FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK (SAK ETAP) PADA UMKM DI KABUPATEN BOGOR PUSPITA PUTRI AFIANTI 8335123540

  Skripsi ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI KONSENTRASI AUDIT JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2017

  FACTORS THAT AFFECT THE IMPLEMENTATION OF FINANCIAL ACCOUNTING STANDARD FOR ENTITIES WITHOUT PUBLIC ACCOUNTABILITY (SAK ETAP) ON MICRO, SMALL MEDIUM ENTERPRISES (MSMEs) IN KABUPATEN BOGOR

PUSPITA PUTRI AFIANTI 8335123540

  This Undergraduate Thesis is Written as a Partial Fulfillment of the Requirement for the Bachelor Degree in Faculty of Economics Universitas Negeri Jakarta

UNDERGRADUATE ACCOUNTING STUDY PROGRAM CONCENTRATE IN AUDITING FACULTY OF ECONOMICS UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2017

ABSTRAK

  PUSPITA PUTRI AFIANTI. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) pada UMKM di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Jakarta 2017.

  Penelitian ini melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) pada UMKM di Kabupaten Bogor. Pengujian persepsi pengusaha UMKM, umur usaha, serta sosialisasi pelatihan terhadap penerapan SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) menggunakan survey yang dilakukan dengan mendatangi langsung responden. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan menentukan jumlah sampel berdasarkan rumus Roscoe. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 89 responden yang merupakan pengusaha UMKM pada bidang industri sepatu sandal di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Data penelitian diuji menggunakan analisis regresi berganda dengan tingkat signifikansi 5. Hasil penelitian tidak dapat memberi bukti bahwa persepsi pengusaha dan umur usaha berpengaruh positif terhadap penerapan SAK ETAP sedangkan sosialisasi pelatihan berpengaruh positif terhadap penerapan SAK ETAP.

  Kata Kunci: Persepsi Pengusaha UMKM, Umur Usaha, Sosialisasi, Pelatihan,

  Penerapan SAK ETAP, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, SAK ETAP

ABSTRACT

  PUSPITA PUTRI AFIANTI. Factors that Affect the Implementation of Financial Accounting Standard for Entities Without Public Accountability (SAK ETAP) on Micro, Small and Medium Enterprises in Kabupaten Bogor. Skripsi. Faculty of Economics. Universitas Negeri Jakarta. 2017

  This study was aimed to test the impact of UMKM enterpreneurs’ perception, entities’ age, and the socialization and training of Without Public Accountability Entities SAK (SAK ETAP) implementation. Purposive sampling method with roscoe formula was used in data gathering. There were 89 shoes and sandals UMKM enterpreneurs in Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor participated in this study. Data collected were tested using multiple regression analysis with 5 level of significance. Result from this study showed that the UMKM enterpreneurs’s perception and entities’ age failed to have any significant impact to the implementation of SAK ETAP, while the socialization and trainings were found to have positive significant contributions to it.

  Key words : Perception, entities age, socialization, training, implementation of SAK ETAP, MSME’s, SAK ETAP

KATA PENGANTAR

  Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat karunia serta seizinNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan SAK ETAP pada UMKM di Kabupaten Bogor ” dengan lancar tanpa suatu kendala apapun. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi S1 Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta.

  Dalam penyusunan dan penulisan proposal skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak memberikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis, diantaranya adalah:

  1. Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan dan kelancaran

  kepada penulis dalam setiap rangkaian proses penyusunan skrispi ini;

  2. Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan umatnya untuk selalu

  menuntut ilmu, bersabar, ikhlas, dan tawakkal;

  3. Kedua Orang Tua penulis yang selalu mendukung penulis. Melalui

  ridho mereka juga lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini serta keluarga besar M. Nurdin yang juga mendukung penulis tiada henti;

  4. Nuramalia Hasanah, SE, M.Ak, selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi;

  5. Susi Indriani, SE, M.Si., Ak, selaku Dosen Pembimbing I dan Dr. Etty Gurendrawati, SE., Akt,. M.Si, selaku Dosen Pembimbing II;

  6. Reza Febriatna, Annisa Halim, Putri Eksanika, Fauzia Hanum, Mauldina Nury, selaku sahabat yang telah menemani sedari SMP sampai saat ini selalu memberi dukungan dan hiburan.

  7. Putri Saraswati, Fasya Fauzani, yang bersedia direpotkan penulis mendengarkan keluh kesahnya, Liza, Fanidia, Faiza, dan teman-teman piranha lainnya yang telah memberikan semangat kepada penulis;

  8. Annisaa, Irvina, Riza, Hafni, Indriana, Ida, Erni, Ayas, dan teman- teman serta sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu tanpa henti mendukung dan menyemangati serta menghibur penulis setiap saat;

  9. Seluruh teman-teman S1 Akuntansi Reguler A 2012 yang telah menghabiskan waktu bersama selama empat tahun terakhir ini dan saling membantu dalam kondisi apapun;

  10. Seluruh rekan-rekan S1 Akuntansi angkatan 2012 yang telah berjuang bersama dalam proses penyusunan proposal skripsi ini;

  11. Terakhir, terima kasih kepada pihak-pihak lain yang tanpa mengurangi rasa hormat yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

  Penulis menyadari banyak kekurangan dalam skripsi ini. Saran dan kritik sangat dinantikan demi kebaikan di masa yang akan datang.

