Tradisi pemikiran dan hubungan internasional

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL PROGRAM PASCA SARJANA TESIS TRADISI PEMIKIRAN HUBUNGAN INTERNASIONAL MODEREN DAN ALTERNATIF PASCAKOLONIALISME

Musa Maliki DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGAIN PERSYARAKATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR MASTER SAINS DALAM ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL SALEMBA 2006

Persembahan untuk intelektual studi hubungan internasional

yang memperjuangkan kemanusiaan

Mereka adalah orang-orang yang bila kami beri kekuasaan yang teguh di muka bumi, niscaya menegakan sholat dan membayar zakat dan menyuruh (manusia) berbuat kebaikan serta mencegah kejahatan; dan bagi Allah sajalah kembalinya segala urusan (Al-Hajj:41)

When I despair, I remember that all through history, the way of truth and love has always won. There have been tyrants and murderers and for a time, they can seem invisible, but in the end, they always fall.

Think of it! (Mahatma Gandhi)

The art of knowledge: Unity of man and knowledge Knowledge exist in one’s hand To bring peace to all mankind in praxis (Musa Maliki)

Tesis ini adalah karya sendiri, baik seluruh sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan benar

(Musa Maliki)

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL PROGRAM PASCA SARJANA LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Nama : Musa Maliki NPM

: 6904080085 Jurusan

: Ilmu Hubungan Internasional Judul

: Tradisi Pemikiran Hubungan Internasional Modern dan Alternatif Pascakolonialisme

Tesis ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Penguji Tesis Program Pasca Sarjana Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, pada pukul 16.00-17.30 WIB, hari selasa tanggal 27 Juni 2006 dan dinyatakan: LULUS.

Tim Penguji

Tanggal: ______ Ketua Sidang Zainuddin Djafar, Ph.D

(___________) Tanggal: ______ Sekretaris Sidang Drs. Fredy B. L. Tobing, M.Si

(___________) Tanggal: ______ Pembimbing Dra. Suzie Sudarman, MA

(___________) Tanggal: ______ Penguji Ahli Kusnanto Anggoro, Ph.D

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL PROGRAM PASCA SARJANA LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

Nama: Musa Maliki NPM: 6904080085 Judul: Tradisi Pemikiran Hubungan Internasional Modern dan

Alternatif Pascakolonialisme

Dosen Pembimbing

(Dra. Suzie Sudarman, MA)

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL PROGRAM PASCA SARJANA

Musa Maliki 6904080085

Tradisi Pemikiran Hubungan Internasional Modern dan Alternatif Pascakolonialisme

xix halaman + 208 halaman + 88 buku + 4 Jurnal + 3 sumber internet

ABSTRAK

Tesis ini berusaha menjelaskan tentang tradisi pemikiran hubungan internasional (HI) modern (teori modern di HI) dan alternatif pascakolonialisme. Tradisi pemikiran HI modern ini berisi tentang struktur pemikiran Barat yang dirajut oleh jaringan footnote ilmuwan, filsuf, praktisi HI dari tradisi pemikiran idealisme, realisme, saintisme/strukturalisme/rasionalisme dan beberapa tradisi kritis yang mereformulasi atau merekonstruksi tradisi HI modern agar lebih sempurna lagi. Sedangkan alternatif pascakolonialisme adalah studi baru yang berusaha dicangkokkan ke dalam HI sebagai pilihan inspiratif akar tradisi pemikiran Hubungan Internasional Indonesianis.

Pernyataan tesis ini berbunyi: Tradisi pemikiran HI modern

merupakan bentuk kolonialisasi (baca: penguasaan) wacana Barat terhadap ontologi realitas epistemologi/metodologi dan aksiologi non-Barat, sehingga studi hubungan internasional perlu merepresentasikan small narrative (narasi kecil): wacana indigenous people atau komunitas lokal untuk

merayakan keberagaman wacana di dunia internasional. Atas dasar ini, maka rangkaian argumentasinya sebagai berikut: pertama, wacana tradisi pemikiran HI modern hanya sebuah will to power/knowledge: bentuk kuasa/pengetahuan wilayah spasial Barat dalam menguasai realitas politik internasional atau politik merayakan keberagaman wacana di dunia internasional. Atas dasar ini, maka rangkaian argumentasinya sebagai berikut: pertama, wacana tradisi pemikiran HI modern hanya sebuah will to power/knowledge: bentuk kuasa/pengetahuan wilayah spasial Barat dalam menguasai realitas politik internasional atau politik

Dalam konteks di atas, alternatif studi pascakolonialisme bisa mencairkan kebuntuan ini dengan memperlihatkan fenomena terbungkam dan terkuburnya tradisi pemikiran tertentu: wacana saminisme adalah salah satu dari sekian banyak formasi diskursif unik yang semakin tertindas, terpinggirkan, termarginalisasikan, bahkan sampai terbungkam dan terkubur, sehingga tesis ini berusaha menyuarakan dan merepresentasikan suara-suara bungkam itu. Representasi ini bisa menjadi titik tolak tradisi pemikiran HI Indonesia untuk berkembang menuju ke akar tradisinya sendiri sebagai titik tolaknya. Tesis ditulis dengan berkomitmen penuh terhadap egalitarianisme dan keberagaman wacana, keadilan sosial bagi umat manusia (human race), kemanusiaan yang beradab, dan kepercayaan atas wacana tradisi pemikiran (filosofis) yang bersuara atas nama eksistensi dan representasi diri sebagai wahana wacana dan nilai-nilai indigenous world atau local community world. Hal ini adalah keharusan bagi kesadaran seluruh bagian dari keutuhan manusia di dunia yang bertumpu pada diri manusianya sendiri untuk bertanggung jawab melindung dan mengangkat derajat dan harga diri mentalitas, budaya, pengetahuan, perbedaan ekologis dan biologis bangsa setiap bangsa, khususnya bangsa kita (Indonesia) yang beragam—Bhinneka Tunggal Ika, sebagai bagian dari kontingensi tatanan dunia internasional untuk keberlangsungan hidup kita dan anak cucu kita.

KATA PENGANTAR

Sebuah pengantar, ‘tuk haturkan secercah cahaya, menebarkan fragmentasi jiwa menuju pencarian jati diri, kesadaran akan “Aku” dan kepercayaan diri atas kemampuannya yang terbatas. Sebelum pengantar ini Penulis tuturkan, tampaknya kepalaku terus terngiang-ngiang suara burung yang berujar: Akankah dunia ini akan berubah dan mengkristal oleh narasi tertentu? Dunia yang seharusnya, ataukah dunia yang apa adanya? Ketika spirit roh ini melayang, badanku tetap tak beranjak dari sentuhanku dengan tanah kusam. Penulis berujar: Apakah sang Aku seperti zombi yang sedang menuju ke ruang berkeentahan…jiwa ini meronta dicabik mimpi. Ruang bergema:

Ada dan tiada, tetap [A]da Setetes embun saja tetap menyejukan jiwa Yach! Setetes saja sudah cukup, dinda Benih kerinduan, benak bumi bangkit tuk capai hangat mentari pagi Kehidupan Semua iri, aku merasa matahari meraihku, memeluk dan, wah...sangat hangat Mampukah aku seperti Kau...Matahari!

