Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta

(1)

PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN

MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS V B SD N JETIS 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Desy Riska Martyassanti NIM: 131134056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

i

PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN

MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS V B SD N JETIS 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Desy Riska Martyassanti NIM: 131134056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

(5)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada:

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan kelancaran dalam setiap langkah bagi hamba-Nya.

2. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Sunar dan Ibu Sumarni yang selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang, semangat, serta motivasi.

3. Teman-temanku Adel, Paul, Tia, Marta, Itri, Rahma, One, Farida, dan Alimah yang memberikan dukungan, motivasi, semangat, dan membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.


(6)

v MOTTO

Dua pejuang yang paling kuat adalah kesabaran dan waktu (Leo Tolstoy)

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Al-Insyirah:5-6)

Teruslah mencoba!

Usaha dan kerja kerasmu akan membuahkan hasil (Desy Riska Martyassanti)


(7)

(8)

(9)

viii ABSTRAK

Pengembangan Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk Siswa Kelas V B

SD N Jetis 1 Yogyakarta Desy Riska Martyassanti Universitas Sanata Dharma

2017

Latar belakang penelitian ini berdasarkan dari hasil observasi bahwa kurangnya sikap kesadaran dan kepedulian siswa kelas V B terhadap lingkungan dan wawancara untuk menganalisis kebutuhan kepada 5 siswa, guru, serta kepala sekolah menunjukkan membutuhkan materi eksperimen. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui prosedur pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta, (2) mengetahui kualitas materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta.

Jenis penelitian yang digunakan adalah R&D (Research and Development). Prosedur yang digunakan yaitu 5 langkah pengembangan materi menurut Tomlinson (Harsono, 2015) yaitu analisis kebutuhan, desain, implementasi, evaluasi, dan revisi. Materi yang dikembangkan diimplementasikan di kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta selama 2 hari dengan 23 siswa. Sebelum implementasi materi divalidasi oleh ahli IPA, ahli bahasa dan guru kelas V dan panduan eksperimen juga divalidasi oleh siswa dengan wawancara.

Hasil dari validasi materi diperoleh skor rata-rata 3,52 termasuk dalam kategori “sangat layak” untuk diimplementasikan. Panduan eksperimen dapat dikategorikan layak digunakan, karena sebanyak 21 siswa dapat melakukan eksperimen dengan menggunakan panduan. Sebanyak 23 siswa tertarik terhadap isi panduan hal ini terlihat bahwa mereka membaca panduan, memperhatikan, dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan demonstrasi. Saat melaksanakan kegiatan implementasi berlangsung siswa menghadirkan senyuman dan tawa yang memberikan kesan bahwa siswa merasa nyaman dan senang. 5 kelompok berhasil melaksanakan eksperimen dibuktikan bahwa mereka dapat bekerja secara individu dan kelompok untuk melaksanakan eksperimen “Uji Amilum” dan kebun konservasi “Teknik Menanam Vertikultur” berdasarkan panduan.

Kata Kunci: pengembangan materi, pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan, Model Conservation Scout.


(10)

ix

ABSTRACT

Development of Educational Materials of Awareness and Care about The Environment by using Conservation Scout Model for Grade V B Students

SD N Jetis 1Yogyakarta

Desy Riska Martyassanti Sanata Dharma University

2017

The background of this study was based on results from the observation that the lack of awareness and caring attitude of grade V B on the environment and the need to analyze the interview to 5 students, teachers, and principals demonstrating needs material experiments. This research aimed to (1) find out the procedure for the development of educational Material of Awareness and Care about the Environment by using Conservation Scout model for grade V B SD N Jetis 1 Yogyakarta (2) knowing the quality of the educational Material of Awareness and Care about the Environment by using Conservation Scout model for grade V B SD N Jetis 1 Yogyakarta.

The type of research used is R&D (Research and Development). This research used 5 steps development of material according to Tomlinson (Harsono, 2015), namely requirements analysis, design, implementation, evaluation, and revision. The materials developed are implemented in the cla ss V B SD N Jetis 1 Yogyakarta for 2 days with 23 students. P rior to implementation of material validated by Natural Science expert, Linguists and Teachers of Grade V and guide the experiment also validated by interviews with students.

The result of the validation material obtained an average score of 3.52 belongs in the category of "very proper" to be implemented. The experiment can be categorized guide worthy of use, because 21 students could experiment with the use of the Guideline. There were 23 students gravitated towards the content of the guidelines it was seen that they read the Guideline, paying attention to, and participate actively in the conduct of demonstration activities. When carrying out the activities of the implementation progress of the students brought a smile and laughter that gave the impression that the students felt comfortable and happy. 5 group successfully carried out experiments proved that they could work for individually and groups to implement the "Starch Test" and the "Engineering Plant Conservation Vertikultur" based on the guidelines.

Keywords: Materials development, educational of awareness and care about the environment, Conservation Scout Model.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala anugerah, hidayah, dan inayah-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:

PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN

KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL

CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS V B SD N JETIS 1 YOGYAKARTA. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti mendapatkan bimbingan, bantuan, dukungan dan motivasi dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Ibu Christyanti Aprinastuti., S.Si., M.Pd. selaku Kepala Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Kepala Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Ibu Eny Winarti, S.Pd, M.Hum., Ph.D dan Ibu Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi, Seluruh dosen dan karyawan PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah memberi bantuan, dukungan dalam proses perkuliahan dan skripsi.

Peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada validator yang telah berkenan memvalidasi dan memberikan komentar dan saran, Kepala Sekolah SD N Jetis 1 Yogyakarta yang telah mengijinkan peneliti dalam melakukan penelitian demi terselesaikannya skripsi ini, Guru Kelas V yang senantiasa telah memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan selama melaksanakan kegiatan penelitian, siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta yang telah berpartisipasi ikut serta dalam proses penelitian ini.


(12)

(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Batasan Masalah... 10

1.4 Tujuan Penelitian ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

1.6 Definisi Operasional... 12

1.7 Spesifikasi yang dikembangkan ... 13


(14)

xiii

2.1 Kajian Pustaka ... 15

2.1.1 Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) ... 15

2.1.2 Pengembangan Materi ... 16

2.1.3 Pendidikan ... 18

2.1.4 Lingkungan ... 23

2.1.5 Kesadaran dan Kepedulian ... 24

2.1.6 Model Conservation Scout ... 28

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

2.2.1 Penelitian Kesadaran Lingkungan... 33

2.2.2 Penelitian Kepedulian Lingkungan ... 34

2.2.3 Model Conservation Scout ... 35

2.3 Kerangka Berpikir ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Jenis Penelitian ... 40

3.2 Setting Penelitian ... 40

3.2.1 Subjek Penelitian ... 40

3.2.2 Objek Penelitian ... 41

3.2.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.3 Prosedur Penelitian... 41

3.3.1 Analisis Kebutuhan ... 42

3.3.2 Desain ... 43

3.3.3 Implementasi ... 45

3.3.4 Evaluasi ... 45

3.3.5 Revisi ... 45

3.4 Instrumen Penelitian... 45

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 49


(15)

xiv

3.6.1 Teknik Analisis Data Kualitatif ... 50

3.6.2 Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 50

BAB IV PEMBAHASAN ... 54

4.1 Kajian Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Materi Pembelajaran ... 54

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan... 54

4.2.1 Analisis Kebutuhan ... 55

4.2.2 Desain ... 67

4.2.3 Implementasi ... 88

4.2.4 Evaluasi ... 105

4.2.5 Revisi ... 108

4.3 Deskripsi Kualitas Materi ... 112

BAB V PENUTUP ... 115

5.1 Kesimpulan ... 115

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 117

5.3 Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA... 119


(16)

xv

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 2.1 Metode dalam model Conservation Scout ... 29 Bagan 2.2 Literatur map ... 36 Bagan 3.1 Prosedur Pengembangan ... 42


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Anak menurut Piaget ... 31

Tabel 3.1 Kisi-kisi wawancara analisis kebutuhan kepala sekolah ... 46

Tabel 3.2 Kisi-kisi wawancara analisis kebutuhan guru ... 46

Tabel 3.3 Kisi-kisi wawancara analisis kebutuhan siswa ... 47

Tabel 3.4 Kisi-kisi wawancara validasi materi eksperimen oleh siswa ... 47

Tabel 3.5 Komponen penilaian validasi instrumen wawancara ... 48

Tabel 3.6 Hasil Validasi Instrumen Wawancara dari Ahli IPA dan Ahli Bahasa ... 48

Tabel 3.7 Kriteria Penilaian ideal ... 51

Tabel 3.8 Kriteria Skor Skala Empat ... 53

Tabel 4.1 Saran dan Komentar dari Ahli IPA serta Revisi ... 78

Tabel 4.2 Saran dan Komentar dari Ahli bahasa serta Revisi ... 82

Tabel 4.3 Saran dan Komentar dari Guru Kelas V B serta Revisi ... 84

Tabel 4.4 Saran dan Komentar dari Guru Kelas V A serta Revisi ... 85

Tabel 4.5 Rekapitulasi Penilaian Materi oleh Ahli IPA, Ahli bahasa, serta Guru ... 112

Tabel 4.6 Hasil Wawancara Kualitas Panduan Eksperimen “Uji Amilum” oleh Siswa Kelas V B ... 113

Tabel 4.7 Hasil Wawancara Kualitas Panduan Kebun Konservasi “Teknik Menanam Vertikultur” oleh Siswa Kelas V B ... 114


(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1 Sampul Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian

Lingkungan untuk Kelas V ... 71 Gambar 4.2 Silabus Pertemuan Pertama dan Kedua ... 75 Gambar 4.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Pertemuan Pertama ... 75 Gambar 4.4 Materi Eksperimen “Uji Amilum” untuk Guru dan Siswa ... 76 Gambar 4.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Pertemuan Kedua ... 76 Gambar 4.6 Materi Kebun Konservasi “Teknik Menanam Vertikultur”

untuk Guru dan Siswa ... 77 Gambar 4.7 Poin H pada RPP Hari Pertama (sebelum direvisi) ... 79 Gambar 4.8 Poin H pada RPP Hari Pertama (setelah direvisi) ... 79 Gambar 4.9 Alat yang digunakan kegiatan eksperimen “Uji Amilum”

