POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KARET (HEVEA BRASILIENSIS) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT.
POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KARET (Hevea
Brasiliensis) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Geografi
Oleh : Riko ArRasyid
1002226
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KOTA BANDUNG 2014
(2)
POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KARET (Hevea
Brasiliensis) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT
Oleh Riko ArRasyid
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Riko ArRasyid 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KARET (Hevea
Brasiliensis) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT
Riko ArRasyid
1002226
DISAHKAN DAN DISETUJUI OLEH:
PEMBIMBING I
Prof. Dr. Ir. Dede Rohmat, MT. NIP. 19640603 198903 1 001
PEMBIMBING II
Drs. Jupri, MT. NIP. 19580526 198603 1 003
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. Hj.EponNingrum,M.Pd NIP. 19620304 198704 2 001
(4)
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR PETA ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 22
C. Rumusan Masalah Penelitian ... 22
D. Tujuan Penelitian ... 23
E. Manfaat Penelitian ... 23
F. Struktur Organisasi Skripsi ... 23
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 25
A. Konsep Lahan... 25
B. Sifat – Sifat Lahan ... 28
C. Evaluasi Sumber Daya Lahan ... 31
D. Kesesuaian Lahan... 33
1. Pengertian Kesesuaian Lahan ... 33
2. Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... 33
E. Informasi Sumberdaya Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian ...39
Lahan ... 39
1. Iklim ... 39
2. Tanah ... 39
3. Topografi ... 50
4. Geologi ... 50
(5)
F. Kondisi Sosial Ekonomi ... 51
1. Pendidikan dan Pengetahuan... 52
2. Pendapatan ... 53
3. Kesehatan ... 54
4. Mata Pencaharian ... 55
5. Luas Kepemilikan Lahan Pertanian ... 56
6. Jumlah Tanggungan ... 56
7. Pengalaman Usaha Tani ... 57
G. Tanaman Karet ... 57
1. Pengertian Tanaman Karet ... 57
2. Daya Dukung Karet (Hevea Brasiliensis) ... 57
3. Syarat Tumbuh Tanaman Karet ... 60
4. Persiapan Lahan Tanaman Karet ... 60
5. Penanaman Tanaman Karet... 61
6. Pemeliharaan Tanaman Karet ... 62
7. Teknik Perlindungan Tanaman Karet ... 63
H. Pola Budidaya Karet ... 64
1. Pengembangan Luas Wilayah Budidaya Karet ... 64
2. Pengembangan Petani Budidaya Karet ... 65
3. Klasifikasi Petani ... 65
I. Pembangunan Ekonomi Wilayah ... 66
J. Prospek Pengembangan Tanaman Karet ... 68
BAB III METODE PENELITIAN ... 73
A. Lokasi Penelitian ... 73
B. Metode Penelitian... 75
C. Populasi Dan Sampel ... 76
1. Populasi ... 76
2. Sampel ... 83
D. Variabel Penelitian ... 91
E. Definisi Operasional... 92
(6)
G. Instrumen Penelitian... 99
H. Alat Pengumpul Data ... 103
I. Teknik Pengolahan Data ... 105
J. Teknik Analisis Data ... 106
K. Alur Pemikiran Penelitian ... 120
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 121
A. Kondisi Fisik dan Sosial Daerah Penelitian ... 121
1. Kondisi Fisik ... 121
a. Letak Luas dan Lokasi ... 121
b. Hidrologi ... 124
c. Kondisi Iklim ... 129
d. Geologi ... 137
e. Topografi ... 142
f. Tanah ... 148
g. Penggunaan Lahan ... 152
2. Kondisi Sosial Daerah Penelitian ... 156
a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk... 156
b. Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ... 157
c. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 162
d. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Mata... Pencaharian ... 164
B. Karakteristik Populasi dan Sampel Pendukung Budidaya Karet ... 165
1. Karakteristik Populasi dan Sampel ... 165
2. Faktor Fisik ... 168
a. Suhu ... 168
b. Iklim ... 169
c. Keadaan Tanah ... 170
d. Jenis Tanah ... 171
(7)
f. Kemiringan Lereng dan Ketinggian Tempat ... 173
g. Cahaya, Panjang Hari, dan Waktu Tanam ... 173
3. Faktor Sosial ... 174
a. Karakteristik Petani Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 174
b. Transportasi ... 205
c. Kebijakan Pemerintah ... 206
d. Input Dalam Budidaya Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 209
e. Proses Budida Karet di Kabupaten Bandung Barat . 213 f. Output Dalam Budidaya Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 224
4. Analisis Kesesuaian Lahan ... 232
a. Karakterisitik dan Kualitas untu Setiap Satuan Lahan ... 232
b. Tingkat Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet .. 245
C. Potensi dan Pola Pemasaran Karet Hasil Budidaya ... 258
1. Peluang Pasar ... 258
a. Pemasaran Oleh Petani ... 259
b. Pemasaran Oleh Pemerintah ... 265
D. Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 266
1. Persebaran Lokasi Arahan Pengembangan Tanaman Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 266
2. Arahan Kebijakan Pengembangan Karet di Kabupaten Bandung Barat... 271
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 276
A. Kesimpulan ... 276
B. Rekomendasi ... 277
DAFTAR PUSTAKA ... 279
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Wilayah Cakupan Kabupaten Bandung Barat ... 3
Tabel 1.2 Luas Kemiringa Lereng di Kabupaten Bandung Barat ... 4
Tabel 1.3 Curah Hujan rata-rata Tahunan Kabupaten Bandung Barat ... 5
Tabel 1.4 Persebaran Jenis Tanah di Kabupaten Bandung Barat... 6
Tabel 1.5 Penggunaan Tanah untuk Pertanian menurut jenisnya di Jawa Barat ... 7
Tabel 1.6 Penggunaan Lahan Kabupaten Bandung Barat ... 8
Tabel 1.7 Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2003 sampai dengan 2010 ... 9
Tabel 1.8 Jumlah Penduduk Hasil Sensus Penduduk Menuut Jenis Kelamin dan Wilayah Administrasi ... 10
Tabel 1.9 Penduduk Laki – laki dan perempuan 10 Tahun Keatas yang Bekerja Menuru Kecamatan dan Lapangan Usaha ... 11
Tabel 1.10 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 ... 15
Tabel 1.11 Kelembagaan dan Tenaga Kerja Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 16
Tabel 1.12 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat (PR) Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 16
Tabel 1.13 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Negara (PBN) Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 ... 17
Tabel 1.14 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Swasta (PBS) Tanaman Tahuna Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 ... 18
Tabel 2.1 Karakteristik Lahan dan Kualitas Lahan ... 30
Tabel 2.2 Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... 37
Tabel 3.1 Kelembagaan dan Tenaga Kerja Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 76
Tabel 3.2 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat (PR) Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 77
(9)
Tabel 3.3 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Negara (PBN) Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 ... 78 Tabel 3.4 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Swasta (PBS) Tanaman Tahuna Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 ... 79 Tabel 3.5 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 ... 80 Tabel 3.6 Teknik Penarikan Sampel Responden Petani Perkebunan Karet Daerah Penelitian ... 84 Tabel 3.7 Klasifikasi Kelas Kemiringan Lereng ... 85 Tabel 3.8 Sampel Wilayah Penelitian Kabupaten Bandung Barat ... 88 Tabel 3.9 Kisi – kisi Instrumen Respon Petani Perkebunan Karet Terhadap Potensi Pengembangan Budidaya Karet Kabupaten Bandung Barat ... 101 Tabel 3.10 Kisi – kisi Observasi Kondisi Fisik Terhadap Potensi Pengembangan Budidaya Karet Kabupaten Bandung Barat ... 102 Tabel 3.11 Kriteria Standar Kesesuaian Lahah Untuk Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis MA) ... 108 Tabel 3.12 Kriteria Penilaia Persentase ... 113 Tabel 3.13 Penentuan Pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Bandung Barat ... 114 Tabel 4.1 Wilayah Cakupan Kabupaten Bandung Barat ... 122 Tabel 4.2 Sebaran Sumber Mata air di Kabupaten Bandung Barat ... 125 Tabel 4.3 Potensi Air Permukaan Pada Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat ... 126 Tabel 4.4 Sungai dan Saluran Pembuangan yang Mengalir di Kabupaten Bandung Barat ... 126 Tabel 4.5 Nilai Q dan Tipe Iklim Schmidt - Ferguson ... 130 Tabel 4.6 Data Curah Hujan Daerah Penelitian ... 130 Tabel 4.7 Jumlah Bulan Basah, Bulan Lembab, Bulan Kering Tahun 2002 - 2011 ... 131 Tabel 4.8 Curah Hujan Minimum dan Curah Hujan Maksimum Tahn 2002 - 2011 ... 132
(10)
Tabel 4.9 Hubungan Nilai R dengan Tipe Iklim Schmidt- Ferguson ... 133
Tabel 4.10 Luas dan Curah Hujan di Kabupaten Bandung Barat ... 134
Tabel 4.11 Kondisi Geologi Daerah Penelitian... 138
Tabel 4.12 Luas dan Ketinggian di Kabupaten Bandung Barat ... 142
Tabel 4.13 Luas dan Kelas Kemiringan Lereng di Kabupaten Bandung Barat 144 Tabel 4.14 Luas dan Jenis Tanah di Kabupaten Bandung Barat ... 148
Tabel 4.15 Padanan Nama Tanah Menuru Berbagai Sistem Klasifikasi ... 150
Tabel 4.16 Komposisi Penggunaan Lahan di Kabupaten Bandung Barat ... 153
Tabel 4.17 Tingkat Klasifikasi Kepadatan Penduduk ... 157
Tabel 4.18 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 158
Tabel 4.19 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ... 160
Tabel 4.20 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, dan Sex Ratio Kabupaten Bandung Barat ... 161
Tabel 4.21 Penduduk Laki-laki dan Perempuan Usia Lima Tahun Keatas Menurut Kelompok Umur dan Partisipasi Bersekolah ... 163
Tabel 4.22 Penduduk Laki-laki dan perempuan 10 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Kecamatan dan Lapangan Usaha ... 164
Tabel 4.23 Sampel Wilayah Kabupaten Bandung Barat ... 166
Tabel 4.24 Karakteristik Sosial ... 168
Tabel 4.25 Jenjang Umur Petani Berbudidaya Karet ... 175
Tabel 4.26 Tingkat Pendidikan Formal Responden Petani Budidaya Karet .... 176
