FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MURID KELAS II SD KRATON YOGYAKARTA.

(1)

FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MURID KELAS II SD N KRATON

YOGYAKARTA SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Ardi Wiranata NIM 12108249006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

Sebarluaskan ilmu dan ajarilah orang yang tidak mengerti sehingga dia mengerti. Karena, ilmu itu tidak akan binasa (lenyap) kecuali kalau ia biarkan rahasia

(tersembunyi) pada seseorang.”


(6)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur, karya ini peneliti persembahkan teruntuk:

1) kedua orang tua tercinta terima kasih atas doa, nasihat, dukungan, serta segala perjuangannya yang dengan ikhlas memberi semangat, motivasi, dorongan yang tiada pernah henti,

2) almamater Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta,


(7)

FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MURID KELAS II SD KRATON

YOGYAKARTA

Oleh

ARDI WIRANATA NIM 12108249006

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD Negeri Yogyakarta

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Informasi penelitian ini adalah guru kelas, siswa, dan orang tua siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan langkah-langkah reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendukung kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD Negeri Kraton di antaranya yaitu tersedianya perpustakaan yang memadai, guru memberi motivasi kepada siswa untuk membaca, guru menggunakan proses pembelajaran yang menarik, bahan bacaan yang cukup, dan lingkungan keluarga. Sedangkan faktor penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD Negeri Kraton di antaranya yaitu sekolah belum maksimal melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menunjang peningkatan kemampuan membaca, sekolah belum memiliki tempat khusus untuk membaca selain di perpustakaan, dan minat yang rendah.

Kata kunci: pendukung kemampuan membaca permulaan, penghambat kemampuan membaca permulaan,murid kelas II Sekolah Dasar.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga peneliti pada dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Faktor Pendukung dan Penghambat Kemampuan Membaca Permulaan Murid Kelas II Sekolah Dasar Negeri Kraton Yogyakarta”.

Keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat.

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk memperoleh gelar sarjana di prodi PGSD FIP UNY. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan bantuan penelitian.

4. Ketua Jurusan PSD (Pendidikan Sekolah Dasar) yang telah memberikan motivasi kepada peneliti untuk memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi. 5. Bapak HB. Sumardi, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran

dan perhatian telah membimbing peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas skripsi ini dengan baik.

6. Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis dalam menempuh dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(9)

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Fokus Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Membaca Permulaan ... 7

1. Pengertian Membaca ... 7

2. Tujuan Membaca ... 9

3. Pengertian Membaca Permulaan ... 12

4. Tujuan Membaca Permulaan ... 14

5. Metode Pengajaran Membaca Permulaan ... 15

6. Kemampuan Membaca Permulaan ... 19


(11)

C. Tinjauan tentang Siswa Sekolah Dasar ... 25

D. Kerangka Pikir... 28

E. Pertanyaan Penelitian ... 30

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 31

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

C. Teknik Pengumpulan Data ... 31

D. Instrumen Penelitian ... 33

E. Teknik Analisis Data ... 35

F. Keabsahan Data ... 37

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi, Jumlah Murid, Jumlah Guru dan Karyawan, Subjek, dan Objek Penelitian 39

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian 41

1. Faktor Pendukung dan Penghambat Kemampuan Membaca Permulaan Murid Kelas II SD Negeri Kraton Tahun Ajaran 2016 41

C. Pembahasan 50

D. Keterbatasan Penelitian 53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 54

B. Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56


(12)

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Tahap Kognitif Menurut Piaget ... 26 Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Penelitian Faktor Pendukung dan Penghambat

Kemampuan Membaca Permulaan Murid Kelas II SD N Kraton ... 33 Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Wawancara Faktor Pendukung dan Penghambat

Kemampuan Membaca Permulaan Murid Kelas II SD N Kraton ... 34 Tabel 4. Jumlah Murid SD N Kraton ... 40


(13)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Komponen dalam analisis data (interactive model) oleh Miles


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

hal Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian Faktor Pendukung dan

Penghambat Kemampuan Membaca Permulaan Murid

Kelas II SD N Kraton 61 Lampiran 2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara Faktor Pendukung dan

Penghambat Kemampuan Membaca Permulaan Murid

Kelas II SD N Kraton 62 Lampiran 3. Reduksi Data, Penyajian Data, Dan Kesimpulan Hasil

Wawancara Siswa Kelas II SD Faktor Pendukung dan Penghambat Kemampuan Membaca Permulaan Murid

Kelas II SD N Kraton Yogyakarta 63 Lampiran 4. Reduksi Data, Penyajian Data, Dan Kesimpulan Hasil

Wawancara Guru Kelas II SD Faktor Pendukung dan Penghambat Kemampuan Membaca Permulaan Murid

Kelas II SD N Kraton Yogyakarta 65 Lampiran 5. Reduksi Data, Penyajian Data, Dan Kesimpulan Hasil

Wawancara Orang Tua Murid II SD Faktor Pendukung dan Penghambat Kemampuan Membaca Permulaan Murid

Kelas II SD N Kraton Yogyakarta 67 Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian 68 Lampiran 7. Dokumentasi 72


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Murid mampu membaca bukan karena secara kebetulan atau didorong oleh inspirasi, tetapi karena diajari. Membaca bukanlah kegiatan alamiah, tetapi seperangkat komponen yang dikuasai secara pribadi dan bertahap, yang kemudian terintegrasi dan menjadi otomatis. Dalam hal ini William S. Gray (I Gusti Ngurah Oka, 2005: 34) menekankan bahwa membaca tidak lain daripada kegiatan pembaca menerapkan sejumlah keterampilan mengolah tuturan tertulis (bacaan) yang dibacanya dalam rangka memahami bacaan.

Proses pembelajaran biasanya seorang pembelajar merasakan nikmatnya membaca bukan hanya sebagai peristiwa pemecahan kode, tetapi lebih sebagai penerimaan pengetahuan dan kebahagiaan. Orang seperti akan tampil tenang dan matang karena memiliki berbagai pengalaman tambahan seperti ia bisa menikmati dari bukan hanya fiksi tetapi juga non fiksi yang dibacanya. Ditinjau dari segi anak kemungkinan mereka menemukan kegembiraan tetapi sangat bergantung pada asuhan dan arahan para orang tua dan guru.

Tujuan tambahan pelajaran membaca adalah menciptakan anak yang gemar membaca.Biasanya hal ini dapat diransang dengan mempergunakan cerita.Karena cerita pasti menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Hal ini dapat dipahami dengan melihat bagaimana bersemangat mengisahkan pengalamannya dengan tuturan orang lain dalam perjalanan waktu berkembang menjadi kemampuan menyerap dan menganalisa


(16)

pengalaman, dalam bentuk pengalaman contoh panutan. Anak memanfaatkan kemampuan membacanya dengan santai, sesuai dengan kebutuhan: apakah sekedar kenikmatan atau penambah pengetahuan.

Dalam era globalisasi, ketika tanpa kita kehendaki tuntutan kehidupan meningkat, pembaca tak lagi boleh hanya sebagai membawa kenikmatan, tetapi sebagai alat pencapai percepatan itu sendiri. Artinya orang wajib mengejar semua informasi.Ia harus memiliki keterampilan mengumpulkan data dengan cepat sekaligus benar.Dan disini membaca cepat menjadi utama.

Muchlishoh (1992: 153) mengatakan membaca cepat yaitu jenis membaca yang diberikan dengan tujuan agar para murid dalam waktu singkat dapat membaca secara lancar, serta dapat memahami isinya. Sementara itu, Soedarso(2004 :11) mengatakan “metode speedreading merupakan

semacamlatihan untuk mengelola secara cepat proses penerimaan informasi”.

Seseorang akan dituntut untuk membedakan informasi yang diperlukan atau tidak. Informasi itu kemudian disimpan dalam otak.

Speed reading juga merupakan keterampilan yang harus dipelajari agar mampu membaca lebih cepat. Tidak ada orang yang dapat membaca cepat karena bakat.Maka itu harus dipahami bahwa membaca cepat bukanlah melulu cepat memecah kode dan segera menyelesaikan sebuah buku.Membaca cepat adalah bagaimana kita dapat membaca dengan pemahaman yang lebih baik dalam waktu lebih cepat serta mengingatnya dengan baik pula.Bersamaan

dengan hal tersebut di atasSupriyadi (1995: 127) menyatakan “Keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan


(17)

lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh adalah kemampuan

memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat”.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada tanggal 7 Januari 2016 saat pelajaran bahasa indonesia berlangsung anak-anak kurang kreatif. Hal ini dibuktikan dengan anak bermain sendiri berbicara dengan temannya, dan beberapa murid tidak mau membaca teks di depan kelas ketika diminta oleh guru serta murid belum berani maju di depan kelas untuk membaca teks bacaan. Murid mau membaca setelah guru menyebutkan angka sesuai dengan tempat duduk anak.

Permasalahan yang dihadapi saat pelajaran berlangsung yaitu murid kurang bertanggung jawab saat diberikan tugas oleh guru. Hal ini dibuktikan ketika guru meminta murid untuk membaca, murid tidak segera membaca teks yang diberikan oleh guru.