(sebelum direvisi) ... 80 Gambar 4.10 Alat yang digunakan kegiatan eksperimen

“Uji Amilum” (setelah direvisi) ... 80 Gambar 4.11 Poin A lampiran materi pada RPP Hari Kedua

(sebelum direvisi) ... 80 Gambar 4.12 Poin A lampiran materi pada RPP Hari Kedua

(setelah direvisi) ... 81 Gambar 4.13 Alat yang digunakan kegiatan eksperimen “Uji Amilum”

(sebelum direvisi) ... 82 Gambar 4.14 Alat yang digunakan kegiatan eksperimen “Uji Amilum”

(setelah direvisi) ... 82 Gambar 4.15 Alat yang digunakan kegiatan kebun konservasi

“Teknik Menanam Vertikultur” (sebelum direvisi) ... 83

Gambar 4.16 Alat yang digunakan kegiatan kebun konservasi

“Teknik Menanam Vertikultur” (setelah direvisi) ... 83

Gambar 4.17 Poin H pada RPP hari pertama (sebelum direvisi) ... 84 Gambar 4.18 Poin H pada RPP hari pertama (setelah direvisi) ... 85 Gambar 4.19 Alat yang digunakan kegiatan kebun konservasi

“Teknik Menanam Vertikultur” (sebelum direvisi) ... 86

Gambar 4.20 Alat yang digunakan kegiatan kebun konservasi

“Teknik MenanamVertikultur” (setelah direvisi) ... 86

Gambar 4.21 Proses Implementasi hari pertama... 95 Gambar 4.22 Proses Implementasi hari kedua ... 101 Gambar 4.23 Rincian Kegiatan Inti RPP hari pertama nomor 5 dan 6

(sebelum direvisi) ... 109 Gambar 4.24 Rincian Kegiatan Inti RPP hari pertama nomor 5 dan 6

(setelah direvisi) ... 109 Gambar 4.25 Rincian Kegiatan Inti RPP hari kedua nomor 6


(19)

xviii

Gambar 4.26 Rincian Kegiatan Inti RPP hari kedua nomor 6

(setelah direvisi) ... 110 Gambar 4.27 Rincian Kegiatan Inti RPP hari kedua nomor 1

(sebelum direvisi) ... 110 Gambar 4.28 Rincian Kegiatan Inti RPP hari kedua nomor 1

(setelah direvisi) ... 111 Gambar 4.29 Rincian Kegiatan Inti RPP hari kedua nomor 8

(sebelum direvisi) ... 111 Gambar 4.30 Rincian Kegiatan Inti RPP hari kedua nomor 8


(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 123

Lampiran 2. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa ... 124

Lampiran 3. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Guru ... 126

Lampiran 4. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ... 127

Lampiran 5. Lembar Wawancara Validasi Materi oleh Siswa ... 128

Lampiran 6. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa ... 129

Lampiran 7. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Guru ... 133

Lampiran 8. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ... 134

Lampiran 9. Hasil Wawancara Validasi Materi oleh Siswa ... 136

Lampiran 10. Instrumen Validasi Perangkat Pembelajaran ... 139

Lampiran 11. Instrumen Validasi Materi Eksperimen ... 142

Lampiran 12. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Ahli IPA ... 145

Lampiran 13. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksprimen oleh Ahli IPA ... 146

Lampiran 14. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Ahli bahasa ... 147

Lampiran 15. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Ahli bahasa ... 148

Lampiran 16. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Guru Kelas V B ... 149

Lampiran 17. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Guru Kelas V B ... 150

Lampiran 18. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Guru Kelas V A ... 151

Lampiran 19. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Guru Kelas V A ... 152

Lampiran 20. Hasil Pekerjaan Siswa ... 153


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan spesifikasi yang dikembangkan.

1.1 Latar Belakang

SD N Jetis 1 Yogyakarta merupakan salah satu sekolah negeri yang ada di Yogyakarta. SD N Jetis 1 Yogyakarta berada di daerah kota Yogyakarta. Sekolah ini beralamat di Jl. Pasiraman No 02, Cokrokusuman, Cokrodiningratan, Gondokusuman, Jetis, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di SD N Jetis 1 Yogyakarta terdapat tanaman dengan kondisi yang cukup baik dan terlihat terawat dengan baik. Sehingga tanaman yang ada di lingkungan sekolah terlihat segar. Tanaman yang berada di lingkungan sekolah tersebut dirawat oleh penjaga sekolah. Selama observasi peneliti belum melihat siswa yang merawat tanaman yang ada di lingkungan sekolah.

Di SD N Jetis 1 Yogyakarta juga menerapkan program “SEMUTLIS” yang artinya sepuluh menit untuk lingkungan sekolah, salah satu dari program tersebut yaitu mengingatkan siswa agar setiap hari sepuluh menit sebelum masuk kelas merawat tanaman terlebih dahulu. Tulisan “SEMUTLIS” tersebut ditempelkan di setiap pintu kelas dari kelas 1-6. Namun, program ini nampaknya belum berjalan secara efektif. Siswa hanya melakukan kegiatan merawat tanaman saat ada perintah dan arahan dari guru, ketika guru tidak memberikan perintah dan


(22)

arahan beberapa siswa kelas V B tidak merawat tanaman yang berada di lingkungan sekolah.

Lingkungan sekitar SD N Jetis 1 Yogyakarta yaitu di daerah perkotaan dimana sekitar sekolah ramai dan dikelilingi oleh gedung-gedung kantor, toko, maupun hotel. Di daerah ini jarang terdapat tanaman atau pohon-pohon rindang. Di samping sekolah juga terdapat pemukiman penduduk yang cukup padat. Selain itu, rata-rata tidak memiliki tanah yang cukup luas, dan sedikit terlihat kumuh.

Selama observasi, peneliti juga melakukan wawancara kepada guru kelas V B mengenai latar belakang ekonomi dan sosial siswa kelas V B. Hasil dari wawancara dengan Guru Kelas V B diperoleh data bahwa sebagian besar siswa kelas V B bertempat tinggal di pemukiman yang terletak di samping sekolah dengan rata-rata tidak memiliki tanah yang cukup luas, dan jarang ditemukan tanaman. Mengenai data sosial ekonomi siswa kelas V B bahwa pekerjaan orang tua dari siswa kelas V B yaitu karyawan swasta, wiraswasta, buruh, dan pegawai negeri sipil.

Kegiatan observasi dilaksanakan di luar kelas pada saat jam istirahat untuk melihat perilaku siswa terhadap lingkungan yang difokuskan pada tanaman yang ada di lingkungan sekolah. Ketika jam istirahat ada beberapa siswa kelas V B bermain sepak bola dan bola tersebut masuk ke dalam area taman sehingga mengenai tanaman. Tanaman yang berada di area taman yaitu tanaman singkong yang masih kecil, bibit tanaman pepaya, dan bibit tanaman mangga. Siswa ketika mengambil bola yang mengenai tanaman tersebut dengan cara berebutan dan mereka sengaja menginjak-injak tanaman tersebut, sehingga tanaman yang berada


(23)

di area taman menjadi rusak. Ada juga siswa saat jam istirahat melihat permainan sepak bola dengan sengaja duduk di atas tanaman yang berada di teras sekolah. Selain itu, ada juga siswa dengan sengaja memetik daun tanaman srikaya yang ada di lingkungan sekolah, sehingga menyebabkan tanaman srikaya menjadi rusak.

Siswa kelas V B membutuhkan lingkungan sekitar dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari, tetapi mereka justru merusaknya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kurang menanamkan sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan sekitar khususnya tanaman. Lingkungan menurut Gustavo (dalam Hamzah, 2013: 5) adalah semua kondisi yang mempengaruhi eksistensi, pertumbuhan dan kesejahteraan suatu organisme yang ada di bumi. Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Soemarwoto dalam Hamzah, 2013: 14). Lingkungan digunakan sebagai pemenuh kebutuhan manusia yang tidak dapat dipisahkan. Anak dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan membutuhkan peran lingkungan sekitarnya.

Pada zaman sekarang ini manusia dalam memenuhi kebutuhan berkaitan dengan lingkungan menggunakan teknologi. Adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat mendorong manusia untuk memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin guna melestarikan lingkungan. Manusia memiliki kebebasan dalam menggunakan teknologi untuk kemajuan lain. Akan tetapi dalam memanfaatkan teknologi dengan berlebihan dan disalahgunakan oleh manusia mengakibatkan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku manusia terhadap lingkungan. Di tahun 2015, terjadi penebangan pohon secara liar di area situs


(24)

budaya makam Ratu malang di Dusun Gunung Kelir, Desa Pleret, Kecamatan Pleret Bantul. Ratusan batang pohon yang ada di hutan gunung Sentono (lokasi makam Ratu Malang) ditebangi oleh puluhan warga. Penebangan tersebut menggunakan mesin gergaji dengan luas 2.5 hektare. Kayu-kayu yang ditebangi akan dijual kepada pengusaha kayu. Dengan adanya peristiwa penebangan tersebut, Winardi selaku warga mendengar kabar bahwa akan ada penanaman tanaman kembali. Namun, Camat Pleret Walkodri masih mempertanyakan penanaman tanaman kembali belum ada surat yang masuk ke beliau (Suryani, 2015). Adanya peristiwa penebangan pohon secara liar tersebut dan belum ada penanaman kembali dapat menjadikan lahan hijau semakin sempit.

Adapun peristiwa mengenai lahan hijau yang semakin sempit terjadi di Yogyakarta pada hari Rabu, 22 April 2015. Di Yogyakarta memiliki lahan hijau yang semakin sempit, dikarenakan ruangan yang ada di Yogyakarta didirikan bangunan. Hal ini dapat mengalami kondisi yang sangat mengherankan bagi sejumlah warga. Akibatnya air hujan meluap sehingga terjadi terendamnya sejumlah pemukiman warga. Djah Mardianto, Kepala Pusat Studi (PSBA) UGM, mengatakan bahwa hal tersebut dapat terjadi di kota besar seperti Yogyakarta. Menurut beliau, Yogyakarta seharusnya memiliki 30 persen ruang terbuka hijau (RTH). Namun, sampai saat ini Yogyakarta belum memenuhi syarat tersebut. Justru ruang-ruang yang ada dipersempit dengan munculnya bangunan-bangunan (Kusuma, 2015).