Tabel 4.27 Tingkat Pendidikan Nonformal Petani Budidaya Karet ... 178
Tabel 4.28 Jumlah Tanggungan Responden Petani Budidaya Karet ... 179
Tabel 4.29 Mata Pencaharian Sampingan Petani Budidaya Karet ... 180
Tabel 4.30 Tingkat Pengalaman Petani Penggarap Dalam Bidang Pertanian . 182 Tabel 4.31 Status Kepemilikan Lahan ... 183
Tabel 4.32 Luas Lahan Perkebunan Karet ... 185
Tabel 4.33 Tingkat Pendapatan Mata Pencaharian Pokok ... 186
Tabel 4.34 Tingkat Pendapatan Mata Pencaharian Sampingan Petani Berbudidaya Karet ... 187
(11)
Tabel 4.36 Tingkat Pengeluaran Petani Penggarap... 189
Tabel 4.37 Pengeluaran Untuk Pertanian ... 190
Tabel 4.38 Tingkate Pengeluaran Petani Penggarap ... 191
Tabel 4.39 Komposisi Tingkat Umur dengan Tingkat Pendidikan... 192
Tabel 4.40 Komposisi Tingkat Umur dengan Jumlah Tanggungan ... 193
Tabel 4.41 Komposisi Tingkat Umur dengan Mata Pencaharian Sampingan . 194 Tabel 4.42 Komposisi Tingkat Umur dengan Pengalaman Usaha Tani ... 195
Tabel 4.43 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Mata Pencaharian ... 195
Tabel 4.44 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Status Lahan ... 196
Tabel 4.45 Komposisi Pendidikan dengan Mata Pencaharian Sampingan ... 197
Tabel 4.46 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Luas Lahan ... 198
Tabel 4.47 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Pendapatan Pertanian ... 199
Tabel 4.48 Komposisi Luas Kepemilikan Lahan Dengan Pendapatan Pokok . 199 Tabel 4.49 Komposisi Luas Kepemilikan lahan dengan Pengeluaran Pertanian ... 200
Tabel 4.50 Komposisi Kepemilikan Lahan dengan Luas Lahan ... 200
Tabel 4.51 Komposisi Status Kepemilikan Lahan dengan Pengalaman Usaha Tani ... 201
Tabel 4.52 Tabulasi Silang Antara Usia Petani dan Lama Bertani Karet ... 201
Tabel 4.53 Tabulasi Silang Antara Luas Garapan Dengan Status Petani Karet ... 202
Tabel 4.54 Perolehan Keterampilan Petani Dalam Berbudidaya Karet ... 203
Tabel 4.55 Alasan Petani Berbudidaya Karet ... 204
Tabel 4.56 Kepedulian dan Bantuan Dari Pemerintah ... 207
Tabel 4.57 Bentuk Bantuan Dari Pemerintah ... 208
Tabel 4.58 Perolehan Modal Petani Berbudidaya Karet ... 209
Tabel 4.59 Perolehan Bibit Karet ... 211
Tabel 4.60 Keterlibatan Jumlah Tenaga Kerja ... 212
Tabel 4.61 Penggunaan Jenis Klon ... 213
Tabel 4.62 Asal Bibit yang Diperoleh... 214
(12)
Tabel 4.64 Jarak Tanam Tanaman Karet ... 216
Tabel 4.65 Keaktifan Kegiatan Penyluhan ... 218
Tabel 4.66 Tempat Penyuluhan... 219
Tabel 4.67 Lembaga Penyuluh Pertanian... 220
Tabel 4.68 Keaktifan Kelompok Tani ... 221
Tabel 4.69 Karakteristik Usahatani Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 224
Tabel 4.70 Alur Pemasaran Karet ... 225
Tabel 4.71 Sampel Wilayah Penelitian Kabupaten Bandung Barat ... 232
Tabel 4.72 Hubungan Kualitas dan Karakteristik Lahan ... 235
Tabel 4.73 Karakteristik dan Kualitas Lahan Untuk Setiap Satuan Lahan ... 236
Tabel 4.74 Tingkat Kesesuaian Lahan Aktua Tanaman Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 245
Tabel 4.75 Tingkat Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Karet Pada Setiap Satuan Lahan ... 247
Tabel 4.76 Luasan Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet Pada Masing-masing Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 250
Tabel 4.77 Luasan Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet Pada Masing-masing Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 253
Tabel 4.78 Alur Pemasaran Karet ... 259
Tabel 4.79 Pembagian Prioritas Arahan Pengembangan Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 269
Tabel 4.80 Luasan Lokasi Arahan Pengembangan Perkebunan Kert beserta Pemprioritasanya di Kabupaten Bandung Barat ... 271
(13)
DAFTAR GAMBAR
Gambar1.1 Pohon Industri Karet ... 20
Gambar 2.1Cara Penanaman Kesesuaian Lahan dari Tingkat Ordo Sampai Satuan ... 37
Gambar 2.2 Diagram Segitiga Tekstur Tanah dan Sebaran Besar Butir... 45
Gambar 3.1 ariabel Bebas dan Variabel Terikat ... 92
Gambar 3.2 Flowchart penyusunan kesesuaian tanaman Karet ... 112
Gambar 3.3 Alur Penelitian... 120
Gambar 4.1 Wilayah Cakupan Kabupaten Bandung Barat ... 122
Gambar 4.2 Sebaran Sumber Mata air di Kabupaten Bandung Barat... 125
Gambar 4.3 Potensi Air Permukaan Pada Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat ... 126
Gambar 4.4 Sungai dan Saluran Pembuangan yang Mengalir di Kabupaten Bandung Barat ... 126
Gambar 4.5 Nilai Q dan Tipe Iklim Schmidt - Ferguson ... 130
Gambar 4.6 Data Curah Hujan Daerah Penelitian ... 130
Gambar 4.7 Jumlah Bulan Basah, Bulan Lembab, Bulan Kering Tahun 2002 - 2011 ... 131
Gambar 4.8 Curah Hujan Minimum dan Curah Hujan Maksimum Tahn 2002 - 2011 ... 132
Gambar 4.9 Hubungan Nilai R dengan Tipe Iklim Schmidt- Ferguson ... 133
Gambar 4.10 Luas dan Curah Hujan di Kabupaten Bandung Barat ... 134
Gambar 4.11 Kondisi Geologi Daerah Penelitian ... 138
Gambar 4.12 Luas dan Ketinggian di Kabupaten Bandung Barat ... 142
Gambar 4.13 Luas dan Kelas Kemiringan Lereng di Kabupaten Bandung Barat ... 144
Gambar 4.14 Luas dan Jenis Tanah di Kabupaten Bandung Barat ... 148
Gambar 4.15 Padanan Nama Tanah Menuru Berbagai Sistem Klasifikasi ... 150
Gambar 4.16 Komposisi Penggunaan Lahan di Kabupaten Bandung Barat .. 153
(14)
Gambar 4.18 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 158
Gambar 4.19 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ... 160
Gambar 4.20 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, dan Sex Ratio Kabupaten Bandung Barat ... 161
Gambar 4.21 Penduduk Laki-laki dan Perempuan Usia Lima Tahun Keatas Menurut Kelompok Umur dan Partisipasi Bersekolah ... 163
Gambar 4.22 Penduduk Laki-laki dan perempuan 10 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Kecamatan dan Lapangan Usaha ... 164
Gambar 4.23 Sampel Wilayah Kabupaten Bandung Barat ... 166
Gambar 4.24 Karakteristik Sosial ... 168
Gambar 4.25 Jenjang Umur Petani Berbudidaya Karet ... 175
Gambar 4.26 Tingkat Pendidikan Formal Responden Petani Budidaya Karet 176 Gambar 4.27 Tingkat Pendidikan Nonformal Petani Budidaya Karet ... 178
Gambar 4.28 Jumlah Tanggungan Responden Petani Budidaya Karet ... 179
Gambar 4.29 Mata Pencaharian Sampingan Petani Budidaya Karet ... 180
Gambar 4.30 Tingkat Pengalaman Petani Penggarap Dalam Bidang Pertanian ... 182
Gambar 4.31 Status Kepemilikan Lahan ... 183
Gambar 4.32 Luas Lahan Perkebunan Karet ... 185
Gambar 4.33 Tingkat Pendapatan Mata Pencaharian Pokok ... 186
Gambar 4.34 Tingkat Pendapatan Mata Pencaharian Sampingan Petani Berbudidaya Karet ... 187
Gambar 4.35 Hasil Pendapatan Petani Penggarap ... 188
Gambar 4.36 Tingkat Pengeluaran Petani Penggarap ... 189
Gambar 4.37 Pengeluaran Untuk Pertanian ... 190
Gambar 4.38 Tingkate Pengeluaran Petani Penggarap ... 191
Gambar 4.39 Komposisi Tingkat Umur dengan Tingkat Pendidikan ... 192
Gambar Komposisi Tingkat Umur dengan Jumlah Tanggungan ... 193
Gambar 4.41 Komposisi Tingkat Umur dengan Mata Pencaharian Sampingan ... 194
(15)
Gambar 4.43 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Mata Pencaharian ... 195
Gambar Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Status Lahan ... 196
Gambar 4.45 Komposisi Pendidikan dengan Mata Pencaharian Sampingan .. 197
Gambar 4.46 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Luas Lahan ... 198
Gambar 4.47 Komposisi Jumlah Tanggungan dengan Pendapatan Pertanian . Gambar Komposisi Luas Kepemilikan Lahan Dengan Pendapatan Pokok ... 199
Gambar 4.49 Komposisi Luas Kepemilikan lahan dengan Pengeluaran Pertanian ... 200
Gambar 4.50 Komposisi Kepemilikan Lahan dengan Luas Lahan ... 200
Gambar 4.51 Komposisi Status Kepemilikan Lahan dengan Pengalaman Usaha Tani ... 201
Gambar 4.52 Tabulasi Silang Antara Usia Petani dan Lama Bertani Karet .... 201
Gambar 4.53 Tabulasi Silang Antara Luas Garapan Dengan Status Petani Karet ... 202
l 4.54 Perolehan Keterampilan Petani Dalam Berbudidaya Karet ... 203
Gambar 4.55 Alasan Petani Berbudidaya Karet ... 204
Gambar 4.56 Kepedulian dan Bantuan Dari Pemerintah ... 207
Gambar 4.57 Bentuk Bantuan Dari Pemerintah ... 208
Gambar 4.58 Perolehan Modal Petani Berbudidaya Karet ... 209
Gambar 4.59 Perolehan Bibit Karet ... 211
Gambar 4.60 Keterlibatan Jumlah Tenaga Kerja ... 212
Gambar 4.61 Penggunaan Jenis Klon ... 213
Gambar 4.62 Asal Bibit yang Diperoleh ... 214
Gambar 4.63 Umur Karet rata-rata yang ditanam ... 215
Gambar 4.64 Jarak Tanam Tanaman Karet... 216
Gambar 4.65 Keaktifan Kegiatan Penyluhan ... 218
Gambar 4.66 Tempat Penyuluhan ... 219
Gambar 4.67 Lembaga Penyuluh Pertanian ... 220
Gambar 4.68 Keaktifan Kelompok Tani ... 221
Gambar 4.69 Karakteristik Usahatani Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 224
(16)
Gambar 4.71 Sampel Wilayah Penelitian Kabupaten Bandung Barat ... 232 Gambar 4.72 Hubungan Kualitas dan Karakteristik Lahan ... 235 Gambar 4.73 Karakteristik dan Kualitas Lahan Untuk Setiap Satuan Lahan . 236 Gambar 4.74 Tingkat Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 245 Gambar 4.75 Tingkat Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Karet di Kabupaten Bandung Barat Pada setiap satuan lahan ... 245
(17)
DAFTAR PETA
Peta Sebaran Komoditas Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 20
Peta Batas Admin Kabupaten Bandung Barat ... 74
Peta Sebaran Komoditas Karet di Kabupaten Bandung Barat ... 82
Peta Satuan Lahan ... 90
Peta Batas Admin Kabupaten Bandung Barat ... 123
Peta Jaringan Sungai Kabupaten Bandung Barat ... 128
Peta Curah Hujan Kabupaten Bandung Barat ... 135
Peta Geologi Kabupaten Bandung Barat ... 141
Peta Kontur Kabupaten Bandung Barat ... 143
Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Bandung Barat ... 147
Peta Jenis Tanah Kabupaten Bandung Barat ... 151
