Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta

(1)

PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN

MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS III A SD N JETIS 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Adelia Surya Putri

NIM: 131134084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN

MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS III A SD N JETIS 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Adelia Surya Putri

NIM: 131134084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

(5)

PERSEMBAHAN

Karya tulis berupa skripsi ini kupersembahkan untuk: Allah SWT, penuntun jalan hidupku

Orang tuaku, Benny Suryadi dan Bekti Lestari Teman istimewaku, Edo Faisal Ridlo Keponakanku, Danendra Gerald Abrizan

Kakaku, Methalia Ari Listiani dan Tri Joko Suprihatin Keluarga besarku, penyemangatku

Sahabat terhebatku, Adiktia, Riska, dan Paul Para sahabatku yang tak bisa kusebutkan satu per satu Alamamater kebanggaanku, Universitas Sanata Dharma


(6)

MOTTO

“Akan dikabulkan doa diantara kamu selama ia tidak terburu-buru berkata „aku sudah berdoa, tetapi doaku belum terkabulkan‟”

(HR Muslim)

“Do not close the book when bad things happen in your life. Just turn the next page and being a new chapter”

(Annonymous)

“When you focus on problems, you will have more problems. But, when you focus on possibilities, you will have more opportunities”

(Annonymous)

“Life is about people we meet and the things we creat with them” (Adelia Surya Putri)


(7)

(8)

(9)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL

CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS III A SD N JETIS 1 YOGYAKARTA

Adelia Surya Putri Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini diawali dengan kegiatan observasi mengenai sikap sadar dan peduli lingkungan siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti bersama kepala sekolah, guru, dan siswa kelas III A menunjukkan adanya kebutuhan akan materi eksperimen. Peneliti terdorong untuk mengembangkan “Materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta” sebagai sarana membantu siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta memiliki persepsi tentang pentingnya lingkungan bagi kehidupan dan mahkluk hidup lainnya. Materi ini merupakan gabungan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Hari Pertama dan Hari Kedua, Materi Eksperimen, dan Panduan Eksperimen karya peneliti dan rekan peneliti.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mengembangkan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan dan mengetahui kualitas penggunaannya. Jenis penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research and Development atau R&D). Penelitian ini menggunakan langkah pengembangan materi menurut Tomlinson yang meliputi (1) analisis kebutuhan, (2) desain, (3) implementasi, (4) evaluasi, dan (5) revisi. Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta sebanyak 26 siswa.

Materi yang dikembangkan melalui proses validasi untuk mengetahui kualitas produk. Validasi ahli dilakukan oleh ahli IPA, ahli bahasa, dan dua guru dengan perolehan skor rata-rata sebesar 3,54 dan termasuk dalam kategori “sangat layak” digunakan untuk implementasi lebih lanjut. Materi tersebut juga divalidasi oleh 5 siswa kelas III A melalui kegiatan wawancara dan mendapatkan kategori “layak” digunakan. Sebanyak 21 siswa bisa melakukan eksperimen “Penyebab Banjir” dan 25 siswa bisa melakukan eksperimen “Fungsi Akar” dengan bantuan panduan eksperimen. Peneliti meyakini bahwa sebanyak 24 siswa tertarik dengan panduan eksperimen dan merasa senang dapat melakukan eksperimen “Penyebab Banjir” dan “Fungsi Akar”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout sangat layak digunakan dan dapat membantu siswa dalam memperoleh pendidikan lingkungan.

Kata kunci: pengembangan materi, pendidikan, kesadaran dan kepedulian, lingkungan, model Conservation Scout.


(10)

ABSTRACT

DEVELOPMENT OF EDUCATIONAL MATERIAL OF AWARENESS AND CARE ABOUT THE ENVIRONMENTAL BY USING CONSERVATION

SCOUT MODEL FOR GRADE III A STUDENTS SD N JETIS, YOGYAKARTA 1

Adelia Surya Putri Sanata Dharma University

2017

This research based on observation awareness and care about the environment of Grade A Students SD N Jetis 1 Yogyakarta. The interview results with the headmaster, the teacher, and the students indicated experiment materials was needed in learning process. Researcher was encouraged to develop "Educational Materials of Awareness and Care about The Environment by Using Conservation Scout Model for Grade III A Students SD N Jetis 1 Yogyakarta " to help the students have perception about the importance of the environment for life and others living things. This material consists of Merger of Lesson Day One and Day Two, Experiment Materials, and Experiment Guidelines written by the researcher et al.

This research aimed to determine how to develop educational materials of awareness and care about the environment and know the quality of the use. The type of this research is a research and development (R & D). This study used material development steps by Tomlinson that consists of (1) needs analysis, (2) design, (3) implementation, (4) evaluation, and (5) revision. The subjects in this study were 26 students of grade III A students SD N Jetis 1 Yogyakarta.

The material was developed through a validation process to determine the quality of the product. The validation was conducted by Science Experts, Linguists, and Two Teachers with the acquisition of an average score of 3.54 and included in the category of " very proper” to be implemented further.This material was validated by a grade III A students through interviews and got the category of "proper". There were 21 students who have done the experiments "Cause of Flood" and 25 students have done the experiments "Root Function" to help in using experiment guidelines. Researcher believed that 24 students interested in the experiment guidelines and were happy to do the experiment "Cause of Flood” and "Root Function". Thus, it could be concluded that the development of educational materials awareness and environmental awareness using Conservation Scout model was very proper to use and helped students in acquiring environmental education.

Keywords : materials development, educational of awareness and care about the environment, Conservation Scout model


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS III A SD N JETIS 1 YOGYAKARTA. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini telah mendapat banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat kesehatan dan kelancaran dalam proses penyusunan skripsi ini.

Tanpa mengurasi rasa hormat, peneliti menyampaikan terima kasih kepada Bapak Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Ibu Eny Winarti, Ph.D. dan Ibu Wahyu Wido Sari, M.


(12)

Biotech dosen pembimbing skripsi yang mendampingi dan memotivasi peneliti selama proses penyusunan dan penelitian skripsi.

Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada Kepala Sekolah SD N Jetis 1 Yogyakarta, guru kelas I hingga kelas VI SD N Jetis 1 Yogyakarta, yang senantiasa memberikan bantuan dan bimbingan selama melaksanakan penelitian. Terima kasih untuk seluruh dosen dan staff karyawan PGSD USD yang telah memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.

Peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh siswa kelas III A tahun ajaran 2016/2017 yang telah meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan peneliti, kedua orang tua peneliti, Pak Sur dan Bu Bekti yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi untuk peneliti, Eral, yang selalu menebarkan senyum bahagia sebagai penyemangat untuk peneliti, Kakaku, Metha dan Jack yang selalu meberikan semangat dan dukungan, Yobo, yang selalu memberi dukungan, waktu, tenaga, pikiran, dan perhatian untuk peneliti.

Tak lupa peneliti sampaikan terima kasih juga untuk sahabat terhebat, Cikgu, Bunda, Pauling, Rahma, Itrek, Marta, dan Titin yang saling mendukung, memberikan perhatian, dan menjadi penglipur lara, teman Kos Pak Dukuh, Vita Anggi, Maria, Rani, dan Mbak Dewi yang selalu menghibur peneliti, teman-teman Payung Emansipatoris yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini, segenap pihak, sahabat dan teman yang telah membantu dan tidak dapat penelitii sebutkan satu-persatu.


(13)

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... .iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... .iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... .vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ... .ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR BAGAN ...xvi

DAFTAR TABEL ...xvii

DAFTAR GAMBAR ... ..xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Batasan Masalah... 10

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 12

1.7 Definisi Operasional ... 13

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

2.1 Kajian Pustaka ... 14


(15)

2.1.2 Pendidikan ... 19

2.1.3 Lingkungan ... 24

2.1.4 Kesadaran dan Kepedulian ... 26

2.1.5 Model Conservation Scout ... 30

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 34

2.2.1 Penelitian tentang Kesadaran Lingkungan ... 34

2.2.2 Penelitian tentang Kepedulian Lingkungan ... 35

2.2.3 Penelitian tentang Model Conservation Scout ... 36

2.3 Kerangka Berpikir ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Jenis Penelitian ... 40

3.2 Setting Penelitian ... 40

3.2.1 Subjek Penelitian ... 40

3.2.2 Objek Penelitian ... 41

3.2.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.3 Prosedur Penegmbangan ... 41

3.3.1 Analisis Kebutuhan ... 43

3.3.2 Desain ... 43

3.3.3 Implementasi ... 45

3.3.4 Evaluasi ... 45

3.3.5 Revisi ... 46

3.4 Instrumen Penelitian ... 46

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.6 Teknik Analisis Data ... 50

3.6.1 Teknik Analisis Data Kualitatif ... 50

3.6.2 Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 54


(16)

4.1.2 Desain ... 72

4.1.2.1 Desain Materi Sebelum Divalidasi ... 72

4.1.2.2 Desain Materi Setelah Divalidasi ... 84

4.1.3 Impelmentasi ... 95

4.1.3.1 Implementasi Hari Pertama ... 95

4.1.3.2 Implementasi Hari Kedua ...103

4.1.4 Evaluasi ...114

4.1.5 Revisi ...117

4.2 Deskripsi Kualitas Materi ...121

BAB V PENUTUP ...124

5.1 Kesimpulan ...124

5.2 Keterbatasan Penelitian ...126

5.3 Saran ...126

DAFTAR PUSTAKA ...128


(17)

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 2.1 Literatur Map Penelitian yang Relevan ... 37 Bagan 3.1 Prosedur Pengembangan Materi ... 42


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Anak menurut Piaget ... 32

Tabel 3.1 Kisi-kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa Kelas III A ... 46

Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ... 46

Tabel 3.3 Kisi-kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Guru Kelas ... 47

Tabel 3.4 Kisi-kisi Wawancara Validasi Materi Eksperimen oleh Siswa ... 47

Tabel 3.5 Komponen Penilaian Validasi Isntrumen Wawancara ... 47

Tabel 3.6 Hasil Validasi Instrumen Wawancara dari Ahli IPA dan Ahli Bahasa ... 48

