Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Perilaku Kerja dan Kinerja Pegawai Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Ngurah Rai.

(1)

i

TESIS

PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP

PERILAKU KERJA DAN KINERJA PEGAWAI

KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS NGURAH RAI

JERRY RISNANDAR NIM : 1190661052

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP

PERILAKU KERJA DAN KINERJA PEGAWAI

KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS NGURAH RAI

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Manajemen

Program Pascasarjana Universitas Udayana

JERRY RISNANDAR NIM : 1190661052

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

iii

Lembar Pengesahan

Tesis Ini Telah Disetujui Tanggal 2 Maret 2016

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Prof. Dr. I Made Wardana. SE., M.Si NIP. 19550801 198103 1031

Dr. I Gede Riana, SE., MM NIP. 19631127 198601 1001

Mengetahui,

Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Ketua Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001

Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE.,M.Si NIP. 19590801 198601 2 001


(4)

iv

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 6 Januari 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 3187/UN14.4/HK/2015, Tanggal 15 September 2015

Ketua : Prof. Dr. I Made Wardana. SE., M.Si Anggota :

1. Dr. I Gede Riana, SE., MM

2. Prof. Dr.Wayan Gede Supartha SE., SU

3. Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE., M.Si


(5)

v

SURAT PERSYARATAN BEBAS PLAGIAT

NAMA : Jerry Risnandar

NIM : 1190661052

PROGRAM STUDI : Magister Manajemen

JUDUL TESIS : PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP

PERILAKU KERJA DAN KINERJA PEGAWAI KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS NGURAH RAI

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No 17 tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Januari 2016


(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I Made Wardana. SE., M.Si. sebagai pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran selama penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Dr. I Gede Riana, SE., MM. sebagai pembimbing pendamping yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan semangat, bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD., Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K), dan Dr. Nyoman Mahaendrayasa, SE., M.Si sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sebagai mahasiswa selama mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister pada Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE., M.Si sebagai Ketua Program MM Universitas Udayana dan penguji, serta kepada para penguji tesis lainnya, yaitu Prof. Dr.Wayan Gede Supartha SE., SU dan Dr. Gde Adnyana Sudibia. SE. Mkes,. Ak. yang telah memberikan masukan, saran, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud.

Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada ayah (alm.) Surya P. Saktinegara dan bunda Hj. Maulida yang telah mengasuh dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, Akhirnya penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada istriku tercinta, Yuningsih Yusuf, dan anak-anakku tersayang, Faisal Rahman dan Annisa Kamilia


(7)

vii

yang telah memberikan waktu dan kesempatan bagi penulis untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini serta kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, Januari 2016 Penulis


(8)

viii

ABSTRAK

Pemimpin organisasi haruslah mempelajari dan memahami perilaku bawahannya dan mendorongnya untuk pencapaian tujuan organisasi secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pimpinan terhadap perilaku kerja dan kinerja pegawai serta menganalisis pengaruh perilaku kerja terhadap kinerja pegawai.

Penelitian ini menggunakan 92 responden dari 344 pegawai di Kantor

Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai. Data dikumpulkan dengan menyebarkan

kuesioner kepada para responden. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan

menggunakan Partial Least Square (PLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kerja, perilaku kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja pegawai. Implikasi penelitian ini menekankan pada peran penting pimpinan dalam memperbaiki perilaku kerja pegawai. Kinerja pegawai akan meningkat apabila pimpinan memiliki integritas dan mampu menjalankan visi misi organisasi sehingga pegawai lebih bergairah dalam melaksanakan pekerjaan.


(9)

ix

ABSTRACT

Leaders of the organization must learn and understand the behavior of subordinates and pushed to the achievement of organizational goals effectively. This study aimed to analyze the influence of leadership on work behavior and performance of employees and to analyze the effect of the work on the performance of the employee's behavior.

This study uses 92 respondents from 344 employees in Kantor Imigrasi

Kelas I Khusus Ngurah Rai. Data was collected by distributing questionnaires to

the respondents. The collected data were analyzed by using Partial Least Square. The research showed that leadership is a significant positive effect on work behavior, work behavior is positive influence on employee performance. The study also showed that leadership is not significant positive effect on employee performance. The implications of this study emphasize the important role of leadership in improving employee behavior. The performance of employees will be increased if the leadership has integrity and is able to carry out the vision and mission organization so employees are more passionate in carrying out the work.


(10)

x

DAFTAR ISI SAMPUL DEPAN

PERSYARATAN GELAR i

LEMBAR PENGESAHAN iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv

PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS v

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 13

1.3 Tujuan Penelitian 14

1.4 Manfaat Penelitian 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan 15

2.1.1 Peran Kepemimpinan 17

2.1.2 Pendekatan Teori Kepemimpinan 20

2.1.3 Indikator Kepemimpinan. 25

2.2 Perilaku Kerja 26

2.2.1 Faktor Pembentuk Perilaku Kerja 29

2.2.2 Indikator Perilaku Kerja 30

2.3 Kinerja Pegawai 31

2.3.1 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai 33

2.3.2 Tujuan Penilaian Kinerja 34

2.3.3 Indikator Pengukuran Kinerja 35

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir dan Konseptual Penelitian 38

3.2 Hipotesis Penelitian 42

3.2.1 Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai 42

3.2.2 Hubungan Kepemimpinan dengan Perilaku Kerja 44


(11)

xi

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian 47

4.1.1 Rancangan Penelitian 47

4.1.2 Ruang Lingkup Penelitian 47

4.2 Variabel Penelitian 47

4.2.1 Identifikasi Variabel 47

4.2.2 Definisi Operasional Variabel 48

4.3 Pengumpulan Data 51

4.3.1 Jenis dan Sumber Data 51

4.3.2 Metode Pengumpulan Data 52

4.3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian 52

4.4 Instrumen Penelitian 54

4.5 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen 55

4.5.1 Uji Validitas 55

4.5.2 Uji Reliabilitas 56

4.6 Metode Analisis Data 57

4.6.1 Analisis Deskriptif 57

4.6.2 Analisis Inferensial 57

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai

62

5.1.1 Sejarah Singkat 62

5.1.2 Visi, Misi, Motto dan Janji Layanan 64

5.1.3 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai 65

5.2 Karakteristik Responden 65

5.3 Deskripsi Variabel Penelitian 67

5.3.1 Deskripsi Variabel Kepemimpinan 69

5.3.2 Deskripsi Variabel Perilaku Kerja 71

5.3.3 Deskripsi Variabel Kinerja Pegawai 72

5.4 Analisis Partial Least Square (PLS) 74

5.4.1 Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model) 75

5.4.2 Goodness of Fit Model 77

5.5 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian 78

5.5.1 Hipotesis 1: Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Perilaku Kerja 79

5.5.2 Hipotesis 2: Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai 79

5.5.3 Hipotesis 3 : Pengaruh Perilaku Kerja Terhadap Kinerja Pegawai 80

5.6 Pembahasan Hasil Penelitian 80

5.6.1 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Perilaku Kerja 80

5.6.2 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai 81


(12)

xii

5.7 Implikasi Penelitian 84

BAB. VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan 86

6.2 Saran - Saran 86

DAFTAR PUSTAKA 88


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

No. Nama Tabel Halm.

1.1 Jumlah WNA dan WNI yang bepergian dari beberapa bandara

di Indonesia

5

1.2 Jumlah WNA Pemegang Izin Tinggal di Kantor Imigrasi Kelas I

Khusus Ngurah Rai

6

4.1 Jumlah Karyawan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai 53

4.2 Jumlah Sampel Penelitian 54

4.3 Pengembangan Diagram Alur Penelitian 59

5.1 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai 65

5.2 Karakteristik Responden 66

5.2 Deskripsi Kepemimpinan 69

5.3 Deskripsi Perilaku Kerja 71

5.4 Deskripsi Kinerja Pegawai 73

5.5 Hasil Uji Composite Reliability 76

5.6 Hasil Uji Convergen Validity 76

5.7 Nilai R2 Variabel Endogen 77


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halm.

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian 41

4.1 Diagram Alur Model Penelitian 58

5.1 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai 65


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No Nama Lampiran Halm.

1 Kuesioner Penelitian 93

2 Validitas dan Reliabilitas 97

3 Distribusi Frekuensi 105


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Memasuki milenium ketiga, yang ditandai dengan bergulirnya globalisasi di seluruh sektor kehidupan masyarakat dunia dan berkembangnya teknologi di bidang informasi dan komunikasi yang menembus batas wilayah kenegaraan, aspek hubungan kemanusiaan yang selama ini bersifat nasional berkembang menjadi bersifat internasional. Hal tersebut juga mendorong meningkatnya mobilitas penduduk dunia yang menimbulkan berbagai dampak dan pengaruh, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan.

Menurut Santoso (2004) sungguh penting memahami pengaruh gejala perkembangan dunia, yaitu globalisasi, liberalisasi, dan interdependensi, yang mulai menandai tiap-tiap hubungan antar negara. Pengaruh gejala tersebut akan semakin jelas terlihat ketika arus barang, jasa, modal, teknologi, dan informasi, bahkan perpindahan penduduk menunjukkan peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu baik secara kuantitatif ataupun kualitatif.