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bandung Barat ... 155
Peta Satuan Lahan Kabupaten Bandung Barat... 241
Peta Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Karet Kabupaten Bandung Barat .. 252
Peta Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Komoditas Karet Kabupaten Bandung Barat ... 254
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Instrumen dan Lembar Observasi ... 289
Surat Perijinan ... 295
Lembar Hasil Observasi dan Pengukuran diKabupaten Bandung Barat ... 298
Rekap Data Lapangan ... 299
(19)
ABSTRAK
POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KARET (Hevea Brasiliensis) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT
Oleh: Riko ArRasyid (1002226)
Masalah penelitian ini adalah faktor-faktor geografi fisik maupun sosial serta evaluasi kesesuaian lahan yang menjadi daya dukung pengembangan budiaya karet, mengetahui potensi dan pola pemasaran hasil budidaya, serta sejauh mana arahan potensi pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat. Tujuan yang ingin dicapai setelah penelitian ini adalah memperoleh gambaran yang jelas mengenai faktor-faktor geografis analisis kesesuaian lahan yang mendukung pengembangan budidaya karet, pola pengelolaan mengenai potensi dan pola pemasaran guna menentukan strategi peluang pasar, serta gambaran sejauh mana arahan potensi pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai deskriptif. kegunaan metode penelitian survai deskriptif adalah evaluasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara tehadap 100 orang responden dari petani karet, dan untuk data kondisi fisik diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran di titik yang dijadikan sampel wilayah berdasarkan satuan lahan yaitu terdiri dari 39 titik sampel pengematan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari interpretasi peta, penelaahan berbagai dokumen dari beberapa instansi dan literatul yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data tersebut dianalaisis dengan menggunakan teknik presentase, yang hasilnya kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara umum yang menjadi daya dukung pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat adalah meliputi kondisi fisik seperti iklim, keadaan dan jenis tanah, ketersediaan air, dan kemiringan lereng. Sementara kondisi sosialnya meliputi tingkat pendidikan dan pengalaman petani, modal, tingkat proporsi pendapatan, transportasi, kebijakan pemerintah, tenaga kerja, dan pemasaran. Pola dan potensi pemasaran menunjukan karakteristik tingkatan petani. Sedangkan untuk arahan pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat dapat diarahkan pada lahan seluas 21234,728 Ha (16,26%) dari luas wilayah Kabupaten Bandung Barat. Arahan pengembangan ini bukan untuk menekankan agar keseluruhan luasan tersebut hanya sesuai untuk tanaman karet, akan tetapi hanya bersifat arahan agar masyarakat yang berminat untuk mengembangkan tanaman karet dapat menanamnya di areal arahan ini.
Berdasarkan hasil analisis merupakan salah satu upaya dasar dalam mengembangkan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat. Potensi pengembangan ini akan memberikan gambaran potensi apa yang akan dikembangkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, guna meningkatkan taraf hidup serta pendapatan masyarakat.
(20)
ABSTRACK
POTENTIAL DEVELOPMENT OF RUBBER (Hevea Brasiliensis) CULTIVATION IN THE DISTRICT WEST OF BANDUNG
By: Riko ArRasyid (1002226)
The research problem is a factor – physical geography and social factors as well as the evaluation of the suitability of land bearing capacity rubber cultivation, determine the potential for culvation and marketing pattern, and the extent to which the direction of the potential development of rubber cultivation in West Bandung Regency. Objectives to be achieved after thi study was to obtain a clear picture of the geographical factors of land suitability analysis that supports the development of rubber cultivation, pattern and the pattern of management regarding potential marketing strategies in order to determinethe market, and the description of the extent to which the direction of the potential development of rubber cultivation in the district west of Bandung.
Methods used in this study was a descriptive survey. The usefulness of a descriptive survey research method is the evaluation. Data collection techniques used are primary data and secondary data. Primary data obtained from interviews with 100 respondents from the rubber farmers, and to the physical condition of the data obtained from the measurement point and the observation of the sampled areas based on land unit that is composed of 39 sample points of observation. While the secondary data obtained from the interpretation of maps, review of various documents from several agencies and literatul related to the research problem. The data is analyzed by using percentages, and the result were presented in the form of tables and figures.
The result of this study indicate that in general the carrying capacity of rubber cultivation in West Bandung Regency is covering physical conditions such as climate, soil conditions and the type, availabilityof water, and slope. While the social conditions including the level of farmers’ education and experience, capital, the proportion of income level, transportation, government policy, labor, and marketing. Pattern an potential marketing degree shows the characteristics of farmers. While the direction of the development for rubber cultivation in West Bandung Regency. Direction of this development is not to emphasize that the whole area is only suitable for rubber plant, but merely referrals to people interested in developing rubber plants can be planted in the area this direction.
Based on the result of the analysis is one of the basic effort in developing rubber cultivation in West Bandung regency. The potential of this development will give you an idea of what the potential will be developed for the public welfare, to improve living standards and incomes.
(21)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dengan kondisi geografis yang beragam beserta dinamis didalamnya. Indonesia memiliki sumberdaya manusia yang sangat banyak, dan memiliki beragam bentuk sumber daya alam. Khususnya, sumber daya lahan yang berhubungan dengan potensi pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
Bintarto (1997:10) mengemukakan bahwa “Lahan diartikan sebagai suatu
tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup bersama dimana mereka dapat menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan,
melangsungkan dan mengembangkan kehidupan”.
Sumberdaya lahan sangatlah penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Manusia sangatlah bergantung dan tidak dapat melepaskan diri dari adanya sumberdaya lahan, baik untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti sandang, pangan, dan papan maupun sosial seperti kebutuhan akan kesejahteraan, rasa aman, dan kenyamanan.
Sebagai negara agraris, pembangunan dan pengembangan petanian di Indonesia ditujukan dengan target utama yaitu peningkatan produksi dan produktivutas sandang, papan, dan pangan untuk mencapai pemenuhan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat searah dengan tingginya pertumbuhan penduduk dari waktu ke waktu.
Dengan terjadinya proses pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dari waktu ke waktu, permintaan akan terpenuhinya kebutuhan semakin bertambah besar. Sedangkan tersedianya lahan dan kondisi lahan yang terus dieksploitasi untuk pemenuhan kebutuhan relatif tetap.
Sejalan dengan hal tersebut, Sitorus (1985:1) mengemukakan bahwa
“Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk
keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling
(22)
menguntungkan dari sumber lahan yang terbatas, dan untuk penggunaan masa
mendatang”.
Permintaan akan pemenuhan kebutuhan manusia tidak sebanding dengan ketersediaan sumberdaya lahan. Kebutuhan manusia terhadap lahan cenderung meningkat, sedangkan ketersediaan lahan relatif tetap. Potensi dan kemampuan sumberdaya lahan yang terbatas ini, harus dimanfaatkan oleh manusia lebih optimal secara ekologis dan ekonomis untuk kepentingan sekarang dan masa yang akan datang.
Apabila pemanfaatan lahan tidak optimal, akan berdampak negatif seperti penurunan produktivitas, terjadinya erosi, penurunan tingkat kesuburan tanah, berkurangnya cadangan air, dan perubahan ekosistem yang akan menyebabkan kualitas lingkungan hidup menurun. Dalam mengoptimalisasikan dan mengefisiensikan penggunaan serta pemanfaatan lahan, perlu adanya informasi tentang potensi lahan terutama aspek kesesuaian lahan sekaligus tindakan pengelolaan yang diperlukan bagi setiap satuan lahan, yang dapat dipakai sebagai rujukan dalam pemanfaatan lahan yang berkelanjutan di suatu wilayah.
Pertambahan penduduk yang semakin meningkat pesat, mengakibatkan tuntutan kebutuhan hidup manusia pun terhadap lahan semakin tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh Jamulya dan Sunaryo (1991:2) bahwa “Penggunaan lahan (land use) dapat diartikan sebagai setiap intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual”.
Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Propinsi Jawa Barat. Letak geografis Kabupaten Bandung Barat terletak pada 107022’ BT sampai 1080 05’ BT dan 60 41’ LS sampai 70 19’ LS, sedangkan secara administratif Kabupaten Bandung Barat memiliki batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang, sebelah Timur berbatasan dengan Kota Cimahi, Kota Bandung , dan Kabupaten Bandung, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.