Studi hubungan internasional merupakan panggung sandiwara para pengais fiksi politik dunia. Di dalamnya terjadi timbul-tenggelamnya anarkisme wacana: penaklukan, keperangahan, keangkuhan atas nama keamanan, kemakmuran, perdamaian, cinta dan kepentingan bersama. Proses ini mengkristal menjadi turbulence anarchism dan brutalism di panggung sandiwara parodi yang semakin absurd. Irama musik para politisi dunia sesungguhnya suatu kebangkitan hasrat, gairah cinta akan diri mereka. Ada suatu ironi: aroma serbuk kasturi (karya, sains, ilmu pengetahuan & teknologi) menguatkan, memudahkan hidup umat manusia, sebuah kondisi pun tercipta, yakni melemahnya, meluruhnya, naluri dan sensitivitas kemanusiaan mereka, eksistensi dan penghayatan hidup mereka. Dengan kata lain, selain ada malaikat yang menjaga kesucian kemanusiaan, ada saja zombi dan setan (démon) berjingkrak di kancah perpolitikan dunia serta kawanan iblis, belis merenggut roh kemanusiaan sang Aku. Mereka menutup pintu nur Ilahi untuk tetap beku dalam dingin-sepi. Segala proses kemanusiaan bersanding dengan anti-kemanusiaan yang terus-menerus Studi hubungan internasional merupakan panggung sandiwara para pengais fiksi politik dunia. Di dalamnya terjadi timbul-tenggelamnya anarkisme wacana: penaklukan, keperangahan, keangkuhan atas nama keamanan, kemakmuran, perdamaian, cinta dan kepentingan bersama. Proses ini mengkristal menjadi turbulence anarchism dan brutalism di panggung sandiwara parodi yang semakin absurd. Irama musik para politisi dunia sesungguhnya suatu kebangkitan hasrat, gairah cinta akan diri mereka. Ada suatu ironi: aroma serbuk kasturi (karya, sains, ilmu pengetahuan & teknologi) menguatkan, memudahkan hidup umat manusia, sebuah kondisi pun tercipta, yakni melemahnya, meluruhnya, naluri dan sensitivitas kemanusiaan mereka, eksistensi dan penghayatan hidup mereka. Dengan kata lain, selain ada malaikat yang menjaga kesucian kemanusiaan, ada saja zombi dan setan (démon) berjingkrak di kancah perpolitikan dunia serta kawanan iblis, belis merenggut roh kemanusiaan sang Aku. Mereka menutup pintu nur Ilahi untuk tetap beku dalam dingin-sepi. Segala proses kemanusiaan bersanding dengan anti-kemanusiaan yang terus-menerus

Mbok yao…Hubungan Internasional itu yo ra bebas nilai. Lah wong apa yang kita tonton dudu sandiwara biasa kok! Apa yang kita komentari tidak terjadi di luar diri kita kok! We are in Guys!

Alhamdulillah Penulis ucapakan kepada Allah SWT karena karya ini telah selesai dikerjakan atas Ridho-Nya. Karya ini terinspirasi oleh banyak hal di sekeliling Penulis, terutama problematika tentang istilah Bhinneka Tunggal Ika dan identitas bangsa Indonesia. Sebuah nama “Indonesia,” mengapa harus diucapkan oleh Bangsa Belanda, bukan dari bangsa lain atau bangsa ini sendiri? Mengapa bangsa ini susah memunculkan akar tradisi pemikiran yang cukup kuat atau berinteraksi dengan tradisi pemikiran lainnya, padahal kita juga mempunyai tradisi pemikiran seperti yang lainnya juga? Dan pertanyaan yang sangat mengganggu saya adalah, apakah Indonesia benar-benar “[A]da”? huruf “A” besar ini mempertanyakan tentang eksistensi (baca: identitas) bangsa Indonesia sendiri secara lebih mendalam dan reflektif.

Tradisi pemikiran HI selama ini didominasi oleh kaum realis, idealis dan beberapa lagi Marxis dan saintis—dominasi tradisi pemikiran saintifik Amerika Serikat menguat pada abad ke-20/21 ini. Tradisi pemikiran HI ini tampaknya memperoleh konsensus yang cukup valid dan terpercaya. Mereka juga tengah memberikan sumbangsih yang begitu besar bagi keberlangsungan dunia internasional. Namun pada abad yang sama juga hingga rencana dan bayangan tentang masa depan, ilmuwan, filsuf dan beberapa intelektual mengalami kegelisahan atas degradasi moral, norma, kekeringan, kehampaan dan kehilangan makna kehidupan: nihilisme. Fenomena semacam ini adalah krisis ilmu pengetahuan, khususnya sebuah konsekuensi logis atas dominasi saintifik di wilayah Eropa dan beberapa wilayah Barat lainnya. Oleh sebab itu, muncul tokoh fenomenologi, Edmund Husserl yang menyarankan suatu wajah baru dalam tradisi pengetahuan, khususnya tentang kesadaran atas objek pengetahuan yang Tradisi pemikiran HI selama ini didominasi oleh kaum realis, idealis dan beberapa lagi Marxis dan saintis—dominasi tradisi pemikiran saintifik Amerika Serikat menguat pada abad ke-20/21 ini. Tradisi pemikiran HI ini tampaknya memperoleh konsensus yang cukup valid dan terpercaya. Mereka juga tengah memberikan sumbangsih yang begitu besar bagi keberlangsungan dunia internasional. Namun pada abad yang sama juga hingga rencana dan bayangan tentang masa depan, ilmuwan, filsuf dan beberapa intelektual mengalami kegelisahan atas degradasi moral, norma, kekeringan, kehampaan dan kehilangan makna kehidupan: nihilisme. Fenomena semacam ini adalah krisis ilmu pengetahuan, khususnya sebuah konsekuensi logis atas dominasi saintifik di wilayah Eropa dan beberapa wilayah Barat lainnya. Oleh sebab itu, muncul tokoh fenomenologi, Edmund Husserl yang menyarankan suatu wajah baru dalam tradisi pengetahuan, khususnya tentang kesadaran atas objek pengetahuan yang

Berpijak dari tiga serangkai di atas, muncul tradisi pemikiran kritis di Amerika Serikat, Jerman, Perancis dan Inggris serta beberapa wilayah lainnya seperti India. Tradisi pemikiran kritis adalah respon positif (afirmatif) bagi dinamika pengetahuan dan khususnya krisis pengetahuan akibat semakin rakusnya para kapitalis dan menindasnya sistem klasik negara-bangsa atas dasar negara berdaulat, yakni sebuah proses ideologisasi ilmu pengetahuan sebagai mana kritik ideologi generasi Frankfurt I dan II. Ideologisasi ini menciptakan ilmu pengetahuan pro status quo, baik pro sistem kapitalisme (neo-liberal) maupun pro sistem Westphalia, negara-bangsa (neo-realist). Dalam konteks ini, padahal ilmuwan seperti Peter Drucker, David Korten, David Held, Andrew Linklater, dan kawan-kawan mengklaim bahwa perkembangan dunia internasional justru mengarah pada the decline of nation-state or sovereignty dan the appeared of postmodern epoch, artinya konsep negara-bangsa dan konsep dunia kapitalis semakin ditinggalkan menuju transformasi yang lebih unik lagi. Dengan demikian, peran tradisi pemikiran kritis di wilayah Barat pun terus mengakumulasi pengetahuannya agar terjadi auto-critic. Proses ini adalah rekonstruksi diri atau pembaharuan diri, sehingga terdapat suatu kemungkinan bahwa sistem kapitalistik dan negara-bangsa pun akan terus bertahan, hingga sikap dan daya kritis itu hilang.