  Jakarta, Februari 2017 Penulis,

  Puspita Putri Afianti

DAFTAR GAMBAR

  Gambar II.1

  Kerangka Pemikiran Model Penelitian ............................................................... 55

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

  Modal utama pembangunan perekonomian Indonesia bergantung pada keberadaan UMKM yang handal dan kuat. Kedudukannya sebagai pemain utama dan tulang punggung dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, yaitu: penyedia lapangan kerja yang terbesar, pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Itu telah terbukti ketika krisis menerpa pada periode tahun 1997–1998, hanya UMKM yang mampu tetap berdiri kokoh. (Bank Indonesia, 2015).

  Keberhasilan UMKM dalam menghadapi masa krisis tidak serta merta menjadikan mereka mampu menjaga kelangsungan usahanya dengan baik. Banyak hambatan dan kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal yang harus dihadapi para pelaku UMKM, seperti aspek keuangan, sumber daya manusia (SDM), iklim usaha, infrastruktur dan pemasaran sehingga walaupun memiliki peran yang strategis bagi ekonomi namun upaya mengembangkan sektor UMKM juga bukanlah hal yang mudah (Bank Indonesia, 2015).

  Belum adanya kesamaan mindset antara persyaratan bank yang harus dipenuhi oleh UMKM, termasuk ketersediaan laporan keuangan dan bussines

  plan (rencana pengembangan usaha) merupakan kendala yang menyebabkan minimnya akses keuangan UMKM. Padahal dengan adanya laporan keuangan akan memungkinkan pemilik memperoleh data dan informasi yang tersusun secara sistematis. Laporan keuangan berguna bagi pemilik untuk dapat memperhitungkan keuntungan yang diperoleh, mengetahui berapa tambahan modal yang dicapai dan juga dapat mengetahui bagaimana keseimbangan hak dan kewajiban yang dimiliki sehingga setiap keputusan yang diambil oleh pemilik dalam mengembangkan usahanya akan didasarkan pada kondisi konkret keuangan yang dilaporkan secara lengkap bukan hanya didasarkan pada asumsi semata.

  Pemerintah Indonesia, membina UMKM melalui Dinas Koperasi dan UMKM, di masing-masing Provinsi atau KabupatenKota. Namun kenyataannya UMKM di Indonesia tidak semulus yang dibayangkan. Permasalahan yang terjadi selama ini banyak UMKM atau usaha kecil yang gulung tikar salah satu faktornya adalah tidak konsistennya mereka memakai pembukuan keuangan, seperti misalnya ketika mendapat pinjaman modal dari Bank ternyata arahnya tidak untuk usaha tetapi untuk kebutuhan yang lain, atau tanpa perhitungan kita mengambil uang usaha tersebut untuk keperluan pribadi, dan lain-lain. Di dalam usaha ini kita juga penting untuk melakukan pengelolahan keuangan tersebut, semua harus ada hitunganya, yang mana uang

  untuk usaha, mana uang untuk pribadi dan mana uang untuk kegiatan sosial. (www.kompasiana.com) 1

  1 Dikutip dari artikel “Pembukuan Keuangan tetap Penting bagi Usaha Kecil” oleh Dhita Arinanda, 24 Juni 2015 dalam

  Memang kita sadari bahwa disiplin melakukan pembukuan belum membudaya di Indonesia. Masih sedikitnya UMKM yang melakukan pembukuan secara formal disebabkan oleh beberapa faktor. Paling tidak terdapat dua faktor yang menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi. Pertama, terbatasnya skill manajemen dari pelaku UMKM khususnya mengenai aspek pembukuan dan akuntansi dan yang kedua, biaya untuk menyelenggarakan sistem pembukuan yang standar dirasakan masih terlalu tinggi. (Rohman, 2011) Banyak UMKM yang belum sadar akan pentingnya pencatatan akuntansi atau laporan keuangan dalam usahanya karena terlalu fokus pada proses produksi dan operasionalnya. Terlebih lagi bentuk UMKM yang lebih didominasi perusahaan perseorangan mengakibatkan kurangnya kebutuhan untuk membuat laporan keuangan yang sesuai standar akuntansi. Bentuk perusahaan perseorangan juga menyebabkan pemisahan keuangan bagi diri pribadi pemilik usaha dengan kegiatan usahanya seringkali juga tidak dilakukan. Akibatnya, terkadang sangat sulit diketahui dengan pasti perkembangan usahanya. Hanya perusahaan besar, atau yang telah masuk ke bursa efek (go public) umumnya secara kontinyu melakukan pembukuan dengan baik. Bahkan laporan keuangannya disusun oleh akuntan publik.

  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyadari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bagi perekonomian nasional harus didukung akses keuangan yang baik agar industri tersebut semakin berkembang. Kurangnya akses ke layanan keuangan dan melek finansial yang rendah menghambat perkembangan UMKM di Indonesia. Pada akhir Februari 2016, pinjaman dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyadari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bagi perekonomian nasional harus didukung akses keuangan yang baik agar industri tersebut semakin berkembang. Kurangnya akses ke layanan keuangan dan melek finansial yang rendah menghambat perkembangan UMKM di Indonesia. Pada akhir Februari 2016, pinjaman dalam

  finansial berdiri di 21,84 dan tingkat inklusi keuangan mencapai 59,74. 2

  Pemerintah telah berupaya mengatasi permasalahan tersebut dengan menetapkan sebuah peraturan yang mewajibkan UMKM untuk melakukan pencatatan akuntansi yang baik yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang pelaksanaan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Dalam pasal 48 menyatakan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah yang telah memperoleh izin usaha dilakukan oleh pejabat secara teratur dan berkesinambungan sesuai dengan kewenangannya. Selanjutnya. Pada pasal 49 ditegaskan dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48, pemegang izin usaha wajib menyusun pembukuan kegiatan usaha.