Murid kurang termotifasi untuk membaca. Hal ini karena ketika murid diminta guru untuk membaca tidak langsung membaca. Guru harus memberi motivasi kemurid agar mau membaca di depan kelas yaitu dengan menyemangati murid, jika membaca itu tidak membuat bahan murid menjadi sakit.

Guru juga sering menggunakan cara pembelajaran membaca klasik yang menyebabkan guru sulit untuk mengetahui murid yang sudah lancar membaca dan yang belum. Guru kurang memberikan latihan membaca secara individual kepada murid sehingga murid kurang terlatih untuk membaca.


(18)

Hasil yang demikian besar tentu diperlukan pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran adalah untuk mengetahui adalah mengetahui apa yang ingin dikuasai. Oleh karena itu, tidak membuang waktu dalam membaca informasi yang tidak relevan dengan yang dicari. Diantaranya dengan meyakini maksud atau tujuan, yang melahirkan fokus dan berdampak konsentrasi.Kesemua itu memerlukan teknik yang sering kali berbeda dari orang ke orang. Riris K. Toha Sarumpaet (2005 : 51) mengatakan bahwa:

Yang pertama berkaitan dengan jenis serta ketepatan kwalitas penerangan dan yang kedua mengenai postur serta cara duduk bahkan penentuan jarak dan letak buku. Sambil melorot, melingkar, membungkuk, atau berbaring dan bersantai bukanlah cara yang tepat. Buku sebaiknya berada pada sudut 450 dari mata.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan membaca permulaan murid kelas II Sekolah Dasar Negeri Kraton masih rendah.

2. Guru belum mengoptimalkan gaya yang digunakan dalam pembelajaran tentang pendukung dan kemampuan membaca permulaan murid kelas II Sekolah Dasar Negeri Kraton.

3. Anak kurang termotivasi untuk membaca.

C. Fokus Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini difokuskan pada kemampuan membaca permulaan murid kelas II Sekolah Dasar Negeri Kraton Yogyakarta masih rendah.


(19)

D. Rumusan Masalah

1. “Bagaimana faktor pendukung kemampuan membaca permulaan murid

kelas II Sekolah Dasar Negeri Kraton Yogyakarta?”

2. “Bagaimana faktor penghambat kemampuan membaca permulaan murid

kelas II Sekolah Dasar Negeri Yogyakarta?”

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung kemampuan membaca permulaan murid kelas II Sekolah Dasar Negeri Kraton Yogyakarta.

2. Untuk mendeskripsikan faktor penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II Sekolah Dasar Negeri Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Memberikan sumbangan informasi dan pemikiran mengenaifaktor penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II Sekolah Dasar Negeri Kraton Yogyakarta.

2. Secara Praktis

a. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan koreksi dan pertimbangan bagi sekolah untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan agar semakin meningkat dan lebih baik dari yang sebelumnya.


(20)

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai faktor penghambat kemampuan mambaca permulaanmurid sehingga guru dapat melakukan pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan membaca permulaan murid dengan memperhatikan faktor yang mempengaruhi. Selain itu, memudahkan guru untuk menyampaikan faktor penghambat kemampuan membaca permulaan murid tersebut kepada orang tua/wali sehingga dapat saling bekerja sama untuk mengembangkan kemampuan membaca permulaan murid baik di sekolah maupun di rumah.

c. Mahasiswa PGSD sebagai Calon Guru

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa sebagai calon guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah nantinya.


(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan tentang Membaca Permulaan

1. Pengertian Membaca

Menurut Kamus Umum Bahan Indonesia, membaca berasal dari kata baca. Membaca memiliki arti melihat tulisan dan mengerti atau dapat melisankan apa yang tertulis itu. Menurut Soedarso (2002: 14) membaca didefinisikan secara singkat sebagai interaksi pembaca terhadap pesan tulis. Di

pihak lain, Spobek dan Sarasco (Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuchdi,

1999: 31) mengatakan bahwa membaca merupakan proses memperoleh makna dari barang cetak.

Iskandar Wassid dan Dadang Sunendar (2008: 246) mengatakan bahwa membaca merupakan kegiatan untuk mendapatkan makna dari apa yang tertulis dalam teks. Untuk keperluan tersebut, selain perlu menguasai bahasa yang dipergunakan, seorang pembaca perlu juga mengaktifkan berbagai proses mental dalam sistem kognisinya.

Lebih lanjut Puji Santosa (2009: 6.3) berpendapat, membaca merupakan kegiatan memahami bahasa tulis. Pesan dari sebuah teks atau barang cetak lainnya dapat diterima apabila pembaca dapat membacanya dengan tepat, akan tetapi terkadang pembaca juga salah dalam menerima pesan dari teks atau barang cetak manakala pembaca salah dalam membacanya.

Menurut H.G.Tarigan (2008: 7) mendefinisikan pengertian membaca adalah sebagai suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media


(22)

kata–kata atau bahasa tulis. Menurut Munawir Yusuf, dkk.(2003: 69) membaca merupakan aktivitas audiovisual untuk memperoleh makna dari simbol yang berupa huruf atau kata.Hal yang senada juga diungkapkan oleh Anderson, dkk. (Sabarti Akhadiah, dkk. 1992/1993: 22) bahwa membaca adalah sebagai suatu proses untuk memahami makna suatu tulisan.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Sukirno (2009: 2) membaca adalah penerapan seperangkat keterampilan kognitif untuk memperoleh pemahaman dari tuturan tertulis yang dibaca. Pengertian tersebut juga mengartikan bahwa membaca merupakan kemampuan kompleks yang menuntut kerjasama antara sejumlah pengetahuan agar dapat memaknai tulisan yang ada, sehingga pembaca harus dapat menggunakan pengetahuan yang sudah dimilikinya.

Menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996/1997: 49) mendefinisikan membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca, seseorang akan dapat memperoleh informasi, memperoleh ilmu dan pengetauan serta pengalaman-pengalaman baru. Dengan demikian, membaca menjadi unsur yang penting bagi perkembangan pengetahuan manusia.

Setiap pembaca memiliki tahap perkembangan kognitif yang berbeda, misalnya murid kelas rendah (murid kelas I / II ) dengan murid kelas tinggi (murid kelas IV), tingkat perkembangan kognitifnya tidak sama. Dengan demikian, bahan ajar (bacaan yang dibaca) pun tidak sama, sehingga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif yang dimiliki murid agar dapat berkembang secara optimal.


(23)

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan oleh para tokoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu aktivitas komplek yang melibatkan kegiatan fisik maupun mental yang bertujuan untuk memahami isi bacaan sesuai dengan tahap perkembangan kognitif serta menggunakan sejumlah pengetahuannya untuk mendapatkan pesan atau informasi dari sebuah tulisan atau bahasa tulis, sehingga menjadikan bermakna dan bermanfaat bagi pembaca.

2. Tujuan Membaca

Membaca memiliki beberapa tujuan. Membaca dengan suatun tujuan, cenderung lebih mudah untuk memahami bacaan tersebut dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan. Adapun tujuan membaca menurut Blanton, dkk. dan Irwin (Farida Rahim, 2005: 11-12) adalah:

a) kesenangan,

b) menyempurnakan membaca nyaring, c) menggunakan strategi tertentu,

d) memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik,

e) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya, f) memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tulisan,

g) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi

h) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, dan

i) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

Sementara itu, ahli membaca Steve Stahl (Santrock, 2004: 420) percaya bahwa tujuan instruksi membaca seharusnya dapat membantu murid untuk: a) mengenali kata secara otomatis,

b) memahami teks, dan


(24)

Tujuan umum orang membaca adalah untuk mendapatkan informasi baru. Pada kenyataannya terdapat tujuan membaca yang lebih khusus seperti yang dikatakan oleh Darmono (2004: 183), sebagai berikut.

a) Membaca untuk kesenangan. Termasuk dalam ketegori ini adalah membaca novel, surat kabar, majalah, dan komik. Menurut David Eskey tujuan membaca semacam ini adalah reading for pleasure.

Bacaan yang dijadikan objek kesenangan menurut David adalah sebagai bacaan ringan,

b) Membaca untuk meningkatkan pengetahuan seperti pada mambaca buku-buku pelajaran buku-buku ilmu pengetahuan. Kegiatan membaca untuk meningkatkan pengetahuan disebut juga dengan reading for intellectual profit, dan

c) Membaca untuk melakukan suatu pekerjaan, misalnya para mekanik perlu membaca buku petunjuk, ibu-ibu membaca booklet tentang resep masakan, membaca prosedur kerja dari pekerjaan tertentu. Kegiatan membaca semacam ini dinamakan dengan reading for work.

Tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Berikut ini dikemukakan beberapa tujuan dari membaca menurut Anderson (H.G. Tarigan, 2008: 9-11), sebagai berikut.

a) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh; apa yang terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts),

b) Membaca untuk mengatahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh


(25)

tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main idea),

c) Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan ketiga/seterusnya – setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian, kejadian yang dibuat dramatisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization),

d) Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut memaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference),

e) Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak bisa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak. Ini disebut membaca untuk mengelompokkkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify),

f) Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukurun tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh tokoh, atau bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate),


(26)

g) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, dan bagaimana tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).

