07 Manajemen Pemberdayaan Sumber Daya PTK Sekolah

(1)

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

MANAJEMEN PEMBERDAYAAN

SUMBER DAYA TENAGA PENDIDIK DAN

KEPENDIDIKAN SEKOLAH

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL

PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

KEPALA SEKOLAH PENDIDIKAN

MENENGAH KOMPETENSI


(2)

PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah.

Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah.

Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.

Jakarta, November 2007 Direktur Tenaga Kependidikan

Surya Dharma, MPA, Ph.D NIP. 130 783 511


(3)

DAFTAR ISI

PENGANTAR

... ... i

DAFTAR ISI

... ... ii

DAFTAR GAMBAR

... ... iv

DAFTAR TABEL

... ... v

BAB I PENDAHULUAN

... ... 1

A. Latar belakang

... ... 1

B. Dimensi Kompetensi

... ... 2

C. Kompetensi

... ... 2

D. Indikator Pencapaian Kompetensi.


(4)

E. Alokasi waktu ... ... 3

F. Skenario Diklat

... ... 3

BAB II KONSEP, TUJUAN, PENDEKATAN DAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA ... ... 5

A. Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

... ... 6

B. Pendekatan MSDM

... ... 7

C. Tujuan MSDM

... ... 8

D. Posisi SDM dalam Sekolah

... ... 9

E. Fungsi-fungsi MSDM

... ... 10

BAB III MERENCANAKAN KEBUTUHAN TENAGA


(5)

... ... 19

A. Konsep Dasar Perencanaan

... ... 19

B. Analisis Posisi Perencanaan Pendidikan ... ... 27

C. Mekanisme dan Prosedur Perencanaan Pendidikan ... ... 29

D. Evaluasi dan Monitoring dalam Perencanaan ... ... 41

E. Analisis dan Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan

Tenaga pendidk dan Kependidikan

... ... 49

BAB IV REKRUTMEN DAN SELEKSI TENAGA PENDIDIK

DAN KEPENDIDIKAn

... ... 59

A. Rekrutmen Tenaga pendidk dan Kependidikan Sekolah

... ... 60

B. Seleksi Tenaga pendidik dan kependidikan ... ...


(6)

BAB V PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESIONAL TENAGA PENDIDK DAN KEPENDIDIKAN

... ... 97

A. Hakekat Pembinaan dan Pengembangan Profesional

... ... 97

D. Model Pengembangan Guru

... ... 108

E. Tantangan Profesionalisasi Guru

... ... 119

F. Implementasi Program Pengembangan Profesi Guru

... ... 122

BAB VI PENGELOLAAN MUTASI DAN PROMOSI TENAGA

PENDIDK DAN KEPENDIDIKAN

... ... 141

A. Mutasi

... ... 141

B. Promosi

... ... 158


(7)

BAB VII PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN TENAGA

PENDIDK DAN KEPENDIDIKAN

... ... 172

A. Batasan Kesejahteraan Tenaga pendidk dan Kependidikan

... ... 173

B. Sistem Pemberian Kesejahteraan

... ... 177

C. Bentuk Kesejahteraan Bagi Guru

... ... 182

DAFTAR PUSTAKA

... ... 186

LAMPIRAN- LAMPIRAN

... ... 187


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Posisi SDM Dalam Sekolah

... ... 10

Gambar 3.1 Transactional Planning

... ... 33

Gambar 3.2 Keterkaitan Antara Demand dan Supply Guru ... ... 51

Gambar 5.1 Prosedur Pengembangan Program Pelatihan ... ... 102

Gambar 6.1 Kegiatan Mutasi Tenaga Pendidik dan Kependidikan

... ... 148


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Sumber-Sumber Tenaga Pendidik dan

Kependidikan

... ... 72

Tabel 5.1 Model Pengembangan Guru

... ... 108

Tabel 5.2 Spektrum Unsur Pengguna Jasa Profesi Kependidikan Dalam Kerangka Sistem Pendidikan Nasional

... ... 129


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam sekolah apapun Sumber Daya Manusia (SDM) menempati kedudukan yang paling vital. Memang diakui bahwa biaya itu penting. Demikian pula sarana, prasarana dan teknologi. Namun ketersediaan sumber-sumber daya itu menjadi sia-sia apabila ditangani oleh orang-orang yang tidak kompeten dan kurang komitmen.

Dalam arti yang tradisional, konsep pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan terbatas pada urusan-urusan manajemen operatif, seperti mengelola data tenaga pendidik dan kependidikan (record keeping), penilaian kinerja yang bersifat mekanistik (mechanical job evaluation), kenaikan pangkat dan gaji secara otomatis (automatic merit increase). Perhatian terhadap SDM pada masa kini mencakup aspek-aspek yang berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan tenaga pendidik dan kependidikan (fisik, emosional dan sosial), yang akan berpengaruh secara signifikan terhadap cara-cara mereka bertugas, dan dengan sendirinya berpengaruh terhadap produktivitas mereka.

MSDM pada masa kini memfasilitasi aktualisasi dan pengembangan kompetensi para tenaga pendidik dan kependidikan melalui program-program pengembangan dan pemberdayaan yang dilakukan secara sistematik. Pengembangan dan pemberdayaan SDM merupakan bagian dari MSDM yang memiliki fungsi untuk memperbaiki kompetensi, adaptabilitas dan komitmen para tenaga pendidik dan kependidikan. Dengan cara demikian sekolah memiliki


(11)

kekuatan bukan saja sekedar bertahan (survival), melainkan tumbuh

(growth), produktif (productive), dan kompetitif (competitive). Dan dalam proses demikian, dukungan SDM yang kuat melahirkan sekolah yang memiliki adaptabilitas dan kapasitas memperbaharui dirinya (adaptability and self-renewal capacity).

B. Dimensi Kompetensi

Dimensi kompetensi yang diharapkan dibentuk pada akhir Diklat ini adalah dimensi Kompetensi Managerial.

C. Kompetensi

Setelah mengikuti pembelajaran Paket Diklat ini, para peserta Diklat diharapkan menguasai kompetensi berikut:

1. Merumuskan konsep MSDM sesuai dengan konteks sekolah di mana peserta diklat bertugas.

1. Mengidentifikasi masalah dalam implementasi fungsi-fungsi MSDM Pendidikan dalam sekolah di mana peserta diklat bertugas.

2. Mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi dalam memperkuat profesionalisme SDM Pendidikan di sekolah di mana peserta diklat bertugas.

3. Mengembangkan model manajemen pemberdayaan SDM Pendidikan di sekolah di mana peserta diklat bertugas.

4. Menganalisis masalah-masalah yang berkaitan dengan implementasi manajemen pemberdayaan SDM tenaga pendidik dan kependidikan sekolah di mana peserta diklat bertugas.


(12)

Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran modul ini para peserta diharapkan memiliki kemampuan dalam hal:

1. Mengetahui Konsep, tujuan, pendekatan dan fungsi-fungsi MSDM.

5. Memahami cara merencanakan kebutuhan Tenaga Pendidik dan Kependidikan berdasarkan rencana pengembangan sekolah.

6. Memahami cara melaksanakan rekrutmen dan seleksi Tenaga pendidk dan Kependidikan sesuai tingkat kewenangan yang dimiliki sekolah.

7. Mengetahui cara mengelola kegiatan pembinaan dan pengembangan professional Tenaga pendidik dan Kependidikan. 8. Memahami strategi pelaksanaan mutasi dan promosi Tenaga

pendidik dan Kependidikan sesuai kewenangan yang dimiliki sekolah.

9. Memahami cara mengelola pemberian kesejahteraan kepada Tenaga pendidik dan Kependidikan sesuai kewenangan dan kemampuan sekolah..

E. Alokasi waktu

Alokasi waktu Diklat Materi ini adalah 3 (tiga) hari @ 10 Jam atau 30 jam tataran @ 45 menit.

F. Skenario Diklat

Pendidikan dan pelatihan ini diselenggarakan dengan pendekatan andragogi (pendidikan orang dewasa). Kreativitas dan keaktifan peserta ditumbuhkembangkan selama proses pendidikan dan pelatihan berlangsung. Metode dan pendekatan pembelajaran yang akomodatif terhadap pemberian fasilitasi kepada peserta untuk


(13)

merefleksikan pengalamannya digunakan dalam pendidikan dan pelatihan ini, di antaranya metode diskusi kelompok terfokus (focus group discussion, FGD), simulasi, refleksi diri dan praktek pembuatan program.

Secara tentatif (dapat dikembangkan lebih lanjut oleh Fasilitator Diklat) Pendahuluan  Perkenalan  Informasi singkat tentang dimensi kompetensi, kompetensi, indicator, alokasi waktu dan scenario diklat.

 Pre- test

Inti

 Eksplorasi pemahaman peserta mengenai Manajemen Pemberdayaan SDM Tenaga Pendidik dan Kependidikan sekolah.  Presentasi materi

dengan pendekatan interaktif dan multimedia tehnologi

 Diskusi kelompok

permasalahan-permasalahan dalam Manajemen Pemberdayaan SDM. Tenaga Pendidik dan Kependidikan sekolah  Simulasi hasil

diskusi kelompok.

 Membuat rencana program pengembangan pemberdayaan SDM

Penutup


(14)

BAB II

KONSEP, TUJUAN, PENDEKATAN DAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Dalam sekolah apapun Sumber Daya Manusia (SDM) menempati kedudukan yang paling vital. Memang diakui bahwa biaya itu penting. Demikian pula sarana, prasarana dan teknologi. Namun ketersediaan sumber-sumber daya itu menjadi sia-sia apabila ditangani oleh orang-orang yang tidak kompeten dan kurang komitmen. Upaya-upaya untuk merencanakan kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan (SDM), mengadakan, menyeleksi, menempatkan dan memberi penugasan secara tepat telah menjadi perhatian penting pada setiap sekolah yang kompetitif. Demikian pula kebijakan kompensasi (penggajian dan kesejahteraan) dan penilaian kinerja yang dilakukan dengan adil dan tepat dapat melahirkan motivasi berprestasi pada para tenaga pendidik dan kependidikan. Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia seperti itu masih belum cukup, apabila tidak disertai dengan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan tenaga pendidik dan kependidikan yang dilakukan secara sistematik.

Dalam arti yang tradisional, konsep pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan terbatas pada urusan-urusan manajemen operatif, seperti mengelola data tenaga pendidik dan kependidikan (record keeping), penilaian kinerja yang bersifat mekanistik (mechanical job evaluation), kenaikan pangkat dan gaji secara otomatis (automatic merit increase). Perhatian terhadap SDM pada masa kini mencakup aspek-aspek yang berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan tenaga pendidik dan kependidikan (fisik, emosional dan sosial), yang akan berpengaruh secara signifikan terhadap cara-cara mereka


(15)

bertugas, dan dengan sendirinya berpengaruh terhadap produktivitas mereka.