Tabel 3.7 Kriteria Penilaian Ideal ... 50

Tabel 3.8 Kriteria Skor Skala Empat ... 53

Tabel 4.1 Komentar dan Saran dari Ahli IPA serta Revisi ... 85

Tabel 4.2 Komentar dan Saran dari Guru Kelas III A serta Revisi ... 91

Tabel 4.3 Hasil Wawancara Validasi Panduan Eksperimen “Penyebab Banjir” Siswa kelas III A ...121

Tabel 4.4 Kualitas Panduan Eksperimen Berdasarkan Lembar Refleksi Siswa 121 Tabel 4.5 Hasil Wawancara Validasi Panduan Eksperimen “Fungsi Akar” Siswa kelas III A ...122

Tabel 4.6 Rekapitulasi Penilaian Materi oleh Ahli IPA, Ahli Bahasa, Guru Kelas III A, dan Guru Kelas III B ...122


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1 Sampul Materi Pendidikan Kesadaran dan KepedulianLingkungan . 75 Gambar 4.2 Isi Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan ... 80 Gambar 4.3 Poin F pada RPP H1 dan H2 (sebelum dirvisi) ... 85 Gambar 4.4 Poin F pada RPP H1 dan H2 (setelah dirvisi) ... 86 Gambar 4.5 Poin g pada Rincian Media Pembelajaran RPP H1

(sebelum direvisi) ... 86 Gambar 4.6 Poin g pada Rincian Media Pembelajaran RPP H1

(setelah direvisi) ... 87 Gambar 4.7 Lampiran gambar kebun penuh dengan bunga pada RPP H2

(sebelum direvisi) ... 87 Gambar 4.8 Lampiran gambar kebun penuh dengan bunga pada RPP H2

(setelah direvisi) ... 87 Gambar 4.9 Langkah Kegiatan Eskperimen “Fungsi Akar”

(sebelum direvisi) ... 88 Gambar 4.10 Langkah Kegiatan Eskperimen “Fungsi Akar”

(sebelum direvisi) ... 89 Gambar 4.11 Layout Lampiran Materi dan Lagu (sebelum direvisi) ... 89 Gambar 4.12 Layout Lampiran Materi dan Lagu (setelah direvisi)... 89 Gambar 4.13 Langkah Kegiatan Eksperimen “Fungsi Akar” nomor 4

(sebelum direvisi) ... 90 Gambar 4.14 Langkah Kegiatan Eksperimen “Fungsi Akar” nomor 4

(setelah direvisi) ... 91 Gambar 4.15 Proses Pelaksanaan Penelitian Hari Pertama ...102 Gambar 4.16 Proses Pelaksanaan Penelitian Hari Kedua ...109 Gambar 4.17 Rincian Kegiatan Inti RPP H1 no 9 dan 10


(20)

Gambar 4.18 Rincian Kegiatan Inti RPP H1 no 9 dan 10

(setelah direvisi) ...118 Gambar 4.19 Rincian Kegiatan RPP H1 no 15 dan 16

(sebelum direvisi) ...119 Gambar 4.20 Rincian Kegiatan RPP H1 no 15 dan 16

(setelah direvisi) ...119 Gambar 4.21 Langkah Kegiatan no 14 dan 15 (sebelum direvisi) ...120 Gambar 4.22 Langkah Kegiatan no 14 dan 15 (setelah direvisi) ...120


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian. ...132

Lampiran 2. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa ...133

Lampiran 3. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Guru ...134

Lampiran 4. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ...136

Lampiran 5. Lembar Wawancara Validasi Materi oleh Siswa ...137

Lampiran 6. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa ...138

Lampiran 7. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Guru ...145

Lampiran 8. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ...148

Lampiran 9. Hasil Wawancara Validasi Materi oleh Siswa ...150

Lampiran 10. Instrumen Validasi Perangkat Pembelajaran ...154

Lampiran 11. Instrumen Validasi Materi Eksperimen ...157

Lampiran 12. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Ahli IPA ...160

Lampiran 13. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Ahli IPA ...161

Lampiran 14. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Ahli Bahasa ...162

Lampiran 15. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Ahli Bahasa ...163

Lampiran 16. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Guru Kelas III A ...164

Lampiran 17. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Guru Kelas III A ...165

Lampiran 18. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Guru Kelas III B ...166

Lampiran 19. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Guru Kelas III B ...167


(22)

Lampiran 20. Hasil Pekerjaan Siswa ...168 Lampiran 21. Curriculum Vitae ...171


(23)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab I ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Lingkungan hidup menurut UU no 32 tahun 2009 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku makhluk hidup (KBBI, 2008). Gustavo (dalam Hamzah, 2013) juga berpendapat bahwa lingkungan merupakan semua kondisi yang mempengaruhi eksistensi, pertumbuhan dan kesejahteraan suatu organisme yang ada di bumi. Soemarwoto (dalam Hamzah, 2013: 14) menjelaskan bahwa segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan bersifat sirkuler, yaitu apapun yang dilakukan manusia terhadap lingkungan dampaknya akan kembali kepada manusia.

Manusia memiliki peranan penting dalam lingkungan karena manusia merupakan makhluk dominan di muka bumi, sehingga segala aktivitas manusia mengakibatkan perubahan lingkungan di sekitarnya. Perubahan lingkungan ini berpengaruh baik secara positif maupun negatif bagi keberlangsungan makhluk hidup di bumi. Perubahan lingkungan berpengaruh positif karena manusia


(24)

mendapatkan keuntungan dari perubahan tersebut dan berpengaruh negatif karena dapat mendatangkan kerugian bagi keberlangsungan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah satu hal konkret perubahan lingkungan yang mendatangkan kerugian adalah kerusakan lingkungan.

Kerusakan lingkungan terjadi karena adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung sifat fisik dan atau hayati sehingga lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menjunjung pembangunan berkelanjutan. Kerusakan lingkungan yang menjadi isu global berupa kerusakan hutan, kerusakan tanah, penurunan keanekaragaman hayati, banjir, bahkan timbulnya berbagai penyakit akibat pencemaran lingkungan. Kerusakan lingkungan dapat disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Perubahan kondisi udara, air, tanah dan berbagai faktor abiotik lainnya bisa menyebabkan kerusakan lingkungan. Peristiwa gunung berapi karena aktivitas vulkanik dari dalam bumi, gempa bumi karena adanya gesekan lempeng tektonik bumi, merupakan contoh kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh alam.

Kerusakan lingkungan yang berlangsung terus menerus, semakin lama semakin besar pula kerusakan yang ditimbulkan. Di tahun 2016 ini, banyak terjadi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh faktor alam. Pada bulan Maret 2016, terjadi banjir di Bantul karena meluapnya air Sungai Winongo dan Bedog yang disebabkan oleh menumpuknya sampah di jalur pintu air utama Bantul. Sampah yang menyumbat pintu air tersebut terdiri dari rumpun bambu, sisa-sisa bagian rumah, sampah plastik, styrofoam, dan batang kayu besar (Apriyadi, 2016). Peristiwa yang sama juga terjadi


(25)

di bendungan Klegen, Mejing, dan Sikluih Bantul. Banjir yang terjadi di daerah ini menyebabkan menumpuknya sampah yang mencapai ribuan kubik. Jenis sampah yang menumpuk bervariatif, didominasi limbah rumah tangga, ranting pepohonan, plastik, dan styrofoam. Pak Yitno selaku Kasi Operasi Jaringan Irigasi, Dinas Sumber Daya Air (SDA) Bantul menjelaskan pemicu utama banjir adalah budaya masyarakat dalam membuang sampah di sungai (Mubarok, 2016)

Kedua peristiwa tersebut merupakan fakta terjadinya kerusakan lingkungan karena ulah manusia. Perilaku manusia membuang sampah tidak pada tempatnya masih sering terjadi, bahkan sungai menjadi sarana praktis untuk membuang sampah. Fakta tersebut berakibat buruk bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain seperti ikan yang ada di sungai juga kehilangan tempat tinggalnya. Kerusakan lingkungan mematahkan ekosistem yang terjadi pada lingkungan tersebut. Tindakan-tindakan yang dapat merusak lingkungan harus segera dihentikan agar lingkungan tidak menjadi semakin buruk. Salah satu cara untuk mengurangi terjadinya kerusakan lingkungan adalah dengan menanamkan sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan.

Pendidikan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk menanamkan sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan. Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si‟ (no. 105/2015: 80) menyatakan bahwa manusia belum menerima pendidikan dan menggunakan kekuasaannya terhadap alam dengan baik, kemajuan teknologi belum disertai pengembangan tanggung jawab, nilai dan hati nurani manusia terhadap alam. Hamzah (2013: 14) menjelaskan bahwa melalui pendidikan yang intensif sangat dimungkinkan untuk meningkatkan kualitas sikap dan perilaku yang positif terhadap


(26)

lingkungan. Penyebaran informasi tentang lingkungan kepada masyarakat menjadi penting dilakukan untuk mengubah presepsi dan sikap masyarakat terhadap lingkungan.

Pendidikan lingkungan diarahkan untuk perubahan gaya dan perilaku manusia yang ramah terhadap lingkungan (Hamzah, 2013: 35). Dalam konferensi UNESCO (dalam Hamzah, 2013: 39) menekankan bahwa pendidikan lingkungan adalah proses mengenal dan menjelaskan nilai maupun konsep guna mengembangkan keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami hubungan timbal balik antar manusia, budaya, dan lingkungan biofisiknya. Melalui pendidikan lingkungan memberikan pengajaran berupa pengelolaan lingkungan sebagai sarana penting mewujudkan manusia yang memiliki prinsip kepekaan terhadap lingkungan. Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si‟ (no. 211/2015: 157-158), pendidikan lingkungan mendorong perilaku manusia untuk melestarikan lingkungan. Beliau juga menekankan bahwa pendidikan lingkungan dapat dilakukan di berbagai konteks seperti sekolah, keluarga, media komunikasi, dan sebagainya.