Secara faktual harus diakui bahwa peningkatan arus lalu lintas orang, barang, dan jasa dari dan ke wilayah Indonesia dapat mendorong dan memacu pertumbuhan ekonomi serta proses modernisasi masyarakat. Peningkatan arus orang asing ke wilayah Indonesia tentunya akan berdampak kepada peningkatan penerimaan uang kepada rakyat Indonesia. Meningkatnya investasi dan aktivitas perdagangan juga akan meningkatkan devisa negara. Begitu pula dengan


(17)

2

peningkatan arus orang Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar wilayah

untuk keperluan bekerja akan menghasilkan dana berupa remittance. Hal-hal

tersebut akan memacu pertumbuhan ekonomi nasional.

Menurut Santoso (2004) peningkatan arus lalu lintas barang, jasa, modal, informasi dan orang juga dapat mengandung pengaruh yang negatif seperti: 1). dominasi perekonomian nasional oleh perusahaan transnasional yang bergabung dengan perusahaan Indonesia (melalui Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, pembelian saham atau kontrak lisensi); dan 2). munculnya

Transnational Organized Crimes (TOC) mulai dari perdagangan wanita dan anak-anak, pencucian uang, narkotika, dan obat terlarang, imigran gelap, sampai terorisme.

Dampak negatif ini akan semakin meluas ke pola tatanan sosial budaya nasional yang dapat berpengaruh pada aspek pemeliharaan keamanan dan ketahanan nasional secara makro. Untuk meminimalisir dampak negatif yang timbul akibat dinamika mobilitas manusia yang masuk dan keluar wilayah Indonesia, Imigrasi Indonesia harus memiliki peranan yang semakin besar. Penetapan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif (selective policy) membuat imigrasi Indonesia memiliki landasan operasional dalam menolak atau mengizinkan orang asing, dari mulai masuk, keberadaan serta kegiatannya di Indonesia.

Selective policy selain untuk mengatur masuknya Orang Asing ke wilayah Indonesia, juga memastikan bahwa Orang Asing yang memperoleh Izin Tinggal di wilayah Indonesia harus sesuai dengan maksud dan tujuannya berada di


(18)

3

Indonesia. Berdasarkan kebijakan dimaksud serta dalam rangka melindungi kepentingan nasional, hanya Orang Asing yang memberikan manfaat serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum yang diperbolehkan masuk dan berada di wilayah Indonesia. Dengan demikian, tugas dan fungsi institusi imigrasi sangat penting dalam tatanan kehidupan kenegaraan.

Secara operasional, peranan Imigrasi di Indonesia selalu mengandung tiga fungsi, yaitu : 1). Fungsi pelayanan masyarakat, yang dapat dilihat dalam proses pemberian paspor RI dan pemberian visa; 2). Fungsi penegakan hukum dan keamanan, dapat dilihat dalam pemberian izin masuk dan keluar bagi Orang Asing yang dianggap tidak membahayakan bagi pertahanan dan keamanan Indonesia, serta melakukan tindakan hukum bagi Orang Asing yang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan perizinannya; 3). Fungsi fasilitator pembangunan ekonomi, yang dapat dilihat dari penyederhanaan prosedur keimigrasian bagi para investor asing yang akan menanam modalnya di Indonesia, antara lain kemudahan pemberian Izin Tinggal Tetap (ITAP) bagi para penanam modal yang telah memenuhi syarat tertentu. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta iklim investasi yang menyenangkan dan menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Keimigrasian di bawah Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali, memiliki tugas pokok dan fungsi keimigrasian di wilayah kerja yang terdiri dari 3 (tiga) kecamatan, yaitu


(19)

4

Kecamatan Kuta, Kecamatan Kuta Utara dan Kecamatan Kuta Selatan, di Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

Seperti diketahui bahwa Bali merupakan salah satu tujuan wisata favorit tidak saja di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Sebagai daerah tujuan wisata, Bali secara konsisten menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor andalan, dan secara nasional Bali merupakan barometer bagi kemajuan pariwisata Indonesia. Di tengah-tengah situasi persaingan dunia pariwisata yang semakin ketat, Bali diharapkan tetap dapat mempertahankan posisinya sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia dan dunia. Alam yang indah dan budaya Bali yang khas dan sarat akan kegiatan spiritual, membawa masyarakat senantiasa berkreasi dengan menuangkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga memberikan nuansa yang berbeda dari destinasi wisata lainnya.

Bali telah diakui sebagai salah satu destinasi utama bagi wisatawan internasional, hal tersebut sekaligus merupakan tantangan untuk mempertahankan citra pariwisata Bali di mata internasional agar mampu bersaing di pasar global yang cenderung mendekati pasar persaingan sempurna yang memungkinkan bagi suatu daerah atau negara lain untuk menawarkan produk serupa dengan produk pariwisata Bali. Perkembangan pariwisata dunia yang terus bergerak dinamis serta kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata dalam berbagi pola yang berbeda merupakan peluang sekaligus tantangan bagi kepariwisataan Bali.


(20)

5

Bandar Udara (Bandara) Internasional Ngurah Rai yang termasuk wilayah kerja Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, saat ini adalah salah satu bandara internasional yang terpenting dan tersibuk di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel. 1.1. Jumlah WNA dan WNI yang bepergian dari beberapa bandara di Indonesia Tahun 2012 - 2014

Sumber : Pusat Data Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi, Maret 2015

Tabel 1.1, di atas menginformasikan bahwa Bandara Internasional Ngurah Rai adalah bandara yang paling banyak dilalui oleh orang asing untuk keluar masuk wilayah Indonesia, oleh sebab itu Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai memiliki peran yang sangat strategis bagi provinsi Bali.

Petugas Imigrasi yang bertugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) baik di bandar udara, pelabuhan dan pos lintas batas adalah petugas negara terdepan dalam hal pencitraan bangsa, hal tersebut dikarenakan petugas imigrasi merupakan ujung tombak dalam pelayanan kepada setiap orang, baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) yang masuk

TABEL 1.1. Kewarganegaraan, Tipe Perlintasan

Total

WNA WNI

Tahun TPI Keberangkatan Kedatangan Total Keberangkatan Kedatangan Total

2012

Bandara Soekarno-Hatta 2.267.910 2.222.830 4.490.740 3.730.297 3.714.773 7.445.070 11.935.810

Bandara Ngurah Rai 2.781.303 2.773.632 5.554.935 206.707 191.654 398.361 5.953.296

Bandara Polonia 194.133 200.028 394.161 557.208 433.907 991.115 1.385.276 Bandara Juanda 148.938 99.367 248.305 455.064 478.429 983.493 1.231.798

2013

Bandara Soekarno-Hatta 2,490,342 2,350,192 4,840,534 4,036,800 3,851,629 7,888,429 12,728,963

Bandara Ngurah Rai 3,055,078 3,044,457 6,099,535 240,069 215,778 455,847 6,555,382

Bandara Polonia 214,266 235,443 449,709 650,350 523,593 1,173,943 1,623,652 Bandara Juanda 166,638 168,898 335,536 523,171 595,100 1,118,271 1,453,807

2014 Bandara Soekarno-Hatta 2.591.521 2.416.274 5.007.795 3.700.344 3.577.620 7,277.964 12.285.759

Bandara Ngurah Rai 3.679.838 3.589.960 7.269.798 267.369 238.901 506.270 7.776.068

Bandara Polonia 2.26010 239.232 465.242 663.065 625.153 1.288.219 1.753.461 Bandara Juanda 164.573 175.550 340.123 508.241 560.357 1.068.598 1.408.721


(21)

6

maupun keluar wilayah Indonesia, sehingga apabila pelayanan keimigrasian buruk maka sedikit banyak akan mencoreng nama baik Indonesia di mata dunia internasional dan dapat berdampak negatif bagi sektor pariwisata dan ekonomi nasional.

Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, keimigrasian adalah hal ikhwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara. Hal tersebut berarti peranan Imigrasi dalam hal ini Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, selain memiliki tugas di bidang lalu lintas orang keluar masuk Indonesia melalui Bandara Internasional Ngurah Rai juga memiliki tugas di bidang pengawasan atas keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Bali, khususnya di 3 (tiga) kecamatan, yaitu Kecamatan Kuta Utara, Kuta dan Kuta Selatan.

Jumlah orang asing di Bali, terutama di wilayah Kabupaten Badung sangat banyak. Selain sebagai turis, ada juga yang beraktivitas dan bekerja memegang Izin Tinggal sesuai dengan maksud dan tujuan keberadaannya di Bali. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.2

Jumlah WNA Pemegang Izin Tinggal di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai

No. Jenis Izin Tinggal 2011 2012 2013 2014

1. Izin Tinggal Terbatas (ITAS) 4.474 4.709 6.441 9097 2. Izin Tinggal Tetap (ITAP) 302 399 476 625


(22)

7

Keberadaan dan kegiatan orang asing di Bali diakui memang memiliki banyak dampak positif bagi perekonomian masyarakat, namun di sisi lain juga membawa beberapa dampak negatif. Terdapat beberapa kasus aktivitas-aktivitas ilegal yang modusnya semakin lama semakin bervariasi, antara lain :

1) Penyalahgunaan izin tinggal. Izin tinggal adalah izin yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi atau pejabat dinas luar negeri kepada orang asing untuk berada di wilayah Indonesia, namun pada kenyataannya seringkali terdapat orang asing yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggalnya tersebut, misalnya seorang pemegang Izin Tinggal Kunjungan (ITK) Wisata ternyata bekerja di salah satu perusahaan di Bali;

2) Memiliki aset secara ilegal. Berdasarkan UU No. 5/1960 tentang

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, orang asing tidak memiliki hak atas kepemilikan tanah maupun bangunan di wilayah Indonesia, orang asing hanya memiliki hak sewa atau hak pakai tanah dan bangunan.

