UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH MELALUI PAJAK PARKIR DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA MADIUN
KOTA MADIUN SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada
Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
Haris Bayukarno Putra
D 1105519
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
MOTTO HIDUP HANYA MENUNDA KEKALAHAN DAN TAHU ADA YANG TETAP TIDAK TERKATAKAN SEBELUM PADA AKHIRNYA MENYERAH (Chairil Anwar – Seribu Tahun)
Ketika kucari jiwaku, Ia tak tampak Ketika kucari Tuhanku, Dia pun menghindar Namun ketika aku cari saudaraku, Kutemukan ketiganya (Mahatma Gandhi)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada: - Kedua orang tuaku tercinta yang telah membiayai kuliah dan memberikan fasilitas dalam study - Adik-adikku tersayang dan tercinta ( Ayu dan Iqball. Yang sudah begitu sabar, dan mendoakan.) - Beloved Dewi untuk pengertian dan semangatnya selama ini - PUNKS sebagai inspirasi dalam pemikiran positif dan revolusi
dalam hidupku (oioioi…….!!!)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, berkah dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Melalui Pajak Parkir Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun.
Pada kesempatan ini, dalam suka cita penulis hendak menyampaikan ucapan trima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berkenan memberikan bimbingan dan bantuan, sehingga pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu terima kasih banyak saya haturkan kepada:
1. Bapak Drs. Agung Priyono, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu dan kesabarannya untuk membimbing dan memberikan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
2. Seluruh Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun atas bantuan dan keramah-tamahannya.
3. Papi Mami dan adik-adikku (Ayu dan Iqball), My beloved Dewi, dan seluruh keluarga besar Madiun terima kasih atas support tiada hentinya.Kawan- kawanku Administrasi Negara Non Reguler 2005-2007, Kost Putra Manut ( All MatraMan People), Kawan-kawan di Madiun dan Manado. Terima kasih atas waktu dan tenaga kalian yang begitu berharga buatku.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah turut serta memberikan semangat bantuan dan dukungan sehingga dapat terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
Surakarta, Juni 2010
Penulis
BAB III PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ……………………………. 62
A. Upaya Peningkatan Pendapatan Pajak Parkir ……………………. 62
B. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Madiun ……………... 80
C. Hambatan-hambatan dalam Peningkatan Penerimaan Pajak Parkir 82
D. Upaya-upaya dalam Mengatasi Hambatan Penerimaan Pendapatan Pajak Parkir ………………………………………………………. 83 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………... 86
A. KESIMPULAN …………………………………………………. 86
B. SARAN …………………………………………………………… 88 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 89
PEDOMAN WAWANCARA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Realisasi Pendapatan Pajak Parkir Kota Madiun ………………..6 Tabel I.2
Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Madiun ............................9 Tabel I.3
Realisasi Pendapatan Retribusi Parkir Umum Kota Madiun ......10 Tabel I.4
Realisasi Pendapatan Retribusi Parkir Khusus Kota Madiun ….11 Tabel I.5
Realisasi Pendapatan Pajak Daerah Tahun Anggaran 2008 …1 Tabel I.6
Realisasi Pendapatan Pajak Parkir Kota Madiun .......................12 Tabel I.7
Wajib Pajak Parkir ..........................................................................13 Tabel II.1
Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin………………….....56 Tabel II.2
Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan……………...56 Tabel II.3
Jumlah Pegawai Berdasarkan Bidang Tugas…………………….57 Tabel II.4
Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan…………………………58 Tabel III.1 Jumlah Wajib Pajak Parkir……………………………………….69 Tabel III.2 Wajib Pajak Parkir Kota Madiun………………………………...71 Tabel III.3 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Madiun………………...81 Tabel III.4 Sasaran Pendapatan Daerah Menurut Sektor dan Jenisnya……82
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Skema Kerangka Pemikiran…………………………………...31 Gambar I.2
Model Analisis Data Interaktif………………………………...38 Gambar II.1
Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun …………………………………………………………………...43
Gambar III.1 Skema Alur Pendaftaran………………………………………66 Gambar III.2
Contoh Blangko DPD…………………………………………..76
ABSTRAK
Haris Bayukarno Putra. D 1105519. Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Melalui Pajak Parkir Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun: Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010. 89 Halaman.
Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Pajak Parkir yang selanjutnya disingkat Pajak adalah Pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan Tempat Parkir. Tempat Parkir adalah tempat parkir di luar badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan Tempat Penitipan Kendaraan Bermotor dan Garasi kendaraan Bermotor yang memungut bayaran. berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik meneliti tentang Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui Pajak Parkir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya di Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah melaui Pajak parkir dan hamabatan-hamabatan yang dihadapi.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Validitas data menggunakan Triangulasi Sumber dan teknik analisis data menggunakan teknik analisis data interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun yaitu pendataan dan sistem pemungutan. Pendataan dan Pemeungutan yang dilakukan oleh petugas sudah cukup baik. Pendataan merupakan kegiatan rutinitas dalam setiap bulannya. Dasar pemungutan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Madiun Nomer 9 Tahun 2001 Tentang Pajak Parkir. Hambatan-hambatan yang memepengaruhi penerimaan Pendapatan adalah wajib pajak yang tidak tepat waktu dalam membayar pajak dan obyek pajak yang berpindah-pindah.