Peristiwa tersebut merupakan fakta akibat ulah manusia mengenai rendahnya sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan. Perilaku manusia dalam


(25)

penebangan pohon secara liar masih sering terjadi, apalagi dengan semakin sempitnya lahan hijau yang digunakan sebagai ruang-ruang untuk bangunan. Fakta tersebut berakibat buruk bagi manusia. Akibatnya akan menjadikan suasana kurang sejuk, karena akan berkurangnya oksigen yang dihasilkan oleh tanaman. Apalagi tanaman tidak hanya menghasilkan oksigen saja, melainkan ada beberapa tanaman yang menghasilkan karbohidrat yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sikap tersebut jika semakin dibiarkan akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup.

Dengan adanya peristiwa mengenai kurangnya sikap kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan khususnya tanaman dan hasil observasi mengenai perilaku siswa kelas V B terhadap tanaman. Peneliti akan mencoba memberikan pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan menurut Hamzah, (2013: 35) menjelaskan bahwa memberikan pengetahuan tentang lingkungan dapat mengembangkan kesadaran terhadap lingkungan dan kepeduliannya dengan kondisi lingkungan. Tblisi (dalam Hamzah, 2013: 48) mengatakan bahwa tujuan diberikan pendidikan lingkungan untuk dapat membantu menjelaskan masalah kepedulian serta perhatian tentang saling keterkaitan antara ekonomi, sosial, politik, teknologi dan ekologi.

Pendidikan lingkungan yang diberikan kepada siswa kelas V B yaitu pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan yang seharusnya ditanamkan dalam diri mereka berupa materi eksperimen. Materi eksperimen yang peneliti kembangkan menggunakan model Conservation Scout. Model Conservation Scout


(26)

yaitu model pembelajaran yang mengajak siswa memelihara lingkungan dengan melakukan konservasi untuk memberikan pendidikan lingkungan.

Pembelajaran yang digunakan dalam materi eksperimen sesuai kurikulum di SD N Jetis 1 Yogyakarta yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), mata pelajaran yang digunakan IPA dengan Standar Kompetensi (SK) 2. memahami cara tumbuhan hijau membuat makanan, Kompetensi Dasar (KD) 2.1 mengidentifikasi cara tumbuhan hijau membuat makanan. Pemilihan SK dan KD tersebut, untuk mengajarkan kepada siswa bahwa tumbuhan melakukan proses fotosintesis menghasilkan oksigen dan karbohidrat. Dalam memberikan pembelajaran menggunakan model Conservation Scout. Kegiatan dalam model Conservation Scout yang peneliti gunakan yaitu eksperimen sederhana serta teknik peer tutoring dan kampanye.

Peneliti menggunakan eksperimen sederhana “Uji Amilum” sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sudah ditentukan. Eksperimen

sederhana “Uji Amilum” digunakan untuk mengajak siswa membuktikan bahwa

beberapa tanaman yang ada di lingkungan sekitarnya melalui proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat yang bermanfaat bagi manusia sebagai sumber makanan. Peneliti juga mengajarkan kepada siswa menyampaikan pembelajaran yang sudah dipelajari kepada orang yang berada di sekitarnya dalam model Conservation Scout ini disebut dengan peer tutoring dan kampanye. Hal ini diharapkan agar siswa akan paham dengan topik dan bisa membuktikan serta melakukannya dengan sendiri. Selain itu, penggunaan materi eksperimen dalam melakukan kegiatan eksperimen menurut guru kelas V B agar siswa dapat


(27)

melakukan eksperimen sesuai dengan prosedur dalam materi yang sudah disediakan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas V B bahwa siswa akan antusias dalam kegiatan eksperimen yang berkaitan terhadap lingkungan dan jika guru dapat memberikan pembelajaran dengan cara mengemas metode dan model pembelajaran yang menyenangkan dan nyaman bagi siswa akan membuat siswa mudah memahami materi pembelajaran. Beliau mengatakan kesulitan yang dirasakan dalam melaksanakan kegiatan eksperimen yaitu ketersediaan sumber dan media pembelajaran yang masih kurang salah satunya adalah panduan khusus yang digunakan dalam eksperimen belum ada, panduan yang digunakan oleh siswa berupa buku paket dari sekolah dan siswa masih merasa kebingungan dalam memahami materi dari buku tersebut.

Peneliti juga melakukan wawancara dengan lima siswa kelas V B yang direkomendasi dari guru kelas berdasarkan dari kemampuan akademik yang tinggi sampai rendah. Siswa masih merasa kesulitan dalam melaksanakan kegiatan eksperimen, karena media dan bahan yang digunakan masih terbatas. Selain itu, panduan yang digunakan dalam melakukan eksperimen kurang mudah untuk dipahami. Panduan eksperimen dibutuhkan oleh siswa dengan harapan dapat lebih mudah memahami materi pembelajaran.

Selain dengan guru dan siswa, peneliti juga melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah SD N Jetis 1 Yogyakarta. Beliau mengatakan bahwa bapak dan ibu guru di SD N Jetis 1 Yogyakarta pernah melaksanakan kegiatan eksperimen. Selama melaksanakan kegiatan eksperimen kendala yang dihadapi adalah alat


(28)

yang digunakan untuk melakukan kegiatan eksperimen. Ada beberapa yang sudah rusak dan tidak bisa digunakan kembali. Dalam melaksanakan kegiatan eksperimen guru menggunakan panduan buku paket yang diberikan oleh pemerintah. Beliau juga mengatakan bahwa guru dan siswa membutuhkan materi eksperimen sebagai media pembelajaran. Karena tanpa adanya materi eksperimen, kegiatan eksperimen tidak berjalan sesuai dengan tujuan.

Dalam menyusun dan mengembangkan materi eksperimen peneliti menggunakan teori pengembangan materi menurut Tomlinson. Materi adalah segala bentuk yang dapat digunakan untuk membantu dalam kegiatan belajar (Tomlinson dalam Harsono, 20015: 1). Materi yang diberikan dapat berbentuk buku teks, LKS, kaset, dan paragraf yang ditulis di papan tulis. Materi yang dikembangkan menggunakan prinsip-prinsip pengembangan materi menurut Tomlinson terdapat 16 (Tomlinson, 2005:7-22). Tetapi peneliti akan berfokus dalam 10 prinsip, yaitu: memberikan pengaruh yang nyata, membantu siswa merasa senang dan nyaman, membantu mengembangkan kepercayaan diri, relevan bagi siswa, memberikan daya tarik siswa, memberikan penjelasan, memperhatikan gaya belajar yang berbeda, memperhatikan sikap afektif yang berbeda, memberikan kemampuan intelektual dan estetika, serta memberikan kesempatan untuk terwujudnya feedback.

Materi yang dikembangkan terdiri dari Silabus Pertemuan Pertama, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan Pertama, Materi Eksperimen “Uji

Amilum” dengan Kompetensi Dasar (KD) 2.1 Mengidentifikasi cara tumbuhan


(29)

beberapa tanaman yang ada di lingkungan sekitar melalui proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat yang bermanfaat bagi manusia sebagai sumber makanan karya peneliti. Selain itu, Silabus Pertemuan Kedua, Rencana Pelaksanaan Pembelajaraan Pertemuan kedua serta Materi Kebun Konservasi

“Teknik Menanam Vertikultur” dengan Kompetensi Dasar (KD). 2.2

Mendeskripsikan ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai sumber makanan.

Kegiatan tersebut digunakan untuk mengajarkan kepada siswa bahwa manusia dan hewan membutuhkan tumbuhan hijau sebagai sumber makanan, dengan mengetahui hal tersebut diajak untuk memelihara tanaman dengan melakukan salah satu teknik bertanam menggunakan barang-barang sederhana dengan cara disusun secara bertingkat. Teknik ini bisa digunakan untuk menanam tanaman yang menghasilkan karbohidrat sebagai sumber makanan bagi manusia, seperti daun bawang, tomat, seledri, sawi, dan sejenisnya. Silabus hari kedua, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) hari kedua, dan materi kebun konservasi “Teknik Menanam Vertikultur” tersebut merupakan karya teman peneliti yaitu Adiktia Kurniawati. Kebun konservasi juga merupakan salah satu metode dalam kegiatan model Conservation Scout yaitu dengan cara memanfaatkan lahan sempit untuk melakukan konservasi sederhana. Kegiatan konservasi ini digunakan untuk melakukan penanaman secara sederhana dengan cara vertikultur.

Berdasarkan analisis kebutuhan kelas V B dan V A serta tujuan beserta harapan yang sama untuk memberikan pendidikan lingkungan kepada siswa kelas


(30)

V B dan V A agar menumbuhkan sikap kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan, maka peneliti bersepakat menggabungkan karya menjadi satu yang

berjudul “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan untuk Kelas

V”. Karena materi ini saling berkaitan dan digunakan untuk saling melengkapi

karya masing-masing. Materi tersebut digunakan oleh guru dan siswa untuk dapat belajar mengenai kesadaran dan kepedulian lingkungan. Serta peneliti dapat melakukan penelitian dan pengembangan dengan judul “Pengembangan Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk Siswa Kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana prosedur pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta?

1.2.2 Bagaimana kualitas materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah ini digunakan untuk lebih mengarah pada tujuan penelitian. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.3.1 Materi yang dikembangkan berupa “ Materi Pendidikan Kesadaran


(31)

kurikulum tingkat satuan pendidikan menggunakan model Conservation Scout pada materi mengidentifikasi cara tumbuhan hijau membuat makanan dan mendeskripsikan ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai sumber makanan. 1.3.2 Materi yang dikembangkan bertujuan untuk membentuk kesadaran dan kepedulian siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta terhadap lingkungan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian pengembangan materi berupa materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan untuk kelas V B dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.4.1 Mengetahui prosedur pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta.

1.4.2 Mengetahui kualitas materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat untuk dilakukannya penelitian dan pengembangan ini sebagai berikut:

1.5.1 Bagi Siswa

Siswa dapat mempermudah memahami materi eksperimen, karena materi ini memberikan pendidikan lingkungan.


