Pengembangan materi Pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta.

(1)

ABSTRAK

Pengembangan Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk Kelas V A

SD N Jetis 1 Yogyakarta Adiktia Kurniawati Universitas Sanata Dharma

2017

Latar belakang penelitian ini berdasarkan dari hasil observasi dan wawancara sebagai analisis kebutuhan yang dilakukan peneliti. Wawancara yang dilakukan terhadap kepala sekolah, guru, dan lima orang siswa menunjukkan adanya kebutuhan akan materi eksperimen. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan. Materi yang dikembangkan merupakan hasil dari penggabungan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran hari pertama dan hari kedua, materi eksperimen, serta panduan eksperimen karya peneliti dan rekan peneliti. Jenis penelitian yang digunakan adalah R&D (Research and Development). Prosedur pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur pengembangan materi menurut Brian Tomlinson (Harsono, 2015).

Validasi dilakukan oleh ahli IPA, ahli bahasa, guru kelas V, dan siswa kelas V A sebelum materi diimplementasikan. Validasi materi yang dilakukan oleh ahli IPA, ahli bahasa, dan guru kelas V didapatkan skor rata-rata 3,52. Rata-rata skor yang diperoleh menunjukkan bahwa materi yang dikembangkan dapat dikategorikan sangat layak untuk diimplementasikan. Khusus pada panduan eksperimen dan panduan kebun konservasi divalidasi oleh lima orang siswa melalui wawancara. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kelima siswa sangat tertarik serta dapat memahami langkah-langkah di dalam panduan eksperimen dan panduan kebun konservasi yang telah mereka baca. Materi diimplementasikan sekali dalam skala terbatas, yakni di kelas V A selama dua hari dengan melibatkan 23 siswa

Implementasi penggunaan panduan eksperimen dan panduan kebun konservasi dilakukan kepada 23 siswa. Kegiatan implementasi yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa dari 23 siswa terdapat lebih dari 20 siswa memahami langkah-langkah di dalam panduan. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa panduan eksperimen dan panduan kebun konservasi layak digunakan karena siswa dapat melakukan dua kegiatan tersebut dengan bantuan buku panduan. Dengan data yang diperoleh saat implementasi dan hasil validator, materi pendidikan kesadaran dan kepedulian yang dikembangkan dikategorikan sudah layak untuk dikembangkan secara luas di dalam pembelajaran.

Kata kunci: pengembangan materi, pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan, model Conservation Scout


(2)

ABSTRACT

Development of Educational Materials of Awareness and Care about The Environment by Using Conservation Scout Model to The V A Grade

Students of SD N 1 Jetis Yogyakarta Adiktia Kurniawati

Sanata Dharma University 2017

The background of this research was based on observation and interview as necessary analysis conducted by researcher. Interview that was held to principals, teachers, and five students indicated the necessary for experimental material. This research was aimed to develop educational materials of awareness and care about the environment. The developed material was the result of merging the first and second day lesson plan, experiment material, and guidance experiment by the researcher and the researcher’s partner. The type of research was the R & D (Research and Development). The development procedure used in this study was development material procedure according to Brian Tomlinson (Harsono, 2015)

The validating was conducted by scientist, linguist, V grade teacher, and V A grade students before the material was implemented. Validating material that was conducted by scientist, linguist, and V grade teacher got average score 3.52. The average score showed that the developed material was proper to be implemented. Particularly on the experiment guide and garden conservation were validated by five students through interview. The result showed that the five students were very interested and could understand the steps in the experiment guide and the conservation garden they had read. The material was implemented once in the limited scale, and it involves 23 students of V A grade during two days.

The implementation of the use of experiment guide and conservation garden were conducted toward 23 students. The implementatition of the activities that had been carried out obtained results that 20 students out of 23 students could understand the steps in the guide. From these results, it could be argued that the

experimental guides and conservation garden guides were worthy of use because students could do these two activities with a manual help. Based on data obtained during the implementation and validator results, it showed that the educational materials of awareness and care developed were categorized as feasible to be widely developed in the learning process.

Keywords: material development, educational materials of awareness and care about the environment, conservation scout model


(3)

1

PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN

DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN

MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS V A

SD N JETIS 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Adiktia Kurniawati

NIM: 131134077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(4)

i

PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN

DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN

MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS V A

SD N JETIS 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Adiktia Kurniawati

NIM: 131134077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(5)

ii


(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Allah SWT yang selalu memberi kemudahan dan kelancaran bagi hamba-hamba-Nya.

Orang tua tercinta Bapak Bintoro dan Ibu Sutipni yang selalu memberikan dukungan dan doa restunya.

Kakak tercinta Yenni Sadono yang memberikan dukungan dan semangatnya. Almamaterku Universitas Sanata Dharma.

Sahabatku yang selalu kompak memberikan dukungannya dan tidak berhenti untuk menyemangati satu sama lain.

Semua teman-temanku & kelompok payung yang telah berproses bersama. Pembaca skripsi ini.


(8)

v

MOTTO

Jika kau sudah setengah berjalan, maka teruslah berjalan

Percuma jika kau mundur

Karena kau tak tau seberapa jauh lagi kau dengan tujuanmu

*Adiktia*


(9)

(10)

(11)

viii ABSTRAK

Pengembangan Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk Kelas V A

SD N Jetis 1 Yogyakarta Adiktia Kurniawati Universitas Sanata Dharma

2017

Latar belakang penelitian ini berdasarkan dari hasil observasi dan wawancara sebagai analisis kebutuhan yang dilakukan peneliti. Wawancara yang dilakukan terhadap kepala sekolah, guru, dan lima orang siswa menunjukkan adanya kebutuhan akan materi eksperimen. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan. Materi yang dikembangkan merupakan hasil dari penggabungan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran hari pertama dan hari kedua, materi eksperimen, serta panduan eksperimen karya peneliti dan rekan peneliti. Jenis penelitian yang digunakan adalah R&D (Research and Development). Prosedur pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur pengembangan materi menurut Brian Tomlinson (Harsono, 2015).

Validasi dilakukan oleh ahli IPA, ahli bahasa, guru kelas V, dan siswa kelas V A sebelum materi diimplementasikan. Validasi materi yang dilakukan oleh ahli IPA, ahli bahasa, dan guru kelas V didapatkan skor rata-rata 3,52. Rata-rata skor yang diperoleh menunjukkan bahwa materi yang dikembangkan dapat dikategorikan sangat layak untuk diimplementasikan. Khusus pada panduan eksperimen dan panduan kebun konservasi divalidasi oleh lima orang siswa melalui wawancara. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kelima siswa sangat tertarik serta dapat memahami langkah-langkah di dalam panduan eksperimen dan panduan kebun konservasi yang telah mereka baca. Materi diimplementasikan sekali dalam skala terbatas, yakni di kelas V A selama dua hari dengan melibatkan 23 siswa

Implementasi penggunaan panduan eksperimen dan panduan kebun konservasi dilakukan kepada 23 siswa. Kegiatan implementasi yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa dari 23 siswa terdapat lebih dari 20 siswa memahami langkah-langkah di dalam panduan. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa panduan eksperimen dan panduan kebun konservasi layak digunakan karena siswa dapat melakukan dua kegiatan tersebut dengan bantuan buku panduan. Dengan data yang diperoleh saat implementasi dan hasil validator, materi pendidikan kesadaran dan kepedulian yang dikembangkan dikategorikan sudah layak untuk dikembangkan secara luas di dalam pembelajaran.

Kata kunci: pengembangan materi, pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan, model Conservation Scout


(12)

ix ABSTRACT

Development of Educational Materials of Awareness and Care about The Environment by Using Conservation Scout Model to The V A Grade

Students of SD N 1 Jetis Yogyakarta Adiktia Kurniawati

Sanata Dharma University 2017

The background of this research was based on observation and interview as necessary analysis conducted by researcher. Interview that was held to principals, teachers, and five students indicated the necessary for experimental material. This research was aimed to develop educational materials of awareness and care about the environment. The developed material was the result of merging the first and second day lesson plan, experiment material, and guidance experiment by the researcher and the researcher’s partner. The type of research was the R & D (Research and Development). The development procedure used in this study was development material procedure according to Brian Tomlinson (Harsono, 2015)

The validating was conducted by scientist, linguist, V grade teacher, and V A grade students before the material was implemented. Validating material that was conducted by scientist, linguist, and V grade teacher got average score 3.52. The average score showed that the developed material was proper to be implemented. Particularly on the experiment guide and garden conservation were validated by five students through interview. The result showed that the five students were very interested and could understand the steps in the experiment guide and the conservation garden they had read. The material was implemented once in the limited scale, and it involves 23 students of V A grade during two days.

The implementation of the use of experiment guide and conservation garden were conducted toward 23 students. The implementatition of the activities that had been carried out obtained results that 20 students out of 23 students could understand the steps in the guide. From these results, it could be argued that the experimental guides and conservation garden guides were worthy of use because students could do these two activities with a manual help. Based on data obtained during the implementation and validator results, it showed that the educational materials of awareness and care developed were categorized as feasible to be widely developed in the learning process.

Keywords: material development, educational materials of awareness and care about the environment, conservation scout model


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT. atas segala anugerah, hidayah, serta inayah-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk Siswa Kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta” disusun untuk syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Ibu Eny Winarti, S.Pd, M.Hum., Ph.D dan Ibu Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukkan, dan motivasi kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi.

Tidak lupa peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen dan karyawan PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah memberi bantuan dan dukungan dalam proses perkuliahan dan skripsi. Validator ahli IPA dan validator


(14)

xi

ahli bahasa yang telah berkenan memberikan komentar dan saran kepada peneliti selama melaksanakan penelitian. Kepala Sekolah SD N Jetis 1 Yogyakarta yang telah mengijinkan peneliti dalam melakukan penelitian demi terselesaikannya skripsi ini, guru kelas V SD N Jetis 1 Yogyakarta yang senantiasa telah memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan selama melaksanakan kegiatan penelitian. Para guru kelas I hingga kelas IV SD N Jetis 1 Yogyakarta yang senantiasa memberikan bantuan, dukungan, dan bimbingan selamat kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang dijalankan oleh peneliti dan rekan-rekan peneliti.

Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada para Siswa kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta yang telah berpartisipasi ikut serta dalam proses penelitian ini. Kedua orang tua, Bapak Bintoro dan Ibu Sutipni, serta kakak tercinta Yenni Sadono yang selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang, semangat, dan motivasi. Sahabat-sahabatku Adel, Titin, Paul, Riska, Marta, Itri, dan Rahma yang memberikan dukungan, motivasi, semangat, dan selalu mengingatkan satu sama lain dalam menyelesaikan skripsi. Teman-teman payung Emansipatoris yang telah memberikan semangat selama penelitian, dan terakhir kepada semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah memberikan doa dan dukungan hingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.


(15)

(16)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

HALAMAN MOTTO ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR BAGAN ...xvi

DAFTAR TABEL ...xvii

DAFTAR GAMBAR ...xix

DAFTAR LAMPIRAN ...xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 6

1.3 Rumusan Masalah ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

1.6 Definisi Operasional ... 8

1.7 Spesifikasi Materi yang Dikembangkan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

2.1 Kajian Pustaka ... 11


(17)

xiv

2.1.2 Pengembangan Materi ... 14

2.1.3 Pendidikan ... 15

2.1.4 Kesadaran dan Kepedulian ... 20

2.1.5 Lingkungan ... 22

2.1.6 Model Conservation Scout ... 25

2.2 Penelitian yang Relevan ... 32

2.2.1 Penelitian tentang Model Conservation Scout ... 32

2.2.2 Penelitian tentang Kesadaran Lingkungan ... 33

2.2.3 Penelitian tentang Kepedulian Lingkungan ... 34

2.3 Kerangka Berpikir ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2 Setting Penelitian ... 38

3.2.1 Subjek Penelitian ... 38

3.2.2 Objek Penelitian ... 39

3.2.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

3.3 Prosedur Penegmbangan ... 39

3.3.1 Analisis Kebutuhan ... 41

3.3.2 Desain ... 41

3.3.3 Implementasi ... 43

3.3.4 Evaluasi ... 44

3.3.5 Revisi ... 44

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.4.1 Observasi ... 44

3.4.2 Wawancara ... 45

3.4.3 Kuesioner ... 46

3.4.4 Dokumentasi ... 47

3.5 Instrumen Penilaian ... 47


(18)

xv

3.6.1 Teknik Analisis Data Kualitatif ... 50

3.6.2 Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1 Kajian Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Materi Pembelajaran ... 54

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 55

4.2.1 Proses Pengembangan Materi ... 55

4.2.1.1 Analisis Kebutuhan ... 55

4.2.1.2 Desain ... 68

4.2.1.2.1 Desain Materi Sebelum Di Validasi ... 69

4.2.1.2.2 Desain Materi Setelah Di Validasi ... 79

4.2.1.3 Impelmentasi ... 90

4.2.1.3.1 Implementasi Hari Pertama ... 91

4.2.1.3.2 Implementasi Hari Kedua ... 96

4.2.1.4 Evaluasi ...104

4.2.1.5 Revisi ...109

4.3 Deskripsi Kualitas Materi ...113

BAB V PENUTUP ...117

5.1 Kesimpulan ...117

5.2 Keterbatasan Penelitian ...119

5.3 Saran ...119

DAFTAR PUSTAKA ...120


(19)

xvi

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 2.1 Literatur Map Penelitian yang Relevan ... 35 Bagan 3.1 Prosedur Pengembangan Materi ... 40


(20)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Analisis Kebutuhan

Kepala Sekolah... 48

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Analisis Kebutuhan Guru Kelas V ... 48

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa Kelas VA ... 48

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Validasi Materi Eksperimen oleh Siswa ... 49

Tabel 3.5 Komponen Penilaian Validasi Instrumen Wawancara ... 49

Tabel 3.6 Hasil Validasi Instrumen Wawancara dari Ahli IPA dan Ahli Bahasa ... 50

Tabel 3.7 Kriteria Penilaian Ideal ... 51

Tabel 3.8 Kriteria Skor Skala Empat ... 53

Tabel 4.1 Prinsip Pengembangan Materi yang Digunakan ... 78

Tabel 4.2 Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Ahli IPA ... 80

Tabel 4.3 Saran dan Komentar RPP Hari Pertama dari Ahli IPA serta Revisi ... 80

Tabel 4.4 Saran dan Komentar RPP Hari Kedua dari Ahli IPA serta Revisi ... 82

Tabel 4.5 Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Ahli Bahasa ... 83

Tabel 4.6 Saran dan Komentar RPP Hari Kedua dari Ahli Bahasa serta Revisi ... 84

Tabel 4.7 Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Guru Kelas VA ... 86


(21)

xviii

Tabel 4.8 Saran dan Komentar RPP Hari Kedua dari Guru Kelas V A

serta Revisi ... 86 Tabel 4.9 Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran

oleh Guru Kelas V B ... 87 Tabel 4.10 Saran dan Komentar RPP Hari Pertama dari Guru Kelas V B

serta Revisi ... 88 Tabel 4.11 Penerapan Prinsip Pengembangan Materi dalam

Implementasi ...102 Tabel 4.12 Hasil Rekapitulasi Penilaian oleh Validator ...114 Tabel 4.13 Hasil Wawancara Validasi Panduan Eksperimen Sederhana “Uji

Amilum” Siswa Kelas V A ...114 Tabel 4.14 Hasil Wawancara Validasi Panduan Kebun Konservasi “Teknik


(22)

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Skema Model Conservation Scout ... 25 Gambar 4.1 Sislabus Hari Pertama dan Silabus Hari Kedua ... 73 Gambar 4.2 RPP Hari Pertama dan RPP Hari Kedua ... 73 Gambar 4.3 Sampul dan Isi Panduan Pertama untuk Guru ... 75 Gambar 4.4 Sampul dan Isi panduan Pertama untuk Siswa ... 75 Gambar 4.5 Sampul dan Isi Panduan Kedua untuk Guru ... 76 Gambar 4.6 Sampul dan Isi Panduan Kedua untuk Siswa ... 76 Gambar 4.7 Sampul Materi Pendidikan Kesadaran dan

Kepedulian Lingkungan untuk Kelas V ... 78 Gambar 4.8 Poin H pada Hari Pertama (sebelum direvisi) ... 81 Gambar 4.9 Poin H pada RPP Hari Pertama (setelah revisi) ... 81 Gambar 4.10 Alat dan Bahan Kegiatan Eksperimen “Uji Amilum”

(sebelum direvisi) ... 81 Gambar 4.11 Alat dan Bahan Kegiatan Eksperimen “Uji Amilum”

(setelah direvisi) ... 82 Gambar 4.12 Poin H pada RPP Hari Kedua (sebelum direvisi) ... 82 Gambar 4.13 Poin H pada RPP Hari Kedua (setelah direvisi) ... 83 Gambar 4.14 Alat dan Bahan Kegiatan Eksperimen “Uji Amilum”

(sebelum revisi) ... 84 Gambar 4.15 Alat dan Bahan Kegiatan Eksperimen “Uji Amilum”

(setelah revisi) ... 84 Gambar 4.16 Alat dan Bahan Kegiatan Kebun Konservasi

“Teknik Menanam Vertikultur” (sebelum revisi) ... 85 Gambar 4.17 Alat dan Bahan Kegiatan Kebun Konservasi


(23)

xx

Gambar 4.18 Alat dan Bahan Kegiatan Kebun Konservasi

“ Teknik Menanam Vertikultur” (sebelum revisi) ... 86 Gambar 4.19 Alat dan Bahan Kegiatan Kebun Konservasi

“ Teknik Menanam Vertikultur” (setelah revisi) ... 87 Gambar 4.20 Poin H pada RPP hari Pertama (sebelum revisi) ... 88 Gambar 4.21 Poin H pada RPP hari Pertama (setelah revisi) ... 88 Gambar 4.22 Proses Implementasi Hari Pertama ... 95 Gambar 4.23 Proses Implementasi Hari Kedua ...100 Gambar 4.24 Rincian Kegiatan Inti RPP Hari Pertama No.8

(sebelum direvisi) ...110 Gambar 4.25 Rincian Kegiatan Inti RPP Hari Pertama No.8

(setelah direvisi) ...110 Gambar 4.26 Rincian Kegiatan Inti RPP Hari Pertama No.9

(sebelum direvisi) ...111 Gamabr 4.27 Rincian Kegiatan Inti RPP Hari Pertama No.9

(setelah direvisi) ...111 Gambar 4.28 Rincian Kegiatan Inti RPP Hari Kedua No.6

(sebelum direvisi) ...112 Gambar 4.29 Rincian Kegiatan Inti RPP Hari Kedua No.6

(sesudah direvisi) ...112 Gambar 4.30 Rincian Kegiatan Inti RPP Hari Kedua No.7 dan No.9

(sebelum direvisi) ...113 Gambar 4.31 Rincian Kegiatan Inti RPP Hari Kedua No.7 dan No.9


(24)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian. ...124 Lampiran 2. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ...125 Lampiran 3. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Guru ...126 Lampiran 4. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa ...127 Lampiran 5. Lembar Wawancara Validasi Materi oleh Siswa ...129 Lampiran 6. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ...130 Lampiran 7. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Guru ...131 Lampiran 8. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa ...133 Lampiran 9. Hasil Wawancara Validasi Materi oleh Siswa ...136 Lampiran 10. Instrumen Validasi Perangkat Pembelajaran ...140 Lampiran 11. Instrumen Validasi Materi Eksperimen ...143 Lampiran 12. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran

oleh Ahli IPA ...146 Lampiran 13. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen

oleh Ahli IPA ...147 Lampiran 14. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran

oleh Ahli Bahasa ...147 Lampiran 15. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen

oleh Ahli Bahasa ...148 Lampiran 16. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran

oleh Guru Kelas V A ...149 Lampiran 17. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen

oleh Guru Kelas V A ...150 Lampiran 18. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran

oleh Guru Kelas V B ...151 Lampiran 19. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen


(25)

xxii

Lampiran 20. Hasil Pekerjaan Siswa Hari Pertama ...153 Lampiran 21. Hasil Pekerjaan Siswa Hari Kedua ...155 Lampiran 22. Dekomentasi Pelaksanaan Penelitian ...157 Lampiran 23. Curriculum Vitae ...158


(26)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai: (1.1) latar belakang masalah, (1.2) rumusan masalah, (1.3) batasan masalah, (1.4) tujuan penelitian, (1.5) manfaat penelitian, (1.6) spesifikasi produk yang dikembangkan, serta (1.7) definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia dan lingkungan memang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan. Lingkungan sangat tergantung pada manusia, sebaliknya manusia juga sangat tergantung pada lingkungan untuk kelangsungan hidup mereka di muka bumi. Hubungan manusia dengan lingkungan juga dapat dikatakan memiliki sifat sirkuler (Soemarwoto dalam Hamzah, 2013). Sifat ini bermakna bahwa apapun yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungannya, akan memberikan dampak yang kembali pada manusia itu sendiri sesuai dengan apa yang mereka lakukan terhadap lingkungannya. Dampak yang diberikan lingkungan dapat berupa dampak keuntungan maupun kerugian bagi manusia.