MSDM pada masa kini memfasilitasi aktualisasi dan pengembangan kompetensi para tenaga pendidik dan kependidikan melalui program-program pengembangan dan pemberdayaan yang dilakukan secara sistematik. Pengembangan dan pemberdayaan SDM merupakan bagian dari MSDM yang memiliki fungsi untuk memperbaiki kompetensi, adaptabilitas dan komitmen para tenaga pendidik dan kependidikan. Dengan cara demikian sekolah memiliki kekuatan bukan saja sekedar bertahan (survival), melainkan tumbuh (growth), produktif (productive), dan kompetitif (competitive). Dan dalam proses demikian, dukungan SDM yang kuat melahirkan sekolah yang memiliki adaptabilitas dan kapasitas memperbaharui dirinya (adaptability and self-renewal capacity).

A. Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan pengakuan pada pentingnya tenaga pendidik dan kependidikan pada sekolah sebagai sumber daya manusia yang vital, yang memberikan sumbangan terhadap tujuan sekolah, dan memanfaatkan fungsi dan kegiatan yang menjamin bahwa sumber daya manusia dimanfaatkan secara efektif dan adil demi kemaslahatan individu, sekolah, dan masyarakat. Dalam pengertian ini, posisi sumber daya manusia tidak bisa digantikan oleh faktor-faktor lain dilihat dari nilai sumbangannya terhadap sekolah. Seorang tenaga pendidik dan kependidikan dinyatakan memiliki nilai sumbangan kepada sekolah apabila kehadirannya diperlukan,


(16)

berada dalam mata rantai keutuhan sistem sekolah itu. Tingkat keberhasilan manajemen sumber daya manusia dalam satu sekolah dapat dikaji dari ketepatan melaksanakan fungsi-fungsi MSDM. Kemaslahatan seorang tenaga pendidik dan kependidikan harus dilihat dari kepentingan dan kebermaknaan bagi dirinya sendiri, produktivitas sekolah dan fihak-fihak yang memperoleh jasa layanan sekolah itu.

B. Pendekatan MSDM

Kajian MSDM dalam sekolah apapun ditempatkan dalam kerangka pendekatan sebagai berikut :

1. Martabat Sumber Daya Manusia. Manajemen sumber daya manusia adalah manajemen orang-orang. Gengsi dan martabat manusia hendaknya tidak diingkari hanya demi kegunaannya saja. Hanya dengan perhatian yang penuh kearifan terhadap kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan, sekolah akan sukses tumbuh dan sejahtera. Potensi manusia hanya berkembang apabila memperoleh pengakuan yang wajar dari para pimpinan. Guru sebagai seorang profesional seyogyanya memiliki apresiasi terhadap nilai tenaga pendidik dan kependidikan, mengajar dan memiliki orientasi yang jelas menyangkut pengembangan karir profesional. Penghargaan siswa, orang tua, dan masyarakat terhadap guru sangat tergantung pada apresiasi dan orientasi guru dalam menekuni tenaga pendidik dan kependidikanannya.

2. Pendekatan Manajemen. Manajemen sumber daya manusia adalah tanggung jawab setiap pimpinan/Kepsek. Bagian


(17)

sumber daya manusia itu dibentuk untuk melayani pimpinan/Kepsek dan tenaga pendidik dan kependidikan. Melalui keahliannya, kinerja dan kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan menjadi tanggung jawab ganda antara atasan langsung tenaga pendidik dan kependidikan dan bagian sumber daya manusia.

3. Pendekatan Sistem. Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian penting dari suatu sistem yang lebih besar, yaitu sekolah. Manajemen sumber daya manusia selayaknya dinilai berdasarkan sumbangannya terhadap produktivitas sekolah.

4. Pendekatan Proaktif. Manajemen sumber daya manusia mampu meningkatkan sumbangannya melalui antisipasi tantangan sebelum hal itu muncul. Bila hanya reaktif, justeru akan menumpuk masalah dan akan kehilangan peluang. Masalah-masalah yang menyangkut aspek-aspek kemanusiaan tidak bisa ditangani sebagaimana mengurus benda. Penyelesaian masalah ketenaga pendidik dan kependidikanan harus ditangani sebagai prioritas.

C. Tujuan MSDM

Manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk merumuskan kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan, mengembangkan dan memberdayakan tenaga pendidik dan kependidikan untuk memperoleh nilai maslahat optimal bagi individu tenaga pendidik dan kependidikan yang bersangkutan, sekolah dan masyarakat yang dilayaninya. MSDM dilaksanakan untuk mewujudkan sekolah yang


(18)

pendidik dan kependidikan sesuai dengan beban dan tugas-tugas sekolah yang ada di dalamnya. MSDM harus mendukung tingkat ketahanan sekolah, pertumbuhan, produktivitas dan kompetisi.

D. Posisi SDM dalam Sekolah

Sekolah pada hakekatnya terdiri dari struktur tenaga pendidik dan kependidikanan, di mana setiap tenaga pendidik dan kependidikanan memiliki spesifikasi tugas-tugas yang menuntut kompetensi pelakunya, dukungan fasilitas yang tepat dan memadai, dan kondisi yang kondusif bagi terlaksananya tugas-tugas/tenaga pendidik dan kependidikanan itu. Spesifikasi tugas-tugas sekolah menggambarkan spesifikasi kemampuan tenaga pendidik dan kependidikan yang mendukung pelaksanaan tugas/tenaga pendidik dan kependidikanan itu. Analisis seperti nini disebut analisis tenaga pendidik dan kependidikanan (job analysis). Apabila digambarkan, maka posisi SDM dalam sekolah dapat dilihat dalam model berikut:


(19)

Gambar 2.1 : Posisi SDM dalam Sekolah

E. Fungsi-fungsi MSDM

Lima fungsi MSDM, yaitu (1) Perencanaan Kebutuhan, (2) Rekrutmen dan Seleksi, (3) Pembinaan dan Pengembangan, (4) Mutasi dan Promosi, dan (5) Kesejahteraan. Namun demikian, dipertimbangkan akan lebih bermanfaat apabila para peserta diklat memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai manajemen sumber daya manusia (MSDM). Manajemen SDM merupakan proses

SEKOLAH

Disain, Visi, dan Misi

STRUKTUR TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKANAN

Spektrum dan Cakupan Tugas Analisis Vertikal, Horizontal dan Diagonal

SPESIFIKASI TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKANAN

Kompetensi Tenaga pendidik dan kependidikan Fasilitas dan Teknologi

Kondisi dimana tenaga pendidik dan kependidikanan itu dilaksanakan

SPESIFIKASI ORANG/TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN


(20)

dengan kebutuhan sekolah, memperlakukan tenaga pendidik dan kependidikan secara adil dan bermartabat, serta menciptakan kondisi yang memungkinkan tenaga pendidik dan kependidikan memberikan sumbangan optimal terhadap sekolah.

Manajemen SDM mencakup kegiatan sebagai berikut: (1) Perencanaan SDM, (2) Analisis Tenaga pendidik dan kependidikanan, (3) Pengadaan Tenaga pendidik dan kependidikan, (4) Seleksi Tenaga pendidik dan kependidikan, (5) Orientasi, Penempatan dan Penugasan, (6) Konpensasi, (7) Penilaian Kinerja, (8) Pengembangan Karir, (9) Pelatihan dan Pengembangan Tenaga pendidik dan kependidikan, (10) Penciptaan Mutu Kehidupan Kerja, (11) Perundingan Ketenaga pendidik dan kependidikanan, (12) Riset Tenaga pendidik dan kependidikan, dan (13) Pensiun dan Pemberhentian Tenaga pendidik dan kependidikan.

Perencanaan SDM

Perencanaan SDM adalah kegiatan menaksir/menghitung kebutuhan SDM sekolah dan selanjutnya merumuskan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Upaya tersebut mencakup kegiatan menyusun dan melaksanakan rencana agar jumlah dan kualifikasi personil yang diperlukan itu tersedia pada saat dan posisi yang tepat sesuai dengan tuntutan sekolah.

1. Analisis Tenaga pendidik dan kependidikanan

Analisis tenaga pendidik dan kependidikanan adalah suatu proses menjelaskan dan mencatat tujuan-tujuan tenaga pendidik dan kependidikanan, kewajiban dan tanggung jawab utama tenaga pendidik dan kependidikanan tersebut dan kondisi di mana tenaga


(21)

pendidik dan kependidikanan itu harus dikerjakan. Analisis tenaga pendidik dan kependidikanan merupakan bagian dari perencanaan SDM yang membentuk menjelaskan spesifikasi tenaga pendidik dan kependidikanan dan spesifikasi kompetensi serta karakteristik kepribadian yang tepat untuk mengerjakan tenaga pendidik dan kependidikanan itu.

2. Rekrutmen (pengadaan) Tenaga pendidik dan kependidikan

Rekrutmen (pengadaan) tenaga pendidik dan kependidikan adalah seperangkat kegiatan dan proses yang dipergunakan untuk memperoleh sejumlah orang yang bermutu pada tempat dan waktu yang tepat sesuai dengan ketentuan hukum sehingga orang dan sekolah dapat saling menyeleksi berdasarkan kepentingan terbaik masing-masing dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

3. Seleksi Tenaga pendidik dan kependidikan

Seleksi tenaga pendidik dan kependidikan adalah suatu proses mengeumpulkan informasi untuk menilai dan memutuskan siapa yang diangkat, dengan berpedoman pada hukum, demi kepentingan jangka panjang dan pendek, perorangan dan sekolah.

4. Orientasi, Penempatan dan Penugasan

Orientasi, penempatan, dan penugasan merupakan kegiatan yang dilakukan serempak. Orientasi ditujukan untuk mempercepat sosialisasi tenaga pendidik dan kependidikan dan penerimaan lingkungan kerja sehingga tenaga pendidik dan kependidikan tersebut


(22)

Penempatan dan penugasan adalah keputusan ketenaga pendidik dan kependidikanan yang berazaskan “the right men on the right job”.

5. Kompensasi (termasuk kesejahteraan)

Kompensasi adalah apa yang diterima tenaga pendidik dan kependidikan karena ia telah memberikan kontribusi pikiran, perhatian, kemampuan, dan kinerjanya terhadap sekolah. Kompensasi terdiri dari hal berupa uang dan bukan uang. Kompensasi sangat penting untuk memperoleh, memelihara, dan mempertahankan angkatan kerja yang produktif.

6. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja yaitu suatu proses mempertimbangkan kinerja tenaga pendidik dan kependidikan pada masa lalu dan sekarang yang dikaitkan dengan latar belakang lingkungan kerjanya serta memperhatikan potensi yang dimiliki tenaga pendidik dan kependidikan tersebut bagi kepentingan sekolah di masa yang akan datang. Penilaian bertujuan membantu tenaga pendidik dan kependidikan yang bersangkutan mencapai hasil bagi dirinya sendiri dan sekolah.

7. Pengembangan Karir

Pengembangan karir adalah proses mencermati potensi, kemampuan, kinerja dan komitmen tenaga pendidik dan kependidikan untuk diposisikan dalam struktur sekolah secara tepat, sehingga tenaga pendidik dan kependidikan dan sekolah memperoleh maslahat dan nilai tambah optimal.


(23)

8. Pelatihan dan Pengembangan Tenaga pendidik dan kependidikan

Pelatihan dan pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan adalah upaya memperbaiki kinerja tenaga pendidik dan kependidikan di masa kini maupun di masa depan dengan meningkatkan kemampuan tenaga pendidik dan kependidikan untuk bertugas, melalui pembelajaran, biasanya dengan meningkatkan pengetahuan, mutu sikap dan keterampilan. Pelatihan berbeda dengan pengembangan. Pelatihan adalah segala kegiatan yang dirancang untuk memperbaiki kinerja tenaga pendidik dan kependidikan dalam suatu tenaga pendidik dan kependidikanan di mana tenaga pendidik dan kependidikan tersebut sedang atau akan diangkat menjabat tenaga pendidik dan kependidikanan yang bersangkutan. Pengembangan adalah upaya membantu tenaga pendidik dan kependidikan secara individual menangani tanggung jawabnya di masa depan.

9. Penciptaan Mutu Lingkungan Kerja

Menciptakan lingkungan kerja adalah upaya yang berkaitan dengan mewujudkan pengawasan yang suportif, kondisi kerja yang baik, gaji dan penghargaan yang merangsang, serta menjadikan tenaga pendidik dan kependidikanan sebagai sesuatu yang menantang dan memberikan kepuasan.

10. Perundingan Ketenaga pendidik dan

kependidikanan


(24)

pendidik dan kependidikan dan sekolah menjadi jelas, merumuskan kesepakatan-kesepakatan menangani perselisihan ketenaga pendidik dan kependidikanan, dan menyepakati konsekuensi yang akan diperoleh tenaga pendidik dan kependidikan sebagai akibat pelanggaran hubungan kerja.

11. Riset Tenaga pendidik dan kependidikan

Riset atau penelitian sumber daya manusia adalah upaya untuk menemukan tindakan-tindakan ketenaga pendidik dan kependidikanan secara empirik yang dimaksudkan untuk memperbaiki tindakan-tindakan ketenaga pendidik dan kependidikanan pada masa kini, dan pengembangannya di masa depan. Riset SDM dapat dilakukan dalam lingkungan internal sekolah maupun di luar sekolah. Riset SDM dapat dilakukan oleh unit yang ada dalam sekolah itu atau dilakukan oleh lembaga-lembaga khusus yang menaruh perhatian pada pengembangan dan pemberdayaan SDM atau MSDM pada umumnya.

12. Pensiun dan Pemberhentian Tenaga pendidik dan kependidikan

Pensiun merupakan hak tenaga pendidik dan kependidikan. Fungsi MSDM ini berkaitan dengan merumuskan syarat-syarat dan kondisi-kondisi yang memberikan kejelasan/pedoman bagi pemenuhan hak pensiun. Pemberhentian tenaga pendidik dan kependidikan terjadi atas permohonan sendiri atau karena diberhentikan organisassi akibat sangsi tertentu yang berkaitan dengan keswepakatan hubungan kerja. Pemberhentian tenaga


(25)

pendidik dan kependidikan dalam arti ini biasanya dilakukan dalam periode kontrak kerja (work service)

13. Profesionalisme SDM Pendidikan

Tenaga kependidikan adalah profesional. Kata profesi berasal dari Bahasa Inggeris “to profess” yang berarti ikrar atau pernyataan diri bahwa seseorang akan mengabdi sepenuh hati terhadap tenaga pendidik dan kependidikanan yang telah dipilihnya sebagai karir dan sumber kehidupan sepanjang hayat. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk membangun kinerja profesional adalah:

a. Praktek yang didasari oleh pemahaman dan penguasaan konsep dan teori yang divalidasi secara empirik secara terus-menerus. Awal penguasaan ini dibina dan dikembangkan melalui preservice education.

b. Pengakuan klien bahwa keahlian tersebut menjamin kebutuhannya melalui pelayanan yang benar dan bertanggung jawab.

c. Perlindungan hukum yang ditunjukkan oleh sertifikasi keahlian yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan.

d. Adanya sangsi sosial dari masyarakat yang merasa dirugikan atas pelayanan yang keliru (male-practice).

e. Pengaturan perilaku anggotanya melalui kode etika yang regulatif.

f. Dimilikinya persatuan profesi yang didukung oleh anggota-anggotanya, yang membuat sekolah tersebut memiliki posisi tawar-menawar yang kuat dan berpengaruh.


(26)

Core competencies Tenaga Pendidik (dalam hal ini guru) sebagai profesional meliputi:

a. Memahami prinsip-prinsip pembelajaran sesuai dengan karakteristik anak didik (paedagogi dan andragogi)

b. Menguasai bahan ajar (peta/struktur kajian keilmuan) c. Mampu merancang disain instruksional

d. Mampu mengimplementasikan disain Instruksional

e. Memahami prinsip-prinsip reinforcement dalam proses pembelajaran.

f. Mampu menilai efektivitas implementasi pembelajaran.

Mutu proses dan penyelenggaraan pendidikan ditentukan oleh banyak faktor, seperti dirumuskan dalam formula berikut:

Keterangan:

MP = Mutu Pendidikan

PPD = Potensi Peserta Didik

PTK = Profesionalisme Tenaga Kependidikan

FP = Fasilitas Pendidikan/Belajar

BL = Budaya Lembaga Pendidikan

Potensi peserta didik mencakup kondisi kecerdasan intelektual, emosional, sosial, moral-spiritual, dan fisikal. Potensi tersebut dipengaruhi oleh pola asuh dan status sosial ekonomi keluarga. Profesionalisme tenaga kependidikan berkaitan dengan kompetensi untuk melakukan tugas dan layanan profesi. Kapasitas profesional terutama dibentuk dalam proses pendidikan pra-jabatan (pre-service education). Fasilitas pendidikan mencakup sarana, pra-saranan, dan


(27)

peralatan lainnya yang diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan, seperti laboratorium, perpustakaan, dukungan fasilitas praktek. Budaya lembaga pendidikan dicerminkan oleh respon psikologis penghuni kampus terhadap kebijakan lembaga, pola hubungan sosial, serta kondisi penataan kampus yang melahirkan keamanan, kebersihan, keindahan, dan kenyamanan.

Ciri profesional utama tenaga kependidikan adalah kapasitas otonomi profesional, yaitu kapasitas menentukan tindakan terbaik untuk melayani peserta didik. Ciri utama lainnya adalah kemampuan adaptabilitas melalui belajar terus menerus, sehingga tenaga kependidikan itu memiliki kapasitas memperbaharui dirinya nsendiri


(28)

BAB III

MERENCANAKAN KEBUTUHAN TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN

Pemikiran yang meletakkan sumber daya manusia sebagai titik sentral usaha pembangunan meletakan posisi pendidikan dalam peran yang kuat dalam usaha mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul. Pendidikan yang berperan begitu penting itu perlu dioptimasikan sehingga dalam penyelenggaraannya secara efektif dan efisien terarah dan terkoordinasikan secara terpadu pada pengembangan kualitas sumber daya manusia seperti yang diinginkan. Salah satu jawaban yang dapat diketengahkan adalah menjadikan perencanaan sebagai alat (tool) pembangunan pendidikan, yang berarti pula pembangunan kualitas sumber daya manusia. Optimasi pembangunan kualitas sumber daya manusia di sekolah (dalam hal ini Tenaga pendidk dan Kependidikan) ini perlu direncanakan secara baik dan komprehensif hingga usaha pendidikan dapat dijadikan aset nasional dan pembangunan nasional.

A. Konsep Dasar Perencanaan

Pada hakikatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan dan menentukan seperangkat keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi, eksistensifikasi, revisi, renovasi, substitusi, kreasi dan sebagainya). Rangkaian proses kegiatan itu dilaksanakan agar harapan tersebut dapat terwujud menjadi kenyataan di masa yang akan datang, yaitu dalam jangka waktu 1, 3, 5, 10, 15, 25, 40, atau 50 tahun yang akan datang.

Gambaran tentang harapan (das sollen) masa depan itu mungkin baru merupakan impian atau sekedar cita-cita saja, atau mungkin pula sudah ada ancar-ancar jangka panjang (10, 15, 25, 40 tahun) ukuran waktunya, yang biasa disebut dengan visi. Sedangkan tugas yang


(29)

akan dilakukannya disebut dengan misi, yaitu untuk menghasilkan bidang hasil pokok (key result areas) dengan ukuran standar normatif tertentu (values) dan dengan jalan tertentu (strategy) yang dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).

Jarak dan jurang kesenjangan (gaps) atau perbedaan (differences) dan ketimpangan (disparities) antara harapan dan kenyataan itulah yang lazimnya diidentifikasi sebagai permasalahan strategis (strategic issue), yang membutuhkan pemecahan melalui program-program pembangunan yang terarah sasaran bidang garapannya. Tugas dan tenaga pendidik dan kependidikanan untuk mendeteksi seberapa besar atau seberapa jauh sebenarnya kemungkinan terdapatnya kesenjangan antara kebutuhan-kebutuhan ideal (masa depan) dengan kebutuhan yang ada saat ini pada dasarnya merupakan esensi dari perencanaan pendidikan.

Beberapa unsur penting yang terkandung di dalam perencanaan pendidikan, yaitu:

1. Penggunaan analisa yang bersifat rasional dan sistematik dalam perencanaan pendidikan, hal ini menyangkut metodologi dalam perencanaan. Perencanaan pendidikan dewasa ini telah berkembang dengan berbagai pendekatan dan metodologinya yang cukup kompleks dan sulit.

2. Proses perkembangan pendidikan, artinya bahwa perencanaan pendidikan itu dilakukan dalam rangka reform pendidikan, yaitu suatu proses dari status sekarang menuju ke status perkembangan pendidikan yang dicita-citakan. Perencanaan merupakan suatu momen dalam proses yang kontinyu.