(32)

1.5.2 Bagi Guru

Guru mendapatkan wawasan dan pengetahuan materi “Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan untuk Kelas V” yang dapat digunakan dalam pembelajaran untuk memberikan pendidikan lingkungan bagi siswa.

1.5.3 Bagi Sekolah

Adanya materi “Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan untuk Kelas V” dapat menambah sumber belajar dan untuk memberikan pendidikan lingkungan bagi siswa.

1.5.4 Bagi Peneliti

Peneliti dapat melakukan penelitian untuk mengembangkan materi pembelajaran yang memberikan pendidikan lingkungan.

1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Lingkungan adalah suatu kondisi yang memiliki hubungan timbal-balik dengan manusia dan memiliki peran dalam kehidupan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

1.6.2 Pendidikan lingkungan adalah pengetahuan yang diberikan untuk mewujudkan kesadaran dan kepedulian dengan cara mengembangkan keterampilan dan sikap ramah terhadap lingkungan.

1.6.3 Kesadaran lingkungan adalah kegiatan berpikir seseorang dalam mengatur perilaku dan tindakan untuk menentukan pilihan yang berguna dan kurang berguna terhadap lingkungan.


(33)

1.6.4 Kepedulian lingkungan adalah cara seseorang untuk memelihara dan tanggung jawab ditunjukkan kepada orang lain dengan memberikan kekuatan dan motivasi dalam melakukan tindakan yang memiliki pengaruh positif terhadap lingkungan.

1.6.5 Model Conservation Scout adalah model pembelajaran yang mengajak siswa memelihara lingkungan dengan melakukan konservasi untuk memberikan pendidikan lingkungan.

1.7 Spesifikasi yang Dikembangkan

Spesifikasi produk yang dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan ini sebagai berikut:

1.7.1 Produk yang dikembangkan yakni materi eksperimen sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) menggunakan model Conservation Scout.

1.7.2 Materi berisi pengembangan langkah-langkah eksperimen dan kebun konservasi kelas V semester 1 mengidentifikasi cara tumbuhan hijau membuat makanan dan mendeskripsikan ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai sumber makanan.

1.7.3 Materi ini terdiri dari Silabus pertemuan pertama, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pertemuan pertama dan Materi

Eksperimen “Uji Amilum” karya peneliti serta Silabus pertemuan

kedua, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pertemuan kedua dan Materi Kebun Konservasi “Teknik Menanam Vertikultur” karya


(34)

teman peneliti yaitu Adiktia Kurniawati. Berdasarkan analisis kebutuhan siswa kelas V B dan V A serta tujuan yang sama beserta harapan yang sama untuk memberikan pendidikan lingkungan, maka peneliti dan teman peneliti sepakat untuk menggabungkan karya menjadi satu dengan judul “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan untuk Kelas V”.

1.7.4 Materi yang dikembangkan menggunakan 10 prinsip pengembangan materi menurut Brian Tomlinson.


(35)

15 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini berisi kajian pustaka mengenai penelitian dan pengembangan (Research and Development), pengembangan materi, pendidikan, lingkungan, kesadaran dan kepedulian, model Conservation Scout. Hasil Penelitian yang relevan yang berisi tentang hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan penelitian dan kerangka berpikir.

2.1Kajian Pustaka

2.1.1 Penelitian dan Pengembangan (Research and Development)

Menurut Borg & Gall (dalam Setyosari, 2003: 222) bahwa penelitian dan pengembangan (R&D) adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Tujuan dari metode R&D yaitu menghasilkan produk yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan. Produk yang dihasilkan dari penelitian dan pengembangan menurut Borg & Gall (dalam Sanjaya, 2013: 131) antara lain: buku, modul pembelajaran, alat, dan prosedur.

Terdapat berbagai macam desain metode penelitian dan pengembangan. Namun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian dan pengembangan menurut Brian Tomlinson. Penelitian dan pengembangan yang dikembangkan yakni pengembangan materi. Peneliti menggunakan metode pengembangan menurut Brian Tomlinson karena lebih fokus ke pengembangan materi pembelajaran. Prosedur pengembangan materi menurut Tomlinson (dalam Harsono, 2015) sebagai berikut: Pertama, analisis kebutuhan yaitu digunakan


(36)

untuk mengidentifikasi latar belakang siswa dan kebutuhan siswa terlebih dahulu dengan tujuan mengetahui apa yang perlu dipelajari atau tidak.

Kedua, desain yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan desain pengembangan materi sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pengembangan materi, serta materi pembelajaran disusun dengan mempertimbangkan silabus dan kebutuhan siswa. Ketiga, implementasi yaitu materi yang sudah disusun oleh guru harus diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar yang nyata. Keempat, evaluasi yaitu hasil dari kegiatan implementasi materi dalam belajar mengajar perlu dianalisis kelemahan dan kelebihannya. Kelima, revisi digunakan untuk melihat hasil evaluasi apakah materi yang dikembangkan dan diimplementasi dapat dijadikan sebagai refleksi dan referensi untuk diperbaiki atau diubah dan merevisi kembali agar materi yang dikembangkan lebih baik.

2.1.2 Pengembangan Materi

Tomlinson, (dalam Harsono, 2015: 1) menyatakan bahwa materi adalah segala sesuatu yang digunakan untuk membantu dalam kegiatan belajar. Materi yang digunakan untuk memfasilitasi dalam belajar dapat berbentuk buku teks, LKS, kaset, video, dan surat kabar. Dalam mengembangkan materi ada 16 prinsip yang diringkas oleh Tomlinson (2005: 7-22). Tetapi dalam pengembangan materi ini peneliti akan berfokus menggunakan 10 prinsip pengembangan materi dari 16 prinsip yang diringkas oleh Tomlinson.

Prinsip pertama yakni materi memberikan pengaruh yang nyata bagi pembelajar adalah materi yang disusun dapat memberikan rasa keingintahuan


(37)

pembelajar, ketertarikan, dan saat sudah tertarik akan ada kesempatan yang baik untuk pembelajar yang nanti akan diproses sebagai kegiatan berpikir. Kedua, membuat pembelajar merasa nyaman, senang, dan bahagia adalah materi yang disusun dapat membantu pembelajar untuk merasakan senang dan nyaman dengan kriteria antara lain memiliki isi berupa teks, gambar, dan bahasa yang digunakan mudah dipahami oleh pembelajar dan berisi contoh serta petunjuk. Ketiga, mengembangkan kepercayaan diri adalah banyak pembelajar merasa nyaman dan percaya diri jika materi yang mereka pelajari mudah untuk dipelajari.

Keempat, relevan untuk pembelajar adalah materi yang dikembangkan harus memperhatikan latar belakang, kemampuan kognitif, afektif, psikomotor dan ekonomi siswa, serta materi berguna untuk kehidupan sehari-hari siswa. Kelima, membuat pembelajar tertarik adalah pembelajar akan tertarik untuk mempelajari materi dengan diri mereka sendiri. Keenam, memberikan penjelasan adalah materi yang disusun dapat memberikan penjelasan yang jelas bagi pembelajar dengan memberikan petunjuk kegiatan sehingga dapat memudahkan pembelajar untuk memahami. Ketujuh, memperhatikan gaya belajar yang berbeda dari masing-masing pembelajar adalah materi yang dikembangkan dapat memberikan dan mengupayakan perkembangan seluruh kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Kedelapan, memperhatikan sikap afektif yang berbeda dalam masing-masing pembelajar adalah materi yang disusun dapat memperhatikan sikap afektif yang dimiliki oleh bermacam pembelajar. Karena itu, sebaiknya materi yang dapat memberikan bentuk kegiatan secara individu maupun kelompok.


(38)

Kesembilan, memberikan kemampuan intelektual dan estetika adalah materi yang dikembangkan dapat membantu pembelajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir dalam mengolah emosi, seni dan memberikan kegiatan yang melatih otak kanan dan kiri pembelajar. Kesepuluh, memberikan kesempatan untuk terwujudnya feedback . Materi yang diberikan dapat mendorong pembelajar untuk memberikan timbal balik yang positif atas kegiatan yang disudah dipelajari. Sepuluh prinsip pengembangan materi menurut Tomlinson tersebut digunakan oleh peneliti dengan harapan dapat membantu dalam melaksanakan pembelajaran dengan mewujudkan proses pendidikan yang efektif.

2.1.3 Pendidikan

Pendidikan menurut Dale (dalam Hardiyanti, 2011: 9) merupakan usaha secara sadar yang dilakukan untuk mempersiapkan siswa agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang, melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan yang didapatkan dari sekolah dan luar sekolah. Pada dasarnya pendidikan memberikan bimbingan dan ajaran dengan cara memberikan kebebasan manusia dari berbagai persoalan hidup yang melingkupinya (Freire dalam Yunus, 2004: 1). Menurut Freire (dalam Yunus, 2004: 1) pendidikan merupakan usaha untuk mengembalikan manusia untuk menjadi manusia agar terhindar dari berbagai bentuk penindasan, kebodohan sampai kepada ketertinggalan.

Penindasan yang menimpa manusia disebabkan oleh rendah pendidikan yang dimilikinya. Untuk melepas adanya berbagai bentuk penindasan harus melalui pendidikan (Mangunwijaya dalam Yunus, 2004: 83). Pendidikan diawali


(39)

dengan menghormati kebebasan, hak, dan kekuasaan pribadi. Oleh karena itu, guru selaku pelaku dalam pendidikan harus memberikan kebebasan dan hak yang dimiliki oleh peserta didik (J. Drost dalam Yunus, 2004: 16). Menurut Freire (dalam Yunus, 2004: 12) titik tolak pendidikan yang memberikan kebebasan dengan cara pemecahan kontradiksi antara guru dengan peserta didik. Pemecahan kontradiksi tersebut dimulai dengan pendekatan komunikasi dan dialog. Adanya dialog tersebut peserta didik diperbolehkan berpikir dan berkreasi dalam mengembangkan dirinya dengan bebas.

Dalam pendidikan, manusia sebagai pembelajar, Sastrapratedja (2013: 35-41) (dalam Winarti dan Anggadewi, 2015: 50) menjelaskan bahwa pendidikan dapat dilakukan dari empat sudut pembelajaran. Empat sudut pandang tersebut menurut yaitu: pertama, teori fungsionalis yakni pendidikan sebagai tempat bagi pembelajar untuk melakukan proses menurunkan berbagai kebudayaan kepada generasi yang baru. Kedua, teori konflik yakni pendidikan berfungsi sebagai pelayanan kepentingan kelompok dominan dengan cara kesenjangan sosio-ekonomis melalui pengetahuan dan sikap yang sesuai dengan karakter masing-masing.

