Aktualisasi diri santiago dalam novel sang alkemis menurut psikologi humanistik maslow.

(1)

ABSTRAK

Juninada Sari Puspa. Aktualisasi Diri Santiago dalam Novel Sang Alkemis menurut Psikologi Humanistik Maslow. Yogyakarta: Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, 2007.

Setiap orang pasti memiliki keinginan untuk diwujudkan, namun tidak semua orang mau berjuang untuk meraihnya. Santiago dalam novel Sang Alkemis karya Paulo Coelho adalah individu yang berjuang untuk mewujudkan apa yang ia inginkan. Legenda pribadi adalah dua kata yang dipilih oleh Coelho untuk menyebutkan apa yang benar-benar Santiago inginkan dalam hidupnya. Salah satu tokoh Psikologi yang juga melihat manusia dengan optimis dan mampu mencapai keinginan dalam hidupnya adalah Abraham Maslow. Sebagai seorang humanis Maslow meyakini bahwa dengan mewujudkan keinginannya dalam hidup manusia akan merasakan kebahagiaan. Pemenuhan kebutuhan yang akan membuahkan kebahagiaan dalam hidup berdasarkan potensi dan keinginan dari dalam diri ia sebut Aktualisasi Diri, yang merupakan bagian dari hirarki kebutuhan hidup manusia. Coelho dan Maslow menunjukkan kesamaan dalam memandang manusia, yaitu individu yang mampu mewujudkan apapun yang ia inginkan dalam hidup ini.

Penelitian ini akan melihat bagaimana pencapaian Aktualisasi Diri Santiago dan karakteristik pengaktualisasi diri apa saja yang ada dalam diri Santiago sehingga mendukung pencapaian aktualisasi dirinya. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi, dengan teknik penelitian pengkodean.

Hasil penelitian yang didapat adalah pencapaian aktualisasi diri Santiago dapat terjadi karena ia melakukan progression choice untuk mengikuti ramalan mimpinya pergi ke Mesir, meninggalkan kemapanan yang telah ia dapatkan, meskipun pekerjaannya sebagai gembala ia lakukan atas dasar metamotivation. Selain itu pada saat ia mengalami penurunan kebutuhan dariB-NeedskeD-Needs, Santiago mampu bangkit dan melanjutkan perjuangannya mengaktualisasikan diri dengan kembali melakukan progression choice, meskipun ia telah mendapatkan materi yang cukup untuk kembali ke Spanyol sebagai orang kaya. Karakteristik pengaktualisasi diri yang ada dalam diri Santiago tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan. Karakteristik ini tidak muncul secara tiba-tiba melainkan merupakan bagian dari dirinya yang terasah oleh perjalanan hidupnya.

Kata kunci: Aktualisasi Diri, Legenda Pribadi, D-Needs, B-Need, B-Languange, B-Love,Pengalaman Mistik, Progression Choice.


(2)

ABSTRACT

Juninada Sari Puspa. Santiago’s Self Actualization in The Alchemist based on Maslow Humanistic Psychology. Yogyakarta: Faculty of Psychology, Sanata Dharma University, 2007.

Everyone must have dream to realize, but not everyone want to struggle to gain it. Santiago in Paulo Coelho’s The Alchemist, is an individual who wants to realize what he wants. Personal legend is two words Coelho chooses to mention what Santiago really wants in his life. One of expert of Psychology who optimistially see human that can gain what he want in his/her life is Abraham Maslow. As a humanist, Maslow convinees that by realizing dream in his/her life, human will fell happy. The fulfillness of need which produces happiness in life is based on potension and dream from his/her self, Maslow called Self Actualization, which is part of hirarchy of human life need. Coelho and Maslow show similiarity in observing human, that is the individual who can realize anything what he wants in this life.

This research concern on Santiago’s accomplishment of Self Actualization and what kind of self actualization characteristics which is seen in Santiago so that it supports his accomplishment of self actualization. The reseach method used in this thesis contain analysis, with the coding.

As the result of the study, Santiago’s accomplishment of self actualization can be achieved since he determines progression choice to pursue his dream calculation togo to Egypt getting out from orderlineness he deserves to have although his work as shepherd he does is due to metamotivation. Beside, Santiago ia able to boost up his morale and go on his struggle gaining his self actualization while he undergoes the need declining from B-Needs to D-Needs. He performs it by doing back progression choice although he has already gained enough provision to come back to Spain as a rich man. Self actualization characteristics seen in Santiago give influence to each other. These characteristics do not seddenly comes out, but they are parts of him self which is sharpened by his life journey.

Key word: Self Actualization, Personal Legend, D-Needs, Need, B-Languenge, B-Love, Peak Experience, Progression Choice.


(3)

AKTUALISASI DIRI SANTIAGO

DALAM NOVEL SANG ALKEMIS

MENURUT PSIKOLOGI HUMANISTIK MASLOW

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Juninada Sari Puspa

NIM

: 019114056

NIRM

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

AKTUALISASI DIRI SANTIAGO

DALAM NOVEL SANG ALKEMIS

MENURUT PSIKOLOGI HUMANISTIK MASLOW

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Juninada Sari Puspa

NIM

: 019114056

NIRM

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

(8)

ABSTRAK

Juninada Sari Puspa. Aktualisasi Diri Santiago dalam Novel Sang Alkemis menurut Psikologi Humanistik Maslow. Yogyakarta: Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, 2007.

Setiap orang pasti memiliki keinginan untuk diwujudkan, namun tidak semua orang mau berjuang untuk meraihnya. Santiago dalam novel Sang Alkemis karya Paulo Coelho adalah individu yang berjuang untuk mewujudkan apa yang ia inginkan. Legenda pribadi adalah dua kata yang dipilih oleh Coelho untuk menyebutkan apa yang benar-benar Santiago inginkan dalam hidupnya. Salah satu tokoh Psikologi yang juga melihat manusia dengan optimis dan mampu mencapai keinginan dalam hidupnya adalah Abraham Maslow. Sebagai seorang humanis Maslow meyakini bahwa dengan mewujudkan keinginannya dalam hidup manusia akan merasakan kebahagiaan. Pemenuhan kebutuhan yang akan membuahkan kebahagiaan dalam hidup berdasarkan potensi dan keinginan dari dalam diri ia sebut Aktualisasi Diri, yang merupakan bagian dari hirarki kebutuhan hidup manusia. Coelho dan Maslow menunjukkan kesamaan dalam memandang manusia, yaitu individu yang mampu mewujudkan apapun yang ia inginkan dalam hidup ini.

Penelitian ini akan melihat bagaimana pencapaian Aktualisasi Diri Santiago dan karakteristik pengaktualisasi diri apa saja yang ada dalam diri Santiago sehingga mendukung pencapaian aktualisasi dirinya. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi, dengan teknik penelitian pengkodean.

Hasil penelitian yang didapat adalah pencapaian aktualisasi diri Santiago dapat terjadi karena ia melakukan progression choice untuk mengikuti ramalan mimpinya pergi ke Mesir, meninggalkan kemapanan yang telah ia dapatkan, meskipun pekerjaannya sebagai gembala ia lakukan atas dasar metamotivation. Selain itu pada saat ia mengalami penurunan kebutuhan dariB-NeedskeD-Needs, Santiago mampu bangkit dan melanjutkan perjuangannya mengaktualisasikan diri dengan kembali melakukan progression choice, meskipun ia telah mendapatkan materi yang cukup untuk kembali ke Spanyol sebagai orang kaya. Karakteristik pengaktualisasi diri yang ada dalam diri Santiago tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan. Karakteristik ini tidak muncul secara tiba-tiba melainkan merupakan bagian dari dirinya yang terasah oleh perjalanan hidupnya.

Kata kunci: Aktualisasi Diri, Legenda Pribadi, D-Needs, B-Need, B-Languange, B-Love,Pengalaman Mistik, Progression Choice.


(9)

ABSTRACT

Juninada Sari Puspa. Santiago’s Self Actualization in The Alchemist based on Maslow Humanistic Psychology. Yogyakarta: Faculty of Psychology, Sanata Dharma University, 2007.

Everyone must have dream to realize, but not everyone want to struggle to gain it. Santiago in Paulo Coelho’s The Alchemist, is an individual who wants to realize what he wants. Personal legend is two words Coelho chooses to mention what Santiago really wants in his life. One of expert of Psychology who optimistially see human that can gain what he want in his/her life is Abraham Maslow. As a humanist, Maslow convinees that by realizing dream in his/her life, human will fell happy. The fulfillness of need which produces happiness in life is based on potension and dream from his/her self, Maslow called Self Actualization, which is part of hirarchy of human life need. Coelho and Maslow show similiarity in observing human, that is the individual who can realize anything what he wants in this life.

This research concern on Santiago’s accomplishment of Self Actualization and what kind of self actualization characteristics which is seen in Santiago so that it supports his accomplishment of self actualization. The reseach method used in this thesis contain analysis, with the coding.

As the result of the study, Santiago’s accomplishment of self actualization can be achieved since he determines progression choice to pursue his dream calculation togo to Egypt getting out from orderlineness he deserves to have although his work as shepherd he does is due to metamotivation. Beside, Santiago ia able to boost up his morale and go on his struggle gaining his self actualization while he undergoes the need declining from B-Needs to D-Needs. He performs it by doing back progression choice although he has already gained enough provision to come back to Spain as a rich man. Self actualization characteristics seen in Santiago give influence to each other. These characteristics do not seddenly comes out, but they are parts of him self which is sharpened by his life journey.

Key word: Self Actualization, Personal Legend, D-Needs, Need, B-Languenge, B-Love, Peak Experience, Progression Choice.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan pemilik kehidupan yang memberikan kasih karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ‘Aktualisasi Diri Santiago dalam Novel Sang Alkemis menurut Psikologi Humanistik maslow’. Penulis menyusun karya ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung, baik secara moril maupun materiil dari persiapan hingga selesainya skripsi ini. Trimakasih penulis haturkan kepada:

1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas bimbingannya.

2. Dr. A. Supratiknya selaku Dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan tuntunan Bapak dalam proses menyelesaikan skrisi saya. Trimakasih banyak ya Pak, maaf selama ini saya kurang mampu melaksanakan apa yang Bapak maksud.

3. Para Dosen penguji Y. Heri Widodo, M.Si. dan Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si. Trimakasih atas masukannya yang sangat membantu.

4. C. Siswa Widyatmoko, S.Psi. dan Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si. selaku Dosen pembimbing akademik atas bimbingannya

5. Mas Gandung, Mba Nanik, Pak Gi’, Mas Muji, dan Mas Doni atas bantuan-bantuan yang melancarkan kuliah saya.

6. Bapakku, Agustinus Remus Sormin dan Mamaku, Damayori Pangaribuan. Trimakasih atas cinta kasih, kesabaran dan pengertian yang tidak pernah


(11)

putus. Trimakasih karena Nina hadir di dunia melalui orangtua yang berjuang mewujudkan mimpinya. Mauliate godang!

7. Abang-abangku tersayang, Ito Desmon (beserta Kak Dewi, Excel dan Elsa), Ameng dan Anto. Trimakasih atas cinta kasihnya yaa!

8. Keluarga besar Siregar dan Pangaribuan, atas doa dan bimbingan yang tidak pernah putus.Mauliate godang!

9. Teman baikku Anastasia Dessy, trimakasih mau berbagi suka dan duka bersamaku, trimakasih telah menjadi ‘sayap kakiku’. Aku bersyukur kamu ‘teman lama’ yang menemani aku menjalani masa kuliah.

10. Temanku yang penuh ketulusan, Silva Stevani. Trimakasih mau menjadi ‘sayap kakiku’, menjadi mentor masalah percintaan. Aku selalu bisa mengandalkanmu dalam banyak hal!

11. Teman serumahku Nining yang sabar. Aku menjadi lebih baik sejak tinggal bersamamu loh Jeng! Trimakasih telah mengajariku sedikit lebih sabar menghadapi banyak hal..

12. Teman baikkku Farah Herastuti. Trimakasih mau berbagi banyak hal bersamaku, kamu mengajari aku arti keluarga, kerja keras dan ketulusan. 13. Teman baikku Maria Fransisca. Trimakasih sering mengingatkanku kembali

berdoa dan mengajak ziarah kemana-mana. Maaf yaa, kadang-kadang suka menyesatkanmu. Trimakasih mau berbagi bersamaku!