Sekolah dasar menjadi sarana untuk menanamkan pendidikan lingkungan sejak dini. Sesuai dengan misinya yaitu „melaksanakan PAKEM sehingga berpotensi siswa berkembang secara optimal‟, SD N Jetis I Yogyakarta melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efisien, dan menyenangkan demi tercapainya perkembangan siswa secara optimal. Perkembangan yang dicapai berupa perkembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Kepala sekolah SD N Jetis I Yogyakarta menjelaskan bahwa guru harus mampu melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan minat


(27)

siswa untuk menciptakan siswa yang unggul dalam prestasi, teladan dalam budi pekerti berlandaskan IMTAQ dan IPTEK sesuai dengan visi sekolah.

SD N Jetis I Yogyakarta merupakan sekolah yang berada di daerah kota di Yogyakarta. Sekolah ini beralamat di Jl. Pasiraman No 2, Cokrodiningratan, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah ini termasuk wilayah kota yang cukup ramai dan dikelilingi gedung-gedung kantor, toko, maupun hotel. Jarang sekali ditemukan pohon-pohon rindang di daerah ini. Di samping sekolah juga terdapat pemukiman penduduk yang cukup padat dan sedikit terlihat kumuh ditunjukkan dengan berserakannya sampah pada tempat-tempat tertentu di daerah ini. Salah satu tempat yang dijadikan tempat favorit oleh warga untuk membuang sampah adalah bantaran sungai Code. Menumpuknya sampah di bantaran sungai Code ini menyebabkan aliran air sungai menjadi tidak lancar. Ketika debit air naik, akibatnya air meluap dan terjadilah banjir. Siswa di sekolah ini mayoritas bertempat tinggal di pemukiman tersebut. Para siswa mayoritas berasal dari keluarga menengah ke bawah. Pekerjaan orang tua siswa sebagian menjadi wiraswasta, yakni menjadi pedagang, karyawan kantor, maupun buruh.

Di SD N Jetis 1 Yogyakarta ini terdapat beberapa tanaman rindang yang dijadikan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat mengingat minimnya tanaman rindang di daerah ini. Sekolah ini menerapkan sebuah program “SEMUTLIS”yang merupakan kependekan dari “Sepuluh Menit untuk Tanaman dan Lingkungan Sekolah”. Program ini mengarahkan siswa untuk meluangkan waktu 10 menit untuk merawat tanaman dan lingkungan sekolah. Berdasarkan pengamatan


(28)

peneliti selama melakukan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SD N Jetis I Yogyakarta, program “SEMUTLIS” ini belum terlaksana dengan baik. Tulisan “SEMUTLIS” dipajang disetiap kelas dan setiap ruang di sekolah ini. Siswa melakukan perawatan tanaman di lingkungan sekolah jika ada perintah dari guru. Tanaman di lingkungan sekolah memang terlihat segar, namun tanaman tersebut bukan dirawat oleh para siswa melainkan oleh istri dari penjaga di sekolah ini.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas III A dan III B, siswa senang dan antusias dengan kegiatan yang berhubungan dengan tanaman. Guru kelas III A dan III B pernah mengajak siswa menanaman biji kacang hijau pada pembelajaran IPA untuk membuktikan bahwa tanaman melakukan pertumbuhan. Biji kacang hijau tersebut ditanam di gelas air mineral bekas dan disimpan di dalam kelas. Setiap hari siswa menyirami biji kacang hijau dan mengamati perubahan yang dialami biji kacang hijau. Namun, dari hari ke hari setelah biji kacang hijau tumbuh menjadi kecambah para siswa terlihat tidak lagi menyiram atau merawat biji kacang hijau tersebut. Siswa membiarkan biji kacang hijau tersebut layu dan mati. Begitu juga dengan tanaman yang ada di depan kelas III juga layu, namun tanaman tersebut mendapat perawatan dari istri penjaga sekolah setiap harinya.

Guru kelas III A dan III B sudah mengupayakan pendidikan lingkungan, namun dalam pelaksanaannya belum mendalam. Siswa belum mempunyai keinginan yang timbul dari dalam diri sendiri untuk merawat tanaman di sekitar lingkungan sekolah. Selain itu, siswa juga belum pada tahap sadar akan pentingnya tanaman bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.


(29)

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, peneliti mengembangkan materi eksperimen untuk memberikan pendidikan lingkungan pada siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta. Materi eksperimen yang disusun untuk siswa yaitu eksperimen tentang “Penyebab Banjir” dan “Fungsi Akar”. Pemilihan topik eksperimen ini didasarkan pada hasil analisis kebutuhan yang menunjukkan bahwa mayoritas siswa kelas III A berasal dari daerah Bantaran Sungai Code. Di daerah ini sering terjadi banjir dan jarang ditemukan pepohonan. Peneliti mengembangkan eksperimen “Penyebab Banjir” untuk mengajak siswa mengidentifikasi faktor “Penyebab Banjir”. Melalui eksperimen “Fungsi Akar”, peneliti juga mengajak siswa mengidentifikasi “Fungsi Akar” serta menganalisis hubungan “Fungsi Akar” dengan “Penyebab Banjir”. Kedua materi eksperimen tersebut akan membantu siswa dalam mengembangkan sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan.

Melalui eksperimen siswa akan lebih paham dengan suatu topik materi karena dapat membuktikan dan melakukan sendiri topik materi tersebut. Eksperimen akan membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan tanpa membuat bosan dan malas. Hasil wawancara peneliti dengan siswa menjelaskan bahwa kegiatan eksperimen lebih mudah diingat dari pada pembelajaran biasa di dalam kelas. Penggunaan materi atau panduan eksperimen membantu dalam melakukan eksperimen. Guru kelas III A, juga memperkuat bahwa dengan eksperimen siswa menjadi lebih aktif dan mudah memahami materi. Penggunaan materi atau panduan ekperimen juga membantu dalam melakukan eksperimen, sehingga eksperimen bisa berhasil sesuai dengan langkah-langkah. Kepala Sekolah SD N Jetis 1 Yogyakarta juga menambahkan


(30)

bahwa panduan eksperimen harus disesuaikan dengan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator, dan materi pelajaran sehingga mempermudah dalam memahami konteks pelajaran secara lebih nyata.

Materi eksperimen yang peneliti kembangankan menggunakan model pembelajaran Conservation Scout (CS) dengan metode eksperimen sederhana pada pembelajaran IPA dengan materi “Kerusakan Alam dan Cara Menjaga Kelestarian Alam serta Perilaku Manusia Yang Peduli Lingkungan”. Penggunaan teknik peer tutoring membantu siswa memahami dan menggali pengalaman belajarnya dengan menyampaikan pesan maupun berbagi pengalaman dengan orang lain. Model Conservation Scout tersebut merupakan model pembelajaran inovatif untuk memberikan pendidikan lingkungan yang dapat membuat pembelajaran menjadi menyenangkan (Suseno, 2016).

Pengembangan materi menggunakan model Conservation Scout merupakan peruwujudan pendidikan emansipatoris. Pendidikan emansipatoris merupakan pendidikan yang menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (Suprijono, 2016). Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) juga menjadi dasar dalam pengembangan materi ini. PPR merupakan pendekatan pembelajaran yang menekan pada lima konsep utama yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi (Subagya, 2010).

Dalam pengembangan materi ini peneliti melandaskan pada teori pengembangan materi menurut Tomlinson. Ada 16 prinsip Tomlinson yang relevan dalam mengembangkan suatu materi (Harsono, 2015). Peneliti berfokus pada 10


(31)

prinsip yaitu material harus memiliki pengaruh, menyenangkan, mengembangkan kepercayaan diri, relevan untuk siswa, mempertimbangkan gaya belajar setiap siswa, menarik perhatian siswa, memberikan penjelasan atau informasi, mempertimbangkan sikap afektif setiap siswa, mampu menstimulasikan kinerja otak kanan dan otak kiri, serta materi hendaknya memberikan kesempatan terwujudnya proses timbal balik antar guru dan siswa.

Pengembangan materi tersebut merupakan penggabungan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) H1 dan Materi Eksperimen “Penyebab Banjir” karya peneliti serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) H2 dan Materi eksperimen “Fungsi Akar” karya rekan peneliti yaitu Paulus Yuli Suseno. Berdasarkan analisis kebutuhan siswa kelas III A dan III B yang sama, maka peneliti dan rekan peneliti sepakat untuk menggabungkan karya menjadi satu dengan judul “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan”. Materi tersebut saling berkaitan dan dapat digunakan untuk melengkapi karya masing-masing.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah, sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimana proses pengembangan “Materi Pendidikan Kesadaran dan

Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta”?


(32)

1.2.2 Bagaimana kualitas “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta”?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini bertujuan supaya penelitian tidak menyimpang dari tujuan yang ditetapkan. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Materi yang disajikan berupa panduan eksperimen sederhana sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 pada materi kerusakan alam dan cara menjaga kelestarian alam serta perilaku manusia yang peduli lingkungan menggunakan model Conservation Scout.

1.3.2 Produk yang dikembangkan untuk memberikan pendidikan lingkungan bagi siswa kelas III A SD N Jetis I Yogyakarta.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dalam penelitian dan pengembangan ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Mengetahui proses pengembangan “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta”.


(33)

1.4.2 Mengetahui kualitas “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta”.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari penelitian dan pengembangan ini dapat bermanfaat untuk: 1.5.1 Bagi peneliti

Peneliti dapat mengembangkan materi pembelajaran untuk memberikan pendidikan lingkungan serta menambah pengalaman untuk kreatif dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.

1.5.2 Bagi guru

Guru dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang materi eksperimen yang dapat digunakan sebagai panduan dalam eksperimen untuk memberikan pendidikan lingkungan bagi siswa.