Ketiga, teori kritis yakni pendidikan berfungsi sebagai membantu pembelajar dalam mengkritisi segala sesuatu yang terjadi di dunia dan menyadari keberadannya serta menentukan tindakan yang harus dilakukan. Keempat, teori interpretif yakni pendidikan merupakan suatu tempat bagi pembelajar dalam mempelajari aturan permainan hidup dengan menafsirkan makna dari berbagai perilaku sanksi, dan cara hidupnya melalui pola berkomunikasi. Manusia dalam


(40)

menempuh pendidikan untuk belajar tidak dapat dipisahkan dengan lingkungannya dengan cara memberikan kebebasan dan haknya. Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, pendidikan adalah usaha untuk memberikan pelatihan dengan cara memberikan kebebasan terhadap manusia agar tidak tertindas dengan adanya dialog antara guru dan siswa untuk mengembangkan kreativitas.

Pendidikan yang memberikan kebebasan manusia, hak dan agar tidak tertindas yaitu pendidikan emansipatoris. Pendidikan ini dianggap sebagai pendidikan yang menekankan adil dan demokratis. Pendidikan emansipatoris diartikan sebagai proses pembebasan kehidupan dari unsur-unsur penindasan (Freire dalam Suprijono, 2016: 41). Terdapat tiga kunci menurut Giroux (2001) (dalam Winarti dan Anggadewi, 2015: 53) yakni: pertama, humanisasi dapat dipahami sebagai pemberdayaan pemahaman kritis antara guru dan siswa dan untuk menciptakan humanis dengan diperlukannya cinta, kerendahan hati, iman, kepercayaan, harapan dan pemikiran kritis. Kedua, kesadaran kritis yakni belajar menerima keadaan sosial, ekonomi, dan melawan arus penindasan realitas. Ketiga, mempertanyakan sistem yakni menjadi pemikir yang kritis, perlu adanya dialog dalam bentuk mempertanyakan sistem untuk menemukan realitas.

Menurut pendapat Freire (1970) (Nouri dan Sajjadi, 2014) (dalam Winarti dan Anggadewi, 2015: 54) bahwa pendidikan emansipatoris adalah siswa dan guru merupakan pembelajar, guru dan siswa saling belajar. Hal tersebut dimaksud bahwa guru dan siswa sebagai subyek yang sedang mempelajari materi pembelajaran. Adanya dialog yang dilakukan antara guru dan siswa dapat


(41)

memberikan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman keduanya berkembang. Dari pemahaman yang baru, maka guru dan siswa menjadi teman yang bersama-sama memberdayakan satu bersama-sama lain. Dalam dialog pendidikan emansipatoris ini dapat mengambil tema nyata dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan siswa.

Menurut Winarti dan Anggadewi, (2015: 54) bahwa Pedagogi Ignasian atau Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) merupakan salah satu model pendidikan emansipatoris yang menekankan refleksi untuk menemukan solusi dalam proses pendidikan dengan menentukan sikap atau perilaku yang memiliki pengaruh positif. Pendekatan PPR ini menekankan pada aktivitas siswa dalam mempelajari materi. Tujuan dari PPR adalah untuk dapat mengembangkan kemampuan dalam menanggapi berbagai hal yang ada di sekitar secara kritis dalam upaya untuk memperdalam pemahaman pembelajaran yang diterima di sekolah dan lingkungan (Subagya, 2010: 22). Ada lima kegiatan yang saling berkaitan sebagai siklus dalam Pedagogi Ignasian atau PPR, yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi (Peterson dan Nielson, 2012 dalam Winarti dan Anggadewi, 2015: 55).

Tahapan PPR yang pertama adalah konteks. Peserta didik akan melakukan kegiatan mengidentifikasi keberadaan peserta didik dalam konteks dunia. Guru memiliki peran sebagai penggali konteks kehidupan yang ada didalam diri siswa dan mengamati pencapaian siswa akan perkembangan pribadi yang utuh pada materi yang akan dipelajari (Subagya, 2010: 43). Kegiatan konteks digunakan untuk mengali dan mengetahui pemahaman awal siswa. Dalam tahapan pengalaman ini siswa akan memahami konteksnya dengan harapan mendapatkan pengalaman (Winarti dan Anggadewi, 2015: 55). Pengalaman yang digunakan


(42)

siswa untuk dapat memahami materi yang dipelajari secara dalam dengan melibatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam pengalaman memungkinkan siswa menyadari akan pribadi dirinya (Subagya, 2010: 50).

Proses pelaksanaan menyadari dan refleksi dengan mempertimbangkan dengan seksama menggunakan daya ingat, pemahaman, imajinasi, pengalaman, dan ide-ide atau tujuan yang diinginkan (Subagya, 2010: 55). Proses refleksi dilakukan untuk mendorong siswa dalam menggali dan memunculkan makna dari pengalaman mereka. Setelah melakukan refleksi, siswa dapat menentukan aksi yang akan dilakukan sesuai dengan pilihannya. Aksi yang ditentukan berasal dari hasil refleksi yang telah dilakukan oleh siswa (Subagya, 2010: 61). Aksi yang dilakukan oleh pembelajar diharapkan untuk bersikap dengan merubah kepribadiannya menjadi lebih baik. Tahapan akhir dari PPR adalah evaluasi merupakan untuk membentuk manusia dengan memiliki kepribadian yang utuh, kompeten dalam kognitif atau intelektual dan bersedia untuk semakin berkembang (Subagya, 2010: 63).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang memberikan kebebasan dalam pembelajaran adalah pendidikan emansipatoris dengan menggunakan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR). Tahapan dalam PPR ini memberikan pengalaman kepada siswa untuk menyadari dan refleksi pengalamannya yang telah didapatkan dengan berkontribusi secara langsung dengan lingkungan sekitar. Setelah melakukan kegiatan refleksi, siswa melakukan kegiatan aksi untuk menentukan pilihannya dengan harapan untuk bersikap dapat merubah kepribadiannya lebih baik. Siswa


(43)

dapat belajar untuk memperoleh pengalaman dengan berkontribusi dengan lingkungan yang ada di sekitarnya.

2.1.4 Lingkungan

Lingkungan adalah semua kondisi yang mempengaruhi eksistensi, pertumbuhan, dan kesejahteraan dari suatu organisme yang ada di bumi (Gustavo dalam Hamzah, 2013: 5). Lingkungan memiliki peran yang mendukung dalam berbagai kehidupan manusia. Adanya hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan dipengaruhi oleh perilaku manusia. Perilaku manusia terhadap lingkungan ditandai dengan sikap dan tindakan manusia terhadap alam. Perilaku manusia dapat menentukan kondisi lingkungan. Manusia memiliki upaya untuk menyesuaikan pola hidup dengan kondisi lingkungan. Apapun yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan, akan berdampak pada perilaku tersebut terhadap lingkungan akan kembali lagi dalam kehidupan manusia itu sendiri, baik keuntungan ataupun kerugian (Hamzah, 2013: 1).

Berdasarkan pendapat dari ahli diatas, bahwa lingkungan merupakan suatu kondisi yang memiliki hubungan timbal-balik dengan manusia dan memiliki peran dalam kehidupan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kondisi lingkungan dipengaruhi oleh perilaku manusia. Perilaku tersebut akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam membangun perilaku manusia terhadap lingkungan melalui proses pendidikan.

Pendidikan harus dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembentukan sikap dan kepedulian terhadap lingkungan secara efektif (Hamzah, 2013: 14). Informasi tentang lingkungan dapat diperoleh peserta didik dengan pendidikan formal


(44)

maupun nonformal. Melalui pendidikan yang intensif diharapkan memungkinkan untuk mengembangkan kualitas sikap dan perilaku yang positif terhadap lingkungan. Salah satu bentuk untuk mengembangkan sikap dan perilaku positif terhadap lingkungan dengan diberikan pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan adalah memberikan pengetahuan tidak tentang lingkungan saja, melainkan mengembangkan kesadaran terhadap lingkungan dan kepedulian dengan kondisi lingkungan (Hamzah, 2013: 35).

Pendidikan lingkungan merupakan proses mengenali nilai-nilai dan menjelaskan konsep dalam rangka mengembangkan keterampilan, sikap, yang diperlukan untuk memahami hubungan timbal balik antara manusia, budaya, dan lingkungan biofisiknya. Pendidikan lingkungan juga membutuhkan eksperimen dalam hal pengambilan keputusan dan memformulasi sendiri perilaku suatu bentuk berkenaan dengan isu lingkungan (UNESCO dalam Hamzah, 2013: 39). Pendidikan lingkungan diharapkan dapat menumbuh kembangkan sikap ramah terhadap lingkungan untuk membekali individu dalam membentuk perilaku yang seharusnya ia perbuat terhadap lingkungan. Berdasarkan pendapat dari ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan lingkungan adalah pengetahuan yang diberikan untuk mewujudkan kesadaran dan kepedulian dengan cara mengembangkan keterampilan dan sikap ramah terhadap lingkungan.

2.1.5 Kesadaran dan Kepedulian

Kesadaran dapat diartikan berpikir. Jika seseorang ingin menghendaki perubahan maka langkah yang dilakukan yaitu merubah cara berpikir. Seseorang


(45)

yang memiliki hasrat untuk merubah cara berpikirnya terhadap lingkungan berarti sadar terhadap lingkungan (Neolaka dalam Pius dan Sonia, 2014: 14).

Menurut Freud (dalam Neolaka 2008: 22) menyatakan bahwa kesadaran merupakan manusia sadar terhadap dirinya dan lingkungannya, sadar akan ruang dan waktu. Kesadaran akan ruang dan waktu menyebabkan sadar akan lingkungannya, sadar bahwa lingkungan merupakan salah satu dari bagian hidupnya. Seseorang yang memiliki hasrat untuk merubah tingkah laku terhadap lingkungan berarti sadar terhadap lingkungan.