Berdasarkan beberapa pemaparan tersebut, tujuan membaca tidak hanya untuk kesenangan saja. Membaca memiliki tujuan yaitu meningkatkan pengetahuan, mendapatkan informasi baru, meningkatkan kemampuan membaca, dan untuk dapat melakukan suatu pekerjaan. Hal ini dapat mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan membaca.

3. Pengertian Membaca Permulaan

Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjukkan pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjukkan pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata dan kalimat (Sabarti Akhadiah, 1992: 20).

M. Ngalim Purwanto (2002: 29) menyatakan bahwa disebut

“pembelajaran membaca permulaan jika pembelajaran membaca itu yang diutamakan adalah (1) memberi kecakapan kepada murid untuk untuk mengubah rangkaian-rangkaian huruf menjadikan rangkaian-rangkaian bunyi bermakna, (2) melancarkan teknik membaca pada anak-anak.

Erni Dwi Haryanti (2010: 17) mengemukakan bahwa pembelajaran membaca permulaan merupakan pembelajaran yang menekankan pada pengenalan simbol bahasa (huruf) yaitu pengenalan kata. Membaca permulaan adalah pembelajaran membaca awal yang diberikan kepada murid kelas I/II


(27)

SD. Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa.

Berdasarkan dari pendapat-pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa membaca permulaan adalah tahapan proses membaca bagi murid kelas awal, agar terampil membaca serta mengembangkan pengetahuan bahasa dan keterampilan berbahasa.

Menurut Yuni Pratiwi (2007: 1.5) membaca permulaan adalah kegiatan berbahasa yang secara aktif menyerap informasi atau pesan yang disampaikan melalui media tulis, seperti buku, artikel, modul, surat kabar, atau media tulis.Tahap membaca lanjutan menurut (Amin, M1995: 211) "Membaca lanjutan adalah anak tidak sekedar mengenal simbol atau tanda-tanda tapi sudah mempergunakannya untuk membaca kata atau kalimat sehingga anak memahami apa yang dibacanya."

Membacapermulaan merupakan saat kritis dan strategis dikembangkannya kemampuan membaca tanpa teks yaitu membaca dengan cara menceritakan gambar situasional yang tersedia. Pengembangan yang tepat pada membaca permulaan ini perlu sekali, biasanya yang paling cocok dan sesuai pada anak yaitu membaca sambil bermain misalnya membaca menggunakan permainan kartu kata bergambar.

Adapun menurut Shodiq (1996: 126) menyatakan bahwa "Membaca permulaan merupakan tahap membaca permulaan yang lebih diarahkan kepada membaca".Pada tahap membaca permulaan anak membaca huruf atau kata


(28)

tidak lagi terlalu tergantung pada lingkungan tetapi pada saat tiba masa ke anak yaitu anak usia 6 tahun atau 7 tahun bagi anak normal. Pada tahap membaca ini kemandirian anak pada saat membaca mulai ada tetapi anak belum bisa dilepas sepenuhnya saat membaca kata atau kalimat untuk itu tahap ini masih perlu ada bantuan yang diberikan oleh guru atau orang tua kepada anak melalui berbagai latihan terbimbing.

Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa membaca permulaan merupakan tahap awal anak belajar membaca dengan fokus ada pengenalan simbol-simbol huruf dan aspek-aspek yang mendukung pada kegiatan membaca lanjutan.Oleh karena itu, pengajaran remedial pada membaca permulaan memiliki peranan penting untuk mengatasi kesulitan-kesulitan membaca yang dihadapi oleh anak.

4. Tujuan Membaca Permulaan

Membaca permulaan hendaknya mempunyai tujuan, karena seseorang membaca dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan.

Erni Dwi Haryanti (2010: 18) mengemukakan bahwa tujuan membaca permulaan adalah agar murid memiliki keterampilan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Membaca permulaan bertujuan memberikan kemampuan dasar untuk membaca yaitu murid mengenal/mengetahui huruf dan terampil mengubah huruf menjadi suara (Esther Kartika, 2004: 116).


(29)

Selain tujuan tersebut, tujuan membaca permulaan adalah “murid dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat”. Membaca permulaan mempunyai sasaran. Salah satu ahli berpendapat bahwa sasaran membaca permulaan adalah (1) murid dapat melafalkan huruf-huruf yang berbentuk dalam susunan kata, frase, kalimat dengan lancar, (2) murid dapat menggunakan tanda baca dengan benar dalam membaca, (3) murid dapat membaca dengan kecepatan yang konstan dan (4) murid dapat memahami isinya (H. M. Roesdi, 2002: 3).

Dari pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran membaca permulaan bertujuan untuk memberi kemampuan dasar untuk membaca, sehingga murid mampu melafalkan huruf yang terbentuk dalam susunan kata, frasa, atau kalimat. Selain itu juga dengan membaca permulaan murid dapat membaca dengan kecepatan yang konstan dan menggunakan tanda baca dengan benar.

5. Metode Pengajaran Membaca Permulaan a. Metode Kata Lembaga

bola - bo-la ── b - o - l - a ── bo – la ── bola

bola ─── bo - la ─── b - o ─── l - a

bo - la ─── bola

Kepada murid disajikan kata-kata: salah satu di antaranya merupakan kata lembaga, yaitu kata yang sudah dikenal oleh murid. Kata tersebut diuraikan menjadi suku kata, suku kata diuraikan menjadi huruf. Setelah itu


(30)

huruf dirangkai lagi menjadi suku kata, dan suku kata dirangkaikan menjadi kata.

b. Metode SAS

Dalam pelaksanaannya, metode ini dibagi dalam dua tahap, yakni: (1) tanpa buku, (2) menggunakan buku. Mengenai hal itu Momo (1979) mengemukakan beberapa cara.

Pada tahap buku, pembelajaran dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut:

1) Merekam Bahasa Murid

Bahasa yang digunakan oleh murid di dalam percakapan mereka, direkam untuk digunakan sebagai bahan bacaan. Karena bahasa yang digunakan sebagai bahan bacaan adalah bahasa murid sendiri maka murid tidak akan mengalami kesulitan.

2) Menampilkan Gambar Sambil Bercerita

Dalam hal ini, guru memperlihatkan gambarkepada murid, sambil bercerita sesuai dengan gambar tersebut. Kalimat-kalimat yang digunakan guru dalam bercerita itu digunakan sebagai pola dasar bahan membaca.

Contoh : Guru memperlihatkan gambar seorang anak yang sedang menulis, sambil bercerita, misalnya ini Adi. Adi duduk dikursi. Ia sedang menulis surat.


(31)

a) Membaca Gambar

Contoh : guru memperlihatkan gambar seorang ibu yang sedang memegang sapu, sambil

mengucapkan kalimat, “ini ibu”.

Murid melanjutkan membaca gambar tersebut dengan bimbingan guru.

b) Membaca Gambar Dengan Kartu Kalimat

Setelah murid dapat membaca gambar dengan dengan lancar, guru menempatkan kartu kalimat di bawah gambar. Untuk memudahkan pelaksanaannya dapat digunakan media berupa papan selip atau papan flanel, kartu kalimat, kartu kata, kartu huruf, dan kartu gambar. Dengan menggunakan kartu-kartu dan papan selip atau papan flanel, untuk menguraikan dan menggabungkan kembali akan lebih mudah.

c) Membaca Kalimat Secara Struktural (S)

Setalah murid mulai dapat membaca tulisan di bawah gambar, sedikit demi sedikit gambar dikurangi sehingga akhirnya mereka dapat membaca tanpa dibantu gambar, dalam kegiatan ini yang digunakan kartu-kartu kalimat serta papan selip atau papan flanel. Dengan dihilangkannya gambar maka yang dibaca murid adalah kalimat:


(32)

Misalnya: ini bola ini bola adi

ini bola ali

ini bola tuti

a. Proses Analitik (A)

Sesudah murid dapat membaca kalimat, mulailah menganalisis kalimat itu menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf. Misalnya :

ini bola ini bola i – ni bo – la i – n – i b – o – l – a b. Proses Sintetik (S)

Setelah murid mengenal huruf-huruf dalam kalimat yang diuraikan, huruf-huruf itu dirangkaikan lagi menjadi suku kata, suku menjadi kata, dan kata kalimat seperti semula.

Misalnya:

i– n – i b – o – l – a i – ni bo – la

i – ni bo – la ini bola


(33)

Secara utuh, proses SAS tersebut sebagai berikut: ini bola

ini bola i– ni bo – la i– n – i b – o – l – a

i– ni bo – la ini bola

ini bola 6. Kemampuan Membaca Permulaan

a. Pengertian Kemampuan

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 707), “kemampuan”

berarti kesanggupan atau kecakapan. Sedangkan menurut Chaplin (Syafaruddin, 2012), ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga untuk melakukan suatu perbuatan. Robbins (Syafaruddin, 2012: 72), mengatakan bahwa kemampuan adalah suatu kepasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan merupakan suatu kesanggupan, kecakapan, kekuatan individu dalam melakukan perbuatan untuk mengerjakan tugas dalam suatu pekerjaan yang telah menjadi tanggung jawab.