Namun demikian, respon tradisi pemikiran kritis di atas hanya berkembang di Barat, lalu diusung dan dibawa ke Timur seperti Indonesia, sehingga negara ini tetap menjadi konsumen atau ‘pemamah biak’ pengetahuan Barat, tanpa mengunyahnya, merefleksikannya, atau tepatnya mengolahnya, tanpa

menelannya mentah-mentah. Proses kontemplasi semacam ini sangat penting agar kita tidak selalu didikte atau dikontrol hardware dan software oleh Barat. Indonesia dalam konteks ini mempunyai hak untuk bersuara, bangkit dari kubur dan merepresentasikan dirinya sendiri sebagai pemilik tradisi pemikiran yang ber- Bhinneka Tunggal Ika. Kita sebagai bangsa ini kaya akan wacana tradisi pemikiran, sehingga bagi kita, tradisi pemikiran HI yang selama ini kita pelajari pun kita bisa diklaim sebagai tradisi pemikiran partikular Barat saja—tidak universal, objektif dan tunggal. Jika hal tersebut digunakan sebagai alat baca wilayah ini, atau pijakan kita untuk mengartikulasikan politik luar negerinya, atau alat baca terhadap politik internasional, kita tidak perlu menggunakan kacamata Barat atau mengambil alat teoritik Barat, tetapi kita bisa mengembangkan tradisi pemikiran kita sendiri dan kita gunakan dalam membaca fenomena politik internasional dan politik luar negeri serta praktik-praktik diplomasi Indonesia, khususnya yang dimiliki oleh tiap suku, etnis, agama, adat yang kita miliki. Dengan demikian, dialog antar tradisi pemikiran pun bisa terjadi. Implikasinya, misalnya hukum internasional dimungkinkan berisi nilai-nilai ke-Indonesia-an, Ke-India-an, Ke-Cina-an, dan lain-lain.

Tesis ini adalah rangkaian footnote yang tersusun untuk menopang dan menyangga argumennya, sekaligus mengaktualisasikan sebuah pandangan tentang egalitarianisme dan keberagaman wacana tradisi pemikiran HI atas dasar akar tradisi pemikiran wilayahnya masing-masing, khususnya menyuarakan suara terbungkamnya Indonesia. [K]ebenaran di sini adalah kebenaran-kebenaran saja, atau subjektivitas bagi beberapa gelintir orang yang mendialogkan wacana tradisi pemikirannya, bukan mendialogkan problematika politik internasional atau peristiwa internasional atas dasar aturan main universal dan metodologi tunggal serta kebenaran absolut. Jika proses ini terjadi, maka dinamika semacam ini tidak lebih dari sebuah holocaust wacana tradisi pemikiran saja. Semoga karya ini bisa berguna dan menjadi pemacu bagi semua pembaca dan Penulis pribadi untuk terus berkontemplasi HI (doing IR/praxis IR) secara mendalam agar stagnasi dan arogansi para ilmuwan HI dan wacana tradisi pemikirannya tidak terjadi atau Tesis ini adalah rangkaian footnote yang tersusun untuk menopang dan menyangga argumennya, sekaligus mengaktualisasikan sebuah pandangan tentang egalitarianisme dan keberagaman wacana tradisi pemikiran HI atas dasar akar tradisi pemikiran wilayahnya masing-masing, khususnya menyuarakan suara terbungkamnya Indonesia. [K]ebenaran di sini adalah kebenaran-kebenaran saja, atau subjektivitas bagi beberapa gelintir orang yang mendialogkan wacana tradisi pemikirannya, bukan mendialogkan problematika politik internasional atau peristiwa internasional atas dasar aturan main universal dan metodologi tunggal serta kebenaran absolut. Jika proses ini terjadi, maka dinamika semacam ini tidak lebih dari sebuah holocaust wacana tradisi pemikiran saja. Semoga karya ini bisa berguna dan menjadi pemacu bagi semua pembaca dan Penulis pribadi untuk terus berkontemplasi HI (doing IR/praxis IR) secara mendalam agar stagnasi dan arogansi para ilmuwan HI dan wacana tradisi pemikirannya tidak terjadi atau

Tesis ini jangan dikira sebagai penyelesaian dari permainan teater wacana penaklukan kajian Hubungan Internasional di pentas drama politik dunia. Jangan dikonsepsikan juga bahwa sang Aku tengah memberikan permainan baru dalam pertunjukan studi hubungan internasional. Penulis hanya berusaha melakukan kontemplasi atas sang Aku tentang keilmuan studi hubungan internasional. Torehan terakhirku hanya berusaha berkata: sebaiknya Anda tidak melihat karya ini sebagai karya yang ‘ilmiah’ (baku). Studi sosial dan politik ini merupakan kajian pre-ilmiah (becoming scientisation). Jadi maaf kalau Penulis tidak menggunakan ejaan yang disempurnakan (EYD) dengan baik. Bahasa yang digunakan juga cenderung subversif dan provokatif.

Juni 2006

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Tesis ini jangan dipahami sebagai penyelesaian dari semua tradisi pemikiran Hubungan Internasional. Jangan dikonsepsikan juga bahwa Penulis memberikan solusi absolut bagi problem studi hubungan internasional. Penulis selalu menekankan pada kerja kontemplasi atas keilmuan Hubungan Internasional. Kontemplasi ini adalah petualangan jaring-jaring footnote intertekstualitas Hubungan Internasional.

Pada kesempatan ini Penulisan ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan Penulis pencerahan dan penyelesaian tugas skripsi ini. Tetapi Penulis tekankan bahwa ini merupakan awal dari pencerahan. Ucapan terima kasih Penulis kepada:

Allah SWT yang telah memudahkan jalanku dalam pekerjaaan berat ini dan memberikan keberanian untuk berteriak di padang pasir penuh kesunyian, tapa ing rame. Nabi Muhammad SAW junjunganku, panutan utamaku dalam menempuh penghayatan hidupku, mengajari semua hal dalam mengarungi hidup serta memberikan keberanianku untuk menyeru suara: amar ma’ruf nahi munkar sebagai kebiasaan adzanku di Jogja. Ku terus mengingat Beliau ketika berusaha bersuara kepada bangsa Jahiliyah, kaum Arab melemparinya dengan batu, kotoran binatang, dan lain-lain, hingga Beliau bercucuran darah dan melarikan diri ke sebuah wilayah untuk beristirahat. Aku juga selalu mengingat peperangan Beliau yang selalu berada di garis depan. Ini sangat berbeda dengan strategi Sun Tzu yang tanpa maju perang memperoleh kemenangan dan stategi bangsa Romawi yang pemimpinnya selalu mengomandani dari belakang. Muhammad tidak jauh berbeda dengan Kenshin Himura yang menokohkan animasi Samurai X. Kenshin selalu mengajak berdialog terlebih dahulu lawan-lawannya untuk sadarkan diri dan berkontemplasi bersama sang Aku.