14. Teman-teman seangkatan yang asyik-asyik, Diana, Lina, Tyas, Adri, Maria, Irma, Jeng Dessy, Elis dan semua angkatan 2001 OK punya! Senang menghabiskan tahun-tahun kuliah bersama kalian.


(12)

15. Vero dan Chicha yang jauh dimata dekat di hati, atas sms-sms yang bikin semangat!!!

16. Teman-temanku yang jarang bertemu tapi selalu menyenangkan bila bersua. Sisca Widya atas banyak sharing yang menggugah emosi, Koko atas bantuan triangulasi dan abstraknya, Mas Anton, Rondang, dan teman-teman Teknik yang setia mengajak ziarah dan kumpul-kumpul.

17. Teman-teman YAKKUM Emergency Unit, khususnya staf Psikososial, senang bekerja bersama kalian.

18. Pasanganku berafeksi ria, Dimas. Trimakasih atas kasih sayang dan kesabarannya.

19. Semua fihak yang tidak mungkin saya sebutkan satu per satu. Trimakasih banyak.

Penulis menyadari kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Masukan dari para pembaca penulis harapkan untuk membuat karya ini menjadi lebih baik. Selamat membaca.


(13)

Jika kau menginginkan sesuatu,

segenap alam semesta

akan bersatu membantumu meraihnya.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... ii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. iv

ABSTRAK……….. v

ABSTRACT……… vi

KATA PENGANTAR……… vii

DAFTAR ISI………... xi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….. 1

B. Rumusan Masalah……… 13

C. Tujuan……….. 14

D. Manfaat……… 14

BAB II: LANDASAN TEORI A. Novel Sang Alkemis 1. Latar Belakang Penulis……….… 16

2. Sinopsis……… 37

B. Konsep Psikologi Humanistik Maslow 1. Prinsip Umum……… 43

2. Teori Hirarki Kebutuhan……… 44 C. Aktualisasi Diri Santiago dalam Novel Sang Alkemis


(15)

menurut Psikologi Humanistik Maslow………... 63

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian………. 68

B. Metode Penelitian 1. Reduksi Data………. 69

2. Pengkodean………... 69

3. Deskripsi Data dan Penafsiran Data………. 69

4. Kesimpulan dan Dinamika Psikologis……….. 69

5. Pemeriksaan Keabsahan Data………... 70

C. Teknik Penelitian 1. Pengkodean……… 71

2. Menyajikan Hasil Penelitain………. 75

3. Intepretasi Data Berdasarkan Hasil Pengkodean……….. 75

BAB IV: PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian………. 76

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Pencapaian Aktualisasi Diri Santiago Berdasarkan Hirarki Kebutuhan Maslow……… 93

2. Karakteristik Pengaktualisasi Diri yang Terdapat dalam Diri Santiago Sehingga Mempengaruhi dan Mendukung Pencapaian Aktualisasi Dirinya……….. 97


(16)

D. Kritik Terhadap Teori Maslow………. 109 BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan………... 111

B. Saran………. 113


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memahami kepribadian manusia melalui karya sastra bukanlah hal baru dalam dunia psikologi. Tinjauan Psikologi Humanistik dalam dunia sastra merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk lebih memahami manusia sebagai individu yang mampu mewujudkan cita-citanya, mencapai prestasi dan keberhasilan yang digambarkan melalui tokoh dalam cerita yang disajikan.

Psikologi Humanistik sendiri adalah mazhab ketiga dalam ilmu psikologi, setelah Psikoanalisa dan Behaviorisme. Psikoanalisa mengatakan bahwa tingkah laku manusia sangat dipengaruhi oleh alam tidak sadarnya, tempat semua dorongan dan penggerak kehidupan berasal, sehingga tingkah laku manusia yang tampak di permukaan hanyalah perwujudan dari dorongan dasar individu yang sudah diselaraskan dengan kondisi sosial oleh ego individu tersebut. Sementara itu, Behaviorisme memandang manusia sebagai mahluk yang bertindak sesuai dengan stimulus yang diberikan oleh lingkungannya. Individu adalah mahluk yang tingkah lakunya dapat dijabarkan dengan sistematis karena apa yang mereka lakukan dapat diformulasikan dengan hukum stimulus–respon. Psikologi Humanistik muncul dengan sebuah optimisme baru yang memandang manusia dari sisi yang lebih positif sehingga penelitian dilakukan pada orang-orang yang sehat dan berhasil. Abraham Maslow sebagai tokoh Psikologi Humanistik mencoba membuka mata dunia dengan sebuah pandangan baru, yaitu bahwa manusia adalah makhluk mulia yang mampu memberikan kapasitasnya yang


(18)

terbaik dalam kehidupan sebagai orang yang berguna di masyarakat, bukan hanya sebagai seorang individu yang dipenuhi dengan dorongan-dorongan tidak sadar atau sekadar produk dari stimulus yang diberikan oleh lingkungannya.

Sebagai seorang humanis, Maslow memandang manusia secara optimis. Aspek negatif yang terdapat dalam diri manusia tidak akan menghambatnya untuk menjadi manusia yang berhasil karena dalam diri setiap manusia juga ada berbagai aspek positif yang mendukung pengembangan dirinya. Berbagai aspek positif dalam tingkah laku manusia seperti kebahagiaan, kegembiraan, kepuasan hati, hati yang damai, seloroh, permainan, kesejahteraan, kegirangan, dan ektasis telah diabaikan oleh kalangan ilmuwan, demikian pula halnya sifat-sifat positif seperti kebaikan, kebajikan dan persahabatan (Maslow dalam Goble, 1987). Keoptimisan dalam memandang manusia ini bukan berarti memandang manusia hanya dari sisi dirinya yang positif, melainkan memandang manusia sebagai satu kepribadian yang utuh, dimana semua sisi dalam dirinya berperan dalam pembentukan kepribadiannya.

Setiap kepribadian yang berbeda-beda memiliki kesamaan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang menurut Maslow terdiri dari beberapa tahap. Aktualisasi diri adalah puncak dari hirarki kebutuhan Maslow, dimana untuk mewujudkannya setiap manusia perlu memenuhi kebutuhan lain yang lebih mendasar. Namun, tidak semua orang mampu mencapai aktualisasi dirinya. Meskipun kebutuhan-kebutuhan dalam tingkat yang lebih rendah dipuaskan – kita merasa aman secara fisik dan emosional, mempunyai perasaan memiliki dan cinta serta merasa bahwa diri kita adalah individu-individu yang berharga – namun kita


(19)

akan merasa kecewa, tidak tenang dan tidak puas kalau kita gagal berusaha untuk memuaskan kebutuhan akan aktualisasi diri (Maslow dalam Schultz, 1991). Aktualisasi diri adalah cita-cita atau impian yang ingin diwujudkan manusia dalam kehidupannya. Pada dasarnya semua potensi dan kemampuan yang dimiliki akan dikerahkan dengan sekuat tenaga untuk dicapai, karena manusia itu sendiri menyadari bahwa cita-cita atau impian tersebut mampu membuat kehidupannya menjadi lengkap dan bermakna.

Aktualisasi diri yang diletakkan pada puncak hirarki kebutuhan Maslow menunjukkan ada kebutuhan-kebutuhan lain di bawahnya yang dipenuhi sebelum sampai pada aktualisasi diri. Hal inilah yang membuat usaha setiap individu yang berjuang mengaktualisasikan dirinya mengalami sebuah proses, karena ia harus memulainya dari kebutuhan yang paling dasar menuju ke kebutuhan yang lebih tinggi, sampai pada akhirnya ia mengaktualisasikan dirinya. Sifat dari hirarki kebutuhan Maslow yang dinamis, sangat mempengaruhi perjalanan individu dalam mengaktualisasikan dirinya. Ada saat dimana individu yang sudah sampai pada tahap mendapatkan penghargaan dari masyarakat tiba-tiba kehilangan pemenuhan kebutuhan makanan yang biasa ia dapatkan, sehingga ia harus turun memenuhi kebutuhan tersebut bahkan sampai melupakan bagaimana orang yang telah mendapatkan penghargaan dari masyarakat bertingkah laku.

Aktualisasi diri tidak mudah untuk dicapai, perlu banyak usaha dan kerja keras untuk mewujudkannya. Tidak jarang individu menyerah di tengah jalan karena beratnya usaha yang harus dilakukan. Selain itu pilihan-pilihan yang harus dilakukan dalam perjuangan mengaktualisasikan diri bisa jadi merupakan


(20)

pilihan-pilihan besar yang akan mempengaruhi perjalanan hidup individu tersebut. Pilihan-pilihan ini bisa berupa meninggalkan pekerjaan yang telah memberinya kekayaan atau meninggalkan orang-orang yang dicintai. Semua hal ini dilalui oleh setiap individu yang berjuang mengaktualisasikan dirinya.

Aktualisasi diri tidak lepas dari pilihan apakah individu mau melakukannya atau tidak. Keputusan untuk melakukan berarti sebuah perjuangan pribadi karena individu akan melakukannya berdasarkan kapasitas dan potensi dirinya sendiri. Perjuangan ini akan semakin berat karena aktualisasi diri setiap orang berbeda. Hal ini juga berarti untuk mengaktualisasikan diri setiap orang akan berjuang sendiri.

Individu yang mengaktualisasikan diri memilih untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan keinginannya. Mereka telah mencapai pada suatu tahap dimana telah memenuhi semua kebutuhan yang bersumber dari kekurangan dari dalam diri menuju pada tahap dimana kebutuhan yang muncul harus dipenuhi bukan karena kekurangan melainkan karena ingin mengembangkan diri. Aktualisasi diri berarti melakukan apa yang ingin dilakukan sesuai dengan potensi diri.

Aktualisasi diri memiliki 16 karakteristik khusus. Karakteristik ini diperoleh pada saat Maslow menyelidiki orang-orang sukses yang ia kagumi. Dalam penelitian ini akan dilihat karakter apa saja yang mempengaruhi subyek dalam proses mengaktualisasikan diri. Pada saat Maslow mengagumi orang-orang yang menurutnya sukses, ia yakin ada sifat-sifat yang melatarbelakangi kemampuan orang-orang sukses tersebut yang membuat mereka mampu berjuang


(21)

mengaktualisasikan dirinya. Sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Sifat-sifat ini dipandang perlu karena merupakan faktor yang melatarbelakangi individu untuk berjuang mengaktualisasikan dirinya.

Studi tentang orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya sudah dilakukan Maslow sejak ia merintis faham Psikologi Humanistik, namun pemusatan perhatian pada studi tentang manusia dan pribadi manusia seperti yang dijalankan oleh psikologi humanistik bukanlah suatu hal yang baru. Perhatian semacam itu bisa dijumpai dalam filsafat, agama, sastra, dan dalam humanisme yang memiliki sejarah yang panjang (Misiak dan Sexton, 1988). Sastra adalah salah satu wujud penggambaran kisah hidup manusia, rangkaian tulisan kisah hidup yang tampaknya jauh dari kehidupan pembacanya namun sebenarnya merupakan kisah yang dapat terjadi dalam hidup siapa saja. Setiap cerita yang ada dalam sebuah karya sastra adalah penggambaran hidup individu yang bisa dipahami, sehingga tokoh dalam novel adalah cerminan hidup individu di dunia nyata.

Novel sebagai bagian dalam dunia sastra, mampu menampilkan tokoh-tokoh yang ada di dalamnya melalui isi dan alur cerita yang disampaikan dalam bentuk tulisan. Berbagai tokoh yang ditampilkan memiliki karakteristik tersendiri yang membentuk sebuah interaksi dalam cerita yang dituliskan. Tokoh dalam novel sebagai individu yang mengaktualisasikan dirinya, kiranya juga dapat dipandang sebagai usaha untuk lebih memahami tingkah laku manusia, karena bagaimanapun novel sendiri adalah cerminan dari kehidupan manusia yang digambarkan dengan bahasa yang menarik dan alur cerita yang penuh kejutan.


(22)

Menurut Sumardjo (1984), pembaca sastra lebih mengerti kesulitan orang lain, penderitaan orang lain, keinginan orang lain, watak orang lain, sehingga pembaca lebih luas pengetahuannya mengenai manusia lain. Gambaran inilah yang ingin disampaikan oleh pengarang novel kepada para pembacanya. Melalui cerita dalam sebuah novel, seorang pengarang menyampaikan pesan tentang kehidupan setiap tokoh yang ada didalamnya.

