2. Tahun 1970 sampai 1990

Pada masa ini industri kerajinan rotan di Desa Trangsan mengalami masa kejayaan, karena ada masa ini bahan baku rotan mudah didapat, harganya pun murah dan permintaan pasar cukup tinggi sehingga banyak para pengrajin yang usahanya berkembang pesat pada masa ini. Selain itu, banyak penduduk Trangsan yang tertarik dan berminat untuk mendirikan usaha kerajinan rotan ini.

3. Tahun 1990 sampai 2007

Pada tahun ini rotan mulai sulit didapat karena harga rotan sangat tinggi di pasar internasional sehingga sebagian besar rotan mentah Indonesia diekspor keluar negeri. Akibatnya industri kerajinan rotan dalam negeri mengalami krisis bahan baku, demikian juga halnya industri kerajinan di


(61)

commit to user

Desa Trangsan ini mengalami kelesuan dalam proses produksi, para pengrajin sangat tertekan dengan kondisi seperti ini. Sehingga pada masa ini banyak pengrajin rotan di Desa Trangsan ini yang mengurangi jumlah produksinya.


(62)

commit to user 47 BAB III

PROFIL USAHA INDUSTRI KERAJINAN ROTAN DI DESA TRANGSAN

Pada saat ini terdapat sekitar 200 pengrajin rotan di Desa Trangsan yang terdiri dari sekitar 12 % industri besar, 72% industri mernengah dan 16% industri rumah tangga. Produksi per tahun 300-an ribu unit, 280 ribu diantaranya untuk memenuhi pasar luar negeri. Para pengrajin biasanya menjadikan tempat tinggal mereka sebagai tempat berlangsungnya kegiatan usaha. Para pengrajin yang mempunyai modal usaha yang besar serta jumlah tenaga kerja yang banyak akan menjadikan usaha yang besar pula, dimana ditandai dengan jumlah produksi yang tinggi setiap harinya, demikian sebaliknya.

Dalam penelitian ini, informan dan responden yang diteliti sebagai sampel adalah yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian yaitu para pengusaha atau pengrajin rotan, tentang sejauh mana kebijakan ekspor rotan yang dilakukan pemerintah akhir-akhir ini berdampak pada usaha industri kerajinan rotan mereka terutama dalam hal produksi yaitu dalam pengadaan bahan baku, masalah-masalah apa saja yang mereka hadapi dan menjadi kendala dalam proses produksi maupun dalam hal pemasaran, kemudian bagaimana mereka menerapkan cara-cara atau strategi dalam menghadapi masalah - masalah tersebut agar usaha mereka dapat tetap bertahan dalam kondisi tersebut


(63)

commit to user

Pada bagian ini, peneliti akan uraikan enam profil dan latar belakang tentang bagaimana awalnya mereka menjadi pengrajin rotan dan gambaran umum mengenai kegiatan ekonomi mereka. Profil informan dan responden tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bapak Saryanto (Pengrajin)

Umur : 39 tahun

Pendidikan: SLTA

Bapak Saryanto adalah salah satu pengrajin rotan di Desa Trangsan. Beliau mempunyai 1 orang istri dan 4 orang anak. Sebelumnya Bapak Saryanto adalah seorang buruh industri kerajinan rotan di tempat saudaranya yang juga mempunyai usaha kerajinan rotan. Kemudian karena semakin lama kebutuhan hidup beliau semakin banyak dan pendapatan yang didapat dirasakan sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan lagi, ditambah lagi beliau juga sudah cukup terampil dalam pembuatan kerajinan rotan karena sudah lama bekerja dalam bidang ini, dan atas dukungan dari istrinya yaitu Ibu Darwanti, akhirnya beliau memutuskan untuk merintis usaha industri kerajinan rotan sendiri pada tahun 2001 dan diberi nama “Wayan Rotan”. Produk yang dihasilkan sebagian besar berupa handicraft.

Dalam mengelola usahanya, Bapak Saryanto dibantu oleh istrinya dalam mengurusi admistrasi sedangkan beliau mengurusi bidang produksi. Wayan rotan sampai saat ini mempunyai tenaga kerja sebanyak 10 orang, yang semuanya merupakan rekan Bapak Saryanto sewaktu masih menjadi buruh


(64)

commit to user

industri. Penghasilan rata-rata Pak Saryanto dalam menjalankan usaha ini sebulan sekitar Rp.2.000.000,-