(23)
Cakupan wilayah Kabupaten Bandung Barat, meliputi 15 (lima belas) kecamatan dan 165 desa yang dijabarkan dengan rinci pada Tabel 1.1 sebagai berikut:
Tabel 1.1
Wilayah Cakupan Kabupaten Bandung Barat
No. Kecamatan Luas
(Ha)
Jumlah Desa
Persentase (%)
1. Cililin 8.154,52 11 6,24
2. Cihampelas 4.662,71 10 3,57
3. Sindangkerta 12.034,79 11 9,22
4. Gununghalu 16.079,62 9 12,3
5. Rongga 11.312,00 8 8,66
6. Cipongkor 7.614,65 14 5,83
7. Batujajar 8.368,39 13 6,41
8. Lembang 9.826,54 16 7,53
9. Parongpong 7.339,38 7 5,62
10. Cisarua 5.536,41 8 4,24
11. Ngamprah 3.608,58 11 2,76
12. Padalarang 5.157,63 10 3,95
13. Cipatat 12.549,69 12 9,61
14. Cipeundeuy 10.124,66 12 7,75
15. Cikalongwetan 11.207,81 13 8,58
Jumlah 130.577,40 165 100
Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat 2011
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat berdasarkan keseluruhan luas wilayah Kabupaten Bandung Barat yaitu 130.577,40 Ha. Kecamatan Gununghalu memilki wilayah terluas yaitu 16.079,62 Ha atau 12,29% dan Kecamatan Ngamprah memilki luas wilayah terkecil yaitu 3608,58 Ha atau 2,76%.
Ketinggian Kabupaten Bandung Barat secara umum berkisar 0 – 2000 meter di atas permukaan air laut. Persentase ketinggian terbesar adalah 500 – 1000 mdpl, yaitu seluas 59.614,15 Ha atau sebesar 46,68% dari luas Kabupaten Bandung Barat, sedangkan ketinggian terkecil yaitu 1500 – 2000 mdpl dengan luas 10.480,39 Ha atau sebesar 8,10% dari luas Kabupaten Bandung Barat. Dari data ketinggian tempat Kabupaten Bandung Barat memiliki karakteristik kemiringan yang bervariasi diantaranya terdapat lima kelas kemiringan lereng
(24)
yang dijabarakan pada Tabel 1.2 Luas kemiringan lereng sebagai berikut: Tabel 1.2
Luas kemiringan Lereng di Kabupaten Bandung Barat
Kelas Kemiringan Keterangan Luas
(Ha)
Persentase (%) Danau - Danau/Waduk/Tubuh Air 5872,40 4,308
I 0 - 8 % Datar 28559 21,91
II 8 - 15 % Landai, Berombak
Sampai Bergelombang
33522 25,72
III 15 - 25 % Agak Curam, Berbukit 33197 25,47
IV 25 - 40 % Curam s.d Sangat Curam 21234 16,29
V > 40 % Sangat Curam s.d Terjal 8193 6,287
JUMLAH 130577,40 100
Sumber : RTRW Kabupaten Bandung Barat 2011
Berdasarkan Tabel 1.2 bahwa kemiringan lereng yang paling dominan di Kabupaten Bandung Barat adalah kemiringan lereng 8-15 % atau Kelas II dengan luas 33522 Ha (25,72%) dari luas Kabupaten Bandung Barat dan kemiringan lereng dengan kelas V memiliki luas wilayah terkceil yaitu 8193 Ha. Kabupaten Bandung Barat didominasi oleh kemiringan lereng yang sangat terjal (>40%), di Kecamatan Gununghalu sebagai kecamatan yang mempunyai kemiringan lereng sangat terjal terluas 13.480 ha. Adapun kemiringan lereng datar (0-8%) merupakan kemiringan lereng dengan luas dominan kedua. Kecamatan Batujajar adalah kecamatan dengan luas lereng datar (0-8%) terluas 4.899 ha. Kemiringan lereng 8-15% cenderung untuk berada di beberapa kecamatan saja.
Berdasarkan kemiringan lereng dan beda tinggi serta kenampakan di lapangan morfologi Kabupaten Bandung Barat dikelompokkan menjadi empat satuan morfologi, yaitu morfologi pedataran, landai, perbukitan dan morfologi pegunungan.
Iklim di Kabupaten Bandung Barat menurut klasifikasi iklim Junghun. Junghuhn telah membuat klasifikasi iklim di Indonesia terutama di pulau jawa untuk keperluan perkebunan yaitu menurut ketinggian tempat (altitude) di atas permukaan laut. Berdasarkan kriteria dan klasifikasi iklim Junghuhn (dalam Rafi’i, 1995:195) di Kabupaten Bandung Barat adalah termasuk ke dalam zone
(25)
iklim panas sampai dengan zona iklim sejuk, karena ketinggian Kabupaten Bandung Barat secara umum berkisar 0 – 2000 meter di atas permukaan air laut.
Zone agroklimat di Kabupaten Bandung Barat termasuk ke dalam zone agroklimat B1, B2, dan B3. Zone agroklimat B1, B2 dan B3 mempunyai bulan-bulan basah selama 7 sampai 9 bulan-bulan berturut-turut dan bulan-bulan kering kurang dari 2 bulan (Zone B1) atau bulan kering antara 2 – 3 bulan (Zone B2) atau bulan kering lebih dari 3 bulan (Zone B3). Berdasarkan kondisi bulan-bulan basah tersebut, maka pada wilayah yang mempunyai zone agroklimat B1, B2 dan B3, peruntukannya bagi sawah tadah hujan bisa dilakukan selama 2 kali tanam dalam setahun.
Curah hujan rata-rata tahunan di Wilayah Kabupaten Bandung Barat < 1500 – 4500 mm/tahun yang dijabarkan pada Tabel 1.3 Curah Hujan rata-rata Tahunan Kabupaten Bandung Barat sebagai berikut:
Tabel 1.3
Curah Hujan rata-rata Tahunan Kabupaten Bandung Barat
Kelas Keterangan Luas (Ha) Persentase (%)
1 1500 - 2000 mm 16191,75 12,4
2 2000 - 2500 mm 25094,75 19,2
3 2500 - 3000 mm 61426,75 47
4 3500 - 4000 mm 21950,75 16,8
5 4000 - 4500 mm 41 0,03
6 Danau/Waduk/Situ 5872,40 4,5
JUMLAH 130577,40 100
Sumber : RTRW Kabupaten Bandung Barat 2011
Berdasarkan Tabel 1.3 bahwa Curah hujan yang paling dominan di Kabupaten Bandung Barat adalah 2500 – 3000 mm/tahun dengan luas 61426,75 Ha (47%) dari luas Kabupaten Bandung Barat dan Curah hujan 4000 – 4500 mm/tahun memiliki luas wilayah terkceil yaitu 41 Ha (0,03%). Wilayah-wilayah yang mempunyai curah hujan kurang dari 1500 mm/tahun adalah wilayah dataran yaitu sebagian Kecamatan Batujajar dan Padalarang. Wilayah-wilayah yang mempunyai curah hujan 1500-2000 mm/tahun adalah sebagian Kecamatan
(26)
Batujajar, Cihampelas, Ngamprah, Padalarang dan Parongpong. Wilayah-wilayah yang mempunyai curah hujan 2000-2500 mm/tahun adalah sebagian Kecamatan Lembang, Parongpong, Cisarua, Ngamprah, Cipatat, Cipongkor, Sindangkerta. Wilayah-wilayah yang mempunyai curah hujan 2500-3000 mm/tahun sebagian Kecamatan Lembang, Parongpong, Cisarua, Cikalongwetan, Cipeundeuy, Cipatat, Rongga, Gununghalu dan Sindangkerta. Curah hujan tertinggi terjadi di daerah pegunungan di bagian utara Kabupaten Bandung Barat (3000-3500 mm/tahun) terdapat di sebagian wilayah Kecamatan Cikalong Wetan dan Cipeundeuy.
Tanah terbentuk secara alami yaitu hasil pelapukan dan pengendapan batuan bahan-bahan organik. Tanah yang subur banyak dimanfaatkan penduduk untuk kegiatan pertanian yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Persebaran jenis tanah di Wilayah Kabupaten Bandung Barat, di dominasi oleh tanah Alluvial, Andosol, Latosol, podsolik merah kuning, dan Regosol. Persebaran jenis tanah di Kabupaten Bandung Barat tertera pada Tabel 1.4 sebagai berikut:
Tabel 1.4
Persebaran Jenis Tanah di Kabupaten Bandung Barat
No Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%)
1 Alluvial 13760 10,5
2 Andosol 21474 16,4
3 Danau/Waduk 5872,40 4,5
4 Latosol 56171 43
5 Posdsol Merah Kuning
31709 24,3
6 Regosol 1591 1,22
JUMLAH 130577,40 100
Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat 2011
Berdasarkan Tabel 1.4 Luas tanah latosol di Kabupaten Bandung Barat merupakan yang paling dominan yakni 56171 Ha (43%) dari luas keseluruhan Kabupatan Bandung Barat. Tanah Latosol merupakan tanah yang terletak pada ketinggian 300-900 m dpl. Tanah ini memiliki lapisan solum yang tebal sampai sangat tebal, yaitu berkisar antara 1,35-5 m bahkan lebih, sedangkan batas
(27)
antara horizon tidak begitu jelas. Berwarna merah coklat sampai kekuning-kuningan, kandungan bahan organiknya antara 3-9%, pH tanah 4,5–6,5 yaitu asam sampai agak asam, tekstur tanah adalah liat, sedangkan strukturnya remah dan konsistensinya gembur, permeabilitas tanah mudah sampai agak sukar. Sedangkan jenis tanah regosol memiliki luas yang paling sedikit yaitu 1591 Ha (1,22 %) dari luas Kabupaten Bandung Barat.