Psikologi memasuki bidang kritik sastra lewat beberapa jalan, yaitu pembahasan tentang proses penciptaan sastra, pembahasan psikologi terhadap pengarangnya baik sebagai suatu tipe maupun sebagai seorang pribadi, pembicaraan tentang ajaran dan kaidah psikologi yang dapat ditimba dari karya sastra, dan pengaruh karya sastra terhadap pembacanya (Hardjana,1981:60). Sang Alkemis sebagai salah satu novel yang menyajikan perjalanan hidup seorang gembala muda, menampilkan sosok individu biasa yang berjuang untuk mewujudkan mimpinya melalui perjuangan yang berat. Novel ini memberi gambaran bahwa setiap manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang dan mewujudkan cita-cita yang dimilikinya dengan tidak meninggalkan sifat-sifat kemanusiaannya, karena sastra sendiri adalah bentuk lain dari pengalaman manusia yang disajikan dengan bahasa yang berbeda. Atas dasar ini penulis ingin menimba kaidah psikologis yang dapat ditimba dari novel tersebut. Paulo Coelho melalui Sang Alkemis memberi sebuah pandangan optimis bagi para pembacanya yang ingin mengejar mimpi yang paling sulit sekalipun. Maka tidak salah jika kita mencoba meninjau lebih jauh kisah sederhana ini dengan menggunakan teori seorang tokoh yang juga optimis memandang


(23)

manusia, yaitu Abraham Maslow. Paulo Coelho sebagai pengarang novel Sang Alkemis menyebut cita-cita yang ingin diwujudkan oleh manusia sebagai Legenda Pribadi, sementara Aktualisasi Diri adalah dua kata yang dipilih oleh Maslow untuk melambangkan perwujudan hal tersebut.

Sang Alkemis adalah novel yang meraih The International Best Seller karena terjual lebih dari 30 juta eksemplar di seluruh dunia, yang telah diterjemahkan dalam 56 bahasa di lebih dari 150 negara. Pengarangnya sendiri, Paulo Coelho termasuk dalam 15 pengarang terbesar sepanjang sejarah. Hadir dengan bahasa yang ringan, ia mampu mengajak pembaca menyadari bahwa kejadian yang terlihat sederhana di alam sekitar mereka adalah sebuah simbol yang sarat makna. Paulo Coelho menyuguhkan sebuah cerita tentang seorang pemuda bernama Santiago yang berasal dari Spanyol yang mau berjuang mencapai mimpinya meskipun banyak kendala yang menghadang sejak awal ia memutuskan untuk mengejar mimpinya. Hal tersebut jarang ditemui pada masa sekarang. Orang akan lebih mudah melupakan cita-cita dan impiannya karena mudah terbuai dengan kenyamanan yang tengah dirasakannya sehingga lupa dengan apa yang sebenarnya ia inginkan dalam hidupnya. Cita-cita yang dimiliki Santiago adalah aktualisasi dirinya, perwujudan dari seluruh keinginan dan cita-cita yang dia inginkan selama hidupnya.

Dalam novel ini, perwujudan Legenda Pribadi Santiago dimulai ketika ia memutuskan untuk mencoba mewujudkan mimpinya. Sebuah kutipan kalimat dalam Sang Alkemis mengatakan “Kemungkinan untuk mewujudkan mimpi menjadi kenyataan membuat hidup menarik”. Pernyataan inilah yang dituangkan


(24)

oleh Paulo Coelho ketika ia menggambarkan perjuangan Santiago untuk mewujudkan mimpinya. Mewujudkan sebuah impian tidaklah mudah. Keputusan untuk mewujudkan mimpi hanyalah awal dari perjuangan yang berat. Akan ada banyak rintangan yang ditemui. Untuk melalui rintangan itu dibutuhkan kerja keras dan sangat mungkin membuat orang menyerah. Itulah yang terjadi pada Santiago, ketika ia memutuskan untuk mewujudkan mimpinya. Ia tidak menyangka kalau ia harus meninggalkan domba-dombanya, ditipu di negeri asing, bekerja selama setahun di toko kristal, berhari-hari melintasi gurun, beberapa kali hampir terbunuh dan harus belajar banyak membaca pertanda dan mendengarkan kata hatinya. Semua ini membuatnya hampir menyerah ketika menyadari bahwa meraih impian ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Seseorang yang takut mencoba sesuatu yang baru, keluar dari rutinitas, dan takut gagal, tidak akan mampu mewujudkan mimpinya. Semua hal sangat mungkin terjadi saat seseorang berusaha mewujudkan mimpi atau cita-citanya. Sama seperti Maslow yang memandang pemenuhan aktualisasi diri akan membuat hidup seseorang lengkap dan bermakna, dalam novelnya Coelho juga menyatakan jika seorang manusia menolak menderita dan berjuang untuk mewujudkan mimpinya, maka ia akan menderita dan pada akhirnya suara hati yang selama ini selalu mengingatkan akan impiannya yang menunggu untuk diwujudkan akan diam untuk selama-lamanya, karena sejak kecil, setiap orang memiliki mimpi yang berasal dari hati mereka yang masih murni. Dalam pandangan Maslow, semua manusia memiliki perjuangan atau kecenderungan yang dibawa sejak lahir untuk mengaktualisasikan


(25)

diri (Schultz, 1991). Pandangan ini menunjukkan sikap optimisme Maslow dalam memandang manusia.

Penelitian-penelitian terdahulu terhadap novel ini tentu saja akan sangat membantu melihat bagaimana novel yang sama memiliki daya tarik penelitian, meskipun setiap penelitian memiliki fokus berbeda dengan pendekatan yang berbeda pula. Dalam hal ini peneliti mengambil tiga penelitian terdahulu dalam bentuk skripsi yang masing-masing memakai pendekatan psikologi dalam pembahasannya. Skripsi pertama berjudul The Meaning of Hope as The Philosophical Teaching ini Paulo Coelho’s The Alchemist (Satyadharma, 2003). Skripsi ini menganalisa harapan sebagai ajaran filsafat yang muncul dalam novel Sang Alkemis. Penelitian ini menggunakan teori Erich Fromm karena keduanya memiliki dasar pemikiran yang sama. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa di dalam karya sastra terdapat ajaran-ajaran filsafat mengenai harapan. Harapan membawa pandangan baru tentang hidup dan membuat orang bergerak dari kondisi sekarang ke hidup baru yang ia inginkan. Harapan adalah perubahan dari realitas sekarang ke kehidupan dan kegembiraan yang lebih besar. Harapan menginspirasi manusia menggunakan media seperti pandangan, ide, dan mimpi. Mimpi adalah media yang didapat Santiago sehingga menimbulkan harapan dalam dirinya. Orang yang memiliki harapan tidak pasif dan menunggu untuk harapannya terwujud. Mereka akan aktif dalam meraih dan memenuhi harapan dengan mengambil tindakan. Ketika Santiago mengetahui bahwa mimpinya memiliki arti yang besar, ia mengambil tindakan untuk mewujudkannya. Ia melakukan perjalanan melintasi gurun demi mendapatkan harta yang ia harapkan.


(26)

Perjuangannya selama perjalanannya akan membuatnya matang tidak hanya dalam membaca pertanda tapi juga dalam memahami alam semesta dan menyadari bahwa ada keberuntungan yang disediakan untuknya oleh dunia. Ini sesuai dengan pandangan Fromm yang menyatakan harapan yang pasif tanpa tindakan merupakan perampasan akan harapan itu sendiri. Dengan berharap manusia menyatakan keberadaan dirinya, berharap adalah kesiapan dari dalam diri, sebuah usaha untuk memahami rahasia penciptaan manusia di dunia.

Skripsi yang kedua berjudul A Psychological Study of Santiago in Coelho’s The Alchemist : Logic in Relation With Intelligence and Learning as Part af Human Development(Sari, 2004). Penelitian ini menyimpulkan Santiago dapat membuat impiannya menjadi kenyataan dengan kekuatan fikirannya. Dari seorang gembala biasa kemudian ia mempelajari banyak hal dari orang lain dan lingkungannya. Semua ini membuatnya lebih baik dari sebelumnya. Ia berkembang dari seorang gembala biasa menjadi seorang yang memiliki tujuan. Perjalanannya membuatnya kaya pengetahuan yang mempertajam fikirannya, dan kemampuan ini membantunya mengatasi masalah. Santiago mampu membuat pertimbangan yang matang berdasarkan inteligensi, pembelajaran dan kemampuannya berfikir logis. Perkembangan fikiran Santiago membantunya mengerahkan seluruh kekuatan fikirannya. Kekuatan fikiran Santiago adalah aspek paling penting untuk membuat impiannya menjadi nyata.

Skripsi ketiga berjudulThe Influence of Minor Characters on Santiago’s Personality Development in Paulo Coelho’s The Alchemist (Anggraeni, 2004). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa kepribadian Santiago dipengaruhi oleh


(27)

orang-orang yang berada di sekitarnya. Penelitian ini menggunakan teori kepribadian Kalish, Allport dan Adler yang memberi deskripsi jelas pada karakter di novel dan menemukan pengaruh pemeran pembantu pada perkembangan kepribadian karakter utama. Pada awalnya tokoh Santiago dijelaskan sebagai orang yang merasa bisa hidup sendiri tanpa orang lain, sebagai gembala ia dapat mengontrol dan mengambil keputusan sendiri dalam hidupnya. Perubahan penting terjadi pada kepribadian Santiago. Dia menjadi bijak, dapat memecahkan masalah sulit sendiri, sabar berfikiran terbuka, menerima perubahan di sekelilingnya, mendengarkan nasihat orang lain, sadar akan pertanda yang terjadi di sekelilingnya, dan yang terpenting dia kembali pada kepercayaannya terhadap Tuhan, yang selalu menolongnya di setiap situasi. Semua perubahan kepribadian Santiago dipengaruhi peran pembantu di sekelilingnya. Dia menjadi orang yang lebih baik karena karakter orang lain di sekitarnya.

Ketiga skripsi di atas memfokuskan penelitiannya pada tokoh utama pada novel Sang Alkemis yaitu Santiago. Garis besar yang muncul pada ketiga skripsi di atas adalah melihat apa yang membuat Santiago mampu mewujudkan impiannya. Penelitian pertama memaparkan bagaimana harapan membuat Santiago memiliki pandangan baru tentang hidup sehingga menjadi aktif mewujudkan mimpinya. Penelitian kedua memperlihatkan bagaimana kekuatan fikiran dan kemampuan berfikir logis membantu Santiago mewujudkan mimpinya. Pengetahuan yang didapat selama perjalanan, baik itu membaca pertanda, mempelajari bahasa buana, dan puncaknya mampu mengubah dirinya menjadi angin, adalah perkembangan kekuatan fikiran Santiago yang mampu


(28)

mengantarnya menemukan hartanya. Kemampuan memahami perkataan pemimpin perampok yang pada akhirnya membuatnya mengetahui dimana letak harta karun tidak lepas dari kemampuan berfikir logis Santiago. Penelitian ketiga menunjukkan bagaimana pengaruh peran pembantu mempengaruhi kepribadian Santiago. Melchizedek dan sang alkemis mempunyai pengaruh besar merubah cara pandang Santiago sehingga ia mampu menemukan hartanya.

Ketiga penelitian terdahulu terhadap tokoh utama dalam novel Sang Alkemis mampu memberikan bantuan gambaran terhadap konteks penelitian sekarang, yaitu menitikberatkan pencapaian aktualisasi diri Santiago berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow. Berbagai aspek yang mampu dilihat sebagai penyebab keberhasilan Santiago, baik itu harapan, kekuatan fikiran dan kehadiran orang-orang di sekitarnya, yang muncul di tengah perjalanan Santiago mencari hartanya, semakin meyakinkan peneliti akan pentingnya perjalanan sebagai proses mewujudkan aktualisasi diri seseorang.