Seperti di zaman modern saat ini, kemajuan teknologi baik kemajuan teknologi berskala kecil maupun besar telah mempengaruhi sikap serta perilaku manusia terhadap lingkungan. Sebenarnya teknologi yang ada saat ini diciptakan bukan untuk mengubah perilaku manusia terhadap lingkungan khususnya perusakan lingkungan di muka bumi. Akan tetapi menurut salah satu penggiat lingkungan di PSL Universitas Sanata Dharma Y.L Adriyanto, teknologi yang


(27)

mempengaruhi perilaku manusia terhadap lingkungan, sebenarnya disebabkan oleh manusia itu sendiri. Manusia yang memiliki daya pikir yang lemah terkadang memanfaatkan teknologi dengan seenaknya. Perilaku seenaknya terhadap teknologi inilah yang menyebabkan lingkungan menjadi berubah. Hal tersebut juga diperkuat dengan berbagai artikel baik di media cetak maupun elektronik yang membuktikan tentang perilaku seenaknya manusia terhadap teknologi yang berakibat negatif terhadap lingkungan.

Rabu (22/4/2015), Kota Yogya mengalami kondisi yang sangat mengherankan bagi sejumlah warga . Hal itu diakibatkan oleh meluapnya air hujan yang mengakibatkan terendamnya sejumlah pemukiman warga. Menurut Djah Mardianto Kepala Pusat Studi (PSBA) UGM, hal tersebut dapat terjadi di kota besar seperti Yogya. Beliau berpendapat, Yogya seharusnya memiliki 30 persen ruang terbuka hijau (RTH). Akan tetapi, sampai saat ini Kota Yogya belum memenuhi syarat tersebut. Justru ruang-ruang yang ada dipersempit dengan munculnya bangunan-bangunan (Kompas.com).

Artikel lain yang juga menyangkut tentang dampak negatif dari kesalahan pemanfaatan kemajuan teknologi juga dituliskan oleh Lestari. Di dalam artikel tersebut menjelaskan tentang dampak negatif yang sudah ditimbulkan oleh pembangunan gedung-gedung bertingkat di Kota Yogya. Salah satunya adalah mengenai operasional Fave Hotel yang mengakibatkan sumur-sumur warga di sekitar daerah hotel mengalami kekeringan. Padahal sebelumnya, mereka tidak pernah mengalami kekeringan sejak Fave Hotel dibangun (Kompasiana.com).


(28)

Kedua artikel di atas merupakan salah satu bukti nyata perilaku manusia yang salah dalam pemanfaatan teknologi yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Selain perilaku manusia terhadap kemajuan teknologi, kurangnya kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan juga berakibat fatal bagi lingkungan. Sebagai bukti nyata tentang kurangnya kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan dapat diamati di SD N Jetis 1 Yogyakarta. Dilihat dari analisis kebutuhan terhadap lingkungan, siswa SD N Jetis 1 Yogyakarta masih perlu mengembangkan kesadaran dan kepedulian mereka terhadap lingkungan. Di lingkungan sekolah ini sudah memiliki peraturan-peraturan tentang peduli terhadap tumbuhan. Salah satunya adalah peraturan tentang 10 menit menyiram tanaman sebelum bel masuk kelas. Akan tetapi, peraturan ini tidak dijalankan oleh para siswa sebagai mana mestinya. Tumbuhan-tumbuhan yang berada di lingkungan sekolah dirawat oleh penjaga sekolah dengan menyiram dan mencabuti gulma setiap hari.

Selain hal di atas, hasil pengamatan yang dilakukan peneliti di SD N Jetis 1 Yogyakarta diperoleh hasil bahwa anak-anak juga dengan sengaja merusak tanaman ketika bermain. Sebagai contoh, ketika mereka bermain di jam istirahat, mereka dengan sengaja merusak tanaman ketika mengambil bola yang masuk ke area taman. Tak hanya itu, mereka juga dengan sadar memetik tanaman untuk dijadikan sebagai mainan. Berdasarkan wawancara dengan guru kelas V A, ada beberapa siswa yang sudah diajarkan sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan dari lingkungan keluarga. Ajaran ini berdampak pada kepedulian mereka, seperti mereka dengan sadar menyiram tumbuhan yang ada setiap 10 menit walaupun tidak setiap hari. Namun, ada juga siswa yang belum mendapatkan pengetahuan tentang


(29)

sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan di dalam lingkungan keluarga. Hal ini menurut beliau yang menyebabkan siswa jarang merawat tumbuhan.

Dilihat dari kedua artikel serta hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan, membuktikan bahwa manusia masih kurang sadar dan peduli terhadap lingkungan mereka. Terlebih beberapa anak yang merupakan generasi muda saat ini masih memiliki sikap kurang sadar dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Padahal anak-anak merupakan generasi penerus yang diharapkan sebagai salah satu generasi yang memperbaiki kerusakan lingkungan yang sudah terjadi. Beberapa cara dapat dilakukan untuk menyadarkan manusia, khususnya anak-anak untuk mengembangkan kesadaran dan kepedulian akan lingkungan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan adalah melalui pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan ini dapat mulai ditanamkan kepada anak-anak kelas V SD N Jetis 1 Yogyakarta sejak dini. Hal tersebut karena pendidikan lingkungan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan masalah-masalah yang terkait di dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi, komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara individu maupun kelompok dalam mencari alternatif atau solusi terhadap permasalahan lingkungan hidup yang ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup baru (UNESCO dalam Hamzah, 2013).

Pendidikan lingkungan yang akan dilakukan di SD N Jetis 1 diimplementasikan ke dalam mata pelajaran IPA yang disesuaikan dengan model


(30)

yang akan digunakan. Model yang akan digunakan berkaitan langsung dengan eksperimen IPA yang terdapat di dalam mata pelajaran IPA. Kegiatan eksperimen IPA ini, peneliti mengacu pada model Conservation Scout. Conservation Scout adalah salah satu model pembelajaran inovatif yang berupa konservasi sederhana dengan tujuan untuk memberikan pendidikan lingkungan kepada anak (Suseno, 2016). Model Conservation Scout memiliki empat metode, yaitu kebun konservasi, area konservasi di dalam ruangan, minitrip (perjalanan menyenangkan ke alam terbuka), serta eksperimen sederhana dan kampanye.

Di dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan dua metode di dalam model Conservation Scout, yaitu eksperimen sederhana dan kebun konservasi. Penggunaan kedua metode tersebut disesuaikan dengan hasil analisis kebutuhan yang diperoleh peneliti dan rekan peneliti, Desy Riska. Metode eksperimen sederhana digunakan pada kegiatan penelitian hari pertama, sedangkan metode kebun konservasi digunakan pada kegiatan penelitian hari kedua. Secara singkat kegiatan yang dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) kegiatan pertama yang menggunakan metode eksperimen sederhana, peneliti mengajarkan siswa tentang proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat (amilum). Kegiatan ini bertujuan agar siswa dapat memahami bagian-bagian tubuh tumbuhan yang mengandung karbohidrat sebagai salah satu hasil dari fotosintesis. Selain itu juga di dalam kegiatan ini siswa dapat memahami bahwa karbohidrat yang terbentuk akan membentuk cadangan makanan bagi tumbuhan itu sendiri yang berguna bagi sumber makanan untuk manusia. (2) Kegiatan kedua, peneliti menggunakan metode kebun konservasi. Kegiatan ini bertujuan untuk menyadarkan siswa untuk merawat


(31)

tumbuhan yang mereka tanam karena tumbuhan sangat penting bagi manusia sesuai dengan percobaan pertama yang telah mereka lakukan.

Kegiatan eksperimen sederhana dan kebun konservasi yang dilakukan akan dikembangkan peneliti sebagai materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk kelas V. Kedua materi tersebut masing-masing memiliki judul yang berbeda, materi eksperimen sederhana memiliki judul “Eksperimen Sederhana Uji Amilum”, sedangkan untuk materi kebun konservasi memiliki judul “Kebun Konservasi Teknik Menanam Vertikultur”. Salah satu isi dari materi-materi tersebut, diantaranya adalah panduan kegiatan eksperimen dan kebun konservasi. Di dalam panduan berisikan definisi secara singkat kegiatan yang akan dilakukan, alat dan bahan yang akan digunakan, langkah kerja, tingkat kesulitan, dan daftar referensi. Selain itu peneliti juga menambahkan gambar untuk mempermudah memahami alat dan bahan yang dibutuhkan, serta langkah kerja. Panduan eksperimen ini juga dibuat menjadi 2 versi, yaitu untuk guru dan siswa. Peneliti berharap dengan membuat 2 versi , guru akan terbantu untuk menyiapkan peralatan atau kegiatan yang dibutuhkan siswa. Sedangkan untuk siswa, peneliti berharap dapat membantu siswa untuk memahami kegiatan yang dilakukan dengan bahasa yang lebih sederhana. Materi ini juga diharapkan peneliti untuk membantu mengembangkan kesadaran dan kepedulian siswa kelas V A terhadap tumbuhan di lingkungan sekolah mereka.

1.2 Batasan Masalah

Agar pembahasan masalah lebih mengarah pada tujuan penelitian, maka peneliti membatasi masalah-masalah sebagai berikut:


(32)

1.2.1 Materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan yang dikembangkan, yaitu “Materi Eksperimen Sederhana Uji Amilum” dan “Kebun Konservasi Teknik Menanam Vertikultur”.