Ketua Jurusan sekaligus Ketua Sidang Tesis, Zainuddin Djafar, Ph.D yang telah memberikan kemudahan administrasi dan birokratis dalam penulisan karya ini. Beliau juga memberikan arahan, petunjuk, dan wawasan yang menyejukkan Penulis dalam penulisan tesis ini di sela waktu Beliau, seperti ketika bertemu di

Jurusan Pasca Sarjana Salemba dan di Jurusan Depok serta pada saat ujian tesis. Penulis berterima kasih pada Sekretaris Jurusan Pasca Sarjana sekaligus Sekretaris ujian tesis, Fredy B.L. Tobing yang telah berbaik hati meluangkan waktu di tengah kesibukannya dan kebaikan hatinya untuk menyapaku, memberi tawaran tumpangan gratis mobil Jazz birunya dari CSIS ke Depok, tetapi sayang...Penulis membawa motor. Beliau juga memberikan perbaikan yang luar biasa dalam hal- hal teknis penulisan tesisku di sela-sela kesibukannya sebagai PD I di UPN.

Dra. Suzie Sudarman, MA yang selalu membimbingku layaknya ibuku. Penulis ucapkan terima kasih kepada Beliau yang tengah memberikan dukungan moral, etis, mental, fisik dan fasilitas apapun juga. Membuka peluang baik kesempatan untuk berimajinasi secara liberal dan mengikuti berbagai macam aktivitasnya seperti seminar dan beberapa undangan lainnya. Beliau juga selalu meluangkan waktu-tempatnya untuk berbagi kegelisahan tentang bangsa, dunia dan penghayatan hidup ini. Ketika sidang tesis, Beliau memberikan sintesis luar biasa atas kebuntuan Penulis dengan penguji, lalu memberikan percikan diskusi reflektif tentang posisi ilmuwan dan praktisi hubungan internasional. Konteks ini mengingatkan Penulis pada istilah edifying philosophy, yakni suatu pencerahan dalam meneruskan suatu percakapan dalam diskusi, timpal-menimpali yang progresif.

Kemudian ucapku kepada Mas Kusnanto Anggoro, Ph.D sebagai penguji tesis yang selalu memberikan kesejukan nuansa, di sisi lainnya sebuah kondisi bimbangku ‘tuk terus ingatkan Beliau dalam menyiapkan ujian tesisku, dan Beliau pun mengirim pesan singkat: Ok. Tidurlah, c u bsk sore [26 Juni 06; 22:28:53]. Sungguh menyejukkan…Penulis juga selalu mengingat ucap Beliau ketika sidang tesis: “Musa, apakah tesis kamu hanya ‘masturbasi’?” Gambaran Penulis tentang situasi sidang tesis yang sebelumnya seram, nampaknya justru menggembirakan dan lucu. Mas Kus sempat menghiburku dengan menyanyi tembang Macapat beberapa bait, mendongengkan cerita Hubungan Internasional versi Jawa (Mataram Kuno), memberikan kearifan hidup Jawa tentang konsep ngelmu, mandala (wibawa), bekel, dan lain-lain. Nampaknya Beliau berhasil menerbangkan imajiku ‘tuk mengarungi intelektualisasi keterpukauan atas tradisi

pemikiran bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika. Nampaknya kegelisahan kita berdua sama atas tradisi keilmuan di Indonesia, di sisi lainnya, realitas menekankan kita untuk survive dalam hidup, sehingga aktivitas survival ini sudah menguras energi otak kita terlebih dahulu. Kita juga sama-sama gelisah pada beberapa ilmuwan yang masih seperti katak dalam tempurung. Selain itu, kita juga gelisah terhadap ilmuwan di luar Indonesia ternyata sudah jauh mengais-ngais teori ke bulan sedangkan kita masih berjalan di lingkaran hermenutika. Kita sungguh tertinggal jauh, dan oleh karenanya, kita akan mudah dan terus semakin dibodohi, jika tidak mengejarnya ke bulan. Dalam konteks ini, penulis tidak mau terjebak dengan alur modernitas yang progresif, tetapi hal ini hanyalah metafor saja yang menekankan pada pemikiran bahwa setiap titik budaya mempunyai pijakan kemajuannya sendiri. Mereka maju, mengapa kita tidak maju dengan tetap berpijak dari kaki kita sendiri? Terima kasih kepada Mas Andi Widjajanto, MS., M.Sc yang sudah lama Penulis ‘rampok’ buku-bukunya. Belum ada satu pun dosen yang sebaik Beliau meminjamkan bukunya sekepenake dewe’ semau Penulis pinjam dan memberikan saran serta sumbangsih ide tentang tradisi pemikiran Eropa Kontinental.

Kepada Ketua Departemen, Mas Hariyadi yang selalu menyapaku, memberikan senyumnya, ngobrol denganku, gratisan Mas atas makan siang sekenyangnya, koreksi terhadap pengetahuanku atas Gandhi, dan keberaniannya tuk menantangku jadi vegetarian ;) Kepada Ketua Jurusan S1, Mba Nurul yang memberi lontaran-lontaran ide dalam pembuatan tesisku ini. Dosen Hubungan Internasional lainnya seperti Mas Syamsul yang terus memberikan ruang-ruang spiritual beserta kru Cires-nya, makasih ya atas ruang yang kalian sediakan untukku. Mba Inung yang terus memberikan senyum, ketika Penulis memasuki ruangan jurusan Depok dan perhatian kepadaku. Mba Mita yang terus menegur kemanjaanku, sehingga proses Mündigkeit (pendewasaan) terus bergulir serta beberapa dosen yang tidak mempengaruhiku secara langsung. Para pegawai HI, UI seperti Bang Udin, Mba Yuli, Mba Unun, Pak Budi, dan kawan-kawan yang bergerak teratur sesuai dengan sistem-sistem tradisi HI UI, tanpanya tentu Penulis lebih bersusah payah mengurus administrasi dan birokrasi. Pegawai Pusat Kajian

Wilayah Amerika yang berkenan memfasilitasi Penulis dengan Mba Suzie seperti Mba Diana, Mba Farah, dan kawan-kawan.

Kawan satu angkatanku: Wendhi, Raka yang keduanya mendampingiku ketika ujian tesis. Rizki! Thanks ya for all of your kindness, khususnya all about my computer’s problem, terus berjuang ya! Ali yang membantu pindahan kosku, sehingga Penulis bisa menyelesaikan tesis dengan tempat yang sejuk sedang. Aryani yang selalu memberikan senyum dan dukungan SMS ketika ujian. Dodi yang memberikan literatur ‘buku babon’ E.H. Carr jauh-jauh dari Bandung. Penulis merasa sangat berterima kasih atas bantuannya, dan kawan lainnya yang membantuku secara tak langsung. Maaf ya, nama kalian tak kusebut, mohon dimaklumi keterbatasanku ini yah. Untuk kawan S2 HI, UI baik kakak kelas seperti Iwan, dan kawan-kawan, thanks guys. Adik-adik kelasku yang Penulis sangat hargai atas penghargaan dan kepercayaan mereka untuk kesempatan berbagi pengetahuan kepada mereka tentang tradisi pemikiran HI dan mohon dimaafkan, karena Penulis kurang maksimal.