  Saat ini sebagian UMKM telah mulai menyusun laporan keuangan meskipun terbatas untuk memenuhi persyaratan kredit ataupun dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Pelaksanaan pembuatan laporan keuangan sendiri memerlukan keterampilan dan pengetahuan mengenai pembukuan akuntansi. Hal ini masih sulit dilakukan karena keterbatasan pengetahuan pelaku UMKM, rumitnya proses akuntansi, dan anggapan bahwa laporan keuangan

  Dikutip dari artikel “Berdayakan UMKM Lewat Literasi Keuangan” oleh Fathia Nurul Haq, 1 Juni 2016 dalam http:www.mediaindonesia.comnewsread48378berdayakan-umkm-lewat-literasi-keuangan2016-06- Dikutip dari artikel “Berdayakan UMKM Lewat Literasi Keuangan” oleh Fathia Nurul Haq, 1 Juni 2016 dalam http:www.mediaindonesia.comnewsread48378berdayakan-umkm-lewat-literasi-keuangan2016-06-

  

  Terkait dengan kondisi tersebut, untuk mempermudah UMKM dalam penyusunan laporan keuangan dan akan pentingnya standardisasi laporan keuangan yang lebih sederhana, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) pada tanggal 19 Mei 2009 telah mengesahkan Standar Akuntansi untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) yang ditujukan khusus bagi entitas tanpa akuntabilitas publik yaitu salah satunya UMKM dan telah berlaku efektif per 1 Januari 2011.

  Penerapan SAK ETAP ini tentu tidak hanya perlu dipersiapkan oleh pelaku UMKM namun juga oleh pemerintah, pihak penyalur kredit dan lembaga akuntansi secara bersama-sama. Mereka juga harus berperan untuk mensosialisasikan standar yang baru kepada pelaku UMKM, memberikan pelatihan dasar akuntansi dan penyajian laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP bagi pelaku UMKM dan membuat program pendukung lainnya.

  Sebagai langkah awal untuk menerapkan SAK ETAP secara keseluruhan, peran sosialisasi atau pelatihan bagi UMKM sangat diperlukan agar mereka mengetahui dan memahami tujuan dan cara penerapan standar tersebut. Umumnya proses sosialisasi yang dilakukan IAI meliputi publikasi penetapan dan pengesahan SAK ETAP melalui berbagai media cetak dan sarana komunikasi lainnya, yakni dengan penerbitan buku SAK yang dijual dan disebarluaskan kepada publik, penyelenggaraan berbagai pelatihan, kursus dan seminar bagi pengguna SAK ETAP maupun pihak lain yang berkepentingan.

  Sejak saat pengesahan SAK ETAP hingga saat ini, diselenggarakan berbagai pelatihan mengenai penyajian laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP yang ditujukan kepada pelaku UMKM maupun akademisi. Sosialisasi dan pelatihan juga dilakukan oleh pemerintah, perusahaan swasta, dan juga perguruan tinggi negeri, misalnya Dinas Koperasi UMKM Pematang Siantar menjadikan program pelatihan akuntansi sebagai salah satu program kerja tahunan mereka, Prodi Akuntansi FE Unjani memberikan pelatihan SAK ETAP bagi UMKM se Kota Cimahi atau seperti Kadin yang menggandeng PwC untuk melakukan pelatihan kepada UMKM sebagai bentuk keprihatinannya pada UMKM yang hanya 5 dari jumlahnya memahami masing-masing laporan keuangannya . (www.bisniskeuangan.kompas.com)

  Standar akuntansi ini tentu diharapkan tidak hanya berdampak positif bagi UMKM dalam segi menyiapkan laporan keuangan dengan tujuan pendanaan yang berasal dari pihak perbankan. Dalam jangka panjang penyederhanaan standar akuntansi keuangan bagi entitas tanpa akuntabilitas publik, termasuk UMKM, diharapkan dapat menghilangkan anggapan negatif pelaku usaha yang menganggap bahwa proses pencatatan keuangan dalam akuntansi dan pembuatan laporan keuangan merupakan hal yang sulit. Dengan hilangnya anggapan negatif tersebut, pelaku usaha akan memiliki pikiran terbuka dan keinginan untuk melakukan pencatatan keuangan dengan teliti serta mempelajari akuntansi secara lebih mendalam.

  Hal ini tentu tidak hanya berguna bagi UMKM dalam rangka mendapatkan permodalan. Ketersediaan laporan keuangan yang memadai akan menyajikan Hal ini tentu tidak hanya berguna bagi UMKM dalam rangka mendapatkan permodalan. Ketersediaan laporan keuangan yang memadai akan menyajikan

  Di wilayah Kabupaten Bogor sendiri, salah satunya di sentra UMKM sepatu dan sandal Kecamatan Ciomas, berdasarkan data pra penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM belum menerapkan SAK ETAP dalam sistem pencatatan dan pembukuan mereka. Hal ini sangat disayangkan mengingat perkembangan industri di Kabupaten Bogor dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang didominasi oleh usaha kecil dan menengah dibandingkan dengan usaha besar. Perkembangan industri di Kabupaten Bogor disajikan dalam Tabel I.1. Selain itu, Kabupaten Bogor juga sebagai penyumbang PDRB terbesar kedua setelah Kabupaten Bekasi terhadap

  PDRB Jawa Barat. 3 Melihat kondisi ini, apabila UMKM dikelola dan dikembangkan dengan baik tentunya akan dapat mewujudkan usaha menengah

  yang tangguh.

  Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kesiapan implementasi SAK ETAP pada UMKM dengan mengambil judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan

  Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK

  ETAP) pada UMKM di Wilayah Kabupaten Bogor”.

  Tabel I.1 Statistik Industri Kabupaten Bogor Tahun 2008-2012

  Industri Kecil Menengah

  Industri Menengah Besar

  Tahun

  Tenaga

  Nilai Investasi

  Tenaga

  Nilai Investasi

  (Rp Juta)

  Kerja

  (Rp Juta)

  ) Angka Revisi

  Sumber: Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, 2015

  Tabel I.2 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Bogor dan Sekitarnya Tahun 2014

  KabupatenKota

  PDRB (Rp Juta)

  Share ()

  Kab. Bekasi

  Kab. Bogor

  Kota Bogor

  Kota Bekasi

  Kota Depok

  Jawa Barat

  Sumber: BPS Kab. Bogor, 2015

B. Identifikasi Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

  1. Kurangnya kesadaran para pelaku UMKM terhadap pencatatan keuangan yang mengakibatkan tidak tersedianya informasi kondisi perusahaan;

  2. Sosialisasi pelatihan mempengaruhi pemahaman pelaku UMKM dalam hal pembukuanpencatatan akuntansi

  3. Sering dijumpai UMKM yang mengalami kegagalan dalam pengajuan kredit ke bank disebabkan tidak tersedianya informasi akuntansi dari pihak peminjam;

  4. Adanya peraturan yang mewajibkan usaha kecil (UMKM) untuk melakukan pembukuan;

  5. Sebuah usaha yang baru berdiri masih sangat lemah dan rentan oleh gangguan kecil baik itu dari faktor eksternal dan internal. Sehingga apabila tidak melakukan pembukuanpencatatan dengan baik.

  6. Bagi perusahaan perseorangan, biasanya perlakuan untuk memisahkan uang usaha dan uang pribadi masih sulit dilakukan sehingga kemungkinan akan terjadi ketidakjelasan pemakaian uang usaha.

C. Pembatasan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah agar pengkajian masalah dalam penelitian ini dapat lebih terfokus dan terarah. Karena keterbatasan yang dimiliki peneliti baik dalam hal kemampuan, dana, waktu dan tenaga maka Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah agar pengkajian masalah dalam penelitian ini dapat lebih terfokus dan terarah. Karena keterbatasan yang dimiliki peneliti baik dalam hal kemampuan, dana, waktu dan tenaga maka

D. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

  1. Apakah terdapat pengaruh persepsi pengusaha UMKM terhadap penerapan SAK ETAP?

  2. Apakah terdapat pengaruh umur usaha terhadap penerapan SAK ETAP?

  3. Apakah terdapat pengaruh sosialisasi dan pelatihan terhadap penerapan SAK ETAP?

E. Kegunaan Penelitian

  Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis terhadap berbagai pihak yang memiliki hubungan dengan penelitian ini. Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

  1. Kegunaan Teoritis

  a. Melalui penelitian ini, peneliti mencoba memberikan bukti pada variabel-variabel persepsi pengusaha, umur usaha, serta pelatihan dan sosialisasi akuntansi terhadap penerapan SAK ETAP pada UMKM.

  b. Bagi peneliti lain diharapkan dapat menambah wawasan serta referensi untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam yang berkaitan dengan SAK ETAP.

  2. Kegunaan Praktis

  a. Penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya pencatatan akutansi dan pembuatan laporan keuangan, membantu tersosialisasinya SAK ETAP, serta membantu mengetahui kendala yang dihadapi dalam menerapkan SAK ETAP.

  b. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui sejauh mana UMKM dalam menerapkan SAK ETAP dan mengetahui cara yang paling efektif dalam membantu implementasi SAK ETAP bagi UMKM.

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Deskripsi Konseptual

1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

  Secara umum, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan unit usaha yang dikelola oleh suatu kelompok masyarakat atau keluarga (Wahyudi, 2009). Selain itu, UMKM didefinisikan sebagai entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik tetapi yang mempublikasikan laporan keuangan untuk tujuan umum, meliputi entitas yang memiliki efek

  yang diperdagangkan di bursa efek (Price Waterhouse Coopers, 2009) 4 Definisi lain terkait usaha kecil dikemukakan oleh M. Tohar bahwa usaha

  kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil, dan memenuhi kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang (Tohar, 2001). Sedangkan Menurut Ina Primiana mendefinisikan usaha kecil adalah sebagai berikut (Primiana, 2009:11):

  1. Pengembangan empat kegiatan ekonomi utama (core business) yang menjadi motor penggerak pembangunan, yaitu agribisnis, industri manufaktur, sumber daya manusia (SDM), dan bisnis kelautan.

  2. Pengembangan kawasan andalan, untuk dapat mempercepat pemulihan perekonomian melalui pendekatan wilayah atau daerah, yaitu dengan

  4 Dikutip dari artikel “IFRS for SMEs: Pocket guide 2009” dalam http:www.pwc.comgxenservicesaudit-

  3. pemilihan wilayah atau daerah untuk mewadahi program prioritas dan pengembangan sektor-sektor dan potensi.