Berbagai upaya yang dilakukan Santiago untuk mengaktualisasikan dirinya, untuk mencapai legenda pribadinya, dapat ditelusuri melalui jalan yang ia tempuh dalam usaha mewujudkan mimpinya. Hal ini dapat dilihat dari Santiago yang menerima kondisinya sebagai manusia yang memiliki kebutuhan fisiologis, rasa aman, dicintai dan mencintai, juga penghargaan, namun tetap berjuang berani menantang bahaya, keluar dari rutinitas untuk meraih mimpinya. Ada kekuatan-kekuatan yang tidak terlihat namun, sangat mempengaruhi perjuangan Santiago dalam mengaktualisasikan dirinya. Harapan yang tumbuh dalam diri, dan kekuatan fikiran Santiago yang memungkinkannya mampu mempelajari banyak


(29)

hal dari lingkungannya, ternyata sangat mempengaruhi keberhasilan Santiago dalam menggapai mimpinya. Selain itu kehadiran orang-orang di sekitar Santiago juga membantu Santiago dalam upayanya menggapai mimpinya. Tiga hal ini dapat dilihat dalam skripsi sebelumnya yang juga meneliti novel Sang Alkemis.

Figur Santiago sebagai seorang gembala yang berusaha menemukan harta terpendam adalah gambaran kesuksesan orang biasa yang berusaha mendapatkan apa yang benar-benar ia inginkan. Ia membutuhkan makanan, rasa aman, ingin dicintai, dan membutuhkan penghargaan seperti manusia pada umumnya. Meskipun ia memiliki kekuatan fikiran yang baik, juga harapan yang besar, Santiago tetap membutuhkan kehadiran orang lain untuk membantunya meraih mimpinya. Akan tetapi yang membedakan Santiago dengan kebanyakan orang adalah ia berjuang dan mau bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya. Ia melalui tahapan hidup seperti orang pada umumnya, namun ia berhasil mencapai apa yang benar-benar ia inginkan dalam hidupnya. Penelitian ini akan melihat lebih jauh bagaimana pencapaian aktualisasi diri Santiago dengan menggunakan pendekatan Psikologi Humanistik Maslow.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian maka rumusan permasalahan yang diteliti adalah:

1. Bagaimana pencapaian aktualisasi diri Santiago berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow?


(30)

2. Karakteristik pengaktualisasi diri apa saja yang terdapat dalam diri Santiago sehingga mempengaruhi dan mendukung pencapaian aktualisasi dirinya?

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pencapaian aktualisasi diri Santiago berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow dan untuk mendapatkan karakteristik pengaktualisasi diri yang terdapat dalam diri Santiago sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya.

D. Manfaat

Kepentingan kritik sastra secara umum yaitu untuk penerangan kepada para pembacanya yang mengalami kesukaran dalam memahami isi karya sastra tersebut (Pradopo, 1994). Dengan adanya analisis yang dilakukan terhadap novel Sang Alkemis terhadap tokoh utamanya dengan menggunakan tinjauan Psikologi Humanistik Maslow, diharapkan manfaat yang terkandung dalam karya tersebut dapat diterima dengan baik. Berdasarkan analisis yang dilakukan atas novel Sang Alkemis maka manfaat yang dapat diperoleh adalah:

1. Manfaat teoretis

a) Untuk memperkaya tinjauan Psikologi Humanistik dalam dunia sastra. b) Untuk melihat bagaimana aktualisasi diri yang merupakan salah satu


(31)

2. Manfaat praktis:

Memberi masukan lebih dalam bagi para pembaca Novel Sang Alkemis mengenai tokoh utama novel ini dan diharapkan dapat memberi semangat dan motivasi untuk berjuang mewujudkan mimpi para pembacanya.


(32)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Novel Sang Alkemis 1) Latar Belakang Penulis

Pada sub bab ini kita akan melihat latar belakang Paulo Coelho, pandangan-pandangan hidupnya, dan bagaimana kedua hal tadi memberi pengaruh pada buku-buku yang ia hasilkan. Meskipun, menurut Hardjana (1981) nilai karya sastra bebas dan tidak tergantung dari proses penciptaan maupun penciptanya sendiri, ada baiknya kita mengetahui sedikit perjalanan hidupnya untuk melihat relevansi antara karyanya dengan kehidupan yang ia jalani.

Menurut Patricia Martin (2002) yang menulis biografi Paulo Coelho dalam paulocoelho.com, Paulo lahir dari keluarga kelas menengah di Brazil pada tanggal 24 Agustus 1947. Ayahnya seorang insinyur dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Orangtuanya menginginkan Paulo menjadi insinyur dan memaksanya membenamkan diri dalam buku-buku teknik. Sebagai seorang anak yang memiliki jiwa yang bebas Paulo menentangnya karena ia lebih tertarik menjadi seorang penulis. Berbagai tindakan ekstrim yang dilakukan oleh Paulo bahkan sampai membuatnya keluar masuk penjara karena menentang diktatorisme pemerintah adalah jalan yang ia pilih yang sesuai dengan keyakinannya pada masa itu.


(33)

Perjalanan hidup yang penuh dengan perjuangan pada akhirnya mengantarnya menjadi seorang penulis sesuai seperti yang ia inginkan.

Saat berumur 7 tahun Paulo masuk sekolah Jesuit San Ignacio di Rio de Janeiro, namun ia tidak menyukai kewajiban dan rutinitas religius di sana termasuk berdoa dan pergi ke misa. Untunglah sekolah tersebut memberikan keringanan bagi dirinya. Paulo diperbolehkan menghabiskan waktunya di koridor sekolah untuk menulis, dan ini adalah kegiatan yang benar-benar ia sukai. Paulo memenangkan hadiah sastra pertama di kompetisi puisi sekolah. Bahkan, saudara perempuannya bercerita bagaimana ia memenangkan penghargaan essay dengan mengumpulkan karya Paulo yang telah dibuang ke tong sampah (Martin, 2002).

Bakat dan keinginan Paulo untuk menjadi seorang penulis tidak didukung oleh orangtuanya. Paulo dipaksa mengubah minatnya dan mewajibkannya membaca literatur yang berhubungan dengan dunia teknik. Kekerasan pendirian orangtuanya menimbulkan semangat pemberontakan dalam diri Paulo. Hal ini ditandai dengan kelakuannya yang menentang peraturan keluarganya. Ayahnya menganggap tingkah lakunya sebagai gejala sakit mental sehingga pada usia 17 tahun Paulo telah dua kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa, dimana ia mendapat beberapa sesielectroconvulsive therapy(Martin, 2002).

Tidak lama kemudian Paulo bergabung dengan grup teater dan mulai bekerja sebagai jurnalis. Pada saat itu di kalangan keluarga kelas menengah di Brazil, teater dianggap sebagai tempat yang rawan dengan


(34)

tindakan-tindakan tidak bermoral. Kekhawatiran orangtua Paulo muncul lagi dan ketakutan mereka membuat mereka melanggar janji untuk tidak mencampuri kehidupannya lagi. Untuk ketiga kalinya orangtua Paulo memasukannya ke RSJ. Ketika keluar dari sana, ia sama sekali tidak menunjukkan perubahan sikap ke arah yang lebih positif. Paulo bahkan lebih putus asa, bingung, tertutup dan hidup dalam dunianya sendiri. Dalam keputusasaan, orangtuanya memanggil dokter lain yang memberitahu mereka bahwa Paulo tidak gila dan tidak seharusnya berada di RSJ (Martin, 2002).

Setelah periode ini Paulo kembali ke studinya dan pada saat itu kelihatannya dia telah mengikuti keinginan orangtuanya. Namun, tidak lama sesudah itu dia dikeluarkan dan kembali ke teater. Ini terjadi di tahun 60an, dimana gerakan hippi meledak di seluruh dunia termasuk di Brazil yang pada saat itu dikuasai oleh rezim militer yang represif. Sebagai seoranghippi, Paulo berambut panjang dan berjanji tidak akan membawa kartu identitasnya. Dia menggunakan obat-obatan dan memiliki keinginan untuk hidup sebagai hippi seutuhnya. Namun gairahnya untuk menulis tetap ada, bahkan mengantarnya untuk memulai membuat sebuah majalah yang sempat diterbitkan dua kali (Martin, 2002).

Pada masa ini, musisi dan komposer Raul Seixas mengundang Paulo menulis lirik untuk lagu-lagunya. Rekaman kedua mereka sukses besar dan terjual lebih dari 500.000 kopi. Untuk pertama kalinya Paulo memiliki banyak uang dan kerjasama ini berlanjut sampai tahun 1976.


(35)

Pada tahun 1973, Paulo dan Raul menjadi bagian dariAlternative Society, sebuah organisasi yang menentang ideologi kapitalis. Mereka membela hak individu untuk melakukan apa yang disukai, dan pada masa ini mereka juga memprakktekan ilmu hitam. Selama periode ini mereka mulai mempublikasikan Kring-ha, sebuah komik lembaran berseri yang mengajak pembacanya untuk memperoleh kebebasan lebih dari yang selama ini mereka peroleh dari pemerintah. Pemimpin-pemimpin yang ditaktor menyadari tindakan ini sebagai gerakan bawah tanah sehingga memerintahkan penangkapan dan memasukkan Paulo dan Raul ke dalam penjara. Raul segera dibebaskan, tetapi Paulo ditahan lebih lama karena dia adalah ‘otak’ di balik komik tersebut. Permasalahannya tidak berhenti sampai di situ. Paulo kembali ditangkap hanya dua hari setelah kebebasannya karena terlihat berada di jalanan, dan mendapat siksaan dari fihak militer selama beberapa hari. Dia terselamatkan dari kematian dengan mengatakan pernah gila dan masuk RSJ tiga kali. Paulo mulai menyakiti diri sendiri di hadapan penculiknya, dan pada akhirnya mereka berhenti menyiksanya dan membiarkan Paulo pergi (Martin, 2002).

Pengalaman ini memberikan kesan yang mendalam pada dirinya, sehingga pada umur 26 tahun Paulo memutuskan bahwa dia sudah memiliki cukup pengalaman hidup dan ingin menjalani hidup seperti kebanyakan orang. Dia mendapatkan pekerjaan pada perusahaan rekaman Polygram dan kemudian menikah. Pada tahun 1977 Paulo dan istrinya pindah ke London. Paulo membeli mesin ketik dan mulai menulis, tanpa


(36)

banyak mendapatkan sukses. Tahun berikutnya dia kembali ke Brazil, dimana dia bekerja sebagai eksekutif untuk perusahaan rekaman lain, CBS. Ini hanya berlangsung tiga bulan, setelah itu dia berpisah dari istrinya dan meninggalkan pekerjaannya. Pernikahan kedua Paulo terjadi pada tahun 1979 (Martin, 2002).

Bagi Paulo Coelho, kisah hidup yang berat belum cukup untuk benar-benar merasakan hidup yang utuh. Paulo Coelho sendiri mengatakan bahwa pada saat itu, meskipun telah mengetahui bahwa menulis adalah sesuatu yang benar-benar ia inginkan tapi Paulo tidak pernah berani untuk menulis buku. Pada saat ia berumur 38 tahun, ia telah memiliki segalanya, cinta, uang, rumah dan pekerjaan, tapi itu semua belum mewujudkan impiannya untuk menjadi seorang penulis. Paulo hanya berani berangan-angan dengan konsep itu. Dia telah menulis lirik untuk lagu, artikel untuk surat kabar dan skrip untuk televisi, tapi tidak pernah berani untuk menulis buku. Paulo tidak ingin mengungkapkan dirinya dengan menulis buku.

Impian Paulo kembali mengusik dirinya ketika pasangan ini mengunjungi beberapa negara di Eropa. Berawal di Jerman ketika mereka mengunjungi kamp konsentrasi di Dachau. Di sana Paulo mendapat penglihatan dimana ada pria menampakkan diri kepadanya. Dua bulan kemudian dia bertemu pria yang sama di cafe di Amsterdam dan menghabiskan waktu yang panjang berbicara dengannya sehingga mengubah pandangannya. Pria itu, yang identitasnya tidak pernah diungkapkan oleh Paulo, menyarankan dia harus kembali ke ajaran Katolik


(37)

dan melakukan perjalananRoad to Santiagoyaitu sebuah rute ziarah abad pertengahan antara Perancis dan Spanyol (Martin, 2002).

Apa yang menjadi titik balik dalam hidupnya sehingga memutuskan untuk menulis buku adalah ziarah ini. Pada saat itu dia bergabung dengan persaudaraan RAM singkatan dari Regnus Agnus Mundi, tetapi di kesempatan lain Paulo juga menyebut RAM sebagai Rigour, Adoration, Mercy, yaitu sebuah golongan kebatinan dengan akar Katolik yang didirikan pada tahun 1492. RAM mempelajari bahasa simbol dengan sistem pengajaran secara oral. RAM tidak memiliki pemimpin, tidak mempunyai pengetahuan gaib dan prinsip dasarnya adalah orang belajar dengan mengambil langkah maju. Pada saat dia bergabung dengan RAM, Paulo telah mengetahui tentang ziarah tersebut dan teman-temannya di RAM menganjurkan untuk mengikutinya. Pada awalnya Paulo merasa itu adalah ide yang aneh dan membuang-buang waktu, karena ia harus berjalan kaki sejauh 700 km. Namun, dengan bujukan dari istrinya akhirnya Paulo memutuskan untuk melakukannya (Coelho, ; Martin, 2002).