ABSTRACT
HARIS BAYUKARNO PUTRA. D 1105519. The efforts of Dinas Pendapatan Daerah Madiun in increasing its real income through parking tax: Thesis. Administration Science Departement. Faculty of Social and Political Science.
Sebelas Maret University, Surakarta. 2010. 89 Pages.
Tax parking is unmoved circumstance of permanent vehicles. Parking Tax (Tax) is subjected to parking place coordinator. Parking Place is a place in off-street places that are managed by private owners or city government includes entrust vehicles places and vehicles garage. Therefore the writer interested in conducting a research about the efforts of Dinas Pendapatan Daerah Madiun in increasing its real income through parking tax. The aim of this research is to find out the efforts of Dinas Pendapatan Daerah Madiun in increasing its real income through parking tax and also the obstacles of Dinas Pendapatan Daerah Madiun.
This research is a qualitative descriptive research. The data is collected with observation, interview and documentation. Data Validity uses source triangulation, whereas the technique of analyzing data uses interactive analysis technique.
The result shows that the efforts of Dinas Pendapatan Daerah Madiun in increasing its real income through parking tax in data surveying and assessment system are well enough. Data surveying is a routine activity done every month. The assessment system based on Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 9 Tahun 2001 about Parking Tax. The obstacles are tax obligations pay the tax unpunctually and tax objects are moving out.
.BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka kelancaran jalannya pelaksanaan pembangunan di daerah, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menjamin pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Hal tersebut sejalan dengan pelaksanaan pemantapan otonomi di daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab, dimana pemerintah daerah diberikan kesempatan untuk mengembangkan sumber-sumber keuangan, disamping itu pemerintah daerah diharapkan akan mampu menggali potensi daerahnya sehingga sumber-sumber penerimaan daerah dapat ditingkatkan.
Keuangan daerah merupakan salah satu aspek penentu dalam keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah. Aspek ini menggunakan prinsip Money Follow Function yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Dalam menangani masalah pendanaan daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya dalam mengelola keuangan daerah dan daerah juga mempunyai kewajiban menganggung pembiayaan daerahnya sendiri.
Dalam rangka menunjang keberhasilan pengumpulan dana pembiayaan pelaksanaan pembangunan, pemerintah daerah harus berusaha untuk menggali dan meningkatkan potensi yang ada didalamnya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang murni digali sendiri oleh pemerintah daerah yang bersumber pada hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan Dalam rangka menunjang keberhasilan pengumpulan dana pembiayaan pelaksanaan pembangunan, pemerintah daerah harus berusaha untuk menggali dan meningkatkan potensi yang ada didalamnya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang murni digali sendiri oleh pemerintah daerah yang bersumber pada hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
Pemerintah daerah memiliki kekuasaan sepenuhnya untuk mengurusi urusan rumah tangga daerahnya termasuk pembangunan perekonomian, sehingga pemerintah daerah juga harus memiliki dana yang cukup untuk membiayai semua kegiatan daerahnya. Sumber pendapatan daerah salah satunya berasal dari pendapatan asli daerah yang didalamnya terdapat komponen antara lain pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah, dan pendapatan lain-lain.
Pada tahun 1999 Pemerintah Indonesia menetapkan dan mengeluarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang- undang tersebut dikeluarkan untuk menggantikan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Desa dimana Undang-undang tersebut dalam pelaksanaanya dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan dan pemerintahan daerah saat ini.
Pada Tahun 2004, Undang-undang No. 22 Tahun 1999 diganti dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pergantian tersebut dikarenakan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemeritahan Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntunan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti (pembukaan Undang- undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah). Ketidaksesuaian
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah dikarenakan pelaksanaan pemerintahan daerah dengan pola sebagaimana dalam Udang-undang No. 5 Tahun 1974, selain kurang mengakui eksistensi pemerintahan daerah, juga kurang memberikan kewenangan daerah untuk mengelola rumah tangga daerahnya sendiri, sehingga segala sesuatunya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, baik dalam pembuatan keputusan daerah maupun dalam pengelolaan sumber daya dan sumber dana daerah.
Dalam sistem Pemerintahan Daerah yang lama, pengelolaan bertumpu pada kebijakan pada pemerintah pusat, sedangkan dalam sistem pemerintahan yang baru, sebagai mana diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004, kewenangan dalam pengelolaan rumah tangga daerah bertumpu pada kinerja dan kemampuaan sumber daya daerah yang bersangkutan. Jadi pembangunan daerah tidak menjadi tanggung jawab pemerintah pusat saja tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah di dalam mengurusi rumah tangganya sendiri. Dalam melaksanakan otonomi daerah, kewenangan pusat dilimpakan kepada daerah sehingga pemerintah daerah mempunyai keleluasaan dalam mengelola rumah tangganya sendiri. Dengan keleluasaan yang dimiliki tersebut, menjadikan tanggung jawab daerah semakin besar.