1.2.2 Subjek yang akan digunakan adalah siswa kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2016/2017.

1.3 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan dua rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1.3.1 Bagaimana mengembangkan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta pada semester gasal tahun ajaran 2016/2017? 1.3.2 Bagaimana kualitas materi pendidikan kesadaran dan kepedulian

lingkungan menggunakan model Conservation Scout yang dikembangkan untuk siswa kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta pada semester gasal tahun ajaran 2016/2017?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan dalam pelaksanaannya. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

1.4.1 Mengembangkan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta pada semester gasal tahun ajaran 2016/2017.


(33)

1.4.2 Mengetahui kualitas materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta pada semester gasal tahun ajaran 2016/2017.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, diantaranya:

1.5.1 Bagi peneliti:

Peneliti mampu melakukan penelitian pengembangan dengan menghasilkan produk berupa materi yang berhubungan dengan pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan.

1.5.2 Bagi guru:

Guru mendapatkan salah satu sarana berupa materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran di kelas V SD.

1.5.3 Bagi siswa:

Siswa memperoleh sumber belajar berupa materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan yang dapat membantu siswa untuk menyadarkan akan pentingnya tumbuhan.

1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Pendidikan lingkungan adalah suatu proses untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya kepedulian terhadap lingkungan sebagai bagian dari keseimbangan hubungan manusia dengan alam.


(34)

1.6.2 Kesadaran adalah keadaan mengatur akal pikir untuk mengerti serta mengenali perasaan mengenai sesuatu di lingkungan itu sendiri.

1.6.3 Kepedulian merupakan keadaan yang membuat seseorang terkait dengan orang lain.

1.6.4 Materi merupakan bahan ajar yang digunakan untuk membantu guru dan siswa dalam melakukan kegiatan belajar.

1.6.5 Model Conservation Scout merupakan sebuah kegiatan konservasi lingkungan untuk mengajarkan tentang pendidikan lingkungan yang memiliki empat metode, yaitu, area konservasi dalam ruangan, minitrip kebun konservasi, eksperimen sederhana dan kampanye.

1.7 Spesifikasi Materi yang Dikembangkan Spesifikasi materi yang dikembangkan adalah:

1.7.1 Materi yang dikembangkan berjudul “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan untuk Kelas V”

1.7.2 Materi dikembangkan dengan menggunakan Model Conservation Scout dan disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, serta disesuaikan dengan latar belakang masalah.

1.7.3 Materi berisikan sampul depan, kata pengantar, daftar isi, silabus H 1 dan silabus H 2, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Hari 1 (RPP H 1), materi eksperimen sederhana “Uji Amilum”, serta bagian kedua yang berisikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Hari 2 (RPP H 2), materi kebun konservasi “Teknik Menanam Vertikultur”.


(35)

1.7.4 Gambar disertakan di dalam materi untuk memudahkan guru dan siswa memahami langkah kerja

1.7.5 Materi yang dikembangkan didasarkan pada prinsip pengembangan materi menurut Tomlinson.


(36)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, landasan teori dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya kajian pustaka yang akan menjelaskan tentang metode penelitian dan pengembangan (R&D), pengembangan materi, pendidikan yang di dalamnya juga mengaitkan tentang pendidikan emansipatoris dan pendidikan lingkungan, kesadaran dan kepedulian lingkungan, serta model Conservation Scout yang dikaitkan dengan perkembangan anak berdasarkan teori perkembangan Maria Montessori, Jean Piaget, serta Lev Semionovich Vygotsky. Selain itu di dalam bab ini juga akan dijelaskan mengenai penelitian-penelitian yang relevan yang berhubungan dengan model Conservation Scout, kesadaran lingkungan, kepedulian lingkungan, serta bagian terakhir, yaitu kerangka berpikir.

2.1. Kajian Pustaka

Kajian pustaka yang digunakan peneliti meliputi metode penelitian dan pengembangan (R&D), pengembangan materi, pendidikan, kesadaran dan kepedulian lingkungan, dan model Conservation Scout.

2.1.1 Penelitian dan Pengembangan (R&D)

Metode penelitian dan pengembangan atau sering disebut R&D merupakan penelitian yang digunakan untuk mengembangkan, menghasilkan, serta menguji keefektifan produk (Putra, 2015: 67). Definisi R&D yang lebih sederhana juga disampaikan oleh Sugiyono yang menjelaskan bahwa metode penelitian dan pengembangan (R&D) adalah metode penelitian yang menghasilkan produk


(37)

tertentu dan kemudian menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2015: 407). Selain itu di dalam bukunya, Sugiyono juga menjelaskan bahwa untuk dapat menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan, sedangkan untuk menguji keefektifan produk diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut.

Metode penelitian dan pengembangan (R&D) merupakan hal baru di dalam pendidikan. Pada tahun 1965 United States Office of Education yang merupakan sebuah lembaga pendidikan Amerika mengenalkan R&D untuk mengembangakan produk pendidikan. Borg dan Gall (dalam Setyosari, 2013: 222), menjelaskan bahwa penelitian pengembangan merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi suatu produk penelitian. Borg dan Gall pada catatan kakinya tentang produk (dalam Sanjaya, 2013:129), juga mejelaskan bahwa produk pendidikan yang dihasilkan tidak hanya terbatas pada bahan-bahan pembelajaran, seperti buku teks, film pendidikan dan sejenisnya, melainkan dapat berbentuk prosedur atau proses seperti metode belajar mengajar. Selain produk, model desain atau rancangan pembelajaran juga dikembangkan oleh beberapa ahli dan salah satunya adalah penelitian dan pengembangan model rancangan pembelajaran oleh Dick & Carey. Penelitian dan pengembangan jenis ini menghasilkan media pembelajaran yang dapat berupa media interaktif atau multimedia interaktif, media gambar seri, dan seterusnya (Setyosari, 2013:222). Pendapat beberapa ahli di atas dapat diartikan bahwa metode penelitian dan pengembangan (R&D) merupakan jenis metode penelitian untuk menghasilkan suatu produk baik yang berhubungan dengan dunia pendidikan maupun di luar


(38)

dunia pendidikan. Metode penelitian dan pengembangan juga merupakan metode penelitian yang menguji keefektifan produk tersebut.

Metode penelitian dan pengembangan tidak terbatas menghasilkan produk dan media pembelajaran, akan tetapi juga dapat mengembangkan suatu materi. Brian Tomlinson merupakan salah satu ahli pengembangan materi untuk pembelajaran bahasa yang menjelaskan bahwa produk hasil penelitian dan pengembangan dapat berupa material atau bahan yang dapat digunakan untuk membantu mengajar pembelajaran. Material atau bahan tersebut dapat berbentuk seperti buku teks, buku kerja (LKS), kaset, CD-ROM, koran/surat kabar, maupun paragraf yang ditulis di papan tulis (Tomlinson, 1998: xi dalam Harsono, 2015).

Metode penelitian dan pengembangan (R&D) memiliki beragam langkah-langkah atau prosedur dalam pelaksanaannya. Salah satu prosedur dalam metode penelitian dan pengembangan adalah prosedur menurut Tomlinson dalam pengembangan materi. Prosedur menurut Brian Tomlinson (dalam Harsono, 2015), diantaranya adalah analisis kebutuhan, desain, implementasi, evaluasi, dan revisi.

Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi tentang apa yang seharusnya diterima atau dipelajari oleh siswa. Materi yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan siswa, tentunya akan memberikan kemudahan bagi siswa untuk mengikuti pembelajaran. Setelah informasi didapat melalui analisis kebutuhan siswa, langkah berikutnya adalah melakukan kegiatan mendesain materi. Kegiatan awal dalam mendesain materi adalah menyusun garis besar materi pembelajaran.


(39)

Desain yang sudah terbentuk berdasarkan garis besar materi pembelajaran, kemudian digunakan untuk implementasi di dalam proses pembelajaran. Evaluasi dilakukan setelah pelaksanan pembelajaran dengan materi yang telah didesain. Evaluasi ini dilakukan untuk menganalisis kelemahan dan kelebihan dari materi yang dikembangkan. Selanjutnya, langkah terakhir dalam prosedur pengembangan materi menurut Tomlinson adalah revisi. Revisi dilakukan untuk memperbaiki maupun mengubah materi yang telah dievaluasi (Harsono, 2015).

2.1.2 Pengembangan Materi

Pengembangan materi dapat menghasilkan beragam bentuk, seperti buku teks, buku kerja (LKS), CD-ROM, video, maupun paragraf yang ditulis di papan tulis. Brian Tomlinson (dalam Harsono, 2015) juga menjelaskan bahwa material atau bahan yang dihasilkan dapat berupa apapun yang bisa digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran bahasa baik visual maupun audiotory. Material atau bahan tersebut dapat memiliki sifat-sifat seperti bahan-bahan pelajaran, experiental, ataupun yang berhubungan dengan penyelidikan suatu penemuan.

Tomlinson (dalam Tomlinson, 2005) meringkas 16 prinsip pengembangan materi. Akan tetapi di dalam penelitian ini hanya akan dijelaskan 10 prinsip dari 16 prinsip yang diringkas oleh Tomlinson. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah: (1) Materi harus memiliki pengaruh yang nyata atau terlihat jelas pada pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari pembelajar merasakan keingintahuan, ketertarikan, dan perhatiannya tertuju pada materi tersebut; (2) Materi harus membantu pembelajar merasakan kenyamanan dan kesenangan. Seperti contoh, jika suatu materi terdapat teks dengan ilustrasi (gambar) akan membuat pembelajar


(40)

tidak mudah bosan; (3) Materi dapat membantu pembelajar untuk mengembangkan kepercayaan diri. Prinsip ke-3 ini menjelaskan bahwa kenyamanan dan kepercayaan diri akan lebih cepat berkembang, jika pembelajar merasa bahwa materi yang mereka pelajari tidak susah atau dapat dipelajari sesuai dengan keahlian mereka.