Pengalaman Paulo selama melakukan ziarah Road to Santiago akan dijabarkan lebih lanjut karena ziarah ini adalah titik balik dalam hidupnya dan sangat mempengaruhi karyanya, termasuk Sang Alkemis. Ziarah ini adalah perjalanan yang berat dan membutuhkan waktu 56 hari untuk menyelesaikannya. Paulo mengungkapkan bagaimana ia merasa tanah lapang yang ia lalui terasa seperti gurun, panas, berdebu dan tandus.


(38)

Makanan yang tersedia juga sangat minim, dan hari-hari terasa panjang dan melelahkan. Ia mendapatkan pelajaran yang dipetik selama melakukan perjalanan, yaitu ketika dalam perjalanan pengalaman harus dipraktekkan dalam tindakan sebagai wujud dari kelahiran kembali.

Paulo berhadapan dengan situasi yang sama sekali baru, hari berlalu lebih lambat, dan kesulitan bahasa karena ia berada di daerah yang asing. Dia mengumpamakan situsi ini seperti anak yang baru keluar dari rahim ibunya. Sejak saat itu Paulo merasa semua hal adalah baru dan melihat keindahan dalam setiap hal yang ia temui sepanjang jalan, dan memiliki perasaan gembira karena telah hidup.

Menurut Paulo, ziarah relijius selalu menjadi satu dari banyak jalan yang obyektif dalam mencapai pengertian dan pemahaman tentang kehidupan, karena kita jauh dari hari-hari yang penuh konflik dan rutin dalam hidup kita, sehingga kita dapat melihat banyak hal dengan lebih jelas. Dalam menempuh tujuan hidup kita adalah hal yang vital untuk memberi perhatian pada jalan yang kita lalui. Dengan demikian kita belajar dari jalan yang kita tempuh dan diperkaya olehnya.

Paulo menyarankan untuk melakukan ziarah ini sendiri karena dengan demikian menjauhkan kita dari sistem support yang biasa kita terima, dan itu adalah salah satu keuntungan yang kita peroleh. Kita diberi tenaga untuk lebih waspada dan emosi kita lebih terungkap.

Selama ziarah yang dilakukannya, semakin jelas kelihatan bahwa dia tidak bahagia sehingga harus melakukan sesuatu mengenai itu, dan


(39)

berhenti membuat alasan. Tetapi, ketika Paulo pertama kali kembali dari perjalanan terjadi anti klimaks. Paulo menemukan bahwa berat untuk menyesuaikannya ke kehidupan normalnya dan ia tidak sabar untuk segera mengubah hidupnya. Tetapi perubahan terjadi ketika Paulo sudah siap. Membutuhkan beberapa bulan untuk menyadari bahwa dia semata-mata harus berkonsentrasi untuk menulis buku, daripada mencoba memenuhi peraturan-peraturan yang telah dia buat sebelumnya.

Mengikuti ziarah menimbulkan kembali kesadaran itu, tetapi menurut Paulo kita tidak harus mengikuti ziarah Road to Santiago untuk mendapatkan kesadaran itu. Hidup itu sendiri adalah sebuah ziarah. Setiap hari adalah berbeda, setiap hari memiliki momen ajaib, tapi kita tidak melihat hal itu. Kita masih melihat hidup itu membosankan dan penuh rutinitas. Sesungguhnya kita semua dalam ziarah meskipun kita menyukainya atau tidak, dan tujuan akhirnya adalah kematian. Menurut Paulo kita harus mendapatkan sebanyak mungkin yang kita bisa dari perjalanan, karena pada akhirnya perjalanan itulah yang kita miliki. Tidak masalah apa yang kita kumpulkan, apakah itu harta benda atau materi lainnya, karena bagaimana pun juga kita akan mati, jadi mengapa tidak hidup. Ketika kita menyadari bahwa kita dapat menjadi berani dan bahwa hal pertama yang harus diambil dari pencarian spiritual adalah mengambil resiko.


(40)

Ada kalanya peristiwa-peristiwa dalam karya sastra dianggap mempunyai hubungan dengan peristiwa sejarah yang menyangkut kehidupan pengarangnya (Hardjana, 1981). Apa yang tertulis dalam Sang Alkhemis tentu saja merupakan hasil imajinasi Paulo Coelho dipadukan dengan pengalaman pribadinya sebagai manusia. Seorang penulis tentu ingin setiap pembacanya menangkap ide yang ingin disampaikan melalui karyanya, meskipun belum tentu setiap pembaca memiliki pemahaman yang sama dari karya yang ia baca. Dalam situs resminya paulocoelho.com kita akan menemukan bahwa Paulo, sebagai seorang yang banyak makan asam garam kehidupan, ingin membagi apa yang ia alami melalui buku-buku yang ditulisnya kepada pembacanya. Setiap kisah yang ia tuangkan menjadi sebuah novel memuat sebagian dari kisah hidupnya.

Paulo Coelho (2004) menyatakan bahwa menulis adalah caranya berbicara tentang apa yang ingin dia ungkapkan mengenai bagian dari dirinya pada saat itu. Oleh karena itu lebih lanjut kita akan melihat sejauh mana Paulo melibatkan dirinya dalam karyanya Sang Alkemis, yang merupakan buku keduanya.

Berdasarkan judulnya, Sang Alkemis secara harafiah berarti seorang ahli alkemi. Dalam crystalinks.com, Alkemi adalah ilmu kuno yang muncul 8 abad sebelum masehi, dengan tujuan utama menemukan rahasia memperpanjang usia dan mengubah logam menjadi emas. Pada zaman sekarang kita mengenal alkemi sebagai ilmu kimia. Alkemi


(41)

adalah bagian dari tradisi yang berbau misteri dan mistik dari dunia barat yaitu Eropa, dan timur, termasuk Arab, India dan Cina. Alkemi bekerja pada dua level, keduniaan dan spiritual. Pada level keduniaan, para alkemis mencari proses fisik untuk mengubah logam menjadi emas. Pada level spiritual, para alkemis bekerja untuk memurnikan diri mereka sendiri dengan menyingkirkan ‘dasar’ materi dari dalam diri dan meraih ‘emas’ pencerahan. Pada zaman renaissance banyak alkemis yang percaya bahwa pemurnian spiritual penting untuk mampu merubah logam menjadi emas. Para alkemis sangat percaya pada mimpi, inspirasi dan visi mampu membimbing dalam penyempurnaan hasil karya mereka. Untuk melindungi rahasia, mereka menyimpan catatan harian yang dipenuhi dengan simbol-simbol misterius daripada catatan berupa kata-kata Alkemi hanya diketahui oleh beberapa orang saja. dan memiliki kekuatan untuk mengubah kesadaran dan menghubungkan jiwa manusia pada Tuhan.

Dalam novel ini kita akan menemui tokoh utama yang tampil dalam diri seorang bocah yang menentang keinginan ayahnya. Ia memutuskan keluar dari seminari, yaitu sebuah sekolah yang dikhususkan bagi para calon pastur, memilihmenjadi gembala agar dia dapat melihat dunia di luar desanya. Melihat masa kecil dan remaja Paulo, maka kita akan menemui hal yang sama, yaitu seorang pemberontak yang tidak pernah menuruti keinginan ayahnya menjadi insinyur. Paulo memiliki jiwa yang bebas. Ide kebebasan ini ia


(42)

tuangkan dalam Sang Alkemis. Santiago digambarkan memiliki jiwa yang sangat bebas dan merasa jika ia menghabiskan hidupnya di seminari maka ia akan kehilangan identitasnya sebagai individu. Kegemaran Paulo membaca dan keinginan menulis dalam dirinya juga dimiliki oleh Santiago yang gemar membaca dan memiliki keinginan untuk menjadi seorang penulis. Tokoh utama yang juga seorang Katolik juga merupakan cerminan dari diri Paulo yang juga seorang Katolik. Kekatolikan Paulo juga sangat tampak disaat dia menuangkan ilmu yang ia dapat di RAM dalam karyanya yang sarat dengan bahasa simbol. Paulo mengajak pembacanya untuk peka terhadap pertanda, seperti Santiago, untuk dapat terus berjalan mewujudkan mimpinya. Dengan adanya simbol dan pertanda di sekeliling Santiago, Paulo hendak menyatakan tidak ada sesuatu yang kebetulan, yang ada adalah petunjuk dari Tuhan agar Santiago semakin peka dengan alam dan mampu berkomunikasi dengan hatinya agar terus berjuang mewujudkan mimpi yang berasal dari hatinya. Paulo juga manggabungkan karyanya dengan kisah-kisah yang ia kutip dari kitab suci maupun legenda yang terus hidup di antara umat manusia. Dalam Sang Alkemis ia mengangkat cerita perwira yang kata-katanya masih digunakan dalam perayaan misa umat Katolik sampai sekarang, beberapa ayat dalam Alkitab yang dinarasikan oleh tokoh dalam novelnya, juga tokoh dalam perjanjian lama yang juga ia masukkan dalam novel ini, yaitu


(43)

Mechizedek, yang dikenal sebagai imam agung yang mengikat perjanjian dengan Abraham dalam Perjanjian Lama.

Sama seperti Paulo yang menunaikan sebuah ziarah panjang dan berat baru kemudian berani menulis sebuah buku, demikian pula halnya dengan Santiago. Setahun bekerja di toko kristal dan melintasi gurun yang luas adalah ziarah yang panjang dan berat bagi dirinya. Santiago berhadapan dengan hari-hari yang penuh gerutuan dari pemilik toko, Bahasa Arab yang asing, dan penolakan atas ide-idenya meskipun untuk kebaikan toko itu sendiri. Di gurun ia menhadapi bahaya perang dan belajar berkomunikasi dengan onta bahkan dengan angin. Namun, Santiago yakin sebagaimana ia mampu menaklukkan toko kristal dengan mengubah toko kecil yang tidak laku menjadi toko kristal yang besar dan menghasilkan banyak uang, mampu menguasai Bahasa Arab, maka ia pun akan mampu menaklukkan dunia.

Sama seperti Paulo, Santiago bukanlah orang yang akan menjadi miskin dan tidak berguna jika tidak mengejar mimpinya. Paulo Coelho adalah penulis terkenal, kaya dan punya istri yang mencintainya. Santiago sendiri setelah bekerja di toko kristal punya cukup uang untuk membeli domba yang lebih banyak, surat izin mendatangkan barang dari Afrika yang memungkinkannya menjadi pedagang yang sukses. Namun, keduanya tahu pasti akan ada yang kurang dalam hidup mereka. Mereka memutuskan tidak ada salahnya mencoba, berani menuruti kata hati, mengambil tindakan yang penuh resiko.


(44)

Dalam Sang Alkemis dikisahkan Santiago bepergian ke banyak tempat, tidak hanya karena ia memang seorang gembala yang melintasi berbagai daerah untuk menggiring kawanan dombanya tetapi juga berkelana ke negara lain untuk mengejar mimpinya. Paulo dapat menampilkan daerah-daerah tersebut dengan detail, baik itu bagaimana gambaran lokasinya, bagunan-bangunan yang ada di sana, tiupan angin dan aroma udara di sana, gambaran fisik penduduknya, kebiasaannya, bahkan bagaimana jika seorang asing berada di sana. Kemampuan ini tidak lepas dari bekal pengetahuan yang luas mengenai tempat-tempat yang pernah ia kunjungi, yaitu Meksiko, Eropa, dan Afrika Utara.

Diantara banyak tempat yang ia gunakan sebagai setting, Paulo secara khusus memakai gurun sebagai tempat yang paling banyak mengambil peran dalam novel ini. Dalam sebuah wawancara Paulo menyatakan saat ia kecil memiliki buku yang sangat berkesan, yaitu The Arabian Night. Ketertarikannya pada buku ini ia tuangkan kembali dalam Sang Alkemis, dimana kita menemukan Paulo mengupas kehidupan orang Arab di gurun dengan perang antar suku, adat-istiadatnya, dan kehidupan di oasis.