  4. Peningkatan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat.

  Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa UMKM merupakan usaha yang dikelola oleh perseorangan atau sekelompok masyarakat yang tidak memiliki akuntabilitas publik atau mempublikasikan laporan keuangannya dan memperdagangkan sahamnya di bursa efek.

a. Penggolongan UMKM berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008

  Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang ditetapkan pada tanggal 4 Juli 2008, bahwa definisi resmi yang tertuang pada pasal 1 ayat 1, usaha mikro adalah:

  “Usaha produktif milik orang perorangan danatau badan usaha

  perorangan yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih paling

  banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”

  Sedangkan pada UU yang sama dalam pasal 1 ayat 2 yang dimaksud dengan usaha kecil ialah:

  “Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). “

  Selain itu berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 pasal 1 ayat 3, usaha menengah diartikan sebagai:

  “Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).”

b. Penggolongan UMKM berdasarkan Badan Pusat Statistik Indonesia

  Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu untuk usaha kecil memiliki jumlah tenaga kerja lima sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang.

2. Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)

  Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas

  Publik (SAK ETAP) adalah standar akuntansi yang disusun sebagai acuan dan dimaksudkan untuk digunakan entitas tanpa akuntabilitas publik. Menurut buku SAK ETAP (2009:1) Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dimaksudkan untuk digunakan entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa akuntabilitas publik adalah entitas yang:

  a. Tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan a. Tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan

  

  Walaupun demikian, entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan dapat menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi mengizinkan penggunaan SAK ETAP. Entitas memiliki akuntabilitas publik signifikan jika:

  1. Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau

  2. Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan bank investasi.

  Entitas yang memiliki akuntabilitas public signifikan dapat menggunakan SAK ETAP jika otorits berwenang membuat regulasi mengizinkn penggunaan SAK ETAP, contohnya adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 1137DKBU tanggal 31 Desember 2009. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang terdaftar di bursa efek (listed company), bank, perusahaan asuransi, pialang, atau pedagang efek, entitas dana pension, perusahaan reksa dana, dan BUMN bukan merupakan entitas yang memakai SAK ETAP (Ahalik, 2015:17). Ini juga jelas

  mengandung makna bahwa entitas kecil dan menengah yang dimaksud oleh SAK ETAP adalah entitas kecil menengah non-listed atau entitas yang tidak masuk dalam bursa saham. Artinya ada dua standar akuntansi yang berbeda yang dijadikan acuan dalam penyusunan dan pelaporan keuangan. Ini berarti juga akan ada standar pengukuran dan pengungkapan yang berbeda dari masing-masing standar akuntansi tersebut. Di satu sisi ada SAK ETAP yang khusus ditujukan untuk entitas kecil menengah yang non-listed, di sisi lain ada SAK umum, dalam hal ini PSAK yang ditujukan untuk entitas lainnya, termasuk entitas kecil menengah jika entitas tersebut termasuk listed company. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh suatu entitas nantinya harus menyebutkan bahwa laporan keuangan tersebut telah dinyatakan sesuai dengan standar akuntansi yang digunakan, apakah SAK ETAP atau PSAK.

  a. Laporan Keuangan SAK ETAP

  Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK (2007:7), laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam berbagai cara misalnya laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.

1) Neraca

  Menurut Harahap (2009:107) neraca disebut juga laporan posisi keuangan perusahaan. Laporan ini menggambarkan posisi asset, kewajiban dan ekuitas pada saat tertentu.

  Neraca merupakan laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang posisi keuangan sebuah organisasi pada satu saat tertentu. (Samryn, 2011)

  Sedangkan menurut Kieso dan Weygandt dalam buku Intermediate Accounting (2010), yang dimaksud dengan neraca adalah sebagai berikut:

  “The balance sheet, sometimes referred to as the statement of financial position, reports the assets, liabilities, and stockholders’ equity of a business enterprise at a spesific date.”

  Berdasarkan SAK ETAP (IAI, 2009) itu sendiri neraca merupakan laporan keuangan yang menyajikan aset, kewajiban dan ekuitas suatu entitas pada suatu tanggak tertentu atau akhir periode pelaporan. Neraca minimal mencakup pos-pos : kas dan setara kas, piutang usaha dan piutang lainnya, persediaan, properti investasi, aset tetap, aset tidak berwujud, utang usaha dan utang lainnya, aset dan kewajiban pajak, kewajiban kewajiban diestimasi, ekuitas. Entitas menyajikan pos, judul dan sub jumlah lainnya dalam neraca jika penyajian seperti itu relevan dalam rangka pemahaman terhadap posisi keuangan entitas. SAK ETAP tidak menentukan format atau urutan terhadap pos-pos yang disajikan.

  Dari pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan neraca sebagai laporan yang menunjukan posisi keuangan perusahaan, yaitu aktiva, Dari pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan neraca sebagai laporan yang menunjukan posisi keuangan perusahaan, yaitu aktiva,

2) Laporan Laba Rugi

  Laporan laba rugi merupakan sebuah laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, beban, dan laba atau rugi yang diperoleh sebuah organisasi selama satu periode waktu tertentu. Misalnya, 1 bulanan, 3 bulanan, 6 bulanan, atau a tahun penuh. (Samryn, 2011)

  Menurut Munawir (2010:26), laporan laba rugi merupkan suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, beban, laba-rugi yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu.

  Menurut Kieso dan Weygandt dalam buku Intermediate Accounting (2010), yang dimaksud dengan laporan laba rugi adalah sebagai berikut:

  “The income statement, often called the statement of income or statement of earning is the report that measures the success of enterprise operations for a given period of time.”