Pada tingkat awal membaca, anak belajar menguasai huruf vokal dan konsonan serta bunyinya. Anak belajar bahwa huruf i memberikan suara /i/, huruf a memberikan suara /a/, hutruf b memberikan suara /beh/, huruf n


(34)

memberikan suara /en/, dan sebagainya. Selanjutnya anak mulai menggabungkan bunyi /b/ dengan /i/ menjadi /bi/, bunyi /n/ dengan /a/ menjadi /na/, dan seterusnya. Baru kemudian anak mampu menggabungkan suku kata menjadi kata, misalnya /bi/ dengan /ru/ menjadi /biru/, dan sebagainya (Munawar Yusuf, 2005: 162).

Slamet Suryanto (2005: 165-166) menyebutkan bahwa sejak kecil anak sudah mengidentifikasi berbagai jenis huruf melalui environmental print atau bentuk tulisan yang ada di lingkungan anak. Selanjutnya anak menghubungkan huruf-huruf tersebut dengan media lain yang ada di sekitarnya. Anak mulai memahami bahwa huruf-huruf tercetak tersebut memiliki makna. Membaca permulaan, merangkai huruf, dan melafalkannya bukan merupakan kegiatan

yang mudah bagi anak. Beberapa huruf seperti “h” dan “k” sudah berbunyi /ha/

dan /ka/ meskipun tidak diberi huruf “a” huruf “b” ,“c”, dan “d” juga sudah berbunyi /be/, /ce/, dan /de/ meskipun tidak diberi huruf “e”.

Kemampuan membaca permulaan menurut Carol S & Barbara A. Wasik (2008: 337), yaitu :

1. menikmati yang sedang dibacakan dan menuturkan kembali cerita- cerita naratif sederhana atau teks informasi,

2. menggunakan bahasa deskriptif untuk menjelaskan dan menyelidiki suatu bacaan,

3. mengenali huruf dan bunyi huruf-huruf, dan

4. memperlihatkan keakraban dengan bunyi-bunyi berima dan bunyi awal suatu kata.

Menurut Pemendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang standar Pendidikan Anak Usia 6-7 tahun pada lingkup perkembangan keaksaraan yaitu sebagai berikut.


(35)

1. menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal.

2. mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda yang ada sekitarnya.

3. menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi atau huruf awal yang sama.

4. memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf. 5. membaca nama sendiri.

6. menuliskan nama sendiri.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan meliputi kemampuan anak dalam mengenali huruf, menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal, mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda yang ada di sekitarnya, menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi atau huruf awal yang sama, memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf, serta mampu membaca nama sendiri.

Dalam penelitian ini indikator kemampuan membaca permulaan yang akan ditingkatkan yaitu anak mampu membaca gambar yang memiliki kata sederhana. Anak mampu menyebutkan kata-kata yang mempunyai huruf awal sama. Kemudian anak dapat menyebutkan satu per satu huruf yang membentuk kata, dan mampu menunjukkan huruf disebutkan, serta dapat menyebutkan huruf yang ditunjukkan.

B. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Permulaan

Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca pada murid, baik pada tahap membaca permulaan maupun tahap membaca lanjut. Lamb dan Arnold (Farida Rahim, 2008: 16-30) faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca permulaan adalah faktor fisiologis, intelektual, lingkungan, dan


(36)

neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar. Keterbatasan neurologis dan kekurangmatangan secara fisik juga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membacanya.

Dalam faktor intelektual, disebutkan terdapat hubungan positif antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-rata peningkatan remedial membaca. Faktor lingkungan mencakup latar belakang pengalaman anak dan status sosial ekonomi keluarga. Sedangkan faktor psikologis mencakup motivasi minat baca, kematangan sosio, kematangan emosi, dan penyesuaian diri.

Motivasi sebagai pendorong anak untuk melakukan kegiatan membaca. Minat baca adalah keinginan yang kuat disertai usaha yang dilakukan untuk mambaca. Pada faktor kematangan sosio, emosi, dan penyesuaian diri mencakup beberapa hal yaitu stabilitas emosi, kepercayaan diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kelompok. Anak yang mudah marah, menangis, menarik diri, mendongkol, dan bereaksi secara berlebihan saat mendapatkan sesuatu, akan mendapat kesulitan dalam pelajaran membaca. Anak yang kurang percaya diri juga tidak bisa mngerjakan tugas yang diberikan kepadanya meskipun tugas itu sesuai dengan kemampuannya.

Menurut Nurbiana Dhieni, dkk. (2008: 5.18-5.21) faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca adalah motivasi, lingkungan keluarga, dan bahan bacaan. Motivasi akan menjadi pendorong semangat anak untuk membaca. Dalam hal ini terdapat dua macam motivasi, yaitu motivasi


(37)

instrinsik (bersumber pada diri anak itu sendiri) dan motivasi ekstrinsik (bersumber pada luar diri anak).

Farida Rahim (2007: 17) menjelaskan bahwa faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca murid. Faktor lingkungan itu mencakup :

1) latar belakang dan pengalaman murid di rumah, dan 2) sosial ekonomi keluarga murid.

Selain itu Farida Rahim mengemukakan bahwa faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis yang mencakup hal-hal sebagai berikut.

A.Motivasi

Motivasi adalah faktor kunci dalam pembelajaran membaca . seperti dikemukakan Eanes (Farida Rahim, 2007: 19) bahwa kunci motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Kunci itu adalah guru harus mendemonstrasikan kepada murid praktik pengajaran yang releven dengan minat dan pengalaman anak sehingga anak memahami belajar itu sebagai suatu kebutuhan. Senada dengan pendapat Crewley dan Mountain, Farida Rahim (2007: 19), mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu yang mendorong seseorang belajar atau melakukan suatu kegiatan.

Berdasarkan pengertian di atas peneliti menarik kesimpulan bahwa motivasi mengandung satu kata kunci yang penting, yaitu dorongan. Dorongan ini memang sangat penting untuk memiliki murid untuk mencapai


(38)

B. Minat

Farida Rahim (2007: 28) mengemukakan bahwa minat adalah keinginan yang kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca. Minat yang ada pada diri murid secara langsung maupun tidak langsung akan mendorong murid untuk menyukai bacaan dan melakukan kegiatan membaca atas kesadaran dirinya sendiri tanpa adanya dari luar.

Lingkungan keluarga juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca anak. Anak sangat memerlukan keteladanan dalam membaca. Keteladanan tersebut harus ditunjukkan orangtua sesering mungkin. Interaksi interpersonal seperti pengalaman baca tulis bersama keluarga dan lingkungan fisik yang mencakup bahan bacaan yang terdapat di rumah juga turut menjadi salah satu faktor. Suasana yang penuh perasaan dan memberikan dorongan atau motivasi yang cukup juga akan menjadikan perkembangan membaca anak semakin meningkat.

Faktor selanjutnya, adalah bahan bacaan. Bahan bacaan yang terlalu sulit akan mematikan selera membaca. Oleh karena itu, topik atau isi bacaan dan keterbacaan bahan juga harus diperhatikan. Untuk bahan bacaan perlu terdapat isi atau topik yang disenangi anak, gambar yang menarik, dan gambar yang disajikan harus lebih dominan daripada tulisan.

Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat mendukung dan mempengaruhi kemampuan membaca permulaan anak adalah faktor fisiologis, intelektual, lingkungan, dan


(39)

psikologis. Faktor fisikologis meliputi kesehatan fisik, faktor intelektual meliputi tingkat kecerdasan anak, sedangkan faktor lingkungan meliputi pengalaman anak, bahan bacaan, dan keluarga. Faktor psikologis meliputi motivasi, perkembangan sosial-emosional, dan minat terhadap bacaan. C.Tinjauan tentang Murid Sekolah Dasar

1. Karakteristik Murid Kelas II Sekolah Dasar

Murid sekolah dasar merupakan anak-anak yang sedang menempuh pendidikan atau mengalami proses belajar dalam jenjang dasar di sekolah. Anak-anak tersebut pada umumnya berusia 6- 12 tahun. Mereka berada pada masa kanak-kanak akhir. Syamsu Yusuf (2007: 178) mengatakan bahwa pada usia sekolah dasar (6 – 12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis, dan menghitung).

Piaget (Robert S. Feldman, 2012: 127) menyebutkan bahwa anak-anak diseluruh dunia mengalami serangkaian empat tahap dalam suatu urutan yang tetap, yakni sensorik motorik, praoperasional, operasional konkret, dan oparasional formal. Tahap-tahap tersebut memiliki ciri-ciri dan karakteristik masing-masing sesuai dengan perkembangan usianya.

Adapun karakteristik utama dari tiap tahapan terdapat dalam tabel berikut.


(40)

Tabel 1. Tahap kognitif menurut Piaget (Robert S. Seldman, 2012:127). No. Tahap Kognitif

Rata-rata Rentang

Usia

Karakteristik Utama 1. Sensoris Motorik Lahir -2

tahun

Perkembangan ketetapan objek, perkembangan kecakapan motorik, sedikit atau tidak ada kapasitas untuk representasi simbolis 2. Praoperasional 2 – 7 tahun Perkembangan bahasa dan

berpikir simbolis, berpikir egosentris.