1.5.3 Bagi Sekolah

Melalui materi eksperimen, guru dapat menambah sumber belajar khususnya dalam pelaksanaan eksperimen untuk memberikan pendidikan lingkungan bagi siswa.

1.5.4 Bagi Siswa

Membantu siswa mempermudah dalam memahami materi, memberikan pendidikan lingkungan dan melatih kerjasama, komunikasi, serta tanggung jawab antar siswa.


(34)

1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Spesifikasi produk yang dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah sebagai berikut:

1.6.1 Produk yang dikembangkan berupa materi eksperimen sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan menggunakan model Conservatioan Scout (CS).

1.6.2 Materi berisi pengembangan langkah-langkah eksperimen kelas III semester 2 materi kerusakan alam dan cara menjaga kelestarian alam serta perilaku manusia yang peduli lingkungan.

1.6.3 Mater merupakan penggabungan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) H1 dan Materi Eksperimen “Penyebab Banjir” karya peneliti serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) H2 dan Materi eksperimen “Fungsi Akar” karya rekan peneliti yaitu Paulus Yuli Suseno. Berdasarkan analisis kebutuhan siswa kelas III A dan III B yang sama, maka peneliti dan rekan peneliti sepakat untuk menggabungkan karya menjadi satu dengan judul “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan”.

1.6.4 Materi menggunakan tata tulis yang menarik.

1.6.5 Materi dilengkapi gambar yang menarik untuk memperjelas langkah-langkah eksperimen serta untuk menarik perhatian siswa.

1.6.6 Materi yang dikembangkan berdasarkan 10 prinsip pengembangan materi menurut Brian Tomlinson.


(35)

1.6.8 Materi dikembangkan berdasarkan tiga kunci utama dalam Pendidikan Emansipatoris.

1.7 Definisi Operasional

1.7.1 Lingkungan adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

1.7.2 Pendidikan lingkungan adalah proses pembentukan sikap dan perilaku manusia dalam memahami dan melestarikan lingkungan.

1.7.3 Kesadaran lingkungan adalah keadaan tergeraknya jiwa seseorang terhadap lingkungannya sehingga mampu mengendalikan diri di lingkungannya.

1.7.4 Kepedulian lingkungan adalah keadaan seseorang dalam memperhatikan lingkungan dengan upaya memperbaiki, melestarikan, dan mencegah pencemaran lingkungan

1.7.5 Model Conservation Scout adalah model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan pendidikan lingkungan melalui kegiatan yang menyenangkan.


(36)

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan dipaparkan (1) kajian pustaka, (2) penelitian yang relevan, dan (3) kerangka berpikir.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Penelitian dan Pengembangan (Research and Development/R&D)

Penelitian pengembangan atau yang lebih dikenal dengan R & D merupakan suatu penelitian yang diarahkan untuk menghasilkan suatu produk, desain maupun proses. Penelitian dan pengembangan ini merupakan jenis penelitian yang banyak diminati oleh para peneliti. Menurut Borg (dalam Sanjaya, 2013) R & D pada awalnya dilakukan pada dunia industri untuk menemukan produk baru yang sesuai kebutuhan masyarakat. Penggunaan R & D dalam dunia pendidikan dipelopori oleh United States Office of Education, sebuah lembaga pendidikan di Amerika pada tahun 1965 untuk mengembangkan produk, bahan ajar dan prosedur dalam bidang pendidikan.

Borg & Gall (1983) berpendapat bahwa penelitian dan pengembangan digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Pendapat ini sejalan dengan Soenarto (dalam Tegeh, 2014: xii) yang menyatakan bahwa penelitian dan pengembangan bertujuan untuk menghasilkan produk dalam berbagai aspek pembelajaran dan pendidikan. Produk tersebut dapat berupa media pembelajaran dalam berbagai bidang studi baik media cetak seperi buku maupun media non cetak


(37)

seperti CD, video dan audio. Selain itu, berbagai strategi pembelajaran, desain sistem pembelajaran, metode pembelajaran, sistem perencanaan pembelajaran, sistem evaluasi pembelajaran maupun prosedur dalam penggunaan fasilitas pendidikan juga bisa menjadi produk akhir dari proses penelitian dan pengembangan (Sanjaya, 2013: 131-132).

Direktorat Tenaga Kependidikan dan Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (dalam Tegeh, 2014: xiii) memaparkan bahwa penelitian dan pengembangan merupakan proses dalam mengembangkan suatu produk baru atau memperbaiki produk yang telah ada. Dalam rangka meningkatkan kualitas produk pendidikan, Santyasa (dalam Tegeh, 2014: xiii) merinci karakteristik penelitian dan pengembangan. Pertama, masalah yang dipecahkan dalam penelitian dan pengembangan merupakan masalah nyata yang berkaitan dengan upaya pembaharuan atau penerapan teknologi baru dalam pembelajaran yang bisa dipertanggungjawabkan. Kedua, pengembangan yang dilakukan berfokus pada pendidikan berupa pengembangan model, pendekatan, metode, dan media pembelajaran yang menunjang keefektifan pembelajaran.

Karakteristik yang ketiga, yaitu proses pengembangan produk dilakukan melalui uji ahli dan uji lapangan untuk menghasilkan produk yang dapat dipertanggungjawabkan. Keempat, proses pengembangan perlu didokumentasikan dan dilaporkan secara sistematis. Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa penelitian dan pengembangan merupakan penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memperbaiki suatu produk.


(38)

Terdapat beberapa model dan desain yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan. Suatu model menyajikan informasi yang kompleks menjadi sesuatu yang lebih sederhana (Setyosari, 2013: 228). Model dalam penelitian dan pengembangan dihadirkan dalam berbagai prosedur pengembangan sesuai dengan model pengembangan yang dianut peneliti. Dalam penelitian ini peneliti berfokus pada pengembangan materi, sehingga peneliti menggunakan desain model penelitian dan pengembangan menurut Brian Tomlinson. Tomlinson dianggap sebagai ahli terkemuka pada pengembangan materi khususnya berkaitan dengan bahasa (Aneheim University, 2016).

Terdapat 5 langkah utama dalam pengembangan materi menurut Tomlinson (dalam Harsono, 2015). Pertama, analisi kebutuhan. Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi hal yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan oleh subjek penelitian. Pengembangan materi yang sesuai dengan analisi kebutuhan tentunya akan memberikan pengaruh positif bagi subjek penelitian. Tahap kedua adalah desain penelitian. Desain penelitian merupakan kegiatan dalam merinci hal-hal pokok yang diperlukan dalam mengembangkan materi. Perincian hal pokok pengembangan materi didasarkan pada hasil analisis kebutuhan. Tahap ketiga adalah implementasi. Hasil perincian hal pokok dalam pengembangan materi kemudian diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Tahap keempat yaitu evaluasi. Hasil implementasi materi kemudian dievaluasi untuk dianalisis kelebihan dan kelemahannya. Tahap kelima yaitu revisi. Dasar dalam melakukan revisi adalah hasil


(39)

evaluasi implementasi materi. Tahap revisi ini merupakan tahap akhir pengembangan materi yang memungkinkan terbentuknya materi yang layak digunakan.

Pengembangan materi menurut Brian Tomlinson (2005) merupakan segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menunjang proses pembelajaran bahasa. Materi atau bahan yang digunakan dapat berupa buku teks, lembar kerja siswa, kaset, CD-ROM, video, koran, artikel dari internet, dan apa pun yang menyajikan suatu informasi (Tomlinson, 2005: 2). Terdapat 16 prinsip yang harus dicapai dalam pengembangan materi ini untuk menunjang proses pembelajaran bahasa (Tomlinson, 2005: 7-22). Peneliti kemudian berfokus pada 10 prinsip dari Tomlinson yang sesuai dengan penelitian ini.

Prinsip pertama, materi harus memiliki pengaruh. Materi diharapkan dapat memicu perhatian, rasa ingin tahu, dan ketertarikan siswa. Oleh karena itu, materi yang dikembangkan hendaknya bervariasi, baru, dan disajikan secara menarik. Kedua, materi membantu siswa merasa senang, nyaman dan bahagia. Kenyamanan ini dapat diperoleh dari materi pembelajaran yang berisi gambar atau ilustrasi menarik, terdapat contoh yang memperjelas isi materi, dan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa. Prinsip ketiga yaitu materi diharapkan menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Siswa akan lebih mudah mengembangkan rasa percaya diri jika menerima materi yang tidak begitu sulit bagi mereka. Tomlinson (2005: 9) menjelaskan bahwa kenyamanan dan kepercayaan diri siswa berkembang lebih cepat. Prinsip yang keempat yaitu materi harus relevan dengan siswa. Materi diharapkan


(40)

menyesuaikan dengan kondisi siswa dalam segala aspek termasuk aspek pengetahuan, sikap, keterampilan, bahkan latar belakang sosial siswa.

Prinsip kelima, materi hendaknya membuat siswa tertarik untuk mempelajari sendiri materi tersebut. Prinsip keenam, materi harus bisa memberikan penjelasan dan pencerahan mengenai informasi yang terkandung dalam materi tersebut. Prinsip ketujuh, materi seharusnya mempertimbangkan gaya belajar yang dimiliki masing-masing siswa. Materi diharapkan berisi berbagai kegiatan yang menunjang perkembangan siswa secara menyeluruh. Prinsip kedelapan, materi seharusnya memperhatikan sikap afektif yang dimiliki setiap siswa untuk menemukan tingkat perkembangan siswa. Prinsip kesembilan yaitu materi hendaknya mampu memberdayakan kemampuan intelektual, estetika, emosional, dan menstimulasi otak kanan dan kiri siswa. Prinsip yang terakhir yaitu materi diharapkan memberikan kesempatan terwujudnya proses timbal balik antar guru dan siswa. Melalui materi tersebut membantu siswa merespon baik secara positif maupun negatif isi materi tersebut.