Kawan S1 HI, UI angkatan 97, makasih Yuni atas semua curhatku yang kau emban, memang Penulis ngebosenin, sebab curhatannya itu-itu saja. Kepada Jule, yang membantuku awal kuliah di S2 HI UI, Itok yang mengisi ruang-ruang diskusiku atas konstelasi dunia politik HI UI. Kawan S1 angkatan 98, yang menemani diriku ketika bosan di kos, makasih ya Brili. Kamu seringkali memberikan bantuan materiil dan meluangkan nuansa-nuansa keberadaanku. Kepercayaanmu terhadapku sungguh suatu yang sangat berharga, sehingga memberikan pijakku untuk berani mengais-ngais teori HI dan terus berani ‘tuk hadapi hidup. Laila yang mengantarkan Penulis ke HI UI, mengenalkannya kepada Mba Riris dan Mas Andi. Bagiku ini sangat berarti dalam perjalanan hidupku ‘tuk menuju masa depan yang lebih lebar, luas dan lapang di Jakarta yang absurd ini. Laila yang terus membuatku berkontemplasi dan berpikir akan diriku yang lemah, terbatas, mudah dibodohi, dan banyak kekurangan, terima kasih ya atas ritma pengarungan perasaan hatiku sendiri. Ardian yang sudah mempercayaiku ‘tuk tempati kamar kosnya, mendengarkan curhatan perasaanku yang tidak stabil dan temani kerinduanku atas seseorang. Akbar yang memacu Kawan S1 HI, UI angkatan 97, makasih Yuni atas semua curhatku yang kau emban, memang Penulis ngebosenin, sebab curhatannya itu-itu saja. Kepada Jule, yang membantuku awal kuliah di S2 HI UI, Itok yang mengisi ruang-ruang diskusiku atas konstelasi dunia politik HI UI. Kawan S1 angkatan 98, yang menemani diriku ketika bosan di kos, makasih ya Brili. Kamu seringkali memberikan bantuan materiil dan meluangkan nuansa-nuansa keberadaanku. Kepercayaanmu terhadapku sungguh suatu yang sangat berharga, sehingga memberikan pijakku untuk berani mengais-ngais teori HI dan terus berani ‘tuk hadapi hidup. Laila yang mengantarkan Penulis ke HI UI, mengenalkannya kepada Mba Riris dan Mas Andi. Bagiku ini sangat berarti dalam perjalanan hidupku ‘tuk menuju masa depan yang lebih lebar, luas dan lapang di Jakarta yang absurd ini. Laila yang terus membuatku berkontemplasi dan berpikir akan diriku yang lemah, terbatas, mudah dibodohi, dan banyak kekurangan, terima kasih ya atas ritma pengarungan perasaan hatiku sendiri. Ardian yang sudah mempercayaiku ‘tuk tempati kamar kosnya, mendengarkan curhatan perasaanku yang tidak stabil dan temani kerinduanku atas seseorang. Akbar yang memacu

Kawan angkatan ‘00, Irene, Jepri, Sayed, Ali, Rika, Dina, Meta, Vivi, Ayu, Gd, Kikie, dan kawan-kawan yang menemaniku bermain ke karoke, bercanda di kantin dan tempat nongkrong lainnya, sungguh bersama kalian menjadikan dunia lebih berwarna-warni. Untuk sobatku Rinta yang memberikan seperempat hidupnya bersamaku; bercerita tentang semua hal; melayani bantahanku; berdebat bersamaku, sungguh kamu begitu tangguh ‘tuk Penulis hadapi sebagai suatu penyangga sistem bipolar kehidupan; menyinariku dengan kehangatannya; mengecek tesis terus menerus dengan telaten, sabar, menggerakkan diriku ‘tuk terus menerus bergerak (obah) dalam hidup. Rinta yang dalam bersahabat denganku justru meneguhkan hidupku, yang selama ini menuju ketiadaan menjadi Ada—eksistensi mendahului esensi. Dalam persahabatan kita, Rinta memberikan ruang bagi hidupku yang tengah terombang-ambing dalam kapal berkeentahan…makasih ya untuk menerimaku apa adanya sobat; memahamiku terus menerus, membahagiakan dengan nyanyianmu, suaramu, senyummu dan semuanyalah, yang lain-lainnya juga, he3x...Sungguh persahabatan yang begitu indah, imajinatif dan aga’-aga’ sedikit liar. Kawan- kawan ’01: Donna, yang selalu membawa keceriaan dan membuatku selalu terperangah melihat hidup; Supri, yang selalu menemaniku dalam diskusi warung kopi-an, makasih ya wejangan-wejangan-nya; Icil, yang selalu menyapaku dengan gembira dalam kesuntukan skripsi yang tak terselesai-selesaikan. Kawan- kawan ’02: Oswind, terima kasih dialog tentang Atlantiknya, terus membuatku mengkhayal ‘tuk buat corat coret tentang ruang Indonesia; Derry yang mengatakan bahwa Penulis klo ngomong kok lucu. Makasih ya pujiannya Derry, kamu juga lucu, ha3x; Ann yang judesnya justru Penulis suka, Senia, ‘jagoan neon’ HI yang baru, aku sangat kagum akan kecerdasanmu.

Kepada Team of Global. Makasih Ima yang telah membantuku ‘tuk bisa berorganisasi, dan lain-lain, Nurul yang selalu heboh bersamaku dan sumber informasi gosip bersama Neda yang selalu mengoreksi bahasa provokatifku, klaim rasisku dan bahasa Inggrisku serta memberikan kepercayaan kepadaku ‘tuk bertemu mewawancarai Gus Dur. Ilmi yang meramaikan nuansa ketika rapat dan menemaniku ketika wawancara dengan Gus Dur; Sofwan yang menemaniku dalam berdiskusi dan anggota baru lainnya. Kalian adalah pelangi dalam hidupku di sela-sela himpitan spasial Jakarta. Kehadiran sobatku, Nanang. You are the best thing in my life Nang, and a part of my life; makasih power point HI-nya, political cartoon-nya dan utang-utangnya, idenya, curahan waktumu, dan lain-lain. Nanang mengajariku tentang semua hal, khususnya ketika akan presentasi tesisku, sehingga Penulis merasa bahwa jalan dan prinsip hidupku tidak jauh-jauh berbeda dengannya. Demikian juga Amri yang selalu mengajariku tentang arti hidup; kesederhanaan dalam keseharian, sabar, tawadhu, priatin, punya rasa sosial tinggi, solidaritas kawan, sehingga tesis ini adalah warna-warni dari curahan sikap dan nuasa dirimu. Mas Taufik, dosen Ekonomi UGM yang terus membimbing hidupku seperti kakakku sendiri dan selalu berbaik hati menemani debat tentang kehidupan. Mas Taufik yang selalu mengayomiku bersama Amri dalam serpihan hidupku selama ini. Abi yang siap stock pengetahuan sosiologis-nya, semoga desertasi doktoralnya cepat selesai. Hakim sekeluarga yang memberikan modal dalam kuliah S2-ku, semoga bisnis propertinya sukses ya…Fauzi yang selalu menyediakan buku-bukunya, Afif yang baru saja menikah, sukses ya buat anaknya, Genta sekeluarga yang selalu menyediakan rumahnya di Jogja untuk tempat merenung, berkontemplasi. Hanafi Rais yang memberikan dukungan, nasehat dan big support on my thesis, sukses ya untuk S2-mu. Keluarga kos-kosan Kober yang tidak segan-segan memberikan jajanan ketika mengerjakan tesisku. Kawan kos, Asep, Zaeni, Alfian yang terus menerus menanyakan kapan selesai tesisku. Makasih ya...atas peringatannya dan keikhlasan kalian ‘tuk support my thesis. Kawan-kawan lainnya yang terlupakan, maaf ya...Bersama kalian, Penulis merasa tesis ini hanya sebuah torehan dari diri mereka semua. Tesis ini adalah fenomenologi hidupku bersama mereka.