Prinsip selanjutnya adalah (4) materi yang dipelajari harus relevan dan berguna bagi pembelajar; (5) Materi harus memiliki daya tarik. Hal ini bertujuan untuk memfasilitasi pembelajar agar materi tersebut dapat menyatu dengan diri mereka sendiri; (6) Materi harus memberikan pembelajar pencerahan melalui petunjuk, nasihat yang diberikan untuk kegiatan dan ucapan lisan serta tulisan teks di dalam materi; (7) Materi harus mempertimbangkan gaya belajar yang berbeda yang dimiliki oleh pembelajar; (8) Materi juga harus mempertimbangkan sikap afektif pembelajar yang berbeda-beda; (9) Materi harus memaksimalkan pembelajaran yang potensial dengan meningkatkan kemampuan intelektual, estetis, serta emosional yang menstimulasi kegiatan otak kanan maupun otak kiri; (10) Materi harus memberikan kesempatan untuk mewujudkan feedback setelah pembelajaran dilakukan. Ke-10 prinsip pengembangan materi yang digunakan disesuaikan dengan pengembangan materi yang ingin diteliti dalam penelitian ini. Selain itu, penggunaan ke-10 prinsip juga disesuaikan dengan pengembangan materi di dalam bidang pendidikan.

2.1.3 Pendidikan

Pendidikan merupakan hak bagi setiap manusia di muka bumi ini. Memperoleh pendidikan bagi masyarakat di Indonesia telah diatur di dalam UUD


(41)

1945 pasal 31 ayat 1, yang menyebutkan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Pendidikan sejatinya diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari beragam persoalan hidup yang melingkupinya. Paulo Freire yang merupakan ahli di bidang pendidikan menjelaskan bahwa pendidikan adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi manusia menjadi manusia yang terhindar dari penindasan, kebodohan, hingga ketertinggalan (Freire dalam Yunus, 2007: 1). Seorang ahli pendidikan Indonesia, Y.B. Mangunwijaya juga menjelaskan hal yang sama seperti yang diutarakan oleh Paulo Freire. Kedua ahli ini memiliki cita-cita yang sama di bidang pendidikan, yaitu untuk mewujudkan pendidikan yang dijadikan sebagai alat pembebasan bagi semua masyarakat, karena bagi mereka pendidikan harus mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi serta menganalisis secara bebas dan kritis terhadap transformasi sosial (Yunus, 2007: 7).

Pendidikan yang mengarah kepada kebebasan bukan sebagai alat untuk mengurung, merupakan pendidikan yang diharapkan di berbagai negara. Pendidikan gaya bank yang melihat guru senantiasa “berdiri” di depan kelas untuk mengajar, sedangkan peserta didik yang dengan setia “duduk” mendengarkan guru menjelaskan, bukan merupakan pendidikan yang mendehumanisasi manusia. Pendidikan semacam itu bagi kedua ahli (Paulo Friere dan Y.B. Mangunwijaya), tidak menjadikan manusia menjadi berpikir kritis terhadap permasalahan yang sebenarnya terjadi di hadapan mereka (Yunus, 2007: 4). Berpikir kritis dapat dikaitkan dengan salah satu teori dari pandangan Sastrapratedja mengenai pendidikan yang didekati dari sudut pandang tentang pembelajaran. Teori tersebut


(42)

adalah teori kritis. Teori kritis ini menjelaskan bahwa pendidikan memiliki fungsi untuk membantu pembelajar berpikir secara kritis mengenai segala sesuatu yang terjadi di dalam dunianya. Harapan dari pembelajar yang mampu berpikir secara kritis adalah pembelajar mampu menyadari keberadaannya dan kemudian dapat menentukan tindakannya (Sastrapratedja, dalam Winarti dan Anggadewi, 2015: 50).

Berpikir secara kritis perlu dikembangkan di dalam diri anak-anak. Hal tersebut karena dengan kemampuan berpikir secara kritis di dalam diri anak, akan memberikan keberhasilan dalam pendidikan dan kehidupan bermasyarakatnya. Kemampuan berpikir secara kritis dapat diajarkan melalui proses pembelajaran. Akan tetapi tidak semua proses pembelajaran dapat mengasah kemampuan berpikir kritis seorang anak. Hanya proses pembelajaran yang mendorong diskusi dan banyak memberikan kesempatan berpendapat, memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan gagasan-gagasan dalam tulisan, mendorong kerja sama dalam mengkaji dan menemukan pengetahuan, mengembangkan tanggung jawab, serta refleksi diri yang akan mengembangkan berpikir kritis pada siswa (Suprijono, 2016: 39).

Salah satu pendidikan yang dapat memberikan proses pembelajaran yang menghumanisasikan siswa serta dapat mengasah kemampuan berpikir kritis seorang anak adalah melalui pendidikan emansipatoris. Pendidikan emansipatoris memiliki tiga kata kunci, yaitu humanisasi, kesadaran kritis, dan mempertanyakan sistem. Humanisasi dapat dipahami sebagai pemahaman kritis antara guru dan siswa, serta mengembangan kesadaran kritis antara pribadi dengan dunia.


(43)

Humanisasi dapat diciptakan melalui pemikiran yang kritis. Pemikiran yang kritis inilah yang akan menghasilkan suatu kesadaran yang kritis di dalam diri seseorang. Pemikiran kritis ditimbulkan dengan adanya dialog-dialog dalam bentuk mempertanyakan sistem untuk menemukan realitas (Winarti dan Anggadewi, 2015: 54).

Menurut Suprijono (2016: 28), pendidikan emansipatoris merupakan pendidikan yang memusatkan perhatian pada siswa sebagai subjek dan menandaskan pentingnya keterlibatan siswa. Pendidikan emansipatoris mengajak siswa untuk merefleksikan apa yang diperbuatnya dalam belajar, serta memahami makna tindakan-tindakan belajarnya. Selain itu, Giroux (dalam Winarti dan Anggadewi, 2015: 53) menjelaskan bahwa pendidikan emansipatoris merupakan pendidikan yang menekankan terwujudnya masyarakat yang adil dan demokratis. Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan emansipatoris merupakan pendidikan yang melibatkan siswa di dalam pembelajaran.

Pendidikan emansipatoris memiliki salah satu model yang dapat digunakan untuk mengajarkan siswa dalam mengasah kemampuan berpikir kritis mereka. Model tersebut adalah Pedagogi Ignasian. Pedagogi Ignasian diturunkan dari latihan rohani yang diajarkan oleh Santo Ignasius dari Loyola. Pedagodi Ignasian lebih dikenal dengan istilah PPR atau Paradigma Pedagogi Reflektif. Terdapat lima siklus di dalam Paradigma Pedagogi Reflektif, yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi (Peterson dan Nielsen dalam Winarti dan Anggadewi, 2015: 55).


(44)

Dalam siklus konteks, siswa diajak untuk mencermati konteks kehidupan yang terjadi pada diri siswa. Pendidik dalam hal ini, berperan sebagai penggali konteks pengetahuan lama siswa yang didapat dari kehidupan mereka. Pendidik kemudian akan mengamati sejauh mana pencapaian siswa terhadap perkembangan pribadinya mengenai materi yang akan diajarkan. Ketika siswa mulai memahami konteksnya, maka pendidik akan memberi mereka stimulus untuk memperoleh pengalaman mendalam tentang pengetahuan lama mereka yang berhubungan dengan materi yang diajarkan. Proses memperoleh pengalaman mendalam ini dilakukan dengan melibatkan keseluruhan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengalaman yang diberikan dapat berupa pengalaman langsung maupun tidak langsung. Pengalaman langsung dapat diberikan melalui kegiatan diskusi dan pengamatan. Sedangkan pengalaman tidak langsung dapat diberikan melalui kegiatan mendengarkan, melihat, dan membaca (Subagya, 2010: 43-52).

Setelah siswa menyadari pengalaman yang diperolehnya, mereka kemudian merefleksikan pengalaman tersebut. Perefleksian yang telah dilakukan oleh siswa mendorong mereka untuk semakin menggali pengalaman mereka seluas-luasnya, serta mengambil makna bagi diri mereka dan lingkungan sekitar. Perefleksian inilah yang salah satunya akan melatih siswa untuk memiliki kesadaran berpikir kritis. Hal ini juga diungkapkan oleh Mezirow (dalam Winarti dan Anggadewi, 2015: 55), yang mengungkapkan bahwa kegiatan refleksi yang kritis serta dilakukan secara terus menerus akan membantu siswa untuk menemukan cara pandang baru. Cara pandang baru inilah yang membuat siswa mengidentifikasi beragam pilihan yang nantinya akan membentuk aksi. Aksi yang timbul dapat dievaluasi untuk lebih


(45)

membentuk siswa yang memiliki kepribadian yang utuh, kompeten secara kognitif atau intelektual, dan bersedia untuk makin berkembang. Selain itu, melalui siklus di dalam Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dapat mengembangkan kesadaran dan kepedulian melalui kegiatan pembelajaran.

2.1.4 Kesadaran dan Kepedulian

Kesadaran berasal dari kata sadar yang berarti insyaf, tahu, dan mengerti (KBBI, 2005: 570). Kata sadar mendapat imbuhan ke-an, sehingga menjadi kesadaran. Dilihat dari arti sadar, kesadaran dapat diartikan keinsafan atau keadaan mengerti. Bagi Murphy (dalam Neolaka, 2008: 18) kesadaran adalah keadaan sadar yang mengatur akal pikiran untuk memilih sesuatu yang diinginkan. Kesadaran juga dapat diartikan sebagai hasil dari cara berpikir sekelompok masyarakat, yang masing-masing pemikirannya terpisah satu sama lain. Jika menghendaki suatu perubahan dalam masyarakat, baik skala besar atau kecil, maka langkah pertama ialah merubah cara berfikirnya (Simorangkir dalam Jamanti, 2014: 24)

Notoatmodjo (dalam Jamanti, 2014: 24) menjadikan tiga ranah atau kawasan untuk menentukan indikator kesadaran, yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan. Menentukan indikator kesadaran dalam ranah sikap memiliki beberapa tingkatan, yaitu; (1) Menerima, yang diartikan bahwa orang yang menjadi subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan; (2) Merespon, yang berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan (terlepas dari pekerjaan yang diberikan benar atau salah), serta menunjukkan bahwa orang dapat menerima ide tersebut; (3) Menghargai, yang diartikan mengajak orang lain untuk mendiskusikan suatu masalah; (4)


(46)

Bertanggung jawab, yang diartikan menanggung segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko. Ranah ke empat ini merupakan ranah paling tinggi.

Kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan di dalam pikiran manusia (Sigmund Freud dalam Fadillah, 2012: 1). Jika diibaratkan kesadaran itu seperti gunung es yang muncul di permukaan laut yang terlihat kecil, namun besar di bagian dasar lautnya. Kesadaran dimiliki oleh setiap orang untuk mengenali perasaan dan keadaan yang berbeda dari pikirannya. Jadi dapat dikatakan bahwa kesadaran adalah keadaan mengatur akal pikir untuk mengerti serta mengenali perasaan mengenai sesuatu di lingkungan manusia itu sendiri.

Sedangkan kepedulian berasal dari kata peduli yang berimbuhan ke-an. Kata peduli menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (2002: 841), peduli berarti mengindahkan, menghiraukan, memperhatikan. Sedangkan menurut Swanson (dalam Sihombing, 2014: 24), kepedulian dapat diartikan sebagai salah satu cara yang digunakan untuk memelihara hubungan dengan orang lain, dimana orang lain merasakan komitmen dan tanggung jawab secara pribadi. Jika kita peduli dengan orang lain, maka kita akan merespon positif apa yang dibutuhkan oleh orang lain dan mengekspresikan menjadi sebuah tindakan. Leininger (1981) juga menyimpulkan bahwa kepedulian adalah perasaan yang ditunjukan kepada orang lain, dan itulah yang memotivasi dan memberikan kekuatan untuk bertindak atau beraksi, serta mempengaruhi kehidupan secara positif.

Bagi Swanson (dalam Sihombing, 2014: 27) kepedulian memiliki lima dimensi, diantaranya: (1) Mengetahui, yang diartikan sebagai pemahaman kejadian


(47)

yang di dalamnya memiliki makna untuk kehidupan orang tersebut; (2) Turut hadir merupakan cara menyampaikan perasaan atau emosi dan memantau keadaan orang lain apakah perasaan atau emosi tersebut mengganggu ketika diberikan; (3) Melakukan, contohnya membantu orang lain untuk mengatasi masalahnya sesuai dengan kemampuan dan keahlian diri sendiri; (4) Memungkinkan, dalam hal ini dapat dimaksudkan sesuatu yang memfasilitasi perjalanan maupun kejadian yang pernah dialami oleh orang lain yang disampaikan dengan cara memberikan informasi, penjelasan, maupun dukungan; (5) Dimensi yang terakhir adalah mempertahankan keyakinan. Mempertahankan keyakinan merupakan sesuatu yang mendukung keyakinan orang lain untuk menjalani masa transisi dalam kehidupannya, kemudian menghadapi masa yang akan datang. Berbagai pendapat tentang kepedulian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepedulian adalah suatu tindakan yang termotivasi dari perasaan yang timbul terhadap lingkungan sekitar yang dapat merubah kondisi menjadi lebih bermanfaat bagi dirinya, orang lain, maupun lingkungannya.

2.1.5 Lingkungan

Lingkungan bagi manusia merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Hal tersebut karena lingkungan tidak saja sebagai tempat manusia beraktivitas, tetapi lingkungan juga sangat berperan dalam mendukung berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia (Hamzah, 2013: 1). Lingkungan menurut Kant (dalam Sonia dan Pius, 2014: 13) merupakan kondisi-kondisi yang mempengaruhi perkembangan atau pertumbuhan yang meliputi udara, air, tanah, tumbuh-tumbuhan, flora, dan fauna. Definisi tersebut bermakna bahwa lingkungan


(48)

terdiri dari lingkungan mati (abiotik) seperti udara, air, tanah, dan lingkungan hidup (biotik) seperti flora dan fauna. Pendapat lain tentang lingkungan juga disampaikan oleh Gustao (dalam Hamzah, 2013: 5), yang menjelaskan bahwa lingkungan adalah jumlah total dari semua kondisi yang mempengaruhi eksistensi, pertumbuhan, dan kesejahteraan dari suatu organisasi yang ada di bumi.

Lingkungan dan manusia memiliki hubungan yang bersifat sirkuler. Sifat sirkuler ini dijelaskan oleh Soemarwoto (dalam Hamzah, 2013: 3), yaitu sifat yang memiliki makna “apapun yang manusia lakukan terhadap lingkungan baik perlakuan positif maupun negatif, akan berdampak pada manusia itu sendiri sesuai dengan apa yang mereka lakukan terhadap lingkungan”. Lingkungan dan manusia tidak lepas dari hubungan saling timbal balik. Naluri manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya membutuhkan lingkungan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhannya. Demikian juga lingkungan, lingkungan juga membutuhkan manusia untuk terus berkembang agar apa yang diambil oleh manusia tidak mudah habis maupun rusak. Hubungan timbal balik yang terjadi antara manusia dan lingkungan juga tidak lepas dari dampak yang akan ditimbulkan bagi keduanya. Hamzah (2013: 1) menuturkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh perlakuan manusia terhadap lingkungan akan memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup manusia itu sendiri.

Pengaruh yang disebabkan oleh perilaku manusia terhadap lingkungan yang terjadi, memerlukan suatu pendidikan yang mengajarkan akan pentingnya lingkungan bagi kehidupan manusia. Pendidikan yang dimaksud adalah “Pendidikan Lingkungan”. Tahun 1977 konferensi antar pemerintah tentang


(49)

pendidikan lingkungan di Tbilisi, ibukota Georgia (dalam Hamzah, 2013: 37) mengungkapkan peran dan tujuan dari pendidikan lingkungan, yaitu: “Pendidikan lingkungan perlu dipahami dengan baik. Hal tersebut karena pendidikan lingkungan merupakan pendidikan sepanjang hayat yang komprehensif, satu tanggapan terhadap perubahan dunia yang sangat cepat. Pendidikan lingkungan akan menyiapkan setiap individu seumur hidup melalui suatu pemahaman terhadap masalah utama dunia pada saat ini dan membekali setiap individu dengan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk berperan produktif untuk meningkatkan kualitas hidup serta melindungi lingkungan dengan kepedulian dan nilai-nilai etika”.

Pendidikan lingkungan bukanlah studi ataupun ilmu lingkungan. Pendidikan lingkungan adalah sebuah proses dimana setiap individu memperoleh kesadaran lingkungan dan pengetahuan, keterampilan, nilai, pengalaman, serta tekad yang akan memungkinkan mereka untuk bertindak baik secara pribadi maupun kolektif untuk memecahkan masalah lingkungan hidup sekarang dan masa depan. Selain itu pendidikan lingkungan juga merupakan suatu proses yang kompleks, yang mencakup bukan hanya peristiwa, tetapi pendekatan yang mendasari kekuatan untuk membangun masyarakat secara keseluruhan (Hamzah, 2013: 40). Pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan lingkungan merupakan suatu proses untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya kepedulian terhadap lingkungan sebagai bagian dari keseimbangan hubungan manusia dengan alam. Pendidikan lingkungan dapat diajarkan melalui beberapa model, salah satunya adalah model Conservation Scout.


(50)

2.1.6 Model Conservartion Scout

Model Conservation Scout merupakan suatu model pembelajaran yang berbasis pada lingkungan yang dapat digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Selain itu model ini juga dapat dilakukan dengan mengajak anak untuk memelihara lingkungan (Widodo, 2014: 2). Beberapa jurnal yang diterbitkan tentang Conservation Scout (Suseno, 2016: 3) (Ritmawati, 2014: 6), memaparkan bahwa model Conservation Scout merupakan model pembelajaran inovatif berbasis lingkungan yang berupa konservasi sederhana (mini konservasi). Model Conservation Scout memiliki empat metode yang dapat dikembangkan, diantaranya: (1) area konservasi di dalam ruangan; (2) minitrip; (3) pojok konservasi atau kebun konservasi; serta (4) eksperimen dan kampanye. Metode-metode di dalam Conservation Scout dapat digambarkan melalui skema berikut:

Gambar 2.1 Skema Model Conservation Scout

Metode pertama adalah area konservasi di dalam ruangan. Metode ini digunakan jika anak-anak tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk melakukan

Conservation Scout

Area konservasi di dalam ruangan

Minitrip

Pojok konservasi atau kebun konservasi

Eksperimen sederhana dan kampanye


(51)

konservasi. Anak-anak dapat melakukan kegiatan untuk membuat akuarium dengan beragam hewan yang mereka rawat, maupun akurium dengan beragam tanaman atau sering disebut dengan terrarium. Metode selanjutnya di dalam Conservation Scout adalah minitrip. Minitrip merupakan salah satu metode Conservation Scout yang mengajak anak-anak untuk melakukan perjalanan sederhana ke beberapa tempat konservasi. Tempat-tempat konservasi tersebut dapat berupa kebun binatang, tempat pusat studi lingkungan, dan lain sebagainya.

Di dalam model Conservation Scout juga terdapat metode pojok konservasi atau kebun konservasi. Pojok konservasi atau kebun konservasi merupakan salah satu metode dari model Conservation Scout yang memanfaatkan lahan yang ada untuk dipergunakan oleh anak-anak sebagai tempat konservasi sederhana. Konservasi sederhana yang dapat dilakukan, misalnya konservasi tanaman obat, menanam tumbuhan pangan dengan teknik vertikultur, dan konservasi tanaman lainnya yang sesuai dengan lahan serta kebutuhan anak-anak.

Metode terakhir di dalam Conservation Scout adalah eksperimen sederhana dan kampanye. Kegiatan di dalam metode ini adalah melakukan beragam eksperimen sederhana, seperti uji amilum bahan pangan, eksperimen tentang sumber energi alternatif, dan kegiatan berkampanye mengenai lingkungan. Kegiatan berkampanye dapat dilakukan dengan teknik peer tutoring. Teknik peer tutoring atau tutor sebaya merupakan teknik berkampanye yang dilakukan anak kepada teman maupun orang di sekitarnya dengan mengkampanyekan pengalaman mereka (Suseno, 2016:5-6) (Ritmawati, 2014: 2). Teknik peer tutoring inilah yang merupakan keunikan dari model Conservation Scout yang digunakan dalam


(52)

penelitian kali ini. Teknik peer tutoring menjadikan anak sebagai duta lingkungan dengan mengajak orang lain untuk menjaga lingkungannya. Melalui pengalaman yang didapat dari kegiatan di dalam model Conservation Scout anak akan belajar untuk membagi pengalaman mereka melalui teknik peer tutoring.