  Laporan laba rugi memasukkan semua pos penghasilan dan beban yang diakui dalam suatu periode kecuali SAK ETAP (IAI, 2009: 23) menyaratkan lain. SAK ETAP mengatur perlakuan berbeda terhadap dampak koreksi atas kesalahan dan perubahan kebijakan akuntansi yang disajikan sebagai penyesuaian terhadap periode yang lalu dan bukan sebagai bagian dari laba atau rugi dalam periode terjadinya perubahan. Laporan laba rugi minimal mencakup pos-pos: pendapatan, beban Laporan laba rugi memasukkan semua pos penghasilan dan beban yang diakui dalam suatu periode kecuali SAK ETAP (IAI, 2009: 23) menyaratkan lain. SAK ETAP mengatur perlakuan berbeda terhadap dampak koreksi atas kesalahan dan perubahan kebijakan akuntansi yang disajikan sebagai penyesuaian terhadap periode yang lalu dan bukan sebagai bagian dari laba atau rugi dalam periode terjadinya perubahan. Laporan laba rugi minimal mencakup pos-pos: pendapatan, beban

  Dari pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa laporan laba rugi sebagai laporan kinerja yang mengungkapkan kesuksesan hasil operasi perusahaan pada suatu periode tertentu.

3) Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Laba Rugi dan Saldo Laba

  a) Laporan Perubahan Ekuitas

  Laporan perubahan ekuitas merupakan laporan keuangan yang menyajikan pengaruh laba rugi tahun berjalan serta penggunaannya, dan penambahan atau pengurangan modal pemilik (Samryn, 2011)

  Menurut Kieso dan Weygandt dalam buku Intermediate Accounting (2010), yang dimaksud dengan laporan perubahan ekuitas adalah sebagai berikut:

  “Statement of Owners’ Equity, often called statement of retained earning is the reports which reconciles the balance of retained earning account from the beginning to the end of period.”

  Laporan laba rugi menyajikan laba atau rugi entitas untuk periode, pos pendapatan dan beban yang diakui secara langsung dalam ekuitas untuk periode tersebut, pengaruh perubahan kebijakan akuntansi dan Laporan laba rugi menyajikan laba atau rugi entitas untuk periode, pos pendapatan dan beban yang diakui secara langsung dalam ekuitas untuk periode tersebut, pengaruh perubahan kebijakan akuntansi dan

  Dari pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan laporan perubahan ekuitas sebagai laporan yang menunjukkan rekonsiliasi saldo awal ekuitas hingga menunjukkan saldo akhir ekuitas. Rekonsiliasi tersebut berasal dari tambahan investasi, laba rugi usaha, dan pendistribusian hasil untuk pemilik (dividend atau drawing).

  b) Laporan Laba Rugi dan Saldo Laba

  Laporan laba rugi dan saldo laba menyajikan laba atau rugi entitas dan perubahan saldo laba untuk suatu periode pelaporan. Entitas menyajikan laporan laba rugi dan saldo laba menggantikan laporan laba rugi dan laporan perubahan ekuitas jika perubahan pada ekuitas hanya berasal dari laba atau rugi, pembayaran deviden, koreksi kesalahan periode lalu, dan perubahan kebijakan akuntansi (IAI, 2009: 27).

4) Laporan Arus Kas

  Menurut Kieso dan Weygandt dalam buku Intermediate Accounting (2010), yang dimaksud dengan laporan arus kas adalah : “The statement of cash flow therefore reports cash receipts, cash

  payments, and net change in cash resulting from operating, investing, and financing activities of an enterprise during a period, in format that reconciles the beginning and ending cash balance.”

  Entitas menyajikan laporan arus kas yang melaporkan arus kas untuk Entitas menyajikan laporan arus kas yang melaporkan arus kas untuk

  Dari pengertian di atas, penulis dapat mendefinisikan laporan arus kas sebagai laporan yang menyajikan penerimaan dan pengeluaran kas yang berasal dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.

  a) Pelaporan Arus Kas dari Aktivitas Operasi

  Arus kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan entitas. Oleh karena itu, arus kas tersebut pada umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa dan kondisi lain yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi. Entitas melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan metode tidak langsung. Dalam metode ini laba atau rugi neto disesuaikan dengan mengoreksi dampak dari transaksi non kas, penangguhan atau akrual dari penerimaan atau pembayaran kas untuk operasi dimasa lalu dan masa depan, dan unsur penghasilan atau beban yang berkaitan dengan arus kas investasi atau pendanaan. (IAI, 2009:30)

  b) Pelaporan Arus Kas dari Aktivitas Investasi dan Pendanaan

  Entitas melaporkan secara terpisah kelompok utama penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto yang berasal dari aktvitas investasi dan pendanaan. Jumlah agregat arus kas yang berasal dari akuisisi dan pelepasan entitas anak atau unit usaha lain disajikan secara terpisah dan diklasifikasikan sebagai arus kas dari aktivitas operasi (IAI, 2009: 31)

5) Catatan Atas Laporan Keuangan

  Laporan keuangan yang lengkap biasanya memuat catatan atas laporan keuangan yang menjelaskan tentang gambaran umum perusahaan, kebijakan akuntansi perusahaan, serta penjelasan atas pos-pos signifikan dari laporan keuangan perusahaan. (Samryn, 2011)

  Menurut Kieso dan Weygandt dalam buku Intermediate Accounting (2010), yang dimaksud dengan catatan atas laporan keuangan adalah :

  “Notes to Financial Statement are the accontants’ means of amplifying or explaining the items presented in the main body of the statements (balance sheet, income statement, statement of owners’ equity, and statement of cashflow).”