Pengalaman Paulo tumbuh dalam keluarga yang patrilineal. Otoritas seorang ayah yang besar dalam hidup Paulo juga sangat mempengaruhi cerita dalam novelnya. Dalam Sang Alkemis, kehidupan patrilineal juga dianut oleh para suku di gurun, dimana para wanita diposisikan sebagai fihak yang menunggu, dan para pria adalah tulang


(45)

punggung keluarga yang mencari nafkah, dan berperang mempertahankan wilayah kekuasaan mereka.

Paulo beberapa kali mengangkat sosok pria yang lebih tua dalam novel ini, yaitu ayah Santiago yang ingin anaknya menjadi biarawan, raja tua Melchizedek, pemilik toko kristal di Tangier dan Sang Alkemis sendiri yang menuntunnya menuju Piramida. Kehadiran tokoh-tokoh ini memegang peranan penting, sama seperti banyak pria yang juga memiliki peran penting dalam kehidupan Paulo, termasuk ayahnya sendiri yang sangat menginginkan ia menjadi seorang insinyur. Melchizedek yang tampil sebagai raja tua misterius yang pada akhirnya berhasil meyakinkan Santiago untuk terus melanjutkan perjalanannya, merupakan gambaran pria yang menghampirinya, yang hadir dalam penglihatan yang ia alami di kamp konsentrasi di Dachau, Jerman. b. Kaitan Kehidupan Paulo Coelho dengan Novel-novelnya yang Telah

Diterbitkan di Indonesia.

Tentu saja tidak semua sisi kehidupannya sebagai manusia ia tuangkan dalam Sang Alkemis. Buku lain yang memiliki tema berbeda adalah jalan bagi Paulo untuk mengungkapkan sisi lain dari dirinya. Oleh karena itu, kita akan melihat tema-tema apa saja yang muncul dalam buku-bukunya dan pengalaman hidup apa saja yang ia kembangkan dalam hasil karyanya.

The Pilgrimage adalah buku pertamanya yang menjelaskan pengalaman Paulo selama menjalani ziarah Road to Santiago. Paulo


(46)

menyadari selama ini ia telah mengabaikan mimpinya menjadi seorang penulis novel, dan ia juga belajar untuk lebih menjalani tiap hari dengan memanfaatkan waktu yang ada dengan melakukan hal-hal yang berguna. Kehidupannya sebagai orang biasa telah berubah semenjak ia mengikuti ziarah tersebut.

Sebagai seorang Katolik, Paulo juga menampilkan tokoh utama yang beragama Katolik dalam novel-novelnya, diantaranya The Devil and Miss Prym, By the River Piedra I Sat Down and Wept, dan The Zahir.DalamBy the River Piedra I Sat Down and Wept, agama Katolik dikupas lebih dalam. Ini dapat dilihat dari bagaimana Paulo mengupas keberadaan Katolik Kharismatik, bahasa roh, dan Bunda Maria. Selain menampilkan tokoh utama yang beragama Katolik, Paulo juga secara berani mengisahkan kehidupan Elia yang dikenal sebagai nabi besar dalam Alkitab di novelnya,The Fifth Mountain.

Tema keluarga yang ingin anaknya menjadi sama dengan orangtuanya, baik itu profesi maupun pemikiran mendapat tempat pada beberapa tema novel Paulo Coelho. Dalam Veronica Decides to Die, Paulo mengisahkan bagaimana Eduard dimasukkan oleh ayahnya yang seorang duta besar ke RSJ karena hendak menjadi seniman. Dengan Veronica Decides to Die,Paulo mendapat banyak perhatian dari publik. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya tanggapan dari pembacanya yang menyatakan memiliki pengalaman yang sama seperti kisah yang ia tuturkan dalam Veronica Decides to Die. Novel ini menggugah


(47)

masyrakat sehingga Kongres Brazil menetapkan hukum yang melarang kesewenang-wenangan dalam perawatan di rumah sakit. Seperti yang telah dijabarkan di atas, Paulo pernah dianggap mengalami gangguan jiwa oleh orangtuanya sendiri sehingga dimasukkan ke RSJ. Pengalaman Paulo selama menempati RSJ kembali ia tuangkan di novel ini.

Dalam novelnya The Zahir, Paulo mengisahkan kehidupan seorang pria yang kalut karena ditinggal oleh istrinya. Tentu saja pembaca setianya yang pernah membaca biografi dan wawancara-wawancara Paulo, akan menyadari bahwa di buku ini Paulo mengungkapkan banyak sekali bagian dari dirinya meskipun buku ini bukan sebuah otobiografi.

Tema-tema yang banyak muncul di buku-bukunya adalah mengenai orang yang mengejar mimpi, orang yang berani mencoba sesuatu yang baru meskipun tampak mustahil dan tidak semua orang mendukung apa yang ia lakukan. Tokoh Nabi Elia dalam The Fifth Mountain yang dikejar dan akan dibunuh di negerinya sendiri, yaitu Israel karena menyampaikan pesan dari Tuhan. Namun, karena isteri Raja Israel pada saat itu adalah seorang penyembah berhala maka keberadaan Elia sebagai perantara Tuhan dianggap sebagai ancaman. Elia yang hampir pesimis dengan tugas perutusannya sebagai nabi akhirnya mampu menyelesaikan tugasnya meskipun harus melewati banyak penderitaan. Tokoh Nona Prym dalamThe Devil and Miss Prym adalah gambaran seorang wanita desa yang ingin keluar dari kehidupan


(48)

desanya, meskipun penduduk desanya sendiri menganggap kehidupan di desa mereka adalah kehidupan yang sempurna dan tenang, bahkan para pendatang dari kota ingin menetap di sana karena kota kecil tersebut sangat tenang, jauh dari kebisingan seperti di kota besar. Dalam Veronica Decides to Die, dikisahkan seorang anak duta besar yang dianggap menderitaschizophrenia, yaitu gangguan pada kehidupan emosional dan afektif (Chaplin, 2002), karena sangat menyukai melukis dan mengatakan telah melukis surga. Anak duta besar tersebut tidak begitu saja menyerah dengan keinginan orang tuanya yang sangat tidak setuju dengan minat seninya. Ia terus melukis meskipun pada akhirnya itu membawanya masuk ke dalam RSJ.

Dari semua tema yang Paulo munculkan dalam hasil karyanya tampak Paulo sangat percaya pada sisi positif manusia, kemampuan untuk berkembang lebih baik, bahkan mencapai mimpinya, asal mau berjuang, bekerja keras, dan keluar dari area nyaman yang selama ini telah dia tempati. Paulo juga sangat menekankan pentingnya mendengar suara hati karena suara hati selalu mengatakan yang benar dan membimbing manusia untuk hidup di dunia sesuai dengan kehendak Tuhan. Paulo juga menekankan tidak perlu takut untuk berjuang karena alam sendiri akan membantu manusia yang berjuang mencapai mimpinya.

c. Karya-karya yang telah dihasilkan oleh Paulo Coelho dalam santjordi-asociados.com adalah:


(49)

1) The Pilgrimage(The Diary of Magus)(1987), ini adalah buku pertama yang merupakan hasil kerja keras Paulo dengan mengambil tema ziarah yang telah ia lakukan.

2) The Alchemist (1988), sebuah kisah perjuangan seorang anak gembala untuk mewujudkan mimpinya, meskipun itu terdengar mustahil bagi kebanyakan orang.

3) Brida (1990), cerita nyata tentang seorang wanita yang bernama Brida O’Fern dan perjalanannya melewati tradisi penyembah berhala Wicca. Buku ini juga membawa pesan bahwa cinta adalah satu-satunya jalan untuk menjembatani jalan menuju dunia spiritual. Cinta membuat kita menjadi lebih baik dari yang sebelumnya.

4) The Gift (1991), Paulo menulis tentang bakat yang dibawa oleh setiap orang dalam dirinya.

5) The Valkyries (1992), buku ini membawa pesan yang sangat kuat mengenai memaafkan masa lalu kita dan percaya pada masa depan kita. 6) Maktub (1994), merupakan kumpulan cerita bijaksana dari berbagai

budaya. Menurut Paulo Maktub bukan sebuah buku nasihat melainkan buku yang berisi pertukaran pengalaman.

7) By the River Piedra I Sat Down and Wept (1994), di buku ini Paulo mengeksplorasi sisi feminimnya.

8) The Fifth Mountain (1996), kisah perjuangan seorang nabi besar bernama Elia yang ditolak di negerinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga menjalani tugas perutusannya sebagai nabi.


(50)

9) The Manual of the Warrior of Light (1997), sebuah kumpulan pemikiran filosofis yang menolong kita menemukan bahwa dalam diri kita terdapat keberanian untuk berjuang. Buku ini menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang yang membutuhkan peneguhan dalam perjuangan hidup di dunia.

10) Love Letters From a Prophet (1997), dalam buku ini Paulo mengungkapkan siapa yang berdiri di belakang Kahlil Gibran, seorang penulis termasyur di dunia yang oleh Paulo disebut The Prophet. Menurut Paulo, Kahlil Gibran telah membantu banyak orang untuk menemukan diri mereka yang otentik. Dengan meneliti korespondensi Kahlil Gibran dengan kekasihnya Mary Haskell, Paulo menemukan apa yang menjadi inspirasiThe Prophetdalam menghasilkan karya-karyanya yang indah.

11) Veronica Decides to Die (1998), kisah seorang wanita muda yang memutuskan untuk bunuh diri dan dimasukkan ke RSJ. Buku ini juga mengungkap bagaimana penghuni RSJ diperlakukan oleh dokter, perawat, dan keluarganya.

12) The Devil and Miss Prym (2000), buku yang menuturkan kehidupan seorang wanita muda yang ingin keluar dari desanya dan harus berhadapan dengan setan dan malaikat yang selalu ada di sisinya.

13) Eleven Minutes (2003), sebuah buku yang menuangkan pandangan Paulo Coelho mengenai seks.


(51)

14) The Zahir (2005), kisah seorang suami yang ditinggal istrinya yang menemukan dan mempelajari banyak hal dalam usaha menemukan istrinya.

15) Be Like the River Flow (2006), buku ini merupakan kumpulan dari tulisan-tulisan Paulo yang telah diterbitkan di surat kabar dan majalah di seluruh dunia. Buku ini berkisah tentang perjalanan hidup Paulo, cerita-cerita yang pernah ia ungkapkan, refleksi Paulo untuk setiap moment yang ia lalui dalam ‘sungai’ kehidupannya.

Paulo juga menulis buku edisi khusus untuk anak sekolah yaitu:

1) The Alchemist (2003), buku ini dibuat untuk siswa yang berusia 14 sampai 17 tahun. Novel edisi khusus ini disertai buku latihan untuk siswa dan buku panduan untuk guru. Ada latihan dan pertanyaan yang dibuat berdasarkan novel yang berbeda untuk setiap negara.

2) Veronica Decides to Die (2004), edisi sekolah untukVeronica Decides to Die secara khusus dibuat untuk guru dan siswa yang berumur 14 sampai 17 tahun. Novel ini disertai panduan membaca yang terdiri dari beberapa pertanyaan dan aktivitas dengan tujuan untuk membantu siswa memahami novel ini.

3) On the Seventh Day (2004), buku ini merangkum tema yang terkandung dalam trilogi novel yang telah ia terbitkan, yaitu By the River Piedra I Sat Down and Wept, Veronica Decides to Die,dan The Devil and Miss Prym. Dengan mengaitkan ketiga cerita ini Paulo percaya bahwa


(52)

kesempatan datang dalam waktu yang singkat. Novel ini mengajak pembacanya menguji keberanian, dan kemauan beradaptasi.

Buku anak-anak yang ditulis oleh Paulo adalah:

1) The Genie and the Roses (2004), merupakan kumpulan 24 dongeng popular yang biasa diceritakan oleh orangtua kepada anak-anaknya. 2) Father, Sons and Grandsons (2001), dalam buku ini terdapat

kegembiraan, cerita-cerita yang dramatis dan luar biasa. Cerita yang disajikan berasal dari legenda tradisional dan dongeng dari berbagai kultur. Termasuk cerita-cerita yang didasari pengalaman pribadi Paulo Coelho.