Model Conservation Scout yang digunakan dalam penelitian kali ini, didasarkan pada pandangan beberapa ahli yang berkaitan dengan perkembangan anak, ahli-ahli tersebut diantaranya:

a. Montessori

Di dalam ide dan teori-teorinya mengenai anak-anak, Maria Montessori berpendapat bahwa keliru jika kita mengasumsikan anak-anak adalah sesuatu yang kita buat, karena mereka ternyata belajar dengan cara mereka sendiri. Selain itu anak-anak juga sering berpikir dan belajar dengan cara yang berbeda dengan orang dewasa (Montessori dalam Crain, 2007: 100). Teori Montessori memiliki komponen utama, yaitu konsep periode-periode kepekaan (sensitive periods) yang mirip dengan periode-periode kritis. Periode-periode kepekaan tersebut terdiri dari periode kepekaan akan keteraturan, periode kepekaan anak detail, periode kepekaan bagi penggunaan tangan, periode kepekaan untuk berjalan, dan periode kepekaan bahasa.

Maria Montessori juga mengemukakan pendapatnya mengenai perkembangan anak. Perkembangan anak berdasarkan Montessori terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok usia 0-6, 6-12, dan 12-18 tahun. Usia 0-6 tahun merupakan usia emas bagi seorang anak. Menurut Montessori anak pada usia 0-6 tahun mampu menyerap seluruh informasi yang ada di sekitarnya. Hal ini


(53)

dikarenakan anak usia 0-6 tahun memiliki kepekaan yang luar biasa dan tajam terhadap benda-benda di sekelilingnya. Kepekaan inilah yang membangkitkan minat dan antusiasme anak terhadap lingkungannya. Montessori juga berpendapat bahwa keberhasilan tahapan usia 0-6 tahun pada anak menentukan keberhasilannya pada tahapan-tahapan selanjutnya (Montessori, 2008: XII-XIII).

Tahap perkembangan anak yang kedua menurut Montessori adalah kelompok usia 6-12 tahun. Pada usia ini anak memiliki stabilitas mental, fisik yang baik dan memiliki sistem pemikiran yang sudah berkembang dengan baik. Tahap ini lebih dikenal dengan masa operasional konkret, karena anak sudah mampu untuk memahami lingkungan sekitarnya (Montessori, 2008: XIII-XVIII). Tahap perkembangan anak yang terakhir menurut Montessori adalah kelompok usia 12-18 tahun. Pada tahap ini anak mengalami perubahan-perubahan fisik pada tubuhnya dan akan mencapai kedewasaan sepenuhnya (Montessori, 2008: 32).

b. Jean Piaget

Tokoh lain yang memiliki pandangan sama dengan Maria Montessori tentang anak-anak dan pendidikan adalah Jean Piaget. Piaget merupakan tokoh dengan teori tentang perkembangan intelektual paling komperhensif dan banyak mendekati kebenaran. Montessori dan Piaget sama-sama berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya bukan suatu yang diturunkan oleh guru melainkan sesuatu yang berasal dari diri anak sendiri. Belajar merupakan sebuah proses penyelidikan dan penemuan spontan (dalam Crain, 2007: 208). Oleh karena itu, guru tidak semestinya memaksakan pengetahuan kepada anak, melainkan harus menemukan materi-materi pelajaran yang bisa menarik dan menantang anak untuk belajar dan


(54)

kemudian membiarkan mereka menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dengan cara mereka sendiri (Piaget dalam Crain, 2007: 209). Selain pendidikan, Jean Piaget juga melakukan penelitian tentang perkembangan anak. Di dalam penelitiannya dia berhasil memperoleh beberapa periode perkembangan anak. Periode-periode tersebut, diantaranya Periode I: Kepandaian sensorik-motorik (dari lahir-2 tahun); Periode II: Pikiran pra-operasional (2-7 tahun); Periode III: Operasi-operasi berpikir konkret (7-11 tahun); Periode IV: Operasi-Operasi-operasi berpikir format (11 tahun-dewasa).

Periode I, kepandaian sensorik-motorik (dari lahir-2 tahun) merupakan periode ketika bayi mulai mengorganisasikan skema tindakan fisik mereka, seperti menghisap, menggenggam dan memukul untuk menghadapi dunia yang muncul dihadapannya. Periode II, pikiran pra-operasional (2-7 tahun) merupakan periode anak-anak belajar berpikir dan menggunakan simbol-simbol. Akan tetapi pada periode ini anak berpikir belum secara sistematis dan belum logis, namun memikiran mereka cenderung sangat berbeda dari memikiran orang dewasa. Periode selanjutnya adalah periode III, periode operasi-operasi berpikir konkret (7-11 tahun) merupakan periode anak untuk mengembangkan kemampuan berpikir sistematis. Kemampuan berpikir sistematis anak pada periode ini hanya akan dikembangkan ketika mereka mengacu pada objek-objek dan aktivitas-aktivitas yang konkret. Periode terakhir adalah periode IV, periode operasi-operasi berpikir formal (11 tahun-dewasa) merupakan periode orang muda mengembangkan kemampuan untuk berpikir sistematis secara abstrak dan memiliki hipotesis.


(55)

Model Conservation Scout yang digunakan dalam penelitian ini mendasarkan pada masa operasional konkret dan periode III operasi-operasi berpikir konkret. Masa operasional konkret menurut Montessori adalah kelompok anak usia 6-12 tahun, sedangkan periode III menurut Piaget adalah kelompok anak usia 7-11 tahun. Pada kelompok usia ini, anak-anak sudah duduk di bangku sekolah dasar. Anak-anak pada usia ini juga sudah mampu untuk memahami lingkungan sekitar melalui aktivitas-aktivitas yang nyata. Oleh karena itu, model Conservation Scout didasarkan pada teori perkembangan anak Montessori dan Piaget. Hal tersebut karena metode yang digunakan dalam model Conservation Scout melibatkan siswa di dalam aktivitas-aktivitas yang nyata, seperti eksperimen sederhana dan kebun konservasi. Selain mendasarkan pada teori perkembangan Montessori dan Piaget, model Conservation Scout juga didasarkan pada teori perkembangan anak Vygotsky.

c. Vygotsky

Lev Semenovich Vygotsky lahir di Rusia tahun 1896, yang merupakan seorang ahli psikologi. Tulisan-tulisan Vygotsky telah memberikan pengaruh pada disiplin-disiplin ilmu, seperti pendidikan, psikologi, dan linguistik. Salah satu tulisan ilmiahnya “The Methods of Reflexo Logical and Psychological Investigation” atau dalam bahasa Indonesia “Metode-Metode Penelitian Refleksologi dan Psikologi” merupakan tulisan ilmiah Vygotsky yang mengkritik pandangan-pandangan Pavlov yang dominan saat itu, serta di dalam tulisannya dia juga berbicara tentang hubungan refleks-refleks terkondisi dengan pikiran sadar dan perilaku manusia. Pandangn Pavlov yang dikritik oleh Vygotsky adalah perbedaan


(56)

manusia dan hewan. Vygotsky berpendapat bahwa, tidak seperti hewan yang hanya bereaksi terhadap lingkungan, akan tetapi manusia memiliki kapasitas untuk mengubah lingkungan sesuai dengan keperluan mereka (Schunk, 2012: 338).

Selain pandangan di atas, Vygotsky juga memiliki pandangan tentang perkembangan manusia yang dijelaskan melalui teori-teorinya. Teori perkembangan Vygotsky menitikberatkan interaksi dari faktor-faktor interpersonal (sosial), kultural-historis, dan individual sebagai kunci dari perkembangan manusia (Tudge & Scrimsher dalam Schunk, 2012: 339). Ketiga faktor-faktor tersebut, faktor interpersonal menjadi perhatian banyak peneliti dan ahli. Dalam faktor ini, Vygotsky menganggap bahwa lingkungan sosial mengubah atau mentransformasi pengalaman-pengalaman belajar.

Teori perkembangan Vygotsky memiliki konsep pokok, yaitu Zona Perkembangan Proksimal (ZPD). Konsep ini mendefinisikan sebagai jarak antara level perkembangan aktual yang ditentukan melalui pemecahan masalah secara mandiri dan level potensi perkembangan yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bantuan orang dewasa atau dengan kerja sama dengan teman-teman sebaya yang lebih mampu (Vygotsky, 1978: 86). Secara singkat ZPD terletak diantara level perkembangan aktual dan level pontensi perkembangan, diantara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Interaksi yang terjadi antara anak dengan orang dewasa dan teman sebaya dalam ZPD akan mendorong perkembangan kognitif (Meece dalam Schunk, 2012: 341).


(57)

Model Conservation Scout didasarkan pada teori perkembangan anak Vygotsky. Hal ini dikarenakan konsep ZPD dalam teori Vygotsky berhubungan dengan metode di dalam model Conservation Scout. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini mengarahkan adanya interaksi antara guru dan siswa, serta interaksi siswa dan siswa. Adanya interaksi-interaksi tersebut dapat mendorong perkembangan kognitif pada siswa melalui aktifitas-aktifitas di dalam model Conservation Scout.

2.2 Penelitian yang Relevan

Berikut ini penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini:

2.2.1 Penelitian Tentang Model Conservation Scout

Ritmawanti (2014) meneliti tentang pengembangan model Conservation Scout: pengenalan mini konservasi di sekolah dasar untuk pembelajaran berbasis lingkungan. Penelitian yang dilakukan melibatkan 38 SD mitra PGSD Universitas Sanata Dharma di wilayah Yogyakarta, baik SD Negeri maupun SD Swasta. Total peserta yang terlibat dalam penelitian yang dilakukan adalah 76 siswa dan 38 guru pendamping. Tempat dilaksanakannya penelitian adalah Pusat Studi Lingkungan (PSL) Universitas Sanata Dharma. Tujuan dari penelitian ini adalah dapat melibatkan anak secara aktif sebagai duta lingkungan yang peduli dan berani mengajak sesamanya untuk menjaga lingkungan alam sekitarnya. Hasil penelitian yang diperoleh, menunjukkan bahwa penerapan model Conservation Scout yang melibatkan 38 SD, 17 diantaranya berhasil menjadikan siswanya sebagai duta lingkungan melalui kampanye peduli lingkungan dan peer tutoring.