Tabel 1.5
Penggunaan Tanah untuk Pertanian menurut jenisnya di Jawa Barat
No Jenis Tanah
Penggunaan Tanah untuk Pertanian 1 Latosol Padi, Palawija, Kopi, Coklat, Lada,
Buah-buahan, Sayuran, Ubi, Kayu
2 Podsolik
Merah Kuning
Ladang, Hutan, Karet
3 Aluvial Padi, palawija, Perikanan darat
4 Andosol Sayuran, Bunga, Teh, Kina, Kopi tropis
5 Regosol Kedelai, Kacang tanah, Kentang, Tebu, Kapas, Sisal, karet, Kina, Kelapa sawit, Coklat, dan Teh
6 Glei Padi, Lada, Ubi jalar
7 Grumosol Perkebunan, Padi, Kedelai, Tebu,
Kacang-kacangan, Tembakau, Hutan jati
8 Mediteran Padi, Jagung, Kapas 9 Organosol Palawija, Padi, Karet
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat
Penggunaan Lahan merupakan suatu cara atau metode bagaimana pemanfaatan ruang di suatu wilayah yang akan digunakan berdasarkan potensi dan sumber daya alam yang tersedia. Penggunaan lahan di suatu wilayah dapat dibagi menurut fungsi dan jenisnya. Penggunaan lahan menurut fungsinya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: kawasan terbangun ( perumahan dan perkampungan, jasa perdagangan, jalan, dan industri) dan kawasan non terbangun (sawah teknis dan sawah non teknis, tegalan atau ladang, kebun, hutan, penggunaan tanah khusu dan lainnya: sungai, jalan).
(28)
Tabel 1.6
Penggunaan Lahan Kabupaten Bandung Barat (dalam ha)
No Jenis Guna Lahan Total
Luas (Ha)
Persentase (%)
A Kawasan Lindung
1 kawasan lindung 19171,04 14,65
Jumlah A 19171,04 14,65
B Kawasan Budidaya
1 Kawasan Budidaya Pertanian
a. Kebun Campur 8758,76 6,70
b. Perkebunan/kebun 9562,95 7,31
c. Sawah 16309,44 12,47
d. Sawah Tadah Hujan 19342,69 14,79
e. Tegal/Ladang 24472,31 18,71
Jumlah B1 78446,16 59,96
2 Budidaya Non Pertanian
a. Industri 2270,73 1,74
b. Institusi 251,94 0,19
c. Jalan 2000,00 1,53
f. Jalan kereta api 52,76 0,04
g. Pasar / pertokoan 776,79 0,59
h. Permukiman 20260,16 15,49
i. Lapangan 50,02 0,04
j. Taman 35,11 0,03
k. Tambang 114,31 0,09
Jumlah B2 25812,82 19,73
Jumlah B 104256,98 79,69
C Lainnya
1 Tanah Kosong 3580,125 2,83
2 Rumput 3567,775 2,82
Jumlah C 7147,9 5,65
Jumlah Total A,B,C 130577,40 100,00
Sumber : RTRW Kabupaten Bandung Barat 2011
Baerdasarkan Tabel 1.6 Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bandung Barat,kelompok penggunaan lahan untuk budidaya pertanian merupakan penggunaan lahan terbesar yaitu 78446,16 Ha (59,96%) dari luas Kabupaten Bandung barat, sedangkan yang termasuk kawasan lindung seluas 19171,04 Ha
(29)
(14,65%), budidaya non pertanian seluas 25812,82 Ha (19,73%) dan lainnya seluas7147,9 Ha (5,65%) terkecil dari luas Kabupaten Bandung Barat.
Jumlah penduduk Kabupaten Bandung Barat yang cukup besar dapat dijadikan aset pembangunan bila kualitas sumber daya manusianya dikelola dengan baik. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk di Wilayah Kabupaten Bandung Barat terus bertambah. Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bandung Barat dari tahun 2003 - 2010 tertera pada tabel 1.7 sebagai berikut:
Tabel 1.7
Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2003 sampai dengan 2010
No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju
Petumbuhan Penduduk
(%)
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2003 2004 2005 2006 2007 2010
1 Lembang 147986 152120 156607 161205 165786 173350 2,72
2 Parongpong 78648 81010 82310 84608 86909 97724 3,78
3 Cisarua 57486 59220 60396 62212 63706 66826 1,12
4 Cikalong Wetan
99853 102744 105733 108824 111450 108480 2,39
5 Cipeundeuy 70016 72267 75052 77206 82044 74749 3,28
6 Ngamprah 122046 124360 129290 133114 136600 154166 3,53
7 Cipatat 108553 111440 114217 117538 120282 119376 2,36
8 Padalarang 135452 139289 144064 148350 151736 155534 3,33
9 Batujajar 100012 101993 103707 106724 109451 114254 2,84
10 Cihampelas 0 91519 95064 97663 98415 102518 2,66
11 Cililin 165611 79469 82260 84792 86360 80235 2,38
12 Cipongkor 76013 77883 79812 82160 84229 81813 1,43
13 Rongga 50445 52332 54366 55854 57471 51521 2,88
14 Sindangkerta 58116 59850 61124 62946 64507 61296 2,05
15 Gununghalu 66098 68133 70434 72428 74292 68442 1,44
Jumlah 1.336.335 1.373.629 1.416.441 1.455.624 1.493.238 1.510.284 2,58
Sumber: Kabupaten Bandung Dalam Angka, Tahun 2001-2010 Data Sosial Ekonomi Masyarakat Kab. Bandung Barat, Suseda 2007
Berdasarkan Tabel 1.7 Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bandung Barat periode 2002 – 2010 mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 2,58% pertahun dalam rentang waktu lima tahun. Dirinci per
(30)
kecamatan, kecamatan yang paling tinggi laju pertumbuhannya selama kurun waktu lima tahun adalah Kecamatan Parongpong dengan laju pertumbuhan sebesar 3,78% per tahun sementara kecamatan dengan laju pertumbuhan terendah adalah Kecamatan Cisarua dengan laju pertumbuhan penduduknya hanya sebesar 1,12% per tahun.
Berdasarkan data hasil Sensus Penduduk Mei 2010 lalu, total penduduk di Kabupaten Bandung Barat mencapai 1.510.284 jiwa, terdiri atas 770.702 laki-laki dan 739.582 perempuan. Penyebaran penduduk Kabupaten Bandung Barat bertumpu di Kecamatan Lembang, yakni sebesar 11,58 persen, di ikuti Padalarang (10,32 %), serta Ngamprah (10,20 %).
Tabel 1.8
Jumlah Penduduk Hasil Sensus Penduduk 2011 Menurut Jenis Kelamin Dan Wilayah Administrasi Jawa Barat
No Kecamatan Lai-laki Perempuan Total
1 Cikalongwetan 55296 53181 108477
2 Cipeundeuy 37903 36833 74736
3 Parongpong 48915 47335 96250
4 Cisarua 33692 32622 66314
5 Lembang 87677 83807 171484
6 Cipatat 60728 58593 119321
7 Padalarang 79464 75993 155457
8 Ngamprah 78223 75943 154166
9 Batujajar 58195 56054 114249
10 Cipongkor 42050 39763 81813
11 Cililin 41107 39123 80230
12 Gununghalu 35043 33399 68442
13 Sindangkerta 30971 30325 61296
14 Rongga 26267 25254 51521
15 Cihampelas 52927 49589 102516
Kab. Bandung Barat
768458 737814 1557639
Sumber : Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka 2011 dan BAPEDA Kabupaten Bandung Barat Tahun 2011
(31)
Berdasarkan Tabel 1.8 berkaitan dengan penyebaran penduduk, Lembang menduduki peringkat tertinggi kecamatan dengan penduduk terbanyak, yaitu 171484 jiwa, terdiri atas 87677 laki-laki dan 883807 perempuan. Di sisi lain, Kecamatan Rongga menjadi kecamatan dengan penduduk yang paling sedikit, yakni 51.521 jiwa dengan 26.267 laki-laki dan 25.254 perempuan. Namun angka itu berbeda dengan tingkat kepadatan penduduk dengan melihat rasio perbandingan jumlah penduduk dalam jumlah wilayah tertentu. Dari total luas wilayah Kabupaten Bandung Barat sekitar 1.305,77 Kilometer per segi, Kepadatan penduduk rata-rata mencapai 1.159 orang per kilometer persegi. Kecamatan Ngamprah dengan luas wilayah 3.203,03 hektare, kepadatan penduduknya mencapai 4.278 jiwa per kilometer persegi.
Tabel 1.9
Penduduk Laki-laki dan Perempuan 10 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Kecamatan dan Lapangan Usaha Tahun 2011
No Kecamatan Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya
1 Cikalongwetan 16854 1825 4429 2172 4869
2 Cipeundeuy 9430 1342 2367 1829 6168
3 Parongpong 7951 2286 7090 8682 10247
4 Cisarua 14294 1880 4447 2578 3605
5 Lembang 20313 3564 17384 11967 13249
6 Cipatat 9211 6685 7051 5487 11243
7 Padalarang 3715 17313 11476 8648 15077
8 Ngamprah 5505 15955 10675 11284 12433
9 Batujajar 9426 11832 6257 6298 7373
10 Cipongkor 9593 1769 2892 2294 9552
11 Cililin 8097 3888 6191 3240 6241
12 Gununghalu 16854 1825 4429 2172 4869
13 Sindangkerta 9430 1342 2367 1829 6168
14 Rongga 6271 647 2167 6941 2130
15 Cihampelas 5622 9547 7536 5344 7813
Kab. Bandung Barat
152566 81700 96758 80765 121037
(32)
Berdasarkan Tabel 1.9 mengenai penduduk laki-laki dan perempuan 10 tahu keatas yang bekerja menurut kecamatan dan lapangan usaha, paling banyak penduduk bekerja di sektor pertanian yaitu 512.566 orang, sedangkan paling sedikit berada di sektor jasa yaitu 80.765 orang. Kecamatan Lembang memiliki penduduk yang paling banyak berada di sektor pertanian yaitu 20.313 orang dan di sektor perdagangan yaitu 17.384 orang. Sedangkan penduduk yang paling banyak bekerja di sektor industri adalah penduduk dari Kecamatan Padalarang yaitu 17.313 orang.
Karet merupakan suatu tumbuhan polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan dapat menghasilkan getah, yang dikenal sebagai latex
(http://id.wikipedia.org.2013). Karet merupakan salah satu komoditi tanaman
yang dapat dikembangkan di Indonesia, bahkan menduduki posisi sangat penting sebagai sumber devisa non migas di Indonesia.
Karet adalah tanaman perkebunan/industri tahunan berupa pohon batang lurus yang pertama kali ditemukan di Brazil dan mulai dibudidayakan 1601. Di Indonesia tanaman karet dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia dibawah dua negara tetangga Malaysia dan Thailand.
Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat pada sepuluh tahun terakhir, terutama China dan beberapa negara kawasan Asia-Pasifik dan Amerika Latin seperti India, KoreaSelatan dan Brazil, memberi dampak pertumbuhan permintaan karet alam yang cukup tinggi, walaupun pertumbuhan permintaan karet di negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa Barat danJepang relatif stagnan. Hasil studi REP (Rubber Evaluation Project) meyatakan bahwa
(33)
permintaan karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 adalahsebesar 31.3 juta ton untuk industri ban dan non ban, dan 15 juta ton diantaranya adalah karet alam. Produksi karet alam pada tahun 2005 diperkirakan 8.5 juta ton. Dari studi ini diproyeksikan pertumbuhan produksi Indonesiaakan mencapai 3% per tahun, sedangkan Thailand hanya 1% dan Malaysia 2%. Pertumbuhan produksi untuk Indonesia dapat dicapai melalui peremajaan atau penaman karet baru yang cukup besar, dengan perkiraan produksi pada tahun 2020 sebesar 3.5 juta ton dan tahun 2035 sebesar 5.1 juta ton (Anwar, 2001).
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau pekebunan swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatasanya. Karet dapat tumbuh dengan baik pada zona antara 15° LU dan 15° LS. Suhu harian yang
cocok untuk tanaman karet rata-rata 24 – 28°C.
(http://warintek.progressio.or.id.2013).
Hujan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman karet baik secara langsung dalam hal pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman yang bervariasi menurut fase perkembangan tanaman, kondisi iklim dan tanah, maupun secara tidak langsung melalui pengaruh terhadap kelembaban udara dan
(34)
tanah serta radiasi matahari. Ketiga faktor lingkungan fisik tersebut erat kaitannya dengan penyerapan air dan hara serta penyakit tanaman. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2500-4000 mm pertahun atau hari hujan berkisar antara 100 s/d 150 hari/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang. (Anwar,2001).
Pertumbuhan tanaman karet sangat ideal bila ditanam pada ketinggian 0 – 200 m diatas permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Syarat lain yang dibutuhkan tanama karet adalah sinar matahari dengan intensitas yang cukup lama yaitu 5 – 7 jam, dan rendahnya populasi tanaman per hektar akibat rusaknya tanaman karet yang merupakan pengaruh langsung dari tingginya kecepatan angin selama hujan. (Supijatno dan Iskandar, 1988).
Lahan kering (tanah) untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dari pada sifat kimianya. Hal ini disebakan karena perbaikan sifat kimia untuk syarat tumbuh tanaman karet perlakuan tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet bak tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m.
Tanah vulkanis mempunyai sifat fisik yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi, dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah.
Tanah aluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisiknya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 –pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 –pH > 8,0.
(35)
Tabel1.10
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Komoditas Perkebunan Rakyat (PR)
Total Luas Areal (Ha)
Luas TM/ Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (kg/ha/thn)
Karet 353.20 214,2 214,2 1000
Perkebunan Besar Negara (PBN) Total Luas
Areal (Ha)
Luas TM/ Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (kg/ha/thn)
904,37 874,37 1486,43 1700
Perkebunan Besar Swasta (PBS) Total Luas
Areal (Ha)
Luas TM/ Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (kg/ha/thn)
1550,24 1007,58 1999,15 1984
Gambaran Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Total Luas
Areal (Ha)
Luas TM/ Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (kg/ha/thn)
2807,81 2096,25 3699,78 1764,95
Wujud Produksi Karet kering
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 Berdasarkan Tabel 1.10 mengenai luas areal dan produksi perkebunan karet di Kabupaten Bandung Barat tahun 2013, yang berdasarkan kepemilikan hak guna usaha perkebunan karet yang terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan Perkebunan Besar Negara (PBN). Perkebunan Besar Swasta (PBS) memiliki luas lahan yang paling luas yaitu 1550,24 Ha, luas panen 1007,58 dengan produksi 1999,15 ton dan produktivitas 1764,95 kg/ha/thn. Sedangkan Perkebunan Rakyat (PR) memilik luas perkebunan yang paling kecil yaitu, 353,20 Ha, luas panen 214,2 Ha dengan produksi 214,2 ton dan produktivitas 1000 kg/ha/thn.
(36)
Tabel 1.11
Kelembagaan dan Tenaga Kerja Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat
Komoditi Jumlah Kelembagaan Penyerapan Tenaga Kerja
Kelomp ok Tani (klp) Asosiasi Petani (buah) Koperasi Perkebunan (unit)
Mitra Usaha Kepala
Keluarga (KK) Laki-laki (orang ) Perempu an (orang)
Jumlah Bidang
Usaha
Karet 12 - - - - 1700 2400 5
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 Berdasarkan Tabel 1.11 mengenai kelembagaan dan tenaga kerja perkebunan karet di Kabupaten Bandung Barat, untuk komoditi karet memiliki kelembagaan 12 kelompok petani dan penyerapan tenaga kerjanya terdiri dari 1700 Kepala Keluarga (KK) yang didalamnya ada 2400 laki-laki dan lima orang perempuan.
Tabel 1.12
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat (PR) Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
N o
Daerah Perkebua
n Karet
Luas Areal (Ha) Produk
si (ton) Produk tifitas Rata-rata (kg/ha) Wuju d Prod uksi Harg a Rata-rata Latek s/ Kg (Rp) Jumlah Tenaga Kerja Lepas/N on Staf (org) Areal Sesuai Hak (HGU)
TBM TM TR/T
TM
Luas Total Tanam
Akhir 1 Cikalongw
etan
- 14,2 40 - 54,2 - - - - -
2 Cipatat - 2 2,7 2,3 7 - - - - -
3 Cipeundeu
y
- 115,5 171 ,5
5 292 - - - - 333
Total - 131,7 214
,2
7,3 353,2 - - - - 333
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 Keterangan : TBM (Tanaman Belum Menghasilkan)
TM (Tanaman Menghaislkan)
(37)
Berdasarkan Tabel 1.12 mengenai luas areal dan produksi Perkebunan Rakyat (PR) tanaman tahunan karet di Kabupaten Bandung Barat, terdapat di daerah Kecamatan Cikalongwetan, Cipatat, dan Cipeundeuy. Perkebunan Rakyat (PR) di Kecamatan Cipeundeuy merupakan yang aling luas yaitu 292 Ha dan Kecamatan Cipatat memiliki luaa 7 Ha.
Tabel 1.13
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Negara (PBN) Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
N o Perusaha an/daerah Perkebua n Karet
Luas Areal (Ha) Produk
si (ton) Produk tifitas Rata-rata (kg/ha) Wuju d Prod uksi Harg a Rata-rata Latek s/ Kg (Rp) Jumlah Tenaga Kerja Lepas/N on Staf (org) Areal Sesuai Hak (HGU)
TBM TM TR/T
TM
Luas Total Tanam
Akhir 1 Panglejar /
pangheota n
3099,8 9
30 874, 37
0 904,37 1486 1700 Biji kering dan Sheet
19000 1081
Total 3099,8
9
30 874, 37
0 904,37 1486 1700 Biji Kerin g dan Sheet
19000 1081
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 Keterangan : TBM (Tanaman Belum Menghasilkan)
TM (Tanaman Menghaislkan)
TR/TTM (Tanaman Rusak/Tanaman Tidak Menghasilkan)
Berdasarkan Tabel 1.13 mengenai luas areal dan produksi Perkebunan Besar Negara (PBN) tanaman tahunan karet di Kabupaten Bandung Barat, terdapat di daerah Panglejar/pangheotan dengan luas areal sesuai hak guna usaha 3099,89 Ha, luas TBM 30 Ha, luas TM/produksi 874,37 Ha, dan luas total tanam akhir 904,37 Ha.
(38)
Tabel 1.14
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Swasta (PBS) Tanaman Tahunan Karet di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
N o Perusaha an/daerah Perkebua n Karet
Luas Areal (Ha) Produk
si (ton) Produk tifitas Rata-rata (kg/ha) Wuju d Prod uksi Harg a Rata -rata Late ks/ Kg (Rp) Jumlah Tenaga Kerja Lepas/N on Staf (org) Areal Sesuai Hak (HGU)
TBM TM TR/T
TM
Luas Total Tanam
Akhir
1 Bajabang 1206 220 591, 5
20 831,62 1242,1 5
2100 Sheet 3500 0
1000
2 Nyalindun
g
652,45 174 321, 98
0 495,66 647,18 2010 Sheet 3200 0
249
3 Wiriacakr
a
483,74 69,1 84,2 22 175,26 92,62 1100 Sheet 2900
0
235
4 Siwani
Jaya
50 37,7 10 0 47,7 17,2 1720 Sheet - 10
Total 2392,1
9
501 1007 ,68
42 1550,2 4
1999,1 5
6930 Sheet 9600 0
1494 Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Keterangan : TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) TM (Tanaman Menghaislkan)
TR/TTM (Tanaman Rusak/Tanaman Tidak Menghasilkan)
Berdasarkan Tabel 1.14 mengenai luas areal dan produksi Perkebunan Besar Swasta (PBS) tanaman tahunan karet di Kabupaten Bandung Barat, terdapat di daerah atau perusahaan Bajabang, Nyalindung, Wiriacakra, dan Siwani Jaya. PT Bajabang merupakan perusahan perkebunan swasta yang memiliki areal perkebunanya yang paling luas berada di Kecamatan Cipeundeuy dengan luas hak guna usahanya 1206 Ha, luas TBM 220 Ha, luas produksi/TM 591,5 Ha, TR/TTM 20 Ha, dan luas total tanam akhir 831,62 Ha. Prosuksinya 1242,15 ton, produktivitasnya 2100 kg/ha, dengan wujud produksinya Sheet, dengan harga 35000, dan jumlah tegaga kerja lepas atau non staf 1000 orang.