Dengan tantangan yang semakin besar, pemerintah daerah harus bisa mengelola daerahnya dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai terjadi, karena adanya otonomi membuat daerah tersebut menjadi tidak berkembang karena tidak mampu mengelola suber dana dan sumber dayanya sendiri. Pemberian kewenagan Dengan tantangan yang semakin besar, pemerintah daerah harus bisa mengelola daerahnya dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai terjadi, karena adanya otonomi membuat daerah tersebut menjadi tidak berkembang karena tidak mampu mengelola suber dana dan sumber dayanya sendiri. Pemberian kewenagan
1. Pendapatan Asli Daerah yaitu :
a. Hasil Pajak Daerah
b. Hasil Retribusi Daerah
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
2. Dana Pembangunan
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Dari sumber pendapatan di atas, Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi, di mana daerah harus membiayai rumah tangganya sendiri, Pajak Parkir merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah menjadi salah satu komponen yang sangat diandalkan guna membiayai pelaksanaan otonomi tersebut. Hal ini karena setiap daerah memiliki potensi daerah yang bisa diandalkan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah, walaupun berbeda daerah satu dengan yang lainnya, dan dengan pengelolaan yang tepat maka akan menjadi sumber pendapatan daerah yang ideal dan potensial bagi daerah yang bersangkutan. Kota Madiun sebuah kota sedang yang berada di wilayah Jawa
Timur bagian barat yang berada dalam wilayah Bakorwil I Provinsi Jawa Timur, Bakorwil I sendiri meliputi daerah Eks. Karesidenan Madiun, yang meliputi wilayah Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Meski berada di wilayah Jawa Timur, secara kultural Madiun lebih dekat ke budaya Jawa Tengahan, karena lebih dekat secara geografis. Madiun merupakan pintu gerbang dan terletak di persimpangan jalur utama Propinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah serta dijadikan sebagai pusat pengembangan Jawa Timur Bagian Barat, menjadikan Kota Madiun sebagai tempat yang strategis untuk mengembangkan bisnis. Kota Madiun memiliki sarana dan prasarana yang memadai sebagai tempat transit bagi wisatawan saat berkunjung di Madiun hal ini dikarenakan selain terdapat sarana belanja yang baik di Kota Madiun terdapat hotel mulai dari kelas melati hingga hotel berbintang dan ditunjang dengan sarana transportasi yang baik di terminal bus antar kota dan stasiun kereta api besar Madiun. Melihat potensi diatas maka tidak mengherankan jika perkembangan perekonomian Kota Madiun dari tahun ketahun mengalami peningkatan.
Pajak Parkir merupakan salah satu pajak daerah yang berpotensi mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Madiun. Dengan melihat perkembangan perekonomian Pajak Parkir sangat berpotensi di Kota Madiun karena Pajak Parkir merupakan pajak terbaru yang masih belum optimal dikelola oleh Dipenda Klaten. Pajak Parkir baru disosialisasikan tahun 2001 dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pajak Parkir.
Dan Pajak Parkir dapat diandalkan sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah. Pemerintah Kota Madiun sendiri menyadari bahwa potensi penerimaan pendapatan daerah melalui sektor pajak parkir dapat dikembangkan lagi. Apalagi setiap tahun semakin berkembangnya pembangunan di Kota Madiun baik dari sektor perdagangan, pendidikan dan industri, sejalan dengan semboyan Madiun Kota Gadis sebagai visi Kota Madiun, yaitu tekad Kota Madiun mewujudkan Kota Madiun sebagai Kota Perdagangan, Pendidikan dan Industri. khususnya di Jawa Timur bagian barat. Dengan melihat kondisi tersebut dia atas maka penerimaan penadapatan dari pajak parkir dapat memenuhi target setiap tahunnya.
Tabel I.1
Realisasi Pendapatan Pajak Parkir
Kota Madiun Tahun 2004-2008
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun
. Dengan melihat tabel di atas maka pajak parkir dapat memenuhi target pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Meskipun demikian Pemerintah Kota Madiun berupaya untuk meningkatkan sektor pendapatan dari pajak parkir.
Menurut Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Restribusi Daerah, ada enam jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota:
1. Pajak Hotel dan Restoran
2. Pajak Hiburan
3. Pajak Reklame
4. Pajak Penerangan Jalan Umum
5. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan
6. Pajak bahan galian golongan C Pentingnya Pendapatan Asli Daerah dalam pelaksanaan penbiayaan daerah dikarenakan Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan yang digali dan dikelola dari dalam wilayah yang bersangkutan. Mengenai pentingya Pendapatan Asli Daerah dalam pembiayaan daerah dikemukakan oleh Deddy Supriyadi B, Ph.D dan Dadang Solihin, MA sebagai berikut:
“Pendapatan Asli Daerah, yang antara lain berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diharapkan menjadai salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonomi…”
Berkaitan dengan penggalian dan pemberdayaan sumber-sumber pendapatan daerah, suatu daerah diharapkan dapat memanfaatkan seoptimal mungkin apa yang telah menjadi potensi bagi peningkatan pendapatan asli daerahnya, salah Berkaitan dengan penggalian dan pemberdayaan sumber-sumber pendapatan daerah, suatu daerah diharapkan dapat memanfaatkan seoptimal mungkin apa yang telah menjadi potensi bagi peningkatan pendapatan asli daerahnya, salah
“Bahwa penyelenggara fungsi pemerintah daerah akan terlaksana sacara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dimana sumber penerimaan antar lain berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenagan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.”