  Catatan atas laporan keuangan berisi informasi sebagai tambahan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan naratif atau rincian jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan dan informasi pos-pos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan (IAI, 2009: 34).

b. Tujuan Laporan Keuangan

  Dalam SAK ETAP Bab 2 paragraf 1 sendiri disebutkan bahwa:

  “Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi posisi keuangan, kinerja keuangan dan laporan arus kas suatu badan usaha yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh siapapun yang tidak dalam posisi dapat meminta laporan keuangan khusus untuk memenuhi kebutuhan infromasi tertentu.”

  Menurut IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) dalam PSAK No. 01 (Revisi 2009:7), yang dimaksud laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan Menurut IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) dalam PSAK No. 01 (Revisi 2009:7), yang dimaksud laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan

  Berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK), paragraf 12 dijelaskan bahwa tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

  Yanto, Yakub, dan Hoesada (2009) menyimpulkan bahwa SAK ETAP diharapkan dapat memberi solusi bagi debitur perbankan dan memberi jalan keluar bagi UMKM (entitas yang tidak punya akuntabilitas pubik) yang walaupun feasible namun selama ini dianggap tidak bankable karena tak mempunyai agunan memadai.

  SAK ETAP menawarkan kemudahan dalam hal penyederhanaan pembuatan dan penyajian laporan keuangan bagi pelaku UMKM dibandingkan dengan acuan yang jauh lebih kompleks dalam PSAK, standar akuntansi yang ditawarkan pun disesuaikan dengan lingkup dan jenis transaksi UMKM. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pelaku UMKM dapat lebih mudah menyajikan laporan keuangan yang akurat dan SAK ETAP menawarkan kemudahan dalam hal penyederhanaan pembuatan dan penyajian laporan keuangan bagi pelaku UMKM dibandingkan dengan acuan yang jauh lebih kompleks dalam PSAK, standar akuntansi yang ditawarkan pun disesuaikan dengan lingkup dan jenis transaksi UMKM. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pelaku UMKM dapat lebih mudah menyajikan laporan keuangan yang akurat dan

c. Karakteristik Kualitatif Informasi dalam Laporan Keuangan SAK ETAP

  Karakteristik Kualitatif Informasi dalam Laporan Keuangan berdasarkan SAK ETAP (IAI, 2009 )

  1) Dapat dipahami

  6) Pertimbangan Sehat

  8) Dapat Dibandingkan

  4) Keandalan

  9) Tepat Waktu

  5) Substansi

  10) Keseimbangan antara

  Mengungguli bentuk

  Biaya dan Manfaat

d. Penyajian Laporan Keuangan SAK ETAP

  SAK ETAP menjelaskan penyajian laporan keuangan secara wajar kedalam sub bagian, sebagai berikut (IAI, 2009):

a. Penyajian Wajar

  Penyajian wajar mensyaratkan penyajian jujur atas pengaruh transaksi, peristiwa dan kondisi lain yang sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, kewajiban, penghasilan dan beban.

b. Kepatuhan Terhadap SAK ETAP

  Entitas yang laporan keuangannya mematuhi SAK ETAP harus membuat pernyataan eksplisit dan secara penuh (explicit and unreserved statement) atas kepatuhan tersebut dalam catatan atas Entitas yang laporan keuangannya mematuhi SAK ETAP harus membuat pernyataan eksplisit dan secara penuh (explicit and unreserved statement) atas kepatuhan tersebut dalam catatan atas

c. Kelangsungan usaha

  Pada saat menyusun laporan keuangan, manajemen entitas yang menggunakan SAK ETAP membuat penilaian atas kemampuan entitas melanjutkan kelangsungan usahanya.

d. Frekuensi Pelaporan

  Entitas menyajikan secara lengkap laporan keuangan, termasuk infromasi komparatif minimum satu tahun sekali.

e. Penyajian yang Konsisten

  Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus konsisten kecuali jika terjadi perubahan yang signifikan atas sifat operasi entitas.

f. Informasi Komparatif

  Informasi harus diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya kecuali dinyatakan lain oleh SAK ETAP.

g. Materialitas dan Agregasi

  Pos-pos yang material disajikan secara terpisah dalam laporan keuangan sedangkan yang tidak material digabungkan dengan jumlah yang memiliki sifat atau fungsi yang sejenis

h. Laporan Keuangan Lengkap

  Laporan keuangan entitas meliputi :

  a) Neraca

  b) Laporan laba rugi b) Laporan laba rugi

  i. Seluruh perubahan dalam ekuitas, atau

  ii. Perubahan ekuitas selain perubahan yang timbul dari transaksi dengan pengusaha dalam kapasitasnya sebagai pengusaha;

  d) Laporan arus kas

  e) Catatan atas laporan keuangan yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan dan informasi penjelasan lainnya.

9) Identifikasi Laporan Keuangan

  Identifikasi semua komponen secara jelas dan jika laporan keuangan merupakan komponen dari laporan lain, maka laporan keuangan harus dibedakan dari informasi lain dalam laporan tersebut.

  e. Perbedaan SAK umum dan SAK ETAP

  Terdapat beberapa perbedaan di antara kedua standar tersebut yang mana, dalam beberapa hal, SAK ETAP memberikan banyak kemudahan bagi perusahaan dibandingkan dengan PSAK yang memiliki ketentuan pelaporan yang lebih kompleks (www.iaiglobal.or.id, diakses tanggal 27 September 2016).