Seseorang dapat dikatakan sadar apabila individu maupun kelompok siaga (awareness) terhadap peristiwa yang ada di lingkungan dengan peristiwa kognitif yang meliputi: memori, pikiran, dan perasaan (Solso dalam Pius dan Sonia, 2014: 13). Manusia sadar terhadap lingkungan dengan adanya suatu keadaan yang tergugah jiwanya terhadap lingkungan hidup yang dapat dilihat dari perilaku dan tindakan orang yang bersangkutan (Neolaka 2008: 18). Dengan hal ini berarti manusia dapat menunjukkan perilaku dan tindakan sesuai dengan apa yang diinginkan.

Soekanto (dalam Jamanti, 2014: 24) menuliskan bahwa kesadaran memiliki empat indikator antara lain: pengetahuan, pemahaman, sikap, dan pola perilaku (tindakan). Benyamin Bloom (dalam Jamanti, 2014: 24) membagi indikator kesadaran menjadi tiga bagian: kognitif, afektif, dan psikomotor. Notoadmodjo memodifikasi dan meringkas indikator kesadaran menurut Bloom (dalam Jamanti, 2014: 24) dengan dominan ke 3 ranah yaitu: pengetahuan, sikap, perilaku (tindakan), ketiga ranah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


(46)

Pertama, pengetahuan (kognitif) yakni pengetahuan yang didapatkan setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek. Pengetahuan manusia sebagian diperoleh melalui indera pengelihatan dan indera pendengaran. Dalam ranah pengetahuan ini terdiri dari 6 tingkatan domain pengetahuan (kognitif), yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (aplication), analisis (analysis), sintesis (syntesis), evaluasi (evaluation).

Kedua, sikap (afektif) merupakan suatu respon atau tindakan dari seseorang terhadap objek (Newcomb dalam Jamanti, 2014: 25). Sikap memiliki 4 tingkatan antara lain: tingkatan pertama, menerima (receiving) yakni seseorang (subyek) dapat memperhatikan stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Tingkatan kedua, merespon (responding) yakni seseorang dapat memberikan jawaban apabila diberi pertanyaan, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan tanpa melihat benar atau salah. Tingkatan ketiga, menghargai (valuing) yakni suatu hal mengajak orang lain untuk mengerjakan atau berdiskusi suatu masalah. Tingkatan keempat, bertanggung jawab (responsible) yakni seseorang dapat bersedia menerima konsekuensinya dari sesuatu yang telah dipilih.

Ketiga, perilaku atau tindakan memiliki 4 tingkatan antara lain: tingkatan pertama, persepsi (perception) yaitu seseorang dapat mengenal dan memilih obyek yang berhubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Tingkatan kedua, respons terpimpin (guided response) seseorang melakukan kegiatan sesuai dengan urutan dan contoh yang benar. Tingkatan ketiga, mekanisme (mecanism) yakni seseorang yang telah melakukan kegiatan dengan benar secara langsung sudah menjadi hal kebiasaan. Tingkatan keempat, adopsi (adoption) merupakan suatu


(47)

tindakan yang sudah dilakukan berkembang dengan baik. Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran lingkungan merupakan kegiatan berpikir seseorang dalam mengatur perilaku dan tindakan untuk menentukan pilihan yang berguna dan kurang berguna terhadap lingkungan.

Kepedulian menurut Swanson (dalam Sihombing, 2014: 24) adalah salah satu cara untuk memelihara yang dimana orang merasakan komitmen dan tanggung jawab pribadi. Menurut Leininger 1981 (dalam Sihombing, 2014: 25) kepedulian merupakan perasaan yang ditunjukan kepada orang lain, dan memotivasi serta memberikan kekuatan dalam melakukan aksi atau tindakan yang dapat memberikan pengaruh positif di kehidupannya. Kepedulian diawali dengan memberikan respon positif bagi orang lain. Kepedulian ini dapat mendorong seseorang untuk memberikan tindakan dengan respon positif. Seseorang dapat dikatakan memiliki kepedulian, jika dapat menunjukkan kepada masyarakat maupun lingkungan dengan memberikan suatu tindakan atau aksi dan dapat mempengaruhi kehidupan.

Ada lima dimensi dalam kepedulian menurut Swanson (dalam Sihombing, 2014: 27), yaitu: Pertama, mengetahui merupakan seseorang berusaha untuk mengerti dan memahami kejadian yang penting dalam kehidupan orang lain, dengan melihat isyarat verbal dan non-verbal. Kedua, turut hadir merupakan hadir dalam kehidupan orang lain dengan memberikan perhatian dan menyampaikan ketersediaan apakah dengan kehadiran kita orang lain terganggu atau tidak. Ketiga, melakukan merupakan kegiatan melakukan sesuatu untuk orang lain dengan menghibur dan melindungi. Keempat, memungkinkan merupakan


(48)

menempatkan diri kita sebagai pendengar dan pembicara yang baik dengan cara mendengarkan keluh kesah dan menyampaikan nasihat, dukungan, serta perhatian. Kelima, mempertahankan keyakinan merupakan memberikan keyakinan kepada orang lain yang dipedulikan agar orang tersebut memiliki kekuatan dan harapan.

Berdasarkan pendapat dari ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kepedulian lingkungan adalah cara seseorang untuk memelihara dan tanggung jawab ditunjukkan kepada orang lain dengan memberikan kekuatan dan motivasi dalam melakukan tindakan yang memiliki pengaruh positif terhadap lingkungan. Mengajarkan untuk dapat menanamkan perilaku kepedulian beserta kesadaran memberikan pendidikan lingkungan dengan menggunakan model Conservation Scout.

2.1.6 Model Conservation Scout

Model Conservation Scout adalah suatu model pembelajaran berbasis lingkungan yang dapat digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan pembelajaran ini dapat dilakukan dengan cara mengajak siswa untuk memelihara lingkungan (Widodo, 2014: 2). Suseno, (2016: 4) menuliskan model Conservation Scout merupakan model pembelajaran inovatif yang berupa konservasi sederhana untuk memberikan pendidikan lingkungan kepada anak dengan menyenangkan. Melalui model Conservation Scout ini diharapkan menciptakan siswa yang aktif dan kreatif dalam mewujudkan suatu kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan dengan cara memanfaatkan lingkungan yang baik ini (Ritmawanti,


(49)

2014: 2). Adapun metode dari model Conservation Scout menurut Suseno (2016: 4) ada empat antara lain:

Bagan 2.1 Metode dalam model Conservation Scout

Dari bagan 2.1 dijelaskan bahwa model Conservation Scout dapat dilaksanakan dengan empat macam metode: Pertama, kebun konservasi yaitu anak-anak dapat memanfaatkan lahan yang sempit atau tidak digunakan sebagai tempat untuk melakukan konservasi sederhana. Kegiatan konservasi sederhana ini dapat dilakukan dengan penanaman macam-macam tanaman dengan menggunakan pot maupun vertikultur. Kedua, area konservasi di dalam ruangan yaitu kegiatan dengan memanfaatkan akuarium atau bahan yang terbuat dari plastik bening untuk memelihara hewan. Ketiga, minitrip atau perjalanan ke alam terbuka yaitu anak dapat diajak untuk mengunjungi area terbuka seperti cagar alam dan konservasi alam.

Keempat, eksperimen sederhana serta kampanye dan peer tutoring yaitu melakukan kegiatan percobaan dan penyebab terjadinya kerusakan lingkungan. Setelah kegiatan eksperimen siswa membuat hasil karya dengan tujuan mengajak teman-teman untuk menjaga lingkungan. Tindak lanjut dari kegiatan ini, siswa

Conservation Scout

Kebun Konservasi

Area konservasi di dalam ruangan

Minitrip (perjalanan menyenangkan ke alam terbuka)

Eksperimen sederhana, kampanye dan peer tutoring


(50)

melakukan kampanye lingkungan. Siswa akan menceritakan pengalaman yang telah didapatkan dengan mengajak orang yang ada di sekitarnya untuk peduli lingkungan melalui hasil karya yang telah dibuatnya. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model Conservation Scout adalah model pembelajaran yang mengajak siswa memelihara lingkungan dengan melakukan konservasi untuk memberikan pendidikan lingkungan.

Siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta akan diajak untuk melakukan eksperimen “Uji Amilum” dan kebun konservasi ”Teknik Menanam Vertikultur”. Setiap kelompok akan melakukan kegiatan eksperimen “Uji Amilum” untuk membuktikan bahwa tanaman yang melakukan proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat dapat dilihat dari bagian daun yang tidak ditutup kertas karbon. Caranya dimasukkan ke dalam campuran air panas dan pemberih cat kuku (asseton) hingga daun tersebut layu. Hal ini dilakukan untuk melarutkan klorofil, setelah itu dicuci dengan air, dan ditetesi obat merah (betadine) hingga adanya perubahan warna menjadi biru pekat atau biru kehitaman.

Selain menggunakan daun, juga melakukan eksperimen pada bagian tanaman seperti: buah, akar, batang, bunga, biji, dan daun yang menghasilkan karbohidrat dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber makanan dengan cara memberikan tetesan obat merah (betadine) pada bagian tanaman lalu dipanaskan diatas api hingga adanya perubahan warna menjadi biru pekat atau biru kehitaman. Siswa juga diajak untuk melakukan kegiatan kebun konservasi

“Teknik Menanam Vertikultur” merupakan salah satu teknik bertanam


(51)

ditata secara bertingkat dan memanfaatkan lahan sempit yang ada, salah satu tanaman yang ditaman yaitu tanaman dengan menghasilkan karbohidrat yang bermanfaat sebagai sumber makanan bagi manusia, seperti daun bawang, tomat, dan sawi.

Agar metode ini tercapai sesuai dengan tujuan, setiap siswa diajak untuk membuat kata mutiara pentingnya tanaman sebagai sumber makanan bagi manusia. Selain itu juga membuat peraturan mengenai cara merawat tanaman yang sudah mereka tanam sesuai dengan keinginan dan kehendak sesuai prinsip Pendidikan Emansipatoris. Siswa juga diberikan kesempatan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman yang dipelajari dengan menyampaikan hasil kata mutiara dan peraturan yang telah dibuat kepada teman dan orang yang ada di sekitarnya (peer tutoring). Tujuan dari kegiatan peer tutoring untuk mengajak dan membantu orang lain sadar dan peduli terhadap lingkungan.