Keluargaku, mamah dan abah yang memberikan hidup mereka untukku, segalanya, adikku Jordan yang selalu menyeru tentang cakrawala hidupku yang tak jelas, entah kemana...ini membuatku terus berpikir dan obah dalam hidup. Terima kasih semua yang telah hadirkan Penulis di dunia ini menjadi sang diri ini semakin hidup dan hidup.

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN i LEMBAR PENGESAHAN TESIS ii LEMBAR PERSETUJUAN TESIS iii ABSTRAKSI

iv KATA PENGANTAR

vi UCAPAN TERIMA KASIH xi DAFTAR ISI

xvii BAB I. PENDAHULUAN 1

I. 1. Latar Belakang Masalah

I.1.1. Tradisi Pemikiran Hubungan Internasional: Formula Pasca Perang Dunia II

I.1.2. Kontemplasi Tradisi Pemikiran Hubungan Internasional: Memikirkan Kembali Tradisi Pemikiran Hubungan Internasional 26

I.1.3. Studi Pascakolonialisme di dalam Tradisi Pemikiran Hubungan Internasional 29

I. 2. Pokok Permasalahan

I.3. Kerangka Pemikiran

I. 3.1. Tinjauan Pustaka

I.3.2. Kerangka Konseptual 42

I.4. Hipotesa 44

I.5. Tujuan Penelitian 44

I.6. Maksud Penelitian 45

I.7. Metode Penelitian 45

I.8. Sistematika Penelitian 46

BAB II. SEJARAH WACANA TRADISI PEMIKIRAN HUBUNGAN INTERNASIONAL MODERN 47

II.1. Arkeologi Pengetahuan dan Genealogi dalam Studi Hubungan Internasional

II.1.1. Konseptualisasi Arkeologi Pengetahuan

II.1.2. Konseptualisasi Genealogi 56

II.1.3. Intertekstualitas/Hubungan Internasional

II.2. Tatanan Episteme Tradisi Pemikiran Hubungan Internasional Modern 70

II.2.1. Wacana Idealisme/Liberalisme 71

II.2.2. Wacana Realisme 78

II.2.3. Wacana Tradisionalisme 82

87 BAB III. TRADISI PEMIKIRAN KRITIS HUBUNGAN INTERNASIONAL MODERN

II.2.4. Wacana Saintisme (Strukturalisme)

III.1. Tradisi Pemikiran Kritis Hubungan Internasional Amerika 112

III.2. Tradisi Pemikiran Kritis Hubungan Internasional Eropa Kontinental 116 III.2.1.Wacana Critical International Theory (Critical Theory/Frankfurt School)

III.3. Problem Modernisme 143 BAB IV. ALTERNATIF STUDI PASCAKOLONIALISME

DALAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL 160

IV.1. Konseptualisasi Studi Pascakolonialisme 161

IV.2. Studi Pascakolonialisme di Indonesia 174

IV.3. Wacana Saminisme 180 BAB V. KESIMPULAN

194 DAFTAR PUSTAKA 204

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Signifikansi studi ini adalah mengkritik wacana tradisi pemikiran hubungan internasional (HI) modern atau istilahnya bisa dipertukarkan dengan “wacana modernitas” di dalam studi hubungan internasional (SHI) melalui pemahaman post-structuralism dan post-modernism. Kritik ini merupakan pembongkaran dari beberapa gagasan, ide, perspektif, dan pandangan HI modern: berawal dari kemunculan studinya hingga masa kontemporer sekarang ini, yakni awal wacana HI idealisme hingga wacana HI teori hubungan internasional kritis (critical international relations theory) yang berusaha menyelesaikan proyek modernitas dan beberapa tradisi mengkritiknya secara total. Pembongkaran tradisi pemikiran HI modern di dalam SHI ini difokuskan pada sejarah diskontinuitas wacana HI yang terjebak dan stagnan pada disiplin ilmu (pendisiplinan tubuh pengetahuan SHI). Dengan demikian tradisi pemikiran HI modern ini bisa dikembangkan lebih lanjut lagi untuk memperluas studinya ke tatanan problem ontologi penyuaraan dan representasi eksistensi budaya indigenous people atau komunitas lokal.

Pembongkaran atas tradisi pemikiran HI modern membuka selubung formasi diskursif pengetahuan (epistemologi) sebagai suatu yang berkaitan secara inheren dengan power (kuasa) pengetahuan tradisi pemikiran HI modern terhadap realitas politik internasional atau politik dunia dan eksistensi tradisi pemikiran yang tengah terpinggirkan, terbungkam dan terkubur sejak sistem Westphalia. Dalam konteks ini, tesis ini perlu ditegaskan bahwa SHI sebagai disiplin ilmu merupakan bagian dari kuasa terhadap objek studi atau kontrol terhadap konstelasi politik internasional dan marginalisasi tradisi pemikiran non-Barat. Dengan kata lain, hal ini dilakukan oleh para pengarang, ilmuwan dan filsuf HI modern yang sesungguhnya berasal dari Barat (baca: Eropa, Inggris dan Amerika). Tesis ini tidak akan ‘membaca’ dan memaparkan realitas (empirik) dunia internasional atau konstelasi politik internasional, tetapi justru memfokuskan pada strategi meta- teori (meta-theory), yakni akan ‘membaca’ dan memaparkan apa yang pengarang,

ilmuwan, filsuf HI modern pikirkan, ketahui, dan jelaskan tentang dunia internasional dan konstelasi politik internasional dalam prosedur intertekstualitas. Dengan strategi meta-teori, tulisan ini berargumen bahwa tradisi pemikiran HI modern merupakan bentuk kolonialisasi pengetahuan Barat terhadap realitas dunia internasional, konstelasi politik internasional dan juga tradisi pemikiran Timur (baca: Negara Dunia Ketiga, Indonesia). Adanya pembacaan dan pemaparan pengetahuan Barat terhadap dunia internasional atau konstelasi politik internasional membuat Indonesia tidak mempunyai hak apapun juga untuk membaca dan memaparan kondisi dunia internasional dan konstelasi politik internasional melalui wacana tradisi pemikirannya sendiri, tetapi justru terhomogenisasi dan terkolonialisasi pengetahuannya dengan pengaruh-pengaruh pengetahuan Barat. Mekanisme ini adalah bentuk marginalisasi, pemangkasan, pembungkaman dan penguburan tradisi pemikiran berupa gagasan, pemikiran, kreatifitas Timur yang dilakukan Barat dalam memahami dan menjelaskan dunia internasional dan konstelasi politik internasional. Mekanisme ini terus terbayangkan sekaligus selalu dikendalikan, dikuasai dan dikontrol oleh Barat, ketika melakukan aktivitasnya di dunia internasional dan konstelasi politik internasional. Jika Timur berusaha membaca dan memaparkan kondisi dunia internasional dan konstelasi politik internasional melalui pengetahuannya sendiri, klaim-klaim kebenaran ilmiah dari pengetahuan Barat akan berargumen bahwa mereka itu tidak ilmiah, tidak sistematis, logis, rasional dan termasuk pemahaman yang barbar dan primitif.

