Optimasi dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada Penetapan Kadar Natrium Sakarin dalam Sirup yang Beredar di Kota Medan

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan Makanan itu bias memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori BTM. Pertama, Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman (Yuliarti, 2007).

Menurut Cahyadi (2009), Bahan Tambahan Makanan dikelompokkan menurut fungsi dasarnya, yaitu:

1. Pewarna 2. Pengawet

3. Pengatur Keasaman 4. Antioksidan

5. Antikempal 6. Pemanis buatan 7. Pengemulsi


(2)

2.2. Pembagian Pemanis a. Pemanis Alami

Pemanis alami yang sering digunakan untuk makanan, terutama adalah tebu dan bit. Kedua jenis pemanis ini sering disebut gula alam atau sukrosa. Selain itu ada berbagai pemanis lain yang dapat digunakan untuk makanan, diantaranya laktosa, maltosa, galaktosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, manitol (Yuliarti, 2007).

b. Pemanis Buatan

Pemanis buatan merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Sebagai contoh adalah sakarin, siklamat, aspartam. Sekalipun penggunaannya diizinkan, pemanis buatan dan juga bahan kimia yang lain sesuai peraturan penggunaannya harus dibatasi. Alasannya, meskipun pemanis buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar yang kecil, tetap saja dalam batas-batas tertentu akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi manusia maupun hewan yang mengonsumsinya (Yuliarti, 2007).

2.3. Natrium Sakarin

Natrium Sakarin adalah pemanis buatan yang mempunyai rasa manis 200-700 kali sukrosa (yang biasa kita sebut gula) (Cahyadi, 2009).

Rumus molekul sakarin adalah C7H5NO3S dan berat molekulnya 183,18. Sakarin lebih stabil dalam bentuk garam sehingga sering dijumpai dalam bentuk garam Natriumnya dengan struktur seperti terlihat pada Gambar 1 berikut :


(3)

Meskipun sakarin mempunyai struktur kimia yang berlainan dengan senyawa gula, rasa manisnya tidak dapat dibedakan secara nyata oleh manusia, hanya sebagian orang yang indera perasanya sangat peka dan dapat merasakan adanya sakarin dalam suatu campuran bahan makanan dan minuman (Pearson, 2001).

Sakarin juga banyak dipakai dalam industri makanan dan minuman serta obat-obatan dan akan menimbulkan rasa ikutan yang pahit yang semakin terasa dengan bertambahnya konsentrasi. Oleh karena itu kita tidak perlu menambahkan sakarin dalam jumlah yang lebih banyak dari yang seharusnya, sebab kenaikan rasa manis dibandingkan dengan kenaikan konsentrasi bahan pemanis tidak proporsional. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat kemanisan sakarin relatif menurun dengan makin meningkatnya konsentrasi (Pearson, 2001).

2.3.1. Metode Analisis Natrium Sakarin Lainnya 2.3.1.1. Uji Kualitatif dengan FeCl3

Prosedur: Larutkan ± 100 mg sampel dalam 5 ml larutan NaOH, uapkan hingga kering, lebur residu hati-hati diatas api lemah sampai tidak lagi membebaskan amonia. Biarkan residu dingin, larutkan dalam 20 ml air, netralkan dengan asam klorida 3 N, saring. Tambahkan pada filtrat satu tetes FeCl3. Sampel dinyatakan mengandung natrium sakarin jika terbentuk warna violet (Depkes RI, 1995).

2.3.1.2. Penetapan Kadar Natrium Sakarin dengan Metode Titrasi Asam Basa

Timbang seksama sejumlah sampel ke dalam corong pisah dengan bantuan 10 ml air. Tambahkan 2 ml asam klorida 3 N, ekstraksi endapan sakarin, pertama dengan 30 ml kemudian ekstraksi 5 kali dengan 20 ml campuran kloroform p dan


(4)

etanol p (9:1). Uapkan diatas penangas uap. Larutkan residu dengan 4 ml etanol p, tambahkan 40 ml air, campur dan tambahkan fenolftalein, titrasi dengan NaOH 0,1 N. Lakukan penetapan blanko dengan campuran 40 ml etanol p dan 40 ml air. Campuran 1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 20,52 mg natrium sakarin (Depkes RI, 1995).