Pemerintah Kota Madiun harus mampu mengurus rumah tangganya sendiri, termasuk didalamnya menyediakan atau mengusahakan sendiri dananya untuk pembiayaan pembangunan. Oleh karena itu Pemerintah Kota Madiun berusaha untuk mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah salah satunya adalah dari sektor pajak daerah.
UU No.34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, menyebutkan beberapa jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah Daerah/Kota yaitu:
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Pengembalian dan Pengelolaan bahan galian Gologan C
7. Pajak Parkir Realisasi Pendapatan Asli Daerah yang dicapai pada Tahun Anggaran 2008 adalah sebesar Rp.27.014.134.400,86 atau sebesar 117,557% dari anggaran sebesar Rp.22.980.184.000,00 dapat di lihat dari tabel 1.1 di bawah ini:
Tabel I.2 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Madiun Tahun Anggaran 2008
No Uraian
1. Pajak daerah 7.809.346.000,00 8.597.497.646,00 110,09
2. Retribusi Daerah 10.116.102.000,00
2.145.892.656,78 109,04 Kekayaan Daerah Yg Dipisahkan
3. Hasil Pengeleluaran
4. Lain-lain Pendapatan
4.644.586.415,58 150,47 Asli Daerah Yang Sah
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun
Salah satu Pendapatan asli daerah yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah retribusi parkir. Retribusi parkir yang dikelola oleh Pemerintah Kota Madiun terbagi atas:
1. Retribusi parkir umum sesuai dengan Perda No.7 Tahun 2003.
2. Retribusi parkir khusus sesuai dengan Perda No. 16 Tahun 2003.
Retribusi parkir umum adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa penyediaan tempat pelayanan parkir di tepi jalan umum. Sedangkan yang di maksud Retribusi parkir khusus adalah pungutan daerah atas jasa tempat khusus parkir yang dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah. Retribusi parkir sendiri tidak dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun melainkan dikelola oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Madiun seperti yang tercantum dalam pasal 13 Perda No. 4 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kota Madiun, sedangkan Dinas Pendapatan hanya menerima yang kemudian disetorkan ke Kas Daerah Kota Madiun. Berikut adalah rincian realisasi pendapatan retribusi parkir umum sebagai berikut:
Tabel I.3 Realisasi Pendapatan Retribusi Parkir Umum Kota Madiun Tahun 2006-2008
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Madiun
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa setiap tahun penerimaan retribusi parkir selalu memenuhi target yang ditetapkan. Berikut adalah rincian realisasi pendapatan retribusi parkir umum sebagai berikut:
Tabel I.4 Realisasi Pendapatan Retribusi Parkir Khusus Kota Madiun Tahun 2006-2008
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Madiun
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa penerimaan retribusi parkir khusus dari tahun 2006 sampai dengan 2007 dapat mencapai target yang telah ditetapkan kecuali, pada Tahun 2008 belum memenuhi target.
Tabel I.5 Realisasi Pendapatan Pajak Daerah Tahun Anggaran 2008
No Uraian
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. PajakPenerangan Jalan 5.442.528.000,00 5.932.464.546,50 109,00
6. Pajak Parkir
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun
Apabila dilihat pada tabel diatas maka pendapatan pada pajak daerah sebagian besar dapat memenuhi target yang telah ditetapkan. Dari jumlah pendapatan Pajak Daerah di atas, sebesar 64,64% atau sebesar Rp.5.932.464.546,50 diperoleh dari obyek Pajak Penerangan Jalan yang merupakan pemberi konstribusi pendapatan pajak daerah terbesar. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pajak Daerah mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan dan dioptimalkan. Salah satu obyek pajak yang cukup berpotensi untuk dikembangkan antara lain adalah pajak parkir.
Kontribusi pajak parkir terhadap pajak daerah Kota Madiun dapat diketahui dalam tabel berikut:
Tabel I.6 Realisasi Pendapatan Pajak Parkir
Kota Madiun Tahun 2004-2008
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun
Apabila dilihat pada tabel diatas maka pendapatan pada pajak parkir setiap tahun dapat memenuhi target yang telah ditetapkan Hal tersebut menjadi peluang tersendiri bagi Pemda Kota Madiun untuk meningkatkan potensi yang ada di dalam kota seperti pengembangan semboyan Madiun Kota Gadis sebagai visi Kota Madiun, yaitu tekad Kota Madiun mewujudkan Kota Madiun sebagai Kota Perdagangan, Pendidikan dan Industri.