3) Memiliki dan mengelola usaha secara ilegal. Indonesia terbuka terhadap

investasi pihak asing, namun ada peraturan yang harus diikuti oleh orang asing apabila ingin membuka dan menjalankan usaha di Indonesia, yaitu harus resmi tercatat sebagai investor melalui Penanaman Modal Asing (PMA) dan mengalirkan dana investasi dalam jumlah tertentu ke Bali, namun pada kenyataannya terdapat orang asing dengan modal sangat minim dengan modus bekerja paruh waktu, mengumpulkan uang, kemudian membuat usaha di Bali;


(23)

8

4) Berada di Indonesia melebihi dari batas waktu Izin Tinggal yang diberikan. Keberadaan Orang Asing di Indonesia dibatasi oleh waktu izin tingal yang diberikan sesuai dengan maksud dan tujuan kedatangannya ke Indonesia, namun dalam kenyataannya banyak Orang Asing yang berada di wilayah Indonesia melebihi izin tinggalnya.

Hal-hal tersebut merupakan sebagian tantangan yang harus dihadapi oleh pegawai imigrasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai sebagai bagian dari aparat pemerintah di sektor pelayanan publik dan penegakan hukum.

Seiring dengan tuntutan masyarakat agar tercipta penyelenggaraan

pemerintahan yang baik (good governance), peningkatan kinerja dan kualitas

pelayanan merupakan salah satu isu yang sangat krusial baik dalam sektor publik maupun sektor privat. Hal tersebut terjadi karena di satu sisi tuntutan masyarakat terhadap kinerja dan kualitas pelayanan dari tahun ke tahun semakin besar, namun praktek penyelenggaraan pelayanan terhadap masyarakat belum mengalami perbaikan yang signifikan. Demikian halnya dengan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai sebagai salah satu lembaga publik di Bali, tidak terlepas dari isu tersebut. Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai memiliki kewajiban dan perlu melaksanakan berbagai langkah strategis untuk mewujudkan serta meningkatkan kepuasan publik melalui kinerja dan pelayanan keimigrasian yang transparan, akuntabel dan responsif terhadap keluhan masyarakat.

Tujuan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai untuk senantiasa meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan terhadap masyarakat ternyata dirasakan masih belum maksimal, hal tersebut dapat terlihat dari masih adanya


(24)

9

keluhan masyarakat dan pemberitaan baik cetak maupun elektronik terhadap pelayanan dan kinerja Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, antara lain: 1) Pada artikel www.bisnisbali.com yang berjudul “Gaet Wisatawan, Imigrasi

harus Hentikan Pungli” (3 Desember 2013) Anggota BPPI, menyatakan bahwa adanya wisatawan Cina dan Belanda yang mengeluh tentang indikasi pungli di imigrasi dan bea cukai Bandara Ngurah Rai Bali.

2) Pada acara Bali Terkini yang disiarkan langsung oleh Radio Global 96,5 FM Jumat, 7 Maret 2014, dinyatakan bahwa adanya tindakan oknum pegawai imigrasi yang meminta imbalan untuk memperlancar pengurusan surat-surat. 3)Pada artikel di www.kompas.com yang berjudul “Lagi, Gubernur Pastika Bikin

Video Petugas Nakal di Imigrasi” (27 November 2014), yang berisi pernyataan Gubernur Bali Made Mangku Pastika bahwa banyak keluhan wisatawan asing atas kinerja dan layanan petugas imigrasi bandara Ngurah Rai, terutama soal pemeriksaan dokumen warga negara asing yang tiba di bandara.

4)Artikel di www.kompas.com tanggal 22 September 2015 yang berjudul “Palak

Turis di Bandara, Dua Petugas Imigrasi Ditetapkan sebagai Tersangka.”

Beberapa hal tersebut membuat masyarakat secara tidak langsung memiliki stigma negatif terhadap kinerja dan pelayanan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, walaupun sebenarnya tanpa masyarakat mengetahui mengenai berita tersebut, masalah yang terjadi seperti di atas memang sudah menjadi pembahasan publik. Sehingga jajaran pimpinan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai sangat perlu senantiasa melakukan pembenahan guna meningkatkan kualitas pelayanan keimigrasian. Perlu adanya komitmen dari


(25)

10

pimpinan, sanksi serta aturan yang tegas untuk menindaklanjuti penyalahgunaan wewenang yang seringkali dilakukan oleh oknum pegawai sebagai penyelenggara pelayanan publik.

Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan sehingga sesuai harapan masyarakat, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai perlu didukung oleh sumber daya manusia yang handal, memiliki integritas tinggi, ramah dan profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif dan efesien. Menurut Armstrong (2007), sumber daya organisasi sebagai faktor yang sangat substansial dalam mencapai kemajuan suatu organisasi, secara garis besar dapat

dibedakan ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu sumber daya manusia (human

resources) dan sumber daya non-manusia (non-human resources). Kedua kategori sumber daya tersebut sama pentingnya, akan tetapi sumber daya manusia merupakan faktor dominan. Organisasi yang memiliki tujuan yang bagus, dilengkapi fasilitas, sarana dan prasarana yang canggih, namun apabila tanpa sumber daya manusia yang baik, maka kemungkinan besar tujuan organisasi sulit tercapai. Sumber daya manusia dipahami sebagai kekuatan yang bersumber pada potensi manusia yang ada dalam organisasi, dan merupakan modal dasar organisasi untuk melakukan aktivitas dalam mencapai tujuan.

Keberhasilan organisasi tentu tidak terlepas dari peran pimpinannya, untuk mencapai tujuan organisasi tersebut pimpinan organisasi dituntut untuk dapat mempengaruhi orang lain, yaitu para pegawai yang menjadi bawahannya dan mengarahkannya kepada tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Untuk mencapai prestasi kerja pegawai yang maksimal, kepemimpinan yang baik


(26)

11

merupakan salah satu faktor yang dapat menggerakan, mengarahkan, membimbing dan memotivasi pegawai untuk lebih berprestasi dalam bekerja. Pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam memberikan pengarahan adalah merupakan faktor penting efektivitas kinerja organisasi.

Pada era transparansi seperti saat ini, kepemimpinan merupakan faktor penting dalam memberikan pengarahan kepada pegawai, kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang mampu memotivasi, menyamakan persepsi, menyatukan visi dan misi serta memberdayakan pegawainya. Peran pemimpin sangat besar untuk memotivasi anggota organisasi dan memberi semangat agar berperilaku dengan baik dalam upaya mencapai tujuan kelompok maupun organisasi (Gadot, 2007).

Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu (Rivai, 2009) dan pengelolaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi (Gibson, 2006). Kinerja juga diartikan sebagai hasil kerja yang dicapai sehubungan dengan posisinya dalam organisasi (Kast & Rosenzweig, 2007). Faktor penentu kinerja pegawai dapat dijelaskan dengan pendekatan teori atribusi yang menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) kategori dasar atribusi yang melekat pada diri seseorang pegawai yang akan menentukan kinerjanya. Atribusi tersebut ada yang bersifat internal atau disposisional (dihubungkan dengan sifat orang), dan yang bersifat eksternal atau situasional yang dapat dihubungkan dengan lingkungan seseorang. Faktor internal meliputi; bakat, kemampuan,


(27)

12

kemauan dan upaya. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas; lingkungan kerja, rekan kerja dan pimpinan. Oleh karena itu, agar individu dalam organisasi berkinerja tinggi, organisasi harus memperhatikan secara tepat dengan menghargai bakat-bakat mereka, kemampuan mereka, serta membimbingnya secara tepat (Simamora, 2006).

Penelitian tentang pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai. telah banyak dilakukan. Ditemukan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif

signifikan terhadap peningkatan kinerja pegawai (Carmeli, 2003; Goleman et al.,

2004; Bierhoff dan Muller, 2005; Amran et al., 2007). Hal ini terjadi karena seorang pemimpin yang dapat memberi dukungan kepada pegawai akan berdampak pada peningkatan kinerja.

Seorang pemimpin harus memiliki keterampilan untuk mempengaruhi atau menggerakan perilaku orang lain agar mampu bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin dituntut untuk memahami perilaku para pegawai yang menjadi wewenang dan menggerakkan sesuai dengan visi dan misi organisasi. Dengan demikian, seseorang yang diangkat sebagai pemimpin harus memiliki kompetensi (Robbins, 2006).