3. Prinsip efektivitas dan efisiensi, artinya dalam perencanaan pendidikan itu pemikiran secara ekonomis sangat menonjol, misalnya dalam hal penggalian sumber-sumber pembiayaan pendidikan, alokasi biaya, hubungan pendidikan dengan tenaga pendidik dan kependidikan, hubungan pengembangan pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi.


(30)

4. Kebutuhan dan tujuan murid-murid dan masyarakat, artinya perencanaan pendidikan itu mencakup aspek internal dan eksternal daripada sekolah sistem pendidikan.

Empat persoalan yang dibahas dalam mendefinisikan perencanaan pendidikan, yaitu:

1. Tujuan, apakah yang akan dicapai dengan perencanaan itu?. 2. Status sistem pendidikan yang ada, bagaimanakah keadaan

yang ada sekarang?.

3. Kemungkinan pilihan untuk mencapai tujuan.

4. Strategi, penentuan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan. Secara konsepsional bahwa perencanaan pendidikan itu sangat ditentukan oleh cara, sifat, dan proses pengambilan keputusan, sehingga nampaknya dalam masalah ini terdapat banyak komponen yang ikut berproses didalamnya. Adapun komponen-komponen yang ikut serta dalam proses pengambilan keputusan ini, antara lain:

1. Tujuan pembangunan nasional bangsa yang akan mengambil keputusan dalam rangka kebijaksanaan nasional dalam bidang pendidikan. Target yang hendak dicapai dengan meletakkan tujuan pendidikan nasional yang akan berarti cara menyampaikannya pun akan juga mempengaruhi didalamnya. Misalnya, waktu pelaksanaan, pertahapan, taktis, dan strategi dalam meletakkan jalur kebijakan ke mana akan dibawa pendidikan itu.

2. Masalah strategi adalah termasuk penanganan policy

(kebijakan) secara operasional yang akan mewarnai proses pelaksanaan daripada perencanaan pendidikan. Maka ketepatan peletakkan strategi ini adalah sangat penting adanya. Dalam hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam penanganan policy (kebijakan) ini adalah berkenaan dengan:

 Sifat dan kebijakan nasional pendidikan.

 Proses sosial yang dalam tingkat sedang berkembang.


(31)

 Cara pendekatan yang dipergunakan sebagai watak sistem perencanaannya.

Jadi dalam penentuan kebijakan sampai kepada pelaksanaan perencanaan pendidikan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti: siapa yang memegang kekuasaan (penguasa), siapa yang menentukan keputusan, dan faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan. Hal-hal tadi dapat diketahui melalui output atau hasil sistem dari pelaksanaan perencanaan pendidikan itu sendiri.

Dalam sistem pengambilan keputusan sebagaimana diuraikan tadi pada beberapa negara mempunyai cara yang berbeda-beda, seperti: di negeri Belanda (Nederland) dikenal dengan istilah-istilah Private Decision (Keputusan bukan Pemerintah atau Swasta dan atau Keputusan Individual). Di Yugoslavia dengan sistem Syndicatisme, di Perancis dikenal dengan “Projective and Inductive Planning”, yakni perpaduan antara kegiatan dari pejabat negara dan bukan pejabat negara dalam proses tersebut.

3. Jenis dan tingkat kemajuan negara apakah negara berkembang atau negara terbelakang atau negara industri. Karena dari beberapa sifat negara tersebut, terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan.

Selanjutnya dalam masalah persiapan perencanaan dalam definisi yang dikemukakan tersebut ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu:

 Perencanaan itu kegiatan untuk masa yang akan datang.  Suatu masalah kuncinya adalah bentuk dan isi “strategis”

dan hal ini yang harus mendapatkan perhatian.

 Perencanaan bukan mesalah kira-kira, manipulasi, atau teoritis tanpa fakta atau data yang kongkrit, maka dalam prinsipnya harus telah benar-benar diperhatikan hal-hal


(32)

 Persiapan perencanaan harus dinilai dari pengertian-pengertian yang benar tentang kebijakan, arah kebijakan, dan dalam kondisi yang bagaimana pelaksanaannya dan sebagainya.

 Suatu tindakan nyata dalam pelaksanaannya, sehingga dapat diartikan sebagai contoh dari yang lainnya.

Menurut C. E. Beeby (mantan Menteri Pendidikan Selandia Baru dan pernah menjabat sebagai Konsultan UNESCO di Paris), bahwa Perencanaan Pendidikan adalah suatu kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk mengembangkan sistem pendidikan negara dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut.

Dari beberapa rumusan tentang Perencanaan Pendidikan tadi bahwa masalah yang menonjol adalah suatu proses untuk menyiapkan suatu konsep keputusan yang akan dilaksanakan di masa depan. Untuk jenis masyarakat bagaimana, untuk macam kepemimpinan politik, intelektual dan sosial yang bagaimana, atau untuk jenis kemampuan-kemampuan tenaga pendidik dan kependidikan bagaimana pendidikan itu diarahkan?

Semakin jauh seseorang dapat melihat masa depan, semakin jelas arah tujuan seseorang. Suatu rencana jangka panjang atau perspektif yang dapat menemukan dan menjelaskan arah dan garis-garis besar dengan demikian adalah suatu alat yang sangat berguna.

Dari beberapa rumusan definisi oleh para ahli tersebut ada beberapa hal yang menonjol yang merupakan atribut atau ciri-ciri dari perencanaan pendidikan, yaitu:

1. Perencanaan pendidikan adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisa, merumuskan dan menimbang serta memutuskan, keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi (taat azas) internal dan berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain baik dalam bidang-bidang itu sendiri maupun dalam bidang-bidang


(33)

lain dalam pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan. Dan ada tidak harus satu kegiatan mendahului dan didahulukan oleh kegiatan lain.

2. Perencanaan pendidikan selalu memperhatikan masalah, kebutuhan, situasi, dan tujuan kebutuhan, keadaan perekonomian, keperluaan penyediaan dan pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan bagi pembangunan nasional serta memperhatikan faktor-faktor sosial dan politik merupakan aspek dari perencanaan pembangunan yang menyeluruh.

3. Tujuan dari perencanaan pendidikan adalah menyusun kebijaksanaan dan menggariskan strategi pendidikan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah (menyusun alternatif dan prioritas kegiatan) yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan pada masa yang akan datang dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan pendidikan.

4. Perencanaan pendidikan sebagai perintis atau pelopor dalam kegiatan pembangunan harus bisa melihat jauh ke depan bersifat inovatif, kuantitatif dan kualitatif.

5. Perencanaan pendidikan selalu memperhatikan faktor ekologi (lingkungan).

Dengan demikian, Perencanaan Pendidikan dalam pelaksanaannya tidak dapat diukur dan dinilai secara cepat, tapi memerlukan waktu yang cukup lama, khususnya dalam kegiatan atau bidang pendidikan yang bersifat kualitatif, apalagi dari sudut kepentingan nasional. Hal ini tentu dapat dengan mudah dimengerti karena pendidikan adalah suatu kegiatan pranata sosial yang hasilnya baru dapat diukur dan dinilai dalam waktu yang relatif lama, kecuali dalam jenjang pendidikan tertentu, seperti halnya jenis pendidikan tinggi atau jenis pendidikan tertentu, seperti halnya jenis pendidikan latihan atau penataran yang bersifat profesional.


(34)

dalam kaitannya dengan pembangunan nasional dan mempunyai ciri khas karena yang menjadi garapannya adalah manusia.

Dengan mempertimbangkan ciri-ciri pendidikan dalam perannya dalam proses pembangunan, maka perencanaan pendidikan mempunyai ciri-ciri seperti tercantum di bawah ini:

1. Perencanaan pendidikan harus mengutamakan nilai-nilai manusiawi, karena pendidikan itu membangun manusia yang harus mampu membangun dirinya dan masyarakatnya.

2. Perencanaan pendidikan harus memberikan kesempatan untuk mengembangkan segala potensi anak didik seoptimal mungkin.

3. Perencanaan pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama bagi setiap anak didik.

4. Perencanaan pendidikan harus komprehensif dan sistematis dalam arti tidak praktikal atau sigmentaris tapi menyeluruh dan terpadu serta disusun secara logis dan rasional serta mencakup berbagai jenis dan jenjang pendidikan.

5. Perencanaan pendidikan harus diorientasi pada pembangunan dalam arti bahwa program pendidikan haruslah ditujukan untuk membantu mempersiapkan man power yang dibutuhkan oleh berbagai sektor pembangunan.

6. Perencanaan pendidikan harus dikembangkan dengan memperhatikan keterkaitannya dengan berbagai komponen pendidikan secara sistemstis.

7. Perencanaan pendidikan harus menggunakan resources

secermat mungkin karena resources yang tersedia adalah langka.

8. Perencanaan pendidikan haruslah berorientasi kepada masa datang, karena pendidikan adalah proses jangka panjang dan jauh untuk menghadapi masa depan.

9. Perencanaan pendidikan haruslah kenyal dan responsif terhadap kebutuhan yang berkembang di masyarakat tidak statis tapi dinamis.


(35)

10. Perencanaan pendidikan haruslah merupakan sarana untuk mengembangkan inovasi pendidikan hingga pembaharuan terus menerus berlangsung.

Bila ciri-ciri tersebut dikaji dengan lebih seksama, maka akan terlihat bahwa perencanaan pendidikan itu mempunyai keunikan dan kompleksitas yang tidak dimiliki oleh jenis perencanaan lainnya dalam pembangunan nasional. Ciri-ciri tersebut diwarnai oleh pandangan terhadap pendidikan dan hakekat pembangunan suatu bangsa.

Perencanaan pendidikan mengenal prinsip-prinsip yang perlu menjadi pegangan baik dalam proses penyusunan rancangan maupun dalam proses implementasinya. Prinsip-prinsip ini adalah sebagai tercantum di bawah ini:

1. Perencanaan itu interdisiplinair karena pendidikan itu sendiri sesungguhnya interdisiplinair terutama dalam kaitannya dengan pembangunan manusia.

2. Perencanaan itu fleksibel dalam arti tidak kaku tapi dinamis serta responsif terhadap tuntutan masyarakat terhadap pendidikan. Karena itu planners perlu memberikan ruang gerak yang tepat terutama dalam penyusunan rancangan. 3. Perencanaan itu obyektif rasional dalam arti untuk kepentingan

umum bukan untuk kepentingan subyektif sekelompok masyarakat saja.