Perda No. 9 Tahun 2001 tentang Pajak Parkir yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun adalah penyelengaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan dengan pokok usaha maupun yang disediakan berkaitan dengan usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan yang memungut bayaran. Jumlah wajib pajak yang terdata oleh Dispenda Kota Madiun sampai tahun 2009 berjumlah 39 wajib pajak. Berikut adalah daftar wajib pajak parkir di Kota Madiun:
Tabel I.7 Wajib Pajak Parkir
No Wajib Pajak Alamat
1. Penitipan sepeda/motor Koperasi Karya Jl. Serayu Praja
2. Penitipan sepeda/motor Kawulo Alit
Jl. Bali
3. Penitipan sepeda/motor Simpang Tiga Jl. Yos Sidarso
4. Achmad Doir Jl. Ponorogo
5. Mbak Anik Jl. Dr. Soetomo
6. Royan
Jl. Puntuk
7. Ibu Aisyah Jl. Ponorogo
8. Kantor Imigrasi Jl. Soekarno-Hatta
9. Surani Jl. Kompol Sunaryo
10. RSUD Sogaten Jl. Campursari
11. Timbul Jaya Plasa (Giant) Jl. Pahlawan
12. RSUP Dr. Soedhono Jl. Dr. Soetomo
13. Paviliun Merpati
Jl. Bali
14. Sutrisno
Jl. Puntuk
15. Suparno Pasar Pon
16. RM. Mbah Jingkrak Jl. Kalimantan
17. RS. Griya Husada Jl. D.I. Pandjaitan
18. Partoto Jl. Dr. Soetomo
19. Imam Sukemi Jl. Panglima Sudirman
20. Chandra Mukito Jl. Panglima Sudirman
21. Puskesmas Oro-oro Ombo Jl. Diponegoro
22. RS. Santa Clara
Jl. Bliton
23. Arif Nurohman Jl. Urip Sumoharjo
24. Graha Matahari Jl. Pahlawan
25. PT. Askes
Jl. Timor
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun, diolah
Dengan melihat tabel di atas tersebut bahwa potensi untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak parkir cukup potensial. Langkah ke arah tersebut dapat dilihat dari semakin berkembangnya pembangunan di Kota Madiun yang ditandai dengan, diantaranya, banyaknya peritel skala nasional maupun internasional yang melebarkan sayap bisnisnya ke Kota Madiun baik berwujud mini maupun supermarket seperti Indomaret, Alfamart, Matahari, Sri Ratu, Giant bahkan Carefour yang dibangun dibekas terminal lama, Pasar ikan di daerah Joyo, dan lain-lain yang membuat daerah kota sebelah timur tidak sepi sehingga tidak terpusat didaerah pusat kota. Dari segi inilah pendapatan pajak parkir dapat terealisasi disamping dari tempat lain. Taman parkir seharusnya disediakan di tempat-tempat tujuan, baik oleh Pemerintah Daerah maupun swasta, dan sedapat mungkin dihindari di jalan-jalan terusan. Saat ini yang selalu menjadi masalah Dengan melihat tabel di atas tersebut bahwa potensi untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak parkir cukup potensial. Langkah ke arah tersebut dapat dilihat dari semakin berkembangnya pembangunan di Kota Madiun yang ditandai dengan, diantaranya, banyaknya peritel skala nasional maupun internasional yang melebarkan sayap bisnisnya ke Kota Madiun baik berwujud mini maupun supermarket seperti Indomaret, Alfamart, Matahari, Sri Ratu, Giant bahkan Carefour yang dibangun dibekas terminal lama, Pasar ikan di daerah Joyo, dan lain-lain yang membuat daerah kota sebelah timur tidak sepi sehingga tidak terpusat didaerah pusat kota. Dari segi inilah pendapatan pajak parkir dapat terealisasi disamping dari tempat lain. Taman parkir seharusnya disediakan di tempat-tempat tujuan, baik oleh Pemerintah Daerah maupun swasta, dan sedapat mungkin dihindari di jalan-jalan terusan. Saat ini yang selalu menjadi masalah
B. Perumusan Masalah
Pokok Permasalahan yang akan dikaji dalam Penelitian ini adalah:
1. Bagaimana upaya yang diterapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun dalam usahanya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui pajak parkir ?
2. Apa saja hambatan-hambatan dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui pajak parkir yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Operasional. Dengan mendasarkan pada perumusan masalah yang ada maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui Upaya Dinas
Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Madiun dalam usaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui pajak parkir.
2. Tujuan Fungsional. Agar hasil penilitian ini memberikan manfaat bagi Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun sebagai acuan untuk melangkah ke depan bagaimana cara meningkatkan keberhasilan usaha. Dari penelitian ini dapat diketahui hal-hal apa saja yang harus dibenahi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Madiun.
3. Tujuan Individual. Penelitian ini juga suatu syarat kelulusan yang merupakan salah satu tugas dalam memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Mengetahui Upaya Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui penerimaan Pajak Parkir di Kota Madiun.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kota Madiun dalam hal peningkatan pendapatan asli daerah melalui pajak parkir di masa yang akan datang.