Menurut Bass (1990) para pemimpin memerlukan energi ekstra dalam mempertahankan tekadnya untuk meraih prestasi tinggi dan mampu mempengaruhi perilaku bawahannya dengan baik sehingga mendapatkan kemajuan dalam organisasinya. Dari perspektif tersebut ditemukan bahwa kemampuan seorang pemimpin untuk menggerakkan kelompok ke dalam suasana


(28)

13

kerja yang bergairah dan kooperatif akan menentukan keberhasilan perusahaan (Bierhoff & Muller, 2005, Shore et al., 2006).

Goleman (2004) menyatakan bahwa seorang pemimpin harus mampu membangkitkan komitmen, motivasi, dan optimisme dalam melaksanakan pekerjaan dan menumbuhkan atmosfer kerjasama. Gairah yang dapat mempengaruhi perilaku bawahan diarahkan berdasarkan nilai-nilai yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi. Pegawai yang diberdayakan oleh pemimpin akan berperilaku kerja yang baik terhadap organisasi sehingga berdampak pada peningkatan kinerja (Gibson, 2000). Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kerja dan juga berdampak positif pada peningkatan kinerja pegawai (Avolio et al. 2004, Carmeli 2003; Gilder, 2003).

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, fenomena, realitas atau kondisi yang sebenarnya, maka disusun masalah penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai pada Kantor

Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai?

2) Bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku kerja pada Kantor

Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai?

3) Bagaimana pengaruh perilaku kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor


(29)

14

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku kerja dan kinerja pegawai. Secara operasional penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan menguji secara empirik terhadap hal-hal berikut:

1) Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Imigrasi

Kelas I Khusus Ngurah Rai.

2) Pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku kerja pada Kantor Imigrasi Kelas I

Khusus Ngurah Rai.

3) Pengaruh perilaku kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Imigrasi Kelas

I Khusus Ngurah Rai

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:

1) Manfaat teoritis, penelitian ini dapat menyajikan informasi mengenai

pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku kerja dan kinerja pegawai, serta memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur penelitian pada bidang manajemen sumber daya manusia di Indonesia;

2) Manfaat praktis, penelitian ini mempunyai implikasi sebagai bahan

pertimbangan untuk dasar kebijaksanaan dalam menghadapi dan memahami masalah perilaku kerja pegawai yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi.


(30)

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan

Winston dan Petterson (2006) mendefinisikan kepemimpinan yaitu satu atau banyak orang yang memilih, melengkapi, melatih dan mempengaruhi satu atau banyak pengikut yang memiliki keterampilan-keterampilan, anugerah-anugerah dan kemampuan-kemampuan beragam dan memfokuskan pengikut kepada misi-misi dan sasaran-sasaran organisasi sehingga pengikut tersebut rela dan secara bersemangat mengeluarkan energi fisik, emosional dan spiritualnya dalam sebuah usaha yang dikoordinasikan secara terpusat untuk mencapai misi dan sasaran-sasaran organisasi.

Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi individu atau kelompok menuju pencapaian sasaran (Robbins; 2006), sedangkan menurut Siagian (2008), kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang mau melakukan kehendak pemimpin. Yuki (2007) mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan menyepakati apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya dan proses membantu usaha-usaha individual dan kolektif untuk memenuhi sasaran-sasaran bersama. Sedangkan Northouse dalam Yuki (2007) mendefinisikan kepemimpinan yaitu suatu proses dimana seseorang mempengaruhi kumpulan individu-individu untuk mencapai sasaran-sasaran bersama.


(31)

16

Sedangkan menurut Lyne van der (2009) telah mendefinisikan kepemimpinan yaitu suatu proses mengatur atau memobilisasi orang-orang dan sumber daya dalam pengejaran atau pencarian sasaran-sasaran tertentu dalam konteks otoritas institusional, legitimasi dan kekuasaan. Mencapai sasaran-sasaran tersebut dan mengatasi masalah-masalah tindakan kolektif yang secara bersama-sama menghambat pencapaian, yang umumnya menuntut bangunan koalisi formal dan informal, kepentingan baik secara vertikal maupun secara horizontal. Definisi dari Lyne van der tersebut menekankan tiga hal penting yaitu bahwa (1) kepemimpinan menekankan adanya organisasi atau mobilisasi dari orang-orang dan sumber daya (ekonomi, politik dan orang lain) dalam pencarian tujuan tertentu, (2) kepemimpinan harus selalu difahami secara kontekstual, terjadi dalam sebuah konfigurasi kekuasaan, otoritas, dan legitimasi, dan dibentuk melalui sejarah, kelembagaan, sasaran dan kultur politik dan (3) kepemimpinan secara reguler melibatkan koalisi-koalisi informal dan formal, vertikal atau horizontal, dari para pemimpin dan elit, di dalam rangka untuk memecahkan masalah-masalah tindakan kolektif pervasif yang sebagian besar dapat menentukan tantangan-tantangan pertumbuhan dan pengembangan organisasi.

Berdasarkan pada definisi-definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa komponen inti mengenai kepemimpinan. Beberapa diantaranya adalah (a) kepemimpinan adalah suatu proses, (b) kepemimpinan melibatkan mempengaruhi orang-orang lain, (c) kepemimpinan terjadi dalam konteks dalam suatu kelompok, (d) kepemimpinan melibatkan pencapaian sasaran dan (e) sasaran-sasaran tersebut terbagi melalui pemimpin dan bawahannya.


(32)

17

2.1.1. Peran Kepemimpinan

Nilai penting dari kepemimpinan (leadership) dalam menyelenggarakan

urusan-urusan dalam organisasi sudah lama menarik perhatian para ilmuwan

(scientist) dan para praktisi. Hal ini karena istilah kepemimpinan sering

diasosiasikan dengan orang-orang yang dinamis dan kuat, orang

mengendalikan perusahaan baik besar maupun kecil, atau orang yang menentukan arah suatu negara (Nimran, 2004).

Dalam suatu organisasi, tempat ditemukannya kegiatan-kegiatan kelompok, faktor kepemimpinan sangat diperlukan karena dengan adanya kepemimpinan, kegiatan kelompok menjadi terarah dan pencapaian tujuan menjadi lebih mudah dan efektif. Dengan kata lain, kepemimpinan merupakan syarat bagi berlangsungnya kehidupan kelompok atau organisasi yang sehat, sesuai dengan tujuan pembentukan organisasi. Kepemimpinan mengandung asas-asas pokok yang perlu berada pada diri setiap pemimpin, di organisasi apapun dan pada level manapun dia berada.

Gibson (2006) menyatakan peran kepemimpinan sangat besar untuk memotivasi anggota organisasi dalam memperbesar energi untuk berperilaku dalam upaya mencapai tujuan kelompok. Tyson & Jackson (2001) menambahkan bahwa meskipun kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pengaruh yang meliputi transaksi terus menerus antara pemimpin dan pengikut, beberapa ahli menganggap bahwa minimal ada tiga kondisi yang perlu dipuaskan jika kepemimpinan terjadi, yaitu (1) pemimpin harus menunjukkan penyebab terjadinya sesuatu; (2) hubungan antara perilaku pemimpin dan pengaruhnya


(33)

18

harus dapat diamati; serta (3) harus ada perubahan-perubahan yang riil dalam perilaku anggota organisasi dan dalam hasil akhir yang berikutnya sebagai konsekuensi tindakan pemimpin.

Dalam kaitannya dengan prestasi yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (Wexley & Yukl, 2003) menyatakan prestasi merupakan salah satu motif yang pasti dimiliki oleh seorang pemimpin. Para pemimpin yang mencetak prestasi biasanya memperoleh kepuasan bila berhasil menyelesaikan tugas yang menantang, bila meraih standar kinerja terbaik dan bila mengembangkan cara-cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu.

Seorang individu yang ingin memimpin tetapi tidak punya kegairahan dalam meraihnya tidak mungkin sukses, baik dalam menciptakan maupun mengimplementasikan sebuah visi. Hampir semua literatur sepakat bahwa para pemimpin harus memiliki keinginan yang tinggi untuk meraih prestasi (Locke & Associates, 1997). Untuk bekerja dengan baik, seorang pemimpin harus terus menerus bekerja demi mencapai kesuksesan dan perbaikan karirnya.

Pemimpin harus pula mempunyai ambisi yang kuat dalam meraih kemajuan karirnya dengan membuat divisi atau perusahaannya berkembang dan memperoleh keuntungan yang besar. Untuk menaikkan peringkatnya, para pemimpin umumnya mengambil langkah aktif dalam menunjukkan tekad serta keteguhannya. Gadot (2007) menambahkan dengan menyatakan ambisi memaksa pemimpin dalam menancapkan sasaran-sasaran yang berat dan menantang untuk dirinya sendiri maupun organisasi, serta mereka biasanya amat ambisius dalam kerja dan karir mereka.


(34)

19

Seorang pemimpin memerlukan ambisi untuk mencapai sasaran yang dihadapi, dan juga memerlukan sifat ambisius dalam bekerja. Hal ini ditambahkan Bass (1990) yang menyatakan para pemimpin memerlukan energi ekstra dalam mempertahankan tekadnya untuk meraih prestasi tinggi dan mampu mempengaruhi perilaku bawahannya dengan baik sehingga mendapatkan kemajuan dalam organisasinya.