4. Perencanaan itu tidak dimulai dari nol tapi dari apa yang dimiliki. Ini berarti segala potensi yang tersedia merupakan aset yang perlu digunakan secara efisien dan optimal.

5. Perencanaan itu wahana untuk menghimpun kekuatan-kekuatan secara terkoordinir dalam arti segala kekuatan-kekuatan dan modal dasar perlu dihimpun secara terkoordinasikan untuk digunakan secermat mungkin untuk kepentingan pembangunan pendidikan.


(36)

7. Perencanaan itu mengendalikan kekuatan sendiri, tidak bersandarkan pada kekuatan orang lain, karena perencanaan yang bersandarkan kepada kekuatan bangsa lain akan tidak stabil dan mudah menjadi obyek politik bangsa lain.

8. Perencanaan itu komprehensif dan ilmiah dalam arti mencakup seluruh aspek esensial pendidikan dan disusun secara sistematik dengan menggunakan prinsip dan konsep keilmuan.

B. Analisis Posisi Perencanaan Pendidikan

Perencanaan pendidikan pada dasarnya berpusat pada tiga komponen utama, yaitu:

1. Apakah yang harus dicapai?

2. Bagaimanakah perencanaan itu dimulai?

3. Bagaimanakah cara mencapai yang harus dicapai itu?

Pertanyaan pertama, mempersoalkan tujuan yang merupakan titik usaha yang harus dicapai. Tujuan adalah arah yang mempersatukan kegiatan pembangunan, tanpa tujuan kegiatan pembangunan pendidikan akan tidak terarah dan tidak terkendalikan. Tujuan merupakan cita-cita dan merupakan hal yang absolut dan tidak dapat ditawar.

Pertanyaan kedua, mempersoalkan titik berangkat pembangunan sebab pembangunan harus dimulai dari titik berangkat yang pasti dalam arti tidak dimulai dari nol sama sekali tapi dimulai dari tingkat yang telah dicapai selama ini. Titik berangkat haruslah ditentukan berdasarkan evaluasi atau kajian terhadap apa yang telah diperbuat bukan apa yang harus diperbuat.

Pertanyaan ketiga, merupakan alternatif cara atau upaya untuk mencapai tujuan dari titik berangkat yang telah ditentukan itu. Upaya ini dapat saja berbentuk pendekatan, kebijakan atau bahkan strategi yang kemungkinannya amat banyak tergantung kepada kemampuan untuk memilih mana yang paling tepat dan efektif untuk mencapai tujuan tersebut.


(37)

Pola dasar di atas pada kenyataannya tidak sederhana karena pendidikan itu sendiri amatlah kompleks. Pengembangan pola dasar ini hanyalah merupakan modal yang dapat dipergunakan oleh

planners sebagai salah satu pila pikir yang meletakkan perencanaan secara tepat pada posisi dan fungsi yang diinginkan.

Pembangunan pendidikan memerlukan resources yang perlu diatur secermat mungkin karena resources itu amat langka. Pengertian ini perlu dikaitkan dengan misi dan tujuan pembangunan pendidikan, arah pembangunan pendidikan, orientasi pembangunan pendidikan, keseluruhan prioritas, jenis, dan jenjang pendidikan serta fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Kesemuanya ini perlu dirancang secara komprehensif, akurat, cermat dan efisien serta berdasarkan perhitungan yang matang. Tanpa perencanaan yang sistematik dan rasional upaya pembangunan pendidikan ini mustahil dapat dilaksanakan dengan efektif. Perencanaan atau perancangan dalam hal ini berfungsi sebagai tool

sebagai guide line for actions, sehingga apa yang harus dilakukan sudah diatur dan ditata terlebih dahulu.

Dalam perancangan usaha yang terpadu, koordinasi, pemanfaatan sumber-sumber daya, urutan prioritas, dapat disusun secara sistematis dan komprehensif. Arah dan tujuan pembangunan pendidikan dapat diatur pencapaiannya dalam kurun waktu tertentu. Distribusi wewenang dan tanggung jawab, pengawasan dan pengendalian dapat diatur sedini mungkin hingga segala susuatu yang akan dikerjakan dapat diketahui, dan dihitung terlebih dahulu dengan lebih cermat. Dengan memperhitungkan hal-hal inilah para ahli ekonomi memandang perencanaan ini sebagai vehicle

pembangunan bukan hanya untuk suatu sektor pembangunan tertentu saja, tapi juga untuk seluruh sektor pembangunan. Indonesia memandang perencanaan itu sebagai suatu hal yang indisible dan perannya amat defisive, hingga amatlah sulit dibayangkan bagaimana mungkin kegiatan pembangunan nasional Indonesia dapat


(38)

Perencanaan itu dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keputusan-keputusan itu disusun secara sistematis, rasional dan dapat dibenarkan secara ilmiah karena menerapkan berbagai pengetahuan yang diperlukan. Perencanaan itu dapat pula diberi arti sebagai suatu proses pembuatan serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang telah ditentukan. Kebijakan-kebijakan itu disusun dengan memperhitungkan kepentingan masyarakat dan kemampuan masyarakat. Perencanaan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk memadukan antara cita-cita nasional dan resources yang tersedia yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Dalam proses memadukan itu dipergunakan berbagai cara yang rasional dan ilmiah hingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Perencanaan tidak berakhir hanya pada draft blue print tapi harus mencakup proses implementasinya. Karena itu segala sesuatu yang dimasukkan di dalam putusan kebijakan tersebut perlu dipertimbangkan dengan secermat mungkin fasibilitas atau kelayakannya. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang dapat dilaksanakan.

Dengan memahami arti atau definisi perencanaan seperti yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan itu sebenarnya alat peubah dan alat pengendali perubahan. Pembangunan itu mengandung arti merubah untuk maju dan berkembang menuju arah tertentu, dan perencanaan adalah rumusan yang mengandung semua perubahan itu serta petunjuk untuk mewujudkannya. Karena itu pembangunan dan perencanaan dalam pengertian ini tidak dapat dipisahkan karena memang saling melengkapi dan saling membutuhkan. Ini berarti setiap upaya pembangunan memerlukan perencanaan, dan setiap perencanaan adalah untuk mewujudkan upaya pembangunan.

C. Mekanisme dan Prosedur Perencanaan Pendidikan

Perencanaan pendidikan terdiri dari beberapa jenis tergantung dari sisi melihatnya. Dari tinjauan cakupannya, perencanaan


(39)

pendidikan ada yang bersifat nasional atau makro, ada pula yang bersifat daerah atau regional, ada juga yang bersifat lokal dan ada pula yang bersifat kelembagaan atau institusional.

Perencanaan pendidikan pada tingkat nasional mencakup seluruh usaha pendidikan untuk mencerdaskan atau membangun bangsa termasuk seluruh jenjang, jenis, dan isinya. Pembangunan sektor pendidikan di Indonesia diatur dalam perencanaan pendidikan yang bersifat nasional ini.

Perencanaan pendidikan regional adalah perencanaan pada tingkat daerah atau provinsi yang mencakup seluruh jenis dan jenjang untuk daerah atau propinsi itu. Pada sistem penyelenggaraan pendidikan di Indonesia mungkin ini dikenal dengan sistem wilayah, bilamana wilayah itu secara operasional mencakup suatu daerah atau provinsi tertentu. Perencanaan pendidikan lokal adalah perencanaan pendidikan yang mencakup berbagai kegiatan untuk Kota atau Kabupaten tertentu saja.

Perencanaan pendidikan kelembagaan adalah perencanaan pendidikan yang mencakup satu institusi atau lembaga pendidikan tertentu saja, seperti: perencanaan sekolah, atau perencanaan universitas tertentu.

Ditinjau dari posisi dan sifat serta karakteristik perencanaan, perencanaan pendidikan itu ada yang bersifat terpadu, dan yang bersifat komprehensif, ada yang bersifat transaksional dan ada pula yang bersifat strategik.

Perencanaan pendidikan terpadu atau Integrated Educational Planning mengandung arti bahwa perencanaan pendidikan itu mencakup seluruh aspek esensial pembangunan pendidikan dalam pola dasar perencanaan pembangunan nasional. Ini berarti bahwa perencanaan pendidikan pada tingkat makro atau nasional hanyalah merupakan bagian integral dari keseluruhan perencanaan pembangunan nasional. Kedudukan perencanaan pendidikan ini sama dengan kedudukan perencanaan pembangunan ekonomi, atau


(40)

menerapkan konsep General Systems Theory yang memandang upaya pembangunan sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang dalam hal ini berbagai sektor pembangunan. Pembangunan setiap sektor haurs terpadu dan saling mempunyai keterkaitan erat hingga sumber-sumber daya yang dipergunakan dapat secara optimal diatur dalam pemanfaatannya hingga efektif.

Perencanaan pendidikan komprehensif mengandung konsep keseluruhan yang disusun secara sistemik dan sistematik. Seluruh aspek penting pendidikan mencakup dan disusun secara teratur dan rasional hingga membentuk satu keseluruhan yang lengkap dan sempurna. Kelengkapan dan keteraturan dalam pola dasar yang sistemik inilah yang merupakan ciri utama perencanaan pendidikan yang komprehensif.

Perencanaan strategik adalah perencanaan yang mengandung pendekatan Startegic Issues yang dihadapi dalam upaya membangun pendidikan. Kalau isu pokok pembangunan pendidikan dewasa ini tentang Quality Declining, maka perencanaan pendidikan yang mengambil fokus atau prioritas pembangunan kualitas pendidikan, maka perencanaan yang dikembangkan untuk mewujudkan prioritas ini disebut perencanaan strategik pembangunan pendidikan. Perencanaan pendidikan strategik ini bertitik tolak dari gagasan untuk menanggulangi National Emerging Issues dan bertitik tolak dari pikiran bahwa sumber-sumber daya itu amat langka, karena itu penggunaannya harus diatur secermat dan seefisien mungkin hingga output yang diharapkan memang merupakan keluaran yang efektif.

Ditinjau dari sisi metodologi, perencanaan pendidikan itu dapat disebut Rational atau Systematic Planning, karena perencanaan ini menggunakan prinsip-prinsip dan teknik-teknik berpikir sistematis dan rasional ilmiah. Comprehensive Planning Model Schiefelbein, Integrated Planning menurut Asia Model umpamanya dapat disebut sebagai Systematic Planning atau Rational Planning yang bercirikan keterikatan pada ketentuan dan peraturan perhitungan yang rasional dan teliti dan sebagai hasil kalkulasi komputer umpamanya. Prinsip


(41)

System dan Rational Decision Making jelas terlihat dalam planning

seperti di atas.