2.3.2. Hasil Penelitian Penetapan Kadar Natrium Sakarin Sebelumnya

Penetapan Kadar natrium sakarin telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya dan hasil penelitian kadar natrium sakarin dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hasil Penelitian Penetapan Kadar Natrium Sakarin Sebelumnya

No Nama

Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian

1 Ranitha

Sinulingga

Penentuan Kadar Sakarin Dalam Beberapa Jenis

Minuman Jajanan

Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi

Es Ganepo = 40,475 mg/kg, Es Doger =

310,5 mg/kg, Es Krim = 117 mg/kg

2 Hennida

Simatupang

Analisa Penggunaan Zat Pemanis Buatan pada Sirup

Titrasi Asam Basa

Sirup Kapten = 60,79 mg/kg

3 Subani Penentuan Kadar Na.

Benzoat, Kalium Sorbat dan Natrium Sakarin dalam

Sirup

Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi

Sirup Markisa Pohon Pisang = 564

mg/kg

4 Hayun,

Yahdiana Harahap dan

Citra Nur Aziza

Penetapan Kadar Sakarin, As. Benzoat, As. Sorbat, Kofeina dan Aspartam di Dalam Minuman Ringan

Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi

Kadar Na. Sakarin dalam salah satu merk minuman =

112,13 ppm

2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2.4.1 Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan dengan mengatur fase gerak.


(5)

Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak. Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali KCKT dikelompokkan menjadi KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik. Berdasarkan mekanisme interaksi antara analit dengan fase diam, kromatografi cair dapat dibagi menjadi 4 metode, yakni: kromatografi fase normal (normal phase chromatography) atau disebut juga kromatografi adsorpsi (adsorption chromatography), kromatografi fase balik (reversed-phase chromatography), kromatografi penukar ion (ion-exchange chromatography) dan kromatografi eksklusi ukuran (size-exclusion chromatography) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada KCKT fase terbalik paling sering digunakan fase diam berupa oktadesilsilan (ODS atau C18) dan fase gerak campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan buffer. Untuk solut yang bersifat asam lemah ,peranan pH sangat krusial karena bila pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonisasi. Terbentuknya bagian yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk yang tidak terionisasi akan terelusi lebih cepat (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.2 Proses Pemisahan dalam Kolom Kromatografi Cair

Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan setiap komponen dalam campuran (Meyer, 2004).


(6)

Sebagai contoh, campuran dua komponen dimasukkan ke dalam sistem kromatografi (partikel ● dan ▲). Di mana komponen ▲ cenderung menetap di

fase diam dan komponen ● lebih cenderung di dalam fase gerak. Ilustrasi proses pemisahan dalam kolom kromatografi dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2 . Ilustrasi proses pemisahan yang terjasi di dalam kolom KCKT ( Sumber: Meyer, 2004).

Masuknya eluen (fase gerak) yang baru ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru, molekul sampel dalam fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan muncul kembali di fase gerak (Gambar 4c). Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan terpisah. Komponen ● yang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah lebih cepat daripada komponen ▲ yang cenderung menetap di fase diam, sehingga

komponen ● akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian diikuti

oleh komponen ▲ (Meyer, 2004)

2.4.3 Parameter Penting dalam Kromatografi Cair 2.4.3.1 Tinggi dan Luas Puncak

Sebuah puncak memiliki lebar puncak (Wb), tinggi (h) dan luas puncak seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.


(7)

Gambar 3. kromatogram yang diperoleh dari analisis KCKT (Sumber: Ornaf dan Dong, 2005).

Lebar puncak yang diukur biasanya merupakan lebar pada 5% tinggi puncak (Ornaf dan Dong, 2005).

Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel (memiliki informasi kuantitatif). Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam perhitungan kuantitatif karena lebih akurat/cermat daripada perhitungan menggunakan tinggi puncak. Hal ini dikarenakan luas puncak relatif tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi kromatografi, kecuali laju alir. Sementara itu, tinggi puncak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti misalnya faktor tambat, suhu kolom serta cara injeksi sampel (Ornaf dan Dong, 2005).

2.4.3.2 Waktu tambat

Periode waktu antara penyuntikan sampel dan puncak maksimum yang terekam oleh detector disebut sebagai waktu tambat/retention time (tR). Waktu tambat dari suatu komponen yang tidak ditahan/dihambat oleh fase diam disebut sebagai waktu hampa/void time (t0). Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir fase gerak dan panjang kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom semakin panjang, waktu hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan


(8)

sebaliknya bila fase gerak mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka waktu hampa dan waktu tambat akan semakin kecil (Meyer, 2004).

2.4.3.3 Faktor Kapasitas

Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir, ukuran kolom dan parameter yang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit yang lebih independen yaitu faktor kapasitas (k’). Faktor kapasitas dihitung dengan membagi waktu tambat bersih (t’R) dengan waktu hampa (t0) seperti yang dapat dilihat pada rumus berikut ini (Ornaf dan Dong, 2005).

Dalam beberapa literatur lain, faktor kapasitas juga disebut sebagai faktor tambat (k). Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen yang berbeda namun memiliki fase diam dan fase gerak yang sama, maka faktor tambat dari analit pada kedua system KCKT tersebut secara teoritis adalah sama (Meyer, 2004).

Faktor tambat yang disukai berada diantara nilai 1 hingga 10. Jika nilai k terlalu kecil menunjukkan bahwa analit terlalu cepat melewati kolom sehingga tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan oleh karena itu tidak akan muncul dalam kromatogram. Sebaliknya nilai k yang terlalu besar mengindikasikan waktu analisis akan panjang (Meyer, 2004).

Faktor kapasitas dipengaruhi oleh perbandingan komposisi fase gerak yang digunakan sehingga akan menghasilkan resolusi dan waktu retensi dari puncak-puncak kromatogram yang berbeda pada setiap perbandingan komposisi fase gerak seperti yang terlihat pada Gambar 4 berikut (Snyder, dkk, 2010).


(9)

Gambar 4. Pemisahan dari Sampel Herbisida dengan Berbagai Perbandingan Komposisi Fase Gerak (Sumber: Snyder, dkk, 2010).

2.4.3.4 Selektivitas

Kemampuan system kromatografi dalam memisahkan/membedakan analit

yang berbeda dikenal sebagai selektivitas (α). Selektivitas umumnya tergantung

pada sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan permukaan fase diam serta jenis fase gerak yang digunakan (Meyer, 2004).

Selektivitas ditentukan sebagai rasio perbandingan dua faktor kapasitas dari analit yang berbeda. Selektivitas ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Nilai selektivitas yang didapatkan dalam sistem KCKT harus lebih besar dari 1 (Ornaf dan Dong, 2005).


(10)

2.4.3.5 Efisiensi Kolom

Ukuran kuantitatif dari efisiensi kolom disebut sebagai nilai lempeng/plate number (N) (Ornaf dan Dong, 2005). Kolom yang efisien adalah kolom yang mampu menghasilkan puncak yang sempit dan memisahkan analit dengan baik. Nilai lempeng akan semakin tinggi jika ukuran kolom semakin panjang, hal ini berarti proses pemisahan yang terjadi semakin baik. Hubungan proporsionalitas antara nilai lempeng dengan panjang kolom disebut sebagai nilai HETP/High Equivalent of a Theoritical Plate. Praktik HPLC yang baik adalah mendapatkan nilai HETP yang kecil untuk nilai N yang maksimum dan efisiensi kolom yang tertinggi (Snyder dan Kirkland, 1979).