  Perbedaan pertama yaitu segi pengguna standar akuntansinya. Dalam buku SAK ETAP (IAI, 2009), dijelaskan bahwa standar ini dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik yang merupakan entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna eksternal. Adapun bagi entitas yang melakukan pencatatan akuntansi dan menyajikan laporan keuangan Perbedaan pertama yaitu segi pengguna standar akuntansinya. Dalam buku SAK ETAP (IAI, 2009), dijelaskan bahwa standar ini dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik yang merupakan entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna eksternal. Adapun bagi entitas yang melakukan pencatatan akuntansi dan menyajikan laporan keuangan

  

  Perbedaan kedua dapat dilihat dari jumlah standar, format laporan keuangan, dan tingkat kerumitan. SAK ETAP merupakan acuan dan aturan yang lebih pendek, singkat, dan ringkas dibandingkan PSAK, yang apabila dibandingkan secara kasat mata hal ini dapat dilihat dari ketebalan buku SAK ETAP yang hanya sekitar seratus halaman dengan menyajikan 30 bab. Sementara Standar Akuntansi Keuangan Indonesia revisi tahun 2009 sendiri terdiri dari 59 PSAK bagi perlakuan akuntansi yang berbeda-beda. Bertujuan untuk meringankan proses pencatatan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan, SAK ETAP dibuat secara lebih jauh sederhana dengan dihapuskannya beberapa pos-pos akuntansi yang seharusnya ada dalam laporan keuangan berdasarkan PSAK. Selain itu, standar bagi transaksi-transaksi yang sekiranya tidak timbul dalam perusahaan dengan skala usaha kecil dan menengah juga dihapuskan.

  Selain itu terdapat perbedaan lebih lanjut mengenai perbandingan PSAK dengan SAK ETAP dalam beberapa perlakuan akuntansi dapat dilihat dalam lampiran 2, halaman 124.

3. Technology Acceptance Model (TAM)

  Beberapa model penelitian telah dilakukan untuk menganalisis dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer, diantaranya yang tercatat dalam berbagai literatur dan

  referensi hasil riset di bidang teknologi informasi adalah seperti Theory of Reasoned Action (TRA), Theory of Planed Behaviour (TPB), dan TAM yang dikembangkan oleh Davis et al dalam Jogiyanto (2007) merupakan salah satu model penelitian yang banyak digunakan dalam penelitian teknologi informasi, karena model penelitian ini lebih sederhana dan mudah diterapkan. TAM merupakan pengembangan TRA dan memprediksi penerimaan pengguna terhadap teknologi. TAM percaya bahwa penggunaan sistem informasi dapat meningkatkan kinerja seseorang atau organisasi, serta mempermudah pemakainya dalam menyelesaikan pekerjaan (Dasgupta, 2002). Menurut Davis dalam Jogiyanto (2007) TAM adalah sebuah teori yang dirancang untuk menjelaskan bagaimana pengguna mengerti dan menggunakan sebuah teknologi informasi. TAM menggunakan TRA dari Fishbein dan Ajzen yang digunakan untuk melihat bagaimana tingkat adopsi responden dalam menerima teknologi informasi. Menurut Davis (1989) seperti yang dikutip oleh Wijaya (2005:39), tujuan utama TAM adalah untuk memberikan dasar untuk penelusuran pengaruh faktor eksternal terhadap kepercayaan, sikap, dan tujuan pengguna. TAM menganggap bahwa 2 keyakinan individual, yaitu persepsi manfaat (perceived usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan (perceived easy of use), adalah pengaruh utama untuk perilaku penerimaan komputer.

  Wijaya (2005:39) menyatakan bahwa TAM mendeskripsikan terdapat dua faktor yang secara dominan mempengaruhi integrasi teknologi. Faktor pertama adalah persepsi pengguna terhadap manfaat teknologi. Sedangkan

  faktor kedua adalah persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan teknologi. Kedua faktor tersebut mempengaruhi kemauan untuk memanfaatkan teknologi. Selanjutnya kemauan untuk memanfaatkan teknologi akan mempengaruhi penggunaan teknologi yang sesungguhnya. Pada umumnya penguna teknologi akan memiliki persepsi positif terhadap teknologi yang disediakan. Persepsi negatif akan muncul sebagai dampak dari penggunaan teknologi tersebut. Artinya persepsi negatif berkembang setelah pengguna pernah mencoba teknologi tersebut atau pengguna berpengalaman buruk terhadap penggunaan teknologi tersebut. Sehingga model TAM dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan upaya-upaya yang diperlukan untuk mendorong kemauan menggunakan teknologi.

  Menurut Jogiyanto (2007), persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) terhadap sebuah informasi menunjukkan sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suastu informasi tertentu dengan mudah, bebas atau tidak diperlukan usaha apapun. Sedangkan kegunaan adalah nilai fungsi dari suatu benda atau informasi yang dapat membantu memudahkan, memperingan, dan mempunyai makna atau arti dari hal tersebut (Rahmat, 2003:85)

  Minat penggunaan system atau teknologi berhubungan dengan cara perusahaan merencanakan dan mengatur sistem informasi dalam mencapai manfaat potensial dan efektif (Croteau dan Bergeron, 1992). Sistem informasi diterapkan sesuai dengan strategi bisnis. Oleh karenanya, perusahaan dapat mengadopsi berbagai tipe penggunaan sistem tergantung pada strategi