3. Konkret Operasional

7 – 12 tahun Perkembangan konservasi, penguasaan konsep reversibility

4. Formal Operational

12 tahun – masa

dewasa

Perkembangan logika dan berpikir abstrak.

Murid sekolah dasar yakni usia 7 – 12 tahun menempati tahap operasional konkret. Pada tahap ini, Feldman (2012:130) menjelaskan bahwa anak-anak mengembangkan kemampuan untuk berpikir secara lebih logis dan mulai mengatasi beberapa karakteristik egosentris dari periode praoperasional.Salah satu prinsip utama yang dipelajari oleh anak pada tahap ini adalah reversiability, yaitu ide bahwa beberapa perubahan dapat dibatalkan dengan membatalkan tindakan sebelumnya.Selain itu, Feldman menambahkan bahwa meskipun anak-anak membuat kemajuan penting dalam kemampuan logika mereka pada tahap operasional konkret, pola berpikir mereka masih memperlihatkan satu keterbatasan besar.Mereka sangat terikat pada realitas fisik dunia yang konkret.Sebagian besar, mereka memiliki kesulitan untuk memahami pertanyaan abstrak atau hipotesis.


(41)

Pada masa pendidikan di Sekolah Dasar, murid mengalami dua fase besar, yaitu fase masa kelas-kelas rendah sekolah dasar dan fase masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Murid pada masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar berkisar usia 6 atau 7 – 9 atau 10 tahun. Syamsu Yusuf (2007: 24-25) menjabarkan bahwa pada masa ini, sifat anak-anak sekolah dasar adalah sebagai berikut.

1. Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi (apabila jasmaninya sehat, banyak prestasi yang diperoleh). 2. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional. 3. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri (menyebut nama sendiri). 4. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain.

5. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.

6. Pada masa ini (terutama usia 6,0 – 8,0 tahun) anak menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

Selain itu, Dwi Sunar Prasetyono (2008: 83-84) memberikan tambahan pertanyaan mengenai sifat-sifat khas yang terdapat pada anak usia kelas rendah (6 – 9 tahun) adalah sebagai berikut.

a. Tunduk pada aturan-aturan dalam permainan yang dibuatnya b. Cenderung memuji diri sendiri

c. Suka membandingkan diri sendiri dengan anak lain d. Menginginkan pencapaian prestasi atau rapor baik.

Sedangkan murid pada masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar memiliki kisaran usia kira-kira 9 atau 10 tahun hingga 12 atau 13 tahun. Pada masa ini, anak memiliki beberapa sifat khas. Sifat khas anak sekolah


(42)

dasar usia 9-10 tahun menurut Syamsu Yusuf (2007: 25) adalah sebagai berikut.

1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

2. Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar.

3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus).

4. Sampai kira-kira umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas umur ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.

5. Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.

6. Anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.

Berdasarkan pemaparan pendapat tersebut, karakterisik murid sekolah dasar ini bermacam-macam. Sesuai dengan fase kelas di jenjang pendidikan dasar tersebut. Karakteristiknya pun memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaan tersebut terletak pada aspek intelektual, emosi, sosial, kepribadian, moral, dan fisik. Dalam hal ini dapat berpengaruh terhadap kemampuan membaca permulaan dalam belajar.

D.Kerangka Pikir

Peningkatan kualitas membaca saat ini kurang mendapat perhatian yang serius dari para guru. Hal ini tentu akan berakibat terhadap perhatian, pemahaman dan pengetahuan murid terhadap keterampilan membaca masih


(43)

rendah, atau dapat pula penghambat kemampuan membaca permulaan murid.

Perhatian murid dalam proses pembelajaran perlu ditingkatkan dari ini merupakan tugas bersama dari pihak yang terkait dengan dunia pendidikan, salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas murid dalam pembelajaran yaitu penerapan media yang tepat dalam pembelajaran sehingga murid akan sangat mudah dalam memahami meteri pelajaran, sehingga diharapkan membaca tidak menjadi beban dalam pembelajaran, sehingga murid mudah menyerap pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelas.Dalam hal ini, salah satu alternatif agar membaca dapat menyenangkan adalah dengan menggunakan buku perpustakan yang lengkap dan menunjang.

Pendidikan tingkan dasar merupakan suatu wadah dengan tujuan untuk meletakkan dasar pengetahuan, penanaman karakter, dan penyiapan murid menuju jenjang pendidikan selanjutnya. Pencapaian tujuan tersebut tidak luput dari kegiatan membaca. Oleh karena itu, diperlukan usaha meningkatkan kemampuan membaca permulaan murid agar terlatih lagi dan lebih memiliki wawasan yang lebih luas dan bermanfaat. Meskipun terdapat sekolah yang sudah menerapkan program-program baru untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan, namun perlu diketahui lebih rinci mengenai faktor pendukung dan penghambat kemampuan membaca permulaannya. Faktor tersebut dapat berupa faktor pendukung internal dan eksternal serta faktor penghambat internal dan eksternal. Setelah mengetahui faktor penghambat kemampuan membaca permulaan,


(44)

diharapkan dapat mempermudah murid maupun sekolah dalam upaya peningkatan kemampuan membaca nantinya dengan baik. Terutama upaya yang dilakukan oleh guru kelas guna meningkatkan kemampuan membaca permulaan secara dini.

E.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir tersebut, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut.

1. Apa saja yang mendukung kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD Negeri Kraton Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016?

2. Apa saja faktor penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD Negeri Kraton Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016?


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Sugiyono (2012: 15) menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

B.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kelas II SD N Kraton yang beralamat di jalan. Ngasem 38, Yogyakarta. Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan Mei 2016. C.Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2012: 308) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.

1. Observasi

Marshall (Sugiyono, 2012: 310) menyatakan bahwa “through observation, the researcher learn about behavior and the meaning


(46)

attached to those behavior” melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan magna perilaku tersebut.Dalam penelitian ini, jenis observasi yang digunakan adalah observasi, peneliti hanya mengamati kondisi atau kegiatan yang ada di kelas. Peneliti mencatat, menganalisis, dan membuat kesimpulan mengenai Faktor Pendukung dan Penghambat Kemampuan Membaca Permulaan Murid Kelas II SD N Kraton 2015 2. Wawancara

Pada penelitian ini menggunakan teknik wawancara semistruktur (simestrukture interview).Sugiyono (2012: 320) menyatakan, jenis wawancara ini sudah termasuk kategori in-depth interview, di mana pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur.Wawancara ini bertujuan untuk menumukan permasalahan lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat idenya.

3. Dokumentasi

Sugiyono (2012: 329) menyatakan dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories),ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya poto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.


(47)

D.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitianini adalah peneliti.Lexy J. Moleong (2007: 168) menjelaskan bahwa pendudukan peneliti merupakan pelaksana pengumpulan data, analisis data, penafsir data, dan sebagai pelapor hasil penelitian.

Pada penelitian ini, peneliti dibantu dengan instrumen penelitian yaitu pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman dokumen.Adapun kisi-kisi instrumen.

Tabel 2. Kisi-kisi instrumen penelitian faktor penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD N Kraton

No Peran Item Ya Tidak

1 Sekolah Tersedianya perpustakaan yang memadai

Sekolah melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menunjang peningkatan kemampuan membaca

sekolah memiliki tempat khusus untuk membaca selain di perpustakaan

2 Guru Guru memberi motivasi kepada murid untuk membaca

Guru menggunakan proses pembelajaran yang menarik Memanfaatkan perpustakaan untuk belajar

3. Orang tua

Orang tua mengajak murid untuk membeli atau melihat-lihat buku/membelikan buku Orang tua mengatur jam belajar

Buku yang biasa dibaca anak di rumah.

Putra putri bapak/ibu membaca di rumah.

4 Murid Murid sehat (tidak cacat alat inderanya)


(48)

Murid memiliki tingkat motivasi membaca yang tinggi Murid lancar dalam membaca

Tabel3. Kisi-kisi Pedoman wawancara faktor penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD

No Peran Daftar pertanyaan Jawaban

1 Guru Pernahkah anda memberikan motivasi kepada murid dalam membaca?

Seperti apa motivasinya? Apakah anda sudah memberikan pembelajaran yang menarik?

Apakah anda sering mengajak murid ke perpustakaan?

Apa yang dilakukan disana?

2 Orang tua Pernahkah bapak/ibu mengajak anaknya untuk belajar membaca di rumah?

Apakah bapak/ibu menentukan jam belajar anaknya?

Buku apa saja yang biasa dibaca anak di rumah? Pernahkah putra putri bapak/ibu membaca di rumah?

3 Murid Apakah kamu sudah membaca dengan lancar? Apakah kamu memiliki minat sendiri dalam membaca?

Apakah kamu memiliki kekurangan dalam menggunakan alat indera?


(49)

E.Teknik Analisis Data

Sugiyono (2010: 89) analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Analisis sebelum di lapangan dilakukan untuk study pendahuluan yang digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Analisis selama di lapangan dilakukan saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai di lapangan dilakukan setelah semua data selesai terkumpul.