3. Dapat menjadi tambahan pustaka bagi siapa saja yang ingin mengetahui, mempelajari dan meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan ini.
E. Kajian Teori
1. Pengertian Pajak
1.1 Pajak
Pengertian pajak secara umum adalah iuran rakyat kepada Negara yang dapat dipaksakan tanpa mendapat balas jasa secara langsung berdasarkan pada undang-undang yang berlaku.
Definisi pajak menurut Prof. S.I. Djayadiningrat (S. Munawir, 1993: 2) adalah sebagai berikut: “ Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian
daripada kekayaan kepada Negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan – peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.”
Definisi pajak menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro (S. Munawir, 1993:
2) adalah:
1. Pajak adalah iuran kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang – undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen perstatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
2. Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakam sumber utama untuk membiayai public investement. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (S. Munawir, 1993: 2) adalah:
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan:
1. Pajak dipungut oleh Negara (baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah) berdasarkan kekuatan Undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.
2. Dalam pembayarannya pajak tidak dapat menunjukkan adanya kontra prestasi individu oleh pemerintah atau tidak ada hubungan langsung antar jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individu.
3. Penyelenggaraan pemerintah secara umum merupakan manifestasi kontra prestasi dari Negara. Jadi kontra prestasi dari Negara atas pembayaran pajak tetap ada namun sifatnya umum bukan individu.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pembayaran pemerintah yang bila ada pemasukannya masih terdapat surplus yang digunakan untuk public investement. Jadi tujuan utama dari pemungutan pajak sebagai sumber keuangan Negara.
5. Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang. ( S. Munawir, 1993: 4)
1.2 Dasar Hukum Pajak
Dasar hukum pajak diatur dalam pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang”. Pasal ini secara konstitusional merupakan dasar dari sistem pemugutan pajak di Indonesia, sehingga pemungutan pajak di Indonesia mempunyai dasar hukum yang menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi Negara maupun warga negaranya.
1.3 Syarat Pemungutan Pajak
Agar dalam pemungutan pajak tidak menimbulkan berbagai hambatan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Pemungutan pajak harus adil. Adil dalam pemungutan pajak berarti bahwa dalam pemungutan pajak diselenggarakan sedemikian rupa sehingga setiap orang mendapat beban atau tekanan yang sama.
2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.
Syarat ini disebut syarat yuridis, yaitu bahwa hukum pajak harus dapat memberikan jaminan atau kepastian hukum baik bagi Negara maupun bagi negaranya.
3) Pemungutan pajak tidak boleh menggangu kelancaran roda perekonomian. Pemunguatan pajak harus diupayakan supaya tidak menghambat lancarnya perekonomian, baik di bidang produksi maupun di bidang perdagangan serta jangan sampai merugikan kepentingan umum dan menghalang- halangi usaha rakyatnya dalam menuju kebahagiaan.
4) Pemungutan pajak harus dilaksanakan secara efisien. Dalam melaksanakan pemungutan pajak hendaknya tidak memakan biaya pemungutan yang besar dan pemungutan pajak ini hendaknya dapat mencegah inflasi.
5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Untuk mencapai efisiensi pemungutan pajak serta untuk memudahkan warga masyarakat dalam menghitung dan memperhitungkan pajaknya, maka harus diterapkan sistem pemungutan pajak yang sederhana dan mudah dilaksanakan sehingga masyarakat tidak terganggu dengan permasalahan pajak yang sulit. Sistem pemungutan pajak yang sederhana dan mudah dilaksanakan akan meningkatkan kesadaran dalam membayar pajak. (Mardiasmo, 2002: 2-3).
1.4 Pembagian Jenis pajak
Pembagian pajak menurut golongannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Pajak Langsung Dalam pengertian ekonomis pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Dalam pengertian administratif pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara berkala.
2. Pajak Tidak Langsung Dalam pengertian ekonomis pajak tidak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain. Yang menanggung beban pajak pajak tidak langsung pada akhirnya adalah pihak ketiga atau konsumen. Dalam pengertian administratif pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut setiap terjadi peristiwa atau perbuatan yang terutangnya pajak. (S. Munawir, 1993: 10)
1.5 Sistem Pemungutan Pajak
1. Official Assesment System yaitu suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada pemungut pajak (fiscus). Dalam sistem ini masyarakat wajib pajak bersifat pasif menunggu ketetapan dari apaartur pajak atau pemungut pajak.
2. Semi Self Assessment System yaitu suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang tertuang 2. Semi Self Assessment System yaitu suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang tertuang
3. Full Assesment System yaitu suatu sistem pemugutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada orang itu sendiri. Dalam sistem ini wajib pajak harus aktif menghitung, memeperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri. Pemungut pajak tidak ikut campur tangan dalam penentuan besarnya pajak yang terutang (kecuali wajib pajak melanggar peraturan yang berlaku).
4. With Holding System yaitu suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh seseorang berada pada pihak ketiga. (Mardiasmo, 2002: 8-9).