Dalam pendidikan ini, bertujuan untuk menanamkan sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan. Pembelajaran berbasis lingkungan dapat diterapkan dengan berbagai cara sesuai dengan tingkat perkembangan anak (Ritmawanti, 2014: 2). Model Conservation Scout digunakan dalam penelitian dengan berdasarkan pandangan tiga tokoh pendidikan, yaitu:

Pertama pandangan Jean Piaget, menurut Piaget (dalam Crain, 2007, 171) mengatakan bahwa tahapan perkembangan kognitif anak terbagi dalam 4 tahap dijelaskan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Anak menurut Piget

Tahap Usia Karakteristik

Sensorimotor Lahir- 2 tahun Mampu mengorganisasikan skema


(52)

memukul, dan menggenggam untuk menghadapi dunia.

Pra-Operasional 2-7 tahun Anak belajar berpikir menggunakan

simbol dan pencitraan batiniah, pikirannya belum begitu logis dan masih belum sistematis, menyama rakatakan sesuatu berdasarkan pengalaman bebas.

Operasional Konkret 7-11 tahun Mampu mengembangkan kemampuan

berpikir secara sistematis, mengacu pada objek dan aktivitas konkret.

Operasional Formal 11 tahun- dewasa Mampu berpikir secara konseptual dan berpikir secara hipotesis.

Dari tabel tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget diatas dapat dilihat bahwa siswa kelas V sekolah dasar dalam tahapan operasional konkret (7-11 tahun). Siswa kelas V sekolah dasar pada umumnya dapat mengembangkan pikiran yang sistematis dengan mengacu pada objek dan aktivitas yang konkret. Siswa tertarik pada aktivitas konkret yang memberikan efek positif terhadap objek yang terdapat di bagian aktivitas.

Pandangan kedua dari Maria Montessori juga digunakan, menurut Montessori, 1936 mengatakan bahwa anak-anak akan belajar dengan cara mereka sendiri dan didorong oleh kedewasaan mereka sendiri. Hal ini sama seperti pendapat Rousseau (dalam Crain, 2007: 99), bahwa anak-anak sering berpikir serta belajar dengan cara mereka sendiri. Montessori memiliki keinginan untuk dapat mengembangkan dalam dunia pendidikan yaitu mempersiapkan guru yang mengajar di dalam kelas untuk melakukan pengamatan dan eksperimen, serta anak diberikan kebebasan dalam belajar sesuai dengan bakat, minat serta kemampuan siswa (Montessori, 2002: 28-30).

Teori montessori ini anak-anak termasuk dalam konsep periode-periode kepekaan (sensitive period). Periode ini anak akan belajar dengan semua daya upayanya agar dapat menguasai kemampuan-kemampuan sampai sempurna. Dan


(53)

“ jika anak dicegah untuk dalam memperoleh pengalaman, maka kepekaan yang dimiliki oleh anak akan hilang dan akan mengganggu perkembangan anak (dalam Crain, 2007: 100).

Pandangan menurut Lev Semionovich Vygotsky juga digunakan, Vygotsky berpendapat bahwa teori psikologi yang berlaku saat ini adalah teori yang menghubungkan pengalaman-pengalaman dengan refleks-refleks terkondisi dengan pengaruh lingkungan. Mengenai refleks-refleks terkondisi ini menggunakan pikiran sadar dan perilaku manusia (Schunk, 2012: 223). Kontribusi Vygotsky salah satunya yang penting terhadap pemikiran psikologi yakni memfokuskan perhatian terhadap aktivitas sosial yang memiliki makna sebagai pengaruh terhadap pikiran sadar manusia. Manusia dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keperluan mereka dan pikiran sadar.

Teori Vygotsky menitik beratkan pada interaksi dari faktor interpersonal (sosial), kultual-historis, dan individu sebagai kunci dari perkembangan manusia. Interaksi dengan lingkungan dapat mendorong siswa dalam proses perkembangan dan pertumbuhan kognitif. Siswa kelas V sekolah dasar dapat berinteraksi dengan dunia mereka sendiri dengan lingkungan. Dengan harapan siswa dapat mengubah cara berpikir dan mengambil makna dari pengalaman yang telah didapatkan melalui lingkungan.

2.2Hasil Penelitian yang Relevan

2.2.1 Penelitian Kesadaran Lingkungan

Pius dan Sonia (2014) melakukan penelitian tentang subjective well-being pada remaja ditinjau dari kesadaran lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk


(54)

mencari hubungan antara kesadaran lingkungan dan subjective well-being (SWB) pada remaja. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Pengambilan data caranya menggunakan metode cluster sampling terhadap 130 siswa remaja SMK di Semarang. Hasil uji korelasi product moment memperoleh hasi r = 0,506 (p<0,01) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kesadaran lingkungan dengan subjective well-being remaja, dimana sumbangan efektif yang diberikan kesadaran lingkungan pada subjective well-being remaja adalah sebesar 25,6%.

2.2.2 Penelitian Kepedulian Lingkungan

Handayani, Ani (2013) melakukan penelitian mengenai peningkatan sikap peduli lingkungan melalui implementasi pendekatan sains teknologi masyarakat

dalam pembelajaran IPA kelas IV di SD N Keputran “A”. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui langkah-langkah implementasi pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam pembelajaran IPA yang dapat mengembangkan sikap peduli lingkungan siswa. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) kolaboratif dengan subjek penelitian siswa kelas IV SD N Keputran “A” dengan jumlah siswa sebanyak 28 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi sikap peduli siswa terhadap lingkungan, lembar observasi aktivitas guru dalam menanamkan sikap peduli lingkungan, dan angket sikap peduli lingkungan siswa. Hasil penelitian ini adalah pendekatan STM dapat mengembangkan sikap peduli lingkungan siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil lembar observasi siklus II sebanyak 27 siswa (96,43%) berada pada kategori tinggi, sebanyak 1 siswa (3,57%) berada pada


(55)

kategori sedang. Hasil yang diperoleh pada siklus II telah mencapai kriteria keberhasilan sehingga tindakan dihentikan pada siklus kedua.

2.2.3 Model Conservation Scout

Sari (2014) meneliti presepsi guru dan siswa SD di Yogyakarta terhadap program Conservation Scout. Penelitian ini melibatkan 38 SD di Yogyakarta yang terdiri dari 32 guru dan 70 siswa SD yang dilakukan di Pusat Studi Lingkungan Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon sekolah, presepsi guru, presepsi siswa, dan keberhasilan sekolah dalam mendukung program Conservation Scout. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah action research, survey, dan deskripsi kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan sekolah memberikan respon sangat positif (84%) terhadap program Conservation Scout, dari 38 sekolah yang diundang, ada 32 sekolah yang mengikuti program ini. Guru menberikan presepsi negatif (2,50), bukan pada esensi program melainkan pada teknik pelaksanaan program. Siswa memberikan persepsi positif (3,51) dan 36 dari 70 siswa berhasil melakukan peer tutoring dan kampanye mengenai konservasi. Ada 53,12% SD yang siswanya menjadi duta konservasi lingkungan.

Ritmawanti, Dea F (2014) melakukan penelitian pengembangan Model Conservation Scot: Pengenalan mini konservasi di Sekolah Dasar untuk pembelajaran berbasis lingkungan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah pengenalan pembelajaran berbasis lingkungan melalui model Conservation Scout dapat mengenalkan kepada anak mengenai pentingnya menjaga lingkungan. Sampel yang digunakan penelitian adalah siswa dari 38 SD mitra PGSD


(56)

Universitas Sanata Dharma di wilayah Yogyakarta, baik SD Negeri maupun SD Swasta, dengan jumlah siswa 76 orang dan guru 38 orang. Hasil yang diperoleh pembelajaran berbasis lingkungan melibatkan siswa maupun guru secara aktif dapat menanamkan nilai peduli lingkungan yang ditanamkan sejak dini pada anak. Berikut ini merupakan bagan literatur map dari penelitian yang relevan hingga dilakukan oleh peneliti:

Bagan 2.2 Literatur map

Peneitian tentang kesadaran dan kepedulian lingkungan

Pius dan Sonia (2014) Kesadaran lingkungan-subjective

well-being

Ani, Handayani (2013) Peduli lingkungan-pendekatan

Sanis Teknologi Masyarakat

Penelitian tentang model Conservation Scout

Sari, Wahyu W (2014) Conservation Scout-Presepsi

guru dan siswa

Ritmawanti, Dea F (2014) Pengembangan model Conservation

Scout: Pengenalan mini konservasi di Sekolah Dasar untuk Pembelajaran Berbasis Lingkungan

Yang ingin diteliti: Pengembangan Materi, Model Conservation Scout, kesadaran dan kepedulian


(57)

2.3Kerangka Berpikir

Lingkungan memiliki peran yang mendukung dalam berbagai kehidupan manusia. Adanya hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan dipengaruhi oleh perilaku manusia. Perilaku manusia terhadap lingkungan dapat dilihat dari sikap dan tindakan manusia terhadap lingkungan. Lingkungan digunakan sebagai pemenuh kebutuhan manusia. Anak dapat menjalani kehidupan sehari-hari membutuhkan peran lingkungan sekitar.

Di lingkungan terdapat beragam jenis tanaman. Tanaman sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tanaman memiliki manfaat bagi manusia salah satunya sebagai sumber makanan. Namun, siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta kurang sadar dan peduli terhadap tanaman yang ada di lingkungan sekitar bermanfaat bagi keberlangsungan hidup. Hal ini dapat dilihat berdasarkan observasi bahwa SD N Jetis 1 Yogyakarta terdapat tanaman dengan kondisi yang cukup baik dan terlihat terawat dengan baik. Tanaman yang ada di lingkungan sekolah terlihat segar.

Ada beberapa siswa kelas V B ketika jam istirahat bermain sepak bola dan bola tersebut masuk ke dalam area taman sehingga mengenai tanaman. Tanaman yang berada di area taman yaitu tanaman singkong yang masih kecil, bibit tanaman pepaya, dan bibit tanaman mangga. Siswa ketika mengambil bola yang mengenai tanaman tersebut dengan cara berebutan dan mereka menginjak-injak tanaman, sehingga tanaman yang berada di area taman menjadi rusak. Ada juga siswa saat jam istirahat melihat permainan sepak bola dengan sengaja duduk diatas tanaman yang berada diteras sekolah. Selain itu, ada juga siswa dengan


(58)

sengaja memetik daun tanaman srikaya yang ada di lingkungan sekolah, sehingga menyebabkan tanaman srikaya menjadi rusak.