Masing-masing individu pemimpin harus mempunyai tingkat vitalitas fisik, mental dan emosional yang di atas rata-rata. Selain itu pemimpin harus

memiliki keteguhan (tenacity), terus fokus pada sasaran ketika sedang mengalami

berbagai rintangan. Para pemimpin tidak boleh lelah dalam segala aktivitasnya, terutama dalam menyampaikan visi mereka kepada bawahan agar bawahan bisa mengikuti perintah atau arahannya, karena jika sampai visi tidak dipahami dengan baik oleh bawahan, maka tujuan organisasi akan sulit untuk dicapai. Hal ini dipertegas lagi oleh Bass (1990) bahwa para pemimpin harus lebih tangguh dalam menghadapi rintangan dibandingkan bawahan, dan mereka harus mempunyai kapasitas untuk bekerja dengan sasaran yang jauh ke depan serta memiliki tingkat kemauan atau keteguhan hati dalam bekerja. Sikap tegar merupakan salah satu cara untuk meraih visi, untuk meraih sasaran bersama yang diinginkan .

Studi dari Ghiselli (1964) dan Davis & Johnson (1987) paling banyak dipakai sebagai acuan untuk menelaah dari pendekatan sifat. Ghiseli memaparkan bahwa ada 6 aspek kepemimpinan, yaitu (1) kemampuan sebagai penyelia, (b) kebutuhan prestasi dalam pekerjaan, (3) kecerdasan, (4) ketegasan, (5) kepercayaan diri, dan (6) inisiatif. Sedangkan Davis dalam Reksohadiprodjo &


(35)

20

Handoko, (1997) merinci adanya 4 ciri/sifat yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan organisasi, yaitu (1) kecerdasan, (2) kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial, (3) motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan (4) sikap-sikap hubungan manusiawi.

2.1.2. Pendekatan Teori Kepemimpinan

Rivai (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji efektifitas kepemimpinan, yaitu:

1) Pendekatan Teori Sifat

Teori sifat berusaha untuk mengidentifikasi karakteristik khas (fisik, mental/intelegensi, kepribadian) yang dimiliki seorang pemimpin dikaitkan dengan keberhasilan kepemimpinannya. Teori ini menekankan pada atribut-atribut pribadi dari pemimpin. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa beberapa orang merupakan pemimpin alamiah dan dianugerahi beberapa ciri yang tidak dipunyai orang lain seperti semangat dan energi yang tinggi, intuisi yang mendalam, pandangan masa depan yang baik dan memiliki kekuatan persuasif. Teori kepemimpinan ini menyatakan bahwa keberhasilan manajerial disebabkan karena memiliki kemampuan luar biasa dari seorang pemimpin.

2) Pendekatan Teori Perilaku

Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang dapat menentukan keefektifan kepemimpinannya. Beberapa studi dilakukan oleh pendukung teori ini menemukan bahwa sifat-sifat pemimpin berpengaruh terhadap prestasi dan kepuasan dari pengikut-pengikutnya. Menurut Nawawi (2003) perilaku kepemimpinan nampak dari cara pengambilan keputusan, cara memerintah


(36)

21

(memberi instruksi), cara membimbing dan mengarahkan, cara menegakkan disiplin, cara mengendalikan dan mengawasi pekerjaan, cara memimpin rapat, cara menegur dan memberi hukuman.

Model Grid manajerial yang dikembangkan oleh Blake dan Mounton (2001) mengidentifikasikan variasi gaya kombinasi antara orientasi hasil dengan orientasi orang, yang menghasilkan empat macam gaya, yaitu: (1) gaya kurang efektif yang ditandai dengan rendahnya hubungan dengan orang dan hasil, (2) gaya moderat yang ditandai dengan memperhatikan keseimbangan terhadap orientasi hubungan dengan orang dan hasil- hasil kerja pada tingkat yang cukup memuaskan, (3) gaya yang menekankan hasil kerja dengan mengorbankan orientasi pada hubungan orang, (4) gaya berorientasi tinggi terhadap pencapaian hasil kerja dan gaya yang tinggi terhadap hubungan sesama orang.

Tannenbaum dan Schmidt (dalam Thoha, 2010) menyatakan ada dua bidang pengaruh yang ekstrem dalam hal perilaku kepimpinan seseorang yaitu bidang pengaruh pimpinan dan bidang kebebasan bawahan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis.

3) Pendekatan Situasional (Kontingensi)

Pendekatan kontingensi atau disebut juga pendekatan situasional mengemukakan bagaimana gaya dan tindakan pimpinan dalam menghadapi situasi atau kondisi tertentu. Pendekatan situasional menekankan faktor konstektual yang mempengaruhi proses kepemimpinan. Variabel situasional yang penting seperti karakeristik bawahan, sifat pekerjaan pemimpin, jenis organisasi,


(37)

22

dan sifat lingkungan eksternal. Pendekatan ini berangkat dari asumsi bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang cocok dengan semua situasi, dan berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal dengan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu.

a. Teori Kontingensi Fidler.

Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat gaya kepemimpinan, kepribadian dan pendekatan pemimpin yang sesuai dengan kelompoknya. Model atau teori kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif tergantung pada kecocokan antara gaya pemimpin yang berinteraksi dengan anggotanya, dengan kata lain bahwa tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan bagaimana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.

Fiedler mengatakan bahwa ada 2 (dua) tipe variabel kepemimpinan, yaitu:

Leader Orientation dan Situation Favorability. Leader Orientation diketahui dari skala semantik diferensial dari rekan yang paling tidak disenangi dalam

organisasi (Least Preffered Co-worker disingkat LPC). LPC tinggi apabila

pemimpin tidak menyenangi rekan kerja, sedangkan LPC rendah menunjukkan pemimpin yang siap menerima rekan kerja untuk bekerja sama. Skor LPC yang


(38)

23

tinggi menujukkan bahwa pemimpin berorientasi pada relationship, sebaliknya

skor LPC yang rendah menunjukkan bahwa pemimpin berorientasi pada tugas. Hubungan antara LPC pemimpin dan efektivitas kepemimpinan tergantung

pada sebuah variabel situasional yang rumit disebut “keuntungan situasional” atau “situational favorability”. Situation favorability adalah tolak ukur sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan situasi yang ditentukan oleh 3 (tiga) variabel situasi, yaitu:

1) Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi-hubungan (relational

concept) pimpinan-anggota. Derajat baik buruknya hubungan antara pemimpin dan bawahan.

2) Kepemimpinan merupakan suatu proses struktur tugas. Derajat tinggi

rendahnya strukturisasi, standarisasi dan rincian tugas pekerjaan.

3) Kepemimpinan merupakan kekuasaan jabatan untuk harus membujuk

orang-orang lain untuk mengambil suatu tindakan. Derajat kuat/lemahnya kewenangan dan pengaruh pemimpin atas variabel-variabel kekuasaan seperti pemberian punish dan reward.

b. Teori Situasional Hersey-Blanchard.

Model kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh Hersey-Blanchard menekankan bahwa pemimpin harus mengetahui tingkat kematangan pengikutnya dan menggunakan kepemimpinan yang sesuai

dengan tingkatan tersebut. Kematangan atau maturity adalah bukan

kematangan secara psikologis melainkan menggambarkan kemauan dan kemampuan anggota dalam melaksanakan tugas masing- masing termasuk


(39)

24

tanggung jawan dalam melaksanakan tugas tersebut juga kemauan dan kemampuan mengarahkan diri sendiri.

Menurut Hersey dan Blanchard (1992) kepemimpinan situasional adalah didasarkan pada saling berhubungannya di antara hal-hal berikut: jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, jumlah dukungan sosio-emosional yang diberikan oleh pimpinan, dan tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu.

Untuk berperilaku efektif, selain harus mampu mengdiagnosis dan mengidentifikasi isyarat-isyarat yang terjadi di lingkungannya, seorang pemimpin juga harus mampu untuk melakukan adaptasi kepemimpinan terhadap tuntutan lingkungan dimana dia memperagakan kepemimpinannya. Kebutuhan yang berbeda pada anak buah membuatnya harus diperlakukan secara berbeda pula.

c. Teori Jalur Tujuan (Path-Goal Theory).

Model kepemimpinan jalur tujuan berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Teori kepemimpinan jalur sasaran (path-goal theory) ini dikembangkan oleh Robert House. Teori jalur sasaran menyatakan bahwa tugas pemimpin adalah mendampingi pengikut dalam meraih sasaran mereka dan memberikan pengarahan dan atau dukungan yang perlu untuk menjamin sasaran mereka selaras dengan sasaran keseluruhan kelompok atau organisasi. Namun efektivitas perilaku pemimpin jalur sasaran ditentukan oleh dua faktor situasional yaitu: 1) faktor kontingensi


(40)

25

bawahan meliputi aspek: lokus kendali (locus of control), pengalaman dan persepsi kemampuan, serta 2) faktor kontingensi lingkungan meliputi aspek: tugas, sistim otoritas, dan kelompok kerja.