Planning yang mencoba menciptakan linkage yang kuat dan serasi antara rancangan yang telah ditetapkan dengan kenyataan implementasi rancangan oleh administrator disebut dengan

Transactional Planning. Transactional Planning menurut Warwick (1980) adalah: “To forge strong links between the planning and implementation of development programs. Transactional Planning is chosen to highlight the essentially interactive and political nature of effective development planning and program implementation”.

Menurut survei (Warwick, 1980) ternyata kebanyakan negara berkembang terdapat kesenjangan antara The Myth Planning dan

The Reality of The Plan. Kesenjangan ini terutama disebabkan terutama oleh keengganan administrator dan politisi untuk terlalu terikat kepada planning yang sudah ada, karena Rational Planning

ternyata terlalu ketat hingga planning kehilangan kemampuannya untuk merespon terhadap berbagai tantangan yang muncul.

Transactional Planning mencoba menampung aspirasi administrator dan politisi untuk mencoba menciptakan hubungan yang nyata antara

Planning Theory dan Planning Practice.

Secara konseptual Transactional Planning terdiri dari tiga bagian, yaitu: Pertama, komponen environment yang juga terdiri dari remote environment, proximate environment, operating environment. Kedua,

plan formulation yang mencakup process dan contents. Dan Ketiga,

plan implementation yang mencakup facilitating conditiond dan

impeding conditions. Keterkaitan antara ketiga komponen atau bagian ini disajikan dalam gambar seperti berikut ini:


(42)

Gambar 3.1. Transactional Planning

Data dasar atau base line data untuk perencanaan pendidikan mempunyai fungsi yang amat penting, sebab tanpa data perencanaan atau planners tidak mungkin dapat mengembangkan perencanaan pendidikan yang diperlukan. Data dasar ini mencakup berbagai aspek bukan saja tentang pendidikan tetapi juga data di luar pendidikan yang mempunyai keterkaitan erat dengan pendidikan. Karateristik data yang diperlukan untuk pengembangan perencanaan pendidikan ini sesuai dengan sifat perencanaan pendidikan yang multi disiplinair. Adapun data dasar yang diperlukan dapat dikelompokkan seperti berikut ini:

1. Kependudukan mencakup struktur penduduk, distribusi penduduk menurut daerah, pertumbuhan penduduk, populasi usia sekolah yang ada di dalam sistem persekolahan dan yang berada di luar sistem, dan struktur angkatan kerja berdasarkan kategori kerja dan pendidikan. Data ini diperlukan untuk menentukan cakupan populasi yang perlu memperoleh kesempatan pendidikan dalam kaitannya dengan kebutuhan pada berbagai sektor pembangunan.

Plan Environment a. Remote Environment b. Proximate Environment c. Operating Environment Plan Formulation a. Process b. Contents Plan Implementatio n a. Fasilitating Conditions b. Impeding Conditions Plan Evaluation a. M onitoring b. R eporting c. E valuation


(43)

10. Data ekonomi mencakup anggaran pendapatan dan belanja negara, GNP, Revenue Sources, tingkat pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi per tahun serta jumlah dan kecenderungan investasi terhadap pendidikan. Data ini diperlukan dalam kaitannya dengan kemampuan ekonomi pemerintah untuk memperluas kesempatan pendidikan dan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendidikan dalam penggunaan sumber dana yang tersedia.

11. Kebijakan nasional yang merupakan keputusan politik mencakup falsafah dan tujuan nasional, keputusan badan legeslatif negara yang harus menjadi pegangan upaya pembangunan untuk seluruh sektor, dan falsafah pendidikan yang dianut.

12. Data kependidikan mencakup enrollment untuk setiap jenjang dan jenis, personel pendidikan yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan, lulusan, drop out, perpindahan, kenaikan dari kelas atau tingkat yang satu ke tingkat yang lain, kurikulum fasilitas pendidikan, dana pendidikan, manajemen, dan output pendidikan.

13. Data ketenagakerjaan mencakup jumlah dan jenis Man Power yang diperlukan dalam setiap sektor pembangunan, persyaratan kerjaan, kelompok jenis kerja yang langka tapi amat diperlukan, dan kemampuan pasaran kerja dalam merespon terhadap lulusan untuk memberikan kesempatan kerja kepada mereka.

14. Nilai dan sosial budaya mencakup agama dengan pemeluknya, sistem nilai yang berlaku dan dipegang oleh masyarakat, berbagai jenis dan bentuk kebudayaan yang ada atau mungkin yang dapat digali dan dikembangkan. Data ini perlu sebagai imbangan terhadap data kuantitatif dalam rangka pengembangan berbagai program


(44)

Pengumpulan data yang diperlukan di atas, dilakukan melalui survei dengan kontrol yang ketat untuk memelihara kualitas data. Kegiatan pengumpulan data ini dikaitkan dengan tahapan dalam proses perencanaan untuk menentukan titik berangkat perencanaan. Dengan adanya data ini segala keberhasilan, kekuatan, kesulitan, kelemahan dapat ditelusuri sedemikian rupa hingga planner dapat mengembangkan titik berangkat perencanaan sesuai dengan tahap yang telah dicapai. Kegiatan ini lazim disebut dengan Assessment of Needs kegian mengkaji kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam pembangunan pendidikan untuk periode berikutnya.

Penerapan teknik-teknik untuk mengkaji berbagai aspek-aspek kuantitatif pendidikan dan untuk memproyeksi kecenderungan masa depan tidak dapat dilakukan tanpa data dasar yang lengkap. Secara praktis tanpa data kegiatan untuk menyusun perencanaan yang baik tidak dapat dilaksanakan. Uraian ini menunjukkan bahwa kedudukan data dasar dalam proses perencanaan begitu penting, hingga planner

tidak mempunyai piliahan lain kecuali memiliki data tersebut dalam mewujudkan tugasnya sebagai perencana.

Kegiatan perencanaan adalah kegiatan yang sistemik sequensial, dan karena itu kegiatan-kegiatan dalam proses penyusunan perencanaan dan pelaksanaan perencanaan memerlukan tahapan-tahapan sesuai dengan karakteristik perencanaan yang sedang dikembangkan. Banghart mengembangkan tahapan perencanaan sebagai berikut ini:

1. Proloque: pendahuluan atau langkah persiapan untuk memulainya suatu kegiatan perencanaan.


(45)

15. Identifying educational planning problems yang mencakup: (a)

delineating the scope of educational problem atau menentukan ruang lingkup permasalahan perencanaan, (b) studying what has been atau mengkaji apa yang telah direncanakan, (c) determining what has been versus what should be artinya membandingkan apa yang telah dicapai dengan apa yang seharusnya dicapai, (d)

resources and contraints atau sumber-sumber daya yang tersedia dan keterbatasannya, (e) estabilishing educational planning parts and priorities artinya mengembangkan bagian-bagian perencanaan dan prioritas perencanaan.

16. Analizing planning problem area artinya mengkaji permasalahan perencanaan yang mencakup: (a) Study areas and systems of subareas artinya mengkaji permasalahan dan sub permasalahan, (b) gathering date artinya pengumpulan data tabulating data atau tabulasi data, (c) for casting atau proyeksi.

17. Conceptualizing and designing plans, mengembangkan rencana yang mencakup: (a) identifying prevailing trends atau identifikasi kecenderungan-kecenderungan yang ada, (b) estabilishing goals and objective atau merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, (c)

designing plans, menyusun rencana.

18. Evaluasting plan, menilai rencana yang telah disusun tersebut yang mencakup: (a) planning through simulation, simulasi rencana, (b)

evaluating plan, evaluasi rencana, (c) selecting a plan, memilih rencana.

19. Specifying the plan, menguraikan rencana yang mencakup: (a)

problem formulation, merumuskan masalah, (b) reporting result atau menysusun hasil rumusan dalam bentuk final plan draft atau


(46)

20. Implementing the plan, melaksanakan rencana yang mencakup: (a)

Program preparation, persiapan rencana operasional, (b) plan approval, legaljustification, persetujuan dan pengesahan rencana, (c) organizing operational units, mengatur aparat sekolah.

21. Plan feedback, balikan pelaksanaan rencana yang mencakup: (a)

monitoring the plan, memantau pelaksanaan rencana, (b) evaluation the plan, evaluasi pelaksanaan rencana, (c) adjusting, altering or planning for what, how, and by whom yang berarti mengadakan penyesuaian, mengadakan perubahan rencana atau merancang apa yang perlu dirancang lagi bagaimana rancangannya, and oleh siapa (Banghart & Trull, 1973).

Gambaran tentang proses dan tahapan seperti berikut ini memberikan penjelasan yang lebih komprehensif bukan saja keseluruhan proses dan komponen yang terlibat didalamnya, tapi juga keterkaitan antar kegiatan berbagai komponen dan unsur-unsur yang ada dalam proses tersebut. Chesswas juga mengungkapkan proses dan tahapan perencanaan dalam bentuk yang lebih sederhana dan logis. Proses dan tahapan tersebut adalah seperti tercantum berikut ini:

1. Need assessment artinya kajian terhadap kebutuhan yang mencakup berbagai aspek pembangunan pendidikan yang telah dilaksanakan, keberhasilan, kesulitan, kekuatan, kelemahan, sumber-sumber yang tersedia, sumber-sumber yang perlu disediakan, aspirasi rakyat yang berkembang terhadap pendidikan, harapan, dan cita-cita yang merupakan dambaan masyarakat. Kajian ini penting artinya karena


(47)

membandingkan antara what has been dan should be, yang merupakan pangkal tolak kegiatan perencanaan.

22. Formulation of goals and objective: perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang merupakan arah perencanaan serta merupakan penjabaran operasional dari aspirasi filosofis masyarakat.

23. Policy and priority setting: penentuan dan penggarisan kebijakan dan prioritas dalam perencanaan pendidikan sebagai muara need assessment.

24. Program and project formulation: rumusan program dan proyek kegiatan yang merupakan komponen operasional perencanaan pendidikan.

25. Feasibility testing dengan melalui alokasi sumber-sumber yang tersedia dalam hal ini terutama sumber dana. Biaya suatu rencana yang disusun secara logis dan logis dan akurat serta cermat merupakan petunjuk tingkat kelayakan rencana. Rencana dengan alokasi biaya yang tidak akurat atau mengandalkan sumber daya luar negeri umpamanya, dianggap tingkat feasibilitas yang kecil, karena tidak dibangun di atas dasar kekuatan sendiri.

26. Plan implementation: pelaksanaan rencana untuk mewujudkan rencana yang tertulis ke dalam perbuatan atau actions. Penjabaran rencana ke dalam perbuatan inilah yang menentukan apakah suatu rencana itu feasible, baik dan efektif.