1.6 Fungsi Pajak
Pemerintah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap menempatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun fungsi pajak dapat dikelompokkan menjadi
4 (empat), yaitu :
1) Fungsi Budgeter yaitu sebagai alat untuk mengisi kas negara (daerah) yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan.
2) Fungsi Regulator yaitu bila pajak dipergunakan sebagai alat mengatur untuk mencapai tujuan, misalnya: pajak minuman keras dimaksudkan agar rakyat menghindari atau mengurangi konsumsi minuman keras, pajak ekspor dimaksudkan untuk mengekang pertumbuhan ekspor komoditi tertentu dalam rangka menghindari kelangkaan produk tersebut di dalam negeri.
3) Fungsi Demokrasi Pajak dipungut sebagai wujud bentuk persamaan partisipasi dalam pembangunan oleh masyarakat.
4) Fungsi Redistribusi Pajak dipungut kepada semua lapisan sebagai wujud untuk menegakkan keadilan sosial, dengan diwujudkan dalan struktur tarif progresif.
2. Pengertian Pajak Daerah
2.1 Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau Badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah Pajak Daerah merupakan salah satu andalan Pendapatan Asli Daerah disamping Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang dipisahkan. Menurut Undang-Undang nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau Badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah Pajak Daerah merupakan salah satu andalan Pendapatan Asli Daerah disamping Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang dipisahkan. Menurut Undang-Undang nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
1) Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan dari daerah sendiri.
2) Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan Pemerintah Pusat dan penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
3) Pajak yang ditetapkan dan dipungut oleh Pemerintah Daerah.
4) Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah tetapi hasil pungutannya diberikan kepada Pemerintah Daerah. Dari kriteria di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Pajak Daerah adalah pajak yang ditetapkan dan dipungut di wilayah daerah dan ada bagi hasil antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
2.2 Ciri-ciri Pajak Daerah.
Untuk mempertahankan prinsip-prinsip Pajak Daerah maka perpajakan daerah harus memiliki ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri yang dimaksud sebagai berikut:
1) Pajak Daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara penerimaan pajak harus lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya.
2) Relatif stabil, artinya penerimaan pajaknya tidak berfluktuatif terlalu besar, kadang-kadang meningkat secara drastis dan adakalanya menurun secara tajam.
3) Tax base-nya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan (benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).
2.3 Ketentuan Pungutan Pajak daerah dan Retribusi Daerah
Pengaturan kewenangan mengenai pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Indonesia telah diatur sejak lama, terutama sejak tahun 1997 dengan dikeluarkannya UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Namun dalam perkembangannya UU No.18 Tahun 1997 dianggap kurang memberikan peluang kepada Daerah untuk mengadakan pungutan baru. Walaupun dalam UU tersebut sebenarnya memberikan kewenangan kepada daerah, namun harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Pada waktu UU No. 18 Tahun 1997 berlaku belum ada satupun daerah yang mengusulkan pungutan baru karena dianggap hal tersebut sulit dilakukan. Selain itu, pengaturan agar Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus mendapat Pengaturan kewenangan mengenai pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Indonesia telah diatur sejak lama, terutama sejak tahun 1997 dengan dikeluarkannya UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Namun dalam perkembangannya UU No.18 Tahun 1997 dianggap kurang memberikan peluang kepada Daerah untuk mengadakan pungutan baru. Walaupun dalam UU tersebut sebenarnya memberikan kewenangan kepada daerah, namun harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Pada waktu UU No. 18 Tahun 1997 berlaku belum ada satupun daerah yang mengusulkan pungutan baru karena dianggap hal tersebut sulit dilakukan. Selain itu, pengaturan agar Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus mendapat
Dalam UU No. 34 Tahun 2000 pasal 2 ayat 2 dan Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah menjelaskan jenis-jenis Pajak Daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota. Besarnya tarif yang berlaku definitif untuk pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah, namun tidak boleh lebih tinggi dari tarif maksimum yang telah ditentukan dalam UU tersebut. Dasar pengenaan tarif Pajak Daerah ada dalam UU No.34/2000 Pasal 3 ayat (1). Berikut jenis Pajak Daerah beserta tarif maksimal yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah :
1. Jenis Pajak Propinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5% (lima persen);
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Atas Air 10% (sepuluh persen);
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen);
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah 20% (dua puluh persen).
Hasil penerimaan Pajak Provinsi sebagian diperuntukkan bagi daerah Kabupaten atau Kota di Wilayah Provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air diserahkan kepada daerah Kabupaten atau Kota paling sedikit 30% (tiga puluh persen);
b. Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan kepada daerah Kabupaten atau Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen);
c. Hasil penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada Kabupaten atau Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen).
2. Jenis Pajak Kabupaten atau Kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel 10% (sepuluh persen);
b. Pajak Restoran 10% (sepuluh persen);
c. Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen);
d. Pajak Reklame 25% (dua puluh lima persen);
e. Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen);
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20% (dua puluh persen);
g. Pajak Parkir 20% (dua puluh persen).