Pembongkaran yang penulis maksud bukan merupakan proses penghancuran klaim-klaim kebenaran sebuah disiplin ilmu Barat dengan memunculkan pengetahuan sebagai kuasa—will to power, tetapi tesis ini justru memberi pintu keluar untuk membuahkan wacana alternatif Timur: studi pascakolonialisme dalam rangka stagnasi tradisi pemikiran HI modern yang belum bisa menjelaskan indigenous people dan komunitas lokal. Dengan kata lain, wacana ini dibuka melalui pintu wacana post-structuralism dan post-modernism yang peduli pada keberagaman pengetahuan dan pendekatan (approach) multidisipliner. Setelah melewati pintu wacana post-structuralism dan post-modernism ini, wacana SHI

mempunyai peran yang cukup penting sebagai ruang bebas bagi berbagai macam wacana untuk membaca dan memaparkan kondisi dunia internasional dan konstelasi politik internasional, sehingga keterjebakan disiplin tubuh (ilmu) SHI Timur yang terbayangkan oleh wacana kuasa/pengetahuan Barat yang memberikan analisis ‘kaca mata kuda’ dan totaliter dapat terhapuskan, diganti dengan pengetahuan dan analisis yang lebih beragam, plural, heterogen, dan dapat mengatasi pengetahuan lokal-universal atau menyuarakan komunitas lokal di tatanan global sebagai bentuk resistensi intertertekstualitas terhadap neo- imperialisme—tradisi pemikiran HI modern. Tesis ini akan memberikan wacana alternatif studi pascakolonialisme Indonesia dalam melihat kondisi dunia internasional dan konstelasi politik internasional. Wacana saminisme merupakan teks pengetahuan Indonesianis dengan strategi kuasa/pengetahuan melalui permainan bahasa yang mereka gunakan sebagai wisdom outlook dunia kehidupannya. Studi wacana saminisme merupakan kajian pascakolonialisme Indonesia yang cukup menarik sebagai alternatif wacana modern Barat dalam SHI. Selain menyuarakan kearifan lokal komunitas samin di Indonesia juga menginspirasikan pijakan tradisi pemikiran HI Indonesia.

Tesis ini sama sekali bukan studi tentang perbandingan tradisi pemikiran antara Barat dan Timur, tetapi memunculkan narasi kecil (smallnarrative) yang telah terkubur, tersembunyi atau tenggelam dari narasi besar (metanarrative) kuasa/pengetahuan Barat. Jadi penulis secara tegas memperjuangkan egalitarianisme dan kemanusiaan yang beradab serta keadilan sosial wacana yang sesunguhnya di politik dunia beragam dengan cara membongkar metanarrative kuasa/pengetahuan Barat, sehingga wacana smallnarrative yang berakar dari Indonesia: wacana saminisme yang selama ini dibungkam, disembunyikan dan dibekukkan bisa dihadirkan di SHI. Implikasinya, muncul sebuah pemahaman baru bahwa SHI setelah Perang Dingin bukan merupakan representasi kuasa pengetahuan Barat ataupun istilahnya: foundationalism eksistensi Barat sebagai satu-satunya kebenaran, keilmiahan sebuah disiplin ilmu, objektif dan bebas nilai, tetapi hadirnya eksistensi dan representasi suara yang terbungkam yang dipercikkan secara tidak linier dari local wisdom yang tersebar di seluruh dunia.

Jadi SHI pasca Perang Dingin terpancarkan melalui titik-titik tatanan ordo komunitas lokal atau indigenous people secara acak, irasional, diskontinu dan berserakan.

Sistematisasi bagian ini terdiri dari tiga bagian: pertama, memaparkan debat besar sebagai dinamika tradisi pengetahuan dan pemikiran dalam SHI. Perdebatan ini berlangsung dari awal mula studi ini berdiri di Eropa Kontinental hingga rekonstruksi paling puncak melalui tradisi pemikiran Amerika Serikat. Kedua, sebuah pemaparan kontemplatif, yakni menjelaskan kontemplasi (ketidakpuasan) penulis terhadap semua pengetahuan HI yang sudah ada: idealisme/liberalisme, tradisionalisme, saintisme, konstruktivisme dan teori internasional kritis. Semua pengetahuan tersebut merupakan tradisi pemikiran partikular Yunani yang terus direkonstruksi oleh pemikir Barat seperti Eropa Kontinental dan Amerika Serikat. Ketiga, memaparkan alternatif baru berupa studi pascakolonialisme pengetahuan Timur lokal yang tengah terbungkam, tenggelam dan tidak ilmiah (dalam klaim Barat). Dari sekian banyak pengetahuan Timur lokal yang ada, penulis menawarkan alternatif wacana saminisme sebagai wacana resistensi intertekstualitas (non-violence resistance movement) terhadap neo-imperialisme— tradisi pemikiran Barat. Dengan kata lain, gerakan perlawan tanpa kekerasan ini diwujudkan salah satu bentuknya dalam gerakan strategis perjuangan teks-teks permainan bahasa lokal yang direpresentasikan tesis ini ke dalam tradisi pemikiran HI.

A.1. Tradisi pemikiran Hubungan Internasional: Formulasi Pasca Perang Dunia II

Untuk mengetahui tradisi pemikiran HI pasca Perang Dunia II, penulis perlu memaparkan penjelasan karya Miles Kahler, Inventing International Relations:

International Relations Theory After 1945. 1 Kahler berusaha menguji ulang jalan wilayah baru HI dalam menghadapi masalah perubahan kondisi dunia

internasional setelah tahun 1945. Oleh karena itu, Kahler memaparkan sejarah HI

1 Miles Kahler, “Inventing International Relations: International Relations Theory After 1945,” dalam New Thinking in International Relations Theory, editor Michael W. Doyle dan G. John

Ikenberry, Amerika Serikat, (USA: Westview Press, 1997).

yang menggambarkan evolusi HI dengan tiga tujuan: pertama, mereproduksi aktivitas intelektual sepanjang masa dengan menggali alternatif teoritisasi yang tengah diasingkan dari yang lainnya. Kedua, pemahaman kita tentang sejarah HI akan sangat berpengaruh terhadap garis lurus masa depan wilayah studi ini; pemahaman kolektif masa lalu adalah suatu faktor penentu dari arah kita di HI. Ketiga, penjelajahan masa lalu kita (tradisi para pemikir HI) memberikan pemahaman yang lebih baik untuk keluar dari perasaan ketidakpuasan kita sekarang ini; kita dapat memahami tidak hanya mengapa kita harus berbuat apa yang kita telah perbuat, tetapi juga mengapa kita, di mana kita. Sejarah penuturan evolusi HI yang Kahler berusaha jelaskan ini berpusat pada wilayah Amerika Serikat, Inggris dan Eropa Kontinental.