Paulo juga menulis sebuah buku seni yaitu:

1) Revived Paths(2005), buku ini berisi faksimil dari 40 manuskrip Paulo Coelho, ilutrasi denganserigraphiesoleh istrinya, Christina Oiticica. Buku biografi Paulo Coelho adalah:

1) The Survivor (Provisional Title) The Story of Paulo Coelho by Fernando Morais(2006). Buku ini ditulis oleh Fernando Morais, salah satu dari penulis biografi Brazil yang paling penting di kawasan America Latin. Morais terkenal dengan bakat dan kepekaannya dan telah menjadi jurnalis sejak 1961. Morais menggali kehidupan Paulo dengan menemani Paulo dalam turnya dan mewawancarai orang-orang yang berada di sekitar Paulo dari tahun 50an sampai tahun 2000.


(53)

Mereka termasuk mantan pacar, mantan istri, polisi yang terlibat dalam penahanan politiknya, dan dokter yang memberinya electocompulsive therapy.

2) Paulo Coelho: The Confession of a Pilgrim (1996). Buku ini ditulis oleh Paulo Coelho sendiri. Ia menawarkan pembaca kesempatan untuk menemukan cerita tentang kehidupan yang menginspirasi dan dramatik. Para kritikus buku di Brazil dalam wikimedia.org, mengatakan karya-karya Paulo berusaha untuk mengerjakan pertanyaan fundamental yang berkaitan dengan kondisi manusia, seperti kebaikan melawan kejahatan, kegembiraan dan keputusasaan, juga terang dan gelap. Karya-karya Paulo tidak lepas dari kritik. Para kritikus juga mengatakan Paulo sebagai pengarang yang bekerja terlalu simpel dan menghasilkan buku yang sama seperti self-help book.Beberapa bahkan menyebut novel-novelnya komersial dan berorientasi pada pasar.

1. Sinopsis

Santiago adalah seorang gembala muda dari Andalusia, sebuah daerah dengan padang rumput yang luas di Spanyol. Pada saat berjalan bersama domba-dombanya melintasi padang rumput ia mengalami mimpi yang sama. Mimpi itu terjadi setiap kali ia dan domba-dombanya bermalam di sebuah gereja tua yang hampir rubuh dengan pohon sikamor yang sangat besar tumbuh di sakristinya. Mimpi itu bercerita tentang harta terpendam yang akan ia temukan di Piramida. Rasa penasaran mendorong Santiago untuk menanyakan arti mimpi tersebut kepada seorang wanita gipsi penafsir mimpi.


(54)

Wanita itu mengatakan bahwa Santiago harus mencari harta tersebut ke Piramida di Mesir. Mendengar hal itu Santiago merasa semakin yakin bahwa itu hanyalah sebuah mimpi tanpa arti. Terlebih karena Mesir terletak di Afrika yang merupakan negeri asing.

Di tengah keraguannya Santiago bertemu dengan Melchizedek, seorang raja tua misterius dengan pakaian bertabur batu mulia yang pada awalnya sangat mengganggu dirinya. Namun, raja tua ini mampu melakukan hal-hal ajaib dan meyakinkannya bahwa mimpi itu adalah legenda pribadinya, mimpi yang harus ia wujudkan karena itu akan membuatnya bahagia.

Melchizedek sebagai utusan Tuhan yang mengemban tugas meneguhkan langkah setiap orang yang ingin mencapai legenda pribadinya. Ia membekali Santiago dengan pengetahuan tentang alam, kepekaan terhadap pertanda dan dua batu yang akan membantunya mengambil keputusan. Dua batu yang diberikan Melchizedek disebut Urim untuk yang berwarna hitam, dan Thummim untuk yang berwarna putih. Kedua batu ini boleh digunakan oleh Santiago jika ia tidak bisa membaca tanda-tanda. Batu hitam berarti iya, sedangkan batu putih berarti tidak.

Keputusan untuk pergi ke Mesir tidaklah mudah bagi Santiago karena ia harus meninggalkan pekerjaannya sebagai gembala yang sangat ia cintai. Menjadi gembala adalah pilihannya sendiri, menentang keinginan ayahnya yang ingin agar ia menjadi pastur. Itu juga berarti dia harus meninggalkan domba-domba yang telah mengajarkan banyak hal dan melupakan perjumpaan dengan gadis pujaannya yang telah ia nantikan. Pergi ke Mesir


(55)

berarti ia akan berada di tempat baru yang asing, dan harus berjuang sendiri untuk menemukan hartanya. Namun, Melchizedek dengan kepiawaiannya mampu memberikan semangat dan keyakinan kepada Santiago untuk berani melakukan perjalanan panjang untuk mewujudkan Legenda Pribadinya. Ia juga meyakinkan bahwa dalam mewujudkan mimpinya tersebut Santiago akan dituntun oleh pertanda yang merupakan petunjuk dari Tuhan sehingga ia tidak akan kehilangan arah.

Dalam perjalanannya menuju Piramida Santiago menghadapi beberapa rintangan. Ketika baru melangkahkan kaki di Afrika, ia ditipu oleh penduduk setempat yang mengambil semua uangnya. Terdampar di negri orang tanpa uang membuat Santiago pesimis akan tujuan awalnya datang ke Afrika. Ia merasa telah melakukan tindakan bodoh demi sebuah mimpi. Mau tidak mau ia harus bekerja di toko kristal yang hampir bangkrut selama hampir setahun untuk mengumpulkan uang agar bisa kembali ke negerinya dan menjadi gembala lagi, karena ia sendiri sudah kehilangan keyakinan mampu menemukan hartanya. Santiago bertambah pesimis setelah tahu bahwa piramida itu terletak di Mesir yang ternyata terletak ribuan kilometer gurun dari Tangier, tempat ia berada sekarang. Bahkan jika ia ingin ke Mesir ia harus bekerja keras di toko kristal karena biaya ke sana sangat mahal.

Bekerja di toko kristal bukanlah hal yang mudah. Ia harus mengambil hati pria tua yang memiliki toko tersebut, belajar Bahasa Arab dan berani mengutarakan ide yang nantinya membawa toko itu kembali ke masa jayanya. Namun, pertanda tidak pernah diam. Meskipun ia telah bertekad akan


(56)

menggunakan uang hasil bekerjanya di toko kristal untuk membeli lebih banyak domba dan kembali menjadi gembala, pertanda membawa dia kembali untuk terus berjalan menemukan harta karunnya yang merupakan tujuan utama dari perjalanannya ke Mesir.

Dalam perjalanannya melintasi gurun yang penuh bahaya bersama rombongan karavan, ia bertemu dengan seorang ahli kimia yang berkebangsaan Inggris. Pria ini bercerita tentang seorang pria di oasis yang mampu mengubah logam menjadi emas dan pria tersebut disebut sang alkhemis. Pertemuannya dengan orang Inggris, perbincangannya dengan orang-orang Arab di karavan, kesunyian sepanjang perjalanan, bahaya perang yang selalu mengintai, gurun yang terhampar luas seolah tanpa batas, justru memberi kekuatan baru bagi Santiago untuk meneruskan perjalanannya mencari harta terpendam. Gurun ternyata mampu memberi banyak pelajaran berharga bagi Santiago. Melalui gurun ia semakin memperdalam kemampuannya untuk membaca pertanda, mempelajari bahasa gurun dan bahasa buana. Sang alkemis yang dibicarakan oleh orang Inggris tadi tidak lain adalah pembimbing Santiago yang akan menularkan ilmunya sebelum akhirnya Santiago sendiri akan berjuang untuk menyelesaikan pencarian harta karunnya.

Ketika rombongan karavan sampai di oasis, Santiago jatuh cinta dengan seorang gadis Arab yang bernama Fatima. Santiago mengetahui bahwa Fatima adalah pasangan hidupnya begitu bertemu untuk pertama kalinya. Pada saat ia berada di oasis ia juga mengalami saat-saat yang kritis, ketika ia


(57)

mendapat tawaran menjadi penasihat oasis dikarenakan kemampuannya membaca pertanda bahaya. Kemampuannya ini membuatnya menyelamatkan seluruh penduduk oasis. Tawaran untuk menjadi penasihat oasis juga berarti kesempatan untuk dapat segera mempersunting Fatima dan hidup serba berkecukupan. Hal ini tentu saja dapat menjadi salah satu peristiwa yang mampu menghentikan langkahnya untuk mencapai legenda pribadinya. Sementara itu pertemuan dan perkenalan dengan sang alkemis, membuatnya semakin memperdalam dan mengetahui banyak hal tentang pertanda, legenda pribadi dan kapasitas yang sebenarnya dimiliki oleh setiap orang untuk mewujudkannya. Sang alkemis meyakinkan Santiago bahwa cinta tidak pernah menjadi penghalang bagi seseorang untuk berjuang menggapai mimpinya. Justru cinta akan memberi semangat dan alasan bagi seseorang untuk berjuang. Jika cinta itu sejati maka ia akan tetap berada di sana untuk menunggu, jika tidak maka cinta itu akan hilang.

Berkuda berdua bersama sang alkemis melintasi gurun merupakan perjuangan tersendiri bagi Santiago yang bergulat dengan hatinya. Santiago merasa terkadang hatinya adalah penghianat, hanya diam, terus mengingatkannya pada Fatima dan tidak meneguhkan dirinya untuk mengejar mimpinya. Pergolakkan hatinya membuat Santiago belajar berkomunikasi lagi dengan hatinya agar mampu mengatur langkahnya menuju mimpinya. Sang alkemis membimbingnya, menempatkan Santiago dalam posisi sulit yang justru membuatnya mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk mampu berbicara dengan Tuhan. Namun, Sang alkemis tidak menemaninya sampai


(58)

akhir perjalanan. Ia membiarkan Santiago menuntaskan perjalanan menggapai legenda pribadinya seorang diri.

Pada saat Santiago berhadapan dengan Piramida, ia sangat gembira. Ia langsung menggali pasir berjam-jam berharap menemukan harta karun yang telah ia cari dengan penuh perjuangan. Penggalian itu tampak sia-sia apalagi setelah ia dipukuli oleh sekelompok perampok. Pemimpin perampok itu menertawakan Santiago setelah tahu bahwa ia menggali pasir untuk menemukan harta karun yang ia lihat di mimpinya yang berulang. Pria itu mengatakan bahwa ia juga pernah mengalami mimpi berulang. Mimpi itu menggambarkan jika ia berkelana di ladang-ladang Spanyol mencari sebuah gereja rusak yang dipakai gembala bermalam bersama domba-dombanya, dengan pohon sikamor yang tumbuh di tengah sakristinya dan menggali akar pohon itu, maka ia akan menemukan harta terpendam. Pria itu kemudian melanjutkan bahwa ia tidak bodoh dengan menyebrangi gurun demi mimpi yang berulang. Segera setelah berkata demikian para perampok itu menghilang.

Santiago tersenyum lega, pencariannya tidak sia-sia. Ia tahu dimana menemukan hartanya. Harta yang merupakan perwujudan legenda pribadinya, yang akan melengkapi hidupnya dan membuatnya bahagia. Harta itu selama ini ada di dekatnya, di sebuah tempat yang tak asing baginya. Harta Santiago yang sebenarnya adalah hatinya. Dengan mendengarkan hatinya ia mampu melakukan apa saja, bahkan hal yang paling sulit sekalipun. Hatinyalah yang menuntun Santiago menemukan harta karun yang selama ini dicarinya.


(59)

B. Konsep Psikologi Humanistik Maslow 1.Prinsip Umum

Maslow melandasi teori kepribadiannya dengan motivasi sebagai penggerak tingkah laku manusia. Menurut Maslow (1984) motivasi adalah dorongan yang timbul dari dalam diri individu sebagai hasil kesatuan terpadu yang memiliki tujuan atau keinginan tertentu, yaitu mewujudkan kebutuhan-kebutuhan manusiawi sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan tidak sadar. Tiap kebutuhan yang ada dalam diri manusia menuntut pemuasan yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan tertentu yang mampu memuaskan kebutuhan tersebut. Teori motivasi yang dikemukakan oleh Maslow memiliki anggapan-anggapan dasar sebagai berikut (Maslow dalam Koeswara, 1989):

a. Manusia adalah sebuah kesatuan yang utuh. Untuk mempelajari individu dibutuhkan sebuah pemahaman bahwa bagian tertentu dari individu akan mempengaruhi dirinya secara keseluruhan. Apa yang dirasakan bagian tubuh tertentu akan mempengaruhi prilaku individu secara keseluruhan. Rasa lapar tidak hanya dirasakan oleh perut tapi diri individu secara keseluruhan. Rasa lapar bisa membuat individu tidak mampu melakukan aktivitas yang lain. Satu kebutuhan yang tidak dipenuhi mampu mempengaruhi prilaku individu secara keseluruhan. (Maslow, 1984; Maslow dalam Koeswara, 1989).

b. Untuk benar-benar memahami manusia yang sehat, maka yang harus dipelajari adalah orang-orang yang juga sehat dan matang secara psikologis.