(39)
(40)
Pohon Karet Getah Karet Kayu Karet Biji Karet Lateks Crum Rubber Alat Kesehatan Pipet Selang Stetoskop Sarung Tangan Kondom Ban Perlengkapan kendaraan lain Perlengkapan Pakaian/Olah Raga Pedal Sepeda dan Motor Lis Kaca Mobil
Sepatu Sandal Sepak Bola, Voley, Basket Pakaian Selam Oil Seal Perlengkapan Teknik Industri Belt Conveyor/ Transmision Selang Perlengkapan Anak/ Bayi Balon Dot Susu Perlak Perlengkapan Rumah Tangga Karpet
Barang Lain Pelampung
Minyak Bahan Bangunan Tempurung Resin Minyak Cat Biodiesel Minyak Biji
Karet
Varnish
Filter Briket
Furniture
Bungkil Makanan Ternak
Sumber: Direktorat Jendral Industri Agro dan Kimia Kementrian Perindustrian
(41)
Tanaman karet secara tradisional dikenal sebagai tanaman perkebunan. Namun, kini tanaman karet juga dikenal sebagai tanaman hutan. Bahan tanaman yang digunakan untuk hutan karet ini berasal dari biji atau seedling. Perkebunan karet memiliki potensi untuk konservasi lingkungan, yaitu sebagai penambat CO2 yang efektif. Di samping itu, kayu karet memiliki corak dan kualitas yang baik sehingga dapat mensubstitusi beberapa jenis kayu yang dieksploitasi dari hutan. Kayu karet juga relatif mudah digergaji. Bahan tanaman karet untuk perkebunan dibuat dengan cara okulasi batang bawah dengan entres terpilih. Namun untuk keperluan tanaman hutan, cukup digunakan tanaman dari biji karena waktu yang diperlukan untuk pengadaan bibit lebih cepat dan lebih mudah, akar tunggang dapat tumbuh lebih sempurna lurus ke bawah, serta pertumbuhan tanaman di lapangan lebih cepat (Indraty, 2005).
Tanaman karet juga memberikan kontribusi yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu penting mengingat kondisi sebagian besar hutan alam makin memprihatinkan. Pada tanaman karet, energi yang dihasilkan seperti oksigen, kayu, dan biomassa dapat digunakan untuk mendukung fungsi diperbaikan lingkungan seperti rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir, pengaturan tata guna air bagi tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi. Pada daerah kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan tanah. Daur hidup tanaman karet yang demikian akan terus berputar dan berulang selama satu siklus tanaman karet paling tidak selama 30 tahun. Oleh karena itu, keberadaan pertanaman karet sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan, karena mampu berperan sebagai penyimpan dan sumber energi, laju pertumbuhan biomassa ratarata tanaman karet
pada umur 3−5 tahun mencapai 35,50 ton bahan kering/ha/tahun. Hal ini berarti
perkebunan karet dapat mengambil alih fungsi hutan yang berperan penting dalam pengaturan tata guna air dan mengurangi peningkatan pemanasan bumi (global
warming) (Azwar et al., 1989).
Kabupaten Bandung Barat potensial terhadap pengembangan sektor pertanian dan perkebunan. Penggunaan lahan untuk lahan perkebunan masih cukup besar baik untuk lahan perkebunan karet.
(42)
Apabila dillihat dari penyebaran setiap komoditas produksi perkebunan di Kabupaten Bandung Barat dari setiap kecamatan, tidak ada komoditas yang produksinya secara merata ada di setiap kecamatan di Kabupaten Bandung Barat. Produksi komoditas perkebunan yang paling dominan ada di hampir semua kecamatan di Kabupaten Bandung Barat yaitu, komoditas kelapa, kopi dan cengkeh. Sedangkan komoditas Karet, Cacao dan teh merupakan komoditas yang hanya terdapat dibeberapa kecamatan saja.
Berdasarkan informasi tersebut penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Potensi Pengembangan Budidaya Tanaman Karet (Hevea
Brasiliensis) Di Kabupaten Bandung Barat”
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Peneliti telah memfokuskan penelitian terhadap permasalahan yang terjadi dengan berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuraikan. Untuk lebih memperjelas maksud serta batasan masalah yang akan diteliti, sehingga peneliti merumuskan beberapa hal terkait permasalahan mengenai penelitian yang akan dilaksanakan. Petani perkebunan karet di Kabupaten Bandung Barat merupakan obyek penelitian ini. Fokus utama penelitian ini yaitu tentang potensi pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat. potensi yang ingin diketahui dapat berupa potensi berdasarkan potensi fisik dan potensi sosial, sehingga dapat diketahui potensi dari wilayah dan petani yang dijadikan sampel penelitian.
C. Rumusan Masalah
Penulis memfokuskan permasalahan berdasarkan dari latar belakang
masalah diatas yaitu “Potensi Pengembangan Budidaya Tanaman Karet (Hevea
Brasiliensis) Di Kabupaten Bandung Barat”. Untuk lebih memperjelas kegiatan
penelitian, penulis membatasi permasalahan dengan rumusan sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi geografi baik fisik maupun sosial yang mendukung
(43)
2. Bagaimana potensi dan pola pemasaran karet (Hevea Brasiliensis) hasil budidaya di Kabupaten Bandung Barat?
3. Bagaimana arahan potensi pengembangan budidaya karet (Hevea
Brasiliensis) di Kabupaten Bandung Barat?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kondisi faktor-faktor geografi fisik dan sosial yang mendukung budidaya karet (Hevea Brasiliensis) di Kabupaten Bandung Barat.
2. Mengidentifikasi untuk mengetahui potensi wilayah pengembangan dan pemasaran karet (Hevea Brasiliensis) di Kabupaten Bandung Barat.
3. Mengidentifikasi untuk mengetahui arahan potensi pengembangan budidaya karet (Hevea Brasiliensis) di Kabupaten Bandung Barat.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini, besar harapan penulis dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui potensi pengembangan budidaya tanaman karet (hevea
brasiliensis) di Kabupaten Bandung Barat.
2. Untuk sumber pengetahuan dan informasi bagi intansi terkait mengenai karakteristik lahan dan evaluasi penggunaan lahan untuk tanaman karet, serta pemetaan kesesuaian lahan untuk tanaman karet di Kabupaten Bandung Barat.
F. Struktur Organisasi Skripsi BAB I PENDAHULUAN
Bab I menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi.
(44)
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Menguraikan berbagai teori yang terkait dengan permasalahan yang dibahas, yang meliputi pengertian lahan, karakteristik lahan, kesesuaian lahan, evaluasi lahan, budidaya karet, pengertian dan klasifikasi jenis karet,daya dukung karet, syarat tumbuh karet, teknik budidaya karet, kandungan dan manfaat karet, pola pengembangan budidaya karet, kontribusi hasil budidaya karet terhadap pendapatan.
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
Pada bab III menjelaskan mengenai banyak hal yang berkaitan dengan kegiatan ataupun proses yang ditempuh dalam suatu penelitian. Kaitannya dengan hal tersebut, pada bab ini meliputi beberapa penjelasan mengenai lokasi penelitian, metode penelitian, definisi operasional, variabel penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab IV membahas mengenaihasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitin berisi mengenai pemaparan data-data yang diperoleh dilapangan baik data primer maupun data skunder, serta pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan penemuan yang berkaitan dengan kondisi geografis wilayah Kabupaten Bandung Barat dilihat dari segi fisik maupun sosial, sedangkan pembahasan mengenai analisis data untuk menghasilkan penemuan dan membuktikan teori yang digunakan dengan hasil temuan dilapangan, menganalisis data responden dan potensi pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat dilihat dari potensi fisik dan potensi sosial.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab V berupa penyajian dan pemaknaan peneliti terhadap hasil dari analisis penemuan penelitian dan saran yang diberikan dari hasil penelitian.
(45)
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Bandung Barat, merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Propinsi Jawa Barat. Letak geografis Kabupaten Bandung Barat terletak pada 1070 22’ BT sampai 1080 05’ BT dan 60 41’ LS sampai 70 19’ LS. Kabupaten Bandung Barat memiliki wilayah seluas 1.305,77
Km² rata-rata ketinggian 110 meter sampai dengan 2000 meter diatas permukaan
laut. Kemiringan wilayah yang bervariasi antara 0 – 8%, 8 – 15% hingga diatas
45%,dengan batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah barat: berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.
Sebelah utara: berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten
Subang.
Sebelah timur: berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi.
Sebelah selatan: berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Cianjur.
Cakupan wilayah Kabupaten Bandung Barat, meliputi 16 (enam belas) kecamatan yang terdiri dari : Padalarang, Cikalongwetan, Cililin, Parongpong, Cipatat, Cisarua, Batujajar, Ngamprah, Gununghalu, Cipongkor, Cipeundeuy,
Lembang, Sindangkerta, Cihampelas, Rongga, dan Saguling.
Kecamatan terluas di kabupaten ini adalah Kecamatan Gununghalu dengan luas 160,7962 km2 atau 16.079,62 Ha dan luas kecamatan terkecil adalah Kecamatan Ngamprah dengan luas 36,0858 km2 atau 3.608 Ha. Pada tahun 2011 akhir wilayah Kabupaten Bandung Barat tersebut bertambah satu kecamatan yaitu Kecamatan Saguling yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Batujajar. Kecamatan Saguling membawahi enam desa, yaitu Desa Bojonghaleuang, Cikande, Girimukti, Cipangeran, Jati dan Desa Saguling. Kecamatan Batujajar yang sebelumnya berjumlah 13 desa, sekarang hanya membawahi tujuh desa setelah pemekaran kecamatan tersebut.
(46)
(47)
B. Metode Penelitian
Surakhman (1982: 11) mengemukakan bahwa “Metode penelitian adalah suatu cara kerja yang utama, untuk mengkaji hipotesis/anggapan dasar dengan menggunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama itu digunakan setelah penyelidikan memperhitungkan kewajaran ditinjau dari tujuan penyelidikan serta situasi penyelidikan tujuan misalnya untuk mengkaji serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik serta alat–alat tertentu. Dalam penelitian, penggunaan metode berpengaruh besar terhadap keberhasilan penelitian itu sendiri.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode survai deskriptif. Menurut Singarimbun (1987:1) “Penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok”. Lebih lanjut Singarimbun (1987:2) menambahkan bahwa
“Penelitian survai dapat digunakan untuk maksud; (1) penjajagan (eksploratif), (2) deskriptif, (3) penjelasan (explanatory), yakni untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa, (4) evaluasi, (5) prediksi atau meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang, (6) penelitian opresional, dan (7) pengembangan indicator-indikator sosial.
Lebih detail pula Singarimbun (1987: 3) mengungkapkan “Kegunaan lainnya dari penelitian survai adalah untuk mengadakan evaluasi”.