Robert House menggabungkan empat tipe atau gaya kepemimpinan yang utama yaitu: (1) kepemimpinan direktif yaitu pemimpin memberikan pengarahan yang spesifik, tidak ada partisipasi dari bawahan, (2) kepemimpinan suportif yaitu pemimpin memiliki sifat ramah, mudah didekati dan menunjukkan perhatian tulus untuk bawahan, (3) kepemimpinan partisipatif yaitu pemimpin meminta dan menggunakan saran dari bawahan, tetapi masih membuat keputusan, dan (4) kepemimpinan berorientasi pada prestasi yaitu pemimpin mengatur tujuan yang menentang bawahan untuk menunjukkan kepercayaan diri mereka akan mencapai tujuan dan memilki kinerja yang lebih baik.

2.1.3 Indikator Kepemimpinan

Kepemimpinan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teori sifat/ kepribadian seorang pemimpin yaitu teori Primal Leadership dari Goleman (2004) dengan indikator-indikator yaitu: kesadaran diri, kesadaran sosial dan pengelolaan diri, dengan penjelasan sebagai berikut :

1) Kesadaran diri, berarti kemampuan seorang pemimpin untuk mengelola

emosi diri yang mendalam, kekuatan dan keterbatasan diri, serta nilai-nilai dan motif-motif diri;

2) Pengelolaan diri, merupakan kemampuan yang dibutuhkan seorang


(41)

26

3) Kesadaran sosial merupakan kemampuan seorang pemimpin untuk

berempati. (merasa peduli dengan bawahan).

Pemilihan indikator kepemimpinan menggunakan pendekatan teori sifat dengan pertimbangan bahwa pemimpin dalam pembangunan di era globalisasi dituntut untuk senantiasa memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, mampu menciptakan pembaharuan dalam segala aspek kehidupan organisasi. Seorang pemimpin harus memiliki keterampilan untuk mempengaruhi atau menggerakkan perilaku orang lain mampu bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin dituntut untuk memahami perilaku-perilaku para pegawai yang menjadi wewenang dan menggerakkan sesuai dengan visi dan misi organisasi. Pemilihan indikator ini juga sesuai dengan situasi organisasi sektor publik yang dapat mewakili sifat atau kepribadian seorang pemimpin.

2.2. Perilaku Kerja

Perilaku kerja merupakan bagian yang berperan sangat penting dalam kehidupan bekerja. Perilaku kerja merupakan tindakan dan sikap yang ditunjukkan oleh orang-orang yang bekerja. Menurut Prawirosentono (1999) perilaku adalah suatu karakteristik penting dari pribadi untuk melakukan kegiatan. Perilaku merupakan hasil gabungan dari berbagai faktor psikologis. Faktor-faktor psikologis tersebut merupakan hasil kombinasi dari faktor fisik, biologis, dan kondisi sosial yang mempengaruhi lingkungan kehidupan seseorang. Perilaku kerja menyangkut aktivitas individu pada suatu organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Hersey & Blanchard (1992) menyatakan perilaku pada dasarnya


(42)

27

berorientasi tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam suatu perencanaan yang mengikutkan seluruh komponen dalam organisasi atau paling tidak para pengambil keputusan yang ada dalam organisasi tersebut.

Kast & Rosenzweig (2007) berpendapat perilaku adalah menunjukkan tingkah laku seseorang. Hal itu berarti perilaku adalah merupakan semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, baik untuk kepentingan dirinya maupun kelompoknya. Menurut Thoha (2002) perilaku adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Ini berarti bahwa seseorang individu dengan lingkungannya menentukan perilaku keduanya secara langsung.

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Schein (2004) yang menyatakan bahwa perilaku manusia adalah hasil yang kompleks dari maksud dan persepsi mengenai situasi yang ada sekarang dan asumsi-asumsi atau kepercayaan tentang situasi serta orang-orang yang berada dalam situasi itu. Pada gilirannya asumsi-asumsi itu didasarkan atas pengalaman di masa lampau, norma-norma kebudayaan dan apa yang diharapkan menurut ajaran orang lain. Perbedaan yang dikemukakan oleh Schein (2004) itu terletak pada perilaku yang dipengaruhi oleh faktor luar manusia, bukan oleh faktor yang inheren pada diri seseorang.

Sementara Gibson, (2006) menyatakan perilaku adalah semua yang

dilakukan oleh seseorang, sebagaimana sesuai dengan pendapat Robbins (2006) yaitu perilaku adalah tindakan tersebut yang cenderung dapat diamati dan diukur.

Sigmund Freud (dalam Hersey & Blanchard, 1992) percaya bahwa tidak selamanya individu menyadari hal-hal yang diinginkannya, dan oleh sebab


(43)

28

itu kebanyakan perilaku individu tersebut dipengaruhi oleh motif atau kebutuhan bawah sadar. Davis & Newstrom (2000) menyatakan perilaku manusia dalam organisasi tidak dapat diperkirakan seperti yang dibayangkan, karena timbul dari kebutuhan dan sistem nilai yang terkandung dalam diri manusia.

Perilaku bersifat rumit dan unik, namun melalui pemahaman perilaku manusia justru merupakan pangkal tolak untuk dapat memahami bagaimana suatu organisasi berfungsi. Oleh karena itu perlu dimengerti terlebih dahulu bagaimana fungsi pegawai dalam organisasi (Schein, 2004). Manajer yang efektif mensyaratkan untuk mengenali perbedaan perilaku individu bawahannya, kemudian mengelolanya ke arah perilaku kerja yang positif demi pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Perilaku anggota organisasi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu perilaku positif dan perilaku negatif. Perilaku positif adalah perilaku yang mendorong tercapainya tujuan dan berbagai sasaran organisasi dengan tingkat efisiensi, efektifitas serta produktivitas yang tinggi. Sedangkan perilaku yang negatif berangkat dari pengutamaan beberapa kepentingan egoistik, bahkan tidak jarang mengorbankan kepentingan kelompok atau kepentingan organisasi secara keseluruhan. Mengingat perilaku individu bersifat rumit dan unik, seringkali seorang manajer mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti perilaku pegawainya.

Guna memudahkan memahami perilaku pegawai, dapat dilakukan melalui pendekatan kesisteman (Indrawijaya, 2003). Berdasarkan pendekatan kesisteman, perilaku manusia ditentukan oleh proses input dan output, artinya


(44)

29

manusia adalah suatu sistem yang terbuka, bukan sesuatu yang terisolasi, dan manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia memperoleh

stimulus sebagai input dari lingkungannya, kemudian melakukan proses

transformasi atau penyaringan. Hasil dari proses ini berupa tindakan atau perilaku tertentu. Tindakan atau perilaku tersebut diarahkan pada suatu tujuan, selanjutnya akan menjadi masukan bagi lingkungannya (Kast & Rosenzweig, 2007 ).

2.2.1. Faktor Pembentuk Perilaku Kerja

Sebagai anggota suatu organisasi, seseorang seharusnya tidak kehilangan identitasnya yang khas, karena hal itu merupakan kekhususan atau kebanggaan tersendiri yang dimiliki orang tersebut. Orang yang mampu mempertahankan identitasnya akan mempunyai harga diri yang tinggi yang pada gilirannya akan muncul dalam bentuk keinginan untuk dihormati dan diperlakukan secara manusiawi oleh pimpinannya.

Siagian (2008) menyatakan bahwa di dalam diri seorang manusia terdapat perilaku atau behavior yang berasal dari oleh dalam diri seseorang tersebut yang nantinya akan mempengaruhi perilaku bekerja di sebuah perusahaan ataupun organisasi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kerja seseorang seperti:

1) Faktor genetik, yang dimaksud faktor genetik dalam hal ini adalah sifat-sifat yang dibawa sejak lahir dan merupakan turunan atau bawaan dari kedua orang tuanya seperti kecerdasan, sifat pemarah atau penyabar dan sebagainya

2) Faktor lingkungan, yaitu situasi dan kondisi lingkungan pergaulan yang


(45)

30

di luar rumah juga dapat membentuk pola pikir dan kerja seseorang, termasuk lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat yang dijumpai sehari-hari.

3) Faktor pendidikan, yaitu pendidikan baik formal maupun non-formal juga

memiliki pengaruh penting terhadap perilaku karena di dalam pendidikan ada usaha secara sadar dan sistematis dalam rangka mengalihkan pengetahuan dari seorang kepada orang lain.

4) Faktor pengalaman, pengalaman seseorang sejak kecil turut membentuk

perilaku dalam kehidupan organisasionalnya. Pengalaman dapat membentuk sifat apatis, keras kepala, tidak toleran, mudah putus asa, dan sebagainya.