Parameter yang dapat mempengaruhi nilai lempeng antara lain waktu tambat puncak, ukuran partikel kolom, laju alir fase gerak, suhu kolom, viskositas fase gerak dan berat molekul analit. FDA merekomendasikan agar tiap analisis KCKT yang valid mempunyai nilai lempeng lebih besar dari 2000 (Meyer, 2004). 2.4.3.6 Resolusi

Resolusi merupakan derajat pemisahan dari dua puncak analit yang bersebelahan (Ornaf dan Dong, 2005).

Harga resolusi yang semakin besar memiliki arti proses pemisahan semakin bagus dan sebaliknya resolusi yang kecil merupakan pertanda proses pemisahan yang buruk. Dua puncak yang tidak terpisah dengan sempurna namun sudah dapat terlihat memiliki resolusi 1. Sedangkan bila kedua puncak yang saling berdekatan terpisah sempurna tepat pada garis alas, resolusi bernilai 1,5. Oleh karena itu pada analisis kuantitatif, resolusi yang ditunjukkan harus lebih besar


(11)

dari 1,5. Sementara bila kedua puncak memiliki perbedaan yang signifikan, maka diperlukan nilai resolusi yang lebih besar (Meyer, 2004).

Pemisahan yang kurang baik dalam kromatografi fase balik biasanya disebabkan oleh tahanan yang lemah untuk senyawa yang sangat polar, sensitifitas deteksi yang kurang bagus dan ukuran sampel terutama dalam senyawa kompleks. Puncak yang tumpang tindih biasanya ditemukan bila satu puncak lebih besar dari puncak yang lain (Snyder, dkk, 2010).

2.4.3.7 Faktor Ikutan dan Faktor Asimetri

Puncak kromatogram dalam kondisi ideal akan memperlihatkan bentuk Gaussian dengan derajat simetris yang sempurna (Ornaf dan Dong, 2005). Namun kenyataannya dalam praktik kromatografi, puncak yang simetris secara sempurna jarang dijumpai. Jika diperhatikan dengan cermat, maka hampir setiap puncak dalam kromatografi memperlihatkan tailing dalam derajat tertentu (Dolan, 2003). Jenis – jenis puncak kromatogram dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. Tiga jenis puncak. (Sumber: Meyer,2004)

Ada dua cara yang digunakan untuk pengukuran derajat asimetris puncak, yakni faktor ikutan dan faktor asimetri. Faktor ikutan/tailing factor (Tf) seperti yang diterangkan dalam Farmakope Amerika Serikat (USP) Edisi Ketigapuluh dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5% (W0,05), rumusnya dituliskan sebagai berikut:


(12)

Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengukuran derajat asimetris puncak (Sumber: Dolan, 2003). Sementara itu, faktor asimetri/asymmetry factor (As) dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Namun nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 10% seperti yang ditunjukkan di Gambar . Jika nilai a sama dengan b, maka faktor ikutan dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna (Dolan, 2003). Bila puncak berbentuk tailing, maka kedua faktor ini akan bernilai lebih besar dari 1 dan sebaliknya bila puncak berbentuk fronting, maka faktor ikutan dan asimetri akan bernilai lebih kecil dari 1 (Hinshaw, 2004).

2.4.4 Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Instrumen KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yakni wadah fase gerak (reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (coloumn), detector (detector) dan perekam (recorder). Ilustrasi instrumen dasar KCKT dapat dilihat pada Gambar 7 (Mc.Master, 2007).


(13)

Gambar 7. Instrumen dasar KCKT (Sumber: Mc. Master, 2007)

2.4.4.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing(penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.4.2 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 6000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 0,1-10 ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor (Gandjar dan Rohman, 2007).


(14)

2.4.4.3 Tempat Injeksi Sampel

Ada 3 jenis injektor, yakni syringe injector, loop valve dan automatic injector (autosampler). Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling sederhana (Meyer, 2004).

Pada waktu sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar aliran pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom. Sampel dapat langsung diinjeksikan ke dalam kolom (on column injection) atau digunakan katup injeksi (Adnan, 1998).