Sepuluh prinsip pengembangan materi tersebut akan dicapai dalam penelitian ini. Pengembangan materi tersebut merupakan jembatan untuk menghasilkan suatu produk yang digunakan untuk menunjang proses pembelajaran maupun mengembangkan mutu pendidikan menjadi lebih baik.


(41)

2.1.2 Pendidikan

Pendidikan adalah hal yang penting bagi kehidupan. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (UU No. 20 tahun 2003). Sesuai dengan pasal 31 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa pendidikan merupakan hal yang wajib dilakukan setiap orang. Seorang harus memiliki pendidikan yang tinggi untuk menghadapi persaingan global.

Driyarkara (dalam Yunus, 2007: 16) menjelaskan bahwa pendidikan dapat dicapai melalui berbagai cara. Peranan orang tua, sekolah maupun masyarakat sangat diperlukan dalam proses pendidikan. Freire (dalam Yunus, 2007: 7) mengungkapkan bahwa pendidikan merupakan hak dasar manusia untuk mempertahankan hidup. Melalui pendidikan manusia akan mengolah segala informasi yang diterima untuk memenuhi segala hasrat dan kebutuhannya. Sastrapratedja (dalam Winarti dan Trianggadewi, 2015) menjelaskan empat sudut pandangan dalam pendidikan. Pertama, menurut aliran fungsionalis. Pendidikan merupakan proses enkulturasi dan akulturasi. Proses enkulturasi berarti mengadopsi budaya yang sudah ada sebelumnya untuk proses pendidikan. Sedangkan proses akulturasi berarti proses pencampuran budaya yang sudah ada dengan budaya yang baru untuk terwujudnya berbagai informasi.


(42)

Aliran yang kedua yaitu konflik. Aliran ini membantu kepentingan kelompok dominan untuk mempertahankan adanya kesenjangan sosio ekonomi. Ketiga, menurut aliran kritis membantu para pembelajar untuk berpikir kritis dan menyadari keberadaannya terhadap sesuatu yang ada di sekitarnya. Pandangan Sastrapratedja yang terakhir adalah interpretif yang menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu wilayah untuk mempelajari hal baru. Pendidikan selanjutnya merupakan proses humanisasi yaitu usaha untuk memanusiakan manusia agar menjadi manusia seutuhnya (Freire, dalam Yunus 2007: 1). Prinsip humanisasi ini dikembangkan dalam pendidikan emansipatoris.

Pendidikan emansipatoris menempatkan guru dan siswa sebagai pembelajar. Artinya, guru dan siswa sama-sama menjadi subjek dalam pembelajaran. Winarti dan Trianggadewi (2015: 53) berpendapat bahwa pendidikan emansipatoris membantu seseorang menyadari keberadaannya dalam lingkungan dan kemudian membantunya mengambil keputusan dengan menyatukan hati, kehendak, dan budi. Pendidikan emansipatoris ini setidaknya memiliki tiga kunci utama yaitu humanisasi, kesadaran kritis dan mempertanyakan sistem.

Humanisasi berarti memberdayakan kemampuan berpikir kritis dan terbentuknya kesadaran kritis yang membantu terwujudnya relasi antara guru dan siswa. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir tinggi pada level yang lebih kompleks (Gunawan, dalam Suprijono 2016). Kemampuan berpikir kritis mengarahkan seseorang untuk membuat suatu keputusan. Terwujudnya kesadaran kritis ini jika seseorang mulai belajar menerima segala keadaan yang dialami


(43)

seseorang baik sosial, ekonomi, budaya, maupun politik. Diperlukan dialog yang nyata dalam mempertanyakan sistem untuk terwujudnya suatu realitas.

Mengutip pendapat Suprijono (2016) bahwa pendidikan emansipatoris merupakan pendidikan yang menekankan aktivitas utama pada siswa. Kegiatan pembelajaran berfokus pada perhatian siswa sebagai subjek pembelajaran dan melandaskan pentingnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang berpusat pada siswa mendorong berkembangnya kesadaran reflektif yang dimiliki siswa (Sartre, dalam Suprijono, 2016). Model pembelajaran yang berpusat pada siswa ini membantu siswa membentuk pembiasaan yaitu membuat kesadaran yang tidak disadari menjadi kesadaran yang disadari.

Salah satu bentuk pendidikan emansipatoris adalah Paradigma Pedagogi Reflektif atau yang sering dikenal dengan PPR (Winarti dan Trianggadewi, 2015: 54). Peterson dan Nielsen (dalam Winarti dan Trianggadewi, 2015: 55) menjelaskan lima hal yang berkaitan dengan siklus dalam PPR yaitu konteks, pengalaman, aksi, refleksi, dan evaluasi.

Dalam konteks, guru perlu mengidentifikasi dunia yang dimiliki siswa termasuk kehidupan sosial, politik, ekonomi dan hal lain yang dapat mempengaruhi dunia siswa tersebut. Para guru juga perlu memperhatikan pemahaman awal siswa. Pemahaman ini diperoleh dari lingkungan atau dari pembelajaran sebelumnya untuk mendorong siswa menggali pengalamannya (Subagya, 2010: 48).


(44)

Pengalaman merupakan titik tolak dari PPR. Pengalaman yang dialami siswa menunjuk pada kegiatan yang memuat ranah kognitif dan afektif. Keterkaitan antara perasaan batin dan pemahaman intelektual mendorong siswa untuk melakukan suatu tindakan. Selain itu, konfrontasi pengalaman baru dengan pengalaman yang lalu mendorong siswa untuk mencari pemahaman lebih lanjut dan membantu siswa memahami kenyataan lebih luas dan lebih mendalam. Pengalaman dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk pengalaman langsung bisa melalui kegiatan diskusi, eksperimen, olahraga, maupun proyek lainnya. Dalam pengalaman tidak langsung guru dituntut untuk merangsang imajinasi dan penggunaan panca indera yang dimiliki siswa, sehingga siswa bisa memasuki kondisi nyata yang sedang dipelajari.

Kegiatan refleksi merupakan proses untuk menemukan makna dengan memahami kebenaran secara lebih baik, dengan mengerti reaksi dalam mempelajari sesuatu, dengan memperdalam pemahaman tentang dampak yang telah dimengerti, dengan berusaha menemukan makna dari kebenaran yang dipelajari, dengan mulai mempelajari sikap apa yang harus ditunjukan kepada orang lain. Dalam kegiatan refleksi ini para guru ditantang untuk merumuskan pertanyaan yang meluaskan kesadaran siswa serta membuka kepekaan siswa terhadap dampak dari suatu hal yang telah dipelajari untuk mengembangkan pengalaman ke arah yang lebih nyata dan lebih unggul. Kegiatan refleksi ini bisa diperluas sehingga dapat memperkuat,


(45)

mendorong dan memberi kepastian tindakan yang akan dilakukan setelah mempelajari suatu hal.

Aksi menunjuk pada pertumbuhan batin seseorang berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan. Dalam kegiatan ini, siswa mempertimbangkan pengalaman yang telah diperoleh dari sudut pandangnya. Setelah seorang siswa dapat memahami pengalaman tersebut dalam segi pengetahuan maupun sikap, maka ia akan mulai tergerak untuk melakukan suatu tindakan. Pilihan yang dilakukan siswa atas tindakan tersebut dapat positif maupun negatif sesuai dengan pemahaman siswa.

Selanjutnya, para guru perlu melakukan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan maupun kekurangannya dalam melakukan proses pembelajaran. Tes, ulangan, ujian merupakan alat evaluasi untuk menilai kemampuan dan keterampilan yang telah dikuasai oleh siswa. Kegiatan evaluasi ini mendorong guru maupun siswa dalam memperhatikan perkembangan intelektual dan mengidentifikasi kekurangan dalam pembelajaran untuk kemudian diperbaiki demi terciptanya pembelajaran yang lebih kondusif dan efisien.

Penelitian ini berlandaskan pada konsep pendidikan emansipatoris yang terwujud dalam Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR). Konsep-konsep dasar tersebut dikembangkan melalui proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpendapat, mendorong terjalinnya kerja sama dalam menemukan pengetahuan, mengembangkan sikap tanggung jawab, refleksi diri, dan berbagai kegiatan yang menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu, konsep-konsep dasar tersebut juga dapat dikembangkan melalui pemberian pengalaman


(46)

bermakna (Suprijono, 2016: 40). Pengalaman tersebut dapat diperoleh dari lingkungan tempat tinggal siswa.

2.1.3 Lingkungan

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan (Sastrosupeno, 1984) (Tilaar, 2011) (Hamzah, 2013) menyatakan bahwa lingkungan merupakan kondisi yang mempengaruhi kesejahteraan mahluk hidup. Lingkungan hidup menurut UU No 32 tahun 2009 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Suatu lingkungan disebut dengan ekosistem dimana adanya interaksi antar makhluk hidup maupun benda tak hidup yang kemudian diolah menjadi kebudayaan maupun peradaban. Interaksi yang seimbang dan harmonis antar makhluk hidup maupun benda tak hidup ini kemudian menciptakan keseimbangan ekosistem. Keseimbangan ekosistem berdampak pada keselarasan dan kesejahteraan hidup manusia. Sebagian dari kondisi seimbang ini dikendalikan oleh manusia.

Dalam pelaksanaannya, keseimbangan ekosistem ini dapat terganggu oleh ulah manusia itu sendiri dengan akibat terjadinya kerusakan lingkungan yang membahayakan kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya. Kerusakan ini


(47)

menyebakan terjadinya pencemaran lingkungan seperti pencemaran air, tanah, udara, perubahan iklim dan suhu, bahkan juga berkurangnya kemampuan regulasi dan regenarasi makhluk hidup karena interaksi yang terganggu. Salah satu penyebab terjadinya kerusakan lingkungan ini adalah rendahnya kesadaran perilaku manusia dalam menjaga kelestarian alam.