2.4 Pajak Parkir
Menurut Perda No 9 Tahun 2001 Tentang Pajak Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Pajak Parkir yang selanjutnya disingkat Pajak adalah Pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan Tempat Parkir. Tempat Parkir adalah tempat parkir di luar badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan Tempat Penitipan Kendaraan Bermotor dan Garasi kendaraan Bermotor yang memungut bayaran. Kendaraan adalah suatu alat yang dapat digerakan di jalan terdiri dari Kendaraan Bermotor maupun tidak bermotor. Gedung Parkir adalah suatu bangunan yang sebagian atau seluruhnya digunakan sebagai Tempat Parkir yang dipungut bayaran. Pelataran Parkir adalah sebidang tanah di luar jalan yang digunakan sebagai Tempat Parkir yang dipungut bayaran.
Garasi adalah bangunan atau ruang rumah yang dipakai untuk menyimpan Kendaraan Bermotor yang dipungut bayaran. Tempat Penitipan Kendaraan adalah suatu ruang, bidang yang dipakai untuk menyimpan, menaruh, mengumpulkan, memamerkan, memajang kendaraan untuk jangka waktu tertentu, dan untuk diperjualbelikan yang dipungut bayaran. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan yang ada pada kendaraan itu dan dipergunakan untuk pengangkutan orang dan/atau barang di jalan. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya Garasi adalah bangunan atau ruang rumah yang dipakai untuk menyimpan Kendaraan Bermotor yang dipungut bayaran. Tempat Penitipan Kendaraan adalah suatu ruang, bidang yang dipakai untuk menyimpan, menaruh, mengumpulkan, memamerkan, memajang kendaraan untuk jangka waktu tertentu, dan untuk diperjualbelikan yang dipungut bayaran. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan yang ada pada kendaraan itu dan dipergunakan untuk pengangkutan orang dan/atau barang di jalan. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya
Teknomo, Kardi, dan Kazunori Hokao (1997: 551-570) mengungkapkan bahwa parkir di tepi jalan dikelola secara langsung oleh Pemerintah Kota, sedangkan tempat parkir di luar badan jalan dikelola oleh pihak swasta untuk kepentingan publik. Berikut ini adalah kutipan pernyataannya:
”On-street parking is managed directly by the City government, while off-street parking places are managed by private owners for public use.”
Perbedaan antara Pajak Parkir dengan Retribusi Parkir di tepi jalan umum yang selanjutnya disebut dengan Retribusi yaitu terletak pada penggunaan lahan parkirnya. Dalam Retribusi dikenakan terhadap pembayaran atas penggunaan tempat-tempat parkir di tepi jalan umum, yang masih merupakan fasilitas milik pemerintah, yang ditetapkan oleh Walikota atau Bupati, Pajak Parkir dikenakan terhadap pembayaran atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, yang berarti fasilitas milik pribadi dan biasanya dikelola oleh pihak swasta.
Bentuk pajak parkir menurut Todd Litman (2009) ada empat, yaitu pajak per tempat parkir (per-space levies), pajak bebas parkir (free parking levy), pajak biaya manajemen pengelola (stormwater management fees) dan diskon bebas pajak mobil (car-free tax discounts). Di bawah ini yang tidak termasuk obyek Pajak Parkir adalah:
1) Penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2) Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing,
dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik.
3) Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. Subyek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. Di sini pembayaran merupakan jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang dan atau jasa sebagai pembayaran kepada pemilik atau penyelenggara tempat parkir (di luar badan jalan yang disediakan oleh Orang Pribadi atau Badan). Secara garis besar, Subyek Pajak adalah pihak-pihak (Orang Pribadi atau Badan) yang akan dikenakan pajak, sedangkan Obyek Pajak adalah segala sesuatu yang akan dikenakan pajak, dan Wajib Pajak adalah subyek pajak yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk Pemungut atau Pemotong Pajak. Dengan kata lain setiap Wajib Pajak ada.
2.5 Potensi Pajak Parkir
Potensi pajak merupakan suatu potensi yang diukur dengan cara pengkalian data hasil observasi obyek penelitian dengan tarif Pajak Parkir sehingga ditemukan estimasi jumlah pajak terutang yang ditanggung oleh Wajib Pajak tersebut. Dalam hal ini tarip pajak yang ditetapkan sebesar 20%.
Potensi pajak dapat berubah seiring dengan kemajuan usaha dari wajib pajak tersebut. Sebagai contoh peningkatan potensi pajak parkir itu dipengaruhi oleh penambahan lahan parkir.
Menurut artikel yang berjudul Transportation Cost and Benefit Analysis
II – Parking Costs tarif parkir dan bermacam-macam bentuk tempat parkir tergantung lokasi dan kegunaan (Parking costs and the portion that is external varies depending on location and use ).
F. Kerangka Pemikiran
Dalam kerangka pemikiran ini dijelaskan mengenai proses berpikir peneliti dalam rangka mengadakan penelitian tentang upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui pajak parkir yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar I.1 Skema Kerangka Pemikiran
Upaya Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun dalam
Hambatan peningkatan meningkatan penerimaan
penerimaan pajak parkir pajak parkir:
1. Pendataan
2. Sistem Pemungutan
Peningkatan Pajak Daerah