Miles dan Hubermen (Sugiyono, 2012: 91) mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara interaksi dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

Langkah-langkah analisis ditunjukkan dengan gambar berikut.

Gambar 1. Komponen dalam analisis data(interactive model) oleh Miles dan Huberman.

Penjelasan dari gambar di atas sebagai berikut. Data Collection

Data Display

Data Reduction

Drawing/V erification


(50)

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan langkah untuk merangkum, memiliki hal yang pokok, menfokuskan pada hal yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2012:92).

Dalam mereduksi data, peneliti fokus ke tujuan penelitian sehingga data-data yang dianggap asing dan tidak sesuai dengan tujuan direduksi agar menghasilkan data yang lebih mengarah ke temuan yang dimaksudnya. 2. Penyajian Data (Data Display)

Sugiyono (2012: 95) melalui penyajian data, data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga akan semakin mudah dipahami. Penyaji data ini ditampilkan dengan sekelompok informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan yang mengarah pada tercapainya tujuan penelitian.

3. Penarikan Kesimpulan (Data Drawing/Verification)

Dalam peneliti kualitatif ini akan diungkapkan makna dari data yang dikumpulkan. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian ini kualitatif menjawab rumusan masalah yang telah disampaikan. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaksi, hipotesis atau teori (Sugiyono, 2012: 99).


(51)

F. Keabsahan Data

Menurut Lexy J. Meleong (2007: 324) ada empat kriteria yang digunakan dalam menguji keabsahan data suatu penelitian, yaitu derajat kepercayaan(credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan uji kredibilatas dalam uji keabsahan data. Pengujian kredibilitasnya menggunakan trianggulasi. Lexi J. Meleong (2007: 330) menjelaskan, trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Sugiyono (2012: 372) menambahkan bahwa terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. Triangulasi yang digunakan peneliti adalah triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Adapun penjelasan dari triangulasi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Triangulasi Sumber

Patton (lexy J. Meleong ,2007: 330) menjelaskan, triangulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Peneliti menggali informasi dari siswa lalu dilakukan triangulasi ke guru kelas. Data dari sumber tersebut kemudian dideskripsikan dan dikategorikan antara yang memiliki pandangan berbeda dan pandangan yang serta mana pandangan yang lebih rinci.


(52)

2. Triangulasi Teknik

Pada triangulasi teknik, menurut Patton (Lexy J. Meleong,2007: 331) mengungkapkan bahwa terdapat dua stategi, yaitu (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan teknik yang sama. Pada penelitian ini, peneliti mengungkapkan data tentang faktor pendukung dan penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD N Kraton dengan teknik wawancara dengan murid kelas II guru kelas dan orang tua siswa dengan teknik observasi.


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Lokasi, Subjek, dan Objek Penelitian

Penelitian ini untuk mendapatkan informasi mengenai factor pendukung dan penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD Negeri Kraton Yogyakarta. Deskripsi data yang diperoleh secara langsung dari lapangan dengan metode pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi adalah sebagai berikut:

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Negeri Kraton Yogyakarta yang berlokasi jalan Ngasem 38 Yogyakarta.Sekolah ini berada di Kelurahan Kadipaten Kecamatan Kraton Kabupaten Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Lokasi ini cukup mudah dijangkau karena tidak terlalu jauh dari jalan yang terdapat di sekitar sekolah.

Berdasarkan wawancara dengan pengurus TU (Tata Usaha)gedung sekolah ini milik pemerintah kota. Sekolah ini memiliki 6 ruang kelas untuk kelas 1 sampai kelas 6, kantor guru, ruangan kepala sekolah, satu ruang administrasi, mushola, perpustakaan, ruang UKS (Usaha Kesahan Sekolah), Lab. Komputer, satu kantin sekolah, kamar mandi, dan satu halaman upacara sekaligus lapangan bola voli di halaman depan sekolah.

2. Jumlah murid tahun ajaran 2015/2016

Pada tahun ajaran 2015/2016 jumlah murid SD N Kraton Yogyakarta tercatat sebagai berikut:


(54)

Tabel 4. Jumlah murid SD N Kraton Yogyakarta

Kelas Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan

I 13 16 29

II 10 10 20

III 6 8 14

IV 11 13 24

V 14 3 17

VI 10 6 16

3. Jumlah guru dan karyawan

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas TU (Tata Usaha) jumlah tenaga pengajar/guru di SD N Kraton sebanyak 1 kepala sekolah, 9 guru tetap, 14 guru honorer, dan 2 orang karyawan sekolah.

4. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru, murid, dan orang tua murid. Setelah dilakukan proses observasi dan wawancara secara bertahap kepada murid kelas II SD Negeri Kraton ternyata informasi yang diperoleh peneliti terkait masalah penelitian data terpenuhi. Data yang diperoleh juga didukung dengan dokumen-dokumen pelaksanaan pembelajaran, keseriusan murid dalam membaca, dan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada orang tua murid dan guru kelas.

Murid kelas II SD Negeri Kraton berjumlah 21 murid terdiri dari 11murid laki-laki dan 10 murid perempuan. Observasi dilakukan menyeluruh kepada seluruh murid selama di dalam kelas ataupun di luar kelas saat jam sekolah. Observasi tersebut meliputi keseriusan murid dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.


(55)

Guru kelas menjadi salah satu informan untuk mendukung informasi yang diterima peneliti. Dari guru kelas diperoleh informasi terkait dengan faktor-faktoryang pendukung dan mempengaruhi kemampuan membaca permulaan murid.

Agar informasi yang didapatkan dapat lebih jelas kebenarannya, peneliti juga melakukan wawancara kepada orang tua murid. Orang tua murid yang dimaksud yaitu orang tua yang ditemui peneliti selama melakukan proses penelitian. Sebagian murid kelas II SD Negeri Kraton diantar dan dijemput oleh orang tua masing-masing.Waktu tunggu orang tua dalam menjemput putra-putrinya dijadikan waktu wawancara guna mendapatkan tambahan informasi tentang murid.

5. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang pendukung dan penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD Negeri Kraton Yogyakarta tahun ajaran 2016.

B.Deskripsi Data Hasil Penelitian

1. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Kemampuan Membaca Permulaan Murid Kelas II SD Negeri Kraton Tahun Ajaran 2016

Membaca permulaan meliputi kemampuan anak mengenali huruf, menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal, mengenal suara huruf, awal dari nama benda-benda yang ada di sekitarnya, menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi atau yang sama, memahami


(56)

hubungan antara bunyi dan bentuk huruf, serta mampu membaca nama sendiri.

Indikator yang terdapat dalam membaca permulaan pada penelitian ini yaitu anak mampu membaca gambar yang memiliki kata sederhana. Anak mampu menyebutkan kata-kata yang mempunyai huruf awal sama. Kemudian anak dapat menyebutkan satu per satu huruf yang membentuk kata, dan mampu menunjukkan huruf disebutkan, serta dapat menyebutkan huruf yang ditunjukkan.

Dari observasi yang dilakukan pada murid kelas II SD Negeri Kraton diketahui bahwa terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD yaitu:

a. faktor pendukung

1) Tersedianya perpustakaan yang memadai.

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti bahwaperpustakaandiSD tersebut cukup memadai. Hal ini dibuktikan dengan tersedianya buku-buku bacaan yang dapat menunjang kemampuan membaca murid kelas II SD.

Dari hasil wawancara dengan murid, sebagai berikut.

Peneliti : “Apakah kamu sering mengunjungi perpustakaan”? Murid :” Iya kadang-kadang aja pak”

Peneliti : “Apakah buku-buku di perpustakaan cukup menarik”? Murid : ”Kurang menarik pak, bukunya itu-itu terus”


(57)

Murid : “Buku bacaan, buku dongeng”.

Peneliti : “Coba sebutkan salah satu judul buku yang pernah kamu

pinjam”

Murid :” Judulnya, (Bulan Sakit Dini Hari)” (13/5/2016)

Dari hasil wawancara dengan guru, sebagai berikut.

Peneliti : “Apakah ibu sering mengajak murid ke perpustakaan”? Guru : “Jarang mengajak murid ke perpustakaan”

Peneliti : “Apa yang ibu lakukan saat berada di perpustakaan”?

Guru : “Yang saya lakukan adalah memilih buku bacaan yang

menarik untuk murid dan membawanya ke dalam kelas”.

Peneliti :“Setiap hari apakah ada murid yang mengunjungi

perpustakaan”?

Guru : “Tiap hari ada murid yang mengunjungi perpustakaan”. (12/5/2016)

Berdasarkan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan yang terdapat di SD tersebut dapat menunjang kegiatan membaca murid.Hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan murid dan peneliti dengan guru.Selain itu terlihat juga pada saat peneliti melakukan observasi bahwa perpustakaan di SD tersebut cukup memadai.Hal ini dibuktikan dengan tersedianya berbagai macam buku bacaan atau dongeng yang dapat dibaca dan dipinjam oleh murid sehingga dapat meningkatkan kemampuan membaca murid kelas II SD.


(58)

2) Guru memberi motivasi kepada murid untuk membaca.