(60)

Jika yang dipelajari hanya orang-orang yang sakit maka Ilmu Psikologi akan timpang, karena hanya memahami manusia dari satu sisi tanpa melihat sisi lain yang lebih optimis dan positif (Maslow dalam Koeswara, 1989). Menurut Maslow (1971), mencari individu yang terbaik di bidangnya adalah cara untuk mengetahui kapasitas terbaik yang mampu dikeluarkan seseorang untuk mengetahui kemampuan terbaik individu dalam melakukan sesuatu. c. Pada dasarnya manusia adalah netral dan memiliki potensi untuk

berkembang secara optimal dalam hidupnya. Oleh karena sifat dasar manusia ini netral maka sangat baik untuk membawanya keluar dan mengembangkannya. Jika dorongan untuk berkembang yang sudah ada dalam diri manusia ini tidak diwujudkan maka dorongan itu akan berada dalam diri manusia itu selamanya terus menekan menuntut untuk diaktualisasikan (Maslow, 1971; Maslow dalam Koeswara, 1989).

d. Setiap manusia memiliki potensi kreatif yang mendorongnya untuk berkembang dan tumbuh ke arah yang lebih baik, bahkan mencapai aktualisasi diri. Potensi kreatif ini berkaitan dengan daya temu yang asli dan memiliki kekhasan. Untuk merealisasikan daya kreatif yang sudah ada dalam dirinya, individu perlu bekerja keras sehingga kreatifitas yang dimilikinya membantu mengaktualisasikan dirinya (Maslow, 1971; Maslow, 1984; Maslow dalam Koeswara, 1989).

Empat hal di atas melandasi Maslow dalam membentuk hirarki kebutuhan pokok dengan aktualisasi diri sebagai puncaknya.


(61)

Maslow membagi kebutuhan dalam hidup manusia ke dalam dua bagian. Hal ini dilakukan berdasarkan pada kebutuhan paling dasar, yang muncul sejak manusia lahir, yaitu berdasarkan perkembangan umur sehingga yang dibutuhkan selalu meningkat. Kebutuhan ini dimulai dengan kebutuhan yang paling dasar yang membuat manusia bertahan hidup, yaitu kebutuhan fisiologis. Setelah itu beranjak ke kebutuhan yang membuat manusia merasa aman dengan keberadaannya di dunia. Tahap kebutuhan selanjutnya adalah cinta yang membuat manusia memiliki tempat di hati orang lain, kemudian kebutuhan akan penghargaan yang memungkinkan manusia merasa berarti di dunia.

Manusia lahir dengan berbagai kebutuhan dalam dirinya sejak dilahirkan. Bayi yang baru dilahirkan membutuhkan ASI tidak membutuhkan pembelajaran untuk dapat menyusu dari ibunya. Beranjak dari kebutuhan fisiologis, anak mulai menyadari bahwa ia membutuhkan perlindungan dari orangtua sehingga akan menangis jika ditinggal oleh orangtuanya. Ketika beranjak dewasa manusia mulai menyadari adanya dorongan dari dalam diri untuk mencintai dan dicintai. Kebutuhan ini kemudian beranjak menjadi kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan baik itu dari lingkungan maupun dirinya sendiri. Semua kebutuhan ini muncul dari dalam diri secara otomatis, dalam bentuk dorongan-dorongan. Menurut Maslow (1984), doronganlah yang mengelompokkan dirinya dalam sebuah hirarki namun tidak terpisah karena manusia adalah satu kesatuan.


(1)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

1. Pencapaian aktualisasi diri Santiago dapat terjadi karena ia berani melakukan progression choice, yaitu meninggalkan kemapanan yang ia dapat dari pekerjaannya sebagai gembala. Pada saat ia menjadi gembala, Santiago sudah berada dalam tahap B-Needs, karena ia melakukannya atas dasar metamotivation. Pada saat ia memutuskan mengikuti ramalan mimpi untuk melakukan perjalanan ke Mesir, ia harus menjual domba-dombanya dan pergi ke daerah yang asing. Mimpi yang ia alami adalah motivasi yang mendorongnya melakukan perjalanan yang mengantarnya ke perwujudan aktualisasi diri. Santiago keluar dari zona aman yang selama ini ia tempati, meskipun menjadi gembala sudah merupakan perjuangan tersendiri bagi dirinya karena menentang keinginan orangtuanya. Selain berani melakukan progression choice, Santiago mampu bertahan pada saat ia mengalami perubahan drastis dari B-Needs ke D-Needs. Ia mampu bertahan, kembali memenuhi tiap kebutuhan dalam D-Needs secara bertahap sampai pada akhirnya harus memutuskan apakah akan kembali berjuang mengaktualisasikan dirinya atau tidak. Keputusan ini sangat berat karena dengan materi yang ia dapat dari bekerja setahun di toko kristal ia bisa kembali menjadi gembala dengan kawanan domba yang lebih banyak atau pedagang kristal yang sukses di Spanyol. Keputusan untuk kembali mengaktualisasikan diri adalah sebuahprogression choice, keputusan untuk


(2)

kembali berjuang, keluar dari area amannya untuk mengembangkan potensi dan keinginan dalam dirinya. Santiago berani memilih kembali berjuang daripada menikmati kemapanan yang sudah ia dapat.

2. Karakteristik-karakteristik pengaktualisasi diri sudah muncul pada saat Santiago memutuskan untuk menjadi gembala. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah berfungsi secara otonom, kebutuhan privasi dan independensi, apresiasi yang senantiasa segar, pengalaman mistik, dan resistensi terhadap inkulturasi. Munculnya karakteristik-karakteristik pengaktualisasi diri pada tahap ini menunjukkan bahwa karakteristik pengaktualisasi diri adalah bagian dari dalam diri Santiago, dan sudah ada sebelum ia menemukan harta terpendamnya di Mesir. Dari keseluruhan karakteristik pengaktualisasi diri pengalaman mistiklah yang mendukung Santiago untuk menemukan hartanya karena memungkinkannya untuk menguasaiB-Languange dan memaknai simbol. Karakteristik-karakteristik pengaktualisasi diri tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan saling terkait antara satu dengan yang lain. Pengalaman mistik Santiago didukung oleh apresiasinya yang senantiasa segar dan penghargaannya terhadap alam. Santiago adalah seorang individualis, namun ia belajar bahwa dalam usaha mengaktualisasikan dirinya, ia dibantu oleh banyak orang, mulai dari wanita Gipsi, Melchizedek, pedagang kristal, ahli kimia Inggris, Fatima, dan sang alkemis. Ia belajar untuk menerima keunggulan orang lain, menerima perbedaan pendapat dan cara fikir dengan mereka, dan menerima masukan dari mereka. Minat sosial yang mulai muncul dalam diri Santiago ini tidak


(3)

membuatnya kehilangan idividualitasnya. Pada saat kebutuhan aktualisasi diri turun sampai pada kebutuhan fisiologis, Santiago tidak kehilangan karakteristik pengaktualisasi diri. Karakteristik-karakteristik ini justru membantunya untuk kembali memenuhi kebutuhan yang telah hilang. Berdasarkan jumlah dan intensitas pengalaman mistik yang dialami oleh Santiago, ia termasuk dalam Peakers yang hidup dalam B-Living.Hal ini didasari oleh Santiago yang dekat dengan kehidupan agama, peka terhadap keindahan, dan sering mengalami pengalaman mistik yang bersifat pribadi. Tidak semua karakteristik pengaktualisasi diri muncul dalam diri Santiago, yaitu humor yang filosofis. Hal ini dilatarbelakangi oleh sifat Santiago yang penyendiri, jarang bergaul dan jarang berinteraksi dengan orang lain.

B. Saran

1. Novel adalah sebuah produk sastra yang diminati banyak orang. Diharapkan para penulis mampu menghasilkan karya yang mendorong pembacanya untuk berjuang meraih apa yang diinginkan dan menjadi lebih baik, tentu saja dengan alur cerita, gaya bahasa, dan tema yang berbeda.

2. Bagi para peneliti selanjutnya diharapkan menguasai materi dan teori yang digunakan sebelum melakukan penelitian sehingga hasil yang didapat sesuai dengan tujuan awal penelitian.

3. Bagi para penikmat karya sastra khususnya novel Sang Alkemis, diharapkan mampu menyadari bahwa novel adalah cerminan kehidupan nyata, sehingga


(4)

bukanlah tidak mungkin jika keberhasilan dan kebahagiaan yang dialami oleh tokoh di dalamnya juga bisa dialami oleh pembacanya.


(5)

Daftar Pustaka

Anggraeni, Diah Helena. (2004). The Influence of Minor Characters on Santiago’s Personality Development in Paulo Coelho’s The Alchemist. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Boeree, George. (2006). Personality theories, Abraham Maslow 1908-1970.

Diakses pada 2 Oktober 2006 dari

http://www.ship.edu/%7Ecgboeree/maslow.html

Chaplin, JP. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Coelho, Paulo. (2004).Sang Alkemis. Jakarta : AlvaBet.

Crapps W, Robert. (1993). Dialog psikologi dan agama sejak William James hingga Gordon W Allport.Yogyakarta : Kanisius.

Critical acclaims and critisims. (2006). Diakses pada 3 Oktober 2006 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Paulo_Coelho

Danim, Sudarwan. (2002). Menjadi peneliti kualitatif. Ancangan metodologi, presentasi, dan publikasi hasil penelitian untuk mahasiswa dan peneliti pemula bidang ilmu-ilmu sosial, pendidikan, dan humaniora. Bandung : Penerbit Pustaka Setia.

Goble, Frank G. (1987). Mazhab ketiga. Psikologi humanistik Abraham Maslow. Yogyakarta : Kanisius.

Handoko, Martin. (1992). Motivasi daya penggerak tingkah laku. Yogyakarta : Kanisius.

Hardjana, Andre. (1981).Kritik sastra: sebuah pengantar.Jakarta : PT Gramedia. Koeswara, E. (1989). Motivasi, teori dan penelitiannya. Bandung : Penerbit

Angkasa.

Martin, Patricia. (2002).Paulo Coelho’s biography. Diakses pada 2 Oktober 2006 dari http://www.paulocoelho.com/rume/bio.shtml

Maslow, Abraham H. (1968). Toward a psychology of being. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Maslow, Abraham H. (1969).The healthy personality readings. New York : Van Nostrand Reinhold Company.


(6)

Maslow, Abraham H. (1971).The farther reachers of human nature. New York : Penguin Books.

Maslow, Abraham H. (1984). Motivasi dan kepribadian. Teori motivasi dengan ancangan hirarki kebutuhan manusia.Jakarta : PT. Gramedia.

Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (1992). Analisis data kualitatif. Buku sumber tentang metode-metode baru. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Misiak, H. dan Sexton, V.S. (1988). Psikologi fenomenologi eksistensial dan humanistik.Bandung : PT. Eresco.

Moleong, L.J. (2006).Metodologi penelitian kualitatif. Edisi revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Paulo Coelho’s titles. (2006). Diakses pada 28 Agustus 2006 dari http://www.santjordi-asociados.com/titles.html

Poerwandari, Kristi. (2001).Pendekatan kualitatif dalam psikologi. Jakarta : UI. Pradopo, Rachmat Djoko. (1994). Prinsip-prinsip kritik sastra. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press.

Recent interviews. (2004). Diakses pada 3 Oktober 2006 dari http://www.paulocoelho.com/rume/bio.shtml

Strauss, A. dan Corbin, J. (2003).Dasar-dasar penelitian kualitatif. Tatalangkah dan teknik-teknik teoritisasi data. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sari, Rintha Helena. (2004). A psychological study of Santiago in Coelho’s The Alchemist: Logic in relation with intelligence and learning as a part of human development.Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Satyadharma, Yudhistira. (2003). The meaning of hope as the philosophical

teaching ini Paulo Coelho’s The Alchemist. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Shultz, Duane. (1991). Psikologi pertumbuhan. Model-model kepribadian sehat. Yogyakarta : Kanisius