Perubahan gaya dan perilaku masyarakat yang ramah terhadap lingkungan bisa diciptakan melalui pendidikan lingkungan. Melalui pendidikan lingkungan ini seseorang memiliki bekal untuk memelihara lingkungan guna memenuhi kebutuhan hidup (Hamzah, 2013). Dalam konferensi UNESCO tahun 1978 (dalam Hamzah 2013: 39) dijelaskan bahwa pendidikan lingkungan merupakan proses mengenali nilai dan konsep untuk mengembangkan keterampilan dan sikap yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia.

Pendidikan lingkungan memiliki tujuan sebagai misi untuk terbentuknya suatu sikap dan perilaku manusia yang kaitannya dengan lingkungan. Tujuan pendidikan lingkungan tercantum dalam konferensi Tibilis pada tahun 1977 (dalam Hamzah, 2013: 39). (1) Pendidikan lingkungan membantu menyelesaikan masalah kepedulian yang berkaitan dengan bidang ekonomi, sosial, politik dan ekologi, (2) membantu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan komitmen untuk memelihara lingkungan, (3) menciptakan perilaku masyarakat yang peduli terhadap lingkungan. Yusuf (dalam Hamzah, 2013: 49) menekankan bahwa pendidikan lingkungan harus didasarkan pada empat hal, yaitu learning to do, learning to live together, learning to be, dan learning to know.


(48)

Pendidikan lingkungan hidup harus berdasarkan learning to do, artinya pendidikan lingkungan harus mampu menanamkan sikap, kemampuan dan keterampilan dalam melestarikan lingkungan hidup. Learning to live together, bahwa pendidikan lingkungan juga harus bisa untuk menanamkan cara hidup bersama di bumi serta cara memelihara kelestariannya. Learning to be, pendidikan lingkungan hendaknya bisa membangun keyakinan manusia akan alam sehingga mampu memperlakukan alam dengan bijaksana. Learning to know, pendidikan lingkungan diarahkan agar para siswa mengetahui dan memahami lingkungan dengan segala aspek yang ada di dalamnya.

Pendidikan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku manusia dalam memahami dan melestarikan lingkungan. Pendidikan lingkungan memupuk sikap terampil dalam melestarikan lingkungan. Melalui pendidikan lingkungan individu akan terbantu dalam proses mengembangkan sikap kesadaran dan kepedulian untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan lingkungan.

2.1.4 Kesadaran dan Kepedulian

Kesadaran berasal dari kata sadar yang berarti keadaan mengenali dirinya (Wojowasito, 1999). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) sadar berarti insaf, merasa tahu, dan mengerti. Pius dan Sonia (2014) berpendapat bahwa kesadaran berarti keadaan seseorang dalam mengenali dirinya untuk menentukan suatu pilihan. Kesadaran merupakan unsur dalam menyikapi kenyataan. Pendapat ini


(49)

juga disetujui Solso (2008) yang menyatakan bahwa kesadaran merupakan kesiagaan terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungan.

Soekanto (dalam Jamanti, 2014) menyatakan bahwa kesadaran terdiri dari empat domain yaitu pengetahuan, sikap, pemahaman, dan pola perilaku. Pendapat ini disederhanakan oleh ahli psikologi pendidikan yaitu Benyamin S. Bloom yang membagi kesadaran menjadi tiga domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor (Jamanti, 2014). Ketiga bagian tersebut dijelaskan oleh Notoatmodjo (dalam Jamanti, 2014). Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut berasal dari indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Pengetahuan ini kemudian dibagi lagi menjadi enam tingkatatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Sikap merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus maupun objek (Jamanti, 2014). Jamanti juga membagi sikap menjadi beberapa tingkatan, yaitu menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), dan bertanggungjawab (responsible). Seseorang dikatakan menerima apabila mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan suatu objek. Merespon berarti memberikan jawaban, mengerjakan suatu tindakan, ataupun menunjukkan bahwa orang tersebut mengerti apa yang dimaksudkan oleh objek. Seseorang yang menghargai berarti ia berani mengajak orang lain untuk mengerjakan sesuatu atau mendiskusikan suatu masalah. Seorang yang bertanggung jawab berarti ia berani mengambil risiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.


(50)

Domain selanjutnya adalah perilaku atau tindakan. Jamanti (2014) membagi perilaku menjadi beberapa tingkatan. Tingkatan pertama yaitu persepsi (perception). Persepsi berarti mengenal objek yang sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Tingkatan kedua yaitu respon terpimpin (guided response). Respon terpimpin dimaksudkan mengurutkan sesuatu atau objek dengan benar sesuai dengan contoh. Ketiga, mekanisme (mecanism). Jika seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar, maka secara otomatis sudah merupakan kebiasaan. Keempat, adopsi (adoption) yang merupakan tindakan modifikasi dari keadaan sebelumnya dan sudah berkembang dengan baik.

Kesadaran merupakan hasil dari berpikir masyarakat. Jika seseorang mampu mengenal dirinya sendiri berarti ia mampu meningkatkan kualitas kehidupannya sehingga mampu menimbulkan kesadaran. Begitu halnya ketika seseorang mampu berkomunikasi, artinya ia mampu mendapatkan dan menyampaikan informasi. Sedangkan bertanggung jawab akan menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya suatu hal. Dari beberapa penjelasan tersebut dapat dijelaskan bahwa kesadaran adalah tergeraknya jiwa seseorang terhadap keadaan dirinya sendiri maupun terhadap keadaan lingkungan sekitarnya. Jika seseorang sudah tergerak jiwanya maka ia akan mulai memiliki kepedulian terhadap sesuatu yang ada di sekitarnya.

Kepedulian berasal dari kata peduli yang berarti mengindahkan atau memperhatikan (KBBI, 2003). Tronto (1993) menjelaskan bahwa kepedulian berarti pencapaian terhadap sesuatu. Nodding (2002) berpendapat bahwa kepedulian berarti usaha merespon positif segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Kepedulian


(51)

menjadikan kita terkait dengan sesuatu di luar diri kita dengan usaha menghargai maupun berbuat baik terhadapnya. Swanson (dalam Sihombing, 2014) menjelaskan lima dimensi dalam kepedulian yaitu mengetahui, turut hadir, melakukan, memungkinkan, dan mempertahankan keyakinan.

Mengetahui berarti usaha untuk memahami kejadian yang ada di sekitarnya melalui pencarian isyarat verbal maupun non verbal dan berusaha terlibat di keduanya. Turut hadir merupakan upaya menyampaikan ketersediaan dan perasaan terkait dengan emosi. Melakukan berarti tindakan yang dilakukan untuk sesuatu di sekitarnya seperti menjaga, melestarikan, merawat, melindungi, dan mendahulukan. Memungkinkan merupakan sebuah usaha memberi peluang tercapainya sesuatu dengan memberikan informasi, penjelasan, dukungan, perhatian dan memberikan alternatif. Sedangkan mempertahankan keyakinan merupakan usaha mendukung dan mendorong untuk memaknai dan memelihara sikap dengan penuh harapan.

Kepedulian memiliki beberapa tujuan. Leininger (dalam Sihombing, 2014) menyatakan tujuan kepedulian, yaitu (1) membantu mencapai aktualisasi diri, yaitu untuk mengembangkan potensi diri, mengembangkan kemampuan fisik, maupun mengembangkan kemampuan kognitif, (2) memperbaiki perhatian maupun pengalaman seseorang yang kemudian dilanjutkan dengan mengekspresikan perasaan melalui suatu hubungan.

Kesadaran lingkungan adalah keadaan tergeraknya jiwa seseorang terhadap lingkungannya sehingga mampu mengendalikan diri di lingkungannya. Sedangkan kepedulian lingkungan adalah keadaan seseorang dalam memperhatikan lingkungan


(52)

dengan upaya memperbaiki, melestarikan, dan mencegah pencemaran lingkungan. Kesadaran dan kepedulian lingkungan dapat dilaksanakan melalui pendidikan lingkungan. Model Conservation Scout menjadi salah satu model yang digunakan sebagai sarana dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran berkaitan dengan pendidikan lingkungan.

2.1.5 Model Conservation Scout

Davis (dalam Widodo, 2014) menjelaskan pembelajaran berbasis lingkungan adalah pembelajaran yang melibatkan siswa, guru, dan masyarakat yang bekerja sama dan secara demokratis terbuka terhadap masalah yang berkaitan dengan pertanyaan lingkungan, isu, dan masalah lainnya. Pembelajaran berbasis lingkungan menjadikan lingkungan sebagai sarana dalam belajar. Dalam hal ini, siswa dan guru menyadari, mengetahui, menyikapi, terampil, berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan (Widodo, 2014).

Model Conservation Scout merupakan model pembelajaran yang dapat digunakan untuk menanamkan pendidikan lingkungan melalui sebuah konservasi sederhana yang menyenangkan (Suseno, 2016). Seperti halnya model pembelajaran lainnya, model Conservation Scout juga memiliki metode. Metode dari model CS tersebut antara lain kebun konservasi, area konservasi di dalam ruangan, minitrip (perjalanan ke alam terbuka), dan eksperimen sederhana (Suseno, 2016: 4).

Metode kebun konservasi merupakan cara menanam tanaman dengan memanfaatkan lahan sempit. Area konservasi dalam ruangan merupakan cara


(53)

memelihara dan membudidayakan tanaman maupun hewan yang terdapat dalam ruangan. Siswa bisa menyediakan akuarium untuk memelihara hewan-hewan yang tidak berbahaya seperi ikan, kura-kura, dan hamster. Siswa juga dapat memelihara tanaman dalam wadah yang diletakkan di dalam ruangan. Tanaman mini yang dibudidayakan dalam wadah disebut dengan Terarium. Salah satu contohnya adalah tanaman kaktus (Suseno, 2016:4).