1.2.2 Indikator Perilaku Kerja

Perilaku kerja sangat penting untuk mencapai suatu keberhasilan tingkat pribadi, organisasional maupun sosial. Perilaku kerja merupakan kemampuan dan perilaku pekerja menunjukkan tindakan dalam melaksanakan tugas. Menurut Gibson (2000) terdapat beberapa indikator perilaku kerja yang dapat mengukur sejauh mana perilaku kerja dapat berperan di tempat kerja, yaitu:

1) Semangat dan kegairahan kerja, adalah semangat dan kegairahan dalam

melaksanakan pekerjaan;

2) Daya inisiatif kerja, adalah melaksanakan pekerjaan dengan berinisiatif

sendiri;

3) Keterlibatan kerja, adalah sejauh mana keterlibatan seorang pegawai dalam

suatu pekerjaan;

4) Keterkaitan terhadap organisasi, adalah sejauh mana seorang pegawai


(46)

31

2.3. Kinerja Pegawai

Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu (Wibowo, 2007). Kinerja merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya manusia organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Rivai, 2009). Berdasarkan keseluruhan kegiatan dilakukan oleh organisasi atau perusahaan, kinerja terdiri atas: kinerja organisasi, kinerja individu, pegawai, kinerja kelompok. Kinerja pegawai sebagai prestasi akhir dari seorang pegawai dan mengandung beberapa hal, seperti adanya target tertentu yang dicapai, memiliki jangka waktu dalam pencapaian target dan terwujudnya efisiensi dan efektivitas.

Gibson (2006) berpendapat bahwa kinerja pegawai adalah hasil kerja yang dicapai oleh pegawai sesuai posisinya dalam organisasi. Sedangkan Kast & Rosenzweig (2007) menyatakan kinerja meliputi seluruh tujuan usaha organisasi. Bagi manajer tingkat bawah, kinerja adalah sasaran yang membantu pencapaian keseluruhan misi. Untuk setiap unit organisasi tugas manajemen adalah mencapai kinerja yang diukur dengan kriteria yang relevan.

Kesimpulannya bahwa kinerja adalah prestasi akhir dari suatu organisasi dan mengandung beberapa hal, seperti adanya target tertentu yang dicapai, memiliki jangka waktu dalam pencapaian target dan terwujudnya efisiensi dan efektivitas. Blumberg & Pringle (1982) menyatakan bahwa penentu kinerja adalah: (a) kapasitas, seperti pengetahuan, keterampilan dan pendidikan; (b) kesempatan, seperti prosedur organisasi, kepemimpinan dan kebijakan organisasi; dan (c) kemauan seperti motivasi, kepuasan kerja dan status pekerjaan.


(47)

32

Penilaian terhadap kinerja pegawai dalam suatu organisasi dapat dikenakan beberapa aspek (Wibowo, 2007), yaitu:

1) Kuantitas, dinyatakan dalam bentuk jumlah output atau pekerjaan, atau

persentase antara output yang aktual dengan output yang menjadi target.

2) Kualitas, dinyatakan bentuk pengawasan kualitas pekerjaan dalam batas yang

dipertimbangkan untuk dapat ditoleransi.

3) Waktu, dinyatakan dalam pencapaian batas waktu penyelesaian pekerjaan,

jumlah unit pekerjaan yang dapat diselesaikan tepat waktu.

Teori atribusi menyatakan faktor penentu kinerja pegawai dapat dikenali dengan menggambarkan atribusi hubungan perilaku seseorang atau individu dengan menghubungkan penyebab keberhasilan atau dari kinerja pegawai secara akurat (Timpe, 1999). Faktor penentu kinerja pegawai dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan teori atribusi yang menyatakan terdapat dua kategori dasar atribusi yang melekat pada diri seseorang pegawai yang akan menentukan kinerjanya, yaitu atribusi yang bersifat internal atau disposisional (dihubungkan dengan sifat-sifat orang), dan yang bersifat eksternal atau situasional yang dapat dihubungkan dengan lingkungan seseorang (Maurice, 1999). Teori atribusi kausal didasarkan pada asumsi bahwa orang cenderung tidak merasa puas dengan hanya mengetahui apa yang dikerjakan tetapi juga suka mencari-cari penyebab seseorang melakukan pekerjaan tersebut. Menurut teori atribusi kausal ini bahwa dengan mengidentifikasi secara akurat penyebab kinerja seseorang dapat dilakukan melalui perbaikan kinerja individu.


(48)

33

2.3.1 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Kinerja pegawai ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal pegawai. Faktor internal seperti bakat, kemampuan, kemauan dan upaya. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas lingkungan kerja, rekan kerja dan pimpinan. Oleh karena itu, agar individu yang ada dalam organisasi berkinerja tinggi, maka organisasi harus memperhatikan secara tepat dengan menghargai bakat dan kemampuan pegawai serta membimbingnya secara tepat (Simamora, 2006).

Ada tiga variabel yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu; variabel individu/pegawai, variabel organisasi dan variabel psikologis. (Gibson, 2006). Menurut Gibson ketiga variabel tersebut dapat dikelompokkan pada masing-masing sub variabel, yaitu:

1) Variabel individu dikelompokan pada sub variabel: kemampuan dan

keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama dalam mempengaruhi kinerja pegawai. Sedangkan demografis memberikan pengaruh tidak langsung.

2) Variabel organisasi dikelompokkan dalam subvariabel: sumberdaya,

kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Kelompok sub variabel ini memberikan efek tidak langsung terhadap kinerja individu.

3) Variabel psikologis terdiri atas subvariabel: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, usia, etnis dan budaya.

Gibson (2006) menyatakan bahwa variabel psikologis banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, dan pengalaman kerja sebelumnya serta


(49)

34

demografis. Harus dipahami bahwa seseorang masuk bekerja dan bergabung dalam organisasi kerja tentunya memiliki usia, etnis, latar belakang budaya serta pengetahuan dan keterampilan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sehingga model teori kinerja yang dikembangkan oleh Gibson ini dapat dikatakan bahwa perlu penegasan secara khusus pentingnya variabel kepemimpinan, budaya organisasi, komitmen kerja, dan perilaku kerja.

Model teori kinerja pegawai yang dikembangkan oleh Gibson (2006) menjadi fokus penekanan dalam membangun model dasar konsep penelitian ini. Variabel penentu kinerja pegawai pada penelitian ini terdiri atas: kepemimpinan dan perilaku kerja berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai sesuai dengan penelitian Gibson (2006) dalam Wibowo (2007), Rowe dan Boulgarides (1992), Nadler dan Lowler (1991) serta merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Robbins (2006).

Kekuatan setiap organisasi adalah terletak pada pegawai, sehingga prestasi suatu organisasi tidak terlepas dari prestasi setiap individu yang terlibat didalamnya (Rao, 1996). Agar individu dapat berkinerja tinggi manajemen harus memperhatikan secara tepat dengan menghargai bakat-bakat yang ada pada setiap individu dan mengembangkan kemampuan mereka serta menggunakannya secara tepat sehingga organisasi akan menjadi lebih dinamis.

2.3.2. Tujuan Penilaian Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian manajemen, baik organisasi publik maupun swasta. Namun karena sifat dan karakteristik organisasi sektor publik berbeda dengan sektor swasta, penekanan


(50)

35

dan orientasi pengukuran kinerjanya pun terdapat perbedaan. Tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah: (1) mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi, (2) menyediakan sarana pembelajaran pegawai, (3) memperbaiki kinerja periode berikutnya, (4), memberikan pertimbangan yang

sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment, (5)

memotivasi pegawai, (6) menciptakan akuntabilitas publik (Mahmudi, 2010).

2.3.3. Indikator Pengukuran Kinerja

Secara umum ada tiga perangkat kriteria yang populer dalam mengevaluasi kinerja pegawai yaitu: (1) hasil tugas individu, (2) perilaku kerja, dan (3) ciri individu (Robbins, 2008). Untuk mengukur hasil tugas individual, maka yang dapat dilakukan evaluasi adalah hasil tugas dari orang atau produk apa yang dihasilkan, bukan bagaimana caranya mencapai hasil tersebut. Hasil kerja pegawai dapat dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu: data atau informasi, jasa dan benda (Sujak, 1990), sedangkan evaluasi pengukuran hasil kerja, pada umumnya dilihat dari kuantitas dan kualitas item produk yang dihasilkan, serta banyaknya kesalahan atau tingkat kerusakan (Simamora, 2006). Benardin & Russel (1998) menjelaskan bahwa produktivitas pegawai adalah hasil keluaran yang diperoleh pada aktivitas kerja tertentu selama periode waktu tertentu.

Produktivitas organisasi, beberapa konsep dan petunjuk mengenai penerapan produktivitas bertujuan untuk mengarahkan pemikiran bahwa di dalam organisasi terdapat variabel-variabel determinan berupa pola tingkah laku kerja, pelaksanaan tugas dan efektivitas yang dapat dimodifikasi dan dikembangkan. Modifikasi yang dilakukan hendaknya mampu mengadaptasi


(51)

36

perubahan, baik dilingkungan internal organisasi maupun eksternal organisasi (Muljono, 2008).

Pengukuran kinerja individual dengan penilaian diri sendiri (Self

Appraisal) adalah penilaian yang dilakukan oleh pegawai itu sendiri dengan harapan pegawai tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki di masa datang. Salah satu kebaikan dalam metode ini adalah dapat

mencegah terjadinya perilaku yang selalu membenarkan diri (defensive behavior),

metode ini disebut dengan pendekatan masa depan sebab pegawai akan memperbaiki diri dalam rangka melakukan tugas-tugas yang akan datang dengan lebih baik. Menurut Rivai et al (2011), ada beberapa alasan untuk penggunaan penilaian diri sendiri (self appraisal):

1) dapat berpartisipasi dalam proses penilaian;

2) dapat meningkatkan motivasi kerja pegawai yang dinilai sehingga mampu

mengikuti kompetisi yang sehat diantara pegawai dan selain itu dapat mengurangi penolakan saat dinilai;

3) dapat memperbaiki diri sendiri;

4) dapat menentukan tujuan-tujuan yang akan datang secara mandiri;

5) melatih diri pegawai untuk menentukan dan merencanakan sendiri kariernya.