Menurut hasil observasi pada saat kegiatan belajar mengajar guru terlihat memberikan dorongan kepada murid untuk membaca buku, misalnya dengan meminta murid pergi ke perpustakaan pada saat jam istirahat untuk meminjam buku yang murid sukai.

Dari wawancara dengan guru, sebagai berikut.

Peneliti : “Pernahkah ibu memberikan motivasi dalam membaca?” Guru : “Pernah”

Peneliti :“Seperti apa motivasinya?”

Guru : “Memberikan dorongan agar anak membaca buku bacaan yang ia sukai, misalnya murid saya minta untuk

meminjam buku bacaan yang ada di perpustakaan” (12

Mei 2016)

Berdasarakan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa guru sudah memberikan motivasi kepada murid untuk membaca. Hal ini dibuktikan bahwa pada saat peneliti melakukan observasi guru telah memberikan dorongan kepada anak untuk pergi mengunjungi perpustakaan dan melakukan wawancara dengan guru.

3) Guru menggunakan proses pembelajaran yang menarik.

Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti bahwa pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung guru menggunakan media berupa alat peraga untuk mempermudah murid dalam memahami cerita yang disampaikan oleh guru.


(59)

Dari hasil wawancara dengan guru sebagai berikut.

Peneliti : “Apakah ibu sudah memberikan pembelajaran yang

menarik?”

Guru : “Iya, kadang-kadang saya mengunakan alat peraga pada

saat kegiatan pembelajaran berlangsung.”

Berdasarkan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa guru kelas dua telah menggunakan proses pembelajaran yang menarik kepada murid kelas dua. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengamatan dan wawancara oleh guru kelas telah melakukan proses pembelajaran yang menarik.

4) Bahan Bacaan yang cukup.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, terlihat bahwa pada saat murid meminjam buku di perpustakaan beberapa murid lebih menyenangi buku cerita atau dongeng, terbukti dengan beberapa murid meminjam buku cerita atau dongeng.

Dari hasil wawancara dengan murid, sebagai berikut. Peneliti : “Buku seperti apa kamu senangi?” Reza : “Buku cerita”(senin 23 mei 2016) Fikri : “Dongeng” (senin 23 mei 2016) Rasya : “Buku cerita”(senin 23 mei 2016) Dari hasil wawancara dengan guru sebagai berikut. Peneliti : “ Buku apa yang sering dibaca murid?” Guru : “ Murid lebih menyukai cerita dongeng.”


(60)

Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kebanyakan murid lebih menyukai cerita dongeng sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti, hasil wawancara dengan murid, dan hasil wawancara dengan guru kelas.

5) Lingkungan Keluarga yang kondusif.

Dari hasil wawancara dengan orang tua murid, sebagai berikut.

Peneliti :“Pernahkah bapak ibu mengajak anaknya untuk belajar membaca di rumah?”

Ortu murid 1: “Habis magrib sama pulang sekolah”(rabu, 11 Mei 2016) Ortu murid 2: “Iya, pernah pulang sekolah” (rabu, 11 Mei 2016) Peneliti : “Buku apa saja yang biasa dibaca anaknya di rumah?” Ortu murid 1: “Buku PKn, buku bahasa indonesia”(rabu, 11 Mei 2016) Ortu murid 2: “Buku paket dari sekolah” (rabu 11 Mei 2016)

Peneliti : “Pernahkah putra/putri bapak/ibu membaca di rumah?” Ortu murid 1:“Iya pernah”(rabu, 11 Mei 2016)

Ortu murid 2: “Iya pernah” (rabu, 11 Mei 2016)

Peneliti : “Pernahkah bapak/ibumengajak putra/putrinya mengajak pergi ke toko buku/di perpustakaan?”

Ortu murid 1:“Iya pernah biasanya anak saya minta untuk memilih buku yang dia sukai untuk dibaca di rumah.”(rabu, 11 Mei 2016)

Ortu murid 2: “Iya kadang-kadang,” (rabu, 11 Mei 2016) Dari hasil wawancara dengan guru, sebagai berikut.


(61)

Peneliti :“Menurut ibu bagaimana seharusnya peran orang tua dalam mengajari anaknya dalam membaca?”

Guru : “Menurut saya sebaiknya orang tua harus telaten dalam mengajari anak dalam membaca, dan menyediakan buku bacaan yang menarik untuk anak ” (rabu, 12 Mei 2016). Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan membaca murid, hal ini dapat dibuktikan dengan orang tua yang mengajak anaknya ke toko buku/perpustakaan untuk membelikan buku bacaan agar bisa dibaca murid saat di rumah. Guru kelas juga berpendapat bahwa orang tua sebaiknya telaten dalam mengajari anak dalam membaca, dan menyediakan buku bacaan yang menarik untuk anak.

b. faktor penghambat.

1) Sekolah belum melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menunjangpeningkatan kemampuan membaca.

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti bahwa kegiatan-kegiatan yang menunjang peningkatan kemampuan membaca murid, belum dilakukan oleh guru bersama muridnya. Hal ini dibuktikan dengan belum dilaksanakannya kegiatan-kegiatan yang menunjang peningkatan kemampuan membaca, yang menyebabkan murid mengalami kurangnya peningkatan kemampuan membaca.


(62)

Peneliti : “Pernahkah gurumu melakukan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kemampuan membaca?”

Murid : “Iya, kadang-kadang.” (12/5/2016).

Dari wawancara dengan guru, sebagai berikut.

Peneliti : “Mohon maaf ibu, pernahkah ibu melakukan kegiatan- kegiatan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada muridnya?”

Guru : “Kalau pernah sih ya tidak juga mas, paling ya cuma membaca teks secara individu atau secara bergantian.”

(12/5/2016)

Berdasarkan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa murid dan guru belum melaksanakan kegiatan – kegiatan yang dapat mendukung peningkatan kemampuan membaca.Kegiatan yang sudah dilakukan yaitu membaca teks secara individu atau secara bergantian. Selain kegiatan tersebut belm diadakan kegiatan lain, misalnya lomba membaca untuk murid kelas II.

2) Sekolah belum memiliki tempat khusus untuk membaca selain di perpustakaan.

Menurut hasil observasi pada saat kegiatan membaca di luar jam pelajaran terlihat siswa hanya membaca di perpustakaan dan belum ada tempat khusus membaca selain di perpustakaan.


(63)

Peneliti : “Selain membaca di perpustakaan, apakah ada tempat

khusus untuk membaca?”

Murid : “Nggak ada pak,” (12/5/2016)

Dari wawancara dengan guru, sebagai berikut.

Peneliti : “Maaf buk, apakah ada di kelas II tempat khusus untuk membaca selain di perpustakaan?”

Guru : “Nggak ada mas, paling di bangku murid” (12/5/2016).

Berdasarkan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa murid dan guru sekolah belum ada tempat khusus untuk membaca selain di perpustakaan. Sekolah belum nemyediakan tempat lain selain perpustakaan, misalnya dengan membuat tempat yang menarik murid seperti taman bacaan.

3) Minat yang rendah

Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti bahwa pada saat jam istirahat terlihat beberapa murid mengunjungi perpustakaan kemudian mengambil salah satu buku lalu membacanya.

Dari hasil wawancara dengan murid, sebagai berikut. Peneliti : “Apakah kamu memiliki minat membaca?” Fikri : “Kadang-kadang suka” (senin 23 mei 2016) Reza : “Ya pak” (senin 23 mei 2016)


(64)

Dari hasil wawancara dengan guru sebagai berikut.

Peneliti : “ Bagaimana minat membaca anak kelas II?”

Guru : “Minat membaca anak kelas II sudah terlihat, hal ini ditandai dengan murid yang berjumlah 21 anak, hanya 3 anak yang masih belum lancar dalam membaca.”

Berdasarkan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa beberapa murid memiliki minat dalam membaca. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara oleh murid dan guru kelas serta peneliti melakukan tes membaca kepada murid.

C.Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendukung kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD Negeri Kraton Yogyakarta yaitu: (1) tersedianya perpustakaan yang memadai, (2) guru memberi motivasi kepada siswa untuk membaca, (3) guru menggunakan proses pembelajaran yang menarik, (4) bahan bacaan yang cukup, dan (5) lingkungan keluargayang kondusif. Faktor penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD Negeri Kraton Yogyakarta yaitu: (1)sekolah belum maksimal melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menunjang peningkatan kemampuan membaca, (2) sekolah belum memiliki tempat khusus untuk membaca selain di perpustakaan, dan (3) minat yang rendah.

Motivasi murid dalam membaca kurang, hal ini dibuktikan pada saat proses pembelajaran guru harus memberikan dorongan kepada murid untuk meningkatkan motivasi membaca. Salah satunya dengan cara guru meminta


(65)

murid pergi ke perpustakaan pada saat jam istirahat untuk meminjam buku yang murid sukai. Minat membaca murid kelas II SD masih kurang, hal ini ditunjukkan dengan adanya hanya beberapa murid yang mengunjungi perpustakaan untuk meminjam buku atau membaca buku pada saat jam istirahat.