Metode selanjutnya adalah minitrip, yaitu perjalanan siswa mengunjungi kebun binatang atau cagar alam untuk mengetahui keanekaragamannya. Metode yang terakhir adalah eksperimen sederhana. Eksperimen sederhana merupakan kegiatan untuk mengetahui atau mengidentifikasi suatu topik, misalnya mengidentiikasi terjadinya banjir dan mengidentifikasi kerusakan lingkungan hidup. Siswa terlibat langsung dalam eksperimen sederhana ini, sehingga siswa dapat mudah memahami isi dan maksud dari topik pembelajaran yang disampaikan melalui sebuah eksperimen.

Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen sederhana dengan teknik kampanye dan peer tutoring atau tutor sebaya. Siswa akan menyampaikan pengalaman yang didapatkan selama pembelajaran kepada orang lain. Siswa belajar langsung tentang lingkungan melalui eksperimen “Penyebab Banjir” dan “Fungsi Akar”. Model Conservation Scout diharapkan mampu menciptakan generasi yang mampu mewujudkan kesadaran dan kepedulian lingkungan sehingga mampu memanfaatkan lingkungan dengan sebaik-baiknya.


(54)

Pembelajaran melalui model Conservation Scout untuk menanamkan pendidikan lingkungan diterapkan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Jean Piaget (dalam Crain, 2007) meneliti mengenai tahapan perkembangan kognitif pada anak. Berikut adalah tabel tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget.

Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget Tahap Usia Karakteristik/Perilaku

Sensori-Motorik

Lahir-2 tahun

Mampu mengorganisasikan skema tindakan fisik seperti menghisap, memukul, dan menggenggam untuk menghadapi dunia.

Pra-Operasional 2-7 tahun

Anak belajar berpikir menggunakan simbol dan pencitraan batiniah, pikirannya belum begitu logis dan masih belum sistematis, menyamaratakan sesuatu berdasarkan pengalaman bebas.

Operasional Konkret

7-11 tahun

Mampu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, mengacu pada objek dan aktivitas konkret.

Operasional Formal

11 tahun-dewasa

Mampu berpikir secara konseptual dan berpikir secara hipotesis.

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa siswa sekolah dasar termasuk dalam tahap operasional konkret (7-11 tahun). Siswa sekolah dasar pada umumnya mampu mengembangkan berpikir secara sistematis yang mengacu pada objek dan aktivitas konkret. Dengan mengalami langsung kegiatan atau pembelajaran (learning by doing) dapat menciptakan pengalaman dan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.

Maria Montessori, doktor wanita pertama di dunia yang terkenal berkat karyanya “Metode Montessori” juga memiliki pandangan tentang anak. Montessori (Montessori, 2002) meyakini bahwa anak menyukai permainan karena melalui permainan anak mampu mengaktualisasikan dirinya. Anak usia 6-12 tahun diyakini


(55)

mudah menerima stimulus atau informasi baru. Dalam usia ini anak sedang memasuki tahap kepekaan (sensitive periode).

Montessori juga menjelaskan bahwa perkembangan anak tidak lepas dari peran lingkungan. Stimulus dan berbagai infomasi dari lingkungan dapat menentukan perkembangan intelektual, emosial, dan spiritual anak. Dalam mengolah pengetahuannya, anak juga memerlukan bantuan orang dewasa. Anak akan menyerap berbagai informasi dan pengalaman yang dialami di lingkungannya. Anak kemudian akan mengadaptasi informasi dan pengalaman tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan pribadinya. Dalam tahap ini dikenal dengan konsep ingatan yang meresap (absorbment minds).

Sejalan dengan Montessori, ahli konstruktivisme Vygotsky juga menyatakan bahwa anak akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam Zone of Proximal Development (ZPD). Anak bekerja dalam ZPD jika anak tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya. Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Vygotsky membedakan antara zone of actual development dan zone of potential development pada anak. Zone of actual development menentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan zone of potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerja sama dengan teman sebaya. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah


(56)

antara zone of actual development dan zone of potensial development, di mana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerja sama dengan teman sebaya (Slavin, 2011: 59)

Vygostky menekankan pada scaffolding yaitu pemberian bantuan dari orang dewasa atau teman sebaya dalam menyelesaikan suatu masalah. Dalam analisisnya, perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial secara aktif. Lingkungan sosial menurut Vygotsky bisa diwujudkan melalui kerja kelompok.

Model Conservation Scout merupakan model pembelajaran inovatif untuk memberikan pendidikan lingkungan melalui kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan yang dilakukan dalam model Conservation Scout ini didasarkan dan disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Melalui kegiatan tersebut, anak dapat memperoleh informasi dan pengalaman yang lebih bermakna.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

2.2.1 Penelitian tentang Kesadaran Lingkungan

Pius dan Sonia (2014) melakukan penelitian mengenai subjective well-being pada remaja ditinjau dari kesadaran lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kesadaran lingkungan dan subjective well-being (SWB) pada remaja. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode cluster sampling terhadap 130 siswa remaja


(57)

SMK Semarang. Hasil uji korelasi product moment memperoleh hasil r=0,506 (p<0,01) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kesadaran lingkungan dengan subjective well-being remaja, dimana sumbangan efektif yang diberikan kesadaran lingkungan pada subjective well-being remaja adalah sebesar 25,6%.

2.2.2 Penelitian tentang Kepedulian Lingkungan

Handayani (2013) meneliti mengenai peningkatan sikap peduli lingkungan melalui implementasi pendekatan sains teknologi masyarakat dalam pembelajaran IPA kelas IV di SD N Keputran A. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah implementasi pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam pembelajaran IPA yang dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan siswa. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) kolaboratif dengan subjek penelitian siswa kelas IV SD N Keputran A yang berjumlah 28 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi sikap peduli lingkungan siswa, lembar observasi aktivitas guru dalam menanamkan sikap peduli lingkungan, dan angket sikap peduli lingkungan siswa. Hasil penelitian ini adalah pendekatan STM dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil observasi sebanyak 27 sisa (96,43%) berada pada kategori tinggi, sebanyak 1 siswa (3,57%) berada pada kategori sedang.


(58)

2.2.3 Penelitian tentang Model Conservation Scout

Sari (2014) meneliti presepsi guru dan siswa SD di Yogyakarta terhadap program Conservation Scout. Penelitian ini melibatkan 38 SD di Yogyakarta yang terdiri dari 32 guru dan 70 siswa SD yang dilakukan di Pusat Studi Lingkungan Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon sekolah, presepsi guru, presepsi siswa, dan keberhasilan sekolah dalam mendukung program Conservation Scout. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah action research, survey, dan deskripsi kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan sekolah memberikan respon sangat positif (84%) terhadap program Conservation Scout, dari 38 sekolah yang diundang, ada 32 sekolah yang mengikuti program ini. Guru memberikan presepsi negatif (2,50), bukan pada esensi program melainkan pada teknik pelaksanaan program. Siswa memberikan persepsi positif (3,51) dan 36 dari 70 siswa berhasil melakukan peer tutoring dan kampanye mengenai konservasi. Ada 53,12% SD yang siswanya menjadi duta konservasi lingkungan.

Berikut adalah literatur map dari penelitian yang relevan hingga dilakukan penelitian oleh peneliti:


(59)

Bagan 2.1 Literatur Map Penelitian yang Relevan

2.3 Kerangka Berpikir

Lingkungan merupakan kondisi yang mempengaruhi perkembangan maupun pertumbuhan seseorang yang terdiri dari udara, air, tanah, tumbuhan, dan hewan. Lingkungan berperan penting dalam kehidupan manusia sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Segala aktivitas manusia dapat mengakibatkan perubahan lingkungan baik secara positif maupun negatif. Perubahan lingkungan yang positif dapat mendatangkan keuntungan. Perubahan lingkungan yang negatif

Pius dan Sonia (2014) Kesadaran lingkungan-subjective well-being

Ani, Handayani (2013) Peduli lingkungan-pendekatan

Sains Tekhologi Masyarakat

Penelitian tentang model conservation scout

Sari, Wahyu W (2014) Conservation Scout-Presepsi

guru dan siswa

Yang ingin diteliti Pengembangan Materi, Conservation scout, kesadaran

dan kepedulian lingkungan Penelitian tentang kesadaran


(60)

dapat mendatangkan kerugian. Kerusakan lingkungan merupakan salah satu perubahan lingkungan yang dapat mendatangkan kerugian. Salah satu penyebab kerusakan lingkungan adalah ulah manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Kerusakan lingkungan yang terjadi terus menerus menimbulkan dampak yang semakin buruk.

Sikap sadar dan peduli masyrakat terhadap lingkungan masih rendah. Penanaman pendidikan lingkungan menjadi penting untuk dilaksanakan. Melalui pendidikan diharapkan manusia dapat mewujudkan sikap dan prinsip kepekaannya terhadap kelestarian lingkungan. Penanaman sikap sadar dan peduli lingkungan melalui model Conservation Scout menjawab permasalahan rendahnya pendidikan lingkungan yang dimiliki siswa. Melalui kegiatan eksperimen siswa dapat menjadi lebih aktif dan lebih mudah memahami topik pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung yang bermakna.

Berkaitan dengan masalah rendahnya pendidikan lingkungan, penelitian ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan terhadap perlunya pendidikan lingkungan sejak dini. Penelitian ini difokuskan pada Kompetensi Dasar “Mengidentifikasi cara manusia dalam memelihara dan melestarikan alam di lingkungan sekitar”. Dalam penelitian ini mengembangkan Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk memberikan pendidikan lingkungan bagi siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017. Materi tersebut disusun berdasarkan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) untuk membantu siswa memahami topik pembelajaran melalui konteks, pengalaman,


(61)

refleksi, aksi, dan evaluasi. Materi dalam penelitian ini juga dikembangkan berdasarkan Pendidikan Emansipatoris untuk membantu siswa mengembangkan sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan melalui tiga kunci utamanya yaitu humanis, kesadaran kritis, dan dialog kritis.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian metode penelitian yang meliputi (1) jenis penelitian, (2) setting penelitian, (3) prosedur pengembangan, (4) instrumen penelitian, (5) teknik pengumpulan data, dan (6) teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dan pengembangan atau yang lebih dikenal sebagai R & D (Research and Development). R & D merupakan penelitian untuk menghasilkan suatu produk dan menguji produk tersebut (Sugiyono, 2015). R & D ini juga dapat digunakan untuk memperbaiki suatu produk yang telah ada untuk meningkatkan kualitas pendidikan (Tegeh, 2014). Dalam penelitian ini mengembangkan suatu produk berupa materi eksperimen untuk memberikan pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan bagi siswa kelas III di SD N Jetis 1 Yogyakarta. Pengembangan materi ini dilakukan melalui lima langkah dari Brian Tomlinson (dalam Harsono, 2015) yaitu: (1) analisis kebutuhan, (2) desain produk, (3) implementasi, (4) evaluasi, dan (5) revisi produk.