2. Bapak Waloeyo (Pengrajin)

Umur : 44 tahun Pendidikan: SLTP

Beliau merupakan pengrajin yang merintis usahanya pada sekitar tahun 2000, awalnya beliau merupakan buruh industri anyam rotan. Dulu pada saat beliau masih bekerja sebagai buruh industri, mendapat tawaran pesanan dari seseorang untuk membuat tas sebanyak 100 pcs, lalu beliau menyanggupinya, hanya dengan modal Rp.600.000,- itu pun sudah termasuk DP pertama kali Rp. 200.000,-. Sejak itu beliau mencoba memproduksi dan memasarkan produknya sendiri. Waloeyo Rotan mempunyai 4 orang tenaga kerja, yang masih mempunyai hubungan kerabat dengan Bapak Waloyo sendiri. Produk yang dihasilkan Waloeyo Rotan berupa handicraft. Penghasilan yang didapatkan Bapak Waloyo tidak tentu jumlahnya, tergantung dari banyak sedikitnya pesanan yang diterima. Rata-rata penghasilannya dalam sebulan yaitu Rp. 1.000.000,00

3. Ibu Asri ( pengrajin ) Umur : 24 tahun Pendidikan: SLTA

Beliau memulai usahanya cukup baru yaitu pada tahun 2005. Bekerja sama dengan suaminya Bapak Joko, beliau merintis usaha custion ( mebel meja,


(65)

commit to user

kursi yang bahan bakunya terdiri dari busa, kayu, rotan, kain tetron) yang diberi nama Tirta Foam ini dengan modal awal Rp.15 juta. Tirta Foam sendiri telah mempunyai 7 orang tenaga kerja tetap, sebagian besar merupakan tetangga dan masih kerabat, sistem pengupahannya dihitung secara harian yaitu Rp. 20.000/hari. Hasil produksinya seagian besar dipasarkan ke Yogyakarta. Keuntungan bersih yang bisa dihasilkan Tirta Foam rata-rata Rp.1.500.000/ bulan.

4. Ichwanto Umur : 48 tahun Pendidikan: SLTA

Bapak Ichwanto memulai usahanya sekitar tahun 1989, dengan modal awal pada waktu itu Rp. 2.000.000,-. Sampai saat ini beliau mempunyai 22 orang pekerja. Selain menjadi pengusaha kerajinan rotan, beliau juga merangkap menjual bahan baku rotan. Beliau mengolah dari bahan mentah menjadi rotan jadi, yang nanti akan dijual kepada para pengrajin rotan di Desa Trangsan dan beberapa daerah lainnya. Rotan ini dipasarkan ke Yogyakarta, Cirebon dan di Trangsan sendiri. Omzet yang dihasilkan Bapak Ichwanto mencapai Rp.100.000.000/ bulan dengan keuntungan Rp.18.000.000/ bulan.

5. Bapak Abu Tiarto

Umur : 50 tahun Pendidikan: SLTA


(1)

commit to user

99

usahanya.. Di sini berarti bahwa pengrajin yang berlaku sebagai aktor akan

melakukan suatu tindakan, dimana tindakan tersebut merupakan tuntutan dari

situasi ekternal yang ada. Adapun contoh dari situasi ekternal tersebut misalnya

adanya persaingan usaha dari sesama pengrajin yang dapat menjadi hambatan

bagi indutri kerajinan rotan ini untuk tetap bertahan. Sehingga kemudian para

pengrajin dituntut untuk dapat bersaing dengan menggunakan berbagai cara atau

strategi yang dianggapnya baik untuk dapat mencapai tujuannya. Jadi tindakan

yang dilakukan oleh si aktor, dalam hal ini adalah pengrajin, dalam memilih,

menilai dan mengevaluai tindakan yang akan, sedang dan telah dilakukannya

tidak lain adalah berupa strategi yang sengaja dipilih dengan harapan untuk dapat

mempertahankan kelangsungan usahanya.

B.

IMPLIKASI

1.

Implikasi Teoritis

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan penulis dalam

menganalisis permasalahan yang menjadi obyek penelitian ini adalah paradigma

definisi sosial. Secara definitif, paradigma ini merumuskan sosiologi sebagai ilmu

yang berusaha untuk menafsirkan dan memahami (Interpretative Understanding)

tindakan sosial antar hubungan sosial untuk sampai pada penjelasan kausal. Bagi

Max Weber studi tentang tindakan sosial berarti mencari pengertian subyektif

atau motivasi yang terkait pada tindakan-tindakan sosial.


(2)

commit to user

100

Dalam definisi ini terkandung dua konsep dasar, petama konsep

tindakan sosial dan yang kedua tentang penafsiran (Interpretative Understanding).