Metode survai deskriptif digunakan pada penelitian ini didasarkan bahwa penelitian ini akan mengambil sampel dari satu populasi, kemudian mengidentifikasi, mengklasifikasi serta menggambarkan secara aktual dan potensial mengenai kelas kesesuaian lahan di lokasi penelitian yang bertujuan mengidentifikasi untuk mengetahui potesnsi wilayah pengembangan budidaya keret berdasarkan kondisi geografi fisik dan geografi sosial, potensi pengembangan eilayah dan pemasaran hasil karet, dan arahan potensi pengembangan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat, yang diinterpretasi berdasarkan data primer ataupun data sekunder.
(48)
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Arikunto (1998:102) mengemukakan bahwa “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian sedang sampel merupakan bagian atau wakil populasi yang akan diteliti”. Sedang menurut Sumaatmadja (1988: 112) menyatakan “Populasi adalah keseluruhan gejala (fisis, sosial, ekonomi), individu (manusia baik perorangan maupun kelompok), kasus (masalah, peristiwa tertentu) yang akan kita teliti, yang ada di daerah penelitian menjadi objek penelitian geografi”. Sugiyono (2009 : 61) menambahkan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Berdasarkan dari pengertian di atas maka populasi dalam penelitian ini terdiri dari dua yaitu, populasi manusia dan populasi wilayah.
a. Populasi manusia dalam peneletian ini adalah seluruh pertanian yang menerapkan budidaya karet di Kabupaten Bandung Barat. Untuk populasi pertanian yang menerapkan budidaya karet, dalam penelitian ini terbagi kedalam tiga bagian berdasarkan kepemilikan hak guna usaha perkebunan karet di Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan Perkebunan Besar Negara (PBN). Berdasarkan populasi manusia untuk pertanian yang menerapkan budidaya karet dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut
Tabel 3.1
Kelembagaan dan Tenaga Kerja Perkebunan Karet di Kabupaten Bandung Barat
Komoditi Jumlah Kelembagaan Penyerapan Tenaga Kerja
Kelomp ok Tani
(klp)
Asosiasi Petani (buah)
Koperasi Perkebunan
(unit)
Mitra Usaha Kepala
Keluarga (KK)
Laki-laki (orang
)
Perempu an (orang)
Jumlah Bidang
Usaha
Karet 12 - - - - 1700 2400 5
(1)
Guna Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian – IPB, Bogor.
Harjadi, S. S. 1989. Dasar-dasar Hortikultura. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Harsono, S.S. 2006. Performance Mesin Diesel Melalui Pemanfaatan Biodiesel dari Minyak Biji Karet dan Bekatul Padi. In Agung H., Sardjono, TW Widodo, P Nugroho dan Cicik S. Proc. Seminar Nasional Bioenergi dan Mekanisasi Pertanian untuk Pembangunan Industri Pertanian. Bogor 29-30 Nov 2006.
Haryono BS. 2008. Kebijakan Pemerintah Daerah untuk Pemberdayaan Petani Karet Rakyat : kasus Kecamatan Pangean, Kabupaten Singingi, Provinsi Riau (Tesis). Malang : Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya. Haryanto, Bambang, 2004, Sistem Manajemen Basis Data, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Hidayat et. al. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Contoh PetaArahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor.
Hubeis AVS. 1992. Penyuluhan Pembangunan di Indonesia Menyongsong Abad XXI. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta.
Hutagalung JW. 1993. Beberapa Masalah Tata Produksi dan Pemasaran Karet Rakyat di Kecamatan Padangsidempuan Kabupaten Tapanuli Selatan (skripsi). Medan : Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Indraty, IS. 2005. Tanaman karet menyelamatkan kehidupan dari ancaman karbondioksida. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27 (4) :
10−12.
Islami dan Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Malang. Semarang : IKIP Semarang Press.
Iskandar, S.H. Pengantar Budidaya Karet. Program Diploma I. Jurusan PLPT Perkebunan-IPB. Bogor. 1983.
Jamulya dan Sunarto. 1991. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Jogjakarta: Fakultas Geografi UGM.
(2)
Jamulya dan Yunianto. 1996. Kursus Evaluasi Sumberdaya Lahan: Evaluasi Sumber Daya Lahan untuk Pertanian. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM, tidak diterbitkan.
Jamulya dan Yunianto. 1996. Kursus Evaluasi Sumberdaya Lahan: Tanah dan Survei Tanah. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM, tidak diterbitkan. Jamulya dan Sunarto. 1991. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.
Jumin, H.B. 2005. Dasar-Dasar Agronomi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada Jupri. 2010. Sumberdaya Alam. Bandung :Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS
UPI.
Ketaren, S. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta. 1986.
Kilmanun JC. 2005. Dampak Penerapan Teknologi Terhadap Pendapatan dan Produktivitas Petani Karet Di Lahan Kering Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Karet. 23 (2) : 53-70.
Madjid, A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bogor :Bahan Ajar Online Fakultas Pertanian Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Maryani, E. 2010. Geografi Desa Kota. Bandung :Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI.
Maryanai dan Lusi Kristiana. 2005. Khasiat dan manfaat Karet. Surabaya: PT. AgroMedia Pustaka.
Marsoedi dan Widagdo. 1993. Tanah dan Potensinya dalam Rangka Pengembangan Wilayah Sulawesi Tenggara. Satf Pedologi. Pusat Penelitian Tanah. Bogor.
Miraza BH. 2005. Peran Kebijakan Publik Dalam Perencanaan Wilayah. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah WAHANA HIJAU. 2 (1) : 45-49
Mutakin dan Eridiana. 2008. Geografi Perilaku. Bandung :Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI.
(3)
sebagai komoditi Unggulan : kasus Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah (Tesis). Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nadarajah, M. The Collection and Utilization of Rubber Seed in Ceylon. RRIC Bulletin, 4 : 23. 1969
Napipah, Pipih. (2001). Evaluasi Kemampuan Lahan Pertanian di Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka. Bandung: Skripsi Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI, tidak diterbitkan.
Nasution A. 2009. Pengaruh Pengembangan Wilayah (Aspek Ekonomi Sosial Dan Budaya) Terhadap Pertahanan Negara Di Wilayah Pantai Timur Sumatera Utara. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah WAHANA HIJAU. 3 (4) : 117-130
Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi (Pengantar Study Geologi Teknologi). Bogor: PT. AgroMedia Pustaka.
Parhusip, Adhy Basar. Potret Karet Alam Indonesia. Economic Review No. 213. September 2008.
Pasya, R. Gurniwan Kamil. 2006. Geografi Pemahaman Konsep dan Metodologi. Bandung: Buana Nusantara.
Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Barat. Bandung Barat :BAPPEDA
Penebar Swadaya. 2009. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta. Prahasta, Eddy, 2002, Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis
danBelajar dan memahami map info, Informatika, Bandung.
Rachim, Djunaedi. A. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian.Bogor.
Rahman N. 2002. Keragaman Produksi Tanaman Karet Menurut Umut Tanaman. Jurnal Penelitian Karet. 20 (1) : 1-10.
Rafi’i Suryatna. 1995. Meteorologi dan klimatilogi. Bandung: Angkasa.
Rohmat, Dede. 2010. Pedoman Praktis Pengamatan Tanah di Lapangan. Bandung :Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI.
(4)
Rustiadi E., Saefulhakim S., Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.
Sadikin I, Irawan R. 2005. Dampak Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat terhadap Kehidupan Petani di Riau. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sandy, I Made. 1980. Masalah Tata Guna Tanah - Tata Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Jurusan Geografi FIPIA Universitas Indonesia.
Sastrosupeno, S.1984.Manusia, Alam dan Lingkungan.Jakarta :DEPDIKBUD Siagian N. 2002. Pertumbuhan Tanaman Karet Pada Masa Remaja Pada
Berbagai Sistem Tanam Populasi Tinggi. Jurnal Penelitian Karet. 20 (1) : 56-71.
______. 2005. Pemanfaatan kayu karet tua dan optimalisasi penggunaan lahan untuk mendukung peremajaan. Jurnal Penelitian Karet. 23 (2) : 26-51. Setiawan, H. D dan Andoko, A. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet. Agromedia
Pustaka. Jakarta. 2005
Setyati. 1986. Pengantar Agronomi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai.Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Sitepu F. 2007. Analisis Produksi Karet Alam (Havea brasiliensis) Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah : kasus Propinsi Sumatera Utara (Tesis). Medan : Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.
Sitorus, Santun R.P. 1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sumaatmadja, Nursyid. 1988. Studi Geografi: Suatu Pendekatan dan Analisis Keruangan. Bandung: Alumni.
Supijanto dan Iskandar, H. S. Budidaya dan Pengolahan Karet, Dalam Rangka Pelatihan Guru Sekolah Menengah Teknologi Pertanian. IPB. 46 hal. 1988.
(5)
tantangan penerapannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 25 (2) : 1-13
Surakhmad, Winarno. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar Metode Teknik). Bandung: Tarsito.
Suryabrata, S. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali Press
Soekartawi. 1996. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 110 Halaman.
Soekardi. 1996. Potensi Sumberdaya Lahan dan Kegiatan Evaluasinya di Kawasan Timur Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Soekardi. 1997. Macam-macam Peta Tanah dan Penggunaannya. Staf Pemetaan dan Klasifikasi Tanah. Pusat Penelitian Tanah. Bogor.
Soepraptohardjo, M. 1976. Jenis Tanah di Indonesia. Puslitanak. Bogor Syakir. M. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Bogor: Penebar Swadaya Tacoli C. 1998. Rural Urban Interaction: A Guide to the Literature. Enviromental
and Urbanization 10 (1) : 147 – 166
Tika, Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.
Tirtosastro, dkk. 1989. Tembakau (Prosedur Simposium I Hasil Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri. Bogor: Balai
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.
Tim Penebar Swadaya. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta. 2008 Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Bandung : ITB
Trisnasomantri, A dan Adiwakarta S. 1998. Geomorfologi Umum. Bandung: Jurusan Pendidikan Geografi.
Tukidal, dan Suratman. 1996. Kursus Evaluasi Sumber Daya Lahan: kesesuaian lahan. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
William, C. N. And K. T. Joseph. 1973. Climate, Soil and Crop Production in The Humid Tropics. Oxford Univ. Press Kuala Lumpur. 1977p.
(6)
Wijaya B, Atmanti HD. 2006. Analisis Pengembangan Wilayah Dan Sektor Potensial Guna Mendorong Pembangunan di Kota Salatiga. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 3 (2) : 101-118.