Dari beberapa dimensi pengukuran kinerja yang telah diuraikan di atas, kinerja berupa produktivitas pelayanan merupakan hasil yang dicapai organisasi dalam kurun waktu tertentu sebagai dampak pelayanan yang telah ditawarkan.


(52)

37

Penelitian ini menggunakan pendekatan konsep pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Wibowo (2007) yang terdiri dari kuantitas, kualitas, dan waktu. Pertimbangan menggunakan indikator ini karena konsep pengukuran kinerja ini memuat elemen-elemen penting dalam pelaksanaan penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengacu pada kadar pencapaian tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.


(1)

Penilaian terhadap kinerja pegawai dalam suatu organisasi dapat dikenakan beberapa aspek (Wibowo, 2007), yaitu:

1) Kuantitas, dinyatakan dalam bentuk jumlah output atau pekerjaan, atau persentase antara output yang aktual dengan output yang menjadi target. 2) Kualitas, dinyatakan bentuk pengawasan kualitas pekerjaan dalam batas yang

dipertimbangkan untuk dapat ditoleransi.

3) Waktu, dinyatakan dalam pencapaian batas waktu penyelesaian pekerjaan, jumlah unit pekerjaan yang dapat diselesaikan tepat waktu.

Teori atribusi menyatakan faktor penentu kinerja pegawai dapat dikenali dengan menggambarkan atribusi hubungan perilaku seseorang atau individu dengan menghubungkan penyebab keberhasilan atau dari kinerja pegawai secara akurat (Timpe, 1999). Faktor penentu kinerja pegawai dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan teori atribusi yang menyatakan terdapat dua kategori dasar atribusi yang melekat pada diri seseorang pegawai yang akan menentukan kinerjanya, yaitu atribusi yang bersifat internal atau disposisional (dihubungkan dengan sifat-sifat orang), dan yang bersifat eksternal atau situasional yang dapat dihubungkan dengan lingkungan seseorang (Maurice, 1999). Teori atribusi kausal didasarkan pada asumsi bahwa orang cenderung tidak merasa puas dengan hanya mengetahui apa yang dikerjakan tetapi juga suka mencari-cari penyebab seseorang melakukan pekerjaan tersebut. Menurut teori atribusi kausal ini bahwa dengan mengidentifikasi secara akurat penyebab kinerja seseorang dapat dilakukan melalui perbaikan kinerja individu.


(2)

2.3.1 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Kinerja pegawai ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal pegawai. Faktor internal seperti bakat, kemampuan, kemauan dan upaya. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas lingkungan kerja, rekan kerja dan pimpinan. Oleh karena itu, agar individu yang ada dalam organisasi berkinerja tinggi, maka organisasi harus memperhatikan secara tepat dengan menghargai bakat dan kemampuan pegawai serta membimbingnya secara tepat (Simamora, 2006).

Ada tiga variabel yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu; variabel individu/pegawai, variabel organisasi dan variabel psikologis. (Gibson, 2006). Menurut Gibson ketiga variabel tersebut dapat dikelompokkan pada masing-masing sub variabel, yaitu:

1) Variabel individu dikelompokan pada sub variabel: kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama dalam mempengaruhi kinerja pegawai. Sedangkan demografis memberikan pengaruh tidak langsung.

2) Variabel organisasi dikelompokkan dalam subvariabel: sumberdaya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Kelompok sub variabel ini memberikan efek tidak langsung terhadap kinerja individu.

3) Variabel psikologis terdiri atas subvariabel: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, usia, etnis dan budaya.

Gibson (2006) menyatakan bahwa variabel psikologis banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, dan pengalaman kerja sebelumnya serta


(3)

demografis. Harus dipahami bahwa seseorang masuk bekerja dan bergabung dalam organisasi kerja tentunya memiliki usia, etnis, latar belakang budaya serta pengetahuan dan keterampilan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sehingga model teori kinerja yang dikembangkan oleh Gibson ini dapat dikatakan bahwa perlu penegasan secara khusus pentingnya variabel kepemimpinan, budaya organisasi, komitmen kerja, dan perilaku kerja.

Model teori kinerja pegawai yang dikembangkan oleh Gibson (2006) menjadi fokus penekanan dalam membangun model dasar konsep penelitian ini. Variabel penentu kinerja pegawai pada penelitian ini terdiri atas: kepemimpinan dan perilaku kerja berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai sesuai dengan penelitian Gibson (2006) dalam Wibowo (2007), Rowe dan Boulgarides (1992), Nadler dan Lowler (1991) serta merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Robbins (2006).

Kekuatan setiap organisasi adalah terletak pada pegawai, sehingga prestasi suatu organisasi tidak terlepas dari prestasi setiap individu yang terlibat didalamnya (Rao, 1996). Agar individu dapat berkinerja tinggi manajemen harus memperhatikan secara tepat dengan menghargai bakat-bakat yang ada pada setiap individu dan mengembangkan kemampuan mereka serta menggunakannya secara tepat sehingga organisasi akan menjadi lebih dinamis. 2.3.2. Tujuan Penilaian Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian manajemen, baik organisasi publik maupun swasta. Namun karena sifat dan karakteristik organisasi sektor publik berbeda dengan sektor swasta, penekanan


(4)

dan orientasi pengukuran kinerjanya pun terdapat perbedaan. Tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah: (1) mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi, (2) menyediakan sarana pembelajaran pegawai, (3) memperbaiki kinerja periode berikutnya, (4), memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment, (5) memotivasi pegawai, (6) menciptakan akuntabilitas publik (Mahmudi, 2010).

2.3.3. Indikator Pengukuran Kinerja

Secara umum ada tiga perangkat kriteria yang populer dalam mengevaluasi kinerja pegawai yaitu: (1) hasil tugas individu, (2) perilaku kerja, dan (3) ciri individu (Robbins, 2008). Untuk mengukur hasil tugas individual, maka yang dapat dilakukan evaluasi adalah hasil tugas dari orang atau produk apa yang dihasilkan, bukan bagaimana caranya mencapai hasil tersebut. Hasil kerja pegawai dapat dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu: data atau informasi, jasa dan benda (Sujak, 1990), sedangkan evaluasi pengukuran hasil kerja, pada umumnya dilihat dari kuantitas dan kualitas item produk yang dihasilkan, serta banyaknya kesalahan atau tingkat kerusakan (Simamora, 2006). Benardin & Russel (1998) menjelaskan bahwa produktivitas pegawai adalah hasil keluaran yang diperoleh pada aktivitas kerja tertentu selama periode waktu tertentu.

Produktivitas organisasi, beberapa konsep dan petunjuk mengenai penerapan produktivitas bertujuan untuk mengarahkan pemikiran bahwa di dalam organisasi terdapat variabel-variabel determinan berupa pola tingkah laku kerja, pelaksanaan tugas dan efektivitas yang dapat dimodifikasi dan dikembangkan. Modifikasi yang dilakukan hendaknya mampu mengadaptasi


(5)

perubahan, baik dilingkungan internal organisasi maupun eksternal organisasi (Muljono, 2008).

Pengukuran kinerja individual dengan penilaian diri sendiri (Self Appraisal) adalah penilaian yang dilakukan oleh pegawai itu sendiri dengan harapan pegawai tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki di masa datang. Salah satu kebaikan dalam metode ini adalah dapat mencegah terjadinya perilaku yang selalu membenarkan diri (defensive behavior), metode ini disebut dengan pendekatan masa depan sebab pegawai akan memperbaiki diri dalam rangka melakukan tugas-tugas yang akan datang dengan lebih baik. Menurut Rivai et al (2011), ada beberapa alasan untuk penggunaan penilaian diri sendiri (self appraisal):

1) dapat berpartisipasi dalam proses penilaian;

2) dapat meningkatkan motivasi kerja pegawai yang dinilai sehingga mampu mengikuti kompetisi yang sehat diantara pegawai dan selain itu dapat mengurangi penolakan saat dinilai;

3) dapat memperbaiki diri sendiri;

4) dapat menentukan tujuan-tujuan yang akan datang secara mandiri;

5) melatih diri pegawai untuk menentukan dan merencanakan sendiri kariernya. Dari beberapa dimensi pengukuran kinerja yang telah diuraikan di atas, kinerja berupa produktivitas pelayanan merupakan hasil yang dicapai organisasi dalam kurun waktu tertentu sebagai dampak pelayanan yang telah ditawarkan.


(6)

Penelitian ini menggunakan pendekatan konsep pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Wibowo (2007) yang terdiri dari kuantitas, kualitas, dan waktu. Pertimbangan menggunakan indikator ini karena konsep pengukuran kinerja ini memuat elemen-elemen penting dalam pelaksanaan penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengacu pada kadar pencapaian tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.