Max Weber menganjurkan bahwa dalam mempelajari tindakan sosial itu,

sebaiknya menggunakan penafsiran dan pemahaman, sebab seorang peneliti

sosiologi dalam menghadapi tindakan sesorang atau aktor harus dapat mencoba

menginterpretasikannya. Dalam arti harus memahami motif dari tindakan si aktor

tersebut.( Ritzer dalam Alimandan, 1992:44-46)

Dalam penelitian ini, penulis berusaha menginterpretasikan strategi atau

langkah-langkah yang diterapkan oleh para pengrajin rotan di Desa Trangsan,

dalam rangka mempertahankan kelangsungan usahanya.

Kemudian, dalam penelitian ini penulis menggunakan teori aksi. Teori

ini dikembangkan oleh Talcot Parsons, dimana hal ini ia memilih istilah action

dan bukan behaviour, karena menurutnya memiliki konotasi yang berbeda.

Behaviour secara tidak langsung menyatakan kesesuaian mekanik antara perilaku

(respon) dengan rangsangan (stimulus). Sedangkan istilah action menyatakan

secara tidak langsung suatu aktivitas, kreativitas dan penghayatan diri individu.

Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa tindakan yang

nyata-nyata diarahkan kepada orang lain, juga dapat berupa tindakan yang bersifat

membatin atau bersifat subyektif yang telah terjadi karena pengaruh positif dari

situasi tertentu atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai


(3)

commit to user

101

akibat dari pengaruh situasi serupa. Atau persetujuan secara pasif dalam situasi

tertentu. (Ritzer,1992:44-45)

Strategi atau langkah-langkah yang diambil dan dilakukan oleh para

pengrajin rotan di Desa Trangsan merupakan suatu tindakan sosial dalam rangka

menjaga kelangsungan usahanya. Langkah-langkah atau strategi yang kemudian

dimanifestasikan dalam bentuk tindakan-tindakan ini dilakukan atas dasar

kesadarannya sebagai subyek dari situasi eksternal dan posisinya sebagai obyek.

Di sini berarti bahwa pengrajin rotan yang berlaku sebagai aktor akan melakukan

suatu tindakan, dimana tindakan tersebut merupakan suatu tuntutan dari situasi

eksternal yang ada. Bertolak dari adanya pemaknaan terhadap tindakan atas dasar

rasionalitas, maka dapat dikatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh para

pengrajin rotan disini merupakan tindakan zwerk rational, dimana dalam memilih

strategi yang digunakan untuk kelangsungan usahanya merupakan salah satu

wujud konktret dari tindakan tersebut. Maka di sini pengrajin mempunyai tujuan

atau prinsip untuk memperoleh keuntungan maksimal dengan menekan biaya

produksi yang seminimal mungkin agar kelangsungan uahanya tetap terjaga.

2.

Implikasi Metodologis

Penelitian ini berjudul “Strategi kelangsungan Industri Kerajinan Rotan

di Desa Trangsan dalam menghadapi Kenaikan Bahan Baku Rotan”. Adapun

yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah strategi yang


(4)

commit to user

102

diterapkan oleh para pengusaha kerajinan rotan yang ada di Desa Trangsan ,

Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo. Dalam rangka mempertahankan

kelangsungan usahanya dalam menghadapi kelangkaan dan mahalnya bahan baku

rotan, maupun dalam menghadapi tingkat persaingan usaha yang semakin tinggi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan strategi yang diterapkan

oleh para pengusaha kerajinan rotan dalam rangka mempertahankan

kelangsungan usahanya di tengah-tengah persaingan usaha, khususnya dalam hal

produksi dan pemasaran

Data yang diperoleh dalam penelitian ini, diperoleh dengan cara peneliti

terjun langsung ke lapangan untuk mengamati berbagai peristiwa dan fenomena

yang terjadi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara teknik

wawancara mendalam (indepth interview), obervasi langsung serta pencarian data

dari dokumentasi. Kegiatan observasi merupakan bentuk pengamatan melalui

kegiatan pemusatan perhatian terhadap obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini,

penulis datang ke lokasi penelitian untuk pengamatan secara langsung mengenai

aktivitas yang ada dan sedang berlangsung.

Dalam pengambilan sampel, penulis menggunakan teknik purposive

sampling atau sampling bertujuan, yakni memilih informan yang dianggap tahu

dan dapat dipercaya menjadi sumber data yang lengkap dan megetahuinya secara

mendalam.


(5)

commit to user

103

Untuk menganalis data yang telah diperoleh, penulis menggunakan

teknik analisis interaktif, proses ini diawali dengan pengumpulan data.