Menurut Kahler, peristiwa “Perdebatan Besar” dalam SHI merupakan bagian dari fenomena sejarah pemikiran HI. “Debat Besar Pertama” ini berlangsung antara kubu pemikiran idealisme yang mengawinkan entitas hukum legal dengan entitas institusi, dengan menafikan adanya politik kekuasaan, dan kubu pemikiran realisme yang diperlengkapi dengan fondasi seperti berpijak pada hukum alamiah alam, aksi negara beserta konteks sejarah yang membaca kondisi perang dalam hubungan internasional. Menurut Kahler, “Debat Besar Kedua“ berlangsung antara pemikiran saintifik dengan pemikiran tradisionalisme pada tahun 1960an. Pemikiran tradisionalisme HI berasal dari tradisi Inggris (British) yang menekankan pada aspek hukum, filsafat, dan sejarah diplomasi. Namun tradisi ini menjadi semakin tenggelam dengan adanya pemikiran saintifik yang juga biasa dinamai dengan behavioralisme sosial sains. Kemudian “Debat Besar Ketiga,” berawal dari tuntutan berbagai macam pemikir kritis yang menyerang pemikiran mainstream HI seperti pemikiran saintifik HI. Serangan ini mengkritik bahwa pemikiran saintifik HI mempunyai pretensi dan bias-bias normatif. Serangan yang paling keras berasal dari pemikiran post-modernism. Pemikir mainstream HI puas dengan kemajuan (progress), sedangkan pemikir kritis pesimis dan skeptis terhadapnya. Di bawah ini Kahler menuturkannya dengan lebih luas dan mendalam dengan mengutip para pemikir HI yang berkonfrontasi.

Menurut Kahler, Debat Besar dalam tubuh SHI justru mengembangkan tradisi pemikiran dan teoritisasi SHI. Kahler menunjukkan Debat Besar Pertama ini dengan menjelaskan tentang salah satu gagasan kaum idealis, Norman Angell dalam bukunya, The Great Illusion (1912) yang menyatakan dalam membentuk perilaku negara-bangsa, entitas ekonomi merupakan aspek yang signifikan. Penekanan pada signifikansi aspek ekonomi cenderung menghapus pemikiran tentang kemungkinan perang antara negara-bangsa. Peristiwa ini mengakibatkan meningkatnya perekonomian, khususnya negara-negara industri Eropa yang justru mempunyai gagasan untuk menciptakan penaklukan teritorial yang menguntungkan pada era sebelum PD I. Karya Angell ini dikritik oleh argumen Kahler yang menegasi klaim tentang pemikiran idealisme dengan menyebut Angell justru sebagai pemikir materialisme. Argumen Kahler ini berdasarkan pada fenomena sistem negara-bangsa saat itu dan kompetisi nasionalismenya yang ternyata sangat miskin dengan aspek realitas ekonomi.

Kahler juga mengutip pemikir liberal Canada, James T. Shotwell yang membawa kita pada kondisi abad ke-19, di mana kaum liberalis melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan pertumbuhan ekonomi yang independen, menciptakan jaringan baru antar umat manusia. Saat itu kerja Shotwell mengikuti program propaganda pemerintah Amerika Serikat dalam PD I, mempersiapkan Paris Peace Conference, dan menekan Amerika Serikat untuk bergabung dengan League of Nations dan the Kellogg-Briand Pact (1828). Namun karena Dokrin Monroe, Amerika Serikat tidak menjadi anggota LBB. Sebagai ilmuwan HI, selain studi sejarah yang dia tekuni, dia juga mengembangkan studi dampak- dampak industrialisasi dan revolusi saintifik terhadap perdamaian. Komentar Kahler terhadap dua pemikir HI tersebut sebenarnya mencirikan mereka sebagai kaum liberalis dan institusionalis, tetapi mereka sangat idealis. Namun karena kondisi dunia saat itu terjadi perang, maka mereka lebih pantas dicirikan sebagai kaum liberal-materialis daripada sebagai kaum idealis. Selain dua pemikir tersebut, Kahler menceritakan juga bahwa saat itu, banyak pemikir dan praktisi HI yang lain seperti Arnold Wolfers, Frederick Dunn dan sejarawan Chicago,

Frederick Schuman yang menegaskan bahwa pemikiran idealisme saat itu memang mendominasi selama perang (1930an).

Lawan pemikiran liberalisme Anglo-American adalah pemikiran realisme yang merupakan transplantasi luas dari Eropa Kontinental. Para ilmuwan HI sekaligus imigran dari Eropa seperti Hans Morgenthau, Nicholas Spykman dan John Herz memperkenalkan tradisi Eropa Kontinental dan sifat pesimistis politik kekuasaan (power politics) ke dalam wilayah HI Amerika Serikat. Ketika saat kondisi berubah saat itu, pemikiran idealisme mulai diklaim salah menafsirkan realitas. Berawal dari konteks tersebut, maka menjadi sangat penting bagi kita untuk memfokuskan pada pemikir pesimisme para kaum realis. Kehadiran pemikiran realisme tidak menjadi suatu fenomena normal di Amerika Serikat – yang saat itu didominasi oleh kaum saintifik, sehingga mereka juga bermusuhan dengan pemikiran rasionalisme (positivisme). Sebelum datang ke Amerika Serikat, Morgenthau sempat mengkritik “rationalistic pretenses” Karl Marx dan Sigmund Freud saat kuliah filsafat di Frankfurt (1920an). Seperti kaum realis yang lainnya, Morgenthau merefleksikan sebuah belokan dan pesona irasionalisme yang mencirikan budaya Eropa setelah PD I. Menurut Kahler, hal ini merupakan momen ironi, ketika pemikiran realisme yang ditransplantasikan dari Eropa ini berelaborasi dengan rational choice dalam sintesis kaum neorealis Amerika Serikat, di mana praktik-praktik saintifik studi politik internasional di Amerika Serikat itu juga tidak disepakati oleh seorang realis seperti George Kennan.

Menurut Kahler, momen pasca 1945 secara kontingen memunculkan pemikiran “scientists” dalam SHI. Pemikiran ini merupakan wilayah akademik yang masih muda, tertinggal jauh dari ilmu sosial dan sejarawan dalam proses institusionalisasi dan profesionalisasinya. Tradisi pemikiran idealisme dan realisme secara tidak sengaja dipakai sebagai tumpuan kaum saintifik dalam proses pengembangan profesionalisasiannya. Proses ini merupakan momen pendewasaan SHI. Pusat pemikiran dan gerakan kaum saintis ini berpusat di Chicago school yang menyebar luas dalam rangka mentransformasikan ilmu politiknya selama tahun 1920an dan 1930an. Ilmuwan politik seperti Charles