Katup putaran (loop valve), tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom. Automatic injector atau disebut juga

autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem penyuntikannya

bekerja secara otomatis (Meyer, 2004). 2.4.4.4 Kolom

Kolom merupakan jantung dari system kromatografi. Kolom fase terikat banyak digunakan dalam kromatografi konvensional, dengan ukuran panjang yang berbeda (5, 10, 25 cm). Kolom yang paling sering digunakan berukuran (250×4,6 mm) atau (100×4,6 mm). Kolom yang pendek (5 cm) biasanya digunakan untuk LC-MS. Pengemas kolom konvensional umumnya terbuat dari baja tahan karat karena tahan terhadap tekanan tinggi, suhu yang tinggi dan senyawa yang tahan korosif (Siouffi, 1998).

Kolom pelindung diselipkan diantara injektor dan kolom analisis. Gunanya untuk memperpanjang masa kerja karena mampu mengumpulkan sisa dari


(15)

penyangga kolom/pelarut atau senyawa yang tertahan kuat di dalam kolom . Ketika nilai lempengan untuk pemisahan rendah, kolom pelindung dapat digunakan sebagai kolom analisis (Siouffi, 1998).

2.4.4.5 Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Johnson dan Stevenson, 1991).

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan (Johnson dan Stevenson, 1991).

2.4.4.6 Perekam Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram (Johnson dan Stevenson, 1991).


(16)

2.5 Validasi Metode

Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan hasil dari semua aplikasi analitik (Ermer dan Miller, 2005).

Adapun karakteristik dalam validasi metode menurut USP (United States Pharmacopeia) XXX yaitu akurasi (ketepatan), presisi, spesifisitas/selektifitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang/kisaran dan kekuatan/ketahanan dan kekasaran/ketangguhan.

2.5.1 Akurasi

Akurasi merupakan ketlitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery) (Harmita, 2004).

2.5.2 Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel yang sama dan biasanya diekspresikan sebagai Relatif Standar Deviasi (RSD) (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.5.3 Spesifisitas

Spesifisitas/selektifitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks (Ermer dan Miller, 2005).

2.5.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan


(17)

dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi metode yang digunakan (USP, 2006).

2.5.5 Linearitas

Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran sampel (analit) yang ditambahkan baku pada sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer dan Miller, 2005). 2.5.6 Rentang

Rentang/kisaran adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang dapat digunakan untuk menganalisis sampel (Ermer dan Miller, 2005).

2.5.7 Kekuatan

Kekuatan/ketahanan merupakan pengujian kemampuan dari suatu metode untuk tidak terpengaruh oleh adanya perubahan parameter dalam melakukan metode analitik seperti persentase kandungan pelarut organik dalam fase gerak, pH larutan dapar, waktu pengekstraksian analit, komposisi pengekstraksi dan perbandingan konsentrasi fase gerak (Épshtein, 2004).

2.5.8 Kekasaran

Kekasaran/ketangguhan merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh dengan kondisi yang bervariasi dan dinyatakan sebagai simpangan baku relatif/relative standard deviation (RSD). Kondisi ini meliputi laboratorium, analis, reagen dan waktu percobaan yang berbeda (Gandjar dan Rohman, 2007).


(1)

17

Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengukuran derajat asimetris puncak (Sumber: Dolan, 2003). Sementara itu, faktor asimetri/asymmetry factor (As) dihitung dengan

rumus sebagai berikut.

Namun nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 10% seperti yang ditunjukkan di Gambar . Jika nilai a sama dengan b, maka faktor ikutan dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna (Dolan, 2003). Bila puncak berbentuk tailing, maka kedua faktor ini akan bernilai lebih besar dari 1 dan

sebaliknya bila puncak berbentuk fronting, maka faktor ikutan dan asimetri akan

bernilai lebih kecil dari 1 (Hinshaw, 2004).