Bahan bacaan yang terdapat di perpustakaan cukup memadai hal ini terlihat bahwa pada saat peneliti melakukan observasi terdapat banyak buku cerita atau dongeng.Peneliti juga mengamati kegiatan murid pada saat mengunjungi perpustakaan murid lebih banyak membaca atau meminjam buku cerita atau dongeng.Lingkungan keluarga juga dapat mempengaruhi kemampuan membaca murid.Hal ini dibuktikan dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa orang tua murid yang menyatakan bahwa sebagian dari orang tua murid mengajak anaknya untuk belajar membaca di rumah setelah pulang sekolah dan pada saat malam hari.Orang tua murid terkadang mengajak anaknya mengunjungi toko buku atau perpustakaan, dengan melakukan hal tersebut dapat menambah kemampuan membaca murid kelas II SD. Hal ini dikarenakan ditempat tersebut terdapat buku cerita atau dongeng yang dapat murid baca.

Hal di atas sesuai dengan pendapat Farida Rahim (2007: 17) bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis yang mencakup: (1) motivasi, merupakan faktor kunci dalam pembelajaran membaca (2) minat adalah keinginan yang kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca, minat yang ada pada diri murid secara langsung maupun tidak


(66)

langsung akan mendorong murid untuk menyukai bacaan dan melakukan kegiatan membaca atas kesadaran dirinya sendiri, (3) lingkungan keluarga juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca anak, anak sangat memerlukan keteladanan dalam membaca. Keteladanan tersebut harus ditunjukkan orang tua sesering mungkin. (4) bahan bacaan, bahan bacaan yang terlalu sulit akan mematikan selera membaca. Oleh karena itu topik atau isi bacaan dan keterbacaan bahan juga harus diperhatikan.Untuk bahan bacaan perlu terdapat isi atau topik yang disenangi anak, gambar yang menarik dan gambar yang disajikan harus lebih dominan dari pada tulisan.

Selain itu menurut pendapat Nurbiana Dhieni.dkk.(2008: 5.18) faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca adalah motivasi, lingkungan keluarga dan bahan bacaan. Motivasi akan menjadi pendorong semangat anak untuk membaca. Dalam hal ini terdapat dua macam motivasi yaitu motivasi instrinsik (bersumber pada diri anak itu sendiri) dan motivasi ekstrinsik (bersumber pada luar diri anak). Motivasi instrinsik ditunjukkan dengan beberapa murid yang mengunjungi perpustakaan untuk meminjam buku atau membaca buku pada saat jam istirahat. Motivasi ekstrinsik ditunjukkan dengan guru memberikan dorongan kepada murid untuk meningkatkan motivasi membaca. Salah satunya dengan cara guru meminta murid pergi ke perpustakaan pada saat jam istirahat untuk meminjam buku yang murid sukai.

D. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan.Haltersebut karenaketerbatasan peneliti, yaitu kompleksnya penghambat kemampuan


(67)

membaca murid yang diteliti dalam satu kelas sehingga murid yang cenderung memiliki kemampuan membaca saja yang diteliti lebih dalam. Selain itu penelitian ini juga terbatas pada faktor pendukung dan penghambat kemampuan membaca murid dan tidak menelaah upaya kemampuan membaca murid tersebut sehingga kesimpulan yang masih terbatas pada faktor pendukung dan penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD N Kraton Yogyakarta.


(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkanbahwa terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat kemampuan membaca permulaan murid kelas II SD N Kraton Yogyakarta sebagai berikut:

1. faktor pendukung.

a. Perpustakaan di SD yang memadai.

b. Guru memberi motivasi kepada murid untuk membaca. c. Guru menggunakan proses pembelajaran yang menarik.

d. Bahan Bacaan. Kebanyakan murid lebih menyukai cerita dongeng sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti, hasil wawancara dengan murid, dan hasil wawancara dengan guru kelas.

e. Lingkungan Keluarga. Hal ini dapat dibuktikan dengan orang tua yang mengajak anaknya ke toko buku/perpustakaan untuk membelikan buku bacaan agar bisa dibaca murid saat di rumah.

2. faktor penghambat.

a. Sekolah belum maksimal melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menunjang peningkatan kemampuan membaca.

b. Sekolah memiliki tempat khusus untuk membaca selain di perpustakaan. c. Beberapa murid memiliki minat dalam membaca. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara oleh murid dan guru kelas serta peneliti melakukan tes membaca kepada murid.


(69)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang dapat disampaikan oleh peneliti sebagai berikut.

1. Guru kelas sebaiknya menggunakan model pembelajaran membaca yang bervariasi agar pembelajaran lebih menarik

2. Kepala sekolah sebaiknya menyarankan kepada guru kelas untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang peningkatan kemampuan membaca, misalnya lomba membaca untuk murid kelas II.

3. Pihak sekolah sebaiknya menyediakan tempat khusus membaca supaya anak nyaman dalam membaca.


(70)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud PPTG.

Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuchdi. (1999). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdikbud.

Carol, S & Barbara, A. W. (2008). Pendidikan Anak Usia Dini. (Ahli Bahasa: Pius Nasar). Jakarta: PT. Indeks.

Darmiyati Zuchdi dan Budiasih. (1997). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.

Darmono. (2004). Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah. Jakarta: PT. Grasindo

David Eskey. (1993). Interactive Approaches to Second Language Reading. Cambridge University Press.

Dwi Sunar Prasetyono. (2008). Rahasia Mengajarkan Gemar Membaca pada Anak Sejak Dini. Yogyakarta: Diva Press.

Ester Kartika. (2004). Memacu Minat Membaca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Penabur– no.03/Th.III/ Desember 2004.

Erni Dwi Haryanti. (2010). Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui MEDIA GAMBAR Seri pada Murid Kelas 1 SD Negeri 02 Mojowetan, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Tahun 2009/ 2010 Skripsi. Diakses dari http://digilib.fkip.uns.ac.id/ pada tanggal 4 Januari 2011 Pukul 10.33 WIB.

Farida Rahim. (2005). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Robert S, Feldman. (2012). Pengantar Psikologi: Understarding Psychology Edisi 10: Buku 2. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

Henry Guntur Tarigan. (2008). Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.Bandung: Angkasa.

.

H.M, Roesdi, R. (2008). Pengaruh Gaji, Gaji Tambahan dan Upah Tambahan Terhadap Motivasi Pekerja Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara VII BandarLampung, Jurnal Bisnis dan Manajemen Volume 5 No 1.


(71)

Gusti NgurahOka, I. (2005). Pengantar Membaca dan Pengajarannya. Surabaya: Usaha Nasional.

Iskandar Wassid& Dadang Sunendar (2008).Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. (2007).MetodePenelitianKualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muchlisoh, dkk. (1992). Pendidikan Bahasa Indonesia 3.Jakarta : Depdikbud. Munawir Yusuf, dkk. (2003). Pendidikan Bagi Anak dengan Problema Belajar.

Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Ngalim Purwanto. (2006). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.Bandung: Rosda Karya.

Nurbiana Dhieni et. al. (2008). Metode Pengembangan Bahasa.Jakarta Universitas Terbuka.

Puji Santosa, dkk. (2009). Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Pratiwi Yuni, dkk. (2008). Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. (2009). Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Riris K. Toha Sarumpaet. (2005). Metode Penelitian Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Shodiq. (1996). Pendidikan Bagi Anak Disleksia. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud PPTA.

Syafaruddin. (2012). Telah Praktek Klinik Keperawatan Mahasiswa Akademi Keperawatan Depkes Palembang di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang2012 Tesis. Perpustakaan Unversitas Indonesia.

Sabarti Akhadiah, dkk. (1992). Bahasa Indonesia I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional. Santrock. (2014). Life-Span Development. (Penerjamah: Achmad Chusairi Dan


(72)

Slamet Suryanto. (2003). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

_____. (2005). Pembelajaran Untuk Anak TK. Jakarta: Depdiknas.

Soedarso. (2002). Speed Reading : Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia Pustaka.

_____. (2004). SpeedReading: Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supriyadi, dkk. (1995). Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud. Syamsu Yusuf. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT.


(73)

(74)

(75)

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Faktor Pendukung dan Penghambat Kemampuan Membaca Permulaan Murid Kelas II SD N Kraton

No Peran Item Ya Tidak

1 Sekolah Tersedianya perpustakaan yang memadai

Sekolah melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menunjang peningkatan kemampuan membaca

Sekolah memiliki tempat khusus untuk membaca selain di perpustakaan

2 Guru Guru memberi motivasi kepada murid untuk membaca

Guru menggunakan proses pembelajaran yang menarik

Memanfaatkan perpustakaan untuk belajar

3. Orang tua Orang tua mengajak murid untuk membeli atau melihat-lihat buku/membelikan buku

Orang tua mengatur jam belajar  4 Murid Murid sehat (tidak cacat alat

inderanya)

Murid memiliki tingkat motivasi membaca yang tinggi


(1)

(2)

(3)

LAMPIRAN 3

(Dokumentasi)


(4)

Peneliti Mewawancarai Guru

Peneliti Mewawancarai Murid


(5)

Murid Membaca Teks di Buku

Guru Mengajari Murid Membaca


(6)

Peneliti Mewawancarai Murid