Dikarenakan data yang diperoleh berkembang di lapangan, maka penulis

membuat reduksi data dan penyajian data. Penulis menyeleksi data yang diperoleh

di lapangan kemudian diikuti dengan penyusunan sajian data berupa uraian yang

sistematik. Setelah pengumpulan data berakhir, tindakan penelitian selanjutnya

adalah menarik kesimpulan dan verifikasi berdasarkan seluruh hal yang terdapat

dalam penulisan reduki data dan sajian data.

3.

Saran

1.

Bagi pemerintah

Untuk melindungi industri kerajinan rotan di dalam negeri,

pemerintah sebaiknya memperhatikan undang undang tentang larangan

ekpor rotan mentah. Adanya isu bahwa harga rotan internasional tinggi

sehingga ekspor bahan baku rotan sangat banyak ke internasional

berdampak pada kenaikan biaya produksi. Hal ini membuat para

produsen rotan berlomba-lomba untuk mengekspor bahan baku. Dengan

kondisi yang demikian, maka dampak yang terjadi di Indonesia yaitu

bahan baku rotan menjadi langka sehingga harga bahan baku rotan

menjadi tinggi. Keadaan ini tentu sangat berpengaruh pada dunia

industri rotan dalam negeri, dengan sendirinya biaya produksi tinggi

maka daya saing di luar negeri rendah karena kalah bersaing dengan


(6)

commit to user

104

harga internasional. Maka industri rotan dalam negeri produksinya

menurun karena order rendah, bahkan ada yang sudah tidak mampu

berproduksi lagi. Akibatnya apabila hal ini tidak segera diatasi, maka

bisa jadi industri pengolahan rotan akan menjadi semakin terpuruk.

2.

Bagi pengrajin

a.

Para pengrajin tidak hendaknya bersama-sama membentuk suatu

paguyuban atau koperasi, yang akan semakin merekatkan kerjasama

antar pengrajin serta mempunyai suatu wadah yang menampung

aspirasi, ide dan kreativitas. Beberapa bahasan dapat mereka

sampaikan dalam forum tersebut misal adanya kesepakatan

mengenai harga barang produksi sehingga akan mencitakan iklim

persaigan yang sehat.

b.

Tetap menjaga kualitas, mutu dan kreativitas produk kerajinan

c.

Terus mencari dan mengembangkan bahan baku alternatif selain

rotan, untuk menjaga kelangsungan usaha apabila terjadi krisis

bahan baku.

d.

Pengrajin agar tetap menjaga kelangsungan usahanya guna


Dokumen yang terkait

ANALISIS EKSPOR INDUSTRI KERAJINAN ROTAN DI SENTRA INDUSTRI KERAJINAN ROTAN KABUPATEN CIREBON JAWA BARAT

11 104 2

PERKEMBANGAN INDUSTRI ROTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI DESA TRANGSAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO

0 26 91

STUDI KOMUNIKASI PEMASARAN KERAJINAN ROTAN KLASTER TRANGSAN Studi Komunikasi Pemasaran Kerajinan Rotan Klaster Trangsan (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Strategi Komunikasi Pemasaran Klaster Rotan Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.

0 0 16

PENDAHULUAN Studi Komunikasi Pemasaran Kerajinan Rotan Klaster Trangsan (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Strategi Komunikasi Pemasaran Klaster Rotan Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.

0 0 35

KOMUNIKASI PEMASARAN KERAJINAN ROTAN KLASTER TRANGSAN Studi Komunikasi Pemasaran Kerajinan Rotan Klaster Trangsan (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Strategi Komunikasi Pemasaran Klaster Rotan Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.

0 2 16

STRATEGI PEMASARAN USAHA INDUSTRI KERAJINAN ROTAN DALAM MENEMBUS PASAR INTERNASIONAL Strategi Pemasaran Usaha Industri Kerajinan Rotan Dalam Menembus Pasar Internasional (Studi Kasus Pada Dewangga Furniture Gatak Sukoharjo).

0 1 12

DINAMIKA EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 1986 - 2011.

0 0 4

ANALISIS KEBERHASILAN PENGUSAHA ROTAN DI DESA TRANGSAN KECAMATAN GATAK SUKOHARJO.

0 1 14

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA INDUSTRI KECIL KERAJINAN ROTAN (Studi Kasus di Sentra Industri Kecil Kerajinan Rotan di Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo).

0 0 14

PENGEMBANGAN USAHA KERAJINAN ROTAN (PENDEKATAN ACTION RESEARCH) STUDI KASUS DI UKM ASRI ROTAN DESA TRANGSAN, KECAMATAN GATAK, KABUPATEN SUKOHARJO

0 1 10