27. Evaluation and revision for future plan: kegiatan untuk menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan rencana yang merupakan

feedback untuk merevisi dan mengadakan penyesuaian rencana untuk periode rencana berikutnya. Dengan adanya feedback seperti ini perencana memperoleh iniput yang berharga untuk


(48)

meningkatkan rencana untuk tahun-tahun berikutnya (Chesswas, 1973).

Proses perencanaan yang diuraikan oleh Banghart lebih kompleks dan detail dibandingkan dengan proses perencanaan yang dikembangkan oleh Chesswass. Yang tersebut terakhir ini lebih sederhana tapi menuju sasarannya.

Berdasarkan telaah terhadap tahapan dalam proses perencanaan yang dikemukakan oleh kedua ahli di atas tampaknya secara sederhana proses perencanaan terdiri beberapa komponen utama yang esensial yang secara prinsipil tidak dapat ditinggalkan. Komponen-komponen itu adalah sebagai berikut:

1. Kajian terhadap hasil perencanaan pembangunan pendidikan periode sebelumnya sebagai titik berangkat perencanaan. 2. Rumusan tentang tujuan umum perencanaan pendidikan yang

merupakan arah yang harus dapat dijadikan titik tumpu kegiatan perencanaan.

3. Rumusan kebijakan atau posisi yang kemudian dapat dijabarkan ke dalam strategi dasar perencanaan yang merupakan respon terhadap cara mewujudkan tujuan yang ditentukan.

4. Pengembangan program dan proyek sebagai operasionalisasi prioritas yang ditetapkan.

5. Schedulling dalam arti mengatur menemukan dua aspek yaitu keseluruhan program dan prioritas secara teratur dan cermat karena penjadwalan ini secara makro mempunyai arti tersendiri yang amat strategik bagi keseluruhan pelaksanaan perencanaan.


(49)

6. Implementasi rencana termasuk didalamnya proses legalisasi dan persiapan aparat pelaksana rencana, pengesahan dimulainya suatu kegiatan, monitoring dan controlling untuk membatasi kemungkinan tindakan yang tidak terpuji yang dapat merupakan hambatan dalam proses pelaksanaan rencana.

7. Evaluasi dan revisi yang merupakan kegiatan evaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilan dan kegiatan untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap tuntutan baru yang berkembang.

Bila ketiga model proses yang diuraikan di atas dibandingkan, maka terlihat dengan nyata adanya unsur-unsur esensial yang sama dalam proses pengembangan rencana pembangunan pendidikan. Dengan adanya unsur-unsur yang sama tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peoses perencanaan adalah suatu proses yang diakui perlu dijalani secara sistematik dan berurutan karena keteraturan itu merupakan proses rasional sebagai salah satu

property perencanaan pendidikan.

D. Evaluasi dan Monitoring dalam Perencanaan

Walaupun perencanaan sudah sejak lama mempunyai fungsi penting dalam perumusan kebijakan dalam berbagai bentuknya, namun sebagai bidang spesialisasi, baru muncul sejak dua puluh lima tahun terakhir terutama bila dikaitkan sebagai tool untuk pembangunan pendidikan. Menurut beberapa hasil survei negara-negara OECD (1980), hingga saat ini terdapat proses evolusi alam


(50)

Tujuan pendidikan yang sifatnya eksternal adalah:

1. Pemenuhan kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan. 2. Pemerataan kesempatan pendidikan.

3. Meningkatkan efisiensi.

Tujuan pertama menempati prioritas utama, karena tanpa dukungan tenaga pendidik dan kependidikan terampil pembangunan ekonomi amat sukar dilaksanakan. Tujuan kedua, merupakan aspirasi pembebasan yang sifatnya politik dan merupakan tuntutan demokratik atau kerakyatan. Compulsary Education atau wajib belajar, merupakan perwujudan dari tujuan kedua ini. Tujuan ketiga, merupakan prasyarat untuk mewujudkan tujuan pertama dan kedua dalam usaha utilisasi dana secermat mungkin. Tiga tujuan eksternal ini membuka kemunculan tiga pendekatan klasik dalam perencanaan pendidikan, yaitu: (a) pendekatan ketenagaan atau Man Power Approach dan pendekatan keuntungan ekonomi atau Rate of Return Approach. Pendekatan pertama dan kedua menguasai alam pikiran pembangunan pendidikan hingga tahun enam puluhan. Pendekatan-pendekatan ini menampilkan dua jenis perencanaan pendidikan yang disebut: (b) Technocratic Planning, dan (c) Political atau Conflictual Education Planning (OECD, 1980).

Technocratic Educational Planning memisahkan secara konseptual dan praktis fungsi perencanaan dan pembuat keputusan atau antara Planning Team dengan Policy Making Group. Pembuat kebijakan menentukan tujuan atau sasaran strategis, sedangkan perencana menjabarkan tujuan strategis ini ke dalam rumusan yang lebih operasional merumuskan cara-cara yang tepat untuk mewujudkan tujuan itu.


(51)

Political Education Planning tidak mempertimbangkan kehadiran pembuat kebijakan dalam menentukan sasaran strategis, tetapi tujuan-tujuan tersebut sebenarnya produk Pressure Group atau

Lobbist yang kuat, hingga menghasilkan rumusan-rumusan tersebut. Fungsi perencana dalam hal ini adalah ini adalah bukan menyusun rencana untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang dihasilkan oleh

Pressure Group itu tapi sebagai perantara antara berbagai Interest Groups yang bersaing dan terlihat. Adalah Planner yang harus menguasai perbedaaan-perbedaan Interest Groups tersebut agar dapat mengakomodasikan semua interest hingga mengembangkan

policy sebagai produk semua tekanan-tekanan tersebut. Pendekatan politik ini kurang memperhatikan perencanaan jangka panjang, tapi hanya memperhatikan perencanaan jangka pendek saja.

Pada tahun enam puluhan telah terjadi perubahan yaitu penggarapan atau Shift dari Man Power Approach menuju Social Demand Approach. Perubahan ini didasarkan atas asumsi bahwa melalui Social Demand Approach, secara otomatis kebutuhan akan ketenagaan akan terpenuhi dan mengesampingkan faktor-faktor yang tak dapat diramalkan pada pasaran kerja.

Shift di atas juga didasarkan atas keyakinan bahwa tujuan pendidikan eksternal yaitu pemerataan pendidikan hanya dapat dicapai melalui pendekatan sosial yang terus menerus menyelenggarakan usaha perluasan kesempatan pendidikan bagi setiap warga negara. Sistem pendidikan juga telah berusaha mencapai tujuan internalnya melalui System Growth, walaupun ini tidak berarti secara langsung dapat mewujudkan pencapaian tujuan pendidikan yang lain yaitu kebutuhan ketenagaan dan efisiensi.


(52)

sistem pendidikan yaitu Growth dan Well Being itu menggunakan

planning untuk menciptakan consistency dalam perluasan pendidikan, dibandingkan dengan sebagai alat perubahan.

Perubahan alam berpikir politis turut membawa pengaruh terhadap praktek perencanaan. Pemerintahan suatu negara yang merupakan hasil pemilihan mayoritas rakyat, dalam praktek mengembangkan Quantitative dan Authoritative Planning atau yang disebut Rational Planning. Sedangkan pluralisme politik (seperti pemerintahan koalisi) mempunyai kecenderungan untuk seoptimal mungkin mengikutsertakan berbagai kekuatan politik dalam menentukan kebijakan-kebijakan mendasar, memerlukan apa yang disebut Participatory Planning atau Perencanaan Partisipasif.

Gerakan perencanaan partisipasif ini terutama terasa kuat pada akhir tahun enam puluhan ketika dimana-mana bermunculan protes rakyat, khususnya mahasiswa tentang kebijakan pendidikan. Mereka dengan didukung oleh kekuatan politik, menyatakan bahwa keputusan-keputusan tentang pendidikan tidak mencerminkan aspirasi pendidikan mereka. Protes-protes baik langsung maupun tidak, kelompok-kelompok masyarakat ini menggerakkan kekuatan politik untuk lebih aktif dalam proses pengambilan keputusan, karena

Participatory Planning memperoleh giliran untuk naik ke permukaan. Trend sekarang adalah di negara-negara dengan sistem pemerintahan yang sentralistis, dengan pemerintah hasil pemilihan mayoritas, Participatory Planning tidak berhasil untuk menggeser

Quantitative-Authoritative Planning. Sebaliknya di negara-negara yang sistem pemerintahannya desentralisasi, Participatory Planning


(53)

Kogan (OECD, 1980) mengemukakan bahwa Participatory Planning ini muncul dengan asumsi sebagai berikut:

1. Perluasan struktur kekuatan dalam usaha meningkatkan kemampuan pusat-pusat pembuat keputusan untuk merespon terhadap kebutuhan pendidikan dan aspirasi rakyat dengan lebih efektif lagi.

2. Pengayaan informasi dasar untuk pembuatan keputusan yang efektif dengan jalan memberikan kesempatan kepada rakyat secara langsung atau melalui badan-badan atau kekuatan politik yang ada untuk mengutarakan nilai-nilai, tujuan, harapan, dan aspirasi pendidikan.

3. Nilai edukatif dari keikutsertaan dalam proses Decision Making

baik bagi rakyat, kekuatan politik mapun sistem pendidikan itu sendiri.

Dengan asumsi di atas tampak bahwa Participatory Planning

merupakan gerakan demokratis, yang memunculkan tipe baru

planning dengan sebutan Bottom Up Planning. Persoalan pokok yang muncul adalah pemisahan antara Planning dari Policy Making Process dalam struktur kekuasaan, mempengaruhi Participatory Planning ini. Esensi Participatory Planning adalah agar perencanaan dan Policy Making dapat menyatu hingga dalam praktek, kesulitan-kesulitan yang muncul dapat dihindarkan. Pemisahan seperti di atas dalam Technocratic Planning begitu jelas, hingga acap kali timbul konflik antara Policy Making Group dengan Plan.

Kecemasan terhadap kemunculan Participatory Planning adalah orientasinya yang bersifat jangka pendek yang tidak cocok dengan


(54)

menentukan generasi mendatang. Orientasi jangka pendek dari sisi ini jelas tidak menguntungkan pertumbuhan generasi mendatang.

Adapun kritik terhadap Technocratic Planning adalah terlalu menekankan pada model Quantitave Analysis dengan ketentuan yang ketat hingga mengurangi fleksibilan sistem pendidikan dalam merespon terhadap segala perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.