(58)

Suseno (2016) meneliti tentang pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan pada anak melalui model Conservation Scout. Penelitian yang dilakukan melibatkan anak kelas IV sebanyak 24 siswa di SD Kanisius Eksperimental Mangunan. Penelitian dilakukan hari Kamis 5 November 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan kepada anak kelas IV SD Kanisius Eksperimental Mangunan, Yogyakarta. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan adalah siswa kelas IV SD Kanisius Eksperimental Mangunan menjadi duta lingkungan yang bertugas untuk mendidik teman-teman lainnya agar memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya. Kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan ditunjukkan siswa dengan melakukan peer tutoring dan kampanye sederhana untuk peduli lingkungan khususnya terhadap pelestarian tumbuhan menggunakan poster hasil karya siswa.

2.2.2 Penelitian Tentang Kesadaran Lingkungan

Sonia dan Pius (2014) meneliti tentang subjective well-being pada remaja ditinjau dari kesadaran lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari hubungan antara kesadaran lingkungan dan subjective well-being (SWB) pada remaja. Penelitian ini berjenis penelitian kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 130 remaja SMK Semarang. Sedangkan untuk pengambilan data, penelitian ini menggunakan metode cluster sampling. Dari pengambilan data yang dilakukan, didapat hasil uji korelasi product moment dengan perolehan r=0,506 (p<0,01). Hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kesadaran lingkungan dengan subjective well-being remaja,


(59)

dimana sumbangan efektif yang diberikan kesadaran lingkungan pada subjective well-being remaja adalah sebesar 25,6%.

2.2.3 Penelitian Tentang Kepedulian Lingkungan

Handayani (2013) dalam penelitiannya mengenai peningkatan sikap peduli lingkungan melalui implementasi pendekatan sains teknologi masyarakat dalam pembelajaran IPA kelas IV di SD N Keputran “A”. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui langkah-langkah implementasi pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam pembelajaran IPA yang dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan siswa kelas IV.1 di SD N Keputran “A”. Jenis penelitiannya adalah penelitian tindakan kelas (PTK) kolaboratif dengan subjek penelitian siswa kelas IV.1 SD N Keputran “A” yang berjumlah 28. Instrumen-instrumen yang digunakan adalah lembar observasi sikap peduli lingkungan siswa, lembar observasi aktivitas guru dalam menerapkan pendekatan STM, lembar observasi aktivitas guru dalam menanamkan sikap peduli lingkungan, dan angket sikap peduli lingkungan siswa. Hasil penelitian ini terlihat ketika peneliti melakukan siklus yang kedua. Hasil yang diperoleh adalah pendekatan STM dapat meningkatkan sikap peduli terhadap lingkungan dengan perolehan hasil observasi sebanyak 27 sisa (96,43%) berada pada kategori tinggi, sebanyak 1 siswa (3,57%) berada pada kategori sedang.

Dilihat dari kajian tentang penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan, sudah ada penelitian tentang pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout. Akan tetapi, pengembangan materi tentang pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout belum ada peneliti yang melakukan penelitian pengembangan


(60)

materi. Oleh karena itu, peneliti hendak meneliti pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta.

Berikut adalah literatur map dari penelitian yang relevan hingga dilakukan penelitian oleh peneliti:

Bagan 2.1 Literatur Map dan Penelitian Selanjutnya

Penelitian tentang model

Conservation Scout

Penelitian tentang kesadaran dan kepedulian lingkungan

Ritmawati, Dea Fradistya (2014)

Conservation Scout: Pengenalan

Mini Konservasi di Sekolah Dasar

Suseno, Paulus Yuli (2016) Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan pada Anak

melalui Model Conservation Scout

Pius dan Sonia (2014) Kesadaran Lingkungan-Subjective

Well-Being

Ani, Handayani (2013) Peduli Lingkungan-Pendekatan

Sains Teknologi Masyarakat

Yang ingin diteliti: Pengembangan Materi, Model

Conservation Scout,

Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan


(61)

2.3 Kerangka Berpikir

Materi yang dihasilkan dari pengembangan yang dilakukan dapat beragam bentuk, seperti buku panduan, buku materi, LKS (lembar kerja siswa), maupun kalimat-kalimat yang menyatu di dalam paragraf. Pengembangan materi yang dilakukan untuk menghasilkan suatu materi yang layak dan memberikan dampak positif bagi siswa, sebaiknya memperhatikan prinsip pengembangan materi menurut Tomlinson. Dalam penelitian ini, prinsip pengembangan yang digunakan adalah 10 prinsip dari 16 prinsip pengembangan materi.

Bidang pendidikan memerlukan materi yang digunakan sebagai bagian dari proses belajar mengajar. Materi yang dihasilkan diharapkan dapat mengubah gaya pendidikan menjadi pendidikan yang menghumanisasikan manusia. Pendidikan seharusnya dapat menciptakan interaksi guru dan siswa, bukannya siswa dianggap sebagai boneka yang tidak mengetahui apa-apa. Salah satu pendidikan yang menghumanisasikan manusia dapat ditemui di dalam pendidikan emansipatoris. Melalui pendidikan emansipatoris, siswa dan guru sama-sama belajar satu sama lain. Terlebih dengan salah satu model pendidikan emansipatoris, yaitu Pedagodi Ignasian atau lebih dikenal dengan Paradigma Pedagogi Reflektif, yang mengajarkan anak melalui lima tahapan. Ke lima tahap tersebut adalah konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi.

Melalui pendidikan, anak-anak diajarkan untuk dapat berpikir secara kritis. Terlebih untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian mereka terhadap lingkungan. Kesadaran yang terbentuk dalam diri seorang anak sejak dini, akan menghasilkan anak yang memiliki kepedulian. Melalui pendidikan terlebih


(62)

pendidikan lingkungan anak akan memperoleh kesadaran lingkungan dan pengetahuan yang dapat menghasilkan tindakan baik secara pribadi maupun kelompok untuk memecahkan masalah lingkungan hidup.

Siswa kelas V merupakan anak-anak dengan usia sekitar 10 tahun. Bagi Montessori dan Piaget anak usia 10 tahun merupakan anak yang sudah dapat memahami lingkungannya. Selain itu, anak-anak dengan usia 10 tahun juga dapat mengikuti aktivitas-aktivitas yang bersifat konkret. Melalui model Conservation Scout yang merupakan suatu model pembelajaran berbasis lingkungan, anak-anak kelas V dapat belajar tentang pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan. Selain itu, model Conservation Scout juga mendukung teori perkembangan anak Vygotsky tentang Zona Perkembangan Proksimal (ZPD). Melalui pendidikan lingkungan menggunakan model Conservation Scout ini diharapkan siswa kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta dapat mengembangan kesadaran dan kepedulian mereka terhadap lingkungan sekitar mereka.


(63)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini metode penelitian dibagi menjadi beberapa bagian, meliputi jenis penelitian, setting penelitian, prosedur pengembangan, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian Research and Development (R&D). Research and Development di dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penelitian dan pengembangan. Bagi Putra (2015: 67) Research and Development merupakan penelitian yang digunakan untuk mengembangkan, menghasilkan, serta menguji keefektifan produk tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain dari Tomlinson yang lebih memfokuskan pada pengembangan materi pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan lebih sesuai dengan penelitian yang menghasilkan produk berupa materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout di SD N Jetis 1 Yogyakarta.

3.2 Setting Penelitian 3.2.1 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V A sekolah dasar di SD N Jetis 1 Yogyakarta. Siswa kelas V A yang dijadikan subjek penelitian berjumlah 24 siswa tahun ajaran 2016/2017. Jumlah tersebut terdiri dari 11 siswa perempuan dan 13 siswa laki-laki.


(64)

3.2.2 Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta pada tahun ajaran 2016/2017.

3.2.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD N Jetis 1 yang beralamatkan di Jalan Pasiraman No. 02, Yogyakarta. Waktu penelitian dilakukan selama 7 bulan, di mulai dari bulan Juni 2016 sampai dengan bulan Januari 2017.

3.3 Prosedur Pengembangan

Penelitian dan pengembangan yang dilakukan didasarkan pada langkah-langkah prosedur penelitian dan pengembangan menurut Brian Tomlinson. Prosedur pengembangan tersebut, diantaranya: (1) Analisis kebutuhan siswa; (2) Desain; (3) Implementasi; (4) Evaluasi; dan (5) Revisi (dalam Harsono, 2015). Di bawah ini merupakan bagan dari kelima langkah prosedur pengembangan.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Lampiran 23. Curriculum Vitae

CURRICULUM VITAE

Adiktia Kurniawati lahir di Temanggung, pada tanggal 19 Januari 1995. Pendidikan dasar diawali pada tahun 2001 di SD N 1 Ngadirejo, Temanggung dan lulus pada tahun 2007. Pendidikan tingkat menengah pertama di SMP N 1 Ngadirejo, Temanggung dan lulus pada tahun 2010. Sedangkan untuk pendidikan menengah ke atas diperoleh di SMA N 2 Temanggung dan lulus pada tahun 2013.

Pada tahun 2013, peneliti tercatat sebagai mahasiswa Universitas Sanata Dharma pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Selama menempuh pendidikan di bangku kuliah, peneliti pernah menjadi panitia pada bidang usaha dana dalam kegiatan seminar internasional yang diselenggarakan oleh pihak kampus. Selain itu, kegiatan lain yang diikuti oleh peneliti, diantaranya adalah Kursus Pembina Pramuka Tingkat Dasar (KMD), Inisiasi Sanata Dharma (INSADHA) 2013, INFISA 2013, Inisiasi Prodi (INSIPRO) PGSD 2013, PPKM I (2014), PPKM II (2014), English Club, dan Week-End Moral (2014). Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri

dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul “Pengembangan Materi

Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk Siswa Kelas V A SD N Jetis 1 Yogyakarta”.


(6)