Sikap dan perilaku siswa terhadap lingkungan khususnya tanaman kurang baik. Hal ini dilihat dari program yang dimiliki sekolah yaitu “SEMUTLIS” artinya sepuluh menit untuk lingkungan sekolah dan salah satu dari program tersebut mengingatkan kepada siswa bahwa sepuluh menit sebelum masuk kelas untuk merawat tanaman terlebih dahulu. Tulisan “SEMUTLIS” tersebut tertempel disetiap pintu kelas 1 sampai 6. Namun siswa kelas V B belum terlihat melaksanakan program tersebut. Siswa kelas V B melaksanakan program dari sekolah jika ada perintah dari guru.

Ketika melakukan wawancara kepada lima siswa kelas V B mengatakan bahwa jarang melaksanakan pembelajaran dengan eksperimen. Sehingga membuat mereka merasa kesulitan dalam memahami materi. Siswa mudah memahami materi jika pembelajaran dengan kegiatan eksperimen. Guru dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan petunjuk buku paket dari pemerintah. Buku paket dari pemerintah tidak semuanya terdapat materi yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan. Sehingga dalam melengkapi materi yang dibutuhkan, guru perlu menyusun dan menggabungkan dengan referensi lain. Selain itu, keterbatasan akan sumber dan media pembelajaran di sekolah menjadikan kendala dalam melaksanakan pembelajaran IPA. Kepala sekolah, guru kelas, dan lima siswa kelas V B membutuhkan materi eksperimen bedasarkan wawancara analisis kebutuhan.


(59)

Berdasarkan hasil analisis dan masalah di atas, maka peneliti akan mengembangkan materi dengan harapan agar siswa kelas V B akan semakin sadar dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Materi tersebut yaitu “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan untuk Kelas V” yang dapat digunakan untuk memberikan pendidikan lingkungan.


(60)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini berisi jenis penelitian, setting penelitian, prosedur pengembangan, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and Development (R&D). Menurut Borg & Gall, 1983 (dalam Setyosari, 2003: 222) bahwa penelitian dan pengembangan (R&D) adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan.

Namun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian dan pengembangan menurut Brian Tomlinson. Penelitian dan pengembangan yang dikembangkan yakni pengembangan materi. Peneliti menggunakan metode pengembangan menurut Brian Tomlinson karena lebih fokus ke pengembangan materi pembelajaran. Prosedur pengembangan menurut Tomlinson yaitu: (1) Analisis kebutuhan, (2) Desain, (3) Implementasi, (4) Evaluasi, (5) Revisi. Dalam penelitian ini peneliti mengembangkan Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan untuk Kelas V.

3.2Setting Penelitian 3.2.1 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V B semester gasal 2016/2017 SD N Jetis 1 Yogyakarta dengan jumlah 23 siswa, terdiri dari 12 siswa perempuan dan 11 siswa laki-laki.


(61)

3.2.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengembangan Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk Siswa Kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta.

3.2.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD N Jetis 1 Yogyakarta yang beralamat di Jl. Pasiraman No 02, Cokrokusuman, Cokrodiningratan, Gondokusuman, Jetis, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada bulan Juli 2016 sampai Januari 2017.

3.3Prosedur Penelitian

Prosedur pengembangan materi penelitian yang digunakan oleh peneliti mengacu pada prosedur penelitian dan pengembangan materi menurut Brian Tomlinson. Prosedur pengembangan materi ini melalui lima langkah prosedur pengembangan materi, yaitu : (1) Analisis kebutuhan, (2) Desain, (3) Implementasi, (4) Evaluasi, (5) Revisi. Adapun lima langkah-langkah pengembangan materi yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut:


(62)

Bagan 3.1 Prosedur Pengembangan

3.3.1 Analisis Kebutuhan

Dalam penelitian ini peneliti melakukan analisis kebutuhan dengan observasi pembelajaran dalam kelas, observasi di luar kelas pada jam istirahat dan wawancara. Dalam kegiatan observasi pembelajaran dalam kelas, observasi di luar

Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan untuk Kelas V

Tahap IV Revisi

Prinsip Pengembangan

Materi menurut

Tomlinson Validasi: 1. Ahli 2. Guru 3. Siswa Analisis

Kelemahan dan Kelebihan Materi Implementasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Hari Pertama

Pembelajaran Hari Pertama dan Hari Kedua

Koreksi Ahli Penggabungan dan Pengembangan Materi Revisi Menentukan 1. SK 2. KD 3. Indikator 4. Kegiatan

Pembelajaran secara umum Validasi Instrumen Wawancara 1. Observasi 2. Wawancara Tahap I Analisis Tahap II Desain Tahap III Implementasi Tahap IV Evalusai

Implementasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Hari Kedua


(63)

kelas pada jam istirahat dan wawancara, peneliti menggunakan panduan lembar students need analysis pemberian dari dosen pembimbing skripsi. Kegiatan observasi dilakukan pada kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta.

Observasi pembelajaran dalam kelas ini dilakukan untuk mengetahui kondisi siswa dalam mengikuti pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran. Sedangkan observasi yang dilakukan di luar kelas pada jam istirahat untuk mengetahui perilaku siswa terhadap tanaman yang ada di sekolah. Setelah melakukan observasi di kelas V B peneliti melakukan wawancara dengan siswa, guru kelas, dan kepala sekolah. Wawancara ini dilakukan untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan melaksanakan pembelajaran IPA di kelas dan kebutuhan akan bahan ajar yang dilakukan dalam pembelajaran. Hasil kegiatan observasi dan wawancara ini dijadikan sebagai pengembangan materi sesuai dengan kebutuhan siswa, guru, dan kepala sekolah sehingga diharapkan dapat memiliki pengaruh positif dalam kemajuan diri siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta.

3.3.2 Desain

Hasil analisis kebutuhan observasi dan wawancara digunakan sebagai dasar mengembangkan materi. Sebelumnya peneliti mengkaji prinsip-prinsip pengembangan materi menurut Tomlinson. Kemudian menentukan Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan indikator pembelajaran yang terdapat dalam lembar panduan student need analysis sesuai dengan hasil analisis kebutuhan yang diperoleh dari kegiatan observasi dan wawancara, selanjutnya dikoreksi oleh ahli. Peneliti selanjutnya merancang silabus, Rencana Pelaksanaan


(1)

Lampiran 19. Hasil Validasi Materi Eksperimen oleh Guru Kelas V A

No Aspek Skor

A. Identitas

1 Kelengkapan unsur materi eksperimen (judul, deskripsi singkat, alat dan bahan, langkah kerja, referensi)

3

B. Isi

1 Rumusan deskripsi singkat eksperimen membantu memperjelas gambaran umum eksperimen

3

2 Rumusan tujuan eksperimen sesuai dengan indikator yang akan dicapai 4 3 Alat dan bahan dirumuskan secara rinci dan jelas 2 4 Langkah kerja dirumuskan secara rinci, singkat, dan jelas 3 5 Materi eksperimen sesuai dengan tingkat perkembangan siswa (relevan) 3 6 Materi eksperimen membantu mengembangkan kepercayaan diri siswa 4 7 Materi eksperimen menumbuhkan kebahagiaan dalam diri siswa 4 8 Materi eksperimen menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap lingkungan 3 9 Materi eksperimen mengupayakan perkembangan otak kanan dan otak kiri

siswa

3

10 Materi eskperimen memberikan kesempatan untuk terwujudnya feedback 3

C. Tampilan

1 Rumusan alat dan bahan disertai gambar sebagai penjelas 4 2 Rumusan langkah kegiatan disertai gambar sebagai penjelas dalam melakukan

eskperimen

4

3 Ketepatan pemilihan jenis huruf 3 4 Ketepatan pemilihan ukuran huruf 3

5 Ketepatan penempatan teks 3

6 Kesesuaian gambar dengan konteks materi 3

7 Kejelasan gambar 4

8 Ketepatan penempatan gambar 4

9 Keterbacaan teks 3

D. Bahasa

1 Ketepatan penggunaan bahasa berdasarkan EYD 3 2 Penggunaan bahasa mudah dipahami siswa 3 3 Penggunaan kata pada kalimat mengandung makna tunggal 3

4 Penggunaan kalimat efektif 2

5 Pemilihan kalimat menghindari pemakaian istilah asing 3

E. Penggunaan dan Penyajian

1 Materi eksperimen disajikan secara sistematis 4 2 Materi eksperimen dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama 4

Skor Total 88


(2)

Lampiran 20. Hasil Pekerjaan siswa


(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 21. Curriculum Vitae

CURRICULUM VITAE

Desy Riska Martyassanti lahir di Klaten, 16

Desember 1995. Pendidikan dasar diawali pada tahun

2001 di SD Negeri Glodogan 1, kemudian pada tahun

2005 peneliti memutuskan untuk pindah sekolah di SD

Negeri Kalitengah 1 dan lulus pada tahun 2007.

Pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 5 Klaten

dan lulus pada tahun 2010. Pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Wedi dan

lulus pada tahun 2013.

Pada tahun 2013, peneliti tercatat sebagai mahasiswa Universitas Sanata

Dharma di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan

Guru Sekolah Dasar. Selama menempuh pendidikan di bangku kuliah, peneliti

mengikuti berbagai macam kegiatan yang diselanggarakan dari kampus. Beberapa

kegiatan yang pernah diikuti yaitu: Inisiasi Sanata Dharma (INSADHA) 2013,

INFISA 2013, Inisiasi Prodi (INSIPRO) PGSD 2013, Khursus Pembina Pramuka

Mahir Tingkat Dasar (KMD) 2014, PPKM I (2014), PPKM II (2014),

English

Club

,

Week-End Moral

(2014), Anggota P3K INFISA (2015).

Masa Pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengen menulis

skripsi sebagai tugas akhir dengan judul “Pengembangan Materi Pendidikan

Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model

Conservation Scout