3.2 Setting Penelitian

3.2.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta yang berjumlah 26 siswa yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan.


(63)

3.2.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengembangan Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta.

3.2.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD N Jetis 1 Yogyakarta yang beralamat di Jl. Pasiraman No 2, Cokrodiningratan, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Waktu penelitian dilakukan selama 5 bulan dari bulan Juli 2016 hingga Desember 2016.

3.3 Prosedur Pengembangan

Penelitian R & D ini menghasilkan produk berupa materi ekperimen. Penelitian ini menggunakan prosedur pengembangan materi menurut Brian Tomlinson (dalam Harsono, 2015) yang terdiri dari lima tahap, yaitu: (1) analisis kebutuhan, (2) desain produk, (3) pelaksanaan, (4) evaluasi, dan (5) revisi. Kelima langkah prosedur pengembangan materi ini dijelaskan pada bagan 3.1.


(64)

Bagan 3.1 Prosedur Pengembangan Langkah I Analisi Kebutuhan Instrumen Wawancara 1. Observasi 2. Wawancara Langkah II Desain Kajian prinsip pengembangan materi Tomlinson Hasil analisis kebutuhan Penetapan: 1. Standar Kompetensi 2. Kompetensi Dasar 3. Indikator Pengembangan Materi Validasi ahli Revisi Langkah III

Implementasi 1. Implementasi pembelajaran hari pertama 2. Implementasi pembelajaran hari kedua

Langkah IV

Evaluasi Kelebihan dan kelemahan materi

Langkah V


(65)

3.3.1 Analisis Kebutuhan

Dalam tahap analisis kebutuhan peneliti melakukan kegiatan observasi dan wawancara. Kegiatan observasi dilakukan pada saat pembelajaran di kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta untuk mengetahui proses pembelajaran, bahan ajar yang digunakan serta kondisi siswa saat mengikuti pembelajaran. Peneliti juga melakukan kegiatan observasi di luar kelas yaitu lebih difokuskan pada perilaku siswa terhadap tanaman di depan kelas III A. Kegiatan observasi ini dilakukan di luar jam pelajaran yaitu pada saat berlangsungnya istirahat.

Peneliti juga melakukan kegiatan wawancara untuk menambah dan memperluas informasi berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran dan kebutuhan bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran. Pelaksanaan wawancara ini dilakukan berdasarkan panduan students need analysis pemberian dari dosen pembimbing skripsi. Peneliti melakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru kelas dan siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta. Hasil observasi dan wawancara ini kemudian digunakan sebagai bahan dasar pengembangan materi sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan siswa, guru kelas, dan kepala sekolah SD N Jetis 1 Yogyakarta.

3.3.2 Desain

Hasil analisis kebutuhan berupa data observasi dan wawancara menjadi dasar dalam tahap pengembangan selanjutnya yaitu menentukan Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan indikator pembelajaran yang terdapat dalam panduan students need analysis. Peneliti kemudian menyusun silabus dan Rencana


(66)

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan kurikulum yang digunakan oleh SD N Jetis 1 Yogyakarta yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Selanjutnya, peneliti menyusun materi eksperimen tentang penyebab banjir sebagai bahan ajar yang mengupayakan terlaksananya model Conservation Scout dan pendidikan emansipatoris. Materi eksperimen untuk guru dan panduan eksperimen untuk siswa disusun secara terpisah.

Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Materi Eksperimen Penyebab Banjir dijadikan satu sebagai bahan ajar yang mendukung proses pembelajaran. Dalam penelitian ini peneliti menggabungkan dan mengembangkan bahan ajar tersebut dengan bahan ajar yang disusun oleh rekan peneliti dengan judul “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan”. Materi ini selanjutnya divalidasi oleh ahli (expert judgment) untuk mengetahui kualitas dan kelayakan materi. Proses validasi ini dilakukan oleh satu dosen ahli IPA, satu dosen ahli bahasa, dan dua guru kelas yaitu guru kelas III A dan guru kelas III B.

Materi yang divalidasi para ahli merupakan materi yang dikhususkan untuk guru, sedangkan materi untuk siswa berisi panduan eksperimen dan divalidasi sendiri oleh siswa kelas III A. Validasi materi untuk siswa dilakukan oleh 5 siswa kelas III A yang diplih sesuai rekomendasi guru kelas III A berdasarkan tingkat kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotor. Proses validasi materi untuk siswa dilakukan melalui kegiatan wawancara dengan siswa sesuai kisi-kisi wawancara yang telah disusun. Seluruh hasil validasi ini selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan


(1)

Lampiran 19. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Guru Kelas III B

No Aspek Skor

A. Identitas

1 Kelengkapan unsur materi eksperimen (judul, deskripsi singkat, alat dan bahan, langkah kerja, referensi)

3

B. Isi

1 Rumusan deskripsi singkat eksperimen membantu memperjelas gambaran umum eksperimen

4 2 Rumusan tujuan eksperimen sesuai dengan indikator yang akan dicapai 3 3 Alat dan bahan dirumuskan secara rinci dan jelas 3 4 Langkah kerja dirumuskan secara rinci, singkat, dan jelas 4 5 Materi eksperimen sesuai dengan tingkat perkembangan siswa (relevan) 3 6 Materi eksperimen membantu mengembangkan kepercayaan diri siswa 3 7 Materi eksperimen menumbuhkan kebahagiaan dalam diri siswa 3 8 Materi eksperimen menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap lingkungan 4 9 Materi eksperimen mengupayakan perkembangan otak kanan dan otak kiri siswa 3 10 Materi eksperimen memberikan kesempatan untuk terwujudnya feedback 3

C. Tampilan

1 Rumusan alat dan bahan disertai gambar sebagai penjelas 3 2 Rumusan langkah kegiatan disertai gambar sebagai penjelas dalam melakukan

eksperimen

3

3 Ketepatan pemilihan jenis huruf 3

4 Ketepatan pemilihan ukuran huruf 3

5 Ketepatan penempatan teks 3

6 Kesesuaian gambar dengan konteks materi 3

7 Kejelasan gambar 3

8 Ketepatan penempatan gambar 3

9 Keterbacaan teks 3

D. Bahasa

1 Ketepatan penggunaan bahasa berdasarkan EYD 3

2 Penggunaan bahasa mudah dipahami siswa 3

3 Penggunaan kata pada kalimat mengandung makna tunggal 2

4 Penggunaan kalimat efektif 3

5 Pemilihan kalimat menghindari pemakaian istilah asing 3

E. Penggunaan dan Penyajian

1 Materi eksperimen disajikan secara sistematis 3 2 Materi eksperimen dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama 3

Skor Total 83


(2)

Lampiran 20. Hasil Pekerjaan Siswa 1. Hasil Pekerjaan Siswa Berinisial S


(3)

(4)

(5)

Lampiran 21. Curriculum Vitae

CURRICULUM VITAE

Adelia Surya Puri, lahir di Temanggung pada 23

Maret 1995. Merupakan putri ke-2 dari pasangan Bapak

Benny Suryadi dan Ibu Bekti Lestari. Pada tahun 2001

lulus dari TK Dharma Wanita Kentengsari, kemudian

melanjutkan di SD N Kentengsari 1 dan lulus pada

tahun 2007. Pada tahun 2010 lulus dari SMP N 1

Ngadirejo dan kemudian masuk ke jurusan IPA di SMA N 2 Temanggung hingga

tahun 2013.

Pada tahun 2013, peneliti tercatat sebagai mahasiswa Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Pernah aktif dalam

Kelompok Peduli Lingkungan Hidup (KPLH) di SMA N 2 Temanggung yang

dinobatkan sebagai sekolah Adiwiyata Mandiri pada tahun 2011. Pernah

menulis karya ilmiah dalam rangka mengikuti lomba Sekolah Sehat pada tahun

2011 dengan judul “Pemanfaatan Kulit Buah Manggis sebagai Obat Penyakit

Jantung Koroner”. Menjadi wakil dari Kabupaten Temanggung dalam mengikuti

Agriculture Training Camp (ATC) yang diselenggarakan oleh Badan Permberdayaan

Sumber Daya Manusia dan Pertanian (BPSDM TAN) Jawa Tengah di Soropodan,

Temanggung pada Juli 2012.


(6)

Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan

menulis skripsi sebagai tugas akh

ir yang berjudul “Pengembangan Materi

Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model


Dokumen yang terkait

Pengembangan materi Pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta.

2 2 184

Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta.

0 1 179

Pengembangan modul pembelajaran IPA "Tumbuhan di Sekitarku" menggunakan pendekatan paradigma pedagogi refketif untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta.

0 2 112

Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta.

0 0 196

Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas III B SD N Jetis 1 Yogyakarta.

0 5 187

Pengembangan materi Pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta

0 4 182

Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta

0 0 177

Pengembangan modul pembelajaran IPA Tumbuhan di Sekitarku menggunakan pendekatan paradigma pedagogi refketif untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta

0 1 110

Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas III B SD N Jetis 1 Yogyakarta

0 4 185

PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN PADA ANAK MELALUI MODEL CONSERVATION SCOUT

0 0 11