2.4.4 Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Instrumen KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yakni wadah fase gerak (reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (coloumn),

detector (detector) dan perekam (recorder). Ilustrasi instrumen dasar KCKT dapat


(2)

Gambar 7. Instrumen dasar KCKT (Sumber: Mc. Master, 2007)

2.4.4.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing(penghilangan gas) yang ada pada fase

gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.4.2 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 6000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 0,1-10 ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor (Gandjar dan Rohman, 2007).


(3)

19 2.4.4.3 Tempat Injeksi Sampel

Ada 3 jenis injektor, yakni syringe injector, loop valve dan automatic injector (autosampler). Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling

sederhana (Meyer, 2004).

Pada waktu sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar aliran pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom. Sampel dapat langsung diinjeksikan ke dalam kolom (on column injection) atau digunakan katup injeksi (Adnan, 1998).

Katup putaran (loop valve), tipe injektor ini umumnya digunakan untuk

menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom. Automatic injector atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem penyuntikannya

bekerja secara otomatis (Meyer, 2004). 2.4.4.4 Kolom

Kolom merupakan jantung dari system kromatografi. Kolom fase terikat banyak digunakan dalam kromatografi konvensional, dengan ukuran panjang yang berbeda (5, 10, 25 cm). Kolom yang paling sering digunakan berukuran (250×4,6 mm) atau (100×4,6 mm). Kolom yang pendek (5 cm) biasanya digunakan untuk LC-MS. Pengemas kolom konvensional umumnya terbuat dari baja tahan karat karena tahan terhadap tekanan tinggi, suhu yang tinggi dan senyawa yang tahan korosif (Siouffi, 1998).

Kolom pelindung diselipkan diantara injektor dan kolom analisis. Gunanya untuk memperpanjang masa kerja karena mampu mengumpulkan sisa dari


(4)

penyangga kolom/pelarut atau senyawa yang tertahan kuat di dalam kolom . Ketika nilai lempengan untuk pemisahan rendah, kolom pelindung dapat digunakan sebagai kolom analisis (Siouffi, 1998).

2.4.4.5 Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang

luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Johnson dan Stevenson, 1991).

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan (Johnson dan Stevenson, 1991).

2.4.4.6 Perekam Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram (Johnson dan Stevenson, 1991).


(5)

21 2.5 Validasi Metode

Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan hasil dari semua aplikasi analitik (Ermer dan Miller, 2005).

Adapun karakteristik dalam validasi metode menurut USP (United States Pharmacopeia) XXX yaitu akurasi (ketepatan), presisi, spesifisitas/selektifitas,

batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang/kisaran dan kekuatan/ketahanan dan kekasaran/ketangguhan.

2.5.1 Akurasi

Akurasi merupakan ketlitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery) (Harmita, 2004).

2.5.2 Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel yang sama dan biasanya diekspresikan sebagai Relatif Standar Deviasi (RSD) (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.5.3 Spesifisitas

Spesifisitas/selektifitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks (Ermer dan Miller, 2005).

2.5.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan


(6)

dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi metode yang digunakan (USP, 2006).

2.5.5 Linearitas

Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran sampel (analit) yang ditambahkan baku pada sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer dan Miller, 2005). 2.5.6 Rentang

Rentang/kisaran adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang dapat digunakan untuk menganalisis sampel (Ermer dan Miller, 2005).

2.5.7 Kekuatan

Kekuatan/ketahanan merupakan pengujian kemampuan dari suatu metode untuk tidak terpengaruh oleh adanya perubahan parameter dalam melakukan metode analitik seperti persentase kandungan pelarut organik dalam fase gerak, pH larutan dapar, waktu pengekstraksian analit, komposisi pengekstraksi dan perbandingan konsentrasi fase gerak (Épshtein, 2004).

2.5.8 Kekasaran

Kekasaran/ketangguhan merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh dengan kondisi yang bervariasi dan dinyatakan sebagai simpangan baku relatif/relative standard deviation (RSD). Kondisi ini meliputi laboratorium,