Perbedaan antara Technocratic Planning dan Participatory Planning merupakan dilemma karena kedua jenis planning ini mempunyai asumsi yang valid. Persoalan yang muncul adalah sejauh mana Quantitative Analysis itu dapat dikurangi dan sejauh mana orientasi jangka pendek dari Participatory Planning dapat dieliminir hingga planning tetap bukan alat untuk mewujudkan kepentingan politik tertentu tapi alat untuk membangun bangsa. Perpaduan antara kedua jenis planning yang tumbuh dalam praktek ini diperlukan karena akan menentukan posisi dan peran perencanaan pendidikan pada masa mendatang.

Dari kajian yang telah diungkap dari evolusi Educational Planning

baik secara teori mapun praktek, tampak beberapa faktor penting yang berperan dalam proses evolusi ini. Faktor-faktor tersebut adalah: (a) interest berbagai kekuatan politik dalam sistem politik yang dianut yang masing-masing negara, (b) struktur sistem manajemen pendidikan yang dianut, (c) berbagai disiplin ilmu yang mewarnai corak praktek Educational Planning.

Struktur politik berpengaruh pada kemunculan Technocratic Planning dan Participatory Planning dan perannya dalam Policy Decisions untuk pembangunan pendidikan seperti telah diuraikan terdahulu. Sistem administrasi pendidikan nasional menentukan


(55)

secara praktis tempat dan posisi planning. Pada negara dengan sistem pemerintahan yang sentralistis, umpamanya, letak planning

berada pada Kemeterian Pendidikan di tingkat nasional. Keterkaitan antara Planning dan Policy Decision dapat terlihat dengan jelas pada tingkat nasional ini. Sebaliknya pada negara dengan sistem desentralisasi, planning terletak pada tingkat pusat dan tingkat daerah (lokal), dengan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan pembagian kekuasaan yang ada.

Berbagai disiplin ilmu tampak jelas mempengaruhi substansi

planning dalam proses pertumbuhannya. Disiplin ekonomi mula-mula mendominir perencanaan, kemudian muncul sosiologi dalam proses evolusi teori perencanaan.

Operation Research dan Systems Theory mempengaruhi teknik

Quantitative perencanaan pada Technocratic Planning. Terakhir pendidikan dan ilmu politik masuk ke dalam perencanaan dan menyebabkan adanya Shift (pergeseran) dari Technocratic Planning

dengan orientasi kuantitatif menuju Conflictual Planning dengan orientasi pada aspek kualitatif.

Evaluasi pada dasarnya menegaskan begitu pentingnya perencanaan pendidikan dan hasil-hasil potensialnya sesuai dengan kebutuhan, lebih jauh sebaiknya evaluasi muncul sepanjang proses perencanaan. Pada sejumlah kasus evaluasi parsial dibuat dengan menggunakan uji-uji kuantitatif atau pembenarannya didasarkan pada pengalaman untuk menolak, memodifikasi, mengkombinasi, atau menerima hasilnya.

Perencana pendidikan harus mengetahui nilai-nilai relatif yang dimasukkan ke dalam berbagai sasaran yang dibuat untuk


(56)

perhatian, tetapi juga yang ada pada latar belakang yang sebaiknya tidak mengganggu sementara itu sasaran-sasarannya tercapai. Karena itu, teknik evaluasi tidak sederhana.

Salah satu kunci yaitu bagaimana seorang perencana disiapkan untuk mengorbankan pandangannya untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu agar mencapai sasaran-sasaran-sasaran-sasaran lainnya lebih baik. Jenis evaluasi ini sangat susah dan membuat banyak kesulitan bagi perencana yag tidak akrab dengan manfaat teori.

Beberapa evaluasi komparatif dibuat jika sebuah perubahan muncul yang diakibatkan oleh tindakan yang direncanakan. Akibatnya mungkin dapat diantisipasi atau tidak dapat diantisipasi, tetapi mungkin dapat dievaluasi hanya berkaitan dengan hasil-hasilnya. Ini pada akhirnya dapat diungkapkan pada banyak kesempatan sebagai keuntungan atau biaya tergantung pada model-model kepentingan masyarakat yang terlibat. Sasaran-sasaran kepentingan masyarakat ini sebagai sebuah tujuan tunggal terakhir.

Di dalam situasi yang demokratis sebuah kepentingan umum mungkin terlihat samar-samar, untuk masyarakat yang beragam dapat diterapkan tanpa memandang kepentingan individu. Dengan demikian evaluasi dapat muncul dalam tiga cara, yaitu: (a) cara pandang

utilitarian, kepentingan publik dapat ditentukan oleh pendapatan dan pengeluaran, bergantung pada apa yang sangat penting bagi individu yang berbeda, (b) cara quasi utilitarian menganggap manfaat untuk individu relevan dengan jumlahnya, tetapi nilai terbesar diberikan kepada beberapa orang yang tertarik daripada yang lainnya, (c) cara individu yang berkualitas, dalam hal lain menganggap bahwa akhir dari kepentingan publik sebagai pertimbangan dari banyak pilihan kelas-kelas tertentu yang mempertimbangkan dengan tepat.


(1)

KEGIATAN/TUGAS 2

Analisis Kinerja Manajemen SDM

Fungsi Manajemen SDM Kondisi PraktekBaik Sekali (5) Baik (4) Cukup (3) Sedang (2) Kuran g (1) 1. Perencanaan Kebutuhan SDM

2. Analisis Tenaga

pendidik dan kependidikanan

3. Rekruitmen dan Seleksi

4. Penilaian Kinerja

5. Kompensasi

6. Pelatihan/pendidikan

7. Pengembangan Karir

8. Mutu Lingkungan Kerja

9. Perundingan Tenaga

pendidik dan kependidikan

10. Penelitian Tenaga

pendidik dan kependidikan

11. Pensiun dan

Pemberhentian

Cara menghitung skor:

Tentukan nilai skala masing-masing fungsi MSDM, dengan cara menuliskan tanda v (cek) pada kolom yang sesuai.

Setelah semua diisi, jumlahkan seluruh skor untuk semua fungsi.

Hitung rata-rata kinerja dengan cara membagi jumlah seluruh skor dengan angka 10 (semua aspek MSDM)

Setelah masing-masing mengisi, diskusikan dalam kelompok homogin dengan anggota 5-7 orang.

Setelah itu lakukan analisis dampaknya terhadap kinerja sekolah serta masalah yang ditimbulkannya; selanjutnya bahas pula bagaimana strategi pengembangan SDM.


(2)

Dampak dan masalah


(3)

Tugas/Latihan 3:

Apakah model tersebut memenuhi kaidah keterlaksanaan. Dalam hal

apa praktek penyelenggaraan pelatihan memiliki kelemahan?

Diskusikan dalam kelompok dengan anggota 5-7 orang.

Latihan/Tugas 3:

Diskusikan dalam kelompok dengan anggota 5-7 orang

1. Bagaimana pendapat Anda terhadap pernyataan di atas. Jika setuju kemukakan argumentasi Anda, sebaliknya apabila tidak setuju kemukakan pula argumentasi Anda.

2. Kegiatan pemberdayaan mana yang tepat dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut.

Pakar Administrasi Negara dari UGM, Prof.Dr.Agus Dwiyanto menilai birokrasi di republik ini dibangun dengan mindset mengontrol masyarakat, bukan melayani, sehingga tenaga pendidik dan kependidikan pemerintah identik dengan penguasa yang cenderung korup. Karena itu, perubahan mindset menjadi suatu keharusan bagi Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara jika ingin memperbaiki birokrasi dan aparaturnya. Sistem birokrasi yang panjang dan rumit, dan tidak efektif selama ini menempatkan birokrat sebagai penguasa dan masyarakat sebagai pihak yang harus dicurigai dan dikontrol secara ketat. Pelayanan aparat negara kepada publik dilakukan dengan prosedur panjang dan sulit, yang sebenarnya tidak efisien. (Kompas, 4 Desember 2005)

Catatan:

Guru adalah jabatan profesional, yang bercirikan kemandirian, inisiatif, orientasi peleyanan prima dalam proses pembelajaran. Sekalipun demikian, pendapat di atas dapat dianalisis relevansinya dengan tugas dan tanggung jawab guru.


(4)

EVALUASI PROSES DIKLAT

A. Aktivitas Peserta Menurut Fasilitator 1. Penampilan

No ASPEK PENILAIAN

ALTERNATIF

ST T S R SR

1 Kesiapan peserta mengikuti diklat

2 Kehadiran dalam kegiatan belajar

3 Semangat belajar

4 Kesungguhan memperhatikan sajian

5 Energi mengikuti kegiatan

Keterangan:

ST = Sangat Tinggi T = Tinggi

S = Sedang R = Rendah

SR = Sangat Rendah 2. Aktivitas Belajar

No ASPEK PENILAIAN ALTERNATIFST T S R SR

1 Intensitas mendengarkan

2 Intensitas mencatat

3 Intensitas bertanya

4 Intensitas menjawab

5 Frekuensi bertanya

6 Frekuensi menjawab

7 Penguasaan materi

Keterangan:

ST = Sangat Tinggi T = Tinggi

S = Sedang R = Rendah

SR = Sangat Rendah

Evaluasi Terhadap Materi

1. Evaluasi Materi Menurut Peserta:

No ASPEK PENILAIAN ALTERNATIFSB B S J SJ

1 Relevansi materi

2 Penggunaan bahasa

3 Kemudahan dipahami


(5)

5 Tugas-tugas latihan Keterangan:

SB = Sangat Baik B = B aik

S = Sedang J = Jelek

SJ = Sangat Jelek

2. Performansi Fasilitator Menurut Peserta:

No ASPEK PENILAIAN ALTERNATIFSB B S J SJ

1 Penguasaan materi

2 Penggunaan metode penyajian

3 Kesungguhan pembimbingan

4 Penggunaan bahasa

5 Sikap dan penampilan

Keterangan:

SB = Sangat baik B = Baik

S = Sedang J = Jelek

SJ = Sangat Jelek Penyelenggaraan Pelatihan

No ASPEK PENILAIAN ALTERNATIFSB B S J SJ

1 Kualitas tempat/ ruangan pelatihan

2 Kondisi alat bantu penyajian

3 Kuantitas makalah untuk peserta

4 Kuantitas alat tulis untuk peserta

5 Kualitas sarana akomodasi

6 Kualitas dan kuantitas bahan konsumsi utama

7 Kualitas dan kuantitas bahan konsumsi

pendukung

8 Kualitas sarana transportasi

9 Kualitas dan kuantitas sarana kesehatan

Keterangan:

SB = Sangat Baik B = Baik

S = Sedang J = Jelek

SJ = Sangat Jelek


(6)

... ... ... ...